ISSN: 2355-1445; Hal. 11-22
GELIAT MODERNISASI DAN UPAYA PREVENTIF ORANGTUA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KEPRIBADIAN ANAK (Studi di Kecamatan Mandongan Kota Kendari) Oleh: Hj. Ratna Supiyah2
Abstract
This research aims at describing and analyzing the effort done by the parents in increasing the quality of children’s personality in the effect of modernization. This research was conducted in Mandonga District, Kendari Town, with the consideration that this location denotes one of the areas which has the most complex and heterogeneous citizens. The unit of analysis in this research was the parents who have adult children in which the information was obtained through observational technique, in-deep interview, and written document research. Furthermore, the data were analyzed in qualitative descriptive, in which the processing and analysis of data were done simultaneously. The findings elaborated that the form of parents’ preventive effort in advancing the quality of children’s personality, consisted of: fulfilling children’ rights, educating the children with love, instilling religious value since early, and keeping the children away from the negative effects. Therefore, it is expected for the parents in order to have broad insight and adequate religious knowledge base to avoid the mistakes in educating their children. Key Words: Modernization, Parents, Children’s personality.
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis upaya yang dilakukan orangtua dalam meningkatkan kualitas kepribadian anak di tengah pegaruh modernisasi. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari, dengan pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan salah satu wilayah yang paling kompleks dan heterogen penduduknya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak yang sudah dewasa, dimana informasi diperoleh melalui teknik observasi, wawancara mendalam, dan penelaahan terhadap dokumen tertulis. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kualitatif, dimana pengolahan dan analisis data dilakukan secara bersamaan. Hasil penelitian menguraikan bentuk upaya preventif orangtua dalam meningkatkan kualitas kepribadian anak, meliputi: memenuhi hak anak, mendidik anak dengan kasih sayang, menanamkan nilai agama sejak dini, dan menghindari anak dari pengaruh negatif. Karena itu diharapkan kepada orangtua agar memiliki wawasan yang luas dan dasar pengetahuan agama yang mencukupi untuk menghindari kesalahan dalam mendidik anak. Kata Kunci: Modernisasi, Orangtua, Kepribadian Anak.
PENDAHULUAN Problem paling berat dalam membangun keluarga di era global saat ini adalah penyakit manusia modern. Di era modern sekarang ini berbagai godaan menyusup ke dalam kehidupan rumah tangga melalui teknologi komunikasi dan informasi yang cukup canggih. Sejak kecil, anak-anak tanpa disadari telah dijejali dengan berbagai kebudayaan yang menyimpang dari norma-norma sosial dan agama melalui media ini. Hal ini menjadikan peran pendidikan dalam keluarga tidak efektif lagi. 2
Dra. Hj. Ratna Supiyah, M.Si. adalah dosen Sosiologi FISIP Universitas Halu Oleo Kendari
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014
Kecanggihan alat komunikasi sebagai produk modern, kebudayaan dari berbagai manca negara dapat dengan mudah masuk ke dalam aliran darah dan denyut nadi kebudayaan lokal yang tidak jarang akan menggeser nilai-nilai moral dan agama yang telah tertanam di dalamnya. Budaya global yang didominasi oleh budaya Barat akan diserap dengan mudah oleh masyarakat dunia. Budaya dalam suatu masyarakat akan sangat berpengaruh pada pembentukan karakter keluarga. Pengaruh ini meliputi perilaku, gaya hidup dan aspek-aspek lain. Budaya Barat sangat menjunjung tinggi kebebasan pribadi untuk berekspresi, dan ini tentunya sangat berbeda dengan masyarakat timur yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Kehidupan keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat tidak terlepas dari pengaruh budaya global melalui media-media ini. Gaya hidup, relasirelasi, terlebih pola pikir masyarakat yang juga anggota keluarga sedikit demi sedikit akan berubah mengikuti aneka kebudayaan yang masuk. