gerai
3 Atas Nama Pertumbuhan Ekonomi
EDISI 34 n januari 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER BANK INDONESIA
Di tengah iklim investasi yang menuntut pasokan dolar AS, nilai tukar Rupiah tetap harus dijaga dari gerusan inflasi dan spekulasi.
7 Lahir dari Pembatasan
9 Satu Istilah Ragam Guna
Menjaga Nilai Tukar
Rupiah
12 Satu Solusi Subsidi BBM
John Abas
M
emasuki 2013, kabar bahwa rupiah menjadi per mainan spekulan melalui negara tetangga, me nyeruak. Pada saat yang sama, rupiah pun meng alami tekanan di dalam negeri. Transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) disalahgu nakan untuk mendulang keuntungan, dengan ‘bermain’ selisih kurs dalam wujud dolar AS. Menjadi masalah ketika harga perkiraan kurs di masa mendatang melenceng dari perkiraan ‘normal’ kurs rata-rata. Belum lagi praktik NDF absen menghadirkan underlying, dan transaksi pun tidak menyertakan dua mata uang yang ‘dipertukarkan’ sejum lah nilai kontrak. Praktik NDF sudah dilarang Bank Indonesia. Terkuak nya penyalahgunaan NDF ini mesti menjadi bahan korek
si bagi banyak pihak, untuk bersama-sama memperkuat pasar keuangan dalam negeri. Pada sisi lain, neraca pembayaran pun masih diba yangi defisit dengan beragam penyebab. Sayangnya, per soalan ini lagi-lagi juga berdampak pada nilai tukar rupiah. Beragam sudut pandang menyentil masalah ini, termasuk mengulik kembali efektivitas subsidi BBM dengan mena warkan solusi yang mungkin sudah saatnya dijalankan. 2013, juga menjadi momentum perwajahan baru Ge rai Info. Menggunakan bahasa bertutur untuk beragam rubrikasi yang dikemas ulang. Pemahaman bersama atas arah kebijakan dan segala pernak-pernik kebanksentral an disajikan dengan kepekatan substansi yang tak ber kurang. u
14 Karawo, Ikon Gorontalo
editorial
kolom
meja Redaksi
D Aulia
Ketahanan Mata Uang
B
erbicara ketahanan nasional, dulu banyak orang akan mengaitkannya dengan sistem persenjataan dan jumlah tentara. Anggapan itu hanya berlaku sampai akhir era kolonialisme saja. Kini, membahas ketahanan nasional tak akan lengkap tanpa berbicara seberapa tang guh perekonomian suatu negara. Belajar dari sejarah krisis, salah satu aspek ekonomi penting yang rentan mendapat ‘serangan’ adalah nilai mata uang. Berapa banyak negara yang ekonominya am bruk gara-gara nilai tukar mata uangnya anjlok. Dalam sistem ekonomi yang sudah mengglobal, keti ka modal tak lagi memandang ras, agama, dan batas-batas negara, ‘serbuan’ bisa datang dari entitas negara atau bah kan hanya sekelompok orang bermodal yang mencoba mencari keuntungan cepat. Rupanya, rupiah sering dijajal menjadi laiknya ‘mainan’ para pencari untung cepat. Penelitian Bank Indonesia menyimpulkan bahwa se lama 2008-2011 terjadi volatilitas nilai tukar rupiah. Ketika fenomena itu dikaitkan dengan aktivitas transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) rupiah di bursa luar negeri seperti Singapura, New York, dan Hong Kong, ternyata ada rela sinya. Menjadi masalah, karena kuotasi NDF juga dikutip para pemain bursa berjangka rupiah di dalam negeri. Terkuaknya dugaan kolusi penentuan rate NDF ru piah yang dilakukan Asosiasi Bank Singapura baru-baru ini cukup menggegerkan. Mungkin para trader dari bankbank dalam asosiasi tersebut tak pernah berniat untuk bersekongkol merongrong perekonomian Indonesia de ngan cara menyebabkan volatilitas nilai tukar rupiah. Na mun bagi otoritas penggawang perekonomian Indonesia, jelas para trader ini sudah mengambil peran berbahaya. Tapi karena lokasi transaksi ada di luar negeri, bukan yurisdiksi Bank Indonesia, maka pengawasan bukan cara jitu mengatasi upaya yang kerap mencantumkan imingiming lindung nilai alias hedging. Bagi Bank Indonesia, bersama seluruh stakeholders memperdalam pasar valuta asing dalam negeri, adalah pilihan yang lebih bijak. Alih-alih mencari kambing hitam atau merutuki situ asi, introspeksi dan koreksi lebih berarti. Bagaimanapun, lahirnya transaksi semacam NDF ini bermula dari ‘keluhan’ kedangkalan pasar valuta asing domestik, atau minimal belum cukup banyaknya instrumen yang memfasilitasi ke butuhan valuta asing di dalam negeri. u
Difi A Johansyah
Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Lucunya Moneter...
I
stilah moneter, karena berhubungan dengan uang atau fulus, selalu dianggap serius. Maklum, semuanya menjadi serius kalau berhubung an dengan uang. Akibatnya, bank sentral atau otoritas moneter sebagai tukang cetak uang pun selalu diamati tingkah polahnya dengan serius. Khususnya oleh pelaku usaha. Maklum, semua perilaku bank sentral akan selalu berhubungan dengan nilai uang yang beredar di masyarakat. Baik itu daya beli mau pun pendapatan usaha. Namun, di balik keseriusan ini, terselip ‘sedikit’ kelucuan. Sebuah kelucuan yang lucunya juga bisa jadi serius, karena mengandung kon tradiksi. Bank sentral mungkin satu-satunya lembaga yang menghasilkan sesuatu sekaligus juga khawatir dengan apa yang dihasilkannya sendiri. Institusi ini mencetak dan mengeluarkan uang, tetapi juga khawatir de ngan uang yang mereka ciptakan itu! Bisa jadi, Bank Sentral tidak selalu tenang dengan uang ciptaannya. Kalau uang beranak-pinak beredar berlebihan di masyarakat, dia men jadi galau. Karena ekonomi bisa hiperaktif sehingga kepanasan. Sebaliknya, kalau uang yang dikeluarkannya tidak mengalir lancar di masyarakat, bank sentral pun menjadi resah. Kali ini karena takut ekonomi menjadi dingin alias impoten. Uang memang bisa menjadi berkah dan juga bencana. Bank sen tral punya hak tunggal untuk menciptakan uang agar menjadi berkah, tetapi juga punya kewajiban tunggal mengendalikan uang agar tidak menjadi bencana. Hmmmmm... Ciyuuss lho... Dua kerjaan yang membutuhkan tak ha nya disiplin tapi juga karakter. Uang yang diciptakan bank sentral harus bisa nurut kepada sang penciptanya, agar bermanfaat dan ‘barokah’. u
redaksi Penanggung Jawab Dody Budi Waluyo Pemimpin Redaksi Difi A Johansyah
2
Redaksi Pelaksana Harymurthy Gunawan Rizana Noor Tutut Dewanto Dedy Irianto Wahyu Indra Sukma Diyah Woelandari Risanthy Uli N
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Alamat Redaksi Humas Bank Indonesia Jl MH Thamrin 2 - Jakarta Telp : 021 - 3817317, 3817187 email :
[email protected] website : www.bi.go.id
Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan.
fokus
D Aulia
Atas Nama Pertumbuhan Ekonomi Inflasi adalah musuh terbesar kebijakan moneter.
D
alam sejarah bangsa-bangsa, apa pun pilihan ideologi, sis tem politik, dan akhirnya sistem keuangan, adalah untuk kesejah teraan rakyatnya. Tentu saja, se jarah kebijakan moneter, sebagai bagian dari sistem ekonomi, tak beranjak jauh dari hal tersebut. Ekonomi punya istilah dan definisi yang terukur untuk menggambarkan apa itu kese jahteraan. Namanya adalah pertumbuh an ekonomi, dengan rumus baku berupa agre gat dari investasi, konsumsi dalam negeri, belanja pemerintah, dan nilai ekspor di kurangi nilai impor. Lalu di mana peran kebijakan moneter? Dalam rumus pertumbuhan ekonomi tersebut, peran ekspor dan impor cukup sig nifikan selain faktor harapan pada investasi. Tak cukup mengandalkan pertumbuhan pa da konsumsi dalam negeri dan belanja Pemerintah, meski keduanya lumayan bisa diandalkan karena hampir pasti ada. Di sinilah, kebijakan moneter akan ba nyak memberi andil. Ketika berbicara tran saksi melibatkan bangsa dan negara ber beda, valuta asing jelas terlibat di dalamnya. Muncullah kurs, alias nilai tukar. Ibarat perusahaan, setiap negara pasti punya strategi untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya. Termasuk dalam kebijakan moneter. Inflasi adalah musuh terbesar yang harus
diantisipasi dalam kebijakan moneter. Kenya manan investor, menjadi tantangan yang juga menjadi pertimbangan dalam penen tuan kebijakan moneter. Pada posisi ini, nilai tukar adalah ukuran paling gampang dari kesehatan ekonomi suatu bangsa. Volatilitas nilai tukar bisa menjadi cara intip paling cepat atas kondisi ekonomi suatu bangsa, sebelum mendalami faktor lain. Kurs yang bergerak ekstrem, bisa menjadi alarm bahaya. lll
Lagi-lagi, terbukti bahwa sejarah masa lalu tetap berdampak hingga masa kini. Salah satunya adalah soal penggunaan uang kertas alias fiat money. Bila dulu alat tukar memiliki nilai intrinsik yang setara dengan nilai barang yang diper tukarkan, uang kertas hari ini tidak lagi punya nilai intrinsik yang cukup. Hal paling ‘ajaib’ dari sistem uang ker tas (fiat money) adalah kita bisa langsung mence taknya sendiri ketika kekurangan modal. Namun, terus mencetak uang untuk menutupi defisit, akan membuat nilai mata uang itu tak kredibel. Indonesia pernah mengalami pahitnya hiperinflasi dan kejatuhan nilai tukar rupiah. Perjalanan waktu memberikan pelajaran berharga dari rentetan krisis dan kebijakan ekonomi Indonesia.
