BAB I PENDAHULUAN
Dewasa ini, perkembangan teknologi medis yang semakin canggih menyebabkan angka mortalitas pada Acute Kidney Injury (AKI) menurun, namun lain halnya dengan faktor komorbiditas yang semakin beragam. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer. 1,2 Acute Renal Failure (ARF) atau gagal ginjal akut adalah meningkatnya konsentrasi kreatinin serum (peningkatan relatif sebanyak 50% atau peningkatan absolut sebanyak 44-88 umol/L (0,5-1 mg/dL)).3 Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-90%. Kematian di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum merupakan prognostik penting yang signifikan. Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak. 4 Ginjal merupakan organ yang diperlukan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme. Ginjal berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan air, garam, dan elektrolit, dan merupakan suatu kelenjar endokrin yang mengeluarkan paling sedikit tiga hormon. Ginjal membantu mengontrol tekanan darah dan dapat mengalami kerusakan apabila tekanan darah terlalu tinggi atau terlalu rendah. Ginjal berhubungan dengan saluran kemih dari ureter yang berhubungan dengan kandung kemih (vesika urinaria). Ginjal rentan mengalami kerusakan, sehingga diperlukan tinjauan pustaka tentang gambaran klinis penyakitnya, perangkat diagnostiknya, komplikasinya dan penatalaksanaannya.
1
BAB II Gagal Ginjal Akut
II. 1. Definisi Gagal ginjal akut adalah sindrom yang terdiri dari penurunan kemampuan filtrasi ginjal (jam sampai hari), retensi produk buangan dari nitrogen, gangguan elektrolit dan asam basa. Komplikasi gagal ginjal akut menyebabkan 5% pasien masuk RS dan 30% masuk di ICU. Terjadi oliguri (pengeluaran urin < 400mL/d) namun jarang terjadi sebagai manifestasi klinis. Gagal ginjal akut sering asimtomatik dan sering didapat dengan tanda peningkatan konsentrasi ureum dan kreatinin. Diagnosis dan penatalaksanaan gagal ginjal terbagi 3 yaitu 1. Gangguan pada prerenal tanpa gangguan renal (55%); 2. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pada parenkim renal (40%) dan; 3. Penyakit dengan obstruksi saluran kemih (5%). Kebanyakan gagal ginjal reversible karena dapat kembali ke fungsi normal setelah penyakit mendasar diterapi. 3,5 Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi 50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ. Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya. 1,3,4 Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. The Acute Dialysis Quality Initiations Group membuat RIFLE system yang mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori menurut beratnya ( Risk Injury Failure ) serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage renal disease). Pada beberapa penyakit GGA tertentu diperlukan alat diagnostik yang canggih misalnya immunohistochemistry(IHC) dan electronmicroscopic examination(EM) pada scrup thypus di parenkim renal. 3,6
2
II.2. Etiologi dan Klasifikasi Gagal Ginjal Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati obstruksi akut). Penyebab pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh: 1. Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar, diare, asupan kurang, pemakaian diuretik yang berlebihan. Kurang lebih sekitar 3% neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal. 2. Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium, tamponade jantung, dan emboli paru. 3. Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera, dan pemberian obat antihipertensi. 4. Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan, penggunaan obat anestesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal,embolisme, trombosis, dan vaskulitis. 5. Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan plasenta dan perdarahan postpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3. Penyebab gagal ginjal pada renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain: 1. Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis ginjal, scleroderma, dan toksemia kehamilan. 2. Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis, proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, sindrom Goodpasture, dan vaskulitis. 3. Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida, sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat warna kontras radiografik,
logam
mioglobulinuria,
berat,
hemolisis
hidrokarbon, dengan
anaestetik),
rabdomiolisis
dengan
hemoglobulinuria,
hiperkalsemia,
protein
mieloma, nefropati rantai ringan, 4. Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol, rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif, leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan penyakit infiltratif (leukemia, limfoma, sarkoidosis). 3
Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya : 1. Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, dan bola jamur bilateral. 2. Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”. 7,8
Exposures
Susceptibilities
•
Sepsis
•
Dehydration or volume depletion
•
Critical illness
•
Advanced age
•
Circulatory shock
•
Female gender
•
Burns
•
Black race
•
Trauma
•
CKD
•
Cardiac surgery (especially
•
Chronic diseases (heart, lung, liver)
•
with CPB)
•
Diabetes mellitus
•
Major noncardiac surgery
•
Cancer
•
Nephrotoxic drugs
•
Anemia
•
Radiocontrast agents
•
Poisonous plants and animals
Tabel 1. Faktor Risiko AKI 18
Tabel 2. Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group
9
4
Risk
Kriteria laju filtrasi glomerulus Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali
Kriteria jumlah urine < 0,5 ml/kg/jam selama 6
Injury
Peningkatan serum kreatinin 2 kali
jam
Failure
Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau
Loss ESRD
kreatinin 355 μmol/l
< 0,5 ml/kg/jam selama 12
Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total
jam
fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu
< 0,5 ml/kg/jam selama 24
Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan
jam atau anuria selama 12 jam
Gambar 1. RIFLE kriteria 18
II.3. Patofisiolgi Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. 5
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah 3 : •
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
•
Timbal balik tubuloglomerular Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. 10 Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis. 11
6
Gambar 2. Glomerulus 18
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan vaskuler terjadi 1 : 1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi. 2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase. 3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
