61
Perbandingan Nilai Beban Saat 1Pcr 12.00 9.75 10.00
9.77
9.85
10.08
10.45
Beban, kN
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 0.00
0.34 0.68 1.02 Rasio Aluminium ρ, %
1.36
Gambar 5.29 Perbandingan nilai beban 1Pcr tiap balok 2.
Pengujian saat kondisi beban 2Pcr Pengujian beban 2Pcr tiap balok menghasilkan nilai beban seperti yang terlihat pada Gambar 5.30. Balok B0 ( ρal = 0 % ) dan balok B1( ρal = 0,34 % ) sudah gagal terlebih dahulu sebelum mencapai beban 2Pcr. Balok B0 ( ρal = 0 % ) gagal saat melampaui beban 1PcrC1L, hal ini dikarenakan beton dan mortar pada balok B0 sudah tidak mampu lagi menahan beban setelah first crack (Pcr0) terjadi, hal ini ditandai juga dengan terbelahnya balok menjadi 2 bagian. Balok B1 dengan rasio aluminium 0,34 % mengalami kegagalan saat mencapai beban maksimum
setelah siklus pembeban 1Pcr. Hal ini
dikarenakan beton, mortar, dan aluminium pada balok B1 sudah tidak mampu lagi menahan beban setelah melampaui beban maksimumnya. Balok B2 dengan rasio aluminium 0,68 % menghasilkan beban sebesar 20,02 kN atau 2,05 kali beban Pcr0. Balok B3 dengan rasio aluminium 1,02 % menghasilkan beban sebesar 20,03 kN atau 2,05 kali beban Pcr0, sedangkan balok B4 dengan rasio aluminium 1,36 % menghasilkan beban sebesar 20,63 kN atau 2,12 kali beban Pcr0.
60
60 49.87 50.40
50
49.71 4Pcr0=39.00kN
Beban (kN)
40
3Pcr0=29.25kN
30
2Pcr0=19.50kN
20
1Pcr0=9.75kN
10 0 0
20
40 Lendutan (mm) 1Pcr 4Pcr
Response 2000 3Pcr teoritis
60
80 2Pcr Pmaks
Gambar 5.27 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B4 ( ρal = 1,36 % ) Member Crack Diagram
0.04 0.01 0.03 0.05
0.10
0.12 0.17 0.21
0.25 0.36 0.40
0.16 0.41 0.58 0.58
0.29 0.62 0.89 1.22
Gambar 5.28 Pola retak hasil analisis program Response-2000 B4 ( ρal = 1,36 % ) G. Perbandingan Beban Balok Uji 1.
Pengujian saat kondisi beban first crack (1Pcr) Pengujian beban first crack tiap balok menghasilkan nilai beban yang berbeda-beda seperti yang terlihat pada Gambar 5.29. Balok B0 (Pcr0) dengan rasio aluminium 0 % menghasilkan beban sebesar 9,75 kN. Balok B1 dengan rasio aluminium 0,34 % menghasilkan beban sebesar 9,77 kN atau 1,002 kali beban Pcr0. Balok B2 dengan rasio aluminium 0,68 % menghasilkan beban sebesar 9,85 kN atau 1,01 kali beban Pcr0. Balok B3 dengan rasio aluminium 1,02 % menghasilkan beban sebesar 10,08 kN atau 1,03 kali beban Pcr0, sedangkan balok B4 dengan rasio aluminium 1,36 % menghasilkan beban sebesar 10,45 kN atau 1,07 kali beban Pcr0.
59
126,58 7
Gambar 5.26 Hasil analisis program Response-2000 balok B4 ( ρal = 1,36 % ) Perbandingan hasil pengujian balok B4 ( ρal = 1,36 % ) dengan analisis dapat disajikan pada Gambar 5.27. Pada Gambar ini Pmaks hasil analisis teoritis sebesar 49,71 kNm dan hasil dari program response-2000 sebesar 49,87 kNm atau sebanding dengan 0,99 kali Pmaks hasil pengujian balok B2 ( ρal = 0,68 % ). Hal ini menunjukan bahwa Pmaks hasil analisis teoritis dan response-2000 menghasilkan nilai yang mendekati sama dan nilainya tidak terlalu jauh dari hasil pengujian. Pola retak hasil Response-2000 balok B4 ( ρal = 1,36 % ) dapat dilihat pada Gambar 5.28, sedangkan hasil pengujian retak terjadi pada daerah dekat tengah bentang, dan tersebar sepanjang balok. Detail pola retak tiap siklus hasil pengujian dapat dilihat Lampiran 11.
58
mencapai beban maksimumnya sebesar 50,4 kN seperti yang terlihat pada Gambar 5.25. Pada tahap balok mencapai beban maksimumnya, lebar retak sudah tidak diukur lagi.
Gambar 5.24 Lebar first crack pada beban 1Pcr3C1L balok B4 ( ρal = 1,36 % )
Pata h tarik
Gambar 5.25 pola retak saat beban maksimum balok B4 ( ρal = 1,36 % ) 2.
Hasil analisis balok B4 ( ρal = 1,36 % ) Pada penelitian ini salah satu metode yang digunakan untuk analisis balok-balok yang akan diuji yaitu dengan menggunakan hitungan analisis teoritis dan program Response-2000. Hasil selengkapnya dari analisis teoritis dan program Response-2000 dapat dilihat pada Lampiran 10. Karakteristik bahan yang digunakan pada analisis berdasarkan pada nilai rata-rata hasil pengujian kuat tekan silinder beton dan mortar serta uji kuat tarik aluminium. Berdasarkan Gambar 5.26 dapat disimpulkan hasil analisis Response2000 balok B4 ( ρal = 1,36 % ) untuk moment maksimumnya sebesar 19.9 kNm dan kurvatur sebesar 126,5 rad/km.
57
Tabel 5.8 Data hasil pengujian balok B4 ( ρal = 1,36 % ) LOADING (L) Pcr siklus C1 C2 C3 C1 2Pcr C2 C3 C1 3Pcr C2 C3 C1 4Pcr C2 C3 Pmaks 1Pcr
UNLOADING (U)
Lebar Lebar Lendutan (mm) ε Al ε Al Retak P (kN) Retak 10^-6 10^-6 LVDT 1 LVDT 2 Rerata LVDT 1 LVDT 2 Rerata (mm) (mm) Lendutan (mm)
P (kN) 10.45 9.97 10.47 20.56 20.63 21.29 30.15 30.16 30.14 40.05 40.23 40.25 50.40
2.09 2.08 2.20 5.79 6.15 6.54 9.65 9.98 10.20 13.79 14.29 14.57 20.37
2.85 2.85 2.97 6.79 7.19 7.60 10.84 11.23 11.46 15.18 15.70 16.00 22.05
2.47 2.47 2.59 6.29 6.67 7.07 10.25 10.61 10.83 14.49 15.00 15.29 21.21
94 102 98 180 174 182 273 276 261 241 238 214 431
0.02 0.03 0.04 0.20 0.30 0.40 0.40 0.56 0.62 0.78 0.84 0.90
0.00 0.03 0.00 0.06 0.01 0.00 0.02 0.01 0.02 0.03 0.05 0.01
0.54 0.55 0.60 1.52 1.57 1.60 2.04 2.12 2.13 2.61 2.79 2.87
0.97 0.98 1.04 2.10 2.15 2.20 2.63 2.77 2.79 3.31 3.55 3.66
0.76 0.77 0.82 1.81 1.86 1.90 2.34 2.45 2.46 2.96 3.17 3.27
79 84 75 116 164 158 222 197 191 153 108 88
0.00 0.02 0.02 0.06 0.08 0.08 0.10 0.11 0.12 0.15 0.26 0.30
60 47.55 50
Beban (kN)
40.23
4Pcr0=39.00kN
40 30.15
3Pcr0=29.25kN
30 20.63
2Pcr0=19.50kN
20
1Pcr0=9.75kN
10.45
10 0 0
20 1Pcr
40 Lendutan (mm) 2Pcr
3Pcr
60 4Pcr
80 Pmaks
Gambar 5.23 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur Pmaks balok B4 ( ρal = 1,36 % ) first crack (1PcrC1L) untuk balok B4 terjadi saat beban mencapai 10,45 kN, dengan nilai lendutannya sebesar 2,47 mm dan lebar retak yang teramati secara visual pada Gambar 5.24 sebesar 0,02 mm. Seiring dengan penambahan siklus loading dan unloading untuk beban 1Pcr hingga 4Pcr maka lebar retak terus bertambah lebar dan panjang. Pola kerusakan saat balok
56
60 50 38.86 39.02
40
38.53 3Pcr0=29.25kN
Beban (kN)
30
2Pcr0=19.50kN
20
1Pcr0=9.75kN
10 0 0
20
Response 2000
40 Lendutan (mm)
1Pcr
2Pcr
3Pcr
60
80
Pmaks
teoritis
Gambar 5.21 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B3 ( ρal = 1,02 % ) Member Crack Diagram 0.23 0.02 0.08 0.01
0.12
0.03
0.16
0.09 0.21 0.30 0.35
0.17 0.38 0.56 0.57
0.73 1.34 1.84 2.45
Gambar 5.22 Pola retak hasil analisis program Response-2000 B3 ( ρal = 1,02 % ) F. Pengujian Lentur Balok B4 ( ρal = 1,36 % ) 1.
Hasil pengujian kuat lentur balok B4 ( ρal = 1,36 % ) Balok B4 merupakan balok yang memiliki empat batang aluminium pejal pada daerah tarik beton, dimana rasio aluminiumnya sebesar ( ρal ) 1,36 %. Pada balok B4 diamati nilai lebar retak dan lendutan di tengah bentang saat beton mengalami retak untuk pertama kalinya dengan beban yang mendekati nilai fcr0 dan saat diberi beban tekan 3 kali siklus loading dan unloading 1Pcr, 2Pcr, 3Pcr dan 4Pcr, setelah itu pembebanan dilanjutkan dengan beban monotonik untuk mendapatkan nilai beban maksimum yang mampu dicapai balok seperti yang terlihat pada Tabel 5.8, Gambar 5.23, dan Lampiran 10.
55
185,336
Gambar 5.20 Hasil analisis program Response-2000 balok B3 ( ρal = 1,02 % ) Perbandingan hasil pengujian balok B3 ( ρal = 1,02 % ) dengan analisis dapat disajikan pada Gambar 5.21. Pada Gambar ini Pmaks hasil analisis teoritis sebesar 38,53 kNm dan hasil dari program response-2000 sebesar 38,86 kNm atau sebanding dengan 0,99 kali Pmaks hasil pengujian balok B2 ( ρal = 0,68 % ). Hal ini menunjukan bahwa Pmaks hasil analisis teoritis dan response-2000 menghasilkan nilai yang mendekati sama dan nilainya tidak terlalu jauh dari hasil pengujian. Pola retak hasil Response-2000 balok B3 ( ρal = 1,02 % ) dapat dilihat pada Gambar 5.22, sedangkan hasil pengujian retak terjadi pada daerah dekat tengah bentang. Detail pola retak tiap siklus hasil pengujian dapat dilihat Lampiran 11.
54
Gambar 5.18 Lebar first crack pada beban 1Pcr3C1L balok B3 (ρal =1,02%)
Patah tarik
Gambar 5.19 Pola, lebar retak, dan kondisi aluminium saat melampaui beban maksimum balok B3 ( ρal = 1,02 % ) 2.
Hasil analisis balok B3 ( ρal = 1,02 % ) Pada penelitian ini salah satu metode yang digunakan untuk analisis balok-balok yang akan diuji yaitu dengan menggunakan hitungan analisis teoritis dan program Response-2000. Hasil selengkapnya dari analisis teoritis dan program Response-2000 dapat dilihat pada Lampiran 9. Karakteristik bahan yang digunakan pada analisis berdasarkan pada nilai rata-rata hasil pengujian kuat tekan silinder beton dan mortar serta uji kuat tarik aluminium. Dari Gambar 5.20 dapat disimpulkan hasil analisis Response-2000 balok B3 ( ρal = 1,02 % ) untuk moment maksimumnya sebesar 15,5 kNm dan kurvatur sebesar 185,3 rad/km.
