GEOLOGI DAN POTENSI BAHAN GALIAN TUFA DAERAH MUNCANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN MUNCANG KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN
Oleh: Yanto Endi Purwa dan Djauhari Noor
Abstrak Penelitian dan pemetaan geologi dilakukan di Daerah Muncang dan sekitarnya, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak,Banten,dengan luas daerah penelitian 7 km x 8 km atau sekitar 56km2. Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan genetika pembentukannya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan, satuan geomorfologi perbukitan gunungapi dan satuan geomorfologi dataran aluvial sungai.Pola aliran sungai yang berkembang adalahpola aliran denritik dan pola aliran rektangulardenganstadia sungainya berada pada muda dan dewasa. Tatanan batuan (stratigrafi) yang terdapat di daerah penelitian dari tua ke muda adalah satuan batulempung sisipan batupasirdan batugamping(Formasi Bojongmanik) berumur Mioesen tengah Miosen akhir (N13-N18) dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal yaitu litoral - neritik tepi (220) m. Tidak selaras diatas satuan ini diendapkan satuan batupasir tufaan sisipan tufa (Formasi Genteng) pada kala Pliosen pada lingkungan darat. Satuan batuan breksi gunungapi dan tufa diendapakan secara tidak selaras diatas satuan-satuan yang lebih tua pada kala Plistosen pada lingkungan darat. Endapan aluvial sungai yang tersusun dari material lepas ukuran lempung – bongkah dijumpai menutupi satuan-satuan batuan yang lebih tua di daerah penelitian. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar, lipatan dan sesar. Struktur kekar yang teramati adalah kekar-kekar shear dan tension, sedangkan lipatan yang dijumpai berupa SinklinJalupangmulya, Sinklin Cipeuyeuh serta Antiklin Muncang. Struktur sesar yang berkembang adalah Sesar-sesar Mendatar Cikoncet dan Cisimeut. Keseluruhan struktur geologi di daerah penelitian terjadi pada kala Pliosen (N19) yaitu diawali dengan terjadinya kekar-kekar shear dan tension kemudian diikuti dengan pembentukan struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin serta diakhiri oleh sesar-sesar mendatar. Arah gaya utama yang bekerja berarah N 3300 E Potensi bahan galian ekonomis yang dapat dieksplorasi lebih lanjut adalah batuan tufa dari hasil prodak gunungapi. Perhitungan bahan galian tufa berdasarkan metoda perhitungan konturing di peroleh hasil 144.427.281,50 m3. Kata-kata Kunci : fasises, proximal, volcaniklastic, orogenesa, struktur geologi
1.
UMUM
1.1.
Pendahuluan
DaerahMuncang, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Banten merupakan daerah perbukitan yang terletak pada Zona Antiklinorium Bogor dan Zona Gunungapi Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Kuarter. Secara geologi daerah ini disusun oleh batuan sedimen Tersier yang terlipat dan tersesarkan, sedangkan batuan gunungapi Kuarter dijumpai menutupi sebagian sedimen Tersier di bagian Selatan dan Tenggara dengan penyebaran yang cukup luas. Batuan Tersier yang terdapat di daerah penelitian disusun oleh Formasi Bojongmanik. 1
Berdasarkan kajian literatur dari beberapa peneliti terdahulu menyatakan bahwa formasi Bojongmanik diendapkan pada lingkungan transisi sampai laut dangkal, sedangkan pola struktur geologi Jawa Barat dipengaruhi oleh pola struktur, yaitu pola struktur arah Timurlaut - Baratdaya yang disebut pola Meratus, arah Utara–Selatan atau pola Sunda dan arah Timur– Baratatau pola Jawa. Adanya perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timurlaut – Baratdaya menjadikan pola Jawa berarah relatif Timur–Barat. Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesarsesar dengan arah utara - selatan dan timur – barat, sedangkan cekungan yang Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan. Berdasarkan sejarah sedimentasi dan pola struktur yang dipengaruhi oleh tiga pola struktur tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian geologi di daerah Muncang, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak terutama untuk kondisi geomorfologi, stratigrafi, struktur dan sejarah geologinya dikaitkan dengan sejarah sedimentasi dan pola struktur sebagaimana yang sudah diteliti oleh peneliti-peneliti terdahulu disamping itu penulis juga melakukan kajian terhadap bahan galian ekonomis yang bisa dikembangkan didaerah tersebut, terutama potensi bahan galian tufa produk endapan gunungapi yang ada di daerah penelitian.
penyontohan batuan. Adapun pekerjaan laboratorium berupa analisis petrografi, analisis mikropaleontologi, analisis sedimentologi. Pekerjaan studio berupa pembuatan peta-peta dan analisa struktur geologi, pembuatan laporan sebagai bagian akhir dari proses penelitian. 1.4. Letak, Luas, Kesampaian dan Waktu Pelaksanaan. Secara administrasi daerah penelitian termasuk kecamatan Muncang Kabupaten Lebak Propinsi Banten.Secara geografis daerah penelitian dibatasi oleh koordinat 06°30’53.2”06°35’14.2” Lintang Selatan dan 106°14’04.3” - 106°17’52.9” Bujur Timur. Luas daerah penelitian ± 56 Km² Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua, sedangkan untuk mencapai lapangan kerja daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor dan berjalan kaki. Waktu pelaksanaan penelitian kurang lebih 6 (enam) bulan di mulai sejak awal bulan Januari 2013hingga Juli201, dimulai dari kajian literaatur, pemetaan geologi lapangan, pekerjaan laboratorium dan studio serta penyusunan laporan. 2. GEOLOGI UMUM
1.2. Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi Daerah Muncang dan sekitarnya yang meliputigeomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologidan potensi bahan galian ekonomis 1.3. Metodologi Penelitian. Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah kajian pustaka, pemetaan geologi lapangan, pekerjaan laboratorium dan studio serta pembuatan laporan. Kajian pustaka dilakukan untuk mempelajari hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan daerah penelitian sedangkan pemetaan geologi lapangan berupa pengamatan, pengukuran, dan Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Gambar 1.1 Peta Geologi Daerah Muncang, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak, Banten 2
2.1.
