GMPLS DALAM SKEMA KONVERGENSI JARINGAN
Makhdor Rosadi, ST
[email protected]
Konvergensi Internet dan telekomunikasi, dengan aplikasi di dalamnya yang kian rakus bandwidth dengan penqaturan QoS-nya akhirnya membutuhkan jaringan dan elemen di dalamnya yang memberi dukungan sepenuh pada penjagaan dan peningkatan kinerja jaringan. Jika dulu bandwidth selalu menjadi obyek yang diprediksi, maka saat ini sebagian aplikasi sudah membutuhkan skema “bandwidth on demand”. Di sisi lain efisiensi jaringan melalui pemanfaatan jaringan publik (baca : jaringan internet) menjadi constraint utama dalam penggelaran layanan, terutama untuk keperluan komersial. Maka dibutuhkan teknologi trasnport yang tidak hanya memudahkan routing dan discovery lintasan terbaik, namun juga dapat mengakomodasi teknologi non paket eksisting. Paper kali ini akan menggambarkan perkembangan GMPLS saat ini, terutama dalam skema konvergensi jaringan dengan teknologi transport lainnya. Diuraikan juga sekilas tentang hubungan MPLS sebagai basis pengembanngannya. Pada akhir paper diberikan beberapa contoh service yang ditawarkan dan contoh test bed yang secara progresif digelar di Jepang.
1. MPLS sebagai Cikal Bakal GMPLS Pada trend pembuatan aplikasi-aplikasi terkini pada jaringan besar, bahkan berskala metro, bottleneck kelancaran dan kecepatan paket melalui jaringan salah satunya adalah backbone jaringan itu sendiri. Solusi terdahulu, dan paling mudah, adalah dengan menggelar jaringan private misalnya leased line, frame relay atau ATM via SDH. Namun pendekatan ini dirasakan terlalu mahal dan kompleks, sehingga muncullah keinginan untuk melewatkan paket tersebut melalui jaringan publik, yaitu jaringan IP. Dan ternyata pendekatan ini sangat populer, walaupun pada mulanya sangat sulit karena berbagai kelemahan mendasar pada IP itu sendiri. Tidak butuh waktu lama, akhirnya IETF menstandarkan solusi MPLS, untuk meningkatkan kinerja forwarding dan kecerdasan trafik engineering pada jaringan packet-based, misalnya IP dan ATM. Jadi MPLS merupakan suatu metode switching sekaligus forwarding pada suatu jaringan dengan memanfaatkan idnetifiakasi berupa label yang ditempelkan pada paket IP. Teknologi yang biasa dikategorikan pada layer 2.5 ini menyederhanakan proses routing yang menjadi beban router (karena harus menganalisa setiap header IP pada paket yang masuk) serta mengoptimalkan pemilihan path melalui kemampuan manajemen class of service dan traffic engineering. Sebenarnya mekanisme seperti ini mirip dengan apa yang terjadi pada ATM switch, dengan kemampuan VP dan VC switchingnya. Dan banyak orang 0|Page
mengatakan bahwa sebenarnya teknologi ATM inilah yang menjadi sumber inspirasi pengembangan MPLS. Maklum saja, saat itu memang ATM lah yang terbukti memberikan kemampuan Manajemen Quality of Service terbaik.
Dalam jaringan MPLS terdapat beberapa elemen yang saling bekerjasama satu dengan lainnya LSP (path yang dibentuk sebagai jalur yang akan dilalui paket MPLS), Label Switching Router (LSR), Label Edge Router (LER), MPLS Egress Node, MPLS Ingress Node, MPLS Label dan MPLS Node.