53
Tabel 5.7 Data hasil pengujian balok B3 ( ρal = 1,02 % ) LOADING (L)
UNLOADING (U)
Lebar Lebar Lendutan (mm) Lendutan (mm) Pcr siklus ε Al ε Al P (kN) Retak P (kN) Retak 10^-6 10^-6 LVDT 1 LVDT 2 Rerata LVDT 1 LVDT 2 Rerata (mm) (mm) C1 C2 C3 C1 2Pcr C2 C3 C1 3Pcr C2 C3 Pmaks
10.08 10.19 10.08 20.03 20.02 20.08 30.03 30.01 30.00 39.02
2.11 2.46 2.54 7.86 8.48 8.77 14.00 14.89 15.48 24.55
2.45 2.83 2.90 8.16 8.73 9.02 14.12 14.97 15.52 24.67
2.28 2.65 2.72 8.01 8.61 8.90 14.06 14.93 15.50 24.61
472 765 925 3320 3262 3337 1064 1030 1208 6593
0.02 0.03 0.08 0.70 0.90 0.90 1.70 1.80 1.90
0.00 0.03 0.01 0.00 0.00 0.02 0.01 0.02 0.01
0.47 0.59 0.63 1.93 2.09 2.16 3.11 3.43 3.68
0.81 0.94 0.99 2.27 2.37 2.43 3.25 3.47 3.68
0.64 0.77 0.81 2.10 2.23 2.30 3.18 3.45 3.68
297 400 427 640 610 594 -965 -1087 -895
0.00 0.02 0.04 0.24 0.26 0.30 0.30 0.40 0.50
first crack (1PcrC1L) untuk balok B3 terjadi saat beban mencapai 10,08 kN, dengan nilai lendutannya sebesar 2,28 mm dan lebar retak yang teramati secara visual pada Gambar 5.18 sebesar 0,02 mm. Seiring dengan penambahan siklus loading dan unloading untuk beban 1Pcr hingga 3Pcr maka lebar retak terus bertambah lebar dan panjang. Pola kerusakan saat balok mencapai beban maksimumnya sebesar 39,02 kN seperti yang terlihat pada Gambar 5.19. pada tahap balok mencapai beban maksimumnya, lebar retak sudah tidak diukur lagi.
60 50 39.02
40 30.01
3Pcr0=29.25kN
30 Beban (kN)
1Pcr
20.03
2Pcr0=19.50kN
20
1Pcr0=9.75kN
10.08
10 0 0
20 1Pcr
40 Lendutan (mm) 2Pcr
60
3Pcr
80 Pmaks
Gambar 5.17 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur Pmaks balok B3 ( ρal = 1,02 % )
52
60 50
Beban, kN
40 27.29
30
28.72
27.30 2Pcr0=19.50kN
20
1Pcr0=9.75kN
10 0 0
10 Response 2000
20
30 40 50 Lendutan, mm 1Pcr
2Pcr
60
70
Pmaks
80
teoritis
Gambar 5.15 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B2 ( ρal = 0,68 % ) Member Crack Diagram
0.03 0.09
0.01
0.02
0.07 0.17
0.03
0.13
0.24
0.05
0.19
0.33
Gambar 5.16 Pola retak hasil analisis program Response-2000 B2 ( ρal = 0,68 % ) E. Pengujian Lentur Balok B3 ( ρal = 1,02 % ) 1.
Hasil pengujian kuat lentur balok B3 ( ρal = 1,02 % ) Balok B3 merupakan balok yang memiliki tiga batang aluminium pejal pada daerah tarik beton, dimana rasio aluminiumnya sebesar ( ρal ) 1,02 %. Pada balok B3 ini diamati nilai lebar retak dan lendutan di tengah bentang saat beton mengalami retak untuk pertama kalinya dengan beban yang mendekati nilai fcr0 dan saat diberi beban tekan 3 kali siklus loading dan unloading 1Pcr, 2Pcr dan 3Pcr. Setelah itu pembebanan dilanjutkan dengan beban monotonik untuk mendapatkan nilai beban maksimum yang mampu dicapai balok seperti yang terlihat pada Tabel 5.7, Gambar 5.17, dan Lampiran 9.
51
hasil pengujian balok B2 ( ρal = 0,68 % ). Hal ini menunjukan bahwa Pmaks hasil analisis teoritis dan response-2000 menghasilkan nilai yang mendekati sama akan tetapi nilainya tidak lebih tinggi dari hasil pengujian, sedangkan pola retak hasil Response-2000 balok B2 ( ρal = 0,68 % ) dapat dilihat pada Gambar 5.16, sedangkan hasil pengujian retak terjadi pada daerah dekat tengah bentang. Detail pola retak tiap siklus hasil pengujian dapat dilihat Lampiran 11.
246,682
Gambar 5.14 Hasil analisis program Response-2000 balok B2 ( ρal = 0,68 % )
50
Gambar 5.13. pada tahap balok mencapai beban maksimumnya, lebar retak sudah tidak diukur lagi.
Gambar 5.12 Lebar first crack balok B2 ( ρal = 0,68 % )
Patah tarik
Gambar 5.13 Pola dan lebar retak saat beban maksimum balok B2 ( ρal = 0,68 % ) 2.
Hasil analisis balok B2 ( ρal = 0,68 % ) Pada penelitian ini salah satu metode yang digunakan untuk analisis balok-balok yang akan diuji yaitu dengan menggunakan hitungan analisis teoritis dan program Response-2000. Hasil selengkapnya dari analisis teoritis dan program Response-2000 dapat dilihat pada Lampiran 8. Karakteristik bahan yang digunakan pada analisis berdasarkan pada nilai rata-rata hasil pengujian kuat tekan silinder beton dan mortar serta uji kuat tarik aluminium. Berdasarkan Gambar 5.14 dapat disimpulkan hasil analisis Response2000 balok B2 ( ρal = 0,68 % ) untuk moment maksimumnya sebesar 10,9 kNm dan kurvatur sebesar 246,2 rad/km. Perbandingan hasil pengujian balok B2 ( ρal = 0,68 % ) dengan analisis teoritis dan response-2000 dapat disajikan pada Gambar 5.15. Pada Gambar ini Pmaks hasil analisis teoritis sebesar 27,30 kNm dan hasil dari program response-2000 sebesar 27,29 kNm atau sebanding dengan 0,95 kali Pmaks
49
saat beton mengalami retak untuk pertama kalinya dengan beban yang mendekati nilai fcr0 dan saat diberi beban tekan 3 kali siklus loading dan unloading 1Pcr dan 2Pcr. Setelah itu pembebanan dilanjutkan dengan beban monotonik untuk mendapatkan nilai beban maksimum yang mampu dicapai balok seperti yang terlihat pada Tabel 5.6, Gambar 5.11, dan Lampiran 9. Tabel 5.6 Data hasil pengujian balok B2 ( ρal = 0,68 % ) LOADING (L)
UNLOADING (U) Lebar Lebar Lendutan (mm) Lendutan (mm) Pcr siklus ε Al ε Al P (kN) Retak P (kN) Retak LVDT 1 LVDT 2 Rerata 10^-6 (mm) LVDT 1 LVDT 2 Rerata 10^-6 (mm) C1 9.85 1.06 1.64 1.35 56 0.04 0.00 0.54 0.77 0.66 221 0.02 1Pcr C2 9.83 1.72 2.31 2.02 622 0.10 0.02 0.72 0.97 0.85 301 0.06 C3 9.85 1.87 2.51 2.19 731 0.12 0.02 0.78 1.07 0.93 336 0.08 C1 20.01 6.31 7.17 6.74 2833 0.90 0.01 1.91 2.18 2.05 152 0.30 2Pcr C2 20.03 6.78 7.68 7.23 2784 1.30 0.01 1.93 2.23 2.08 -137 0.36 C3 20.02 7.04 7.90 7.47 2393 1.60 0.01 2.06 2.32 2.19 -580 0.40 Pmaks 28.72 30.76 31.95 31.36 5747
60 50
Beban, kN
40 28.72
30 20.02
2Pcr0=19.50kN
20 10
9.85
1Pcr0=9.75kN
0 0
20 1Pcr
40 Lendutan, mm 2Pcr
60
80 Pmaks
Gambar 5.11 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur Pmaks balok B2 ( ρal = 0,68 % ) first crack (1PcrC1L) untuk balok B2 terjadi saat beban mencapai 9,85 kN, dengan nilai lendutannya sebesar 1,35 mm dan lebar retak yang teramati secara visual pada Gambar 5.12 sebesar 0,04 mm. Seiring dengan penambahan siklus loading dan unloading untuk beban 1Pcr hingga 2Pcr maka lebar retak terus bertambah lebar dan panjang. Pola kerusakan saat balok mencapai beban maksimumnya sebesar 28,72 kN seperti yang terlihat pada
48
14,12 kNm atau sebanding dengan 0,88 kali Pmaks hasil pengujian. Hal ini menunjukan bahwa Pmaks hasil pengujian lebih tinggi nilainya dari hasil analisis. Pola retak hasil analisis Response-2000 balok B1 ( ρal = 0,34 % ) dapat dilihat pada Gambar 5.10, sedangkan hasil pengujian di laboratorium retak hanya terjadi pada daerah dekat tengah bentang seperti yang terlihat pada Gambar 5.7. Detail pola retak tiap siklus hasil pengujian dapat dilihat Lampiran 13. 60 50
Beban (kN)
40 30 20
16.01 14.1214.04
Pcr0=9.75kN
10 0 0
20
40 Lendutan (mm)
Response 2000
1Pcr
Pmaks
60
80 teoritis
Gambar 5.9 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B1 ( ρal = 0,34 % ) Member Crack Diagram 0.07 0.20 0.35 0.02 0.01
0.03
0.49 0.55
2.38 4.69 7.57 9.87 12.75
Gambar 5.10 Pola retak hasil analisis program Response-2000 B1 ( ρal = 0,34 % ) D. Pengujian Lentur Balok B2 ( ρal = 0,68 % ) 1.
Hasil pengujian kuat lentur balok B2 ( ρal = 0,68 % ) Balok B2 merupakan balok yang memiliki dua batang aluminium pejal pada daerah tarik beton, dimana rasio aluminiumnya sebesar ( ρal ) 0,68%. Pada balok B2 ini diamati nilai lebar retak dan lendutan di tengah bentang
47
hasil pengujian kuat tekan silinder beton dan mortar serta uji kuat tarik aluminium. Berdasarkan Gambar 5.8 dapat disimpulkan hasil analisis Response-2000 balok B1 ( ρal = 0,34 % ) untuk moment maksimumnya sebesar 5,9 kNm dan kurvatur sebesar 22,77 rad/km.
22,77
Gambar 5.8 Hasil analisis program Response-2000 balok B1 ( ρal = 0,34 % ) Perbandingan hasil pengujian balok B1 ( ρal = 0,34 % ) dengan analisis teoritis dan response-2000 dapat disajikan pada Gambar 5.9. Pada Gambar ini Pmaks hasil analisis teoritis sebesar 14,04 kNm atau sebanding dengan 0,88 kali Pmaks hasil pengujian dan hasil dari program response-2000 sebesar
46
first crack (1PcrC1L) untuk balok B1 terjadi saat beban mencapai 9,77 kN, dengan nilai lendutannya sebesar 1,12 mm dan lebar retak yang teramati secara visual pada Gambar 5.6 sebesar 0,08 mm. Seiring dengan penambahan beban siklus loading dan unloading, lebar retak terus bertambah lebar dan panjang. Pola kerusakan saat balok mencapai beban maksimumnya sebesar 16,01 kN dapat dilihat pada Gambar 5.7. Pada tahap balok mencapai beban maksimumnya, lebar retak sudah tidak diukur lagi.
Gambar 5.6 Lebar first crack balok B1 ( ρal = 0,34 % )
Gambar 5.7 pola retak kondisi saat beban maksimum balok B1 ( ρal = 0,34 % ) 2.
