UNIVERSITAS INDONESIA
EKSPRESI PROTEIN FUSI E6/GFP DAN E7/GFP PADA SEL HeLa
SKRIPSI
SINTIA PURNADANTI 0806453371
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPOK JUNI 2012
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
EKSPRESI PROTEIN FUSI E6/GFP DAN E7/GFP PADA SEL HeLa
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Sains
SINTIA PURNADANTI 0806453371
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPOK JUNI 2012
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua somber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:Sintia Purnadanti
NPM
:0806453371
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 21 Juni 2012
111
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skipsi
:Sintia Purnadanti :0806453371 : Sl Biologi : Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFP pada Sel HeLa
Telab berbasil dipertabankan di badapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memeroleb gelar Sarjana Sains pada Program Studi Sl Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
,1>
DEWANPENGUJI
: Dr. dr. Budiman Bela, SpMK (K)
(
)
Pembimbing II :Dr. Abinawanto
(
)
Penguji I
: Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc.
(
)
Penguji II
: Dr. Anom Bowolaksono, M.Sc.
(
)
Pembimbing I
Ditetapkan di Tanggal
Depok 21 Juni 2012
IV
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penulis begitu banyak mendapatkan bantuan moril, material, dan bimbingan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis balas satu per satu. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. dr. Budiman Bela, SpMK (K) dan Dr. Abinawanto selaku Pembimbing I dan II yang telah membimbing, membantu, dan mendukung penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi. Terima kasih atas segala bimbingan, saran, doa, dan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc. dan Dr. Anom Bowolaksono, M.Sc. selaku Penguji I dan II, atas segala saran dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih pula atas doa dan dukungan yang selalu diberikan penguji kepada penulis. 3. Drs. Wisnu Wardhana, M.Si. selaku Pembimbing Akademik atas segala perhatian, dukungan, doa, saran, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. 4. Dr.rer.nat. Mufti P. Patria, M.Sc. selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA UI, Dra. Nining Betawati Prihantini, M.Sc. selaku Sekretaris Departemen, Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc. dan Dra. Setiorini, M.Kes. selaku Koordinator Seminar, Dra. Titi Soedjiarti, S.U. selaku Koordinator Pendidikan, dan seluruh staf pengajar atas ilmu pengetahuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama berada di Biologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh karyawan Departemen Biologi FMIPA UI, atas segala dukungannya. 5. dr. Fera Ibrahim, M.Sc., Ph.D., SpMK sebagai Ketua IHVCB-UI, Bu Silvi, Bu Sofy, Ka Eka, Ka Wuri, Mbak Henny, Bu Aroem, Ka Kober, Ka Atep, Mbak Wendra, Mas Heru, Mas Ade, dan seluruh staf IHVCB-UI atas segala bantuan dalam mendapatkan data maupun ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
5 Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
6. Mama (Turistia Indrayanti), Bapak (Solichin), kakak-kakak (Mbak Tari, Mas Anto, Mas Dodi, dan Mas Mario), serta keponakan-keponakanku (Fatih “kingkong” dan Rafa “Broto”) atas cinta, kasih sayang, doa, semangat, dukungan, dan nasihat yang telah diberikan secara tulus untuk penulis. Keluarga tercinta serta ridha Mama dan Bapak tersayang adalah hal yang paling berarti dalam hidup penulis 7. Sahabat penelitian penulis, Refviana Dwi Putri atas semangat dan doa yang selalu menguatkan penulis. Terima kasih pula kepada Atif, Puji, dan tim Genetika 2008 (Winna, Ami, Icha, Nisa, dan Maya) atas semangat, dukungan, suka, duka, dan doa yang membuat penulis pantang menyerah. 8. Bahagia Ayu Lestari dan Diah Oktofa Cahyo Setiani atas semangat, doa, dukungan, dan keceriaan yang telah mewarnai hidup penulis. Terima kasih kepada Edis, Erin, dan teman-teman BIOSENTRIS atas doa, dukungan, dan hari-hari yang luar biasa dalam hidup penulis. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Penulis
2012
6 Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Sintia Purnadanti : 0806453371 : Biologi S1 Reguler : Biologi :Matematika dan 11mu Pengetahuan Alam :Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang beijudul:
Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFP pada Sel HeLa
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedialformat-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 21 Juni 2012
Yang menyatakan
(Sintia Pumadanti)
Vll
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program studi Judul
: Sintia Purnadanti : Biologi S1 Reguler : Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFP pada Sel HeLa
Kanker serviks merupakan kanker peringkat kedua yang paling umum menyerang wanita dan disebabkan oleh infeksi human papillomavirus. Ekspresi protein E6 dan E7 human papillomavirus tipe risiko tinggi dapat menginduksi proses pembentukan tumor (Tumorigenesis). Penelitian bertujuan untuk mengekspresikan protein fusi E6/GFP dan E7/GFP pada sel HeLa. Plasmid pCDNA 3.1 yang membawa gen E6 dan E7 HPV-16 yang telah dimodifikasi, serta GFP sebagai reporter gene ditransfeksi ke dalam sel HeLa menggunakan metode elektroporasi. Hasil elektroporasi dianalisis menggunakan mikroskop konfokal. Hasil elektroporasi memperlihatkan perpendaran hijau pada sel yang dielektroporasi dengan gen E6 dan E7. Hasil penelitian menunjukkan protein fusi E6/GFP dan E7/GFP telah berhasil diekspresikan pada sel HeLa dengan persentase transfektan E6/GFP sebesar 0,0091% lebih tinggi dibandingkan E7/GFP sebesar 0,0002% maupun GFP sebesar 0,0022%.
Kata kunci
: human papillomavirus; kanker serviks; protein E6; protein E7; sel HeLa
xii+ 40 halaman Daftar pustaka
: 9 gambar : 48 (1980--2012)
8 Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name Program study Title
: Sintia Purnadanti : Biology S1 Regular : Expression of E6/GFP and E7/GFP Fusion Proteins in HeLa Cells
Cervical cancer ranked second as the most common cancer affecting women that is caused by human papillomavirus infection. E6 and E7 proteins expression of human papillomavirus can induce the process of tumor formation (tumorigenesis). The study is aimed at expressing the E6/GFP and E7/GFP fusion proteins in HeLa cells. Plasmid pCDNA 3.1 that carry modified E6 and E7 genes of HPV-16, as well as the GFP reporter gene was transfected into HeLa cells by electroporation method. The results of electroporation was analyzed by confocal microscopy. The results showed the green fluorescence was observed in cells that were transfected with E6 and E7. The results confirmed that the E6/GFP and E7/GFP fusion proteins were successfully expressed in HeLa cells with higher level of expression E6/GFP is 0,0091% in comparison with E7/GFP is 0,0002% or GFP 0,0022%.
Key words
: human papillomavirus; cervical cancer; E6 protein; E7 protein; HeLa cells
xii + 40 page : 9 pictures Bibliography : 48 (1980 - 2012)
9 Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... vii ABSTRAK ......................................................................................................... viii ABSTRACT....................................................................................................... ix DAFTAR ISI...................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
1.
2.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 2.1 Human Papillomavirus ................................................................. 4 2.2 Protein E6 Human Papillomavirus ............................................... 5 2.3 Protein E7 Human Papillomavirus ............................................... 6 2.4 Vaksin HPV .................................................................................. 6 2.5 Sel HeLa........................................................................................ 7 2.6 Vektor pCDNA 3.1 ....................................................................... 8 2.7 Ekspresi Protein ............................................................................ 9 2.8 Transfeksi ...................................................................................... 10 2.9 Green Fluorescence Protein ......................................................... 11
3.
