GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 201 14 TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka mengatur pemanfaatan ruang pada kawasan yang memerlukan pengawasan khusus dan pembatasan pamanfaatannya pamanfaatannya,, maka untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 2011-2031, perlu membentuk Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Pemanfaatan R Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur Timur; Mengingat :
1. Undang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950)) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang Undang-Undang Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang Undang-Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. U Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 4. Undang Undang-Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 5. Undang-Undang
- 25. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168); 12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 15. Peraturan
- 315. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5116); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217);
24. Peraturan
- 424. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230); 25. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura 26. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah; 27. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 28. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah; 29. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai; 30. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 2004 tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di Sekitar Bandar Udara Juanda Surabaya; 31. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan; 32. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0225K/11/MEM/2010 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional Tahun 2010 – 2025; 33. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan; 34. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2011 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain; 35. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;
36. Peraturan
- 536. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri; 37. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan Dan Reklamasi; 38. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional; 39. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1991 Nomor 1 Seri C); 40. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 10 Tahun 1995 tentang Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1996 Nomor 3 Seri B); 41. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 5 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5); 42. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 15); MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya. 4. Rencana
- 6-
4. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 5. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang meliputi penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 6. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 7. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. 8. Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung didalamnya. 9. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. 10. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km². 11. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah
suatu
wilayah
daratan
yang
merupakan
satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 12. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. 13. Pemohon
adalah
perorangan,
badan,
atau
instansi
pemerintah yang melakukan pembangunan di kawasan pengendalian ketat. 14. Badan
- 714. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk Badan lainnya. 15. Skala Regional adalah batasan fisik, lingkup pelayanan dan fungsional dari kegiatan yang terdapat pada Kawasan Pengendalian Ketat yang menjadi lingkup kewenangan Pemerintah Provinsi untuk mengaturnya. 16. Instansi teknis tertentu adalah instansi vertikal yang mempunyai kewenangan pengelolaan kawasan tertentu. 17. Izin Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat IPR adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18. Izin Prinsip adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk menyatakan suatu kegiatan secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan atau beroperasi. 19. Tim Asistensi adalah tim yang bertugas memberikan rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis atas permohonan Izin Pemanfaatan Ruang pada kawasan pengendalian ketat skala regional di Provinsi Jawa Timur. 20. Tim Pengendalian adalah tim teknis yang beranggotakan Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dan Instansi teknis dengan tugas melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang baik yang sudah memiliki Izin Pemanfaatan Ruang maupun yang belum memiliki Izin Pemanfaatan Ruang. BAB II KAWASAN PENGENDALIAN KETAT Pasal 2 Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) merupakan kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, dan menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan. Pasal 3
- 8Pasal 3 Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mempunyai kriteria: a. bersifat strategis terhadap upaya mewujudkan penataan ruang; b. pemanfaatan ruang pada kawasan sekitarnya yang berdampak pada penurunan kualitas dan merusak lingkungan; c. pemanfaatan ruang pada kawasan yang memiliki dampak lintas wilayah; d. kecenderungan perkembangan tinggi; dan e. bersifat strategis dalam mendukung perwujudan tujuan pembangunan wilayah. Pasal 4 Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. kawasan perdagangan regional; b. kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan tertentu/fair ground, interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi pantai; c. wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan sempadannya; d. kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau sumber daya air, dan kawasan konservasi hutan bakau; e. transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian, area/lingkup kepentingan pelabuhan, dan kawasan sekitar bandara; f. prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area di sekitar jaringan pipa gas, jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terpadu; g. kawasan rawan bencana; h. kawasan lindung prioritas dan pertambangan skala regional; i. kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik dan khas; j. kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku dan/atau mempunyai pengaruh antar wilayah di Jawa Timur; k. kawasan
- 9k. kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan administratif Jawa Timur; dan l. kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan pengendalian ketat. Pasal 5 (1) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan tempat yang dipergunakan untuk aktivitas perdagangan antar wilayah yang didorong untuk memenuhi kebutuhan regional dan/atau nasional. (2) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menampung kegiatan perdagangan dari semua komoditas baik pertanian, industri pengolahan maupun jasa dalam jumlah besar, serta merupakan pusat koleksi dan distribusi barang dengan jaminan kualitas dan harga yang ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang memadai. Pasal 6 (1) Kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan kawasan yang memiliki kesatuan fungsional dengan pembangunan Jembatan Suramadu yang pengembangannya diarahkan untuk kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, pariwisata, serta pengembangan kawasan industri. (2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. kawasan tertentu/fair ground; b. interchange jalan akses; dan/atau c. rencana reklamasi pantai. Pasal 7 (1) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan sempadannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan kawasan yang terkait dengan upaya menjaga fungsi tanah serta kualitas dan kuantitas air dalam rangka pemenuhan kebutuhan air yang bersifat lintas wilayah. (2) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan sempadannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. DAS dan sumber air; b. Mata Air dan waduk. (3) DAS
- 10 (3) DAS dan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi: a. WS Bengawan Solo yang terdiri dari DAS Bengawan Solo, dan DAS Kali Lamong; b. WS Brantas yaitu DAS Brantas; c. WS Welang Rejoso yang terdiri dari DAS Legundi, DAS Banyubiru, DAS Gending, DAS Pesisir, DAS Welang, DAS Kedunggalen, DAS Petung dan DAS Gembong; d. WS Baru–Bajulmati yang terdiri dari DAS Baru, DAS Glondong, DAS Bajulmati, DAS Bomo, dan DAS Blambangan; e. WS Pekalen–Sampean yang terdiri dari DAS Pekalen, DAS Sampean, DAS Deluwang, DAS Penjalinan, dan DAS Banyuputih; f. WS Madura–Bawean yang terdiri dari DAS Budur, DAS Bumianyar, DAS Tamberu, dan DAS Blega; dan g. WS Bondoyudo-Bedadung yang terdiri dari DAS Bondoyudo, DAS Bedadung, DAS Mayang, dan DAS Gladak. (4) Mata air dan waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. Mata Air Umbulan; dan b. Waduk yang berada di WS Bengawan Solo, WS Brantas, WS Welang Rejoso, WS Pekalen Sampean, WS Baru Bajulmati, WS Bondoyudo Bedadung, dan WS Kepulauan Madura. Pasal 8 (1) Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d merupakan kawasan lindung yang terkait dengan fungsi kelestarian lingkungan hidup. (2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kawasan resapan air atau sumber daya air dan kawasan konservasi hutan bakau/mangrove. (3) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang harus dikendalikan pemanfaatannya terdiri dari: a. kawasan hutan lindung yang berada di wilayah kabupaten/kota; b. kawasan konservasi yang terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya; c. Kawasan
- 11 c. Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove yang tersebar di sepanjang pantai utara, pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur serta wilayah pesisir kepulauan; dan d. Kawasan imbuhan air tanah yang merupakan daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah. Pasal 9 (1) Lokasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a terdapat di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Tulungagung, Kota Batu, dan Kota Kediri. (2) Lokasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b, meliputi: a. Kawasan yang memiliki fungsi hutan cagar alam terdapat di Kabupaten Sumenep, Kabupaten Malang, Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi; b. Kawasan suaka margasatwa berlokasi di Dataran Tinggi terletak di Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti, dan Sukorambi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Jember serta Pulau Bawean di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak di Kabupaten Gresik; c. Taman Nasional berlokasi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Meru Betiri, dan Taman Nasional Alas Purwo; d. Taman Wisata Alam berlokasi di Gunung Baung yang berada di Kecamatan Purwosari dan Tretes di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan dan di Kawah Ijen Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Klabang Kabupaten Bondowoso; dan e. Taman
- 12 e. Taman Hutan Raya (Tahura) terletak di Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, dan Kota Batu. (3) Lokasi kawasan pantai berhutan bakau/mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c, meliputi: a. pesisir pantai timur Surabaya dan Sidoarjo; b. konservasi pesisir Teluk Lamong; c. pesisir Situbondo; d. Segoro Anakan Banyuwangi; e. pesisir selatan pantai Pulau Nusa Barung Kabupaten Jember; f. pesisir selatan Pantai Pulau Sempu Kabupaten Malang; g. reboisasi hutan mangrove di bagian pesisir selatan Jawa Timur kecuali pada kawasan yang digunakan sebagai budidaya; dan h. pesisir utara dan selatan Madura. (4) Lokasi kawasan imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf d, meliputi: a. daerah imbuhan pada 4 CAT lintas provinsi, meliputi: CAT Lasem, CAT Randublatung, CAT Wonosari dan CAT Ngawi-Ponorogo; dan b. daerah imbuhan pada Cekungan Air Tanah Lintas Kabupaten/Kota meliputi CAT Surabaya-Lamongan, CAT Tuban, CAT Panceng, CAT Brantas, CAT Bulukawang, CAT Pasuruan, CAT Probolinggo, CAT Jember-Lumajang, CAT Besuki, CAT Bondowoso-Situbondo, CAT Wonorejo, CAT Ketapang, CAT Sampang-Pamekasan, dan CAT Sumenep. Pasal 10 Transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian, kawasan/lingkup kepentingan pelabuhan, dan kawasan sekitar bandara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e merupakan kawasan di sekitar prasarana transportasi regional yang memiliki aksesbilitas tinggi dan bersifat regional. Pasal 11 (1) Kawasan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang merupakan Kawasan Pengendalian Ketat, meliputi: a. Kawasan jaringan jalan dengan kewenangan nasional dan provinsi, jaringan jalan dengan fungsi arteri primer dan kolektor primer, jaringan jalan bebas hambatan, serta jaringan jalan strategis provinsi dan nasional. b. Kawasan
- 13 b. Kawasan jaringan jalan berdasarkan bagian-bagiannya, terdiri atas: 1. ruang manfaat jalan, meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman; 2. ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan; 3. ruang pengawasan jalan yaitu ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan; dan 4. daerah diluar ruang pengawasan jalan (2) Area Pengendalian Ketat pada kawasan sekitar rencana pembangunan jalan baru mengikuti ketentuan bagianbagian jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai dengan lokasi/titik koordinat rencana trase jaringan jalan. (3) Perizinan pemanfaatan ruang pada bagian Jalan Nasional harus terlebih dahulu mendapat persetujuan prinsip dari penyelenggara jalan. (4) Perizinan pemanfaatan ruang pada bagian Jalan Provinsi harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi. Pasal 12 Kawasan jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, ruang pengawasan jalur kereta api, dan kawasan di luar ruang pengawasan jalur rel kereta api. Pasal 13 (1) Kawasan/lingkup kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi Kawasan Keselamatan Operasional Pelayaran di sekitar Pelabuhan, terdiri atas: a. Kawasan Alur Pelayaran di dalam Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan; b. Kolam Pelabuhan terkait kedalaman terhadap dasar laut (seabad); c. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan kapal; d. Kawasan di dalam DLKr dan DLKp yang menyebabkan perubahan garis dan kontur pantai akibat reklamasi dan pengerukan; e. Kawasan
- 14 e. Kawasan di sekitar daerah operasional pelabuhan di wilayah DLKr dan DLKp meliputi area tempat berlabuh, area alih muat kapal, area tempat sandar kapal, area kolam putar, area pemanduan dan penundaan kapal, area keperluan keadaan darurat, area alur pelayaran, area fairway, areal pindah labuh kapal, area percobaan berlayar, area perairan wajib pandu, area fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal, area penempatan kapal mati dan area pengembangan pelabuhan lainnya sesuai Rencana Induk Pelabuhan (RIP); dan f. Kawasan di sekitar penempatan Alat Bantu Navigasi Pelayaran (ABNP). (2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kawasan di sekitar pelabuhan pengumpul, pelabuhan pengumpan regional, pelabuhan pengumpan lokal dan di Terminal Khusus (Tersus), baik pelabuhan yang sudah ada maupun yang akan direncanakan yang tercantum dalam dokumen perencanaan. Pasal 14 Kawasan sekitar bandara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, merupakan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar bandar udara yang meliputi: a. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas; b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; c. kawasan di bawah permukaan transisi; d. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam; e. kawasan di bawah permukaan kerucut; f. kawasan di bawah permukaan horizontal luar; dan g. kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan. Pasal 15 Kawasan sekitar prasarana wilayah dalam skala regional seperti area di sekitar jaringan pipa gas, Jaringan SUTET, dan TPA terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f merupakan kawasan yang dapat dipergunakan untuk pembangunan fasilitas penunjang keberadaan prasarana tersebut serta untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan Ruang Terbuka Hijau dengan tidak membahayakan dan mengganggu kinerja prasarana wilayah. Pasal 16
- 15 Pasal 16 (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g merupakan kawasan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam, baik kawasan yang sudah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota, maupun yang belum ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota. (2) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan: a. rawan tanah longsor; b. rawan letusan gunung api; dan c. rawan luapan lumpur. (3) Pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kawasan sekitarnya dapat dilakukan dengan tidak mengganggu fungsi lindung dan dengan persyaratan yang ketat. Pasal 17 (1) Kawasan lindung prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h merupakan kawasan yang diutamakan dalam upaya menjaga fungsi lindung kawasan meliputi Gunung Prahu dan kawasan cagar alam geologi berupa kawasan keunikan bentang alam. (2) Kawasan lindung prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihfungsikan dan hanya digunakan sebagai pelestarian sumberdaya alam. (3) Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kawasan bentang alam karst. Pasal 18 Kawasan pertambangan skala regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h merupakan kawasan di area pertambangan yang menjadi kewenangan Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi yang dalam pengelolaannya dapat memberikan dampak pada penurunan kualitas lingkungan, konflik sosial, dan konflik pemanfaatan ruang. Pasal 19 (1) Kawasan konservasi alam, budaya dan yang bersifat unik dan khas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i, merupakan kawasan untuk melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, manusia dan buatan. (2) Kawasan
- 16 (2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kawasan keunikan batuan dan fosil; b. kawasan keunikan proses geologi; c. cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan d. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal. Pasal 20 (1) Kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku dan/atau mempunyai pengaruh antar wilayah di Jawa Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf j, merupakan kawasan yang melayani kegiatan dan produksi yang
dianggap
berpengaruh
secara
luas
lintas
kabupaten/kota. (2) Kegiatan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
perlu
dikendalikan untuk menciptakan sinergitas dan efisiensi antar kegiatan, antar fungsi, ataupun antar kawasan. Pasal 21 (1) Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan administratif Jawa Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf k, merupakan kegiatan yang mencakup wilayah lintas kabupaten/kota, atau dapat berupa kegiatan yang berdampak lintas kabupaten/kota sehingga perlu adanya pengendalian oleh provinsi dalam rangka menjaga keterhubungan antar kabupaten/kota yang memperhatikan aspek lingkungan hidup berkelanjutan. (2) Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan administratif Jawa Timur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kawasan perbukitan/pegunungan yang tidak termasuk kawasan lindung. Pasal 22 (1) Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf l, merupakan kawasan pengendalian ketat yang memenuhi kriteria tertentu dan dapat ditetapkan sebagai kawasan yang perlu dikendalikan secara ketat. (2) Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kawasan
- 17 a. Kawasan Khusus Madura dengan luas wilayah ± 600 (enam ratus) Ha dalam satu kesatuan dengan wilayah pelabuhan peti kemas dengan perumahan dan industri termasuk jalan aksesnya; dan b. Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang merupakan kawasan lahan pertanian yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang harus dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan. BAB III IZIN PEMANFAATAN RUANG Pasal 23 (1) Pemanfaatan Ruang pada kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus mendapatkan IPR dari Gubernur. (2) IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum pelaksanaan izin lingkungan dan pembangunan fisik. (3) IPR berfungsi sebagai dasar dalam pemberian izin prinsip, izin lokasi di kabupaten/kota, dan izin teknis lainnya yang disyaratkan. (4) Pemanfaatan ruang yang diharuskan mendapatkan IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. kegiatan pemanfaatan ruang yang baru akan dilaksanakan; dan/atau b. pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan pada kawasan yang telah terbangun. (5) Jenis pelayanan yang diberikan terkait dengan IPR meliputi perizinan langsung dan perizinan tidak langsung. (6) Perizinan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan perizinan yang prosesnya melibatkan satu institusi yang berwenang langsung terhadap perizinan pada kawasan pengendalian ketat. (7) Perizinan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan perizinan yang prosesnya melibatkan lebih dari satu institusi yang memiliki kewenangan pada kawasan pengendalian ketat. Pasal 24 (1) Permohonan IPR dilakukan dengan mengisi formulir permohonan yang ditanda tangani oleh pemohon perorangan atau pemimpin badan usaha, dengan dilampiri: a. data
- 18 a. data pemohon, terdiri atas: 1. foto copy KTP/Kartu Identitas lainnya; dan 2. foto copy NPWP. b. foto copy akte pendirian perusahaan dan/atau akte perubahan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, apabila permohonan IPR diajukan oleh Badan Usaha; c. Surat kuasa, berupa: 1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud apabila permohonan diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha; atau 2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut. d. uraian rencana/proposal pemanfaatan lahan dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan (hardcopy dan softcopy); e. peta yang disertai koordinat geografis dan foto lokasi (hardcopy dan softcopy); f.
