Artikel Penelitian
Gangguan Suara dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Karyawan Call Center dan Back Office di Perusahaan X Jakarta Donna Andresya,* Zarni Amri,* Syahrial Hutahuruk** *Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Departemen Ilmu Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Abstrak: Para pekerja call center berbicara terus menerus dan menggunakan telepon dalam pekerjaannya. Aktivitas tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan suara yang lebih sering dikenal dengan disfonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gangguan suara yang terjadi pada pekerja call center dan back office dan faktor-faktor yang berhubungan terhadap gangguan suara tersebut dengan menggunakan desain potong lintang dan analisis risiko relatif. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosiodemografi, kebiasaan responden, indeks massa tubuh, jenis pekerjaan, data kelembaban udara, suhu lingkungan, bising lingkungan, dan hubungan faktor-faktor tersebut terhadap risiko terjadinya gangguan suara. Dari 82 responden pekerja call center dan back office didapatkan proporsi gangguan suara pada pekerja call center sebesar 78% dan back office sebesar 51%. Pekerja call center mempunyai risiko 3,39 kali lebih besar untuk mengalami gangguan suara dibandingkan dengan back office (p 0.01, OR 3.39, CI 1.18 – 9.95). Tidak didapatkan hubungan faktor risiko dengan gangguan suara. Kata Kunci: gangguan suara, call center, parameter akustik
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
203
Gangguan Suara dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Karyawan
Voice Disorder and the Association Factors on Call Center and Back Office Workers in X Company, Jakarta Donna Andresya,* Zarni Amri,* Syahrial Hutahuruk** *Departement of Community Medicine Faculty of Medicine University of Indonesia **Department of Eye, Nose, and Throat Faculty of Medicine,University of Indonesia
Abstract: Call center workers talk and use the telephone vigorously on their work. This activity can cause voice disorder or disfonia. The aim of study is to find out the proportion of voice disorder on call center and back office and association factors which can cause voice disorder. This study is a comparative cross sectional design with relaitive risk analysis. Data collected were sociodemographic characteristics, ability of respondent, body mass index, job; humidity, temperature, and environment noise, and the association of risk factors with voice disorder. From 82 respondents (call center and back office), it was found that the proportion of voice disorder are 78% on call center and 51% on back office. Call center suffered from voice disorder 3.39 times bigger than back office (p 0.01 OR 3.39, CI 1.18 – 9.95), there isnot association between risk factors with voice disorder. Keywords: voice disorder, call center, acoustic parameter
Pendahuluan Industri call center berkembang pesat baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Pada tahun 2000 di India terdapat 160 000 tenaga call center yang bekerja di perusahaan yang bersifat multinasional.1 Di Inggris tenaga kerja yang bekerja di call center berjumlah 3000 sampai 5000 pekerja (tahun 2000). Jumlah pekerja call center di Indonesia tidak ada data yang pasti.2 Jumlah berkisar 10 000 sampai 24 000 karyawan di perusahaan asuransi, telemarketing, dan telekomunikasi. Dalam melakukan pekerjaannya pekerja call center berbicara terus menerus dengan menggunakan telepon, dan mempengaruhi risiko terjadinya gangguan suara yang lebih dikenal dengan disfonia. Kondisi ditandai oleh kehilangan suara diikuti dengan rasa nyeri, tegang, serak, batuk, kesulitan bernafas, dan tidak ada kekuatan untuk berbicara. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang kemungkinan terdapatnya gangguan suara pada pekerja call center dan back office. Penelitian Jones di New Orleans pada tahun 2001 prevalensi gangguan suara mencapai 68% yang dibandingkan dengan pelajar yang mengalami gangguan suara berkisar 48%. Gangguan suara sebesar 31% dapat menurunkan produktivitas kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi terjadinya gangguan suara pada pekerja call center dan back office serta faktor–faktor yang berhubungan terhadap risiko terjadinya gangguan suara. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode komparatif crosssectional pada bulan Agustus 2006 - Maret 2007. Populasi 204