METODE PENELITIAN ....................................................................... 12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 12 3.2 Alat................................................................................................ 12 3.3 Bahan ............................................................................................ 12 3.3.1 Sel Inang ........................................................................ 12 3.3.2 Gen dan Vektor Ekspresi ............................................... 13 3.3.3 Medium .......................................................................... 13 3.3.4 Bahan Kimia .................................................................. 13 3.4 Cara Kerja ..................................................................................... 13 3.4.1 Pembuatan Medium ....................................................... 13 3.4.2 Kultur Sel HeLa ............................................................. 14 3.4.3 Elektroporasi .................................................................. 14 3.4.4 Pengamatan mikroskopik fluoresens ............................. 15
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 17 4.1 Kultur Sel HeLa ............................................................................ 17 4.2 Elektroporasi dan Pengamatan Mikroskopik Fluoresens.............. 18
5.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 25 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 25
x
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
5.2
Saran ............................................................................................. 25
DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 26
XI
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.5 Gambar 2.6. Gambar 3.4 Gambar 4.2 (1) Gambar 4.2 (2) Gambar 4.2 (3) Gambar 4.2 (4) Gambar 4.2.(5)
Open reading frame (ORF) human papillomavirus ............ Sel HeLa dengan Perbesaran Mikroskopik 60X ................. Vektor pCDNA 3.1.............................................................. Skema Cara Kerja secara Umum......................................... Hasil Elektroporasi Kontrol Negatif.................................... Hasil Elektroporasi pCDNA 3.1-GFP................................. Hasil Elektroporasi pCDNA 3.1-E6-GFP ........................... Hasil Elektroporasi pCDNA 3.1-E7-GFP ........................... Skema Posisi Gen E6, E7, dan GFP....................................
4 8 9 16 19 20 21 22 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8
Pembuatan Medium............................................................. Perhitungan Jumlah Sel dalam Flask Culture ..................... Pengenceran Jumlah Sel untuk Dikultur dalam Multiwell Culture Plate ............................................ Perhitungan Jumlah Sel untuk Elektroporasi ...................... Persentase Keberhasilan Elektroporasi................................ Analisis Statistik Hasil Elektroporasi Menggunakan Uji Normalitas ............................................. Analisis Statistik Hasil Elektroporasi Menggunakan Uji Anava Satu Faktor ................................. Analisis Statistik Penilaian Perbedaan Ekspresi GFP Menggunakan Uji Tukey ............
31 32 33 34 35 37 38 39
xii
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
Kanker serviks merupakan kanker peringkat kedua yang paling umum menyerang wanita. Kanker serviks menyebabkan 250.000 kematian setiap tahun. Sekitar 80% kasus kanker serviks terjadi di negara berpenghasilan rendah (WHO
2012: 1). National Cancer Institute melaporkan, pada tahun 2011, lebih dari 12.000 wanita di Amerika terdiagnosa menderita kanker serviks dan 4.000 wanita diantaranya meninggal karena kasus tersebut. Hampir setengah juta wanita di dunia setiap tahunnya terkena kanker serviks (National Cancer Institute 2011: 1). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaporkan, setiap 90-100 dari 100.000 penduduk Indonesia menderita kanker serviks (Pradipta & Sungkar 2007: 392). Kanker serviks disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) (Bosch dkk. 2002: 244). Human papillomavirus merupakan virus DNA beruntai ganda dan tidak memiliki selubung. Virus tersebut termasuk dalam famili Papillomaviridae (Steben & Franco 2007: 1) dan berukuran sekitar 8.000 pb (Muñoz dkk. 2006: 1). Hingga tahun 2002, lebih dari 100 genotipe HPV telah diisolasi, dan lebih dari 40 tipe HPV menginfeksi lapisan epitel dan mukosa saluran genital. Human papillomavirus dapat diklasifikasikan menjadi HPV risiko rendah, contohnya HPV-6 dan HPV-11, serta HPV risiko tinggi, contohnya HPV-16 dan HPV-18 (Steben & Franco 2007: 1). Human papillomavirus tipe 16 merupakan HPV yang paling banyak menginfeksi wanita di Indonesia (Tambunan dkk. 2007: 58). Human papillomavirus mengkode delapan open reading frame (ORF), yaitu E1, E2, E4, E5, E6, E7, L1, dan L2 (Steben & Franco 2007: 1). Open reading frame HPV terbagi menjadi tiga bagian utama yang fungsional, yaitu daerah early (E), daerah late (L), dan daerah long control region (LCR). Daerah early berperan dalam proses replikasi virus. Daerah late yang mengkode protein struktural berperan pada proses pelekatan virion ke sel inang, sedangkan daerah
long control region merupakan daerah non-coding (IARC 2007: 48).
1
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
2
Salah satu gen yang dimiliki oleh human papillomavirus adalah gen E6 (IARC 2007: 48). Ekspresi protein E6 human papillomavirus tipe risiko tinggi menginduksi pembentukan tumor (Tumorigenesis). Protein E6 mengikat dan memicu degradasi protein yang meregulasi jalur proliferasi sel. Protein E6 memiliki target protein 53 (p53) yang berperan dalam proses apoptosis dan siklus sel. Gen lain yang berperan dalam pembentukan tumor adalah gen E7. Ekspresi protein E6 dan E7 menyebabkan sel mengalami immortalisasi (Nomine´ dkk. 2006: 665). Pengikatan protein retinoblastoma (pRb) oleh protein E7 menyebabkan degradasi pRb (Song dkk. 1999: 5887). Protein retinoblastoma merupakan produk dari tumor suppressor gene. yang mengendalikan proliferasi sel. Protein retinoblastoma berikatan dengan faktor transkripsi E2F untuk mencegah pengaktifan gen-gen yang memicu progresi siklus sel (Velázquez 2006:
2). Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. The Food and Drug Administration (FDA) Amerika telah menyetujui dua vaksin untuk mencegah infeksi HPV, yaitu Gardasil dan Cervarix. Kedua vaksin tersebut efektif untuk mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menyebabkan 70% kasus kanker serviks (National Cancer Institute 2011: 1). Vaksin yang telah ada saat ini tersusun atas protein L1 dan bersifat preventif (Bosch & Harper 2006: 22). Oleh karena itu, dibutuhkan informasi mengenai kandidat vaksin terapeutik untuk menangani kasus kanker serviks. Informasi mengenai protein E6 dan E7 diindikasikan dapat membantu pengembangan vaksin HPV (National Cancer Institute 2011: 1). Salah satu tahap pengembangan vaksin adalah mengekspresikan protein E6 ke sel mamalia, yaitu sel HeLa untuk memperoleh informasi mengenai potensi kandidat vaksin terapeutik HPV. Penelitian Nomine´ dkk. (2006: 673) menunjukkan bahwa ekspresi protein E6 HPV-18 yang telah dimodifikasi dapat meningkatkan p53 tumor supressor endogen pada sel HeLa. Namun, masih belum diketahui ekpresi protein E6 dan E7 HPV-16 yang telah dimodifikasi pada sel HeLa. Ekspresi plasmid pengekspresi gen E6 dan E7 dilakukan dengan cara transfeksi. Tranfeksi merupakan teknik transfer DNA ke dalam sel mamalia. Salah satu metode tranfeksi yang umum digunakan adalah metode elektroporasi.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
3
Metode elektroporasi adalah metode pengintroduksian DNA ke dalam sel menggunakan kejutan listrik bertegangan tinggi. Metode elektroporasi umum digunakan karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan dengan metode kimia (Freshney 2005: 291). Salah satu indikator ekspresi gen yang umum digunakan adalah gen GFP. Gen GFP berperan sebagai reporter gene
sehingga akan menghasilkan perpendaran pada sel yang tertransfeksi (Tsien 1998: 510 & 532). Sampai saat ini, publikasi mengenai penelitian kanker serviks dan protein E6 dan E7 HPV di Indonesia masih sedikit. Informasi mengenai keberhasilan pengobatan kanker serviks juga masih terbatas. Oleh karena itu, Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI) sedang melakukan penelitian untuk pengembangan vaksin HPV. Salah satu tahapan pengembangan vaksin adalah mengekspresikan protein E6 dan E7 HPV-16 ke sel HeLa untuk memperoleh informasi mengenai kandidat vaksin HPV. Penelitian bertujuan untuk mengekspresikan protein fusi E6/GFP dan E7/GFP pada sel HeLa. Hipotesis penelitian adalah protein fusi E6/GFP dan E7/GFP dapat diekspresikan pada sel HeLa.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Human papillomavirus Human papillomavirus (HPV) merupakan virus DNA beruntai ganda yang
terdiri atas sekitar 8000 pasang basa (Castellsagué 2008: S4) dan termasuk ke dalam famili Papillomaviridae (Steben & Franco 2007: S2--S3). Papillomavirus tidak memiliki envelope dan memiliki diameter 52--55 nm. Partikel virus memiliki protein kapsid yang tersusun atas 72 kapsomer. Kapsid HPV terdiri atas dua protein struktural, yaitu protein Late 1(L1) dan Late 2 (L2) (IARC 2007: 48). Human papillomavirus terdiri atas delapan open reading frame (ORF) (Gambar 2.1). Open reading frame HPV dapat dibagi menjadi tiga bagian fungsional, yaitu daerah early (E), daerah late (L), dan daerah long control region (LCR). Daerah early mengkode protein E1--E7 yang berperan dalam replikasi virus. Daerah late mengkode protein struktural L1 dan L2 yang berperan dalam penyusunan partikel virus, sedangkan daerah LCR merupakan daerah non-coding (IARC 2007: 48).