Hasil analisis balok B1 ( ρal = 0,34 % ) Pada penelitian ini salah satu metode yang digunakan untuk analisis balok-balok yang akan diuji yaitu dengan menggunakan hitungan analisis teoritis dan program Response-2000. Hasil selengkapnya dari analisis teoritis dan program Response-2000 dapat dilihat pada Lampiran 7. Karakteristik bahan yang digunakan pada analisis ialah berdasarkan pada nilai rata-rata
45
C. Pengujian Lentur Balok B1 ( ρal = 0,34 % ) 1.
Hasil pengujian kuat lentur balok B1 ( ρal = 0,34 % ) Balok B1 merupakan balok yang memiliki satu batang aluminium pejal pada daerah tarik beton, dimana rasio aluminiumnya sebesar ( ρal ) 0,34%. Pada balok B1 ini diamati nilai lebar retak dan lendutan di tengah bentang saat beton mengalami retak untuk pertama kalinya dengan beban yang mendekati nilai fcr0 dan saat balok diberi beban lentur 3 kali siklus loading dan unloading untuk pembebanan 1Pcr, setelah itu pembebanan dilanjutkan dengan beban monotonik untuk mendapatkan nilai beban maksimum yang mampu dicapai balok seperti yang terlihat pada Tabel 5.5, Gambar 5.5, dan Lampiran 7. Tabel 5.5 Data hasil pengujian balok B1 ( ρal = 0,34 % ) LOADING (L)
C1 C2 C3 Pmaks
1Pcr
P (kN) 9.77 9.75 9.79 16.01
Lebar Lebar Lendutan (mm) ε Al ε Al Retak P (kN) Retak LVDT 1 LVDT 2 Rerata 10^-6 (mm) LVDT 1 LVDT 2 Rerata 10^-6 (mm) 0.87 1.36 1.12 81 0.08 0.00 0.47 0.72 0.60 0 0 2.51 3.10 2.81 245 0.40 0.06 1.23 1.58 1.41 1 0.20 2.69 3.32 3.01 273 0.48 0.06 1.26 1.63 1.45 8 0.24 10.94 12.00 11.47 3966 Lendutan (mm)
60 50 40
Beban (kN)
Pcr siklus
UNLOADING (U)
30 20 10
16.01 Pcr0=9.75kN
9.77
0 0
20
40 Lendutan (mm) 1Pcr
60
80
Pmaks
Gambar 5.5 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur balok B1 ( ρal = 0,34 % )
44
2,057
Gambar 5.3 Hasil analisis program Response-2000 balok B0 ( ρal = 0 % ) 60
Beban (kN)
50 40 30 20 10.44
10
Pcr0=9.75kN
10.00
0 0
20
40
60
80
Lendutan (mm) Eksperimen
Response 2000
teoritis
Gambar 5.4 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B0 ( ρal = 0% )
43
B0
1 9,75 1,6 1 (0,1 0,3 24) (0,05 0,3 22) 1,6 2 8 4 1 0,3 0,15 2 6 ζ B0 = 3653 kN/m2 = 3,65 MPa
Berdasarkan perhitungan diatas kapasitas tegangan lentur maksimum balok B0 hasil pengujian ialah 3,65 MPa. 2.
Hasil analisis balok B0 Pada penelitian ini salah satu metode yang digunakan untuk analisis untuk balok-balok yang akan diuji yaitu dengan menggunakan analisis teoritis dan program Response-2000. Hasil selengkapnya dari analisis menggunakan program Response-2000 dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari Gambar 5.3 diatas dapat disimpulkan hasil analisis Response-2000 balok B0 ( ρal = 0% ) untuk moment maksimumnya sebesar 4 kNm dan kurvatur sebesar 2,057 rad/km, dan didapatkan hasil tegangan retak teoritisnya dengan menggunakan rumus pendekatan untuk beton normal berdasarkan SNI 2847-2002 ialah, fcr
= 0,7
f 'c
= 0,7 x 28,1 = 3,71 MPa Berdasarkan perhitungan diatas, kapasitas tegangan lentur hasil pengujian laboratorium balok B0 menghasilkan nilai lebih besar 1,02 kali yaitu sebesar 3,77 MPa terhadap tegangan teoritis saat first crack balok B0. Perbandingan hasil pengujian kapasitas beban lentur maksimum Balok B0 ( ρal = 0% ) dengan hasil analisis dapat disajikan pada Gambar 5.4. Pada Gambar ini Pmaks hasil analisis teoritis didapatkan 10,44 atau sebanding dengan 1,07 kali Pmaks hasil pengujian, sedangkan program response-2000 sebesar 10 kNm atau sebanding dengan 1,02 kali Pmaks hasil pengujian. Hal ini menunjukan bahwa hasil analisis menghasilkan nilai yang lebih besar dari pada hasil pengujian, dikarenakan elevasi mortar pada benda uji elevasinya tidak rata 50 mm seperti yang terlihat pada gambar 5.2. Detail pola retak tiap siklus hasil pengujian dapat dilihat Lampiran 13.
42
60
Beban (kN)
50 40 30 20 10
9.75
Pcr0=9.75kN
0 0
20
40 Lendutan (mm)
60
80
Eksperimen
Gambar 5.1 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur balok B0 ( ρal = 0 % ) Gambar 5.1 menunjukan bahwa balok B0 ( ρal = 0 % ) merupakan struktur yang getas. Hal ini ditandai saat balok mencapai beban loading Pcr0 sebesar 9,75 kN, beton dan mortar sudah tidak mampu lagi menahan beban dan balok terbelah menjadi 2 pada tengah bentang (di bawah beban) seperti yang terlihat pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Kerusakan yang terjadi pada tengah bentang hasil pengujian kuat lentur balok B0 ( ρal = 0 % ) Tegangan lentur hasil pengujian balok B0, 1 P L 1 qL2 cr M 8 4 2 1 bh Z 6
41
Tabel 5.3 Hasil pengujian kuat tarik alumunium pejal ϕ 13 mm
Teg. Luluh ( σY ) Teg. Max ( σU ) Regangan maks (ε) (mm/mm) (Mpa) (Mpa) 1 321.03 350.76 0.17 2 296.86 350.30 0.18 3 300.82 354.97 0.17 rata2 306.24 352.01 0.17 No
Sifat-sifat bahan dari hasil pengujian kuat tarik alumunium pejal ϕ 13 mm akan dijadikan sebagai dasar pemodelan hubungan tegangan-regangan aluminium yang akan digunakan untuk analisis program Response-2000. Dari hasil pengujian kuat tarik alumunium pejal ϕ 13 mm diketahui tagangan leleh rata-rata 306,24 MPa, tegangan ultimit rata-rata 352,01 MPa, regangan leleh 0,0064, regangan ultimit 0,14, regangan rupture 0,17. Untuk nilai modulus elastisitas hasil pengujian yang digunakan untuk analisis program Response2000 adalah 66398 MPa lebih rendah dari pada modulus elastis baja tulangan konvensional. Hasil pengujian alumunium, diagram tegangan – regangan, dan permodelan aluminium pada Response-2000 dapat dilihat pada Lampiran 5. B. Pengujian Lentur Balok B0 1.
Hasil pengujian kuat lentur balok B0 Balok B0 merupakan balok tanpa tulangan aluminium ( ρal = 0 % ). Pada balok B0 ini diamati nilai beban loading dan lendutan di tengah bentang saat beton mengalami retak untuk pertama kalinya (Pcr0) serta seberapa besar lebar retaknya. Tabel 5.4 Data hasil pengujian balok B0 ( ρal = 0 % ) Pcr
No siklus
P (kN)
1
I
9.75
Loading LVDT (mm) 1.00 2.00 Rerata 1.10 1.70 1.40
Lebar Retak (mm) 0.4
Hasil pengujian pada Tabel 5.4 dan Lampiran 6 didapatkan nilai beban retak pertama untuk balok B0 (Pcr0) adalah sebesar 9,75 kN, dan lebar retak yang sempat teramati sebesar 0,4 mm.
40
2.
Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton dengan benda uji berbentuk silinder dilakukan di Laboratorium Struktur Universitas Gadjah Mada setelah benda uji mencapai umur minimal 28 hari. Pada pengujian kuat tekan beton dilakukan pengukuran regangan sebanyak 3 silinder, yaitu SB1, SB2, dan SB3 yang masing-masing mewakili 3 tahap proses pengecoran, sedangkan silinder sisanya yaitu SB4, SB5 dan SB6 hanya dilakukan pembacaan beban maksimumnya saja. Nilai kuat tekan beton diambil nilai rata-rata dari ke 6 pengujian tersebut. Hasil pengujian kuat tekan mortar disajikan pada Tabel 5.2 dan nilai modulus elastisitas mortar adalah sebesar 25052 MPa, serta diagram tegangan - regangan silinder beton dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 5.2 Hasil pengujian kuat tekan silinder beton
No. 1 2 3 4 5 6
Benda Uji Silinder Silinder Beton 1 (SB1) Silinder Beton 2 (SB2) Silinder Beton 3 (SB3) Silinder Beton 4 (SB4) Silinder Beton 5 (SB5) Silinder Beton 6 (SB6) Rata-Rata
Tegangan (MPa) 29.60 32.11 25.35 25.06 28.22 28.11 28.07
Dari hasil pengujian terhadap 6 benda uji silinder diperoleh nilai kuat tekan rata-rata beton sebesar 28,07 MPa yang akan digunakan sebagai dasar pemodelan hubungan tegangan-regangan mortar untuk analisis program Response-2000. 3.
Pengujian Kuat Tarik Aluminium ϕ 13 mm Pengujian kuat tarik aluminium meliputi pengujian alumunium pejal ϕ 13 mm. Pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan D3 Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada. Pengujian kuat tarik alumunium pejal ϕ 13 mm dilakukan sebanyak 3 buah tulangan, dimana nilai kuat tarik alumunium pejal diambil nilai rata-rata dari ke 3 pengujian tersebut. untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 5.3.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Pengujian Kuat Tekan Silinder dan Kuat Tarik Aluminium Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kuat tekan mortar, kuat tekan beton, dan kuat tarik aluminium ϕ 13 mm. Masing-masing pengujian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dari material penyusun benda uji balok. 1.
Pengujian Kuat Tekan Mortar Pengujian kuat tekan mortar dengan benda uji berbentuk silinder dilakukan di Laboratorium Struktur Universitas Gadjah Mada setelah benda uji mencapai umur minimal 28 hari. 3 silinder mortar yaitu SM1, SM2, dan SM3 dilakukan pembacaan regangan, sedangkan silinder sisanya yaitu SM4 dan SM5 hanya dilakukan pembacaan beban maksimumnya saja. Nilai kuat tekan mortar diambil nilai rata-rata dari ke 5 silinder yang diuji. Hasil pengujian kuat tekan mortar disajikan pada Tabel 5.1 dan nilai modulus elastisitas mortar adalah sebesar 29432,304 MPa, serta diagram tegangan regangan mozrtar dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 5.1 Hasil pengujian kuat tekan silinder mortar
No. 1 2 3 4 5
Benda Uji Silinder Silinder Mortar 1 (SM1) Silinder Mortar 2 (SM2) Silinder Mortar 3 (SM3) Silinder Mortar 4 (SM4) Silinder Mortar 5 (SM5) Rata-Rata
Tegangan (MPa) 40.57 40.42 39.86 38.51 36.72 39.22
Dari hasil pengujian terhadap 5 benda uji silinder diatas diperoleh nilai kuat tekan rata-rata mortar sebesar 39,22 MPa yang akan digunakan sebagai dasar pemodelan hubungan tegangan-regangan mortar untuk analisis program Response-2000.
39
38
3.
a.
Data nilai beban
b.
Data lendutan
c.
Data regangan aluminium
Tahap analisis a. Analisis Program Response-2000 Propertis material yang digunakan pada analisis Response-2000 berasal dari hasil pengujian kuat tekan beton, kuat tekan mortar, dan kuat tarik aluminium. Hasil analisis dari program ini digunakan sebagi acuan untuk mengetahui kekuatan saat terjadinya retak pertama pada balok B0, dan kekuatan maksimum yang dapat dicapai masing-masing balok. b. Analisis Data Hasil Pengujian Analisis perilaku lentur terhadap data hasil pengujian 3 siklus loading dan unloading untuk tiap beban tekan Pcr balok B0, B1, B2, B3, dan B4 dianggap sebagai nilai eksak di mana hasilnya akan dibandingkan dengan analisis teroritis dan analisis program Response-2000.
37
pengukuran regangan dari strain gauge aluminium dan channel 2 serta channel 3 digunakan untuk mencatat dan merekam pengukuran lendutan dari LVDT.
Gambar 4.28 Pengujian balok sebelum pembebanan Pemberian beban dilakukan dengan 3 siklus loading dan unloading beban lentur tiap kelipatan nilai beban retak pertama (Pcr0) balok B0, kemudian dari tiap siklus tersebut dilakukan pembacaan lebar retak. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan seberapa besar kekuatan lentur tiap balok dan berapa lebar retak yang masih memenuhi ijin. Pembebanan loading dan unloading dihentikan saat lebar retak balok yang diukur nilainya sudah lebih dari yang diijinkan, kemudian dilanjutkan pemebebanan monotonik sampai dicapai beban maksimum yang mampu dihasilkan balok. 2.