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mempercepat berubahnya nilai-nilai sosial yang membawa dampak positif dan negatif terhadap pertumbuhan bangsa kita, terutama kehidupan keluarga. Dampak positifnya adalah peningkatan kemampuan berfikir masyarakat di dalam berbagai bidang kehidupan, dan terjadi perubahan pola hidup yang lebih efisien dan pragmatis. Dampak negatifnya adalah bahwa masyarakat mengalami kesulitan dalam memahami dan merencanakan perkembangan yang begitu cepat di berbagai bidang tersebut, sehingga terjadi benturan berbagai kecenderungan dengan nilai-nilai luhur bangsa kita. Oleh karena itu, kemampuan suatu bangsa menjawab tantangan masa depan, akan ditentukan oleh kemampuan keluarga menjalankan peran dan fungsinya dalam mencetak sumberdaya yang berkualitas. Keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pembentukan manusia yang berkualitas. Dengan demikian, pengasuhan anak dalam keluarga merupakan pondasi dasar untuk mencapai kualitas kepribadian anak yang lebih baik. Pengasuhan dan pendidikan anak sejak dini memegang peranan penting bagi pembentukan prilaku dan pengembangan kualitas kehidupan anak saat dewasa. Dalam mengasuh dan mendidik anak, orangtua seyogyanya memperlakukan anak sebagai subjek aktif yang memiliki kebutuhan spesifik untuk berkembang. Pembentukan karakter yang baik, harus dimulai sejak anak berusia dini, karena tahap awal kehidupan seseorang merupakan masa yang penting dalam meletakkan dasardasar kepribadian yang akan memberi warna ketika anak dewasa. Pembentukan karakter merupakan suatu eksplorasi terhadap nilai-nilai universal yang mengacu pada tujuan dasar kehidupan. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama, bagi seorang anak untuk tumbuh sebagai mahluk sosial sekaligus merupakan wahana pembentukan karakter. Upaya pembentukan karakter dalam keluarga dapat dilakukan melalui penerapan nilai-nilai moral yang terkandung dalam fungsi keluarga itu sendiri. Peningkatan peranan keluarga serta pemberdayaannya dalam mendidik anak menghadapi masa depan, terkait dengan suatu upaya yang mangacu kepada 12
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak
hubungan ayah dan ibu, sebab pendidikan anak tertsebut berada ditangan kedua orangtuanya. Sekolah dan lembaga pendidikan formal lainnya yang difasilitasi oleh pemerintah tidaklah cukup dalam pem-bentukan sumberdaya manusia yang berkarakter dan bermoral. Seperti halnya masyarakat luas pada umumnya, masyarakat di Kota Kendari juga berlaku hal sama. Di sisi lain keterpurukan moral akibat dari kekeliruan dalam pendidikan juga memberi kontribusi terhadap penyimpangan nilai-nilai luhur di tengah masyarakat. Penyimpangan norma agama, norma sosial serta kemerosotan moral ditengah kehidupan yang serba materalistik dan hedonistik mewarnai kehidupan di dalam masyarakat sekitar kita. Dari penyajian beberapa kondisi ril lingkungan sosial masyarakat tersebut, nyatalah betapa pentingnya keluarga khususnya keluarga batih dalam mendidik, membentuk dan mengembangkan kepri-badian anak sejak dini. Salah satu peranan keluarga dalam hal ini orangtua, yang terpenting adalah sebagai guru yang dapat menanam nilai-nilai moral serta memberi contoh yang baik atau keteladanan kepada anak-anaknya. Pengalaman anak di lingkungan keluarga merupakan dasar bagi perkembangan perilakunya kelak, termasuk tingkah laku moral. Pendidikan moral keluarga seyogyanya dilakukan sejak anak berusia dini, dengan cara membiasakan anak menerapkan aturan-aturan dan sifat-sifat yang baik. Fokus dari penelitian adalah peranan orangtua dalam meningkatkan kualiatas kepribadian anak diera globalisasi ini, dengan mengamati berbagai fenomena tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat yang semakin kompleks dan lingkungan sosial yang semakin menjurus kepada nilai materialism. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari, dengan pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan salah satu wilayah yang paling kompleks dan heterogen penduduknya, serta paling signifikan terjadi perubahan lingkungan sosial dari tahun ke tahun. Unit analisis dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak-anak yang sudah dewasa, dimana informasi diperoleh melalui teknik observasi, wawancara mendalam, dan penelaahan terhadap dokumen tertulis. Observasi dilakukan pada awal penjajakan mengenai keadaan lokasi penelitian, sampai melakukan pengamatan terhadap aktivitas keluarga sehari-hari. Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan kepada para informan untuk mendapatkan data yang akurat dan selengkap-lengkapnya mengenai pendapat dan pengalaman mereka dalam melakukan proses sosialisasi nilai-nilai. Sedangkan penelaahan terhadap dokumen diperoleh melalui berbagai macam sumber, seperti buku, majalah, jurnal ilmiah, surat kabar, maupun laporan hasil penelitian yang relevan. Teknik analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, pengolahan dan analisis data dilakukan secara bersamaan. Hal ini dilakukan mengingat pada dasarnya kedua proses tersebut tidak saling terpisah, karena pada saat proses pengambilan dan pengolahan data, secara tidak langsung terdapat proses analisis, meski tidak 13
