HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG TBC PARU DENGAN PERILAKU KELUARGA DALAM MENCIPTAKAN LINGKUNGAN SEHAT BAGI PENDERITA TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAPUNG I GUSMAN VIRGO Dosen STIKes Tuanku Tambusai ABSTRAK Tuberkolosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang perenkim paru-paru yang di sebabkan oleh Mycobacteria tubercolosis yang ditandai dengan gejala batuk, sesak nafas, nyeri pada dada, berkeringat dingin pada malam hari, penurunan berat badan serta malaise.Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengetahuan keluarga tentang TBC dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan sehat bagi penderita TBC di Wilayah kerja Puskesmas Tapung I. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik. Sampel penelitian diambil dengan cara total sampling pada keluarga penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Tapung I sebanyak 78 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Analisa yang digunakan adalah Analisa Univariat dan Bivariat. Berdasarkan Analisa data diperoleh hasil penelitian bahwa tingkat pengetahuan keluarga tentang TBC mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 45 keluarga (57,7%), serta perilaku keluarga dalam menciptakan lingkungan sehat mayoritas berperilaku sehat sebanyak 47 keluarga (60,3%). Dari hasil uji statistik (chi-square) didapatkan nilai p =0,148, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga tentang TBC dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan sehat bagi penderita TBC di Wilayah kerja Puskesmas Tapung I. Berdasarkan penelitian tersebut maka saran untuk Puskesmas Tapung I agar dapat meningkatkan strategi dan metode penyuluhan kesehatan yang lebih tepat lagi, kepada masyarakat khususnya kepada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan TBC. Kata Kunci : Pengetahuan, Keluarga, TBC, Perilaku, lingkungan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tuberkulisis adalah suatu infeksi disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang sangat bervariasi (Junaidi,2009). Menurut Depkes (2006), dengan muncul HIV/AIDS di dunia diperkirakan penderita TBC akan meningkat. Peningkatan jumlah penderita TBC di seluruh dunia sekitar 8 juta orang dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 71
(Setiarini, 2008). Tiap tahun ada 9 juta penderita TBC baru dan 75% kasus di masyarakat diderita oleh orang-orang pada umur produktif dari 15 sampai 54 tahun. Di negara-negara miskin, kematian TBC mencapai 25% dari seluruh kematian yang terjadi. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia (Depkes, 2008). Indonesia merupakan salah satu bagian dari Negara Asia Tenggara yang mempunyai angka kejadian TBC yang cukup tinggi, dimana Indonesia merupakan Negara ke-3 terbesar dengan masalah TBC. Tingginya penderita penyakit TBC tersebut salah satu penyebabnya adalah akibat lingkungan yang tidak bersih. Oleh karena itu, para penderita TBC ini sangat membutuhkan lingkungan yang sehat guna meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan harga diri (Badan informasi komunikasi dan kesatuan bangsa provinsi Riau, 2008). Pernyataan ini didukung oleh Widoyono (2005), yang mengatakan bahwa meningkatnya status ekonomi dan menjaga kondisi lingkungan yang sehat dapat menurunkan kasus TBC secara signifikan. Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Kampar tahun 2011 jumlah penderita TBC paru positif sebanyak 1098 orang. Dari 28 Puskesmas di Kabupaten Kampar, Puskesmas Tapung I dan Puskesmas Tapung Hulu I menempati urutan pertama terbanyak penderita TBC Paru positif yaitu sama-sama 78 orang. Data ini diperkuat lagi oleh data dari Puskesmas Tapung I tahun 2011 diketahui kasus sebanyak 78 kasus. Angka kejadian TBC paru di kecamatan Tapung I ini merupakan angka kejadian pertama tertinggi
dibandingkan dengan Puskesmas lain yang ada di Kabupaten Kampar. Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan Puskesmas Tapung I khususnya dokter yang bertugas dalam pelayanan umum, diketahui bahwa petugas kesehatan telah melakukan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan yang dilakukan setiap kali pasien datang ke Puskesmas dan pemberian informasi tentang penyakit tersebut, serta memberikan motivasi kepada penderita dan keluarga untuk dapat menanggulangi masalah kesehatan khususnya TBC paru dengan cara memberikan dukungan, arahan, serta petunjuk dalam mengatasi masalah yang diderita. Selain itu, dari hasil wawancara pada beberapa keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tapung I diketahui bahwa pengetahuan keluarga tentang penyakit TBC paru cukup baik, termasuk pengetahuan keluarga tentang lingkungan yang sehat untuk penderita TBC paru. Meskipun demikian, dari hasil observasi terhadap keluarga, ditemukan bahwa sebagian besar lingkungan rumah keluarga masih tampak kurang sehat untuk penderita TBC paru, seperti kelembaban dari lingkungan rumah, ventilasi rumah yang sebagiannya tertutup, serta kebiasaan anggota keluarga yang meludah sembarangan dan juga perlindungan terhadap anggota yang lain. Dari uraian latar belakang dan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan pengetahuan keluarga tentang TBC Paru dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC paru di wilayah kerja Puskesmas Tapung I”