Pengumpulan data Data yang diperoleh dari hasil pengujian dicatat dan dikumpulkan sebagai bahan untuk analisis yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Data yang diperoleh dari hasil pengujian pendahuluan adalah: a.
Data kuat tekan mortar
b.
Data kuat tekan beton
c.
Data kuat tarik aluminium ϕ 13 mm Data yang diperoleh dari hasil pengujian balok B0, B1, B2, B3,
dan B4 adalah:
36
2.
Pengujian kuat tarik aluminium diameter 13 mm Pengujian dilakukan untuk mengetahui nilai kuat tarik aluminium pejal. Pengujian kuat tarik aluminium dilakukan sebanyak 3 buah batang aluminium pejal dengan panjang 50 cm. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27 Pengujian kuat tarik aluminium F. Pengujian Balok Uji 1.
Pengujian kuat lentur balok Pengujian kuat lentur balok beton aluminium masing-masing dilakukan terhadap lima balok dengan rasio aluminium 0% (B0), 0,34% (B1), 0,68% (B2), 1,02% (B3), 1,36% (B4). Pengujian balok dilakukan setelah mortar dan beton mencapai umur minimal 28 hari. Pada benda uji dilakukan pengecatan dan pembuatan gridline ukuran 5 x 5 cm yang bertujuan untuk memudahkan penGambaran pola retak. Setup pengujian pada Gambar 4.28 menggunakan pembebanan lentur 1 titik pada jarak 800 mm dari tumpuan. Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dipasang 2 buah LVDT pada tengah bentang bagian atas, selanjutnya kabel-kabel LVDT disambungkan ke data logger untuk membaca regangan aluminium dan lendutan pada benda uji balok. Pada data logger digunakan 4 channel untuk mencatat dan merekam data dari instrumentasi yang dipasang. Channel 0 digunakan untuk mencatat dan merekam data beban dari load cell, channel 1 digunakan untuk mencatat dan merekam
35
Perawatan benda uji silinder dilakukan dengan cara perendaman di dalam air. Proses perawatan dapat dilihat dalam Gambar 4.25.
a. Perawatan balok
b. Perawatan silinder
Gambar 4.25 Perawatan benda uji E. Pengujian Kuat Tekan Silinder dan Kuat Tarik Aluminium 1.
Pengujian kuat tekan silinder mortar dan beton Pengujian dilakukan untuk mengetahui nilai kuat tekan mortar dan beton yang akan digunakan pada pengecoran. Pengujian kuat tekan mortar dan beton dilakukan sebanyak 2 buah silinder mortar dan beton dari tiap pengecoran yang nantinya hasil kuat tekan mortar dari ke semua silinder ini diambil nilai rata-ratanya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.26.
Gambar 4.26 Pengujian kuat tekan silinder
34
pada balok B2, pengecoran kedua dilakukan pada balok B1 dan B4, serta pengecoran ketiga dilakukan pada balok B3 dan B5.
a. Pengadukan mortar
c. Pengadukan beton
b. Penuangan mortar
d. Slump Test beton
e. Penuangan beton
f. Pembuatan silinder
Gambar 4.24 Rangkaian proses pengecoran 5) Perawatan Pada penelitian ini perawatan benda uji balok komposit dilakukan
dengan
cara
menutup
permukaan
beton
menggunakan karung goni yang telah dibasahi dengan air.
33
Tahapan pengadukan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pengadukan mortar dan pengadukan beton. Pengadukan mortar dilakukan dengan cara semen dan pasir dimasukkan terlebih dahulu kedalam peti pengaduk dan diaduk secara merata, setelah itu masukkan campuran viscocrete dan air secara perlahan-lahan dan diaduk sampai mortar menjadi kompak. Pengadukan beton dilakukan dengan cara pasir dan kerikil dimasukan terlebih dahulu ke molen setelah pasir dan kerikil menyatu masukkan semen dan air secara perlahan sampai material sudah tercampur merata. Kemudia dilakukan pengujian nilai slump pada adukan beton, hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan sebelum adukan dituang ke dalam cetakan. Selanjutnya adalah pengecoran benda uji yang dilakukan dengan cara adukan mortar terlebih dahulu dituang ke dalam bekisting balok sampai dengan ketinggian 50 mm. Kemudian dilanjutkan dengan penuangan adukan beton diatas mortar sampai dengan ketinggian 100 mm, dan beton ditusuk-tusuk dengan tongkat baja agar beton memadat. Penuangan adukan mortar dan beton dilakukan dari dasar bekisting balok secara perlahan-lahan dimulai dari ujung bekisting. Rangkaian proses pegecoran mortar dan beton dapat dilihat pada Gambar 4.24. Proses pengecoran ini tidak menggunakan alat vibrator untuk meratakan mortar karena viscocrete disini berfungsi untuk mengalirkan mortar. Proses terakhir adalah pekerjaan meratakan permukaan mortar menggunakan cetok. Tahap pembuatan benda uji dilakukan sebanyak 3 kali proses pengecoran mortar dan beton. Hal ini dikarenakan kapasitas dari peti pengaduk mortar dan molen pengaduk beton. Pengecoran mortar dan beton yang pertama dilakukan
32
4) Pengecoran Mortar dan Beton Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan pengecoran benda uji ialah dilakukannya perhitungan mix design mortar dan beton, kemudian dilajutkan proses pengadukan mortar dan
beton,
serta
yang
terakhir
dilakukanlah
proses
pengecoran mortar dan beton pada bekisting. Komposisi
bahan
telah
dihitung
dan
dilakukan
penimbangan sebelumnya berdasarkan kebutuhan volume campuran adukan mortar dan beton.
Kebutuhan volume
campuran (mix design) adukan mortar dan beton per balok disajikan pada Tabel 4.3, sedangkan komposisi bahan campuran adukan beton per m3 disajikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 serta detail dari perhitungan mix design ada pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Tabel 4.3 Kebutuhan volume campuran adukan mortar dan beton per satu balok Benda Uji (m3)
Jumlah (buah)
Volume Mortar (m3)
Volume Balok (m3)
Balok Komposit
1
0.03
0.05
Silinder
2
0.01
0.01
+ 10%
0.04
0.06
Total (m3)
Tabel 4.4 Komposisi Bahan Campuran Adukan Mortar Volume (m3)
Berat Total (kg)
Air (liter)
Semen (kg)
Pasir (kg)
Viscocrete (kg)
1
91.05
12.53
31.32
46.98
0.22
Tabel 4.5 Komposisi Bahan Campuran Adukan Beton Volume (m3)
Berat Total (kg)
Air (liter)
Semen (kg)
Pasir (kg)
Kerikil (kg)
1
195.76
16.8
37.3
53.1
88.56
31
b. Benda uji balok beton bertulang Benda uji ini terdiri dari lima buah balok dengan masing-masing nilai rasio aluminium (ρ) sebesar 0% (B0), 0.34% (B1), 0.68% (B2), 1.02% (B3), 1.36% (B4). Tahapan benda uji balok beton aluminium dapat diuraikan sebagai berikut ini. 1) Pembuatan bekisting Bekisting dibuat menyesuaikan dimensi benda uji balok dengan jumlah 5 buah. Pembuatan bekisting menggunakan triplek dengan tebal 9 mm dan kayu reng ukuran 20 x 30 mm. Proses
pembuatan
dimulai
dengan
pengukuran
dan
pembuatan pola sesuai dimensi yang telah direncanakan, kemudian dilakukan pemotongan dan perangkaian. 2) Perakitan aluminium Perakitan aluminium dimulai dengan memotong aluminium pejal sesuai dengan dimensi yang telah ditentukan 3) Pemasangan Strain Gauge Strain Gauge dipasang pada alumunium pejal sebanyak satu buah per balok B1, B2, B3, B4. Adapun strain gauge yang terpasang dapat dilihat pada Gambar 4.23 berikut ini.
Lokasi strain Gauge
Gambar 4.23 Strain Gauge yang terpasang pada salah satu balok
30
Gambar 4.22 Penempatan LVDT D. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan dalam penelitian ini dibagi menjadi delapan tahap. Adapun kedelapan tahap tersebut adalah sebagai berikut ini. 1.
Perancanaan benda uji Perencanaan benda uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton, kuat tekan mortar, dan kuat tarik aluminium 13 mm.
2.
Persiapan alat dan bahan Pada tahap ini dilakukan penyusunan daftar peralatan dan bahanbahan yang diperlukan saat uji pendahuluan dan benda uji balok. Kemudian daftar tersebut dilakukan pengecekan terhadap ketersediaan dan kondisi alat, serta dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan bahan dan pengadaan bahan secara bertahap.
3.
Benda uji a. Benda uji silinder kuat tekan beton dan mortar, serta kuat tarik aluminium Benda uji ini dibuat untuk mengetahui sifat-sifat bahan yang digunakan saat penelitian. Benda uji ini meliputi silinder mortar (SM), silinder beton (SB), dan benda uji untuk tarik aluminium (Al). Spesifikasi benda uji telah disajikan pada Tabel 4.1.
29
(b)
(a)
beton
=0%
mortar
Gambar 4.17 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B0 (b)
(a) 1Al13 =0,34%
sg
Gambar 4.18 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B1 (b)
(a) 2Al13 =0,68%
sg
Gambar 4.19 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B2 (b)
(a) 3Al13 =1,02%
sg
Gambar 4.20 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B3 (b)
(a) 3Al13 =1,36%
sg
Gambar 4.21 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B4
28
2.
Benda uji balok Benda uji balok terdiri dari lima buah, yaitu Balok dengan rasio aluminium 0%, 0.34%, 0.68%, 1.02%, 1.36%. Masing-masing balok tersebut diberi nama balok B0, B1, B2, B3, dan B4. Balok B0 ialah balok benda uji yang tidak menggunakan tulangan aluminium dengan rasio aluminium 0 %. Balok B1 ialah balok benda uji yang menggunakan 1 buah tulangan aluminium diameter 13 mm dengan rasio tulangan 0,34 %. Balok B2 ialah balok benda uji yang menggunakan 2 buah tulangan aluminium diameter 13 mm dengan rasio tulangan 0,68 %. Balok B3 ialah balok benda uji yang menggunakan 3 buah tulangan aluminium diameter 13 mm dengan rasio tulangan 1,02 %. Balok B4 ialah balok benda uji yang menggunakan 4 buah tulangan aluminium diameter 13 mm dengan rasio tulangan 1,36 %. Pada salah satu tulangan aluminium ditiap balok B1, B2, B3, dan B4 dipasang satu buah strain gauge (sg). Digunakan material mortar pada lapisan bawah balok setebal 50 mm, kemudian material beton dilapisan atas mortar setebal 100 mm pada kelima benda uji, sehingga tebal keseluruhan benda uji menjadi 150 mm. Mortar digunakan agar tulangan aluminium dapat terselimuti, hal ini dikarenakan tebal selimut hanya setebal 13 mm. Adapun detail spesifikasi benda uji dan gambar penampang dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.17 sampai 4.22. Tabel 4.2 Spesifikasi benda uji b
h
h
h
Jumlah
balok
balok
mortar
beton
Tulangan
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
Aluminium
1600
300
150
50
100
-
0,34
1600
300
150
50
100
1ϕ13mm
B2
0,68
1600
300
150
50
100
2 ϕ13mm
B3
1,02
1600
300
150
50
100
3 ϕ13mm
B4
1,36
1600
300
150
50
100
4 ϕ13mm
Kode
ρ
L
balok
(%)
(mm)
B0
0
B1
27
6.
Cetakan benda uji silinder beton Cetakkan yang dipakai terbuat dari baja dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm seperti yang terlihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Cetakan silinder C. Benda Uji Benda uji yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, benda uji pendahuluan dan benda uji balok. 1.
