PERAN IBU DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK SHOLEH MENURUT KONSEP ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: ANIS CHOIRUNNISA NIM 108011000094
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
l.'
pv
1
It
l
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
PERAN IBU DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK SHOLEH MENURUT KONSEP ISLAM SKRIPSI DiajukanKepadaFakultasIlmu TarbiyahdanKeguruanUntuk Memenuhi Persyaratan MencapaiGelarSarjanaPendidikanAgamaIslam (S.pd.I)
oleh: Anis Choirunnisa NIM 108011000094
DibawahBimbingan DosenPembimbingSkripsi
far Dra Hi. Eri Rossatria.M.As NIP. 194707t7 1966082001
JURUSAN PEI{DIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA r434HJ20r3M
v
It'E I i.!
l" l'
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI Skripsi berjudulPeran Ibu Dalam PembentukanKepribadian Anak Sholeh Menurut Konsep rslam disusunoleh Anis choirunnisa,NIM 108011000094, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UniversitasIslam Negeri Syarif HidayatullahJakarta.Telah melalui bimbingan dan dinyatakansah sebagaikarya ilmiah yang berhakuntuk diujikan padasidang munaqasahsesuaiketentuanyangditetapkan.
Jakarta,l0 Januari2013
Yang Mengesahkan,
[a,t Dra Hi. Eri Rossatria.M.As NIP. 194707t7 1966082001
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SkripsiberjudulPeran Ibu Dalam PembentukanKepribadian Anak Sholeh Menurut Konsep Islam disusunoleh ANIS CHOIRLINNISA,Nomor Induk Mahasiswa 108011000094, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakanlulus dalamUjian Munaqasahpadatanggal4 April 2013 di hadapan gelarSarjanaSl (S.Pd.I) dewanpenguji.Karenaitu, penulisberhakmemperoleh dalambidangPendidikanAgamaIslam. Iakarta,l3April 2013 PanitiaUjian Munaqasah
I(etuaPanitia(KetuaJurusan/ProgramStudi)
Tanggal
Bahriss,alim.M.Ae. NIP: 19680307 199803I 002
T-
Tanda Tangan
+r/t )n3
(Sekretaris Sekretaris Jurusan/Prodi) Drs. SapiudinShidiq.M.Ae. NIP: 19670328 200003I 001
oft'4'J)
PengujiI l F- o 1 - / t 3
DR. Akhmad Sodiq.M.Ae NIP: 19710709 199803I 001 PengujiII
4r--ot)
Drs. SapiudinShidiq.M.Ae. NIP: 19670328 200003I
. H. Rifat
20520198103 1 001
g
SURAT PERI\IYATAAN KARYA ILMIAII Yang bertandatangandibawahini: Nama
ANIS CHOIRTINNISA
NIM
1 0 8 01 0 0 0 0 9 4
Jurusan
PendidikanAgamaIslam
Alamat
Jl. BentengBetawiNO. 31 RT01/15 KelurahanTanahTinggi, KecamatanTangerang,Kota Tangerang 15119
MENYATAKAN DENGAN SESLINGGUHNYA Bahwa skripsi yang berjudul Peran lbu
Dalam pembentukan
Kepribadian Anak sholeh Menurut Konsep rslam adalahbenar hasil karya sendiridi bawahbimbingandosen: NamaPembimbing : Dra Hj. Eri Rossatria, M.Ag NIP
:194707171966082001 Demikian surat pernyataanini saya buat dengansesungguhnyadan saya
siap menerimasegalakonsekuensiapabilaterbukti bahwa skripsi ini bukanhasil karyasendiri.
Anis Choirunnisa
ABSTRAK Anis Choirunnisa, 108011000094, Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. “Peran Ibu Dalam Pembentukan Kepribadian Anak Sholeh Menurut Konsep Islam” Kata Kunci : Peran ibu, Pembentukan Kepribadian Anak Sholeh Menurut Konsep Islam Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ibu dalam pembentukan kepribadian anak sholeh usia 2-6 tahun menurut konsep Islam. Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei 2012 sampai Oktober 2012 melalui sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan peran ibu dalam pembentukan kepribadian anak sholeh usia 2-6 tahun. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah adanya ibu yang tidak berkepribadian baik, padahal fungsi tersebut akan berdampak terhadap anak. Penelitian ini dibatasi, pada peran ibu dan tanggung jawabnya dalam pembentukan kepribadian anak usia 2-6 tahun agar menjadi anak yang sholeh menurut konsep Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan (Library Research), dengan pendekatan teknik analisis deskriptif. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca, menelaah buku-buku, majalah, surat kabar dan bahan-bahan informasi lainnya, yang ada hubungannya dengan pembahasan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran ibu sangat penting sekali diterapkan pada anak usia 2-6 tahun, karena ibu merupakan penentu atau peletak dasar dalam pembentukan kepribadian anak sholeh. Dan untuk memperoleh hal tersebut, maka penulis menerapkan beberapa peran ibu diantaranya: (1) Ibu sebagai pendidik anak sholeh perlu memperhatikan perannya, yaitu: ibu perlu mendidik atau mengajari anak dengan kegiatan sehar-hari di barengi dengan belajar sambil bermain. (2) Ibu sebagai pembina anak sholeh, yaitu membina anak dengan pendidikan-pendidikan yang Islami. (3) Dan ibu sebagai teladan anak sholeh, yaitu dengan meneladani sikap dan perilaku Rasulullah SAW sebagai teladan paripurna.
i
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرّحمن الرّحيم Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sang penentu segala urusan atas berkat, rahmat, taufik, hidayah, dan limpahan petunjuk-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Peran Ibu Dalam Pembentukan Kepribadian Anak Sholeh Menurut Konsep Islam”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bahrissalim, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI.
3.
Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Siti Khodijah, MA. Dosen Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.
5.
Dra. Hj. Eri Rossatria, M.Ag. Dosen pembimbing skripsi, yang selalu menyempatkan waktu di tengah kesibukan beliau untuk membimbing. mengarahkan dan memberikan semangat selama proses penulisan skripsi ini.
6.
Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan FITK dan Perpustakaan Iman Jama, yang turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Yang paling utama untuk orang tua tercinta, Ayahanda dan Ibunda, Drs.K.H. Ahmad Sachowi Solihin dan Sufanah, S.Pd, serta adik-adik yang penulis banggakan Laylie Musyrifah, Ummu Salamah, Laiqotul Jannah, Muhammad
ii
Kafa A’zmiy dan Himmatul Aliyah. Do’a dan dukungan semangat demi kemajuan penulis. 8.
Para santriwan Pondok Pesantren Babussalam, khususnya Asep Fahruddin, Andri Ramdhani, Ahmad Jalaluddin, Faizuddin dan mang Oji yang telah memberikan inspirasi dan motivasi, dan selalu menghibur penulis disaat kejenuhan dan kesulitan.
9.
Kawan-Kawan PAI C angakatan 2008 khususnya Ismawati, Mudzakir Faozi, Muniroh, Ana Mutiara, Pipit Riyani, Siti Rohimah dan Devi Febina, yang mejadi tempat berdiskusi, bertukar pikiran dengan semangat perjuangan kita bersama-sama menuju kesuksesan.
10. Kawan-Kawan Tafsir Hadist angkatan 2007 khususnya Latifani Wardah Shomita dan Liha Fadhillah yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan semangat kepada penulis. 11. Sahabat tercinta Imas Sholihat dan Siti Khairani yang selalu mendukung, menghibur, dan memberikan semangat kepada penulis. 12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada penulis baik secara moral maupun material. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, namun penulis berharap kritik dan saran yang dapat memperbaiki, baik penulisan maupun isinya. Semoga skripsi ini dapat dijadikan inspirasi bagi yang akan mengadakan penelitian selanjutanya, dan dapat bermanfaat untuk kita semua. Tangerang, 10 Januari 2013
Penulis
Anis Choirunnisa
iii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH ABSTRAK …………………………………………………………..
i
KATA PENGANTAR ……………………………………………...
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………..
iv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………
1
B. Identifikasi Masalah ………………………………..
6
C. Pembatasan Masalah ……………………………….
7
D. Perumusan Masalah ………………………………..
7
E. Tujuan Penelitian …………………………………..
7
F. Kegunaan Penelitian ………………………………
7
KAJIAN TEORETIK A. PERAN IBU 1. Pengertian Ibu Dan Perannya …….……………
8
2. Tugas Dan Tanggung Jawab Ibu .……………..
12
3. Karakteristik Ibu yang Baik ……………………
15
B. PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK SHOLEH
BAB III
1. Pengertian Kepribadian Anak Sholeh ………….
20
2. Fase Perkembangan Anak Usia 2-6 Tahun……..
24
3. Faktor-Faktor Pembentukan Kepribadian Anak ..
30
C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN ……...
33
METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian ……………………………………
iv
37
BAB IV
BAB V
B. Metode Penulisan …………………………………...
37
C. Fokus Penelitian ……….……………………………
38
D. Prosedur Penelitian …………………………………
38
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Ibu Sebagai Pendidik Anak Sholeh ……………….
40
B. Ibu Sebagai Pembina Anak Sholeh ……………......
48
C. Ibu Sebagai Teladan Anak Sholeh …………….…..
54
PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………
64
B. Saran ……………………………………………….
65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seorang anak yang senantiasa mendambakan ibu yang baik nan sholehah, taat menjalankan ibadah mahdah, rajin menjalankan syariat hukum sesuai dengan aturan agama Islam, memberikan kasih sayang yang tulus, mendidik dengan baik dan berbudi pekerti yang luhur. Itulah yang disebut dengan ibu ideal dalam pandangan Islam. Hal ini diperjelas dengan pendapat Adil Fathi Abdullah dalam bukunya Menjadi Ibu Ideal yakni: Ibu yang ideal adalah ibu yang berhasil dalam menjalankan peranannya secara maksimal sebagai seorang ibu. Ia harus dapat membaca pribadi anak-anaknya, persoalan dan problem yang dihadapi, bagaimana berinteraksi dengan mereka, bagaimana cara mendidik, bagaimana mengajarkan al-Quran, dan bagaimana mengajarkan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama dan pendidikan, serta memiliki pengetahuan tentang sarana pendidikan modern dan cara menggunakannya. 1 Begitu juga pendapat Ya’qub Chamidi dalam bukunya Menjadi Wanita Shalihah dan Mempesona yang menyatakan bahwa: Seorang ibu yang baik adalah selalu mendoakan kebaikan anak-anaknya mulai dalam rahim sang ibu hingga meninggal sekalipun. Dan dalam kesehariannya, ibu yang baik akan menghargai keberadaan anakanaknya, memperlakukan mereka dengan adil tanpa membeda-bedakan laki-laki ataupun perempuan. Selain itu, dengan ungkapan tegas lagi 1
Adil Fathi Abdullah, Menjadi Ibu Ideal, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 121.
1
2
lembut diwujudkan dengan contoh yang baik, serta mengajarkan budi pekerti dan tauhid serta akidah kepada anak-anaknya, sehingga anakanak akan menjadi generasi yang tahan dengan goncangan, dapat diandalakan di masa-masa yang akan datang dan menjadi generasi yang bahagia dunia dan akhirat.2 Sejatinya, ibu dikatakan ideal dalam Islam yaitu mampu mendidik anak dengan nilai ke-islaman sejak masih dini, memiliki budi pekerti yang baik (akhlakul karimah), selalu menjaga perilakunya agar menjadi teladan bagi anaknya, memiliki sikap penyabar, sopan serta lembut dalam berbicara agar kelak sang anak dapat memiliki kepribadian yang tangguh dalam Islami. Begitu juga, dengan pendidikan anak yang merupakan salah satu topik amat penting serta mendapat perhatian dari Islam. Dengan pendidikan anak akan mempunyai banyak ketrampilan dan kepribadian. Ketrampilan dan kepribadian merupakan sekian banyak dari proses yang dialami anak untuk menjadi makhluk yang bekualitas baik fisik maupun mental. Pribadi berkualitas dan berakhlak mulia tidak datang dengan sendirinya, tetapi ada semacam latihan-latihan. Kebiasaan yang baik akan berakibat baik dan menjadi bagian dari kepribadian keseharian, sebaliknya kepribadian dan kebiasaan sehari-hari yang buruk juga akan berakibat buruk terhadap kepribadaian dan perbuatan dirinya sendiri. Tidak ada yang meragukan betapa pentingnya peran ibu dalam pendidikan anak seperti kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu. Karena perhatian dan kasih sayang tersebut akan menimbulkan perasaan di terima dalam diri anak-anak dan membangkitkan rasa percaya diri di masa-masa pertumbuhan mereka. Karena itu, hal ini dipertegas oleh Lidia Yurita dalam bukunya Mukjizat Doa Ibu! yang menyatakan bahwa “ibu muncul sebagai sosok yang siap siaga dan serba bisa. Kasih sayang, kelembutan dan perhatiannya menempatkan ibu menjadi sosok yang dibutuhkan seluruh anggota keluarga”.3 Begitu juga, dalam bukunya Khairiyah Husain Thaha yang berjudul Konsep Ibu Teladan yang menyatakan bahwa:
2
Ya’qub Chamidi, Menjadi Wanita Shalihah dan Mempesona, (Jakarta: Mitra Press Studio,2011), h. 190. 3 Lidia Yurita, Mukjizat Doa Ibu!, (Jogjakarta: Diva Press, 2009), h. 76.
3
Orang tua terutama ibu yang banyak bergelut dengan anak, mempunyai tugas yang amat besar untuk mendidik anak baik pendidikan jasmani, intelektual dan mental spritual, sehingga melalui teladan yang baik atau pelajaran yang berupa nasehat-nasehat, kelak ia dapat memetik tradisitradisi yang benar dan pijakan moral yang sempurna dari masa kanakkanaknya itu.4 Namun, realitasnya banyak ibu yang tidak dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik di dalam keluarga, karena ibu tidak pernah tahu bagaimana cara mendidik anaknya dengan baik, seperti sibuk dengan karirnya hingga terkadang menyerahkan tanggung jawab terbesar dalam pendidikan kepada pihak sekolah atau dengan pengasuh anak-anak yang bisa jadi “kurang berkualitas”, atau mungkin juga ada yang merasa menyerah dan putus asa dalam mendidik anak karena kurang pengetahuan dan bingung tidak mengerti dengan apa yang harus dilakukan. Akibat dari itu, betapa banyaknya keluarga yang hancur berantakan karena ibu enggan mendidik anak-anaknya, dikarenakan ia mengabaikan begitu saja, yang akhirnya melahirkan generasi yang tidak dapat diharapkan yaitu generasi yang jahat dan durhaka kepada orang tua serta masyarakat mereka. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh ibu dalam jiwa anak sangatlah besar, karena tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang ibu dalam kehidupan nyata ini jauh lebih besar daripada seorang ayah. Sebab, waktu bersama seorang ibu dengan anak lebih banyak dan lebih luas di rumah. Hal ini pun terkait dalam bukunya Awaluddin Habiburrahman yang berjudul Terbaik Buat Anakku yang mengatakan bahwa: Ibu adalah ujung tombak dari tanggung jawab mendidik anak-anaknya sehingga dapat dikatakan bahwa baik atau buruk warna seorang anak sebagian besar dipengaruhi oleh baik atau buruk warna kepribadian ibunya. Sehingga ibu yang sadar akan fungsinya yang menentukan masa depan anaknya akan berusaha sekuat tenaganya untuk menjadi ibu yang muslimah atau shalihah bagi anak-anaknya.5 Demikian, ibu merupakan orang pertama yang menjadi contoh dalam pendidikan bagi keluarga serta melindungi anak-anaknya dari kobaran api neraka. 4 5
Khairiyah Husain Thaha, Konsep Ibu Teladan, ( Surabaya: Risalah Gusti, 1992), h. 5. Awaluddin Habiburrahman, Terbaik Buat Anakku, (Jakarta: Pustaka Group,2009), h. 34.
4
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At-Tahrim: 6 yang berbunyi:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim: 6).6 Perintah ini ditujukan kepada keluarga. Namun, dalam hal ini sosok ibu lah yang menjadi prioritas utama dalam mendidik anak di dalam keluarga, karena anak yang diharapkan di dalam keluarga yaitu anak yang sholeh. Dengan demikian realitas ini memberi kesan bahwa pendidikan utama awal bagi anak adalah pendidikan yang diterimanya ketika di rumah. Pendidikan di rumah sangat penting, karena mempunyai pengaruh besar bagi anak kelak mereka sudah bergaul dan bermasyarakat. Dan ibu yang muslimah atau shalehah lah akan berusaha memberikan pengaruh keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada jiwa anakanaknya sehingga anak-anaknya tumbuh menjadi muslim yang taat dan terhindar dari api neraka. Selain mendidik anak, seorang ibu pun harus memperhatikan kepribadian seorang anak, karena ibu pun tidak luput berfungsi sebagai pembina kepribadian yang dimulai sejak dalam kandungan hingga beberapa fase perkembangan anak. Pada tahap fase perkembangan anak ibu memilki sosok yang dibutuhkan oleh setiap anak. Pola asuh, tingkah laku serta teladan yang baik akan dibutuhkan oleh anak. Maka dengan ini emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu selama mengandung, mengasuh dan mendidik. Sehingga terciptalah perkembangan kepribadian anak yang baik. Kenyataan ini pun, dipertegas dalam bukunya Zakiah Daradjat, yang berjudul Islam dan Peranan Wanita, yang mengatakan bahwa:
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta:PT Bumi Restu), h. 951.
