81
Aktivitas yang diakomodasikan pada zona ini adalah jenis aktivitas pasif seperti pemeliharaan sungai, penelitian, pengenalan nama-nama tanaman dan dudukduduk serta belajar. Zona rehabilitasi semi intensif, akan dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau dan peruntukan pemukiman yang dapat berfungsi sebagai sabuk hijau sungai dan sekaligus yang mampu mengakomodir aktivitas masyarakat dalam bersosialisasi. Pada zona ini selain taman-taman umum, sarana pengolah limbah, peribadatan dan air PDAM dapat diakomodasikan pada zona ini. Zona rehabilitasi intensif akan dikembangkan sebagai ruang publik dan peruntukan pemukiman. Ruang publik dapat berupa taman lingkungan, taman siring dan pasar terapung. Hal ini dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dan untuk keberlangsungan aspek biofisik sungai pada kawasan. Permukiman dengan KDB sedang, pasar, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau dapat diakomodasikan pada zona ini. Pada zona ini dilakukan penataan sedemikian rupa termasuk di dalamnya penetapan arah orientasi rumah untuk menghadap ke sungai sehingga pemandangan alami sungai dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan konstruksi yang diwajibkan menggunakan konstruksi rumah panggung, penempatan lokasi pengelolaan limbah rumah tangga serta prasarana publik. Gambar 27 mengilustrasikan pengembangan konsep ruang.
Gambar 27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak
82
5.7.2.2. Konsep Sirkulasi Sirkulasi pada kawasan harus mampu menyatukan peruntukan lahan yang telah ditetapkan. Sistem sirkulasi ini dipisahkan menjadi 2 yaitu jalur darat (jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki) dan jalur air (jalur taxi air, perahu sampan). Sirkulasi darat dalam hal ini jalur pejalan kaki dapat melalui daerah hijau dan jembatan penyeberangan. Fasilitas jalur pedestrian ini harus berintegrasi dengan lokasi halte kendaraan umum atau dermaga. Sistem sirkulasi pejalan kaki ini juga termasuk penyediaan jalur yang dapat dilalui pemakai kursi roda. Untuk itu penyediaan struktur ramp sangat mendukung keberhasilan dalam sistem ini. Sirkulasi pedestrian berada pada sepanjang tepian sungai. Kedua jalur pedestrian akan terhubung dengan sebuah jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki dan bagi kendaraan bermotor. Jalur-jalur pedestrian ini akan terhubung dengan ruangruang publik seperti taman dan plaza sebagai destinasi masing-masing zona. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam berjalan akan ditempatkan fasilitas berupa shelter yang akan ditempatkan pada titik-titik tertentu. Jalur ini berfungsi untuk mengakomodir masyarakat dan pemerintah daerah dalam melakukan pemeliharaan terhadap sungai dan untuk menikmati keindahan sungai. Selain itu juga berguna sebagai jalan lingkungan bagi warga yang dapat memudahkan mereka dalam bersosialisasi. Jalur kendaraan bermotor mengikuti pola jalan yang sudah ada. Namun dibutuhkan alokasi area sebagai tempat parkir pada area tertentu (area yang menjadi pusat aktivitas) seperti pasar agar tidak menimbulkan kemacetan pada kawasan. Jembatan-jembatan yang dapat mengakomodasi kendaraan bermotor juga akan diimplementasikan di dalam rencana tapak. Hal ini bertujuan untuk menyediakan akses dan jalur sirkulasi manusia dan komoditas lain antar area dikedua sisi sungai. Diharapkan kondisi tersebut dapat mempermudah akses pendistribusian barang dalam kegiatan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat di tapak dapat merata. Struktur jembatan dibuat dengan menerapkan teknik eko-hidraulik dan dibuat dengan bentuk melengkung. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu sistem transportasi air yang akan dikembangkan dan tidak menurunkan kondisi biofisik pada kawasan.
