BAB II PERAN ORANGTUA DALAM PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM ANAK
A. Peran Orangtua 1. Pengertian Orangtua Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa orangtua artinya ayah dan ibu kita.1 Sedangkan menurut Dendy Sugono menerangkan bahwa orangtua adalah orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-hari disebut bapak dan ibu.2 Ramayulis mendefinisikan orangtua ialah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan untuk anak-anaknya, khususnya di lingkungan keluarga.3 Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga.4
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), hlm. 269. 2 Dendy Sugono, Dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. III (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 602. 3 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke-4 (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 86. 4 http://makalahkumakalahmu.Wordpress.com/2012/09/13/makalah-psikologi-tentangbimbingan-orang-tua-dalam-membina-akhlak-anak-usia-pra-sekolah-di-lingkungan-keluarga/html. (13 September 2012). Diakses, 14 Oktober 2014.
17
18
2. Peranan Orangtua Orangtua atau bapak ibu, memiliki kedudukan yang istimewa dimata anak-anaknya. Karena orangtua mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mempersiapkan dan mewujudkan kecerahan hidup masa depan anak, maka mereka dituntut untuk berperan aktif dalam membimbing anakanaknya dalam kehidupannya didunia yang penuh cobaan dan godaan dalam hal ini bapak ibu menempati posisi sebagai tempat rujukan bagi anak, baik dalam soal moral maupun untuk memperoleh informasi. Peran ini harus disadari oleh seseorang semenjak ia menjadi ibu atau bapak dari anak-anak yang menjadi amanahnya.5 Sebagai rujukan moral, orangtua harus memberikan teladan yang baik. Oleh karena itu seorang bapak atau ibu dituntut untuk bertingkah laku yang baik dan benar dalam kehidupan dan kebiasaan sehari-hari. Dengan demikian orangtua akan dapat selalu menempatkan dirinya dalam posisi sebagai panutan, pemberi teladan dan rujukan moral yang dapat dipertanggung jawabkan bagi anak-anaknya. Tanggung jawab yang paling menonjol dan diperhatikan oleh Islam adalah tanggung jawab orangtua terhadap anak-anaknya yang berhak menerima pengarahan, pengajaran dan pendidikan dari mereka. Pada hakikatnya tanggung jawab itu adalah tanggungan yang besar sifatnya dan sangat penting. Sebab tanggung jawab itu dimulai sejak masa kelahiran sampai berangsur-angsur anak mencapai
5
Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak (Semarang: Utama Semarang, 1993), hlm. 16-17.
19
masa analisa, pubertas, dan sampai anak menjadi dewasa yang memikul segala kewajiban.6 Sebagai orangtua yang hidup pada zaman sekarang mereka harus mendidik dan mempersiapkan anak-anak mereka dengan matang. Sebab anak akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman yang dialami oleh orang tua dahulu, sehingga mereka bisa menghadapi keadaan zaman yang semakin maju. Di dalam bukunya Abdullah Nasikh Ulwan orang tua mempunyai beberapa peran, diantaranya yakni: a. Perawat Orang tua memiliki tanggung jawab untuk merawat anak-anaknya semenjak dia lahir hingga mereka mampu merawat dirinya sendiri. Memakaikannya baju, memberinya makan, memandikannya, serta berbagai hal untuk memastikan kesehatan fisik dan psikisnya selalu terjaga sehingga bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dan sempurna. Walaupun boleh jadi hal ini diwakilkan kepada orang lain (baby sister atau lainnya), namun tetap semuanya atas otoritas orangtua. b. Pelindung atau penjaga Orangtua akan selalu melindungi dan menjaga anak-anaknya dari berbagai gangguan, baik internal maupun eksternal agar sang anak selalu dalam kondisi aman.
6
Abdullah Nasikh Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam ( Semarang: CV. AsySyifa, 1999), hlm. 143.
20
c. Pemberi nafkah Memiliki anak itu memang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sehingga sering kita dengar ungkapan bahwa anak adalah harta yang paling berharga, sebab biaya untuk membesarkan anak juga tidak sedikit. Biaya agar mereka bisa tumbuh kembang dengan baik, dengan aman dan nyaman mencapai kedewasaan dan kemandirian merupakan tanggung jawab orang tua untuk menyediakan biaya untuk segala kebutuhan anak-anaknya. d. Pemberi cinta dan kasih sayang Seperti telah diketahui bahwa di dalam hati kedua orangtua secara fitrah akan tumbuh perasaan cinta terhadap anak dan akan tumbuh pula secara psikologi perasaan lainnya, berupa perasaan kebapakan dan keibuan
untuk
memelihara,
mengasihi,
menyayangi,
dan
memperhatikan anak. Andaikan perasaan-perasaan psikologis semacam itu tidak ada, maka sepesies manusia ini akan lenyap dari permukaan bumi dan kedua orangtua tidak akan sabar memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anak mereka.7 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati mengemukakan peran orangtua ialah sebagai pendidik dan pelatih, secara kodrati orangtua adalah pendidik anak-anaknya, orangtua merupakan pendidik sejati dan mereka bertanggung jawab atas pendidikan, keselamatan, dan kebahagiaan anaknya sendiri. Dalam pendidikan ilmiah, orangtua 7
Abdullah Nasikh Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Cet. Ke-3 (Jakarta: pustaka Amani, 2002), hlm. 27.