5
Sikap dan emosi ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap pertumbuhan janin yang dikandungnya, suasana keluarga yang tenang dan bahagia merupakan tanah yang subur bagi pertumbuhan anak. Dan sebaliknya suasana keluarga yang tidak baik, kacau, serta tidak ada kehangatan dan pengertian, maka tanah gersang yang akan menghambat atau menggangu pertumbuhan anak.7 Seorang ibu muslimah yang shalehah amat penting mengemban tugas suci sebagai ibu yang sejati, karena mengingat tujuan utama seorang muslimah adalah untuk menjadi ibu rumah tangga yang hakiki. Tujuan ini sangat urgen dan amat menentukan. Sosok ibu menduduki peranan amat strategis dalam pembentukan generasi dengan kepribadian yang utuh. Ibu merupakan kunci bagi masa depan anak. Bagaimana warna generasi muda di masa mendatang, sangat tergantung pada pola asuh kaum ibu masa kini. Itulah sebabnya, ibu juga disebut sebagai madrasah pertama dalam pendidikan bangsa karena ia pertama kali mendidik anak putra-putrinya dan menjadikan mereka berpikiran matang dan memiliki potensi. Sebagaimana dalam buku Muhammad Ali Hasyimi dengan judul Kepribadian Wanita Muslimah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah bahwa: Seorang penyair ternama Hafiz Ibrahim mengungkapkan sebagai berikut: Ibu adalah madrasah (sekolah), bila engkau menyiapkannya berarti engkau menyiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya. 8 Karena itu, memang sangat jelas bahwa ibu adalah madrasah pertama yang akan memberikan qudwah (keteladanan) bagi sikap, prilaku dan kepribadian anak. Hal ini pun dipertegas dalam bukunya Ummu Syafa Suryani Arfah dalam bukunya Menjadi Wanita Shalihah, bahwa: “ibu adalah shibgah (pencelupan) pertama bagi watak dan kepribadian anak. Ia merupakan bayangan yang paling mendekati dengan kepribadian anak, jika ia baik maka akan baik lah anakanaknya”. 9. Demikian secara tak langsung semua tindak-tanduk ibu akan menjadi 7
Zakiah Daradjat, Islam dan Peranan Wanita, (Jakarta: Bulan Bintang,1978), h. 11. Muhammad Ali Hasyimi, Kepribadian Wanita Muslimah Menurut Al-Qur’an dan AsSunnah, (Jakarta: Akademika Pressindo,1997), h.195. 9 Ummu Syafa Suryani Arfah, Menjadi Wanita Shalihah, (Jakarta: Eska Media,2010), h. 272. 8
6
suri tauladan bagi keluarganya, terutama bagi anak-anaknya. Karena dari sanalah akan tumbuh kepribadian pada anak secara bertahap. Akhirnya ibu yang benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik, maka rumah-tangga itu akan mampu melahirkan anak sholeh yang kelak menjadi tunas berdirinya masyarakat yang islami. Juga seorang ibu harus berusaha sedemikian rupa, agar rumah tangganya menjadi terarah dan teratur, yang darinya tercerminlah kepribadian yang islami. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Peran Ibu dalam Pembentukan Kepribadian Anak Sholeh Menurut Konsep Islam” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Kurangnya perhatian ibu dalam mendidik anak sehingga banyaknya keluarga yang hancur berantakan karena ia mengabaikan begitu saja, yang akhirnya melahirkan generasi durhaka kepada orang tua serta masyarakat mereka. 2. Kurangnya kepekaan ibu dalam hubungan baik terhadap anak-anaknya, sehingga anak susah sekali diatur, walaupun ia menyuruh kepada kebajikan. 3. Kurang ikhlasnya ibu dalam membina dan membimbing anak, sehingga anak sukar mendapatkan teladan yang baik. 4. Adanya ibu yang tidak peduli terhadap masa kehamilannya, padahal emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu selama mengandung dan mengasuh. 5. Adanya ibu yang tidak berkepribadian baik, padahal fungsi tersebut akan berdampak terhadap anak-anaknya.
7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, penulis merasa perlu
membatasi masalah
yang akan dibahas. Penulis lebih menitikberatkan
permasalahannya pada: Peran ibu dan tanggung jawabnya dalam pembentukan kepribadian anak usia 2-6 tahun agar menjadi anak yang sholeh menurut konsep Islam. Dan yang dimaksud kajian dalam konsep Islam ini, yaitu berdasarkan pemikiran Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ibnu Said Al-Maghribi, Adil Fathi Abdullah, dan Imam Zainal Abidin As-Sajjad as dan Ahmad D. Marimba. 2.
Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai titik pangkal pengkajian dan pembahasan skripsi ini. Pokok permasalahan yang dirumuskan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: Bagaimana peran ibu dalam pembentukan kepribadian anak sholeh usia 2-6 tahun menurut konsep Islam?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui peran ibu dalam pembentukan kepribadian anak sholeh usia 2-6 tahun menurut konsep Islam. E. Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat diantaranya: 1. Bagi penulis, hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan informasi dan bahan masukan untuk diri sendiri agar mendapatkan khazanah dalam pengetahuan Islam. 2. Bagi orang tua khususnya para ibu, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pegangan dalam membentuk kepribadian anak sholeh. 3. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta agar dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. IBU 1.
Pengertian Ibu dan Perannya Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ibu secara etimologi berarti:
“1.Wanita yang telah melahirkan seseorang; 2. Sebutan untuk wanita yang sudah bersuami; 3.Panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum”.1 Sedangkan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia kata “ibu berarti emak, orang tua perempuan”.2 Sedangkan kata ibu secara terminologi yang dinyatakan oleh Abu Al’Aina Al Mardhiyah dalam bukunya Apakah Anda Ummi Sholihah? bahwa “ibu merupakan status mulia yang pasti akan disandang oleh setiap wanita normal. Ibu merupakan tumpuan harapan penerus generasi, di atas pundaknya terletak suram dan cemerlangnya generasi yang akan lahir”.3 Alex Sobur dalam bukunya Anak Masa Depan juga mengatakan bahwa “ibu adalah orang pertama yang dikejar oleh anak: perhatian, pengharapan dan kasih sayangnya, sebab ia merupakan orang pertama yang dikenal oleh anak, ia menyusukannya dan ia yang mengganti pakaiannya”.4 1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 416. 2 Ananda Santoso, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Alumni Surabaya), h. 156. 3 Abu Al’Aina Al Mardhiyah, Apakah Anda Ummi Sholihah?, (Solo: Pustaka Amanah, 1996), h. 20. 4 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa Bandung, 1986), h. 34.
8
9
Adapun Suryati Armaiyn dalam bukunya Catatan Sang Bunda mengatakan bahwa: Ibu adalah manusia yang sangat sempurna. Dia akan menjadi manusia sempurna manakala mampu mengemban amanah Allah. Yaitu menjadi guru bagi anak-anaknya, menjadi pengasuh bagi keluarga, menjadi pendamping bagi suami dan mengatur kesejahteraan rumah tangga. Dia adalah mentor dan motivator. Kata-katanya mampu menggelorakan semanagat. Nasihatnya mampu meredam ledakan amarah. Tangisnya mampu menggetarkan arasy Allah. Doanya tembus sampai langit ke tujuh. Di tangannya rejeki yang sedikit bisa menjadi banyak, dan ditangannya pula penghasilan yang banyak tidak berarti apa-apa, kurang dan terus kurang. Dialah yang mempunyai peran sangat penting dalam menciptakan generasi masa depan.5 Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan arti dari seorang ibu adalah segalanya, hampir tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Seorang ibu tidak akan pernah melihat anak-anaknya menderita sedikit pun. Seorang ibu juga tidak akan pernah membuat anaknya kekurangan apa pun. Seorang ibu akan selalu berusaha untuk mewujudkan cita-cita anak-anaknya, seorang ibu akan bekerja bahkan sangat keras untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa memikirkan dirinya sendiri. Apapun akan dilakukannya, kasih dan sayangnya yang hangat selalu diberikan kepada anaknya. Seorang ibu juga rela kekurangan demi anaknya, tidak ada satu perhatian pun yang luput dari dirinya, sebab ibulah yang paling dekat dengan anak-anaknya, dikarenakan hubungan emosional dan faktor keberadaan seorang ibu bersama anaknya lebih banyak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata peran berarti “1. pemain sandiwara (film), 2. Tukang lawak pada permaianan makyong; 3. Perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat”. 6 Adapun dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap kata “peran berarti yang diperbuat, tugas, hal yang besar pengaruhnya pada suatu peristiwa.”7 Jadi, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap kedudukan dalam suatu peristiwa. Dan peristiwa membutuhkan sentuhan 5
Suryati Armaiyn, Catatan Sang Bunda, (Jakarta: Al-Mawardi Prima Jakarta, 2011), h.
6
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op.cit,. h.854. Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997), h. 487.
7-8. 7
10
atau tindakan seseorang yang dapat mengelola, menjaga, merubah, dan memperbaiki suatu peristiwa. Dengan ini, sebuah peristiwa membutuhkan peran dari seseorang. Yang mana, peran juga dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.
Jika dikaitkan dengan pengertian ibu dengan peranannya, pada umumnya ibu yang memegang peran penting terhadap pendidikan anak-anaknya sejak anak itu dilahirkan. Ibu yang selalu di samping anak, itulah sebabnya kebanyakan anak lebih dekat dan sayang kepada ibu. Tugas seorang ibu sungguh berat dan mulia, ibu sebagai pendidik dan sebagai pengatur rumah tangga. Hal ini amatlah penting bagi terselenggaranya rumah tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan bahagia, karena dibawah perannya lah yang membuat rumah tangga menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi bagi suaminya. Sehingga untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam keluarga dibutuhkan ibu yang sholehah, yang dapat menjaga suami dan anak-anaknya, serta dapat mengatur keadaan rumah menjadi tempat yang menyenangkan, memikat hati seluruh anggota keluarga. Hal ini pun dipertegas oleh pendapatnya Norma Tarazi dalam bukunya Wahai Ibu Kenali Anakmu yang mengatakan bahwa: “Peran seorang ibu yang bijaksana akan mengevaluasi keadannya dengan seksama, menimbang usaha dan keuntungan dalam mengasuh anak dan merawat rumah. Keadaanya yang terdahulu harus menjadi dasar, ukuran dan landasan bagi tanggung jawabnya memenuhi hak-hak setiap anggota keluarga”. 8 Sedangkan, Khatib Ahmad Santhut dalam bukunya Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spritual Anak dalam Keluarga Muslim yang mengatakan bahwa: “peran seorang ibu itu senantiasa mempersiapkan diri untuk mengasuh anak dan rela berkorban untuknya baik di waktu istirahat atau sibuk. Dia akan tetap sabar. Sikap pengasih inilah yang sering membuat ibu tidak dapat tidur meskipun anaknya terlelap.” 9
8
Norma Tarazi, Wahai Ibu Kenali Anakmu, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), h. 83. Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spritual Anak dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), h. 18. 9
11
Hemat penulis, bahwa ibu dan peranannya terhadap anak adalah sebagai pembimbing kehidupan di dunia ini, seorang Ibu merupakan salah satu dari kedudukan sosial yang mempunyai banyak peran, peran sebagai seorang istri dari suaminya, sebagai ibu dari anak-anaknya, dan sebagai seorang yang melahirkan menyusui dan merawat anak-anaknya. Ibu juga berfungsi sebagai benteng keluarga yang menguatkan anggota-anggota keluarganya, serta mempunyai peran dalam proses sosialisasi dalam keluarga. Jadi, peran ibu adalah tingkah laku yang dilakukan seorang ibu terhadap keluarganya untuk merawat suami dan anakanaknya. Adapun di dalam menjalankan peran, ibu harus membekali dirinya sebaik mungkin dengan bekal yang bisa membantunya dalam memainkan peran yang amat penting. Yaitu dalam membimbing anak dengan bimbingan yang bisa menjaga anak dari keburukan dan terbentuklah pribadi yang sholeh. Hal ini pun dipertegas oleh Lydia Harlina Martono,dkk dalam bukunya Mengasuh dan Membimbing Anak dalam Keluarga yang menyatakan bahwa “mengasuh dan membimbing anak ialah mendidik anak agar kepribadian anak dapat berkembang dengan sebaik-baiknya, sehingga menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab”.10 Sedangkan Ali Qaimi dalam bukunya Buaian Ibu membagi jenis-jenis bimbingan yang tujuannya agar kaum ibu bertanggung jawab dalam membimbing anak dengan sebaik-baiknya, diantaranya: a. Bimbingan pemikiran, maksudnya seorang ibu penting sekali memberikan bimbingan berupa pemikiran atau jalan yang akan dilaluinya
dengan
baik,
tak
lupa
ibu
membimbingnya
dan
menjauhkannya dari pikiran-pikiran buruk, pendapat yang tidak masuk akal dan janganlah mencela rasa ingin tahu anak dikala bertanya. Dengan begitu, sang anak mampu mengenali dirinya, mengikuti akalnya dalam berbuat serta berkepribadian baik.
10
Lydia Harlina Martono,dkk Mengasuh dan Membimbing Anak dalam Keluarga, (Jakarta: PT Pustaka Antara, 1996), h. 10.
12
b. Bimbingan kebudayaan, maksudnya seorang ibu harus bersikap lebih hati-hati dalam mengenali kebudayaan kepada anak. Kebudayaan terbentuk dari seorang ibu yang membimbing anak melalui bahasa. Dengan bahasa ibu dan anak akan bertukar pikiran. Sehingga terbentuklah sebuah kebudayaan, nilai-nilai etika dan nilai-nilai perbuatan. c. Bimbingan kemasyarakatan, maksudnya seorang ibu perlu sekali membimbing anak tentang hubungan sosial, mulai dari cara bergaul anak dengan orang yang disekelilingnya yaitu ibu, ayah, kakak, adik serta tetangga dan lain seterusnya. Dengan begitu anak tumbuh menjadi anak yang realistis. d. Bimbingan akhlak, maksudnya dalam genggaman seorang ibulah anak melihat, meniru serta mempraktikan apa yang anak lihat dan dengar dari seorang ibu. Karena cara yang digunakan ibu dalam menanamkan akhlak pada pribadi anak sangatlah menentukan bagi kepribadiannya. e. Bimbingan agama, maksudnya seorang ibulah yang menjadi figur pertama bagi anak dalam memahami agama. Karena dengan bimbingannya melalui perilaku, perkataan, sholat, doa serta perbuatan baik lainnya, anak akan mengenal dengan penciptanya dengan baik.11 Penulis dapat menyimpulkan bahwa peran membimbing anak bagi seorang ibu diantaranya mendidik anak dengan mengasihi dan menyayangi, membimbing anak dengan sebenar-benarnya serta mengarahkan anak dengan penuh kesadaran. Dan ini sangat penting sekali diterapkan oleh ibu, agar terwujud dan terbentuklah pribadi yang baik, yaitu anak yang sholeh. 2.
Tugas dan Tanggung Jawab Ibu Ketika seorang ibu bertugas dan bertanggung jawab kepada anaknya, maka
ia harus bisa menjadi panutan yang baik kepada anaknya. Karena pada umumnya seorang ibu mengemban tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik dan mengasuh anak. Anak-anak juga umumnya menghabiskan sebagian 11
Ali Qaimi, Buaian Ibu, (Bogor: Cahaya, 2002), h. 123-125.
13
besar waktu masa kanak-kanak mereka bersama ibunya, disebabkan fondasi masa depan anak terletak pada masa tersebut. Oleh karena itu, kunci dari sikap buruk atau baik seseorang, serta kemajuan ataupun kemunduran suatu masyarakat, terletak pada kaum ibu. Kaum ibu semestinya adalah penghasil manusia-manusia unggul dan sempurna. Contoh para menteri, pengacara, dan profesor yang sholeh harus berutang budi pada cinta kasih ibu mereka selama masa pertumbuhan mereka. Hal ini dipertegas oleh Imam Sajjad as, beliau berkata: Adapun anakmu ialah, engkau harus tahu bahwa ia adalah darimu, dan kebaikan dan keburukannya di dunia ini dikaitkan kepadamu. Engkau juga berkewajiban membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan ketaatan kepada-Nya. Maka berkenaan dengannya hendaklah engkau seperti orang yang yakin akan mendapat pahala jika berbuat kebajikan kepadanya dan mendapat siksa jika berbuat jelek kepadanya. 12 Menurut Abu Al’Aina Al Mardhiyah dalam bukunya Apakah Anda Ummi Sholihah? yang mengatakan bahwa: tugas dan tanggung jawab ibu terhadap anaknya, diantaranya: (a) Memberikan kasih sayang yang lembut dan tulus kepada anak mulai sejak lahir hingga dewasa. (b) Memberikan pemeliharaan dan perawatan kesehatan hingga tumbuh sehat dan kuat. (c) Memberikan makan yang halal dan bergizi hingga sehat, kuat dan berakhlak mulia. (d) Memberikan pendidikan dan pengajaran hingga ia mampu berbekal di dunia dan akhirat. (e) Memiliki perasaan dan ghirah keislaman yang tinggi dan mampu menstransferkannya kepada putra-putrinya. (f) Memiliki kesabaran dan wawasan yang luas terhadap berbagai permasalahan dari makar-makar yang direncanakan oleh musuh sehingga dapat mengantisipasinya, baik untuk dirinya maupun untuk anak-anaknya. (g) Memahami fungsi dan tugasnya tidak sebatas sebagai ibu saja tetapi juga memiliki fungsi-fungsi yang lain dalam berbagai lapangan kehidupan. (h) Memilki konsep dan kiat tarbiyah sehingga ia mampu menanamkan nilai-nilai keislaman kepada anak-anaknya. (i) Bersikap bijaksana dan adil serta terhadap anak-anaknya. (j) Berusaha menciptakan suasana ukhuwah di antara kerabat dan para sahabat. (k) Mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya khususnya dan juga lingkungan sekitarnya. (l) Memberikan kesempatan bermain bagi anaknya dengan permainan yang mengandung unsur pendidikan. (m) Menjadikan rumah tangga dalam suasana tentram damai dan sejahtera 12
Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik Anak, (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 57.
14
sehingga anak betah dirumah. (n) Menghindarkan anak dari segala bentuk pengaruh- pengaruh negatif. (o) Mampu menggali potensi anak dan menyalurkannya secara proposional.13 Sedangkan Khalid Ahmad Asy-Syantuh dalam karangannya Pendidikan Anak Putri dalam Keluarga Muslim berpendapat bahwa tugas dan tanggung jawab seorang ibu, antaranya: a.
Memperhatikan anak
Seorang ibu dalam memperhatikan anak memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Memperhatikan anak seyogyanya tidak hanya di dalam kegiatan sehari-hari, seperti menyuapi makanan, menyusui, memandikan dan lainlain. Akan tetapi perhatian anak harus mencakup mulai dari pendidikan ruhani, moral, social, fisik dan emosi. Juga seorang ibu harus mengetahui dasar-dasar ilmu jiwa anak, agar hubungan anak dan ibu bahkan keluarga bisa bergaul dengan baik. b.
Nyonya rumah tangga
Seorang ibu adalah nyonya rumah tangga. Tapi slogan ini menurut kalangan barat sebagai ibu yang tidak bekerja di luar rumah, berarti pengangguran. Karena kalangan barat tidak mau mengakui pekerjaan seorang ibu yang hakiki, yaitu pekerjaan di dalam rumah tangga. Adapun tugas dan tanggung jawab dari seorang ibu sebagai nyonya rumah tangga, diantaranya: mengamati shalat anak-anak, memperhatikan saat proses belajar harian anak, mempersiapkan makan dan minum bagi semua anggota keluarga, menjaga kebersihan lingkungan keluarga, berperan sebagai perawat yang mampu memberikan pertolongan pertama bagi keluarga.14 Begitu juga Hasbi Indra, dkk dalam bukunya Potret Wanita Shalehah yang mengatakan bahwa “tanggung jawab sebagai ibu terhadap anak-anaknya adalah tidak hanya sekedar memiliki anak, namun mendidiknya menjadi anak yang sehat, cerdas, berakhlak, dan taat dalam menjalankan ajaran agama”.15
13
Abu Al’Aina Al Mardhiyah, op.cit., h. 21-22. Khalid Ahmad Asy-Syantuh, Pendidikan Anak Putri dalam Keluarga Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), h. 86-95. 15 Hasbi Indra, dkk , Potret Wanita Shalehah , (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 9. 14
15
Hal itu sesuai pula dengan peringatan Allah dalam sebuah firman-Nya surat An-Nisa ayat 9:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S. An-Nisa: 9).16 Dari beberapa pendapat yang dipaparkan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab seorang ibu terhadap seorang anak diantaranya memberikan kasih sayang yang tulus dan ikhlas, memberikan perhatian dengan penuh kepercayaan, memberikan arahan, bimbingan dan pendidikan sesuai jenjang perkembangan seorang anak dengan baik, agar ia menjadi orang yang beriman, cerdas, berakhlak baik, sholeh, sholehah dan menjaga kesehatan fisik, juga memenuhi keperluannya dalam batas yang dibenarkan dan kemampuan yang tersedia, sehingga jadilah anak yang berkualitas. 3.
