BAB V KONSEP DAN PERENCANAAN 5.1. Konsep Konsep dasar dari penelitian ini adalah merencanakan suatu tata ruang permukiman yang dapat mencegah atau mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana gempa bumi. Konsep dasar ini dikembangkan ke dalam konsep mitigasi yaitu memudahkan kegiatan penyelamatan diri saat terjadi bencana gempa. Konsep mitigasi ini diterapkan pada konsep pembagian ruang, evakuasi, sirkulasi, dan vegetasi.
5.1.1. Konsep Pembagian Ruang Ruang permukiman dikelompokan ke dalam satuan ketetanggaan yang terdiri atas Kepala Keluarga (KK), Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Desa, dan Kecamatan. Konsep pembagian ruang ini dimaksudkan agar kegiatan penyelamatan diri dapat lebih terarah dan terkendali. Selain itu pengelompokkan dalam satuan ketetanggan dapat membantu menentukan titik-titik evakuasi dan pergerakan menuju lokasi-lokasi evakuasi tersebut. Gambar 30 menunjukkan diagram konsep pembagian ruang berdasarkan satuan ketetanggaan.
Gambar 30. Diagram Konsep Pembagian Ruang
69
5.1.2. Konsep Evakuasi Ruang-ruang yang dimanfaatkan untuk zona evakuasi adalah ruang-ruang terbuka yang berada di dalam kawasan permukiman. Berdasarkan lokasi dan daya tampung maka zona-zona evakuasi tersebut dibagi ke dalam 3 tingkatan yang terdiri atas zona evakuasi makro, meso dan mikro. Gambar 31 menunjukkan diagram konsep zona evakuasi.
Gambar 31. Diagram Konsep Evakuasi
Pada saat bencana gempa muncul maka penduduk diarahkan untuk bergerak menyelamatkan diri menuju zona evakuasi mikro pada tingkatan RT. Jika fasilitas dan kondisi di zona evakuasi mikro kurang mendukung maka penduduk diarahkan menuju zona evakuasi meso yang berada pada tingkatan RW dengan kapasitas daya tamping lebih besar. Selanjutnya jika fasilitas dan kondisi di zona evakuasi meso kurang memadai maka penduduk diarahkan menuju zona evakuasi makro yang berada pada tingkat desa.
5.1.3. Konsep Sirkulasi Jalur sirkulasi pada kawasan rawan bencana gempa harus dibuat dengan tujuan memudahkan pergerakan penduduk saat menyelamatkan diri. Jejaring jalan yang rumit dengan lebar yang sempit berpotensi menimbulkan kebingungan atau disorientasi arah ketika penduduk berusaha menyelamatkan diri dalam keadaan panik. Berdasarkan fungsinya untuk memudahkan kegiatan penyelamatan diri maka jalur sirkulasi di wilayah perencanaan dibagi ke dalam 3 hierarki jalan yaitu
70
jalan lingkungan, jalan lokal, dan jalan kolektor. Tabel 25 menjelaskan lebar dan fungsi dari setiap jenis jalan. Gambar 33 menunjukkan diagram konsep sirkulasi. Tabel 25. Konsep Jalur Sirkulasi Jenis Jalan Jalan Lingkungan Jalan Lokal Jalan Kolektor
Lebar 5m 7m 14 m
Fungsi mengarahkan massa ke zona evakuasi mikro mengarahkan massa ke zona evakuasi meso -mengarahkan massa ke zona evakuasi makro -mendistribusikan bantuan ke lokasi pengungsian -penghubung antar desa
Jalan Lingkungan Jalan Lokal Jalan Kolektor
Gambar 32. Diagram Konsep Sirkulasi
5.1.4. Konsep Vegetasi Konsep vegetasi untuk mitigasi bencana direncanakan memiliki fungsifungsi untuk mendukung kegiatan penanganan saat bencana dan pasca bencana. Dengan demikian jenis-jenis vegetasi yang diterapkan pada kawasan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam empat jenis vegetasi yaitu : vegetasi budidaya, vegetasi konservasi, vegetasi pengarah, dan vegetasi penaung. Tabel 26 menjelaskan jenis vegetasi, lokasi, dan fungsinya dalam mitigasi bencana gempa. Sedangkan Gambar 33 menunjukan diagram konsep vegetasi yang direncanakan.