Gambar. Contoh pembentukan LSP-MPLS untuk merutekan paket dari Pengirim ke Tujuan Di sini ada CBR (Constraint Based Routing) yang mempertimbangkan network constraint dan user constraint. Pertimbangan kedua constraint inilah yang disebut CSPF (Constraint Shortest Path First) yang kemudian akan menghasilkan explicit route yang berujung pada Resource Reservation (RSVP-TE dan atau CR-LDP). Resource Reservation bertugas memesan resource jaringan pada path spesifik yang telah dipesan sebagai jalan yang akan dilalui paket yang akan dikirim. Sebagai catatan, untuk kasus dimana CR-LDP sudah cukup untuk menjaga kinerja jaringan, maka tidak perlu menggunakan RSVP-TE. Tentunya ini akan semakin berat seiring dengan kebutuhan bandwidth yang kini menjurus ke Bandwidth on Demand, tidak lagi Bandwidth on Forecast.
2. Dari MPLS menuju GMPLS Teknologi GMPLS (Generalized MPLS) hadir dari usaha pengembangan kemampuan switching dari MPLS untuk dapat mengakomodasi switching untuk non packet, misalnya TDM (Time Division Multiplex), FSC (Fiber Switch Capable), bahkan Lamda Swicth Capable 1|Page
(LSC). Dengan demikian fungsi GMPLS kini bisa “diinstal” di berbagai perangkat berplatform optik seperti SONET ADM, OXC (Optical Cross Connect) dan perangkat yang ada dalam sistem DWDM. Ini jelas tidak seperti MPLS, yang hanya didukung (terutama) oleh router dan switch saja.
Gambar. Hirarki forwarding nested LSPs dari interface switching yang beraneka ragam Setiap perbatasan pada gambar di atas diimplementasikan dalam suatu perangkat switch, misalnya antara antara TDM dengan Lamda terdapat SDH Cross Connect, antara lamda dengan fiber terdapat Optical Cross Connect, antara fiber dengan fiber bundle terdapat Fiber Cross Connect. Sedangkan pada packet / cell terdapat dua switching yaitu switching layer-2 (misalnya MPLS router atau ATM Switch) dan Packet Switching (misalnya IP Router). Jadi GMPLS yang merupakan konsep konvergensi vertikal dalam teknologi transport, yang tetap berbasis pada penggunaan label namun kini mekanisme yang serupa dikembanngkan untuk jaringan DWDM, misalnya dengan menggunakan panjang gelombang (λ) sebagai label. Maka dikenallah standar MPλS. Bagaimana sebuah lamda dapat dinamai sebagai label? Mudah saja, kita bisa membuat label ”100” untuk lamda 1310 nm, label ”200” untuk lamda 1330 nm, dan seterusnya. Jika ”G” di dalam istilah GMPLS ini adalah Generalized, lalu apa saja yang bisa digeneralisasikan? ”G” di sini membawa konsekuensi untuk menggeneralisasi segala elemen yang ada pada MPLS dan yang terkait MPLS, dari mulai labelnya, constraint, dan skema pemisahan antara control plane dan data plane. Hal ini dilakukan agar teknologi non paket dapat juga diambil alih pengaturan ”routing” dan ”forwarding”-nya. Misalnya di protokol RSVP-TE, labelnya digeneralisasi untuk dapat mendukung pembentukan LSP pada setiap level hierarki.
3. GMPLS Framework Muncul pertanyaan apakah GMPLS yang notabene adalah pengembangan dari MPLS, juga masih bisa disebut teknologi 2.5 ? 2|Page
Perlu diketahui bahwa GMPLS sebenarnya bukan superset dari MPLS. Jika diibarartkan seorang anak, GMPLS adalah ”anak” yang lebih cerdas dari ibunya (karena kemampuan Traffic Engineeringnya yang semakin baik), lebih gaul (karena bisa diterapkan pada teknologi non packet) dan juga kini si anak bukan hanya jago di teknis namun juga jago di manajemen (karena ditambahkan lagi layer manajemen). Tidak seperti MPLS, GMPLS memiliki Link Management Protocol (LMP) untuk mengatur dan memelihara kesehatan control plane dan data plane antar node. Jadi yang diambil oleh GMPLS dari MPLS adalah mekanisme Traffic Engineering-nya.
Dengan demikian bicara GMPLS secara keseluruhan adalah suatu sebutan untuk suatu framework yaitu keluarga protokol dengan anggota keluarga yang dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu protokol untuk routing, protokol untuk signaling dan Link Management.