21
memiliki fungsi sebagai guru pertama dan utama sebelum anak dilepas kepada guru di sekolahannya.8 Sedangkan Menurut Bowlby dan Ainswort dalam bukunya irina V. Sokolova, dkk, peran orangtua yaitu kasih sayang, cinta antara ibu dan anaknya merupakan akibat dri ikatan kasih sayang yang terbentuk selama tahun pertama kehidupan. Interaksi antara anak dan ibunya membentuk pola perilaku yang direfleksikan dalam hubungan kemudian.9 Peran orangtua adalah pengembangan aspek keimanan dan akhlakul karimah anak, setiap anak dilahirkan dalam keadan fitrah. Orangtua dan lingkungan anaklah yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian, prilaku dan kecenderungannya sesuai dengan bakat yang ada dalam dirinya. Tetapi pengaruh yang kuat dan cukup langgeng adalah kejadian dan pengalaman masa kecil sang anak yang tumbuh dari suasana dari keluarga yang ia tempati. Seorang anak akan meniru kebijakan dan kebiasaan dalam keluarganya. Hal ini tidak sekedar pada ucapanucapan saja, tetapi melebar sampai pada hal-hal yang ada diluarnya, misalnya
makna-makna,
petunjuk-petunjuk,
dan
pengalaman-
pengalaman.10 Dari segi perilaku, seorang anak akan menyerap pola perilaku yang umum berlaku dimana ia berada yang kemudian mengkristal pada tingkah lakunya. Anak-anak biasanya menggunakan timbangan akhlak 8
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 21. Irina V. Sokolova, Kepribadian Anak (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 14. 10 Ma’ruf Zurayk, Aku dan Anakku (Bandung: Al-Bayan, 1998), hlm. 22. 9
22
sebagai pijakan dalam melihat segala bentuk kehidupan. Dari aspek sosial, seorang anak terbentuk rasa cintanya kepada negara dan lingkungannya dimulai dari rasa perlindungannya pada keluarga, kemudian melebar keseluruh kehidupan, baik yang bersifat pesimis atau optimis. Perlakuan lemah lembut yang penuh dengan kasih sayang, terutama dari kedua orangtuanya, merupakan unsur positif lainnya dalam kepribadiannya. Hubungan ibu dan bapak sesama mereka mencerminkan kehidupan sakinah dan kasih sayang seperti telah diajarkan dalam Islam. Jika orangtuanya taat beribadah, patuh melaksanakan ajaran agama maka si anak akan menyerap nilai-nilai agama
yang
dilihat,
didengar
dan
dialaminya
dalam
hidup
orangtuanya.11 Peran orangtua yaitu latihan dan pembiasaan diri untuk hidup sesuai dengan petunjuk agama, termasuk sopan santun, tutur kata, pola tingkah laku dan lainnya harus dicontohkan kepad anak. Latihan dan pendidikan moral yang bersumber pada agama Islam akan dapat menjadi pengawas bagi kepribadiannya. Semua sikap orangtua selama seseorang dalam masa kanak-kanak secara tidak langsung dan tidak sengaja merupakan pendidikan moral dan menjadi unsur dalam pembianaan kepribadian. Oleh karena itu seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, rukun, damai serta berakhlak mulia, maka pada masa dewasanya nanti akan dapat menikmati 11
Bakir Yusuf Barnawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak (Semarang : Utama Semarang, 1993), hlm. 35.
23
kebahagiaan hidup sebagai manusia yang taat beragama. Tuntun yang telah diberikan berdasarkan nilai-nilai keIslaman ditujukan untuk membina kepribadian anak menjadi pribadi muslim. Dengan adanya latihan dan pembiasaan sejak masih bayi, diharapkan agar anak-anak dapat menyesuaikan sikap hidup dengan kondisi yang bakal mereka hadapi kelak. Dengan demikian pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian muslim ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia dan tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan.12 Peran orangtua ialah pengembangan aspek akhlak anak, pendidikan akhlak biasa dikenal dengan pendidikan tingkah laku, pendidikan moral, atau pendidikan etika. Orangtua yang bijaksana akan senantiasa mengarahkan perkembangan anak menuju kesempurnaan termasuk didalamnya akhlak anak yang sesuai dengan ajaran Islam. Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral, yang terdapat didalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan
12
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 95.
24
mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.13
B. Pembinaan Kepribadian Muslim Anak 1. Pengertian Kepribadian Muslim Sebelum peneliti membahas apa kepribadian muslim itu, maka peneliti akan menguraikan dahulu apa yang dimaksud dengan kepribadian itu sendiri. Kata “kepribadian” (personality) sesungguhnya berasal dari kata latin yaitu persona. Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan caracaranya
yang unik
atau khas dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Dalam bahasa populer istilah “kepribadian” berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.14 Menurut Sumadi Suryabrata kepribadian adalah, “Organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikologis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan”.15
13
Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: Ruhama, 1995), hlm. 9. 14 Alex Sobur, Psikologi umum, Cet. Ke-2 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), hlm. 300301. 15 Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian ( Jakarta: CV. Rajawali Press, 1990), hlm. 240.
