BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun yang tersebar sepanjang jalur Arlindo (Gambar 6).
Gambar 1. Diagram TS
19
20
Pada Gambar 6 dapat dilihat diagram TS dari 6 titik stasiun yang tersebar dari Laut Mindano sampai Selat Lombok. Setiap stasiun tersebut dibedakan dengan warna. Berdasarkan digaram TS pada Gambar 6 terlihat bahwa nilai suhu, salinitas dan dan densitasnya tidak terlalu berbeda jauh antar stasiun meskipun jarak tiap stasiun cukup jauh. Hal ini membuktikan bahwa massa air yang berasal dari Samudra Pasifik mengalir menuju Samudra Hindia melalui Selat Makassar dan berakhir di Selat Lombok. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Wyrtki (1961) yang menyatakan Arlindo merupakan pergerakan massa air yang berasal dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia akibat adanya perbedaan tinggi permukaan laut. Jika dilihat dari nilai salinitasnya, maka massa air yang dibawa oleh Arlindo tersebut berasal dari Pasifik Utara dimana nilai salinitasnya tinggi pada lapisan termoklinnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gordon dan Fine (1996) menyatakan bahwa massa air yang berasal dari Pasifik utara ditandai dengan nilai salinitas maksimum pada lapisan termoklinnya. Dari diagram TS dapat dilihat bahwa Arlindo melalui Selat Lombok. 4.1.2 Profil Melintang Suhu Selat Lombok Profil melintang suhu merupakan profil suhu suatu perairan berdasarkan kedalaman, bujur maupun lintang. Profil ini digunakan untuk mengetahui lapisanlapisan perairan. Tiap lapisan perairan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dimana suhu akan berkurang ditiap kedalaman. Gambar 7 merupakan profil melintang suhu Selat Lombok berdasarkan 3 daerah pengamatan yang dilakukan. Gambar 7 menunjukkan profil melintang suhu berdasarkan kedalaman dan lintang dari 3 wilayah pengamatan di Selat Lombok. Pada Gambar 7 (a) terlihat profil suhu dalam keadaan normal atau relatif stabil dimana tidak terlihat adanya lekukan pada lapisan termoklin di kedalaman 100-180 m dengan suhu 17,5o-22,5oC yang menunjukkan kenaikan massa air. Pada Gambar 7 (b) sudah terlihat sedikit lekukan dimana pada lapisan termoklin di kedalaman 100-180 m dengan suhu 15o-22,5oC agak naik yang menyebabkan lapisan mix layer menjadi kecil. Gambar tersebut menunjukkan pada daerah ini terjadi kenaikan massa lemah. Hal tersebut dikarenakan adanya percampuran massa air yang relatif lemah
21
antara dua perairan yang berbeda. Untuk Gambar 7 (c) terlihat lekukan yang sangat besar pada kedalaman 100-150 m dengan suhu 15o-22,5oC. Hal ini menunjukkan kenaikan massa air yang yang kuat sehingga lapisan deep layer dan termoklin terangkat keatas yang mengakibatkan lapisan mix layer menjadi sangat kecil.
a
b
c Gambar 2. Profil Melintang Suhu Selat Lombok (a) utara Pulau Bali (b) Selat Lombok (c) selatan Pulau Bali
22
Menurut Hendiarti et al. (2004), menjelaskan bahwa peningkatan klorofila di selatan Jawa sampai Nusa Tengara karena adanya mekanisme upwelling yang semakin intensif. Kenaikan massa air tersebut ditunjukkan dengan suhu perairan menjadi lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilahude et al. (1990) yang menyatakan bahwa upwelling umumnya menurunkan suhu, menaikan nilai salinitas, oksigen dan juga berbagai unsur hara atau nutrien di tempat terjadinya upwelling. Daerah pada Gambar 7 (a) dan (b) suhu permukaannya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pada Gambar 7 (c). Jika dilihat dari suhu permukaannya, Gambar 7 (a) dan (b) merupakan massa air dari Samudra Pasifik yang dibawa oleh Arlindo, sedangkan Gambar 7 (c) merupakan massa air yang berasal dari Samudra Hindia (Gambar 8). Hal tersebut menunjukkan bahwa massa air dari Samudra Pasifik cenderung lebih hangat dibandingkan dengan massa air yang berasal dari Samudra Hindia (Gambar 8).