Maka, tantangan bagi otoritas moneter hari ini adalah bagaimana menciptakan iklim ekonomi yang nyaman bagi beragam bangsa ‘bergaul’ dengan ekonomi Indonesia, tetapi sekaligus menjaga kedaulatan ekonomi. Sekali lagi, atas nama per tumbuhan ekonomi, investasi serta tran saksi ekspor dan impor adalah faktor penting yang harus difasilitasi dengan baik. Saat kesenjangan antara tabungan masyarakat dengan in vestasi masih besar, pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing atau portofolio juga masih dibutuhkan untuk menggerak kan roda ekonomi Indonesia. Ekonomi ter buka, menjadi pilihan. Selain regulasi, fasilitasi untuk investasi serta ekspor dan impor tersebut, tentu saja ketersediaan likuiditas dan instrumen yang menunjang menjadi tuntutan. Pendalaman pasar keuangan dalam negeri masih menjadi tantangan berat saat ini. Tapi, jangan sam pai pula atas nama pertumbuhan ekonomi, investasi, dan kebutuhan valuta asing untuk ekspor dan impor, mata uang negara yang bagaimanapun merupakan simbol kedaula tan ekonomi, menjadi permainan spekulan. Beruntung, rentetan krisis ekonomi yang pernah menghantam bangsa ini sejak merdeka, sedikit banyak menjadi tempaan dan pondasi untuk penentuan kebijakan moneter menghadapi tantangan hari ini. Termasuk dalam menghadapi manuver para spekulan. u
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
3
fokus
Kisah Nilai Tukar
Mata Uang Masih terbatasnya peluang memperoleh lindung nilai di pasar valuta rupiah di Indonesia (onshore) memicu munculnya pasar di luar negeri (offshore) yang menyediakan bursa berjangka rupiah.
H
al paling ajaib dari sistem uang kertas (fiat money) adalah kita bisa langsung mencetaknya sen diri ketika kekurangan mo dal. Sayangnya, ‘keajaiban’ inilah yang juga telah menghantarkan hiperinflasi ke berbagai negara berkembang, yang selalu mengalami defisit anggaran setelah merde ka. Termasuk Indonesia. (Lihat grafis). Seiring pelajaran berharga dari lika-li ku moneter Indonesia semenjak merdeka, ekonomi Indonesia terus berkembang pesat. Dilucutinya beragam faktor penghambat in vestasi asing sejak awal 1980 sampai 1990an, membuat arus modal a sing mengalir deras. Pendapatan per kapita masyarakat In donesia pun mengalami kenaikan empat kali lipat dari 1970 ke 1996. Namun, kebijakan nilai tukar tetap men ciptakan dilema baru ketika pada awal 1990an pertumbuhan ekspor Indonesia melemah. Harga-harga barang dan jasa di Indonesia menjadi lebih mahal, menyebabkan rupiah dianggap overvalued. Antara 1990 sampai 1997, nilai rupiah mengalami apresiasi 22 persen. Akhirnya, ekonomi Indonesia tak mampu menahan badai krisis moneter yang menim pa Asia pada 1997. Harvard International Institute for International Development me nyebut ada empat pilar kelemahan ekonomi Indonesia. Empat pilar itu adalah banyaknya arus modal masuk yang sebagian besar bersi fat jangka pendek, nilai tukar rupiah yang sedikit overvalued di tengah melemahnya ekspor, lemahnya sistem finansial terutama di sisi perbankan, dan kronisme binis. Krisis 1997 diikuti melemahnya nilai tu kar rupiah. Dengan tekanan pasar yang de mikian besar terhadap rupiah, mulai Agustus 1997 Bank Indonesia mene rapkan sistem nilai tukar mengambang (floating) sehing ga nilai tukar dolar AS sempat menembus
4
Rp17.000 per satu dolar AS. Nilai tukar rupiah baru mulai ‘jinak’ pada 1999, pada kisaran Rp7.000-9.000 per dolar AS. Pasca-krisis moneter 1997-1998, ekonomi Indonesia diwarnai fluktuasi nilai tukar rupiah dan juga kebijakan nilai tukar mengambang. Ketika itulah berbagai pihak asing yang se ring berurusan dengan rupiah mengalami masa penuh ketidakpastian. Mereka memer lukan lindung nilai (hedging) dari transaksi berdenominasi rupiah yang mereka terima, sementara mereka beroperasi dengan dolar AS. Apalagi sejak Januari 2001 muncul aturan yang melarang asing mengakses transaksi ru piah berjangka di dalam negeri. Terbatasnya peluang memperoleh lin dung nilai di pasar valuta rupiah di Indonesia (onshore) ini menyebabkan munculnya pasar di luar negeri (offshore) yang menyediakan bursa berjangka rupiah. Termasuk hadirnya bursa berjangka rupiah tanpa transaksi fisik, atau disebut Non-Deliverable forward (NDF). Bursa NDF hadir dengan dalih utama me menuhi kebutuhan lindung nilai. NDF
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
banyak menyasar mata uang negara-negara pasar berkembang (emerging market). Pada umumnya NDF diperdagangkan over the counter di berbagai pusat finansial dunia, seperti New York (mata uang Amerika Latin),
Lika-liku Moneter Indonesia Orde Lama
1974
Berlaku sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate), US $1 = Rp415.
1966-1973
Gejolak politik berdampak pada daya beli masya rakat dan nilai tukar rupiah. Pada 1949, US $1 = Rp3,8, di akhir Orde Lama, US $1 = Rp250.
Sistem nilai tukar tunggal meng gantikan sistem nilai tukar berlapis yang dipakai pada era Orde Lama.
1966
Orde Baru datang. Defisit tak lagi ditutup dengan me nambah suplai uang, tapi dengan utang. Meng gunakan filosofi ang garan berimbang, defisit anggaran disesuaikan de ngan ketersediaan utang luar negeri.
1973
Pasca krisis Arab-Israel, harga mi nyak dunia melambung empat ka li lipat. Indonesia mendapat durian runtuh. Pendapatan dari minyak melonjak dari semula US $0,4 miliar pada 1969 dan US $0,9 miliar pada 1972, menjadi US $5,2 miliar pada 1974 dan US $7,4 mi liar pada 1978.
London (mata uang Eropa Timur dan Asia), dan pusat NDF mata uang Asia tentu saja di Hong Kong dan Singapura. Kontrak NDF hanya mengandalkan se lisih dari kurs yang diperjanjikan dan kurs re
ferensi saat tanggal jatuh tempo, bukan no minal seluruh transaksi yang harus dilindungi nilainya. Akibatnya, tak per lu modal besar untuk bermain NDF sehingga kontrak ini akhirnya lebih banyak diwarnai aksi spekulasi
1983
Devaluasi rupiah terjadi pada Maret tahun ini, kurs rupi ah turun 48 persen. US $1 dari Rp702,5 menjadi Rp970.
1978
Pada November tahun ini, Bank Indonesia melakukan devaluasi rupiah. US $1 = Rp625, untuk menjaga ekspor.
1974-1978
Ekonomi overheating karena lon jakan surplus dan belanja Peme rintah, laju inflasi mencapai 22 persen jauh melonjak dibanding 8 persen pada 1970-1972. Ru piah overvalued. Ekspor terpukul, karena transaksi memakai harga internasional tetapi daya beli di dalam negeri tergerus inflasi.
1981
Harga minyak dunia merosot akibat resesi ekono mi global, saat 71 persen pendapatan Indonesia disokong penjualan minyak. Pendapatan tu run dari Rp7,8 miliar pada 1981-1982 menjadi Rp6,9 miliar pada 1982-1983. Ekspor non-migas diminta ditingkatkan, bersamaan dengan de valuasi bertahap kurs agar ekspor kompetitif. Dimulailah era sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating) di Indonesia.