Gambar 2.1. Open reading frame (ORF) human papillomavirus [Sumber: KCDC 2007: 1.]
4
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
5
Protein E1 dan E2 bertindak sebagai faktor yang mengenali titik origin of replication. Protein E2 juga berperan sebagai regulator utama transkripsi gen virus. Protein E4 terlibat dalam fase akhir siklus hidup virus, sedangkan protein E5 berkaitan dengan fase awal dan akhir siklus hidup HPV. Protein E6 dan E7 memiliki target sejumlah regulator negatif siklus sel terutama p53 dan pRb (IARC
2007: 48). Hingga kini, lebih dari 100 genotipe HPV telah teridentifikasi dan lebih dari 40 diantaranya menginfeksi lapisan epitel dan mukosal saluran anogenital. Human papillomavirus menginfeksi sel epitel yang berada di lapisan basal (Fehrmann & Laimins 2003: 5201). Berdasarkan risiko penyebab kanker serviks, HPV dapat diklasifikasikan menjadi HPV risiko rendah (contohnya HPV-6 dan HPV-11) dan HPV risiko tinggi (contohnya HPV-16 dan HPV-18). Human papillomavirus tipe 6 dan 11 menginfeksi daerah anogenital (dubur dan alat kelamin) dan menyebabkan kutil pada daerah tersebut. Infeksi HPV yang menyebabkan kanker serviks berasal dari HPV tipe risiko tinggi yaitu HPV tipe
16 dan 18 (Steben & Franco 2007: S2--S3).
2.2
Protein E6 human papillomavirus Protein E6 merupakan protein yang dikode oleh gen E6 HPV. Protein E6
berikatan dengan sejumlah protein yang meregulasi jalur proliferasi sel dan memicu degaradasi protein-protein tersebut. Protein E6 HPV tipe risiko tinggi membentuk suatu kompleks dengan E6AP selular ubiquitin ligase. Kompleks tersebut dapat memicu degradasi protein tumor suppressor p53 oleh proteosom. Inaktivasi p53 menyebabkan virus dapat mencegah apoptosis yang dimediasi oleh p53 pada sel yang terinfeksi dan memfasilitasi replikasi DNA virus dengan memblokir fungsi p53 (Nomine´ dkk. 2006: 665). Protein p53 pada keadaan normal berikatan dengan DNA untuk menstimulasi produksi protein p21. Protein p21 berinteraksi dengan cell division-stimulating protein, yaitu cdk untuk menghentikan siklus sel agar tidak maju ke fase S (NCBI 2012: 1). Aktivitas protein E6 memiliki kontribusi penting dalam progresi kanker (Nomine´ dkk. 2006: 665).
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
6
2.3
Protein E7 human papillomavirus Protein E7 HPV berperan dalam pembentukan tumor (Nomine´ dkk. 2006:
665). Protein E7 dapat berikatan dan mendegradasi protein tumor supressor retinoblastoma (pRb) (Rampias dkk. 2009: 412). Ekspresi protein E7 HPV tipe risiko tinggi dapat menginduksi immortalisasi sel epitel manusia (Phelps dkk.
1992: 2418). Sekelompok gen yang mengkode faktor transkripsi disebut dengan famili E2F. Famili E2F merupakan aktivator siklus sel dan diregulasi oleh penempelan pRb. Protein E7 HPV dapat berikatan dengan pRb, sehingga pRb tidak dapat berikatan dan meregulasi E2F (Gambar 2.3). Hal tersebut menyebabkan E2F mengaktivasi siklus sel yang tak terkontrol. Protein pRb pada keadaan normal berikatan dengan E2F. Fosforilasi pRb diregulasi melalui siklus sel yang pada keadaan normal pRb terhipofosforilasi pada fase G0 dan G1 dan terfosforilasi selama fase S, G2, dan M. Protein pRb mengalami fosforilasi yang diinisiasi oleh cyclin-dependent kinase pada fase G1 ke fase S dan tetap terfosforilasi hingga fase M. Bentuk pRb dalam keadaan hipofosforilasi dapat menghambat progresi siklus sel. Protein E7 mengikat hipofosforilasi pRb, sehingga siklus sel dapat masuk ke fase S. Hal tersebut menyebabkan protein E7 dapat menginduksi sintesis DNA
dan proliferasi sel (Stanford 2004:1).
2.4
Vaksin HPV Penanganan kasus kanker serviks dapat dilakukan dengan vaksinasi. Saat
ini terdapat dua vaksin preventif yang telah dikomersialisasikan, yaitu Gardasil dan Cervarix. Gardasil merupakan rekombinan vaksin yang dapat memberikan proteksi terhadap infeksi HPV tipe 6, 11, 16, dan 18. Vaksin rekombinan lain adalah vaksin Cervarix yang dapat memberikan proteksi terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18. Kedua vaksin tersebut telah terbukti bersifat imunogenik dan dapat menginduksi produksi antibodi untuk mencegah 80% kasus infeksi HPV. Keberhasilan komersialisasi vaksin preventif tersebut dapat mengontrol kasus kanker serviks di dunia. Namun, kebutuhan untuk vaksin terapeutik HPV
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
7
terbilang cukup tinggi bila dikaitkan dengan jumlah penderita kanker serviks di dunia. Beberapa kasus infeksi HPV tidak mengekspresikan kadar antigen L1 maupun L2 yang dapat terdeteksi, sehingga vaksin preventif tidak efektif untuk mengeliminasi virus HPV dalam tubuh penderita kanker serviks. Selain itu, kedua vaksin preventif tersebut tergolong mahal bagi negara berkembang tempat 80% kasus kanker serviks dunia terjadi (Ma dkk. 2010:81--82). Vaksin terapeutik HPV harus memiliki target antigen HPV yang diekspresikan terus menerus. Protein E6 dan E7 merupakan target ideal untuk vaksin terapeutik. Protein E6 dan E7 terekspresi di semua lapisan epitel yang terinfeksi HPV, sedangkan L1 dan L2 hanya terekpresi pada lapisan epitel terluar. Strategi vaksin terapeutik difokuskan untuk menstimulasi produksi dan aktivasi sel T. Sel T tersebut dapat mengenali sel terinfeksi yang mengekspresikan antigen E6 dan E7. Antigen tersebut dipresentasikan oleh sel dendritik, sehingga vaksin terapeutik dapat menstimulasi CD8 sel T-sitotoksik dan CD 4 sel T-helper. Sel Thelper dapat membantu meningkatkan respons imun sel T-sitotoksik. Sistem
imun adaptif tersebut memiliki potensi untuk menghancurkan sel yang terinfeksi HPV tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan normal (Ma dkk. 2010: 83).