25
Dalam pendapat ini, dapat dikatakan bahwa setiap individu mempunyai ciri khas yang disebut pribadi yang tampak dalam kehidupan sehari-hari seperti, pemarah, pendiam, pemalu, periang dan lain sebagainya. Sifat tersebut dapat dilihat di mana dia menjadi pendiam apakah di rumah, sekolah atau dalam bermain. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah, suatu sistem yang sempurna dari sekumpulan sifat-sifat khusus yang berkenaan dengan sikap, perbuatan, cita-cita, tanggapan-tanggapan dan yang bersifat jasmaniah, baik bersifat fitrah maupun pengalaman yang berhubungan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tempat individu melangsungkan hidupnya. Setelah mengetahui apa arti dari kepribadian itu, peneliti akan membahas apa pengertian dari muslim. Kata muslim mempunyai pengertian, yaitu “Orang yang menganut agama (hukum-hukum) Islam dan melaksanakan dalam kehidupannya serta berkewajiban menyampaikan kepada anak-anaknya, keluarganya bahkan kepada orang lain”.16 Dengan demikian, kata muslim berarti orang yang telah melaksanakan perintah Allah SWT, dalam semua bidang kehidupannya serta bertugas menyampaikan perintah-perintah tersebut kepada keturunannya terlebih dahulu kemudian kepada keluarga terdekat dan yang terakhir kepada orang lain yang semata-mata mencari keridloan-Nya.
16
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam ( Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989), hlm.28.
26
Dengan pengertian kepribadian dan muslim di atas, maka dapat diambil pengertian kepribadian muslim. Kepribadian muslim adalah kepribadian yang bercorak Islami, bersikap dan berbuat serta bertanggung jawab sesuai dengan ajaran Islam. Perlu dipahami bahwa, kepribadian yang baik adalah kepribadian yang mantap dan sanggup menciptakan dan menjawab problem dengan akal yang sehat sejalan dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya, sanggup menanggung beban kehidupan dan melakukan tenggang rasa tanpa adanya suatu kontradiksi antara pikiran, perkataan, sikap dan perbuatannya. Ahmad D. Marimba menjelaskan bahwa, “Kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya maupun falsafah hidupnya dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian terhadap Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya”.17 Jadi, dapat dimengerti bahwa kepribadian muslim adalah kepribadian yang ditandai dengan iman, yaitu percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, malaikat-malaikat-Nya, hari kiamat dan qodlo’ qodar-Nya. Selanjutnya, keyakinan itu disertai dengan pengalaman atau disertai dengan amal shaleh seperti beribadah shalat, puasa, mengeluarkan zakat, haji bila mampu dan budi pekerti yang baik. Dalam membina kepribadian muslim pada anak tidak terlepas dari orangtua serta keluarga sebagai pendidik yang pertama dan utama.
17
Ibid., hlm. 68
27
Pembinaan keagamaan sangatlah penting, karena dengan adanya pembinaan tersebut seorang anak dapat terus meningkatkan kualitasnya, pemahamannya dan pengalaman dari ajaran-ajaran Islam yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam hidupnya kelak. Dalam proses pembinaan agama Islam tersebut orangtua melakukan proses usaha untuk mendidik, mengarahkan dan memberi bekal kepada anaknya, agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. Idealnya seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang utuh. Karena biasanya anak sering mengidentifikasikan diri pada orangtuanya sebelum mengadakan identifikasi pada orang lain, sikap, perilaku dan kebiasaan orangtua selalu dilihat dan ditiru oleh anak-anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anak.18 Ada beberapa pengertian dari pembinaan itu sendiri yang akan diuraikan berikut ini, antara lain: a. Pembinaan merupakan pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.19 b. Pembinaan adalah suatu proses yang membantu individu melalui usaha sendiri dalam rangka menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar dia memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.20 18
Tarsis Turmudji, Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Agresifitas Remaja, http://www.depdiknas.go.id/20-5-2014/jurnal/37/editorial 37 html. (20 mei 2014). Diakses, 19 oktober 2014. 19 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 177.
28
c. Pembinaan adalah usaha, ikhtiar, dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian sesuatu secara teratur dan terarah.21 d. Menurut Mangun Hardjono, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang dimilikinya, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang dijalani secara lebih efektif.22 Pembinaan jika dikaitkan dengan pengembangan manusia merupakan bagian dari pendidikan, pelaksanan pembinaan adanya dari sisi praktis, pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Jadi dalam melakukan pembinaan, teori-teori pendidikan dimanfaatkan dalam memperlakukan orang yang di bina karena hakikatnya orang yang di bina juga termasuk orang yang dididik.23 Pembinaan merupakan suatu proses, proses merupakan suatu jalan yang panjang dan banyak taraf-taraf yang harus dilalui, antara lain: 1.) Pembiasaan Pembiasaan adalah melatih individu untuk berakhlak mulia dan memiliki kebiasaan tersebut terbentuk menjadi karakter dan sifat tertancap kuat dalam diri individu tersebut yang dengannya individu 20
Jumhur dan Moh. Suryo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: CV. Ilmu, 1997), hlm. 25. 21 Masdar Helmi, Dakwah di Alam Pembangunan (Semarang: Toha Putra, 1999), hlm. 53. 22 Mangun Hardjono, Pembinaan Arti dan Metodenya (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm.2. 23 Ibid., hlm. 11.