bahan presentasi IPR (hardcopy dan softcopy) untuk jenis perizinan tidak langsung;
g. rekomendasi teknis dan/atau pertimbangan teknis dari instansi teknis untuk perizinan langsung. (2) Dalam hal perizinan yang dimohonkan merupakan perizinan penggunaan ruang pengawasan jalan pada Jalan Nasional, maka harus melampirkan surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara Jalan dan rekomendasi teknis dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi; (3) Dalam hal perizinan yang dimohonkan merupakan perizinan penggunaan ruang pengawasan jalan pada Jalan Provinsi, maka harus melampirkan surat rekomendasi teknis dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi; (4) Dalam hal perizinan yang dimohonkan berada pada kawasan yang merupakan kewenangan instansi teknis tertentu dan kegiatan tidak diatur dalam rencana tata ruang wilayah, maka diperlukan rekomendasi persetujuan pemanfaatan ruang kawasan dari instansi teknis tersebut. (5) Kegiatan yang harus mendapat IPR adalah keseluruhan rangkaian
fungsi
kegiatan
walaupun
ada
bagian
dari
kegiatan tidak berada di kawasan pengendalian ketat. (6) Semua
- 19 (6) Semua berkas persyaratan perizinan yang telah diserahkan dan sesuai dengan ketentuan menjadi hak Pemerintah Provinsi. Pasal 25 (1) Permohonan IPR yang sudah sesuai persyaratan akan diproses sesuai jenis pelayanan perizinannya. (2) Bagi jenis perizinan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7), proses penerbitan IPR dilakukan melalui rapat koordinasi Tim Asistensi. (3) Apabila
dalam
proses
pembahasan
rapat
koordinasi
diperlukan peninjauan lapangan, maka Tim Asistensi dapat melakukan peninjauan lapangan sesuai kesepakatan dalam rapat koordinasi. Pasal 26 (1) IPR diberikan Gubernur setelah mendapatkan rekomendasi teknis dari Ketua Tim Asistensi. (2) Tim
Asistensi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 27 (1) IPR berlaku selama tidak terjadi perubahan data sesuai dengan ketentuan dalam IPR yang sudah diterbitkan. (2) Dalam rangka memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai IPR yang diterbitkan dilakukan pemantauan dan evaluasi. (3) Pemantauan dan Evaluasi dilakukan oleh Tim Asistensi bersama Tim Pengendalian. Pasal 28 (1) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) dilakukan
untuk
memantau
pelaksanaan
kegiatan
pemanfaatan ruang agar sesuai dengan kewajiban pemegang izin yang dipersyaratkan dalam dokumen IPR. (2) Pemantauan untuk kegiatan yang telah mendapatkan IPR dilaksanakan dengan ketentuan: a. untuk kegiatan dengan alokasi waktu kurang dari 2 (dua) tahun, pemantauan dilaksanakan sekurangkurangnya
1
(satu)
kali
sebelum
kegiatan
selesai
dilaksanakan. b. untuk
- 20 b. untuk kegiatan dengan alokasi waktu 2 (dua) tahun atau lebih, pemantauan dilaksanakan pada 1 (satu) tahun pertama. (3) Dalam kaitannya dengan kegiatan pemantauan, penerima IPR diwajibkan melaporkan data perizinan yang disyaratkan sebelum melaksanakan kegiatan fisik kepada administrator pelayanan perizinan terpadu. Pasal 29 (1) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) dilakukan
untuk
menilai
pelaksanaan
kegiatan
sesuai
alokasi waktu yang direncanakan dan ketentuan minimal kegiatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan proposal permohonan izin. (2) Evaluasi dilaksanakan dengan ketentuan: a. untuk kegiatan dengan alokasi waktu kurang dari 2 (dua) tahun, evaluasi dilakukan pada saat kegiatan selesai dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu dalam proposal permohonan izin; b. untuk kegiatan dengan alokasi waktu 2 (dua) tahun atau lebih,
evaluasi
selanjutnya
dilakukan
evaluasi
setiap
dilakukan
2
pada
(dua) saat
tahun, kegiatan
selesai dilaksanakan. (3) Apabila kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan alokasi waktu dan/atau tidak memenuhi persyaratan minimal kegiatan yang harus dilaksanakan pada saat evaluasi, maka pemegang IPR dengan persyaratan tertentu dapat diberikan tambahan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Pasal 30 (1) Pemberian tambahan waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (3) diberikan kepada pemegang IPR, dengan syarat : a. sedang mengurus izin lainnya yang diwajibkan dalam IPR dan dibuktikan dengan surat pernyataan dari pejabat
instansi
terkait
yang
menjelaskan
bahwa
pemegang IPR sedang melaksanakan proses perizinan; atau b. sudah
- 21 b. sudah menyelesaikan kewajiban perizinan dalam IPR tetapi waktu penyelesaian proses perizinannya melebihi perkiraan alokasi waktu dalam proposal pengajuan permohonan IPR. (2) Pemberian tambahan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pemberian tambahan waktu diberikan paling banyak 2 (dua) kali; b. pemberian waktu pertama diberikan selama 2 (dua) tahun dan 1 (satu) tahun untuk pemberian tambahan waktu kedua; c. pemohon mengajukan permohonan pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan; d. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c harus diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah hasil evaluasi diterima oleh pemohon; e. apabila ketentuan waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d tidak dipenuhi, maka IPR menjadi tidak berlaku; dan f. proses permohonan pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan IPR dilakukan sesuai prosedur dan mekanisme pengajuan permohonan IPR baru dengan mengajukan surat permohonan pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan yang ditanda tangani oleh pemohon perorangan atau pemimpin badan usaha, dengan melampirkan: 1) surat izin pemanfaatan ruang yang sudah diterbitkan; 2) surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang menjelaskan bahwa pemegang IPR sedang melaksanakan proses perizinan sebagaimana disyaratkan dalam dokumen IPR; 3) persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai dokumen IPR; 4) berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah diterbitkan sebelumnya; 5) surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan pemohon atau Surat kuasa dari pemimpin badan usaha bila permohonan diajukan bukan oleh pemimpin badan usaha dan dokumen pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak sesuai dengan data permohonan IPR; dan 6) dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya yang mengalami perubahan data. Pasal 31
- 22 Pasal 31 (1) Dalam hal kegiatan yang sudah mendapatkan IPR tidak memenuhi ketentuan alokasi waktu dan/atau persyaratan minimal kegiatan dan tidak melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), maka IPR dibatalkan. (2) Pemohon yang IPRnya dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan IPR baru. (3) Permohonan IPR baru oleh pemohon yang sama pada lokasi yang sama hanya dapat diajukan maksimal 2 (dua) kali. (4) Pengajuan IPR baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan maksimal 6 (enam) bulan sejak IPR dibatalkan. (5) Bagi pemohon yang telah mendapat IPR baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang pada saat evaluasi kegiatan belum memenuhi ketentuan persyaratan minimal kegiatan yang harus dilaksanakan sesuai alokasi waktu, tetapi memenuhi ketentuan pada Pasal 30 Ayat (1) dapat diberikan tambahan waktu 1 (satu) tahun untuk menyelesaikan kegiatan sesuai ketentuan. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan hak orang lain/atau Badan Usaha lain untuk memperoleh IPR pada lokasi yang sama. Pasal 32 (1) Dalam hal terjadi perubahan data dalam IPR yang sudah ditetapkan kegiatan
dan/atau
akan
dimungkinkan
dilakukan
untuk
pengembangan
dilakukan
perubahan
terhadap IPR yang sudah diterbitkan. (2) Proses perubahan IPR dilakukan sesuai prosedur dan mekanisme pengajuan permohonan IPR baru. (3) Permohonan perubahan dilakukan dengan mengajukan surat permohonan perubahan IPR yang ditanda tangani oleh pemohon perorangan atau pemimpin badan usaha, dengan melampirkan: a. surat IPR yang sudah diterbitkan; b. persyaratan
perizinan
yang
sudah
dipenuhi
sesuai
dokumen IPR; c. berita acara hasil tinjauan lapangan terhadap IPR yang sudah
diterbitkan
sebelumnya
(apabila
dilakukan
tinjauan lapangan); d. proposal
- 23 d. proposal terkait perubahan kegiatan pemanfaatan ruang; e. surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan pemohon; dan f.
dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya yang mengalami perubahan data.
(4) Dalam hal pemohon berbentuk badan usaha, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan surat kuasa
dari
pemimpin
badan
usaha
bila
permohonan
diajukan bukan oleh pemimpin badan usaha dan dokumen pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak sesuai dengan data permohonan IPR yang akan diubah. Pasal 33 (1) IPR yang telah diberikan dapat dicabut apabila: a. tidak
memenuhi
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1); b. melanggar ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dalam surat izin dan peraturan perundang-undangan; dan c. izin yang dikeluarkan instansi yang menjadi syarat dalam IPR dibatalkan dan/atau dicabut. (2) Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan setelah pemegang izin mendapatkan
surat
peringatan
sebanyak
3
(tiga)
kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja. BAB IV PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 34 (1) Pembinaan, pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala terhadap IPR yang dilakukan oleh tim sesuai dengan kewenangannya. (2) Pembinaan,
pemantauan
dan
evaluasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang teknis, operasional dan administrasi. (3) Pembinaan
sebagaimana
merupakan
upaya
pemanfaatan
ruang
dimaksud
untuk yang
pada
meningkatkan
terkait
dengan
ayat
(1)
kinerja
pengendalian
pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat. (4) Pengawasan
- 24 (4) Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk mengetahui: a. pemanfaatan ruang yang belum memiliki izin dan/atau rekomendasi; b. pemanfaatan ruang yang sudah memiliki rekomendasi dari Kabupaten/Kota tetapi belum memiliki izin dari Pemerintah Provinsi; dan c. pemanfaatan ruang yang sudah sesuai dengan ketentuan dalam izin yang diterbitkan. (5) Evaluasi terhadap pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk mengetahui: a. pelaksanaan pemanfaatan ruang yang disesuaikan dengan alokasi waktu yang direncanakan dan ketentuan persyaratan dalam IPR. b. permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan ruang sesuai IPR yang diterbitkan. Pasal 35 (1) Bentuk pembinaan, meliputi: a. koordinasi penyelenggaraan pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat; b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang terkait dengan kawasan pengendalian ketat; c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan pengendalian ruang pada kawasan pengendalian ketat; d. pelatihan; e. penelitian dan pengembangan; f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang pada kawasan pengendalian ketat; g. penyebarluasan informasi terkait kawasan pengendalian ketat kepada masyarakat; dan h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. (2) Bentuk pemantauan, meliputi: a. pemantauan rutin; b. pemeriksaan data; dan c. pelaporan (3) Bentuk evaluasi, meliputi: a. pemeriksaan data; b. penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang; dan c. pelaporan Pasal 36
- 25 Pasal 36 Uraian lebih rinci mengenai pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat dan album petanya, mekanisme perizinan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan dan evaluasi; Formulir Permohonan
IPR;
Formulir
pemberian
tambahan
waktu
penyelesaian kegiatan IPR; Formulir Perubahan IPR; Formulir pengecekan kelengkapan persyaratan teknis dan administrasi; Formulir
Berita
Pemanfaatan Lapangan
Ruang;
dan
Pemanfaatan
Acara
Rapat
Formulir
Formulir Ruang
Koordinasi Berita
Berita
Acara
tercantum
Tim
Acara
Asistensi Peninjauan
Evaluasi
dalam
Kegiatan
Lampiran
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 37 (1) Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku: a. pemanfaatan
ruang
yang
baru
dalam
tahap
pembangunan dan belum memiliki IPR harus segera mengajukan IPR dan menghentikan kegiatannya sampai diterbitkannya IPR; dan b. pemanfaatan ruang yang sudah beroperasi dan belum mempunyai IPR, harus segera mengurus IPR tanpa harus menghentikan kegiatannya dan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan harus sudah memiliki IPR. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dipenuhi, maka kegiatan pemanfaatan ruang harus segera dihentikan. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur
Jawa
Timur
Nomor
61
Tahun
2006
tentang
Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat di Provinsi Jawa Timur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 39
-1LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR TANGGAL : 26 NOPEMBER 2014 NOMOR : 80 TAHUN 2014
PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR A. ARAHAN
KAWASAN
PENGENDALIAN
KETAT
DALAM
RTRW
PROVINSI JAWA TIMUR Arahan pengelolaan pengendalian ketat dalam RTRW Provinsi Jawa Timur dijabarkan sebagai berikut: 1. PADA KAWASAN PERDAGANGAN REGIONAL Sektor
pertanian
yang
meliputi
tanaman
pangan,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan sejak dahulu telah menjadi basis pembangunan perekonomian Indonesia demikian pula di Jawa Timur. Peluang pasar dan adanya potensi yang sangat besar terhadap permintaan produk pertanian di pasar dalam negeri dan pasar global tersebut harus disambut Provinsi Jawa Timur dengan segera membangun fasilitasi produk pertanian di berbagai daerah dalam satu lokasi yang representatif. Perdagangan
Regional
merupakan
tempat
yang
dipergunakan untuk aktivitas perdagangan antar wilayah yang didorong untuk memenuhi kebutuhan regional bahkan nasional. Sudah saatnya Jawa Timur memiliki kawasan perdagangan skala regional, yang dapat menampung kegiatan perdagangan dari semua komoditas seperti pertanian, industri pengolahan dan jasa dalam jumlah besar serta merupakan pusat koleksi dan distribusi barang. Dari data PDRB menunjukan bahwa 45% pertumbuhan ekonomi Jawa Timur masih bertumpu pada sektor pertanian. Akan tetapi kalau dilihat secara riil, dampak ekonomi yang menyentuh dan dirasakan oleh para pelaku pertanian masih sangat kecil. Salah satu penyebabnya adalah mekanisme pasar atas perdagangan yang mereka lakukan, sudah menjadi pola pertanian di Indonesia pada umumnya dan Jawa Timur pada khususnya. Dalam rangka meningkatkan pendapatan pertanian perlu didirikan
tempat
perdagangan
perdagangan
hasil
pertanian
Perdagangan
Regional.
skala
atau
Kawasan
regional
disebut
dengan
Perdagangan
khususnya Kawasan
Regional
akan
dijadikan pusat distribusi barang/hasil pertanian dengan jaminan kualitas dan harga yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani.
-2Lokasi kawasan perdagangan regional minimal harus berada pada simbul kontribusi dan distribusi hasil pertanian, serta ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang memadai. Pengembangan kawasan perdagangan regional ini harus dapat memberi akses kepada petani yang secara langsung dapat memasarkan hasil pertaniannya ke pembeli sehingga diperoleh harga yang pantas. Kawasan perdagangan regional tersebut digunakan untuk: a. Memberikan tempat kepada pedagang untuk berusaha dan sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi tenaga/buruh bongkar muat barang. b. Sebagai transit, penampungan, terminal, distribusi/penyaluran komoditi pertanian di dalam jumlah yang besar. c. Sebagai stabilitas/pengendalian harga. d. Sebagai tempat/stock/pengendalian, sehingga komoditi primer ini dapat dilokalisir dan mudah dicapai. Kawasan perdagangan regional memiliki fungsi strategis dalam rangka mendukung perekonomian di Jawa Timur, sehingga perlu dilakukan pengendalian kegiatan pada sekitar kawasan perdagangan
regional
termasuk
akses
jalan
menuju
kawasan
dimaksud. Setiap kegiatan yang akan dilakukan pada area sekitar kawasan perdagangan regional termasuk jaringan jalannya harus mendapat izin dari Gubernur. Kawasan yang perlu dikendalikan adalah dengan radius ± 100 meter sekitar kawasan perdagangan regional dan ± 50 meter sekitar jalan akses kawasan perdagangan regional
dan/atau
dimaksud.
kegiatan
yang
menggunakan
akses
jalan
-3-
-42. KAWASAN KAKI JEMBATAN SURAMADU DI KOTA SURABAYA DAN KABUPATEN BANGKALAN YANG MELIPUTI KAWASAN TERTENTU/FAIR GROUND, INTERCHANGE JALAN AKSES DAN/ATAU RENCANA REKLAMASI PANTAI Kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan tertentu/fair ground, interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi pantai merupakan kawasan yang memiliki kesatuan fungsional dengan pembangunan Jembatan Suramadu yang pengembangannya diarahkan untuk kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, pariwisata serta pengembangan kawasan industri. Pada dasarnya kawasan di sekitar kaki Jembatan Suramadu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan industri, pariwisata, fair ground, termasuk penyediaan kawasan yang diarahkan pada berbagai kegiatan ekonomi tinggi yang dilengkapi dengan adanya area permukiman bagi karyawan industri serta mendukung pengembangan pelabuhan di Kabupaten Bangkalan bagian utara. Mengingat kawasan ini sangat potensial dan mudah mengalami perubahan peruntukan, maka harus dikendalikan secara ketat atau ditetapkan sebagai high control zone, kondisi tersebut diupayakan untuk dilakukan penataan disekitar area kaki Suramadu agar tidak terjadi adanya kawasan liar (squater). Reklamasi pantai di sekitar area interchange Suramadu pada sisi Surabaya dan Bangkalan memerlukan penanganan yang terarah dan mengikuti kaidah kelestarian lingkungan hidup. Kawasan kaki jembatan suramadu yang perlu dikendalikan terdiri dari: a. wilayah di sisi Surabaya ± 250 Ha (dua ratus lima puluh hektar); dan b. wilayah di sisi Madura ± 600 Ha (enam ratus hektar). Beberapa hal yang harus dijaga dalam upaya kawasan pengendalian ketat antara lain: a. Pengembangan kawasan perlu mencermati kemungkinan dampak lingkungan yang akan terjadi, serta memperhatikan konteks dengan bagian kota disekitarnya. b. Koridor pemandangan dari kota kearah laut dan sebaliknya perlu dipeliharan dan diciptakan. c. Kawasan perlu memikirkan konteks dengan lingkungan kotanya, menyangkut kesejarahan, kaitan hubungan dengan kota lainnya serta ketersediaan akses publik ke kawasan pantai.
-5d. Pengembangan
jalan
tepian
pantai,
promenade,
esplanade,
pesisir pantai serta taman umum dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengamankan kawasan pantai agar tidak berubah menjadi kawasan privat. e. Pemanfaatan
ruang
pantai
untuk
pengembangan
ekonomi
perkotaan, hendaknya perlu menghindari terjadinya akumulasi penduduk untuk bermukim di kawasan pantai. Pengembangan kegiatan yang akan diberikan izin harus mendapatkan persetujuan teknis (lokasi dan peruntukan) dari BP–BPWS. Pemegang izin kegiatan pada Kawasan Kaki Jembatan Suramadu wajib: a. Mempertahankan daya dukung lingkungan. b. Mencegah dampak negatif. c. Menjamin
proses
pembangunan
yang
berkelanjutan
sesuai
dengan rencana detail tata ruang kawasan kaki jembatan suramadu (KKJS) sisi Madura dan sisi Surabaya.