2.5
Sel HeLa Sel HeLa merupakan cell line yang bersifat immortal. Sel tersebut sudah
digunakan secara umum untuk penelitian yang menggunakan cell line manusia (Gambar 2.5). Cell line HeLa merupakan turunan dari sel yang diisolasi dari sel kanker seorang wanita keturunan Afrika-Amerika bernama Henrietta Lacks. Sel HeLa adalah cell line manusia pertama yang dikultur secara luas dan memiliki kemampuan adaptasi yang kuat terhadap lingkungan. Sel HeLa memiliki kariotipe yang tidak normal seperti sel tubuh normal. Secara fenotip, sel HeLa memiliki penampilan seperti epitel dan dapat tumbuh cepat dengan doubling time (waktu penggandaan) sekitar 24 jam (Rahbari dkk. 2009: 1). Sel HeLa dapat terus tumbuh dan membelah selama kondisi kultur terjaga dengan baik. Sel HeLa merupakan sel kanker serviks akibat infeksi HPV-18. Sel tersebut bersifat adherent atau menempel dengan permukaan flask culture
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
8
(Microbiologybites 2010: 1). Kultur sel HeLa memerlukan medium yang terdiri atas Dulbecco's modified eagle medium (DMEM), fetal bovine serum (FBS) 10%, dan antibiotik penisilin-streptomisin. Kultur sel HeLa diinkubasi pada suhu 37o C dengan kadar CO2 sebesar 5% (Woods Hole Physiology 2006: 5--8).
Keterangan:
: Sel HeLa
Gambar 2.5. Sel HeLa dengan perbesaran mikroskopik 60X [Sumber: Exploratorium 2012: 1.]
2.6
Vektor pCDNA 3.1 Vektor pCDNA 3.1 merupakan vektor ekspresi mamalia yang memiliki
ukuran 5428 pb (Gambar 2.6). Vektor tersebut memiliki promoter Cytomegalovirus (CMV) yang dapat meningkatkan tingkat ekspresi pada sel inang. Vektor pCDNA 3.1 juga memiliki sekuens sinyal poliadenilasi Bovine Growth Hromone (BGH) yang berguna meningkatkan stabilitas mRNA. Gen bla pada pCDNA 3.1 berperan dalam resistensi terhadap ampisilin yang berguna dalam seleksi dan pemeliharaan dalam E. coli. Vektor tersebut juga memiliki gen resistensi neomisin yang berguna dalam seleksi pada cell line. Vektor pCDNA
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
9
3.1 memiliki situs origin SV40 yang berperan dalam replikasi episomal (Invitrogen 2010: 1).
Gambar 2.6. Vektor pCDNA 3.1 [Sumber: Georgantas 2007: 1.]
2.7
Ekpresi protein Ekspresi protein pada mamalia merupakan sistem satu arah yang diawali
dengan proses transkripsi. Transkripsi adalah proses sintesis mRNA menggunakan DNA sebagai cetakan oleh RNA polymerase. Proses tersebut dibantu oleh protein yang disebut dengan faktor transkripsi. Faktor transkripsi dapat berfungsi sebagai activator atau repressor pengikatan RNA polymerase dengan sekuens DNA. Materi genetik mamalia memiliki daerah non-coding yang disebut dengan intron. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghilangan intron sebelum dilakukan translasi. Penghilangan intron dilakukan oleh kompleks protein dan RNA yang dikenal dengan nama spliceosome. Proses selanjutnya adalah sintesis polipeptida melalui proses translasi. Asam amino dibentuk dengan
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
10
menerjemahkan tiga nukleotida yang berurutan pada sekuens RNA (NCBI 1999: 1).
2.8
Transfeksi Transfeksi adalah proses introduksi asam nukleat ke dalam sel eukariota
dengan metode nonviral. Proses tersebut menggunakan metode zat kimia, lipid, ataupun metode fisika. Teknologi transfer gen tersebut berguna untuk mempelajari fungsi gen dan ekspresi protein pada sel. Transfeksi merupakan metode penetralan molekul bermuatan negatif seperti gugus fosfat pada DNA. Zat kimia seperti kalsium fosfat dapat menetralkan, bahkan membentuk muatan positif pada molekul. Hal tersebut menyebabkan DNA dapat lebih mudah melewati membran sel. Metode fisika seperti mikroinjeksi atau elektroporasi dapat meningkatkan permeabilitas membran dan mengintroduksi DNA ke dalam sitoplasma (Promega 2012: 1). Salah satu metode transfeksi adalah elektroporasi. Metode tersebut menggunakan kejutan listrik bertegangan tinggi. Kejutan listrik menyebabkan membran menjadi berlubang sehingga DNA dapat masuk ke dalam sel dan menyatu ke dalam genom sel. Elektroporasi umumnya dilakukan pada suhu ruang dan sesudahnya sel disimpan di dalam es dengan jangka waktu tertentu agar membran tetap terbuka. Bentuk DNA yang linier lebih efisien untuk produksi transfektan dibandingkan dengan DNA superkoil. Suspension cell lebih mudah ditransfeksi dibandingkan dengan adherent cell. Hal tersebut terjadi karena adherent cell harus terlebih dahulu dilepaskan dari permukaan bejana kultur. Metode elektroporasi memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode zat kimia (Freshney 2005: 498). Fase pertumbuhan sel mempengaruhi pula hasil elektroporasi. Tingkat keberhasilan elektroporasi pada sel mamalia akan tinggi bila sel dielektroporasi pada pertengahan fase log (Bio-Rad 2010: 48).
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
11
2.9
Green fluorescence protein Green fluorescence protein (GFP) merupakan protein berpendar yang
ditemukan pada ubur-ubur Aequorea victoria. Protein tersebut menyebabkan terbentuknya perpendaran warna hijau bila terpapar sinar UV. Perpendaran warna hijau tersebut terbentuk karena adanya gugus chromophore. Aplikasi green fluorescence protein dalam penelitian molekular dapat digunakan sebagai label atau indikator ekspresi gen (Tsien 1998: 510 & 532). Green fluorescence protein berperan sebagai reporter gene yang akan berfluorosensi menggunakan sinar UV pada mikroskop khusus, sehingga dapat mendeteksi sel yang telah tertransfeksi pada sel hidup (Freshney 2005: 496). Keunggulan green fluorescence protein dibandingkan reporter gene lain, yaitu luciferase adalah ukuran gen yang lebih kecil sehingga lebih mudah untuk diinsersikan ke dalam vektor ekspresi (Day dkk. 2006: 2).
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium IHVCB-UI (Institute of Human
Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia), Salemba, Jakarta Pusat. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, yaitu selama bulan Januari sampai dengan April 2012.
3.2
Alat Alat-alat yang digunakan selama penelitian, antara lain tips berfilter
mikropipet [Sorenson Bioscience, Inc.]; mikropipet berbagai ukuran (2 µl, 10 µl, 200 µl, 1000 µl) [Bio-rad]; sentrifugator [Sorvall Legend]; waterbath [n-Biotech]; bio safety cabinet [ESCO]; ice maker [Hoshizaki]; rak tabung [Nalgene]; tabung falcon 15 ml & 50 ml [Corning]; stopwatch [BioRad]; pipet serologi berbagai ukuran (5 ml, 10 ml, 25 ml) [Corning]; cell culture flask 75 cm2 [Corning]; millipore syringe filter [Corning]; Syringe 10 ml [Terumo]; mikroskop konfokal [Olympus]; inkubator [Barnstead Lab-line]; kamar hitung improved neubauer [Assistent]; tangki nitrogen [Thermoline]; tally counter [Robic]; cell scraper [NUNC]; elektroporator [BioRad]; kuvet elektroporasi [BioRad]; 12 multiwell culture plate [Corning]; coverslip [VWR], kulkas [Sharp]; freezer [LG & Sharp]; sarung tangan [Sensi gloves]; masker [General Care]; parafilm [M]; dan berbagai alat tulis.
3.3
Bahan
3.3.1. Sel inang
Sel inang yang digunakan dalam penelitian adalah sel HeLa.
12
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
13
3.3.2. Gen dan vektor ekspresi
Gen yang digunakan dalam penelitian adalah gen sintetik E6 dan E7 yang telah dimodifikasi serta gen GFP yang dikonstruksi dalam vektor pCDNA 3.1 koleksi IHVCB-UI.
3.3.3. Medium
Medium basal yang digunakan untuk kultur sel adalah Dulbecco's modified eagle medium (DMEM) [Invitrogen], sedangkan medium yang digunakan untuk
elektroporasi adalah opti-MEM [Invitrogen].
3.3.4. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah sodium bikarbonat [Invitrogen]; HEPES [Invitrogen]; FBS [Invitrogen]; penisilin-streptomisin [Invitrogen]; tripsin-EDTA 5% [Invitrogen]; PBS [Invitrogen]; BSA [Invitrogen]; formaldehida [Merck]; trypan blue [Invitrogen]; triton x-100 [Sigma-Aldrich];
dan mowiol [Merck].