1986
Rupiah kembali mengalami de valuasi. Nilai tu kar rupiah dari Rp1.134 per US $1 turun men jadi Rp1.664.
Kebijakan yang di pakai sejak 1981, m e nd o n gk r a k produk manufak tur yang pada 1982 nilainya US $850 juta naik menjadi US $1,48 miliar pada 1983, naik lagi menjadi US $2,166 pada 1984. Krisis besar yang menerpa se telah era ini ada lah krisis ekonomi global pada 1997.
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
fokus
dibandingkan kebutuhan lindung nilai. Ketika ekonomi Indonesia sudah mulai pulih, semakin banyak pihak asing yang ter kait dengan transaksi rupiah sehingga ke butuhan akan lindung nilai rupiah dengan skema NDF semakin populer. Demikian pula dengan aksi spekulasi NDF rupiah. Inilah yang membuat transaksi NDF rupiah offshore lebih ramai dibandingkan transaksi bursa rupiah onshore yang menjadi patokan resmi kurs rupiah terhadap dolar AS. Menurut data HSBC, selama 2012 diper kirakan transaksi harian onshore rupiah men capai sekitar 500 juta dolar AS, sementara transaksi harian offshore (NDF) rupiah volu menya bisa mencapai 700 juta sampai 1,3 miliar dolar AS. Pasar NDF rupiah merupa kan salah satu yang terbesar di Asia bersama peso Filipina dan yuan (renminbi) Cina. Masalahnya, kurs rupiah terhadap dolar AS yang tercipta di pasar NDF berbeda de ngan kurs resmi rupiah. Data kurs resmi da pat dijumpai misalnya dalam rilis harian Reu ters, yang mengompilasi kurs dari bank lokal dan bank asing di Jakarta atau kurs tengah versi Bank Indonesia. Kurs di NDF tentu saja bisa memengaruhi psikologi pelaku pasar valuta rupiah di dalam negeri. Berdasarkan penelitian Bank Indone sia pada 2012 terhadap bursa spot rupiah, berjangka (forward) rupiah, dan NDF rupiah dari 2008 sampai 2011, disimpulkan bahwa selalu terjadi volatilitas kurs rupiah terhadap dolar AS. Kurs rupiah di pasar spot onshore ter masuk yang volatilitasnya terendah di anta ra mata uang Asia, namun untuk NDF-nya mempunyai volatilitas tertinggi. Disimpulkan juga mengenai adanya dampak rambatan (spill over) dari volatilitas di pasar NDF rupiah terhadap pasar spot dan berjangka rupiah di dalam negeri. Lalu, baru-baru ini terkuak kasus rekaya sa kurs NDF terhadap mata uang Asia yang dilakukan Asosiasi Bank Singapura dengan korban paling banyak adalah rupiah, ring git Malaysia, dan dong Vietnam. Rupanya, para trader bank-bank yang menawarkan jasa NDF di Singapura saling berkolusi untuk menentukan rate kurs rupiah terhadap dolar AS, sehingga mereka meraup untung mudah dari spekulan atau orang yang berniat men cari lindung nilai rupiah. Menurut data Bloomberg, pada 11 Janu ari 2013 perbedaan kurs dolar AS terhadap rupiah di bursa Indonesia de ngan bursa NDF offshore mencapai 2,6 persen. Angka ini merupakan perbedaan terbesar sejak 22 September 2011. Melihat tingkah polah NDF dan dampak nya pada kurs rupiah, Bank Indonesia jauh hari sudah melarang transaksi ini. Tapi, lokasi transaksi di luar negeri bukanlah yurisdiksi Bank Indonesia. u
5
Dok BI
fokus
Edhie Haryanto
Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Mengundi Selisih Kurs ‘Makhluk’ apa sebenarnya Non-Deliverable Forward (NDF) yang kini marak diberitakan?
T
ransaksi NDF adalah kontrak kesepakatan antara pihak yang menginginkan hedging atas ri siko nilai tukar mata uang ter tentu, de ngan lembaga ke uangan penyedia kontrak berjangka valu ta. Pihak pertama kita sebut saja investor. Transaksi ini dijalankan de ngan meng gunakan mata uang utama sebagai cash settlement, biasanya dolar AS. Jadi, dalam kontrak NDF rupiah, misalnya, tidak ada uang rupiah yang ditukarkan (non delive rable) oleh kedua pihak. Ada tiga fitur utama dalam kontrak NDF, yaitu kurs kontrak (contract rate) yang disepakati investor dan lembaga keuangan, kurs acuan (fixing rate), dan tanggal berlaku transaksi (fixing date) atau jatuh tempo. Misal nya, kita ambil kasus perdagangan NDF rupiah menggunakan dolar AS. Lem baga keuangan biasanya menentukan kurs kontrak rupiah berdasarkan tanggal jatuh tempo (maturity date) yang diinginkan in vestor, kurs rupiah-dolar AS antar-bank, volatilitas pasar, margin keuntungan, dan suku bunga rupiah antar-bank di Indonesia. Suku bunga bisa memakai Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR). Sedang kan kurs acuan biasanya menggunakan sumber independen yang digunakan oleh kalangan industri keuangan. Salah satu acuan kurs ini adalah layanan Reuters yang memberikan info kurs harian mata uang lokal terhadap dolar AS, yang diambil dari rata-rata kurs perbankan asing dan lokal di ibu kota suatu negara, yang biasanya diumumkan pada tengah hari. Maka dalam kontrak NDF digunakanlah perkiraan nilai rupiah pada tanggal jatuh tempo yang disepakati berdasarkan rujukan-rujukan itu. Misalnya di masa depan investor bakal menerima pembayaran dalam rupiah. Jika investor khawatir rupiah bakal melemah terhadap dolar AS, maka dalam kontrak NDF investor akan memilih untuk men jual rupiahnya dan membeli dolar AS saat
6
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
tanggal jatuh tempo. Sebaliknya bila in vestor yakin rupiah di masa depan bakal menguat terhadap dolar AS, maka dalam kontrak NDF investor akan memilih untuk membeli rupiah dan menjual dolar AS saat tanggal jatuh tempo.
Bank Indone sia melarang transaksi NDF, karena tak ada underlying dan settlement, meru juk PBI Nomor 10/37/PBI/2008. Satu poin yang harus dicatat dari transaksi NDF adalah investor dan penye dia layanan hanya ‘berhitung’ selisih nilai kurs, pada saat kontrak jatuh tempo. Selisih kurs yang dibayarkan itu berupa hard currency dolar AS. Jika perhitungan investor benar, entah rupiah melemah atau mengu at terhadap dolar AS, maka lembaga ke uangan akan membayar selisih dari kurs yang terjadi. Sebaliknya jika dewi fortuna memihak pada lembaga keuangan, maka sang investorlah yang harus membayar selisih kurs. Karena modalnya hanyalah selisih kurs, kontrak NDF bisa dimainkan oleh pemain kecil, tak seperti kontrak valuta berjangka yang membutuhkan transaksi fisik. Kon trak berjangka (deliverable forward) yang diizinkan termasuk di Indonesia butuh modal besar minimal senilai nominal tran saksi untuk dapat dilakukan. Dalam kontrak NDF, para pemain umum nya adalah investor yang ingin memperbesar peluang mendapatkan ke
untungan. Bisa jadi, dia adalah investor yang menanamkan modal di Indonesia, tetapi tidak yakin dengan imbal hasil yang didapat pada saat jatuh tempo disanding kan dengan nilai tukar dan risiko investasi lainnya. Investor macam ini disebut seba gai arbitrageur atau investor yang berpe ngalaman mengambil untung dari selisih kurs di dua pasar uang. Sedikit mirip dengan praktik ijon dalam pertanian, sama-sama menentukan harga sekarang untuk hasil yang baru dike tahui pada masa mendatang. Hanya, alihalih bicara soal harga padi dan banyaknya hasil panen, NDF bicara soal nominal be sar, valuta asing, dan pembayaran berupa selisih kurs dalam wujud dolar AS. NDF menjadi masalah, karena tran saksi ini tidak ada jaminan (underlying) dan transaksi fisik senilai nominal transaksi (settlement). Lokasi transaksi di luar nege ri yang bukan yurisdiksi Bank Indonesia, dengan transaksi ‘swakelola’, menyebab kan pengawasan pun sulit dilakukan. Sa yangnya, psikologi pelaku pasar dalam negeri kerap larut mengikuti kuotasi nilai tukar dari transaksi NDF sebagai acuan transaksi forward rupiah domestik, pada hal tidak kredibel dan tak melambangkan kondisi fundamental. Bank Indonesia sudah melarang tran saksi tanpa jaminan seperti ini sejak lama, melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No mor 10/ 37 /PBI/2008. Pasal 4 ayat 1 dan 2 tegas menyatakan transaksi valuta asing harus ada underlying dan penyelesaian dengan nilai penuh. Terkuaknya penyalahgunaan NDF se telah sebelumnya di benua lain juga ada persoalan dengan London Inter-Bank Of fered Rate (LIBOR), adalah tantangan bagi kita untuk dapat melakukan pendalaman pasar keuangan valas dalam negeri. Baik itu untuk forward maupun kebutuhan lain, yang dapat memberikan kuotasi kredibel bagi pelaku pasar keuangan dalam negeri maupun investor asing. u
Lahir dari Pembatasan
A
