24
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan
Maret 2011 sampai dengan bulan
Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan kurisi yang di tangkap di Selat Sunda (Gambar 5) dan didaratkan di PPI labuan dengan interval waktu pengambilan contoh satu bulan. Sedangkan pengumpulan datasekunder dilaksanakan selama penelitian berlangsung.
LLokasi penangkapan Lokasi penelitian
Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).
3.2 Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, penggaris dengan ketelitian 1 milimeter, timbangan dengan ketelitian 0,001 gram, kamera digital
25
untuk dokumentasi, alat tulis,dan alat bedah. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu es batu dan ikan kurisi (Nemipterus japonicus) yang didaratkan di PPILabuan.
3.3 Pengumpulan Data Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan dengan menggunakan metode penarikan contoh acak berlapis(PCAB) terhadap jenis ikan kurisi (Nemipterus japonicus) yang hanya tertangkap di perairan Selat Sunda dan di daratkan di PPI labuan. Pengambilan ikan contoh mewakili ikan-ikan yang berukuran kecil, sedang, dan besar.Ikan-ikan kurisi yang diambil sebanyak 50-75 ekor ikan tergantung kelimpahan pada tiap bulannya dengan interval waktu pengambilan 1 bulan selama 8 bulan. Panjang ikan kurisi yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya (Effendie 2002). Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan berat ikan kurisi yang ditimbang adalah berat basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Dalam hal ini digunakan timbangan digitalyang mempunyai skala terkecil 0,001 gram. Pengumpulan data dan informasi lainnya dilakukan dengan cara wawancara dengan nelayan ikan kurisi di sana. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data unit penangkapan ikan kurisi (kapal, nelayan atau anak buah kapal dan alat tangkap), kegiatan operasi
penangkapan, daerah penangkapan, dan biaya
operasi penangkapan. Data sekunder meliputi data produksi hasil tangkapan ikan kurisi yang di daratkan di Kabupaten Pandeglangdan upaya penangkapan (unit penangkapan) yang diambil dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Provinsi Banten.
3.4 Analisis Data 3.4.1 Sebaran Frekuensi Panjang Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang ini adalah data panjang total dari ikan kurisi yang ditangkap di perairan teluk Labuan dan di
26
daratkan di PPI Labuan. Tahap untuk menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu: (a) Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan (b) Menentukan lebar selang kelas; dan (c) Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan. Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran distribusi frekuensi panjang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.
3.4.2 Identifikasi Kelompok Ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan kurisi. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan salah satu metode yang terdapat di dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan baku. Boer (1996) menyatakan jika fiadalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i= 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j= 1, 2, …, G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga (µj, σj, pj) adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function) dengan persamaan sebagai berikut : N
G
i 1
j 1
L f i log p j qij
(1) 1 xi j
( 1 2 dengan ketentuan qij exp j 2
j
)2
yang merupakan fungsi kepekatan
peluang sebaran normal dengan nilai tengah µj dan simpangan baku σj. xi merupakan
27
titik tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj, pjsehingga diperoleh dugaan µj, σj, pj yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.
3.4.3 Pertumbuhan 3.4.3.1 Hubungan Panjang-Bobot Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbedabeda sehingga untuk menganalisis hubungan panjang-berat masing-masing spesies ikan kurisi digunakan rumus yang umum sebagai berikut (Effendie 2002): (2) B adalah bobot, P adalah panjang, a adalah intersep (Perpotongan kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjangbobot. Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan sebagai berikut : (3) Untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Ln B sebagai „y‟ dan Ln P sebagai „x‟, maka dapat didapatkan regresi sebagai berikut: (4) b1 adalah nilai b (dari hubungan panjang bobot), b0 adalah 3, Sb1 adalah Simpangan koefisien b.Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t, dengan hipotesis : H0 : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik. H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik
Allometrik positif, jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat dari pada pertambahan panjang) dan,
Allometrik negatif, jika b<3 (Pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan bobot). thitung = │
│
(5)
28
Setelah itu bandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Kemudian untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan, kaidah keputusan yang diambil adalah : thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (H0) thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol
3.4.3.2 Plot Ford-Walford (L∞, K) dan t0 Plot Ford-Walford merupakan metode yang diperkenalkan oleh Ford (1973) & Walford (1946) telah secara luas diaplikasikan, sebab plot ini dapat digunakan untuk mendapatkan suatu estimasi yang cepat bagi nilai L∞,tanpa perhitunganperhitungan. Metode ini menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre & Venema 1999). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy. [
)]
)
(6)
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalahpanjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), t0: umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Penurunan plot Ford-Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dengan t0 sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai berikut: [
)] [
)
]
[
(7)
]
(8)
Setelah Lt+1 disubtitusikan ke dalam persamaan (7) maka diperoleh perbedaan persamaan baru tersebut dengan persamaan (7) seperti berikut. [
( [
= =
[
)]
)
)] ]
( [
[
]
)
[
)]
)
]
(9)
Persamaan (8) disubtitusikan ke dalam persamaan (9) sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut.