3.4
Cara kerja Skema cara kerja secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.4.
3.4.1. Pembuatan medium Proses pembuatan medium yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
14
3.4.2. Kultur sel HeLa Sebanyak 1 ml sel HeLa dari stock culture dimasukkan ke tabung falcon 15 ml dan ditambahkan dengan 1 ml medium DMEM lengkap (perbandingan sampel sel dengan medium adalah 1:1). Campuran kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensi dengan 2 ml medium DMEM lengkap. Pelet yang telah diresuspensi kemudian dipindahkan ke dalam cell culture flask dan ditambahkan 10 ml
medium DMEM lengkap. Kultur sel diinkubasi pada suhu 37o C dan kadar CO2 5% selama 3--4 hari. Medium dibuang dan ditambahkan 10 ml medium DMEM lengkap baru. Kultur sel yang telah menutupi 70--80% permukaan cell culture flask disubkultur ke multiwell culture plate. Kultur sel dicuci dengan 5 ml PBS. Kultur kemudian ditambahkan 5 ml tripsin-EDTA 5% dan diinkubasi 5--10 menit
pada suhu 37o C hingga sel terlepas dari permukaan cell culture flask. Sel yang telah lepas ditambahkan 3 ml medium DMEM lengkap. Campuran dipindahkan ke dalam tabung falcon 15 ml dan disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan pelet diresuspensi dengan 1 ml medium DMEM lengkap. Sel kemudian dihitung menggunakan kamar hitung improved neubauer dengan mencampurkan 80 µl PBS, 10 µl trypan blue, dan 10 µl sel. Sel kemudian dikultur menggunakan multiwell culture plate dengan perbandingan setiap well berisi 500.000 sel. Pengenceran sel dilakukan dengan menambahkan 4,2 ml DMEM (Lampiran 3). Sebanyak 1 ml sel dimasukkan ke dalam setiap well dan ditambahkan 1 ml medium DMEM, dan
diinkubasi kembali pada suhu 37o C. (Woods Hole Physiology 2006: 5--9).
3.4.3. Elektroporasi Elektroporasi sel HeLa dilakukan berdasarkan protokol dari Bio-Rad (2010: 70). Tahap awal elektroporasi adalah memanen kultur sel terlebih dahulu. Kultur sel dicuci dengan 2 ml PBS dan ditambahkan 1 ml tripsin-EDTA 5%. Sel kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C. Sel dipindahkan ke dalam tabung falcon 15 ml. Sebanyak 3 ml DMEM lengkap ditambahkan ke dalam
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
15
tabung falcon yang berisi kultur sel. Tabung falcon yang berisi kultur sel disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensi dengan 1 ml DMEM lengkap. Sel kemudian dihitung dengan kamar hitung improved neubauer. Sel diencerkan dengan 15,2 ml optiMEM hingga jumlah sel mencapai 500.000 sel (Lampiran 4). Sebanyak 1 ml sampel sel dimasukkan ke dalam empat kuvet elektroporasi berbeda. Kuvet elektroporasi pertama ditambahkan 2 µl vektor pCDNA 3.1-GFP. Kuvet kedua ditambahkan 2 µl plasmid pCDNA 3.1-GFP-E6 . Kuvet ketiga ditambahkan 3 µl pCDNA 3.1-GFP-E7, sedangkan kuvet terakhir hanya berisi sel HeLa saja. Konsentrasi DNA yang dipakai sebesar 100 ng/ml. Sel kemudian dielektroporasi dengan voltase 160 volt dan diinkubasi di dalam es selama 5 menit. Sel dimasukkan ke dalam multiwell culture plate yang dasar well-nya telah diletakkan
coverslip dan ditambahkan 1 ml DMEM lengkap. Sel diinkubasi pada suhu 37o C selama 1 hari.
3.4.4. Pengamatan mikroskopik fluoresens Medium kultur sel yang telah diinkubasi selama satu hari dibuang. Coverslip yang berada di dalam well dipindahkan ke object glass yang telah diteteskan 8 µl mowiol. Object glass kemudian didiamkan selama 1 hari hingga kering dan diamati menggunakan mikroskop konfokal. Hasil pengamatan mikroskopik kemudian dianalisis secara statistik menggunakan software SPSS 17.0 dengan uji normalitas, uji Anava, dan uji Tukey.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
16
Kultur sel HeLa
Elektroporasi
Sel HeLa
+ pCDNA 3.1-GFP
+ pCDNA 3.1-GFP-E6
+ pCDNA 3.1-GFP-E7
Pengamatan mikroskopik
fluoresens
Gambar 3.4. Skema cara kerja secara umum
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kultur sel HeLa Tahap awal penelitian adalah mengkultur sel HeLa sebagai sel inang.
Jumlah sel yang dikultur dalam flask sebesar 2,62 x 106 sel. Cara penghitungan jumlah sel dapat dilihat pada Lampiran 2. Jumlah sel dalam flask dengan bidang kultur seluas 75 cm2 umumnya berkisar 2--10 x 106 sel (Bio-Rad 2010: 70). Sel HeLa merupakan cell line kanker serviks dan digunakan karena memiliki kemampuan adaptasi yang kuat terhadap lingkungan. Sel HeLa juga memiliki keunggulan dapat tumbuh cepat dengan doubling time (waktu penggandaan) sekitar 24 jam (Rahbari dkk. 2009: 1). Kultur sel HeLa menggunakan medium DMEM lengkap dalam pemeliharaannya. Medium DMEM lengkap terdiri atas medium DMEM, FBS 10%, sodium bikarbonat, HEPES, dan penisilinstreptomisin. Medium Dulbecco's modified eagle medium (DMEM) merupakan medium yang terdiri atas asam amino, vitamin, mineral, dan metabolit lain yang berguna sebagai nutrisi bagi kultur sel. Fetal bovine serum (FBS) merupakan serum yang umum digunakan dalam pemeliharaan kultur sel. Serum tersebut mengandung faktor pertumbuhan yang dapat meningkatkan proliferasi sel dan memiliki aktivitas anti tripsin, sehingga sel dapat melekat pada wadah kultur dengan baik. Penggunaan antibiotik seperti penisilin dan streptomisin dalam medium kultur berguna untuk mengurangi frekuensi kontaminasi. Kultur sel HeLa dapat tumbuh dengan optimal pada kisaran pH 7,0--7,4. HEPES digunakan dalam medium sebagai larutan penyangga (buffer) sehingga pH medium dapat tetap terjaga (Freshney 2005: 117--123). Selain HEPES, sodium bikarbonat juga berfungsi untuk menjaga pH medium pada kisaran 7,2--7,4 (Corning 2011: 1).
Kultur sel diinkubasi pada suhu 37o C dan kadar CO2 5%. Sel HeLa merupakan cell line manusia sehingga dapat tumbuh secara optimal pada suhu yang sama dengan suhu tubuh manusia normal yaitu 37o C (Woods Hole Physiology 2006: 5--8).. Pentingnya CO2 dalam kultur sel mamalia sama seperti
CO2 dalam darah mamalia. Sebagian besar CO2 yang ada dalam darah berada
17
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
18
dalam bentuk bikarbonat (HCO3-) bertindak sebagai buffer agar pH tidak berubah secara signifikan (Negrete dkk. 2008: 230--231). Kultur sel yang telah menutupi 70--80% permukaan cell culture flask disubkultur ke multiwell culture plate. Culture flask digunakan untuk mengkultur sel dalam jumlah besar, sedangkan multiwell plate digunakan untuk mengkultur sel dalam skala kecil (Landsbergh 1999: 231). Kultur sel dicuci dengan PBS terlebih dahulu. Phosphate buffer saline merupakan larutan isotonik dan dan tidak bersifat racun terhadap sel. Larutan tersebut dapat menjaga osmolaritas sel sehingga sesuai untuk prosedur pencucian sel (Medicago 2010: 1). Kultur kemudian dipanen dengan tripsin-EDTA 5% hingga sel terlepas
dari permukaan cell culture flask. Tripsin-EDTA berfungsi untuk mendisagregasi sel agar terlepas dari permukaan wadah kultur (Freshney 2005: 184). Penghitungan sel menggunakan kamar hitung improved neubauer dengan mencampurkan PBS, trypan blue, dan sel. Trypan blue umum digunakan dalam penghitungan sel karena dapat membedakan sel yang hidup dengan sel mati. Sel hidup terlihat tidak berwarna dan terang, sedangkan sel mati akan berwarna biru dan gelap (Freshney 2005: 340). Jumlah sel perbandingan setiap well berisi 500.000 sel (Woods Hole Physiology 2006: 5--9). Jumlah sel yang dikultur berkaitan dengan jumlah sel yang akan dielektoporasi. Jumlah optimal sel untuk elektroporasi sel HeLa adalah 500.000-1.000.000 sel yang merupakan kepadatan optimal untuk introduksi DNA (Flemington 2000: 1).