rus modal ke negara-negara yang ekonominya sedang berkembang (emerging market), terutama di Asia, me ningkat sangat pesat sepanjang dekade 1980 dan 1990an. Non-Deliverable Forward (NDF) awalnya berkembang untuk mata uang Amerika Latin dengan peso Meksiko sebagai mata uang yang paling banyak ditraksaksikan. Transaksi ini kemudian meluas untuk mata uang Eropa Timur dan Asia Timur, ter masuk Asia Tenggara. Tapi, di negara-negara emerging market ini selain transaksi mata uang berjangka tak berkembang, juga terjadi pengetatan akses untuk orang asing terhadap pasar mata uang berjangka domestik. Tujuan nya jelas. Otoritas moneter seperti bank sentral khawatir bila orang asing yang biasanya bermodal besar itu diberi akses terlalu bebas pada mata uang lokal, seperti pinjaman bank atau bursa berjangka mata uang, akan mem buat mereka ikut bermain kurs. Bila dibiarkan, bakal mun cul banyak aksi speku lasi kurs mata uang lokal, sehingga volatilitas nilai kurs bakal membuat otori tas moneter kehilangan kendali atas mata uangnya sendiri. Sampai hari ini banyak D Aulia negara pasar berkembang termasuk Cina, Indonesia, Korea Selatan, Filipina, dan Taiwan membatasi akses pihak asing terhadap pasar mata uang lokal mereka. Cina dan Taiwan melarang akses pihak asing terhadap bursa ber jangka lokal mata uang yuan. Sementara Indonesia, Korea Selatan, Filipina, dan India masih memberi akses, asalkan transaksi itu memang benar-benar punya jaminan, atau transaksi terjadi secara fisik yang dikenal dengan istilah Deliverable Forward (DF). Transaksi dengan jaminan dan DF biasanya dilakukan oleh institusi keuangan yang memang butuh mata uang lokal untuk keperluan transaksi riil. Namun, ada pula institusi keuangan yang butuh transaksi mata uang lokal hanya untuk lindung nilai (hedging) dan spekulasi. Seba gai konsekuensi dari pembatasan akses mata uang lokal oleh otoritas moneter negara-negara pasar berkembang, maka banyak perbankan menawarkan jasa kontrak perdagangan berjangka mata uang tanpa transaksi fisik atau lebih dikenal sebagai NDF itu. Tentu saja bursa tersebut hanya bisa dibuka di luar negara yang mata uangnya ditran saksikan. Sebelum Januari 2001, transaksi berjangka rupiah yang bersifat deliverable atau ada transaksi fisiknya, sangat aktif diperdagangkan di luar negeri (offshore), terutama di Singapura. Saat itu, pihak asing masih menikmati akses bebas terhadap rupiah. Untuk mengurangi spekulasi terhadap rupiah, Bank Indonesia melalui PBI No 3/3/2001 tanggal 12 Januari 2001, akhirnya melakukan pembatasan pinjaman bank dalam rupiah dan juga transfer bank dalam mata uang rupiah
terhadap orang asing, juga akses ke transaksi derivatif rupiah seperti bursa berjangka. Kebijakan pada 2001 tersebut membatasi transaksi fisik rupiah di luar negeri dan akhirnya mempengaruhi bursa DF rupiah. Itulah yang mendorong lahirnya kontrak NDF untuk mata uang rupiah di Singapura beberapa bulan kemudian, tak lain dan tak bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hedging dan spekulasi. Menarik sekali bahwa mata uang ringgit Malaysia dan baht Thai land tak begitu aktif diperdagangkan para spekulan NDF Asia, walau kedua negara juga melakukan pembatasan transaksi mata uang lokal oleh pihak asing. Otoritas moneter kedua negara ternyata punya ke bijakan yang membuat pasar NDF offshore untuk mata uang mereka tak bisa berkembang. Dalam kasus Malaysia, Bank Negara Malaysia sebagai bank sentral telah me netapkan sistem kurs tetap ringgit terhadap dolar AS sejak 1998, setelah krisis mone ter menimpa Asia. Selain itu, transaksi NDF untuk ringgit Malaysia tak mempunyai acuan kurs. Ditambah, ada kebijak an pengendalian nilai tu kar yang melarang bank lokal Malaysia melakukan transaksi valuta asing dengan institusi keuangan di luar negeri. Hal-hal inilah yang menyebabkan institusi keuangan luar sulit melaku kan hedging terhadap ringgit lewat kontrak NDF. Hal yang mirip juga terjadi di Thailand. Bank Thailand selaku otoritas moneter secara aktif memperingatkan bankbank asing agar tidak mengacu pada transaksi NDF dalam menentu kan kurs baht. Ada ancaman nyata di sini. Bila bank-bank asing keta huan memakai transaksi NDF baht sebagai acuan kurs, maka kantor cabang lokal mereka di Thailand akan mendapatkan konsekuensi sanksi berat. Meski demikian, mungkin saja transaksi NDF baht bisa berkembang di masa depan sebagai respons atas kebijakan Bank Thailand di masa lalu yang membatasi orang asing mempunyai re kening bank dengan denominasi baht. Cukup mengejutkan ketika dugaan kolusi NDF oleh Asosiasi Bank Singapura terkuak baru-baru ini, ternyata ringgit juga menjadi salah satu mata uang yang paling aktif diperdagangkan di samping rupiah dan dong Vietnam. Sebagai langkah antisipasi, Bank Negara Malaysia langsung memerintahkan perbankan lokal untuk wajib mengguna kan kurs ringgit lokal dalam transaksi valuta asing. Langkah bank sentral Malaysia ini jelas untuk menutup pintu bagi spekulan yang memanfaatkan kurs offshore guna meraup untung ce pat. Info kurs lokal ringgit diberikan oleh Association Cambiste Inter nationale, yang mengambil data kurs rata-rata dari 12 bank lokal dan asing di Kuala Lumpur. Kurs resmi tersebut diumumkan setiap hari pada pukul 11.10 waktu setempat. u
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
fokus
Transaksi dengan jaminan dan DF biasanya dilakukan oleh institusi keuangan yang memang butuh mata uang lokal untuk keperluan transaksi riil.
7
Kick-off Redenominasi Dok BI Dok BI
liputan
Jalan Panjang Membentang
Beragam kajian sudah dilakukan masih perlu diujiterapkan hingga bagian terkecil, sehingga saat redenominasi dijalankan tak lagi ada hambatan tak terduga.
Natya Ayu C R
Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
8
B
agi mereka yang terlibat persiapan Program Redenominasi, 23 Januari 2013 merupakan sebuah hari yang istimewa. Bertempat di ruang Flo res Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kick-off Konsultasi Publik Program Redenomi nasi dilaksanakan, kerja sama Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. “Jumlah digit dalam uang rupiah saat ini belum menggambarkan kondisi ekonomi In donesia yang baik,” ujar Menteri Keuangan,
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Agus Mar towardojo, dalam pidato pembu kanya. Yaitu jika dilihat dari perbandingan nilai rupiah dengan dolar Amerika. Ditambah inefisiensi pecahan rupiah dalam pengelolaan data transaksi, adalah alasan kuat untuk me laksanakan redenominasi di Indonesia. Penerapan Redenominasi selalu terbagi dalam beberapa langkah yang harus dijalani oleh negara yang melaksanakannya. Pertama, tahapan ini, sangat bergan tung pada peran Parlemen dalam menge
sahkan Un dang-Undang yang mendasari pelaksana an program Redenominasi. Ber samaan dengan proses ini, program kon sultasi publik dalam rangka mendapatkan masukan dari masyarakat pun diperlukan. Kedua, Sosialisasi atau tahapan pe nyampaian “apa itu redenominasi yang telah disepakati untuk dijalankan”. Target komu nikasi pelaksanaan program sangat pen ting diterima dan dimengerti oleh seluruh masyarakat. Ketiga, tahapan dimulainya penggu naan dua mata uang. Secara bersamaan keseluruhan transaksi ekonomi dalam kurun waktu tertentu menggunakan uang lama dan baru. Ditetapkannya titik tertentu se bagai awal pelaksanaan ‘dual-tagging’ atau penggunaan dua harga pada kurun waktu yang telah ditentukan. Berlakunya uang baru dan lama. Keempat, tahapan akhir, menjadi titik awal bagi penggunaan mata uang dengan denominasi baru. Namun demikian, peng gunaan kata baru pada uang ini tidak ber laku lagi. Dalam pidato tersebut Menteri Ke uangan menggambarkan perkembangan ekonomi Indonesia yang baik sejak 2007. Tingkat inflasi pun terkendali. Kondisi terse but berlanjut bahkan di tengah krisis global saat ini. Gubernur Bank Indonesia, Darmin Na sution, bertutur dengan contoh-contoh praktis untuk menggambarkan kebutuh an redenominasi. Salah satu yang dicuplik menjadi contoh adalah korelasi pelajaran berhitung di sekolah dasar, dengan praktik transaksi sehari-hari. Anak-anak sekolah dasar, misalnya, di ajarkan perhitungan lima ditambah tiga. Tetapi, di luar sekolah harus menghitung 5.000 ditambah 3.000. “Si anak bisa bingung,” ujar Gubernur jenaka. Bila dibiarkan terlalu lama sehingga ada terlalu banyak angka nol dalam penulisan rupiah, menurutnya kasih an anak-cucu kita. Berturut-turut setelah kedua pidato pembuka tersebut, adalah paparan materi
monetaria
Satu Istilah Ragam Guna
R
edenominasi berasal dari kata ‘re’ dan ‘denominasi’. ‘Denomi nasi’ bisa diartikan sebagai satuan mata uang. Sedangkan ‘re’ biasa diartikan sebagai peng ulangan. Secara umum, ‘redenominasi’ diartikan sebagai penulisan ulang nominal mata uang. Biasanya dila ku kan dengan cara mengurangi se jumlah angka nol pada mata uang. Misalnya, dalam sebuah re denominasi Bank Sentral atau pe merintah bisa menyatakan bahwa 1 uang baru bernilai sama dengan 100 uang lama.