Routing
Untuk auto discovery topologi jaringan Mengumumkan resource availability (BW, tipe proteksi) Mengumumkan tipe proteksi link (1+1,1:1, unprotected, extra traffic) Implementasi derived link untuk memperbaiki skalabilitas, menerima dan mengumumkan link tanpa alamat IP, menerima dan mengirimkan interface ID Merutekan discovery untuk back-up yang bermacam-macam dari primary path
Signaling
Bertugas untuk membangun LSP Mempertukarkan label pada jaringan non paket Membangun bi-directional LSP, Membangun backup path, ekspedisi penugasan label melalui label Dukungan pada proses switching waveband.
F-TE OSP T E IS-IS
P-TE RSV DP R C -L
LMP
Link Management
Dalam control channel management, bertugas untuk membangun menjaga kesehatan suatu link (Hello Protocol). Dalam Link Connectivity Verification, untuk meyakinkan connectivity secara fisik antar node (menggunakan “PING message”). Dalam link property correlation, digunakan untuk identifikasi properti link node yang bersebelahan (mekanisme proteksi). Dalam Fault Isolation, bertugas mengisolasi fault di domain optik.
Gambar. Framework GMPLS Dari framework tersebut, tampak bahwa GMPLS ini terlihat ”canggih” dan ”serba komplit”. Tapi muncul tantangan apakah dengan demikian secara keseluruhan mampu memberikan pendekatan yang sederhana dan efektif ? Jika dulu MPLS populer karena mampu memberikan kesederhanaan pada jaringan, kini dengan adanya GMPLS yang serba general ini, muncul keraguan apakah hal itu masih bisa sederhana. Karenanya saat ini muncul varian lagi dari MPLS ini yaitu T-MPLS, yang merupakan bentuk langsing dari MPLS. T-MPLS ini akan membuat GMPLS semakin langsing dan konsep sederhana dari versi native MPLS masih dapat dipertahankan. 3|Page
4. Faktor Pendorong Pengembangan GMPLS Konvergensi dari dunia telecom dan datacom kedalam era infocom mensyaratkan infrastruktur jaringan harus multi service yaitu mampu mendukung beberapa tipe trafik dengan requirement yang berbeda dalam hal QoS. Karena trafik IP akan mendominasi, dan sifatnya yang self similar dan asimetrik terhadap data flow, maka infrastruktur jaringan juga harus mendukung requirement berupa fleksibilitas dan kemampuan untuk bereaksi terhadap perubahan demand terhadap waktu. Inilah ciri teknologi NGN (Next Generation Network), dan MPLS adalah salah satu pemeran utamanya terutama dalam teknologi transport-nya. Sebenarnya faktor pendorong MPLS ini juga menjadi faktor pendorong GMPLS juga, ditambah lagi dengan munculnya kebutuhan pembentukan LSP secara hirarki karena kini sudah ada kebutuhan switching untuk teknologi yang tidak hanya non IP, tapi juga non paket. Bagaimana kerjasama antara LSP region yang berbeda (dalam multi Autonomous System) juga menjadi PR tambahan bagi teknologi GMPLS.
OSS TDM
TDM IP
IP
OSS OSS Frame Relay
ATM Frame Relay
ATM
MPLS OSS OSS
Gambar. MPLS menyatukan semua jenis jaringan dalam satu OSS Jika dihubungkan dengan kebutuhan komersial maka perkembangan GMPLS mendapat dorongan dari teknologi dan market sekaligus. Dari salah satu sisi teknologi, perkembangan internet akhirnya menimbulkan ketidakcocokan antara asumsi kebutuhan bandwidth sebelumnya dengan realitas sebenarnya. Dari salah satu sisi market, untuk memperoleh peningkatan pangsa pasar maka akhirnya kebutuhan bandwidth meningkat secara kontinyu. Mempermasalahkan mana yang lebih dulu harus diakomodasi adalah tentu tidak sama dengan membandingkan antara mana duluan antara telur dan ayam, yang tidak berujung pangkal. Namun kajian tekno-ekonomi, yang menganalisa secara mendalam semua aspek dari kedua sisi adalah tindakan bijak, namun terkadang menimbulkan persoalan lamanya deployment yang akan dilakukan.
