GEJALA BURIK PADA BUAH MANGGIS: ASOSIASI TRIPS (THYSANOPTERA: THRIPIDAE) DENGAN BUNGA DAN BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana)
FARDEDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya nyatakan bahwa disertasi “Gejala Burik pada Buah Manggis: Asosiasi Trips (Thysanoptera: Thripidae) dengan Bunga dan Buah Manggis (Garcinia mangostana)” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2012
Fardedi NIM A361070011
ABSTRACT FARDEDI. Fruit Scar: Association between Thrips (Thysanoptera: Thripidae) and Flower and Fruit of Mangosteen (Garcinia mangostana). Under direction of NINA MARYANA, SYAFRIDA MANUWOTO and ROEDHY POERWANTO. Scar on mangosteen fruit is one of the problems in increasing the fruit export volume of Indonesia. Scar is a kind of fruit damage that occurs on the surface of the skin (exocarp) that could reduce consumer’s interest. The source of scar appearance in mangosteen fruit has not been explored well, but presumably that is because of the activity of thrips. Hence, it is important to study some aspects about the fruit scar, i.e. farmer’s perception and action about the fruit scar, the appearance event of scar, and the association of thrips to flower/fruit. Fieldwork and Laboratory observation ware conducted on May 2009-August 2011. The baseline data of farmer were conducted by interviewing farmers (40 respondents) using a structured questionnaire with some open answer. The parameters were related to the farmer’s perception and action to the mangosteen fruit scar appearance. The scar appearance was observed on 1 to 16 weeks after anthesis (waa) fruit. The aims of the research were to study the initiation and development of scar appearance, fruit damage caused by the scar, and intensity of fruit damage in the field. The association of thrips to flower/fruit was conducted in field and laboratory. The aims of the study were to investigate the association of flowers/fruit to thrips and to study population dynamics of thrips. The results showed that the presence of fruit scar could reduce the quality of mangosteen and the price as well. Despite they could loss 38.93% of price, the farmer has not applied any methods in order to control the scar. Generally (>75%) they had never been informed, either counseling or training about mangosteen fruit scar management. The symptom of scar could be observed at the beginning of fruit growth especially in 2 waa fruit. The most scar appeared on stem end, followed by styler end and the equator of the fruit. The intensity of the symptom of scar in 1 to 7 waa fruit was high (52.57%), and after that there would be no symptom until 16 waa. Scar existed in cuticle and exocarp only, not in edible part. Some species of thrips that associated to the plant, especially in flower, has been identified as Scirtothrips dorsalis and Thrips hawaiiensis (Thysanoptera: Thripidae). The highest population of adult was found on open flower, while the highest population of larva was found on fruit of 2 waa. The population increased until 2 waa and then decreased until 16 waa. The density of thrips positively correlated to the scar appearance in 2 and 3 waa fruit. Hence, the thrips population could be related to fruit scar appearance. We found 2 isolates of pathogenic bacteria from the fruit scar. Keywords: farmer's perception, mangosteen fruit scar, Scirtothrips dorsalis, Thrips hawaiiensis
RINGKASAN FARDEDI. Gejala Burik pada Buah Manggis: Asosiasi Trips (Thysanoptera Thripidae) dengan Bunga dan Buah Manggis (Garcinia mangostana). Dibimbing oleh NINA MARYANA, SYAFRIDA MANUWOTO, dan ROEDHY POERWANTO. Burik pada buah manggis merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan volume ekspor manggis Indonesia. Burik merupakan kerusakan yang terjadi pada permukaan kulit buah manggis akibat adanya pelukaan yang menyebabkan kulit terlihat kusam sehingga mengurangi daya tarik konsumen. Penyebab munculnya gejala burik pada buah manggis hingga saat ini belum diketahui secara pasti namun diduga karena aktifitas makan dan oviposisi serangga trips. Berdasarkan permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang mencakup berbagai aspek yaitu petani manggis, fenomena gejala burik pada buah manggis dan trips yang berasosiasi dengan bunga dan buah manggis dan hubungannya dengan kejadian burik. Penelitian lapangan dilakukan sejak Mei 2009 sampai Agustus 2011 di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Desa Kandang Tarok, Kecamatan 6 Lingkung, Kabupaten Pariaman serta Desa Bukit Bulat, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten 50 Kota, Provinsi Sumatera Barat. Pengamatan laboratorium dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian dan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Pengumpulan data dasar petani menyangkut persepsi dan tindakan petani manggis terhadap buah burik dilakukan dengan mewawancarai 40 orang petani manggis menggunakan kuesioner terstruktur dengan sebagian pertanyaan bersifat terbuka. Peubah yang ditanyakan kepada petani menyangkut persepsi dan tindakan petani terhadap burik pada buah manggis. Penelitian tentang kajian burik pada buah manggis dilakukan dengan mengikuti perkembangan buah mangis di lapangan dari umur 1 hingga 16 minggu setelah anthesis (msa). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemunculan dan perkembangan gejala burik, kerusakan jaringan kulit buah manggis akibat burik dan intensitas gejala di lapangan. Penelitian lapangan dan laboratorium tentang asosiasi trips dengan bunga dan buah manggis dilakukan dengan cara mengikuti perkembangan bunga dan buah manggis berumur 1 hinga 16 msa. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari trips yang berasosiasi serta dinamika populasinya pada kuncup, bunga dan buah manggis serta mempelajari hubungan populasi trips dengan kejadian burik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya burik pada buah manggis sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas manggis dan berdampak pada penurunan harga. Walaupun mengalami kehilangan pendapatan sebesar 38.93% setiap kg akibat burik, petani tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi burik. Sebagian besar petani (>75%) belum pernah mendapatkan informasi baik berupa penyuluhan atau pelatihan cara mengatasi burik pada buah manggis. Gejala burik pada buah manggis sudah terlihat pada awal pertumbuhan buah dan kemunculan gejala burik yang paling banyak adalah pada buah berumur
2 msa. Semakin tua umur buah manggis semakin kecil peluang terjadinya burik pada buah manggis. Gejala burik yang muncul pertama kali adalah pada bagian stem end, kemudian diikuti pada bagian styler end dan equator. Intensitas gejala burik mengalami peningkatan dari buah berumur 1 msa hingga 6 - 7 msa. Pada umur 6 - 7 msa intensitas gejala burik mencapai 51.40 - 52.57%, setelah itu tidak ada pertambahan gejala burik hingga buah berumur 16 msa. Burik hanya merusak bagian kutikula dan eksokarp. Pada kerusakan yang parah, mesokarp yang berbatasan dengan eksokarp dapat mengalami kerusakan, namun tidak merusak bagian yang dapat dimakan. Buah manggis dengan gejala burik skor 4 memiliki nilai %Brix paling tinggi yaitu 16.53%. Spesies trips yang berasosiasi dengan bunga dan tanaman manggis adalah Scirtothrips dorsalis dan Thrips hawaiiensis (Thysanoptera: Thripidae). Populasi imago S. dorsalis dan T. hawaiiensis tertinggi ditemui pada bunga mekar sempurna sedangkan populasi larva tertinggi ditemui pada buah berumur 2 msa. Terjadi peningkatan populasi trips dari kuncup ke bunga mekar sempurna hingga mencapai puncaknya pada buah berumur 2 msa dan populasi menurun hingga buah berumur 16 msa. Terdapat korelasi antara kepadatan trips dengan kejadian burik pada buah manggis berumur 2 dan 3 msa. Hal ini mengindikasikan bahwa trips adalah penyebab munculnya gejala burik pada buah manggis. Ditemukan 2 isolat bakteri patogen pada kulit buah manggis bergejala burik. Kata kunci: persepsi petani, burik buah manggis, Scirtothrips dorsalis, Thrips hawaiiensis
Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari IPB.
GEJALA BURIK PADA BUAH MANGGIS: ASOSIASI TRIPS (THYSANOPTERA: THRIPIDAE) DENGAN BUNGA DAN BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana)
FARDEDI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Sobir, M.S. Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.S. Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Djatnika, M.S. Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc.
Judul Disertasi
Nama NIM Program Studi
: Gejala Burik pada Buah Manggis: Asosiasi Trips (Thysanoptera: Thripidae) dengan Bunga dan Buah Manggis (Garcinia mangostana) : Fardedi : A361070011 : Entomologi
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. Ketua
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Anggota
Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Anggota
Diketahui: Ketua Program studi Entomologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. NIP 195808251985031002 Tanggal Lulus:
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. NIP. 196508141990021001
PRAKATA
ﺒﺴﻡﺍﷲﺍﻟﺭﺣﻣﻦﺍﻟﺭﺣﻴﻡ Syukur alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Alloh SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul “Gejala Burik pada Buah Manggis: Asosiasi Trips (Thysanoptera: Thripidae) dengan Bunga dan Buah Manggis (Garcinia mangostana)”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing yang terdiri dari Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. sebagai ketua dan Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. serta Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. sebagai anggota, atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan mulai penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini. Selain itu, ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Dirjen Dikti, Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB berserta seluruh Staf Pengajar Program Studi Entomologi serta Fitopatologi, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Entomologi. Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya buat ayahanda H. Abdul Munir (alm) yang wafat tahun 1977 dan ibunda Hj. Rakiah Ahmad (almh) yang wafat tahun 2010 atas pendidikan, doa dan dukungnya sehingga penulis dapat menyelesaikan rangkaian pendidikan ini. Kepada istri tercinta Susi Desminarti dan anak-anakku Tio Rizky, Miranti F Putri terimakasih atas doa, dukungan dan dampingannya selama penyelesaian pendidikan, begitu pula dengan seluruh keluarga yang mendoakan penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak sempat kami sebut satu per satu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi. Semoga semuanya mendapat balasan dari yang Maha Kuasa, Insya Alloh. Mudahmudahan disertasi ini dapat berguna bagi kita semua. Aaamin. Bogor, Agustus 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Muara Panas, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 11 November 1962 dari Ayah H. Abdul Munir (alm) dan ibu Rakiah Ahmad (almh). Penulis merupakan putra ke empat dari lima bersaudara. Tahun 1982 penulis lulus dari SMA Negeri I Padang Sumatera Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas Padang Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Tahun 1987 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pertanian. Sejak tahun 1989 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Pertanian Universitas Andalas. Tahun 1998 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister Sains di Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPS. Tahun 2000 penulis lulus dan mendapat gelar Magister Sains (M.Si). Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xv
I
II.
III.
IV.
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tahapan Penelitian ........................................................................... Tujuan Penelitian .............................................................................
1 2 5
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
7
Tanaman Manggis ............................................................................ Interaksi antara Trips dan Serangga Fitofag Lainnya dengan Tanaman ................................................................................... Bioekologi Trips .............................................................................. Asosiasi Trips dan Serangga Fitofag Lainnya dengan Bunga dan Buah Manggis ......................................................................... Kerusakan Tanaman oleh Serangan Trips........................................ Perilaku Makan dan Oviposisi Trips ................................................
7
14 15 16
PERSEPSI DAN TINDAKAN PETANI MANGGIS TERHADAP BUAH BURIK .................................................................................
19
Abstract ............................................................................................ Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode............................................................................ Hasil dan Pembahasan ..................................................................... Kesimpulan ...................................................................................... Daftar Pustaka ..................................................................................
19 19 21 21 29 29
KAJIAN BURIK PADA BUAH MANGGIS ..................................
31
Abstract ............................................................................................ Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode............................................................................ Hasil dan Pembahasan ..................................................................... Kesimpulan ...................................................................................... Daftar Pustaka ..................................................................................
31 31 33 37 45 46
9 13
V.
TRIPS (THYSANOPTERA: THRIPIDAE) PADA BUNGA DAN BUAH MANGGIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN BURIK PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana) .....................................................................................
49
Abstract ............................................................................................ Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode............................................................................ Hasil dan Pembahasan ..................................................................... Kesimpulan ...................................................................................... Daftar Pustaka ..................................................................................
49 50 51 55 68 68
PEMBAHASAN UMUM ................................................................
73
VII KESIMPULAN UMUM...................................................................
79
Kesimpulan ...................................................................................... Saran.................................................................................................
79 79
VIII DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
80
LAMPIRAN ...............................................................................................
87
VI.
DAFTAR TABEL Halaman 3.1.
Persebaran petani menurut usia ....................................................
22
3.2.
Latar belakang pendidikan responden ...........................................
22
3.3.
Pekerjaan petani responden selain usaha tani manggis ..................
23
3.4.
Pengalaman petani responden dalam berusahatani manggis .......
23
3.5.
Jumlah pohon manggis yang diusahakan ......................................
24
3.6.
Status kepemilikan lahan ...............................................................
24
3.7.
Luas lahan dalam pengusahaan tanaman manggis ........................
25
3.8.
Sistem budidaya manggis...............................................................
25
3.9.
Pemupukan tanaman manggis .......................................................
26
3.10.
Pengendalian gulma, hama dan penyakit .......................................
26
3.11.
Sistem pemasaran manggis yang dilakukan oleh petani responden ......................................................................................
27
3.12.
Pengetahuan petani responden terhadap standar mutu manggis ....
27
3.13.
Persepsi petani responden tentang burik pada buah manggis ........
28
3.14.
Persepsi petani responden tentang usaha pengelolaan burik pada buah manggis ................................................................................
28
Persepsi petani responden tentang informasi pengendalian buah burik ..............................................................................................
28
4.1.
Skala nilai kerusakan......................................................................
34
5.1.
Hasil analisis kadar air, nitrogen, total gula pada daun manggis muda dan tua ..................................................................................
59
3.15.
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1.
Peta tahapan penelitian gejala burik pada buah manggis dan asosiasi trips dengan bunga dan buah manggis ..............................
3
Pembagian posisi munculnya gejala burik pertama kali pada buah manggis .................................................................................
34
4.2.
Gejala burik yang muncul pertama kali pada buah manggis .........
37
4.3.
Posisi munculnya gejala burik pertama kali pada buah manggis ...
37
4.4.
Persentase kemunculan dan perkembangan intensitas gejala burik pada buah manggis .........................................................................
38
4.5.
Lapisan terluar kulit buah manggis ...............................................
39
4.6.
Persentase buah manggis berdasarkan skala penilaian gejala burik selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010 ..
41
Sebaran vertikal buah manggis berdasarkan skala penilaian gejala burik buah manggis selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010 .....................................................................
41
Perkembangan intensitas gejala burik selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010 ...............................................
42
Perkembangan intensitas gejala burik pada buah manggis hasil panen petani dan pedagang pengumpul selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010 ...............................................
43
Padatan total terlarut berdasarkan skala penilaian gejala burik (04) pada buah manggis.....................................................................
45
5.1.
Scirtothrips dorsalis .......................................................................
56
5.2.
Thrips hawaiiensis .........................................................................
57
5.3.
Rataan populasi S. dorsalis, T. hawaiiensis dan larva trips pada daun muda ......................................................................................
58
5.4.
Pertumbuhan buah manggis umur 1-16 msa ..................................
60
5.5.
Rataan populasi imago S. dorsalis dan T. hawaiiensis pada kuncup, bunga mekar sempurna hingga buah berumur 16 msa .....
61
Rataan populasi larva S. dorsalis dan T. hawaiiensis pada kuncup, bunga mekar sempurna hingga buah berumur 16 msa .....
62
Kadar nitrogen, total gula dan kadar air pada bunga mekar sempurna dan kulit buah berumur 1-16 msa ..................................
63
Jumlah trips yang terperangkap pada perangkap berperekat dan curah hujan pada saat kuncup, anthesis, dan buah berumur 1 – 16 msa hingga panen ...........................................................................
65
4.1.
4.7.
4.8. 4.9.
4.10.
5.6. 5.7. 5.8.
5.9. 5.10. 5.11.
Hubungan antara kepadatan trips dengan burik pada pengamatan 2 dan 3 msa ....................................................................................
66
Hubungan antara kepadatan populasi trips dengan persentase kemunculan gejala burik pada buah manggis ................................
66
Jumlah sampel yang didiami oleh Trips dan kutu putih (E. hispidus) pada pengamatan bunga mekar sempurna, buah berumur 1-16 msa ..........................................................................
68
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Kuesioner persepsi petani terhadap buah burik pada manggis (Garcinia mangostana) ......................................................................
89
2.
Komposisi larutan seri Johansen .......................................................
93
3.
Isolasi bakteri dari kulit buah manggis yang bergejala burik .............
94
4.
Pengukuran kadar air, nitrogen dan total gula pada kulit manggis ...
95
1
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Serangga trips dilaporkan sebagai penyebab burik pada manggis (Garcinia mangostana) (Pableo dan Velasco 1994; Affandi et al. 2008; Pankeaw et al. 2011). Burik pada buah manggis merupakan salah satu faktor pembatas ekspor buah manggis Indonesia. Hal ini terlihat dari masih rendahnya persentase ekspor manggis Indonesia dibandingkan total produksi. Tahun 2009 produksi manggis mencapai 105 558 ton dan yang dapat diekspor hanya 9 987 ton atau 9.46% dengan total nilai US$ 6 451 923 (BPS 2010). Walaupun demikian, ekspor buah manggis paling tinggi nilainya dibandingkan dengan buah-buahan lain yang lebih banyak diproduksi. Di Indonesia tanaman manggis tersebar hampir di seluruh provinsi di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi Selatan. Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Barat merupakan pemasok buah manggis terbesar di Indonesia. Pangsa pasar utama ekspor buah manggis Indonesia adalah Taiwan, Cina, Singapura, Malaysia, Hongkong, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (Deptan 2009). Volume ekspor buah manggis yang masih rendah di antaranya diakibatkan oleh rendahnya mutu buah pada umumnya. Sistem produksi buah manggis saat ini masih tergantung pada alam, skala usahanya kecil dan terpencar serta minimnya sentuhan teknologi maju, sehingga kualitas buah yang dihasilkan masih rendah (Deptan 2009). Secara garis besar permasalahan mutu buah manggis di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi (1) adanya burik pada kulit buah, (2) getah kuning pada daging buah dan (3) rendahnya shelflife buah (Poerwanto et al. 2010). Standar mutu buah manggis untuk ekspor meliputi ukuran (diameter), berat, warna, kemulusan, kelengkapan jumlah sepal yang berwarna hijau segar, tangkai buah berwarna hijau segar serta bebas dari cacat dan kerusakan. Buah manggis harus bebas dari gejala burik dan getah kuning (Deptan 2009). Burik merupakan kerusakan yang terjadi pada permukaan kulit buah manggis akibat adanya pelukaan sehingga menyebabkan kulit tampak kusam. Hasil pengamatan pendahuluan yang dilakukan di Kampung Cengal, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menunjukkan bahwa intensitas
2
serangan burik mencapai 23.84%. Penyebab munculnya gejala burik pada buah manggis diduga karena aktivitas serangga trips. Burik pada buah nectarine disebabkan oleh Frankliniella occidentalis (Thysanoptera: Thripidae) (Felland et al. 1995).
Pada buah jeruk burik
disebabkan oleh F. bispinosa dan F. kelliae (Childers 1999), sedangkan pada buah alpukat burik disebabkan oleh Scirtothrips perseae (Thysanoptera: Thripidae) (Hoddle et al. 2002a). Serangga trips pada buah dapat menimbulkan kerusakan berupa adanya rautan (scabbing) pada kulit buah hingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan buah. Serangan trips pada buah manggis tidak mempengaruhi hasil atau bagian yang dapat dimakan (edible portion), tetapi terjadi perubahan warna pada pemukaan buah yang mengakibatkan penampilan buah kurang menarik, menurunkan kualitas dan mengurangi nilai jual (Pableo dan Velasco 1994). Kerusakan tanaman akibat serangan trips dapat disebabkan oleh aktivitas makan dan oviposisi (Kirk 1997a). Belum ada data tentang seberapa besar kerugian yang ditimbulkan oleh burik pada buah manggis di Indonesia. Dengan hanya 9.46% dari total produksi manggis Indonesia yang dapat diekspor, diperkirakan kerugian yang dialami petani cukup besar. Dari survai yang telah dilakukan (bagian dari disertasi), petani mengalami kehilangan pendapatan sebesar 38.93% untuk setiap kg manggis akibat burik. Saat ini informasi tentang burik pada buah manggis di Indonesia baik penyebab maupun pengelolaannya masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang burik pada buah manggis. Tahapan Penelitian Penelitian tentang gejala burik pada buah manggis dan asosiasi trips (Thysanoptera: Thripidae) dengan bunga dan buah manggis (Garcinia mangostana) memerlukan pemahaman yang mendasar berbagai aspek baik dari sisi petani, tanaman manggis dan serangga trips. Gambar 1.1 menyajikan tahapan penelitian atau kajian yang perlu ditempuh dalam rangka mengungkapkan fenomena burik dan penyebabnya pada buah manggis.
3
Buah manggis dengan intensitas gejala burik rendah
Strategi pengendalian Survai petani
Data persepsi dan tindakan petani terhadap buah burik Kemunculan gejala buah burik Perkembangan intensitas gejala burik
Kajian burik pada buah manggis
Kerusakan jaringan buah akibat burik Perkembangan intensitas gejala burik selama masa panen
- Pengelolaan tanaman - Manipulasi lingkungan tumbuh
Identifikasi trips
Trips pada bunga dan buah manggis
Dinamika populasi trips berdasarkan fenologi buah
Biologi dan ekologi trips
Pemantauan populasi trips Hubungan populasi trips dengan kejadian burik
Gambar 1.1. Peta tahapan penelitian gejala burik pada buah manggis dan asosiasi trips dengan bunga dan buah manggis. Kotak berwarna gelap adalah tahapan penelitian yang merupakan bagian dari disertasi.
Burik pada buah manggis menjadi masalah ketika manggis sudah berstatus sebagai komoditas ekspor. munculnya
Serangga trips dilaporkan sebagai penyebab
gejala burik pada buah manggis dan belum ada rekomendasi
teknologi yang bisa diinformasikan kepada petani dalam rangka menekan munculnya kejadian gejala burik.
Selain itu belum ada data yang
menginformasikan kerugian yang diakibatkan oleh burik pada buah manggis di
4
Indonesia.