-6KLASIFIKA SI ZONA
KODE ZONA
KAWASAN LINDUNG Perlindungan Setempat
PS
RTH KAWASAN BUDIDAYA Perum ah an Kepadatan Tinggi
RTH
Perum ah an Kepadatan Sedang
R-2
Perkanto ran Pemerin tahan
KT
R-1
Saran a P elayanan Umu m
SPU
Ruang Terbuka Non H ijau
RTNH
Pariwisata
Campuran 1 (Peru mahan Perkanto ran )
PW
C-1 –
Perjas
Campuran 2 (Perkan toran – Perjas)
–
C-2
DA FTAR KEGIATA N Hu tan Man grove Water Treatment Plan t Tam an Ru mah susun Apartemen Fasilitas u mu m Perumahan nelayan Fasilitas u mu m Fasilitas p endukun g wisata Temp at pen go lah an ikan Kanto r pelayan an lingku ngan Kanto r din as pemerintahan Polsek/Polsekta Fasilitas o lah raga Fasilitas p endidikan Fasilitas keseh atan Tam an ko ta Lapangan o lah raga Temp at bermain an ak Bio skop Teater Resor t Ho tel Kafe Restoran Tam an Hibu ran Museum Pusat perbelanjaan Pusat perkan toran Apartemen Ho tel Pusat perbelanjaan Pusat perkan toran
-7-
-83. WILAYAH ALIRAN SUNGAI, SUMBER AIR DAN STREN KALI DENGAN SEMPADANNYA Wilayah aliran sungai dan sumber air merupakan kawasan yang terkait dengan upaya menjaga fungsi tanah serta kualitas dan kuantitas air dalam rangka pemenuhan kebutuhan air yang bersifat lintas wilayah. Sumber daya air merupakan salah satu kebutuhan pokok, dimana dalam pengelolaan serta penggunaannya masih terdapat beberapa ketimpangan. Wilayah aliran sungai dan sumber air terdiri dari Daerah Aliran Sungai dan Mata Air serta Waduk. Pengelolaan Sumber daya air di Provinsi Jawa Timur mengacu pada pola pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai meliputi: konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, sistem informasi sumber daya air dan pemberdayaan masyarakat. a. Potensi sumber daya air yang merupakan sumber utama penyediaan air bersih harus dijaga dan dilindungi dalam rangka memenuhi ketersediaan air di beberapa wilayah di Provinsi Jawa Timur,
sehingga
diperlukannya
upaya
pengendalian
pada
kawasan-kawasan dimaksud, yaitu sebagai berikut : 1) Mata air Umbulan yang merupakan mata air terbesar di Jawa Timur dengan debit total 4.600 lt/detik yang terletak di sebelah tenggara Kota Pasuruan. Saat ini pemanfaatannya masih relatif kecil yakni PDAM Surabaya 1000 l/det
dan
PDAM Pasuruan 530 l/det Kota Pasuruan 110 l/det dan Kab Pasuruan 420 l/det) dan untuk irigasi didaerah sekitarnya sekitar 500 l/det, sedangkan wilayah lainnya yang menyerap air
tersebut
adalah
Kabupaten
Gresik
dan
Kabupaten
Sidoarjo. 2) Kali Brantas dimanfaatkan bersama-sama PDAM Sidoarjo sebesar 30 l/det di Kanal Mangetan dan PDAM Mojokerto sebesar 250 l/det sebelum percabangan Kali Surabaya serta Dam
Lengkong.
Dan
Kali
Surabaya
yang
merupakan
percabangan Sungai Brantas dimanfaatkan bersama-sama PDAM Gresik dan PDAM Surabaya. 3) PDAM Situbondo masih memanfaatkan Kali Sampean sebesar 17 l/det. 4) PDAM Jember Kali Dinoyo sebesar 10 l/det. 5) PDAM Lamongan memanfaatkan kali Bengawan Solo sebesar 190 l/det
-9b. Untuk memantapkan pengaturan pemanfaatan ruang Daerah Aliran Sungai maka harus dilakukan secara serasi, terpadu dan berimbang meliputi sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya manusia dan aktifitasnya. 1) Pengendalian pencemaran sumber-sumber air dan badan air pada Daerah Aliran Sungai yang ditimbulkan oleh limbah domestik, industri dan residu pertanian. 2) Reboisasi lahan rusak di dalam kawasan hutan, terutama hutan produksi yang bertujuan untuk mengendalikan besarnya erosi dan sedimentasi. 3) Pembinaan mineral bukan logam. 4) Pengendalian ketersediaan, alokasi dan distribusi air baku untuk irigasi, industri, pemukiman dan keperluan lainnya. 5) Pembangunan dan rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengairan. 6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia di segala strata baik masyarakat maupun di aparatur pemerintahan. 7) Pengendalian banjir sepanjang Daerah Aliran Sungai yang berfungsi untuk mencegah daya rusak air. 8) Meningkatkan kinerja pengelola sumber daya air pada Daerah Aliran Sungai yang berfungsi untuk mencegah daya rusak air. 9) Meningkatkan kinerja lembaga pengelola sumber daya air pada Daerah Aliran Sungai baik dari aspek teknis, finansial maupun manajemen. 10) Pengembangan mekanisme kerjasama lintas kabupaten/kota dalam pelestarian dan pengelolahan daerah aliran sungai. c. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi adalah mengatur, menetapkan dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota. d. Beberapa hal yang harus dijaga dalam upaya pengendalian kawasan secara ketat antara lain: 1) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran yang ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada pada sumber air; 2) pengelolaan kualitas air dengan cara memperbaiki kualitas air yang dilakukan melalui upaya aerasi pada sumber air dan dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas dan prasarana sumber air; 3) pengendalian pencemaran air dilakukan melalui upaya tidak membuang sampah ke sumber air, dan mengolah air limbah sebelum dialirkan ke sumber air yang dilakukan dengan cara
- 10 mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber air; 4) setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, menganggu upaya pengawetan air dan/atau mengakibatkan pencemaran air dan juga mengakibatkan berkurangnya daya tampung atau fungsi sumber air. e. Kawasan pengendalian ketat pada daerah aliran sungai adalah kawasan yang masuk dalam lingkup sempadan sungai pada sungai-sungai yang merupakan lingkup Daerah Aliran Sungai sebagai berikut: 1) Wilayah Sungai Bengawan Solo: a) DAS Bengawan Solo b) Kali Lamong 2) Wilayah Sungai Brantas: -
DAS Brantas
3) Wilayah Sungai Welang Rejoso: a) DAS Rejoso Welang b) DAS Kedunggalen c) DAS Petung d) DAS Gembong 4) Wilayah Sungai Baru – Bajulmati: a) DAS Baru b) DAS Bajulmati c) DAS Bomo d) DAS Blambangan e) DAS Setail 5) Wilayah Sungai Pekalen–Sampean: a) DAS Pekalen b) DAS Sampean c) DAS Klatakan d) DAS Lobawang e) DAS Deluwang f)
DAS Selowogo
g) DAS Banyuputih 6) Wilayah Sungai Madura–Bawean: a) DAS Kemuning (Sampang) b) DAS Blega (Bangkalan) c) DAS Semajid (Pamekasan) d) DAS Sarokah (Sumenep) e) DAS Bawean (Pulau Bawean – Gresik)
- 11 7) Wilayah Sungai Bondoyudo–Bedadung: a) DAS Bondoyudo b) DAS Bedadung c) DAS Mayang d) DAS Tanggul e) DAS Mujur f.
Untuk
kawasan
mata
air
di
Provinsi
Jawa
Timur
perlu
dikendalikan pemanfaatan ruang disekitar kawasannya untuk menjaga keberlangsungan mata air sebagai sumber air, yaitu kawasan sekitar mata air Umbulan. Kawasan sekitar mata air dikendalikan dengan ketentuan jarak mengelilingi mata air paling sedikit berjari-jari 200 m (dua ratus meter) dari sumber mata air dan/atau radius pada kawasan penyangga. g. Sedangkan
untuk
kawasan
sekitar
waduk,
pengendalian
pemanfaatan ruangnya adalah radius 200 meter, meliputi: 1) di Wilayah Sungai Bengawan Solo meliputi: a) Waduk Kedung Bendo di Kabupaten Pacitan; b) Telaga Ngebel Dam, Waduk Bendo, Waduk Slahung, dan Bendungan Badegan di Kabupaten Ponorogo; c) Bendung Gerak Bojonegoro, Waduk Nglambangan, Waduk Kedung
Tete,
Waduk
Pejok,
Waduk
Kerjo,
Waduk
Gonseng, Waduk Mundu, Waduk Belung, dan Bendungan Belah di Kabupaten Bojonegoro; d) Bendung Gerak Karangnongko, Waduk Kedung Bendo, Waduk Sonde, Waduk Pakulon, Waduk Alastuwo, dan Bendungan Genen di Kabupaten Ngawi; e) Waduk Kresek dan Waduk Tugu di Kabupaten Madiun; f)
Waduk Tawun dan Waduk Ngampon di Kabupaten Tuban;
g) Bendung Gerak Sembayat, Waduk Gondang, dan Waduk Cawak di Kabupaten Lamongan; dan h) Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan; 2) di Wilayah Sungai Brantas meliputi: a) Bendungan Genteng I, Bendungan Lesti III, Bendungan Kepanjen,
Bendungan
Lumbangsari,
Bendungan
Kesamben, Bendungan Kunto II, serta Karangkates III dan IV di Kabupaten Malang; b) Bendungan Tugu, dan Bendungan Bagong di Kabupaten Trenggalek;
- 12 c) Bendungan
Beng
dan
Bendungan
Kedungwarok
di
Kabupaten Jombang; d) Bendungan
Ketandan,
Bendungan
Semantok,
dan
Bendungan Kuncir di Kabupaten Nganjuk; e) Bendungan Babadan di Kabupaten Kediri; dan f)
Bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulungagung;
3) di Wilayah Sungai Welang Rejoso meliputi: a) Bendung Licin di Kabupaten Pasuruan; dan b) Waduk Suko, Waduk Kuripan, dan Embung Boto di Kabupaten Probolinggo; 4) di Wilayah Sungai Pekalen Sampean meliputi: a) Waduk Taman, Embung Pace, Embung Gubri, Embung Klabang, Waduk Tegalampel, Waduk Karanganyar, Waduk Sukokerto, Waduk Botolinggo, Embung Blimbing, dan Embung Krasak di Kabupaten Bondowoso; dan b) Embung
Banyuputih,
Embung
Tunjang,
Embung
Wringinanom, dan Embung Nogosromo di Kabupaten Situbondo; 5) di
Wilayah
Sungai
Baru
Bajulmati
meliputi
Embung
Singolatri, Waduk Kedawang, Waduk Bajulmati, Embung Bomo,
dan
Embung
Sumber
Mangaran
di
Kabupaten
Banyuwangi; 6) di Wilayah Sungai Bondoyudo Bedadung, yaitu Waduk Antrogan di Kabupaten Jember; 7) di Wilayah Sungai Kepulauan Madura meliputi: a) Waduk Nipah di Kabupaten Sampang; b) Waduk Blega di Kabupaten Bangkalan; c) Waduk Samiran di Kabupaten Pamekasan; dan d) Waduk Tambak Agung di Kabupaten Sumenep. h. Batas Sempadan Sungai kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pengendalian ketat sebagai berikut : Kawasan Sungai
Kawasan Perkotaan Dalam Palung
Sempadan Sungai
Sungai
≤ 3m
X ≥ 10m
Tidak
3m – 20m
X ≥ 15m
≥ 20m
X ≥ 30m
Bertanggul
Diluar Kawasan Perkotaan Dalam Palung
Sempadan Sungai
Luas DAS ≤ 500km2
X ≥ 50m
Luas DAS ≥
X ≥ 100m
500km2
- 13 Sungai Bertanggul
Sungai Pasang Surut Air
Tidak Diperhatikan
X ≥ 3m
Tidak
X ≥ 5m
Diperhatikan
≤ 3m
X ≥ 10m
≤ 3m
3m – 20m
X ≥ 15m
3m – 20m
≥ 20m
X ≥ 30m
≥ 20m
X ≥ 10m
Diukur dari
Diukur dari tepi
tepi muka
muka air pasang
air pasang
rata - rata
X ≥ 15m X ≥ 30m
rata - rata Paparan
X ≥ 50m dari
X ≥ 50m dari
Danau
Tepi muka
-
-
Tepi muka
air tertinggi
Banjir
air tertinggi
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai
i.
Bangunan yang diperbolehkan berada di sempadan sungai sebatas tidak menganggu kegiatan normalisasi sungai antara lain: 1) prasarana sumberdaya air 2) jembatan dan dermaga sungai 3) jalur pipa gas dan pipa air minum 4) rentang kabel listrik dan telekomunikasi 5) reklame
j.
Kewajiban pemegang izin kegiatan pada ruang sungai: 1) melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sungai; 2) melindungi dan mengamankan prasarana sungai; 3) mencegah terjadinya pencemaran air sungai; 4) menanggulangi
dan
memulihkan
fungsi
sungai
dari
pencemaran air sungai; 5) mencegah gejolak sosial yang timbul berkaitan dengan kegiatan pada ruang sungai; dan 6) memberikan
akses
terhadap
evaluasi, dan pemeriksaan.
pelaksanaan
pemantauan,
- 14 4. KAWASAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN ASPEK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP MELIPUTI KAWASAN RESAPAN AIR ATAU SUMBER
DAYA
AIR,
KAWASAN
KONSERVASI,
HUTAN
BAKAU/MANGROVE Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau sumber daya air,
kawasan
konservasi
hutan
bakau/mangrove
merupakan
kawasan lindung yang terkait dengan fungsi kelestarian lingkungan hidup. Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup yang akan dikendalikan pemanfaatannya terdiri dari kawasan hutan lindung yang berada di wilayah kabupaten/kota; kawasan konservasi yang terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya; kawasan pantai berhutan bakau/mangrove yang tersebar di sepanjang pantai utara, pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur serta wilayah pesisir kepulauan; dan kawasan imbuhan air tanah adalah daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian,
pemeliharaan,
pengawasan,
dan
penegakan hukum. Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaannya. Terpeliharanya
keberlanjutan
fungsi
lingkungan
hidup
merupakan kepentingan masyarakat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran stakeholder, yang dapat disalurkan untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan
pembangunan
dan
menjadi
jaminan
bagi
kesejahteraan dan mutu hidup. Oleh karena itu, lingkungan hidup harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
- 15 Dalam
izin
melakukan
usaha
atau
kegiatan
harus
ditegaskan kewajiban yang berkenaan dengan penaatan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan dalam melaksanakan usaha atau kegiatannya. Bagi usaha atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin melakukan usaha atau kegiatan. Apabila suatu rencana usaha atau kegiatan, menurut peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
diwajibkan
melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup. Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove tersebar di sepanjang pantai utara, pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur serta wilayah pesisir kepulauan. Arahan pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau/mangrove meliputi pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau yang dilakukan melalui penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai dan pengembangan pariwisata berwawasan edukasi tanpa mengubah rona alam di kawasan pantai berhutan bakau. Kawasan yang berhubungan dengan sumber daya air mencakup 2 aspek, yaitu : a. Aspek air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah b. Aspek air tanah yang merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah Air tanah dapat digolongkan menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Pengelolaan air tanah didasarkan pada Cekungan Air Tanah dimana merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, yaitu tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah. Berkaitan dengan upaya konservasi air tanah di atas maka perlu adanya tindakan untuk mencegah terhambatnya proses hidrogeologis dan perlu pengawasan terhadap daerah imbuhan, daerah pengaliran dan daerah lepasan air tanah dengan persyaratan khusus apabila akan melakukan kegiatan terutama pada kawasan imbuhan dan kawasan pelepasan air tanah yang berupa mata air. Perlindungan terhadap kawasan imbuhan (recharge area) perlu diperketat terhadap pemanfaatan lahan pada kawasan imbuhan pada masing-masing Cekungan Air Tanah, sehingga harus selektif dalam penggunaan
- 16 lahan yang dapat menghambat meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah. Area yang perlu dikendalikan adalah kawasan lereng gunung/pegunungan yang mempunyai kemiringan lebih dari 40 derajat yang ada di Jawa Timur untuk tidak melakukan kegiatan perubahan fungsi hutan yang ada, apabila terpaksa melakukan kegiatan pada lokasi imbuhan diharuskan untuk membuat suatu bangunan rekayasa teknik untuk menampung dan meresapkan air hujan. Kawasan imbuhan air tanah adalah daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah. Cekungan Air Tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung, sehingga kawasan resapan air dan sumber air perlu dilindungi dengan melestarikan tanaman lindung dan diperlukan penanganan lintas wilayah. Arahan pengelolaan pada kawasan imbuhan air tanah meliputi pemertahanan kemampuan imbuhan air tanah, pelarangan kegiatan pengeboran, penggalian, atau kegiatan lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata air, dan pembatasan penggunaan air tanah kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Perlindungan terhadap daerah lepasan air tanah perlu adanya batasan untuk melakukan pengeboran dalam radius kawasan lindung yaitu harus lebih dari 200 meter dari sumber mata air. Perlindungan terhadap wilayah pengaliran air tanah juga harus memperhatikan dengan pembatasan debit pengambilan untuk mengantisipasi penurunan debit mata air, terutama pada daerah pengaliran air di wilayah sumber Umbulan di Pasuruan, sumber Ronggojalu di wilayah Leces, Probolinggo, dan lain-lain. Dalam melestarikan hutan lindung dan sumber alam hayati lainnya diperlukan metode penanganan sesuai dengan karakteristik wilayah, namun dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang berfungsi sebagai kawasan lindung di sekitar perbatasan dengan wilayah lain diperlukan kerjasama antar wilayah sebagai upaya sinkronisasi kewenangan dalam pengelolaan kawasan tersebut, yaitu: a. Kerjasama Antar Kawasan Lindung Antar Wilayah Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
- 17 mencakup sumber daya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan lindung ini bisa berada dalam satu wilayah administratif, namun ada pula yang berada pada beberapa wilayah administratif/kota. Kawasan lindung sebagai kawasan pengendalian ketat, meliputi: 1) Kawasan Hutan Lindung yang terdapat di wilayah Kabupaten Bangkalan; Kabupaten Banyuwangi; Kabupaten Blitar; Kabupaten Bojonegoro; Kabupaten Bondowoso; Kabupaten Jember; Kabupaten Jombang; Kabupaten Kediri; Kabupaten Lamongan; Kabupaten Lumajang; Kabupaten Madiun; Kabupaten Magetan; Kabupaten Malang; Kabupaten Mojokerto; Kabupaten Nganjuk; Kabupaten Ngawi; Kabupaten Pacitan; Kabupaten Pamekasan; Kabupaten Pasuruan; Kabupaten Ponorogo; Kabupaten Probolinggo; Kabupaten Situbondo; Kabupaten Sumenep; Kabupaten Trenggalek; Kabupaten Tuban; Kabupaten Tulungagung; Kota Batu; dan Kota Kediri. 2) Sedangkan Kawasan yang memiliki fungsi hutan cagar alam terdapat di Kabupaten Sumenep, Kabupaten Malang, Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. Namun dari kawasan pegunungan yang masih aktif dan sering mengeluarkan abu/lahar dingin terdapat di kawasan Gunung Tarub dimana terdapat tiga wilayah kabupaten yang harus waspada antara lain, Kabupaten Jember, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang. Kawasan Gunung Bromo-Tengger-Semeru dimana terdapat empat wilayah kabupaten yang harus bekerjasama dalam upaya pengendalian bahaya gunung berapi yaitu Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang. Kawasan Gunung Arjuno Welirang merupakan gunung yang masih aktif dengan luas area yang mencakup Kabupaten Pasuruan, Malang, dan Mojokerto. Kawasan Gunung Kelud merupakan gunung berapi yang masih beraktifitas dan sering mengeluarkan banyak material, adapun wilayah yang mengalami dampak langsung adalah Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Kediri. Kawasan Gunung Ijen dan Kawasan Gunung Raung yang masih aktif dan terdapat pada perbatasan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi. Kawasan Cagar Alam sebagai kawasan pengendalian ketat, meliputi:
- 18 a) Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas sekurang-kurangnya 7 ha; b) Cagar Alam Ceding di Kabupaten Bondowoso dengan luas sekurang-kurangnya 2 ha; c) Cagar Alam Sungai Kolbu Iyang Plateu di Kabupaten Bondowoso dengan luas sekurang-kurangnya 19 ha; d) Cagar Alam Watangan Puger I di Kabupaten Jember dengan luas sekurang-kurangnya 2 ha; e) Curah Manis I–VIII di Kabupaten Jember dengan luas sekurang-kurangnya 17 ha; f)
Gunung Abang di Kabupaten Pasuruan dengan luas sekurang-kurangnya 50 ha;
g) Gunung
Picis
di
Kabupaten
Ponorogo
dengan
luas
sekurang-kurangnya 28 ha; h) Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo dengan luas sekurang-kurangnya 190,50 ha; i)
Guwo Lowo/Mlirip di Kabupaten Tuban dengan luas sekurang-kurangnya 3 ha;
j)
Kawah
Ijen
Merapi
Unggup-Unggup
di
Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi dengan luas sekurang-kurangnya 2.468ha; k) Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas sekurang-kurangnya 12 ha; l)
Nusa Barong di Kabupaten Jember dengan luas sekurangkurangnya 6.100 ha;
m) Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso dengan luas sekurang-kurangnya 9 ha; n) Pulau
Bawean
di
Kabupaten
Gresik
dengan
luas
sekurang-kurangnya 725 ha; o) Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik dengan luas sekurang-kurangnya 15 ha; p) Pulau Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep dengan luas sekurang-kurangnya 430 ha; q) Pulau
Sempu
di
Kabupaten
Malang
dengan
luas
sekurang-kurangnya 877 ha; dan r)
Janggangan Rogojampi I/II di Kabupaten Banyuwangi dengan luas sekurang-kurangnya lebih 7,50 ha
3) Taman Nasional yang ada yang dalam pemanfaatannya perlu dikendalikan terdiri dari: Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan luas kurang lebih 50.276 ha; Taman Nasional
- 19 Baluran dengan luas kurang lebih 25.000 ha; Taman Nasional Meru Betiri dengan luas kurang lebih 58.000 ha; dan Taman Nasional Alas Purwo dengan luas kurang lebih 43.420 ha. 4) Hutan
dengan
fungsi
lindung
sebagai
kawasan
suaka
margasatwa berlokasi di Dataran Tinggi Yang terletak di Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti, dan Sukorambi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Jember serta Pulau Bawean di Kecamatan
Sangkapura
dan
Kecamatan
Tambak
di
Kabupaten Gresik. 5) Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo terletak di Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten
Kabupaten
Jombang,
Pasuruan, dan
Kota
Kabupaten Batu.