83
Selain itu juga akan dikembangkan sirkulasi air yang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan user dalam menjangkau tempat-tempat tertentu yang tidak dapat dijangkau dengan menggunakan jalan darat. Tujuan lain yang ingin dicapai yaitu untuk menghidupkan aktivitas dan ekonomi di Sungai Kelayan. Untuk menghubungkan sirkulasi darat dan air akan dibuat beberapa darmaga di tapak. Pertimbangan dalam penempatan dermaga di titik-titik tertentu yaitu faktor intensitas aktivitas yang ada di tapak tersebut. Perlindungan bantaran sungai dengan teknik eko-hidraulik juga akan diterapkan untuk mencegah efek negatif dari sistem transportasi air ini. Efek negatif yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi sungai diantaranya, kerusakan struktur dasar sungai, kerusakan proteksi tebing sungai, peningkatan polusi air dan menurunnya kualitas dan kuantitas habitat sungai dan akibat selanjutnya adalah penurunan jumlah flora dan fauna sungai. Oleh karena itu teknik eko-hidraulik akan diimplementasikan dalam mengurangi efek negatif tersebut yakni dengan cara dikembangkan pelindung tebing dari vegetasi yang ditanam di sepanjang sungai. Gambar 28 mengilustrasikan pengembangan konsep sirkulasi.
Gambar 28. Ilustrasi Pengembangan Konsep Sirkulasi Pada Tapak
84
5.7.2.3. Konsep Vegetasi Konsep vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu vegetasi riparian (ecoton) dan vegetasi darat. Vegetasi riparian adalah vegetasi yang tumbuh di perbatasan antara air dan darat (bantaran sungai) sedangkan vegetasi darat ialah vegetasi yang tumbuh/ ditanam darat tepatnya di area terluar dari vegetasi riparian. Vegetasi riparian memiliki fungsi baik ditinjau secara ekologi maupun secara hidraulik. Secara hidraulik, vegetasi tebing sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai, baik dari gempuran arus air, dari energi mekanik hujan dan dari peresapan air ke pori-pori rekahan tebing sungai. Ranting dan cabang serta daun-daun tumbuhan di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan. Komponen vegetasi ini dapat meningkatkan turbulensi aliran hingga energi aliran dapat diredam. Vegetasi riparian dapat berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah aliran sekunder memanjang sungai. Fungsi hidraulik yang lain yakni bahwa perakaran vegetasi merupakan komponen stabilitas tebing sungai sekaligus sebagai barrier untuk mengurangi erosi samping sungai, baik erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari aliran permukaan di samping kanan dan kiri sungai (Maryono, 2008). Fungsi ekologi vegetasi riparian adalah sebagai berikut (Maryono, 2008): 1. Sebagai tempat hidup flora dan fauna sungai 2. Sebagai tempat penyelamatan diri fauna sungai ketika banjir 3. Sebagai komponen peneduh sungai sehingga membatasi perkembangan tumbuhan air, menjaga suhu air relatif rendah dan stabil, mengurangi laju penguapan air, serta membatasi kehilangan kandungan oksigen terlarut 4. Sebagai komponen penggembur sekaligus pengikat tanah tebing sungai 5. Sebagai pengikat zat hara dalam tanah sehingga mengurangi kehilangan zat hara tanah piggir sungai akibat pencucian 6. Sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna berupa daun, buah serta bagian tumbuhan yang telah tua dan jatuh ke perairan untuk kemudian membusuk. Jenis vegetasi riparian yang paling tepat adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman endemik kawasan. Tanaman endemik yang ada di sepanjang alur sungai dapat diidentifikasi dan dipilih yang paling sesuai untuk keperluan
85
lindungan tebing di tempat tersebut. Dalam hal ini, tidak semua vegetasi di pinggir sungai cocok untuk berbagai tempat. Karena jenis tanaman di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor tanah, dinamika aliran air, penyinaran matahari, serta temperatur dan iklim mikro lainnya. Pada umumnya vegetasi yang ada sangat spesifik untuk penggal sungai tertentu. Maka perlu dicaari jenis vegetasi yang cocok untuk daerah yang akan dilindungi. Pada pemilihan jenis vegetasi ini sangat perlu dipertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan (Familia Gramineae) dan kangkungkangkungan (Familia Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Sedangkan yang sifatnya getas (mudah patah) untuk kecepatan rendah. Pada vegetasi darat lebih ditekankan pada fungsi ekologis dan arsitektural. Pilihan jenis vegetasi memperhatikan kesesuaian vegetasi terhadap penggunaan dan kondisi lahan. Dalam hal ini pertimbangan lebih dominan pada fungsi arsitektural vegetasi. Gambar 29 mengilustrasikan pengembangan konsep vegetasi pada tapak dan Tabel 14 menunjukkan hubungan jenis vegetasi dengan fungsi.
Gambar 29. Ilustrasi Pengembangan Konsep Vegetasi Pada Tapak
86
Tabel 14. Matrik Hubungan Jenis Vegetasi dengan Fungsi No. 1.
2.