Benda uji kuat tekan dan kuat tarik Benda uji ini terdiri dari benda uji kuat tekan silinder mortar (SM), benda uji kuat tekan silinder beton (SB), dan benda uji kuat tarik aluminium (AL). Adapun jumlah benda uji dari tiap pengujian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Spesifikasi benda uji pendahuluan Jenis Pengujian Uji kuat tekan mortar (SM) Uji kuat tekan beton (SB) Uji kuat tarik aluminium paduan (AL)
Jumlah
Ukuran
Benda Uji 5 buah 6 buah 3 buah
Silinder (150 mm x 300 mm) Silinder (150 mm x 300 mm) Panjang
500
diameter 13 mm
mm,
26
UTM digunakan untuk pengujian kuat tarik logam. UTM yang digunakan bermerk Shimadzu dengan kapasitas 30 ton seperti yang terlihat pada Gambar 4.13. 4.
Gerinda dan Alat potong Gerinda digunakan untuk menghaluskan titik dudukan sendi rol dari bekas las-lasan. Alat potong digunakan untung memotong aluminium sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Gambar gerinda dan alat potong dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14 Gerinda dan alat potong 5.
Slump test apparatus (kerucut Abrams) Kerucut Abrams digunakan untuk mengukur nilai slump campuran beton normal. Alat ini dibuat
dari pelat baja berbentuk kerucut
terpancung dengan diameter atas 100 mm, diameter bawah 200 mm, tinggi 300 mm, dan dilengkapi dengan tongkat baja panjang 600 mm, diameter 16 mm sebagai alat penumbuk seperti yang terlihat pada Gambar 4.15. Pengujian nilai slump beton berdasarkan SNI 03-19721990.
Gambar 4.15 Kerucut Abrams
25
Gambar 4.11 Concrete mixer 2.
Compression Testing Machine (alat uji kuat tekan) Compression Testing Machine digunakan pada pengujian kuat tekan benda uji silinder untuk mengetahui nilai kuat tekan beton. Compression Testing Machine yang digunakan bermerk Wykeham Farrance International dengan kapsitas 2000 kN seperti yang terlihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Compression Testing Machine 3.
Universal Testing Machine (UTM)
Gambar 4.13 Universal Testing Machine
24
4.
Strain Gauge Strain Gauge digunakan untuk mengukur regangan yang terjadi pada aluminium dan hasilnya dapat dibaca pada strain indicator. Strain Gauge yang digunakan merupakan produksi Tokyo Sokki Co. Ltd dengan tipe FLA-6-1, dengan panjang 6 mm dan memiliki resistance 120 ±0,3 Ω seperti yang terlihat pada Gambar 4.9 berikut ini.
Gambar 4.9 Bungkus Strain Gauges 5.
Microcrack meter Microcrack meter digunakan untuk mengukur lebar retak pada balok saat dilakukan pembebanan. Adapun Gambar microcrak meter dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut ini.
Gambar 4.10 Microcrack Meter Pada penelitian ini digunakan alat bantu untuk pembuatan dan pengujian benda uji. Adapun alat bantu tersebut adalah sebagai berikut ini. 1.
Concrete mixer (mesin pengaduk beton) Gambar Concrete mixer dapat dilihat pada Gambar 4.11. Alat ini berfungsi untuk mengaduk semua bahan pembentuk beton dengan kapasitas maksimum 0,15 m3.
23
beton bertulang. Load cell digunakan untuk meneruskan beban dari hydraulic jack yang dihubungkan dengan kabel ke data logger. 2.
Data logger Data logger digunakan untuk membaca besarnya beban dari hydraulic jack serta lendutan yang terjadi pada balok beton dan data logger yang digunakan adalah jenis TML portable data logger TDS-303 produksi Tokyo Sokki Kenkyujo Co. Ltd seperti yang terlihat pada Gambar 4.7. Alat ini memiliki kapasitas 10 channels expandable 500 channels 250 volt, 50/60 hz.
Gambar 4.7 Data Logger 3.
LVDT (Linear Variable Differential Transformer) LVDT digunakan untuk mengukur lendutan yang terjadi pada balok selama pembebanan berlangsung. Besar lendutan yang terjadi dapat dibaca pada data logger. LVDT
yang digunakan pada pengujian
memiliki kapasitas sebesar 5 cm seperti yang terlihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Alat LVDT (Linear Variable Differential Transformer)
22
Gambar 4.5 Viscocrete-10 produksi dari PT. Sika Indonesia B. Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi alat utama dan alat bantu. Adapun alat utama yang digunakan adalah sebagai berikut ini. 1.
Flexural testing mechine Flexural testing mechine merupakan alat yang digunakan untuk pengujian lentur dengan merk wykeham farrance berkapasitas 10 ton seperti yang terlihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Mesin Uji Lentur merk wykeham farrance Alat ini terdiri dari loading frame, hydraulic jack, dan load cell. loading frame digunakan sebagai sandaran pembebanan saat pengujian. Alat ini diangkur pada rigid floor agar posisinya stabil. Hydraulic jack digunakan untuk melakukan pembebanan pada balok
21
3.
Semen Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen dengan merk Tiga Roda Indocement jenis PPC (Pozzolan Portland Cement) dalam kemasan 40 kg seperti yang terlihat pada Gambar 4.3. Semen digunakan sebagai bahan pengikat untuk beton.
Gambar 4.3 Semen 4.
Air Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari Laboratorium Struktur Universitas Gadjah Mada.
5.
Aluminium Aluminium pada penelitian ini menggunakan aluminium paduan batangan pejal diameter 13 mm yang terdapat dipasaran kota jogjakarta seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 berikut ini.
Gambar 4.4 Potongan aluminium diameter 13 mm 6.
Viscocrete-10 Viscocrete-10 yang digunakan pada pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.5. Viscocrete-10 merupakan produksi dari PT. Sika Indonesia. Bahan ini digunakan untuk mempermudah pelaksanaan saat pengecoran mortar.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Bahan Penelitian Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan pembuat beton bertulang dan bahan yang dipergunakan untuk perkuatan lentur balok yaitu sebagai berikut, 1.
Agregat kasar Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini berupa agregat batu pecah yang memiliki diameter maksimum 20 mm. Agregat kasar yang digunakan berasal dari daerah Clereng Kulon Progo seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Agregat kasar 2.
Agregat halus Agregat halus yang digunakan berasal dari daerah lereng gunung merapi. Ukuran agregat maksimum untuk mortar adalah 2 mm, sedangkan ukuran agregat maksimum untuk beton adalah 4,8 mm seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.
a. Agregat halus untuk mortar b. Agregat halus untuk beton Gambar 4.2 Agregat halus
20
19
6.
Menentukan tipe tumpuan dan setting pembebanan pada menu “loads / full member properties”. Untuk setting pembebanan 1 titik dapat diisikan jarak titik pembebanan terhadap tumpuan kiri pada bagian “length subjected to shear” dan jarak titik pembebanan terhadap tengah bentang pada bagian “constant moment zone on right”.
7.
Melakukan analisis terhadap elemen secara keseluruhan untuk mengetahui perilaku akibat pembebanan yang dikenakan seperti hubungan bebanlendutan. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih menu “solve / member response”.
8.
Melakukan analisis penampang untuk mengetahui kapasitas penampang dan tegangan-tegangan yang terjadi. Dari analisis penampang juga akan diperoleh hubungan momen-kelengkungan.
Analisis penampang dapat dilakukan
dengan memilih menu “solve / sectional response”.
18
F. Analisis Dengan Software Response-2000 Response-2000 (Bentz, 2000) adalah suatu program yang dibuat berdasarkan Modified Compression Field Theory (MCFT) untuk elemen beton bertulang prismatik. Program ini dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap elemen beton bertulang akibat pembebanan aksial, momen, geser, maupun kombinasi ketiganya sehingga respon beban-lendutan dapat diprediksi dan kekuatan dari elemen beton bertulang yang dianalisis dapat diketahui. Langkah-langkah dalam melakukan analisis menggunakan program Response-2000 pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut ini: 1.
Menentukan informasi umum, hal ini dapat dilakukan dengan memilih menu “define / edit general”. Pada menu ini dapat diisikan informasi umum seperti penamaan balok yang akan dianalisis, yaitu balok B0, B1, B2, B3 dan B4. Nama yang menganalisis yaitu Novi, penentuan jarak retak digunakan perhitungan otomatis dari program dan pilih center sumbu referensi dalam perhitungan momen.
2.
Menentukan detail karakteristik bahan mortar dan beton.
Hal ini dapat
dilkukan dengan memilih menu “define / material properties / concrete detail”. Item ini berisikan kuat tekan mortar maupun beton yang digunakan, beserta tegangan regangan hasil pengujian kuat desak. 3.
Menentukan detail karakteristik bahan aluminium. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih menu “define / material properties / rebar details”. Item ini berisikan kuat aluminium, beserta tegangan regangan hasil pengujian kuat tarik aluminium.
4.
Menentukan tulangan aluminium longitudinal sesuai dengan penampang yang akan dianalisis meliputi jumlah tulangan, diameter tulangan, jarak dari serat terluar bagian bawah dan tipe tulangan yang digunakan pada balok B0, B1, B2, B3 dan B4. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih menu “define / longitudinal reinforcement”.
5.
Menentukan elevasi mortar dan beton serta lebar penampang mortar dan beton sesuai dengan penampang yang akan dianalisis. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih menu “define / concrete section”.
17
Model konstitutif kurva hubungan tegangan-regangan aluminium dapat ditentukan menggunakan persamaan Ramsberg-Osgood yang digunakan pada analisis Response 2000 seperti terlihat pada Gambar 3.9. 1 A fs E s s A c 1 B s
A
B=
fu 1 c
E sh Es
Es (1- A) f s*
C = koefisien transisi
dengan, εs
= regangan pada aluminium
Es = modulus elastik awal (MPa) Esh = modulus strain hardening (MPa) fu
= tegangan ultimit (MPa)
fs* = nilai yang bersesuaian dengan pertemuan bagian linier kedua pada sumbu axis tegangan C
= 10 (Benz, 2000)
fs*
Gambar 3.9 Ilustrasi Persamaan Ramsberg-Osgood (Wong dan Vecchio, 2002)
16
hubungan tegangan-regangannya hanya memperlihatkan bagian elastik linier awal yang diikuti oleh transisi kurva menuju bagian kedua yaitu bagian linier hardening. Berdasarkan Gambar 3.8 mengenai kurva hubungan teganganregangan aluminium paduan menyatakan bahwa (1) merupakan kuat ultimit aluminium (2) kuat tarik aluminium yang dapat dicari dengan pendekatan dengan menggunakan metode offset sebesar 0,2% ε (3) batas proporsional elastik linier (4) fracture (5) regangan offset sebesar 0,2%. Tabel 3.1 Bahan paduan campuran aluminium (Ulrich Müller, 2011) Seri Elemen Paduan 1xxx Murni aluminium 99% 2xxx Tembaga (Cu)
3xxx Mangan (Mn) 4xxx Silicon (Si) 5xxx Magnesium (Mg)
6xxx Magnesium dan Silicon (MgSi)
7xxx Seng (Zn)
Keterangan Digunakan pada industri makanan (aluminium foil, kaleng) Kuat tarik tinggi, tahanan korosi relatif rendah, daktilitas berkurang, sulit diekstruksi, digunakan pada industri kedirgantaraan diproduksi dalam bentuk lembaran aluminium cair Kuat tarik sekitar 300 MPa, tahan terhadap korosi air laut, diproduksi dalam bentuk lembaran, umumnya digunakan untuk badan kapal laut, dan sparepart kendaraan. mudah diekstruksi, kuat tarik sedang, bahan ini lebih lemah dari baja ringan, kurang ulet, mudah dilas, tahan korosi, banyak digunakan pada struktur bangunan, Kuat tarik paling tinggi diantara bahan paduan lain, tahanan korosi relatif rendah, susah diekstruksi (membutuhkan keahlian khusus untuk memproduksi paduan jenis ini), digunakan pada industri dirgantara, peralatan militer, kendaraan lapis baja, rangka motor dan sepeda
Gambar 3.8 Kurva tegangan-regangan aluminium paduan
15
E. Aluminium Aluminium merupakan salah satu unsur kimia dengan lambang Al dan nomor atomnya 13. Aluminium bukan merupakan jenis logam berat. Aluminium merupakan logam yang lembut, ringan, berwarna keperakan. Aluminium murni memiliki nilai kuat tarik dan titik lebur yang rendah jika dibandingkan dengan baja. Adapun nilai kuat tarik dan titik lebur aluminium murni yaitu sebesar 95 MPa dan 660,37 ºC (Ulrich Müller, 2011). Kekurangan yang dimiliki aluminium murni ini diakomodasi kedalam aluminium paduan (alluminium alloy) yang kekuatan tariknya mampu mencapai 700 MPa. Bahan aluminium sudah dikenal luas sebagai bahan yang relatif ringan dengan berat jenisnya sebesar 2630 kg/m3, tahan korosi, konduktor yang baik, minim perawatan, dapat ditempa menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat, dan diekstruksi menjadi batangan dengan berbagai macam tampang. Oleh sebab itu, aluminium banyak dimanfaatkan dalam banyak hal. Untuk industri rumah tangga aluminium dimanfaatkan untuk pembuatan aluminium foil, peralatan memasak, kaleng, dll, sedangkan pada industri otomotif aluminium digunakan sebagai frame sepeda, sparepart kendaraan. Aluminium juga dapat digunakan pada industri kedirgantaraan yaitu untuk badan pesawat terbang dan kapal. Aluminium paduan adalah pencampuran dari bahan aluminium dengan bahan logam lainnya untuk mendapatkan sifat fisik dan sifat mekanik yang lebih baik (Ulrich Müller, 2011). Aluminium paduan dibagi menjadi tujuh seri yang merupakan kode paduan campuran aluminium. Adapun ketujuh seri tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 (Ulrich Müller, 2011). Pada dunia konstruksi di Indonesia pemakaian aluminium paduan sebagai bahan utama struktur teknik sipil belum banyak dikenal. Penggunaan aluminium paduan umumnya digunakan sebagai elemen non struktural seperti bingkai jendela dan pintu. Aluminium paduan memiliki kuat tarik lebih besar dari aluminium murni. Bentuk kurva hubungan tegangan regangan antara aluminium paduan dengan baja tulangan berbeda. Aluminium paduan tidak memiliki titik leleh yang jelas. Kurva
14
β1 = 0,85 ; untuk f’c ≤ 30 MPa β1 = 0,85 0,05
(Pers.14)
f ' c 30 ; untuk f‟c > 30 MPa 7
(Pers. 15)
syarat, β1 ≥ 0,65
0,85f'c
f
Gambar 3.6 Diagram regangan dan tegangan balok saat kondisi ultimit b. Menentukan nilai Cc Cc = f ' c a b
(Pers. 16)
c. Menghitung blok tarik T = As x fy
(Pers. 17)
d. Menentukan tinggi blok desak a = β1 x c
(Pers. 18)
e. Menghitung Momen leleh a M = Cc c T d c 2
(Pers. 19)
D. Keruntuhan Balok Nawy (1990) menyatakan bahwa pola retak keruntuhan lentur untuk beban satu titik pada balok beton bertulang terjadi pada daerah tengah bentang di bawah beban dengan pola cenderung vertikal seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.7. Keruntuhan Lentur P a
Pola Retak
Tulangan Tumpuan
Gambar 3.7 Tipe keruntuhan lentur balok
d
13
C=T=
1 fc c b 2
(Pers. 5)
e. Menghitung momen retak 2 2 Mcr = C c T h c 3 3
2.