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 72
B. Rumusan Masalah Berdasarkan deskripsi di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah penelitian yaitu: Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang TBC paru dengan perilaku keluarga dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Tapung I. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian iini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara pengetahuan keluarga tentang TBC paru dengan perilaku keluarga dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC paru.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis (TBC) Tuberkolosis TB merupakan penyakit infeksi yang menyerang perenkim paru-paru yang disebebkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Soemantri,2008). Tuberkulosis ini merupakan penyakit menular kronik yang paling sering disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Icksan & Luhur, 2008). Penyakit menular ini penyebab utamanya karena adanya kuman basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,30,6/mm. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (Iwan, 2007). Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen . Oleh karena itu, kuman ini sedang tinggal di daerah apeks paru yang kandungan oksigennya tinngi.Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif
untuk penyakit tuberculosis (Soemantri, 2008). Gejala utama TBC ini adalah batuk yang produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik meliputi: Demam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan (Asih & Effendy, 2003). Tuberkulosis paru termasuk insidus. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum (Brunner & Suddarth, 2001). Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptomatis. Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bartahap sehingga gejala tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Menurut Depkes RI (1995), Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita TBC adalah : 1) Batuk berdarah (haemoptysis). 2) Pnemothorax spontan (paru kolaps spontan karena karusakan jaringan paru oleh penyakit tuberkulosis). 3) Bronchiectasis, fibrosis pada paru. Ini merupakan akibat penyakit TB paru yang luas. 4) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cor Pulmonale Chronicum). Menurut Depkes RI (2006) menyatakan bahwa Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Adapun cara penularannya adalah: 1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 73
2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. 3) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. 4) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi pula penularannya. 5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara. Perawatan bagi TBC aktif dan TBC pasif walaupun menggunakan obat anti tubercolusis (OAT) yang sama namun periode perawatannya berbeda (Anonim, 2008). Penderita TBC pasif (infeksi TBC) cukup diberi perawatan dalam waktu 6 bulan yang dikenal dengan perawatan pencegahan, sedangkan penderita TBC aktif (penyakit TBC) memerlukan waktu 6-9 bulan dan isolasi mungkin diperlukan ketika dianggap menular. Perawatan pada kedua keadaan itu disertai dengan mengkonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan, mengikuti saran-saran dokter. Karena pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang diminum juga banyak, maka faktor kepatuhan penderita minum obat sangat diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi atau resistensi. Untuk itu dilakukan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Dalam DOTS ada seseorang yang akan mengawasi serta mengingkatkan penderita minum OAT yang disebut dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Dengan menggunakan strategi DOTS proses penyembuhan TBC dapat secara cepat dan tepat. Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa mencapai 95%. Besarnya kejadian TBC sangat terkait dengan faktor perilaku dan lingkungan. Faktor lingkungan sanitasi, dan higiene terutama sangat terkait dengan keberadaan kuman, dan proses timbul serta penularannya, sedangkan faktor perilaku sangat berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi kuman TB. Dimulai dari perilaku hidup sehat (makan makanan yang bergizi dan seimbang, istirahat yang cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius, dan hindari stres), memberikan vaksinasi dan imunisasi yang baik pada bayi, balita maupun orang dewasa. Penderita dengan perilaku tidak meludah sembarangan, menutup mulut apabila batuk atau bersin, dan terutama kepatuhan dalam minum obat dan pemeriksaan rutin untuk memantau perkembangan pengobatan serta efek samping (Nova, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), penatalaksanaan lingkungan, terutama pada pengaturan syaratsyarat rumah sehat dintaranya adalah: 1) Pencahayaan. 2) Ventilasi. 3) Luas bangunan dengan jumlah penghuni. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3m2 untuk setiap orang.