Fungsi Ekologi :
Habitat Satwa Konservasi tanah (Penguat tebing Sungai) Sumber makanan Filter air Arsitektural: Estetika Naungan Pembatas Pengarah Visual Pereduksi Bau
Jenis Vegetasi Riparian
Darat
√ √
√
√ √ √ √
√ √ √
√
5.7.2.5. Konsep Permukiman Kawasan Sungai Kelayan merupakan kawasan terpadat dari segi populasi penduduk di Kota Banjarmasin. Hal ini berimplikasi pada kebutuhan ruang untuk papan (pemukiman) bagi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat mengokupasi sempadan sungai untuk mendirikan rumah sehingga pada sempadan sungai pada saat ini sudah terpenuhi oleh pemukiman penduduk dengan KDB yang sangat tinggi. Pemukiman ini telah menjadikan sungai sebagai bagian belakang dari tata rumah masyarakat sehingga sungai menjadi sasaran untuk membuang sampah dan kotoran/limbah rumah tangga. Oleh karena itulah permukiman masyarakat yang berada di bantaran dan sempadan sungai ada yang direlokasi dan akan dilakukan penataan ulang. Rumah warga yang dipertahankan yaitu yang memenuhi kriteria sebagai rumah ekologis (Tabel 15). Peremajaan harus dilakukan agar kondisi biofisik kawasan meningkat dan ekosistem di dalamnya terjaga. Tipe pemukiman ini akan diintroduksikan ke dalam zona rehabilitasi semi intensif dan zona rehabilitasi intensif. Perubahan atau penambahan arah orientasi rumah yang mewajibkan rumah menghadap ke sungai juga akan dilakukan sehingga sungai bukan lagi menjadi bagian belakang (backyard) rumah penduduk. Dalam penerapannya yang menjadi dasar penataan pola pemukiman adalah Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Tepi Air (Dirjen Cipta Karya, 2000),
87
Tabel 15. Kriteria Penilaian Kondisi Bangunan Data Pola Pemukiman
Faktor Keaslian Orientasi
Kriteria Linear mengikuti sungai Menghadap sungai dan jalan
Arsitektur bangunan dan struktur
Arsitektur bangunan
Tradisional Rumah panggung Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak mencemari lingkungan maupun membutuhkan energi yang berlebihan Kayu ulin
Bahan bangunan Fasilitas
Kondisi fasilitas yang tersedia
Tersedia dengan kondisi baik Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau
Sumber: Mac Kinnon dalam Dara ( 2010)
Permukiman di kawasan tepian Sungai Kelayan merupakan permukiman tradisional dengan ciri khas arsitektural rumah panggung. Gaya arsitektur ini merupakan karakter lokal yang dapat mendukung waterfront city di Kota Banjarmasin. Pembuangan limbah secara langsung ke sungai dari rumah-rumah yang berada di tepi sungai pada kawasan ini menyebabkan pencemaran air sungai. Oleh karena itu, perlu adanya sistem sanitasi yang akan diintroduksikan ke dalam tapak untuk menyaring atau memfilter limbah tersebut agar tidak mencemari sungai. Salah satu cara yang efektif adalah pembuatan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) dengan sistem septictank komunal. Septictank komunal adalah bak penampungan yang dibuat untuk menampung limbah domestik dari 10-100 rumah atau lebih dengan sistem perpipaan. Limbah ini di tampung ke dalam bak penampungan kotoran yang kedap air. Gambaran mengenai sistem sanitasi komunal ini dapat dilihat pada Gambar 30.
88
1
1
1 2
Keterangan: 1. Saluran Pipa 2. Bak Penampung
Gambar 30. Gambar Ringkasan Sistem Septictank Komunal Sumber: Rhomaidhi, 2008
5.8. Perencanaan Lanskap Rencana lanskap Sungai Kelayan sebagai upaya revitalisasi sugai melalui pendekatan
biofisik
adalah
hasil
akhir perencanaan yang merupakan 1 penggabungan dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi dan rencana aktivitas serta fasilitas. Rencana lanskap ini menyajikan lokasi objek di kawasan perencanaan beserta fasilitas pendukungnya. Perencanaan dalam bentuk gambar (landscape plan) dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 32,34 dan 36 menunjukkan Gambar Rencana Detail pada Tapak. Gambar 33,35 dan 37 mengilustrasikan Tampak Potongan pada masing-masing Gambar Rencana Detail.