Arahan
Malang, dalam
pengelolaan Tahura meliputi pelestarian alam yaitu flora, fauna, dan ekosistemnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pengelolaan tahura partisipatif dengan masyarakat desa penyangga, rebosisasi dengan melakukan penanaman
pohon
endemic/konservatif
yang
dapat
digunakan sebagai perlindungan, dan pemanfaatan jalur wisata alam jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam. 6) Disisi lain yang perlu terus dilestarikan adalah hutan mangrove/bakau, perlu diketahui bahwa di Jawa Timur banyak terdapat wilayah yang mempunyai pantai atau pesisir. Maka pengembangan budidaya tanaman mangrove perlu ditingkatkan, sejalan dengan perlindungan pantai terhadap abrasi dan sebagai upaya menghambat gelombang tsunami akibat adanya gempa tektonik di dasar laut. Adapun kawasan yang perlu dikendalikan adalah ditetapkan pada wilayah pesisir pantura selain area yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya, Pesisir Pantai Timur Surabaya dan Sidoarjo, konservasi pesisir Teluk Lamong, Pesisir Situbondo, Segoro Anakan Banyuwangi, Pesisir selatan pantai Pulau Nusa Barung
Jember,
pesisir
selatan
Pantai
Pulau
Sempu
Kabupaten Malang, reboisasi hutan mangrove di bagian pesisir selatan Jawa Timur kecuali pada kawasan yang digunakan sebagai budidaya, pesisir utara Madura diarahkan pada upaya pelestarian tanaman mangrove yang sudah ada,
- 20 mengganti atau mereboisasi tanaman mangrove yang rusak dan penanaman mangrove yang baru. b. Sinkronisasi pola pemanfaatan lahan, terutama kawasan lindung di sekitar perbatasan kabupaten/kota. Sinkronisasi pola pemanfaatan lahan pada kawasan lindung di sekitar perbatasan kabupaten/kota perlu upaya koordinasi dan integrasi antara pemerintah kabupaten/kota yang berbatasan dengan pemerintah provinsi agar terjadi kesesuaian pemanfaatan ruang pada wilayah yang berbatasan dan tidak menimbulkan konflik keruangan.
- 21 -
- 22 5. TRANSPORTASI TERKAIT KAWASAN JARINGAN JALAN, JALUR PERKERETAAPIAN, DAERAH KEPENTINGAN PELABUHAN, DAN KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA a. Kawasan Jaringan Jalan Bagian jalan yang harus dimiliki pada jaringan jalan dalam rangka menunjang jaringan jalan dapat berfungsi dengan baik yaitu meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. Pemanfaatan bagian-bagian jalan yang diperbolehkan berupa bangunan – bangunan, jaringan utilitas, iklan dan media informasi, penanaman pohon, dan prasarana moda transportasi. Sedangkan pemanfaatan ruang diluar bagianbagian jalan yang status jalannya berupa jalan Nasional maupun Provinsi dan menggunakan akses utama pada jalan Nasional maupun Provinsi termasuk dalam bagian kawasan pengendalian ketat. Pemanfaatan lahan di luar bagian-bagian jalan yang status jalannya berupa jalan Nasional maupun Provinsi diperlukan batas dan pengendalian lahan, kondisi ini diperlukan untuk mengantisipasi
adanya
peruntukan
bangunan
yang
akan
menimbulkan bangkitan, termasuk kegiatan yang menggunakan akses jalan keluar masuk pada jaringan jalan tersebut. Adapun pengendalian ketat di kawasan sekitar jalan bebas hambatan adalah penggunaan kawasan pada bagianbagian jalan (ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan) serta pada area di luar bagian-bagian jalan yang
diperkirakan
keamanan
dan
dapat
mengganggu
kenyamanan
pada
jalan
tingkat
pelayanan
bebas
hambatan,
sehingga pengendalian perlu dilakukan pada kawasan sekitar jalan bebas hambatan. Untuk pemanfaatan ruang yang berada pada sekitar rencana pembangunan jalan baru termasuk untuk rencana jalan bebas hambatan dan/ataujalan tol diperlukan pembatasan, kondisi ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan perubahan titik koordinat rencana trase jalan tol dan/atau jalan bebas hambatan. Sehingga rencana trase jalan tol dan/atau jalan bebas hambatan
dapat
diimplementasikan
sesuai
rencana
dan
kemungkinan perubahan rencana dengan tingkat pelayanan dan keamanan minimal. Pengaturan kawasan pengendalian ketat di sekitar jalan ditentukan sebagai berikut:
- 23 1) Status jalan merupakan jalan Nasional dan Provinsi dengan fungsi arteri primer dan kolektor primer, jaringan jalan bebas hambatan, jaringan jalan strategis provinsi dan nasional. 2) Kegiatan/pemanfaatan ruang yang menggunakan jalan keluar masuk pada bagian jalan Nasional dan Provinsi. 3) Deliniasi kawasan yang perlu dikendalikan pemanfaatan ruangnya adalah sebagai berikut: a) Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman jalan, dengan ketentuan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut: 1. Jalan Arteri 24 (dua puluh empat) meter 2. Jalan Kolektor 16 (enam belas) meter 3. Strategis Provinsi 16 (enam belas) meter 4. Strategis Nasional 24 (dua puluh empat) meter 5. Jalan bebas hambatan 28,5 (dua delapan koma lima) meter b) Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut : 1. Jalan Arteri 30 (tiga puluh) meter 2. Jalan Kolektor 25 (dua puluh lima) meter 3. Strategis Provinsi 25 (dua puluh lima) meter 4. Strategis Nasional 30 (tiga puluh) meter 5. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter c) Ruang pengawasan jalan, merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dengan ketentuan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut : 1. Jalan Arteri 15 (lima belas) meter 2. Jalan Kolektor 10 (sepuluh) meter 3. Strategis Provinsi 10 (sepuluh) meter 4. Strategis Nasional 15 (lima belas) meter d) Daerah
diluar
ruang
pengawasan
jalan
dengan
10
(sepuluh) meter diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang pengawasan jalan. e) Rencana jaringan jalan mengikuti ketentuan deliniasi pada bagian jalan
dan daerah diluar bagian jalan
berdasarkan titik rencana jaringan jalan
- 24 -
5m
d c
b
x a
b 1,5 m
c
d
= Ruang pengawasan jalan(Ruwasja) = Ruang manfaat jalan (Rumaja) d = ambang a = jalur lalu lintas pengaman b = bahu jalanmilik jalan (Rumija) x = b+a+b ==Bangunan badan jalan = Ruang c = saluran tepi
- 25 -
- 26 b. Kawasan Pengendalian Sekitar Jalur Perkeretaapian Perkeretaapian sebagai angkutan massal merupakan pilihan yang tepat untuk dikembangkan karena merupakan transportasi
darat
yang
selain
aman,
bebas
macet
juga
murah/ekonomis. Selama ini yang ada di Provinsi Jawa Timur dan di Indonesia pada umumnya adalah perkeretaapian satu jalur (one track) dimana setiap ada perkeretaapian yang akan berpapasan maka salah satu dari perkeretaapian tersebut harus berhenti. Untuk lebih meningkatkan kinerja perkeretaapian dalam
pelayanan
kepada
masyarakat
maka
dikembangkan
perkeretaapian double track (dua jalur). Pengembangan jalur kereta
api
perlu
didukung
oleh
kebijakan
pengendalian
pemanfaatan ruang pada sekitar jalur kereta dalam kaitannya menjaga fungsi rel kereta api dan mengimplementasikan rencana pengembangan jalur rel. Dalam kaitannya dengan pengendalian pemanfaatan ruang di sekitar jalur rel kereta api perlu tetapkan deliniasi
kawasan
yang
perlu
dikendalikan
pemanfaatan
ruangnya. Kawasan dimaksud dapat berupa: 1) Ruang manfaat jalur kereta api Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada permukaan tanah harus diukur dari sisi terluar jalan reI beserta bidang tanah di kiri dan kanannya yang digunakan untuk konstruksi jalan rel, termasuk bidang tanah untuk penempatan fasilitas operasi kereta api dan bangunan peIengkap lainnya termasuk tanah bagian bawahnya dan ruang di atasnya setinggi batas tertinggi ruang bebas ditambah ruang konstruksi untuk penempatan fasilitas operasi kereta api. 2) Ruang milik jalur kereta api: a) Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter. b) Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan reI yang terletak di bawah permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan serta bagian bawah dan atas ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter. c) Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak di atas permukaan tanah diukur dari batas paling
- 27 luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter. d) Jalan rel yang terletak di atas permukaan tanah berada di atas atau berhimpit dengan jalan, batas ruang milik jalur kereta api dapat berhimpit dengan batas ruang manfaat jalur kereta api. e) Ruang milik jalur kereta api dapat digunakan untuk keperluan lain atas izin pemilik prasarana perkeretaapian dengan ketentuan tidak membahayakan konstruksi jalan rel, fasilitas operasi kereta api, dan perjalanan kereta api, seperti pipa gas, pipa minyak, pipa air, kabel telepon, kabel listrik, dan menara telekomunikasi. 3) Ruang pengawasan jalur kereta api: a) Ruang pengawasan jalur kereta api meliputi bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api digunakan untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api. b) Batas ruang pengawasan jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta api, masing-masing selebar 9 (sembilan) meter. c) Jalan rel yang terletak pada permukaan tanah berada di jembatan yang melintas sungai dengan bentang lebih besar dari 10 (sepuluh) meter, batas ruang pengawasan jalur kereta api masing-masing sepanjang 50 (lima puluh) meter ke arah hilir dan hulu sungai. 4) Pembangunan yang memerlukan persinggungan dengan jalur kereta api harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) di luar ruang manfaat jalur; b) tidak mengganggu pandangan bebas; c) tidak mengganggu stabilitas konstruksi jalan rel; d) memperhatikan rencana pengembangan jalur kereta api; e) tidak mengganggu fungsi saluran tepi; dan f)
tidak
mengganggu
bangunan
pelengkap
lainnya
(bangunan pelengkap lainnya adalah gardu perlintasan, gardu
penjaga
terowongan,
dan
tempat
berlindung
petugas di jembatan dan terowongan, serta fasilitas pemeliharaan, tidak termasuk menara telekomunikasi). 5) Deliniasi kawasan yang perlu dikendalikan pemanfaatan ruangnya adalah sebagai berikut:
- 28 a) Ruang manfaat jalur rel kereta api ; b) Ruang milik jalur rel kereta api ; c) Ruang pengawasan jalur rel kereta api; dan d) Kawasan di luar ruang pengawasan jalur rel kereta api dengan jarak 25 m (dua puluh lima meter) pada permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang pengawasan jalur kereta api.
- 29 -
- 30 c. Area/Lingkup Kepentingan Pelabuhan Memperhatikan peran pelabuhan yang sangat strategis sebagai
akses
perencanaan
transportasi
pelabuhan
maupun
dikategorikan
perdagangan, dalam
maka
perencanaan
kawasan pengendalian ketat. Dalam RTRW, kawasan pelabuhan diarahkan untuk diatur dalam peraturan khusus. Berdasarkan peran dan skala fasilitas regional, maka perencanaan kawasan pelabuhan diarahkan melalui perizinan pemerintah provinsi. Perencanaan
kawasan
pelabuhan
meliputi
daerah
lingkungan kerja (DLKR) dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan (DLKP). Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pelabuhan
dengan
memperhatikan
kelestarian
lingkungan,
kualitas dan kuantitas air, serta keselamatan pelayaran. Pengaturan
kawasan
Pelabuhan
termasuk
ruang
disekitar kawasan Pelabuhan yang harus dikendalikan yaitu: 1) Kawasan Keselamatan Operasi Pelayaran yang meliputi: a) Kawasan Alur Pelayaran; b) Kawasan kemungkinan bahaya kapal medan; c) Kawasan Pemandu Kapal; d) Kawasan yang menyebabkan perubahan garis pantai disekitar
pelabuhan
reklamasi
dan
termasuk
pengerukan
di
rencana wilayah
pekerjaan DLKR/DLKP
Pelabuhan. 2) Kawasan disekitar penempatan alat Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) maupun bagian yang tidak terpisahkan dari Kawasan Keselamatan Pelayaran.
- 31 -
- 32 -
B
A
NAMA GAMBAR
Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional Di Provinsi Jawa Timur LEGENDA :
DLKP
DLKP BERSAMA
D
J
DLKR PELABUHAN TG. PERAK TELUK LAMONG, GRESIK, SOCAH DAN TG, BULUPANDAN
C Tg. BULUPANDAN
Klampis
Pangkah Wetan Pangkah
Tg. Bulupandan P. Karangjamuang
Arosbaya Barat Binteng
DLKR
Lancang
Baruk
E I
Sidayu
Pocongan Gebang
A = 112° 34' 29.4931" E 6° 46' 12.4779" S B = 112° 52' 28.1433" E 6° 46' 8.6508" S C = 112° 52' 29.7901" E 6° 53' 11.6467" S D = 112° 49' 7.1564" E 6° 50' 49.1462" S E = 112° 41' 8.0009" E 7° 1' 45.1511" S F = 112° 40' 22.4870" E 7° 3' 53.2105" S G = 112° 41' 39.9539" E 7° 3' 48.0480" S H = 112° 41' 44.0989" E 7° 5' 36.9826" S I = 112° 39' 4.5120" E 7° 0' 58.2599" S J = 112° 34' 35.5156" E 6° 51' 1.0466" S
Sabean Sobaneh Bancaran
Tg Wedoro KAMPEK
G H
F
Jungpiring Barat
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN LAMPIRAN SURAT NO. DARI SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : TANGGAL : DISAHKAN DI : JAKARTA TANGGAL :
BANGKALAN
Mertajasa
Tg Sawo Sembila ngan
Tanahmerahdaya
JEKAN
SOCAH
SRAGIH
PETA ORIENTASI
DLKR
SABAREH
KEMERE
SERENG
PETA INDEKS
GRESIK
Sukalela
Tg. Tanjungan KAMAL
Batuporon
DLKR
Karangpandan Tebul
Kwanyar
Karanganyar
LOKASI :
SKALA
Tg. Perak
Tambakwedi
Teluk Lamong Kenjeran Sukolilo
DIGAMBAR TANGGAL DIRENCANAKAN TANGGAL DISETUJUI TANGGAL KODE :
SUMBER
JUMLAH
LEMBAR
- 33 d. Pengendalian Kawasan Di Sekitar Bandar Udara. Fasilitas bandar udara merupakan fasilitas transportasi yang tidak dapat dipandang dalam perspektif lokal. Bandar udara memerlukan perencanaan khusus, baik perencanaan ruang maupun
manajemen
penerbangannya.