5. MPLS dan GMPLS dalam Skema Konvergensi Jaringan 4|Page
Ada beberapa skema roadmap konvergensi yang direncanakan oleh operator dunia maupun Indonesia sendiri. Tentu saja skema tersebut akan memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya saat ini disamping juga melihat potensi yang dapat dikembangkan di masa datang. Namun demikian, dari sekian banyak roadmap itu sebenarnya semua dalam posisi “wait and see”, apa sebenarnya yang akan benar-benar berkembang baik dari sisi teknologi maupun dari sisi demand. Terlalu naif jika operator hanya melihat dari satu sisi teknologi saja, misalnya, karena bisa jadi demand tidak menuju ke sana. Sialnya lagi, kecenderungan di negara lain seringkali tidak bisa dijiplak di Indonesia. Jadi roadmap para operator di Cina, Jepang, Korea, tidak bisa begitu saja dipakai di sini. Namun demikian, nampak bahwa MPLS ditetapkan sebagai teknologi transport backbone dalam semua langkah migrasi menuju NGN, misalnya migrasi transport backbone dari TDM (PDH/SDH) ke full IP (IP MPLS) atau jika belum ada infrastruktur eksisting maka akan langsung dibangun jaringan IP/MPLS.
Gambar. Contoh Plan Migrasi Fixed Network Pada perkembangannya kini, MPLS akan bersanding bersama GMPLS. Tentu saja ada persoalan migrasi dalam hal ini. Skenario migrasi menjadi perhatian penting juga karena jika tidak dilakukan secara “soft” maka akan menimbulkan dampak negatif ekonomi yang tidak kecil. 5|Page
Saat ini GMPLS telah dikembangkan untuk memetakan trafik IP langsung ke atas layer optik (DWDM) dengan menurunkan kompleksitas dan penyediaan alokasi bandwidth yang cepat dan fleksibel bagi trafik IP. Pendekatan four layer terdahulu (IP over ATM over SDH over DWDM) kini sudah mengarah sepenuhnya ke pendekatan IP/MPLS over DWDM (two layer). GMPLS mendefinisikan suatu set protokol untuk manajemen link, penentuan topologi dan route, signaling dan survivabilitas jaringan IP dan optik. Dalam implementasinya di layer jaringan core, Protocol GMPLS bekerjasama dengan MPIS. Ada banyak lembaga yang secara aktif secara kontinyu mengembangkan standar untuk control plane pada teknologi transport (termasuk GMPLS), antara lain :
ITU, yang mengembangkan ASON yaitu framework yang menggambarkan arsitektur pengendalian dan manajemen untuk mendukung fungsi jaringan switch otomatis berbasis transport optik. Sebagai catatan, ASON tidak sama dan tidak satu domain dengan GMPLS karena GMPLS adalah keluarga protokol sedangkan ASON adalah sebuah arsitektur jaringan optik. IETF, yang mengembangkan GMPLS, yang nantinya akan diterapkan pada ASON yang dibuat oleh ITU. OIF (Optical Internetworking Forum), yang mengembangkan interface antara user ke network atau sebaliknya dan antara network ke network. Dari lembaga ini muncullah teknologi O-UNI (Optical User Network Interface) dan E-NNI (External Network Node Interface). TM Forum, yang terutama mengembangkan manajemen network.