89
31
90
90
32
91
A
A’ Gambar 33. Tampak Potongan A-A’ 91
92
92
34
93
B’
B Gambar 35. Tampak Potongan B-B’
93
94
94
36
95
C
C’ Gambar 37. Tampak Potongan C-C’ 95
96
5.8.1. Rencana Ruang Zona rehabilitasi non intensif adalah zona yang berfungsi sebagai pengaman daerah sungai. Luas zona ini pada tapak adalah ± 1,74 Ha, luas ini mendekati 16% dari luas total tapak. Zona rehabilitasi intensif adalah zona yang berfungsi sebagai areal yang mengakomodasikan kegiatan manusia namun tetap memperhatikan aspek biofisik kawasan sehingga tidak menimbulkan efek negatif pada tapak. Luas zona rehabilitasi intensif pada tapak adalah 5,49 Ha, luas ini mendekati 51% dari luas tapak Sedangkan zona rehabilitasi semi intensif adalah areal peralihan (transisi) antara zona rehabilitasi non intensif dan zona rehabilitasi intensif. Luas zona rehabilitasi semi intensif pada tapak adalah 3,57 Ha, luas ini mendekati 33% dari luas tapak. Pembagian mengakomodasikan
zona
berdasarkan
penggunaan
lahan
analisis berdasarkan
dan
sintesis
RDTRK
akan
Kecamatan
Banjarmasin Selatan 2007 yakni peruntukan sabuk hijau sungai pada kawasan pemukiman. Pada zona rehabilitasi non intensif, penggunaan lahan yang diakomodasikan adalah ruang terbuka hijau (sabuk hijau sungai), pada zona rehabilitasi semi intensif penggunaan lahan yang akan diakomodasikan adalah pemukiman, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau, sedangkan pada zona rehabilitasi intensif adalah pemukiman, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau. Pembagian zona berdasarkan rehabilitasi lahan dan rencana penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Pembagian Penggunaan Lahan pada masing-masing Zonasi pada Tapak No. Zonasi
1.
Zona Rehabilitasi Intensif
2.
Zona Rehabilitasi Semi Intensif
3.
Zona Rehabilitasi Non Intensif
Tata Guna Lahan Pemukiman Fasilitas Umum Ruang Terbuka Hijau Pemukiman Fasilitas Umum Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau
Persentase Penggunaan Lahan 51% 33% 16%
97
Pada Tabel 17. dapat dilihat pembagian masing-masing zona berdasarkan rehabilitasi lahan dan rencana tata guna lahan. Selain memperhatikan kondisi tapak, pembagian zona ini juga mengacu pada peraturan pemerintah yang disesuaikan dengan perencanaan kawasan sempadan sungai pada kawasan pemukiman dalam hal ini Dinas Tata Kota Kota Banjarmasin dan Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan Di Kawasan Tepi Air (Dirjen Cipta Karya, 2000) yang menyebutkan bahwa luasan maksimum bangunan yang berada di sempadan sungai maksimal adalah 25%. Namun pada studi ini mengingat budaya masyarakat setempat yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan sungai maka penyediaan lahan untuk ruang terbangun akan ditambah yakni sebesar 60% (sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 yang menyatakan bahwa suatu wilayah seharusnya memiliki perbandingan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau sebesar 60 : 40). Berdasarkan hal tersebut maka ditentukan luasan daerah terbangun di tapak yang digunakan untuk pemukiman sebesar 45% dan penggunaan untuk fasilitas umum sebesar 15% sedangkan luas ruang terbuka hijau adalah sisanya dari luas total tapak. Ruang terbuka hijau meliputi jalur hijau tepi sungai, jalur hijau tepi jalan dan taman-taman umum di tepian sungai. Fasilitas-fasilitas umum yang diakomodasikan pada tapak harus mendukung daerah pusat kota yang akan dikembangkan. Pada Tabel 18 dapat dilihat masing-masing zona pada keadaan awal dan hasil perencanaan. Pemukiman. Kawasan ini menempati urutan terbesar pada tapak, yaitu sebesar 45%. Pada kawasan ini dibagi menjadi dua zona, yaitu zona rehabilitasi intensif dan zona rehabilitasi semi intensif yang mengakomodasikan pemukiman penduduk dan kegiatan-kegiatan user di kawasan. Tabel 17. Pembagian Zona pada Tapak Penggunaan Lahan Pemukiman Fasilitas Umum RTH Jumlah
Zona Rehabilitasi Intensif 30,0 10,0 11,0 51,0
Area (%) Zona Rehabilitasi Semi Intensif 15,0 5,0 13,0 33,0
Zona Rehabilitasi Non Intensif 0 0 16,0 16,0
Jumlah 45,0 15,0 40,0 100,0
98