Karakteristik Ibu yang Baik Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia kata “karakteristik adalah
mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu”.17 Berbicara mengenai arti dari karakteristik ibu yang baik, penulis mengartikan bahwa seorang ibu yang mempunyai sifat, sikap atau ciri-ciri baik yang akan diterapkan terhadap anak, sesuai dengan tingkah laku, sifat dan sikap yang dimiliki ibu dengan baik pula. Ibu merupakan figur orang dewasa pertama yang dikenal anak sejak bayi. Selain kedekatan karena faktor biologis, anak biasanya cukup dekat dengan ibu karena faktor intensitas waktu yang cukup banyak dengan anak. Oleh karena itu,
16 17
Departemen Agama RI, op.cit., h.116. Ananda Santoso, op.cit., h. 188.
16
ibu mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak termasuk dalam hal menjadi ibu yang baik bagi anak. Peran penting seorang ibu menjadi ibu yang baik bagi anak memerlukan perencanaan dan tindak lanjut, agar ibu dapat melakukan pengasuhan yang di dalamnya memenuhi karakteristik baik bagi seorang ibu, sehingga ibu mampu mengembangkan karakter yang baik bagi anak. Hal ini dipertegas Ali Qaimi dalam bukunya Buaian Ibu yang mengatakan karakteristik ibu yang baik, di antaranya: a.
Keharusan mengenali diri Bagi seorang ibu, mengenali diri sendiri amat penting mulai dari
kekuatan, kelebihan, kemampuan serta kekurangan bahkan kelemahan yang ada di dalam dirinya. Mengenali diri sendiri yang ada di dalam jiwa ibu sama hal nya dengan mengenal Allah SWT, karena dengan mengenal Allah SWT seorang ibu akan menjungjung tinggi nilai-nilai ketakwaan, kemanusiaan, dan kemuliaan yang akhirnya karakter ibu yang baik akan menjiwai anak dengan baik pula. b.
Pentingnya pembangunan Pada dasarnya ibu berpijak di dunia ini bukan untuk berdiam diri saja.
Melainkan
seorang
ibu
bertanggung
jawab
terhadap
pentingnya
pembangunan yaitu membangun anak yang sholeh. Tentunya untuk membangun anak yang sholeh, ibu tidak berjuang dengan sendiri perlu bantuan orang lain. Dan Ibu tidak akan menyerah dengan segenap kesulitan hidup yang ibu hadapi. c.
Pentingnya ketakwaan bagi ibu Penting sekali bagi seorang ibu memiliki ketakwaan kepada Allah
SWT, ibu harus terus merasakan akan hadirnya Allah SWT dalam dirinya, agar dapat mencegah beberapa persoalan
yang dihadapi dalam
kehidupannya. Dengan begitu, ibu bisa terhindar dari segala kesulitan dan mencegah penyakit jiwa.
17
Seorang ibu juga merupakan sumber teladan bagi keluarga terutama anak. Maka pentingnya ketakwaan bagi ibu akan mempengaruhi jiwa anak kelak. d.
Pentingnya pendidikan menjadi ibu Penting sekali seorang ibu memiliki pendidikan yang benar sesuai
dengan akidah Islam. Karena dengan ibu mendidik anak secara Islam, maka anak-anak pun menjadi generasi yang sholeh. Dan sebaliknya, bila ibu tidak mau mengerti akan pentingnya pendidikan baginya, alhasil harapan menggapai anak sholeh, berilmu dan berkualitas tidak akan terwujud. Pendidikan anak bias dimulai oleh ibu melalui pengalaman, kebiasaan dan tradisi. e.
Aspek Agama, moral, etika dan tradisi Dari ketiga aspek ini, kesemuanya memiliki hubungan yang erat dan
pantas dimiliki oleh seorang ibu. Jika ibu berpijak pada agama, moral pun ikut berperan. Dan apabila seorang ibu tidak mempunyai landasan agama dan moral yang rapuh, bagaimana mungkin seorang ibu dapat mendidik anak dengan baik. Maka aspek agama dan moral lah sangat berhubungan erat terhadap perkembangan spiritual dan moral bagi anak. Begitu juga dengan aspek etika dan tradisi. Karena seorang ibu tidak mungkin hidup bermasyarakat dan bergaul kepada sesama hanya mengandalkan aspek agama dan moral saja. Ibu pun harus memiliki aspek etika dan tradisi, agar terjalin tatakrama yang baik. Sehingga ini menjadi contoh bagi anak, dan anak pun mengikuti dengan baik. f.
Aspek bahasa dan pengetahuan umum Sejak kecil, ibu sudah mengajarkan anak berbicara dengan
mengucapkan kata-kata. Memang sudah sepantasnya ibu menjadi guru yang pertama dan utama bagi anak, karena disitu ibu menjadi tempat bercurah kasih dan tempat menanya dikala anak tak mengetahui sesuatu. Maka dengan memiliki kesemua itu baik bahasa maupun pengetahuan umum, niscaya ibu akan melahirkan anak yang unggul terhadap masyarakat.
18
g.
Pengetahuan kesehatan Seorang ibu sudah menjadi kewajiban baginya mengetahui kesehatan
terhadap anak. Dan jikalau anak sakit, setidaknya ibu bisa memberikan pertolongan pertama serta pengobatan terhadap anak sebelum anak dibawa ke dokter. h.
Mengatur rumah tangga dan aspek keterampilan Dalam berumah tangga, ibu harus paham betul bagaimana mengatur
rumah tangga yang baik serta seni keterampilan apa saja yang pantas ibu miliki. Seperti mengatur, merawat, membersihkan dan menyusun perabotan yang ada di rumah dengan penataan yang baik, dengan begitu anak akan betah tinggal di rumah.18 Sedangkan Muhammad Ulin Nuha dalam bukunya 55 Cinta Allah Terhadap Wanita yang menyatakan bahwa karakteristik menjadi seorang ibu yang baik diantaranya: a.
Mengasuh anak dengan baik Sebagai ibu yang mempunyai karakteristik yang baik, sudah
sepantasnya memberikan pengasuhan kepada anak dengan baik. Tidak hanya memberikan asuhan sesuai dengan kebutuhan secara materi saja, melainkan bentuk kasih sayang dan perhatian pun sangat diperlukan dalam mengasuh seorang anak. b.
Memberi teladan yang baik terhadap anak-anaknya Menjadi ibu yang baik tentu harus memberikan teladan atau contoh
yang baik pula terhadap anak. Karena anak senang sekali meniru apa yang ia lihat dan rasakan pada dirinya. Untuk itu ibu harus bisa memberikan suri tauladan yang baik terhadap anak-anaknya baik melalui tutur kata maupun tingkah laku. c.
Menanamkan aqidah pada anak-anaknya Ibu adalah pemimpin di rumah suami, dan kelak akan dimintai
pertanggung jawabanya di akhirat. Oleh karena itu, untuk menjadi ibu berkarakteristik baik, ibu wajib menanamkan aqidah kepada anak sedini 18
Ali Qaimi, op.cit ,. h. 40-52.
19
mungkin, dengan mengajarkan nilai-nilai keislaman agar tidak terjadinya krisis moral dan kedangkalan iman. d.
Tidak menyerahkan anak asuhannya pada orang lain Sebagai ibu yang berkarakter baik, ia akan memiliki tanggung jawab
penuh terhadap pengasuhan seorang anak. Ia tidak akan melepaskan begitu saja pengawasan anak-anaknya kepada orang lain yang dari segi iman dan akhlaknya kurang baik, karena dikhawatirkan anak-anak akan terjerumus pada perilaku yang tidak baik pula. e.
Memberikan air susunya pada anaknya. Menjadi ibu yang memiliki karakter baik, ia akan berusaha
memberikan air susu kepada anaknya dengan baik pula. Karena air susu ibu merupakan suplemen makanan yang bermutu bagi seorang anak sebelum usianya dua tahun. Selain itu anak juga akan merasa dekapan yang hangat dan belaian kasih sayang dari seorang ibu, yang akan membentuk karakter seorang anak kelak.19 Dengan ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa karakteristik ibu yang baik diantaranya seorang ibu diharuskan mengenali dirinya terlebih dahulu baik dari segi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, dengan begitu ia akan tahu dan semangat menjadi ibu yang memiliki karakter yang baik, pentingnya nilai ketakwaan bagi ibu agar ia bisa membedakan hal yang baik dan buruk, sehingga ibu dapat memberikan yang terbaik bagi anak, dan pentingnya pendidikan menjadi ibu, dengan begini ibu dapat mengetahui bagaimana mendidik anak dengan baik. Jadi, karakteristik seorang ibu sangat diperlukan bagi keluarga terutama anak. Pertemuan antara ibu dan anak sangat intens, sehingga mempengaruhi pada perkembangan anak. Dengan begitu secara otomatis yang paling banyak membentuk karakter anak adalah ibu.
19
Muhammad Ulin Nuha, 55 Cinta Allah Terhadap Wanita, (Jombang: Lintas Media, 2007), h. 153-155.
20
B. KEPRIBADIAN ANAK SHOLEH 1.
Pengertian Kepribadian Anak Sholeh Dalam buku Akyas Azhari yang berjudul Psikologi Umum dan
Perkembangan mengatakan bahwa: Kepribadian (personality) secara etimologis memiliki akar kata dari kata latin sonare yang kemudian berkembang menjadi kata persona yang berarti “topeng”. Yaitu topeng sebagai ilustrasi tentang pemain tunil (sandiwara) yang memerankan karakter-karakter tertentu yang telah ditentukan (bukan memerankan sifat aslinya). Maksudnya manusia itu di dalam kehidupannya sehari-hari tidak selalu membawakan dirinya sebagaimana adanya, melainkan selalu menggunakan tutup muka, untuk menutupi kelemahannya agar diterima oleh masyarakat.20 Sedangkan kata kepribadian secara terminologi yang dinyatakan oleh R. Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harahap dalam Ensiklopedi Pendidikan mengatakan bahwa “kepribadian adalah keseluruhan dari sifat-sifat subjektif, emosional serta mental yang mencirikan watak seseorang terhadap lingkungannya dan keseluruhan dari reaksi-reaksi itu yang sifatnya psikologis dan sosial, merupakan kepribadian seseorang”. 21 Adapun Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji dalam bukunya Filsafat Pendidikan mengatakan bahwa “kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau pada suatu bangsa yang membedakan dirinya dari orang atau bangsa lain”.22 Menurut Gordon Allport yang dikutip oleh Inge Hutagalung dalam bukunya Pengembangan Kepribadian bahwa “kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai system psikofisik yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan”.23 Begitu juga, Sigmund Freud yang dikutip oleh Sjarkawi dalam bukunya Pembentukan Kepribadian Anak, yang menyatakan bahwa “kepribadian 20
Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan , (Jakarta: PT Mizan Publika, 2004), h. 164. 21 R. Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 173. 22 Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), h. 150. 23 Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian, (Jakarta: PT Indeks, 2007), h. 1.
21
merupakan suatu struktur yang terdiri dari tiga system, yakni id, ego, super-ego, sedangkan tingkah laku tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga unsur dalam sistem kepribadian tersebut”.24 Oleh karena itu, penulis dapat menyimpulkan bahwa kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat yang khas dan bersifat kompleks serta dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal yang ikut menentukan kepribadian secara keseluruhan, sehingga terbentuklah sesuatu yang unik pada diri masingmasing individu. Secara umum, kehadiran seorang anak adalah sepenuhnya kehendak Allah SWT sehingga pasangan suami istri yang diberikan karunia anak berarti telah dipercaya Allah SWT untuk mengemban tanggung jawab serta menjaga dan memelihara makhluk ciptaan Allah SWT. Dengan itu maka anak dapat dikatakan sebagai amanah dari Allah SWT. Tidak hanya itu saja anak juga bisa dikategorikan sebagai cobaan (fitnah), bilamana orang tua tidak bisa mendidik anak-anaknya dengan baik. Kenyataan ini dipertegas oleh M.B. Taman dalam bukunya Sukses Islami Mendidik Anak yang berbicara mengenai anak, bahwa “anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, maka sebagai orang tua harus bertanggung jawab terhadap amanah ini. Adalah hak anak untuk mendapat kasih sayang yang tulus dan pendidikan yang terbaik dari orang tuanya yang artinya bila melalikan hak anak tersebut maka telah berkhianat terhadap amanah Allah SWT”.25 Allah SWT pun berfirman dalam surat al-Anfal ayat 27:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui. (Q.S. Al-Anfal:27).26 24
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 17. M.B. Taman, Sukses Islami Mendidik Anak, (Jakarta: Bintang Kecil Media, 2008), h.1 26 Departemen Agama RI, op.cit., h. 264. 25
22
Menurut Awaluddin Habiburrahman dalam bukunya Terbaik Buat Anakku yang mengatakan bahwa “anak adalah suatu fitnah atau batu ujian terselubung yang tidak setiap orang tua menyadarinya dan berusaha untuk menanggulanginya sejak dini”.27 Hal ini juga dipertegas oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat al-Anfal ayat 28:
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah (cobaan) dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Q.S. Al-Anfal:28).28 Penulis dapat menyimpulkan bahwa umumnya anak adalah bagian dari anggota keluarga yang seharusnya mendapatkan bimbingan, perhatian dan perawatan dari orang tua, karena anak merupakan amanat dari Allah SWT yang harus dijaga dengan baik. Begitu juga, untuk mendapatkan ridha Allah SWT merupakan harapan besar bagi setiap orang tua. Karena anak merupakan amanah serta ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Orang tua yang baik akan berusaha sekuat kemampuannya untuk mendidik anak agar menjadi anak yang sholeh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata anak secara etimologi berarti “1. Keturunan yang kedua, 2. Manusia yang masih kecil. Dan kata sholeh secara etimologi juga berarti 1. Taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah, 2. Suci dan beriman”.29 Sedangkan secara terminologi yang dinyatakan oleh Wahid Abdus Salam Bali dalam bukunya Kiat Mencetak Anak Shalih bahwa “anak sholeh merupakan harta kekayaan terbaik yang diwariskan oleh seorang muslim sepeninggalnya. Dia akan berguna bagi kedua orang tuanya baik selama hidup di dunia maupun sesuadah mati”.30 27
Awaluddin Habiburrahman, op.cit ., h. 37. Departemen Agama RI, op.cit ., h.265. 29 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op.cit ., h. 41-984. 30 Wahid Abdus Salam Bali, Kiat Mencetak Anak Shalih, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 2000), h. 13. 28
23
Adapun Abdullah A. Djawas yang mengatakan dalam bukunya Dilema Wanita Karier Menuju Keluarga Sakinah bahwa “anak sholeh yaitu selalu taat kepada orang tua dan beribadah kepada Allah SWT, dan menjadi bunga pengharum dalam kelangsungan hidup rumah tangga”.31 Anwar Masy’ari dalam bukunya Membentuk Pribadi Muslim yang mengatakan bahwa “anak sholeh adalah anak yang berbudi baik, taat mengabdi kepada Tuhan dan berjasa bagi masyarakat, Negara dan Bangsa”.32 Begitu juga, Umar Hasyim dalam bukunya Anak Shaleh Seri II, mendefinisikan bahwa “anak sholeh yaitu dapat mengharumkan nama baik orang tua. Ia adalah wajah orang tua, dan sebagai dekorasinya keluarga”.33 Penulis menyimpulkan dari beberapa definisi yang dipaparkan di atas bahwa yang di maksud dengan anak sholeh adalah anak yang selalu berhubungan dengan Allah SWT dalam semua perbuatan dan amaliyahnya baik dari sisi badan maupun secara batin serta tidak melanggar aturan-aturan Nya. Adapun dalam berhubungan dengan sesama manusia, seorang anak harus baik, taat dan mengabdi kepada orang tua, guru, masyarakat serta negara. Untuk kedua definisi antara kepribadian serta anak sholeh, penulis dapat mengambil suatu definisi bahwa yang dimaksud dengan kepribadian anak sholeh adalah gambaran seorang anak yang memiliki sikap atau tingkah laku dalam kesehariannya sesuai dengan ajaran Islam yang khas dalam pribadinya yang membedakan dengan orang lain. Memang secara umum, hadirnya seorang anak dalam keluarga dianggap salah satu pembawa kebahagiaan dan warna yang baru. Memiliki anak berarti orang tua pun siap untuk memberikan pola asuh serta pendidikan yang baik sesuai dengan masa-masa anak. Masa anak dibagi menjadi dua bagian diantaranya masa awal dan akhir.
31
Abdullah A. Djawas, Dilema Wanita Karier Menuju Keluarga Sakinah, (Yogyakarta: Ababil, 1996), h. 107. 32 Anwar Masy’ari, Membentuk Pribadi Muslim, (Bandung: PT Alma’arif), h.68. 33 Umar Hasyim , Anak Shaleh Seri II”, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983), h. 28.
24
Masa awal diantaranya masa bayi berkisar (0-2 tahun), masa anak-anak secara umum berkisar (2-6) tahun. Untuk masa akhir anak-anak berkisar (6-12 tahun) dan masa remaja (12-22 tahun). Menurut Kartini Kartono dalam bukunya Psikologi Anak mengatakan bahwa: Masa kanak-kanak (1-5 tahun), yaitu sebagai tahun pertama penuh kebodohan (dome verreljaar). Dan masa kanak-kanak tersebut dibatasi dan diakhiri dengan masa menentang pertama atau trotzalter pertama. Pada saat ini berlangsung proses penemuan (AKU) atau diri sendiri. Sehingga terjadilah pandangan baru terhadap dunia realitas pribadi anak.34 Dengan itu, pengertian anak yang peneliti batasi fase usia 2-6 tahun, disebut dengan periode prasekolah (usia kanak-kanak). Karena fase ini sangat mempengaruhi dalam pembentukan kepribadian anak. 2.
Fase Perkembangan Anak Usia 2-6 Tahun Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak
harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Perkembangan yang terjadi pada anak baik di luar maupun di dalam membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan dan kepribadian anak. Setiap individu berkembang dengan karakteristiknya tersendiri. Fase perkembangan atau periodisasi perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Mengenai masalah periodisasi perkembangan ini, para ahli psikologi telah berbeda pendapat. Pendapat-pendapat itu secara garis besarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan analisa biologis, psikologis, dan didaktis. Kemudian, sebagai bahan perbandingan akan dikemukakan fase-fase perkembangan menurut konsep Islam. Akyas Azhari mengemukakan bahwa fase perkembangan anak atau periodisasi perkembangan anak di usia 2-6 tahun diantaranya:
34
Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung: Mandar Maju, 1990), h. 108.