adalah pekerja call center dengan status pekerja tetap, kontrak, ataupun outsourcing di perusahaan X di Jakarta. Sebagai data pembanding terhadap sampel pekerja call center dipilih pekerja back office. Sebanyak 41 pekerja call center dan 41 pekerja back office yang memenuhi kriteria penelitian diambil sebagai subjek. Berdasarkan perhitungan besar sampel dengan interval kepercayaan 95%, akurasi 10% dan perkiraan proporsi yang mengalami gangguan suara 68% dengan pajanan tinggi (call center) dan 48% dengan pajanan rendah (back office) (belum ada data) dibutuhkan sampel sebesar 76 orang. Data yang dikumpulkan adalah gangguan suara sebagai variabel terikat dan faktor–faktor risiko usia, jenis kelamin, masa kerja, pekerjaan sampingan, merokok, minum kopi, makan obat antihistamin, minum alkohol, jenis pekerjaan, indeks massa tubuh, kelembaban udara, bising lingkungan, suhu lingkungan kerja sebagai variabel bebas. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dengan responden, pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan analisis suara. Pada pemeriksaan analisis suara dikatakan gangguan suara bila didapatkan peningkatan nilai 2 dari 4 parameter akustik pitch pertubation quotient, amplitude pertubation quotient, noise harmonic ratio, amplitude tremor intensity index dari nilai normal.3-8 Sebelum dilakukan pengisian kuesioner responden diberi tentang maksud dan tujuan penelitian, kemudian responden diminta persetujuannya untuk ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar perserujuan yang tersedia (informed consent). Setelah mengisi kuesioner responden dilakukan pemeriksaan fisik dan dilakukan pemeriksaan analisis suara pada akhir jam kerja. Tabulasi data dilakukan
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Gangguan Suara dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Karyawan dengan menggunakan program SPSS 11.5 berdasarkan tabel yang telah dibuat sebelumnya dan kemudian dilakukan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor risiko, bivariat untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu usia, gangguan suara, jenis kelamin, gangguan suara dan analisis multivariat untuk mengetahui besarnya peranan variabel bebas dengan gangguan suara. Analisis multivariat dilakukan bila pada bivariat didapat nilai p<0,25. Hasil Penelitian Dari 41 orang pekerja call center dan 41 orang pekerja back office yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan karakteristik sebagai berikut Tabel 1. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Faktor Risiko Faktor risiko
Usia >30 tahun <30 tahun Jenis kelamin Perempuan Pria Merokok Ya Tidak Minum kopi Ya Tidak Konsumsi antihistamin Ya Tidak Minum alkohol Ya Tidak IMT Gizi lebih Kurus dannormal Masa kerja >5 tahun <5 tahun Kerja sampingan Ya Tidak Kelembaban <65 >65 Suhu <24 >25 Bising >85 dB <85 dB
Call center Jumlah (%)
Back office Jumlah (%)
19 22
46,3 53,7
18 23
43,9 56,1
21 20
51,2 48,8
20 21
48,8 51,2
8 33
19,5 80,5
11 30
26,8 73,2
9 32
22,0 78,0
13 28
31,7 68,3
1 40
2,4 97,6
1 40
2,4 97,6
41
100,0
41
100,0
18 23
43,9 56,1
17 24
41,5 58,5
17 24
41,5 58,5
17 24
41,5 58,5
1 40
2,4 97,6
1 40
2,4 97,6
41 41
100,0 100,0
41 41
100,0 100,0
1 40
2,4 97,6
34 7
82,9 17,1
41
100,0
41
100,0
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berusia <30 tahun pada call center dan back office, perempuan lebih banyak dari pria pada call center
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
dan pria lebih banyak pada back office, tidak merokok, tidak konsumsi antihistamin, tidak minum alkohol, indeks masa tubuh kurus dan normal, masa kerja kurang dari 5 tahun, tidak memiliki pekerjaan sampingan, kelembaban <65, pada call center suhu >25 dan back office suhu <24, dan bising lingkungan kerja <85 dB. Tabel 2. Hubungan Gangguan Suara dengan Faktor Risiko pada Pekerja Call Center dan Back Office (n = 82) Faktor risiko
Gang- Gang Odds g u a n g u a n ratio suara suara (+) (-)