29
meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dan terbebas dari jeratan akhlak yang buruk. Untuk membangun suatu kebiasaan yang baik dalam pribadi kita, maka diperlukan latihan yang terus menerus atau pembiasaan. 2.) Pembentukan pribadi, sikap dan mental. Pada taraf pertama baru merupakan pembentukan kebiasaan (drill) dengan tujuan agar cara-caranya dapat dilakukan dengan cara yang tepat. Maka pada taraf yang kedua ini, diberi pengetahuan dan pengertian. Dalam taraf ini perlu ditanamkan dasar-dasar keimanan kepada Allah beserta sifat-sifatnya yang akan bermanfaat bagi diri individu. Perlu diingat bahwa dalam menanamkan pengertian, minat dan sikap terhadap siapa yang dibina adalah manusia yang merupakan keseluruhan. Dengan menggunakan pikiran dapatlah ditanamkan pengertian-pengertian dan dengan adanya pengertian maka akan terbentuklah sikap atau pendirian dn pandanganpandangan mengenai hal-hal tersebut. 3.) Pembentuk kerohanian yang luhur Pembentukan ini menanamkan kepercayaan yang meliputi: Iman kepada
Allah,
Malaikat-malaikatnya,
kitab-kitabNya,
Rasul-
rasulNya, Hari akhir serta Qodho dan Qadhar. Dengan demikian, yang timbul adalah pemikiran serta perbuatan yang didasari oleh keinsyafannya sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab, sehingga
30
mereka akan mengamalkan ajaran agama Islam secara kesadaran sendiri.24 Adapun yang dimaksud, bahwa orangtua atau keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan secara naluri atau kodrati merasa berkepentingan atau suatu keharusan untuk melaksanakan dengan diikuti harapan agar anak-anak senantiasa memiliki pribadi yang utama menurut ajaran Islam. Inilah yang dimaksud dari pembinaan kepribadian muslim oleh peneliti dalam pembahasan ini. 2. Ciri-ciri Kepribadian Muslim Dari pengertian kepribadian muslim diatas, dapat diambil konklusi bahwa kepribadian muslim mempunyai beberapa karakterisik tersebut adalah sebagai berikut : a. Beriman yang tangguh Iman berarti percaya, dengan demikian beriman yang dikehendaki oleh Islam adalah mempercayai segala yang diajarkan oleh Islam, keimanan ini merupakan pokok ajaran Islam atau dengan kata lain keimanan merupakan fondasi ajaran Islam. Sebelum umat Islam melangkah lebih jauh maka keimanan dalam dirinya harus ditata terlebih dahulu iman dalam diri insan setiap muslim harus mendapat prioritas pertama dan utama. Karena keimanan ini adalah penyangga yang kuat, maka setiap muslim harus berusaha memantapkanya. Iman sebagai titik pokok ajaran Islam
24
Ahmad D. Marimba, Op. Cit., hlm. 76-80.
31
memberikan keyakinan dan pengajaran kepada umat Islam yaitu antara lain: 1.) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia, bahwa
Tuhan
Itu
adalah
Esa
dan
bersifat
dengan
segala
kesempurnananya. 2.) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia bahwa manusia itu asalnya adalah satu. 3.) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia bahwa segala sikap dan tindakan nya selalu diawasi dan dicatat dengan cermat. 4.) Iman mengajarkan dan memberikan keyakian kepada manusia bahwa segala kreativitas ia hanya merencanakan dan bekerja adapun hasil dan tindakannya Tuhan yang menentukan. 5.) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia bahwa hidupnya akan berlangsung sampai hari kiamat.25 Beberapa keimanan yang harus diyakini oleh setiap umat Islam. Adapun keimanan-keimanan tersebut adalah sebagai berikut: a) Iman kepada Allah SWT. Iman kepada Allah menduduki posisi yang pertama. Setiap muslim harus percaya dengan adanya itu pasti, tidak ada yang dapat menandingiNya. Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Dialah yang menciptakan, memiliki, mengelola, memelihara dan
25
Syahminan Zaini, Nilai Iman (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 127-137.
32
menguasai seluruh dunia dan seisinya. Semua ajaran Islam bersumber dari Allah, Dia juga yang menetapkan baik buruknya semua makhluk. Apabila iman kapada Allah telah tertanam pada jiwa seseorang akan mempunyai dampak yang positif dalam kehidupanya. Iman kepada Allah memberi corak dalam setiap langkahnya. Dengan iman yang kuat tersebut setiap akan melakukan sesuatu perbuatan tercela tidak akan terlaksana karena dia yakin bahwa Allah ada, mengetahui segala yang diperbuatnya.26 b) Iman Kepada Malaikat-malaikat Allah SWT Maksudnya kita wajib membenarkan bahwa para malaikat itu ada wujudnya dimana Allah Ta’ala menciptakan mereka dari cahaya. Mereka adalah makhluk dan hamba Allah yang selalu patuh dan beribadah kepada-Nya. Kita wajib mengimani secara rinci setiap malaikat yang kita ketahui namanya seperti Jibril, Mikail, dan Israfil. Adapun yang kita tidak ketahui namanya maka kita mengimani mereka secara global. Di antara bentuk beriman kepada mereka adalah mengimani setiap tugas dan amalan mereka yang tersebut dalam AlQur`an dan hadits yang shahih, seperti mengantar wahyu, menurunkan hujan, mencabut nyawa, dan seterusnya.27
26
http://id.wikipedia.org/2014-10-2/wiki/Rukun_Iman (2 Oktober 2014). Diakses.15 Oktober 2014. 27 http://al-atsariyyah.com/2011-8-10/penjelasan-rukun-iman.html (10 Agustus2011) . Diakses, 15 Oktober 2014.