(Pers. 6)
Kondisi Leleh
f
f
Gambar 3.5 Diagram Tegangan Regangan Saat Kondisi Leleh a. Menentukan luas tulangan As As = n x A1ϕal
(Pers. 7)
b. Menentukan regangan leleh aluminium εy =
fy E al
(Pers. 8)
c. Menentukan blok beton saat leleh εc =
c y d c
(Pers. 9)
fc = εc x Ec
(Pers. 10)
Cc = 0,5 f c c b
(Pers. 11)
d. Menghitung blok tarik T = As x fy
(Pers. 12)
e. Menghitung Momen leleh 2 M = Cc c T d c 3
3.
Kondisi Ultimit a. Menentukan nilai β1
(Pers. 13)
12
Gambar 3.3 Lendutan Balok (Park dan Paulay, 1975) C. Kapasitas Lentur Balok Tampang Persegi Secara umum prosedur analisis untuk prediksi kekuatan lentur balok beton berdasarkan atas tiga kondisi, yaitu kondisi retak, leleh, dan ultimit berikut ini. 1.
Kondisi Retak (Penampang Transformasi) f
f
Gambar 3.4 Diagram Tegangan Regangan Saat Kondisi Retak a. Menentukan rasio modular ( penampang mortar ditransformasikan ke penampang beton) n
Em Ec
(Pers 2)
Maka lebar penampang transformasi menjadi
bmt n bm b. Menentukan fcr secara teoritis SNI 2847-2002 dengan menggunakan rumus pendekatan untuk beton normal. fcr = 0.7
f 'c
(Pers. 3)
c. Menentukan εcr εcr =
f cr E cr
(Pers. 4)
dengan Ecr (rumus pendekatan terhadap beton normal) = 4700 d. Menghitung kekuatan blok tarik dan tekan
f 'c
11
P
1/2L
1/2L
BMD Mmaks = 1/4PL
Gambar 3.1 Momen pada penampang memanjang balok dengan pembebanan satu titik B. Perilaku Beban Lendutan Balok Menurut Dipohusodo (1996), lendutan komponen struktur merupakan fungsi dari panjang batang, perletakan dan kondisi ujung batang (batang sederhana, menerus atau jepit), jenis beban (terpusat atau merata) dan kekakuan lentur elemen (EI). Park dan Paulay (1975) mengemukakan bahwa hubungan beban-lendutan seperti ditunjukan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Hubungan Beban-Lendutan (Park dan Paulay, 1975) Apabila suatu beban menyebabkan timbulnya lentur maka balok dipastikan akan mengalami defleksi atau lendutan seperti terlihat pada Gambar 3.3. Meskipun telah dilakukan pengecekan keamanan terhadap lentur dan geser, suatu balok bisa dikategorikan tidak layak apabila terlalu fleksibel.
BAB III LANDASAN TEORI
A. Perilaku Lentur Balok Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi (vertikal) maupun beban-beban lain seperti beban angin (horisontal) atau juga beban karena susut dan beban karena perubahan suhu menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok merupakan akibat dari regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur maka akan terjadi deformasi lentur di dalam balok tersebut. Pada kondisi momen lentur positif, tegangan tekan akan terjadi di bagian atas dan tegangan tarik terjadi di bagian bawah dari penampang. Jika beban bertambah, maka pada balok akan terjadi deformasi dan tegangan tambahan yang mengakibatkan bertambahnya retak lentur pada balok. Bila beban semakin bertambah, pada akhirnya akan terjadi keruntuhan, yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas elemen. Kapasitas lentur dapat diteliti dengan membebani balok pada satu titik seperti terlihat pada Gambar 3.1. Beban ditingkatkan sampai kondisi balok mengalami keruntuhan lentur, dimana retak utama yang terjadi terletak pada sekitar tengah-tengah bentang. Besarnya momen akibat gaya pada saat runtuh merupakan kekuatan maksimal balok beton dalam menahan lentur. Kapasitas tegangan lentur dapat dicari dengan persamaan pendekatan untuk beton normal berikut ini,
M S
(Pers. 1)
Dimana, M = momen lentur S = statis momen
10
9
seberapapun kualitas beton yang dibuat keretakan tidak bisa dihindarkan. Retak yang terjadi akibat sifat beton sendiri ialah ketika beton menahan momen lentur yang relatif besar. Sewaktu serat bawah tertarik, beton sebenarnya mampu untuk menahan tegangan tarik tersebut, akan tetapi kuat tarik beton sangat kecil. Retak lentur dapat diminimalisir dengan cara sebagai berikut ini yaitu, a.
Meningkatkan kekuatan struktur pada bagian beton yang mengalami tarik untuk meminimalisir lebar retak beton, seperti pemberian gaya prategang ke tendon untuk menggurangi tegangan tarik,
b.
Meningkatkan mutu beton dengan memberikan bahan tambah pada campuran beton.
8
persentase serat aluminium yang digunakan serta lamanya perendaman. Pengujian penetrasi dilakukan dengan tekanan air sebesar 1 kg/cm2 selama 48 jam, 3 kg/cm2 selama 24 jam, 7 kg/cm2 selama 24 jam menghasilkan nilai tembusnya air ke beton semakin meningkat seiring dengan meningkatnya campuran serat aluminium yang dipakai pada beton seperti yang terlihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.2 Hasil pengujian Kuat desak (Mediyanto dan Safitri, 2009)
Kadar aluminium (%) Nilai kuat desak (MPa)
0.00 27.12
0.35 32.90
0.75 33.50
1.00 34.55
Tabel 2.3 Hasil pengujian rata-rata serapan air laut pada beton ringan (Mediyanto dan Safitri, 2009)
Benda Uji Beton serat 0.00% Al Beton serat 0.35% Al Beton serat 0.75% Al Beton serat 1.00% Al
Nilai serapan air laut rata-rata (%) Rendaman Rendaman Rendaman Rendaman 10.5 mt 30 mt 24 jam 3 x24 jam 0.20 0.32 0.68 0.79 0.21 0.46 0.92 1.36 0.33 0.58 1.11 1.32 0.45 0.79 1.55 1.79
Tabel 2.4 Hasil rata-rata pengukuran penetrasi air tawar pada beton ringan (Mediyanto dan Safitri, 2009)
Benda Uji Beton serat 0.00% Al Beton serat 0.35% Al Beton serat 0.75% Al Beton serat 1.00% Al
Nilai penetrasi air tawar rata-rata (mm) 33 35 36 37
C. Retak Lentur Pada Struktur Beton akan mengalami retak akibat penurunan dari durabilitas beton, yang disebabkan oleh pengaruh dari sifat beton itu sendiri maupun pengaruh dari lingkungan luar
yang mempengaruhi beton secara langsung, sehingga
7
dari pada saat terendam air 0.837 MPa, dan panjang penyaluran yang dibutuhkan aluminium harus lebih besar dari 376 mm. Nilai ini relatif lebih besar dari pada panjang penyaluran baja tulangan polos diameter 7 mm sebesar 166 mm. Dengan kata lain kuat lekat tulangan aluminium persegi lebih kecil dari pada kuat lekat baja tulangan untuk diameter tulangan, mutu tulangan, dan mutu beton yang sama, Tabel 2.1 Nilai kuat tarik dan kuat lekat beton dengan tulangan aluminium (Tjokrodiharjo, 1999) Panjang Beton Normal Beton Terendam air laut Penanaman Gaya Kuat-lekat Mekanisme Gaya Kuat-lekat Mekanisme (mm) tarik (kN) (MPa) Runtuh tarik (kN) (MPa) Runtuh 250 6,038 0.863 tul. tercabut 5,902 0.843 tul. tercabut 250 0.863 6,135 0.876 tul. tercabut 350 8,197 0.836 tul. tercabut 7,882 0.804 tul. tercabut 350 0.836 8,096 0.826 tul. tercabut 450 9,088 tul. putus 9,109 tul. putus 450 8,998 tul. putus 550 9,175 tul. putus 9,439 tul. putus 550 9,099 tul. putus
Mediyanto dan Safitri (2009) melakukan penelitian menggunakan beton ringan berserat aluminium untuk pengujian serapan dan penetrasi air laut. Pengujian ini menggunakan silinder beton berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm sebanyak 12 buah untuk uji desak, diameter 75 cm tinggi 150 mm sebanyak 24 buah untuk uji serapan dan penetrasi. Penambahan serat aluminium pada beton direncanakan 0,35%, 0,75%, dan 1,00%. Serat dibuat dari aluminium yang dipotong-potong dengan ukuran 2 mm x 70 mm dengan berat jenis 2,12 t/m3 dengan tegangan maksimum 100 MPa dan perpanjangan 11 %. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah semen tipe 1, air, pasir, dan Artificial Light Weight Aggregate (ALWA) . Hasil pengujian Mediyanto dan Safitri (2009) memperlihatkan bahwa penggunaan potongan-potongan serat aluminium dengan persentase 0.75% kebutuhan agregat dapat menghasilkan kuat desak beton maksimum sebesar 33,50 MPa, seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Pengujian serapan air laut pada Tabel 2.3 menghasilkan nilai serapan air yang semakin besar seiring dengan besarnya
6
Gambar 2.3 Jembatan arvida, Kanada (Mazzolani, 2006) B. Beton Aluminium Tjokrodiharjo (1999) meneliti kuat lekat antara beton dengan tulangan aluminium penampang persegi, dan menetapkan panjang penyaluran (Ld) yang harus disediakan agar tulangan aluminium dapat berfungsi secara optimal saat kondisi normal dan terendam air laut. Penelitian ini menggunakan 16 benda uji silinder beton (berdiameter 150 mm, tinggi 300 mm) dengan aluminum batangan berpenampang persegi dengan dimensi 7 mm x 7 mm dengan panjang penyaluran aluminium (Ld) sebesar 250 mm, 350 mm, 450 mm, dan 550 mm seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Setelah berumur 28 hari dan mengalami perawatan, 8 benda uji silinder direndam di dalam air laut selama 3 bulan, sedangkan 8 benda uji silinder sisanya disimpan biasa di ruang terbuka.