Tabel 18. Perubahan Luasan Zona Sebelum dan Sesudah Perencanaan Area (%) Penggunaan Lahan Awal Perencanaan Pemukiman 69,6 45,0 Fasilitas Umum 14,4 15,0 RTH 15,9 40,0 Jumlah 100,0 100,0 Fasilitas Umum. Fasilitas umum di kawasan perencanaan mengalami kenaikan secara persentase pada saat sebelum dan sesudah dilakukan perencanaan yakni dari 14,4% menjadi 15,0%. Fasilitas umum yang akan diakomodasikan pada tapak adalah fasilitas yang menunjang penggunaan lahan di tapak yaitu fasilitas umum yang harus ada di kawasan pemukiman. Ruang Terbuka Hijau. Ruang terbuka hijau mendapat persentase yang besar di tapak yakni 40,0%. Persentase yang besar ini disebabkan karena tapak berada di jalur sungai yang harus dikonservasi dan harus dijadikan ruang terbuka hijau. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi biofisik kawasan. Ruang terbuka hijau di tapak terdapat di semua zona, baik zona rehabilitasi intensif, zona rehabilitasi semi intensif dan zona rehabilitasi non intensif. Distribusi ruang terbuka hijau pada masing-masing zona di tapak dapat dilihat pada Tabel 17.
5.8.2. Rencana Sirkulasi Jalur sirkulasi adalah jalur yang digunakan untuk lalu lintas baik kendaraan maupun manusia. Jalur sirkulasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari jalur sirkulasi darat dan air. Jalur sirkulasi yang baik adalah jalur sirkulasi yang memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk berjalan dengan aman. Sirkulasi manusia sebaiknya dipisahkan dengan kendaraan. Di sepanjang jalan sebaiknya disediakan saluran drainase, tempat pembuangan sampah, lampu penerangan dan jalur hijau. Jalur sirkulasi darat dalam hal ini jalur pejalan kaki dapat melalui daerah hijau, jembatan penyeberangan atau melalui bangunan (pergola). Fasilitas jalur pedestrian ini harus berintegrasi dengan lokasi halte kendaraan umum atau dermaga. Adapun lebar jalur pedestrian minimal 2,40 m dan harus menerus, ataupun berujung pada berbagai fasilitas untuk publik. Sistem sirkulasi pejalan
99
kaki ini juga termasuk penyediaan jalur yang dapat dilalui pemakai kursi roda. Untuk itu penyediaan struktur ramp sangat mendukung keberhasilan dalam sistem ini. Sirkulasi pedestrian berada pada sepanjang tepian sungai. Kedua jalur pedestrian akan terhubung dengan sebuah jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki dan bagi kendaraan bermotor. Jalur-jalur pedestrian ini akan terhubung dengan ruang-ruang publik seperti taman dan plaza sebagai destinasi masingmasing zona. Fasilitas penunjang pada sirkulasi ini seperti shelter (rest area) sebagai area peristirahatan sementara pada beberapa titik dan fasilitas lainnya seperti darmaga. Letak shelter direncanakan setiap 200-300 m, hal ini disesuaikan dengan jarak lelah manusia dalam berjalan kaki. Jalur kendaraan bermotor direncanakan mengikuti pola jalan yang sudah ada. Namun dibutuhkan alokasi area sebagai tempat parkir pada area tertentu (area yang menjadi pusat aktivitas) seperti pasar agar tidak menimbulkan kemacetan pada kawasan. Jembatan-jembatan yang dapat mengakomodasi kendaraan bermotor juga akan diimplementasikan di dalam tapak. Hal ini bertujuan untuk menyediakan akses dan jalur sirkulasi manusia dan komoditas lain antar area di kedua sisi sungai. Diharapkan kondisi tersebut dapat mempermudah akses pendistribusian barang dalam kegiatan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat di tapak dapat merata. Struktur jembatan dibuat dengan menerapkan teknik eko-hidraulik dan dibuat dengan bentuk melengkung. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu sistem transportasi air yang akan dikembangkan dan tidak menurunkan kondisi biofisik pada kawasan. Selain jalur sirkulasi di atas, di tapak juga perlu diakomodasikan jalur sirkulasi untuk kendaraan pemelihara sungai yang dinamakan jalan inspeksi tepi sungai. Jalan tepi sungai ini dapat dimanfaatkan pula oleh penduduk sebagai sarana untuk beraktivitas (jogging, jalan-jalan, sightseeing). Selain itu juga akan dikembangkan sirkulasi air yang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan user dalam menjangkau tempat-tempat tertentu yang tidak dapat dijangkau dengan menggunakan jalan darat. Tujuan lain yang ingin dicapai yaitu untuk menghidupkan aktivitas dan ekonomi di Sungai Kelayan. Untuk menghubungkan sirkulasi darat dan air akan dibuat beberapa darmaga di tapak. Pertimbangan dalam penempatan dermaga di titik-titik tertentu yaitu faktor