33
c) Iman kepada kitab-kitab Allah SWT. Iman kepada kitab-kitab Allah adalah percaya bahwa Allah mempunyai kitab-kitab untuk umat manusia sebagai petunjuk melalui Nabi-nabi yang diturunkan ke bumi. Kitab-kitab ini juga sebagai penjelasan kapada manusia tentang ajaran-ajaranNya. Kitab-kitab tersebut berisi tentang kebaikan yang seharusnya dilaksanakan dan berisi keburukan yang seharusnya ditinggalkan oleh manusia. Adapun beberapa kitab yang diturunkan oleh Allah adalah Zabur, Taurat, Injil dan Al-Quran. Al-Qur’an merupakan kitab yang terakhir di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, Al-Quran inilah yang menjadi pedoman umat Islam. Dengan percaya dan berpedoman pada Al-Quran hidup manusia akan terarah, karena kitab Al-Quran memberi petunjuk agar umat manusia lebih baik dalam meniti hidupnya. d) Iman kepada rosul Allah SWT. Iman kepada rosul berarti mempercayai adanya rosul-rosul sebagai utusan Allah. Dengan iman kepada rosul diharapkan dapat meneladani tingkah lakunya yang selalu mencerminkan perbuatan yang baik. Karena rosul merupakan manusia teladan yang mendapat petunjuk dari Allah untuk menyampaikan perintahNya kepada umat manusia. e) Iman kepada hari akhir (qiamat) Iman kepada hari qiamat berarti percaya dengan sesungguhnya bahwa kelak akan datang suatu hari dimana yang hidup akan mati dan yang berdiri megah akan hancur dan binasa kecuali Allah. Hari qiamat
34
merupakan hari akhir masa kehidupan di dunia ini.semua umat manusia pindah dari alam dunia menuju alam akhirat.semua pembalasan yang dijanjikan oleh Allah setelah hari qiamat ini mulai terrealidir, janji tersebut baik berupa hadiah maupun hukuman. Bagi orang-orang yang membawa bekal amal dari dunia sebanyak mungkin, akhirnya dapat menikmati hasilnya, begitu pula sebaliknya bagi mereka yang selalu melakukan kejahatan dan dosa pada waktu masih hidup maka mereka akan menerima malapetaka yaitu siksaan yang pedih. Dengan beriman pada hari qiamat ini, akan adanya pengawasan di dalam dirinya itu membuat manusia menjadi takwa dan takut kepada Allah walaupun tidak ada orang lain yang menyaksikan perbuatannya, ia akan melaksanakan kewajibannya dengan jujur dan tidak suka melakukan perbuatan jahat karena akan menerima balasan sebagaiman kejahatan yang dilakukannya semenjak di dunia, dengan demikian pribadi ini akan terarah dan selalu tertanam dengan kebaikan. 28 f) Iman qodho’ dan qodar. Qodho’ dan qodar selalu ada pada setiap manusia.keyakinan yanbg mantap terhadap qodho’ dan qodar membuat seseorang menjadi tenang dalam hidupnya.tidak tergoncxang apabila mendapat musibah dan sebaliknya tidak lupa ketika dalam keadaan senang, sehingga hidup orang yang demikian ini menjadi seimbang tidak mudah terombangambingkan oleh keadaan. Namun walaupun setiap manusia sudah ada 28
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 213-229.
35
ketetapan ini, tetapi diwajibkan untuk berikhtiyar dalam mencapai keberhasilan, karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu mau merubahnya sendiri.29 b. Beramal sholeh. Setiap orang yang berkepribadian muslim tentunya mempunyai komitmen yang besar terhadap ajaran Islam. Dalam ajaran Islam ada lima pokok yang harus dijalankan bagi setiap muslim sesuai dengan ketentuan. Lima pokok ajaran ini di sebut dengan rukun Islam. Adapun lima hal tersebut adalah sebagai berikut : 1) Syahadat, kalimat ini merupakan langkah awal bagi mereka yang baru Islam. Syahadat juga sebagai ikrar yang yang monomental, karena monomentalnya menurut ajaran Islam kalimat ini mempunyai nilai yang tinggi di hadapan Allah. Pernyatan sayahadat ini merupakan pernyataan yang mengandung konskuensi, dalam artian apabila ikrar suci ini sudah dilaksanakan berarti harus siap melaksanakan segala ajaran yang ada didalamnya. Karena ikrar ini menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan berikrar pula bahwa Nabi muhammad adalah utusan Allahyang membawa dan menyebarkan ajaranajaranNya. 2) Sholat, merupakan titik perbedaan antara umat Islam dengan yang lainnya. Dengan ini pula umat Islam dikatakan sebagai orang yang beragama Islam secara hakiki. Sholat pada pelakunya dapat 29
Ibid., hlm.232-233.