25
a. Periodisasi perkembangan berdasarkan perubahan biologis 1) Aristoteles menggambarkan tahap perkembangan individu untuk usia 2-6 tahun, yaitu disebut dengan tahap I : dari 0,0 sampai 7,0 tahun (masa anak kecil atau masa bermain).35 Adapun menurut Zakiah Daradjat bahwa tahap perkembangan individu usia 2-6 tahun, disebut dengan tahap I: Kanak-kanak pada tahun-tahun pertama (0-6 tahun).36 b. Periodisasi perkembangan berdasarkan psikologis Tokoh yang menggunakan periodisasi ini adalah Oswald Kroch. Gejala psikologis yang dijadikan dasar pembagiannya adalah masa-masa kegoncangan. Menurut Kroch, yang diistilahkan dengan trotz, dialami manusia selama dua kali yaitu: pada tahun ketiga dan keempat kadangkadang pada permulaan tahun kelima. c. Periodisasi perkembangan berdasarkan didaktis Dasar didaktis
yang dipergunakan dalam
pembagian masa
perkembangan ini adalah berhubungan dengan masalah materi apa yang harus diberikan dan bagaimana mengajarkan materi itu kepada peserta didik. Tokoh pencetus pembagian periode ini John Amos Comenius yang terkenal
konsepsinya
mengenai
bermacam-macam
sekolah
yang
disesuaikan dengan perkembangan anak. Secara singkat periodisasi yang dibuat Comenius untuk peserta didik usia 2-6 tahun disebut dengan masa sekolah ibu, untuk anak umur 0,0-6,0 tahun.37 Menurut Syamsu Yusuf LN dalam bukunya Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, yang mengatakan bahwa: “dalam pendidikan tahap perkembangan yang dipergunkan sebaiknya bersifat selektif, maksudnya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas. Berdasarkan pendirian
35
Akyas Azhari, op.cit ., h. 173 Zakiah Daradjat , Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), h. 109-117. 37 Akyas Azhari, op.cit., h. 173-174 36
26
tersebut perkembangan sejak lahir sampai masa kematangan disebut dengan masa usia pra sekolah 0,0-6,0 tahun”.38 Sedangkan pendapat para psikolog yang dikutip oleh Abu Al’Aina Mardhiyah dalam bukunya Apakah Anda Ummi Sholihah? Yang menyatakan bahwa: Para psikolog menyebut masa ini dengan istilah sebagai berikut: Pregang Age (karena sedang mengembangkan dasar-dasar tingkah laku sosial), Eksploratory Age (karena anak sedang aktif menyelidiki segala sesuatu, perasaan ingin tahunya begitu besar), Imitative Age (masa di mana anak sedang aktif meniru segala sesuatu) dan Creative Age (karena anak mulai mengembangkan kreativitasnya).39 Kesimpulannya menurut penulis, bahwa dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, fase anak usia 2-6 tahun disebut dengan fase perkembangan kanak-kanak (fase prasekolah). Adapun untuk anak di usia 2-6 tahun secara psikologis, terjadi perkembangan dalam bahasa, diantaranya: Menurut Schaerlaekens yang menyatakan bahwa perkembangan bahasa pada masa awal anak-anak di bedakan menjadi tiga, diantaranya: “ periode pra-lingual (kalimat-satu-kata), periode lingual-awal (kalimat-dua-kata) dari 1 hingga 2,5 tahun dan periode differensiasi (kalimat-tiga-kata dengan bertambahnya diferensiasi pada kelompok kata dan kecapan verbal)”.40 Adapun Jean Piaget yang mengatakan bahwa percakapan anak-anak dibagi menjadi dua, diantaranya: “ a) bahasa egosentris yaitu bahasa yang lebih menonjolkan keinginan dan kehendak seseorang. b) bahasa social yaitu bentuk bahasa yang diperguakan untuk berhubungan dengan orang lain”.41 Sedangkan Syamsu Yusuf LN dalam bukunya Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, yang mengatakan bahwa perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap, diantaranya: a) Masa ketiga (2,0-2,6). (1) anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna, (2) anak sudah mampu memahami tentang 38
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 23. 39 Abu Al’Aina Mardhiyah, op.cit,. h.136. 40 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 139. 41 Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 38.
27
perbandingan, (3) anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana dan dari mana, (4) anak sudah banyak menggunakan katakata yang berawalan dan yang berakhiran. b) Masa keempat (2,6-6,0). (1) anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya, (2) tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu-sebab akibat melalui pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa dan bagaimana.42 Penulis menyimpulkan, bahwa di dalam perkembangan bahasa anak usia 2-6 tahun masih tergolong belajar untuk mempersatukan kata demi kata agar menjadi sebuah kalimat yang dimengerti oleh setiap orang. Dengan ini, peran orang tua terutama ibu dan guru TK (Taman Kanak-Kanak) seyogyanya memberi kemudahan dan peluang dengan bertutur kata yang baik, mendengarkan pembicaraan anak dan mengajak berdialog dalam hal-hal yang sederhana. Begitu juga, anak usia 2-6 tahun secara psikologis sedang mengalami masa perlawanan atau krisis pertama yaitu krisis yang terjadi karena ada perubahan yang ada di dalam dirinya, yaitu sifat ke (Aku) annya dengan lingkungan atau orang lain. Maka, ada dua pihak yang berhadapan dengannya yaitu Aku-nya dan orang lain. Sehingga hasilnya tidak jarang anak sering membandel dan sulit di atur. Dengan ini pengaruh dari sikap atau prilaku ibu sangatlah besar untuk perkembangan kepribadian anak sholeh. Hal ini dipertegas oleh Adil Fathi Abdullah dalam bukunya Menjadi Ibu Ideal yang menyatakan bahwa “anak-anak pada fase ini sangat membutuhkan keberadaan ibunya. Bahkan kebutuhan mereka kepada seorang ibu tidak kalah besarnya bila dibandingkan dengan fase sebelumnya. Karena anak-anak masih membutuhkan kecintaanya, kasih sayangnya dan kelemah lembutannya”. 43 Adapun Lydia Harlina Martono,dkk dalam bukunya Mengasuh dan Membimbing Anak dalam Keluarga yang mengatakan bahwa “perkembangan ialah berkembangnya kepribadian anak, dari seorang makhluk yang tadinya secara mutlak bergantung kepada lingkungannya, menjadi seorang yang secara relatif mandiri dan berguna bagi lingkungannya”.44 42
Syamsu Yusuf LN, op.cit,. h. 170. Adil Fathi Abdullah, op.cit,. h.15. 44 Lydia Harlina Martono,dkk , op.cit., h. 7 43
28
Begitu juga, Ali Qaimi dalam bukunya Buaian Ibu yang menyatakan bahwa “perilaku dan kebiasaan kaum ibu mengalir pada anak, seperti mengalirnya darah dalam nadi dan membentuk kepribadian yang khas yang akan terbawa sepanjang hidupnya”.45 Dengan ini, fase anak di usia 2-6 tahun yang tergolong kanak-kanak, sikap dan prilaku seorang ibu sangat berpengaruh pada anak. Karena setiap ibu pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlak baik. Akan tetapi, banyak ibu yang tidak menyadari bahwa cara mereka bersikap dan berperilaku membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh ibunya. Sehingga
perasaan-perasaan
itulah
yang
banyak
mempengaruhi
perkembangan kepribadian mereka kelak, dan agar perkembangan kepribadian anak di usia 2-6 tahun menjadi baik, perilaku atau sikap ibu sebagai pemuas kebutuhan anak sangat besar artinya bagi anak, terutama pada saat anak di dalam ketergantungan total terhadap ibunya. Dan ibu perlu juga menyediakan waktu bukan saja untuk selalu bersama tetapi agar dapat berinteraksi maupun berkomunikasi secara terbuka dengan anaknya. Pernyataan ini pun dipertegas juga oleh Ali Qaimi dalam bukunya Buaian Ibu yang menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan psikologis anak sangat penting dipenuhi bagi anak, diantaranya: 1) Kebutuhan untuk diawasi, maksudnya seorang ibu perlu sekali mengawasi anak-anak. Mulai dari makanan, pakaian, kesehatan serta kebutuhan yang dianggap anak belum bisa mengerjakannya sendiri. Jika seorang ibu bisa mengawasi anak dengan perilaku baik maka terbentuklah sebuah tingkah laku yang baik pula bagi perkembangan kepribadian anak. 2) Kebutuhan terhadap kelembutan, maksudnya seorang ibu penting sekali memilki sikap atau perilaku yang lembut terhadap anak. Karena seorang anak membutuhkan kelembutan, gurauan, cinta dan kasih sayang ibu.
45
Ali Qaimi, op.cit,. h. 115.
29
Dengan perilaku ibu semacam ini, maka akan memperkuat rohani sekaligus akhlak yang baik dalam perkembangan kepribadian anak. 3) Kebutuhan terhadap teman bermain, maksudnya seorang ibu harus paham betul akan kebutuhan bermain bagi anak. Karena seorang anak biasanya tidak suka sekali dengan kejenuhan atau kesendirian, dengan itu bermain merupakan suatu alat dalam memenuhi kebutuhan anak. Agar terbentuk perkembangan kepribadian yang baik, maka ibu tidak melupakan akan kedisiplinan dalam bermain. 4) Kebutuhan terhadap perhatian, maksudnya seorang ibu perlu sekali dalam memperhatikan anak-anaknya. Karena anak-anak amat menyukai bila orang-orang terdekatnya maupun di sekelilingnya memperhatikan dan memuji kepribadiannya. 5) Kebutuhan terhadap orang yang mau mendengarkan, maksudnya seorang ibu amat penting sekali untuk memahami seorang anak yang ingin didengar dan diperhatikan dalam perkataanya. Dengan ibu mau mendengarkan keluh kesah, senang dan dukanya seorang anak, maka kelak anak tumbuh menjadi seorang yang percaya diri dan dewasa. 6) Kebutuhan terhadap kebanggaan diri, maksudnya seorang ibu harus paham betul akan kebanggaan diri yang ada didalam jiwa anak, seperti anak yang ingin pakaian dikenakannya indah, mainan-mainanya bagus, sepatunya bersih dan lain sebagainya. Juga kedua orang tuanya mencintai, memanjakan dan memenuhi segenap kebutuhannya. Ini sangatlah penting diterapkan agar terbentuk perkembangan kepribadian yang baik bagi anak. Namun tetap ada batasnya.46 Hemat penulis, sudah sepantasnya seorang ibu memberikan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan anak di usia 2-6 tahun secara wajar, tidak berlebihan maupun tidak kurang. Seperti kebutuhan untuk diawasi, kebutuhan terhadap kelembutan, kebutuhan teman bermain dan kebutuan dalam memberikan perhatian. Begitu juga, dengan sikap dan perilaku seorang ibu dengan akhlak yang
46
Ibid., h. 105-107.
30
baik. Karena perilaku atau perbuatan yang dibiasakan dengan baik, maka terbentuklah akhlak yang baik juga. Pernyataan ini dipertegas Ahmad Amin yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga dalam bukunya Pengantar Studi Akhlak yang mengatakan bahwa: Akhlak adalah suatu kehendak (ketentuan) dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan yang besar inilah yang bernama akhlak.47 Dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anak serta sikap atau perilaku dan akhlak yang baik dari seorang ibu, maka terbentuklah perkembangan kepribadian anak sholeh usia 2-6 tahun secara baik pula. 3.
Faktor-Faktor Pembentukan Kepribadian Anak Pembentukan kepribadian anak tercipta melalui suatu proses, cara
membentuk, mewujudkan sesuatu yang dilakukan oleh sosok ibu melalui pendidikan di dalam keluarga untuk mewujudkan kepribadian anak. Sjarkawi dalam bukunya Pembentukan Kepribadian Anak berpendapat bahwa proses pembentukan kepribadian anak dapat dikelompokkan ke dalam dua faktor. Yaitu faktor internal dan eksternal. 1) Faktor internal, maksudnya faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya. Misalnya sifat mudah marah yang dimiliki sorang ayah bukan tidak mungkin akan menurun pula kepada anaknya. 2) Faktor eksternal, maksudnya faktor ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan pengaruh
47
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindi Persada, 2004), h. 5.
31
dari berbagai media seperti TV, VCD, Koran, majalah dan lain sebagainya.48 Sedangkan Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan yang menyatakan bahwa faktor-faktor pembentukan kepribadian anak, diantaranya: a.
Faktor biologis, maksudnya yang berhubungan dengan keadaan jasmani. Keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat dilihat pada setiap bayi yang baru lahir. Keadaan fisik yang berlainan menyebabkan sikap dan sifat-sifat serta tempramen yang berbeda-beda pula. Dengan ini, dapat memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.
b.
Faktor sosial, maksudnya keadaan masyarakat yang mempengaruhi individu yang bersangkutan; berupa tradisi, adat-istiadat, peraturan, bahasa dan sebagainya. Bemula sejak anak lahir mulai bergaul dengan orang-orang yang dekat disekitarnya yaitu keluarga. Keluarga dapat membawa pengaruh baik dan buruk bagi anak sesuai dengan peran orang tua. Makin besar anak maka makin besar pula lingkungan sosial yang diterimanya seperti di sekolah, masyarakat dan lain sebagainya. Maka faktor sosial yang diterima anak dalam kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi pembentukan kepribadiannya.
c.
Faktor kebudayaan, maksudnya di dalam kebudayaan itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Seperti kebudayaan tiap daerah maupun Negara berlainan. Maka pembentukan kepribadian anak tidak dapat
dipisahkan
dibesarkan. Adapun
dari
kebudayaan
masyarakat
dimana
anak
49
Akyas
Azhari
dalam
bukunya
Psikologi
Umum
dan
Perkembangan secara sistematis yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membentuk kepribadian anak, diantaranya:
48
Sjarkawi, op.cit,. h. 19. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993), h. 160-164. 49
32
a.
Heredity (pembawaan), maksudnya dalam faktor pembawaan ini mempunyai pengaruh dalam pembentukan kepribadian. Contoh anak kembar, yang mana faktor pembawaannya sangat berpengaruh sekali pada pembentukan kepribadian, atau dengan kata lain lingkungan yang berbeda-beda tidak mempunyai pengaruh bagi perkembangan kepribadian sepasang anak kembar.
b.
Pengalaman
dan
lingkungan
keluarga,
maksudnya
dalam
perkembangan kepribadian, si anak banyak dipengaruhi lingkungan keluarganya. Seperti pada fase bayi (0-2 tahun) sampai dengan kanakkanak (2-6 tahun), dimana pada usia – usia ini bisa disebut masa emas dalam pembentukan kepribadian. c.
Kebudayaan, maksudnya dalam pembentukan kepribadian anak, biasanya seorang anak gampang sekali meniru tingkah laku dari orang tuanya, bisa jadi tingkah laku orang tua dapat diwariskan kepada anak. Dengan begitu terjadilah kebudayaan yang terus-menerus antara orang tua dan anak. Dan ini sangat berpengaruh sekali dalam pembentukan kepribadian pada anak.50
Lebih lanjut Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Abdul Haris dan Kivah Aha Putra dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam menjelaskan proses-proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga taraf, yaitu: a.
Pembiasaan; pembiasaan-pembiasaan ini bertujuan membentuk aspek kejasmanian dan kepribadian. Caranya dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan kejiwaan. Misalnya, dengan jalan mengontrol gerakan-gerakan anak-anak dalam gerakan sholat, dengan membiasakan ucapan do’a dalam sholat.
b.
Pembentukan pengertian, sikap, dan minat; pada taraf kedua ini diberikan pengetahuan dan pengertian. Dalam taraf ini perlu ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang rapat hubungannya dengan kepercayaan, meliputi; mencintai Allah, Rasul, ikhlas, takut akan Allah, menepati janji, menjauhi dengki dan sebagainya.
50
Akyas Azhari, op.cit,. h.168.
33
c.
Pembentukan kerohanian yang luhur; pembentukan ini menanamkan kepercayaan yang terdiri atas: 1) Iman kepada Allah 2) Iman akan malaikat-malaikat-Nya 3) Iman kepada kitab-kitab-Nya 4) Iman kepada rasul-rasul-Nya 5) Iman kepada qadha dan qadhar 6) Iman akan hari akhir.51
Sedangkan pendapat Maimunah Hasan dalam bukunya Membangun Kreativitas Anak Secara Islami mengatakan bahwa: Kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam pertumbuhan dan perkembangannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilainilai agama. Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang.52 Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan dari beberapa pendapat mengenai faktor-faktor pembentukan kepribadian anak, bahwa pembentukan kepribadian dimulai dari penanaman nilai pada anak. Yang mana nilai yang ada di dalam diri anak sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup. Seperti membentuk kepribadian keagamaan pada anak yaitu harus dimulai dari pembentukan nilai yang bersumber dari nilai-nilai ajaran agama, sehingga terbentuk lah sebuah pembentukan kepribadian anak yang sholeh. C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN Untuk hasil penelitian yang relevan ini, penulis menyajikan tiga skripsi dari beberapa judul, tujuannya untuk mengkomparasi hal-hal penting dari beberapa skripsi. Diantaranya: (a) skripsi yang dibuat oleh Zakiyah Husnul Karomah 51
NIM 203011001521 tahun 2009 UIN Jakarta dengan judul “Profil
Abdul Haris dan Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 105-109. 52 Maimunah Hasan, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001) h.64.
34
Ayah dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak” studi penelitian di wilayah Rw 09 Kel. Baru Jakarta Timur. Skripsi ini membahas tentang bagaimana peranan ayah dalam membentuk kepribadian anak. Sosok ayah yang dimaksud yaitu ayah kandung sebagai kepala keluarga dilihat dari keseluruhan aspek baik dari segi wajah, ucapan, pesan, keteladanan maupun tingkah laku sehari-hari. Dan anak yang dimaksud usia 10-15 tahun yang berada diwilayah tersebut. Kesimpulan dari skripsi ini adalah sikap dan sifat ayah yang baik terhadap anaknya dalam upaya meningkatkan kepribadian anak di wilayah Rw 09 Kelurahan Baru Jakarta Timur sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Seperti yang ada di jawaban angket yaitu seorang ayah selain memberikan nafkah juga sangat berperan dalam mendidik anak-anaknya melalui perhatian dan kasih sayang. Skripsi ini menggunakan penelitian kuantitatif. (b) skripsi yang dibuat oleh Syarif Hidayatullah NIM 1060110000195 tahun 2011 UIN Jakarta dengan judul “Perhatian Orang Tua dalam Upaya Pembentukan Kepribadian Anak” Studi Penelitian di Rw 04 Kel Gondrong Kec Cipondoh Kota Tangerang. Skripsi ini membahas tentang bagaimana orang tua memperhatikan kepribadian anak. Orang tua yang dimaksud yaitu terdiri dari ibu dan ayah, yang dari keduanya memiliki peran dalam memperhatikan anak. Kesimpulannya dari penelitian di lingkungan tersebut dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara perhatian orang tua dengan pembentukan kepribadian anak di lingkungan tersebut. Bahwa baik dan buruknya kepribadian anak yang terbentuk itu tergantung dari tinggi atau rendahnya perhatian orang tua yang diberikan kepada anak. Skripsi ini menggunakan penelitian kuantitatif. Sehingga perbandingannya dengan skripsi yang dibuat oleh penulis adalah penulis menggunakan sosok ibu sebagai peran utama dalam membentuk kepribadian anak, tidak hanya bentuk perhatian yang dilakukan oleh ibu melainkan berbagai metode lainnya yang digunakan dalam skripsi ini dan anak yang diharapkan dari seorang ibu adalah anak sholeh. Dan penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan (library research). (c) skripsi yang dibuat oleh Nur Azizah NIM 1060110000139 tahun 2011 UIN Jakarta dengan judul “Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Membentuk Kepribadian Muslim” Studi Penelitian Pada Kelas VIII
35
MTS Al-Islamiyah Jakarta Barat. Skripsi ini membahas tentang apakah pendidikan akhlak di MTS ini bisa membentuk kepribadian muslim muslim?. Pendidikan akhlak yang dimaksud adalah tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian meliputi hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu. Sedangkan kepribadian muslim yang dimaksud adalah kepribadian yang seluruh aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya, kegiatankegiatanya, maupun filsafah hidup dan kepercayaanya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan. Jadi kesimpulan dari skripsi ini adalah pendidikan akhlak yang digunakan dengan tujuan membentuk kepribadian muslim yaitu dengan berbagai macam metode seperti keteladanan, latihan, pembiasaan, nasihat, pujian dan hukuman.