Penelitian tentang burik pada buah manggis masih sangat jarang
dilakukan di Indonesia. Penelitian burik pada tanaman buah buahan lainnya yang disebabkan oleh serangga trips seperti jeruk, nectarine dan alpukat sudah jauh berkembang terutama di benua Amerika. Sebagai salah satu negara penghasil buah manggis terbesar di samping Thailand, Indonesia perlu melakukan kajian-kajian dalam rangka meningkatkan kualitas manggis sehingga secara ekonomi akan berdampak langsung pada petani manggis. Sistem usahatani manggis di Indonesia masih dikelola secara tradisional oleh petani, dengan demikian faktor petani merupakan tokoh sentral dalam budidaya manggis. Aspek petani, fenomena gejala burik dan serangga trips yang berasosiasi dengan bunga dan buah manggis rangkaian penelitian ini.
menjadi fokus utama dalam
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi
dalam upaya menghasilkan buah manggis dengan intensitas gejala burik yang rendah. Petani sebagai pelaku utama dalam sistem budidaya manggis berperan penting dalam pengambilan keputusan pada setiap tahapan kegiatan budidaya termasuk tindakan untuk melakukan upaya perlindungan tanaman dari organisme pengganggu tanaman. Menurut Untung (1996), proses pengambilan keputusan pengendalian hama terpadu (PHT) sangat ditentukan oleh kemampuan petani dalam mendiagnosis masalah dan kondisi lahannya. Diperlukan pula pemahaman tentang cara petani mempersepsikan hama tersebut, sikap dan keyakinannya, serta tindakan pengendalian yang dilakukannya (Rauf 1999). Penelitian tentang pengetahuan, persepsi dan tindakan petani terhadap burik buah manggis mengawali rangkaian penelitian ini.
Survai dengan menggunakan kuesioner
terstruktur bertujuan untuk mengumpulkan informasi dasar seperti pendidikan, kepemilikan lahan dan luas lahan yang dikelola. Selain itu ditanyakan tentang budidaya, panen dan persepsi petani terhadap burik pada buah manggis. Hasil wawancara langsung dengan petani diketahui bahwa petani manggis memahami tahapan perkembangan buah yang dimulai dari munculnya kuncup, bunga mekar hingga buah dapat dipanen. Pemahaman petani manggis tersebut merupakan informasi penting dan dapat menjadi pintu masuk untuk rekomendasi teknologi nantinya. Gejala burik pada buah manggis sangat berkaitan dengan
5
fenologi tanaman manggis. Untuk itu dilakukan penelitian tentang kemunculan dan perkembangan gejala burik, kerusakan jaringan kulit buah manggis akibat burik dan intensitas gejala burik. Informasi tentang waktu kemunculan gejala burik yang dikaitkan dengan fenologi buah manggis dan serangga trips yang berasosiasi perlu diketahui. Kelimpahan populasi suatu spesies serangga dalam suatu ekosistem diantaranya dipengaruhi oleh faktor fisik dan kesesuaian dengan tanaman inang. Selain itu fenologi dan habitat mikro dalam kanopi tanaman inang juga berpengaruh terhadap kelimpahan dan dinamika populasi trips. Selain itu manggis merupakan tanaman yang mempunyai sifat berbunga dan berbuah musiman. Pembentukan bunga manggis diawali dengan inisiasi tunas bakal bunga. Tunas bakal bunga akan membesar, kemudian tunas pecah membentuk kuncup bunga. Kuncup bunga akan mengalami pertumbuhan sehingga terus membesar dan mencapai ukuran maksimum pada saat anthesis. Waktu yang diperlukan mulai dari terinisiasinya pucuk hingga mencapai anthesis berkisar antara 39 sampai 40 hari (Ropiah 2009). Selanjutnya dari anthesis hingga buah manggis matang membutuhkan waktu 100 hingga 120 hari. Periode pembentukan kuncup, anthesis hingga buah matang merupaka periode kritis yang akan mempengaruhi penampilan tanaman dan diduga akan berdampak pada kelimpahan populasi trips pada kuncup, bunga dan buah manggis.
Trips diketahui serangga dengan tipe seleksi r yang dapat
memanfaatkan sumberdaya yang muncul dalam waktu terbatas (Mound 1997). Tujuan Penelitian Secara umum penelitian bertujuan mempelajari serangga yang berasosiasi dengan burik dan dinamika populasi serangga trips dan hubungannya dengan kejadian burik pada buah manggis. Secara lebih khusus penelitian bertujuan (1) mempelajari persepsi dan tindakan petani terhadap buah burik; (2) mengkaji gejala burik pada buah manggis; (3) mengkaji trips yang berasosiasi dengan daun, kuncup, bunga dan buah serta dinamika populasinya berdasarkan fenologi buah manggis dan hubungannya dengan kejadian burik.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Manggis Distribusi Tanaman Manggis Manggis merupakan salah satu buah tropis yang berasal dari Indonesia dan kawasan Asia Tenggara (Almeyda dan Martin 1976).
Pada awalnya
pembudidayaan tanaman manggis hanya terbatas di wilayah Asia Tenggara mulai dari Indonesia hingga Papua Nugini dan Mindanao Philipina dan ke arah utara dari Malaysia hingga Birma, Vietnam dan Kamboja. Namun saat ini tanaman manggis sudah banyak dibudidayakan di daerah lainnya termasuk Srilangka, India Selatan, Amerika Tengah, Brazil dan Australia (Verheij 1992). Pada tahun 2008 luas panen tanaman manggis di Indonesia mencapai 9 354 ha, dan hampir tersebar di semua pulau. Daerah Jawa Barat memiliki luas panen tertinggi yaitu 2 678 ha, diikuti berturut-turut oleh daerah Sumatera Barat (1 049 ha), Jawa Timur (671 ha), Sumatera Utara (657 ha) dan Banten dengan luas panen sebanyak 625 ha (Deptan 2009).
Morfologi Tanaman Manggis Manggis merupakan tanaman pohon berkayu keras dengan tinggi mencapai 6 - 25 meter.
Pohon tegak lurus dengan percabangan simetris membentuk
kerucut. Seluruh bagian tanaman dapat mengeluarkan getah kuning yang lengket dan kental (Verheij 1992). Daun manggis berhadapan menyilang dan pada pasangan daun teratas tangkainya menutupi kuncup terminal.
Lembaran daun berbentuk lonjong
berukuran 15 - 25 cm x 7 - 13 cm, tebal, pinggiran daun rata dengan bagian ujung meruncing dan licin.
Permukaan atas daun berwarna hijau tua sedangkan
permukaan bawah berwarna hijau kekuningan dengan tulang daun hijau pucat dan menonjol pada kedua sisi (Verheij 1992). Bunga manggis muncul dari ujung pucuk yang tua, pada awalnya dalam bentuk bengkakan besar di ujung ranting. Bunga manggis berdiameter 5.5 mm dan memiliki 4 sepal dan 4 petal dengan tangkai bunga pendek. Benang sari tersusun dalam 1 - 3 kelompok dalam 1 - 2 baris, membentuk cincin di sekitar
8
dasar ovari. Benang sari bebas dan pendek muncul bersamaan pada dasar bunga dengan panjang 0.5 cm. Ovari melekat pada dasar bunga, hampir bulat dengan 4 8 ruang (Verheij 1992). Pembentukan bunga manggis diawali dengan inisiasi tunas bakal bunga. Pucuk yang akan berbunga, pangkal tunas barunya tampak membesar dan membengkak kemudian tunas pecah membentuk kuncup bunga. Kuncup bunga akan mengalami pertumbuhan sehingga terus membesar dan mencapai perkembangan maksimum pada saat terjadinya anthesis atau bunga mekar. Waktu yang diperlukan mulai dari terinisiasinya pucuk hingga mencapai anthesis antara 39 sampai 40 hari (Ropiah 2009). Selanjutnya dari anthesis hingga buah manggis matang membutuhkan waktu 100 hingga 120 hari (Yaacob dan Tindall 1995). Permukaan kulit buah manggis atau pericarp halus, mempunyai ketebalan 4 - 8 mm. Pada buah yang tua pericarp mengeras, bagian luar berwarna ungu kecoklatan dan bagian dalam berwarna ungu serta mengandung getah kuning yang pahit.
Jika buah muda dilukai maka getah kuning akan menetes keluar. Pada
buah yang matang, struktur kulit yang keras merupakan pelindung yang sangat baik bagi daging buah yang lembut dan sifat buah ini memudahkan pengepakan dan pengangkutan. Buah manggis memiliki 4 - 8 segmen dan setiap segmen mengandung satu bakal biji yang diselimuti oleh aril yang berwarna putih, empuk dan mangandung sari buah (Yaacob dan Tindall 1995). Menurut Osman dan Millan (2006), pola pertumbuhan buah manggis membentuk kurva sigmoid. Pertumbuhan diawali dengan dominasi pertumbuhan pericarp hingga 20 hari setelah anthesis dan dilanjutkan dengan perkembangan aril dan biji. Hasil penelitian Gunawan (2007) juga memperlihatkan pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis berupa sigmoid. Pertumbuhan buah lambat pada waktu 1 - 3 minggu setelah anthesis (msa), selanjutnya cepat pada waktu 4 - 11 msa, lalu kembali lambat pada minggu 12 - 14 msa dan kemudian tidak ada pertumbuhan hingga 15 - 16 msa. Pada umur 15 - 16 msa, buah mencapai ukuran yang maksimum. Burik pada Buah Manggis Burik (scar) merupakan kerusakan yang terjadi pada permukaan kulit buah manggis akibat adanya pelukaan. Menurut Verheij (1997), burik pada manggis
9
umumnya disebabkan oleh aktivitas semut dan serangga pengisap (aphids) pada buah ketika masih kecil atau bahkan pada bunga baru mekar, karena bunga menghasilkan nektar sebagai makanan semut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penyebab burik adalah trips (Pableo dan Velasco 1994; Affandi et al. 2008; Pankeaw et al. 2011). Buah manggis yang terserang hama trips menampakkan gejala kulit buah berwarna keperakan, kuning pucat hingga kecoklatan, adanya luka yang memanjang dan mengeras dapat menutupi seluruh permukaan buah. Buah yang burik terkadang dapat terhambat perkembangannya hingga tidak dapat mencapai ukuran normal (Affandi et al. 2008). Menurut Felland et al. (1995), burik pada buah nectarine disebabkan oleh Frankliniella occidentalis (Thysanoptera: Thripidae). Pada buah jeruk burik disebabkan oleh F. bispinosa dan F. kelliae (Childers 1999). Pada buah alpukat burik disebabkan oleh Scirtothrips perseae (Thysanoptera: Thripidae) (Hoddle et al. 2002a). Menurut Pableo dan Velasco (1994), serangan hama trips pada buah manggis dapat menimbulkan kerusakan seperti adanya bekas garukan (scabbing) pada kulit buah hingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan buah dan mengurangi nilai jual, tetapi tidak mempengaruhi bagian yang dapat dimakan. Pengamatan lebih mendalam tentang burik pada buah manggis sangat diperlukan.
Interaksi antara Trips dan Serangga Fitofag Lainnya dengan Tanaman Asosiasi serangga fitofag dengan tanaman inangnya dapat dilihat dari dua sisi yaitu serangga sebagai konsumen dan tanaman sebagai sumber makanan. Perilaku serangga sebagai konsumen dan sifat tanaman sebagai sumber makanan berperan dalam hubungan antara serangga fitofag dengan inangnya. Serangga juga mengadakan pemilihan inang dan memiliki preferensi terhadap inang tertentu. Pemilihan inang terdiri dari urutan perilaku serangga dalam menentukan dan menemukan tanaman inang.
Preferensi inang didefinisikan sebagai
kecenderungan serangga dalam melakukan pemilihan tanaman inang yang tepat bagi perkembangannya. Preferensi inang merupakan salah satu aspek mekanisme ketahanan tanaman, yang disebut antixenosis atau disebut juga sebagai non
10
preferensi, serangga cenderung untuk tidak memilih tanaman sebagai makanan, tempat bertelur atau tempat berlindung (Painter 1951). Dalam proses seleksi tanaman inang, terdapat perilaku dengan tahap yang berurutan yaitu proses pencarian kemudian serangga melakukan pengujian secara kontak.
Pencarian berakhir dengan penemuan, sedangkan pengujian secara
kontak berakhir dengan penerimaan atau penolakan. Penerimaan itu merupakan keputusan yang penting karena akan dilanjutkan dengan memakan atau meletakkan telur, dan hal ini akan beresiko terhadap kesehatan serangga tersebut dan kelangsungan hidup keturunannya (Schoonhoven et al. 2005). Menurut Kogan (1982), pemilihan tanaman inang oleh serangga melalui lima tahapan yaitu: 1) penemuan habitat inang; 2) penemuan inang; 3) pengenalan inang; 4) penerimaaan inang; dan 5) kesesuaian inang. Penemuan habitat inang pada umumnya dipandu oleh rangsangan fisik seperti cahaya, angin dan daya tarik bumi. Penemuan inang didorong oleh indera penglihatan terhadap warna dan bentuk tanaman, dan indera penciuman terhadap senyawa kimia tanaman. Penilaian kelayakan tanaman sebagai sumber nutrisi dilakukan dengan menggunakan sensor kimia. Penerimaan atau penolakan terhadap tanaman inang dilakukan setelah serangga mengetahui kandungan kimia tanaman. Nilai nutrisi tanaman dan kandungan senyawa yang bersifat toksik akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan serangga, serta mempengaruhi keperidian dan lama hidup imago. Faktor fisik dan kimia tanaman sangat berpengaruh dalam proses pemilihan dan penentuan inang.
Faktor tersebut tidak bekerja secara
tunggal, tetapi bersama-sama membentuk suatu sistem pertahanan tanaman. Warna merupakan salah satu faktor fisik yang dapat berperan positif dalam penemuan dan pengenalan inang oleh serangga (Prokopy dan Owens 1983). Pada serangga trips, warna digunakan untuk membedakan tanaman inang dari tanaman sekitarnya. Di antara berbagai warna yang ada, warna berkilau adalah yang lebih menarik bagi trips.
Dapat dikatakan bahwa daya tarik suatu warna akan
berkurang jika kilaunya berkurang (Terry 1997). Pada umumnya trips tertarik pada warna kuning, biru dan putih (Kirk 1984; Hoddle et al. 2002b), namun setiap spesies trips memiliki ketertarikan terhadap warna tertentu. Trips bunga tertarik pada warna cerah seperti putih, sementara trips rumput tertarik pada warna yang
11
mendekati hijau (Teulon dan Penman 1992), S. dorsalis tertarik pada warna kuning (Chu et al. 2006). F. intonsa dan Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae) tertarik pada warna biru, T. palmi pada warna biru atau putih, sedangkan T. obscuratus tertarik pada warna kuning (Lewis 1997). Selain warna, aroma bunga tanaman inang dapat menarik trips sehingga trips menggunakannya untuk mendeteksi keberadaan inangnya meskipun tanpa warna. Aldehid adalah senyawa bunga yang pertama kali memperlihatkan dapat menarik trips. F. occidentalis tertarik pada senyawa volatil seperti benzenoid dan monoterpene (Koschier et al. 2000), sedangkan T. hawaiiensis tertarik pada senyawa methyl anthranilate (Imai et al. 2001). Ketertarikan trips terhadap aroma yang dihasilkan tanaman dimanfaatkan sebagai kombinasi dalam pembuatan perangkap berperekat.
Penambahan aldehid pada perangkap berperekat
menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan perangkap yang tidak diberi aldehide (Lewis 1977). Ketika kontak dengan tanaman, serangga memperoleh informasi tambahan tentang kualitas tanaman yang belum dapat diakses pada tahap pemilihan tanaman inang sebelumnya. Bentuk fisik atau jaringan tanaman dapat mempengaruhi pemilihan tanaman inang. Kehadiran trikoma dan struktur kristal lilin pada permukaan tanaman, kekerasan dan ketebalan daun, sklerotisasi atau pengerasan dan kandungan silika yang tinggi dapat menyebabkan perilaku penghindaran oleh serangga.
Ciri tanaman seperti itu sering diasumsikan sebagai suatu fungsi
pertahanan tanaman (Schoonhoven et al. 2005). Protein, gula, fosfolipid, garam-garam anorganik, mineral dan vitamin yang terdapat dalam tanaman dapat berfungsi sebagai perangsang makan atau penolak makan serangga.
Konsentrasi gula dan asam amino pada beberapa bagian
tanaman berbeda dan bervariasi, variasi ini juga digunakan sebagai isyarat penting untuk serangga ketika memilih lokasi makanan (Schoonhoven et al. 2005). Perbedaan konsentrasi senyawa kimia tanaman, dalam hal ini nutrisi tanaman mempengaruhi seleksi tanaman inang oleh serangga herbivor. Menurut Ananthakrishnan (1993), terdapat korelasi positif antara kandungan amino nitrogen dalam daun dengan serangan trips. Produksi telur trips meningkat jika imago dibiakkan pada tanaman yang kandungan aminonya tinggi.
Hasil
12
penelitian Brodbeck et al. (2001) menunjukkan bahwa populasi betina F. occidentalis pada bunga tomat berkorelasi positif dengan konsentrasi asam amino aromatic primer fenilalanin pada bunga. Menurut Southwood (1978), nutrisi yang mengandung unsur nitrogen seperti protein dan sterol sangat mempengaruhi keperidian serangga betina. Kogan (1982) menyatakan bahwa kandungan nutrisi dalam tanaman bergantung pada jenis tanaman, bagian tanaman, umur tanaman dan musim. Serangga trips dapat membedakan di antara tanaman yang sesuai sebagai inangnya (Delphia dan Mescher 2007). Di samping metabolit primer yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tanaman juga menghasilkan senyawa berupa metabolit sekunder. Banyak senyawa yang aktif secara biologis diketahui beracun bagi hewan, cendawan atau mikroorganisme, yang lainnya mempunyai fungsi ekologi yang berbeda. Oleh karena itu, senyawa ini sangat penting dalam seleksi inang oleh serangga fitofag. Whittaker dan Feeny (1971) menyebut senyawa metabolit sekunder tersebut sebagai allelokimia tanaman. Pada manggis ditemukan berbagai senyawa metabolit sekunder (Chaverri et al. 2008).
Pada buah manggis dalam tahap pematangan terdapat metabolit
sekunder berupa senyawa antosianin yaitu cyanidin-3-sophoroside, cyanidin-3glucoside dan cyanidin-3-glycoside.
Perubahan warna pada permukaan kulit
manggis sangat berkaitan dengan peningkatan konsentrasi antosianin seperti cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin-3-glucoside (Palapol et al. 2009). Menurut Lev Yadun dan Gould (2009), antosianin berfungsi sebagai bahan kimia repellent dan sebagai pertahanan tanaman dari orientasi visual serangga herbivor. Antosianin tidak bersifat racun bagi spesies hewan tingkat tinggi dan aman sebagai pewarna makanan (Lee dan Brammeier 1987). Trips menggunakan berbagai instrument sensori yang terdapat pada antena dan alat mulut untuk mengetahui sifat morfologi, senyawa kimia, rasa yang terdapat pada tanaman dan dapat membedakan antara tanaman inang dan bukan tanaman inang. Metabolit primer dan sekunder yang terdapat pada tanaman inang mempengaruhi kesesuaian serangga herbivor untuk makan dan melakukan oviposisi. Senyawa fenolik, tanin dan alkaloid dapat menjadi faktor ketahanan
13
tanaman terhadap serangga (Terry 1997). Senyawa volatil yang terdapat pada tanaman Origannum majorana dan Rosmarinum officinalis bersifat antifeedant dan deterrent terhadap T. tabaci (Koschier dan Sedy 2002).
Sebaliknya F.
occidentalis akan memilih daun paprika yang mengandung asam amino aromatik dengan konsentrasi yang tinggi (Terry
1997).
Senyawa sekunder tanaman
manggis dan perannya terhadap serangga herbivora khususnya trips belum diketahui. Bioekologi Trips Perkembangan trips merupakan peralihan hemimetabola dan holometabola. Siklus hidup trips terdiri dari telur, dua instar larva yang aktif makan, selanjutnya pra pupa yang diikuti oleh satu atau dua instar pupa yang tidak makan. Perkembangan trips dari telur, nimfa, pra pupa sampai imago umumnya berlangsung selama 2 hingga 3 minggu (Ananthakrishnan 1993; Mound dan Kibby 1998).
Telur berukuran relatif kecil, trips betina famili Thripidae
memasukkan telur ke dalam jaringan tanaman. Setiap individu betina mampu menghasilkan 30 hingga 300 telur tergantung spesies dan kualitas nutrisinya. Larva trips terlihat sama dengan imago yang tanpa sayap, pra pupa dan pupa memiliki antena dan tungkai yang sangat pendek. Sebagian larva jatuh ke tanah untuk berpupa meski tidak berlaku untuk semua spesies. Pada daerah panas dan di rumah kaca perkembangbiakan dapat berlangsung 12 hingga 15 generasi tiap tahunnya (Lewis 1973; Mound 2006). Menurut Mound (1997), dari strategi sejarah kehidupannya trips mampu menguasai habitat yang muncul dalam rentang waktu singkat secara optimal. Thrips adalah serangga oportunis yang pada umumnya adalah spesies dengan seleksi r yang memiliki vagility, waktu generasi pendek, toleransi terhadap kisaran inang yang luas, cenderung parthenogenesis dan struktur perkembangbiakan yang kompetitif sehingga menyebabkan terjadinya agregasi.
Pertanaman pertanian
memberikan kesempatan untuk terjadinya kolonisasi dan perkembangan populasi yang besar bagi trips.
14
Asosiasi Trips dan Serangga Fitofag Lainnya dengan Bunga dan Buah Manggis Artopoda fitofag yang berasosiasi dengan bunga dan buah manggis merupakan suatu komunitas.
Begon et al. (1986) mendefinisikan komunitas
sebagai kelompok spesies populasi yang dapat hidup bersama dalam suatu ruang dan waktu. Unsur komunitas dalam ekosistem pertanian dapat berupa tanaman, artropoda (fitofag, predator, parasitoid) dan pengurai, sedangkan unsur abiotik dapat berupa suhu, kelembaban udara, angin, cahaya, hujan dan tanah (Price 1984). Dengan demikian komunitas serangga pada bunga dan buah manggis merupakan berbagai spesies serangga yang berasosiasi dengan bunga dan buah manggis baik sebagai herbivora, predator, parasitoid, penyerbuk, pengurai dan yang tinggal sementara. Berbagai jenis artropoda dilaporkan berperan sebagai hama pada tanaman manggis khususnya pada bunga dan buah. Artropoda hama pada fase bunga dan buah pada tanaman manggis meliputi serangga dari Ordo Coleoptera (Famili Nitidulidae, Scolytidae); Diptera (Famili Drosophilidae, Tephritidae); Hemiptera (Famili Aphididae, Asterolecaniidae, Coccidae, Delphacidae, Diaspididae, Pseudococcidae); Hymenoptera (Famili Formicidae); Lepidoptera (Famili Noctuidae, Tortricidae ) dan Thysanoptera (Famili Thripidae) serta Acarina (Famili Tenuipalpidae, Tarsonemidae) (USDA (2005). Pableo dan Velasco (1994) melaporkan adanya 3 spesies trips yang menyerang buah manggis di Philipina yaitu Heliothrips haemorrhoidales (Bouche), Selenothrips rubrocinctus (Giard) dan Caliothrips striatopterus (Kobus) (Thysanoptera: Thripidae). Chay et al. (2005) juga melaporkan bahwa S. rubrocinctus dapat merusak bunga dan buah manggis. Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat ditemui beberapa spesies trips seperti Nesothrips sp., S. rubrocinctus, Haplothrips victoriensis, H. haemorrhoidales dan S. dorsalis pada pucuk dan buah manggis (Harahap et al. 2009).