Salah satu contoh penerapan GMPLS, MPLS dan O-UNI dapat diihat pada gambar berikut :
Gambar. Jaringan dan Interface GMPLS Dari gambar, tampak bahwa ditengah-tengah jaringan ini terdapat Link Management Protocol (LMP). LMP inilah yang akan menjaga kesehatan suatu link (melalui protokol Hello-nya) dan meyakinkan hubungan antar node secara fisik tetap terjaga serta pada kasus 6|Page
tertentu jika ada kesalahan pada suatu titik di jaringan, maka LMP ini akan melakukan isolasi, agar kesalahan ini tidak membuat “kepanikan” di titik-titik lain di jaringan. Jadi pada implementasinya, untuk jaringan eksisting, penerapan GMPLS akan dimulai dari backbone utama dulu, misalnya dengan diterapkannya ASON, untuk kemudian menghubungkan antar elemen yang telah diinstal MPLS di dalamnya. Label yang dibentuk dalam GMPLS dibentuk untuk melakukan ekstensi dari representasi single 32 bit number menjadi arbitrary length byte array yaitu pada RSVP dalam bentuk Generalized Label object dan pada CR-LDP berupa Generalized Label TLV dimana GMPLS membawa label dan informasi yang berhubungan untuk dikirim dari satu node ke node yang lain. Karena pentingnya aspek kontrol dalam jaringan core GMPLS, sebuah control plane yang terpisah diterapkan pada protokol tersebut. Dengan adanya control plane ini maka GMPLS dapat mengontrol secara penuh jaringan optik dibawahnya. Control plane dalam GMPLS menyediakan enam fungsi top-level: 1. Neighbour discovery – Untuk dapat mengatur jaringan maka setiap perangkat yang terhubung ke jaringan harus kenali terlebih dahulu. Perangkat-perangkat tersebut antara lain switch, router, multiplexer (OADM), dan optical cross-connect (OXC). 2. Dissemination of link status – Selain mengetahui hardware apa saja yang terhubung ke jaringan, link yang menghubungkan perangkat-perangkat tersebut juga harus diketahui statusnya apakah link tersebut berjalan dengan normal atau down. Untuk mendapatkan informasi status link ini, suatu protocol routing harus digunakan. Dalam GMPLS, kedua protocol routing OSPF dan IS-IS dimodifikasi untuk keperluan ini. 3. Topology state management – Protokol-protokol yang mendeteksi status link seperti OSPF dan IS-IS dapat dipergunakan untuk mengontrol dan mengatur topologi jaringan. 4. Path management – MPLS menggunakan antara lain protokol RSVP untuk membangun link end-to-end. Namun jika data MPLS melalui jaringan telekomunikasi, protokolprotokol lainnya harus diimplementasi juga seperti UNI, PNNI, dan SS7. Saat ini IETF bekerja untuk memodifikasi protokol RSVP dan LDP untuk mendukung kontrol dan manajemen path. 5. Link management – Dalam MPLS, Label Switched Path (LSP) digunakan untuk membangun dan membebaskan link dan link-link agregat. Dalam GMPLS dibutuhkan kemampuan untuk membangun dan membebaskan kanal-kanal optik agregat. Link Management Protocol (LMP) mengembangkan fungsi-fungsi MPLS kedalam suatu optical plane dimana pembangunan link akan meningkatkan skalabilitas. 6. Protection and recovery – Dengan MPLS, sebagai ganti satu ring dengan satu ring backup untuk proteksi, jaringan dapat membuat suatu struktur mesh yang memungkinkan terciptanya beberapa path yang berbeda-beda.
7|Page
6. MPLS Services Apa perbedaan antara Service yang mampu disediakan MPLS dengan GMPLS ? Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat dulu service yang disediakan MPLS, karena sebagian besarnnya mampu juga nantinya disediakan oleh GMPLS. Speed
Securi ty
MPLS
Scalabil ity
Service Guarant ees
Pada implementasinya, ada beberapa penggunaan dasar MPLS sebagai service service, yaitu
MPLS VPN,, inilah yang paling sering digunakan dan ternyata umumnya berhasil memberikan QoS yang setara dengan koneksi VPN conventional seperti Frame Relay atau Leased Line. MPLS VPNs muncul sebagai teknologi yang standar untuk memenuhi persyaratan VPN yaitu IP dapat disetting bersifat private, kemampuan mendukung alamat yang bertumpuk (overlapping address space) dan mampu membri koneksi intrane dan ekstranet dengan routing yang yang optimal serta tentu saja koneksitas internet
Layanan real time audio dan video, video, yang memiliki tuntutan QoS yang jelas lebih baik daripada layanan data biasa. Jika jitter dulunya masih bisa ditoleransi pada service telefon, maka pada videoconference atau atau aplikasi interactive lainnya hal itu sudah tidak bisa ditoleransi terlalu tinggi.