4.2
Elektroporasi dan pengamatan mikroskopik fluoresens Hasil pengamatan mikroskopik fluoresens memperlihatkan adanya
perpendaran warna hijau pada slide sel HeLa dengan pCDNA 3.1-GFP (Gambar 4.2 (2)), sel HeLa dengan pCDNA 3.1-E6-GFP (Gambar 4.2 (3)), dan sel HeLa dengan pCDNA 3.1-E7-GFP (Gambar 4.2 (4)), sedangkan pada kontrol negatif yang hanya berisi sel HeLa saja tidak memperlihatkan adanya perpendaran (Gambar 4.2 (1)).
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
19
(a)
(b) Keterangan: a. Latar belakang: gelap b. Latar belakang: sel pada slide Perbesaran: 40X
Gambar 4.2 (1). Hasil elektroporasi kontrol negatif
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
20
(a)
(b) Keterangan: a. Latar belakang: gelap b. Latar belakang: sel pada slide
Perbesaran: 40X : Transfektan
Gambar 4.2 (2). Hasil elektroporasi pCDNA 3.1-GFP
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
21
(a)
(b)
Keterangan: a. Latar belakang: gelap b. Latar belakang: sel pada slide
Perbesaran: 40X : Transfektan
Gambar 4.2 (3). Hasil elektroporasi pCDNA 3.1-E6-GFP
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
22
(a)
(b)
Keterangan: a. Latar belakang: gelap b. Latar belakang: sel pada slide
Perbesaran: 40X : Transfektan
Gambar 4.2 (4). Hasil elektroporasi pCDNA 3.1-E7-GFP
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
23
Hal tersebut menunjukkan bahwa vektor pCDNA 3.1 berhasil ditransfeksi ke dalam sel HeLa. Green fluorescence protein berperan sebagai reporter gene yang akan berfluorosensi akibat terpapar sinar UV sehingga dapat mendeteksi sel yang telah tertransfeksi pada sel hidup (Freshney 2005: 496). Protein E6 dan E7 dapat dikatakan terekspresi pada sel HeLa karena gen E6 dan E7 berfusi dengan gen GFP (Gambar 4.2.(5)), sehingga kedua gen tersebut berada di bawah kontrol promoter yang sama untuk ditranskripsi menjadi single mRNA dan ditranslasikan
menjadi protein (Boulin dkk.2006: 8--9).
Promoter
Promoter
E6
E7
GFP
GFP
Gambar 4.2.(5). Skema posisi gen E6, E7, dan GFP
[Sumber: IHVCB-UI 2012.]
Ekspresi plasmid rekombinan menggunakan metode elektroporasi OptiMEM merupakan medium yang umum digunakan untuk prosedur elektroporasi. Medium tersebut mengandung konsentrasi ion yang tinggi sehingga dapat memudahkan penghantaran listrik untuk meningkatkan efisiensi transfeksi (Wang dkk. 2009: 4419). Jumlah kuvet yang dielektroporasi adalah empat buah, yaitu kontrol negatif yang hanya berisi sel HeLa saja, sel HeLa dengan pCDNA 3.1GFP, sel HeLa dengan pCDNA 3.1-E6-GFP, dan sel HeLa dengan pCDNA 3.1E7-GFP. Vektor pCDNA 3.1 merupakan vektor ekspresi mamalia dan memiliki promoter Cytomegalovirus (CMV) yang dapat meningkatkan tingkat ekspresi pada sel inang (Invitrogen 2010: 1). Konsentrasi DNA yang dipakai 100 ng/ml merupakan konsentrasi optimal untuk elektroporasi menggunakan sel HeLa (Flemington 2000: 1). Sel kemudian dielektroporasi dengan voltase 160 volt. Viabilitas sel HeLa pada proses elektroporasi optimal pada voltase 100--200 volt.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
24
Sel akan lebih banyak mengalami apoptosis maupun nekrosis pada voltase yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena tegangan listrik yang terlalu tinggi akan merusak membran sel sehingga sel akan mengalami kematian (Zhou dkk. 2012: 82--83). Inkubasi dalam es setelah elektroporasi bertujuan agar membran sel tetap terbuka (Freshney 2005: 498). Analisis hasil elektroporasi dilakukan dengan mengamati fluorosensi menggunakan mikroskop konfokal. Sel sebelumnya diberi mowiol, yaitu mounting medium yang digunakan pada pengamatan fluoresensi agar sel dapat tetap melekat pada permukaan slide. Mowiol memiliki aktivitas anti-fading agent sehingga penampakan sel tidak akan memudar (Polysciences 2012: 1). Hasil elektroporasi kemudian dihitung presentase keberhasilannya dan dapat dilihat pada lampiran 5. Hasil elektroporasi juga dianalisis dengan uji normalitas (Lampiran 6), uji Anava (Lampiran 7), dan uji Tukey (Lampiran 8). Uji Anava digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan signifikan pada lebih dari dua kelompok data, sedangkan uji Tukey merupakan uji lanjutan untuk melihat perbandingan perbedaan signifikansi antar kelompok. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data terdistribusi normal sehingga data dapat diuji menggunakan uji Anava (Steel & Torrie 1980: 95 & 185). Hasil uji Anava menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan. Perbedaan hasil elektroporasi pada sel HeLa yang ditransfeksi dengan gen E6 dan E7 dapat terlihat dari persentase transfektan dan hasil uji Tukey (Lampiran 8). Persentase keberhasilan sel yang ditransfeksi gen E6 sebesar 0,0091%, sedangkan E7 sebesar 0,0002% (Lampiran 5). Sel HeLa yang mengekspresikan E6 lebih tinggi tingkat ekspresinya dibandingkan dengan E7. Penelitian Benencia dkk. (2008: 8) juga menunjukkan bahwa ekspresi E6 lebih tinggi dibandingkan E7 pada sel ID8 yang merupakan sel epitel permukaan ovarium mencit. Persentase keberhasilan elektroporasi yang kecil dapat disebabkan sel yang dielektroporasi tidak berada dalam keadaan mitosis. Plasmid akan lebih mudah berintroduksi ke dalam nukleus pada saat mitosis. Hal tersebut dapat terlihat dalam penelitian sebelumnya bahwa pada ekspresi gen pada sel limfoid yang dielektroporasi pada fase stasioner pertumbuhan lebih rendah dua kali lipat dibandingkan pada sel yang berada pada fase logaritmik pertumbuhan (Martinez & Hollenbeck 2003: 324).
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Protein fusi E6/GFP dan E7/GFP telah berhasil diekspresikan pada sel
HeLa dengan persentase transfektan E6/GFP sebesar 0,0091% lebih tinggi dibandingkan E7/GFP sebesar 0,0002%, dan GFP sebesar 0,0022%.
5.2
Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut pada hewan uji untuk mengetahui
apakah ekspresi protein E6 dan E7 HPV-16 yang telah dimodifikasi dapat menstimulasi pembentukan antibodi dalam rangka pengembangan vaksin.
