ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013
GAMBIR TERSTANDAR MEMPERBAIKI FUNGSI GINJAL TIKUS GAGAL GINJAL YANG DIINDUKSI GLISEROL DAN L-NAME Yona Harianti Putri, Deddi Prima Putra, dan Armenia Fakultas Farmasi, Universitas Andalas ABSTRAK Uncaria gambir Roxb. merupakan salah satu tanaman yang kaya akan senyawa antioksidan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh gambir dalam meredam efek oksidan yang merusak organ. Pada penelitian ini, ekstrak gambir terstandar diberikan kepada tikus gagal ginjal akibat stres oksidatif. Proses induksi gagal ginjal pada tikus dilakukan dengan menyuntikkan gliserol 10 ml/kgBB (dalam saline 50%) secara intramuskular dan dilanjutkan dengan pemberian LNAME 20 mg/kbBB peroral selama 1 hari. Tikus gagal ginjal kemudian diberi gambir terstandardisasi dengan dosis 2.5, 5, dan 10 mg/kgBB selama 3 dan 8 hari. Sebagai pembanding digunakan kelompok tikus gagal ginjal yang diberi NaCl fisiologis. Kreatinin serum dan bersihan kreatinin diukur pada hari ke-4 dan ke-9, sedangkan volume urine 24 jam diukur setiap hari. Data penelitian diolah secara statistik menggunakan Analisa Varian 2 arah yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Kebermaknaan yang diambil pada batas kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian gambir terstandar dosis 2.5 dan 10 mg/kgBB dapat menurunkan kreatinin serum sebesar 54,89±6.40% dan 59,06±12.61%, meningkatkan bersihan kreatinin sebesar 56,53±15,51% dan 55,19±14.88%. Walaupun volume urin 24 jam tikus yang diberi gambir lebih rendah dibanding kontol, tetapi masih dalam rentang normal. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian gambir terstandar dapat memperbaiki fungsi ginjal yang rusak akibat stres oksidasi. Kata kunci: antioksidan, gambir terstandardisasi, gagal ginjal, dan kreatinin serum. PENDAHULUAN Polusi udara, asap pabrik, sinar ultraviolet, dan zat karsinogenik dalam makanan adalah sumber radikal bebas yang banyak berada di sekitar kita. Radikal bebas tersebut bekerja dalam tubuh dengan cara merusak pertahanan sel seperti asam lemak, asam deoksiribonukleat (DNA), dan protein (Young & Woodside, 2001). Apabila paparan radikal bebas terjadi berlebihan dan tubuh tidak memiliki kemampuan untuk meredam aktivitas tersebut akan terjadi kerusakan pada organ. Kondisi tersebut biasa disebut stres oksidasi (Wu & Cederbaum, 2003) Penyakit ginjal merupakan penyakit degeneratif yang erat kaitannya dengan kondisi stres oksidasi (Gale, 2001). Beberapa kasus penyakit ginjal disebabkan stres oksidasi seperti glumerulonefritis, inflamasi tubulus intersisial, dan hipertropi sel tubular.