Gambar 3. Grafik Perbandingan Suhu Perairan Pada Gambar 8 terlihat bahwa suhu massa air di Samudra Hindia yang diwakili oleh Selat Lombok cenderung lebih rendah dibandingkan dengan suhu di Selat Makassar Laut Sulawesi, Laut Halmahera, Laut Mindano yang merupakan perairan yang dipengaruhi oleh Samudra Pasifik. Hal ini menunjukkan massa air
23
yang dibawa Arlindo dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia merupakan massa air yang hangat. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Wyrtki (1961) yang menyatakan bahwa Arlindo membawa massa air yang lebih hangat ke Samudra Hindia. Suhu di perairan Samudra Pasifik berkurang seiring perjalanan Arlindo ke Samudra Pasifik. Perbedaan suhu antara kedua samudra tersebut tidak besar yaitu sekitar 0,859oC. 4.2 Distribusi Spasial SPL dan Klorofil-a di Selat Lombok 4.2.1 Visualisasi SPL dan Klorofil-a Musim Barat Awal Tahun 2008 Pada Gambar 9 menunjukkan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a pada musim barat awal yaitu bulan Januari-Februari tahun 2008. Suhu permukaan laut dan klorofil-a dibedakan dengan warna dan kontur. Warna merupakan suhu permukaan laut, sedangkan kontur merupakan klorofil-a. Berdasarkan hasil visualisasi suhu permukaan laut pada bulan Januari 26,62o-30,15 oC dengan ratarata 28,44oC, bulan Februari 27,23o-28,42oC dengan rata-rata 27,97oC. Untuk konsentrasi klorofil-a pada bulan Januari 0,101-0,978 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,315 mg m-3, bulan Februari 0,138-0,656 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,257 mg m-3 (Lampiran 1). Hasil visualisasi menunjukkan pada musim barat awal suhu permukaan laut cukup tinggi yaitu berkisar 26,62o-30,15oC. Hal ini disebabkan pada musim barat matahari berada pada bumi bagian selatan sehingga daerah yang berada di selatan mendapatkan pancaran sinar matahari yang lebih banyak secara terus menerus sehingga mengakibatkan suhu permukaan laut pada musim ini sangat tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nontji (1987) dimana pada saat musim barat bumi bagian utara mengalami musim dingin, sedangkan pada bumi bagian selatan musim panas. Pada Gambar 9 (1a) dan (2a) terlihat pada saat suhu permukaan laut rendah yaitu 26,8 o-27,4 oC, konsentrasi klorofil-a nya lebih tinggi yaitu 0,35-0,6 mg m-3 dibandingkan dengan klorofil-a pada suhu permukaan air yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada daerah dengan suhu rendah lebih banyak
24
terdapat banyak nutrien dibandingkan dengan suhu tinggi sehingga nilai konsentrasinya tinggi akibat adanya kenaikan massa air.
JAN
1
FEB
a
2
b a Gambar 4. SPL dan Klorofil-a Selat Lombok Musim Barat Awal 2008 Berbanding terbalik dengan suhu permukaan laut pada daerah yang dekat dengan daratan yang memiliki suhu permukaan laut yang tinggi yaitu 28o-28,8oC akan tetapi konsentrasi klorofilnya juga tinggi yaitu 0,4-0,7 mg m-3 seperti pada Gambar 9 (1b). Hal ini dapat disebabkan karena pada daerah ini terdapat nutrien yang tinggi yang berasal dari sungai yang menyebabkan konsentrasi klorofil-a nya menjadi tinggi. Meningkatnya nutrien terlarut bisa disebabkan oleh meningkatnya intensitas upwelling yang membawa serta nutrien dari lapisan bawah, dan untuk daerah pantai juga bisa karena meningkatnya curah hujan yang membawa limpasan nutrien dari darat ke laut melalui muara sungai (Hendiarti et al. 2004). Kedua hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nontji (1984) yang menyatakan bahwa faktor suhu dan nutrien berpengaruh terhadap tingkat kesuburan suatu perairan. 4.2.2 Visualisasi SPL dan Klorofil-a Musim Peralihan I Tahun 2008 Musim Peralihan I merupakan musim peralihan dari musim barat menuju musim timur. Musim ini berlangsung hampir selama 3 bulan yaitu dari bulan
25
Maret-Mei. Pada Gambar 10 menunjukkan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a pada bulan Maret-Mei tahun 2008. Suhu permukaan laut dan klorofil-a dibedakan dengan warna dan kontur. Warna merupakan suhu permukaan laut, sedangkan kontur merupakan klorofil-a.