Ld
Gambar 2.4 Benda uji kuat lekat (Tjokrodiharjo, 1999) Hasil pengujian Tjokrodiharjo (1999) menunjukan kuat desak beton normal sebesar 29,47 MPa, sedangkan hasil kuat desak beton terendam air laut lebih kecil 8,85 % dari kuat desak beton normal sebesar 26,86 MPa. Pengujian kuat lekat aluminium dengan silinder beton pada Tabel 2.1 menyatakan bahwa nilai rerata kuat lekat aliminium terhadap beton pada kondisi normal 0.849 MPa lebih besar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemanfaatan Aluminium Paduan di Bidang Konstruksi Teknik Sipil Bahan paduan aluminium dikenal luas sebagai bahan berkekuatan tinggi namun relatif ringan dan tahan korosi (Mazzolani,1985), sehingga di negara maju aluminium dimanfaatkan sebagai bahan struktur bangunan teknik sipil. Beberapa bangunan di dunia yang memanfaatkan aluminium paduan sebagai bahan strukturnya ialah gudang penyimpanan batu bara yang berbentuk kubah berbahan aluminium yang terletak di California, USA pada Gambar 2.1, kemudian bangunan lepas pantai untuk kegiatan pengeboran minyak di Torino, Italia pada Gambar 2.2, serta Jembatan lengkung arvida di Quebec, Kanada dibangun pada tahun 1950 dengan panjang bentang 87 m pada Gambar 2.3.
Gambar 2.1 Gudang penyimpanan batubara di California, USA (Mazzolani, 2006)
Gambar 2.2 Bangunan lepas pantai di Torina, Italia (Mazzolani, 2006) 5
4
8.
Pembebanan yang dilakukan adalah pembebanan satu titik dengan perletakan sendi rol.
9.
Pengujian dilakukan setelah benda uji berumur 28 hari.
10. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian lentur. 11. Tidak dilakukannya pengujian korosi pada penelitian ini. F. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengujian beton dengan aluminium telah dilakukan diantaranya ialah tinjauan kuat lekat beton dengan tulangan aluminium penampang persegi (Tjokrodiharjo, 1999), serta penelitian tentang serat aluminium sebagai kajian resapan dan penetrasi air laut (Medianto dan Safitri, 2009). Dari berbagai sumber literatur dan laporan hasil-hasil penelitian yang telah dibaca, penelitian tentang pengujian lentur balok tampang persegi dengan aluminium paduan batangan, sejauh ini belum pernah dilakukan. Dengan demikian dapat dikatakan penelitian yang akan dilakukan bersifat asli.
3
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, 1.
Mengetahui perbandingan kapasitas kekuatan lentur yang mampu dicapai tiap balok,
2.
Mengamati pola retak dan lebar retak balok,
3.
Mengetahui besarnya nilai tegangan fcr yang memenuhi lebar retak yang diijinkan. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai
pemanfaatan aluminium paduan sebagai salah satu solusi meminimalisir tebal selimut beton pada beton bertulang di lingkungan yang agresif. E. Batasan Penelitian Pengujian ini akan dilakukan pada kondisi balok beton dengan rasio aluminium (ρ) sebesar 0%; 0,34%; 0,68%; 1,02%; 1,36% dengan tebal selimut beton sebesar 13 mm. Agar penelitian ini tidak terlalu melebar baik pada saat penelitian dilaksanakan dan dibahas dilaporan, maka perlu adanya pembatasan penelitian sebagai berikut ini. 1.
Benda uji berupa balok beton tampang persegi panjang berdimensi 300 x 150 mm dan panjang bentang 1600 mm.
2.
Kuat tekan beton sebesar 28 MPa.
3.
Kuat tekan mortar sebesar 39 MPa.
4.
Jumlah benda uji sebanyak 5 buah dengan rasio aluminium (ρ) pada daerah tarik sebesar 0%; 0,34%; 0,68%; 1,02%; 1,36%.
5.
Tulangan aluminium yang digunakan diameter 13 mm.
6.
Aluminium yang digunakan merupakan aluminium batangan pejal berbentuk bulat yang tersedia di pasaran provinsi DI. Yogyakarta.
7.
Tebal selimut balok 13 mm.
2
Gambar 1.1 Kerusakan beton pada struktur di lingkungan agresif Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kekuatan lentur dan kontrol retak beton yang mengalami tarik akibat adanya beban lentur dengan menggunakan material aluminium paduan batangan sebagai tambahan tulangan, serta penggunaan selimut beton setipis mungkin. Material aluminium dipilih karena sifat aluminium yang memiliki kuat tarik yang relatif tinggi, ringan, tahan terhadap korosi, dan mudah didapatkan di pasaran. B. Rumusan Masalah Beton yang digunakan pada lingkungan yang tidak terlindung umumnya menggunakan selimut beton yang cukup tebal, minimum 75 mm. Oleh sebab itu, diperlukannya usaha untuk melindungi struktur beton bertulang pada daerah selimut beton untuk meminimalisir lebar retak beton dan korosi baja tulangan yang dapat terjadi dengan mempertipis tebal selimut dengan menggunakan material mortar dan menambahkan aluminium tulangan batangan pada daerah tarik.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Beton merupakan konstruksi yang sudah tidak asing lagi dalam bidang teknik sipil. Hampir setiap struktur bangunan sipil baik itu gedung, jembatan, maupun bangunan air menggunakan material berbahan beton. Beton yang digunakan untuk struktur bangunan dituntut memiliki sifat yang kuat dalam menahan beban-beban yang bekerja padanya, serta memiliki durabilitas yang tinggi agar beton dapat bekerja sesuai dengan waktu yang direncanakan. Beton memiliki kelebihan diantaranya adalah material pembentuknya seperti kerikil, pasir, semen, air yang mudah didapat, relatif mudah dalam pengerjaannya, dapat dibentuk sesuai dengan keinginan, dan tahan terhadap cuaca. Beton juga memiliki kelemahan dalam penggunaanya, yaitu sifat beton yang getas dan kuat tarik yang rendah. Kelemahan pada beton tersebut sangat berbahaya untuk struktur yang tidak terlindung atau dekat dengan laut, karena struktur beton tersebut memiliki tebal selimut beton yang besar minimum 75 mm. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan struktur dengan timbulnya retak-retak pada selimut beton akibat tegangan tarik pada masa layan, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan spalling pada selimut beton dan terjadinya korosi pada baja tulangan yang mengakibatkan diameter tulangan berkurang, sehingga luas tulangannya tersisa lebih kecil dari luas tulangan mula-mula. Adapun contoh kerusakan pada beton yang memiliki selimut beton yang tebal dapat dilihat pada Gambar 1.1.
1
INTI SARI
Penelitian ini mengamati efektifitas penggunaan aluminium paduan sebagai kontrol retak dan kekuatan beton. Aluminium paduan memiliki kuat tarik yang relatif tinggi, ringan, tahan terhadap korosi, dan mudah didapatkan di pasaran. Aluminium paduan batangan berfungsi untuk meminimalisir lebar retak yang terjadi pada beton, memberikan perlindungan korosi pada lokasi retak terhadap baja tulangan agar tidak terpengaruh pada lingkungan luar terutama lingkungan yang agresif dengan tebal selimut beton yang relatif tipis. Penelitian ini menggunakan 5 buah balok benda uji berdimensi 300 x 150 mm dan panjang bentang 1600 mm dengan diameter aluminium paduan 13 mm. Adapun masing-masing rasio aluminiumnya sebesar 0%; 0,34%; 0,68%; 1,02%. dan 1,36%. Benda uji tersebut dilakukan pengujian lentur dengan beban loading dan unloading untuk mengetahui lebar retak yang dihasilkan dari pembebanan berdasarkan Pcr0 serta beban maksimum yang mampu dihasilkan tiap-tiap balok. Penelitian ini mensyaratkan lebar retak maks yang diijinkan ialah sebesar 0,4 mm. Kesimpulan pada penelitian ini menyatakan bahwa kapasitas beban first crack hasil pengujian balok menghasilkan nilai yang meningkat tapi tidak signifikan seiring dengan banyaknya jumlah aluminium pada balok. Adapun nilainya masing-masing ialah setara dengan 1 kali, 1,002 kali, 1,01 kali, 1,03 kali, dan 1,07 kali balok rasio aluminium 0 %. Kapasitas beban maksimum hasil pengujian mengalami peningkatan yang cukup signifikasn seiring dengan banyaknya jumlah aluminium pada balok. Adapun nilainya masing-masing ialah setara dengan 1 kali, 1,64 kali, 2,95 kali, 4,00 kali, dan 5,17 kali kapasitas maksimumnya balok rasio aluminium 0 %. Nilai tegangan lentur beton maksimum (fcr) yang memenuhi syarat lebar retak ijin saat kondisi loading ialah balok dengan rasio aluminium sebesar 0,68 % ; 1,02 % ; 1,36% adalah 3,81 MPa ; 3,89 MPa; 4,02 MPa. .
Kata kunci : aluminium paduan, retak, kekuatan lentur, lingkungan agresif
xvi
ABSTRACT
The research concerns on effectivity of aluminium alloy as a cracking control and concrete strength. The properties of aluminium alloy has a relatively high tensile strength, light weight, corrosion resistant, and easily available in the market. Aluminum alloy bars used to minimize width crack that occurs in concrete, provide protection of corrosion on steel reinforcement cracking location that is not affected by the external environment, particularly aggressive environments with thick concrete cover. The research uses 5 pieces of concrete beam of 300 mm x 150 mm dimension and 1600 mm length with a 13 mm diameter aluminum. As each aluminum ratio of 0%; 0,34%; 0,68%; 1,02% and 1,36%. The specimens are tested in flexural load with loading and unloading to determine the cracking width as a Pcr0 result and maksimsum load that can be produced for each specimens. This research requires the max allowable cracking width is 0.4 mm. The results show that the value of first crack load capacity not significantly increased as the number of the amount of aluminum in the beam. The value of each is equal to 1 times, 1,002 times, 1.01 times, 1.03 times, and 1.07 times of 0 % aluminum beam ratio. Maximum load capacity of the test results has increased as the number of the amount of aluminum in the beam. The value of each is equal to 1 times, 1.64 times, 2.95 times, 4.00 times, and 5.17 times the maximum capacity of the beam ratio of 0.00% aluminum. The maximum value of concrete flexural strength (Fcr) which permits eligible cracking width when the loading condition is beams with aluminum ratio of 0.68%, 1.02%, 1.36% is 3.81 MPa; 3.89 MPa; 4, 02 MPa.