liputan
Jumlah digit dalam uang rupiah saat ini belum meng gambarkan kondisi ekonomi Indonesia yang baik.
terkait perubahan penulisan no minal ru piah. Dua pembicara memaparkan materi tersebut. Yaitu Dirjen Perbendaharaan Ke menterian Keuangan, Agus Suprijanto, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas. Paparan tersebut mengulas de ngan mendalam perbedaan antara redenominasi dengan sanering. Hal mendasar yang ha rus digarisbawahi sebagai perbedaan, re denominasi atau penyederhanaan digit nominal tidak akan mengurangi daya beli masyarakat. Sebaliknya, sanering atau pemotongan nilai uang, akan otomatis me ngurangi daya beli tersebut. Beberapa kajian mengenai redenomi nasi juga disampaikan dalam paparan kedua narasumber. Seperti, manfaat redenominasi, ilustrasi penyederhanaan digit pada rupiah, serta faktor penentu keberhasilan rede nominasi berikut contoh sukses dari negara yang pernah melakukan redenominasi. Dari sesi tanya jawab dalam paparan tersebut, banyak hal praktis terkait imple mentasi redenominasi yang masih butuh pemikiran dan solusi. Persoalan yang diang kat dengan kritis oleh para penanya, mulai dari masalah pencatatan transaksi manual dan berbasis teknologi informasi, hingga komplikasi yang mungkin timbul dalam penulisan kontrak transaksi bila tak ada pa yung hukum yang tegas. Banyak pekerjaan rumah menanti Ke menterian Keuangan dan Bank Indonesia, agar redenominasi berjalan mulus. Bera gam kajian sudah dilakukan masih perlu di ujiterapkan hingga bagian terkecil, sehingga saat redenominasi dijalankan tak lagi ada hambatan tak terduga. Saat ini rancangan Undang-undang per ubahan harga rupiah sudah disele sai kan Pemerintah bersama Bank Indonesia. Ran cangan tersebut sudah diajukan kepada DPR dan telah masuk program legislasi nasional 2013. Kick off ini merupakan bagian dari kon sultasi publik, untuk mendapatkan masukan dari berbagai kalangan mengenai program maupun rancangan Undang-undang terse but. What’s next?.. Setelah kick off, beragam kegiatan konsultasi publik yang lebih luas akan terus digelar. Harapannya, terkumpul beraneka masukan, yang dapat memberikan jawaban mengenai kesiapan masyarakat menerima redenominasi. Juga masukan tentang hal lain yang perlu dibenahi untuk mempersiapkan program ini. Bila konsultasi publik dan rancangan Undang-undang disetujui DPR, barulah so sialisasi redenominasi bisa dijalankan. Masih butuh banyak proses, melalui jalan panjang, untuk redenominasi. Usai kick off, kerja keras masih menanti mereka yang terlibat persia pan redenominasi. u
Secara umum, ‘redenominasi’ diartikan sebagai penulisan ulang nominal mata uang. Namun, redenominasi bukan hanya istilah untuk penyederhana an penulisan nominal tersebut. Redenominasi juga dipakai untuk peristiwa perubahan mata uang. Mi salnya saat penerapan mata uang tunggal euro di kawasan Eropa. Kesepakatan tersebut mem buat negara-negara di Eropa Barat melakukan redenominasi. Yaitu, mengganti mata uang lama mere ka menjadi mata uang euro, yang nilai uangnya berbeda dengan nilai uang lama tiap negara. Setiap satu euro, adalah se tara dengan 1,955 mark Jerman atau 6,55 frank Prancis. Istilah re denominasi juga bakal kembali dipakai di kawasan tersebut, bila mereka memutuskan keluar dari zona euro dan kembali ke mata uang lama. u
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
9
D Aulia
ruang baca
Menekan Inflasi dari Sisi Pasokan
M
aluku Utara merupakan sa lah satu contoh provinsi yang mempunyai ketergantungan pasokan ba han pangan dari daerah lain yang masih sangat besar. Sekitar 70 persen kebutuhan pangan pokok sehari-hari seperti sayuran, cabai, tomat dan berbagai komoditi horti kultura lainnya dipasok dari Sulawesi Utara. Dominannya ketergantungan pasokan dari daerah lain itu mempengaruhi pembentu kan harga di Ternate, belum lagi ancaman gangguan cuaca dan kendala transportasi laut serta biaya pengiriman yang mahal. Bila laut sedang tidak ramah, bisa di pastikan harga bahan pokok akan melonjak naik, menyebabkan inflasi yang tinggi. Na mun, ketergantungan pangan dari daerah lain itu sebenarnya dapat dikurangi dengan terus berupaya meningkatkan produksi di daerah sendiri, misalnya yang paling mu dah adalah sayuran. Maka dari itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara kembali mengampanyekan Gerakan Tanam Sayur di Pekarangan (Genta Sekar) di
10
wilayah Kota Tidore Kepulauan. Kali ini BI menggandeng Balai Peng kajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Maluku Utara dan Badan Pelaksana Penyu luhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kota Tidore Kepulauan. Penggalakan Genta Sekar di Kota Tidore Kepulauan ini merupakan kelanjutan dari program serupa yang telah dilaksanakan di Kota Ternate dan Kabupaten Halmahera Barat sejak Septem ber 2012. Pada program tersebut, BI bekerja sama dengan TNI dan pemerintah daerah se tempat melalui pemanfaatan lahan belum terpakai untuk penanaman hortikultura dan tanaman pangan. Pengembangan lahan di lakukan oleh Kelompok Tani Wanita Lolobi dan Kelompok Tani Dou Kalupa di wilayah Kota Tidore Kepulauan. BI memberikan ban tuan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) berupa sarana produk pertanian. Sedang kan untuk pendampingan dan pelatihan budidaya tanaman diberikan oleh BPTP Provinsi Maluku Utara dan BP4K Kota Tidore Kepulauan. Penyerahan bantuan dilakukan
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Bila laut sedang tidak ramah, bisa dipastikan harga bahan pokok di Maluku Utara melonjak.