Lebih lanjut Astridge dan Fay (2004)
menyatakan bahwa S. rubrocinctus bersembunyi di bawah kelopak (calyx) buah manggis. Kerusakan yang timbul adalah luka sebagai akibat aktivitas makan trips yaitu dengan cara mengisap cairan sel. Trips lebih menyukai daun pucuk, dan pada serangan berat buah juga diserang.
Gejala kerusakan ditandai dengan
adanya warna keperakan pada daun dan buah, dan pada serangan yang berat
15
warna keperakan berkembang menjadi kuning pucat hingga kecoklatan. Selain trips, tungau juga diketahui dapat menyerang buah manggis. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tungau adalah adanya bekas goresan halus karena aktivitas menggaruk pada permukaan kulit buah manggis dan mengakibatkan buah manggis tidak menarik (Osman dan Millan 2006).
Kerusakan Tanaman oleh Serangan Trips Berdasarkan bagian tanaman yang diserang, hama dapat dikelompokkan menjadi hama langsung dan tidak langsung. Hama langsung adalah hama yang menyerang bagian tanaman yang dipanen atau dipasarkan, sedangkan hama tidak langsung menyerang bagian tanaman bukan pada bagian yang dipanen. Kerusakan secara langsung oleh serangga dapat diakibatkan karena aktivitas makan dan peletakkan telur, sedangkan kerusakan secara tidak langsung dapat juga karena aktivitas makan tapi bukan pada bagian yang dipanen dan kontaminan exuvia serangga itu sendiri yang dapat mengurangi nilai jual dari produk tersebut (Dent 2000). Trips menyerang tanaman sejak tanaman ada di persemaian. Hama ini meraut daun, tunas dan buah serta mengisap cairan tanaman dengan menggunakan alat mulutnya. Warna daun yang terserang trips berubah menjadi coklat pada bagian pinggir kemudian berubah menjadi keperak-perakan, dan akhirnya mengeriting serta melengkung ke atas (Hudson dan Adams 1999). Pada tanaman alpukat, serangan Scirtothrips perseae mengakibatkan burik pada buah alpukat. Hal ini akan berakibat turunnya kualitas buah karena kulit buah tampak tidak menarik (Hoddle et al. 2002a). Ciri khas akibat serangan trips pada daun dan bunga adalah adanya perubahan warna kecoklatan. Serangan pada buah dapat menimbulkan kerusakan berupa adanya rautan pada kulit buah hingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan buah. Serangan trips pada buah manggis tidak mempengaruhi hasil atau bagian yang dapat dimakan (edible portion), tetapi adanya perubahan warna pada pemukaan buah mengakibatkan penampilan buah kurang menarik dan mengurangi nilai jual (Pableo dan Velasco 1994).
16
Kerusakan tanaman secara langsung akibat serangan trips dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat populasi trips, jenis jaringan yang dimakan, fase pertumbuhan tanaman, kerentanan kultivar, kedalaman makan dan adanya daya racun dalam kelenjar ludah (Childers 1997). Kerusakan utama yang ditimbulkan oleh trips pada tanaman pertanian terutama disebabkan oleh aktivitas makan pada daun, bunga atau buah, serta aktivitas oviposisi (Kirk 1995). Belum ada informasi yang melaporkan gejala burik yang berasosiasi dengan trips dan organisme lainnya. Perilaku Makan dan Oviposisi Trips Alat mulut Ordo Thysanoptera terletak pada bagian bawah kepala dan membentuk corong mulut (mouthcone). Struktur tersebut terdiri dari satu stilet mandibel dan dua stilet maksila. Pada saat makan, trips menggunakan stilet mandibel untuk menusuk pada dinding luar jaringan dan kemudian menggunakan stilet maksila untuk mengisap cairan dari dalam jaringan (Kirk 1997a). Umumnya trips dapat makan pada berbagai jaringan tanaman (daun, bunga, buah, polen) dan beberapa jaringan cendawan seperti spora dan hifa. Perilaku makan
trips serupa untuk seluruh jaringan tanaman.
Setelah hinggap pada
tanaman, trips berjalan melingkar pada permukaan tanaman. Ketika menemukan titik yang tepat, imago dan larva menggunakan mandibel untuk meraut permukaan tanaman dengan cara mendorong kepala dan menarik kembali moncongnya. Sepasang stilet maksila kemudian masuk melalui bukaan yang telah dihasilkan oleh mandibel, dan biasanya meninggalkan bekas lubang berbentuk seperti angka 8 pada kutikula daun. Otot cibarial membantu mengisap cairan sel tanaman di sepanjang saluran, dan secara bergantian saliva masuk ke dalam jaringan tanaman melalui saluran yang sama dengan bantuan pompa saliva. tersebut mengakibatkan
Aktivitas makan
kerusakan sel. Bila kerusakan terjadi pada ovarium
bunga maka pada perkembangan buah akan tampak bekas garukan, sehingga mengurangi kualitas buah (Kirk 1997a; Mound 2005). Bekas aktivitas makan tampaknya yang berkembang menjadi gejala burik. Kerusakan tanaman yang ditimbulkan oleh trips juga disebabkan oleh aktivitas oviposisi oleh imago betina.
Proses oviposisi dimulai saat betina
mengangkat ujung abdomen. Pengujian kelayakan jaringan dilakukan oleh seta
17
yang terdapat pada ruas abdomen terakhir, lalu ovipositor ditusukkan ke dalam jaringan tanaman terpilih. Ovipositor yang menyerupai gergaji (saw) membuat celah dengan memotong jaringan tanaman. Proses peletakan telur pada celah didorong oleh kontraksi abdomen (Terry 1997). Aktivitas pembuatan celah untuk peletakan telur dapat menimbulkan kerusakan pada bagian tanaman yang sensitif seperti pada tanaman anggur yang masih muda (Mound 2006). Umumnya trips memilih daun atau jaringan bunga untuk meletakkan telur. Pada jeruk, F. bispinosa meletakkan telur pada jaringan bunga, cenderung pada area pistilkaliks, petal, filament dan anter (Childers and Anchor 1991).
III. PERSEPSI DAN TINDAKAN PETANI MANGGIS TERHADAP BUAH BURIK (Farmer’s Perception and Action to the Mangosteen Fruit Scar) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dasar berbagai aspek menyangkut persepsi dan tindakan petani terhadap burik pada buah manggis. Survei dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang berlangsung pada bulan Desember 2009 - Januari 2010 dan di Desa Bukit Bulat, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten 50 Kota, Provinsi Sumatera Barat yang berlangsung pada bulan Februari - Maret 2011. Petani manggis yang diwawancarai berjumlah 40 orang. Hasil survei menunjukkan bahwa jumlah tanaman manggis yang dikelola petani adalah 50 - 100 pohon pada lahan seluas 0.25 - 1 ha sebagian besar adalah milik sendiri. Pengalaman berusahatani manggis berkisar antara 10 - 15 tahun dan seluruh petani manggis mengetahui adanya burik pada buah manggis tetapi tidak mengetahui penyebab munculnya gejala burik. Seluruh petani mengetahui bahwa burik menyebabkan rendahnya kualitas manggis dan mengalami kerugian harga sebesar 38.93%, tetapi petani tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi burik. Sebagian besar petani (77.5%) menyatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang cara mengatasi burik pada buah manggis. Kata kunci: survei petani, buah manggis burik, persepsi petani Abstract The aim of this study was to obtain some basic information about farmer’s perception and action to the mangosteen fruit scar appearance. Survey was conducted in Karacak Village, Leuwiliang Subdistric, Bogor Distric, West Java during December 2009 to January 2010 and in Bukit Bulat Village, Bukit Barisan Subdistric, 50 Kota Distric, West Sumatera, during February to March 2011. From the interview (40 respondents), it was recorded that generally the farmers have 50 - 100 trees in their own area of 0.25 - 1 ha. The farmers have 10 - 15 years experiences in mangosteen planting. The farmers could recognize the scar but they could not identify the cause of the scar appearance. All farmers realized that the scar could reduce the quality of fruit. Despite they could loss 38.93% of price, the farmer has not applied any methods in order to control the scar. Most of them (77.5%) have never been trained to manage the fruit scar. Keywords: survey, mangosteen scar, farmer’s perception Pendahuluan Manggis merupakan komoditas hortikultura andalan Indonesia baik untuk pasar domestik maupun internasional.
Tanaman manggis tersebar hampir di
seluruh provinsi di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi Selatan. Provinsi Jawa
20
Barat dan Sumatera Barat merupakan pemasok buah manggis terbesar di Indonesia (Deptan 2009). Pola usahatani manggis umumnya masih skala kecil yaitu tumbuh di lahanlahan pekarangan, lahan kosong, pada lahan bersama tanaman lainnya (polikultur) dan berpencar.
Sebagian besar tanaman manggis yang ada sekarang adalah
tanaman warisan yang ditanam dengan jarak tanam tidak teratur, serta ditanam bersama dengan tanaman tahunan lainnya. Permasalahan yang dihadapi oleh petani manggis cukup banyak mulai dari sistem budidaya, panen dan penanganan pasca panen serta sistem pemasaran. Permasalah utama dalam sistem produksi manggis adalah rendahnya mutu buah yang dihasilkan karena adanya burik pada kulit buah, getah kuning pada daging buah dan rendahnya shelflife buah (Poerwanto et al. 2010).
Kondisi ini
berdampak pada rendahnya volume ekspor manggis Indonesia. Tercatat pada tahun 2009 volume ekspor hanya 9 987 ton atau 9.46% dari total produksi (BPS 2010). Sistem usahatani manggis pada saat ini umumnya dikelola secara tradisional oleh petani, dengan demikian faktor petani menjadi tokoh sentral dalam budidaya manggis. Informasi tentang persepsi dan tindakan petani tentang pengelolaan burik pada buah manggis penting untuk digali, hal ini di Indonesia belum pernah dilaporkan.
Selain itu, diperlukan pula pemahaman tentang cara petani
mempersepsikan hama tersebut, sikap dan keyakinannya serta tindakan pengendalian yang dilakukannya.
Survei dasar petani yang meliputi survei
pengetahuan, sikap dan tindakan petani sangat penting dalam membuat rekomendasi teknologi (Rauf 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dasar berbagai aspek petani menyangkut persepsi dan tindakan petani terhadap burik pada buah manggis. Untuk memperoleh informasi tersebut, dilakukan survei terhadap petani di dua sentra produksi manggis.
21
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009 – Januari 2010 pada petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Februari hingga Maret 2011 di Desa Bukit Bulat, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten 50 Kota, Provinsi Sumatera Barat. Pemilihan daerah tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena daerah tersebut memiliki area tanaman manggis yang luas dan merupakan sentra produksi manggis. Penentuan Sampel Responden terpilih ditentukan secara purposive sampling yaitu petani yang memiliki atau mengelola kebun manggis. Jumlah responden keseluruhan untuk masing masing lokasi adalah 20 orang. Peubah Penelitian dan Metode Analisis Penelitian dilakukan dengan mewawancarai petani manggis dengan menggunakan kuesioner terstruktur dengan sebagian pertanyaan bersifat terbuka (Lampiran 1). Peubah yang ditanyakan kepada petani meliputi faktor internal petani seperti pendidikan, kepemilikan lahan dan luas lahan yang dikelola. Selain itu ditanyakan pula tentang budidaya, panen dan persepsi petani terhadap burik pada buah manggis.
Data yang diperoleh berupa data primer dari petani,
kemudian data dianalisis berdasarkan frekuensi jawaban petani dan tabulasi. Data % kerugian akibat burik diperoleh dengan cara membandingkan jumlah kerugian yang ditimbulkan menurut petani dibandingkan dengan harga buah manggis yang berlaku saat wawancara dilakukan. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Petani Manggis Petani manggis yang menjadi responden umumnya (>50%) berusia antara 20 - 50 tahun dan 47.5% yang berumur di atas 51 tahun (Tabel 3.1). Jika dilihat dari segi umur, petani manggis umumnya masih tergolong dalam batasan umur produktif. Menurut Palebangan et al. (2006), umur petani antara 15 - 55 tahun adalah petani produktif. Dengan demikian petani manggis di Desa Karacak dan
22
Desa Bukit Bulat termasuk petani produktif sehingga masih berpotensi untuk mengembangkan diri dan masih terbuka untuk menerima inovasi guna meningkatkan kemampuan dalam usaha budidaya tanaman manggis. Tabel 3.1. Persebaran petani menurut usia (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
20 - 30 5 5 5
Usia (tahun) 31- 40 41 - 50 51 - 60 35 20.0 20 05 35.0 40 20 27.5 30
> 60 20.0 15.0 17.5
Dari segi pendidikan, umumnya petani responden (45%) adalah lulusan SLTP dan 25% tamatan SLTA (Tabel 3.2). Sebanyak 5% petani responden di Desa Karacak dan Bukit Bulat pernah kuliah dan alumni perguruan tinggi dan 47,5% petani responden pernah mengikuti pelatihan tentang budidaya manggis. Tingkat pendidikan petani manggis di lokasi penelitian cukup baik jika dibandingkan dengan kondisi pendidikan petani Indonesia pada umumnya. Menurut Palebangan et al. (2006) semakin tinggi tingkat pendidikan formal petani diharapkan semakin rasional pola pikir dan daya nalarnya. Tabel 3.2. Latar belakang pendidikan responden (%) Pendidikan Lokasi Desa Cengal Desa Bukit Bulat Rataan
Tidak tamat SD 0 10 5
SD
SLTP
SLTA
PT
20 20 20
45 45 45
30 20 25
5 5 5
Seperti petani lainnya, petani manggis tidak menggantungkan kehidupannya pada usahatani manggis semata (Tabel 3.3). Hal ini terlihat bahwa seluruh petani responden yang diwawancarai memiliki usaha lain selain mengelola kebun manggis baik dari sektor pertanian maupun non pertanian. Sebagian besar petani responden juga mengusahakan komoditas lain selain tanaman manggis (67.5%). Umumnya tanaman yang diusahakan petani adalah padi, selain itu juga mereka mengusahakan tanaman kapolaga, kacang-kacangan, petai, kopi dan kakao yang ditanam bersama dengan tanaman manggis. Selain mengelola tanaman manggis,
23
petani responden mempunyai pekerjaan lain seperti pedagang (12.5%), pegawai negeri sipil (7.5%) dan usaha lainnya (12.5%). Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan yang berproduksi musiman dianggap tidak membutuhkan curahan waktu yang banyak, dengan demikian petani memiliki waktu luang untuk bekerja di bidang lainnya. Tabel 3.3. Pekerjaan petani responden selain usahatani manggis (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Petani 40 95 67.5
Pekerjaan Pedagang PNS 25 10 0 5 12.5 7.5
Lain lain 25 0 12.5
Petani di Desa Karacak dan Bukit Bulat cukup berpengalaman dalam budidaya tanaman manggis, 65% di antaranya berpengalaman antara 10 - 20 tahun, 32.5% berpengalaman kurang dari 10 tahun dan 2.5% berpengalaman lebih dari 20 tahun (Tabel 3.4). Berdasarkan data persebaran usia responden pada Tabel 3.1 bahwa lebih dari 50% responden berumur 20-50 tahun, data pada Tabel 3.4 menunjukkan bahwa potensi sumberdaya petani dalam keberlanjutan mengelola usaha manggis cukup baik. Tabel 3.4. Pengalaman petani responden dalam berusahatani manggis (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Pengalaman berusahatani manggis (tahun) <5 5-10 10-15 15-20 > 20 30 25 25 15 5 5 5 50 40 0 17.5 15 37.5 27.5 2.5
Usahatani manggis masih dalam bentuk skala kecil dan tidak berada dalam satu hamparan. Data pada Tabel 3.5 menunjukkan bahwa sebagian besar (75%) petani responden mengelola pohon manggis 50 - 250 batang, 20% mengusahakan tanaman manggis kurang dari 50 pohon. Hanya 2.5% petani responden yang mengelola lebih 1000 pohon manggis.
24
Tabel 3.5. Jumlah pohon manggis yang diusahakan (%) Jumlah pohon manggis yang diusahakan (pohon)
Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
<50
50 - 100
101 - 250
251 - 500
501 - 1000
>1000
30 10 20
30 60 45
35 25 30
0 5 2.5
0 0 0
5 0 2.5
Umumnya (85%) lahan yang digunakan oleh petani responden untuk budidaya manggis adalah milik sendiri dan petani berperan langsung sebagai penggarap, sisanya adalah sebagai penyewa (Tabel 3.6).
Luas lahan yang
diusahakan petani responden untuk mengusahakan tanaman manggis relatif sempit. Sebanyak 32.5% petani responden mengelola lahan seluas 0.25 - 0.5 ha, 30% lainnya mengelola lahan seluas 0.5 - 1 ha. Petani responden yang mengelola lahan kurang dari 0.25 ha cukup banyak yaitu 27.5% dan sebaliknya hanya 10% yang mengelola tanaman manggis lebih dari 1 ha (Tabel 3.7). Dengan luas lahan yang sempit maka jumlah tanaman manggis yang dikelola petani juga sedikit (Tabel 3.5). Tabel 3.6. Status kepemilikan lahan (%) Lokasi
Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Status kepemilikan lahan Pemilik - penggarap 90 80 85
Penyewa 10 20 15
Penggarap -
Pada Tabel 3.7 juga terlihat bahwa luas lahan yang diusahakan di Bukit Bulat, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten 50 Kota, Provinsi Sumatera Barat relatif lebih luas dibandingkan dengan daerah Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dikaitkan dengan data pada Tabel 3.4 dan 3.5 memperlihatkan bahwa pengusahaan tanaman manggis masih dalam skala rakyat dan belum masuk dalam kategori usaha perkebunan.
25
Tabel 3.7. Luas lahan dalam pengusahaan tanaman manggis (%) Luas pengusahaan kebun manggis (ha)
Lokasi
<0.25 35 20 27.5
Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
0.25 - 0.5 35 30 032.5
0.5 - 1 25 35 30
>1 5 15 10
Sistem Budidaya Manggis Tanaman manggis tidak ditanam secara monokultur, tetapi merupakan polikultur dengan tanaman lainnya (97.5%), karena itu tanaman tidak memiliki jarak tanam yang teratur (100%) (Tabel 3.8). Hal ini disebabkan tanaman yang ada saat ini adalah tanaman yang sudah ada sejak dulu secara turun temurun dan ditanam dengan memanfaatkan lahan kosong sehingga tidak tertata sebagaimana layaknya perkebunan. Umumnya tanaman manggis ditanam bersama dengan tanaman tahunan lainnya seperti durian, jengkol, petai, melinjo, kopi dan kakao. Tabel 3.8. Sistem budidaya manggis (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Pola tanam Mono Poli kultur kultur 0 95 0 100 0 97.5
Hutan 5 0 2.5
Jarak tanam Tidak Teratur teratur 0 100 0 100 0 100
Umumnya petani manggis sudah melakukan pemeliharaan terutama dalam hal pemupukan dan penyiangan gulma (Tabel 3.9 dan Tabel 3.10). Sebanyak 52.5% petani responden sudah melakukan pemupukan, sedangkan 47.5% lainnya tidak pernah melakukan pemupukan pada tanaman manggis.
Kegiatan
penyiangan gulma sudah dilakukan petani responden (65%). Sebagian besar petani responden (87.5%) tidak melakukan aplikasi pestisida untuk tindakan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman manggis, sisanya (12.5%) mengaku pernah melakukan aplikasi pestisida
26
Tabel 3.9. Pemupukan tanaman manggis (%) Pemupukan Dipupuk Tidak dipupuk 60 40 45 55 52.5 47.5
Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Seluruh petani responden di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tidak melakukan aplikasi pestisida pada tanaman manggis.