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 74
4) Kelembaban Udara. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-60% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <40 % atau >60%. 5) Suhu Rumah. Suhu udara dibedakan menjadi: Suhu kering yaitu suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu ruangan setelah diadaptasikan selama kurang lebih sepuluh menit, umumnya suhu kering antara 24-34ºC; Suhu basah yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap air, umumnya lebih rendah dari pada suhu kering yaitu antara 2025ºC. B. Perilaku Perilaku dipandang dari segi Biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Oleh karena itu perilaku manusia adalah suatu aktivitas atau tindakan dari masing-masing manusia itu sendiri misalnya: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Skiner (1938) adalah seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” (Stimulus Organisma Respon). Dan Skiner membedakan adanya dua respon yaitu: 1) Respondent respons atau refelexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan tertentu. 2) Operant respon atau instrumental respon, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti
oleh stimulus atau perangsang tertentu. Berdasarkan batasan perilaku dari skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Perubahan perilaku baru adalah suatu proses yang komplek dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupanya melalui tiga tahap yaitu: a. Pengetahuan. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan b. Sikap. Indikator untuk sikap kesehatan adalah: 1) Sikap terhadap sakit dan penyakit. 2) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat. 3) Sikap terhadap kesehatan lingkungan. c. Praktik. Indikator untuk praktik kesehatan adalah: 1) Tindakan sehubungan dengan penyakit. 2) Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Tindakan kesehatan lingkungan. Perilaku ini antara lain mencakup: membung air besar di jamban (WC), membung sampah ditempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, masak, dan sebagainya.
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 75
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian ini menggunakan desaien analitik dengan pendekatan “cross sectional”. Dalam penelitian ini, desain yang digunakan bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan keluarga tentang TBC dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tapung I. Populasi adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat untuk di teliti (Notoadjmodjo, 2005). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Tapung I yang berjumlah 78 orang. Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi yang di teliti (Notoadjmodjo, 2005). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling yaitu mengambil sampel secara menyeluruh. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian. B. Alat pengumpulan data Data tentang tingkat pengetahuan dan perilaku keluarga dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur kuesioner yang terdiri dari bagian pertama berisi pertanyaan demografi dengan pertanyaan terbuka yang memuat 5 pertanyaan yang terdiri dari inisial nama, umur, jenis kelamin, pekarjaan, dan pendidikan terakhir. Bagian kedua berisi pertanyaan untuk mengukur tingkat pengetahuan keluarga tentang TBC yang terdiri dari 13 pertanyaan, untuk
pengertian TBC pertanyaan nomor 1, etiologi nomor 2, tanda dan gejala nomor 3, komplikasi nomor 4 dan 5, penularan nomor 6 dan 7, perawatan nomor 8 sampai 11, serta pengobatan nomor 12 dan 13. Dengan bentuk penilaian benar dan salah. Jawaban yang benar diberi nilai satu (1), dan yang salah diberi nilai nol (0).Untuk pertanyaan dalam bentuk pernyataan yang negatif penilaannya yang benar diberi nilai nol (0), dan yang salah diberi nilai satu (1). Bagian ketiga berisi pertanyaan untuk mengukur perilaku keluarga meliputi pertanyaan untuk mengukur domain pengetahuan berisi 6 pertanyaan, dengan bentuk penilaian benar dan salah, jawaban yang benar diberi nilai nol (0) dan yang salah diberi nilai (1). Pertanyaan untuk mengukur domain sikap