MPLS Quality of Service (QoS) based service Ada dua pendekatan yang berbeda untuk mendukung QoS ini, yaitu pendekatan Signalling QoS yang berdasarkan pada pembentukan koneksi ko neksi dinamis dengan protokol pensinyalan (RSVP, ATM SVC) dan pendekatan Configured QoS yang memberikan skema manajemen bandwidth pada jaringan IP dengan memanfaatkan bit pada Type of Service (TOS). Pendekatan pertama menggunakan skema / model Intserv, sedangkan edangkan pendekatan kedua menggunakan model Diffserv.
Any Transport over MPLS (AtoM) AtoM adalah aplikasi yang membawa trafik Layer 2, misalnya Frame Relay (FR), Ethernet,dan ATM melewati awan MPLS.
Pseudowire, meliputi Ethernet, ATM, Serial Virtual, point to point.. 8|Page
Traffic Engineering, dimana posisi MPLS dapat disatukan dengan traffic engineering atau dapat pula terpisah. Jika ada suatu jaringan tidak perlu menggunakan TE karena kinerjanya sudah memuaskan, maka tidak perlu diinstal traffic engineering.
Dengan kata lain MPLS dapat digunakan sebagai fondasi berbagai value added service, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Dan itu dimungkinkan karena MPLS memiliki kelengkapan sifat yang support terhadap kinerja jaringan mulai speed, scalability, security dan service guarantees.
Pada Diffserv misalnya, maka pengaturan CoS (Class of Service) pada tiap paket dilakukan di LER Ingress, yaitu dengan memanfaatkan informasi pada bit DSCP. Apa peran MPLS di sini? Perannya adalah memberikan kemampuan traffic engineering dan teknik routingnya sendiri. Ingat bahwa Diffserv bekerja pada layer 3 sedangkan MPLS pada layer 2.5. Pada klasifikasi Service Class, bit precedence digunakan untuk mengklasifikasikan paket ke dalam kelas-kelas yang berbeda dan berdasarkan kebijakan service provider. Perjanjian antara provider dengan kastamer diwujudkan dalam SLA. Misalnya pada kasus Telkom, ada beberapa pembagian kelas layanan sebagai berikut :
Kelas layanan Silver (dengan IP Precedence 0 alias best effort), sehingga pada kelas ini yang dijaminkan hanya parameter availability saja. Kelas layanan Gold, seluruh paramater QoS diukur, meliputi delay, packet loss, availability (tidak ada jaminan jitter). IP Sec untuk layanan ini misalnya IP Precedence 2 untuk IP Critical. Contoh packet loss < 5%. Kelas layanan Interactive, seluruh parameter diukur termasuk jitter (khusus IP Precdence 5). Contoh delay di SLA dibatasi 125 ms, packet loss < 0,5 %.