Bandar
udara
satu
dengan yang lain sangat terkait. Bandar udara juga merupakan prasarana angkutan yang sangat strategis dan merupakan isu nasional terutama masalah kelayakannya. Kelayakan yang dimaksud adalah kelayakan terkait lokasi geografis dan perencanaan ruangnya, kelayakan terkait efektifitas
keberadaan
sebuah
bandar
udara
dalam
mengakomodasi kebutuhan transportasi regional yang cepat dan efisien, keamanan penerbangan, juga terkait masalah kelayakan dari
sisi
bisnis
penerbangan
dan
masalah
pengembangan
wilayah. Pembangunan bandar udara memerlukan perencanaan ruang khusus. Kawasan disekitar bandar udara hingga beberapa kilometer, merupakan wilayah yang berinteraksi langsung dengan kawasan bandar udara. Sehingga menata kawasan bandar udara adalah merencanakan ruang lebih luas dari kawasan bandar udara itu sendiri. Perencanaan
kawasan
bandar
udara
meliputi
pengaturan terhadap kawasan bandar udara dan kawasan disekitar bandar udara. Tipe bandar udara akan menyangkut jumlah, jenis dan frekuensi penerbangan. Tipe bandar udara berpengaruh terhadap ruang di sekitar kawasan bandar udara, sehingga pemanfaatan ruang di kawasan sekitar bandar udara perlu untuk dikendalikan secara ketat. Pengaturan kawasan bandar udara termasuk ruang di sekitar kawasan bandar udara yang harus dikendalikan, yaitu: 1) Kawasan
Keselamatan
Operasi
Penerbangan
(KKOP)
merupakan wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara disekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan, meliputi : a) Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas; b) Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; c) Kawasan di bawah permukaan transisi; d) Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam; e) Kawasan di bawah permukaan kerucut; dan
- 34 f)
Kawasan di bawah permukaan horizontal luar.
2) Kawasan
di
sekitar
penempatan
alat
bantu
navigasi
penerbangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kawasaan Keselamatan Operasi Penerbangan. Ketentuan kegiatan yang perlu dikendalikan dalam kaitannya kegiatan
dengan yang
kawasan
memiliki
sekitar
Bandar
kecenderungan
Udara
memiliki
adalah dampak
mengganggu aktivitas bandar udara khususnya kegiatan yang pembangunannya secara vertikal.
- 35 -
- 36 -
PETA KAWASAN SEKITAR BANDARA JUANDA SIDOARJO – SURABAYA
- 37 -
PETA KAWASAN BLOK SEKITAR BANDARA JUANDA SIDOARJO – SURABAYA
- 38 -
PETA KAWASAN PENERBANGAN
SEKITAR
BANDARA
JUANDA
UNTUK
KAWASAN
ALAT
BANTU
NAVIGASI
- 39 6. KAWASAN
SEKITAR
PRASARANA
WILAYAH
DALAM
SKALA
REGIONAL LAINNYA SEPERTI AREA DI SEKITAR JARINGAN PIPA GAS, JARINGAN SUTET, DAN TPA TERPADU Kawasan sekitar prasarana wilayah dalam skala regional merupakan kawasan yang dapat dipergunakan untuk pembangunan fasilitas penunjang keberadaan prasarana tersebut serta untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan ruang terbuka hijau dengan tidak membahayakan dan mengganggu kinerja prasarana wilayah. a. Jaringan Pipa Gas Dalam
pengembangan
pemanfaatan
migas
untuk
domestik
adalah pembangunan jaringan pipa migas, yang didistribusikan melalui jaringan pipa ke depo migas. Pembangunan jaringan pipa gas harus sesuai dengan standar pengembangan mulai dari jenis pipa hingga teknis pelaksanaannya yang menggunakan kaidah lingkungan. Jaringan pipa tersebut ada yang di alirkan melalui permukaan tanah dan di tanam dalam tanah, karena pipa-pipa tersebut mengalirkan
zat-zat
yang
sangat
mudah
terbakar
dan
membahayakan daerah sekitarnya apabila rusak atau bocor, maka diperlukan sosialisasi kepada masyarakat dan adanya amdal. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya pengendalian pada sekitar
kawasan
jaringan
pipa
gas
agar
kegiatan
yang
dilaksanakan pada kawasan sekitar pipa gas tidak mengganggu fungsi pipa gas dan tidak membahayakan masyarakat yang memanfaatkan ruang. Deliniasi
kawasan
yang
perlu
dikendalikan
pemanfaatan
ruangnya adalah kawasan dengan radius 50 meter dari jalur pipa gas. b. Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi ( SUTET) SUTET adalah saluran udara tegangan ekstra tinggi dengan kekuatan tegangan 500 KV, dalam arus listrik yang terdapat di SUTET merupakan medan listrik dan medan magnet dalam kelompok radiasi non-pengion. Radiasi ini relatif tidak berbahaya, berbeda sama sekali dengan radiasi jenis pengion seperti radiasi nuklir atau radiasi sinar rontgen. Dalam pemilihan jalur SUTET diupayakan tidak melintas pada daerah pemukiman, hutan lindung maupun cagar alam. Di
- 40 beberapa daerah pemukiman yang padat mungkin tidak bisa dihindari jalur SUTET untuk melintas, tetapi baik medan listrik maupun medan magnet tidak boleh diatas ambang batas yang diperbolehkan.
Medan
Listrik
di
bawah
jaringan
dapat
menimbulkan beberapa hal, meliputi: 1) Menimbulkan suara/bunyi mendesis akibat ionisasi pada permukaan penghantar (konduktor) yang kadang disertai cahaya keunguan, bulu/rambut berdiri pada bagian badan yang terpanjang akibat gaya tarik medan listrik yang kecil, lampu neon dan tes-pen dapat menyala tetapi redup, akibat mudahnya gas neon di dalam tabung lampu dan tes-pen terionisasi. 2) Kejutan lemah pada sentuhan pertama terhadap benda-benda yang mudah menghantar listrik (seperti atap seng, pagar besi, kawat jemuran dan badan mobil). Arahan dilakukan dalam rangka peningkatan kondisi lingkungan akibat adanya SUTET perlu diperhatikan pengamanan terhadap loncatan listrik instalasi di atas atap bangunan didasarkan pada Peraturan
Menteri
01.P/47/MPE/1992,
Pertambangan yaitu
jarak
dan
minimum
Energi titik
No.
tertinggi
bangunan (pohon) terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 KV harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Jarak minimum titik tertinggi bangunan tahan api terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 8,5 meter. 2) Jarak minimum titik tertinggi jembatan besi terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 8,5 meter 3) Jarak minimum jalan perkeretaapian terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 15 meter. 4) Jarak minimum lapangan terbuka terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 11 meter. 5) Jarak minimum titik tertinggi bangunan tidak tahan api terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 kV adalah 15 meter. 6) Jarak minimum jalan raya terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 15 meter. 7) Ruang bebas adalah ruang sekeliling penghantar yang dibentuk oleh jarak bebas minimum sepanjang SUTET yang di dalam ruang itu harus dibebaskan dari benda-benda dan
- 41 kegiatan lainnya. Ruang bebas ditetapkan berbeda-beda dalam luas dan bentuk. Sementara ruang aman adalah ruang yang berada di luar ruang bebas. Dalam ruang aman pengaruh kuat medan listrik dan kuat medan magnet sudah dipertimbangkan dengan mengacu kepada peraturan yang berlaku. 8) Ruang bebas dan ruang aman dapat diatur besarnya sesuai kebutuhan pada saat mempersiapkan rancang bangun. Ruang aman dapat diperluas dengan cara meninggikan menara dan/atau mempendek jarak antara menara, sehingga bila ada pemukiman yang akan dilintasi SUTET yang akan dibangun berada di dalam ruang yang aman. Berdasarkan akibat dan kerentanan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh jaringan SUTET, maka diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang disekitar jaringan SUTET dalam rangka menjaga fungsi jaringan dan mencegah terjadinya dampak buruk bagi kegiatan yang memanfaatkan ruang disekitar SUTET. Deliniasi daerah sekitar jaringan SUTET yang perlu dikendalikan pemanfaatan ruangnya adalah daerah dengan jarak 50 m (lima puluh meter) dari titik terluar jaringan SUTET dengan tetap menjaga area kepentingan jaringan sesuai dengan ketentuan jarak aman minimum. c. Tempat Pemrosesan Akhir Terpadu Tempat pemrosesan akhir terpadu merupakan tempat pengolahan sampah yang dikelola bersama antar wilayah, TPA terpadu ini perlu dikembangkan sebagai upaya atau antisipasi semakin
berkembangnya
suplai
sampah
akibat
banyaknya
aktifitas dan bertambahnya penduduk terutama di perkotaan. Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sampah masih berkutat di sekitar metode dan lokasi pemindahan fisik sampah dari TPS (tempat pembuangan sementara) ke TPA (tempat pemrosesan akhir). Sampah secara mekanis dibuang, ditumpuk, ditimbun, diratakan, dipadatkan, dan dibiarkan membusuk serta mengurai sendiri secara alami di TPA. Sebagian lain dibakar secara langsung di tempat dengan atau tanpa menggunakan fasilitas insinerator (tungku pembakaran). Dengan dasar tersebut penentuan TPA terpadu harus di dasari atas kesepakatan bersama antar wilayah dan lokasi tersebut jauh dari permukiman penduduk, maka di area sekitar
- 42 TPA diupayakan untuk dibudidayakan tanaman pepohonan yang berfungsi sebagai kawasan/selat hijau untuk kontrol polusi udara (greenbelt) dan upaya membatasi kawasan terbangun. Dalam rangka menjaga fungsi lingkungan dan prasarana, maka diperlukan adanya pengendalian pemanfaatan ruang di sekitar prasarana TPA. Terdapat 8 cluster TPA regional yang perlu dikendalikan pemanfaatan ruangnya seperti dalam arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur dan akan dimasukkan dalam kawasan pengendalian ketat adalah: 1) Kabupaten Gresik yang melayani Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik; 2) Malang Raya yang melayani Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang; 3) Mojokerto yang melayani Kota Mojokerto dan Kabupaten Mojokerto; 4) Madiun yang melayani Kota Madiun dan Kabupaten Madiun; 5) Kediri yang melayani Kota Kediri dan Kabupaten Kediri; 6) Blitar yang melayani Kota Blitar dan Kabupaten Blitar; 7) Pasuruan yang melayani Kota Pasuruan dan Kabupaten Pasuruan; dan 8) Probolinggo yang melayani Kota Probolinggo dan Kabupaten Probolinggo. Pengendalian pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga berkembangnya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang dapat mengganggu fungsi prasarana dan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Deliniasi kawasan sekitar prasarana TPA sebagai kawasan yang perlu dikendalikan pemanfaatan ruangnya adalah pemanfaatan lain di dalam TPA dan kawasan radius 500 m (lima ratus meter) dari titik terluar area TPA.
- 43 -
- 44 7. KAWASAN RAWAN BENCANA Kawasan rawan bencana merupakan wilayah tertentu di Jawa Timur yang harus mendapat perhatian serius dalam upaya pemanfaatan ruang, karena potensi dan kerentanannya terhadap bencana alam, seperti rawan tanah longsor, rawan letusan gunung api, dan rawan luapan lumpur. Pengendalian
pada
wilayah
rawan
bencana
perlu
diupayakan untuk mewujudkan tertib tata ruang di kawasan rawan bencana alam agar sesuai dengan fungsi kawasan dan sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. Sehingga tingkat resiko yang akan diterima oleh masyarakat dapat diminimalisir. Dalam pemberian IPR pada kawasan rawan bencana, harus mengacu pada Rencana Rencana Tata Ruang dan/atau Rencana Penanggulangan Bencana wilayah setempat. Jika rencana tata ruang dan/atau rencana penanggulangan bencana wilayah setempat belum disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, maka pemberian IPR harus berdasarkan pada tingkat resiko dan/atau daya dukung lahan dan/atau analisa risiko bencana yang tersedia.
- 45 -
- 46 8. KAWASAN LINDUNG PRIORITAS DAN PERTAMBANGAN SKALA REGIONAL Kawasan lindung atau kawasan konservasi tidak dapat dialihfungsikan, kawasan tersebut digunakan sebagai pelestarian sumberdaya alam yang diutamakan dalam upaya menjaga fungsi lindung, yaitu: a. Kawasan Gunung Prahu yang berlokasi di Kabupaten Pasuruan karena kawasan itu merupakan kawasan yang digunakan sebagai pelestarian sumberdaya alam yang sekaligus menjadi kawasan perlindungan bawahan, dan terdapat Gudang Amunisi Kodam V Brawijaya, Balai Pengamatan Dirgantara LAPAN, Gua Bekas Peninggalan Jepang, Situs Petilasan Batu Rantai, dan Lapangan Tembak Pusdik Brimob. b. Kawasan cagar alam geologi berupa kawasan keunikan bentang alam yaitu kawasan bentang alam karst yang berada di wilayah: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Blitar, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Malang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep, Kabupaten
Trenggalek,
Kabupaten
Tuban,
dan
Kabupaten
Tulungagung. Kawasan ditetapkan
oleh
pertambangan Pemerintah
skala
regional
melalui
tersebut
penetapan
dapat wilayah
pertambangan yang diarahkan di Provinsi Jawa Timur maupun kawasan pertambangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang disesuaikan dengan adanya potensi pertambangan. Kawasan tersebut perlu dikendalikan dalam upaya menjamin kesesuaian peruntukan dengan rencana tata ruang, mencegah dampak negatif apabila terjadi perubahan peruntukan karena lokasi potensi pertambangan dapat berada diwilayah dengan peruntukan lahan bukan pertambangan.
- 47 -
- 48 9. KAWASAN KONSERVASI ALAMI, BUDAYA, DAN YANG BERSIFAT UNIK DAN KHAS Kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik dan khas merupakan kawasan yang diupayakan untuk melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, buatan, dan manusia. Pengendalian di kawasan konservasi alami, budaya, dan yang
bersifat
unik
dan
khas
dengan
memperhatikan
fungsi,
kelestarian, dan keberlangsungan lingkungan hidup, sosial, dan budaya kawasan sekitar. Kawasan yang perlu dikendalikan terkait dengan kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik dan khas adalah kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan proses geologi, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal. a. Kawasan keunikan batuan dan fosil, meliputi: 1) Situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Trowulan di Kabupaten Mojokerto; 2) Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember; 3) Tanah Diatomea Kecamatan Kabuh di Kabupaten Jombang; 4) Situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Perning di Kabupaten Mojokerto; 5) Situs
geologi–arkeologi
(geoarkeologi)
Wringanom
di
Kabupaten Gresik; 6) Situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Trinil di Kabupaten Ngawi; 7) Formasi Kujung Kecamatan Panceng di Kabupaten Gresik; 8) Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung; 9) Teluk Grajagan di Kabupaten Banyuwangi; 10) Desa Trinil di Kabupaten Mojokerto, yang merupakan lokasi penemuan pertama fosil manusia homo erectus; 11) Sepanjang
Bengawan
Solo
di
sekitar
Ngandong,
yang
merupakan lokasi penemuan homo ngandongensis; dan 12) Kedungbrubus di timur laut Ngawi, yang merupakan lokasi penemuan fosil vertebrata. b. Kawasan keunikan proses geologi, meliputi: 1) Mud Vulcano di Desa Katol Barat Kecamatan Geger di Kabupaten Bangkalan, Gununganyar di Kota Surabaya, dan Kalanganyar di Kabupaten Sidoarjo; dan 2) Semburan Lumpur Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo.
- 49 c. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan, meliputi: 1) Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi; 2) Pelestarian bangunan pabrik gula di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Madiun,
Kabupaten
Magetan,
Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang; 3) Makam Proklamator, Museum Bung Karno, Istana Gebang, Petilasan Aryo Blitar, dan Monumen PETA (Soeprijadi) di Kota Blitar, dan bangunan bersejarah dan cagar budaya di Kota Surabaya; 4) Arca Totok Kerot di Kabupaten Kediri; 5) Candi
Cungkup,
Makam
Gayatri,
dan
Candi
Dadi
di
Kabupaten Tulungagung; 6) Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan; 7) Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto; 8) Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten Blitar; 9) Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi Badut di Kabupaten Malang; 10) Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto; dan 11) Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan seluas kurang lebih 85 ha. d. Kawasan Lindung Spiritual dan Kearifan Lokal,meliputi: 1) Kawasan permukiman budaya suku Samin di Kabupaten Bojonegoro; 2) Kawasan permukiman budaya suku Tengger di Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, dan
Kabupaten Lumajang; 3) Kawasan permukiman budaya suku Osing di Kabupaten Banyuwangi; dan 4) Kawasan permukiman budaya di Gunung Kawi. Pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan pada kawasan tersebut dilakukan di dalam area kawasan dan area radius 100 m (seratus ratus meter) di luar kawasan dan/atau pada area sesuai
dengan
berdasarkan
zonasi
kawasan
yang
sudah
ditetapkan
pembagian
zona
(zona
inti,
penyangga,
pengembangan, penunjang, dll).