Geomorfologi
2.1.1. Fisiografi Regional Berdasarkan bentuk morfologi serta litologinya Van Bemmelen, (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 Zona Fisiografi (Gambar 1.2), yaitu : (1). Zona Dataran Pantai Jakarta; (2). Zona Bogor; (3). Zona Depresi Tengah (Zona Bandung) dan (4). Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat.
Zona Dataran Pantai Jakarta terletak pada bagian utara Jawa Barat, memanjang dari barat mengikuti Pantai Utara Jawa Barat sampai ke Cirebon dengan lebar sekitar 40 km, diutaranya di batasi oleh laut Jawa dan diselatannya oleh Zona Bogor. Zona ini umumnya memiliki ciri bentuk morfologi yang datar dengan penyusun utama terdiri dari endapan aluvial dan endapan pantai serta lahar gunungapi kuarter.
Lokasi Daerah Penelitian
Gambar 1.2. Peta fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)
2.1.2. Geomorfologi Daerah Penelitian
1.
Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan. Genesa satuan geomorfologi ini dibentuk oleh batuan sedimen yang terlipat dan terpatahkan yang dicirikan oleh bentuk perbukitan bergelombang landai memanjang dari barat-timur. Satuan ini menempati ± 65,8 % luas daerah penelitian (gambar 1.3). Bentuk morfometri dari satuan ini memperlihatkan relief landai sampai bergelombang lemah dengan prosentase lereng 2% - 10% dengan ketingian 100-500 m dan stadia geomorfik dalam stadia dewasa.
2.
Satuan Geomorfologi Perbukitan Gunungapi. Genesa satuan ini dibentuk oleh hasil pengendapan material erupsi gunungapi tufa lapili, menempati ± 31,7 % luas daerah penelitian, Morfometri satuan ini dicirikan oleh prosentase kelerengan 5% - 10% dengan kisaran ketinggian 100200 m. Berdasarkan bentuk-bentuk morfologinya, jentera satuan ini masuk dalam stadia muda.
Secara umum morfologi daerah penelitian terdiri dari perbukitan yang relatif terjal, memanjang dengan arah umum Barat-Timur, dimana batuan penyusun morfologi daerah penelitian disusun oleh batuan sedimen yang terlipat dan terpatahkan serta batuan piroklastik. Berdasarkan pembagian fisiografi van Bemmelen (1949), maka daerah penelitian masuk ke dalam Zona Bogor dan Gunungapi Kuarter. Pembagian satuan-satuan geomorfologi yang terdapat di daerah penelitian didasarkan kepada konsep Davis (1954) dalam Thornbury W.D, (1969) yang mengacu pada aspek struktur, proses dan tahapan. Berdasarkan konsep Davis (1954), maka satuan geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga)satuan geomorfologi, yaitu: Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan Satuan Geomorfologi Perbukitan Gunungapi Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
3
3.
Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Sungai.Genesa pembentukan satuan geomorfologi ini disusun olehmaterial hasil pengendapan sungai, menempati ± 2,5% luas daerah penelitian, tersebar disepanjang sungai utama daerah penelitian yaitu sungai Cikeruh, dengan kelerengan berkisar antara 0%–2%, ketinggian 0-50 m,
di susun oleh material - material berukuran lempung sampai bongkah. Secara umum pola aliran sungai daerah penelitian dapat digolongkan kedalam pola aliran sungai Rektangular dan Dendritik, dengan stadia sungai muda menuju dewasa
Gambar 1.3. Peta Geomorfologi Daerah Muncang
2.2. Stratigrafi 2.2.1. Stratigrafi Regional. Berdasarkan struktur dan sejarah sedimentasi daerah Jawa Barat (Soejono, 1984) Jawa Barat dibagi menjadi 3 mandala sedimentasi, yaitu: Mandala Paparan Kontinen, Cekungan Bogor dan Cekungan Banten. Mandala Paparan menempati bagian utara Jawa Barat, dengan batas selatan di bagian timur adalah Gunung Kromong, Jatiluhur sampai Cibinong Jawa Barat, menyebar ke utara ke lepas pantai utara pulau Jawa. Tatanan batuan yang menyusun Mandala Paparan Kontinen dari yang tertua hingga muda adalah Formasi Cibulakan yang terdiri dari Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
napal, batupasir, batulempung dan batugamping, selaras diatas formasi ini ditutupi oleh Formasi Parigi berupa batugamping yang berumur Miosen Tengah, selanjutnya diatasnya secara selaras diendapkan Formasi Subang berupa lempung sisipan batupasir,kemudian diendapkan Formasi Kaliwangu berupa batupasir dan batulempung yang kaya moluska dan diatas satuan ini diendapkan Formasi Tambakan berupa endapan gunungapi muda yang berumur Kuater. Lingkungan pengendapan pada Mandala Paparan Kontinen ini menunjukan proses pengendapan laut dangkal dengan kondisi tektonik yang stabil.