36
menjadikan ketentraman batin, dengan ketentraman atau ketenangan batin yang diperolehnya melalui sholat akan menjadikan seseorang selalui cerah dalam menjalani hidup ini. Apabila sholat dilaksanakan dengan sepenuh hati (ikhlas) juga sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, maka sholat juga dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.30 maka hal ini sejalan dengan kepribadian muslim, karena setiap pribadi yang muslim tentu tingkah lakunya juga baik. 3) Zakat, merupakan kewajiban keagamaan. Menurut agama Islam seorang muslim yang memenuhi syarat menunaikan zakat tidak boleh mempergunakan harta kekayaannya menurut kemauannya sendiri, sebab kalau harta yang dimilikinya telah mencapai jumlah dan waktu tertentu ia wajib mengeluarkan sebahagian (kecil) untuk kepentingan pelaksanaan ajaran agama Islam, menolong orang-orang yang tidak mampu.31 4) Puasa ramadhan, puasa ini hukumnya wajib bagi setiap umat Islam diseluruh dunia secara bersama-sama. Orang yang berkepribadian muslim akan merasa senang dan ikhlas menerima kewajiban ini, karena hal ini sudah diyakini dan merupakan perintah Allah unutk kemaslahatan dirinya sendiri. Kalau ditinjau dari segi sosial, puasa mempunyai dampak yang baik, karena dengan menjalankan puasa dapat merasakan bagaimana rasanya sehari penuh tidak makan dan tidak minum. Orang yang menjalankan puasa dengan sepenuh hati akan 30
Beni Kurniawan, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), 28-31. 31 Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hlm. 266.
37
merasakan sejajar dengan orang lain dan akhirnya rasa untuk berbuat sombong bisa terjauhi. Sedangkan ditinjau dari segi kesehatan dengan berpuasa dapat berdampak baik dalam kesehatan.32 5) Menunaikan ibadah haji, ibadah haji diwajibkan bagi mereka yang mampu. Mampu dalam artian telah ada kesiapan baik mental maupun material. Kondisi jiwanya harus benar-benar siap, demikian juga dengan jasmaninya serta didukung dengan materi yang cukup untuk biaya pergi dan yang ditinggalkannya.33hal ini sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
“ ….Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…”.,(QS: Al-Imran 97).34 c. Berakhlaq mulia Akhlaq yang mulia merupakan hiasan setiap muslim. Maka bagi setiap muslim berakhlaq yang mulia harus menjadi idolanya dalam hal ini Allah juga memerintahkan untuk selalu berakhlak mulia. Seseorang yang selalu terkontrol dengan akhlaq yang mulia dalam hidupnya akan selalu mempunyai arah dan tujuan yang baik.setiap hendak melakukan sesuatu perbuatan dipikir terlebih dahulu apakah perbuatan tersebut berakibat baik atau sebaliknya. Akhlaq yang mulia berarti akhlak yang bersumber dari ajaran Islam yang telah tertuang dalam Al-Quran dan 32
Ibid., 282-283. Beni Kurniawan, Op. Cit., hlm. 72-73. 34 Departemen RI: Al-Quran dan Terjemahanya Special for Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009), hlm. 62. 33
38
Hadits, dimana keduanya menjadi ukuran dalam segala perbuatan. Disamping itu Nabi Muhammad merupakan sentral moral atau akhlak yang baik, sehingga Nabi Muhammad bagi seluruh alam ini adalah menjadi suri teladan yang baik (uswatun khasanah)35 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Muslim Kepribadian muslim tidak terbina begitu saja tetapi kepribadian itu terbina dengan adanya pengaruh kerja sama antara pembawaan seseorang dengan pengaruh lingkungannya. Karena anak sewaktu dilahirkan telah membawa fitrah atau potensi dasar yang antara lain keterampilan, watak dan kemauan yang itu semua akan berkembang menjadi baik atau sebaliknya. Di antara faktor-faktor tersebut antara lain : a. Faktor Pembawaan Faktor pembawaan adalah faktor yang dibawa anak sejak kecil atau sejak lahir. Dalam faktor pembawaan ini, ada salah satu pendapat dari para ahli psikologi yang sengaja penulis pilih yang aliran Convergensi, yang dipelopori oleh William Stern mengatakan bahwa, “Perkembangan jiwa anak adalah tergantung pada dasar dan ajar atau tergantung pada pembawaan atau pendidikan, di mana keduanya mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam perkembangan pribadi anak”.36 Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa aliran tersebut hampir sesuai dengan ajaran Islam, di mana menurut ajaran Islam dikatakan bahwa
35
Khalail Al-Musawi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda (Jakarta: Lentera, 1998), hlm. 21-22. 36 Zuhairini, dkk., Metode Khusus Pendidikan Agama (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 2003), hlm. 30.