- 50 10. KAWASAN UNTUK KEGIATAN YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKU DAN/ATAU MEMPUNYAI PENGARUH ANTARWILAYAH DI JAWA TIMUR Kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku dan/atau
mempunyai
pengaruh
antarwilayah
di
Jawa
Timur
merupakan kawasan yang melayani kegiatan dan produksi yang dianggap berpengaruh secara luas lintas kabupaten/kota, dimana kegiatan tersebut perlu dikendalikan untuk menciptakan sinergitas dan efisiensi antarkegiatan, antarfungsi, ataupun antarkawasan. Kawasan yang dimaksud sebagai kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku dan/atau mempunyai pengaruh antarwilayah di Jawa Timur berupa kawasan industri (pabrik, tempat pengolahan, dan lain sebagainya) dan kawasan pertanian dan/atau perkebunan yang komoditasnya diperlukan sebagai bahan baku pada kawasan industri dimaksud. Misalnya untuk pabrik gula dan perkebunan tebu yang merupakan satu kesatuan kegiatan yang saling membutuhkan dan dapat bersifat lintas wilayah. 11. KAWASAN UNTUK KEGIATAN YANG MENGUBAH RONA WILAYAH DAN ADMINISTRATIF JAWA TIMUR Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan administratif Jawa Timur merupakan kegiatan yang mencakup wilayah lintas kota/kabupaten dan/atau wilayah dengan lingkup kewenangan provinsi, serta dapat juga berupa kegiatan yang berdampak
lintas
kota/kabupaten
sehingga
perlu
adanya
pengendalian oleh pemerintah provinsi dalam rangka menjaga keterhubungan
antarkota/antarkabupaten
yang
memperhatikan
aspek lingkungan hidup berkelanjutan. Kawasan yang memiliki kecenderungan mengakibatkan perubahan rona wilayah adalah kegiatan
yang
diarahkan
pada
perbukitan/pegunungan.
Pemanfaatan ruang yang dapat mengubah rona wilayah pada kawasan perbukitan/pegunungan berupa pemotongan bukit dan pengurugan lahan. Ketentuan wilayah pada kawasan perbukitan dan pegunungan tersebut ada pada beberapa perbukitan/pegunungan yang bukan merupakan kawasan lindung.
- 51 12. KAWASAN
LAINNYA
YANG
DIANGGAP
MEMENUHI
KRITERIA
KAWASAN PENGENDALIAN KETAT Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan pengendalian ketat merupakan kawasan pengendalian ketat yang memenuhi kriteria tertentu dan dapat ditetapkan sebagai kawasan yang perlu dikendalikan secara ketat. Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan pengendalian ketat meliputi: a. Kawasan Khusus Madura Kawasan Khusus Madura dengan luas wilayah ± 600 Ha dalam satu kesatuan dengan wilayah pelabuhan petikemas dengan perumahan dan industri termasuk jalan aksesnya. Kawasan Khusus Madura dalam RTRW Kabupaten Bangkalan masuk dalam Kawasan Pengembangan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Modung Buluh Pandan yang merupakan kawasan strategis ekonomi.
Pengembangan
Kawasan
Khusus
Madura
dalam
menunjang kegiatan pelabuhan peti kemas diarahkan untuk kegiatan
industri,
pergudangan,
perdagangan
jasa
dan
permukiman. Kawasan
khusus
Madura
perlu
dikendalikan
pemanfaatan
ruangnya karena kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi dan wilayah Madura. Kawasan tersebut diarahkan untuk mendukung kegiatan pelabuhan yang diarahkan di Kabupaten Bangkalan dan diharapkan menjadi prime mover kegiatan industri di wilayah Madura pasca adanya akses Jembatan Suramadu ke wilayah Madura. b. Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan kawasan
lahan
pertanian
yang
ditetapkan
sebagai
lahan
pertanian pangan berkelanjutan yang harus dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan. Ciri-ciri
Kawasan
Peruntukan
Pertanian
Tanaman
Pangan,
sebagai berikut: 1) Lokasi mengacu pada RTRW provinsi dan kabupaten/kota, dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering.
- 52 2) Pengembangan
komoditas
tanaman
pangan
pada
lahan
gambut mengacu pada kelas kesesuaian lahan gambut yang telah berlaku. 3) Dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan/atau masyarakat sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi dan lingkungan. 4) Berbasis komoditas tanaman pangan nasional dan daerah dan/atau komoditas lokal yang mengacu pada kesesuaian lahan. 5) Dapat diintegrasikan dengan komoditas budidaya lainnya Kawasan pertanian pangan pada lahan basah yang telah diusahakan secara terus menerus tanpa melakukan alih komoditas yang mencakup satu atau lebih dari 7 (tujuh) komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar). 6) Kawasan pertanian pangan pada lahan kering yang telah diusahakan secara terus menerus di musim hujan tanpa melakukan alih komoditas yang mencakup satu atau lebih dari 7 (tujuh) komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar), dan tanaman pangan alternatif sesuai potensi daerah masing-masing. Berdasarkan ciri-ciri kawasan pertanian pangan berkelanjutan tersebut, dapat ditentukan bahwa kawasan lahan pertanian pangan
berkelanjutan
yang
ditetapkan
sebagai
kawasan
pengendalian ketat di Provinsi Jawa Timur adalah kawasan pertanian (lahan basah dan/atau lahan kering) yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi bersama pemerintah Kabupaten/Kota.
- 53 -
- 54 -
Hirarki I
Kode Zona
Hirarki II
Kode Zona
Hirarki III
IG.1.
IG
Kawasan Peruntukan Industri dan Pergudangan
Industri Manufaktur (Skala Besar, Sedang dan Kecil)
IG.2.
Pergudangan Terbuka dan Tertutup
K.1.
Perkantoran
K
Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa
K.2. K.3. R.1.
Kawasan Budidaya
R
Kawasan Peruntukan Permukiman
R.2.
R.3.
RTH
Kawasan Peruntukan Terbuka Hijau
Perdagangan dan Jasa Tunggal Perdagangan dan Jasa Deret (Mix-Used) Perumahan Intensitas/kepadatan Rendah Perumahan Intensitas/kepadatan Sedang Perumahan Intensitas/kepadatan Tinggi
RT.1.
Ruang Terbuka Hijau
RT.2.
RTH Non Sarana
- 55 -
B. JENIS PEMANFAATAN RUANG Pengaturan
jenis
dan
skala
kegiatan
pemanfaatan
ruang
dilakukan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemberian IPR yang berada pada Kawasan Pengendalian Ketat yang sudah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Jenis dan skala kegiatan pemanfaatan ruang yang harus mendapat IPR, meliputi:
1.
Bidang Multisektor No
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala/Besaran
1.
Pemotongan bukit dan pengurugan lahan volume ≥ 5.000 m3
2.
Budidaya sapi potong dan burung unta
Populasi ≥ 100 ekor campuran (terletak pada satu hamparan lokasi)
2.
Bidang Pertahanan No
Jenis Usaha/Kegiatan
1.
Pembangunan pangkalan TNI AL dan TNI AU Pembangunan pusat latihan tempur
2. 3. 4.
3.
Pembangunan Lapangan Tembak TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Polri Pembangunan gudang munisi
Skala/Besaran Semua Besaran Semua Besaran Luas (Ha) Semua Besaran (Ha) Semua Besaran
Bidang Kehutanan No
Jenis Usaha/Kegiatan
1.
Penangkaran satwa liar di hutan lindung
Semua Besaran
2.
Penangkaran satwa liar di hutan produksi Pemanfaatan aliran air di hutan lindung dan hutan produksi Pemanfaatan air di hutan lindung dan hutan produksi
Semua Besaran (Ha)
Wisata alam di hutan lindung dan hutan produksi Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu Restorasi Ekosistem dalam hutan alam pada hutan produksi
Semua Besaran
3. 4.
5. 6.
Skala/Besaran
Semua Besaran Dengan volume pengambilan air kurang dari 30% dari ketersediaan sumber daya atau debit
Semua Besaran (Ha)
- 56 7.
8. 9. 10.
11. 12.
13.
4.
Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi: a. Hutan tanaman industri (HTI) b. Hutan tanaman rakyat (HTR) c. Hutan tanaman hasil rehabilitasi (HTHR) Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (UPHHBK) dalam hutan alam pada hutan produksi Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi Industri primer hasil hutan: a. Industri primer hasil hutan kayu (industri penggergajian kayu, industri serpih kayu, industri veneer, industri kayu lapis, dan laminated veneer lumber) b. Industri primer hasil hutan bukan kayu Pembangunan taman safari, kebun binatang. Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA) di zona pemanfaatan taman nasional, atau di blok pemanfaatan taman wisata alam, atau di blok pemanfaatan taman hutan raya dengan luas bagian zona/blok pemanfaatan yang menjadi obyek pembangunan sarana dan prasarana Pengusahaan taman buru dengan luas total sub blok pengelolaan dan sub blok non buru pada blok pemanfaatan
Semua Besaran (Ha) Semua Besaran (Ha) Semua Besaran (Ha) Semua Besaran (Ha) Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran Kapasitas Produksi (m3) Semua Besaran (Ha) Semua Besaran (Ha) Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran (Ha)
Bidang Perhubungan No
Jenis Usaha/Kegiatan
1.
Pembangunan Terminal Angkutan Jalan
Semua Besaran
2.
Luas ≥ 0,25 Ha
5.
Depo/Pool Angkutan/ Depo Angkutan; Pembangunan Depo Peti Kemas Pembagunan terminal terpadu Moda dan Fungsi Pembangunan Terminal Angkutan Barang Pembangunan Jaringan Jalur Kereta Api
6.
Terminal peti kemas
Semua Besaran
7.
Depo dan balai yasa
Luas ≥ 0,5 Ha
8.
Stasiun
Luas ≥ 0,5 Ha
3. 4.
Skala/Besaran
Semua Besaran Luas ≥ 0,25 Ha Panjang> 100 m
- 57 9.
Kegiatan penempatan hasil keruk (dumping) di darat. - Volume, atau - Luas area dumping. 10. Pembangunan pelabuhan dengan salah satu fasilitas berikut: a. Dermaga dengan bentuk konstruksi sheet pile atau open pile. - Panjang, atau - Luas b. Kedalaman Tambatan c. Penahan gelombang (talud) dan/atau pemecah gelombang (break water). - Panjang d. Bobot Kapal Standar e. Trestle Dermaga f. Single Point Mooring Boey - Untuk kapal 11. Prasarana pendukung pelabuhan a. Terminal Penumpang b. Terminal Peti Kemas c. Lapangan Penumpang d. Gudang e. Prasarana Penampungan Curah Cair 12. Pengerukan dan Reklamasi a. Pengerukan untuk Pemeliharaan (maintanance) b. Pengerukan perairan dengan capital dredging c. Reklamasi/Pengurugan - Luas, atau - Volume d. Volume Dumping e. Pekerjaan bawah air (panjang) 13. Pengerukan/perataan batu karang 14. Pekerjaan bawah air (PBA): a. Pipa minyak/gas (panjang) b. Kabel listrik (tegangan) c. Kabel telekomunikasi 15. Pengembangan bandar udara beserta salah satu fasilitas berikut: a. Landasan Pacu b. Terminal Penumpang atau Terminal Kargo c. Pengambilan Air Tanah
Semua Besaran Semua Besaran
Semua Besaran Semua Besaran Kedalaman ≥ - 0,4 LWS Semua Besaran Bobot ≥ 1000 DWT Luas ≥ 750 m2 Semua Besaran Semua Semua Semua Semua Semua
Besaran Besaran Besaran Besaran Besaran
Semua Besaran (m3) Semua Besaran (m3) Semua Besaran (Ha) Semua Besaran (m3) Volume ≥ 100.000 m3 Semua Besaran (km) Semua Besaran Semua Besaran (Km) Semua Besaran (kV) Panjang ≥10 km Semua Besaran (m) Semua Besaran (m2) Semua Besaran (liter/detik) (dari 1 sumur sampai dengan 5 sumur dalam satu area, luas semua besaran)
- 58 16. Pembangunan bandar udara baru beserta fasilitasnya (untuk fixedwing maupun rotary wing).
5.
(termasuk kelompok Bandar udara di luar kelas A, B, dan C beserta hasil studi rencana induk yang telah disetujui)
Bidang Perindustrian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
6.
Semua besaran
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala/Besaran
Industri galangan kapal dengan sistem graving dock Industri petrokimia hulu
Semua Besaran (DWT) Semua Besaran
Kawasan Industri (termasuk komplek industri yang terintegrasi) Industri semen (yang dibuat melalui produksi klinker) Industri pulp atau industri pulp dan kertas yang terintegrasi dengan Hutan Tanaman Industri Industri petrokimia hulu
Semua Besaran
Industri propelan, amunisi dan bahan peledak Industri peleburan timah hitam
Semua Besaran
Kegiatan industri yang tidak termasuk angka 1 sampai dengan angka 8 yang menggunakan areal dengan luas
Luas ≥ 0,5 ha
Semua Besaran Kapasitas ≥ 300.000 ton pulp per tahun Semua Besaran
Semua Besaran
Bidang Pekerjaan Umum No
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala/Besaran
Sumber Daya Air 1.
2.
3. 4.
Pembangunan bendungan/ waduk atau jenis tampungan air lainnya - Tinggi; - Luas genangan; - Volume tampungan Daerah Irigasi a. Pembangunan baru dengan luas; b. Peningkatan dengan luas; c. Pencetakan sawah, luas (perkelompok) Pengembangan rawa (reklamasi rawa untukbudidaya pertanian). Pembangunan pengaman pantai dan perbaikan muara sungai.
≥ 6 meter ≥ 50 Ha ≥ 300.000 m3 ≥ 500 Ha ≥ 500 Ha ≥ 100 Ha ≥ 500 Ha
- 59 a. Sejajar pantai (sea wall/revetment) b. Tegak lurus pantai (groin break water)
> 1 Km Panjang ≥ 10 m
Jalan dan Jembatan 1.
2. 3.
Pembangunan/Peningkatan Jalan (termasuk Jalan Tol) yang membutuhkan pengadaan tanah di luar rumija (ruang milik jalan) a. Panjang b. Pengadaan Tanah Pembangunan subway/underpass, terowongan/tunnel, jalan layang/flyover, dan jembatan Pembangunan jembatan (di atas sungai/badan air) - Panjang bentang utama
>1 Km > 2 Ha Semua Besaran Panjang (Km)
≥ 100 m
Kecipta-karyaan 1.
Persampahan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengansystem controlled landfill atau sanitary landfilltermasuk instalasi penunjang. a. Luas kawasan b. Kapasitas Total TPA daerah pasang surut a. Luas kawasan b. Kapasitas Total Pembangunan transfer station
Pembangunan instalasi pembuatan kompos Pembangunan Perumahan/Permukiman
Semua Besaran (ha) ≥ 500 (ton) Kapasitas ≥ 500 (ton/hari) Kapasitas ≥ 500 (ton/hari) Kapasitas ≥ 500 (ton/hari) Kapasitas ≥ 50 (ton/ha) Semua Besaran (ha)
Pembangunan instalasi pengolahan limpur tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang. - Luas; atau - Kapasitas
Semua Besaran (ha) Semua Besaran
Pembangunan instalasi pengolahan sampah terpadu Pembangunan incinerator
2. 3.
Semua Besaran (ha) ≥ 500 (ton)
(m3/hari)
4.
Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). - Luas; atau - Beban organik
Semua Besaran (ha) Semua Besaran (ton/hari)
- 60 5.
6.
7.
8.
Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman. - Luas layanan; atau - Debit air limbah Drainase Permukiman a. Pembangunan saluran primer dan sekunder b. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman Air Minum a. Pembangunan jaringan distribusi (luas layanan) b. Pembangunan jaringan pipa transmisi (dengan panjang). c. Pengambilan air baku dari sungai, danau dan sumber air permukaan lainnya (debit). - Sungai/danau; - Mata air. d. Pembangunan instalasi pengolahan air dengan pengolahan lengkap e. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan: - Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM; - Kegiatan lain dengan tujuan komersil. Pembangunan gedung a. Pembangunan gedung di atas tanah/bawah tanah - Fungsi usaha, meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan - Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunankelenteng - Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum b. Pembangunan gedung di atas tanah/bawah tanah yang melintasi
Semua Besaran (ha) Semua Besaran (ton/hari) Semua Besaran (km) Luas ≥ 1 Ha Luas ≥ 100 Ha Panjang ≥ 5 Km
Debit ≥ 50 liter/detik Debit ≥ 2,5 liter/detik Debit > 50 liter/detik
Debit ≥ 2,5 liter/detik Debit ≥ 1 liter/detik
Luas ≥ 5000 m2
Luas ≥ 5000 m2
Luas ≥ 5000 m2
- 61 -
9.
7.
prasarana dan/atau sarana umum - Fungsi usaha, meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan - Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunankelenteng - Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum Pengembangan kawasan permukiman baru a. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal perdesaan b. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap Bangun)
Luas ≥ 5000 m2
Luas ≥ 5000 m2
Luas ≥ 5000 m2
Semua Besaran
Bidang Sumber Daya Energi dan Mineral No
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala/Besaran
Mineral, Batubara, dan Panas Bumi 1.
2.
3.
Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral, Batubara dan Panas Bumi a. Luas Perizinan b. Luas daerah terbuka untuk pertambangan Eksploitasi (Operasi Produksi) Batubara a. Kapasitas, dan/atau b. Jumlah material penutup yang dipindahkan Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral logam a. Kapasitas biji, dan/atau b. Jumlah material penutup yang dipindahkan
Luas > 5 Ha Luas > 5 Ha (kumulatif/tahun) > 100.000 ton/tahun > 400.000 bank cubic meter (bcm)/tahun Semua Besaran Semua Besaran
- 62 4.
5.
6.
7.
8.
Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral bukan logam atau mineral batuan a. Kapasitas, dan/atau b. Jumlah material penutup yang dipindahkan Eksploitasi (Operasi Produksi) Panas Bumi dan pengembangan uap panas bumi untuk listrik a. Kapasitas, dan/atau b. Jumlah material penutup yang dipindahkan Pengolahan dan pemurnian: a. mineral logam b. mineral bukan logam c. batuan d. batubara e. mineral radioaktif Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral radioaktif
Penambangan di laut
9.
Melakukan penempatan tailing di bawah laut Minyak dan Gas Bumi 1.
2.
3.
4.
Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi serta pengembangan produksi a. Lapangan Minyak Bumi - Darat - Laut b. Lapangan Gas Bumi - Darat - Laut Pipanisasi minyak bumi, gas bumi dan bahan bakar minyak di laut dan darat a. panjang, atau b. tekanan Pembangunan Kilang a. Liquefied Petroleum Gas (LPG) b. Liquefied Natural Gas (LNG) c. Minyak Bumi Terminal regasifikasi LNG (darat/laut)
> 50.000 m3/tahun > 200.000 m3/tahun
Semua Besaran Semua Besaran
Semua besaran ≥ 50.000 m3/tahun ≥ 50.000 m3/tahun ≥ 100.000 m3/tahun Semua besaran Semua besaran (ton/tahun), kecuali untuk tujuan penelitian dan pengembangan Semuabesaran Semua besaran
Semua besaran Semua besaran Semua besaran Semua besaran Semua besaran Semua besaran Semua Semua Semua Semua
besaran besaran besaran Besaran
(MMSCFD = million metric square cubic feet per day = juta metrik persegi kaki kubik per hari)
5.
Kilang minyak pelumas (termasuk fasilitas penunjang)
Semua Besaran
- 63 6.
7. 8.
Pengembangan lapangan Coal Bed Methane (CBM)/Gas Metana Batubara pada tahap eksploitasi dan pengembangan produksi yang mencakup: a. Pemboran sumur produksi; b. Pembangunan fasilitas produksi dan fasilitas pendukung; c. Kegiatan operasi produksi; dan d. Pasca operasi Kegiatan penyimpanan BBM di darat dan/atau di perairan Stasiun Kompresor gas
9.
Semua Besaran
Semua Besaran Semua Besaran
Blending premix; bahan bakar khusus, Blending minyak pelumas 10. Stasiun pengisian aspal curah
Semua Besaran (ton/tahun) Semua Besaran
11. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di darat dan di perairan 12. Stasiun pengisian bahan bakar gas, stasiun pengisian bulk elpiji 13. Stasiun mini CNG
Semua Besaran (kilo liter) Semua Besaran (ton) Semua Besaran (MMSCFD)
Ketenagalistrikan 1.
2.
3.
Pembangunan jaringan transmisi a. Saluran Udara Tegangan Tinggi b. Saluran Kabel Tegangan Tinggi c. Kabel laut Tegangan Tinggi Pembangunan jaringan distribusi Kabel laut tegangan menengah Pembangunan a. PLTG/PLTGU b. PLTU Batubara c. PLTU Minyak d. PLTD e. Pembangunan PLTP f. Pembangunan PLTA dengan: - Tinggi bendung, atau - Luas genangan, atau - Kapasitas daya (aliran langsung) g. PLT Sampah (PLTSa) dengan proses methane harvesting h. Pembangunan pembangkit listrik dari jenis lain (antara lain: PLT Surya, Angin, PLT Biomassa/Gambut, PLT Bayu) Tenaga Listrik untuk kepentingan sendiri
≥ 150 kV ≥ 150 kV ≥ 150 kV ≥ 20 kV ≥ ≥ ≥ ≥ ≥
20 MW (dalam satu lokasi) 5 MW (dalam satu lokasi) 5 MW (dalam satu lokasi) 5 MW (dalam satu lokasi)
≥ ≥ ≥ ≥
5m 10 ha 5 MW 30 MW
20 MW
> 1 MW(Dalam satu lokasi)
> 0,5 MW
- 64 -
8.
Bidang Kebudayaan dan Pariwisata No
Skala/Besaran
1.
Kawasan Pariwisata
Semua besaran
2.
Lapangan golf (tidak termasuk driving range) Daya Tarik Wisata (Buatan/Binaan) - Kebun raya dan kebun binatang - Taman buru dan kebun buru - Theme Park (taman bertema) - Taman rekreasi (non theme) - Wisata buatan lainnya Penyediaan akomodasi - Hotel - Villa - Pondok wisata - Bumi perkemahan - Persinggahan karavan - Penyediaan akomodasi lainnya
Semua besaran
3.
4.
9.
Jenis Usaha/Kegiatan
Semua besaran
Semua besaran
Bidang Pengembangan Nuklir No
Jenis Usaha/Kegiatan
1.
Pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir, yang meliputi: a. Reaktor Daya b. Reaktor Non Daya Pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir non reaktor, yang meliputi kegiatan: a. pengayaan bahan nuklir, konversi bahan nuklir, dan/atau permurnian bahan nuklir
2.
3.
4.
b. pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas c. penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas d. penyimpanan lestari Pembangunan dan Pengoperasian Instalasi Pengelolaan Limbah Radioaktif, yang meliputi kegiatan konstruksi dan operasi tahap: pengolahan limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang dan penyimpanan (disposal) limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang Produksi Radioisotop
Skala/Besaran
Semua Kapasitas > 100 kW thermal
Semua kapasitas (kecuali untuk tujuan penelitian dan pengembangan) Semua kapasitas > 3.000 MW thermal Semua kapasitas
Semua kapasitas (kecuali untuk tujuan penelitian dan pengembangan) Semua kapasitas yang berasal dari reaksi fisi
- 65 5. 6. 7.
Kedokteran Nuklir Invivo di luar kegiatan Instalasi untuk Rumah Sakit pemanfaatan terapi Pembangunan dan pengoperasian Daya < 100 kW reaktor nuklir reaktor penelitian - Daya termal Pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir non reaktor a. Fabrikasi bahan bakar nuklir a. Produksi < 125 elemen bakar/tahun - Produksi b. Produksi < b. Pengolahan dan pemurnian uranium 100ton/tahun - Produksi yellow cake c. Aktivitas < 37.000 c. Pembangunan irradiator (Tipe Kolam) TBq - Aktivitas sumber
Aktivitas < 100.000 Ci
8.
Kedokteran nuklir diagnostikIn Vivo
Semua Besaran
9.
Jenis-jenis industri penghasil TENORM
Wajib SPPL
10. Bidang Kesehatan No
Jenis Usaha/Kegiatan
1.
RS Umum dan RS khusus
2.
Puskesmas dengan rawat inap
3.
Lab kesehatan (BLK, B/BTKL PPM, Labkesda), BPFK (Balai Pengawasan Fasilitas Kesehatan) Industri farmasi yang memproduksi bahan baku obat
4.
Skala/Besaran Semua Besaran (Kelas A, B, C atau sejenis) Semua Besaran Semua Besaran Semua Besaran
11. Bidang Pengelolaan Limbah B-3 No 1.
2.
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala/Besaran
Industri jasa pengelolaan limbah B3 yang Semua Besaran melakukan kombinasi 2 (dua) atau lebih kegiatan meliputi: pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3 Pemanfaatan limbah B3 Semua Besaran a. Pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan bakar sintetis pada kiln di industri semen, kecuali pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkan sendiri dan berasal dari 1 (satu) lokasi kegiatan b. Pemanfaatan limbah B3 dalam bentuk pembuatan bahan bakar sintetis (fuel blending) dari limbah B3 c. Pemanfaatan limbah B3 sebagai material alternatif pada industri semen, kecuali
- 66 -
3.
4. 5.
pemanfaatan yang hanya menggunakan fly ash d. Pemanfaatan limbah B3 oli bekas sebagai bahan baku industri daur ulang pelumas (lubricant), termasuk sebagai bahan baku pembuatan base oil e. Pemanfaatan limbah B3 pelarut bekas (used solvents) untuk industri daur ulang pelarut (solvents) f. Pemanfaatan limbah B3 aki bekas melalui proses peleburan timbal (Pb) g. Pemanfaatan limbah B3 batere dan/atau aki kering bekas dengan pembentukan ingot h. Pemanfaatan limbah B3 katalis bekas dalam bentuk daur ulang (recycle) dan/atau perolehan kembali (recovery) Pengolahan limbah B3 Semua Besaran a. Pengolahan limbah B3 secara termal menggunakan insinerator, kecuali mengolah limbah B3 yang dihasilkan sendiri dan berasal dari 1 (satu) lokasi kegiatan b. Pengolahan limbah B3 secara biologis (composting, biopile, landfarming, bioventing, biosparging, bioslurping, alternate electron acceptors, dan/atau fitoremediasi), sebagai kegiatan utama (jasa pengolahan limbah B3) c. Injeksi dan/atau Reinjeksi limbah B3 ke dalam formasi Penimbunan limbah B3 dengan landfill kelas Semua Besaran 1, kelas 2, dan/atau kelas 3 Semua Besaran Setiap kegiatan pengumpulan limbah B3 sebagai kegiatan utama skala kecil seperti pengumpul minyak kotor dan slope oil, timah dan fluxsolder, minyak pelumas bekas, aki bekas, solventbekas, atau limbah lainnya yang terkontaminasi limbah B3.
C. MEKANISME PERIZINAN 1. JENIS PELAYANAN Jenis pelayanan yang diberikan terkait dengan IPR, meliputi perizinan langsung dan perizinan tidak langsung. a. Perizinan Langsung adalah proses administrasi perizinan dimana berdasarkan proses penapisan, untuk menerbitkan IPR atas berkas permohonan
- 67 perizinan hanya memerlukan rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis dari satu Instansi Teknis Terkait, sehingga dalam proses pengajuan IPR tidak diperlukan rekomendasi/masukan dari dinas teknis lainnya melalui rapat koordinasi Tim Asistensi maupun survei untuk peninjauan lokasi. b. Perizinan Tidak Langsung adalah suatu proses administrasi perizinan dimana berdasarkan proses penapisan, berkas permohonan IPR yang diajukan perlu mendapat rekomendasi teknis dari Tim Asistensi sebagai dasar pertimbangan untuk proses Penerbitan IPR. 2. SUBSTANSI DALAM PERIZINAN Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Pengendalian Ketat, maka Tim Asistensi melakukan penilaian dan evaluasi terhadap aspek teknis dan yuridis yang antara lain meliputi: a. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota, b. Kesesuaian dengan Rencana Rinci Tata Ruang, dan c. Kesesuaian dengan Peraturan Perundangan bidang teknis lainnya. 3. PROSES DAN PROSEDUR PERIZINAN a. Proses dalam perizinan pemanfaatan ruang di Kawasan Pengendalian Ketat meliputi: 1) Proses pengajuan izin, yaitu Pemohon mengajukan permohonan/pemberian waktu penyelesaian pekerjaan/ perubahan IPR di Kawasan Pengendalian Ketat kepada Gubernur Jawa Timur melalui Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur selaku Administrator Pelayanan Perizinan Terpadu. 2) Proses penapisan (screening), yaitu proses identifikasi yang dilakukan untuk memastikan rencana pemanfaatan ruang yang dimohonkan merupakan bagian dari kawasan pengendalian ketat dan identifikasi terhadap proses analisis. 3) Proses pemeriksaan kelengkapan berkas administrasi yaitu pemeriksaan berkas administrasi pemohon sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas/Badan/Lembaga terkait. 4) Proses analisis: a) Perizinan Langsung, analisis dilakukan oleh Dinas/Badan/Lembaga terkait melalui prosedur yang
- 68 berlaku, serta kegiatan lain yang diperlukan untuk dapat memberikan pertimbangan teknis terhadap berkas permohonan pemanfaatan ruang di Kawasan Pengendalian Ketat. b) Perizinan Tidak Langsung, dilakukan oleh Tim melalui kegiatan rapat koordinasi maupun kegiatan lainnya yang diperlukan sampai dengan diterbitkannya Rekomendasi Tim Asistensi berdasarkan berita acara rapat koordinasi sebagai dasar pertimbangan penerbitan IPR. 5) Proses penerbitan izin: a) Perizinan Langsung, Izin diterbitkan sesuai rekomendasi Ketua
Tim
Asistensi
berdasarkan
pertimbangan/
rekomendasi dari Dinas/Badan/Lembaga teknis terkait sebagai
dasar
pertimbangan
penerbitan
izin
yang
disampaikan kepada Kantor UPT Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan proses penerbitan IPR. b) Perizinan
Tidak
berdasarkan
Langsung,
surat
Izin
rekomendasi
yang teknis
diterbitkan ketua
Tim
Asistensi Pemanfaatan Ruang yang ditujukan kepada Kepala UPT P2T Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan proses penerbitan IPR. b. Prosedur dalam perizinan pemanfaatan ruang di Kawasan Pengendalian Ketat meliputi: 1) Pemohon mencari informasi tentang syarat-syarat perizinan terkait dengan proses penerbitan IPR. 2) Informasi syarat-syarat perizinan dapat diperjelas dengan cara: a) Pemohon datang sendiri ke Kantor UPT P2T Provinsi Jawa Timur, b) Pemohon
mendapat
informasi
melalui
website:
www.p2t.jatimprov.go.id, 3) Pemohon melengkapi
mengambil persyaratan
contoh
surat
(administrasi
permohonan dan
teknis)
dan yang
menjadi ketentuan sesuai dengan informasi yang diperoleh. 4) Pemohon
menyampaikan
permohonan
izin
beserta
kelengkapan berkas administrasi yang menjadi ketentuan ke Kantor UPT P2T Provinsi Jawa Timur untuk diproses lebih lanjut.
- 69 5) Tim Teknis melakukan penapisan dan/atau verifikasi berkas administrasi pengajuan permohonan perizinan. 6) Apabila berkas kelengkapan persyaratan (administrasi dan teknis)
tidak
memenuhi
kepada
pemohon
dan
ketentuan
sebaliknya
maka
dikembalikan
bilamana
persyaratan
dinyatakan lengkap dan benar, maka untuk: a) Perizinan Langsung segera diproses dengan meminta rekomendasi dari Ketua Tim Asistensi Pemanfaatan Ruang sesuai ketentuan dalam penerbitan IPR. b) Perizinan
Tidak
Langsung
segera
diproses
untuk
dilakukan rapat koordinasi dalam rangka memperoleh pertimbangan dan/atau masukan dari Tim Asistensi. 7) Apabila proses penerbitan IPR memerlukan Rapat Koordinasi, maka Kantor P2T Provinsi Jawa Timur akan melaksanakan rapat koordinasi membahas permohonan IPR dalam rangka memberikan pertimbangan dan/atau masukan terkait IPR kepada Ketua Tim Asistensi. 8) Dalam
rapat
koordinasi
dilakukan
analisis
terhadap
kesesuaian pemanfaatan lahan dengan RTRW Provinsi Jawa Timur maupun RTRW Kabupaten/Kota, rencana rinci tata ruang, peraturan perundangan bidang teknis terkait lainnya oleh seluruh peserta rapat terkait dengan permohonan IPR. Apabila diperlukan, dapat dilakukan tinjauan lapangan untuk melihat kondisi dan situasi sekitar lokasi yang dimohon. 9) Selain
itu
juga
dapat
dilakukan
konfirmasi
kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota terkait peruntukan lahan di lokasi yang diajukan pemohon dan status perizinan yang telah atau yang akan dilaksanakan (izin lokasi, dll) agar sesuai dengan peraturan yang berlaku di Kabupaten/Kota terkait. 10) Proses penerbitan dan/atau penolakan IPR dilaksanakan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya berkas permohonan secara lengkap dan benar. 11) Gubernur Jawa Timur melalui Kepala BPM Provinsi Jawa Timur selaku Administrator P2T Provinsi Jawa Timur dengan pertimbangan
yang
diajukan
oleh
Tim
Asistensi,
mengeluarkan keputusan atas permohonan IPR di Kawasan Pengendalian
Ketat
kepada
Pemohon
dengan
tembusan
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau dinas/instansi terkait.
- 70 12) Pengajuan
permohonan
pekerjaan/perubahan
pemberian IPR
pekerjaan/perubahan
waktu
untuk
dilakukan
penyelesaian menyelesaikan
sesuai
prosedur
dan
mekanisme pengajuan permohonan IPR baru. Untuk pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan sesuai IPR, akan dilakukan evaluasi terlebih dahulu oleh Tim Asistensi bersama Tim Pengendalian untuk memastikan pemanfaatan ruang yang telah dilakukan oleh pemohon dan memberikan
penilaian
terhadap
persetujuan
pemberian
tambahan waktu penyelesaian kegiatan IPR. Untuk perubahan IPR, apabila diperlukan akan dilakukan peninjauan
lapangan
oleh
Tim
Asistensi
bersama
Tim
Pengendalian untuk mengecek pelaksanaan pemanfaatan ruang berdasarkan IPR yang telah diterbitkan. 4. WAKTU PENGAJUAN IPR di Kawasan Pengendalian Ketat diajukan sebelum pengajuan izin prinsip
dan/atau
izin
lokasi
ke
Pemerintah
Kabupaten/Kota
dan/atau sebelum mengurus perizinan teknis lainnya (kecuali ada peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan lainnya). Gambar Prosedur Perizinan Izin Pemanfaatan Ruang
Perizinan Tidak Langsung
Perizinan Langsung
- 71 -
D. PELAKSANAAN PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI 1. Pembinaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan pembinaan dilakukan dengan cara: a. Koordinasi penyelenggaraan pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat melalui upaya meningkatkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam proses perizinan pada kawasan pengendalian ketat; b. sosialisasi
peraturan
perundang-undangan
dan
pedoman
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang terkait dengan
kawasan
pengendalian
ketat
merupakan
upaya
penyampaian secara interaktif substansi peraturan perundangundangan
dan
pedoman
yang
terkait
dengan
kawasan
pengendalian ketat; c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan pengendalian merupakan
ruang upaya
pada untuk
kawasan
pengendalian
mendampingi,
mengawasi,
ketat dan
memberikan penjelasan kepada pemangku kepentingan terkait perizinan pada kawasan pengendalian ketat; d. pelatihan,
yaitu
merupakan
upaya
untuk
mengembangkan
kemampuan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan penataan ruang termasuk perizinan pada kawasan pengendalian ketat; e. penelitian
dan
pengembangan
pengembangan, ilmu
yaitu
pengetahuan
merupakan
upaya
teknologi
untuk
dan
menghasilkan inovasi atau penemuan baru dalam meningkatkan peran dan fungsi kawasan pengendalian ketat bagi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang; f.
pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang pada kawasan pengendalian ketat, yaitu untuk
mengembangkan
penataan
ruang
pada
sistem
informasi
kawasan
merupakan upaya dan
pengendalian
komunikasi ketat
yang
mutakhir, efisien, dan terpadu melalui penyediaan basis data dan informasi dengan mengembangkan jaringan sistem elektronik; dan g. penyebarluasan informasi terkait kawasan pengendalian ketat kepada
masyarakat,
mempublikasikan
yaitu
berbagai
merupakan aspek
dalam
upaya
untuk
pengendalian
pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat melalui
- 72 media informasi dan media cetak yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Berkaitan dengan pelaksanaan pemantauan, dilakukan dengan cara: a. pemantauan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin dalam rangka memantau pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian
ketat,
baik
pemanfaatan
ruang
yang
sudah
mendapat IPR maupun yang belum mendapat IPR; b. pemeriksaan data merupakan kegiatan memeriksa data dan informasi terkait kelengkapan perizinan untuk pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat; c. pelaporan,
yaitu
merupakan
kegiatan
menyampaikan
hasil
pemantauan kepada pemangku kepentingan terkait dengan proses
perizinan
dan
pemanfaatan
ruang
pada
kawasan
pengendalian ketat; dan d. pelaporan kegiatan pemantauan dilaporkan Tim Pengendalian kepada
Sekretaris
Tim
Asistensi
dengan
tembusan
UPT
Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T). Sedangkan terkait dengan pelaksanaan evaluasi, dilakukan dengan cara: a. pemeriksaan data merupakan kegiatan memeriksa data dan informasi pelaksanaan kegiatan sesuai IPR. b. penilaian terhadap kesesuaian penyelenggaraan kegiatan sesuai alokasi
waktu
penyelesaian
kegiatan
dan
kelengkapan
persyaratan perizinan yang disyaratkan dalam IPR; c. pelaporan, evaluasi
yaitu
merupakan
kepada
pemangku
kegiatan
menyampaikan
kepentingan
terkait
hasil
dengan
pelaksanaan kegiatan sesuai IPR yang telah diterbitkan; dan d. pelaporan kegiatan evaluasi dilaporkan Tim Pengendalian kepada Sekretaris Tim Asistensi dengan tembusan UPT Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T).