71
Tabel 26. Konsep Vegetasi Jenis Vegetasi Budidaya
Lokasi Kebun campuran
Konservasi
Pengarah Penaung
-dekat sumber air -pada kawasan berpotensi longsor Jalur sirkulasi -pemukiman -zona evakuasi
Fungsi - cadangan pangan pada penanganan pasca bencana -menjaga keseimbangan neraca air -mencegah bencana longsor pada kawasan tertentu -mengarahkan penduduk menuju area evakuasi -menaungi kawasan terutama di zona-zona evakuasi - ameliorasi iklim
Vegetasi Konservasi Vegetasi Budidaya Vegetasi Penaung Vegetasi Pengarah
Gambar 33. Diagram Konsep Vegetasi
5.2. Perencanaan Rencana lanskap merupakan pengembangan dari konsep yang sudah ditentukan sebelumnya. Konsep ruang dikembangkan ke dalam rencana tata ruang permukiman. Konsep evakuasi dikembangkan ke dalam rencana evakuasi. Konsep sirkulasi dikembangkan ke dalam rencana jalur sirkulasi. Konsep vegetasi dikembangkan ke dalam rencana vegetasi. Rencana lanskap yang telah disusun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34.
72
73
5.2.1. Rencana Tata Ruang Permukiman Di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Pangalengan diperkirakan kebutuhan lahan untuk permukiman di wilayah perencanaan pada tahun 2015 mencapai 299,22 ha dengan perkiraan jumlah penduduk akan mencapai 88.739 jiwa. Untuk memudahkan kegiatan perencanaan maka wilayah yang direncanakan dibagai ke dalam tiga blok sesuai dalam RDTR yaitu Blok Utara, Blok Tengah, dan Blok Selatan (Gambar 35). Setiap blok memiliki perkiraan jumlah penduduk masing-masing pada tahun 2015. Blok Utara diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk 38.870 jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 115, 51 ha. Blok Tengah diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk 26.305 jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 78, 92 ha. Blok Selatan diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk 23.564 jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 70, 59 ha.
Blok Utara
Blok Tengah
Blok Selatan
Gambar 35. Pembagian Blok Kawasan Perencanaan Sumber : RDTR Kota Pangalengan
Mayoritas penduduk di Pangalengan memiliki mata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan seperti buruh tani, petani, pedagang, buruh
74
swasta, perkebunan, dan peternak. Dengan asumsi bahwa mayoritas penduduk berpenghasilan rendah dan sedang maka disarankan rumah yang banyak dibangun adalah jenis rumah sederhana yaitu rumah dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m2 yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai 200 m2. Di dalam Perda RTRW 2008 Pasal 3 dijelaskan pengembangan permukiman di kawasan perkotaan diarahkan untuk perumahan terorganisir dan rumah susun, sedangkan pengembangan permukiman di luar kawasan perkotaan diarahkan untuk permukiman yang tumbuh alami dan pengembangan perumahan dengan kepadatan rendah (<30 unit/ha) namun dalam pengembangannya tetap dibatasi sesuai dengan fungsi ruangnya yang ditentukan berdasarkan Koefisien Wilayah Terbangun. Sementara di dalam RDTR Kota Pangalengan diperkirakan jumlah bangunan yang ada pada tahun 2015 sekitar 17.748 unit meliputi tipe