4
Gambar 1.4. Peta Mandala Sedimentasi Jawa Barat (Soejono,1984)
2.2.2. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi Daerah Penelitian terdiri atas 4 (empat) satuan batuan, di mulai dari tua ke muda yaitu (tabel 1-1): 1. 2. 3. 4.
Satuan Batulempung Sisipan Batupasir dan Batugamping Satuan Batupasir Tufaan Sisipan Tufa Satuan Batuan Produk Gunungapi Tak Terurai Satuan Endapan Aluvial
1. Satuan Batulempung Sisipan Batupasir dan Batugamping. a. Penamaan Penamaan satuan ini berdasarkan atas dominasi kehadiran batulempung sebagai penyusun utamanya dan batupasir daqn batugampinghadir sebagai sisipan.
Gambar 1.5. Statigrafi Daerah Muncang dan Sekitarnya Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
5
b. Penyebaran dan Ketebalan. Satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping menempati luas sekitar ±42,7 % dari daerah penelitian dengan penyebaran umumnya dari barat ke arah timur. Kedudukan satuan ini umumnya kurang baik karena satuan batuan ini bersifat masif. Adapun di bagian sisipan yang berupa batupasirnya, kedudukan lapisannya berkisar antara N 320E/70 sampai N 370E/80,sedangkan ketebalan dari hasil pengukuran penampang ±757 m. Ciri Litologi.
Foto 1.2 Singkapan batulempung sisipan batupasir batulempung sisipan batupasir dan batugamping
Ciri litologi satuan ini mulai dari bawah ke atas Adalah sebagai berikut : Pada bagian bawah didominasi oleh batuan lempung dengan sisipan batugamping dengan ketebalan 60 cm, dan batupasir dengan ketebalan 40 cm. Kearah bagian tengah, satuan ini masih didominasi batulempung dengan sisipan batupasir dengan tebal 1,5 meter dan batugamping dengan ketebalan 50 cm. Sedangkan di bagian atas dari satuan ini didominasi oleh hadirnya batulempung dengan sisipan batupasir dengan ketebalan mencapai 2 m. Batulempung warna abu abu gelap sampai abu abu sedang, karbonatan dan non karbonatan, dijumpai kandungan molusca, kompak sampai dapat diremas, segar sampai terlapukkan kuat dengan komposisi mineral lempung sebagai penyusunnya
Foto 1.1. Singkapan batulempung yang mewakili Satuan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Foto 1.3. Singkapan batupasir pada satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping
c. Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping berdasarkan pengelompokan keberadaan fosil planktonik menurut Blow (1969), yang terkandung dalam conto batuan pada lokasi pengamatan (Lp-41) di Sungai Cipamelah pada batupasir di bagian atas dan (Lp-76) di Sungai Cisimeut pada batugamping dibagian bawah. Fosil foraminifera planktonik yang ditemukan di bagian atas pada satuan ini diantaranya : Globigerinata naparimaensis, Globorotalia gigantae, dan Globogerinoides trilobus. Menunjukan kisaran umur N13-N15 atau Miosen tengah sampai Miosen akhir (Tabel 3.1). Dan di bagian bawah diantaranya : Globigerina Foliata, Globoqudrina Dehiscens dan Globorotalia merotumida. Menunjukan kisaran umur N 16-N18 atau Miosen akhir. (Tabel 3.2). Satuam batuan ini berumur Miosen tengah-Miosen akhir (N13-N8).
6
Tabel 1-2. Kisaran umur fosil planktonik satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Lp-41,di Sungai Cipamelah pada batupasir bagian atas.
Tabel 1-3. Kisaran umur fosil planktonik satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Lp-76,di Sungai Cisimeut pada batugamping bagian bawah.
Untuk menentukan lingkungan pengendapan satuan Batulempung sisipan Batupasir dan Batugamping ini, penulis mengambil sample
batuan di 1 lokasi yang mewakili bagian atas, sebagai berikut:
Tabel 1-4. Kisaran lingkungan pengendapan berdasarkan fosil bentonik satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping.
Dalam menentukan lingkungan pengendapan terhadap satuanbatulempung sisipan batupasir dan batugampingdigunakan fosil-fosil foraminifera bentonik dan klasifikasi lingkungan pengendapan menurutPhleger(1962), ditemukan fosil-fosil benthonik diantaranya: uvigerina pigmae, Vulvulina, Amphistegina lessoni, danTextularia sp. maka lingkungan pengendapan dari satuan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
ini adalah Litoral sampai Neritik Tepi 2 – 20 meter.. d. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping dengan satuan yang ada di bawahnya tidak diketahui karena satuan yang lebih tua di daerah penelitian tidak dijumpai. Sedangkan hubungan 7
stratigrafi dengan satuan yang ada di atasnya yaitu satuan batupasirtufaan sisipan tufa adalah tidak selaras. Hal ini ditandai karena mengalami perubahan serta ditandai adanya rumpang waktu pengendapan pada kedua satuan batuan N 19.
satuan ini merupakan bagian dariFormasi Bojongmanik.
e . Kesebandingan Stratigrafi
Penamaan satuan ini didasarkan atas dominasi batupasir tufaan sebagai penyusun utama serta tufa sebagai sisipannya.
Satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping di daerah penelitian memiliki ciri litologi yang sama dengan Formasi Bojongmanik menurut Sujatmiko dan S. Santosa (1992), dengan demikian penulis menyatakan
3.
Satuan Batupasir Tufaan Sisipan Tufa
a.
Penamaan.
Foto 1.2. Singkapan batupasir tufan Lokasi pengamatan Lp-29 S. Ciangireun.
Pada peta geologi di beri oleh warna kuning.Menempati sekitar 25% luas daerah penelitian.Menyebar dari bagian barat sampai ke timur daerah penelitian.Sebaran satuan ini mempunya kedudukan berkisar N 34º E/10º. – N 82º E/ 8º . Memiliki ketebalan ± 322 meter berdasarkan pada rekontruksi penampang geologi.
Kenampakan di lapangan massive memperlihatkan perlapisan batuan. Batupasir tufaan,warna coklat kekuningan, ukuran butir sedang – kasar,bentuk butir menyudut tanggung, terpilah buruk, kemasterbuka,porositasbaik, masa dasar tufan, sementasi non-karbonatan, berlapis.(Foto 3.7)Berdasarkan sayatan tipis nama batupasirnya adalah Chiefly Volcanic Wacke (Gilbert, 1953).(lihat dilampiran petrografi3).
c.
d. Umur dan Lingkungan Pengendapan.
b.
Penyebaran dan Ketebalan.
Ciri Litologi.
Ciri litologi satuan ini mulai dari bawah keatas adalah didominasi oleh batupasir tufaan dengan sisipan tufa. Pada umumnya singkapan batupasir tufaan memiliki ketebalan 0,5m sampai dengan 1,5m dan sisipan tufa dengan tebal 20cm sampai dengan 50cm.Kondisi singkapan pada umumnya agak segar – segar. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Tidak ditemukan fosil pada satuan batuan ini maka penulis mengacu kepada peneliti terdahulu dimana satuan batuan ini berada pada Formasi Genteng yang kedudukan stratigrafinya berada diatas Formasi Bojongmanik secara tidak selaras (Sujatmiko dan S. Santosa, 1992).
8
Tidak ditemukan fosil Bentonik pada satuan ini, maka peneliti mentukan lingkungan pengendapan pada satuan ini menggunakan data sekunder yaitu mengacu kepada peneliti terdahulu Sujatmiko dan Santosa (1992).
3. Satuan Batuan Produk Gunungapi Tak Terurai a. Penamaan
Dicirikannya limpahan kayu terkersikan. Maka satuan ini diendapkan pada lingkungan darat (Sujatmiko dan Santosa, 1992).
Satuan batuan ini diisi oleh breksi gunungapi dan tufa yang tak truraikan yang merupakan hasil endapan piroklastik.
e. Hubungan Stratigrafi.
b. Penyebaran dan Ketebalan
Kedudukan stratigarafi satuan batupasir tufaan sisipan tufadengan satuan di bawahnya yaitu satuan batulempung sispan batupasir dan batugamping adalah tidak selaras, karena adanya rumpang waktu pengendapanN19 (Disconformity).
Pada peta geologi di beri oleh warna coklat, menempati sekitar 29,3% luas daerah penelitian. Menyebar dari utara bagian kanan peta dan diselatan bagian kanan sampai tengah peta bagian bawah. Satuan ini teramati dengan jelas pada tebing-tebing terjal disekitar pinggir jalan Kampung Pasir Nangka. Membentuk morfologi yang bergelombang kuat mencirikan hasil dari produk gunung api.Kondisi singkapan pada umumnya lapuk – segar.Perlapisan batuan pada umumnya tidak memiliki kedudukan. Ketebalan breksi berkisar antara 1m – 5m. Dan tufa 0.50m – 3m. Satuan ini memiliki ketebalan ± 300 meter mengacu pada rekontruksi penampang.
f. Kesebandingan Stratigrafi. Satuan batupasir tufaan sisipan tufa di daerah penelitian memiliki ciri litologi yang sama dengan Formasi Genteng salah satunya banyak ditemukannya fosil kayu terkersikan menurut Sujatmiko dan S. Santosa (1992), dengan demikian penulis menyatakan satuan ini sebagai Formasi Genteng.