7. GMPLS Services 9|Page
GMPLS didisain untuk mengatasi masalah-masalah komplexitas pada jaringan metro, antara lain dalam hal layanan provisioning end-to-end, discovery sumber daya jaringan, pembuatan layanan (service) dan pembagian bandwidth. Mengapa bisa kompleks? Itu terjadi karena fungsi-fungsi provisioning, misalnya, diinstall ke setiap elemen jaringan metro, dan ketika ada penambahan suatu elemen (baru) atau mengubah suatu fungsi dalam suatu elemen di dalamnya, maka akan dilakukan secara manual. Ini membutuhkan waktu lama, sehingga provisioning menjadi lambat (untuk ukuran kebutuhan saat ini). Inilah yang akan dibantu otomatisasi dan penyederhanannya menggunakan GMPLS melalui kemempuan control plane-nya. SONET ataupun SDH memang digdaya dalam hal swicthing route (mencapai kecepatan switching di bawah 50 msec), tetapi tidak efisien dari sisi resource yang digunakan. Bayangkan saja untuk SDH 1+1, yang memerlukan satu link badwidth “sekedar” untuk back-up saja. GMPLS mengatasi hal ini, dengan tetap menawarkan keunggulan re-routing jika ada path yang terganggu, tetapi tetap dapat mengefisiensikan resource. Bahkan dapat membuat kelas-kelas layanan berdasarkan kecepatan proteksi (rerouting) ini, misalnya dengan membagi menjadi kelas-kelas proteksi seperti Platinum yaitu kelas yang memiliki kecepatan perubahan route di bawah 50 ms (reliabilitas sangat tinggi), Gold yaitu dimana perubahan routenya dilakukan jika ada fail. Hampir sama dengan MPLS, GMPLS yang bersinergi dengan ASON mampu memberikan service yang beraneka ragam, yaitu :
Layanan data klasik (best effort Internet, Frame Relay)
Ethernet (EPL, EVPL, EPLAN, EVPLAN). Ini adalah pilihan favorit yang diambil sebagai metro backbone, yang kemudian secara bertahap control plane-nya akan digantikan dengan GMPLS. Jika ingin membentuk atau bergabung dengan jaringan yang lebih luas lagi (antar metro, misalnya) maka akan lebih mudah karena long haul network provider (misalnnya inter exchange carrier - IXC) diskenariokan menggunakan GMPLS.
L1/L2/L3 Virtual Private Network (VPN). Dengan service ini, maka pelanggan bukan hanya bisa mendapatkan jenis VPN sepeti yang biasa digunakan selama ini, tetapi juga mendapatkan VPN dengan jaringan bertopologi tertentu. Data plane yang dimilikinya terpisah dengan pelanggan lainnya, sedangkan antara control plane dengan management plane-nya terpisah. User memiliki kontrol lebih besar untuk provisioning.
SONET/SDH switched connection (STS-n, VC-n)
OTH switched connection (ODU, OCh)
8. GMPLS Test Bed
10 | P a g e
Ada beberapa test bed, alias jaringan yang dijadikan obyek tes yang biasanya melibatkan institusi riset, universitas dan beberapa perusahaan komersial. Satu diantaranya adalah JGN II di Jepang, yang dioperasikan oleh lembaga yang namanya dalah NICT sejak April 2004. Proyek ini sekaligus memperlihatkan bagaimana Photonic Cross Connect dapat menerapkan GMPLS dengan efektif, sesuai teori dan sesuai simulasi via software. Saat ini sudah diimplementasikan test bed berupa jaringan GMPLS yang menghubungkan antara Dojimo (Osaka), Fukuoka, Kanazawa, Tomachi-2 (Tokyo), Otemachi-1 (Tokyo). Sebagian LSP GMPLS-nya digunakan untuk konektivitas internal pada layer-2 service dari JGN II. Jaringan JGN II ini juga memiliki NMS yang multi layer, tidak hanya mampu memanajemeni paket IP saja, tapi juga mampu memanajemeni elemen-elemen optik. Sedangkan konektivitasnya sudah menjangkau 64 perefecture di Jepang dengan janngkaun internasional mencapai USA sampai Chicago, Asida sampai Thailand dan Singapura. Sayangnya tidak sampai ke Indonesia, sebab jika terhubung maka operator, regulator telekomunikasi Indonesia dan mungkin perguruan tinggi bisa belajar lebih banyak lagi tentang GMPLS ini. Untuk diketahui bahwa pada pembangunan JGN II ini, 4 operator dengan 6 jaringan ASON terlibat penuh dalam JGN II in. Layanan apa saja yang diujicoba pada JGN II ini? Layanannya meliputi MPLS over GMPLS, IPV6 (yaitu IPV6 over GMPLS), Wide Area Ethernet (FE, GbE, 10 GE), OXC (Optical Cross Connect) 1 GbE Lamda / 10G (SDH) Lamda, dan juga Optical testbed (dark fiber dan Optical Amplifier). Semua elemen optik dan Ethernet ini diujicobakan untuk mendapatkan kinerja riil yang kemudian dapat dijadikan feedback untuk pengembangan selanjutnya. Tidak ketinggalan juga dicobakan internetworking pensinyalan dengan ASON E-NNI, bagaimana kinerja pertukaran informasi antar domain dan bagaimana juga kinerja signalling RSVP untuk multiple domain tersebut yakni ASON ke ASON, ASON ke GMPLS, GMPLS ke ASON, dan GMPLS ke GMPLS.