17 Desember 2012 yang dirangkaikan de ngan penanaman berbagai jenis tanaman hortikultura dan tanaman pangan. Hasil perdananya, pada pertengah an Desember 2012 lalu dilakukanlah pa nen cabai dan tomat. Seperti yang diharapkan, hasil panen tersebut ternyata berhasil mem bantu menekan kenaikan harga cabai dan tomat yang merupakan komoditas utama penyumbang inflasi di Kota Ternate. Seba gaimana pemberitaan di salah satu harian lokal beberapa hari kemudian, harga cabai dan tomat mengalami penurunan di perten gahan bulan Desember 2012 padahal tren siklikal tahun-tahun sebelumnya menunjuk kan harga komoditas ini justru meningkat di akhir tahun. Genta Sekar diharapkan dapat men dorong masyarakat membantu peningkat an produksi sayuran lokal setidaknya untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan demikian masyarakat petani setempat juga bisa me nyadari bahwa mereka sebenarnya punya peran besar untuk menekan inflasi harga pangan. u
Djalu’13
S
Derita Sukses
S
eorang eksekutif perusahaan me renungkan pencapaian kariernya di usia paruh baya. Rumah megah dan mobil-mobil mewah sudah dimiliki. Dia menikahi seorang perempuan cantik yang memberinya tiga anak yang ber prestasi di sekolah internasional. Namun, sang eksekutif merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Karena sibuk berkarir, dia jarang bertemu istri yang hobi berso sialita dan anak-anak yang menghabis kan waktu bersama teman-teman gaul mereka. Ternyata, kondisi yang sama juga di alami sahabatnya sesama eksekutif papan atas. Bahkan, kondisi sang sahabat lebih parah karena istrinya selingkuh dan anakanaknya terjerat nar koba. Karena stres dengan kondisi keluarga, sahabatnya itu akhirnya me melihara wanita simpanan. Setelah merenung, sang eksekutif sukses itu menulis email nasihat kepada sa
habatnya yang malang. Begini isi surat elektronik itu: ‘’Wahai sahabatku, kita tahu bahwa uang ternyata tak bisa memberikan ke bahagiaan hidup. Uang bisa membelikan kita rumah, tapi bukan kehangatan ke luarga. Uang bisa membeli ranjang me wah, tapi bukan tidur nyenyak. Uang bisa membeli arloji Rolex, tapi tak bisa mem beli waktu. Uang bisa membeli buku, tapi bukan pengetahuan dan kebijaksanaan. Uang bisa membeli obat, tapi bukan ke sehatan. Uang bisa memberikan kita seks, tapi bukan cinta. Jadi, kamu lihat bahwa uang bukan lah segalanya. Bahkan, uang bisa menim bulkan kesengsaraan. Aku menulis surat ini karena akulah saha batmu. Sebagai sahabat, aku ingin mengangkat keseng saraan hidupmu. Maka, kirimkanlah se mua uangmu ke padaku... dan aku akan menanggung semua deritamu.’’ u
ebuah antrean di pintu surga. Tam pak seorang ulama berdiri di belakang se orang pe muda pialang saham. Rupanya, dua orang itu meninggal di saat yang hampir bersa maan, saat dunia sedang dilanda krisis ekonomi dahsyat. Ketika pialang menghadap, malaikat penjaga surga bertanya, ’’Sebutkan siapa dirimu supaya aku bisa menilai la yak atau tidak ka mu masuk surga.’’ Sang pia lang menjawab, ’’Nama saya Bejo Sugiharto, pia lang saham di Bursa Efek Ja karta.’’ Sang malaikat memberinya jubah sutra dan tongkat emas, lalu sang pialang saham pun masuk ke surga. Ketika giliran sang ula ma, dia mem perkenalkan diri: ‘’Saya Haji Muhidin, pemuka agama di Jakarta.’’ Malai kat lalu berkata: ‘’Ambil jubah katun dan tong kat kayu ini, lalu ma suklah ke surga dengan hati bahagia.’’ Haji Mu hidin rupanya ragu-ragu untuk masuk surga. Dia lalu bertanya kepada malaikat: ‘’Sebentar, pria di depan saya tadi yang mengaku pialang saham kok dapat jubah sutra dan tongkat emas? Bagaimana mungkin?’’ Mendengar pertanyaan itu, sang malaikat men jawab, ’’Di sini amalan manusia diukur dari dampaknya. Ketika ka mu berkotbah, orangorang pada ngantuk. Ketika pia lang itu be kerja, banyak nasabah nya berdoa.’’ u
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
gerai canda
Tergantung Dampaknya
11
perspektif
Satu T Solusi Subsidi BBM
idak bisa dipungkiri subsi di BBM menjadi bom waktu yang terus meng ancam. Subsidi BBM le bih terlihat sebagai ke bijakan politis dibanding fiskal. Harga BBM domestik hanya separuh dibandingkan negara berkembang lainnya. Sa ngat ekstrem murahnya saat kita sudah jatuh miskin minyak. Umumnya pemberi subsidi ada lah negara melimpah minyak seperti Arab Saudi, Iran, dan Rusia. Kita tam paknya lupa, masa sebagai negara kaya minyak sudah berakhir. Indo nesia malah menjadi pengimpor mi nyak dengan jumlah sangat besar. Hanya Indonesia dan India, ne gara yang tak lagi menjadi pengeks por minyak yang masih menerapkan subsidi BBM. Dengan subsidi sekitar 20 miliar dolar AS per tahun, bahkan subsidi BBM Indonesia per kapita empat kali lipat lebih tinggi diban ding India.
D Aulia
Politik BBM
Gatot M Manan
Departemen Pengelolaan Moneter
Subsidi BBM mengancam ketahanan fiskal, mene kan neraca berjalan, dan melemah kan rupiah.
12
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Sangat murahnya BBM meng obral euforia konsumsi yang luar bi asa boros. Bahkan memicu derasnya penyelundupan ke industri ataupun ke luar negeri. Borosnya konsumsi minyak me mukul neraca berjalan hingga mem bukukan rekor defisit, menggambar kan kebutuhan dolar AS yang melebihi pasokan. Tanpa diimbangi upaya memotong mata rantai keter gantungan subsidi BBM yang men jadi sumber defisit neraca berjalan, stabilisasi nilai tukar tidak akan efek tif. Setidaknya tiga faktor menye babkan kualitas perdagangan mero sot. Pertama, ekspor dido minasi komoditas primer dengan nilai ter batas, akibat ketergantungan proses pengolahan dari negeri jiran. Kedua, dominasi komoditas primer menyebabkan neraca berja lan rentan terhadap fluktuasi harga interna sional. Regulator pertam bangan sudah berbenah dengan mewajibkan nilai tambah di dalam negeri, namun memunculkan konse kuensi peningkatan impor untuk in vestasi pertambangan. Ketiga, ketergantungan pada subsidi BBM, ketika posisi Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak. Akibat situasi ini, tekanan besar terjadi pada neraca berjalan, yang akhirnya berujung pada pele mahan rupiah.
Membengkaknya defisit neraca berjalan bersumber pada kebutuhan dolar yang sangat besar untuk impor minyak. Volume lifting domestik ha nya memenuhi 33 persen dari kon sumsi BBM, sisanya diimpor berupa minyak mentah dan produk. Konsekuensinya, rupiah berada dalam tekanan secara permanen. Se dangkan stabilisasi mempunyai kon sekuensi mahal berupa penurunan cadangan devisa, yang akan mem buat pelemahan rupiah terakumu lasi makin besar. Stabilisasi nilai tukar tidak akan efektif tanpa diimbangi upaya memotong mata rantai keter gantungan subsidi BBM yang men jadi sumber defisit neraca berjalan.
Obligasi Gas Kebijakan subsidi yang belum ter arah membuat konversi BBM ke gas juga masih jauh panggang dari api. Anggaran konversi gas sa ngat terbatas, hanya Rp2 triliun, tak sebanding besarnya subsidi BBM Rp270 triliun. Kendala pendanaan infrastruktur gas dapat diatasi mela lui penerbitan obligasi gas, sehingga konversi gas segera terealisasi. Kebijakan mendasar subsidi BBM terletak pada konversi gas, me manfaatkan harga murah gas sekitar Rp5.500 per kg, dibanding harga pre mium Rp8.500 per liter. Sistem pem batasan kuota BBM me nimbulkan harga ganda yang membuat kebijak an ini tidak efektif. Sayang konversi gas masih jauh dari realisasi akibat sangat minimnya anggaran. Perencanaan matang memung kinkan pembiayaan infrastruktur gas dilakukan melalui penerbitan obligasi gas (O-Gas). Pemerintah dimungkinkan menerbitkan obli gasi tersebut pada 2013 senilai Rp24 triliun dengan tenor satu tahun, saat subsidi BBM masih dialokasikan Rp270 triliun. Dana sejumlah Rp24 triliun terse but digunakan untuk membangun ja ringan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dan subsidi harga tabung konverter yang cukup mahal -- sekitar Rp15 juta per tabung. Obli gasi tersebut dapat dilunasi melalui penghematan subsidi BBM Rp500 per liter pada 2014, yang totalnya mencapai Rp24 triliun. Proses tersebut dapat berlanjut ke tahun berikutnya sampai proses konversi selesai. Program ini akan melepaskan ekonomi dari kung kungan subsidi BBM. u
Dedy Irianto
Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Kepemilikan emas se bagai cadangan devisa sangat bergantung pada pola perolehan cadangan devisa, dan kebutuhan negara dalam melakukan transaksi.