Foto 1-3. Singkapan breksi (kiri) dan tufa (kanan) yang mewakili satuan batuan produk gunungapi tak terurai. c. Ciri Litologi Ciri litologi satuan ini tersusun dari breksi gunungapi dan tufa. Breksi Gunungapiwarna abu-abu , ukuran butir kasar, bentuk butir menyudut, terpilah buruk,kemas terbuka, masa dasar pasir tufan, fragmen batuan beku andesit, ukuran fragmen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
5-10 cm.Tufa Gunungapi warna abu-abu, ukuran butir halus-sedang, bentuk butir membundar, terpilah baik,kemas tertutup. d. Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini didasarkan pada posisi stratigrafi dengan satuan batuan 9
yang ada di bawahnya, dimana satuanbatuan produk gunungapimenutupi satuan batuan yang ada di daerah penelitian yaitu Satuan Batulempung sisipan batupasir dan batugamping dan Satuan batupasir tufaan sisipan tufa. Pada satuan ini juga tidak dijumpai adanya fosil dan belum mengalami perlipatan ataupun patahan, atas dasar tersebut makaumur dari satuan ini adalah Plistosen dengan mengacu kepada data Sekunder Asikin menurut peneliti terdahulu yang menyebutkan bahwa satuan ini berumur Plistosen serta disebandingkan dengan kala munculnya gunung-gunung api muda di daerah ini menurut Sujatmiko dan S. Santosa (1992). Penentuan umur Satuan batuan initidak bisa dilakukan berdasarkananalisa fosil, karena fosil Bentonik tidak ditemukan, untuk penentuan umur, penulis mengacu kepada model penentuan lingkungan pengendapan, " Pyroclastic Vulcaniclastic Facies " ( Vessel and Davies, 1981 dalam Cas and Wright, 1987). Untuk menentukan lingkungan pengendapan dari satuan batuan gunung api ini digunakan model dari ( Vessel dan Davies, 1981 ), yang membagi lingkungan pengendapan gunungapi menjadi 4 fasies, yaitu : Fasies Volcanic Core, fasies ini dicirikan oleh lava ( lava berlembar ) dan endapan piroklastik berbutir halus – kasar dan breksi kolovium. Fasies Proximal Volkanicklastic, fasies ini dicirikan oleh breksi vulkanik ( endapan blok dan debu ), aliran piroklastik, serta sedikit breksi kolovium, dan endapan piroklastik jatuhan. Fasies Medial Volkaniclastic, fasies ini dicirikan oleh aliran debris ( lahar ) endapan fluviatil konglomerat dengan beberapa endapan piroklastik. Fasies Distal Volkaniclastic, fasies ini dicirikan oleh dominasi endapan rombakan batuan gunungapi seperti breksi lahar, breksi fluviatil, batupasir dan lanau. Endapan primer hanya berupa tuff dan sedikit tuff lapili e. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi satuan batuan breksi gunungapi dan tufadengan satuan yang berada di bawahnya yaitu satuan batupasir tufan sisipan Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
tufa adalah tidak selaras. Hal ini berdasarkan adanya rumpang waktu pengendapan serta adanya kedudukan batuan yang menunjukan kontak ketidakselarasan bersudut. sedangkan bagian atasnya ditutupi oleh endapan aluvial yang dibatasi oleh bidang erosi. f.
Kesebandingan Stratigrafi
Secara regional satuan batuan gunungapi di daerah penelitian memiliki ciri litologi yang sama dengan Satuan Breksi Taposmenurut Sujatmko dan S. Santosa(1992), dengan demikian penulis menyatakan satuan ini merupakan bagian dari Formasi Hasil Gunungapi dari Gunung Endut. 4. Satuan Endapan Aluvial. Penyebaran satuan ini kurang lebih ± 2,5 % dari seluruh luas daerah penelitian, pada peta geologi diwakili warna abu-abu, menyebar di sebagian sungai Cisimeut sebelah Barat daerah penelitian yaitu di Desa Nagayati dan Desa Karangcombong. Satuan aluvial ini menempati Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial. Ketebalan dari satuan ini dari 0,5 meter hingga 5 meter di daerah penelitian, merupakan hasil dari rombakan batuan sebelumnya tetapi belum terkompaksi 2.3. Struktur Geologi 2.3.1. Struktur Geologi Regional. Menurut Van Bemmelen(1949), selama zaman Tersier Jawa Barat telah mengalami tiga kali periode tektonik (orogenesa), yaitu: 1) Orogenesa Oligo-Miosen. Pada orogenesa ini terjadinya pembentukan cekungan Bogor, di mana sebelumnya terletak pada cekungan depan busur menjadi cekungan belakang busur. 2) Orogenesa Intra Miosen. Orogenesa periode ini di cirikan oleh perlipatan dan pensesaran yang kuat, terjadi pembentukan geantiklin yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa yang melahirkan gaya ke arah utara. Gaya – gaya ini membentuk lipatan – lipatan yang berarah barat – timur dan sesar – sesar mendatar dengan arah barat daya – timur laut. Periode tektonik ini di perkirakan berlangsung dari kala Miosen hingga Pliosen.