Kerusakan sel-sel ginjal ini selanjutnya akan berpengaruh pada proses filtrasi dan reabsorbsi senyawa oleh ginjal (Pollack & Leeuwenburgh, 1999). Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralisir efek merusak dari radikal bebas dan memberikan efek positif terhadap tubuh (Young & Woodside, 2001). Saat ini, penelitian mengenai efektivitas antioksidan dalam memperbaiki kerusakan organ di lakukan lebih intensif dan mendalam. Senyawa bahan alam yang kaya antioksidan yang dapat digunakan sebagai zat berkhasiat salah satunya adalah gambir terstandardisasi. Gambir (Uncaria gambir, Roxb) terstandardisasi mengandung katekin yang berperan sebagai antioksidan dengan kadar diatas 60% (SNI, 2000). Standarisasi pada tanaman herbal diperlukan untuk
258
ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013
mendapatkan efek ulangan atau reproducible (Dewoto, 2007). Herbal terstandar menurut peraturan Kepala Badan Pengembangan Obat dan Makanan (2005) harus terbukti keamanan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinik dan menggunakan bahan baku telah distandardisasi. Jika keamanan khasiat dilanjutkan ke uji klinis serta dilakukan standarisasi terhadap proses produksi akan menghasilkan suatu fitofarmaka. Secara tradisional gambir digunakan masyarakat sebagai pencampur sirih, penyamak kulit, ramuan obat diare, dan pewarna tekstil. Secara klinis ekstrak gambir dimanfaatkan sebagai antibakteri (Pambayun
et al, 2007), alternatif pengobatan dermatitis atopik (Hisano et al, 2003), mengurangi efek stres oksidasi pada fetus (Almahdi, 2010), dan antiseptik mulut (Lucida et al, 2007). Penelitian terbaru mengenai penggunaan gambir terstandardisasi terhadap hewan percobaan menunjukkan adanya efek antihipertensi (Charissa, 2012; Putri, 2012). Kerusakan ginjal akibat stres oksidasi secara teoritis dapat dihambat dengan pemberian antioksidan (Kunwar & Priyadarsini, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian antioksidan gambir terhadap fungsi ginjal yang rusak akibat stres oksidasi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan (Desember 2012 s/d Mei 2013 ) di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas. Tikus diaklimatisasi selama 1 minggu pada kondisi laboratorium, diberi makan dan minum yang cukup. Sebelum penginduksian gagal ginjal tikus dipuasakan dari makan dan minum selama 18 jam. Tikus diinduksi menggunakan gliserol 10 mg/kgbb secara intramuskular dosis tunggal, dilanjutkan dengan pemberian L-NAME secara oral dosis 20 mg/kgbb. Tikus dinyatakan gagal ginjal bila kadar kreatinin serum lebih besar dari 1.3 mg/dl. Tikus di bagi menjadi 4
kelompok, kelompok I adalah kelompok kontrol yang diberi NaCl fisiologis, sedangkan Kelompok II, III, dan IV adalah kelompok uji yang diberi gambir terstandardisasi dengan dosis berturut- turut 2.5, 5,dan 10 mg/kgbb. NaCl fisiologis dan gambir terstandardisasi diberikan pada tikus satu kali sehari selama 3 dan 8 hari. Selama perlakuan, volume urin 24 jam diukur dan ditentukan kreatinin urin. Pada hari ke-4 dan hari ke-9 darah tikus diambil sebanyak 2 cc dengan cara memotong arteri leher tikus untuk ditentukan kreatinin serumnya. Selanjutnya dihitung bersihan kreatinin.
HASIL DAN DISKUSI Sehari sebelum pemberian gliserol, hewan dipuasakan dari makanan dan minuman selama 18 jam (Vlahovic, 2000). Puasa akan menyebabkan tikus dehidrasi, volume darah menurun sehingga aliran darah ke ginjal berkurang. Berkurangnya aliran darah ke ginjal akan mengganggu proses filtrasi. Pemberian gliserol 10 ml/kgBB (50% v/v dalam saline) secara intramuscular menyebabkan terjadinya iskemia pada sel ginjal dan neprotoksik pada tubulus (Dai, 2002; Wolfert, 1989). Kondisi ini umum dikenal dengan sebutan Acute Tubular Necrosis.
L-NAME merupakan inhibitor Nitrit Oksida Sintase. Penghambatan Nitrit Oksida Sintase (NOS) berakibat pada tidak di produksinya Nitrit Oksida. Nitrit Oksida merupakan agen vasorelaksasi yang berfungsi sebagai renal hemodinamik (Azize et al, 2009). NO memiliki kemampuan menginaktivasi oksigen yang dibawa oleh radikal bebas saat iskemia berlangsung (Goldfarb & Adler, 2001). Oleh karena itu, terhambatnya produksi nitrit oksida oleh L NAME dapat memperparah kerusakan sel akibat radikal bebas sehingga menimbulkan kondisi stres oksidasi. Keadaan ini
259
ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013
diharapkan akan memperparah kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh pemberian gliserol. Gambir yang diberikan pada tikus gagal ginjal merupakan gambir terstandardisasi yang berbentuk biskuit. Spesifikasi gambir ini lebih baik dari persyaratan yang ditetapkan BSNI. Untuk kadar katekin contohnya, kadar katekin
dalam gambir yang digunakan minimal 88,5%. sedangkan kadar katekin yang dipersyaratkan SNI hanya 60% (SNI, 2000). Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter pengukuran fungsi ginjal yakni kreatinin serum, volume urin 24 jam dan bersihan kreatinin.