9. Perkembangan Terkini Untuk Ethernet, saat ini menjadi teknologi pilihan di sisi pelanggan. Jadi transport di sisi pelanggan menggunakan Ethernet, di backbone menggunakan MPLS. Namun dengan perkembangan terkini dimana terjadi adaptasi Ethernet untuk “dinaikkan kelasnya” menjadi teknologi transport sekelas carrier menjadi PBB-TE (Provider Backbone Bridge Traffic Engineering) yang distandarkan pada IEEE 802.1ag, maka sebagian perhatian saat ini terbelah untuk juga menyodorkan alternatif teknologi ini untuk menandingi GMPLS. Maka MPLS pun akhirnya mengeluarkan versi T-MPLS, yang merupakan versi “langsing” dari MPLS, Kita tunggu saja bagaimana kedua alternatif teknologi ini beradu menampilkan kelebihannya dalam hal solusi komprehensif, standar yang terbuka bagi industri untuk memastikan interoperability, integrasi dengan Operation Support System eksisting, solusi efesien secara gradual sesuai strategi deployment penyedia jaringan, dengan kinerja handal 11 | P a g e
di tahun-tahun mendatang. Apalagi dengan makin hebatnya kemajuan elemen-elemen dan jaringan optik sebagai kendaraan fisik kedua teknologi ini. Sementara itu European and Global Alliance (terdiri dari 30 partner dari 9 negara) sedang mengembangkan solusi yang lebih advanced lagi untuk aplikasi di level middleware, control plane dan management plane dari GMPLS . Solusi ini disebut mereka dengan nama LUCIFER (Lamda User Controlled Infrastructure For European Research). Salah satu misinya adalah menjadi sumberdaya besar dalam teknologi Grid. Pengembangan integrasi antar aplikasi middleware dengan jaringan transport berbasis pada tiga plane, yaitu service plane, network resource provisioning system (NRPS) plane dan control plane itu sendiri, dimana kini sudah muncul pengembangan baru dari GMPLS menjadi G2MPLS, suatu versi baru dari GMPLS yang diadop untuk teknologi grid.
Gambar. Arsitektur LUCIFER (Lambda User Controlled Infrastructure For European Research)
Biografi Penulis Makhdor Rosadi, ST. Menyelesaikan S1 Telekomunikasi di STT Telkom Bandung pada tahun 1996. Pengalaman kerja di salah satu perusahaan telekomunikasi di Indonesia, dengan 9 tahun diantaranya bekerja sebagai engineer kalibrasi di Laboratorium Kalibrasi, spesialisasi area frekuensi dan area optik. Beberapa artikel lain dapat ditemukan di http://ilmukalibrasi.blogspot.com dan http://makhdor.blogspot.com
12 | P a g e
REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rendy Munadi, Diktat Kuliah Advanced Telecommunication Network, Jurusan Teknik Elektro-S2, IT Telkom Kuncoro Wastuwibowo, Pengantar MPLS, Ilmukomputer.com, 2003 Akhmad Ludfy, Overview GMPLS, http://www.ristinet.com, PT Telkom RDC, 2006 Polaris Networks, GMPLS The New Big Deal in Intelligent Metro Optical Networking (white paper). T-MPLS, A New Route to Carrier Ethernet Lucifer, University of Essex M Saqib Ilyas, A simulation study of GELS (GMPLS-controlled Ethernet Label Switching) for Ethernet over WAN, School of Science and Engineering LUMS, Lahore, Pakistan
13 | P a g e