10
3) Orogenesa Plio-Plistosen. Orogenesa pada periode ini di cirikan oleh adanya aktifitas gunung api, gaya-gayanya mengarah ke Utara dan menyebabkan terjadinya amblesan pada Zona Bandung bagian Utara. Proses amblesan Bandung ini mengakibatkan tekanan-tekanan kuat terhadap Zona Bogor sehingga terbentuk lipatan dan sesar naik yang berkembang di bagian Utara Zona Bogor dan memanjang dari Subang hingga Gunung Ceremai. Menurut Sukendar (1986) pola umum struktur Jawa Barat berdasarkan data gaya berat dan data seismik di bagi menjadi tiga pola arah umum (gambar 1-5): 1) Pola struktur Barat Laut-Tenggara, secara umum sesar ini membatasi daerah Bogor, Purwakarta, Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, Banjar dan menerus ke sebagian Jawa Tengah. Sebagian besar daerah ini termasuk ke dalam Zona Fisiografi Bogor. 2) Pola struktur Barat-Timur, memotong sepanjang jalur Pegunungan Selatan, merupakan sesar normal dengan bagian Utara yang relatif turun terhadap bagian Selatannya. 3) Pola struktur Timurlaut-Baratdaya, seperti yang terlihat di lembah Cimandiri dekat Pelabuhan Ratu. Ketiga pola struktur tersebut sangat di pengaruhi oleh posisi jalur subduksi dan busur magmatik Indonesia. Seiring dengan proses yang terjadi, maka terjadi pula deformasi dan
perkembangan tektonik hingga terbentuk morfologi pada masa sekarang. Sesar regional yang mempengaruhi geologi Jawa Barat, di antaranya adalah sesar regional Cimandiri dan Baribis. Keberadaan kedua sesar ini di yakini berbeda dalam hal umur serta mekanisme pembentukannya. Berbeda dengan sesar Cimandiri, sesar Baribis merupakan sesar muda (pola Jawa) yang terbentuk pada periode tektonik Plio-Plistosen dan di yakini masih aktif hingga sekarang (Pulunggono dan Martodjojo, 1984). Sesar Baribis untuk pertama kalinya di kemukakan oleh Van Bemmelen (1949) sebagai sesar naik yang membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di Majalengka. Beberapa peneliti mempunyai pandangan seperti yang di kemukakan oleh Soejono (1984), Simandjuntak (1994), Haryanto (2002) dan Rahardjo dkk (2002).Soejono (1984), meyakini bahwa sesar Baribis menerus ke arah Tenggara melalui kelurusan Citanduy sebagai sesar naik, sedangkan Haryanto (2002) berpendapat bahwa penerusan sesar ke arah Tenggara sebagai sesar mendatar dekstral. Berbeda dengan kedua penulis diatas, Simandjuntak (1994) berpendapat bahwa sesar Baribis menerus ke arah Timur melalui daerah Kendeng dan berakhir di sekitar Nusa Tenggara Barat, sehingga penulis ini menamakannya sebagai Baribis-Kendeng Fault Zone. Selanjutnya Rahardjo (2002) berpendapat bahwa sesar Baribis merupakan sesar inversi yang semula merupakan sesar normal berubah menjadi sesar naik.
Lokas penelitian Gambar 1-5. Pola Struktur Umum Jawa Barat (Sukendar, 1986) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
11
2.3.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian
diperoleh jenis sesar adalah sesar mendatar menganan (dextral).
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan, struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian berupa struktur kekar, lipatan dan patahan. 1. Struktur Kekar Struktur kekar yang berkembang di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi: (1). Shear fracture atau “compression joint”, yaitu kekar yang terbentuk akibat gaya tekanan dan (2). Tension/gash fracture, yaitu kekar yang terbentuk akibat gaya tarikan. 2.
Struktur Lipatan
Struktur lipatan yang terdapat di daerah penelitian adalah berupa antiklin dan sinklin. Lipatan yang kemiringan lapisan batuan kearah berlawanan disebut antiklin dan kemiringan lapisan batuan ke satu arah disebut sinklin. Lipatan yang terdapat pada daerah penelitian adalah : 1. Sinklin Jalupangmulya 2. Antiklin Muncang 3. Sinklin Cipeuyeuh 3.
Foto cermin sesar berupa gores garis di LP-19 Sungai Cisimeut dengan bidang sesar N 3100 E/ 600, gores garis trend 320. Plunge N 270 E. Pitch90.
Struktur Sesar
Berdasarkan hasil pengamatan unsur-unsur struktur geologi di lapangan dapat diketahui bahwa di daerah penelitian terdapat 2 jenis sesar, yaitu : (1). Sesar Mendatar Cikoncet dan (2). Sesar Mendatar Cisimeut
a). Sesar Mendatar Cikoncet Sesar Mendatar Cikoncet berarah baratlaut – tenggara sepanjang 5.2 km. Indikasi-indikasi dari sesar menatar Cikoncet di lapangan berupa: Bidang sesar N 1850E/ 250, Trend N 0 0 12 E.Plunge N 25 E. Pitch 100E Bidang sesar N 1670E/ 560 , Trend N 150E.Plunge N 400 E. Pitch 80E Ketidak teraturan kedudukan batuan di lokasi SM-01 Berdasarkan data-data tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sesar Cikoncet merupakan sesar mendatar. Berdasarkan hasil analisis dari data kedudukan arah cermin sesar
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Foto cermin sesar berupagores garis di SM-01 Sungai Cikoncet dengan bidang sesar N 1850 E250, gores garis trend 120. Plunge N 250 E. Pitch 100. b). Sesar Mendatar Cisimeut Sesar Mendatar Cisimeut diketahui berarah baratlaut – tenggara sepanjang 1.5 km. Adapun indikasi-indikasi dari sesar Cisimeut di lapangan berupa: Bidang sesar dengan gores garis di sungai Cisimeut pada LP SM-03, yaitu :Bidang sesar N 3100 E/ 610Trend N 320 E.Plunge N 270 E. Pitch 90E. Kedudukan lapisan batuan yang tidak teratur Pembelokan sungai yang tiba tiba 3.1.1. Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian. Berdasarkan data dan pengamatan dilapangan dan dikaitkan dengan konsep pembentukan struktur Moody and Hill (1954), maka dapat dijelaskan urut-urutan pembentukan struktur geologi di daerah penelitian sebagai berikut: Gaya utama yang bekerja di daerah penelitian 12
berarah N 3300 E atau utara – selatan dan gaya ini terjadi pada kala Pliosen (N19) atau bersamaan dengan orogenesa Plio-Plistosen Jawa Barat. Pembentukan struktur geologi di daerah penelitian diawali dengan terbentuknya kekar-kekar berupa shear dan tensional joint yang ada di daerah penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan struktur lipatan berupa Sinklin Jalupangmulya dan Cipeuyeuh serta antiklin Muncang. Gaya yang menekan daerah ini terus berlangsung hingga melewati batas ambang elastisitas batuan, sehingga menyebabkan batuan-batuan di daerah penelitian terdeformasi dan terpatahkan yang membentuk Sesar Mendatar Menganan Cikoncet dan Ciseumeut. 2.4.