1
MAR
b
a
2
APR
3
MEI
c b a
c
a
b
Gambar 5. SPL dan Klorofil-a Selat Lombok Musim Peralihan I 2008 Berdasarkan hasil visualisasi suhu permukaan laut pada bulan Maret berkisar 26,77o-28,88oC dengan rata-rata SPL 28,23oC, bulan April 27,23o30,30oC dengan rata-rata 29,28oC, bulan Mei 25,20o-29,92 oC dengan rata-rata
26
28,68oC. Untuk konsentrasi klorofil-a pada bulan Maret yaitu berkisar 0,1010,518 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,202 mg m-3, bulan April 0,1020,622 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,241 mg m-3, bulan Mei 0,0730,732 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,217 mg m-3 (Lampiran 1). Hasil visualisasi menunjukkan pada musim peralihan I suhu permukaan laut masih cukup tinggi yaitu 26,77o-30,30oC akan tetapi suhunya sudah mulai menurun akibat peralihan musim dari musim barat ke musim timur dimana matahari sedang berpindah ke arah bumi bagian utara. Pada Gambar 10 (1a), (2a), (3a), dan (3b) suhu permukaan lautnya sangat rendah dibandingkan dengan daerah sekitarnya yaitu 26,2o-27,2oC. Hal ini disebabkan adanya kenaikan massa air yang berasal dari dasar perairan yang membawa suhu yang lebih rendah serta nutrien yang lebih tinggi. Nutrien tersebut menyebabkan daerah dengan suhu permukaan laut yang rendah memiliki konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi yang dapat terlihat pada kontur klorofil-a di daerah tersebut (Ilahude et al. 1990). Hal tersebut bertolak belakang dengan konsentrasi klorofil-a yang berada di dekat daratan dengan suhu permukaan laut yang cukup tinggi yaitu 28o-30oC akan tetapi konsentrasi klorofilnya juga tinggi yaitu 0,3-0,44 mg m-3 seperti pada Gambar 10 (1b) dan (2b). Hal tersebut diduga karena melimpahnya kandungan nutrien pada daerah pesisir yang berasal dari sungai (Hendiarti et al. 2004). Untuk Gambar 10 (2c) dan (3c) terlihat adanya percampuran massa air yang memiliki suhu yang lebih tinggi yaitu 29o-30oC dengan suhu yang lebih rendah yaitu 28o28,8oC. Hal ini mengindikasikan adanya pertemuan dua massa air yang berasal dari samudra yang berbeda yang dibawa oleh Arlindo yang terlihat pada Gambar 10 (2c) dan (3c). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gordon dan Fine (1996) yang menyatakan Arlindo membawa massa air dari Samudra Pasifik keluar menuju Samudra Hindia melalui jalur kepulauan Indonesia yang mengakibatkan percampuran massa air. 4.2.3 Visualisasi SPL dan Klorofil-a Musim Timur Tahun 2008 Pada Gambar 11 menunjukkan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a pada bulan Juni-Agustus tahun 2008. Suhu permukaan laut dan klorofil-a
27
dibedakan dengan warna dan kontur. Warna merupakan suhu permukaan laut, sedangkan kontur merupakan klorofil-a. Berdasarkan hasil visualisasi suhu permukaan laut pada bulan Juni berkisar 25,20o-29,33oC dengan rata-rata SPL 28oC, bulan Juli 24,67o-28,42oC dengan rata-rata 27,59 oC, bulan Agustus 24,30o28,27oC dengan rata-rata 27,27oC.