Jenis pekerjaan Call center 32 Back office 21 Usia >30 tahun 25 <30 tahun 28 Jenis kelamin Perempuan 25 Pria 28 Kebiasaan merokok Ya 13 Tidak 40 Kebiasaan minum kopi Ya 15 Tidak 38 Kebiasaan konsumsi antihistamin Ya 2 Tidak 51 Indeks massa tubuh Gizi lebih 33 Kurus, normal 2 0 Masa kerja >5 tahun 25 <5 tahun 28 Pekerjaan sampingan Ya 1 Tidak 52 Suhu lingkungan <24 18 >25 35
95% interval kepercayaan
p
9 20
3,39
1,18-9,95
0,001*
12 17
0,79
0,31-1,97
0,61*
16 13
0,72
0,29-1,80
0,48*
6 23
0,72
0,26-2,39
7 22
0,80
0,28-2,27
0,68*
0 29
-
0,54-0,75
0,53**
14 15
0,56
0,22-1,41
0,22*
9 20
0,50
0,19-1,30
0,15*
1 28
1,85
0,11-30,83
1,00**
17 12
0,36
0,14-0,92
0,03*
*Chi - square **Fisher Exact’s test
Tabel 2 memperlihatkan hubungan faktor risiko dan gangguan suara. Dari semua faktor risiko secara statistik terdapat perbedaan bermakna antara jenis pekerjaan, indeks masa tubuh, masa kerja, dan suhu lingkungan terhadap gangguan suara. Pekerja call center mempunyai risiko 3.39 kali lebih besar dibandingkan back office (OR= 3,39 95%CI = 1,18-9,95 p=0,01) untuk mengalami gangguan suara. Untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan berhubungan terhadap gangguan suara dilakukan analisi multivarat. Variabel yang diikut sertakan adalah yang memiliki nilai p<0.25, yaitu variabel jenis pekerjaan (p=0,01), indeks masa tubuh (p=0,22), masa kerja (p=0,15), dan suhu lingkungan
205
Gangguan Suara dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Karyawan (p=0.03). Analisis dengan menggunakan regresi logistik untuk mrelihat interaksi antara faktor terpilih secara bersamaan dan melihat faktor mana yang lebih dominan. Tabel 3. Faktor Determinan Indeks Masa Tubuh, Masa Kerja, Pekerjaan Sampingan, Jenis Pekerjaan, Suhu Lingkungan dengan Gangguan Suara Faktor risiko
Indeks masa tubuh Masa kerja Jenis pekerjaan Suhu lingkungan
B
Odd ratio sesuaian
0,46 -0,65 1,35 -0,12
1,58 0,52 3,87 0,88
95% interval kepercayaan 0,58 – 0,18 – 0,77 – 0,18 –
4,28 1,45 19,44 4,29
p
0,36 0,21 0,09 0,87
Tabel 3 menunjukkan dengan metode regresi logistik binary didapatkan hasil tidak ada faktor risiko yang dominan. Dengan demikian tidak ada faktor–faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan suara. Diskusi Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa yang mengalami gangguan suara pada pekerja call center sebesar 78% dan back office sebesar 51%. Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan suara. Berdasarkan penelitian Jones et al, pekerja telemarketers yang menderita gangguan suara berkisar 68% dibandingkan dengan pelajar berjumlah 48%.3 Faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan suara adalah perempuan, perokok, makan obat anti histamin, sinusitis, dan mulut kering. Pekerja yang mengalami gangguan suara mempengaruhi penurunan produktivitas kerja sebanyak 31%.3 Penelitian Welham4 pada tahun 2003 mendapatkan prevalensi gangguan suara pada guru sebesar 9,7%-13%. Penelitian Gotass pada tahun 1993 mendapatkan prevalensi gangguan suara berkisar 73–80%.4 Pada penelitian ini responden tidak ada yang berusia di atas 50 tahun dan di bawah 17 tahun yang dapat menunjang timbulnya risiko gangguan suara. Perkembangan laring yang cepat mulai usia 13 tahun, dan berakhir pada usia 15 tahun, sehingga pada rentang usia ini (masa pubertas), terjadi perubahan suara setelah usia 15 tahun, perkembangan laring dan pita suara telah sempurna, sehingga suara pada usia > 15 tahun dianggap telah menetap. Pada usia tidak lebih dari 70 tahun individu telah mengalami proses degenerasi lain secara sistemik maupun lokal. Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap risiko timbulnya gangguan suara. Berdasarkan penelitian Jones et al2 tahun 2001 gangguan suara lebih sering terkena pada perempuan dibandingkan pria. Penelitian oleh Smith juga mengatakan perempuan lebih sering terkena gangguan suara dibandingkan pria, karena pita suara perempuan lebih pendek dibandingkan pria. Ukuran laring pada pria lebih besar, pita 206