Skripsi
ini
menggunakan
penelitian
kuantitatif.
Adapun
perbandingannya dengan skripsi yang dibuat oleh penulis adalah penulis menggunakan sosok ibu sebagai peran utama dalam membentuk kepribadian anak, darinya lah seorang ibu memberikan teladan, bimbingan perilaku sehingga anak yang diharapkan menjadi anak sholeh kelak. Penulis juga lebih khusus menitik beratkan kepada anak saja dalam hal kepribadian, tidak melebar luas, dan penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Kesimpulannya dari ketiga judul skripsi yang penulis ambil dengan tujuan untuk mengkomparasi atau membandingkan dengan skripsi yang penulis buat, secara khusus skripsi-skripsi itu dibuat dengan penelitian kuantitatif yaitu meneliti mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta penampilan dari hasilnya, dengan disertai tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain. Dan subjek dari skripsi-skripsi itu bersifat luas seperti: perhatian orang tua, pendidikan akhlak. Hanya satu dari ketiga itu saja yang bersifat khusus yaitu profil ayah. Dan kesemuanya sama-sama membahas tentang kepribadian. Sedangkan perbandingan dari skripsi yang penulis buat berjudul “Peran ibu dalam membentuk kepribadian anak sholeh”. Adapun subjek dari skripsi ini bersifat khusus yaitu membahas tentang “peran ibu” yakni bagaimana sosok ibu memberikan peranananya kepada anak dengan baik dalam membentuk kepribadian, sehingga hasilnya anak memiliki perilaku yang baik dan menjadi anak yang sholeh dambaan setiap ummat sesuai dengan pandangan Islam. Dan
36
metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan (Library Research) dengan pendekatan teknik analisis deskriptif. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca, menelaah buku-buku, majalah, surat kabar dan bahanbahan informasi lainnya, terutama yang berkaitan dengan judul skripsi yang dibuat oleh penulis.
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian Penelitian yang berjudul “ PERAN IBU DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK SHOLEH MENURUT KONSEP ISLAM ” ini dilaksanakan dalam waktu beberapa bulan, dengan pengaturan waktu sebagai berikut: bulan Mei 2012 sampai Oktober 2012 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan peran ibu dalam membentuk kepribadian anak sholeh, metode dan materi dari berbagai sumber sebagai sumber primer. B. Metode Penulisan Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan pendekatan teknik analisis deskriptif yaitu catatan informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait dengan semua aspek peneliti. Untuk itu, penulis menggambarkan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan. Kemudian permasalahan itu di bahas dan di analisa, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan. Untuk pengumpulan data-data dilakukan dengan cara membaca, menelaah buku-buku, majalah, surat kabar dan bahan-bahan informasi lainnya terutama
37
38
yang berkaitan dengan peran ibu dalam membentuk kepribadian anak sholeh dan beberapa sumber diantaranya sebagai berikut: Pertama sumber primer: Begini Seharusnya Mendidik Anak karangan Ibnu Said Al-Maghribi, dan Menjadi Ibu Ideal karangan Adil Fathi Abdullah. Kedua, sumber data sekunder yang merupakan buku-buku penunjang ataupun pembanding terhadap judul yang akan diteliti. C. Fokus Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis memfokuskan kepada masalah Peran Ibu dan Kepribadian Anak Sholeh, yang metodenya adalah penelitian kepustakaan (library research). Subjek penelitian ini adalah peran ibu dalam membentuk kepribadian anak sholeh. Objek penelitian ini adalah materi peran ibu dalam membentuk kepribadian anak sholeh. D. Prosedur Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) metode yang dilakukan adalah: a. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari literatur yang
ada
hubungannya
dengan
masalah
yang
diteliti
dengan
mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku sekunder yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. b. Teknik Pengolahan Data Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi dan mengklasifikasi data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis bandingkan, analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh. c. Analisa Data Dalam
menganalisa
data
yang
telah
terkumpul,
penulis
menggunakan teknik deskriptif analitis, yaitu teknik analisa data yang
39
menggunakan,
menafsirkan
serta
mengklasifikasikan
dengan
membandingkan fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui langkah mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data dengan metode berfikir: 1. Deduktif : merupakan teknik berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, lalu menyimpulkannya sebagai hal yang bersifat khusus. 2. Induktif: berfikir dari fakta-fakta yang khusus, kemudian dari fakta-fakta
atau
peristiwa-peristiwa
yang
khusus
menjadi
generalisasi-generalisasi yang bersifat umum. Dan setelah dianalisis, dipadukan kembali unsur-unsur tersebut untuk mencapai suatu kesimpulan. d. Teknik Penulisan Teknik penulisan ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.
40
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Ibu Sebagai Pendidik Anak Sholeh Berbicara mengenai seorang ibu sebagai pendidik anak, ternyata tidak mudah dilakukan. Hampir setiap ibu mengeluh betapa sulitnya mendidik anak dengan baik sesuai dengan harapan Islam. Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak sulit diatur, tetapi tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku, sehingga akan berdampak pada kepribadian anak secara Islami, padahal dalam ajaran agama Islam, yang mana Islam telah memberikan peran kepada ibu sebagai pendidik utama dalam mendidik anak-anak dengan baik. Dan Islam juga datang membawa kebahagiaan yang begitu besar, terlebih dalam memperhatikan masa kanak-kanak. Karena lahirnya seorang anak di muka bumi ini sebagai fitrah yang diberikan oleh Allah SWT. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
Setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah, lalu kedua orang tuanyalah yang membuatnya memeluk agama Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Al-Bukhari).1 Perintah ini ditujukan umumnya kepada orang tua, bahwa sahnya anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), sebagaimana kertas kosong yang belum di nodai dengan tinta, tidak memiliki arah, tujuan dan keyakinan sebelumnya. 1
Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan , (Damaskus: Darul Fikri), h. 212.
40
41
Sehingga, dengan ini orang tua wajib mendidik anak dengan baik sesuai ajaran Islam, yakni mengajarkan kepercayaan dan akidah yang benar agar kelak anak terus membawa akidah serta mengembangkan akidah tersebut hingga akhir hayatnya. Namun dalam hal ini, penulis mengkaji anak di usia 2-6 tahun yang mana peran ibu sebagai pendidik memiliki andil besar dalam mendidik anak secara Islam. Karena semua anak yang dilahirkan di bumi ini adalah dalam keadaan baik. Dan anak akan terus tumbuh menjadi baik atau sebaliknya akan menjadi buruk, itu semua sangatlah dipengaruhi oleh ibu sebagai pendidik anak dalam Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
Jika ada seseorang yang mendidik anaknya, itu lebih baik ketimbang bersedekah dengan satu sha’ (HR Tirmidzi).2 Hadis ini menjelaskan kepada pendidik, bahwa sahnya mendidik anak itu sangat penting dilakukan oleh setiap pendidik. Karena Allah SWT memberikan dua pahala atau kebahagiaan didalamnya. Pertama, bagi si pendidik yang telah mendidik anak dengan benar sesuai syariat Islam akan mendapatkan kebahagiaan karena terbentuknya anak, menjadi anak yang sholeh, dan kedua si pendidik akan mendapatkan pahala dari Allah SWT karena telah mendidik anak dengan baik. Maka hal ini lebih baik dikerjakan oleh pendidik ketimbang bersedekah. Adapun ibu sebagai pendidik anak di usia 2-6 tahun yang penulis kaji, yang mana ibu memiliki ikatan yang erat dengan anaknya dikarenakan masih dalam tahap pemeliharaan. Pada usia ini, anak memiliki rasa ingin tahu dan sering meniru hal-hal apa saja dari orang yang anak percayai dan orang yang anak anggap memberikan kasih sayang kepadanya yaitu orang yang terdekat dalam dirinya, siapa lagi yaitu sosok ibu. Sebagaimana yang dikatakan oleh khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq yang dikutip oleh Umar Hasyim dalam bukunya Anak Shaleh Seri II berkata: 2
Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991) , h. 204.
42
Ibu itu lebih sayang, lebih kasih dan lebih mesra, lebih lemah lembut, lebih baik lebih pengasih. Maka ibu lebih berhak (mengasuh) terhadap anaknya selama dia belum menikah lagi.3 Anjuran ini menjelaskan khususnya kepada sosok ibu sebagai pendidik, bahwa di dalam jiwa ibu terdapat rasa kasih sayang yang begitu besar kepada anak, sehingga ibu dan anak tidak bisa dipisahkan karena terikat dengan hubungan emosional yang begitu kuat dan anak pun lebih senang berada di sisinya. Hal ini dipertegas oleh Rasulullah SAW, beliau bersabda:
Barang siapa memisahkan antara ibu dan anaknya, maka Allah akan memisahkannya dengan kekasihnya pada hari kiamat. (HR Tirmidzi) 4 Hadist ini menjelaskan, bahwa sahnya Allah SWT tidak segan-segan untuk memisahkan ibu dengan orang yang di sayanginya di akhirat kelak, bilamana ibu sebagai pendidik tidak mendidik dan memperhatikan anak dengan baik. Karena walau bagaimana pun diantara ibu dan anak terdapat hubungan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan diantara keduanya. Dengan ini, ibu sebagai pendidik yang telah memberikan kasih sayang dan perhatiannya yang begitu besar terhadap anak, merupakan salah satu cara dari seorang ibu yang berusaha mendidik anak dengan baik. Tetapi, kasih sayang dan perhatian saja tidak cukup menjadi pegangan bagi seorang ibu sebagai pendidik dalam mendidik anak secara Islam. Buktinya saja, yang sering dilakukan anak usia 2-6 tahun di dalam rumah. Misalnya: mengucapkan salam ketika hendak masuk dan keluar dari rumah. Sebagai pendidik, ibu yang paham akan mendidik anak secara Islam tentu ibu memerintahkan anak agar mengucapkan salam dan mencium tangan kedua orang tuanya, ketika hendak masuk dan keluar dari rumah. Setiap ibu memerintahkan hal demikian, akan tetapi karena anak tidak melakukan hal 3
Umar Hasyim, op.cit,. h.88. Mahmud Al-Shabbagh, op.cit,. h.202.
4
43
tersebut dan ibu pun merasa tidak dihormati, maka tidak segan-segan ibu mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas didengar oleh anak, dan ini akan membuat anak melakukannya karena takut akan dimarahi oleh ibunya. Padahal di satu sisi juga, banyak ibu-ibu yang enggan mengucapkan salam ketika masuk atau keluar dari rumah. Maka, fenomena seperti inilah yang jelas dapat membingungkan anak. Pandai dan beraninya anak-anak zaman sekarang dalam berargumen untuk menolak perintah atau nasihat dari sosok ibu, mungkin dianggap sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa saja hal itu karena kecerdasan atau keingintahuannya yang begitu besar membuat anak menjawab atau bertanya halhal yang ingin diketahuinya. Melihat kejadian ini, banyak dari sosok ibu sebagai pendidik yang tidak begitu memperhatikan bagaimana mendidik anak dalam Islam. Terutama mendidik agama pada anak-anak sehingga mereka hidup tanpa tuntunan yang baik dan benar sesuai ajaran Islam. Padahal agama memberikan panduan lengkap kepada ibu sebagai pendidik dalam mendidik anak secara Islam. Pendapat ini dipertegas oleh Adil Fathi Abdullah dalam bukunya Menjadi Ibu Ideal yang menyatakan bahwa “seorang ibu dapat menanamkan nilai-nilai mulia dalam diri seorang anak sejak dini. Ia juga bisa mendidiknya dengan prinsip-prinsip dasar dan nilai-nilai ajaran Islam yang lurus ini. Sehingga pada akhirnya, si anak dapat tumbuh menjadi pemuda yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain”.5 Begitu juga, yang dikatakan oleh Ray Sitoresmi Prabuningrat dalam bukunya Sosok Wanita Muslimah mengatakan bahwa “peranan seorang ibu mendapatkan tempatnya di sini. Bila sekolah-sekolah sekarang pada umumnya hanya menekankan ilmu sekuler, maka tugas melengkapinya dengan ilmu agama, menanamkan ruh agama bagi keluarga, adalah menjadi tugas utama seorang ibu”.6 Dari beberapa pendapat di atas, perbedaan di antara keduanya adalah: pertama Adil Fathi Abdullah menjelaskan bahwa nilai-nilai ajaran Islam dapat 5
Adil Fathi Abdullah, op.cit., h. 18. Ray Sitoresmi Prabuningrat, Sosok Wanita Muslimah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997), h. 27. 6
44
diterapkan oleh pendidik sejak dini. Kedua Ray Sitoresmi Prabuningrat menjelaskan bahwa di sekolah ilmu agama jarang di terapkan dengan maksimal, sehingga dalam memaksimalkannya peran pendidik lah yang menjadi kebutuhan bagi anak. Adapun persamaan di antara keduanya: bahwa mendidik anak dengan nilai-nilai ajaran Islam menjadi tugas utama dari seorang ibu. Dengan ini, penulis dapat menganalisis bahwa figur ibu sebagai pendidik sangat diperlukan bagi anak sejak dini, terutama dalam mendidik secara Islam, dengan memberikan arahan-arahan yang baik dan anak pun ikut melihat serta meniru. Maka, terjadilah mendidik anak dalam Islam secara baik pula. Hal ini dijelaskan oleh Fuad Kauma dan Nipan dalam bukunya Membimbing Istri Mendampingi Suami yang menyatakan bahwa bagaimana seorang ibu sebagai pendidik dalam mendidik anak di usia 2 tahun hingga usia mumayiz, diantaranya: (1) Memberikan contoh-contoh ucapan, perbuatan dan etika yang baik. Karena anak di usia ini sangat peka terhadap lingkungan. Ia ingin mencontoh dan meniru apa saja yang dilihat dan didengarnya. (2)Memberikan alat-alat mainan yang dapat mengarahkan perkembangan kecerdasan dan kebiasaan positif. (3) Memilihkan teman-teman bermain yang memiliki sifat dan kepribadian yang positif. (4) Menuturkan kisah-kisah atau cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai positif bagi perkembangan pemikiran anak. (5) Orangtua terutama ibu, harus senantiasa mengawasi gerak-gerik anak. Perbuatan yang positif didorong dengan dipuji sedangkan perbuatan yang negatif harus segera diluruskan. (6) Anak mulai diperkenalkan dengan kegiatan sosial yang positif.7 Begitu juga, Maimunah Hasan dalam bukunya Membangun Kreativitas Anaka Secara Islami yang mengatakan bahwa ibu sebagai pendidik, dan yang harus dilakukan dalam mendidik anak diantaranya: 1. Mendidik anak untuk mandiri a. Pada usia 3 tahun, telah terbentuk dalam diri anak keinginan dan kemauan. Dengan ini, ibu sebagai pendidik memulai perannya seperti: bagaimana mendidik dan mengajari anak cara masuk kamar mandi diiringi sebelumnya membaca doa masuk dan keluar 7
Fuad Kauma dan Nipan, Membimbing Istri Mendampingi Suami, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), h.210.
45
kamar mandi, kemudian mandi, menggosok gigi, menggunakan sabun hingga memakai baju dengan baik dan benar sesuai syariat Islam. b. Pada usia 4 tahun, telah terbentuk ingatan hingga tahun ke 7, ia dapat menetapkan sesuatu menurut hukum-hukumnya sendiri. Dengan ini, ibu sebagai pendidik memulai perannya seperti: mendidik dan mengajari anak, ketika anak ingin mulai menginjak bangku sekolah ke TK (Taman Kanak-Kanak), dengan mendidik anak menyiapkan keperluannya sendiri yang ringan. Mulai dari menyiapkan bajunya sendiri, tak lupa ibu mendidik dan membimbing agar membaca doa sebelum berpakaian, kemudian menyiapkan sepatu, tas dan kaos kaki sendiri, ibu juga tak lupa memberikan arahan agar alat-alat itu sebelum digunakan diiringi dengan membaca basmalah dan memulainya dari sebelah kanan terlebih dahulu. Kemudian setelah pulang sekolah, biasakanlah anak untuk menaruh alat-alat tersebut sesuai dengan tempatnya. 2. Melatih tanggung jawab terhadap anak, maksudnya di usia 3-6 tahun, peran ibu sebagai pendidik agar melatih anak untuk bertanggung jawab dan ibu menentukan tugas-tugas apa saja yang sekiranya cocok dan mampu untuk dikerjakan. Pada umumnya, seusia ini anak mampu untuk membereskan mainannya sendiri, menjaga kebersihan dengan membuang sampah dan membantu ibunya ketika ibu hendak membereskan tempat tidur anaknya.8 Sedangkan Abu Al‟Aina Al-Mardhiyah dalam bukunya Apakah Anda Ummi Sholihah menyatakan bahwa ibu sebagai pendidik, dan yang harus dilakukan ibu dalam mendidik anak di usia 2-6 tahun diantaranya: 1. Mengajar anak dengan kegiatan sehari-hari a. Anak-anak usia balita tidak sedikit mereka ingin tahu dan meniru kata-kata yang baru dikenalnya. Dengan ini, ibu sebagai pendidik
8
Maimunah Hasan, op.cit,. h. 55-76
46
berperan untuk memperkenalkan kata-kata atau benda secara bertahap dan beraturan agar anak tidak bingung. b. Ketika hendak mandi, sebelum masuk kamar mandi, ibu berperan mendidik dan mengayomi anak untuk berdoa sebelum masuk kamar mandi, kemudian memperkenalkan air pada anak. Seperti air ini berwarna putih, berguna untuk membersihkan badan, tak lupa ibu memberi tahu bahwa yang menciptakan air ini adalah Allah SWT. c. Ketika memakai baju, ibu berperan sebagai pendidik untuk memperkenalkan warna baju yang hendak dipakai, kemudian cara memakai baju, tak lupa berdoa sebelum memakainya, dan biasakan dengan memasukan tangan kanan terlebih dahulu, sekaligus memperkenalkan tangan kanan dan tangan kiri. d. Ketika makan, ibu berperan sebagai pendidik untuk mengayomi doa sebelum makan kepada anak, kemudian memperkenalkan makanan yang akan dimakan oleh anak. Seperti ikan, sayuran berguna buat kesehatan tubuh, tak lupa anak diperkenalkan dengan Allah SWT yang menciptakannya. Terakhir, ibu mengayomi kembali kepada anak untuk doa setelah makan dan bersyukur kepada Allah SWT. e. Ketika anak memakai sepatu, ibu berperan sebagai pendidik untuk memperkenalkan kaki, guna kaki untuk berjalan. Dan Allah SWT yang menciptakan kaki, sehingga anak tahu bahwa kaki berguna untuk jalan bukan untuk menendang. 2. Belajar sambil bermain a. Anak biasanya lebih senang pada gambar-gamabar yang menarik disertai dengan warna-warna yang cerah. Dengan ini, ibu sebagai pendidik berperan untuk mengisi hal-hal yang disenangi oleh anak. Seperti anak suka dengan buah apel karena rasanya manis dan warnanya pun cerah. Ibu harus mengambil kesempatan ini dengan mengajarkan anak, misalnya memperkenalkan huruf
47
hija‟iyah. Ibu membuat gambar buah apel dari kertas warna berwarna merah lengkap dengan tangkainya, kemudian buah apel itu
ditulis
huruf
hijai‟iyah.