Hal ini sangat baik mengingat manggis sudah menjadi komoditas
ekspor. Dari hasil wawancara secara mendalam yang dilakukan terungkap bahwa pemupukan tidak dilakukan secara rutin, sering hanya terkait dengan kegiatan program tertentu yang umumnya adalah bantuan pemerintah. Menurut informasi petani responden khususnya di Desa Bukit Bulat, aplikasi pestisida pernah digunakan pada waktu tanaman masih dalam fase bibit di lapangan untuk mengatasi hama belalang. Ketika tanaman manggis sudah menghasilkan petani tidak pernah melakukan aplikasi pestisida. Tabel 3.10. Pengendalian gulma, hama dan penyakit (%) Gulma Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Dikendalikan
75 55 65
Tidak dikendalikan 25 45 35
Hama dan penyakit Tidak Dikendalikan* dikendalikan 0 100 25 75 12.5 87.5
* dengan pestisida Panen dan Pemasaran Manggis Sistem pemasaran yang paling banyak dilakukan adalah melalui pedagang pengumpul atau kelompok tani (92.5%) sisanya dijual dengan sistem ijon (7.5%). Tidak ada petani yang menjual langsung hasil panen manggis ke eksportir (Tabel 3.11). Di Desa Karacak sebagian petani sudah bernaung dalam kelompok atau lembaga yang salah satu tujuannya adalah untuk melindungi petani manggis terutama dari permainan harga oleh pedagang pengumpul atau tengkulak. Praktek sistem ijon dalam tataniaga buah manggis di lapangan masih ada. Sistem ijon masih banyak diterapkan petani manggis yang mengabaikan teknis
27
pemanenan yang baik dan benar. Menurut Deptan (2009), sistem ijon yang banyak terjadi di sentra produksi manggis ternyata lebih cenderung merusak tanaman karena pemanenan tidak memperhatikan persyaratan panen yang ada dan tidak mendorong petani untuk melakukan pemeliharaan tanaman manggisnya. Tabel 3.11. Sistem pemasaran manggis yang dilakukan oleh petani responden Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Pemasaran Melalui pedagang pengumpul Langsung pada atau kelompok tani eksportir 90 95 092.5
0 0 0
Ijon 10 05 007.5
Pengetahuan petani di Desa Karacak tentang standar mutu buah manggis lebih baik dari pada Desa Bukit Bulat. Sebanyak 70% petani responden di Desa Karacak mengetahui standar mutu manggis dibandingkan dengan di Desa Bukit Bulat yang hanya mencapai 45% (Tabel 3.12). Walaupun petani mengetahui standar mutu buah manggis, pada saat jual beli penyortiran dilakukan bukan oleh petani namun oleh pedagang pengumpul atau kelompok tani. Sebagian petani telah melakukan kegiatan sortasi sebelum dijual ke pedagang pengumpul guna menaikkan harga jual, tetapi sortasi hanya dilakukan terhadap buah manggis yang berkualitas sangat rendah yang nantinya dijual terpisah. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa buah burik dan getah kuning menjadi penyebab utama rendahnya mutu buah manggis yang diperoleh. Tabel 3.12. Pengetahuan petani responden terhadap standar mutu manggis (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Standar mutu buah manggis Tahu Tidak tahu 70 30 45 55 57.5 42.5
Pengetahuan Burik pada Buah Manggis Semua petani responden mengetahui adanya burik pada buah manggis (100%), tetapi tidak mengetahui penyebab terjadinya burik pada buah manggis
28
(87.5%) (Tabel 3.13). Petani di Bukit Bulat menyebut buah burik sebagai buah kosek karena permukaan kulit buah manggis terasa kasar. Tabel 3.13. Persepsi petani responden tentang burik pada buah manggis (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Tahu 100 100 100
Pengetahuan Buah burik Penyebab buah burik Tidak tahu Tahu Tidak tahu 0 10 90 0 15 85 0 12.5 87.5
Petani mengalami kehilangan pendapatan sebesar 38.93% per kg akibat burik. Sebanyak 27.5% petani melakukan pengendalian gulma, namun sebagian besar (72.5%) tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi burik pada buah manggis (Tabel 3.14). Tabel 3.14. Persepsi petani responden tentang usaha pengelolaan burik pada buah manggis (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Upaya pengelolaan buah burik Pestisida Penyiangan gulma Dibiarkan saja 0 35 65 0 20 80 0 27.5 73
Walaupun burik sudah menjadi masalah bagi petani manggis, belum ada upaya dari pihak pihak terkait untuk memberikan penyuluhan atau pelatihan kepada petani untuk mengatasi burik pada buah manggis. Hal ini terlihat dari jawaban petani responden (Tabel 3.15) sebagian besar petani menyatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan (77.5%) dan sebanyak 22.5% menyatakan pernah mendapatkan penyuluhan tentang buah burik. Tabel 3.15. Persepsi petani responden tentang informasi pengendalian buah burik (%) Lokasi Desa Karacak Desa Bukit Bulat Rataan
Penyuluhan mengatasi buah burik Tidak pernah Pernah 70 30 85 15 77.5 22.5
29
Kesimpulan Sebagian besar petani manggis berumur 20 - 50 tahun dengan tingkat pendidikan SLTP dan SLTA. Petani responden tidak sepenuhnya mengandalkan pendapatan dari berusahatani manggis karena juga memiliki pekerjaan lain yang sebagian besar juga di bidang pertanian, pedagang dan pegawai negeri sipil. Umumnya petani responden memiliki lahan sendiri dan langsung sebagai penggarap dengan luasan 0.25 - 1 ha. Sebagian besar tanaman manggis dimiliki petani secara turun temurun, kondisi pertanaman manggis berada dalam hutan campuran, ditanam bersama dengan tanaman tahunan lainnya dengan jarak tanam yang tidak teratur. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupukan, sangat sedikit yang melakukan penyiangan gulma dan aplikasi pestisida. Buah manggis hasil panen umumnya dijual ke pedagang pengumpul atau kelompok tani. Walaupun petani mengetahui standar mutu buah manggis, kegiatan sortasi tetap dilakukan oleh pedagang pengumpul atau kelompok tani. Semua petani responden mengetahui adanya burik pada buah manggis dan menyadari bahwa burik sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas manggis. Walaupun mengalami kehilangan pendapatan sebesar 38.93% per kg akibat burik, petani tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi burik. Sebagian besar petani (>75%) belum pernah mendapatkan informasi baik berupa penyuluhan ataupun pelatihan cara mengatasi burik pada buah manggis. Daftar Pustaka [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi buah buahan di Indonesia. Dikutip dari: http//www.bps.go.id/[23 Maret 2012]. [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Profil Kawasan Manggis. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta: Departemen Pertanian. Palebangan S, Hamzah F, Dahlan, Kaharuddin, 2006. Persepsi petani terhadap pemanfaatan bokasi jerami pada tanaman ubi jalar dalam penerapan sistem pertanian organik. J Agrisistem 12(1): 46-53.
30
Poerwanto R, Dorly, Maad M. 2010. Getah kuning pada buah manggis. Di dalam: Utama IMS, Susila AD, Poerwanto R, Antara NS, Putra NK, Susustra KB, editor. Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai Hortikultura. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura Indonesia; Universitas Udayana-Bali, 25-26 Nop. Universitas UdayanaBali: Perhorti. hlm 225-260. Rauf A. 1996. Persepsi dan tindakan petani kentang terhadap lalat penggorok daun, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae). Bul HPT 11(1): 1-13.
IV. KAJIAN BURIK PADA BUAH MANGGIS (The Study of Mangosteen Fruit Scar) Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mempelajari perkembangan gejala burik, analisis jaringan buah dan padatan total terlarut buah yang bergejala burik serta intensitas dan distribusi buah bergejala burik. Penelitian kajian burik pada buah manggis dilaksanakan pada bulan Mei 2009-September 2010 di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengamatan laboratorium dilakukan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala burik sudah terlihat pada buah berumur 1 minggu setelah anthesis (msa) dan kemunculan gejala burik yang paling banyak adalah pada buah berumur 2 msa. Intensitas gejala burik mengalami peningkatan dari buah berumur 1 msa hingga mencapai 51.40 52.57% ketika buah berumur 6 - 7 msa dan tidak ada pertambahan gejala burik hingga buah berumur 16 msa. Burik hanya merusak bagian kutikula dan eksokarp, dan tidak merusak bagian yang dapat dimakan. Buah manggis dengan gejala burik skor 4 memiliki nilai %Brix paling tinggi yaitu 16.53%. Sektor tengah tanaman merupakan penghasil buah bebas gejala burik terbanyak (7.13%) sekaligus juga penghasil buah terbanyak bergejala burik dengan skor tertinggi (8.60%). Kata kunci: gejala burik, kerusakan jaringan, sebaran vertikal buah burik Abstract The aims of this study were to investigate the fruit scar appearance and development, to analyze tissue structure and the total dissolved solids of fruit with scar, to analyze the intensity and distribution of scar fruit as well. The study was conducted from May 2009 to September 2010 in Cengal Town, Karacak Village, Leuwiliang Subdistrict, Bogor District, West Java. Laboratory observation was conducted at Plant Anatomy Laboratory of Bogor Agricultural University. The result showed that fruit scar appeared in one week after anthesis (waa) and the highest appearance was in 2 waa. The intensity of fruit scar appearance increased to 51.40-52.57% in 6-7 waa, and there was no more increasing until 16 waa. The scar disrupted the fruit cuticle and exocarp only, not the edible part. The fruit with heavy scar (score 4) had 16.53%Brix. Of 7.13% fruits in the middle plant canopy were scar free, but then 8.60% of fruits in the same part were also with scar. Keywords: fruit scar, tissue damage, vertical distribution Pendahuluan Ekspor buah manggis paling tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain yang lebih banyak diproduksi.
Persentase ekspor manggis Indonesia masih
rendah dibandingkan total produksi. Tahun 2009 produksi manggis Indonesia mencapai 105 558 ton dan yang dapat diekspor hanya 9 987 ton atau 9.46 % (BPS
32
2010).
Buah manggis segar Indonesia sebagian besar diekspor ke China,
Hongkong, Timur Tengah dan Asia Timur (Deptan 2009). Volume ekspor buah manggis yang masih rendah di antaranya diakibatkan oleh rendahnya mutu sebagian besar buah. Sistem produksi buah manggis saat ini masih tergantung pada alam, dengan skala usaha kecil dan lokasi pertanaman terpencar serta minim sentuhan teknologi maju, sehingga kualitas buah yang dihasilkan masih rendah (Deptan 2009). Secara garis besar permasalahan mutu buah manggis di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi (1) adanya burik pada kulit buah, (2) getah kuning pada daging buah dan (3) rendahnya shelflife buah (Poerwanto et al. 2010). Burik merupakan kerusakan yang terjadi pada permukaan kulit buah manggis akibat adanya pelukaan sehingga menyebabkan kulit terlihat kusam. Hasil pengamatan yang dilakukan di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menunjukkan bahwa intensitas gejala burik mencapai 23.84%. Penyebab munculnya gejala burik pada buah manggis hingga saat ini belum diketahui secara pasti namun diduga karena aktifitas serangga trips dan pernah dilaporkan oleh Pableo dan Velasco (1994), Affandi et al. (2008) dan Pankeaw et al. (2011). Gejala burik merupakan kerusakan yang berakibat langsung kepada penurunan kualitas hasil. Kerusakan secara langsung oleh serangga dapat diakibatkan karena aktifitas makan dan peletakkan telur. Kerusakan secara tidak langsung karena aktivitas makan tapi bukan pada bagian yang dipanen dan kontaminan exuvia serangga itu sendiri (Dent 2000). Trips dilaporkan merupakan penyebab burik pada buah manggis (Pableo dan Velasco 1994; Affandi et al. 2008; Pankeaw et al. 2011). Serangan pada buah dapat menimbulkan kerusakan berupa adanya rautan (scabbing) pada kulit buah yang dapat menghambat pertumbuhan buah, mengakibatkan penampilan buah kurang menarik dan mengurangi harga jual.
Serangan trips pada buah
manggis tidak mempengaruhi bagian yang dapat dimakan (edible portion), tetapi adanya perubahan warna pada pemukaan buah yang mengakibatkan penurunan kualitas (Pableo dan Velasco 1994). Kriteria yang ditetapkan dalam standar mutu buah manggis untuk ekspor meliputi ukuran (diameter), berat, warna, kemulusan,
33
kelengkapan jumlah sepal yang berwarna hijau segar, tangkai buah berwarna hijau segar serta bebas dari cacat dan kerusakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemunculan dan perkembangan gejala burik, dampak serangan pada kualitas buah, intensitas gejala burik dan padatan total terlarut dari buah bergejala burik. Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2009 hingga September 2010. Pengamatan lapangan dilakukan di sentra produksi manggis di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengamatan kerusakan jaringan buah bergejala burik dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kemunculan dan Perkembangan Gejala Burik Studi terhadap kemunculan dan perkembangan gejala burik dilakukan dengan cara mengikuti perkembangan buah yang dimulai setelah bunga mekar hingga buah siap dipanen. Dipilih 5 pohon secara acak pada pertanaman manggis. Pada setiap pohon ditentukan 10 bunga manggis sebagai contoh. Pengamatan dilakukan seminggu sekali selama 16 minggu. Untuk memperoleh buah dengan kriteria umur tersebut, bunga manggis yang belum mekar sempurna diberi label. Setiap bunga yang diberi label dicatat tanggal terjadinya mekar sempurna dalam suatu data base untuk mengetahui perkembangan umur buah saat pengamatan dilakukan. Pengamatan saat muncul gejala burik dilakukan dengan cara mengamati gejala burik yang muncul pertama kalinya pada buah contoh. dilakukan setiap minggu hingga munculnya gejala burik.
Pengamatan
Bersamaan dengan
pengamatan kemuculan gejala burik, diamati juga pola gejala burik untuk mengetahui apakah ada preferensi tertentu dari penyebab burik terhadap bagian dari buah manggis.
Pengamatan dilakukan secara visual terhadap bagian buah
yang menunjukkan gejala burik pertama muncul. Buah manggis dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian atas atau dekat tangkai buah, bagian tengah dan bagian
34
bawah yaitu dekat ujung buah (Gambar 4.1).
Pengamatan dilakukan setiap
minggu bersamaan dengan pengamatan saat muncul gejala pertama.
Tangkai Sepal Stem end Equator Styler end Stigma
Gambar 4.1. Pembagian posisi munculnya gejala burik pertama kali pada buah manggis (stem end, equator dan styler end) Pengamatan perkembangan intensitas serangan dilakukan terhadap buah manggis yang memperlihatkan gejala burik.
Penilaian intensitas serangan
dilakukan setiap minggu hingga buah siap dipanen dengan menetapkan skala nilai kerusakan seperti pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Skala nilai kerusakan Urutan skala (i) Skor (v) 1 0 2 1 3 2 4 3 5 4 x= kerusakan pada buah
Skala kerusakan (%) buah tidak terserang burik 0< x ≤25 25< x ≤ 50 50< x ≤ 75 x >75
Intensitas gejala burik dihitung dengan rumus Townsend dan Hueberger (dalam Unterstenhofer 1976) : 5 ∑ i=1
ni x vi X 100% NxZ
Keterangan : n: jumlah buah yang terserang pada skor tertentu v: skor dari kategori serangan tertentu
35
N: total jumlah buah yang diamati Z: nilai skor tertinggi
Analisis Kerusakan Jaringan Buah yang Bergejala Burik Tujuan dari analisis jaringan buah yang terserang burik adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan jaringan kulit buah manggis akibat burik. Analisis kerusakan jaringan dilakukan pada buah manggis yang memperlihatkan gejala burik dengan nilai kerusakan lebih dari 50% dan buah yang tidak bergejala burik. Buah manggis diperoleh dari hasil panen (16 msa) dari tanaman contoh. Pengamatan anatomi dilakukan terhadap sediaan mikroskopis yang dibuat dengan metode parafin (Johansen, 1940) dan dilanjutkan pengamatan dengan mikroskop stereo. Sediaan irisan transversal kulit buah manggis dibuat dengan metode parafin. Kulit buah difiksasi di dalam larutan FAA (5 ml formalin, 5 ml asam asetat glacial, 90 ml alkohol 50%).
Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan
embedding mengikuti metode Johansen (1940).
Sampel yang telah difiksasi
selama 48 jam di dalam larutan FAA dicuci dengan cara direndam di dalam alkohol 50% sebanyak 4 kali masing-masing selama 1 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam sampel di dalam seri Johansen (Lampiran 2). Infiltrasi parafin ke dalam jaringan dilakukan secara bertahap dengan menambahkan parafin beku ke dalam wadah yang berisi sampel, tertier butyl alkohol dan minyak parafin, kemudian dibiarkan terbuka pada suhu ruang selama 1-4 jam. Sampel kemudian disimpan di dalam oven dengan suhu 60oC. Setelah melalui infiltrasi, sample dimasukkan ke dalam parafin dan dibekukan (berbentuk blok).
Selanjutnya sampel yang ada di dalam blok dilunakkan dengan
merendamnya di dalam larutan Gifford (80 bagian alkohol 60%, 20 bagian asam asetat glacial dan 5 bagian gliserin) selama 1 bulan. Sampel kemudian diiris dengan ketebalan 10 µm dengan menggunakan mikrotom putar. Pita parafin hasil pengirisan direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi dengan perekat albumingliserin dan dikeringkan di atas hotplate dengan suhu 40 oC selama 3 - 5 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan rangkap dua safranin 1% dan fastgreen 0.5%. Spesimen yang telah diwarnai ditetesi media entelan kemudian ditutup dengan
36
gelas penutup. Preparat kemudian dikeringkan beberapa hari di atas hotplate. Jaringan sampel di dalam slide kemudian diamati di bawah mikroskop compound.
Intensitas dan Distribusi Buah Bergejala Burik Untuk pengamatan intensitas dan distribusi buah bergejala burik, tanaman manggis dibagi atas tiga sektor yaitu atas, tengah dan bawah seperti yang dilakukan oleh Setiawan (2005). Pengamatan dilakukan pada saat panen, jumlah tanaman yang diamati adalah sebanyak 10 pohon yang berumur hampir seragam yaitu 15 - 20 tahun. Buah manggis yang dipanen dibedakan berdasarkan sektor yang telah ditentukan, kemudian dilakukan penilaian gejala burik. Pemanenan dilakukan 2 kali dalam seminggu selama masa panen. Penilaian intensitas gejala burik dilakukan berdasarkan skala penilaian pada Tabel 4.1.
Intensitas Gejala Burik di Tingkat Petani dan Pedagang Pengumpul Pengamatan terhadap intensitas serangan burik di tingkat petani dan pedagang pengumpul dilakukan selama masa panen. Buah manggis dipilih secara acak dari petani dan pedagang pengumpul kemudian dilakukan penilaian terhadap gejala burik. Jumlah buah manggis yang diamati adalah 50 buah untuk setiap petani dan pedagang pengumpul.
Jumlah petani manggis dan pedagang
pengumpul contoh masing-masing sebanyak 5 orang. Penilaian intensitas gejala burik dilakukan berdasarkan skala penilaian pada Tabel 4.1. Padatan Terlarut Total (oBrix) Untuk menghitung padatan terlarut total (PTT) buah sampel diambil seluruh cairannya dan diaduk rata. Diambil sekitar 2 tetes cairan, lalu diletakkan di atas kaca hand refractometer dan nilai oBrix diamati. Pengamatan dilakukan terhadap buah manggis yang baru dipanen sesuai dengan skala nilai yang telah ditetapkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan buah manggis dengan skala nilai burik 0 sampai 4 sebagai perlakuan dan diulang sebanyak 6 kali. Setiap unit contoh terdiri dari 3 buah manggis yang diambil daging buahnya. Pengamatan dilakukan 2 kali. Sebelum mengamati buah yang lain alat dibersihkan dengan tisu.
37
Hasil dan Pembahasan Kemunculan dan Perkembangan Gejala Burik Burik pada buah manggis ditandai dengan adanya bintik atau bercak berwarna kecoklatan pada permukaan kulit manggis (Gambar 4.2). Munculnya gejala pertama burik pada kulit buah manggis lebih banyak pada bagian atas atau dekat kelopak yang mencapai 37.84% diikuti oleh bagian bawah (35.14%) dan bagian tengah (27.03%) (Gambar 4.3).
(a)
(b)
Gambar 4.2. Gejala burik yang muncul pertama kali pada buah manggis, (a) styler end dan (b) equator 40
37,84 35,14
Jumlah Buah (%)
35 30
27,03
25 20 15 10 5 0 Stem end
Equator
Styler end
Posisi munculnya gejala burik Gambar 4.3. Posisi munculnya gejala burik pertama kali pada buah manggis
38
Gejala burik sudah terlihat pada buah manggis berumur 1 msa dan kemunculan gejala burik paling banyak terjadi pada buah berumur 2 dan 3 msa yaitu 60.47 dan 18.60% (Gambar 4.4). Pada Gambar 4.4 juga terlihat intensitas gejala burik pada buah berumur 1 msa sangat rendah yaitu 1% dan meningkat menjadi 21.02% pada buah umur 2 msa. Peningkatan intensitas gejala burik terus terjadi seiring dengan perkembangan umur buah. Intensitas gejala burik tertinggi terjadi pada buah umur 6 - 7 msa yang mencapai 51.40 - 52.57%.
Pada
pengamatan 8 hingga 16 msa tidak terlihat adanya peningkatan intensitas gejala burik di lapangan. Gejala burik yang sudah ada pada awal pertumbuhan akan tetap terlihat hingga buah dipanen. Pertambahan gejala kerusakan dapat sebabkan oleh peningkatan ukuran diameter buah yang mengakibatkan bertambah luasnya gejala burik.
Selain itu pertambahan gejala burik juga disebabkan karena
munculnya gejala burik yang baru pada permukaan buah manggis.
65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Perkembangan intesitas gejala burik 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
60,47
18,60
4,00
1
2,33 2,33
2
3
4
5
6
7
8
9
Intensitas gejala burik (%)
Kemunculan gejala burik (%)
Kemunculan gejala burik
10 11 12 13 14 15 16
Minggu setelah anthesis Gambar 4.4. Persentase kemunculan dan perkembangan intensitas gejala burik pada buah manggis Analisis Kerusakan Jaringan Buah yang Terserang Burik Lapisan terluar dari kulit manggis adalah kutikula yang diikuti oleh lapisan eksokarp, mesokarp, endokarp dan arilus.
Bagian eksokarp buah manggis
tersusun atas jaringan sklereid tipe brakisklereid yang penebalan dinding selnya mengandung lignin. Bagian ini ditandai dengan warna merah setelah melalui
39
pewarnaan safranin (Dorly 2009). Pengamatan anatomi kulit buah manggis yang tidak bergejala burik terlihat bahwa bagian kutikula, eksokarp dan mesokarp tidak mengalami kerusakan (Gambar 4.5 a). Pada kulit buah manggis yang bergejala burik memperlihatkan adanya kerusakan pada bagian kutikula dan sklereid (Gambar 4.5 b, c dan d). Pada tingkat kerusakan yang parah, lapisan mesokarp yang berbatasan dengan eksokarp juga mengalami kerusakan (Gambar 4.5 d). Menurut Dorly (2009), jumlah lapisan dan ukuran sel eksokarp dan mesokarp dari buah muda hingga dewasa bertambah seiring dengan berkembangnya buah. Hal ini diduga berkaitan dengan perkembangan intensitas gejala burik.
Kutikula Eksokarp Mesokarp
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.5. Lapisan terluar kulit buah manggis, (a) buah tidak bergejala burik, b - d buah bergejala burik Menuru Bernays dan Chapman (1994) dan Kolattukudy (2003), permukaan tanaman diselimuti oleh lapisan lilin yang terdiri dari senyawa kompleks seperti asam lemak, alkana, hidrokarbon dan metabolit sekunder.
Lapisan lilin
merupakan lapisan terluar kutikula juga menutupi seluruh permukaan bagian tanaman seperti daun dan buah. Keberadaan lapisan lilin mempengaruhi assosiasi serangga dengan tanaman. Permukaan luar kutikula relatif datar dan licin.
40
Lapisan lilin pada kutikula berfungsi untuk mencegah kehilangan air dan juga berfungsi sebagai penghalang masuknya polutan ke dalam jaringan daun atau bagian tanaman lainnya (Dickison 2000). Kerusakan pada lapisan kutikula akibat burik menyebabkan permukaan kulit buah manggis terlihat kusam, tidak mengkilat dan kasar. Hal ini menyebabkan buah manggis tidak menarik bagi konsumen. Berdasarkan standar mutu dan informasi dari pedagang manggis, bahwa buah manggis untuk ekspor haruslah bebas dari burik dan cacat buah lainnya. Menurut Poerwanto et al. (2010), di samping burik dan getah kuning, permasalahan manggis lainnya adalah shelflife buah yang rendah yaitu buah manggis akan cepat mengeras. Hilangnya lapisan lilin menyebabkan terjadinya penguapan sehingga proses pengerasan kulit berlangsung lebih cepat.
Kuat
dugaan bahwa dengan mengekspor buah manggis bebas gejala burik yang berarti lapisan kutikula pada buah masih utuh akan sangat membantu mempertahankan kesegaran buah pada masa penanganan pasca panen dan perjalanan menuju negara importir hingga buah dikonsumsi.
Intensitas dan Distribusi Buah Bergejala Burik Hasil panen buah manggis yang dilakukan selama 8 minggu (JanuariFebruari 2010) terlihat persentase buah manggis yang tidak bergejala burik hanya 18.72%. Persentase buah manggis terbanyak adalah buah dengan skala penilaian 1 yang mencapai 32.99%, diikuti oleh buah dengan skala penilaian 4 sebanyak 18.49%. Buah bergejala burik dengan skala penilaian 2 dan 3 mencapai 15.37% dan 14.43% (Gambar 4.6). Data pada Gambar 4.6 semakin menguatkan bahwa kualitas buah manggis Indonesia masih rendah yang berdampak pada rendahnya volume ekspor buah manggis. Ekspor manggis tahun 2009 hanya mencapai 9.46% dari total produksi (BPS 2010).