39
pada setiap anak tersebut telah mempunyai pembawaan untuk beragama Islam yang dikenal dengan “fitrah”. Kemudian fitrah itu berjalan ke arah yang benar bilamana memperoleh pendidikan agama dengan baik dan mendapatkan pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya. Dapatlah dimengerti bahwa fitrah atau bakat (pembawaan) anak itu dari sejak
lahir
tergantung
pada
keluarganya
(orangtuanya)
yang
mengarahkannya pada masa perkembangannya atau pertumbuhannya, terutama mengarahkan ke arah kepribadian muslim. b. Faktor Lingkungan Lingkungan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pribadi anak. Sebab, anak tidak bisa tumbuh dan berkembang tanpa adanya keluarga, kemudian sebagai makhluk sosial anak juga ingin berteman, bermain bersama, juga mereka ingin meniru orang dewasa terhadap apa yang dilakukannya. Faktor lingkungan ini bila diperinci, maka dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Lingkungan Keluarga Keluarga sebagai salah satu faktor lingkungan hidup anak mempunyai posisi terdepan dalam memberikan pengaruh terhadap pembentukan pribadi anak. Sebagaimana dikatakan oleh Zakiyah Daradjat, bahwa orang tua adalah, “Pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak”.37
37
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Bulan Bintang: Jakarta, 1991),hlm 56.
40
Anak akan kenal lebih dahulu dengan keluarga dan orangtualah yang paling dominan dalam hal ini, terutama seorang ibu. Karena, ibulah yang hampir setiap hari berada di rumah. Orangtua sebagai kepala keluarga bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kehidupan anak lahir batin, moral dan spiritual. Dengan demikian, orangtua harus memperhatikan bimbingan atau pendidikan pada anak terutama pendidikan agama. Pendidikan agama tidak berarti hanya memberi pelajaran agama saja tetapi terpokok pada penanaman jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan agama. Menurut Djudju Sudjana, M. Ed., sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rahmad, mengatakan bahwa agar pada diri anak terbentuk sifat-sifat dan kepribadian yang dapat diterima oleh umum perlu diketahui ciri-ciri khasnya keluarga antara lain : a) Adanya hubungan berpasangan antara kedua jenis kelamin. b) Adanya perkawinan yang mengokohkan hubungan tersebut. c) Pengakuan terhadap keturunan. d) Kehidupan ekonomi bersama. e) Kehidupan berumah tangga.38
38
Jalaluddin Rahmad, Muchtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 20.
41
2) Lingkungan Sekolah “Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga ( keluarga )”.39 Karena itu, sudah barang tentu kalau sangat berpengaruh terhadap pembinaan kepribadian anak. Sebab, dalam membina kepribadian anak itu dapat diusahakan baik di sekolah maupun di rumah. Karena sekolah merupakan lingkungan formal sebagai ajang pendidikan bagi anak setelah keluarga. Di sekolah, yang berperan sebagai pendidik adalah guru, dan guru inilah yang merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orangtua. Jadi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru adalah pendidik yang paling utama dan suci. Oleh karena itu, guru harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a.) Pendidik seorang yang ikhlas, yakni tidak mengharap imbalan apapun, melainkan mengharapkan keridhaan Allah SWT. b.) Bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik. c.) Mampu mengelola peserta didik, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara proporsional. d.) Jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya, tanda kejujuran tersebut ialah menerapkan anjurannya itu pada diri sendiri.
39
Sofyan S. Willis, Problem Remaja Dan Pemecahannya (Bandung: PT. Angaksa, 2004 ),
hlm. 68.
42
e.) Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia.40 Bagi seorang guru (terutama guru agama) harus memiliki
sifat
yang baik. Sebab segala sesuatu pada dirinya, baik tingkah laku, ucapan dan caranya mengerjakan sesuatu akan berpengaruh terhadap anak-anak atau murid-murid. Dari kutipan di atas, dapat kita ambil pengertian bahwa kepribadian dan juga kemampuan seorang guru untuk membina anak itu sangat diperlukan, baik guru agama maupun guru umum, sebab dengan adanya kemampuan seorang guru dalam membina anak itu akan memperbaiki
kepribadian anak dan dapat melanjutkan
pembinaan pribadi anak dengan cara yang lebih baik bagi anak yang telah mempunyai dasar kepribadian yang baik dari rumah. Oleh karena itu sekolah merupakan salah satu faktor yang benarbenar berpengaruh dalam pembinaan pribadi anak terutama pribadi yang baik yang sesuai dengan agama atau kepribadian muslim. 3) Lingkungan Masyarakat Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga setelah sekolah dan rumah (Keluarga). Ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan. Apabila yang satu pincang maka yang lain ikut pincang pula.41 Karena masyarakat merupakan unsur ketiga sebagai tempat pendidikan anak, maka dalam masyarakat itu terjadi timbal balik antara anggota 40
Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. ke-2 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), hlm. 22. 41 Sofyan S. Willis, Op. Cit., hal. 79.