Dengan
begitu,
ibu
bisa
memperkenalkan buah apel kepada anak sekaligus mengajarkan anak untuk membaca huruf hijai‟iyah. Demikian pula ibu bisa memperkenalkan bacaan atau huruf yang lain, dan agar tidak jenuh ibu bisa menggunakan cara yang lain lebih unik dan berkesan. b. Untuk mengahafal juz‟amma atau surat-surat pendek, ibu bisa mengulang-ngulang juz‟amma di pagi, siang dan sore hari. Dengan begitu anak akan mendengar langsung dengan makhroj yang benar dan selanjutnya anak akan hafal dengan bacaan yang fasih. c. Untuk memperkenalkan siroh nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, ibu bisa bercerita dengan menarik kepada anak atau ibu bisa membeli kaset, CD yang menayangkan cerita-cerita nabi, kemudian ibu mendampingi anak untuk menontonnya. Dengan begitu anak akan tahu siapa itu nabi Muhammad, siapa ayahnya, ibunya dimana lahirnya, dan masih banyak lagi hal-hal yang menarik untuk dijelaskan kepada anak. d. Untuk memperkenalkan bahasa asing kepada anak seperti inggris dan arab. Ibu sebagai pendidik bisa mengenalkan anggota badan terlebih dahulu. Disaat ibu bermain dengan anak, kemudian tangan ibu memegang hidung sambil mengucapkan “this is a nose” dan “hadza anfun”, kemudian ibu menyuruh untuk mengulangi kembali ucapannya. Dan untuk mengajarkan dua bahasa ini ibu bisa mengatur waktunya, agar anak tidak bingung mempelajarinya. e. Untuk matematika, ibu bisa mengenalkan kepada anak jumlah kaki, tangan dan yang lainnya. Dan setelah anak mengenal jumlah dalam ruang yang sempit, mulailah ibu mengenalkan anak dengan
48
menggunakan jari-jari dan mengajarkan terus hingga bisa menghitung dengan baik.9 Dari beberapa pendapat di atas, perbedaan di antaranya adalah: pertama Fuad Kauma dan Nipan menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan pendidik dengan memilihkannya teman untuk bermain, agar anak tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua Maimunah Hasan menerapkan kepada anak dengan mendidik anak untuk mandiri dan melatih tanggung jawab terhadap anak, agar anak dapat berkembang dengan baik. Ketiga: Abu Al‟Aina Al-Mardhiyah mendidik anak dengan kegiatan sehari-hari serta mendidik dengan belajar sambil bermain, agar anak dapat berimajinasi dengan baik. Adapun persamaannya bahwa peran ibu dalam mendidik anak secara Islam dengan bermacam-macam kegiatan akan menumbuhkan generasi yang baik dan sholeh. Dengan ini, penulis dapat menganalisis bahwa peran ibu sebagai pendidik anak sholeh sangat penting diantaranya: pertama ibu perlu mendidik atau mengajari anak dengan kegiatan sehar-hari, mulai dari anak bangun tidur di pagi hari hingga anak tidur kembali di malam hari, kedua ibu perlu mendidik anak dengan belajar sambil bermain, disini peran ibu sangat diperlukan, karena anak dapat bereksplorasi dengan kecerdasannya. Dengan begitu, timbullah dalam benak anak kesan-kesan ibu sebagai pendidik yang mengarahkan anak untuk menjadi anak yang memiliki kepribadian yang sholeh. B. Ibu Sebagai Pembina Anak Sholeh Dalam membina anak sholeh di usia 2-6 tahun, tentu sosok ibu merupakan sosok yang pertama kali dikenali oleh anak, yang mana ibu berperan sebagai pembina memberikan arahan-arahan atau bimbingan Islami kepada anak, dengan tujuan dapat membina anak agar memiliki kepribadian yang sholeh. Pada umumnya, ibu sebagai pembina anak di usia 2-6 tahun sangat dekat dengan anak-anak dan disenangi oleh anak-anak pula. Karena kepadanyalah anakanak mengungkapkan perasaan, permasalahan kemudian sang ibu pun langsung
9
Abu Al‟Aina Al-Mardhiyah, op.cit., h.145-149.
49
bergerak serta berusaha mengatasi perasaan anak-anak dengan semampu dan semaksimal mungkin. Melihat anak-anak di usia 2-6 tahun, yang sangat dekat dengan sosok ibu, maka harapan dari ibu sebagai pembina yakni secara garis besar ingin menjadikan anak-anaknya memiliki kepribadian yang sholeh dan baik, dengan cara membentengi anak-anak pada nilai-nilai Islami. Adapun untuk membentengi anak-anak pada nilai-nilai yang Islami, maka ibu sebagai pembina perlu membina anak-anak dengan pendidikan-pendidikan yang Islami pula. Dengan begitu, anak akan terus berjalan dengan baik serta memiliki kepribadian yang sholeh. Pendapat ini dipertegas oleh Ray Sitoresmi Prabuningrat dalam bukunya Sosok Wanita Muslimah yang menyatakan bahwa: Dalam rangka pendidikan. Saya percaya bahwa kaum ibu memang melebihi kaum pria. Dalam kaitan ini saya berharap agar kepribadian juga memancarkan segi pendidikan bagi keluarga dan lingkungan kita. Keseluruhan penampilan wanita muslimah yang ideal hendaknya berkaitan dengan pendidikan yang ditujukan kepada anak-anak dan juga lingkungan sekitar kita.10 Begitu juga, Mahmud Al-Shabbagh dalam bukunya Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam yang mengatakan bahwa: Sesungguhnya menanamkan pendidikan Islam kepada anak-anak merupakan tanggung jawab bersama antara suami istri. Dalam hal ini, istri lah yang lebih dekat kepada anak-anak ketika masih balita. Istri harus menanamkan pada mereka ajaran - ajaran Islam, melatih dan membiasakan mereka melakukan sesuatu sesuai hukum-hukum Islam dan menghias diri dengan akhlak yang mulia.11 Adapun Khairiyah Husain Thaha dalam bukunya Konsep Ibu Teladan menyatakan bahwa Islam memandang masa bayi dan kanak-kanak sebagai masa yang menjadi dasar bagi pembinaan kepribadian dan kesuksesan anak di masa depan. Karenanya ibu sebagai pembina anak perlu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan berupa pendidikan-pendidikan Islami, dan kesemuanya itu dapat ditempuh melalui: 10
Ray Sitoresmi Prabuningrat, op.cit., h.17. Mahmud Al-Shabbagh, op.cit ,. h.156.
11
50
1. Pendidikan jasmani maksudnya, ibu sebagai pembina tidak hanya mengembangkan otot-otot dan tenaga saja pada anak, melainkan ibu harus memperhatikan potensi-potensi biologis yang tumbuh dari jasmaninya. Apalagi di usia 2-6 tahun yang amat rentang dengan kesehatan, seperti ibu memperhatikan dalam pola makanan bagi anak. Karena patut dicatat makanan amat penting bagi tumbuh kembangnya anak, seorang ibu juga, harus benar-benar memperhatikan kebutuhan anak akan waktu, cara tidur yang baik. Karena tidur merupakan kebutuhan yang berpengaruh pada pertumbuhannya, dengan cara anak dibiasakan tidur untuk berbaring di sisi kanan. Begitupun ibu harus memperhatikan kebutuhan pakaian dan cara mengenakannya, yaitu anak dibiasakan untuk memulainya dari sebelah kanan atau dengan tangan kanan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
Biasakanlah dengan sebelah kanan, karena di sisi kanan itu terdapat berkat. Ibu juga harus melatih anak-anak dengan permianan-permainan olahraga yang menyehatkan dan menyegarkan seperti lari, dan berenang. 2. Pendidikan intelektual maksudnya, ibu sebagai pembina intelektual perlu mengajar dan membiasakannya untuk menimba berbagai sumber peradaban dan sains dan mengarahkannya untuk mempelajari alQur‟an serta sejarah kenabian di usia dini. Sebagaimana Al-Ghazali dalam melatih anak-anak untuk menghafal al-Qur‟an sejak dini, karena anak yang masih kecil itu bagaikan kertas kosong, yang bisa diisi dengan berbagai tulisan. 3. Pendidikan ruhani maksudnya, di dalam jiwa manusia terdapat potensi yang kuat yaitu potensi rabbani yang bisa mempertemukan antara sang khaliq (Allah SWT) dengan manusia.
51
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 29:
Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Q.S Al-Hijr:29)12 Perintah ini menjelaskan kepada setiap manusia, bahwa setelah Allah SWT memberikan kesempurnaan atas penciptannya kepada manusia dengan meniupkan ruh kepada manusia. Maka Allah SWT menyuruh kepada manusia untuk tunduk kepada-Nya dengan menaati perintah dan larangan-Nya serta kebesaran yang Allah SWT miliki, sehingga terjadilah potensi yang kuat antara manusia dengan sang khaliq (Allah SWT). Adapun ibu sebagai pembina pendidikan ruhani pada anak, ajaklah anak untuk menikmati alam sekitar dengan melihat panorama yang indah dengan merenungkan dan menghayati kebesaran Allah SWT dalam penciptaan-Nya. Dengan begitu, timbul pada diri anak bahwa kebesaran Allah SWT perlu direalisasikan dengan semata-mata ibadah pada Allah SWT, tentunya dengan binaan dari ibu.13 Sedangkan Wahid Abdus Salam Bali dalam bukunya Kiat Mencetak Anak Shalih
mengatakan bahwa dalam membina kepribadian anak sholeh agar
memiliki kemuliaan iman, perlu peran seorang ibu sebagai pembina untuk mengarahkan anak-anak pada pendidikan–pendidikan Islam diantaranya: 1. Pendidikan iman maksudnya, seorang ibu sebagai pembina usia 2-6 tahun dapat membiasakan anak-anak dengan dasar-dasar keimanan, seperti mengenalkan dan mengajarkan iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah SWT, iman kepada rasul, iman kepada hari kiamat dan iman kepada qada serta qadar. Begitu juga dengan rukun-rukun Islam seperti membaca dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat dan pergi haji bila mampu.
12
Departemen Al-Qur‟an, op.cit., h. 393. Khairiyah Husain Thaha, op.cit., h.69-76.
13
52
2. Pendidikan moral maksudnya, ibu sebagai pembina perlu membina anak-anak pada pendidikan moral yaitu akhlak. Bila sejak dini ibu sudah membina anak-anak beriman kepada Allah SWT yang terdidik untuk takut kepada-Nya serta merasa diawasi segala bentuk perbuatanya oleh Allah SWT, niscaya anak-anak pun terbiasa melakukan akhlak yang utama dan mulia.14 Sama halnya dengan Fuad Kauma dan Nipan dalam bukunya Membimbing Istri Mendampingi Suami menyatakan bahwa peran ibu sebagai pembina dalam membina kepribadian anak-anak sholeh perlu adanya pendidikan-pendikan yang Islami diantaranya: 1. Pendidikan aqidah maksudnya, pada dasarnya setiap anak yang lahir di dunia ini sudah memiliki benih aqidah yang benar, akan tetapi aqidah itu akan tumbuh dan mengakar kuat pada diri anak, jika ada peran dari seorang ibu sebagai pembina yang paham akan hal itu. Namun sebaliknya, jika ibu membina anak-anak ke arah yang tidak tepat, maka tersesatlah anak dan benih akidah pun akan layu begitu saja. Dengan begitu, sebagai ibu sebagai pembina yang dekat dengan anak sebaiknya anak-anak dari kecil sudah dikenalkan rukun iman yang enam, agar kelak tumbuh menjadi pribadi yang sholeh. 2. Pendidikan ibadah maksudnya, setelah anak-anak mengetahui dan memahami dengan pendidikan aqidah, maka anak-anak pun perlu merealisasikan dalam bentuk ibadah. Karena aqidah tidak hanya diyakini saja, melainkan harus dikerjakan dalam ibadah. Adapun bentuk-bentuk dari ibadah seperti sholat. Sebagai pembina dalam ibadah sholat, ibu wajib mengenalkan dan membina anak sejak dini, agar anak sepanjang hidupnya terbiasa untuk melakukannya tanpa paksaan dan semata-mata mencari ridho Allah SWT, sehingga dalam hidupnya sudah menjadi suatu kebutuhan di dalam dirinya. Demikian juga bentuk-bentuk dari ibadah lainya.
14
Wahid Abdus Salam Bali, op.cit., h.34-38.
53
3. Pendidikan akhlak maksudnya, di dalam Islam perlu menjaga hubungan yang baik antara sesama manusia, dan itu bisa terwujud jika masing-masing saling menghisai diri dengan akhlak yang mulia. Dan ibu sebagai pembina, wajib membina anak-anak sejak dini dengan sikap, prilaku dan berkepribadian baik agar anak-anak dapat berbakti kepada orang tua, menghormati orang-orang yang lebih tua, menyayangi orang-orang yang lebih muda serta bisa menjaga diri dari pergaulan sehari-hari. 4. Pendidikan
ekonomi
maksudnya, dalam
Islam perlu
adanya
keseimbangan, tidak hanya meraih kebahagiaan di akhirat saja, melainkan kebahagiaan di dunia pun perlu dicari. Tentunya dengan cara-cara yang terpuji tanpa harus membuat kerusakan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Qashash ayat 77:
......
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-Qashash:77 )
Perintah ini menjelaskan bahwa Allah SWT menghimbau kepada umat manusia untuk hidup dalam keseimbangan antara bahagia di dunia dan akhirat. Tidak hanya mengejar akhirat saja untuk masuk surga, melainkan usaha serta kerja keras pun harus ditempuh, agar kehidupan ekonomi pun bisa di raih dengan baik dan berkah. Adapun sebagai ibu, jangan sampai anak-anak hidup terlantar karena ibu tidak bisa membina anak-anak dalam masalah ekonomi dengan baik. Untuk itu, peran ibu sebagai pembina dengan membina anak hidup mandiri tanpa sering
54
bergantung kepada orang lain, juga anak dibiasakan sejak kecil hidup berkecukupan dengan berhemat dan memanfaatkan sesuatu yang sudah ada tidak berlebih-lebihan.15 Dari beberapa pendapat di atas, perbedaan di antaranya adalah: pertama Ray Sitoresmi Prabuningrat menjelaskan bahwa dalam segi pendidikan, keseluruhan penampilan wanita muslimah yang ideal ditujukan untuk anak. Kedua: Mahmud Al-Shabbagh menyatakan bahwa menanamkan pendidikan Islam kepada anak, merupakan tanggung jawab suami dan istri. Ketiga: Khairiyah Husein
Thaha
mengatakan
bahwa
dalam
membina,
pendidik
perlu
mempertimbangkan dengan pendidikan jasmani, pendidikan intelektual dan pendidikan ruhani. Keempat: Wahid Abdus Salam Bali menyatakan bahwa pendidikan Islam yang ditujukan kepada anak yaitu pendidikan iman dan moral. Dan kelima: Fuad Kauma dan Nipan menjelaskan dalam membina, pendidik perlu memperhatikan pada pendidikan aqidah, ibadah, akhlak serta ekonomi. Adapun persamaannya bahwa peran ibu dalam membina anak sholeh perlu di tempuh dengan pendidikan-pendidikan Islam. Dengan ini, penulis dapat menganalisis bahwa peran ibu sebagai pembina yang akan membentuk kepribadian anak sholeh usia 2-6 tahun, yang mana anak perlu asupan dari pembina berupa pendidikan-pendikan yang Islami seperti pendidikan aqidah, pendidikan akhlak, pendidikan intelektual, pendidikan jasmani dan pendidikan ekonomi. C. Ibu Sebagai Teladan Anak Sholeh Dalam menyikapi dan mengarahkan anak di usia 2-6 tahun, seorang ibu sebagai teladan harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Mengingat bahwa perilaku ibu akan ditiru dan akan dijadikan panduan bagi anak, maka ibu harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak. Dengan begitu, terbentuklah kepribadian yang sholeh bagi anak.
15
Fuad Kauma dan Nipan, op.cit., h.197-202.
55
Hal ini pun dipertegas Charles Schaefer dalam bukunya Bagaimana Mempengaruhi Anak yang menyatakan bahwa “perilaku yang kuat dalam memberikan pendidikan terhadap anak adalah teladan orang tua”.16 Sedangkan dalam buku Muhyiddin Abdul Hamid dalam bukunya Kegelisan Rasulullah Mendengar Tangis Anak yang mengatakan mengemukakan bahwa “perilaku keseharian orang tua yang disaksikan dan dirasakan anak termasuk hal yang memiliki bekas dan pengaruh tersendiri di dalam jiwa dan kepribadian anak. Sehingga dari interaksi sehari-hari antara orang tua dan anak terjadi proses peneladanan (modelling)”.17 Adapun menurut Suryati Armaiyn dalam bukunya Catatan Hati Sang Bunda yang mengutarakan bahwa “seorang ibu, sebagaimana juga ayah, haruslah menjadi teladan bagi anak-anaknya. Sebab kedua orang tualah yang paling dekat dengan mereka dibandingkan siapapun. Dan cara atau metode terbaik untuk pendidikan anak di dalam keluarga adalah dengan keteladanan”.18 Dari beberapa pendapat di atas, perbedaan di antaranya adalah: pertama Charles Schaefer menyatakan bahwa dalam menumbuhkan perilaku kepada anak, teladan orang tua lah yang amat kuat mempengaruhi. Kedua: Muhyiddin Abdul Hamid menjelaskan perilaku keseharian orang tua dapat menumbuhkan proses peneladanan. Ketiga: Suryati Armaiyn mengatakan bahwa metode terbaik untuk anak adalah teladan orang tua. Adapun persamaannya bahwa pengaruh dari keteladanan orang tua akan berdampak pada perilaku keseharian anak-anak dalam hidupnya. Dengan ini penulis dapat menganalisis, bahwa peran seorang ibu sebagai teladan memang sangat penting dilakukannya untuk membentuk kepribadian anak sholeh, apalagi anak usia 2-6 tahun yang mana segala sikap, prilaku dan perbuatan ibu sangat mudah ditiru olehnya.