suara pria lebih panjang (pria 17–24 mm; perempuan 13–17 mm), jaringan pita suara pada pria lebih kaku, dan secara histologik kandungan serabut kolagen dan asam hialuronat pada pria lebih tinggi dibanding perempuan serta jumlah kelenjar goblet pada pita suara pria lebih tinggi daripada perempuan yang dapat mempermudah proses lubrikasi pada permukaan laring. Perempuan juga lebih rentan terhadap adanya gangguan suara. Perempuan mempunyai kebiasaan untuk bersuara hiperfungsi, sehingga menyebabkan mudahnya timbul kelelahan yang kemudian menimbulkan gangguan kualitas suara.6 Pada penelitian ini kebanyakan karyawan tidak merokok dan bagi yang merokok tergolong perokok ringan (menurut indeks Brickmann). Dibutuhkan waktu minimal 30 tahun dengan kebiasaan merokok lebih dari 20 batang perhari untuk menimbulkan gangguan suara. Pajanan asap rokok yang terus menerus dapat menyebabkan iritasi kronis pada pita suara yang menyebabkan kelainan susunan histologik pada pita suara. Asap rokok akan mengakibatkan perubahan pada epitel pita suara seperti timbulnya edema, leukoplakia dan hiperkeratosis.8,11,12 Kebiasaan minum kopi tidak mempengaruhi timbulnya risiko gangguan suara dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada karyawan call center dan back office. Kopi dapat mengeringkan mukosa bila diminum lebih dari 2 gelas/ hari akan tetapi efek kopi dapat menghilang setelah 2 jam. Kafein dapat menstimulasi sistem saraf sehingga dapat sebabkan hiperaktivitas dan tremor dari pita suara. Kafein juga dapat menimbulkan risiko kering pada pita suara.8 Menurut penelitian Jones et al2 kebiasaan mengkonsumsi antihistamin bisa sebabkan timbulnya gangguan suara karena antihistamin menyebabkan kekeringan mukosa pita suara. Alkohol dapat menyebabkan keringnya mukosa pita suara, akan tetapi setelah berapa lama minum alkohol dan berapa banyak minum perhari dapat sebabkan gangguan suara tidak ada literatur yang menuliskan. Alkohol sebagai depresan yang dapat mengakibatkan ketidak seimbangan koordinasi suara dan pembicaraan. Selain itu alkohol juga dapat menstimulasi sistem saraf yang dapat menimbulkan efek hiperaktivitas dan tremor pada pita suara, selain itu juga dapat meningkatkan asam lambung.8 Dikatakan di literatur indeks masa tubuh berpengaruh terhadap efek timbulnya gangguan suara akan tetapi gizi kurang, normal, ataupun gizi lebih yang lebih sering mengalami gangguan suara tidak ada pada literatur.6-8 Masa kerja tidak berhubungan dengan timbulnya gangguan suara dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada karyawan call center dan back office. Jones et al tahun 2001 membuktikan bahwa hilangnya suara teradi pada saat pertengahan jam kerja dan pada akhir jam kerja.3 Dikaitkan juga pekerjaan berpengaruh terhadap risiko gangguan suara, akan tetapi masa kerja berapa lama yang dapat menimbulkan gangguan suara tidak ada dalam literatur. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Gangguan Suara dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Karyawan Pekerjaan sampingan tidak berhubungan terhadap risiko timbulnya gangguan suara dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada karyawan call center dan back office. Pada penelitian ini hanya dua responden yang memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan yang berpengaruh terhadap risiko timbulnya gangguan suara adalah guru, pengacara, pendeta, penyanyi, telemarketing, dan pesorak.3 Kelembaban udara yang relatif rendah merupakan risiko tinggi timbulnya gangguan suara bagi pekerja call center, karena berkaitan dengan pemakaian komputer yang lama yang dapat menimbulkan panas selama duapuluhempat jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu, yang bisa menimbulkan kekeringan udara. Kekeringan udara dapat menyebabkan dehidrasi bagi pekerja, timbulnya suara serak, suara hilang dan sakit kepala.12 Bising lingkungan >85 dB selama delapan jam kerja perhari dapat menimbulkan gangguan pendengaran sehingga pekerja bila ingin berkomunikasi dengan pelanggan maupun rekan kerjanya harus berbicara keras, mudah menimbulkan risiko terjadinya gangguan suara. Semakin tinggi suhu lingkungan semakin meningkat penguapan dari tubuh yang mengakibatkan tenggorokan semakin kering. Karyawan call center lebih sering berbicara dibandingkan back office sehingga proporsi yang mengalami gangguan suara lebih banyak dibanding back office, dibutuhkan bagi karyawan call center untuk minum air yang banyak di dalam ruangan begitu pula bagi karyawan di back office karena jumlah karyawan cukup banyak dan ruang kerja yang sempit sebabkan proporsi gangguan suara cukup tinggi hal ini disebabkan gas metabolisme tubuh yang