1
JUN
b
a
c
2
JUL
c
d b
a
3
AGS
c
a
b
Gambar 6. SPL dan Klorofil-a Selat Lombok Musim Timur 2008 Berdasarkan hasil visualisasi suhu permukaan laut pada bulan Juni berkisar 25,20o-29,33oC dengan rata-rata SPL 28oC, bulan Juli 24,67o-28,42oC
28
dengan rata-rata 27,59 oC, bulan Agustus 24,30o-28,27oC dengan rata-rata 27,27oC. Untuk konsentrasi klorofil-a pada bulan Juni yaitu berkisar 0,158-0,837 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,248 mg m-3, bulan Juli 0,158-0,709 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,267 mg m-3, bulan Agustus 0,149-0,990 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,243 mg m-3 (Lampiran 1). Hasil visualisasi menunjukkan pada musim timur suhu permukaan lautnya cenderung rendah dibanding dengan musim-musim sebelumnya yaitu 24,30o-29,33oC. Hal ini disebabkan karena pada musim ini matahari sedang berada di bumi bagian utara dimana intensitas cahaya matahari yang mencapai permukaan laut tidak sebesar dibandingkan dengan musim sebelumnya sehingga suhu permukaan lautnya cenderung lebih rendah (Wyrtki 1961). Pada Gambar 11 (1a) dan (2a) suhu permukaan laut terlihat keluar melalui celah Selat Lombok antara Pulau Nusa Penida di sebelah barat daya dan Pulau Lombok di sebelah timur yang gambarkan dengan warna hijau pada peta. Hal tersebut disebabkan karena pada musim ini transpor Arlindo paling tinggi dibandingkan dengan musim-musim lain. Hal ini diperkuat melalui penelitian Gordon dan Susanto (2003), dimana laju transport Arlindo tertinggi di Selat Makassar ditemukan pada saat Muson Tenggara, yaitu selama bulan Juni-Agustus. Untuk Gambar 11 (2d) dan (3c) terlihat percampuran massa air dimana terdapat suhu permukaan yang berbeda dengan daerah sekitarnya terutama terlihat jelas pada Gambar 11 (3c). Hal tersebut diduga karena arus yang berasal dari Arlindo dengan arus yang berasal dari Samudra Hindia sama kuat sehingga terjadi percampuran. Kemudian untuk Gambar 11 (1b), (1c), (2b), (2c), (3a) dan (3b) terlihat suhu permukaan laut yang sangat rendah yaitu 24,30o-26,2oC jika dibandingkan daerah sekitar dan tingginya konsentrasi klorofil-a di daerah tersebut yaitu 0,3-0,78 mg m-3. Sebelumnya hal tersebut sudah mulai terlihat pada musim peralihan I yaitu pada bulan April dan Mei akan tetapi daerah cakupannya masih belum luas jika dibandingkan dengan musim timur pada bulan JuniAgustus. Menurut Hendiarti et al. (2004) terjadi upwelling disekitar selatan Jawa sampai Nusa Tenggara sehingga mengakibatkan suhu rendah dan konsentrasi klorofil yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya upwelling disekitar
29
selatan Bali dan juga Nusa Tenggara Barat yang terlihat pada peta. Selanjutnya pada Gambar 11 (3b) suhu permukaanya yang rendah yaitu 24,30o-26,2oC sudah mulai menutupi suhu permukaan laut yang lebih tinggi sehingga tidak lagi terlihat massa air yang keluar melalui celah seperti pada dua bulan sebelumnya. 4.2.4 Visualisasi SPL dan Klorofil-a Musim Peralihan II tahun 2008 Musim Peralihan II merupakan musim peralihan dari musim timur menuju musim barat. Musim ini berlangsung hampir selama 3 bulan yaitu dari bulan September-November. Pada Gambar 12 menunjukkan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a pada bulan September-November tahun 2008. Suhu permukaan laut dan klorofil-a dibedakan dengan warna dan kontur. Warna merupakan suhu permukaan laut, sedangkan kontur merupakan klorofil-a. Berdasarkan hasil visualisasi suhu permukaan laut pada bulan September berkisar 25,12o-29,4oC dengan rata-rata SPL 28,21oC, bulan Oktober 25,88o-30,08oC dengan rata-rata 28,83oC, bulan November 26,77o-31,05oC dengan rata-rata 29,59oC. Untuk konsentrasi klorofil-a pada bulan September yaitu berkisar 0,147-0,765 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,242 mg m-3, bulan Oktober 0,131-0,946 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,232 mg m-3, bulan November 0,096-0,936 