16
h. 16.
17
Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak, (Semarang: Dahara Prize, 1994),
Muhyiddin Abdul Hamid, Kegelisan Rasulullah Mendengar Tangis Anak, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), h. 205. 18 Suryati Armaiyn, op.cit,. h. 54
56
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Furqan ayat 74:
Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S al-Furqan:74).19 Perintah ini ditujukan umumnya kepada umat manusia, agar sebelum membangun keluarga yang islami. Umat manusia tak lupa untuk memohon kepada Allah SWT agar diberikan pendamping, anak, serta menjadi teladan yang berguna bagi masing-masing perannya. Namun, dalam hal ini peran ibu lah sebagai teladan yang menjadi prioritas utama bagi anak usia 2-6 tahun, dikarenakan ibu telah memberikan contoh yang terbaik bagi anak. Berbicara mengenai contoh yang baik bagi anak, ibu sebagai teladan anak di usia 2-6 tahun, yang mana kondisi anak masih tabu serta peka dengan hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang anak lihat dan saksikan dari orang terdekatnya. Dengan begitu, teladan serta contoh yang baik akan memberikan pengaruh kepada anak dengan baik pula. Dan teladan yang baik itu dialah Rasulullah SAW. Beliau merupakan teladan umat muslim sedunia yaitu insan yang paling sempurna akhlaknya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. AlAhzab: 21).20
19
Departemen Agama RI, op.cit,. h. 569. Departemen Agama RI, op.cit., h. 670.
20
57
Begitu juga, dalam firman Allah SWT surat al-Ahzab ayat 45-46:
Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (Q.S. Al-Ahzab: 45-46).21 Perintah ini ditujukan kepada kaum muslimin di dunia, bahwa Allah SWT mengutus kekasihnya yaitu Rasulullah SAW sebagai pembawa perubahan akhlak yang baik, serta keteladanan beliau pantas di tiru oleh ummat-Nya. Namun, dalam hal ini sosok ibu sebagai teladan lah yang menjadi fondasi utama bagi anak, karena dengan ibu meneladani Rasulullah SAW baik sikap, prilaku, akhlak serta bagaimana memberikan contoh yang baik dalam Islam kepada anak. Maka, terbentuk lah anak sholeh yang memiliki kepribadian baik. Dan itu semua bisa terwujud dengan meniru figur Rasulullah SAW dengan baik pula. Hal ini dipertegas oleh Muhyiddin Abdul Hamid dalam bukunya Kegelisahan Rasulullah Mendengar Tangis Anak yang menyatakan bahwa: Orang tua yang bijaksana mesti memperkenalkan anak-anaknya agar terajadi ikatan batin dengan sang „suri teladan‟ yang baik, yang telah diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan serta meluruskan dekadensi moral orang-orang jahiliyah. Beliau adalah siraj al-munir (lampu penerang) yang segala perkataan dan tingkah lakunya telah mendapat bimbingan langsung dari Allah SWT. Akhlak dan kepribadian beliau adalah al-Qur‟an. Semua gaya hidup beliau perlu di informasikan kepada anak-anak agar secara berangsur-angsur mereka bisa meneladani dan memiliki kepribadian seperti beliau.22 Begitu juga, Norma Tarazi dalam bukunya Wahai Ibu Kenali Anakmu menyatakan bahwa: Orang tua yang benar-benar bertakwa senantiasa menyayangi anakanaknya dengan memenuhi kebutuhannya baik fisik maupun emosional, memberi pelajaran, latihan, nasihat, arahan dan bimbingan; semua ini adalah tugas orang tua yang sangat mendasar. Contohlah akhlak mulia, 21
Ibid., h. 675. Muhyiddin Abdul Hamid, op.cit., h.215.
22
58
kepribadian, tindakan dan tutur kata Rasulullah SAW; sosok teladan dalam segala hal.23 Dari beberapa pendapat di atas, perbedaan di antara keduanya adalah: pertama Muhyiddin Abdul Hamid menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sebagai siraj al-munir (lampu penerang), dengan keteladananya orang tua perlu memperkenalkannya kepada anak, agar anak memiliki ikatan batin serta meneladaninya dengan baik. Kedua: Norma Tarazi menyatakan bahwa tugas utama orang tua adalah memberikan teladan yang baik seperti teladan Rasulullah SAW. Adapun persamaan diantara keduanya bahwa teladan Rasulullah SAW adalah teladan paripurna yang perlu di contoh oleh orang tua untuk membentuk perilaku anak yang baik. Dengan ini penulis dapat menganalisis, bahwa ibu sebagai teladan anak usia 2-6 tahun, sebaiknya ibu meneladani figur Rasulullah SAW dengan baik, bukan hanya memerintah dan menyalahkan, akan tetapi yang lebih penting adalah memberikan contoh konkret dalam sikap, perilaku serta akhlak yang baik. Sehingga terbentuklah kepribadian anak sholeh yang diharapkan oleh Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
Tiada pemberian yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya yang lebih baik dibandingkan penanaman akhlak terpuji. (HR. Ahmad, Hakim, Tirmidzi dan Baihaqi dari Auf bin Malik al-Asyja‟i). Adapun Rasulullah SAW bersabda dalam hadis lain:
Didiklah anak-anak kalian dengan tiga perkara: Mecintai Nabi kalian, mencintai ahli baitnya dan senang membaca al-Qur’an. (HR. Tabrani, Ibnu Najar dan Ad-Dailami).24 Dalam memberikan teladan kepada anak secara Islam, Rasulullah SAW sangat terkenal memberikan contoh dengan sikap penyayang, lemah lembut dan 23
Norma Tarazi, op.cit., h.145-146. Muhyiddin Abdul Hamid, op.cit., h.204.
24
59
pemerhati pada setiap anak kecil. Oleh karena itu peran ibu sebagai teladan, patut menjadikan figur Rasulullah SAW lah yang mejadi panutan berharga dalam memberikan contoh kepada anak secara Islam. Hal ini dipertegas oleh Al-Maghribi dalam bukunya Begini Seharusnya Mendidik Anak yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW sangat peduli dengan anak-anak, diantarnya: 1. Ciuman, maksudnya sebagai simbol dari peran ibu sebagai teladan yang amat sayang dan sebagai bukti kerendahan hati seorang ibu kepada anaknya. Apalagi di usia 2-6 tahun, ibu paling lekat dan dekat dengan anak-anak, begitu juga anak-anak yang merasakan ciuman dari seorang ibu, yang mana anak akan merasa percaya diri dan semangat untuk berinteraksi dengan lingkunganya. a. Dari Abi Hurairah ra berkata, “Nabi mencium Hasan bin Ali ra maka Aqra‟bin Habis berkata, „saya punya anak sepuluh sementara aku tidak pernah menciumnya.‟ Maka Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang tidak sayang maka tidak akan disayang.(HR. Muslim) b. Dari Jarir bin Abdullah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ُ
Barang siapa yang
tidak sayang kepada manusia maka tidak akan disayang Allah. (HR. Muslim) c. Dari Anas ra berkata, “Ada seorang wanita datang kepada Aisyah ra lalu beliau memberi tiga butir kurma. Kedua anaknya masingmasing diberi sebutir kurma dan ia memegang sebutir kurma, setelah kedua anak tersebut makan kurma masing-masing, lalu melihat kepada ibunya maka sang ibu membelah sebutir kurma mejadi dua lalu diberikan kepadanya masing-masing setengah butir. Setelah Rasulullah SAW datang maka Aisyah memberitahukan kejadian tersebut lalu bersabda:
َ Kenapa kamu harus heran terhadap hal itu, sesungguhnya Allah telah merahmatinya karena sayangnya kepada kedua anaknya. (HR. Muslim)25
25
151.
Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 150-
60
2. Kasih sayang, maksudnya ibu sebagai teladan bagi anak, sudah sepantasnya ibu memberikan kasih dan sayangnya kepada orang yang disayanginya. Dalam hal ini, sikap kasih sayang sangat diperlukan bagi anak-anak di usia 2-6 tahun. Apalagi kasih sayang itu datangnya dari orang terdekatnya yaitu ibu. a. Dari Abu Qatadah al-Harits bin Rib‟i ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya aku hendak shalat dan aku ingin memanjangkan shalat lalu aku mendengar tangisan anak kecil maka aku meringankan shalatku tidak ingin membuat ibunya susah. (HR. Bukhari) b. Dari Abdullah bin Syaddad, ketika Rasulullah SAW shalat berjamaah tiba-tiba datang al-Husain menaiki tengkuknya sementara beliau sedang sujud lalu beliau memanjangkan sujud hingga para jamaah mengira terjadi sesuatu maka beliau bersabda:
c.
Sesungguhnya cucuku menaiki tengkukku, saya tidak ingin mengecewakannya hingga ia merasa puas menuanaikan hajatnya. (HR. Ahmad) Dari Abdullah bin Ja‟far ra berkata, Rasulullah SAW mengusap kepalaku dengan tangannya. Kira-kira beliau mengusap tiga kali dan setiap mengusap berdoa Ya Allah berilah ganti kepada Ja’far dengan kebaikan pada anaknya. (HR. Muslim).26
Adapun Wendi Zarman dalam bukunya Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah Itu Mudah Dan Lebih Efektif yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW mempunyai beberapa metode dalam memperhatikan dan mencintai anakanak, diantarnya: 1. Menasehati melalui perkataan, maksudnya di dalam berdakwah Rasulullah SAW sering melakukannya dalam mengajari sahabatsahabatnya. Begitu juga dengan seorang ibu sebagai teladan yang sangat dekat dengan anak-anak di usia 2-6 tahun, metode ini sangat
26
Al-Maghribi, op.cit., h.152.
61
diperlukan karena menasehati itu berarti mengajarkan kebaikan kepada anak. 2. Mendoakan anak, maksudnya di dalam kegiatan sehari-hari Rasulullah SAW sangat dikenal sebagai manusia yang sangat suka berdoa, tidak hanya dikala beribadah kepada Allah SWT, melainkan dalam keadaan apapun Rasulullah SAW selalu berdoa untuk keluarga, sahabatsahabatnya dan umat Islam umumnya. Selain itu, peran ibu sebagai teladan untuk mendoakan anaknya dalam hal kebaikan, dan jangan sekali-kali mendoakan keburukan bagi anak, karena setiap doa yang ibu harapkan kepada Allah SWT akan dikabulkan-Nya. 3. Pujian sebagai motivasi, maksudnya ketika Rasulullah SAW memuji sahabatnya Abdullah bin Umar alias Ibnu Umar. Ibnu Umar bercerita, “pada masa Rasulullah SAW ketika aku masih muda dan belum menikah, aku sering tidur di masjid. Dalam tidurku aku bermimpi seakan-akan ada dua malaikat yang membawaku ke neraka.” Ibnu Umar kemudian melanjutkan kisahnya, “Kami didatangi oleh malaikat lain yang berkata, „kamu jangan takut‟. Ibnu Umar menceritakan mimpinya itu kepada Hafsah, lalu Hafsah menceritakannya kepada Rasulullah SAW. Mendengar cerita itu, Rasulullah bersabda, “Sebaikbaik lelaki adalah Abdullah, seandainya ia mengerjakan shalat malam.” Setelah itu Ibnu Umar di malam hari ia hanya tidur sebentar, dan memanfaatkannya untuk sholat malam. Betapa efektifnya cara yang digunakan Rasulullah SAW, beliau memuji terlebih dahulu, kemudian di akhiri dengan menasehati. Metode memberi pujian sambil menasehai sangat baik digunakan oleh ibu sebagai teladan dalam memperhatikan anak usia 2-6 tahun, karena sudah menjadi tabiat manusia yang senang dipuji apalagi anak-anak. Tetapi perlu diingat berilah anak-anak pujian agar anak-anak memiliki sifat terpuji yang tidak membuat anak menjadi sombong. 4. Kasih sayang yang tulus, maksudnya pada dasarnya Rasulullah SAW menyuruh kepada ibu sebagai teladan untuk menunjukkan ekspresi
62
kasih sayangnya seperti mencium, memeluk, merangkul, megusap rambut dan sebagainya. Hal inilah yang sering dilakukan oleh Rasulullah SAW menyayangi anak-anak seperti cucunya yaitu Hasan dan Husen, meskipun dihadapan orang ramai sekalipun. Apalagi, anak usia 2-6 tahun, yang mana kasih sayang yang tulus sangat memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap jiwa dan kepribadiannya. 5. Mendidik
dengan
keteladanan,
maksudnya
Rasulullah
SAW
merupakan manusia yang sempurna dan sangat dicintai oleh Allah SWT. Beliau selain mengerjakan amal ma‟ruf nahi munkar, sikap prilaku dan kepribadiannya patut dijadikan contoh atau teladan bagi ummatnya. Oleh karena itu, ibu sebagai teladan yang sangat lekat dengan
anak-anak
perlu
mengarahkan
anak-anaknya
mengidolakan dan meneladani Rasulullah SAW dengan baik.
untuk
27
Begitu juga, Adil Fathi Abdullah dalam bukunya yang berjudul Menjadi Ibu Ideal menyatakan bahwa pada dasarnya Islam sangat perhatian terhadap anakanak. Dengan ini, Islam memerintahkan kepada ibu sebagai teladan untuk berbuat adil kepada anak-anak, yaitu dengan tidak membeda-bedakan dari anak yang lainnya. Karena hal ini akan menimbulkan dampak psikologis anak. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
Takutlah kalian kepada Allah dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian. (HR. Al-Bukhari)28 Sedangkan Muhammad Rasyid Dimas dalam bukunya 25 Cara Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak yang menyatakan bahwa melalui penanaman cinta Rasulullah SAW dalam diri anak, sebaiknya ibu sebagai teladan menjadikan Rasulullah SAW sebagai figur yang perlu dicontoh, dengan menggunakan saranasarana berikut:
27
Wendi Zarman, Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah Itu Mudah dan Efektif, (Bandung: Ruang Kata, 2012), h.158-169. 28 Adil Fathi Abdullah, op.cit., h.78.
63
1. Menjelaskan keutamaan nabi atas umat Islam kepada anak-anak dengan langkah yang sesuai dengan kemampuan mereka. 2. Mengajarkan sholat sebagaimana yang nabi SAW lakukan ketika mereka mendengar nama beliau. 3. Menceritakan tentang perjalanan hidup (sirah) Rasulullah SAW dengan menggunakan pengaruh yang menjadikan setiap jiwa merasa rindu dan cinta. 4. Mendidik mereka untuk berperilaku sebagaimana yang dilakukan Rasululullah SAW. 5. Menyuruh mereka menghafal doa-doa harian yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, mengarahkan dan memonitor mereka untuk mengahafal hadits-hadits Rasulullah SAW.29 Dari beberapa pendapat di atas, perbedaan di antaranya adalah: AlMaghribi menjelaskan proses peneladanan yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap anak-anak melalui ciuman dan kasih sayang. Kedua: Wendi Zarman menyatakan bahwa Rasulullah SAW memberikan teladan kepada anak dengan menasehati melalui perkataan, mendoakan anak, pujian sebagai motivasi dan mendidik dengan keteladanan. Ketiga: Muhammad Rasyid Dimas mengatakan bahwa teladan Rasulullah SAW perlu di berikan kepada anak berupa: mengajarkan sholat, menghafal doa-doa harian serta hadist-hadist nabi. Adapun persamaanya bahwa Rasulullah SAW memiliki teladan yang sempurna, berupa perilaku-perilaku yang baik terhadap anak. Sehingga melalui keteladanannya, orang tua patut mencontoh dan meneladani dengan baik pula. Dengan ini penulis dapat menganalisis, bahwa peran ibu sebagai teladan anak sholeh usia 2-6 tahun yang bertujuan membentuk kepribadian anak, sudah sepantasnya memiliki sikap seperti Rasulullah SAW yang patut di contoh oleh anak seperti mendidik dengan keteladanan, menasehati melalui perkataan, kasih sayang yang begitu tulus dan tak lupa mendoakan kebaikan untuk anak. Sehingga ini merupakan jaminan awal untuk tumbuh kembang anak dengan baik dan aman.
29
Muhammad Rasyid Dimas, 25 Cara Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 97.