Pada Kala Pliosen kondisi Paleogeografi Jawa Barat hampir separuh Jawa Barat sudah berupa daratan, yaitu mulai dari Serang, Rangkas Bitung, Bogor, Bandung hingga ke Tasikmalaya. Ke arah utara di tempati oleh endapan kipas alluvial, sedangkan laut dangkal menempati bagian utara Jawa Barat, mulai dari dataran pantai Jakarta hingga Cirebon dan lautan berada di bagian utaranya yaitu di laut Jawa sekarang. Kondisi Pelogeografi Jawa Barat Kala Pliestosen - Resen sudah seperti kondisi saat ini di mana seluruh pulau Jawa Barat sudah berupa daratan, sedangkan lautan sama seperti kondisi lautan saat ini.
Sejarah Geologi
2.4.1. Sejarah Geologi Regional Kondisi Paleogeografi Jawa Barat pada kala Miosen awal adalah bagian daratan berada di bagian selatan Jawa Barat, yang meliputi sekitar Jampang Kulon, ke arah bagian tengah berupa laut dalam yang meliputi daerah Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung hingga ke Tasikmalaya. Sedangkan di bagian utara Jawa Barat mulai Serang, Rangkas Bitung, Jakarta hingga Cirebon berupa laut dangkal. Pada kala akhir Miosen Tengah, kondisi Paleogeografi Jawa Barat daratan yang berada di bagian selatan Jawa Barat sudah mengalami penyusutan, tersebar dari Jampang Kulon hingga ke Ujung kulon, sedangkan ke arah bagian tengah Jawa Barat masih berupa laut dalam dan ke arah utara di tempati oleh terumbu Batugamping yang menyebar hingga ke laut Jawa. Laut dangkal berada di bagian utara, barat dan selatan laut Jawa, Selat Sunda dan Samudra Hindia. Pada kala Miosen Akhir kondisi paleogeografi Jawa Barat sudah mengalami perubahan yang cukup berarti yaitu daratan ada pada bagian barat (Banten) dan selatan Jawa Barat (Jampangkulon - Tasikmalaya). Kondisi laut dalam semakin menyempit, berada di bagian tengah Jawa Barat sedangkan laut transisi berada di bagian utaranya tersebar dari selatan Jakarta-Cirebon. Laut dangkal tersebar di bagian utara Jawa Barat mulai dari dataran pantai Jakarta hingga Cirebon dan menerus hingga kelaut Jawa. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Gambar 1-6. Paleogeografi kala Miosen Tengah
Gambar 1-7. Paleogeografi kala Miosen Akhir
13
dan tufa pada lingkungan darat, diperkirakan material gunungapi ini berasal dari gunungapi Endut yang ada dibagian selatan daerah penelitian. Seiring dengan waktu geologi yang berjalan di daerah penelitian terjadi pula proses eksogen yaitu pelapukan dan erosi dari batuan batuan yang ada didaerah penelitian berupa material lepas yang diendapkan pada saluran-saluran sungai. Endapan aluvial ini menutupi seluruh satuan batuan yang ada dibawahnya. 2.5. Potensi Bahan Galian Tufa Gambar 1-8. Paleogeografi Kala Pliosen
Potensi bahan galian ekonomis yang dapat dikembangkan dan diteliti lebih lanjut di daerah penelitian berupa batuan tufa yang bermanfaat sebagai bahan bangunan (batako dan kramik ). Berdasarkan perhitungan cadangan spekulatif dengan menggunakan metoda counturing diperoleh hasil sebesar 144.427.281.50 m3.. 3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka geologi daerah Muncang dan Sekitarnya, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Jawa Barat dapat disimpulkan sebagai berikut: Gambar 1-9. Paleogeografi Kala Plistosen - Resen
2.4.2. Sejarah Geologi Daerah Penelitian Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala Miosen tengah N13) dengan diendapkannya satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping, pengendapan satuan ini berlangsung hingga Miosen akhir (N18) dengan lingkungan pengendapan litoral sampai neritik tepi atau 2 – 20 meter. Kemudian pada kala Pliosen awal daerah penelitian mengalami regresi oleh orogenesa Pliosen (N19). Orogenesa kala Pliosen ini disertai oleh aktivitas gunungapi yang produknya berupa lapili dan tufa gunungapi yang diendapkan di daerah penelitian sebagai sedimen epiklastik berupa batupasir tufaan sisipan tufa di lingkungan darat pada kala Pliosen tengah – Pliosen akhir N20 – N21. Aktivitas gunungapi ini masih berlanjut hingga kala Plistosen akhir yaitu dengan diendapkannya Satuan batuan breksi gunungapi Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi didasarkan atas genetikanya berupa struktur, proses, dan tahapan, yaitu satuan geomorfologi perbukitan lipatan, satuan geomorfologi perbukitan gunungapi, dan satuan dataran aluvial sungai dengan jentera geomorfik muda dan dewasa. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian adalah rektangular dan dendritik dengan stdia erosi sungai berada pada tahap muda dan dewasa. Tatanan batuan yang tersingkat di daerah penelitian dari yang tertua hingga termuda adalah satuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping (Formasi Bojongmanik) berumur Miosen tengah – Miosen akhir atau N13 – N18 pada lingkungan litoral - neritik tepi (2-20 m). Satuan batupasir tufaan sisipan tufa (Formasi Genteng) diendapkan secara tak selaras diatas satuan batulempung sisipan batupasir dan gamping (Formasi Bojongmanik) pada kala Pliosen tengah (N20 – N21) pada lingkungan darat. Satuan batuan breksi gunungapi dan tufa diendapkan secara tak 14
selaras diatas Formasi Genteng pada kala Plistosen Awal. Batuan termuda di daerah penelitian berupa satuan endapan aluvial sungai yang dijumpai menutupi seluruh batuan batuan yang ada di daerah penelitian.