Volume ekspor yang rendah juga berdampak pada rendahnya
pendapatan yang diterima oleh petani manggis, mengingat bahwa manggis yang beredar saat ini adalah berasal dari kebun milik petani. Menurut Deptan (2009) rendahnya kualitas buah manggis Indonesia disebabkan oleh pengelolaan sistem
41
produksi buah manggis masih bersifat tradisional dengan skala usaha kecil dan berpencar serta minimnya sentuhan teknologi maju. 35
32,99
Jumlah buah (%)
30 25 18,72
20
18,49 15,37
14,43
2
3
15 10 5 0 0
1
4
Skala penilaian Gambar 4.6. Persentase buah manggis berdasarkan skala penilaian gejala burik selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010 Gambar 4.7 memperlihatkan distribusi buah pada tanaman manggis berdasarkan posisi atas, tengah dan bawah tanaman. Hasil panen buah manggis dengan gejala burik skor penilaian 1 merupakan jumlah terbanyak yaitu 12.29%
14
0
12,29
Jumlah buah (%)
12
1
2
3
4
11,16 9,53
10
8,60
8
7,13 6,23
6,29
5,92
6
5,07
5,36
5,44 5,41
4,00
4
3,95 3,61
2 0 Atas
Tengah
Posisi
Bawah
Gambar 4.7. Sebaran vertikal buah manggis berdasarkan skala penilaian gejala burik buah manggis selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010
42
berasal dari sektor atas, diikuti dari bagian tengah dan bawah masing-masing sebanyak 11.16 dan 9.53% dari keseluruhan jumlah buah yang dipanen. Jumlah buah yang bebas dari gejala burik lebih banyak dihasilkan pada sektor tengah yaitu sebanyak 7.13% kemudian diikuti dari sektor atas dan bawah yaitu 6.23 dan 5.36%. Sebaliknya jumlah buah dengan skor penilaian 4 (>75% permukaan buah terdapat gejala burik) paling banyak berasal juga dari sektor tengah yaitu 8.6%, dari sektor bawah sebanyak 6.29% dan sektor atas menghasilkan buah dengan gejala burik skor 4 paling sedikit yaitu sebanyak 3.61%. Pada Gambar 4.8 terlihat bahwa pada masa awal periode panen yaitu minggu pertama dan kedua Januari 2010 terlihat intensitas gejala buah burik sudah mencapai 25.09% dan 29.26%. Intensitas gejala burik dari hasil panen semakin meningkat pada awal bulan Februari 2010 yaitu 40.90% dan semakin meningkat hingga 56.94% hingga akhir periode panen. Terdapat indikasi bahwa pada awal periode panen intensitas gejala burik masih rendah. Intensitas gejala burik semakin meningkat selama periode panen hingga mencapai puncaknya pada akhir masa panen.
70
Intensitas gejala burik (%)
60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
2010 Februari Periode panen Gambar 4.8. Perkembangan intensitas gejala burik pada buah manggis selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010 (pengamatan dilakukan 2 kali per minggu) Januari
43
Intensitas Gejala Burik Tingkat Petani dan Pedagang Perkembangan intensitas gejala burik selama periode panen pada Gambar 4.8 terlihat memiliki pola yang hampir sama dengan hasil pengamatan pada buah manggis hasil panen petani dan buah manggis yang dikumpulkan oleh pedagang (Gambar 4.9). Pada awal masa panen intensitas gejala burik hasil panen petani dan pedagang pengumpul berkisar antara 25.45 hingga 29.30%. Peningkatan intensitas gejala burik terjadi selama periode panen dan intensitas gejala burik tertinggi terjadi pada akhir periode panen baik di tingkat petani maupun pada pedagang mencapai 63.55 hingga 66.35%. Dari Gambar 4.8 dan 4.9 terlihat bahwa dari sisi burik, kualitas buah manggis pada awal periode panen lebih bagus dibandingkan pada pertengahan dan akhir masa panen.
Semakin mendekati akhir periode panen, kualitas buah
manggis semakin rendah. 70 Petani
Pedagang pengumpul
Intensitas gejala burik (%)
60 50 40 30 20 10 0 1
2 Januari
Gambar 4.9.
3
4
5
2010 Periode panen
6
7
8
Februari
Perkembangan intensitas gejala burik pada buah manggis hasil panen petani dan pedagang pengumpul selama periode panen bulan Januari hingga Februari 2010
Trips merupakan serangga oportunis yang mampu mengolonisasi habitat yang muncul dalam rentang waktu singkat. Tanaman manggis merupakan tanaman yang mempunyai sifat berbunga dan berbuah musiman, sehingga periode
44
kemunculan kuncup, bunga dan buah manggis berlangsung hanya dalam kurun waktu tertentu. Kemunculan bunga manggis dalam satu musim tidaklah serentak, sehingga panen buah manggis juga berlangsung dalam periode tertentu pula. Tingginya intensitas gejala burik pada buah manggis yang dipanen pada akhir periode panen berkaitan dengan bunga dan buah yang muncul pada akhir periode pembungaan yaitu akhir bulan Oktober 2009 (Gambar 5.5 dan 5.56, BAB V) dengan jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang muncul sebelumnya. Pada saat bunga muncul akhir bulan Oktober 2009, populasi trips sudah tinggi, sehingga jumlah bunga yang relatif sedikit akan cepat dikolonisasi oleh trips. Hal ini sangat terkait dengan tipe seleksi dari trips yaitu tipe r.
Menurut Mound (1997), trips adalah serangga oportunis dengan tipe
seleksi r yang mampu menguasai habitat yang muncul dalam rentang waktu singkat secara optimal. Populasi trips yang tinggi akan mengkolonisasi habitat yaitu bunga dan buah manggis yang terbatas. Hal ini diduga akan menimbulkan gejala burik dengan intensitas yang tinggi ketika buah manggis dipanen. Padatan Terlarut Total (oBrix) Hasil analisis padatan total terlarut (PTT) pada aril buah manggis yang berasal dari buah manggis yang memperlihatkan gejala burik berdasarkan skala penilaian 0 - 4 menunjukkan adanya peningkatan nilai %Brix (Gambar 4.10). Hasil uji lanjut menunjukkan PTT buah yang tidak memperlihatkan gejala burik menghasilkan %Brix paling rendah dan berbeda dengan skala penilaian lainnya, sedangkan buah manggis yang memperlihatkan gejala burik dengan skala 4 memiliki %Brix paling tinggi yaitu 16.53. Daryono dan Sosrodihardjo (1986) menyatakan bahwa kandungan gula utama buah manggis adalah fruktosa, glukosa dan sukrosa yang merupakan hampir seluruh padatan total terlarutnya.
Pada
Gambar 4.10 terlihat adanya indikasi bahwa semakin tinggi intensitas gejala burik akan menghasilkan buah manggis yang semakin tinggi kandungan gula pada aril buah manggis.
Gejala burik merupakan kerusakan yang terjadi pada lapisan
kutikula dan eksokarp.
Kerusakan pada kulit buah manggis diduga
mengakibatkan terjadinya pengalihan alokasi fotosintat ke bagian lain buah manggis seperti pada aril.
Padatan total terlarut (%Briks)
45
17
a
16,5
ab
16
b
b
1
2
15,5 15 14,5
c
14 13,5 13 12,5 0
3
4
Skala Penilaian Gambar 4.10. Padatan total terlarut berdasarkan skala penilaian gejala burik (0-4) pada buah manggis Padatan total terlarut buah manggis asal Leuwiliang (Jawa Barat) tergolong rendah (14.74%Briks) dibandingkan dengan manggis dari sentra produksi lainnya seperti daerah Kaligesing, Jawa Tengah (17.96%Briks), Watulimo, Jawa Timur (16.26%Briks), Puspahiang dan Wanayasa (Jawa Barat) mencapai 17.46 dan 15.55%Briks (Gunawan 2007).
Kesimpulan Gejala burik pada buah manggis sudah terlihat pada awal pertumbuhan buah. Sebanyak 4% buah berumur 1 msa sudah mulai terlihat gejala burik, dan kemunculan gejala burik yang paling banyak adalah pada buah berumur 2 msa yaitu sebanyak 60.47%. Sebanyak 18.6% buah berumur 3 msa mulai terlihat gejala burik dan semakin menurun pada buah berumur 4 dan 5 msa yaitu 2.33%. Semakin tua umur buah manggis semakin kecil peluang terjadinya burik pada buah manggis. Gejala awal burik paling banyak muncul pada bagian atas atau di bawah kelopak, kemudian diikuti oleh bagian bawah dan tengah buah manggis. Intensitas gejala burik mengalami peningkatan dari buah berumur 1 msa hingga mencapai 51.40 - 52.57%
ketika buah berumur 6 - 7 msa dan tidak ada
pertambahan gejala burik hingga buah berumur 16 msa. Meningkatnya gejala
46
burik dapat disebabkan serangan sekunder organism lain. Burik hanya merusak bagian kutikula dan eksokarp, namun tidak merusak bagian yang dapat dimakan. Buah manggis dengan gejala burik skor 4 memiliki nilai %Brix paling tertinggi yaitu 16.53%. Sektor tengah tanaman merupakan penghasil buah bebas gejala burik terbanyak (7.13%) sekaligus juga penghasil buah terbanyak bergejala burik dengan skor tertinggi (8.60%). Daftar Pustaka Affandi, Emilda D, Jawal M. 2008. Application of fruit bagging, sanitation, and yellow sticky trap to control thrips on mangosteen. Indones J Agric Sci 9(1): 19–23. Bernays EA, Chapman RE. 1994. Host-Plant Interaction by Phytophagous Insect. London: Chapman & Hall. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi buah buahan di Indonesia. http://www.bps.go.id [23 Maret 2012]. Daryono M, Sosrodihardjo S. 1986. Cara praktis penentuan saat pemanenan buah manggis dan sifat-sifatnya selama penyimpanan. Bul Penel Hort 14(2): 39–42. Dent D. 2000. Insect Pest Management. Ed ke-2UK: CABI. [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Profil Kawasan Manggis. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta: Departemen Pertanian. Dickison WC 2000. Integrative Plant Anatomy. Sandiego, California: Academic Press. Dorly. 2009. Studi struktur sekretori getah kuning dan pengaruh kalsium terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.) [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Gunawan E. 2007. Hubungan agroklimat dengan fenofisiologi tanaman dan kualitas buah manggis di lima sentra produksi di pulau Jawa [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Johansen DA. 1940. Plant Microtechnicque. New York: McGraw-Hill. Kolattukudy. 2003. Natural waxes on fruit. http://www.postharvest.tfrec.wsu.edu/ REP2003A [18 Mei 2012]. Mound LA. 1997. Biological diversity. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 107-216. Pableo FB, Velasco CJ. 1994. Mangosteen thrips and its control. The Philip J Plant Industry 59(4): 91–101.
47
Pankeaw K, Ngampongsai A, Permkam S, Rukadee O. 2011. Abundance and distribution of thrips (Thysanoptera: Thripidae) in mangosteen (Garcinia mangostana L.) grown in single and mixed cropping system. Songklanakarin. Sci Technol 33(3): 263-269. Poerwanto R, Dorly, Maad M. 2010. Getah kuning pada buah manggis. Di dalam: Utama IMS, Susila AD, Poerwanto R, Antara NS, Putra NK, Susustra KB (editor). Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai Hortikultura. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura Indonesia; Universitas Udayana-Bali, 25-26 Nop. Universitas UdayanaBali: Perhorti. hlm 225-260. Setiawan E. 2005. Produktifitas dan kualitas buah manggis pada berbagai posisi cabang dalam tajuk [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Unterstenhofer. 1976. The Basic Principles of Crop Protection Fields Trials. Pflanzenzhutz-Nachricten Bayer AG. Leverkusen.
V. TRIPS (THYSANOPTERA: THRIPIDAE) PADA BUNGA DAN BUAH MANGGIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN BURIK PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana) [Thrips (Thysanoptera: Thripidae) on Flower and Fruit of Mangosteen (Garcinia mangostana) and the Correlation to Fruit Scar] Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk mengamati trips yang berasosiasi dengan bunga dan buah manggis serta dinamika populasi trips berdasarkan fenologi buah manggis. Penelitian tentang assosiasi serangga trips (Thysanoptera: Thripidae) dengan bunga dan buah manggis dilaksanakan pada bulan Mei 2009 - Februari 2010 di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Februari hingga Agustus 2011 di Desa Kandang Tarok, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Pengamatan laboratorium dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Bagian tanaman yang diamati adalah daun muda, kuncup, bunga mekar sempurna dan buah umur 1-16 minggu setelah anthesis (msa). Hasil penelitian menunjukkan Scirtothrips dorsalis dan Thrips hawaiiensis (Thysanoptera: Thripidae) ditemukan pada daun muda, kuncup, bunga dan buah manggis. Populasi imago S. dorsalis dan T. hawaiiensis tertinggi ditemui pada fase bunga mekar sempurna, populasi larva tertinggi ditemui pada buah berumur 2 msa. Populasi trips semakin menurun dengan bertambahnya umur buah manggis. Diduga S. dorsalis dan T. hawaiiensis adalah penyebab burik pada buah manggis. Kata kunci: trips, burik, manggis, Scirtothrips dorsalis, Thrips hawaiiensis Abstract The aims of this research were to investigate the association of thrips to flower, fruit and to analyze the population dynamic of thrips related to fruit phenology. The research was conducted from May 2009 to September 2010 in Cengal Town, Karacak Village, Leuwiliang Subdistric, Bogor Distric, West Java, and from February to August 2011 in Kandang Tarok Village, Enam Lingkung Subdistric, Pariaman Distric, West Sumatera. Laboratory investigation has been conducted at Insect Biosystematics Laboratory of Bogor Agricultural University and microbiology Laboratory of Andalas University. We observed the shoot, flower bud, open flower, and fruit of one to sixteen weeks after anthesis (waa). There were two species of thrips: Scirtothrips dorsalis and Thrips hawaiiensis were found on flower bud, open flower, and fruit. The population of adults of both species was high on open flower. The population of larva was also high on two waa fruit. The population of thrips decreased with fruit stage. Scar occurred on two and three waa fruit. The abundance of thrips was positively correlated to two and three waa fruit, hence correlated to scar. It was suggested that S. dorsalis and T. hawaiiensis caused the scar on mangosteen. Keywords: trips, scar, mangosteen, Scirtothrips dorsalis, Thrips hawaiiensis
50
Pendahuluan Asosiasi antara serangga trips dengan tanaman inangnya tidak terlepas dari keberadaan senyawa kimia primer dan sekunder serta faktor fisik dari tanaman inang tersebut. Pada serangga trips, seleksi inang terutama dilakukan oleh imago karena larva tidak dapat bergerak terlalu jauh (Terry 1997). Salah satu faktor fisik yang dapat berperan dalam penemuan dan pengenalan inang oleh serangga adalah warna (Prokopy dan Owens 1983). Warna merupakan isyarat penting bagi trips dalam mengenali inangnya (Terry 1997). Pada umumnya trips tertarik kepada warna kuning, biru dan putih (Kirk 1984; Hoddle et al. 2002b) dan setiap spesies trips memiliki kesukaan terhadap warna tertentu. Trips bunga tertarik pada warna cerah seperti putih, sementara trips rumput tertarik pada warna yang mendekati hijau (Teulon dan Penman 1992), Scirtothrips dorsalis tertarik pada warna kuning (Chu et al. 2006). Selain warna, aroma bunga tanaman inang dapat menarik trips, sehingga trips menggunakannya untuk mendeteksi keberadaan inangnya meskipun tanpa warna. Frankliniella occidentalis tertarik pada senyawa volatil seperti benzenoid dan monoterpene (Koschier et al. 2000), sedangkan Thrips hawaiiensis tertarik pada senyawa methyl anthranilate (Imai et al. 2001). Ketika menemukan lokasi yang tepat pada tanaman inang, trips akan membuat tusukan kecil pada dinding sel. Dengan menggunakan palpus, trips mencicipi kandungan nutrisi cairan yang keluar dari luka tersebut. Jika jaringan dan kandungan nutrisi cukup atau sesuai, dengan menggunakan stilet maksila, trips akan membuat tusukan yang lebih besar pada jaringan dan mulai makan. Aktifitas tersebut dapat mengakibatkan kerusakan sel. Bila kerusakan terjadi pada ovarium bunga maka dalam perkembangan buah akan terlihat bekas garukan sehingga mengurangi kualitas buah (Kirk 1997). Burik (scar) merupakan kerusakan yang terjadi pada permukaan kulit buah manggis akibat adanya pelukaan sehingga menyebabkan kulit tampak kusam. Trips dilaporkan sebagai penyebab burik pada buah manggis (Pableo dan Velasco 1994; Affandi et al. 2008; Pankeaw et al. 2011). Trips juga penyebab burik pada buah nectarine (Felland et al. 1995), buah jeruk (Childers 1999) dan pada buah alpukat (Hoddle et al. 2002a).
51
Kerusakan tanaman akibat serangan trips dapat disebabkan oleh aktifitas makan dan oviposisi (Kirk 1997). Serangan pada buah dapat menimbulkan kerusakan berupa adanya rautan (scabbing) pada kulit buah. Serangan trips pada buah manggis tidak mempengaruhi bagian yang dapat dimakan (edible portion), tetapi menyebabkan penampilan buah kurang menarik sehingga menurunkan kualitas dan mengurangi nilai jual (Pableo dan Velasco 1994).
Pada buah
nectarine kerusakan oleh serangga trips lebih banyak disebabkan aktifitas makan larva dibandingkan aktifitas makan dan oviposisi yang dilakukan oleh imago (Pearsall 2000). Kerusakan pada kulit buah manggis memungkinkan terjadinya serangan sekunder oleh mikroorganisme seperti cendawan atau bakteri, sehingga dapat memperparah tingkat kerusakan. Banyak faktor yang mempengaruhi kelimpahan populasi suatu spesies serangga dalam suatu ekosistem seperti faktor fisik, kesesuaian dengan tanaman inang atau sumber makanan, dan populasi itu sendiri (Dent 2000). Fenologi dan habitat mikro dalam kanopi tanaman inang juga berpengaruh terhadap kelimpahan dan dinamika populasi trips pada tanaman nectarine dan bunga chrysanthenum (Pearsall dan Myers 2000; Reitz 2002; Chau et al. 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari (1) Trips yang bersosiasi dengan bunga dan buah manggis; (2) dinamika populasi serangga trips yang berasosiasi dengan bunga dan buah manggis, (3) hubungan populasi trips dengan kejadian burik. Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2009 hingga Februari 2010 di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Februari hingga Agustus 2011 di Desa Kandang Tarok, Kecamatan 6 Lingkung,
Kabupaten
Pariaman,
Provinsi
Sumatera
Barat.
Pengamatan
laboratorium dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.
52
Identifikasi Serangga Trips Penelitian terhadap spesies trips yang berasosiasi dengan bunga dan buah manggis serta populasinya dilakukan di laboratorium di bawah mikroskop stereo. Identifikasi trips dilakukan dengan cara membuat preparat mikroskop. Imago trips betina yang diperoleh dibuat preparat mikroskop berdasarkan metode Mound (2006). Spesimen yang diperoleh dari lapangan dituang ke dalam cawan sirakus untuk memilih imago trips betina.
Imago betina ditandai dengan adanya
ovipositor pada ujung abdomen, berwarna lebih gelap dan ukuran tubuh lebih besar dari pada imago jantan. Sebuah gelas penutup preparat ditetesi larutan hoyers, satu spesimen betina diletakkan pada bagian tengah larutan dengan posisi ventral tubuh menghadap keatas. Bagian sayap dan antena direntang dengan menggunakan jarum mikro bertangkai. Spesimen trips ditutup dengan gelas objek secara perlahan-lahan dalam posisi mendatar.
Ketika gelas objek menyentuh
larutan hoyer, kaca objek dibalik sehingga posisi gelas penutup berada di atas dan posisi dorsal trips menghadap ke atas. Preparat dikeringkan di atas hot plate dengan suhu 40 - 50 oC hingga preparat kering, dan siap diidentifikasi. Pengamatan morfologi dan identifikasi trips dilakukan di bawah mikroskop compound
dengan perbesaran 40, 100 dan 400 kali.
Identifikasi dilakukan
dengan acuan Morizt et al. (2004) serta Mound dan Kibby (1998).
Pelabelan Kuncup, Bunga dan Buah Untuk memperoleh kuncup, bunga dan buah dengan kriteria umur tersebut, bunga manggis yang belum mekar sempurna diberi label kemudian dicatat tanggal terjadinya mekar sempurna.
Bunga dan atau buah yang telah diberi label
kemudian dipetik sesuai dengan umur pengambilan sampel. Bunga dan buah manggis contoh dipetik dengan cara memotong tangkai bunga atau buah lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup dan diberi label berupa informasi nomor bunga atau buah, tanggal pengambilan dan periode berbunga atau umur buah. Banyaknya sampel yang diambil setiap periode kuncup, bunga mekar sempurna dan setiap umur buah adalah masing-masing sebanyak 20 buah. Periode kuncup adalah bunga yang belum mekar, perkembangan bunga ditetapkan
53
waktu anthesis, sedangkan untuk perkembangan buah dihitung 1 minggu setelah anthesis (msa) sampai 16 msa. Populasi Serangga Trips yang Berasosiasi dengan Daun, Kuncup, Bunga dan Buah Penelitian ini dilakukan di lapangan dan laboratorium. Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung jumlah trips berdasarkan spesies yang ada pada daun muda, kuncup, bunga dan buah manggis berumur 1-16 msa. Semua larva trips yang ditemui pada bunga dan buah manggis disatukan dalam satu kelompok dalam penghitungan populasinya (Reitz 2002). Pengamatan serangga trips yang berasosiasi dengan daun muda (flush) dilakukan dengan cara memetik daun muda sebanyak 10-15 helai yang dipilih secara acak dari 10 tanaman manggis. Daun muda dipetik dengan cara memotong tangkainya kemudian masing masing dimasukan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup. Frekwensi pengambilan daun muda adalah sebanyak 4 kali antara bulan September dan Oktober 2009. Pengamatan terhadap populasi serangga trips yang berasosiasi dengan kuncup, bunga mekar sempurna dan buah manggis dilakukan dengan cara mengikuti perkembangan bunga dan buah hingga buah dipanen. Sebanyak 20 bunga dan atau buah manggis masing-masing dipilih secara acak dari 10 pohon (2 bunga dan atau buah per pohon) untuk pengamatan setiap minggu selama periode bunga dan 1 hingga 16 msa. Perkembangan pertumbuhan buah manggis dilakukan dengan cara mengukur diameter buah umur 1-16 msa dengan menggunakan jangka sorong. Penilaian gejala burik dilakukan dengan cara menetapkan skala penilaian seperti pada Tabel 4.1 dan intensitas gejala burik dihitung berdasarkan rumus Townsend dan Hueberger (dalam Unterstenhofer 1976).