25 Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Abedon, S. T. 2007. Supplemental lecture. 1 hlm. http://www.mansfield.ohiostate.edu/~sabedon/biol4039.htm#A1. 19 Mei 2012, pk. 20.33. Benencia, F., M. C. Courrèges & G. Coukos. 2008. Whole tumor antigen vaccination using dendritic cells: Comparison of RNA electroporation and pulsing with UV-irradiated tumor cells. Journal of Translation Medicine
6(21): 1--14. Bio-Rad. 2010. Gene pulser Xcell™ electroporation system. Bio-Rad, Amerika Serikat: 76 hlm. Bosch, F. X., A. Lorincz, N. Muñoz, C. J. L. M. Meijer & K. V. Shah. 2002. The causal relation between human papillomavirus and cervical cancer. Journal of Clinical Pathology 55: 244--265.
Bosch, X. & D. Harper. 2006. Prevention strategies of cervical cancer in the HPV vaccine era. Gynecologic Oncology 103: 21--24. Boulin, T., J. F. Etchberger, O. Hobert & H. Hughes. 2006. Reporter gene fusion. Wormbook 38: 1--23. Castellsagué, X. 2008. Natural history and epidemiology of HPV infection and cervical cancer. Gynecologic Oncology 110: S4--S7. Corning. 2011. Sodium bicarbonate, liquid. 1 hlm. http://cellgro.com/products/cell-culture-reagents/buffers/sodiumbicarbonate-liquid.html. 1 Mei 2012, pk. 18.34. Day, J. C., M. J. Chaichi, I. Najafil & A. S. Whiteley. 2006. Genomic structure of the luciferase gene from the bioluminescent beetle, Nyctophila cf. caucasica. Journal of Insect Science 6(37): 1--8. Exploratorium. 2012. Cancer: cells behaving badly. 1 hlm. http://www.exploratorium.edu/imaging_station/research/cancer/story_canc er4.php. 26 Februari 2012, pk. 13.45. Fehrmann, F. & L. A. Laimins. 2003. Human papillomaviruses: Targeting differentiating epithelial cells for malignant transformation. Oncogene 22:
5201--5207.
26
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
27
Flemington, E. 2000. Hela electroporation conditions. 1 hlm. http://www.flemingtonlab.com/Protocols/HelaCellElectroporation.pdf. 26
Februari 2012, pk. 20.11. Freshney, R. I. 2005. Culture of animal cells: A manual of basic technique.5th ed. John Wiley & Sons, New Jersey: xxvi + 642 hlm. Georgantas. 2007. CD34+ hematopoietic stem-progenitor cell microRNA expression and function: A circuit diagram of differentiation control. http://www.pnas.org/content/suppl/2007/01/31/0610983104.DC1. 23 Mei
2012, pk. 07.33. IARC (= International Agency for Research on Cancer). 2007. Monograph on human papillomaviruses. IARC Monographs on the evaluation of carcinogenic risks to humans 90: 1--689. Invitrogen. 2010. pcDNA™3.1(+) pcDNA™3.1(–). Invitrogen Corporation, California: 23 hlm.
KCDC (=Korea Centers for Disease Control and Prevention). 2007. Papillomaviruses. 1 hlm. http://kcdc.labkm.net/vsd/database/gene_search_7.jsp?orgId=7&reset=1.
20 Februari 2012, pk. 19.43. Kovala, A. T., K. A. Harvey, P. M. Glynn, G. Boguslawski, J. G. N. Garcia & D. English. 2000. High-efficiency transient transfection of endothelial cells for functional analysis. The Federation of American Societies for Experimental Biology Journal 14: 2486--2494. Laerd. 2012. One-way ANOVA using SPSS. 2 hlm. https://statistics.laerd.com/spss-tutorials/one-way-anova-using-spssstatistics.php. 29 Mei 2012, pk. 01.45. Landsbergh, C. A. 1999. A culture flask for the circulation of a large quantity of fluid medium. The Journal of Experimental Medicine 70(3): 231--238. Ma, B., Y. Xu, C. F. Hung & T. C. Wu. 2010. HPV and therapeutic vaccines: Where are we in 2010. Current Cancer Therapies 6: 81--103.
Martinez, C. Y. & P. J. Hollenbeck. 2003. Transfection of primary CNS and PNS neurons by electroporation. Methods in Cell Biology 71:321--332.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
28
Medicago. 2010. Phosphate buffered saline (PBS), pH 7.4 and 7.2. 2 hlm. http://www.medicago.se/sites/default/files/pdf/productsheets/PBS_Buffer_ v._01.pdf. 1 Mei 2012, pk. 19.01. Microbiologybites. 2010. Cell culture. 1 hlm. http://www.microbiologybytes.com/video/culture.html. 26 Februari 2012, pk. 10.10. Muñoz, N., X. Castellsague, A. B. de Gonzalez & L. Gissmann. 2006. Chapter 1: HPV in the etiology of human cancer. Vaccine 24: 1--10. National Cancer Institute. 2011. Human papillomavirus (HPV) vaccine. 1 hlm. http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/prevention/HPV-vaccine. 18
Februari 2012, pk. 19.27. NCBI. 1999. Chapter 1: DNA structure and gene expression. 1 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7585/. 18 Maret 2012, pk. 16.33. NCBI. 2012. The p53 suppressor protein. 1 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK22268/. 4 Maret 2012, pk. 19.14. Negrete, A., T. C. Ling & A. Lyddiatt. 2008. Effect of pluronic F-68, 5% CO2 atmosphere, HEPES, and antibiotic-antimycotic on suspension adapted
293 Cells. The Open Biotechnology Journal 2: 229--234. Nomine´, Y., M. Masson, S. Charbonnier, K. Zanier, T. Ristriani, F. Derycke` re, A. P. Sibler, D. Desplancq, R. A. Atkinson, E. Weiss, G. Orfanoudakis, B. Kieffer & G. Trave´. 2006. Structural and functional analysis of E6 oncoprotein: Insights in the molecular pathways of human papillomavirusmediated pathogenesis. Molecular Cell 21: 665--678. Perez, S. 2006. Cell counts using Improved Neubauer haemocytometer. 1 hlm. http://people.oregonstate.edu/~weisv/Protocols/Symbiodinium/Cell%20Co unts.pdf. 6 Maret 2012, pk. 20.16.
Phelps, W. C., K. Munger,C. L. Yee, J. A. Barnes & P. M. Howley. 1992. Structure-function analysis of the human Papillomavirus type 16 E7 oncoprotein. Journal of Virology 66(4): 2418--2427. Polysciences. 2012. Mowiol® 4-88. 1 hlm. http://www.polysciences.com/Catalog/Department/Product/98/categoryId_ _57/productId
920/. 4 Mei 2012, pk. 20.11.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
29
Pradipta, B. & S. Sungkar. 2007. Penggunaan vaksin human papillomavirus dalam pencegahan kanker serviks. Majalah Kedokteran Indonesia 57(11): 391-
396. Promega. 2012. Transfection. 1 hlm. www.promega.com/resources/productguides-and-selectors/protocols-and-applications-guide/transfection/. 26
Februari 2012, pk. 15.33. Rahbari R., T. Sheahan, V. Modes, P. Collier, C. Macfarlane & R. M. Badge. 2009. A novel L1 retrotransposon marker for HeLa cell line identification. Biotechniques. 46(4): 1--12. Rampias, T., C. Sasaki , P. Weinberger & A. Psyrri. 2009. E6 and E7 gene silencing and transformed phenotype of human Papillomavirus 16 – positive oropharyngeal cancer cells. Journal of the National Cancer Institute 101: 412--423.