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,204 mg m-3 (Lampiran 1). Hasil visualisasi menunjukkan suhu permukaan pada musim peralihan II mulai meningkat kembali dari bulan ke bulan. Hal ini disebabkan karena pada musim ini matari mulai menuju bumi bagian selatan kembali yang artinya suhu permukaan lautnya berangsur-angsur mendapatkan sinar matahari yang lebih besar dibanding pada musim timur sehingga suhunya lebih tinggi yaitu 25,12o30,08oC. Pada Gambar 12 (1a) dan (1b) terlihat profil sebaran suhu permukaan lautnya hampir sama seperti pada musim timur. Hal tersebut karena awal musim peralihan II masih cukup besar pengaruh dari musim timur dimana terdapat suhu permukaan yang rendah di selatan Pulau Nusa Penida dan selatan Pulau Lombok. Pada Gambar 12 (1c) masih terdapat celah keluaran massa air diantara dua pulau tersebut. Untuk Gambar 12 (2a) dan (3a) menunjukkan percampuran massa air yang memiliki suhu permukaan laut yang berbeda dimana arus yang berasal
30
dari Arlindo dengan arus yang berasal dari Samudra Hinda sama kuatnya membawa kedua massa air tersebut. Pada Gambar 12 (2b) massa air dengan suhu permukaan laut yang sangat rendah yaitu 26o-27oC, luasannya semakin mengecil jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan pergerakan massa air itu sendiri dan juga akibat adanya percampuran massa air. Selanjutnya untuk konsentrasi klorofil-a pada musim ini cenderung menurun dibandingkan dengan musim lainnya karena pengaruh dari meningkatnya suhu permukaan laut.
1
SEP
b
c
a
2
OKT
3
NOV
a b
a Gambar 7. SPL dan Klorofil-a Selat Lombok Musim Peralihan II 2008
31
4.2.5 Visualisasi SPL dan Klorofil-a Musim Barat Akhir tahun 2008 Pada Gambar 13 menunjukkan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a pada musim barat akhir yaitu bulan Desember tahun 2008. Suhu permukaan laut dan klorofil-a dibedakan dengan warna dan kontur. Warna merupakan suhu permukaan laut, sedangkan kontur merupakan klorofil-a. Berdasarkan hasil visualisasi suhu permukaan laut pada bulan Desember berkisar 28o-31,12oC dengan rata-rata SPL 29,75oC. Untuk konsentrasi klorofil-a pada bulan Desember yaitu berkisar 0,056-0,675 mg m-3 dengan rata-rata klorofil-a yaitu 0,220 mg m-3 (Lampiran 1).
DES b
1
a
Gambar 8. SPL dan Klorofil-a Selat Lombok Musim Barat Akhir 2008 Hasil visualisasi menunjukkan pada musim barat akhir suhu permukaan laut sangat tinggi yaitu berkisar 28o-30,15oC. Hal ini disebabkan pada musim barat bumi bagian selatan sedang mengalami musim panas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nontji (1987) dimana pada saat musim barat bumi bagian utara mengalami musim dingin, sedangkan pada bumi bagian selatan musim panas. Pada Gambar 13 (1a) terlihat terjadinya percampuran antara dua massa air. Massa air dengan suhu permukaan laut lebih tinggi yaitu 29,6o-31,12oC yang berada di utara merupakan massa air dari Samudra Pasifik yang dibawa oleh Arlindo, sedangkan massa air dengan suhu permukaan laut yang lebih rendah yaitu 28o29,2oC berasal dari Samudra Hindia. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Fieux
32
et al. (1996) yang menyatakan bahwa Arlindo membawa massa air yang hangat yang berasal dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia dimana pertemuannya terjadi di keluaran Arlindo. Suhu permukaan laut pada daerah yang dekat dengan daratan yang memiliki suhu permukaan laut yang tinggi yaitu 28o-30oC akan tetapi konsentrasi klorofilnya juga tinggi yaitu 0,4-0,5 mg m-3 seperti pada Gambar 13 (1b). Hal ini dapat disebabkan karena pada daerah ini terdapat nutrien yang tinggi yang berasal dari sungai yang menyebabkan konsentrasi klorofil-a nya menjadi tinggi. 4.3 Arus Permukaan Laut Selat Lombok 4.3.1 Profil Arus Permukaan Musim Barat Awal Tahun 2008 Pada Gambar 14 berikut merupakan hasil pengolahan distribusi spasial arus permukaan laut pada musim barat Selat Lombok pada musim barat awal tahun 2008 yang diperoleh dari data citra satelit NOAA.