7
Gambar 3. Patofisiologi gagal ginjal akut di renal. 12 Pada kelainan tubular terjadi 1 : 1) Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler. 2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel. 3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik, mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silindersilinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal. 4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan menyebabkan penurunan GFR. 8
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. 1 Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandinE2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. 2
Gambar 4. Batu pada ginjal 13
II.4. Gejala Klinis Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin < 50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam 9
keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya. 14
Gambar 5. Konseptual model dari AKI18 II. 5. Diagnosis Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat mulainya GGA serta faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan. Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum, kalsium, fosfor, dan asam urat. 2 Pemeriksaan penunjang lain yang penting adalah pemeriksan USG ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GGA yang etiologinya tidak diketahui. Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi,dengan menggunakan medium kontras dapat menimbulkan komplikasi klinis 10
yang ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l) atau dengan peningkatan relative setidaknya 25 % dari nilai dasar. 2,15
Gambar 6. Algoritma berdasarkan serum kreatinin dan GFR18
11
Gambar 7. Algoritma diagnosis AKI18
12
II. 6. Penatalaksanaan Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR. Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obatobat yang mengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan kalium. 5,16
Gambar 8. Managemen AKI berdasarkan Derajat AKI18 Terapi khusus GGA 13
Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume, asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hiponatremia. Indikasi dilakukannya dialisa adalah 5,16 : 1. Oligouria : produksi urine < 200 ml dalam 12 jam 2. Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam 3. Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L 4. Asidemia : pH < 7,0 5. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L 6. Ensefalopati uremikum 7. Neuropati/miopati uremikum 8. Perikarditis uremikum 9. Hipertermia 10. Keracunan obat Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut 13 : 1. Energi 20–30 kkal/kgBB/hari 2. Karbohidrat 3–5 (max. 7) g/kgBB/hari 3. Lemak 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBB/hari 4. Protein (essential dan non-essential amino acids) Terapi konservatif 0.6–0.8 (max. 1.0) g/kgBB/hari Extracorporeal therapy 1.0–1.5 g/kgBB/hari 5. CCRT hypercatabolism maximum 1.7g/kgBB/hari GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate. 1
Tabel 3. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut 1 14
Komplikasi Kelebihan volume intravaskuler
Pengobatan Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari) Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Hiponatremia
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse larutan hipotonik.
Hiperkalemia
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari diuretic hemat kalium
Asidosis metabolic
Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum > 15 mmol/L, pH >7.2 )
Hiperfosfatemia
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari) Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium karbonat)
Hipokalsemia
Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml larutan 10% )
Nutrisi
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak dalam kondisi katabolic Karbohidrat 100 g/hari Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik lama atau katabolik Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal akut 1 :
1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m) 2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari) 3. GGA dengan : a. keadaan umum yang buruk b. K serum > 6 mEq/L c. BUN > 200 mg% d. pH darah < 7,1 e. Fluid overload 4. Intoksikasi obat yg gagal dengan terapi konservatif
II.7. Komplikasi
15
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA. 13 Komplikasi sistemik seperti 17 : 1. Jantung Edema paru, aritmia dan efusi pericardium. 2. Gangguan elektrolit Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis 3. Neurologi: Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma, 4. Gangguan kesadaran dan kejang. 5. Gastrointestinal: Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum. 6. Perdarahan gastrointestinal 7. Hematologi Anemia, dan diastesis hemoragik 8. Infeksi Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial. 9. Hambatan penyembuhan luka II. 8. Prognosis Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, 16
septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan. 5
BAB III PENUTUP 17
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea/creatinin) dan non nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouri. Penyebab gagal ginjal akut yang dibagi menjadi 3 besar yaitu: a) Pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik) yang disebabkan utama oleh hipoperfusi ginjal dimana terjadi hipovolemia. b) Renal (gagal ginjal initrinsik) yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah ginjal. c) Post-renal (uropati obstruksi akut) yang disebabkan oleh obstruksi ureter dan obstrtuksi uretra. Gejala klinis dari gagal ginjal akut yang tampak adalah adanya oligouri, anuria, high output renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Markum, MHS. Gagal Ginjal Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 2. Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure: definitions, diagnosis, pathogenesis, and therapy. The Journal of Clinical Investigation 2004;114. Diunduh dari: http://www.jci.org/articles/view/22353. Diakses : 3 Agustus 2012. 3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004. 4. Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the ICU. Kidney International 1998; 53; 7-10. 5. Stein, Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001 6. Kim DM, Kang DW, Kim JO, Chung JH, Kim HL, Park CY, Lim SC. Acute Renal Failure due to Acute Tubular Necrosis caused by Direct Invasion of Orientia tsutsugamushi.