Perubahan Kreatinin Serum (%)
100 80 60 kontrol
40
2.5 mg/kg 20
5 mg/kg
0 3 hari
-20
10 mg/kg
8 hari
-40 Lama Pemerian
Gambar 1.
Hubungan antara lama pemberian gambir terstandardisasi terhadap perubahan kreatinin serum (%).
Pemberian dosis ekstrak gambir terstandardisasi pada tikus gagal ginjal menyebabkan perubahan persentase kreatinin serum secara signifikan (P<0.05). Akan tetapi, perubahan persentase ini tidak signifikan bila diberikan pada waktu yang lebih lama (P>0.05). Tidak tampak adanya pengaruh interaksi yang nyata dosis dan lama pemberian terhadap perubahan persentase kreatinin serum pada tikus yang gagal ginjal (P>0.05). 20
Kontrol
18 2.5 mg/kg BB
Volume Urine
16 14
5 mg/kgBB
12 10
10 mg/kgBB
8 6
Linear (Kontrol)
4 2
Linear (2.5 mg/kg BB)
0 1 Hari
2 hari
3 hari
4 hari
5 hari
6 hari
Lama Pemberian
7 hari
8 hari Linear (5 mg/kgBB)
Linear (10 mg/kgBB)
Gambar 2.
Hubungan antara lama pemberian gambir terstandardisasi terhadap volume urin 24 jam. 260
ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013
Perubahan Bersihan Kreatinin (%)
Perubahan persentase ke arah positif menunjukkan perbaikan fungsi ginjal, sedangkan perubahan persentase ke arah negatif menunjukkan memburuknya fungsi ginjal. Data perubahan persentase kreatinin serum rata-rata dari tikus gagal ginjal kelompok kontrol dan tikus gagal ginjal yang diberikan gambir terstandardisasi dengan dosis 2.5, 5, dan 10 mg/kgbb berturut-turut adalah 22.89 ± 17.77, 54.89 ± 6.40, -14.42 ± 6.82 dan 59.06 ± 12.61. Sedangkan data persentase kreatinin serum rata-rata berdasarkan lama pemberian 3 hari dan 8 hari adalah 31.66 ± 15.14 dan 31.84 ± 9.98. Data percobaan memperlihatkan adanya pengaruh dosis gambir terstandardisasi terhadap penurunan volume urin 24 jam pada tikus yang gagal ginjal (P < 0.05). Akan tetapi, lama pemberian gambir
Gambar 3.
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80 -100
terstandardisasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume urin 24 jam tikus gagal ginjal (P > 0.05). Tidak terlihat adanya pengaruh interaksi yang signifikan dosis dan lama pemerian gambir terstandardisasi terhadap volume urin 24 jam tikus yang gagal ginjal (P > 0.05). Data volume urin 24 jam rata-rata dari tikus gagal ginjal kelompok kontrol dan tikus gagal ginjal yang diberikan gambir terstandardisasi dengan dosis 2.5 mg/kgbb, 5 mg/kgbb, dan 10 mg/kgbb berturut-turut adalah 13.13 ± 0.87, 14.89 ± 1.04, 7.97 ± 0.74, 8.80 ± 0.96. Sedangkan, data volume urin rata-rata berdasarkan lama pemberian 1 hari sampai 8 hari adalah 12.67 ± 1.09, 11.25 ± 1.49, 12.62 ± 1.26, 10.25 ± 1.04, 9.48 ± 1.28, 10.58 ± 2.48, 10.21 ± 1.91, 7.28 ± 1.18.
kontrol
2.5 mg/kg
3 hari
8 hari 5 mg/kg
Lama Pemerian
10 mg/kg
Hubungan antara lama pemberian gambir terstandardisasi terhadap perubahan bersihan kreatinin (%).