JAN
FEB
Gambar 9. Arus Permukaan Laut Selat Lombok Musim Barat Awal 2008 Gambar 14 menunjukkan arah pergerakan dan kecepatan arus di Selat Lombok selama musim barat yaitu bulan Januari-Februari. Berdasarkan hasil visualiasasi arus permukaan pada bulan Januari 0,139-0,444 ms-1 dan bulan Februari 0,025-0,344 ms-1. Arus terkuat berada pada bulan Januari, sedangkan untuk arus terlemah berada pada bulan Februari. Pada Gambar 14 terlihat bahwa
33
pada musim barat terlihat variasi arah pergerakan arus ditiap bulannya akan tetapi rata-rata pergerakan arusnya mengarah ke timur dan menguat disekitar Selatan. Hal mengindikasikan bahwa arus permukaan pada musim ini dipengaruhi oleh Arus Pantai Jawa (APJ), dimana arus tersebut mengalir sepanjang Pantai Jawa sampai ke Lombok sehingga arus inilah yang lebih terlihat dibandingkan dengan Arlindo di permukaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sprintall et al. (2003) bahwa arus Arlindo pada lapisan termoklin di Selat Lombok mengarah ke Selatan dengan kecepatan arus yang bervariasi. 4.3.2 Profil Arus Permukaan Musim Peralihan I Tahun 2008 Pada Gambar 15 menunjukkan arah pergerakan dan kecepatan arus di Selat Lombok selama musim peralihan I yaitu pada bulan Maret-Mei.
MAR
APR
MEI
Gambar 10. Arus Permukaan Laut Selat Lombok Musim Peralihan I 2008
34
Berdasarkan
hasil visualiasasi arus permukaan pada bulan -1
Maret
-1
kecepatan arus yaitu 0,064-0,260 ms , bulan April 0,203-0,388 ms , dan bulan Mei 0,330-0,812 ms-1. Arus terkuat berada pada bulan Mei, sedangkan untuk arus terkuat berada pada bulan Maret. Pada Gambar 15 terlihat bahwa pada musim peralihan I terlihat variasi arah pergerakan arus ditiap bulannya akan tetapi ratarata pergerakan arusnya mengarah ke timur dan menguat di sekitar utara. Hal tersebut dikarenakan pada arus permukaan mendapat pengaruh dari Arus Monsun Indonesia (Armondo) dimana arus tersebut mengalir dari Laut Cina Selatan masuk ke Selat Karimata kemudian melalui Pantai Utara Jawa sampai Laut Flores dan Laut Banda. Hal tersebut Sesuai dengan pernyataan Ilahude (1996) yang menyatakan bahwa Armondo mengalir dari Laut Cina masuk ke Jawa melalui Laut Natuna dan Selat Karimata yang kemudian menuju Laut Flores dan Laut Banda. Arlindo dipermukaan tidak terlihat dengan jelas karena pengaruhnya arus dipermukaan lebih didominasi oleh Arus Muson. Arus Arlindo lebih terlihat mengarah ke selatan pada lapisan termoklin menurut penelitian Sprintall et al. (2003). 4.3.3 Profil Arus Permukaan Musim Timur Tahun 2008 Pada Gambar 16 menunjukkan arah pergerakan dan kecepatan arus di Selat Lombok selama musim timur. Berdasarkan
hasil visualiasasi arus
permukaan pada bulan Juni kecepatan arus yaitu 0,496-0,946 ms-1, bulan Juli 0,540-1,181 ms-1, dan bulan Agustus 0,435-0,883 ms-1. Arus pada musim ini sangat kuat dimana arus terkuat berada pada bulan Juli, sedangkan untuk arus terlemah berada pada bulan Agustus. Pada Gambar 16 terlihat bahwa pada musim timur tidak terlihat variasi pergerakan arah arusnya. Pada musim ini pergerakan arus cenderung menuju tenggara. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh dari arus sakal khatulistiwa dimana arus tersebut mengalirkan arus menuju tenggara. Untuk Arlindo pada peta tidak terlihat, hal ini disebabkan Arlindo berada pada lapisan termoklin sehingga arus permukaan yang dipengaruhi oleh angin tidak menunjukkan arah dari Arlindo itu sendiri.