Song, S., H. C. Pitot & P. F. Lambert. 1999. The human papillomavirus type 16 E6 gene alone is sufficient to induce carcinomas in transgenic animals. Journal of Virology 73(7): 5887--5893. Stanford. 2004. Genetic events in oncogenesis. 1 hlm. http://www.stanford.edu/group/virus/papilloma/2004goglincarnevale/Papil loma/GenesCancer.htm. 25 Februari 2012, pk. 10.56. Steben, M. & E. D. Franco. 2007. Human papillomavirus infection: Epidemiology and pathophysiology. Gynecologic Oncology 107: S2--S5. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1980. Principles and procedure of statistics a biometrical approach. McGraw-Hill, Singapura: xxi + 633 hlm. Tambunan, U. S. F., A. A. Parikesit, T. A. Tochary & D. Sugiono. 2007. Studi in silico modifikasi pos translasi disain vaksin chimeric berbasis virus like particle human papillomavirus dengan kapsid virion L1. Makara Sains
11(2): 56--62. Tsien, R. Y. 1998. The green fluorescent protein. Annual Review of Biochemistry 67: 509--544. Velázquez, E. C. 2006. pRb’s role in cell fate, lineage commitment, and tumorigenesis. Thesis the Degree of Doctor of Philosophy Department of
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
30
Biology Massachusetts Institute of Technology, Massachusetts: xvi + 203 hlm. Wang, S., X. Zhang, W. Wang & L. J. Lee. 2009. Semi-continuous flow electroporation chip for high throughput transfection on mammalian cells. Analytical Chemistry 81(11): 4414--4421. WHO. 2012. Cancer of the Cervix. 1 hlm. http://www.who.int/reproductivehealth/topics/cancers/en/. 13 Februari
2012, pk. 15.43. Woods Hole Physiology. 2006. Cell culture protocols, HeLa and CHO cells. 32 hlm. http://www.willamette.edu/~daltman/materials/MBLmanual.pdf. 25
Februari 2012, pk. 19.39. Zhou, W., Z. Xiong, Y. Liu, C. Yao & C. Li. 2012. Low voltage irreversible electroporation induced apoptosis in HeLa cells. Journal of Cancer Research and Therapeutics 8(1):80--85.
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
31
Lampiran 1
Pembuatan medium
No
1
Nama medium,
Komposisi dan cara pembuatan
larutan, dan buffer Medium Dulbecco's
Sebanyak 5 ml FBS 10% dicampurkan dengan 1
modified eagle medium
ml sodium bikarbonat, 500 µl HEPES, dan 500 µl
(DMEM) lengkap
penisilin-streptomisin. Campuran kemudian ditambahkan dengan media DMEM hingga volume akhir mencapai 50 ml. Medium disterilkan menggunakan syringe filter kemudian disimpan dalam suhu 4° C.
[Sumber: Woods Hole Physiology 2006: 5--9.]
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
32
Lampiran 2
Perhitungan jumlah sel dalam flask culture
Jumlah sel = n x 10 x 104 4 = 105 x 10 x 104 4 = 2,62 x 106 / ml
Keterangan: n = jumlah sel dalam empat kamar hitung besar 4 = jumlah kotak kamar hitung 10 = faktor pengenceran 104 = volume setiap kotak pada kamar hitung
[Sumber: Perez 2006: 3.]
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
33
Lampiran 3
Pengenceran jumlah sel untuk dikultur dalam multiwell culture plate
Faktor pengenceran
2,62 x 106
=
500.000 =
5,2
Volume total
=
dF x V0
=
5,2 x 1 ml
=
5,2 ml
Volume DMEM yang perlu ditambahkan = 5,2 ml – 1 ml = 4,2 ml
Keterangan 500.000 = jumlah sel yang dikultur dalam setiap well dF = faktor pengenceran V0 = Volume sebelum pengenceran [Sumber: Abedon 2007: 1.]
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
34
Lampiran 4
Perhitungan jumlah sel untuk elektroporasi
Jumlah sel = n x 10 x 104
4 = 324 x 10 x 104
4 = 8,1 x 106 / ml
Faktor pengenceran
8,1 x 106
=
500.000 =
16,2
Volume total
=
dF x V0
=
16,2 x 1 ml
=
16,2 ml
Volume opti-MEM yang perlu ditambahkan = 16,2 ml – 1 ml = 15,2 ml Keterangan: n = jumlah sel dalam empat kamar hitung besar 4 = jumlah kotak kamar hitung 10 = faktor pengenceran penghitungan sel 104 = volume setiap kotak pada kamar hitung 500.000 = jumlah sel yang dielektroporasi dF = faktor pengenceran
V0 = Volume sebelum pengenceran [Sumber: Abedon 2007: 1 & Perez 2006: 3.]
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
35
Lampiran 5
Persentase keberhasilan elektroporasi
Persentase keberhasilan elektroporasi = n1 + n2
=x 500.000 x
x 100%
2
pCDNA 3.1-GFP
10 + 12
500.000
4,4 x 105
= 4,4 x 10-5
x 100% 2 = 0,0022%
Persentase keberhasilan sel yang dielektroporasi pCDNA 3.1-GFP = 0,0022%
pCDNA 3.1-E6-GFP 35 + 56
= 1,82 x 10-4
500.000
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
36
Lanjutan Lampiran 5
1,82 x 10-4
x 100% 2 = 0,0091%
Persentase keberhasilan sel yang dielektroporasi pCDNA 3.1-E6-GFP = 0,0091%
pCDNA 3.1-E7-GFP 1+1
500.000
4 x 10-6
= 4 x 10-6
x 100% 2 = 0,0002%
Persentase keberhasilan sel yang dielektroporasi pCDNA 3.1-E7-GFP = 0,0002%
Keterangan: n1 = jumlah transfektan pada pengulangan 1 n2 = jumlah transfektan pada pengulangan 2
500.000 = jumlah sel yang dielektroporasi [Sumber: Kovala dkk. 2000: 2487.]
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
37
Lampiran 6
Analisis statistik hasil elektroporasi menggunakan uji normalitas
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters
a,,b
Transfektan
Mean
Std. Deviation Most Extreme Differences
8 .00002875 .000041084
Absolute
.296
Positive
.296
Negative
-.242
Kolmogorov-Smirnov Z
.837
Asymp. Sig. (2-tailed)
.485
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Keterangan: Ho = Distribusi data normal Ha = Distribusi data tidak normal Bila α > 0,05 maka Ho diterima α = 0, 485 0,485 > 0,05 maka Ho diterima [Sumber: Laerd 2012: 1--2.]
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
38
Lampiran 7
Analisis statistik hasil elektroporasi menggunakan uji Anava satu faktor
ANOVA
Transfektan
Between Groups
Sum of Squares
(Combined) Contrast
.000
Mean Square
3
.000
F
.010
16.368
2.528
.000
.187
23.288
.006
.000
7
4
Sig.
.000
2
.000
1
.000
Total
df
Within Groups
.000
Deviation
.000
Keterangan: Ho = Tidak terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan Ha = Terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan Bila α > 0,05 maka Ho diterima α = 0, 010 0,010 < 0,05 maka terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan [Sumber: Laerd 2012: 1--2.]
Universitas Indonesia
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Lampinm 8
Analisis statistik penilaian perbedaan ekspresi GFP menggunakan uji Tukey
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Transfektan
TJkey HSD
(I) Perlakuan
Kontrol Negatif
(J} Perlakuan
Ee-GFP E7-GFP
GFP
c ;::· (!)
E"l-GFP
Cil
;::;: Q) r.n
E6-GFP
0 ::1 Q)
.
(1-J)
-.000022000
-.000002000
.000014916
KontrolNegatif GFP E7-GFP
.000022000 -.000069000 .000020000
.000014916
.000014916
Sig. .525 .012
.525
.000014916
.588
.000014916
.000089000
.000014916
.000014916
-.00015172 -.00006272
.033
c;
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
i
.000038721 -.00003028 .00005872
-.00003872 -.00012972 -.00004072
.012
'
I
Upper Bound
-.00008272
.033
95% Confidence Interval
lower Bound
.999
. .000069000
.000014916
.000091000
Std. Error
. -.000091000
.000014916
5" c. (!)
KontrolNegatif E6-GFP
::1
Mean Difference
GFP
.00008272 -.00000828 .00008072
.00003028
.00015172
.00000828
.00012972
.00002828
.00014972
UJ
\0
Lanjutan Lampiran 8
E7-GFP
*. The
Kontrol Negatif GFP
-
E6-GFP
.000002000 -.000020000 -.000089000
.000014916 .000014916 .000014916
-------·--
.999
.588
c;y
-.00005872 -.00008072 -.00014972
.00006272 .00004072 -.00002828
--
mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan:
Ho
= Tidak
terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan
I-Ia = Terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan
Bila a > 0,05 maka Ho diterima a= 0, 010 0,014 < 0,05
maka Ho ditolak
c :l
<" (1)
Ci1
;:;
Ill (/)
5'
0.
0
:l
-
(1)
[Sumber: Laerd 2012: 1.]
Ill
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
0