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014
dilakukan secara mendalam. Analisis data yang dilakukan secara bersamaan dengan proses pengolahan data dapat menentukan seberapa jauh informasi perlu ditambah, serta siapa lagi informan yang diwawancarai, serta data apa yang selanjutnya perlu lebih diperdalam lagi. PEMBAHASAN Peranan orangtua yang paling mendasar dalam meningkatkan kualitas kepribadian pada anak adalah dengan melakukan tindakan-tindakan preventif. Penentuan tindakan preventif yang tepat akan memberikan landasan yang kuat bagi anak untuk menghindari pengaruh negatif dari berbagai aspek. Berikut ini terdapat beberapa tindakan preventif yang digunakan oleh keluarga dalam upaya mendidik anak-anaknya. Memenuhi Hak Hak Anak Sebelum anak dituntut untuk berbakti kepada orangtuanya, maka orangtuanya harus terlebih dahulu melakukan kewajiban-kewajibannya. Jika orangtua tidak memenuhi kewajibannya maka anak akan mudah terjerumus pada kepribadian yang rapuh dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal buruk. Kebaikan yang diberikan orangtua kepada anaknya akan memudahkan anak dalam mengembangkan cinta dan hormat padanya. Hal ini tercermin dari pernyataan informan berinisial S yang mengatakan cara yang tepat bagi orangtua untuk melaksanakan kewajibannya adalah denga berupaya semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan materil maupun non material, seperti memberi nafkah, pendidikan yang baik, kasih sayang dan perhatian bagi seluruh anggota keluarganya, setelah itu barulah kita bisa menuntut anak untuk berbuat baik (wawancara, 2011). Informasi tersebut menunjukkan bahwa, hal pertama yang dilakukan orangtua dalam upaya mendidik anak agar kelak berkepribadian yang diharapkan adalah dengan menunaikan dahulu segala kewajibannya terhadap hak-hak anak. Tujuan pemenuhan hak baik bagi anak maupun orangtua tidak hanya demi kebaikan keluarga, melainkan juga bagi kehidupan masyarakat secara umum. Kehidupan rumah tangga yang diwarnai keseimbangan dalam pemenuhan hak dan kewajiban anak dan orangtua, akan menghantarkan masyarakat pada ketentraman dan kesejahteraan. Didalamnya tidak ada tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh kenakalan anak maupun kesewenang-wenangan orangtua. Allah SWT mewajibkan anak memenuhi hak orangtua dan orangtua memenuhi hak anaknya adalah untuk tujuan kemaslahatan yang lebih luas. Keseimbangan hak antara orangtua dan anak merupakan hal yang perlu dilakukan. Orangtua memiliki hak atas anak-anaknya, tetapi dilain pihak anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi orangtuanya. Sudah sepatutnya segala yang dilakukan orangtua untuk anaknya adalah dalam rangka mengembangkan potensipotensi yang dimiliki anaknya. Menurut Ibnu Qayyim dalam Suwaid (2004: 23), Siapa saja yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang berguna baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah berbuat kesalahan yang besar. 14
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak
Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orangtua mengabaikan mereka, serta tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah agama. Hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orangtuanya antara lain dengan memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya, memberikan nafkah yang pantas, dan menjaga seluruh anggota keluarga dari ancaman, baik berupa fisik maupun psikis (Arifuddin, 2009: 155). Pendapat ini sejalan dengan pendapat Rahman (2009: 156), bahwa diantara hak-hak anak terhadap orangtuanya adalah: memilihkan ibu untuk si anak dari golongan baik-baik (memilih istreri yang berkualitas), setelah anak lahir memberikan nama yang baik kepada anak, dan memberikan nafkah kepada anak sepantasnya, serta memberikan pendidikan akhlak yang baik dan mengajarkan ilmu untuk bekal hidupnya kelak. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk dihargai ditengah-tengah keluarga. Secara psikologis, ia tidak hanya membutuhkan rasa aman dari ayah dan ibunya, tetapi juga ingin menunjukkan bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang membuat mereka senang, seperti bertindak lucu, ikut membersihkan lantai, ikut mencuci piring, membantu memasak, dan sebagainya. Anak-anak membutuhkan hal tersebut sebagai sarana bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lain agar eksistensinya dalam keluarga tampak diakui. Para ahli pendidikan berargumen bahwa timbulnya kepribadian yang buruk pada anak setidaknya karena tidak berjalannya fungsi keluarga secara utuh. Hal ini ditunjukkan dengan seringnya tindakan kekerasan dalam rumah tangga baik fisik maupun psikis dan kurangnya interaksi anak dengan orangtuanya. Dengan kata lain, disfungsi keluarga sehingga menyebabkan terjadinya fenomena tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya hak-hak anak secara baik dan benar, khususnya masalah pendidikan dari orangtua. Pendidikan yang dilakukan orangtua kepada anaknya dilakukan melalui interaksi sehari-hari. Sesuai perannya sebagai pengasuh anak, biasanya anak mengembangkan ketergantungan dan kasih sayang yang kuat terhadap orangtua. Persoalan menjadi lain ketika orangtua tidak dapat mengembangkan perannya dengan baik, atau bahkan terpaksa menyerahkan tanggung jawab pengasuhannya kepada orang lain, seakan-akan kewajiban orangtua telah selesai. Padahal kewajiban orangtua yang harus ditunaikan adalah memberi pendidikan kepada anak-anak di rumah. Mendidik Anak dengan Kasih Sayang Orangtua memiliki fitrah memberi kasih sayang yang adil kepada semua anakanaknya, sehingga sang anak merasa nyaman dan bahagia berada di sisinya. Meskipun perilaku anak tidak menyenangkan orangtua, tetapi anak-anak harus tetap diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Hal itu bukan berarti membiarkan anak mengembangkan perilaku buruknya, tetapi lakukanlah pendekatan kasih sayang dalam memperbaiki tingkah laku anak. Membentak anak berapapun usianya, akan membuat anak merasa direndahkan. Pada tahap-tahap perkembangan hidupnya ia akan merasa rendah diri karena merasa selalu berbuat salah. Menurut Coles (2003: 76), seorang bayi yang diperlakukan kasar dan tidak diperhatikan, kelak akan menjadi 15
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014
apatis dan menarik diri dari dunia yang tidak memperdulikan dan bahkan mengancam mereka, akhirnya anak-anak akan menjadi mudah marah, resah dan banyak menuntut. Kasih sayang, cinta, dan pengertian diperlukan agar kepribadian anak tumbuh secara sempurna dan harmonis, oleh karena itu sedapat mungkin anak tumbuh dalam asuhan dan tanggung jawab kedua orangtuanya, dalam kondisi apapun harus ada jaminan tumbuhnya suasana cinta dan ketentraman. Anak-anak membutuhkan kasih sayang yang tulus dari orang tuanya, karena itu untuk mencurahkan kasih sayang, maka orang tua tidak perlu memberi ancaman sebagai syarat. Jika orang tua ingin anaknya berkepribadian yang baik kelak, sebaiknya orangtua harus menyemai benih kasih sayang kepada anaknya, sebab anak-anak yang tidak pernah mendapat kasih sayang tidak akan tahu bagaimana cara mengungkapkan kasih sayangnya kedua orangtuanya. Jadi untuk mendambakan anak yang berkepribadian baik, orangtua harus mendidik mereka dengan kasih sayang. Hal ini tergambar pada pola mendidik yang dilakukan para informan, sebagaimana hasil wawancara dengan informan Z yang mengatakan kasih sayang merupakan cara yang terbaik untuk mendidik anak. Kami selalu mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak kami, karena mereka sangat membutuhkan. Anak yang mendapatkan kasih sayang dari orangtua akan merasa bahagia dan dihargai, sehingga mereka membalasnya dengan kasih sayang pula kepada kami. Dalam mendidik anak dengan kasih sayang, memudahkan kami memberikan pengertian dan mendapatkan kepercayaan dari anak-anak, sehingga anak menjadi mudah diarahkan dan berkembang optimal (Wawancara, 2011). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa dengan pemberian kasih sayang dalam mendidik anak dapat membuat orangtua lebih mudah mendapatkan kepercayaan dari anak-anaknya, sehingga pada akhirnya orangtua dapat dengan mudah mengarahkan anaknya untuk menjadi anak yang berprilaku sesuai yang diharapkan oleh orangtua. Jadi, untuk mendambakan anak yang berbakti kepada orangtuanya, maka orangtua harus mendidik mereka dengan kasih sayang, bukan dengan ancaman dan kekerasan fisik. Menurut Rakhmat (1994: 43) bila orangtua gagal mengungkapkan rasa kasih sayang kepada anak-anaknya, maka mereka tidak akan mampu mencintai orangtua mereka. Dalam pergaulan sosial, mereka pun tidak akan mampu mencintai atau menyayangi orang lain. Dari pelbagai penelitian, para psikolog berpendapat bahwa anak yang kurang mendapat kasih sayang dari orang tuanya cenderung menderita kecemasan (anxiety), rasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian, agresivitas, negativisme (cenderung melawan orang tua), dan pertumbuhan kepribadian yang lambat. Kekurangan kasih sayang menghambat aktualisasi potensi kecerdasan yang dimilikinya sehingga anak menjadi susah belajar. Kelak ketika mereka telah menjadi bapak/ibu, tidak mampu menyayangi anak-anaknya (Steve dalam Arifuddin, 2009: 178). Fakta membuktikan bahwa resep manjur untuk membuat anak tumbuh dan berkembang dengan baik adalah kasih sayang. Hal ini diakui oleh ilmuwan masa kini. Kekaguman para 16