8]
9] Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian berupa kekar-kekar jenis shear dan tension joint, struktur perlipatan berupa antiklin Muncang dan sinklin Jalupangmulya serta Cipeuyeuh. Struktur sesar yang dijumpai adalah sesar mendatar Cikoncet dan sesar mendatar Cisimeut. Keseluruhan struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian terjadi pada kala Pliosen awal atau N19 dengan arah gaya utama utara – selatan atau N 3300 E. Potensi bahan galian ekonomis yang dapat dikembangkan dan diteliti lebih lanjut di daerah penelitian berupa batuan tufa yang bermanfaat sebagai bahan bangunan (batako dan kramik ). Berdasarkan perhitungan cadangan spekulatif dengan menggunakan metoda counturing diperoleh hasil sebesar 144.427.281.50 m3..
10]
11]
12]
13]
PUSTAKA 1]
2]
3]
4]
5]
6]
7]
Asikin. S., 1986, “Geologi Struktur Indonesia”, Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Bemmelen, R.V., 1949, “General Geology of Indonesia and adjacent archipelagos”, Martinus NijhoffThe Hague, Netherlands, v.IA, p.332. Billings, Marlan P., 1960, “Structural Geology”, Second Edition, Prentice – Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 514 p. Blow, W. H. and Postuma J. A. 1969. “Range Chart, Late Miosen to Recent Planktonic Foraminifera Biostratigraphy”, Proceeding of The First. Dunham R.J.,1962, “Classification of Carbonat Rock, (ed)”, Symphosium Published by AAPG, W.E. Ham Tusla Oklahama, USA. Gilbert, 1954, “Petrography and Introduction to The Study of Rock Thin Section”, W.H. Freemen and Co, San fransisco. Harsolumakso, Agus H. 1995. “Buku Pedoman Geologi Lapangan”, Jurusan teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
14]
15]
16]
17]
18]
Lobeck, A. K., 1939, “Geomorphology : An Intruduction to the Study of Landscape”, First Edition, Ninth Impression, Mc Graw- Hill Book Company, New York and London, 731 p. Martodjojo, Soejono. (1984). “Evolusi Cekungan Bogor - Jawa Barat I”, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Moody, J. D And Hill, M. J., 1956, “Wrench Fault Tectonics, Geological Society of America Bulletin”, V. 67, pp.1207 – 1246. Muif, M., Sudrajat, D. tt. “Petrologi dan Pedoman Praktikum”, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor. Noor, D. 2007. “Geologi Fisik”. Program Studi Teknik Geologi, Universitas Pakuan, Bogor. Oentoeng. M, G. Wiriosudarmo, 1973, “Pola Struktur Jawa dan Madura Ditafsirkan dari Data Gaya Berat (Structural Pattern of Java and Madura as Interpreted from Gravity Data)”, Dinas Eksplorasi, Direktorat Geologi, Direktorat Jenderal Pertambangan, Departemen Pertambangan , Bandung. Phleger, F. B., 1962, “Ecology Of Foraminifera”, Nortwest Gulf of Mexico Geology, Amerika, V. 46, pp. 50 - 53. Rijkard, 1971, “Klasifikasi Kedudukan Lipatan”, Dalam Diktat Praktikum Geologi Struktur : Program Studi Teknik Geologi Universitas Pakuan. Sampoerno, (1983). “Diktat Edaran Kuliah Geomorfologi”, Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Sujatmiko., dan Santosa, S. 1992.”Geologi Regional Lembar Leuwidamar-Jawa (Geology of The Leuwidamar Quadrangle – Jawa)”. Bandung:Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi. Vessel dan Davies. (1981).”Model Lingkungan Pengendapan Batuan Produk GunungApi”.[Online].Tersedia:http//:w ww.sedimentologiduaribusembilan.blogs
15
19]
pot.com/2010/12/fasies-gunung-api-danaplikasinya.html [10 April 2013]. Williams. D.T., 1954, “Principles of Geomorphology Second Edition”, Department of Geology Indiana University, USAPenulis
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Unpak
Penulis 1) 2)
Yanto Endi Purwa, ST., Alumni (2013) Program Studi Teknik Geologi, FT-Unpak. Ir. Djauhari Noor, M.Sc. Staf Dosen Program Studi Teknik Geologi, FT-Unpak.
16