berisi 6 pertanyaan. Bentuk pertanyaan adalah skala likert dengan penilaian jawaban sangat setuju (SS) diberi nilai 4, setuju (S) diberi nilai 3, ragu-ragu (RR) diberi nilai 2, tidak setuju (TS) diberi nilai 1, dan pertanyaan untuk mengukur psikomotor berjumlah 7 pertanyaan, bentuk pertanyaan adalah skala likert dengan penilaian jawaban selalu (SL) diberi nilai 4, sering (SR) diberi nilai 3, kadang-kadang (KK) diberi nilai 2, dan tidak pernah (TD) diberi nilai 1. Selain melalui kuesioner, untuk memperkuat data yang digunakan dalam mengukur perilaku maka peneliti melakukan observasi. Alat bantu yang digunakan untuk mengumpul data adalah chek lists dimana berisi subyek-subyek yang akan diteliti dengan 10 pernyataan. C. Analisa Data Dalam penelitian ini mengunakan analisa univariat dan bivariat :
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 76
a. Analisa Univariat, dilakukan untuk memberikan gambaran masingmasing variabel, diantaranya adalah karakteristik responden yang terdiri dari: tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi. Selain itu, gambaran tingkat pengetahuan keluarga tentang TBC dan gambaran perilaku keluarga dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC. b. Analisa Bivariat, dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan terikat. Dalam penelitian ini, analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan keluarga tentang TBC dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square dengan batas derajat kepercayaan p< 0,05.Data diolah dengan menggunakan program komputer. Apabila hasil yang didapat p< 0,05 berarti Hipotesa alternatif diterima tapi apabila hasilnya didapat p> 0,05 berarti Hipotesa alternatif ditolak. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian Sebagian besar Umur keluarga penderita (anggota keluarga yang paling dominan merawat penderita) berarti pada rentang umur 19-37 tahun yaitu sebanyak 49 keluarga dengan persentase 62,8%. Jenis kelamin sebagian besar perempuan yaitu sebanyak 47 keluarga dengan persentase 60,3%. Pekerjaan sebagian besar wiraswasta yaitu sebanyak 29 keluarga dengan persentase 37,2%, dan sebagian besar Pendidikan keluarga yaitu SMA sebayak 28 responden dengan persentase 35,9%. mayoritas pengetahuan keluarga tentang TBC
Paru dapat dikategorikan baik sejumlah 45 ( 57,7%). Keluarga penderita TBC Paru mayoritas berperilaku sehat, sejumlah 47 (60,3%). Hasil analisis hubungan pengetahuan keluarga tentang TBC Paru dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC Paru diperoleh bahwa pengetahuan keluarga yang baik ada sebanyak 23 (51,1%) yang mempunyai perilaku sehat. Pengetahuan keluarga yang cukup adalah sebanyak 15 keluarga (75%) yang mempunyai perilaku sehat. Sedangkan pengetahuan keluarga yang kurang adalah 9 keluarga (69,2%) yang mempunyai perilaku sehat. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa X2 = 3,824 dengan p = 0,148 (p > 0,05), ini berarti Hipotesis (Ha) ditolak artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga penderita tentang TBC Paru dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC Paru. B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil uji statistik didapatkan bahwa, nilai P=( 0,148 ) >0,05 yang bermakna Hipotesa alternative ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga tentang TBC dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat. Dari hasil distribusi frekwensi pengetahuan respondan di dapatkan hasil mayoritas responden dikategorikan baik dan hasil prilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat mayoritas berprilaku sehat tapi dari hasil uji komputer tidak ada hubungan antara pengetahuan keluarga tentang TBC paru dengan
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 77