2. Pelaksana Pembinaan, Pemantauan, dan Evaluasi Organisasi
pelaksana
yang
diatur
disesuaikan
dengan
pelaksanaan proses perizinan pemanfaatan ruang pada Kawasan Pengendalian Ketat, yang terdiri dari:
- 73 a. TIM ASISTENSI 1) Susunan Keanggotaan: Ketua
: Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur
Sekretaris
: Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur
Anggota Tetap
: 1. Kepala
Badan
Penanaman
Modal
Provinsi Jawa Timur. 2. Kepala
Biro
Hukum
Setda.
Provinsi
Jawa Timur. 3. Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda. Provinsi Jawa Timur 4. Kepala
Badan
Lingkungan
Hidup
Provinsi Jawa Timur. 5. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur Anggota Tidak Tetap
: 1. Kepala
Dinas/Badan
terkait
di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2. Bupati/Walikota pada Kabupaten/Kota terkait di Provinsi Jawa Timur. 3. Unsur lainnya yang terkait 2) Tugas: Memberikan rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis kepada Gubernur atas permohonan pemanfaatan ruang di Kawasan Pengendalian Ketat berdasarkan kriteria untuk menunjang daya dukung lingkungan, mencegah dampak negatif, serta menjamin pembangunan yang berkelanjutan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan ketentuan teknis. 3) Sekretariat: Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur Jl. Pahlawan No. 102-108 Surabaya.
- 74 b. TIM PEMBINAAN 1) Koordinator : Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
Provinsi Jawa Timur 2) Anggota
: 1. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur. 2. UPT Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur 3. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur
3) Tugas: Melaksanakan pembinaan aparat Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung upaya meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat khususnya terkait dengan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang c. TIM PENGENDALIAN 1) Koordinator : Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur. 2) Anggota
: 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur 3. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur 4. UPT Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur
3) Tugas: Melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi dalam rangka menjamin penyelenggaraan penataan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan perundangundangan.
- 75 -
E. FORMULIR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERIZINAN 1. FORMULIR PERMOHONAN IZIN Surabaya,………...............20.. Nomor Lampiran Perihal
Kepada YTH :
: : : Permohonan Izin Pemanfaatan Ruang
Gubernur Jawa Timur c.q Kepala Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur selaku Administrator Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) Jl. Pahlawan 116 di SURABAYA
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: ...................................................................... ………………………………………………….
mengajukan
permohonan
izin
pemanfaatan
ruang
untuk
kegiatan:
……………...........................………….…………………………………………………......... dengan keterangan sebagai berikut: A. DATA PEMOHON: 1. Nama Pemohon/Badan hukum : ….………………..………….…………............... .................................................................. 2. Jabatan
: ………………………………….........................
3. Alamat
: ………………..….……………......................... ………….………….………………….................
4. Nomor Telepon/HP
: ……………….....……………...….................... ..................................................................
5. Akte Pendirian
: …………………..………………………………….
6. NPWP
: ………………………...………………….............
B. KONDISI LAHAN : 1. Luas/Panjang
: ……………………....……… m²/meter
2. Letak
:
a. Jalan
: ..................................................................................
b. Desa/Kelurahan : ..............................………………………………………….. c. Kecamatan
: ………………………......................................................
d. Kabupaten/Kota : .................................................................................. 3. Status
: ……………………………................................................ ..................................................................................
4. Penggunaan sekarang :
…………………......…………………….............................
- 76 Untuk melengkapi permohonan, bersama ini kami lampirkan persyaratan sebagai berikut : a. Data pemohon, terdiri atas: -
foto copy KTP/Kartu Identitas lainnya; dan
-
foto copy NPWP.
b. Foto copy akte pendirian perusahaan dan/atau akte perubahan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang**; c. Surat kuasa 1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud bilamana permohonan diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha. 2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut; d. Uraian rencan/proposal pemanfaatan lahandan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan (hardcopy dan softcopy); e. Peta yang disertai koordinat geografis dan foto lokasi (hardcopy dan softcopy; f. Bahan presentasi IPR (hardcopy dan softcopy) untuk jenis perizinan tidak langsung; g. Rekomendasi teknis dan/atau pertimbangan teknis dari ……….*; h. Surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara Jalan dan rekomendasi teknis dari Dinas PU Bina Marga Provinsi***; i. Rekomendasi Teknis Dinas PU Bina Marga Provinsi****; Bersama ini kami menyatakan bahwa informasi diatas adalah benar, akurat, dan lengkap. Bila dikemudian hari diketahui ketidakbenarannya maka kami bersedia menanggung segala konsekuensinya. Demikian, atas terkabulnya permohonan ini kami sampaikan terima kasih. Hormat Kami Pemohon, Materai Rp6.000,.....…..................... *) Dari instansi teknis, bagi perizinan langsung; **) Apabila izin yang diajukan oleh perusahaan; ***) Apabila IPR yang dimohon merupakan pemanfaatan ruang pada bagian jalan nasional; ****) Apabila IPR yang dimohon merupakan pemanfaatan ruang pada bagian jalan provinsi
- 77 2. FORMULIR KEGIATAN
PEMBERIAN
TAMBAHAN
WAKTU
PENYELESAIAN
Surabaya,………...............20.. Nomor Lampiran Perihal
: : : Permohonan Pemberian Tambahan Waktu Penyelesaian Kegiatan Izin Pemanfaatan Ruang
Kepada YTH : Gubernur Jawa Timur c.q Kepala Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur selaku Administrator Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) Jl. Pahlawan 116 di SURABAYA
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: ...................................................................... ………………………………………………….
mengajukan permohonan pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan izin pemanfaatan ruang berdasarkan Izin Pemanfaatan Ruang nomor: ………… tanggal: …......... untuk kegiatan: ........... dengan keterangan sebagai berikut: A. DATA PEMOHON: 1. Nama Pemohon/Badan hukum : ….………………..………….…………............... .................................................................. 2. Jabatan
: ………………………………….........................
3. Alamat
: ………………..….……………......................... ………….………….………………….................
4. Nomor Telepon/HP
: ……………….....……………...….................... ..................................................................
5. Akte Pendirian
:…………………..………………………………….
6. NPWP
:………………………...………………….............
B. KONDISI LAHAN : 1. Luas/Panjang
: ……………………....……… m²/meter
2. Letak
:
a. Jalan
: ..................................................................................
b. Desa/Kelurahan : ..............................………………………………………….. c. Kecamatan
: ………………………......................................................
d. Kota
: ..................................................................................
3. Status
: ……………………………................................................ ..................................................................................
4. Penggunaan sekarang :
…………………......…………………….........................
- 78 Untuk melengkapi permohonan, bersama ini kami lampirkan persyaratan sebagai berikut : a. surat izin pemanfaatan ruang yang sudah diterbitkan; b. surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang menjelaskan bahwa pemegang
IPR
sedang
melaksanakan
proses
perizinan
sebagaimana
berdasarkan
persyaratan
disyaratkan dalam dokumen IPR *); c. persyaratan
perizinan
yang
sudah
dipenuhi
dokumen IPR; d. berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah diterbitkan sebelumnya; e. Surat kuasa, dengan ketentuan : 1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud apabila permohonan diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha. 2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut; dan/atau f. dokumen pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak sesuai dengan data permohonan IPR yang telah diterbitkan; g. dokumen
persyaratan
permohonan
IPR
sebelumnya
yang
mengalami
perubahan data *). Bersama ini kami menyatakan bahwa informasi diatas adalah benar, akurat, dan lengkap. Bila dikemudian hari diketahui ketidakbenarannya maka kami bersedia menanggung segala konsekuensinya. Demikian, atas terkabulnya permohonan ini kami sampaikan terima kasih. Hormat Kami Pemohon, Materai Rp6.000,.....….....................
*) Apabila diperlukan
- 79 -
3. FORMULIR PERUBAHAN IZIN Surabaya,………...............20.. Nomor Lampiran Perihal
Kepada YTH :
: : : Perubahan Izin Pemanfaatan Ruang
Gubernur Jawa Timur c.q Kepala Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur selaku Administrator Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) Jl. Pahlawan 116 di SURABAYA
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: ...................................................................... ………………………………………………….
mengajukan
permohonan
perubahan
izin
pemanfaatan
ruang
sesuai
Izin
Pemanfaatan Ruang nomor: ………… tanggal: …......... untuk kegiatan: ........... dengan keterangan sebagai berikut: A. DATA PEMOHON: 1. Nama Pemohon/Badan hukum : ….………………..………….…………............... .................................................................. 2. Jabatan
: ………………………………….........................
3. Alamat
: ………………..….……………......................... ………….………….………………….................
4. Nomor Telepon/HP
: ……………….....……………...….................... ..................................................................
5. Akte Pendirian
: …………………..………………………………….
6. NPWP
: ………………………...………………….............
B. KONDISI LAHAN IPR LAMA : 1. Luas/Panjang
: ……………………....……… m²/meter
2. Letak
:
a. Jalan
: ..................................................................................
b. Desa/Kelurahan : ..............................………………………………………….. c. Kecamatan
: ………………………......................................................
d. Kota
: ..................................................................................
3. Status
: ……………………………................................................
- 80 .................................................................................. 4. Penggunaan sekarang :
…………………......…………………….........................
C. KONDISI LAHAN PERMOHONAN PERUBAHAN: 1. Luas/Panjang
: ……………………....……… m²/meter
2. Letak
:
a. Jalan
: ..................................................................................
b. Desa/Kelurahan : ..............................………………………………………….. c. Kecamatan
: ………………………......................................................
d. Kota
: ..................................................................................
3. Status
: ……………………………................................................ ..................................................................................
4. Penggunaan sekarang :
…………………......…………………….........................
Untuk melengkapi permohonan, bersama ini kami lampirkan persyaratan sebagai berikut : a. surat izin pemanfaatan ruang yang sudah diterbitkan; b. persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai dokumen IPR; c. berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah diterbitkan sebelumnya; d. proposal terkait perubahan kegiatan pemanfaatan ruang; e. surat kuasa, dengan ketentuan: 1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur) kepada
yang
ditunjuk
dalam
Badan
Usaha
dimaksud
apabila
permohonan diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha. 2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut; f. dokumen pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak sesuai dengan data permohonan IPR yang telah diterbitkan; g. dokumen
persyaratan
permohonan
IPR
sebelumnya
yang
mengalami
perubahan data. Bersama ini kami menyatakan bahwa informasi diatas adalah benar, akurat, dan lengkap. Bila dikemudian hari diketahui ketidakbenarannya maka kami bersedia menanggung segala konsekuensinya. Demikian, atas terkabulnya permohonan ini kami sampaikan terima kasih. Hormat Kami Pemohon, Materai Rp6.000,.....….....................
- 81 4. FORMULIR PENGECEKAN KELENGKAPAN PERSYARATAN TEKNIS DAN ADMINISTRASI A. Permohonan IPR File/SuratNo : Form Pengecekan Kelengkapan Persyaratan Teknis dan Administasi Check List Petugas (√,X, ─ )
No
Persyaratan Teknis dan administrasi
1. 2.
Surat Permohonan Izin Pemanfaatan Ruang Data Pemohon : a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk b. Fotokopi NPWP Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang Surat kuasa a) Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud bilamana permohonan diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha. b) Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut uraian rencana/proposal pemanfaatan lahan dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan (hardcopy dan softcopy) Peta yang disertai koordinat dan foto lokasi Bahan presentasi IPR (hardcopy dan softcopy) untuk jenis perizinan tidak langsung Rekomendasi teknis dan/atau pertimbangan teknis dari instansi teknis untuk perizinan langsung Surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara Jalan dan rekomendasi teknis dari Dinas PU Bina Marga Provinsi (perizinan penggunaan bagian jalan pada Jalan Nasional) Rekomendasi teknis dari Dinas PU Bina Marga Provinsi (perizinan penggunaan bagian jalan pada Jalan Provinsi)
3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
10.
Keterangan : √ : disertakan X : tidak disertakan ─ : tidak diperlukan Diterima tanggal : Tindakan yang diambil : ( ) Diproses ( ) Dikembalikan
Tanggal :
Dinyatakan Lengkap tanggal : Tindakan yang diambil : ( ) Diproses ( ) Dikembalikan Penerima
Pemroses
Tanggal : Verifikator
- 82 B. Permohonan Pemberian Tambahan Waktu Penyelesaian Kegiatan IPR No 1. 2. 3.
4. 5. 6.
7.
Persyaratan Teknis dan administrasi
Check List Petugas (√,X, ─ )
Surat Permohonan pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan Izin Pemanfaatan Ruang Surat izin pemanfaatan ruang yang sudah diterbitkan. Surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang menjelaskan bahwa pemegang IPR sedang melaksanakan proses perizinan sebagaimana disyaratkan dalam dokumen IPR Persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi berdasarkan dokumen IPR Berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah diterbitkan sebelumnya Surat kuasa c) Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud bilamana permohonan diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha. d) Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut Dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya yang mengalami perubahan data
C. Permohonan Perubahan IPR No 1. 2. 3.
4. 5. 6.
7. 8.
Persyaratan Teknis dan administrasi Surat Permohonan Perubahan Izin Pemanfaatan Ruang Surat izin pemanfaatan ruang yang sudah diterbitkan. Surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang menjelaskan bahwa pemegang IPR sedang melaksanakan proses perizinan sebagaimana disyaratkan dalam dokumen IPR Persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai dokumen IPR Berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah diterbitkan sebelumnya Untuk pemohon berbentuk badan usaha, surat kuasa dari pemimpin badan usaha bila permohonan diajukan bukan oleh pemimpin badan usaha dan dokumen pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak sesuai dengan data permohonan IPR yang akan telah diterbitkan Surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan pemohon Dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya yang mengalami perubahan data
Check List Petugas (√,X, ─ )
- 83 5. FORMULIR BERITA ACARA RAPAT KOORDINASI TIM ASISTENSI PEMANFAATAN RUANG
BERITA ACARA RAPAT KOORDINASI …………………… Hari/Tanggal : ….., tanggal - bulan - tahun Tempat : ………………………………………………………………
I. II.
PIMPINAN RAPAT : …………………. PESERTA RAPAT : Nama : 1. ………………. 2. ………………. 3. ……………….
III.
: ………………………………………………………
Instansi : - ……………………. - ………………….... - …………………….
SUBSTANSI : Pembahasan Izin Pemanfaatan Ruang ……………………………………………………..
IV.
(IPR)
untuk
kegiatan
NOTULEN RAPAT : 1.
Pimpinan Rapat ……………………………………………….
2.
………….. ……………………………………………...
3.
……….. ………………………………………………
KESIMPULAN: Berdasarkan surat permohonan dari ……. Nomor….. tanggal ….……. ...., tentang Permohonan/Pemberian Tambahan Waktu Penyelesaian Kegiatan/Perubahan Izin Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan ……………….., pada rapat koordinasi saat ini dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara prinsip Pengajuan Permohonan IPR oleh ………………………..dapat/tidak dapat diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 2. Permohonan diwajibkan segera melengkapi perizinan sesuai dengan peraturan perundangan yaitu izin: a. ……… b. …….. c. …….. 3. …………………………...
PIMPINAN RAPAT …………………………..
- 84 Demikian BERITA ACARA RAPAT KOORDINASI ini dibuat dengan penuh rasa tanggung jawab untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya Mengetahui : No. 1. 2. dst.
Nama
Tanda Tangan 1. ………………………… 2. ………………………… 3. …………………………
- 85 6. FORMULIR BERITA ACARA RAPAT PENINJAUAN LAPANGAN
BERITA ACARA PENINJAUAN LAPANGAN ………………………………………………………….. Hari/Tanggal :……….., ……………..…… Tempat : ………………………….
Pada hari ….., tanggal … Bulan …. Tahun …., telah dilakukan peninjauan lokasi (survey) terkait rencana …………. yang berlokasi di …………. oleh : …………………. dengan hasil kesepakatan bersama sebagai berikut : 1. Secara prinsip IPR yang diajukan oleh ………….. dapat/belum dapat diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 2. ……………………. 3. Pemegang Izin diwajibkan juga mengikuti segala ketentuan prasyarat yang ditetapkan dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan pada hari/tanggal ……………, …….…………………. di ……………….. dan melaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Demikian berita acara peninjauan lokasi ini kami buat dengan penuh rasa tanggung jawab untuk dipergunakan sebagaimana mestinya
Mengetahui : No. 1. 2. dst
Nama
TandaTangan 1. ………………………… 2. ………………………… 3. …………………………