dikeluarkan banyak dan gas amoniak banyak yang keluar. Hal ini akan menimbulkan iritasi saluran nafas yang dapat menimbulkan peradangan saluran nafas kemudian timbulkan gangguan suara. Dari hasil penelitian Yaglow et al menyimpulkan lebih lanjut bahwa udara segar yang dibutuhkan akan berbeda – beda menurut jumlah orang yang berada dalam ruangan (atau dengan volume ruangan yang diperbolehkan untuk setiap orang) dan standar kebersihan perorangan.13 Rata-rata suhu lingkungan pada call center 25, 45 dan back office 24,09 dengan kelembaban rata- rata di dalam ruangan pada call center 52,22 dan back office 50,51. Suhu lingkungan dan kelembaban yang rendah dapat mengakibatkan keringnya mukosa pita suara. Kesimpulan Kelompok call center mengalami gangguan suara 3,39 kali lebih besar daripada kelompok back office. Tidak terdapat perbedaan bermakna faktor risiko usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan mengkonsumsi antihistamin, kebiasaan minum alkohol, indeks masa tubuh, masa kerja, pekerjaan sampingan, kelembaban, dan bising lingkungan pada kelompok call center dan back office dengan demikian semua faktor risiko di atas tidak dapat berperan sebagai faktor perancu. Penyediaan Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
air minum yang mudah dijangkau bagi karyawan call center dapat mengurangi hidrasi. Jumlah karyawan back office dalam satu ruangan tidak terlalu banyak, sehingga penguapan gas amoniak yang bisa menimbulkan iritasi mukosa pita suara rendah. Suhu ruanganpun dipertahankan pada suhu yang nyaman. Ruangan call center dibuat sama dengan back office agar dapat mengurangi risiko gangguan suara. Pemeriksaan analisis suara ini hanya secara objektif dengan alat multi dimensional voice program dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk tapisan awal menilai adanya perubahan parameter akustik. Alat ini sangat sensitif mendeteksi kelainan suara sekecil apapun sehingga dapat digunakan sebagai skrining. Akan tetapi alat ini spesifitasnya rendah. Hasil diagnostik alat ini belum tentu mengalami gangguan suara sehingga harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan lain (stroboskopi dan laringoskopi). Dilakukan pencegahan terhadap terjadinya gangguan suara pada karyawan call center dengan meningkatkan pengetahuan mengenai hygiene pita suara seperti jangan sering mendehem, sebaiknya hindari kopi dan rokok, hindari penggunaan suara berlebihan, sering berolahraga, diet kesehatan dan pola hidup yang sehat, cukup hidrasi. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7. 8. 9.
10. 11. 12.
13.
Sudhashree VP, Rohith K, Shrinivas K. Issues and concerns of health among call center employees. Indian J Occup Environ Med. 2005;9:129-32. Health and safety guidelines for call centres in new south wales. http://www. nsw.gov.au. Advice regarding call centre working practices, December 2001:4. Jones K, Sigmon J, Hock L, Nelson E, Sullivan M. Prevalence and risk factors for voice problem among telemarketers. Arch Otolaryngol Head Neck surg. 2002;126:57–77. Christanto A. Prevalensi kelelahan bersuara pada guru yang berobat di RS. Dr. Sardjito Jogjakarta. Tesis bagian THT- KL Univ. Gajah Mada/ RS. Dr. Sardjito Jogjakarta; 2005.p.1–10. Abdoerachman H. Gangguan suara (disfonia). Prosiding symposium temu ilmiah akbar 2002: Univ. Indonesia. Hutahuruk SM. Penggunaan analisis suara sebagai pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gangguan suara: Univ. Indonesia; 1999:108 Heditya DI. Gambaran analisis suara pada pasca stroke iskemik.Univ.Indonesia, 2005:14-20. Airlangga TJ. Analisis suara pada perokok.Skripsi bagian THT Univ.Indonesia, 2005:15-20. Netsell R, Lotz W, Shaughnessy AL. Laryngeal aerodynamic associated with selected voice disorder. Am.J. Otolaryngol 1984;5: 397-403. Hooper C. American speech – language association. Vocal fold nodules and polyps; 2001. Vocal hygiene. http://www.provincial voice resource program.com: 1-2. Tajada D, Liesa F, Arenas L, Galves N, Garrido M, Gormedino R, Garcia O. The effect of tobacco consumption on acoustic voice analysis. Arch otorrinolaringol esp.1999;50(6):448-52. Williams N.R. Occupational groups at risk of voice disorder: a review of the literature. Occupational medicine 2003;53:456– 60. HQ
207