35
JUN
JUL
AGS
Gambar 11. Arus Permukaan Laut Selat Lombok Musim Timur 2008 4.3.4 Profil Arus Permukaan Musim Peralihan II Tahun 2008 Pada Gambar 17 menunjukkan arah pergerakan dan kecepatan arus di Selat Lombok selama musim peralihan II. Berdasarkan hasil visualiasasi arus permukaan pada bulan September kecepatan arus yaitu 0,325-0,734 ms-1, bulan Oktober 0,263-0,670 ms-1, dan bulan November 0,113-0,323 ms-1. Arus terkuat berada pada bulan September, sedangkan untuk arus terlemah berada pada bulan November. Pada Gambar 17 terlihat bahwa pada musim timur tidak terlihat variasi pergerakan arah arusnya. Pada musim ini pergerakan arus menuju tenggara
36
dan menguat disekitar selatan. Hal ini diduga mendapat pengaruh dari APJ dan arus sakal khatulistiwa sehingga arah arus yang mengarah ke tenggara di bagian selatan sangat kuat.
SEP
OKT
NOV
Gambar 12. Arus Permukaan Laut Selat Lombok Musim Peralihan II 2008 4.3.5 Profil Arus Permukaan Musim Barat Akhir Tahun 2008 Pada Gambar 18 berikut merupakan hasil pengolahan distribusi spasial arus permukaan laut pada musim barat Selat Lombok pada musim barat akhir tahun 2008 yang diperoleh dari data citra satelit NOAA. Gambar 18 menunjukkan arah pergerakan dan kecepatan arus di Selat Lombok selama musim barat yaitu bulan Desember. Berdasarkan
hasil visualiasasi arus permukaan pada
37
Berdasarkan hasil visualiasasi arus permukaan pada bulan Desember kecepatan arus yaitu 0,1048-0,2237 ms-1. Pada Gambar 18 terlihat bahwa pada musim barat terlihat pergerakan arah arus mengarah ke timur dan menguat disekitar Selatan. Hal mengindikasikan bahwa arus permukaan pada musim ini dipengaruhi oleh Arus Pantai Jawa (APJ), dimana arus tersebut mengalir sepanjang Pantai Jawa sampai ke Lombok sehingga arus inilah yang lebih terlihat dibandingkan dengan Arlindo di permukaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sprintall et al. (2003) bahwa arus Arlindo pada lapisan termoklin di Selat Lombok mengarah ke Selatan dengan kecepatan arus yang bervariasi.
DES
Gambar 13. Arus Permukaan Laut Selat Lombok Musim Barat Akhir 2008 4.4
Distribusi dan Daerah Migrasi Ikan Cakalang Indonesia merupakan salah satu tempat penyebaran dan daerah migrasi
dari ikan cakalang. Pada Gambar 19 menunjukkan distribusi dan pola migrasi ikan cakalang di Indonesia. Warna merah merupakan daerah distribusi ikan cakalang yang sudah pasti, warna putih merupakan daerah yang belum pasti terdapat ikan cakalang, dan untuk arah menunjukkan pola migrasi ikan cakalang. Berdasarkan peta tersebut Selat Lombok merupakan daerah penyebaran sekaligus daerah migrasi ikan cakalang di Indonesia dimana pola migrasi ikan cakalang tersebut hampir mengikuti pola migrasi tuna dunia dan arus Arlindo. Hal tersebut sesuai
38
dengan pernyataan Uktolseja et al. (1989) yang menyatakan bahwa penyebaran cakalang di perairan Indonesia meliputi Samudra Hindia (Sepanjang pantai utara dan timur Aceh, perairan Barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara), Perairan Indonesia bagian Timur (Laut Sulawesi, Maluku, Arafuru, Banda, Flores dan Selat Makassar) dan Samudra Pasifik (perairan Utara Irian Jaya).
Skipjack Migration
Study Location
a
Gambar 14. Distribusi dan Pola Migrasi Ikan Cakalang di Indonesia a) Lokasi Penelitian (Sumber : FAO (modifikasi)) 4.5
Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan Ikan Daerah tempat hidup ikan cakalang yang optimal tidak lepas dari suhu
disuatu perairan sehingga untuk mengatahui habitat, sebaran, serta pola migrasi yang sesuai dengan diperlukan hubungan antara suhu dengan hasil tangkapan ikan ini. Pada grafik (Gambar 20) dapat terlihat suhu rata-rata maksimum Selat Lombok berada pada bulan Januari dengan SPL 29,75oC, untuk SPL terendah berada pada bulan Agustus yaitu 27,28oC. Dilihat dari data hasil penangkapan menunjukkan bahwa ikan calakang lebih banyak berada pada sekitar bulan September-November dimana hasil tangkapan pada bulan tersebut sangat banyak. Untuk hasil tangkapan maksimum berada pada bulan Oktober yaitu sebesar 165.642 kg (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan ikan cakalang dapat ditangkap
39
sepanjang tahun, akan tetapi banyaknya hasil tangkapan berbeda tiap musimnya. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Nikijuluw (1986), yang menyatakan bahwa penangkapan cakalang dan tuna di perairan Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun dan hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan.