29
[
) [
( (
[
] ]
]
) [
) [
)
]
]
(10)
Persamaan (10) merupakan bentuk persamaan linear dan jika Lt (sumbu x) diplotkan terhadap
(sumbu y) maka garis lurus yang terbentuk akan memiliki
kemiringan (slope) (b) =
[
]
dan intersep (a) =
[
(
]
)
dan
merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984 in Syakila 2009). Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984 in Syakila 2009) sebagai berikut: )
)
)
(11)
3.4.3.3 Faktor kondisi Faktor kondisi menggambarkan keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun reproduksi. Jika pertumbuhan ikan kurisi termasuk pertumbuhan allometrik (b≠3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie 2002): (12) K adalah faktor kondisi, B adalah bobot ikan contoh (gram), P adalah panjang ikan contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bertipe allometrik positif umumnya ikan yang diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang bertipe allometrik negatif.
3.4.4 Tingkat kematangan gonad Pengamatan gonad ikan contoh dapat menduga jenis kelamin ikan. Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Menentukan tingkat kematangan gonad (TKG) pada ikan ada dua
30
cara yaitu secara morfologi dan histologi. Secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Berikut ini adalah tabel penentuan TKG ikan menggunakan modifikasi dari Cassie (Effendie 1997) yang disajikan pada tabel 1: Tabel 1. Penentuan TKG secara morfologi TKG I
II
III
IV
Betina Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin Ukuran ovari lebih besar, warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/22/3 rongga perut
Jantan Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Sperman Karber (Udupan 1986 in Najamuddin et al 2004). ∑
)
(13)
Log m adalah logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama, X adalah logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang, k adalah jumlah kelas panjang, Xt adalah logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad, qi adalah 1-pi, ri adalah Jumlah ikan matang pada kelompok ke-i, pi adalah ri dibagi dengan ni, Sedangkan niadalah jumlah ikan pada kelompok panjang ke-i
3.4.5 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkahlangkah sebagai berikut: Langkah 1: Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan von Bertalanffy T (L) = t0 –(
))
∞
(13)
31
Langkah 2: Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L1 ke L2 t ∞
t(L2) – t(L1) = (
∞
))
(14)
Langkah 3: Menghitung t+ ⁄ t
= t0-( *Ln(1-
) ∞
))
(15)
Langkah 4: Menurunkan kurva hasil tangkapan yang dikonversikan ke panjang ) )
= c-Z*t
)
(16)
Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut: (17) M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimsotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air (0C) Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z-M
(18)
Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984in Syakila 2009) : E=
=
(19)
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in (Syakila 2009) adalah: Foptimum = M dan Eoptimum = 0,5
3.4.6 Model Surplus Produksi Pendugaan potensi sumberdaya ikan kurisi dilakukan dengan cara analisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Model surplus produksi dapat diterapkan bila diketahui hasil tangkapan total (berdasarkan spesies)
32
dan atau hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/CPUE) per spesies atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre & Venema 1999). Tingkat upaya penangkapan optimum (fmsy) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model Schaefer (1954) in (Sparre & Venema 1999). Dapat diketahui melalui persamaan berikut : 1)
Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f), (20)
2)
Upaya penangkapan optimum (fmsy) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (C) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol atau dy/df = 0 :
(21)
a = -2bf (2)
fmsy =
⁄
Maximum sustainable yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan maksimum lestari diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum (fmsy) ke persamaan pada butir 1 di atas,
) ⁄
)
(22)
(23)
Pada model ini, untuk mendapatkan gambaran pengaruh dari upaya penangkapan (f) terhadap hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) dan untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas digunakan analisis regresi dengan melinierkan model Schaefer seperti berikut:
⁄ )
(24)
33
Rumus yang digunakan untuk mengetahui CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983) : (25) CPUE adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (ton/unit), Catch adalah hasil tangkapan per tahun (ton), dan Effort adalah upaya penangkapan per tahun (unit). Model kedua yang digunakan dalam model surplus produksi adalah model alternatif yang diperkenalkan Fox (1970) in Sparre & Venema (1999). Model ini menghasilkan garis lengkung bila C/F secara langsung diplot terhadap upaya (f), akan tetapi bila C/F diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya maka akan menghasilkan garis lurus. Adapun perumusan model Fox (1970) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut: )
(26)
fmsy dapat dicapai pada saat dy/df = 0, sehingga: ) (27)
)
)
fmsy =-1/b
(28)
Untuk mendapatkan MSY, maka fmsy dimasukkan ke dalam persamaan (26) sehingga: MSY = (-1/b) (ea-1)
(29)
Pada model ini untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas juga digunakan analisis regresi dengan melinierkan model Fox seperti berikut: )
⁄ Ln(C/F) = a+bf
(30) (31)
Kedua model tersebut kemudian dibandingkan nilai koefisien determinasinya 2
(r ) dari hasil regresi masing-masing. Model yang mempunyai nilai r2 lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model
34
sebenarnya. Koefisien determinasi merupakan bilangan yang menyatakan proporsi keragaman total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah X melalui hubungan linier tersebut (Walpole 1992). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya (FAO 1995). Hal ini berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam pendugaan stok sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan dapat terus lestari.