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak
psikolog akan pentingnya kasih sayang membuat mereka berkesimpulan bahwa kasih sayang tidak bisa digantikan oleh apapun. Berdasarkan hasil observasi pada aktivitas informan di rumah, penulis mengamati cara-cara yang dilakukan oleh infoman dalam berinteraksi dengan anak-anaknya, terlihat keakraban yang ditunjukkan oleh orangtua terhadap anak-anaknya, demikian pula sebaliknya. Suasana intim antara orangtua dengan anak-anaknya tergambar dari komunikasi yang menggunakan katakata yang lembut, penuh perhatian dan belaian sayang bagi anak-anak dan cucu-cucu para informan tersebut. Anak-anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Pada dasarnya orang tua diberi fitrah untuk mencintai anak-anaknya. Mereka menganggap anak adalah buah cinta mereka. Fitrah kasih sayang inilah yang memungkinkan lestarinya generasi manusia. Akan tetapi, seringkali orang tua tidak dapat mengungkapkan kasih sayang itu secara tepat. Banyak orang tua yang memenuhi kebutuhan anak dengan membelikan mainan, perlengkapan sekolah, uang saku, dan sebagainya, namun tidak pernah menyatakan cintanya dalam kata-kata. Padahal pengungkapan cinta melalui kata-kata sangat diperlukan bagi anak. Kata-kata cinta tersebut membekas dalam hati sehingga ia akan mudah mengungkapkan rasa senangnya kepada orang tua dan orang lain. Sebagai orangtua yang cerdas dalam mengungkapkan rasa cintanya kepada anak-anak dengan kata-kata, menyambut anak, mengajak bicara, dan menyampaikan humor-humor ringan, merupakan usaha yang bisa dilakukan orangtua. Kasih sayang kepada anak memberi keuntungan tersendiri bagi orangtua. Jika orang tua memberi kasih sayang terhadap anak, maka anakpun akan memberikan kasih sayangnya kepada orangtua. Hal ini akan dilakukan anak sepanjang rentang kehidupannya. Selain kata-kata, anak juga membutuhkan kasih sayang berupa perbuatan dari orangtuanya. Pelukan, ciuman, belaian dikepala dan wajah, serta perbuatanperbuatan hangat lainnya bisa membuat suasana hati anak menjadi tentram dan damai. Anak-anak senang terhadap perlakuan-perlakuan yang menunjukkan kasih sayang tersebut, ia akan merasa disayang oleh orangtuanya. Ketika dewasa, perasaan ini akan tetap tumbuh dan berkembang, sehingga anak akan berbakti kepada orangtuanya. Menjaga keharmonisan keluarga dengan kasih sayang merupakan sebuah bentuk pendidikan yang paling baik. Orangtua bisa mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin akan dilakukan anak kelak, sekaligus mengarahkan kehidupan keluarga menjadi lebih bahagia. Tindakan utama dalam mencegah munculnya kepribadian yang buruk pada anak, dengan berusaha menjaga keharmonisan dan kasih sayang dalam keluarga dengan sebaik-baiknya. Menanamkan Nilai Agama Sejak Dini Salah satu langkah yang paling baik dalam mengembangkan kepribadian yang baik dan menghindari munculnya penyimpangan perilaku pada anak, adalah dengan menanamkan nilai agama sejak dini. Sebab, agama akan menjadi pedoman anak dalam menjalani perilaku sehari-hari, terutama saat berinteraksi dengan orangtua. Anak yang selalu dibekali oleh nilai-nilai agama sejak dini, akan senantiasa menjaga 17
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014
kesopanan dan penghormatannya kepada setiap orang. Dengan kata lain, untuk mencegah anak agar tidak melakukan perilaku yang menyimpang, maka orangtua tidak cukup dengan menerapkan metode-metode yang tepat dalam mendidik anaknya tanpa menerapkan nilai-nilai agama. Penanaman nilai agama sejak usia dini pada anak, merupakan hal yang penting dalam proses pembentukkan kepribadian anak. Dengan bekal nilai agama sejak kecil, anak tidak akan mudah terjerumus oleh pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungannya. Pada umumnya para informan menerapkan penanaman nilai agama sejak anak berusia dini, sebagaimana hasil wawancara dengan informan H yang menegaskan bahwa unsur yang terpenting dalam mencegah agar anak tidak berprilaku buruk ketika dewasa