kecil, sedang dan besar. Dengan demikian kawasan perumahan yang direncanakan di Kota Pangalengan adalah dengan kepadatan rendah( <30 unit/ha). Penerapan konsep pembagian ruang berdasarkan satuan ketetanggan dilakukan dengan mengadaptasi Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.12 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan.dikombinasikan dengan SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan yang dijelaskan pada Tabel 27. Tabel 27. Pembagian Satuan Ketetanggan Satuan Ketetanggan
Jumlah Penduduk
1 KK
Asumsikan 4 jiwa
1 RT
150 – 250 jiwa (± 63 KK)
1 RW
8 – 10 RT ( ±2500 jiwa)
1 Desa
10- 12 RW (± 30.000 jiwa)
(Sumber : Perda Kab. Bandung No.12 Th. 2007 dan SNI 03-1733-2004)
Dengan mengacu pada pembagian Tabel 27 maka pada tahun 2015 Blok Utara akan memiliki 9.718 KK, 154 RT, dan 15 RW. Blok Tengah akan memiliki 6576 KK, 104 RT, dan 10 RW. Blok Selatan akan memiliki 5.891 KK, 93 RT, dan 9 RW. Sebagai kawasan rawan gempa bumi bertipologi A maka di dalam Kota Pangalengan terdapat ruang-ruang yang bisa dibangun dengan syarat dan terdapat
75
pula ruang yang tidak bisa dibangun (Tabel 16). Rencana ruang-ruang yang dibutuhkan di Kota Pangalengan adalah : 1. Perumahan. Ruang yang berfungsi sebagai tempat hunian penduduk. Ditempatkan pada area-area yang memiliki kemudahan akses pada fasilitas penunjang mitigasi dan jalur sirkulasi saat proses evakuasi. 2. Perkantoran Area perkantoran memfasilitasi kebutuhan seperti : pusat pemerintahan, kecamatan, bank, koperasi, dan lain sebagainya. 3. Perdagangan Yang tercakup di dalam ruang ini adalah area perdagangan souvenir, cinderamata, jasa, toko kelontong, dan pasar pelelangan sayur. 4. Rekreasi dan Olahraga Sarana rekreasi dapat berupa taman ketetanggaan atau taman lingkungan. Sarana olahraga dapat berupa lapangan terbuka atau bangunan gelanggang olahraga. 5. Pendidikan 6. Kebun Perkebunan
teh
eksisting
dipertahankan
keberadaannya
dengan
penyesuaian terhadap rencana blok. 7. Kebun Campuran Kebun campuran eksisting untuk budidaya sayur-mayur dipertahankan keberadannya dengan penyesuaian terhadap rencana blok. 8. Terminal Terminal meliputi terminal utama sebagai pusat angkutan umum dan terminal-terminal kecil (pangkalan ojek, pangkalan angkot) yang tersebar di beberapa blok permukiman. 9. Fasilitas Fasilitas adalah berbagai sarana publik yang menunjang untuk kawasan permukiman dan sangat diperlukan saat terjadi bencana gempa bumi, yaitu : fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
76
apotik,
posyandu),
kantor
polisi,
pemadam
kebakaran,
gedung
telekomunikasi, PLN. Gambar 36 menunjukkan matriks hubungan antar ruang yang dibutuhkan di Kota Pangalengan. Hubungan dekat menunjukkan antar ruang tersebut memerlukan akses yang mudah dicapai atau langsung. Hubungan tidak dekat menunjukkan antar ruang tidak terlalu saling berhubungan. Tidak ada hubungan atau netral menunjukkan antar ruang itu tidak saling memerlukan atau keberadaannya tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Gambar 37 menunjukkan konsep ruang sebagai penggambaran dari matriks hubungan antar ruang.