100
intensitas aktivitas yang ada di tapak tersebut. Perlindungan bantaran sungai dengan teknik eko-hidraulik juga akan diterapkan untuk mencegah efek negatif dari sistem transportasi air ini. Efek negatif yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi sungai diantaranya, kerusakan struktur dasar sungai, kerusakan proteksi tebing sungai, peningkatan polusi air dan menurunnya kualitas dan kuantitas habitat sungai dan akibat selanjutnya adalah penurunan jumlah flora dan fauna sungai. Oleh karena itu teknik eko-hidraulik akan diimplementasikan dalam mengurangi efek negatif tersebut yakni dengan cara dikembangkan pelindung tebing dari vegetasi yang ditanam di sepanjang sungai (Gambar 38).
Gambar 38. Ilustrasi Rencana Sirkulasi pada Tapak
5.8.3. Rencana Vegetasi Rencana Vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu vegetasi riparian dan vegetasi darat. Vegetasi riparian adalah vegetasi yang tumbuh di perbatasan antara air dan darat sedangkan vegetasi darat ialah vegetasi yang tumbuh/ ditanam darat tepatnya di area terluar dari vegetasi riparian. Vegetasi riparian lebih difungsikan pada perlindungan tebing dan sumber nutrie bagi satwa perairan. Jenis vegetasi riparian yang paling tepat adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman endemik kawasan. Tanaman endemik yang ada di sepanjang alur sungai dapat diidentifikasi dan dipilih yang paling sesuai untuk keperluan lindungan tebing di tempat tersebut. Dalam hal ini, tidak semua vegetasi di pinggir sungai cocok untuk berbagai tempat. Karena jenis tanaman di
101
suatu tempat dipengaruhi oleh faktor tanah, dinamika aliran air, penyinaran matahari, serta temperatur dan iklim mikro lainnya. Pada umumnya vegetasi yang ada sangat spesifik untuk penggal sungai tertentu. Maka perlu dicari jenis vegetasi yang cocok untuk daerah yang akan dilindungi. Pada pemilihan jenis vegetasi ini sangat perlu dipertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan (Familia Gramineae) dan kangkungkangkungan (Familia Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Sedangkan yang sifatnya getas (mudah patah) untuk kecepatan rendah. Pada penanaman vegetasi tersebut, sangat diperlukan perlindungan awal sampai vegetasi tersebut tumbuh dan berakar kuat sebelum terkena banjir atau arus yang relatif kuat. Dengan demikian akan sangat baik jika ditanam pada pertengahan musim kemarau atau akhir musim penghujan. Sehingga pada musim penghujan berikutnya tanaman sudah kuat menahan energi aliran air (Maryono, 2008). Berdasarkan hasil studi yang dilakukannya Budinetro dalam (Maryono, 2008), terdapat tiga usulan jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia tang bisa digunakan, yaitu Vetiveria zizanioides (rumput vetiver atau rumput akar wangi), Ipomoea carnea (karangkungan) dan bambu. Rumpur vetiver adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tahan kekeringan dan tahan genangan air, serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 m), sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara denga tanaman lain. Sifat yang menguntungkan lainnya adalah umurnya panjang dan dapat bertahan selama puluhan tahun. Jenis vetiver yang diintroduksi ke Indonesia adalah yang tidak menghasilkan biji dan tidak mempunyai stolon yang dapat menghasilkan tanaman baru. Daun vetiver relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan. Akarnya yang kuat akan mengikat tanah disekitarnya. Satu jalur vetiver sepanjang kontur akan berfungsi mengikat tanah serta menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air, sehingga dapat terbentuk bangku terasering stabil. Ipomoea carnea disebut juga karangkungan atau kangkung londo atau lompong-lompongan, termasuk Familia Convolvulaceae (golongan kangkung