64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan analisa di atas, maka penulis dapat menyusun sejumlah kesimpulan, bahwa peran ibu dalam membentuk kepribadian anak sholeh usia 2-6 tahun menurut konsep Islam antara lain: 1. Peran ibu sebagai pendidik anak sholeh, diantaranya: pertama ibu perlu mendidik atau mengajari anak dengan kegiatan sehar-hari, kedua ibu perlu mendidik anak dengan belajar sambil bermain. Dengan kegiatan ini, maka peran ibu sangat diperlukan, karena anak dapat bereksplorasi dengan kecerdasannya. Sehingga, timbullah dalam benak anak kesankesan ibu sebagai pendidik yang mengarahkan anak untuk menjadi anak yang memiliki kepribadian yang sholeh. 2. Peran ibu sebagai pembina anak sholeh, diantaranya: ibu perlu membina anak dengan membentengi anak pada nilai-nilai islami. Dan nilai-nilai islami ini dapat dibina oleh ibu melalui pendidikan-pendidikan yang islami pula, seperti pendidikan aqidah, pendidikan akhlak, pendidikan intelektual, pendidikan jasmani dan pendidikan ekonomi. Dengan begitu, terbentuklah anak yang memiliki kepribadian yang sholeh 3. Peran ibu sebagai teladan anak sholeh yaitu memiliki sikap seperti Rasulullah SAW yang patut di contoh oleh anak seperti mendidik dengan keteladanan, menasehati melalui perkataan, kasih sayang yang
64
65
begitu tulus dan tak lupa mendoakan kebaikan untuk anak. Sehingga terbentuklah anak yang memiliki kepribadian seperti Rasulullah Saw. B. Saran Setelah melaksanakan penelitian dan analisa tersebut. Penulis dapat memberikan saran antara lain: 1. Bagi ibu hendaknya berupaya mengoptimalisasikan perannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak yang tentunya dilandasi dengan ajaran Islam. Begitu juga, dengan peran ibu sebagai pembina anak. Ibu tidak lupa memberikan pendidikan-pendidikan islami agar terkesan di dalam benak anak hal-hal yang baik. Dan ibu juga harus lebih semangat lagi untuk memberikan teladan kepada anak, sebab kepribadian anak terbentuk lebih banyak dipengaruhi oleh sosok ibu dalam keluarga. Adapun keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan
Rasulullah
SAW
yang
begitu
sempurna
dalam
memberikan nilai-nilai Islam kepada ummatnya. Dengan demikian, anak tumbuh menjadi anak yang sholeh yang diidamkan oleh semua orang tua serta memiliki kepribadian yang baik dan islami. 2. Agar terbentuknya anak yang sholeh berkepribadian islami, maka sepantasnya peran orang tua yang terdiri dari ibu dan ayah, sama-sama saling bergotong- royong menanamkan nilai-nilai islami pada anak, sehingga dengan begitu terbentuklah keluarga yang diinginkan oleh setiap insan, yakni keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Adil Fathi. Menjadi Ibu Ideal. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005. Agama, Departemen RI. Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: PT Bumi Restu. Al Mardhiyah, Abu Al’Aina. Apakah Anda Ummi Sholihah?. Solo: Pustaka Amanah, 1996. Al-Maghribi. Begini Seharusnya Mendidik Anak. Jakarta: Darul Haq, 2004. Al-Shabbagh, Mahmud. Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991. Amini, Ibrahim. Agar Tak Salah Mendidik Anak. Jakarta: Al-Huda, 2006. Arfah, Ummu Syafa Suryani. Menjadi Wanita Shalihah. Jakarta: Eska Media, 2010. Armaiyn, Suryati. Catatan Sang Bunda. Jakarta: Al-Mawardi Prima Jakarta, 2011. Asy-Syantuh, Khalid Ahmad. Pendidikan Anak Putri dalam Keluarga Muslim. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993. Azhari, Akyas. Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: PT Mizan Publika, 2004. Bahasa, Tim Penyusun Kamus Pusat. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Bali, Wahid Abdus Salam. Kiat Mencetak Anak Shalih. Yogyakarta: Titian Illahi Press, 2000. Baqi, Fuad Abdul. Al-Lu’lu wal Marjan. Darul Fikri, Jilid III. Chamidi, Ya’qub. Menjadi Wanita Shalihah dan Mempesona. Jakarta: Mitra Press Studio, 2011. Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1986. ______________. Islam dan Peranan Wanita. Jakarta: Bulan Bintang,1978. Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo, 1997. Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Dimas, Muhammad Rasyid. 25 Cara Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Djawas, Abdullah A. Dilema Wanita Karier Menuju Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Ababil, 1996. Habiburrahman, Awaluddin. Terbaik Buat Anakku. Jakarta: Pustaka Group, 2009. Hamid, Muhyiddin Abdul. Kegelisan Rasulullah Mendengar Tangis Anak. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999. Haris, Abdul dan Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2012. Hasan, Maimunah. Membangun Kreativitas Anak Secara Islami. Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001. Hasyim, Umar. Anak Shaleh Seri II. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983. Hasyimi, Muhammad Ali. Kepribadian Wanita Muslimah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta: Akademika Pressindo,1997. Hutagalung, Inge. Pengembangan Kepribadian. Jakarta: PT Indeks, 2007. Indra, Hasbi. Potret Wanita Shalehah. Jakarta: Penamadani, 2004. Kartono, Kartini. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju, 1990. Martono, Lydia Harlina dkk. Mengasuh dan Membimbing Anak dalam Keluarga. Jakarta: PT Pustaka Antara, 1996. Masy’ari, Anwar. Membentuk Pribadi Muslim. Bandung: PT Alma’arif. Munawwaroh, Djunaidatul dan Tanenji. Filsafat Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003. Nipan, dan Fuad Kauma. Membimbing Istri Mendampingi Suami. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997. Nuha, Muhammad Ulin. 55 Cinta Allah Terhadap Wanita. Jombang: Lintas Media, 2007. Poerbakawatja, R. Soegarda dan H.A.H. Harahap. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1981. Prabuningrat, Ray Sitoresmi. Sosok Wanita Muslimah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997. Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993. Qaimi, Ali. Buaian Ibu. Bogor: Cahaya, 2002.
Santhut, Khatib Ahmad. Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spritual Anak dalam Keluarga Muslim. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998. Santoso, Ananda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Alumni Surabaya. Schaefer, Charles. Bagaimana Mempengaruhi Anak. Semarang: Dahara Prize, 1994. Sinaga, Zahruddin dan Hasanuddin. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindi Persada, 2004. Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011. Sobur, Alex. Anak Masa Depan. Bandung: Angkasa Bandung, 1986. Taman, M.B. Sukses Islami Mendidik Anak. Jakarta: Bintang Kecil Media, 2008. Tarazi, Norma. Wahai Ibu Kenali Anakmu. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001. Thaha, Khairiyah Husain. Konsep Ibu Teladan. Surabaya: Risalah Gusti, 1992. Yurita, Lidia. Mukjizat Doa Ibu!. Jogjakarta: Diva Press, 2009. Yusuf, Syamsu LN. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Zarman, Wendi. Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah Itu Mudah dan Efektif. Bandung: Ruang Kata, 2012. Zulkifli L, Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
I
i"'"1
UJI REFERENSI NO
FOOTNOTE
I
Adil Fathi Abdullah,Menjadi Ibu ldeal, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.2005) Ya'qub Chamidi,Menjadi WanitaShalihahdan Mempesona,(Jakarta:Mitra PressStudio,20ll)
2
J
4
5
6
7 8
9
10
l1
I2
HALAMAN SKRIPSI
HALAMAN REFERENSI
I
t2l
2
190
\
J
76
Khairiyah HusainThaha, KonsepIbu Teladan, (Surabaya: RisalahGusti, 1992\ AwaluddinHabibunahman, TerbaikBuat Anakku, (Jakarta:Pustaka Group.2009) DepartemenAgamaP.I,AlQur'an dan Terjemahan, (Jakarta:PT Bumi Restu). Zakiah Daradjat,Islam dan Peranan lManita,(Jakarta: BulanBintans.l978) AliHasyimi, Muhammad Kepribadian Wanita MuslimahMenurutAlQur'an danAs-Sunnah, (Jakarta:Akademika I 997) Pressindo, Ummu SyafaSuryaniArfah, Menjadi WanitaShalihah, Q akarta:EskaMedia,2010)
J
5
6
2'72
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka.2007) Ananda Santoso, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Alumni Surabaya)
9
416
9
156
9
20
Lidia Yurita,MukjizatDoa lbu!, (Joeiakarta: Diva Press,2009)
Abu Al'Aina Al Mardhiyah, AoakahAnda UmmiSholihah?,
PARAF PEMBIMBING
a
4
34
4
951
/l 5
ll
195
rf ,/
I
\:fi 11
hh/
l' I
(Solo:Pustaka Amanah.1996)
l3
Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa Bandung, 1986)
10
34
t4
SuryatiArmaiyn, CatatanSang Bunda,(Jakarta:Al-Mawardi PrimaJakarta.20l l) Tim PenyusunKamusPusat Bahasa,KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka.2007) Daryanto,KamusBahasa Indonesia Lengkap,(Surabaya: Apollo.1997 Norma TarazioWahailbu Kenali Anakmu,(Yogyakarta;Mitra Pustaka.2001) Khatib Ahmad Santhut, MenumbuhkanSikapSosiql, Moral dan SpritualAnak dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta: Mitra Pustaka1998) Lydia HarlinaMartono,dkk, Mengasuhdan Membimbing Anak dalam Keluarga,(Jakarta: PT PustakaAntara.1996) Ali Qaimi,Buaianlbu, (Bogor: Cahava.2002\ IbrahimAmini, Agar TakSalah Mendidik Anak, (Jakarta: AlHuda.2006) Abu Al'Aina Al Mardhiyah, ApakahAnda UmmiSholihah?, (Solo:PustakaAmanah,1996) Khalid Ahmad Asy-Syantuh, PendidikanAnak Putri dalam KeluargaMuslim, (Jakarta: PustakaAl-Kautsar,I 993) HasbiIndra, dkk, Potret ll'anita Shalehah,(Jakarta: Penamadani. 2004)
10
7-8
10
854
ll
487
ll
83
t2
l8
t2
l0
l3
t23-125
t4
57
t5
2l- 22
t6
86-95
t6
9
t5
t6 l7 18
19
20 2l 22 23
24
n \
25
DepartemenAgamaRI, AIQur'an dan Terjemahan, (Jakarta:PTBumi Restu)
t6
ll6
26
AnandaSantoso,Kamus LengkapBahasqIndonesia, (Surabaya:Alumni Surabaya)
l7
188
27
Ali Qaimi, Buaian lbu, (Bogor: Cahava.2002\
20
40-52
*a
\
)
I
t"'/
28 29 30
3l
32 JJ
34 35 36
an )I
38
39
MuhammadUlinNuha, 55 Cinta Allah TerhadapWanita, (Jombans:LintasMedia,2007) Akyas Azhari,Psikologi Umum dan Perkembangan,(Jakarta: PT MizanPublika,2004) Dj unaidatulMunawwarohdan Tanenji, Filsafat Pendidikan, (Jakarta:UIN JakartaPress, 2003) dan R. Soegarda Poerbakawatja H.A.H, Harahap,Ensiklopedi Pendidikan,(Jakarta:Gunung Aeune.1981)
2l
I 53-155
22
t64
22
150
22
173
Inge Hutagalung, P engembangan Keprib adian, (Jakarta:PT Indeks, 2007)
22
I
Sjarkawi,Pembentukan KepribadianAnak, (Jakarta:PT Bumi Aksara.2011) Islami M.B. Taman,Sukses (J Mendidik Anak, akarta: BintaneKecil Media.2008)
23
t7
23
I
DepartemenAgamaPtI,AlQur'an dan Terjemahan, (Jakarta:PT Bumi Restu) AwaluddinHabibunahman, TerbaikBuat Anakku. (Jakarta:Pustaka Group.2009) DepartemenAgamaF.I,AIQur'an dan Terjemahan, (Jakarta:PTBumi Restu)
24
264
24
265
Tim PenyusunKamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasq Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2007) Wahid Abdus SalamBali, Kiat Mencetak Anak Shalih, (Yogyakarta: Titian Illahi Press,
24
41-984
25
13
24
tt
2000)
40
AbdullahA. Djawas,Dilema WanitaKarier Menuju Keluarga Sakinah,(Yogyakarta:Ababil, 1996)
25
107
4l
Anwar Masy' ari, Membentuk Pribadi Muslim, (Bandung: PT Alma'arifl Umar Hasvim . Anak Shaleh
25
68
25
28
42
l
A l-
I
bt.,.? I
[",
t, I
43 44
SeriII", (Surabaya: PT Bina Ilmu. 1983) Kartini Kartono,PsikologiAnak, (Banduns:MandarMaiu. 1990) Akyas Azhari,Psikologi Umum (Jakarta: dan Perkembangan, PT MizanPublika,2004)
26
108
27
173
45
Zakiah Daradjat , Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986)
27
r09-tt7
46
Akyas Azhari,Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT MizanPublika,2004) SyamsuYusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarva. 2011) Abu Al'Aina Al Mardhiyah, ApakahAnda UmmiSholihah?, (Solo:PustakaAmanah.1996) Desmita,Psikologi (Bandung:PT Perkembangan, RemaiaRosdakarva. 2012) Zulkifli L, Psikologi (Bandung:PT Perkembangan, 2005) RemaiaRosdakarva. SyamsuYusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung:PT Remaja Rosdakarva. 201l)
28
t73-174
52
Adil Fathi Abdullah,Menjadi Ibu ldeal, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.2005)
29
l5
53
Lydia Harlina Martono,dkk, Mengasuh dan Membimbing Anak dalam Keluarga, (Jakarta: PT PustakaAntara, 1996)
30
7
54
Ali Qaimi,Buaianlbu, (Bogor: Cahava"2002\ Ali Qaimi,Buaianlbu, (Bogor: Cahava.2002\
30
115
32
105-107
47
48
49 50 5l
55 56
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindi Persada.2004)
57
Sjarkawi,Pembentukan KepribadianAnak, (Jakarta:PT Bumi Aksara.2011)
58
Ngalim Purwanto, Psikologi
28
23
28
136
28
139
29
38
29
t70
I
(
(
32
aa
JJ
34
5
l9 1,60-164 /
I
h'/
Pendidikan", (Bandung: PT Remaia Rosdakarva.1993)
59
Akyas Azhari,Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT Mizan Publika.2004)
34
60
Abdul Haris dan Kivah Aha Putr a, F i Isafat P endi d i kan Is lam, (Jakarta: Amzah. 2012\
35
6l
Maimunah Hasan, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami. (Yogyakarta: Bintang Cemerlang,200l)
36
64
62
FuadAbdul Baqi,Al-Lu'lu wal Marian, (DarulFikri. Jilid III) MahmudAl-Shabbagh, TuntunanKeluargaBahagia MenurutIslan, (Bandung:PT RemaiaRosdakarva. 1991) Umar Hasyim , Anak Shaleh SeriII", (Surabaya: PT Bina Ilmu. 1983) MahmudAl-Shabbagh, TuntunanKeluargaBahagia MenurutIslan, (Bandung:PT RemaiaRosdakarva. 1991)
42
212
43
204
44
88
44
202
Adil FathiAbdullah,Menjadi Ibu ldeal, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.2005)
45
l8
67
Ray SitoresmiPrabuningrat, SosokWqnitqMuslimah, (Yogyakarta:PT Tiara Wacana Yoeva.1997)
46
27
68
Fuad Kauma dan Nipan, Membimbing Istri Mend ampingi Suami, (Yogyakarta: Mitra Pustaka.1997) Maimunah Hasan, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami. (Yogyakarta: Bintang Cemerlans.200l)
46
210
48
5,5-76
70
Abu Al'Aina Al Mardhiyah, ApakahAnda UmmiSholihah?, (Solo:PustakaAmanah.I 996)
50
t45- t49
7l
Ray Sitoresmi Prabuningrat, Sosok ll anit q Muslimah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yoeva. 1997)
5l
t7
72
MahmudAl-Shabbagh, TuntunanKeluarsa Bahasia
52
ls6
63
64 65
66
69
168 105-109
|\ \
) ) /
I
TI l
MenurutIslarn,(Bandung:PT 199l) RemaiaRosdakarya,
53
393
54
69-76
Wahid AbdusSalamBali, Kial MencetakAnak Shalih, (Yogyakarta:Titian Illahi Press, 2000) FuadKaumadan Nipan, Membimbi ng Istr i Mendampingi Suami,(Yogyakarta:Mitra Pustaka.1997)
54
34-38
56
r97-202
77
Charles Schaefer,Bagaimana Mempengaruhi Anak, (Semarans: Dahara Prize. 1994)
56
l6
78
MuhyiddinAbdul Hamid, KegelisanRasulullah MendengarTangisAnak, (Yogyakarta:Mitra Pustaka, r999) SuryatiArmaiyn, CatatanSang Bunda,(Jakarta:Al-Mawardi PrimaJakarta,2011)
57
205
58
54
58
s69
59
670
73 74
75
76
79
80 81
82 83
84 85
DepartemenAgamaF.I,AIQur'an dan Terjemahan, (Jakarta:PTBumi Restu) Khairiyah HusainThaha, Konseplbu Teladan, (Surabaya: RisalahGusti, 1992\
DepartemenAgamaP.I,AlQur'an dan Terjemahan, (Jakarta:PTBumi Restu) Departemen AgamaP.I,AlTerjemahan, dan Qur'an (Jakarta:PTBumi Restu) DepartemenAgamaRI, AIQur'an dan Terjemahan, (Jakarta:PTBumi Restu) MuhyiddinAbdul Hamid, KegelisanRasulullah MendengarTangisAnak, (Yogyakarta:Mitra Pustaka, 1999) Norma Tarazi, Wahailbu Kenali Anahnu, (Yogyakarta:Mitra Pustaka. 2001) Muhyiddin Abdul Hamid, KegelisanRasulullah MendengarTangisAnak,
A
I ,
I
I
\
I
\
59
675
60
215
\\
60 61
r45-r46 204
)&
t.rii t.' I'
i
(Yogyakarta:Mitra Pustaka, Al-Maghribi, Begini Seharusny a Me ndi dik Anak,
Jakarta:Darul Has.2004 Wendi Zarman,Ternyata MendidikAnak Cara Rasulullah Itu Mudah dan Efektif, (Bandung: Ruang Kata,2012) Adil Fathi Abdullah,Menjadi Ibu ldeal, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,2005 MuhammadRasyidDimas, 25 Cara MempengaruhiJiwa danAkal Anak, (Jakarta: PustakaAl-Kautsar,2
Is0-152 158-169
UJI REF'ERENSI Seluruhreferensiyang digunakandalampenulisanskripsiyang berjudul'operan Ibu dalamPembentukan KepribadianAnak SholehMenurutKonsepIslam" yang disusunoleh Anis Choirunnisa,NIM 108011000094 JurusanPendidikanAgama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakuta, telah diuji kebenarannya oleh dosenpembimbingskripsi padatanggall0 Januari 2013.
Jakafta,l0 Januari2013 DosenPembimbingSkripsi
ffit
Dra Hi. Eri Rossatria.M.Ae NIP. 19470717t 9 66082001
I' Hal : PerbaikanJudulSkripsi Nama
: ANIS CHOIRUNNISA
NIM
:108011000094
Jurusan/Prodi
: PendidikanAgamaIslam
TanggalPerbaikan : 28-3-2012 PembimbingSkripsi NIP
Nama DosenPembimbing
t94707171966082001
Dra Hj. Erri Rossatria,M.Ag
JudulSkripsiSebelumnya: AnakSoleh Kepribadian WanitaMuslimahdalamMembentuk "Kedudukan MenurutKonsepIslam" JudulPerbaikan Skripsi: o'Peran AnakSholehMenurutKonsepIslam" Ibu dalamMembentuk Kepribadian Status*) Disetujui Jakarta,03-07-2012 Mahasiswayb1
DosenPembimbingSkripsi
ltA,
I ll FINIl ,{ \-/(r Dra Hj. Erri Rossatria,M.Ag
ANIS CHOIRUNNISA
NrP. I 94707171966082001
NIM.108011000094
Kajur PendidikanAgamaIslam
im, M.Ag
I 002 199803 9680307
BIOGRAFI PENULIS
A. IDENTITAS PRIBADI Nama
: ANIS CHOIRUNNISA
Tempat Tanggal Lahir
: Serang, 27 Agustus 1989
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Jl Benteng Betawi NO 31 RT 01/15 Tanah Tinggi Tangerang 15119
B. KETERANGAN KELUARGA Nama Ayah
: Drs. K.H. Ahmad Sachowi Solihin
Nama Ibu
: Sufanah, S.Pd
Nama- Nama Adik
: 1. Laylie Musyrifah 2. Ummu Salamah 3. Laiqotul Jannah 4. Muhammad Kafa A’zmiy 5. Himmatul ’Aliyah
C. RIWAYAT PENDIDIKAN 1. TK Baiturrahman Tangerang
lulus tahun
1994
2. SDN Tanah Tinggi 11 Tangerang
lulus tahun
2001
3. MTs Daruttaqwa Cibinong Bogor
lulus tahun
2004
4. SMA Daruttaqwa Cibinong Bogor
lulus tahun
2007
5. Lulusan S1 Pendidikan Agama Islam Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, th 2013
C. RIWAYAT PEKERJAAN 1. Guru RA Babussalam Tanah Tinggi Tangerang tahun 2007- sekarang 2. Magang selama 4 bulan di MTs N 19 Jakarta tahun 2012.