Gambar 15. Grafik Hubungan SPL dengan Hasil Tangkapan Ikan Cakalang Pada Gambar 20 bulan Januari-Desember terlihat variasi antara kedua parameter sehingga tidak menunjukkan kesamaan antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan cakalang. Akan tetapi, terlihat pada grafik (Gambar 20), untuk suhu permukaan laut yang hangat hasil tangkapan ikan cakalang meningkat sehingga diperkirakan ikan cakalang optimal hidup pada suhu perairan yang cukup hangat yaitu berkisar 27o-29oC. Dilihat dari hasil visualisasi SPL di Selat Lombok secara horizontal pada setiap bulannya suhu rata-ratanya berkisar 27o-29oC (Gambar 20). Untuk sebaran suhu secara vertikal di Selat Lombok, pada lapisan mix layer dengan kedalaman 0-100 m suhunya yaitu berkisar 26o-30oC dan pada lapisan termoklin dengan kedalaman 100-200 m suhunya antara 15o-25oC (Gambar 7). Maka jika dilihat
40
profil suhu di Selat Lombok baik secara horizontal dan spasial, ikan cakalang sangat cocok hidup dan dapat ditangkap di Selat Lombok dengan kedalaman 0200 m dan pada setiap bulannya menggunakan metode penangkapan yang berbeda juga. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Jones dan Silas (1962) menyatakan bahwa ikan cakalang hidup antara suhu 16o-30oC dimana suhu optimumnya yaitu 28oC. Selanjutnya jika dilihat dari peta distribusi dan pola migrasi ikan cakalang di Indonesia (Gambar 19), Selat Lombok merupakan daerah distribusi, penyebaran dan juga migrasi ikan cakalang dari Samudra Hindia sehingga daerah ini sesuai sebagai daerah penangkapan ikan cakalang. 4.6
Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan cakalang biasanya berada di daerah pertemuan
antara arus hangat dan arus dingin sehingga terjadi percampuran massa air mengakibatkan daerah tersebut cukup subur untuk ikan cakalang hidup dan mencari makan. Untuk melihat tingkat kesuburan suatu perairan yaitu dengan melihat konsentrasi klorofil-a disuatu wilayah.
Gambar 16. Grafik Hubungan SPL dengan Hasil Tangkapan Ikan Cakalang
41
Pada grafik (Gambar 21) dapat terlihat konsentrai klorofil-a maksimum Selat Lombok berada pada bulan Januari dengan rata-rata konsentrasi 0,315 mg m-3, untuk rata-rata konsentrasi klorofil-a terendah berada pada bulan Maret yaitu 0,202 mg m-3. Untuk hasil tangkapan maksium berada pada bulan Oktober yaitu sebesar 165.642 kg (Lampiran 2). Untuk lebih jelas dalam menganalisis hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan cakalang dapat dilihat melalui grafik hubungan. Gambar 21 merupakan grafik hubungan klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan cakalang selama setahun dari bulan Januari-Desember tahun 2008 di Selat Lombok. Pada Gambar 21 bulan Januari-Desember terlihat variasi antara kedua parameter sehingga tidak menunjukkan kesamaan antara klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan cakalang. Akan tetapi terlihat pada grafik adanya kenaikan hasil tangkapan berbanding lurus terhadap kenaikan konsentrasi klorofil-a pada bulan Mei-Juli. Hal ini dapat diidentifikasikan bahwa klorofil-a berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang di Selat Lombok dimana rata-rata konsentrasi klorofil-a yang optimum yaitu berkisar 0,21-0,26 mg m-3. Variasi ini diduga pada saat tersebut ikan cakalang sedang bemigrasi ataupun pada saat itu nelayan sedang tidak melaut.