Gambar 36. Matriks Hubungan Antar Ruang
Gambar 37. Konsep Ruang Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 (Tabel 15), pola permukiman yang dapat dikembangkan di Kecamatan Pangalengan bisa berbentuk mengelompok atau menyebar. Saat ini permukiman di lokasi penelitian berkembang di sepanjang jalan raya utama Pangalengan dengan bentuk menyebar dan tidak teratur. Mayoritas rumah-rumah dibangun dengan rapat dan hanya
77
menyisakan jalan kecil untuk sirkulasi. Pola hunian seperti ini dapat menyulitkan pergerakan saat menyelamatkan diri. Agar konsep mitigasi dapat berfungsi dengan baik maka pola permukiman dibuat mengelompok sesuai dengan pembagian satuan ketetanggaan. Menurut data monografi Kecamatan Pangalengan tahun 2007 jumlah penduduk di Kecamatan Pangalengan berjumlah 132.555 jiwa. Untuk mendukung kebutuhan kesehatan seluruh penduduk maka minimum fasilitas kesehatan yang dibutuhkan adalah Puskemas dan Balai Pengobatan (Tabel 21). Puskesmas dan Balai Pengobatan ditempatkan di pusat kota yang mudah dijangkau oleh penduduk. Selain itu penempatan Puskesmas di pusat kota dapat memudahkan dalam proses penanganan pasca bencana gempa bumi seperti distribusi obat, peralatan kesehatan, dan bantuan medis lainnya. Rencana tata ruang pusat kota berikut infrastruktur pendukung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 40. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 maka struktur bangunan yang didirikan di Pangalengan disarankan berupa struktur tahan gempa. Hal ini bertujuan agar bangunan tidak mudah rusak ketika terjadi gempa sehingga tidak membahayakan penghuninya. Menurut Frick, Ardiyanto dan Darmawan (2008), tidak semua gedung harus memiliki ketahan serupa terhadap gempa. Namun gedung-gedung yang memiliki fungsi vital dalam keadaan gempa tidak boleh rusak dan harus selalu siap pakai. Misalnya, rumah sakit, gedung telekomunikasi, PLN, pemadam kebakaran, dan lain sebagainya. Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6/PRT/M/2009 tentang Pedoman Perencaan Umum Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami dijelaskan mengenai fasilitas pelayanan penting yang harus siap di saat kritis bencana alam, yaitu : a. Kantor Polisi. b. Kantor Pemadam Kebakaran. c. Rumah sakit dengan ruang-ruang bedah, pemeliharaan mendadak, atau darurat. d. Fasilitas dan peralatan operasi darurat dan komunikasi. e. Garasi dan tempat perlindungan untuk kendaraan dan pesawat terbang. f. Peralatan pembangkit tenaga siap pakai untuk pelayanan penting.
78
g. Tangki atau bangunan lain yang berisi air atau bahan peredam lainnya atau peralatan yang diperlukan untuk melindungi kawasan penting, berbahaya atau hunian khusus. h. Stasiun pengawal permanen. Dalam Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa dijelaskan taraf keamanan minimum untuk bangunan dengan konstruksi tahan gempa, yaitu : a. Bila terkena gempa bumi yang lemah bangunan tersebut tidak akan rusak sama sekali. b. Bila terjadi gempa bumi sedang maka elemen-elemen non-struktural bangunan boleh rusak. Namun elemen struktural tidak boleh rusak sama sekali. c. Bila terjadi gempa bumi kuat maka : bangunan tidak boleh runtuh baik itu sebagian maupun keseluruhan; bangunan tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak boleh diperbaiki; jika terjadi kerusakan maka harus dapat cepat diperbaiki dan berfungsi seperti semula. Bangunan yang tahan gempa memiliki struktur rangka kaku (beton bertulang, baja, kayu) dengan perkuatan silang. Bangunan seperti ini juga memiliki karakteristik berat bangunan yang ringan.
Gambar 38. Ilustrasi Struktur Bangunan Dengan Perkuatan Silang (Sumber: Frick, Ardiyanto, dan Darmawan, 2008)
Pembangunan rumah hunian dari kayu berbentuk panggung lebih disarankan. Karena pada saat terjadi gempa di Pangalengan rumah panggung mengalami kerusakan lebih ringan dari rumah dengan rangka beton. Gambar 39 menunjukkan ilustrasi contoh rumah panggung yang tahan gempa.
79
Gambar 39. Rumah Tinggal Dengan Konstruksi Rangka Sederhana dan Pondasi Tiang (Sumber : Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa Departemen Pekerjaan Umum, 2006)
Gambar 40. Rencana Tata Ruang Pusat Kota Pangalengan
80
5.2.2. Rencana Evakuasi Pada saat terjadi bencana gempa bumi 2 September 2010 lalu warga masyarakat Pangalengan memanfaatkan lahan terbuka untuk lokasi pengungsian sementara. Lahan-lahan terbuka yang digunakan adalah lapangan, kebun dan perkebunan teh yang pada saat itu kebetulan sedang dibuka untuk proses penanaman ulang. Kondisi lokasi-lokasi pengungsian tersebut minim fasilitas yang dapat membantu warga bertahan hidup pasca bencana. Sekitar 15.000 warga masyarakat terpaksa tinggal di tenda-tenda dengan kondisi yang serba kekurangan.