Pemasangan Perangkap Berperekat Penelitian ini dilakukan di lapangan dan laboratorium yang bertujuan untuk memantau populasi trips pada pertanaman manggis selama periode sebelum berbunga hingga setelah panen.
Pengamatan dilakukan dengan cara
menggunakan perangkap berperekat (sticky trap) (Pearsall dan Myers, 2000).
54
Perangkap yang digunakan berwarna kuning, putih dan biru (Kirk 1984; Hoddle et al. 2002a). Perangkap berukuran 10 cm x 20 cm terbuat dari plastik berwarna kuning, putih dan biru . Plastik transparan berukuran 10 cm x 50 cm pada salah satu sisinya dioles tipis dengan lem tikus cap gajah yang berwarna bening, kemudian di tempelkan pada plastik sesuai warna dengan sisi berperekat di bagian luar. Untuk setiap warna, dipasang sebanyak 4 buah per pohon menghadap Utara, Selatan, Timur dan Barat. Banyaknya pohon manggis yang dipasangi perangkap untuk masing-masing warna adalah 5 pohon. Pemasangan perangkap dilakukan setiap minggu, yang dimulai dari periode sebelum berbunga hingga setelah panen. Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung jumlah trips yang terperangkap pada perangkap berwarna.
Isolasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Burik Isolasi bakteri dari kulit manggis yang bergejala burik dilakukan berdasarkan Schaad et al. (2001). Kulit manggis yang bergejala burik dipotong sebesar 1 cm2 sebanyak 3 bagian. Sterilisasi permukaan dilakukan dengan alkohol 70 % dan dibilas dengan aquades steril. Potongan kulit buah tersebut dihancurkan dan ditambahkan 3 ml akuades steril lalu dilakukan pengenceran hingga 10-6. Sebanyak 1 ml suspensi dari pengenceran (10-4, 10-5, 10-6) dipindahkan ke dalam media nutrient agar (NA) dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Uji gram dilakukan dengan metode KOH 3% dan uji hipersensitif dilakukan pada daun tembakau berumur 1 bulan (Lampiran 3).
Kadar Air, Nitrogen, Total Gula pada Daun, Bunga Mekar Sempurna dan Kulit Buah Manggis Pengamatan kadar air dilakukan dengan metode oven. Analisis kandungan nitrogen dilakukan dengan metode Kjedahl dan total gula dilakukan berdasarkan metode Anthrone (dalam Apriyantono et al. 1994) (Lampiran 4). Sampel bunga dan kulit buah manggis yang dianalisis kadar air, nitrogen dan total gula berasal dari bunga dan buah manggis pada pengamatan populasi serangga trips yang berasosiasi dengan daun, kuncup, bunga dan buah manggis.
55
Hasil dan Pembahasan Identifikasi Trips Berdasarkan panduan identifikasi Morizt et al. (2004) serta Mound dan Kibby (1998) ditemukan dua spesies trips yaitu Scirtothrips dorsalis dan Thrips hawaiiensis (Thysanoptera: Thripidae) seperti pada Gambar 5.1 dan 5.2.
S.
dorsalis dan T. hawaiiensis merupakan serangga fitofag yang menyerang berbagai jenis sayuran, buah-buahan, tanaman hias (Chen dan Lo 1987; Ananthakrishnan 1993). Imago S. dorsalis dicirikan dengan warna tubuh dominan berwarna kuning. Antena terdiri dari 8 ruas, pada ruas III dan IV terdapat sense cones berbentuk garpu dan kuat (Gambar 5.1a). Kepala mempunyai 3 pasang seta oseli, posisi seta III berada di antara titik tengah belakang oseli, terdapat 2 pasang seta utama postokular (Gambar 5.1b).
Pada metanotum terdapat garis longitudinal yang
paralel pada setengah bagian posterior, tidak ada campaniform sensilla, seta median muncul dari tepi belakang bagian tepi anterior (Gambar 5.1c). Sayap depan berwarna transparan, barisan seta tidak lengkap baik pada baris pertama maupun ke-dua (Gambar 5.1d). Pada bagian tergit VIII terdapat microthricia comb lengkap pada posterior margin.
Tergit IX memiliki beberapa baris
microtrichia pada bagian discal (Gambar 5.1e). Tubuh T. hawaiiensis berwarna coklat, antena terdiri dari 7 ruas, ruas III dan IV dengan sense cone yang berbentuk garpu (Gambar 5.2a). Kepala lebih lebar dari pada panjang dengan dua pasang seta oseli, sepasang seta III berada di luar anterior margin pada segi tiga oseli (Gambar 5.2b). Metanotum dengan sculpture garis longitudinal di bagian tengah, tetapi transversal pada bagian anterior (Gambar 5.2c). Sayap depan memiliki seta yang tidak lengkap, hanya 3 seta pada tengah distal (Gambar 5.2d). Pada bagian tergit V - VIII terdapat lateral ctenidia di depan spirakel (Gambar 5.2e).
56
a
b
c
d
e Gambar 5.1. Scirtothrips dorsalis, a) antena, b) kepala, c) metanotum, d) sayap, dan e) tergit VIII
57
a
b
c
d
e Gambar 5.2. Thrips hawaiiensis, a) antena, b) kepala, c) metanotum, d) sayap, dan e) tergit VIII
58
Populasi Trips pada Daun Muda Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar trips yang ditemui adalah larva dan banyak dijumpai pada bagian permukaan bawah daun. Pada Gambar 5.3 terlihat bahwa populasi trips pada daun berfluktuasi. Pengamatan pada tanggal 27 September 2009 rerata trips mencapai 3.30 individu/daun dan menurun berturut turut 2.07 dan 2.10 individu/daun pada pengamatan 3 dan 7 Oktober 2009.
Pada pengamatan 24 Oktober 2009 populasi trips meningkat
Trips/daun
mencapai 3.90 individu /daun.
4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
3,90 3,30
27 Sept
2,07
2,10
3 Okt
7 Okt
24 Okt
2009
Gambar 5.3. Rataan populasi S. dorsalis, T. hawaiiensis dan larva trips pada daun muda Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pada tanaman manggis, daun muda merupakan habitat yang disukai oleh trips. Berlimpahnya trips pada daun muda mengindikasikan bahwa awal kolonisasi tanaman manggis oleh trips terjadi saat tanaman manggis mengeluarkan daun muda. Pada tanaman cabe (Capsicum annuum L.) larva F. occidentalis lebih berlimpah pada daun muda sedangkan imago lebih banyak menghuni bunga (Higgins 1992). Larva S. perseae umumnya menyukai daun alpukat (Persea americana) yang masih muda. Larva trips juga ditemui pada buah bila populasi larva tinggi dan ketersediaan daun muda tidak mencukupi atau daun sudah mengeras sehingga tidak sesuai untuk aktivitas makan. Imago S. perseae tidak
59
memakan atau meletakkan telur pada daun yang telah tua atau mengeras (Yee et al. 2001; 2003). Kandungan nutrisi pada daun muda dan daun tua ditampilkan pada Tabel 5.1. Hasil analisis kadar air terlihat bahwa kadar air pada daun muda adalah 83.31% lebih tinggi dari pada daun tua yakni 60.59%. Sebaliknya kandungan nitrogen pada daun tua lebih tinggi (0.65%) dari pada daun muda (0,42%). Daun tua lebih banyak mengandung total gula (0.35g/100g) dibandingkan dengan daun muda (0.28g/100g). Tabel 5.1 Hasil analisis kadar air, nitrogen dan total gula pada daun manggis muda dan tua
Muda
Kadar air (% ± SE) 83.31 ± 0.06
Nitrogen (% ± SE) 0.42 ± 0.01
Total gula (g/100g ± SE) 0.28 ± 0.00
Tua
60.59 ± 0.07
0.65 ± 0.01
0.35 ± 0.01
Bagian daun
Pada umumnya serangga akan memilih tanaman inang atau bagian tanaman yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup sebagai tempat tinggal dan sekaligus mencukupi kebutuhannya (Kogan 1982).
Nutrisi terutama senyawa yang
mengandung unsur nitrogen seperti protein dan sterol sangat mempengaruhi perkembangbiakan serangga, terutama keperidian serangga betina (Southwood 1978). Selain mengandung nutrisi, jaringan tanaman pada daun muda lebih lunak sehingga memungkin trips lebih mudah untuk mendapatkan kebutuhan nutrisinya. Pertumbuhan Buah Manggis Pertumbuhan buah manggis dari 1 msa hingga buah dipanen (16 msa) membentuk kurva sigmoid (Gambar 5.4). Diameter buah manggis bertambah seiring dengan bertambahnya umur buah. Pada umur 1 - 4 msa terlihat pola pertumbuhan lambat, pertumbuhan cepat terjadi pada umur 4 - 10 msa dan kembali melambat pada umur 10 - 12 msa. Menurut Dorly (2009), jumlah lapisan sel eksokarp dari buah manggis muda hingga dewasa juga bertambah seiring dengan perkembangan buah. Pada buah umur 1 msa sel eksokarp hanya terdiri 1 lapis. Jumlah lapisan terbanyak dijumpai pada buah umur 11 msa. Namun pada
60
buah umur 12 msa jumlah lapisan sel eksokarp menurun perlahan dan cenderung stabil hingga berumur 16 msa. Di samping pertambahan diameter buah juga terjadi perubahan warna. Buah manggis yang masih muda berwarna hijau dan semakin matang kulit buah akan berwarna ungu kehitaman.
Menurut Palapol et al. (2009), pada kulit
manggis terdapat beberapa senyawa seperti cyanidin-sophoroside, cyanidinglucoside
dan
cyanidin-glucoside-pentoside
yang
merupakan
kelompok
antosianin. Senyawa utama yang paling dominan dan mengalami peningkatan selama perkembangan buah manggis adalah cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin3-glucosid. Apakah cyanidin ini berperan dalam interaksi buah manggis dengan trips perlu diungkapkan melalui penelitian.
6
Diameter buah (cm)
5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Minggu setelah anthesis Gambar 5.4. Pertumbuhan buah manggis umur 1-16 msa Populasi Trips pada Kuncup, Bunga dan Buah Manggis Asosiasi serangga trips pada bunga dan buah manggis sudah terjadi sejak bunga masih dalam masa kuncup. Asosiasi ini tentu telah berlangsung cukup lama.
Rataan populasi imago S. dorsalis pada fase kuncup adalah 0.90
individu/kuncup, populasi imago S. dorsalis dan T. hawaiiensis meningkat masing-masing mencapai 1.15 dan 0.95 individu/bunga mekar sempurna (Gambar 5.5). Populasi imago trips tertinggi ditemui pada bunga dan buah berumur 1 msa dan cenderung menurun hingga buah dipanen (16 msa). Menurut Grovers et al.
61
(2001), kolonisasi tanaman inang oleh serangga trips dapat dengan cepat terjadi ketika tanaman inang mulai berbunga.
Trips/bunga atau buah
1,4
T. hawaiiensis S. dorsalis
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 k ms 1 Okt
2
3
4
5 Nov 2009
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
msa Des
Jan 2010
Gambar 5.5. Rataan populasi imago S. dorsalis dan T. hawaiiensis pada kuncup, bunga mekar sempurna hingga buah berumur 16 msa k = kuncup, ms = bunga mekar sempurna, msa = minggu setelah anthesis
Pada fase kuncup, populasi larva trips lebih tinggi dari pada imago yaitu mencapai 1.6 individu/kuncup dan meningkat menjadi 2.15 individu/bunga mekar sempurna (Gambar 5.6). Populasi larva tertinggi ditemui pada saat buah berumur 2 msa yakni 8.75 individu/buah dan turun menjadi 2.40 individu pada buah berumur 3 msa. Seperti halnya imago, terjadi penurunan populasi larva hingga buah berumur 16 msa. Menurut Yamaguchi (2007), pada mangga (Mangifera indica) populasi imago S. dorsalis tertinggi ditemukan pada bunga dan buah yang masih muda, populasi semakin menurun dengan bertambahnya umur buah mangga.
62 10
Larva/bunga atau buah
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 k ms 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
msa
Okt
Nov 2009
Des
Jan 2010
Gambar 5.6. Rataan populasi larva S. dorsalis dan T. hawaiiensis pada kuncup, bunga mekar sempurna hingga buah berumur 16 msa k = kuncup, ms = bunga mekar sempurna, msa = minggu setelah anthesis
Faktor fisik dan kimia tanaman inang sangat mempengaruhi asosiasi serangga fitofag dengan tanaman inangnya. Peningkatan jumlah lapisan eksokarp selama perkembangan buah manggis muda hingga dewasa (Dorly 2009) dan peningkatan konsentrasi antosianin seperti cyanidin-3-sophoroside, cyanidin-3glucoside pada permukaan kulit manggis (Palapol et al. 2009) diduga berperan dalam penurunan populasi trips pada buah manggis dewasa. Menurut Bernays dan Chapman (1994), pada tanaman kapas antosianin bertindak sebagai deterrent bagi larva Helicoverpa virescens (Lepidoptera: Noctuidae). Pada daun, cyanidin berperan sebagai pertahanan terhadap serangga herbivore (Panda dan Kush 1995). Menurut Schoonhoven et al. (2005), bentuk fisik seperti adanya trikoma dan struktur kristal lilin pada permukaan tanaman, kekerasan jaringan dan ketebalan daun, kandungan silika yang tinggi dapat menyebabkan perilaku penghindaran oleh serangga. Ciri tanaman seperti itu sering diasumsikan sebagai suatu fungsi pertahanan tanaman. Kandungan nutrisi pada bunga mekar sempurna dan kulit buah manggis umur 1-16 msa terlihat bervariasi (Gambar 5.7). Kadar air pada bunga mekar sempurna mencapai 56.62%, kemudian kadar air menurun pada kulit buah berumur 1 dan 2 msa yaitu 53.56% dan 53.29%. Selanjutnya kadar air pada kulit
63
buah manggis cenderung meningkat hingga buah berumur 16 msa yang mencapai 54.96%. Kadar nitrogen pada bunga mekar sempurna 0.27% dan lebih rendah dari pada kadar nitrogen kulit buah yang berkisar antara 0.36 - 0.49%. Sedangkan total gula pada bunga mekar sempurna adalah 3.58% dan pada kulit buah berkisar antara 3.60 - 4.22%. Semakin tua umur buah kandungan nitrogen, total gula dan kadar air pada kulit buah semakin meningkat. peningkatan populasi trips.
Tetapi tidak diikuti dengan
Selain faktor kimia tanaman, faktor fisik juga
berperan dalam kesesuaian serangga dengan tanaman inangnya. Nitrogen
Total gula
Kadar air
4,5
57 56
3,5 3,0
55
2,5 54 2,0 1,5
53
Kadar air (%)
Kadar N dan total gula (%)
4,0
1,0 52 0,5 0,0
51 ms 1
2
3
4
5
6
7 8 msa
9 10 11 12 13 14 15
Gambar 5.7. Kadar nitrogen, total gula dan kadar air pada bunga mekar sempurna dan kulit buah berumur 1-15 msa ms = bunga mekar sempurna, msa = minggu setelah anthesis
Populasi Trips pada Perangkap Berperekat Penggunaan perangkap berperekat efektif untuk memantau populasi trips di lapangan. Menurut Southwood (1978), perangkap berperekat dapat memberikan informasi tentang kelimpahan populasi serangga di lapangan. Pada Gambar 5.8 terlihat populasi trips di pertanaman manggis pada saat terjadinya kuncup dan anthesis pada bulan September hingga pertengahan Oktober 2009 mencapai 5 - 7 individu trips. Penurunan populasi pada perangkap berperekat terjadi mulai bulan
64
November hingga Desember 2009 hingga masa panen yang berlangsung pada bulan Januari dan Februari 2010. Fluktuasi populasi trips yang terperangkap sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Pada bulan September hingga bulan Oktober 2009 curah hujan relatif rendah dan pada saat yang bersamaan jumlah trips yang terperangkap mencapai 5 - 7 individu. Jumlah yang terperangkap tersebut merupakan paling tinggi terjadi selama penelitian berlangsung.
Curah hujan pada bulan November hingga
Desember 2009 dan Januari 2010 terlihat berfluktuasi, tetapi ada kecenderungan terjadi peningkatan curah hujan.
Pada waktu yang bersamaan juga terjadi
penurunan jumlah trips yang terperangkap. Pola perkembangan jumlah trips pada Gambar 5.8 terlihat sama dengan Gambar 5.5 dan 5.6 yakni adanya peningkatan imago trips pada bunga mekar sempurna dan populasi menurun hingga memasuki masa panen yaitu pada bulan Januari dan Februari 2010. Kuat dugaan bahwa penurunan populasi trips pada Gambar 5.5 dan 5.6 selain faktor fisik dan kimia buah manggis, curah hujan juga berpengaruh terhadap populasi trips pada pertanaman manggis. Hubungan Populasi Trips dengan Kejadian Burik Puncak kepadatan populasi trips pada buah manggis terjadi pada buah umur 2 dan 3 msa (Gambar 5.5 dan 5.6).
Hasil analisis regresi antara kepadatan
populasi trips dengan gejala burik pada buah umur 2 dan 3 msa memperlihatkan adanya korelasi antara keduanya (P<0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa trips adalah penyebab munculnya gejala burik pada buah manggis (Gambar 5.9). Isolasi bakteri pada buah bergejala burik berhasil ditemukan 7 isolat bakteri yang menunjukan gram negatif, dua diantaranya menunjukkan hasil positif pada uji reaksi hipersensitif pada daun tembakau. Hasil ini menujukkan bahwa kedua isolat tersebut merupakan bakteri patogen pada tanaman. Penelitian lain di Pusat Kajian Hortikultura IPB juga menunjukkan adanya asosiasi jamur Phomopsis sp. dan Pestalotia sp. pada burik buah manggis (Sobir 16 Juli 2012, komunikasi pribadi). Perlu penelitian lebih lanjut tentang peran mikroorganisme patogen dalam kaitannya dengan kejadian burik.
8
180 Populasi trips
Curah hujan 140
Populasi trips
6
120
5
100 4 80 3
60
2
40
1
20
0
0 Sept
Okt
Nov 2009
Kuncup & anthesis
Des
Jan
Curah hujan (mm/minggu)
160
7
Feb 2010
Buah 1-16 msa
Panen
Gambar 5.8 Jumlah trips yang terperangkap pada perangkap berperekat dan curah hujan pada saat kuncup, anthesis dan buah berumur 1 - 16 msa hingga masa panen
Gambar 5.9 Hubungan antara kepadatan trips dengan burik pada pengamatan 2 dan 3 msa Gambar 5.10 juga memperlihatkan adanya korelasi antara kepadatan populasi trips (gabungan imago dan larva) pada buah dengan kemunculan gejala burik. Pada buah umur 2 msa merupakan puncak populasi trips dan pada umur tersebut juga terlihat buah manggis paling banyak menunjukkan kemunculan gejala burik. Pada buah umur 2 dan 3 msa proporsi larva lebih tinggi dari pada imago dan persentase buah yang menunjukkan gejala burik mencapai 60.47 dan 18.60%. 12 Kemunculan gejala burik
trips/buah
10
Trips
60 50
8
40 6 30 4
20
2
10
0
0 1
2
Okt
3
4
5
Nov 2009
6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 msa Jan Des 2010
Gambar 5.10 Hubungan antara kepadatan populasi trips dengan persentase kemunculan gejala burik pada buah manggis
Kemunculan gejala burik (%)
70
67
Umumnya trips dapat makan pada berbagai jaringan tanaman seperti daun, bunga, buah dan polen. Jika jaringan dan kandungan nutrisi cukup atau sesuai, dengan menggunakan stilet mandibelnya trips akan membuat lubang tusukan yang lebih besar pada jaringan dan mulai makan. Aktifitas tersebut mengakibatkan sel rusak. Bila kerusakan terjadi pada ovarium bunga maka akan tampak pada perkembangan buah adanya bekas rautan sehingga mengurangi kualitas buah (Kirk 1997).
Aktifitas makan larva lebih banyak menimbulkan kerusakan
dibandingkan aktifitas makan dan oviposisi yang dilakukan oleh imago (Pearsall 2000). Siklus hidup trips terdiri dari telur, dua instar larva yang aktif makan, pupa dan imago (Ananthakrishnan 1993; Mound dan Kibby 1998). Pada penelitian ini, pada buah umur 1, 2 dan 3 msa populasi larva berturut turut mencapai 54.26%, 82.55% dan 60.76% dari keseluruhan populasi trips pada buah umur 1, 2 dan 3 msa. Dalam penelitian ini selain S. dorsalis dan T. hawaiiensis, juga ditemui serangga fitofag lainnya yaitu kutu putih Exallomochlus hispidus (Hemiptera: Pseudococcidae).
Dominasi serangga trips pada pengamatan bunga mekar
sempurna dan pada buah berumur 1 hingga 5 msa terlihat pada Gambar 5.11. Pada pengamatan bunga mekar sempurna, sebanyak 70% sampel yang diamati ditemui serangga trips dan jumlah sampel semakin meningkat hingga pada pengamatan 2 msa yakni 100% yang berarti dari semua sampel yang diamati ditemukan serangga trips. Jumlah sampel semakin menurun pada pengamatan 3 hingga 16 msa.
Sebaliknya pada waktu pengamatan bunga mekar sempurna
hingga buah berumur 2 msa jumlah sampel yang yang ditemui E hispidus hanya 10-15% dan meningkat pada pengamatan buah berumur 5 msa. Pada pengamatan 6 hingga 16 msa, serangga pada sampel buah manggis didominasi oleh E hispidus, sebaliknya trips semakin menurun. Pada Gambar 5.10 terlihat bahwa kemunculan gejala burik terbanyak adalah pada saat buah berumur 2 dan 3 msa dimana sampel yang diamati ditemui serangga trips berjumlah 100 dan 85%. Data pada Gambar 5.55, 5.56, 5.10 dan 5.11 semakin menguatkan bahwa serangga trips S. dorsalis dan T. hawaiiensis, adalah penyebab burik pada buah manggis
68
100 Jumlah sampel yang didiami serangga (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Ms 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
msa Gambar 5.11 Jumlah sampel yang didiami oleh Trips dan kutu putih (E. hispidus) pada pengamatan bunga mekar sempurna, buah berumur 1-16 msa ms = bunga mekar sempurna, msa = minggu setelah anthesis
Kesimpulan Spesies trips yang berasosiasi dengan bunga dan tanaman manggis adalah S. dorsalis dan T. hawaiiensis.
Populasi imago S. dorsalis dan T. hawaiiensis
tertinggi ditemui pada bunga mekar sempurna sedangkan populasi larva tertinggi ditemui pada buah berumur 2 minggu setelah anthesis.