K
esibukan sangat terasa di Konsu lat Jenderal Republik Indonesia di Houston, Texas, Amerika Serikat, pagi itu. Ketika para petinggi se buah perusahaan tambang emas terbesar di negara adidaya itu mencoba mengurus visa. Kekuatan tambang emas di bumi Nu santara ternyata memang sepadan dengan kesibukan dan kerumitan yang harus diper siapkan untuk bisa masuk ke Indonesia. Negeri ini duduk di rangking delapan peng hasil emas terbesar dunia. Kemilau emas memang abadi, apa pun yang terjadi. Bahkan ketika Amerika Serikat meninggalkan skema Bretton Woods pada 1971, yang diikuti hampir seluruh negara. Saat emas tidak lagi menjadi anchor bagi uang yang tercipta, karenanya. Runtuhnya perjanjian Bretton Woods yang disepakati pada Juli 1944, menjadi pembenaran untuk mengembangbiakkan uang. Dunia menggantikan peran emas dengan hard currency, yang dikenal dengan nama dolar AS, euro, poundsterling, yen,
dan frank Swiss. Isi brankas bank-bank sentral tak la gi dipenuhi emas sebagai cadangan de visa utama. Kondisi ini tanpa disadari te lah mengakibatkan banyak malapetaka ke uangan dalam waktu kurang dari dua dekade terakhir. Seorang profesor tua di kelas ekonomi saya dulu menyimpulkan, pola krisis bi asanya akan terjadi dalam kurun waktu 10 tahun. Yaitu berdasarkan siklus bisnis atau kehidupan manusia si pencipta uang itu sendiri. Namun, sejarah membuktikan bahwa periode siklus krisis eko nomi se makin lama ternyata makin pendek. Sebagian orang beranggapan bahwa tata kelola keuangan negara yang tidak tepat, sebagai cikal bakal krisis. Ada pula yang menuding ekspansi swasta berle bihan sebagai biang keladi. Mungkin, ilmuilmu ‘jadul’ kadangkala patut dipertim bangkan kembali saat ini. Fakta hari ini, negara-negara maju se perti Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis, masih memandang penting emas sebagai salah satu komponen cadangan devisanya. Mereka masuk daftar 20 pemilik cadangan devisa emas terbesar, mempertahankan di atas 30 persen cadangan devisa mereka dalam wujud emas. Amerika bahkan pada 2011 menyimpan 8.133,5 ton emas.
bangan pilihan ini. Stok valuta asing yang memadai juga dapat memastikan stabilitas nilai tukar ru piah akan terjaga dengan baik. Nilai tukar rupiah masih menjadi salah satu tolok ukur yang dilihat pihak asing, ketika menakar tingkat kepercayaan terhadap pemerintah. Pemerintah dan swasta dalam men jalankan kegiatannya pun membutuhkan kepastian pasokan valuta asing de ngan harga yang stabil. Menjadi tugas Bank Indo nesia, untuk meyakinkan kecukupan suplai dan harga valuta asing yang baik. Nilai cadangan devisa berupa valuta asing yang besar, dapat membantu Bank Indonesia menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Termasuk menghadapi upaya-upa ya spekulatif pelaku pasar dalam mengejar keuntungan. Di samping itu, kebutuhan investasi berbentuk valuta asing juga harus diperhi tungkan Bank Indonesia. Kebutuhan dunia usaha atau pembayaran pinjaman peme rintah maupun swasta juga pasti mening katkan permintaan valuta asing. Beragam dasar permintaan valuta asing ini, mengarahkan Bank Indonesia me nerapkan pengelolaan cadangan de visa dengan pola yang ada saat ini. Walau kilau emas tetap saja akan selalu menggoda, tetapi begitulah pilihannya. u
perspektif
D Aulia
Pilah-pilih Cadangan Devisa...
Tak Selalu Emas Bagaimana dengan Indonesia? Ber dasarkan laporan tahunan 2011, Bank In donesia memiliki 73,1 ton emas. Komposi sinya mirip-mirip lah dengan bank sentral lain di kawasan Asia Tenggara. Kenapa jumlah cadangan emas Bank Indonesia tak sebesar negara maju? Ke pemilikan emas sebagai cadangan devisa sangat bergantung pada pola per olehan cadangan devisa, dan kebutuhan negara dalam melakukan transaksi. Cadangan devisa pada umumnya me miliki lima komponen utama. Yaitu dalam bentuk valuta asing, Reserve Position in the Fund (RPF), Special Drawing Right (SDR), emas moneter, dan tagihan lainnya. Penentuan apa yang menjadi kom ponen terbesar dalam cadangan devisa, prinsipnya berdasarkan pada tiga hal. Yaitu, keamanan, likuiditas, dan profita bilitas. Keamanan jadi pertimbangan pertama. Indonesia, menempatkan valuta asing menjadi komponen terbesar cadangan de visa, berupa hard currency. Kebutuhan hard currency menjadi salah satu dasar pertim
Cadangan Devisa Emas Moneter per 2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Negara
China Jepang Arab Saudi Rusia Taiwan Brasil Swiss Korea Selatan India Hong Kong Jerman Singapura Italia Algeria Perancis Thailand Meksiko Amerika Serikat Malaysia Inggris
Miliar USD 3,305 1,303 541 514 386 371 335 316 293 285 263 247 187 186 185 180 154 149 135 126
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
13
Dok BI
Festival Karawo 2012
Menghidupkan Ikon Gorontalo
Diluncurkan, Buku Panduan untuk Mempertahankan Opini Audit
B
adan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan kem bali melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI). Kali ini untuk LKTBI Tahun 2012. Buku Panduan Fasilitasi Audit BPK di Bank Indonesia pun diluncurkan. Target penilaian wajar tanpa pengecualian, dibidik. “Pemeriksaan akan makan waktu 90 hari. Entrymeeting (pemeriksaan LKTBI 2012) akan dilaksanakan pada 4 Februari 2013,” kata Kepala Departemen Audit Intern (DAI) Bank Indonesia, Dyah Virgoana Gandhi, Selasa (29/1/2013). Pemeriksaan ini, merupakan kegi tan rutin yang menjadi amanat dari UU Bank Indone sia. Buku Panduan Fasilitasi Audit BPK di Bank Indo nesia, ujar Dyah, disusun agar semua pihak terkait dapat memahami rangkaian kegiatan audit otoritas pemeriksa keuangan itu. Paparan mengenai buku ini, digelar marathon pada 29 Januari -1 Februari 2013, melibatkan seluruh pimpinan satuan kerja di Bank Indonesia. Selain berkoordinasi terkait rencana pemerik saan BPK, pertemuan juga membahas beberapa permasalahan satuan kerja pada periode pemerik saan laporan sebelumnya. Dari pembahasan tersebut disimpulkan bahwa pembenahan dan pengecekan kembali kelengkapan dokumen, juga kesiapan nara sumber yang bertugas memberikan penjelasan pada auditor BPK, harus dipersiapkan lebih baik. Bila masih ada permasalahan ketika audit ber langsung, DAI mempersilakan setiap satuan kerja un tuk aktif berkomunikasi dengan Divisi Konsultasi Au dit Intern DAI. Dengan persiapan dan koordinasi yang baik ini, diharapkan Bank Indonesia dapat memper tahankan pencapaian opini ‘wajar tanpa pengecual ian’ atas LKTBI. “Sebagaimana yang selalu diraih sejak 2003,” imbuh Dyah. u
14
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Dok BI
peristiwa & humaniora
G
uyuran hujan tak menyurutkan kemeriahan Festival Karawo 2012, di pelataran parkir Mal Gorontalo, penghujung 2012. Karnaval Karawo, bagian dari festival, diikuti tak kurang 50 kontingen dengan melibatkan 1.200 orang dari beragam instansi dan latar belakang. Festival dan karnaval ini merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi Gorontalo mengembangkan sulaman Karawo. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo, Wahyu Purnama, mengatakan pengembangan Karawo dan Festival Kara wo diharapkan semakin mendekatkan keinginan Pemerintah dan masyarakat menjadikan Karawo sebagai ikon kebanggaan masyarakat Provinsi Gorontalo. “(Sekaligus) mendorong pember dayaan sektor riil dan UMKM di Gorontalo,” tegas Wahyu yang juga didaulat menjadi Ketua Panitia Festival Karawo 2012, saat pembu kaan festival, Sabtu (8/12/2012). Sulaman Karawo adalah kerajinan khas masyarakat Gorontalo. Terlacak sejarah keberadaannya sejak 1713, sulaman ini terancam punah. Dua tahun terakhir, Bank Indonesia Gorontalo berupaya mengembangkannya kembali, melalui Program Klaster Karawo. Bantuan teknis diberikan, mulai dari pelatihan pembukuan se derhana, kewirausahaan, desain, mengiris dan menyulam, hingga padu-padan warna. Bersama pendampingan teknis, dilakukan pula beragam so sialisasi, promosi, dan pengembangan jejaring pemasaran. Situs untuk memasarkan produk sulaman Karawo juga diluncurkan, dengan alamat www.tokokarawo.com. Para pengusaha Karawo dapat menjual produk mereka melalui situs ini. Sulaman Karawo dapat menghasilkan produk dari wujud kain, sampai pakaian, tas, dasi, dompet, dan beragam kreasi lain. Sejak dikembangkan Bank Indonesia, kreativitas sulaman karawo mengalami peningkatan pesat. Demikian juga angka pen jualan, yang meningkat tiga kali lipat dalam dua tahun terakhir. Apresiasi atas upaya Bank Indonesia mengembangkan kembali Karawo, disampaikan Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie. Dukungan pun datang dari Kementerian Perindustrian. Festi val Karawo akan masuk menjadi salah satu agenda program kerja pemberdayaan kementerian tersebut. “Mulai 2013,” sebut Dirjen IKM Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, yang hadir dalam pembukaan festival. u