J.
Clin.
Microbiol
2007;
1128.
Diunduh
dari:
http://jcm.asm.org/content/46/4/1548.short. Diakses: 3 Agustus 2012. 7. Stapleton FB, Deborah, Jones, Green RS. Acute renal failure in neonates: Incidence, etiology and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1; 314-320. Diunduh dari: https://springerlink3.metapress.com/content/g5j23256217207x5/resource-secured/? target=fulltext.pdf&sid=dmoa0z1mlfvozwhjsa3trisj&sh=www.springerlink.com. Diakses: 3 Agustus 2012. 8. Lutfullah A, Kazim G, Zeki TH, Cetin C, Ibrahim G, Tulin G, Suleyman T. . Etiology and prognosis in 36 acute renal failure cases related to pregnancy in central anatolia.
Eur
J
Gen
Med
2005;
2(3):
110-113.
Diunduh
dari:
https://tspace.library.utoronto.ca/handle/1807/5882? mode=full&submit_simple=Show+full+item+record. Diakses: Diakses: 3 Agustus 2012. 9. Santos ERD. RIFLE: association with mortality and length of stay in critically ill acute
kidney
injury
patients.
http://www.scielo.br/scielo.php?
script=sci_pdf&pid=S0103-507X2009000400005&lng=en&nrm=iso&tlng=en. Diakses: 3 Agustus 2012. 10.Takaoka M, Kuro T, Matsumura Y. Role of endothelin in the pathogenesis of acute
renal
failure.
Drug
News
Perspect
2000,
13(3):
141.
Diunduh
dari:
http://journals.prous.com/journals/servlet/xmlxsl/pk_journals.xml_summary_pr? p_JournalId=3&p_RefId=164&p_IsPs=Y. Diakses: Diakses: 3 Agustus 2012. 19
11.Yagil, Myers, Jamison. Course and pathogenesis of postischemic acute renal failure
in
the
rat.
Am
J
Physiol
Renal
Physiol
1988;
255.
Diunduh
dari:
http://ajprenal.physiology.org/content/255/2/F257.full.pdf+html. Diakses: 3 Agustus 2012. 12. Gandolfo MT, Rabb H. Very early alloantigen-independent trafficking of lymphocytes during ischemic acute kidney injury. Official Journal of International Society
of
Nephrology.
Diunduh
http://www.nature.com/ki/journal/v71/n12/fig_tab/5002285f1.html.
dari: Diakses:
3
Agustus 2012. 13. Stoppler
MC.
Kidney
Stones.
Diunduh
dari:
http://www.medicinenet.com/kidney_stone/page3.htm. Diakses: 3 Agustus 2012. 14.Bellomo R, Ronco C, Kellum JA, Mehta RL, Palevsky P. Acute renal failure –
definition, outcome measures, animal models, fluid therapy and information technology needs: The Second International Consensus Conference of the Acute Dialysis
Quality
Initiative
(ADQI)
Group.
Diunduh
dari:
http://ccforum.com/content/8/4/R204. Diakses: 3 Agustus 2012. 15. Schlegel JU, Lang EK. Computed radionuclide urogram for assesing acute renal failure.
AJR
1980;
134.
Diunduh
dari:
http://www.ajronline.org/content/134/5/1029.short. Diakses: 3 Agustus 2012. 16. Rahardjo, Pudji J. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Penatalaksanaan Kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat infomasi dan Penerbitan FKUI 2000. 17. Aspelin P, Aubry P, Fransson SG, Stasser R, Willenbrock R, Berg KJ. Nephrotoxic Effects in High-Risk Patients Undergoing Angiography. NEJM 2006; 348 (6): 491. Diunduh
dari:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa021833#t=article.
Diakses: 3 Agustus 2012. 18. Kidney International Supplements. Official Journal of The International Society of Nephrology.
Diunduh
dari:
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/KDIGO%20AKI %20Guideline.pdf. Diakses: 5 Agustus 2012.
20