Terjadi peningkatan
populasi trips dari kuncup ke bunga mekar sempurna hingga mencapai puncaknya pada buah berumur 2 minggu setelah anthesis dan populasi menurun hingga buah berumur 16 minggu setelah anthesis. Terdapat korelasi antara kepadatan trips dengan kejadian burik pada buah manggis berumur 2 dan 3 minggu setelah anthesis. Pada kulit buah manggis yang bergejala burik ditemukan 2 isolat bakteri patogen. Daftar Pustaka Affandi, Emilda D, Jawal M. 2008. Application of fruit bagging, sanitation, and yellow sticky trap to control thrips on mangosteen. Indones J of AgricSci 9(1): 19-23. Ananthakrishnan TN. 1993. Bionomics of thrips. Annu Rev Entomol 38: 71-92.
69
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspita NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1994. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bernays EA, Chapman RE. 1994. Host-Plant Interaction by Phytophagous Insect. London: Chapman & Hall. Chau A, Heinz KM, Davies FT. 2005. Influence of fertilization on population abundance, distribution, and control of Frankliniella occidentalis on chrysanthemum. Entomol Exp et Appl 117: 27-39. Chen JS, Lo PKC 1987. Diffrential preference of the flower dwelling thrips, Thrips hawaiiensis (Morgan) (Thysanoptera: Thripidae) to some gladiolus cultivars. Agric Res China 36 (3): 371-326. Childers CC. 1999. Flower thrips: Frankliniella bispinosa (Morgan), F. kelliae Sakimura (Thysanoptera: Thripidae) and postbloom fruit drop disease are economic pests on florida citrus. Proc Fla State Hort Soc 112: 88-95. Chu CC, Ciomperlik MA, Chang NT, Richards M, Henneberry TJ. 2006. Developing and evaluating traps for monitoring Scirtothrips dorsalis (Thysanoptera: Thripidae). Florida Entomol 89(1): 47-55. Dent D. 2000. Insect Pest Management. Ed ke-2UK: CABI. Dorly. 2009. Studi struktur sekretori getah kuning dan pengaruh kalsium terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.) [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Felland CM, Teulon DAJ, Hull LA, Polk DF. 1995. Distribution of thrips (Thysanoptera: Thripidae) on nectarine in the Mid-Atlantic Region. Econ Entomol 88(4): 1004-1011. Grovers RL, Walngenbach JF, Moyer JW, Kennedy GG. 2001. Overwintering of Frankliniella fusca (Thysanoptera: Thripidae) on winter annual weeds infected with tomato spotted wilt virusand patterns of virus movement between susceptible weed host. Phytopathol 91: 891-899. Higgins CJ. 1992. Western flower thrips (Thysanoptera: Thripidae) in greenhouse: Population dynamics, distribution on plants and associations with predators. Econ Entomol 85: 1891-1993. Hoddle MS, Morse JG, Phillips PH, Faber BA, Jetter KM. 2002a. Avocado thrips: new challenge for growers. Calif Agric 56(3): 103-105. Hoddle MS, Robinson L, Morgan D. 2002b. Attraction of thrips (Thysanoptera: Thripidae and Aeolothripidae) to colored sticky cards in a California avocado orchard. Crop Protection 21: 383-388. Imai T, Maekawa M, Murai T. 2001. Attractiveness of methyl anthranilate and its related compounds to the flower thrips, Thrips hawaiiensis (Morgan), T. coloratus Schmutz, T. flavus Schrank and Megalurothrips distalis (Karny) (Thysanoptera: Thripidae). Appl Entomol Zool 36(4): 475-478. Kirk WDJ. 1984. Ecologically selective coloured traps. Ecol Entomol 9: 35-41.
70
Kirk WDJ. 1997. Feeding. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 119-174. Kogan M. 1982. Plant resistance in pest management. Di dalam: Metcalf RL, Luckman WH (editor). Introduction to Insect Pest Management. Ed ke-2. New York: Jhon Wiley & Sons. hlm 93-134. Koschier EH, De Kogel WJ, Visser JH. 2000. Assesing the attractiveness of volatile plant compounds to western flower thrips Frankliniella occidentalis. J Chem Ecol 26(12): 2643-2655. Moritz G, Mound LA, Morris DC, Goldarazena A. 2004. Pest Thrips of The World [CD-ROM]. Australia: CSIRO Publishing. 1 CD-ROM dengan penuntun di dalamnya. Mound LA. 2006. Taxonomy of The Insect Order Thysanoptera, Taxonomy Workshop No. 1 (Thrips): Malaysia, 3-7 Juli 2006. Malaysia: Institute of Biological Science, University Malaya, Kuala Lumpur. Mound LA, Kibby G. 1998. Thysanoptera: An Identification Guide. Ed ke-2. UK: CABI. Pableo FB, Velasco CJ. 1994. Mangosteen thrips and its control. Philip J Plant Industry 59(4): 91-101. Palapol Y, Ketsa S, Stevenson D, Cooney JM, Allan AC, Ferguson IB. 2009. Colour development and quality of mangosteen (Garcinia mangostana L.) fruit during ripening and after harvest. Postharvest Biol Technol 51: 349353. Panda N, Kus GS. 1995. Host Plant Resistance to Insects. UK. CAB International. International. Pankeaw K, Ngampongsai A, Permkam S, Rukadee O. 2011. Abundance and distribution of thrips (Thysanoptera: Thripidae) in mangosteen (Garcinia mangostana L.) grown in single and mixed cropping system. Songklanakarin. Sci Technol 33(3): 263-269. Pearsall IA. 2000. Damage to nectarine by the western flower thrips (Thysanoptera: Thripidae) in the Interior of British Columbia, Canada. J Econ Entomol 93(4): 1207-1215. Pearsall IA, Myers JH. 2000. Populations dynamics of western flower thrips (Thysanoptera: Thripidae) in nectarine orchards in British Columbia. J Econ Entomol 93(2): 264-275. Prokopy RJ, Owens ED. 1983. Visual detection of plants by herbivorous insects. Annu Rev Entomol 28: 337-364. Reitz SR. 2002. Seasonal and within plant distribution of Frankliniella thrips (Thysanoptera: Thripidae) in North Florida tomatoes. Flo Entomol 85(3): 431-439. Schaad NW, Jones JB, Chub W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria. Third Edition. APS PRESS. The American Phytopathological.
71
Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 2005. Insect-Plant Biology: from Physiology to Evolution. London: Chapman & Hall. Southwood TRE. 1978. Ecological Methode with Particular Reference to the study of insect Population. London: Chapman and Hall. Terry LI. 1997. Host selection, communication, and reproductive behaviour. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 65-118. Teulon DAJ, Penman DR. 1992. Colour preferences of New Zealand thrips (Terebrantia: Thysanoptera). N Z Entomol 15: 8-13. Unterstenhofer G. 1976. The Basic Principles of Crop Protection Field Trials. Pflanzenshutz-Nachricten Bayer AG. Leverkusen. Yamaguchi T. 2007. Seasonal prevalence of Scirtothrips dorsalis Hood and Selenothrips rubrocinctus (Giard) on flower buds, inflorescences, and fruits of mango (Mangifer indica) plants cultivated in greenhouse on AmamiOshima Island, Japan. Kyushu PL Prot Res 53: 103-106. Yee WL, Faber BA, Phillips PA, Rodgers JL. 2003. Comparison of Scirtothrips persae (Thysanoptera: Thripidae) infestation levels on avocado fruit and leaves. Flor Entomol 86(4): 409-419. Yee WL, Phillips PA, Faber BA, John LR. 2001. Relationships between Scirtothrips persae (Thysanoptera: Thripidae) populations on avocado leaves, fruit, and scarring damage on fruit. Environ Entomol 30(5): 932938.
73
VI. PEMBAHASAN UMUM Burik pada kulit buah manggis merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas manggis di Indonesia.
Kerusakan akibat burik hanya terbatas pada
lapisan terluar kulit manggis tetapi sangat mempengaruhi kualitas dan daya tarik konsumen sehingga berdampak terhadap rendahnya pendapatan yang diperoleh petani manggis.
Informasi tentang burik pada buah manggis sangat terbatas
sekali. Penelitian tentang burik pada buah manggis belum banyak dilakukan di Indonesia, sehingga teknologi atau informasi yang dapat disampaikan kepada petani sangat terbatas. Pada kenyataannya pengetahuan petani tentang burik dan penyebabnya sangat minim. Petani manggis sangat berperan dalam mata rantai produksi manggis, mengingat buah manggis yang beredar saat ini baik untuk ekspor maupun untuk pasar dalam negeri berasal dari pertanaman manggis rakyat. Oleh karena itu informasi tentang burik perlu disampaikan kepada petani. Usahatani manggis di Indonesia berskala kecil yang dicirikan dengan luas lahan kurang dari 1 ha dan jumlah pohon yang dikelola antara 50 hingga 250 pohon. Kondisi pertanaman manggis berpencar, berada dalam hutan dan ditanam bersama dengan tanaman tahunan lainnya. Umumnya tanaman manggis yang ada sekarang adalah tanaman yang dikelola secara turun temurun dan sudah berumur lebih dari 50 tahun. Perhatian petani dalam hal pemeliharaan tanaman manggis sangat minim, bila dibandingkan dengan cara mengelola tanaman palawija atau hortikultura lainnya. Dengan musim panen hanya satu tahun sekali dan sangat dipengaruhi oleh iklim, pendapatan dari usaha tani manggis belum bisa diandalkan untuk menopang kehidupan petani. Karena itu tidak mengherankan bila perhatian petani terhadap pemeliharaan manggis sangat minim.
Peran
ekonomi usahatani manggis terhadap pendapatan petani perlu ditingkatkan dengan meningkatkan produktivitas maupun kualitas buah manggis, dan nilai tambah karena peningkatan ini hendaknya jatuh ke tangan petani. Petani manggis mengakui bahwa buah yang bergejala burik sangat mempengaruhi harga jual manggis. Belum ada data tentang berapa kerugian petani akibat gejala burik.
Dari survei yang dilakukan, rata-rata petani
mengalami kehilangan pendapatan sebesar 38.93% untuk setiap kg buah manggis
74
akibat burik. Belum ada solusi yang dapat ditawarkan kepada petani terkait pengelolaan burik pada buah manggis. Tindakan petani terhadap buah burik ini hampir tidak ada. Petani juga tidak menggunakan pestisida. Hal ini berdampak positif bagi produk manggis Indonesia di tengah gencarnya isu residu pestisida pada produk pertanian dalam perdagangan global.
Kerugian secara ekonomi
akibat burik cukup besar, namun petani belum melakukan pengendalian. Hal ini mungkin karena ketidakberdayaan atau minimnya informasi cara mengatasi burik pada buah manggis.
Hasil penelitian ini mengkonfirmasi bahkan telah
diidentifikasi spesies trips yang berasosiasi dengan tanaman manggis yaitu Scirtothrips dorsalis dan Thrips hawaiiensis (Thysanoptera: Thripidae). Kedua spesies trips ini merupakan serangga fitofag yang memiliki kisaran tanaman inang yang luas (Chen dan Lo 1987; Ananthakrishnan 1993). Serangga trips dapat berasosiasi dengan daun terutama daun muda (flush), bunga dan buah manggis. Diduga penyebab burik pada buah manggis adalah serangga trips seperti yang dilaporkan oleh Pableo dan Velasco (1994), Affandi et al. (2008) dan Pankeaw et al. (2011). Tahapan perkembangan buah dimulai dari munculnya calon bunga berupa bengkakan (kuncup) pada ujung ranting dan berkembang mencapai anthesis, selanjutnya masuk pada tahap perkembangan buah.
Waktu mulainya inisiasi
pucuk, dari kuncup hingga mencapai anthesis antara 39 sampai 40 hari (Ropiah 2009) merupakan periode kritis, karena akan merubah penampilan tanaman baik segi fisik seperti warna maupun senyawa volatil yang dilepaskan tanaman, diduga berdampak pada kelimpahan populasi trips. Menurut Kogan (1982), penemuan habitat inang pada umumnya dipandu oleh rangsangan fisik seperti cahaya, angin dan daya tarik bumi. Penemuan inang didorong oleh indera penglihatan terhadap warna dan bentuk tanaman, dan indera penciuman terhadap senyawa kimia tanaman. Buah bergejala burik merupakan hal yang biasa ditemukan ketika panen dilakukan. Gejala burik yang terlihat pada buah manggis yang sudah dipanen merupakan akumulasi dari gejala burik yang sudah terjadi sejak buah masih muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala burik sudah terlihat ketika buah manggis berumur 1 minggu setelah anthesis (msa). Buah manggis berumur 2 msa
75
merupakan masa yang paling rentan terhadap munculnya gejala burik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala burik pertama kali muncul paling banyak adalah pada buah berumur 2 msa. Hal ini terkait dengan tingginya populasi imago trips pada periode perkembangan buah sebelumnya. Menurut Ananthakrishnan (1993) dan Mound dan Kibby (1998), siklus hidup trips terdiri dari telur, larva yang aktif makan dan pupa yang tidak makan. Perkembangan trips dari telur, nimfa, pupa sampai imago umumnya berlangsung selama 2-3 minggu. Diduga trips sudah melakukan oviposisi pada kuncup, bunga mekar sempurna dan buah berumur 1 msa. Telur trips sangat rentan terhadap kekeringan maupun terhadap predator atau parasitoid. Sehingga pemilihan lokasi oviposisi menjadi sangat penting oleh imago betina untuk kelangsungan hidup keturunannya. Trips fitofag sangat menyukai bagian celah seperti lipatan daun atau bagian dalam bunga. Lokasi tersebut menyediakan iklim mikro yang relatif lembab sehingga trips tidak kekeringan dan terhindar dari predator dan parasitoid. Selain itu lokasi tersebut juga memudahkan akses untuk makan serta terhindar dari cahaya matahari langsung dan hujan (Kirk 1997b). Struktur kuncup dan bunga manggis yang telah mekar sempurna serta buah manggis terutama pada lokasi di bawah kelopak memungkinkan trips untuk melakukan oviposisi. Lokasi-lokasi tersebut lebih terlindungi dan menyediakan iklim mikro yang sesuai bagi trips. Hal ini terlihat dengan banyaknya larva trips ditemui pada buah di bagian bawah kelopak saat pengamatan populasi trips. Menurut Mound (2006), larva trips terlihat sama dengan imago tetapi tidak bersayap, pergerakan larva terbatas dan tidak selincah imago. Sehingga kuat dugaan bahwa larva trips yang ada di bawah kelopak buah manggis berasal dari telur yang diletakkan oleh imago betina pada periode perkembangan buah tersebut sebelumnya. Menurut Terry (1997), larva trips lebih mengelompok sebagai akibat dari terkonsentrasinya peletakan telur pada bunga. Pada semua bagian tanaman yang diamati, proporsi larva lebih tinggi dibandingkan dengan imago. Aktivitas makan larva lebih banyak menimbulkan kerusakan dibandingkan aktivitas makan dan oviposisi yang dilakukan oleh imago (Childers 1997; Pearsall 2000). Lokasi munculnya gejala pertama burik terlihat lebih banyak pada bagian buah di bawah kelopak buah manggis. Hal ini berkaitan dengan perilaku trips
76
terutama larva yang banyak ditemukan di bawah kelopak buah. Menurut Astridge dan Fay (2004), Selenothrips rubrocinctus bersembunyi di bawah kelopak (calyx) buah manggis. Terkait dengan terjadinya kemunculan gejala burik, buah manggis pada umur 1 hingga 5 msa merupakan periode umur buah yang rentan terhadap serangan trips. Puncak kepadatan populasi larva trips terjadi pada buah berumur 2 msa bersamaan dengan tingginya persentase buah yang muncul gejala burik pertama kalinya. Perilaku makan trips dengan cara meraut dan mengisap cairan tanaman mengakibatkan terjadinya pelukaan pada permukaan kulit manggis. Bekas luka tersebut akan tetap ada dan bertambah luas seiring pertambahan ukuran buah manggis dan adanya gejala baru yang muncul. Faktor fisik dan kimia buah juga berpengaruh terhadap aktivitas makan trips. Buah manggis umur 1 - 5 msa lebih lunak bila dibandingkan dengan buah berumur 8 - 16 msa sehingga disukai oleh imago dan larva sebagai tempat aktivitas makan. Pelukaan yang diakibatkan oleh aktivitas makan dan mungkin oviposisi oleh trips memberi peluang bagi mikroorganisme untuk berkembang. Hasil isolasi bakteri dari kulit manggis yang bergejala burik memperlihatkan dua isolat bakteri memiliki ciri patogen tanaman. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kontribusi bakteri patogen dalam peningkatan intensitas gejala burik. Berlimpahnya populasi larva trips pada buah berumur 2 msa mengakibatkan terjadinya peningkatan intensitas gejala burik pada buah berumur 3 hingga 7 msa yang mencapai 52.57%. Dalam skala yang lebih luas, intensitas gejala burik pada buah manggis hasil panen petani dan buah manggis yang ada pada pedagang pengumpul dapat mencapai 63.55 - 66.35%. Pada buah berumur 8 hingga 16 msa tidak terjadi lagi peningkatan intensitas gejala burik. Tidak adanya pertambahan intensitas gejala burik pada buah berumur 8 hingga 16 msa diduga berhubungan dengan penurunan populasi trips baik imago maupun larva. Penurunan populasi trips seperti terlihat pada Gambar 5.5 dan 5.6 diduga berkaitan dengan, peningkatan lapisan eksokarp buah (Dorly 2009) dan peningkatan kandungan antosianin (Palapol et al. 2009).
Antosianin berperan sebagai bahan kimia
repellent (Lev Yadun dan Gould 2009) dan sebagai deterrent (Bernays dan Chapman 1994) bagi serangga fitofag.
77
Kerusakan akibat gejala burik hanya terjadi pada lapisan kutikula dan eksokarp. Pada kutikula terdapat lapisan lilin yang menyebabkan permukaan kulit buah manggis berkilat dan relatif licin. Hancurnya lapisan kutikula dan eksokarp mengakibatkan kulit buah manggis terlihat kusam dan kasar. Hal ini berdampak pada berkurangnya ketertarikan konsumen dan penurunan harga.
Perilaku
konsumen dalam memilih buah manggis yang akan dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh penampilan fisik buah manggis itu sendiri. Burik tidak mempengaruhi bagian yang dapat dimakan. Ada kecenderungan bahwa buah manggis yang bergejala burik lebih manis dari pada buah yang bebas dari gejala burik. Perlu usaha semua pihak untuk mensosialisasikan bahwa gejala burik pada kulit buah manggis tidak mempengaruhi bagian yang dapat dimakan. Fenologi dan habitat mikro dalam kanopi tanaman manggis mempengaruhi perkembangan populasi trips selama perkembangan bunga dan buah manggis. Larva lebih berlimpah dari pada imago trips dan aktivitas makan larva lebih tinggi dari pada imago, sehingga potensi kerusakan akibat aktivitas makan larva lebih tinggi dibandingkan imago trips.
Populasi trips pada tanaman manggis
mengalami peningkatan pada saat tanaman memasuki periode berbunga hingga buah berumur 2 msa. Pola yang sama juga terlihat pada trips yang terperangkap pada perangkap berperekat.
Penurunan populasi terjadi ketika buah manggis
berumur 4 hingga 16 msa. Penurunan populasi terkait dengan perubahan fisik dan kimia pada kulit buah seperti pertambahan lapisan eksokarp, warna dan perubahan komposisi kimia buah. Dalam penelitian ini kandungan air, gula dan nitrogen meningkat berarti ketiga nutrisi ini bukan merupakan faktor pembatas perkembangan populasi trips.
Peningkatan konsentrasi antosianin pada buah
manggis yang dalam tahap pematangan juga berperan dalam penurunan populasi trips. Ketika daun muda, bunga dan buah manggis tidak ada, diduga S. dorsalis dan T. hawaiiensis
akan tetap berada pada lahan pertanaman manggis atau
berpindah ke vegetasi di sekitar kebun manggis. Menurut Chen dan Lo (1987) dan Ananthakrishnan (1993), S. dorsalis dan T. hawaiiensis merupakan serangga polifag yang memiliki kisaran inang yang luas. Beberapa jenis tanaman seperti Alternanthera sessilis, Amaranthus sp. (Amaranthaceae), Ipomoea batatas
78
(Convolvulaceae), Ricinus communis, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae), Arachis hypogea, Glycine max, Mimosa pudica (Fabaceae), Zea mays (Poaceae), Portulaca oleraceae (Portulacaceae), Capsicum annum, Lycopersicon esculentum (Solanaceae) merupakan inang dari S. dorsalis (Holtz 2006). T. hawaiensis juga memiliki kisaran inang yang luas seperti Nicotiana tabacum (Solanaceae), Mangifera indica (Anacadiaceae), Citrus spp., (Rutaceae), Euphorbia hyssopifolia (Euphorbiaceae) dan Lantana camara (Verbenaceae) (Childers dan Nakahara 2006; Chen dan Lo 1987). Ketika tanaman manggis berbunga dan buah berumur 1 hingga 5 msa merupakan periode kritis terjadinya burik. Hasil analisis regresi antara populasi trips dengan skor gejala burik pada buah berumur 2 dan 3 msa memperlihatkan adanya hubungan yang nyata (P<0.05).
Hal ini menunjukkan bahwa bahwa
serangga trips adalah penyebab munculnya gejala burik pada buah manggis.
VII. KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1. Burik merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kualitas buah manggis terutama untuk tujuan ekspor.
Pada umumnya petani tidak
mengetahui penyebab burik dan belum ada rekomendasi teknologi terkait dengan pengelolaan burik pada buah manggis. 2. Burik hanya merusak bagian kutikula dan eksokarp kulit manggis dan tidak mempengaruhi bagian yang dapat dimakan. Gejala burik sudah mulai muncul pada saat buah manggis berumur 1 minggu setelah anthesis (msa) dan puncak kemunculan gejala burik adalah pada buah berumur 2 msa. 3. Ditemukan 2 spesies trips yaitu Scirtothrips dorsalis dan Thrips hawaiiensis (Thysanoptera: Thripidae) yang berkaitan dengan munculnya gejala burik. 4. Pada kulit manggis bergejala burik ditemukan 2 isolat bakteri patogen. 5. Trips dijumpai pada daun muda, kuncup, bunga mekar sempurna dan buah manggis. Populasi imago S. dorsalis dan T. hawaiiensis tertinggi ditemui pada bunga mekar sempurna sedangkan populasi larva tertinggi ditemui pada buah berumur 2 msa. Terjadi peningkatan populasi trips dari kuncup ke bunga mekar sempurna hingga mencapai puncaknya pada buah berumur 2 msa dan menurun hingga buah berumur 16 msa. Terdapat korelasi antara kepadatan trips dengan kejadian burik pada buah manggis berumur 2 dan 3 msa. Saran Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan informasi dasar untuk melakukan penelitian berikutnya. Penelitian tentang biologi dan ekologi trips pada kuncup, bunga dan buah manggis perlu dilakukan. Perlu kajian tentang pengelolaan tanaman dan vegetasi di areal pertanaman manggis guna mengoptimalkan peran musuh alami untuk mengendalikan serangga trips. Sebaiknya tindakan pengendalian trips penyebab burik sudah dilakukan sebelum tanaman manggis berbunga.