peristiwa & humaniora
B
ertepatan dengan 100 hari Joko Wido do menjabat Gubernur DKI Jakarta, 22 Januari 2013, Bank Indonesia bersama lima bank penerbit e-money dan Pemerintah Daerah di kawasan Jakarta Raya meluncur kan penggunaan e-ticketing untuk Trans Jakarta. Sebelumnya, penggunaan tiket elektronik sudah berjalan untuk moda trans portasi serupa di Yogyakarta dan Solo. “Interoperabilitas terbatas di sektor transportasi ini diharapkan dapat menjadi awal pencapaian interoperabilitas seluruh industri pembayaran di Indonesia” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas, saat peluncuran, di Monas. E-ticketing TransJakarta adalah sarana pembayaran dan pembelian tiket moda transportasi TransJa karta, menggunakan e-money dari perban kan. Lima bank sudah mendukung e-ticketing TransJakarta. Yaitu Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Central Asia, dan Bank Daerah Khusus Ibukota. Kartu e-money kelima bank terse but akan dibaca oleh alat yang dipasang di koridor pintu masuk TransJakarta. Tahap pertama, e-ticketing akan dite rapkan pada TransJakarta Koridor 1, rute Blok M - Kota. Pada tahap kedua, dijadwalkan pada Februari - April 2013, menyusul koridor selebihnya. “Ke depan, interoperabilitas ini akan diperluas dan menjadi contoh bagi penerapan di kereta api, jalan tol, parkir, dan lain sebagainya”, imbuh Ronald. Keuntungan penggunaan e-ticketing bagi TransJakarta, antara lain adalah mengu rangi kebocoran pendapatan dan menekan
Dok BI
Beli Tiket TransJakarta Bisa Pakai e-Money
biaya cash management. Tujuan akhirnya, efisiensi serta peningkatan image kemuda han dan kepraktisan pelayanan sektor trans portasi publik. Di berbagai negara, interoperabilitas di sektor transportasi merupakan cara ampuh untuk meningkatkan penggunaan uang elektronik. Berdasarkan survei Bank Indone
sia pada 2012, potensi penggunaan e-mo ney di sektor transportasi dan ritel di wilayah Jabodetabek mencapai Rp24 triliun. Data statistik Bank Indonesia mencatat saat ini ada sekitar 21 juta pemegang emoney di Indonesia. Nilai transaksi per tahun mencapai Rp90 juta, dengan nominal men capai Rp1,7 triliun. u
Pembinaan Kelompok Tani Lele ‘BINTER’
K
antor Perwakilan Bank Indonesia Lhokseumawe memberi kan bantuan dan membina kelompok Tani Lele “BINTER”. Sebagai langkah awal, dipenuhi kebutuhan untuk tambak lele, terdiri atas bibit lele, mesin pencetak pelet, pompa air, tim bangan, jaring pukat, dan pakan dari ukuran kecil sampai panen, di Desa Blang Weu Baroh Kecamatan Blang Mangat Kota Lhok seumawe. Masyarakat Blang Weu Baroh telah turun temurun menjadi petani ikan air tawar. Kondisi alamnya pun sangat cocok untuk pengembangan budi daya ikan air tawar. Masyarakatnya juga terampil memelihara ikan lele. Maka, kelompok tani yang telah terbentuk dengan jumlah 10 orang anggota ini layak dikembangkan. Kepala Kantor Perwaki lan Bank Indonesia Lhokseumawe, Zulfan Nukman, mengatakan sudah ada kesepakatan terkait pengembangan jumlah anggota.
Setiap kali usai panen, anggota kelompok harus bertambah satu orang. Misal, awalnya kelompok memiliki 10 anggota. Setelah panen dan penyemaian bibit, anggotanya harus bertambah menjadi 11 orang, dan berlanjut lagi dengan pola serupa. “Hal ini bisa dilakukan melalui pembagian keuntungan hasil panen,” kata Zulfan. Zulfan juga mengharapkan bantuan ini digunakan seba gaimana mestinya, dan bisa meningkatkan ekonomi Blang Weu Baroh. Diharapkan pula agar Desa Blang weu Baroh bisa menjadi desa penghasil lele terbesar di Lhokseumawe sekaligus mampu memenuhi permintaan pasar di Aceh. Harapannya, ke depan Kelompok Tani “BINTER” dapat menjadi cikal bakal klaster ikan lele di Kota Lhokseumawe. Terakhir, masyarakat pun berharap desa tersebut bisa menjadi desa percontohan bagi desa-desa yang lainnya. u
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
15
ekspose
Tiga Tantangan di 2013 Ekonomi Indonesia masih cukup stabil, namun tantangan yang dihadapi bakal kian berat mengingat situasi perekonomian global belum kondusif.
A
Konsekuensi dari peningkatan konsumsi minyak ––karena me da yang bilang 2013 adalah tahun penuh ketidakpastian bila dilihat dari sudut pandang ekonomi. Perekonomian ningkatnya jumlah kendaraan bermotor–– sangat jelas. Yakni impor global yang tak kunjung bangkit dari kelesuan, semenjak minyak akan semakin meningkat. “Sehingga semakin memperbesar krisis ekonomi tahun 2008, masih belum jelas juntrungan defisit transaksi berjalan. Kami memandang tingginya konsumsi BBM nya. Tapi, banyak pihak juga meyakini perekonomian In serta besarnya subsidi BBM menjadi permasalahan sentral yang harus diatasi dengan segera,” kata Darmin Nasution. donesia masih akan baik-baik saja, seperti tahun-tahun sebelumnya. Di samping itu, lanjut Darmin, meningkat Nah, di awal tahun ini, Bank Indonesia se nya konsumsi BBM dapat meningkatkan bagai salah satu penggawang perekonomian be ban subsidi dalam APBN, yang dapat Indonesia, sudah melakukan “tera wangan” mempengaruhi persepsi negatif mengenai ke terhadap prospek perekonomian ke depan. sinambungan fiskal. “Pada gilirannya, hal itu ke Me neropong jalan yang akan dilalui mesin mudian dapat memberikan tekanan pada nilai ekonomi bangsa ini. tukar rupiah,” kata Darmin Nasution. Pertengahan Januari lalu, Gubernur Bank Tantangan utama Lalu, tantangan yang ketiga adalah keter Indonesia Darmin Nasution menyebutkan adalah bagaimana gantungan terhadap impor yang tinggi, terkait ada tiga tantangan utama bagi Indonesia, di meminimalisasi pemenuhan kebutuhan barang modal dan ba tengah optimisme terhadap prospek pereko han baku. Menurut Darmin, ketergantungan nomian 2013. “Pertama, risiko yang bersum risiko-risiko yang impor dapat menimbulkan tekanan terhadap ber dari masih tingginya ketidakpastian pe dapat meningkat transaksi berjalan ketika kegiatan investasi te mulihan ekonomi global dan harga komoditas kan kerentanan atas rus mengalami peningkatan. Meski demikian, yang dapat mengganggu kinerja ekspor Indo kelangsungan per tutur Darmin Nasution sejauh ini neraca pem nesia,” kata Darmin Nasution, saat memapar bayaran Indonesia masih surplus, meskipun kan rencana kerja bank sentral kepada DPR, di tumbuhan ekonomi. tipis, disebabkan transaksi modal dan finansial Jakarta. masih surplus. “Surplus pas-pasan lah.” Menurut Darmin, dalam kondisi tersebut, Secara umum, Bank Indonesia menyim kuatnya permintaan domestik yang terus berlanjut dapat meningkatkan tekanan terhadap neraca transaksi pulkan bahwa pada tahun 2013 ini ekonomi Indonesia masih cukup berjalan. Dalam kalimat lain, penduduk Indonesia diharapkan tidak stabil. Namun, tantangan yang dihadapi bakal kian berat karena mengerem kegemaran berbelanja agar roda perekonomian terus harus tetap menjaga kestabilan ekonomi dalam negeri, di tengah berputar kencang, agar barang-barang produksi dan jasa terus dikon situasi perekonomian eksternal atau global yang masih belum kon dusif. “Di tengah optimisme prospek perekonomian 2013, tantangan sumsi, agar lapangan pekerjaan bisa terus bertambah. Tantangan kedua adalah konsumsi bahan bakar minyak (BBM) utama adalah bagaimana meminimalisasi risiko-risiko yang dapat yang terus meningkat, di tengah semakin menurunnya produksi mi meningkatkan kerentanan atas kelangsungan pertumbuhan ekono nyak nasional. Kombinasi kedua faktor yang bertolak-belakang ini mi, terutama yang bersumber dari defisit neraca transaksi berjalan,” menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan kian besar. ujar Darmin Nasution. u
16
EDISI 34 u januari 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Dok BI