Gambar 41. Kondisi Pengungsian Sementara Korban Gempa Pangalengan (Sumber : Pelbagai Sumber)
Sebagai salah satu upaya mitigasi bencana gempa bumi maka perlu adanya penentuan lokasi pengungsian atau titik-titik evakuasi di kawasan permukiman. Lokasi yang dimanfaatkan sebagai zona evakuasi adalah ruangruang terbuka di dalam kawasan permukiman. Ruang-ruang terbuka tersebut dapat dimanfaatkan penduduk sebagai area rekreasi saat tidak terjadi bencana. Kebutuhan luas setiap ruang terbuka disesuaikan dengan daya tampung tenda pengungsian. Tenda pengungsi yang umum digunakan di Indonesia adalah tenda-tenda tentara yang terdiri dari tenda komando berkapasitas 10 orang dengan ukura 24 m2, tenda regu berkapasitas 20 orang dengan ukuran 36 m2, dan tenda peleton berkapasitas 45 orang dengan ukuran 70 m2.
Tabel 28 menjelaskan
kebutuhan ruang terbuka sebagai zona evakuasi beserta kemampuan daya tampung. Tabel 28. Kebutuhan Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi Zona Mikro Meso Makro
Lokasi RT RW Desa
Luas 350 m2 3850 m2 4,7 ha
Daya Tampung 60 KK / 250 jiwa / 5 tenda peleton 625 KK / 2500 jiwa / 55 tenda peleton 7500 KK / 30.000 jiwa / 667 tenda peleton
81
Untuk dapat menunjang kondisi para pengungsi di zona-zona evakuasi maka lokas-lokasi tersebut harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang dapat berfungsi optimal pasca bencana. Tabel 29 menjelaskan rencana fasilitas yang dibutuhkan pada setiap zona evakuasi. Ilustrasi lokasi setiap zona evakuasi ditunjukkan pada Gambar 42. Tabel 29. Rencana Fasilitas Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi Zona Mikro Meso Makro
Fasilitas Penunjuk arah, tempat duduk, tenda darurat, tempat berkumpul sementara Penunjuk arah, tenda darurat, sarana air bersih, dapur umum, toilet darurat Penunjuk arah, tenda darurat, dapur umum, gedung serbaguna, sarana air bersih, toilet umum, balai pengobatan, pusat pengendalian pasca bencana, gudang (bahan pangan, obat-obatan, selimut, dll), tenaga listrik portable
5.2.3. Rencana Jalur Sirkulasi Desain jejaring jalur sirkulasi tidak hanya berfungsi sebagai akses pergerakan pada kondisi normal namun juga efektif sebagai jalur evakuasi saat terjadi bencana dan penanganan pasca bencana. Akses sirkulasi terbuka atau bebas dari hambatan ke seluruh bagian permukiman menjadi hal yang penting untuk upaya penyelamatan dan proses evakuasi penduduk. Jalur sirkulasi yang diterapkan tidak hanya untuk kemudahan pergerakan manusia. Berbagai peralatan dan kendaran untuk penanganan bencana harus dapat dengan mudah melewati jalur-jalur sirkulasi ini. Jejaring sirkulasi dikembangkan dengan memanfaatkan jalur sirkulasi yang sudah ada. Perubahan lebar jalan diperlukan agar sesuai dengan konsep yang telah ditentukan. Penambahan jalur jalan dapat dilakukan dengan menyesuaikan pada pola permukiman. Gambar 44 menunjukkan rencana jalur sirkulasi yang diterapkan pada kawasan. Sedangkan gambar 45 menunjukkan rencana alur pergerakan penduduk saat proses evakuasi. Untuk mengatur dan mengarahkan penduduk ke tempat-tempat evakuasi maka perlu dibuat rambu-rambu penunjuk arah. Rambu-rambu ini ditempatkan pada lokasi-lokasi yang mudah dilihat. Desain rambu tidak boleh terlalu rumit. Penggunaan simbol-simbol sederhana dan tulisan yang jelas dibaca akan lebih baik. Huruf atau gambar yang kontras dengan latar belakang akan lebih mudah dibaca Karakter huruf dengan tinggi 20 cm pada sebuah rambu dapat dibaca