81
VIII. DAFTAR PUSTAKA Affandi, Emilda D, Jawal M. 2008. Application of fruit bagging, sanitation, and yellow sticky trap to control thrips on mangosteen. Indones J of Agric Sci 9(1): 19-23. Almeyda N, Martin FW. 1976. Cultivation of Neglected Tropical Fruit with Promise. Part I: The Mangosteen. Agricultural Research Service US Dept of Agriculture. 18pp. Ananthakrishnan TN. 1993. Bionomics of thrips. Annu Rev Entomol 38: 71-92. Astridge D, Fay H. 2004. Red-banded thrips in rare fruit. http://www.dpi.qld.gov. au/horticulture/5064.html [22 Februari 2009]. Begon M, Harper JL, Townsend CR. 1986. Ecology: Individuals Populations and Communities. Massachussetts: Blackwel Scientific. Bernays EA, Chapman RE. 1994. Host-Plant Interaction by Phytophagous Insect. London: Chapman & Hall. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi buah buahan di Indonesia. Dikutip dari: http//www.bps.go.id/[23 Maret 2012]. Brodbeck BV, Stavisky J, Funderburk JE, Andersen PC, Olson SM. 2001. Flower nitrogen status and populations of Frankliniella occidentalis feeding on Lycopersicon esculentum. Entomol Experimen et Appl 99: 165-172. Chaverri JP, Rodríguez NC, Ibarra MO, Perez-Rojas JM. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food Chem Toxicol 46: 3227-3239. Chay P, Astridge D, Vawdrey L. 2005. Mangosteen: insect pest and disease management. http://www2.dpi.qld.gov.au/horticulture/5451.html [22 Februari 2009]. Chen JS, Lo PKC 1987. Diffrential preference of the flower dwelling thrips, Thrips hawaiiensis (Morgan) (Thysanoptera: Thripidae) to some gladiolus cultivars. Agric Res China 36 (3): 371-326. Childers CC. 1997. Feeding and oviposition injuries to plants. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 505-538. Childers CC. 1999. Flower thrips: Frankliniella bispinosa (Morgan), F. kelliae Sakimura (Thysanoptera: Thripidae) and postbloom fruit drop disease are economic pests on florida citrus. Proc Fla State Hort Soc 112: 88-95. Childers CC, Anchor DS 1991. Feeding and oviposition injury to flowers and developing floral buds of navel oranges by Frankliniella bispinosa (Thysanoptera: Thripidae) in Florida. Ann Entomol Soc Am 84: 272-282. Childers CC, Nakahara S 2006. Thysanoptera (Thrips) withn citrus orchards in Florida: Species distribution, relative and seasonal abundance within trees, and species on vines and ground cover plants. Insect Science 45(6): 15362442.
82
Chu CC, Ciomperlik MA, Chang NT, Richards M, Henneberry TJ. 2006. Developing and evaluating traps for monitoring Scirtothrips dorsalis (Thysanoptera: Thripidae). Florida Entomol 89(1): 47-55. Delphia CM, Mescher MC. 2007. Induction of plant volatiles by herbivore with different feeding habits and the effects of induced defences on host plant selection by thrips. Chem Ecol 33: 997-1012. Dent D. 2000. Insect Pest Management. Ed ke-2UK: CABI. [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Profil Kawasan Manggis. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta: Departemen Pertanian. Dorly. 2009. Studi struktur sekretori getah kuning dan pengaruh kalsium terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.) [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Felland CM, Teulon DAJ, Hull LA, Polk DF. 1995. Distribution of thrips (Thysanoptera: Thripidae) on nectarine in the Mid-Atlantic Region. Econ Entomol 88(4): 1004-1011. Gunawan E. 2007. Hubungan agroklimat dengan fenofisiologi tanaman dan kualitas buah manggis di lima sentra produksi di pulau Jawa [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Harahap IS, Maryana N, Sartiami D, Nurmansyah A, Wiyono S, Amalia H. 2009. Surveilans organisme pengganggu tumbuhan (OPT) manggis (Garcinia mangostana L.) di Kabupaten Bogor [laporan akhir kegiatan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hoddle MS, Morse JG, Phillips PH, Faber BA, Jetter KM. 2002a. Avocado thrips: New challenge for growers. Calif Agric 56(3): 103-105. Hoddle MS, Robinson L, Morgan D. 2002b. Attraction of thrips (Thysanoptera: Thripidae and Aeolothripidae) to colored sticky cards in a California avocado orchard. Crop Protection 21: 383-388. Holtz T 2006. NPAG Report: Scirtothrips dorsalis Hood. New pest advisory group, Center for Plant Health Science and Technology. APHIS USDA. Raleigh, North Carolina. Hudson R, Adams D. 1999. Thrips: Western flower thrips, F. occidentalis, tobacco thrips, F. fusca and onion thrips, T. tabaci. http://www. gaipm/org/ top50/thrips.html [10 Juni 2010]. Imai T, Maekawa M, Murai T. 2001. Attractiveness of methyl anthranilate and its related compounds to the flower thrips, Thrips hawaiiensis (Morgan), T. coloratus Schmutz, T. flavus Schrank and Megalurothrips distalis (Karny) (Thysanoptera: Thripidae). Appl Entomol Zool 36(4): 475-478. Kirk WDJ. 1984. Ecologically selective coloured traps. Ecol Entomol 9: 35-41. Kirk WDJ. 1995. Feeding behavior and nutritional requirements. Di dalam: Parker BL, Skinner M, Lewis T (editor). Thrips Biology and Management. New York: Plenum Press 21-29.
83
Kirk WDJ. 1997a. Feeding. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 119-174. Kirk WDJ. 1997b. Distribution, abundance and population. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 217-257. Kogan M. 1982. Plant resistance in pest management. Di dalam: Metcalf RL, Luckman WH (editor). Introduction to Insect Pest Management. Ed ke-2. New York: Jhon Wiley & Sons. hlm 93-134. Koschier EH, De Kogel WJ, Visser JH. 2000. Assesing the attractiveness of volatile plant compounds to western flower thrips Frankliniella occidentalis. J Chem Ecol 26(12): 2643-2655. Koschier EH, Sedy KA. 2002. Effects of plant volatiles on the feeding and oviposition of Thrips tabaci. Di dalam: Marullo R, Mound L (editor). Thrips and Tospoviruses. Proceedings of the 7th International Symposium on Thysanoptera; Italy, 2-7 July 2001. Canberra: Australian National Insect Collection. hlm 185-187. Lee DW, Brammeier S. 1987. The selective advantages of anthocyanins in developing leaves of mango and cacao. Biotropica 19(1): 40-49. Lev Yadun S, Gould KS. 2009. Role of anthocyanins in plant defense. In: Gould KS , Davies KM, Winefield C (editor). Life’s Colorful Solutions: The Biosynthesis, Functions, and Applications of Anthocyanins. Springer, Berlin. hlm 21-48. Lewis T. 1973. Thrips, Their Biology, Ecology, and Economic Importance. London and New York: Academic Press. Lewis T. 1997. Flight and dispersal. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 175-196. Mound LA. 1997. Biological diversity. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 107-216. Mound LA. 2005. Thysanoptera: diversity and interactions. Annu Rev Entomol 50: 247-269. Mound LA. 2006. Taxonomy of The Insect Order Thysanoptera, Taxonomy Workshop No. 1 (Thrips): Malaysia, 3 - 7 Juli 2006. Malaysia: Institute of Biological science, University Malaya, Kuala Lumpur. Mound LA, Kibby G. 1998. Thysanoptera: An Identification Guide. Ed ke-2. UK: CABI. Osman MB, Millan AR. 2006. Mangosteen–Garcinia mangostana. Southampton: Southampton Centre for Underutilised Crops, University of Southampton. Pableo FB, Velasco CJ. 1994. Mangosteen thrips and its control. The Philip J Plant Industry 59(4): 91-101. Painter RH. 1951. Insect Resistance in Crop Plants. Macmillan, New York. 520 p.
84
Palapol Y, Ketsa S, Stevenson D, Cooney JM, Allan AC, Ferguson IB. 2009. Colour development and quality of mangosteen (Garcinia mangostana L.) fruit during ripening and after harvest. Postharvest Biol Technol 51: 349353. Pankeaw K, Ngampongsai A, Permkam S, Rukadee O. 2011. Abundance and distribution of thrips (Thysanoptera: Thripidae) in mangosteen (Garcinia mangostana L.) grown in single and mixed cropping system. Songklanakarin. J Sci Technol 33(3): 263-269. Pearsall IA. 2000. Damage to nectarine by the western flower thrips (Thysanoptera: Thripidae) in the interior of British Columbia, Canada. J Econ Entomol 93(4): 1207-1215. Poerwanto R, Dorly, Maad M. 2010. Getah kuning pada buah manggis. Di dalam: Utama IMS, Susila AD, Poerwanto R, Antara NS, Putra NK, Susustra KB (editor). Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai Hortikultura. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura Indonesia; Universitas Udayana-Bali, 25-26 Nop. Universitas UdayanaBali: Perhorti. hlm 225-260. Price PW. 1984. Insect Ecology. Ed ke-3. New York: John Wiley & Sons. Prokopy RJ, Owens ED. 1983. Visual detection of plants by herbivorous insects. Annu Rev Entomol 28: 337-364. Rauf A. 1999. Persepsi dan tindakan petani kentang terhadap lalat pengorok daun, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae). Bull HPT 11(1): 1-13. Ropiah S. 2009. Perkembangan morfologi dan fisiologi buah manggis (Garcinia mangostana L.) selama pertumbuhan dan pematangan [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 2005. Insect-Plant Biology: from Physiology to Evolution. London: Chapman & Hall. Southwood TRE. 1978. Ecological Methode with Particular Reference to The Study of Insect Population. London: Chapman and Hall. Terry LI. 1997. Host selection, communication, and reproductive behaviour. Di dalam: Lewis T (editor). Thrips as Crop Pests. UK: CABI. hlm 65-118. Teulon DAJ, Penman DR. 1992. Colour preferences of New Zealand thrips (Terebrantia: Thysanoptera). N Z Entomol 15: 8-13. Untung K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 271 hlm. [USDA] United States Department of Agriculture. 2005. Pest lists for fresh Litchi chinensis (lychee or litchi), Dimocarpus longan (longan), Mangifera indica (mango), Garcinia mangostana L. (mangosteen), Nephelium lappaceum L. (rambutan), and Ananas comosus (pineapple) fruit from Thailand. http://www.scribd.com/doc/1684631/USDA-Pest-List [3 Januari 2009].
85
Verheij EWM. 1992. Garcinia mangostana L. Di dalam: Verheij EMW, Coronel RE (editor). Edible Fruits and Nuts. Bogor: PROSEA Foundation. hlm 177-181. Verheij EWM. 1997. Garcinia mangostana L. Di dalam: Verheij EMW, Coronel RE (editor). PROSEA: Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. Bogor: PROSEA Foundation. hlm 177-181. Whittaker RH, Feeny PP. 1971. Allelochemical: chemichal interactions between spescies. Science 171:757-770. Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen Cultivation. FAO Plant Production and Protection Paper 129. Belgium: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
89
Lampiran 1. Kuesioner persepsi petani terhadap buah burik pada manggis (Garcinia mangostana L.) I.
Karakteristik Petani
1.
Nama
: ……………………………………..
2.
Umur
: …………… tahun
3.
Pendidikan tertinggi
: ……………………………………..
a. [ ] Tidak sekolah
b. [ ] SD
c. [ ] SMP
d. [ ] SMU
e. [ ] Perguruan Tinggi
f. [ ] Mengikuti pelatihan ……………………………………… 4.
5.
Pekerjaan selain berusaha tani manggis: a. [ ] bertani
b. [ ] berdagang
c. [ ] PNS
d. [ ] ………………………………...……….
Penghasilan dari manggis setiap kali panen: Rp ……………………
6.
7.
8.
dari usaha lainnya: Rp …… ……….……….
Pengalaman berusaha tani manggis: a. [ ] < 5 tahun
b. [ ] 5 - 10 tahun
d. [ ] 15 – 20 tahun
e. [ ] > 20 tahun
Luas kebun manggis yang diusahakan: a. [ ] < 0.25 ha
b. [ ] 0.25 – 0.5 ha
c. [ ] 0.5 – 1 ha
d. [ ] > 1.0 ha
Jumlah pohon manggis yang diusahakan : a. [ ] < 50 pohon
b. [ ] 50-100 pohon
d. [ ] 250-500 pohon e. [ ] 500-1000 pohon 9.
10.
c. [ ] 100-250 pohon f. [ ] > 1000 pohon
Status kepemilikan lahan: a. [ ] pemilik dan penggarap
b. [ ] penyewa
c. [ ] penggarap
d. [ ] lainnya …………………...…….
Pohon manggis yang ada saat ini: a. [ ] ditanam sendiri
11.
c. [ ] 10 – 15 tahun
b. [ ] tanaman sudah ada secara turun temurun
Umur tanaman manggis yang dikelola sekarang adalah: a. [ ] kurang dari 10 tahun
b. [ ] lebih dari 10 tahun
90
II.
Budidaya Manggis
12.
Pola tanam: a. [ ] monokultur b. [ ] hutan c. [ ] ditanam bersama dengan tanaman: ………………………………………….………….…………
13.
Jarak tanam yang digunakan a. [ ] teratur: ……. m x ……. m
14.
b. [ ] tidak teratur
Jenis pupuk yang diberikan pada tanaman manggis: a) [ ] tidak pernah dipupuk b) [ ] dipupuk dengan : Jenis pupuk
Frekuensi/tahun
Dosis
Pupuk kandang: …..................... Urea KCl SP3 15.
Pengendalian gulma: a) [ ] tidak pernah dikendalikan b) [ ] dikendalikan dengan: Cara pengendalian
Frekuensi/tahun
Jenis alat/herbisida
Mekanik Kimiawi/herbisida
16.
Pengendalian hama/penyakit: a. [ ] tidak pernah dikendalikan b. [ ] dikendalikan dengan: Cara pengendalian Mekanik Kimiawi/insektisida
Frekuensi/tahun
Jenis alat/pestisida
91
III. Panen dan Pascapanen 17.
Pemasaran: a. [ ] dijual ke pedagang pengumpul b. [ ] dijual langsung ke eksportir c. [ ] dijual ke kelompok tani manggis d. [ ] dijual borongan ke pedagang pengumpul dengan sistem ijon
18.
Harga jual musim panen tahun lalu Rp ………………./kg
19.
Apakah bapak mengetahui standar mutu buah manggis untuk ekspor? a. [ ] ya
20.
b. [
] tidak
Siapakah yang melakukan penyortiran buah manggis ? a. [ ] sendiri
b. [ ] pembeli
c. [ ] kelompok tani manggis
Kendala yang dihadapi dalam memenuhi kriteria manggis untuk ekspor? ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… Persepsi Petani Terhadap Buah Burik 21.
Apakah bapak mengenal buah burik pada manggis? a. [ ] ya
22.
b. [ ] tidak
Apakah bapak mengetahui penyebab buah burik pada manggis? a. [ ] tidak tahu b. [ ] tahu (sebutkan): ……………………
23.
Apakah bapak pernah melihat hama pada bunga atau buah manggis? a. [ ] pernah b. [ ] tidak pernah
24.
Menurut bapak, apakah kejadian buah burik ada hubungannya dengan: a. [ ] kondisi kebun manggis b. [ ] iklim
25.
Bagaimana usaha bapak mengatasi buah burik? a. [ ] penyemprotan dengan insektisida b. [ ] penyiangan gulma c. [ ] dibiarkan saja d. [ ] lainnya: …………………….
92
26.
Setiap kali panen, berapa banyak buah burik yang bapak peroleh? ……………………. ( kg )
27.
……………………. ( % )
Menurut bapak, berapa persentase buah burik dalam 1 pohon untuk setiap kali panen? ……………….. %
28.
Menurut bapak, berapakah kerugian akibat buah burik? Rp ………………………....
29.
Apakah bapak pernah mendapat penyuluhan cara mengatasi buah burik? a. [ ] tidak pernah b. [ ] pernah: ………………………………………………………………………………
Catatan :
93
Lampiran 2. Komposisi larutan seri Johansen
Komposisi Larutan Air Etanol 95% Etanol 100% Tertier butil alkohol Minyak parafin
I 50% 40% 10% -
II 30% 50% 20% -
Larutan Johansen III IV V 15% 50% 45% 25% 35% 55% 75% -
VI 100% -
VII 50% 50%
94
Lampiran 3. Isolasi bakteri dari kulit buah manggis yang bergejala burik (Schaad 2001) a.
Isolasi Sumber inokulum diisolasi dari kulit buah manggis bergejala burik.
Bagian kulit buah yang bergejala burik dipotong sebesar 1 cm2 sebanyak 3 bagian. Kemudian dilakukan sterilisasi permukaan dengan alkohol 70% dan dibilas dengan aquades steril. Potongan kulit buah manggis tersebut dihancurkan dengan mengunakan lumpang porselin dan ditambahkan 3 ml akuades steril, dan dilakukan pengenceran seri sampai 10-6.
Sebanyak 1 ml suspensi dari
pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 dipindahkan ke dalam media nutrient agar (NA) dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Koloni yang tumbuh diamati. b.
Uji Gram Pengujian gram bertujuan untuk mengetahui sifat bakteri termasuk gram
positif atau negatif. Satu tetes KOH 3% diletakkan di atas gelas objek menggunakan pipet tetes kemudian diambil satu ose biakkan murni dan dicampurkan dengan larutan KOH tersebut. Apabila terjadi penggumpalan maka bakteri bersifat gram negative, sebaliknya jika tidak terjadi penggumpalan berarti bakteri tersebut bersifat gram positif. c.
Reaksi Hipersensitif Pengujian hipersensitif menggunakan tanaman tembakau umur 1 bulan
untuk mengetahui sifat bakteri yang tergolong patogen. Suspensi bakteri dengan kepadatan 106 sel/ml diinfiltrasi ke ruang antar sel daun tembakau dengan jarum suntik. Daun yang diperlakukan diselubungi dengan plastik bening.
Apabila
terjadi reaksi yang ditandai dengan munculnya nekrotik dalam waktu 1 x 24 jam setelah inokulasi, maka hal tersebut menunjukkan reaksi hipersensitif dan bakteri yang diinfeksikan termasuk pathogen tanaman.
95
Lampiran 4. Pengukuran kadar air, nitrogen dan total gula pada daun dan kulit buah manggis Pengamatan kadar air, nitrogen dan total gula dilakukan terhadap fase bunga serta kulit buah manggis yang berumur 1 hingga 15 minggu setelah anthesis (msa).
Sampel bunga dan buah manggis berasal dari pengamatan
serangga trips yang berasosiasi dengan daun, kuncup, bunga dan buah dan pengamatan persebaran trips pada bunga dan buah manggis. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali. Pengukuran kadar air daun dan kulit buah manggis dilakukan dengan metode oven, jumlah air ditentukan dari selisih berat bahan sebelum dan sesudah pengeringan dengan asumsi seluruh bahan yang menguap adalah air. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan alumunium berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC hingga diperoleh berat yang konstan. Sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar air basis basah (%) = (A – B)/C x 100% Keterangan : A: bobot cawan alumanium dan sampel sebelum dikeringkan (g) B : bobot cawan alumanium dan sampel setelah dikeringkan (g) C : bobot sampel awal (g) Analisis kandungan nitrogen dilakukan dengan metode Kjedahl.
Sampel
dilarutkan dengan asam sulfat pekat. Kemudian ditambahkan kalium sulfat dan merkuri oksida yang berfungsi sebagai katalisator.
Nitrogen organik yang
terdapat dalam sampel diubah menjadi ion ammonium. Ammonium diuapkan dengan menggunakan natrium hidroksida.
Kadar nitrogen dalam sampel
ditentukan dengan menggunakan Kjeltec Auto Analyzer. Penetapan kadar total gula dilakukan berdasarkan metode Anthrone (dalam Apriyantono et al. 1994). Tahap pertama yang dilakukan adalah membuat kurva standar glukosa. Larutan glukosa 0.2 mg/ml (10 mg glukosa + 50 ml aquadest) diambil dengan pipet masing-masing sebanyak 0.1 ml, 0.2 ml, 0.3 ml, 0.4 ml, 0.5 ml, 0.6 ml, 0.7 ml, 0.8 ml, 0.9 ml dan 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Ke dalam masing-masing tabung reaksi ditambahkan aquades
96
sampai volumenya menjadi 1 ml sehingga diperoleh larutan glukosa 0.02 mg/ml, 0.04 mg/ml, 0.06 mg/ml, 0.08 mg/ml, 0.10 mg/ml, 0.12 mg/ml, 0.14 mg/ml, 0.16 mg/ml, 0.18 mg/ml dan 0.2 mg/ml.
Pereaksi anthrone sebanyak 5 ml
ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut kemudian ditutup dengan kelereng dan diletakkan pada water bath suhu 100 oC selama 12 menit kemudian didinginkan. Absorbansi larutan pada masing-masing tabung diukur pada panjang gelombang 630 nm dengan menggunakan spektrofotometri. Hasil pengukuran dibuat kurva hubungan antara nilai absorban dengan konsentrasi glukosa (mg/ml) dan akan diperoleh suatu persamaan Y= bx + a. Kulit buah manggis sebanyak 10 gram digerus, kemudian ditambah 20 ml etil alkohol panas 80% dan dikocok selama 5 menit lalu diputar dengan sentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit sehingga dihasilkan supernatan 1. Residu dari supernatan 1 ditambahkan 20 ml etil alkohol panas 80% dan dikocok selama 5 menit lalu diputar dengan alat sentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit sehingga dihasilkan supernatan 2. Supernatan 1 dan supernatan 2 digabungkan kemudian dipanaskan pada suhu 85 oC hingga etanol menguap lalu ditera dengan aquades sampai 100 ml. Sampel (supernatan 1 dan supernatan 2) sebanyak 1 ml + 1 ml aquades + 5 5 ml pereaksi anthrone dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kelereng. Tabung reaksi ditempatkan pada water bath suhu 100 oC selama 12 menit kemudian segera didinginkan dalam ice bath. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 630 nm dengan menggunakan spektrofotometri. Kandungan gula total dalam sampel ditentukan
berdasarkan kurva standar
glukosa yang telah dibuat dengan menggunakan rumus berikut: x = (Y-a)/b x = gula total Y = nilai absorbansi sampel a = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total b = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total