Keywords: aluminum alloy, cracking, flexural strength, aggressive environments
xv
DAFTAR SIMBOL
Bab 3 A
= luas permukaan benda uji silinder (mm2)
a
= tinggi blok desak (mm)
d
= tinggi efektif penampang dari serat tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik aluminium (mm)
fc„
= kuat tekan beton ( N/mm2)
fy
= kuat leleh tulangan aluminium (MPa)
P
= beban maksimum (kN)
M
= momen (MPa)
β1
= faktor blok desak beton
ρ
= rasio tulangan aluminium
Bab 5 fcr
= kuat desak beton saat terjadinya retak untuk pertama kali (MPa)
Pcr0
= beban first crack pada rasio tulangan 0 % balok B0 (kN)
1Pcr
= beban saat first crack (kN)
2Pcr
= beban 2 kali first crack-nya (kN)
3Pcr
= beban 3 kali first crack-nya (kN)
4Pcr
= beban 4 kali first crack-nya (kN)
5Pcr
= beban 5 kali first crack-nya (kN)
1PcrC1L
= beban first crack saat siklus 1 kondisi loading
1PcrC1U
= beban first crack saat siklus 1 kondisi unloading
1PcrC2L
= beban first crack saat siklus 2 kondisi loading
2PcrC1L
= beban 2 kali Pcr saat siklus 1 kondisi loading
1Pcr0,34C3L
= beban first crack balok rasio 0,34 % saat siklus 3 kondisi loading
2Pcr0,68C3U
= beban 2 kali Pcr balok rasio 0,68 % saat siklus 3 kondisi Unloading
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Mix Design Mortar ..................................................................... 74 Lampiran 2 Uji Kuat Tekan Beton ................................................................ 77 Lampiran 3 Uji Kuat Tekan Mortar ............................................................. 80 Lampiran 4 Uji Kuat Tekan Beton ................................................................ 91 Lampiran 5 Uji Kuat Tarik Aluminium ϕ 13 mm .......................................... 101 Lampiran 6 Hasil Pengujian Kuat Lentur dan Analisis Program Response-2000 Balok B0 ( ρal = 0 % ) ...................................... 114 Lampiran 7 Hasil Pengujian Kuat Lentur dan Analisis Program Response-2000 Balok B1 ( ρal = 0,36 % ) ................................ 120 Lampiran 8 Hasil Pengujian Kuat Lentur dan Analisis Program Response-2000 Balok B2 ( ρal = 0,86 % ) ................................. 126 Lampiran 9 Hasil Pengujian Kuat Lentur dan Analisis Program Response-2000 Balok B3 ( ρal = 1,02 % ) ................................. 126 Lampiran 10 Hasil Pengujian Kuat Lentur dan Analisis Program Response-2000 Balok B4 ( ρal = 1,36 % ) ................................. 135 Lampiran 11 Grafik Hubungan Beban VS Lebar Retak (Hasil Pengujian) .... 145 Lampiran 12 Sketsa Posisi lebar Retak (Hasil Pengujian) .............................. 152
xiii
Gambar 5.13 Pola dan lebar retak saat beban maksimum balok B2 ................... 50 Gambar 5.14 Hasil analisis program Response-2000 balok B2 ( ρal =0,68% ) .... 51 Gambar 5.15 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B2 ( ρal = 0,68 % ) .......................................... 52 Gambar 5.16 Pola retak hasil analisis program Response-2000 .......................... 52 Gambar 5.17 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur Pmaks balok B3 ( ρal = 1,02 % ) .................................................... 53 Gambar 5.18 Lebar first crack pada beban 1Pcr3C1L balok B3 (ρal =1,02%) ...... 54 Gambar 5.19 Pola, lebar retak, dan kondisi aluminium saat melampaui beban maksimum balok B3 ( ρal = 1,02 % ) ................................. 54 Gambar 5.20 Hasil analisis program Response-2000 balok B3 ( ρal =1,02% ) .... 55 Gambar 5.21 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B3 ( ρal = 1,02 % ) ......................................... 56 Gambar 5.22 Pola retak hasil analisis program Response-2000 ......................... 56 Gambar 5.23 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur Pmaks balok B4 ( ρal = 1,36 % ) ................................................... 57 Gambar 5.24 Lebar first crack pada beban 1Pcr3C1L balok B4 (ρal =1,36 %) .... 58 Gambar 5.25 pola retak saat beban maksimum balok B4 ( ρal = 1,36 % ) ........... 58 Gambar 5.26 Hasil analisis program Response-2000 balok B4 (ρal =1,36 % ) .... 59 Gambar 5.27 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B4 ( ρal = 1,36 % ) ......................................... 60 Gambar 5.28 Pola retak hasil analisis program Response-2000 .......................... 60 Gambar 5.29 Perbandingan nilai beban 1Pcr tiap balok ....................................... 61 Gambar 5.30 Perbandingan nilai beban 2Pcr tiap balok ....................................... 62 Gambar 5.31 Perbandingan nilai beban 3Pcr tiap balok ...................................... 62 Gambar 5.32 Perbandingan nilai beban 4Pcr tiap balok ....................................... 63 Gambar 5.33 Perbandingan nilai maksimum tiap balok ...................................... 64 Gambar 5.34 Nilai fcr maks untuk balok yang lebar retaknya memenuhi syarat saat pembebanan loading .............................................................. 69 Gambar 5.35 Nilai fcr maks untuk balok yang lebar retaknya memenuhi syarat saat pembebanan unloading .......................................................... 69
xii
Gambar 4.15 Kerucut Abrams ............................................................................. 26 Gambar 4.16 Cetakan silinder .............................................................................. 27 Gambar 4.18 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B0 ..................... 29 Gambar 4.19 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B1 ..................... 29 Gambar 4.20 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B2 ..................... 29 Gambar 4.21 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B3 ..................... 29 Gambar 4.22 Penampang melintang (a), memanjang (b) balok B4 ..................... 29 Gambar 4.23 Penempatan LVDT ......................................................................... 30 Gambar 4.25 Strain Gauge yang terpasang pada salah satu balok ....................... 31 Gambar 4.26 Rangkaian proses pengecoran ........................................................ 34 Gambar 4.27 Perawatan benda uji ....................................................................... 35 Gambar 4.28 Pengujian kuat tekan silinder ......................................................... 35 Gambar 4.29 Pengujian kuat tarik aluminium ...................................................... 36 Gambar 4.30 Pengujian balok sebelum pembebanan .......................................... 37 Gambar 5.1
Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur........... 42
Gambar 5.2
Kerusakan yang terjadi pada tengah bentang hasil pengujian kuat lentur balok B0 ( ρal = 0 % )................................................... 42
Gambar 5.3
Hasil analisis program Response-2000 balok B0 ( ρal = 0 % ) ...... 44
Gambar 5.4
Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B0 ( ρal = 0% ) .................................... 44
Gambar 5.5
Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur balok B1 ( ρal = 0,34 % ) .............................................................. 45
Gambar 5.6
Lebar first crack balok B1 ( ρal = 0,34 % ) ..................................... 46
Gambar 5.7 Pola retak kondisi saat beban maksimum balok B1 ....................... 46 Gambar 5.8 Hasil analisis program Response-2000 balok B1 ( ρal = 0,34%) .... 47 Gambar 5.9 Grafik perbandingan kapasitas lentur hasil eksperimen dengan hasil analisis balok B1 ( ρal = 0,34 % ) .......................................... 48 Gambar 5.10 Pola retak hasil analisis program Response-2000 .......................... 48 Gambar 5.11 Hubungan beban dan lendutan hasil pengujian kuat lentur Pmaks balok B2 ( ρal = 0,68 % ) .................................................... 49 Gambar 5.12 Lebar first crack balok B2 ( ρal = 0,68 % ) ..................................... 50
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1
Kerusakan beton pada struktur di lingkungan agresif ................... 2
Gambar 2.1
Gudang penyimpanan batubara di California, USA ................... 5
Gambar 2.2
Bangunan lepas pantai di Torina, Italia ....................................... 6
Gambar 2.3
Jembatan arvida, Kanada .............................................................. 6
Gambar 2.4
Benda uji kuat lekat ...................................................................... 7
Gambar 3.1
Momen pada penampang memanjang balok dengan pembebanan satu titik .................................................................... 11
Gambar 3.2
Hubungan Beban-Lendutan (Park dan Paulay, 1975) ................... 11
Gambar 3.3
Lendutan Balok (Park dan Paulay, 1975)...................................... 12
Gambar 3.4
Diagram Tegangan Regangan Saat Kondisi Retak ....................... 12
Gambar 3.5
Diagram Tegangan Regangan Saat Kondisi Leleh ....................... 13
Gambar 3.6
Diagram regangan dan tegangan balok saat kondisi ultimit ......... 14
Gambar 3.8
Tipe keruntuhan balok ................................................................... 14
Gambar 3.8
Kurva tegangan-regangan aluminium paduan............................... 16
Gambar 3.9
Ilustrasi Persamaan Ramsberg-Osgood......................................... 17
Gambar 4.1
Agregat kasar ................................................................................. 20
Gambar 4.2
Agregat halus ................................................................................. 20
Gambar 4.3
Semen ............................................................................................. 21
Gambar 4.4
Potongan aluminium diameter 13 mm ........................................... 21
Gambar 4.5
Viscocrete-10 produksi dari PT. Sika Indonesia ............................ 22
Gambar 4.6
Mesin Uji Lentur merk wykeham farrance .................................... 22
Gambar 4.7
Data Logger ................................................................................... 23
Gambar 4.8
Alat LVDT (Linear Variable Differential Transformer) ................ 23
Gambar 4.9
Bungkus Strain Gauges.................................................................. 24
Gambar 4.10 Microcrack Meter ........................................................................... 24 Gambar 4.11 Concrete mixer ............................................................................... 25 Gambar 4.12 Compression Testing Machine ....................................................... 25 Gambar 4.13 Universal Testing Machine ............................................................ 25 Gambar 4.14 Gerinda dan alat potong ................................................................. 26
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Nilai kuat tarik dan kuat lekat beton dengan tulangan aluminium (Sutojo T.,1999) ................................................................................. 7
Tabel 2.2
Hasil pengujian Kuat desak (Antonius M. dan Endah S., 2009) ....... 8
Tabel 2.3
Hasil pengujian rata-rata serapan air laut pada beton ringan (Antonius M. dan Endah S., 2009) ..................................................... 8
Tabel 2.4
Hasil rata-rata pengukuran penetrasi air tawar pada beton ringan (Antonius M. dan Endah S., 2009) ..................................................... 8
Tabel 2.5
Bahan paduan campuran aluminium (Ulrich Müller, 2011) .............. 16
Tabel 4.1
Spesifikasi benda uji pendahuluan ..................................................... 27
Tabel 4.2
Spesifikasi benda uji .......................................................................... 28
Tabel 4.3
Kebutuhan volume campuran adukan mortar dan beton per satu balok ................................................................................................... 32
Tabel 4.4
Komposisi Bahan Campuran Adukan Mortar .................................... 32
Tabel 4.5
Komposisi Bahan Campuran Adukan Beton ..................................... 32
Tabel 5.1 Hasil pengujian kuat tekan silinder mortar .......................................... 39 Tabel 5.2 Hasil pengujian kuat tekan silinder beton ............................................ 40 Tabel 5.3 Hasil pengujian kuat tarik alumunium pejal ϕ 13 mm ......................... 41 Tabel 5.4 Data hasil pengujian balok B0 ( ρal = 0 % ) ......................................... 41 Tabel 5.5 Data hasil pengujian balok B1 ( ρal = 0,34 % ) .................................... 45 Tabel 5.6 Data hasil pengujian balok B2 ( ρal = 0,68 % ) .................................... 49 Tabel 5.7 Data hasil pengujian balok B3 ( ρal = 1,02 % ) .................................... 53 Tabel 5.8 Data hasil pengujian balok B4 ( ρal = 1,36 % ) .................................... 57 Tabel 5.9 Lebar retak pada beban 1Pcr (first crack) tiap balok ............................ 65 Tabel 5.10 Lebar retak pada beban 2Pcr tiap balok ............................................. 66 Tabel 5.11 Lebar retak pada beban 3Pcr tiap balok .............................................. 67 Tabel 5.12 Lebar retak pada beban 4Pcr tiap balok .............................................. 68
ix
D. Keruntuhan Balok ..................................................................... 14 E. Aluminium................................................................................ 15 F. Analisis Dengan Software Response-2000 .............................. 18 BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 20
BAB V
A.
Bahan Penelitian........................................................................ 20
B.
Alat Penelitian ........................................................................... 22
C.
Benda Uji .................................................................................. 27
D.
Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 30
E.
Pengujian Kuat Tekan Silinder dan Kuat Tarik Aluminium..... 35
F.
Pengujian Balok Uji .................................................................. 36
HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH .................................. 39 A. Pengujian Kuat Tekan Silinder dan Kuat Tarik Aluminium ..... 39 B. Pengujian Lentur Balok B0 ( ρal = 0 % ) .................................. 41 C. Pengujian Lentur Balok B1 ( ρal = 0,34 % ) .............................. 45 D. Pengujian Lentur Balok B2 ( ρal = 0,68 % ) .............................. 48 E. Pengujian Lentur Balok B3 ( ρal = 1,02 % ) .............................. 52 F. Pengujian Lentur Balok B4 ( ρal = 1,36 % ) .............................. 56 G. Perbandingan Beban Balok Uji ................................................. 60 H. Perbandingan Lebar Retak Balok Uji ........................................ 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 70 A. Kesimpulan ................................................................................ 70 B. Saran .......................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72
viii