Perbedaan dosis gambir terstandardisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan persentase bersihan kreatinin tikus yang gagal ginjal (P < 0.05). Akan tetapi, lama pemberian gambir terstandardisasi pada tikus gagal ginjal tidak mempengaruhi perubahan persentase bersihan kreatinin secara signifikan (P > 0.05). Tidak terdapat pengaruh interaksi dosis dan lama pemberian terhadap perubahan persentase bersihan kreatinin secara signifikan (P>0.05). Data perubahan
persentase bersihan kreatinin rata-rata dari tikus gagal ginjal kelompok kontrol dan kelompok uji dosis 2.5 mg/kgbb, 5 mg/kgbb, dan 10 mg/kgbb berturut-turut adalah -29.09 ± 38.94, 56.53 ± 15.51, -59.10 ± 20.71, dan 55.19 ± 14.88. Sedangkan data bersihan kreatinin rata-rata berdasarkan pemberian 3 hari dan 8 hari adalah 34.32 ± 20.96 dan 8.98 ± 21.95. Pada plot perubahan persentase kreatinin serum dan bersihan kreatinin terdapat dua arah perubahan persentase yakni
261
ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013
menuju arah positif dan arah negatif. Perubahan persentase menuju arah positif mengindikasikan perbaikan fungsi ginjal, sedangkan perubahan persentase menuju arah negatif mengindikasikan rusaknya fungsi ginjal. Dari data penelitian terlihat adanya perbaikan fungsi ginjal pada tikus gagal ginjal yang diberikan gambir terstandardisasi dengan dosis 2.5 mg/kgbb dan 10 mg/kgbb, sedangkan untuk pemberian gambir terstandardisasi dosis 5 mg/kgbb terjadi kerusakan terhadap fungsi ginjal. Fenomena seperti ini cukup sering terjadi, dimana pemberiaan sediaan pada dosis pertengahan tidak memberikan efek yang diharapkan. Ada beberapa alasan yang menjadi perhatian dalam membahas masalah ini. Pertama, proses induksi menghasilkan tingkat kaparahan gagal ginjal yang berbeda untuk setiap hewannya. Tingkat keparahan ini tentu akan memengaruhi dosis gambir terstandardisasi yang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan ginjal. Gambir terstandardisasi dosis 5 mg/kgbb yang diberikan belum mampu meredam kerusakan ginjal pada hewan percobaan yang terlalu parah. Kedua, selektivitas sediaan atau obat. Setiawati dkk. (2009) menerangkan bahwa obat dapat dinyatakan selektif jika hanya menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan efek lain baru timbul pada dosis yang lebih tinggi. Alasan ketiga, sediaan yang
diberikan pada tikus gagal ginjal bukan senyawa murni melainkan dalam bentuk ektrak. Ekstrak dari obat herbal seperti gambir, menurut WHO (2000) bisa mengandung beberapa komponen bahan aktif. Oleh sebab itu, peningkatan dosis tidak selalu linear dengan peningkatan efek terapi yang diharapkan. Dari data volume urin 24 jam memperlihatkan semakin lama volume urin semakin menurun. Akan tetapi, penurunan volume tersebut masih dalam rentang volume urin normal (7 mL – 13 mL). Menurut Akbarzadeh (2007) tikus normal menghasilkan volume urin rata-rata 10 ± mL. Pada penyakit gagal ginjal, laju filtrasi glomerulus akan menurun disertai kerusakan pada tubulus yang menyebabkan reasorbsi cairan berkurang. Hal inilah yang menyebabkan volume urin pada penderita gagal ginjal tetap normal atau malah meningkat (Prosono, 2008). Oleh karena itu, data volume urin 24 jam saja tidak cukup untuk menilai perbaikan fungsi ginjal pada hewan percobaan. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian gambir terstandardisasi dosis 2.5 mg/kgbb dan 10 mg/kgbb menyebabkan terjadinya penurunan kreatinin serum dan peningkatan bersihan kreatinin. Hal ini mengindikasikan terjadinya perbaikan fungsi ginjal pada tikus gagal ginjal akibat stres oksidasi.
KESIMPULAN Gambir terstandardisasi dapat memperbaiki fungsi ginjal pada tikus gagal
ginjal akibat stres oksidasi terutama pada dosis 10 mg/kgbb.