43
sekolah, masyarakat dan keluarga, agar tidak terjadi kepincangan dalam usaha pembinaan pribadi anak dan tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya hubungan itu maka terbukalah bagi anak-anak untuk mendapat pengalaman dari masyarakat, sebab mau tidak mau anak setelah belajar dari keluarga dan sekolah juga harus terjun ke dalam masyarakat. 4. Metode yang digunakan dalam pembinaan kepribadian muslim anak Yang dimaksud dengan metode pembinaan Islam adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidika anak. Abdullah Nasikh Ulwan, dalam bukunya Pendidikan Anak dalam Islam (Tarbiyatul Awlad fil Islam), mengatakan bahwa metode pendidikan yang dapat diterapkan seorang pendidik atau orangtua dalam memberi pembinaan keagamaan bagi anakanaknya, sehinga dapat mencapai kematangan kepribadian muslim yang sempurna adalah sebagai berikut: a. Metode pendidikan dengan keteladanan Keteladan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Mengigat pendidik adalah seorang figure terbaik dalam pandangan anak, yang tidak-tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak-tanduknya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. Oleh karena itu masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya,
44
berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatabn yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak yang mulia. Begitu pula sebaliknya jika pendidik adalah seorang pembohong, pengkhianat, kikir dan hina maka si anak akan tumbuh dengan kebohongan, khianat, kikir dan hina. Dengan demikian, perlu diketahui oleh para ayah dan ibu bahwa pendidikan dengan memberikan teladan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan kenakalan anak. Bahkan merupakan dasar dlam meningkatkan keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji. Tanpa memberikan teladan yang baik, prndidikan anak-anak tidak akan berhasil.42 b. Metode pendidikan dengan adat kebiasaan Metode pengajaran dan pembiasaan ini adalah termasuk prinsip utamadalam pendidikan dan merupakan metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan pelurusan akhlak anak. Mendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah upaya yang paling terjamin berhasil dan memperoleh buah yang sempurna. Sedangakan mendidik dan melatih setelah anak berusia dewasa, maka jelas didalamnya terdapat kesulitankesulitan bagi orang-orang yang hendak mencari keberhasilan dan kesempurnaan.
42
Abdullah Nasikh Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hlm. 142 dan 184.
45
c. Metode pendidikan dengan nasehat Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dan pembentukan akidah anak dan mempersiapkan anaknya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prisip-prinsip Islam.43 d. Metode pendidikan dengan memberi perhatian atau pengawasan Yang dimaksud pendidikan dengan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial. Dengan perhatian (pengawasan), anak akan menjadi baik, jiwanya akan luhur, budi pekertinya akan mulia, akan menjadi anggota masyarakat yang berguna. e. Metode pendidikan dengan memberikan hukuman Dengan memberi hukuman, anak akan jera, dan berhenti dari berperilaku buruk. Ia akan mempunyai perasaan dan kepekaan yang menolak mengikuti hawa nafsunya untuk mengerjakan hal-hal yang diharamkan.44
43 44
Ibid., hlm. 208-209. Ibid., hlm. 334.
46
Beberapa Metode yang digunakan untuk penanaman akhlak menurut Abdurrahman An Nahlawi yaitu: a. Metode Hiwar (Percakapan) Metode Hiwar (Percakapan) adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau melalui tanya jawab mengenai suatu topik mengarah kepada suatu tujuan. Demikianlah kedua pihak saling bertukar pendapat tentang suatu perkara tertentu. b. Metode Kisah Metode Kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain selain bahasa. Disamping itu kisah edukatif itu melahirkan kehangatan perasaan dan vitalitas serta aktivitas didalam jiwa, yang selanjutnya memotivasi manusia untuk mengubah prilakunya dan memperbaharui tekadnya sesuai dengan tuntunan. Penanaman melalui kisah-kisah tersebut dapat mengiringi anak pada kehangatan perasaan, kehidupan, dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah prilaku dan memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut.45 Dampak pendidikan melalui pengisahan adalah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cermin kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa
45
Abdurrahman An-Nahlawi, Prisip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam (Bandung: Diponegoro 1995), hlm.239.
47
merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut. Contohnya, anak diberi cerita-cerita yang bisa dijadikan mereka teladan dalam kehidupan sehari-hari. Bisa mengenai kisah para Nabi dan para Rosul atau kisah-kisah para pahlawan yang di anggap mereka sebagai sosok yang tangguh. c. Metode Pembiasaan diri dan Pengalaman Metode pembiasaan diri dan pengalaman ini dapat membentuk akhlak anak dan rohani serta pembinaan sosial seseoranng tidak cukup nyata dan pembiasaan diri sejak usia dini. Untuk biasa hidup teratur, disiplin, tolong menolong sesame manusia dalam kehidupan sosial memerlukan latihan yang kontinyu setiap hari. d. Metode Pengambilan pengajaran dan peringatan Betapapun usaha pendidikan dilakukan jika anak tidak mengetahui akibat positif atau negatif maka pendidikan kurang bermakna. Anak jika mengerjakan kebaikan maka akan merasa senang dan anak yang melakukan kejelekan pasti akan merasa sedih, kecewa dan putus asa. e. Metode targhib dan tarhib Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan. Namun penundaan itu bersifat pasti , baik dan murni, serta dilakukan melalui amal saleh atau pencegahan diri dari kelezatan yang membahayakan (pekerjaan buruk). Tarhib adalah ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh
48
terlaksananya sebuah dosa, kesalahan, atau perbuatan yang telah dilarang Allah. Selain itu juga karena menyepelekan pelaksanaa kewajiban yang telah diperintahkan Allah. Tarhib pun dapat diartikan sebagai ancaman dari Allah untuk menakut-nakuti hamba-hamba-Nya melalui penonjolan kesalahan atau penonjolan salah satu sifat keagungan dan kekuatan ilahiah agar mereka teringatkan untuk tidak
melakukan kesalahan dan
kemaksiatan. Metode targhib dan tarhib adalah metode yang dapat membuat senang dan takut. Dengan metode ini kebaikan dan keburukan yang disampaikan kepada
seseorang dapat mempengaruhi dirinya agar
terdorong untuk berbuat baik.46
46
Ibid., hlm. 296.