prilaku keluar menciptakan lingkungan yang sehat bagi tenderita TBC paru, hal ini karena masih ada penderita TBC dirumah responden tersebut. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya pengetahuan keluarga yang baik, namun keluarga belum dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan, karena sebagian besar karakteristik pekerjaan keluarga adalah wiraswasta, maka mereka lebih cendrung memikirkan pekerjaannya tanpa memikirkan kesehatan dan juga karena faktor kebiasaan dalam kehidupan sehari hari, dimana keluarga kurang disiplin dalam mengatur kebersihan lingkungan rumah. Seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoadmodjo, 2007). Menurut Notoadmodjo (2007), perubahan perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. namun dalam penelitian ini didapatkan bahwa pengetahuan tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku karena komponen perilaku belum lengkap seperti tindakan, dimana masyarakat belum mengaplikasikan apa yang sudah mereka tau, dan ini erat kaitannya dengan kebiasaan, serta faktor-faktor pembentuk perilaku yaitu adanya faktor dari dalam individu, faktor sosial ekonomi serta faktor pekerjaan (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa meskipun kesadaran dan pengetahuan seseorang atau masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun tidak sepenuhnya mendukung kesadaran dan keinginan untuk melakukan tindakan kesehatan. Dalam penelitian Dita dan Musyrifah
(1998) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang belum tentu memiliki motivasi yang lebih tinggi untuk merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Irhana Pitri (2009) dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang TBC Dengan Perilaku Keluarga Menciptakan Lingkungan Yang Sehat Bagi Penderita TBC di Kecamatan Kampar. Dari hasil penelitian yang dilakukannya di dapatkan hasil bahwa dengan menciptakan lingkungan yang sehat tidak ada hubungannya dengan penyakit TBC paru. V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dapat di simpulkan :
hasil
penelitian
1. Pengetahuan keluarga yang merawat penderita TBC sebagian besar pengetahuan baik. 2. Perilaku keluarga dalam menciptakan lingkungan pada umumnya sehat. 3. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p= 0,148, berarti p-value > α 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga tentang TBC dengan perilaku keluarga menciptakan lingkungan yang sehat bagi penderita TBC. B. Saran- Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut ada beberapa saran yang dapat disampaikan peneliti antara lain: 1. Bagi pihak Dinas kesehatan. Diharapkan agar lebih memperhatikan masalah kesehatan dan mempertajam program dalam mengatasi penyakit yang menular khususnya penyakit TBC.
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 78
2. Bagi pihak Puskesmas Tapung I. Diharapkan agar lebih aktif dalam memberikan bimbingan ataupun penyuluhan kesehatan kepada keluarga penderita TBC 3. Bagi peneliti lain. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti lainnya sebagai pembanding untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan perlu dikembangkan dengan metode dan desain yang berbeda DAFTAR PUSTAKA Anonin.(2006).Fect sheet tuberculosisi. Diperoleh tanggal 10 Mai2012darihttp//www.koalisi.org/do kumen/dokumen 1531.pdf Anonim.(2008).PengobatanTBC.Diper oleh tanggal 10 Mai 2012 dari file://D:/bahan %20 TBC/pengobatan tbc.htm Asih,Y,& Effendy,C.(2003).Keperawatan medikal bedah klien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta: EGC Atmosukarto & Soeswasti.(2000).Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyeberan Tuberkulosis.Jakarta : Media Litbang Kesehatan.
Azwar,S.(2007).Sikap manusia teori dan pengukurannya.Edisi 2.Jakarta : Pusraka Pelajar Crofton,J,Horne,N,& Meller,F (2002). Tuberkulosis klinis. Edisi 2.Jakarta : Talc Depkes RI. (2000). Pedoman Nasional Penanggulangan Teberkulosis. Jakarta : Dinas P2M Depkes.RI.(2006). tuberculosis.Edisi Gerdunas – TB.
Penanggulangan 2. Jakarta :
Hendrawan.(1998).Penyebab,pencega han, dan pengobatan TBC. Jakarta : Puspa Swara. Hidayat,A.A. ( 2007). Riset Keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta : Salemba Medika Notoatmodjo,S.(2005).Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta : PT Asli mahasatya Nurhidayah & Lukman. ( 2007 ). Karakteristik rumah dengan kejadian TB pada anak. Jakarta : EGC Nursalam.(2003). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 79