adalah dengan mengajarkan pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai agama sejak mereka masih kecil. Kami berupaya menanamkan pendidikan agama sejak usia anak-anak kami masih sangat kecil agar pendidikan agama tertanam kuat dalam jiwa mereka. Kami yakin dengan memahami dan melaksanakan nilai-nilai agama sejak kecil, kelak anak kami akan memiliki prilaku yang baik sesuai ajaran agama kami (Wawancara, 2011). Pendapat informan di atas, sejalan dengan pernyataan informan Z berikut ini tentang bentuk-bentuk perilaku yang mencerminkan nilai agama yang perlu ditanamkan dan diajarkan pada anak sejak masih kecil. agar supaya anak-anak kami bisa memahami ajaran agama, maka kami berusaha mengajarkan nilai agama pada seluruh segi kehidupan, misalnya pada segi ibadah kami mengajarkan shalat, puasa, zakat, menolong orang lain, dan sebagainya. Cara berpakaian, cara makan, cara bertutur kata, dan sebagainya yang sesuai dengan ajaran agama kami. Kesemuanya itu akan membentuk kepribadian anak. Kami melakukan pendidikan ibadah tersebut melalui kegiatan sehari-hari bersama anak-anak, dan kami juga harus berhati-hati dalam menjaga perilaku sehari-hari agar bisa dicontoh oleh anak-anak (Wawancara, 2011). Uraian hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa, pada umumnya informan menyadari betapa pentingnya menanamkan nilai-nilai agama kepada anak sejak usia mereka masih kecil, karena semakin dini anak mengenal ajaran agama maka semakin kuat tertanam dalam jiwanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Darajat (1976: 51) bahwa teori ilmu pendidikan dan ilmu jiwa telah banyak berkembang, untuk membekali setiap orangtua dan guru dalam mendidik dan memelihara generasi muda. Akan tetapi, teori-teori pendidikan itu akan kurang lengkap dan kurang berhasil, apabila tidak dilengkapi dengan nilai agama. Kepribadian anak banyak ditentukan oleh macam hubungan dan pendidikan yang diterima anak dalam keluarga waktu anak masih kecil, terutama pendidikan agama yang dimulai secara tidak langsung melalui pengalaman hidup dengan orangtuanya. Hasil pengamatan penulis tentang hasil dari penanaman nilai-nilai agama dari para informan kepada anak-anaknya di rumah, terlihat dengan berbagai aktivitasaktivitas yang bersifat agamis yang dilakukan oleh anggota keluarga informan. Pada umumnya anak-anak informan terlihat rajin menjalankan perintah agama, misalnya 18
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak
shalat berjamaah di rumah, membaca Al-Qur’an atau melaksanakan kegiatan agama di mesjid, seperti shalat, pengajian, mengajarkan anak-anak belajar mengaji. Hasil pengamatan ini menyimpulkan begitu kentalnya suasana keagamaan anggota keluarga para informan ini. Pentingnya agama bagi anak juga diakui Darajat (1976: 42). Dalam menangani beberapa remaja yang tergolong nakal, beliau menyimpulkan bahwa pada umumnya mereka kurang menghayati makna agama, walaupun dalam pengakuan mereka memeluk agama. Ini merupakan akibat dari pemahaman agama yang hanya dipahami dari satu sisi saja, yakni aspek spiritual. Agama hanya dipahami dari kulit luarnya saja. Untuk menekan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak remaja, maka keluarga perlu mengembangkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain, agama menjadi salah satu faktor penting pengendali terhadap tingkah laku remaja. Mendidik anak agar kelak berkepribadian yang baik dalam ajaran agama Islam, adalah dengan mengajarkan: (1) Menanamkan tauhid agar anak menyadarkan diri bahwa ia bukanlah apa-apa di hadapan Tuhannya, dengan tauhid manusia akan memilih kemaslahatan umat sebagai tujuan setiap perilakunya, (2) mengajak anak memahami Al-Qur’an, karena ayat-ayat Al-Qur’an berisi pesan-pesan Ilahi sehingga dapat dijadikan pedoman bagi manusia, (3) mengajak anak untuk gemar bersedekah kepada kaum fakir miskin. Dengan tersbiasa melakukan sedekah, anak akan terbiasa berbagi dengan orang lain. (4) mengajak berdoa bersama. Melalui doa, anak akan mendapat pendidikan tauhid bahwa segala sesuatu hanya dapat dikabulkan oleh kehendak Allah (Zuhaili, 2009: 182). Pendidikan agama yang dimulai sejak usia dini, akan membentuk kepribadian anak. Kepribadian itu terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam pertumbuhan dan perkembangannya, terutama dari tahun-tahun pertama umurnya. Anak akan mendapatkan ajaran agama dengan melihat tingkah laku orangtuanya, mendengar ucapannya, dan merasakan sentuhan batin orangtua. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukkan kepribadian seorang anak, maka tingkah lakunya ketika dewasa akan banyak diarahkan untuk dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Menghindari Anak dari Pengaruh Negatif Orangtua dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap anak, karena ia adalah orang yang paling dekat dengan anak, baik secara fisik maupun psikis. Akan tetapi, orang-orang di sekitar anak semisal keluarga lain, tetangga, dan teman-teman sebayanya juga sangat mungkin mempengaruhi kepribadian anak. Mead menyebut mereka significant others, sementara Dewey menyebut mereka affective others. Dengan demikian, segala yang dilakukan oleh mereka akan ditiru oleh anakanak. Masyarakat adalah lingkungan yang bisa berpengaruh untuk menyebarkan kebaikan dan keutamaan, tetapi bisa juga untuk tersebarnya kerusakan serta 19
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014
kehinaan. Masyarakat juga merupakan sarana mendasar untuk perbaikan atau perusakan terhadap individu-individu secara umum. Selain itu, berkembangnya sarana audio dan visual di tengah masyarakat yang juga bisa membawa pengaruh buruk bagi anak. Selain itu, salah satu penyebab utama dari timbulnya perilaku yang menyimpang pada anak adalah adanya pengaruh negatif dari teman bergaul anak. Selain itu, pengaruh negatif juga datangnya dari berbagai kemajuan di bidang teknologi dan informasi, yang menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat. Fenomena ini dapat dilihat bahwa saat ini kecenderungan anak muda untuk menghabiskan waktu di mall-mall yang menjajakan barang mewah tersebut sangat tinggi. Dampaknya antara lain meningkatnya pola hidup materialisme, konsumerisme, dan hedonisme. Seiring berkembangnya zaman, tentu ada pola perubahan kepatuhan anak kepada orangtuanya. Akan tetapi agaknya remaja saat ini, dengan berbagai kemajuan teknologi (yang cenderung membuat manusia hidup dalam keterasingan), lebih tidak taat pada orangtuanya. Mereka lebih asyik bercengkerama dengan orang lain melalui e-mail, friendster, facebook, dan sebagainya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis, di lingkungan sekitar rumah informan terlihat adanya berbagai aktivitas masyarakat khususnya remaja yang tergolong berperilaku yang negatif, misalnya terlihat banyak remaja yang gemar begadang sampai larut malam, mengkonsumsi minuman beralkohol, dan pergaulan antara remaja laki-laki dan perempuan yang cenderung bergaul bebas. Selain itu, di sekitar lokasi ini sangat banyak tempat-tempat hiburan malam seperti karaoke, bioskop, billiard, lounge, cafe, dan lain-lain. Kesemuanya itu merupakan pengaruh yang setiap hari dilihat oleh masyarakat di sekitarnya. Pengaruh-pengaruh negatif yang bersumber dari faktor eksternal tersebut akan membawa dampak yang sangat merugikan bagi pola pendidikan anak dalam keluarga. Oleh karena itu, maka orangtua perlu melakukan upaya-upaya antisipatif untuk mencegah kemungkinan pengaruh tersebut merusak kepribadian anaknya kelak. Mengenai dampak pengaruh negatif dari lingkungan eksternal tersebut terhadap pola pendidikan dapat dilihat dari pernyataan para informan, sebagaimana hasil wawancara dengan informan L menuturkan bahwa dalam mendidik anak agar berperilaku baik, tidak saja ditentukan oleh kemampuan orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Pengaruh lingkungan khususnya teman-teman sepergaulan anak juga sangat berperan dalam kesuksesan orangtua mendidik anak. Oleh karena itu, kami berupaya semaksimal mungkin untuk menghindarkan anak kami dari pengaruh negatif yang datangnya dari lingkungan sekitar termasuk teman-teman sepermainan anak. Hal ini kami lakukan agar pola pendidikan yang kami lakukan kepada anak, tidak terhambat oleh adanya pengaruh negatif tersebut (Wawancara, 2011). Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, pengaruh-pengaruh negatif yang datangnya dari faktor eksternal keluarga, sangat meresahkan orangtua, karena hal itu akan menghambat pola pendidikan yang diajarkan kepada anaknya, bahkan dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi keluarga yakni berkembangnya kepribadian anak yang buruk. Oleh 20
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak
karena itu, orangtua berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar anak-anaknya tidak dipengaruhi dan larut oleh pengaruh negatif tersebut. Diantara unsur-unsur pendidikan yang baik untuk mengatasi pengaruh buruk dari pergaulan adalah, agar orangtua memberikan petunjuk kepada anak untuk memilih teman dan sahabat yang baik. Jika tidak, mereka akan memilih teman sekehendak hati mereka, sedangkan teman berpengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak, baik yang merusak atau yang memperbaiki. Kenyataan ini, memerlukan peranan orangtua baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mengarahkan anak ketika memilih teman dan sahabat, juga dalam menjauhi teman yang perilakunya buruk. Orangtua yang sibuk dan mengabaikan urusan anaknya, akan kehilangan kendali pada anak, hal ini membuat orangtua tidak mempunyai pengaruh pada diri anak untuk membimbingnya, maka teman-temannya yang buruk yang akan menguasai anak, membawa ia dengan pengaruhnya dalam perbuatan yang salah. Upaya lain yang cukup efektif untuk mengantisipasi pengaruh negatif tersebut adalah dengan menerapkan peraturan-peraturan dalam keluarga. Pada dasarnya, anak-anak sebenarnya sangat membutuhkan peraturan sebagaimana mereka membutuhkan kasih sayang dari orangtua. Peraturan diperlukan agar anak mampu mengendalikan diri, menghormati orang lain. Dengan peraturan, anak akan tahu bahwa di dunia ini banyak hukum-hukum yang harus ditaati. Jika tidak ditaati maka bahaya akan mengancam diri sendiri. Tanpa peraturan, anak-anak akan menjadi liar dan mudah bertindak brutal dengan melakukan serangkaian perbuatan yang mengakibatkan keadaan rumah kacau. Perilaku mereka tampak bebas tanpa adanya kontrol dari orangtua. Akan tetapi peraturan itu hendaknya dibuat dan diterapkan secara adil dan logis, dengan memberikan pengertian yang masuk akal pada anak, sehingga anak akan lebih mudah untuk mentaati peraturan tersebut. Peraturan yang terlampau keras justru akan membuat anak menjadi pembangkang. Menerapkan peraturan pada anak harus dengan kesabaran, serta harus ada penjelasan dan alasan mengapa ia harus bersikap seperti itu atau mengapa ia harus menghindari sesuatu. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pada umumnya anak-anak informan tidak terpengaruh oleh kondisi negatif di sekitar lingkungannya. Hal ini terbukti para informan dan anak-anak mereka terlihat tidak ikut terlibat dalam pergaulan remaja atau masyarakat, yang menjurus ke arah hal-hal yang negatif. Sepulang dari sekolah atau tempat kerja, para informan dan anak-anaknya, pada umumnya langsung pulang ke rumah dan berkumpul dengan anggota-anggota keluarga untuk melaksanakan aktivitas sehari hari di rumah. Agama Islam telah mengajarkan orangtua agar menerapkan peraturan bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Selama 24 jam seorang muslim tidak boleh terlepas dari peraturan-peraturan. Makan, minum, tidur, bangun tidur, bergaul dengan orang lain, belajar, dan sebagainya ada peraturannya. Hal ini tidak lain adalah untuk membentuk kepribadian yang disiplin dan bertanggung jawab (Kardjono, 2008: 138). Peraturan yang dibuat dan diawasi pelaksanaannya oleh orangtua 21
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014
hendaknya tidak dalam bentuk aturan dengan tangan besi, tidak bebas berpikir dan tidak terlatih mengadakan pilihan sendiri, sehingga menyebabkan anak tidak percaya pada diri sendiri dan tidak mempunyai pertimbangan sendiri. Peraturan dengan tangan besi dalam mendidik anak tanpa pengertian dari pihak anak, akan menghasilkan anak-anak yang kemampuan otak dan batinnya lemah. PENUTUP Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan di atas disimpulkan upaya orangtua dalam meningkatkan kualitas kepribadian anak di tengah modernisasi, yakni orangtua menentukan dan memilih tindakan-tindakan preventif, antara lain: melaksanakan kewajiban sebagai orangtua untuk memenuhi hak anak, mendidik anak dengan kasih sayang, menanamkan nilai agama sejak dini, menghindari anak dari pengaruh negatif. Keseluruhan peranan yang dilakukan oleh orangtua ini, saling berhubungan satu sama lain dan bersifat komplementer, sehingga mutlak dilakukan untuk dapat mengembangkan kepribadian anak yang baik. Oleh karena itu, diharapkan kepada orangtua agar memiliki wawasan yang luas dan pengetahuan agama yang mencukupi untuk menghindari kesalahan dalam mendidik anak. Selain itu, mengalokasikan waktu yang cukup untuk memberikan kesempatan bagi anak berinteraksi serta meresapi sikap-sikap agamis yang ditunjukkan oleh orangtua dalam perilaku kesehariannya. DAFTAR PUSTAKA Arifuddin, Muhammad. 2009. Duhai Anakku. Mendidik Anak Agar Tidak Durhaka. Sidoarjo. Penerbit Mas Media Buana pustaka. Darajat, Zakiaah. 1976. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang. Zuhaili, Muhammad, 2002. Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini. Jakarta. Penerbit A. H. Ba’adillah Press.
22