DAFTAR PUSTAKA Akbarzadeh, A., Norouzian, D., Mahrabi, M.R., Jamshidi, Sh., Farhangi, A., Verdi, A.A., Mofidian, S.M.A., & Rad, L.B. (2007). Induction of Diabetes By Streptozotocin In Rats. Indian Journal Of Clinical Biochemestry. 22 (2) 60-64. Almahdy A. (2010). Pengaruh ekstrak gambir Uncaria gambir Roxb. Terhadap fetus dari mencit hamil diinduksi
alkohol. Majalah farmasi Indonesia, 21(2),115-120. Azize, S., köksal, M., Oba R., Yardimci T. (2009). The Effect S Of L-Arginine On Urinary Nitric Oxide Metabolite S And Renal Lipid Peroxidation In Cisplatin Treated Rats. Turk J. Pharm. Sci 6 (2), 83-92.
262
ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2005). Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384. Tentang Kriteria dan Tata laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka. Badan POM. Jakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Padang. 2000. Standar Nasional (SNI) Gambir, 01-3391-2000. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Charissa, N. (2012). Pengaruh Gambir Terstandardisasi terhadap Tekanan Darah laju jantung dan Volume Urin Tikus Hipertensi (skripsi). Padang: Universitas Andalas Dai, R.P., Dheen, S.T., Tay S.S. (2002). Induction Of Cytokine Expression In Rat Post Ischemics In Oatrial Node. Cell Tissue Res 310: 59–66. Dewoto, H.R. (2007). Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia 57 (7). Gale, J. (2001). Oxidative stres in chronic renal failure. Nephrol Dial Transplant 16 (7) 2135. Goldfarb, S & Adler, S.H. (2001). Acute Renal Failure: Pathophysiology And Treatment. Hospital Physician, Nephrology Board Review Manual Vol 4. Turner White Communications Inc. Wayne. Hisano, M., Yamaguchi, K., Inoue, Y., Ikeda, Y., Iijima, M., Adachi, M., & Shimamura, T. (2003). Inhibitory effect of catechin against the superantigen Sthapylococcal enterotoxin B (SEB). Arch Dermatol Res 295.183-189. Kunwar, A. & Priyadarsini, K.I. (2011). Free radicals, Oxidative Stress, and Importance of Antioxidants in Human Health. J Med Allied Sci 1 (2) 53-60. Lucida H., Bakhtiar A., & Putri, W.P. (2007). Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut dari Katekin Gambir. J.Sains Tek. Far 12(1).
Pambayun, R., Gardjito, M., Sudarmadji, S., & Kuswanto. K.R. (2007). Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir. Roxb). Majalah Farmasi Indonesia 18 (3) 141-146. Pollack, M & Leeuwenburgh C. (1999). Molecular mechanism of oxidative stres in aging: Free radical, aging, antioxidant and disease. Handbook of Oxidant and Antioxidant in exercise X. 881-923. Elsevier science B.V. Prosono. (2008). Renal Pathophysiology; Normal Anatomi and Physiology. Professional Ultrasound Service. San Francisco. Putri, T.P. (2012). Pengaruh Pemberian Gambir Terstandardisasi Terhadap Tekanan Darah Tikus Hipertensi Terkait Stres oksidasi (Skripsi). Padang: Universitas Andalas. Setiawati, A., Suyatna, F.D., & Gan, S. (2009). Pengantar Farmakologi; Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Vlahovic, P., Cvetkovic, T., Savic, V., Stefanovic, V. (2007). Dietary Curcumin Does Not Protect Kidney In GlycerolInduced Acute Renal Failure. Food Chem Toxicol 45. 1777–1782. Wolfert, A.I. & Oken, D.E. (1989). Glomerular Hemodynamics In Established Glycerol Induced Arf In The Rat. J Clin Invest 84. 1967–1973. World Health Organization. (2000). General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. WHO. Geneva. Wu, D & Cederbaum, A.I. (2003). Alcohol, Oxidative Stress, and Free Radical Demage. Alcohol Research and Health 27 (4) 277-284. Young, I.S. & Woodside, J.V. (2001). Antioxidants in health and disease. J Clin Pathol 54.176-186.
263