82
83
dengan jelas hingga jarak sekitar 123 m saat bergerak pada kecepatan 12-19 km/jam. Tabel 30 menunjukkan standar tinggi karakter huruf pada rambu-rambu. Contoh rambu penunjuk arah seperti yang ditunjukkan pada gambar 43. Tabel 30. Standar Tinggi Karakter Huruf Pada Rambu Tinggi huruf (mm)
Jarak Maksimal Baca (m)
5 3 6 3,7 8 4,9 10 6,2 12 7,4 15 9,2 20 12,3 25 15,4 30 18,5 40 24,6 50 30 60 37 80 49,3 100 61,6 120 73,9 150 92,4 200 123,2 ( Sumber : Time-Saver for Landscape Architecture)
Kecepatan Lalu Lintas (km/jam) Pejalan kaki
Kendaraan 3-6 3-6 6-9 6-9 12-19 12-19 12-19
Tabel 31. Kesesuaian Kontras Warna Pada Rambu Latarbelakang Rambu Papan Rambu Bata merah atau dinding gelap Putih Bata terang atau dinding terang Hitam atau warna gelap Dinding putih Hitam atau warna gelap Vegetasi hijau Putih Back-lit sign Hitam (Sumber : Landscape Architect’s Pocket Book, 2009)
Legenda Rambu Hitam, hijau gelap atau biru gelap Putih atau kuning Putih atau kuning Hitam, hijau gelap atau biru Putih atau kuning
Gambar 43. Contoh Rambu-Rambu Penunjuk Arah Menuju Lokasi Evakuasi (Sumber : Standar Nasional dan ISO Rambu Evakuasi Menristek)
84
85
86
5.2.4. Rencana Vegetasi Vegetasi memiliki beragam fungsi dalam suatu kawasan permukiman. Beberapa manfaat dari penanaman vegetasi di kawasan permukiman diantaranya adalah untuk esetetika, ameliorasi iklim, pembatas, pembentuk ruang dan pengatur sirkulasi. Kota Pangalengan berada pada daerah dengan iklim sejuk karena berada pada ketinggian sekitar 1500 mdpl. Kota Pangalengan juga terletak pada kawasan berfungsi lindung di luar hutan lindung. Penanaman vegetasi non-produksi berperan penting untuk membantu penyerapan air di sekitar kawasan tersebut sehingga neraca air tidak terganggu. Selain itu vegetasi non-produksi seperti pepohonan besar dengan perakaran kuat dapat membantu mencegah longsor di area-area dengan persentasi kelerengan tinggi. Vegetasi produksi atau vegetasi budidaya (sayur-mayur, kebun teh) yang saat ini ada di Kota Pangalengan dapat dipertahankan. Pembangunan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman bertujuan agar warga masyarakat tidak menggunakan kebun-kebun yang ada sebagai tempat pengungsian. Berdasarkan konsep yang telah ditentukan maka vegetasi di wilayah perencanaan dibagi ke dalam 4 jenis vegetasi sesuai dengan fungsinya yang terdiri atas vegetasi budidaya, vegetasi pengarah, vegetasi koservasi dan vegetasi penaung. Vegetasi budidaya berupa kebun-kebun campuran eksisiting berfungsi sebagai cadangan pangan pada saat penanganan pasca bencana. Sedangkan untuk vegetasi pengarah, konservasi dan penaung dapat memanfaatkan vegetasi endemik atau vegetasi lain yang sesuai dengan ekosistem kawasan perencanaan. Pemilihan jenis vegetasi untuk pengarah dan penaung diupayakan menyesuaikan dengan fungsi arsitektural sehingga menjadi efektif saat penerapan di kawasan. Gambar 46 menunjukkan ilustrasi fungsi vegetasi di kawasan perencanaan. Sedangkan rencana vegetasi ditunjukkan pada Gambar 47 dan Gambar 48.
87
(a)
(b)
(c) Gambar 46. Ilustrasi Fungsi Vegetasi di Kawasan Perencanaan. (a). Vegetasi Konservasi; (b) Vegetasi Pengarah; (c) Vegetasi Penaung;
88
89
45