BAB I PENDAHULUAN
1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, perusahaan publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Perusahaan publik tersebut dapat melakukan penawaran umum kepada masyarakat. Perusahaan yang melakukan penawaran umum selanjutnya disebut emiten. Emiten memberikan penawaran umum yaitu Efek berupa surat berharga, surat pengakuan utang, surat berharga komersial, dan sebagainya. Penawaran umum bertujuan agar perusahaan mendapatkan tambahan modal baru dari masyarakat atau investor (UU No.8 Tahun 1995). Penawaran umum dilakukan di bursa efek oleh perusahaan yang telah mendaftar kepada Pengawas Pasar Modal. Bursa efek utama di Indonesia yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan data Annual Report BEI, terjadi peningkatan dari tahun ke tahun jumlah perusahaan yang tercatat di BEI. 600 500 400 300 200 100 0 Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Gambar 1.1 Jumlah Perusahaan Listing di BEI Tahun 2010-2014 Sumber: Annual Report BEI 2014
1
Terdapat hubungan timbal-balik antara perusahaan dan investor. Perusahaan dijalankan oleh organ perusahaan yang disebut direksi. Dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan, direksi yang merupakan bagian dari tim manajemen perusahaan membutuhkan modal yang dapat berasal dari masyarakat atau investor. Sehingga, manajemen memiliki kewajiban untuk memberikan informasi berupa laporan kinerja keuangan yang wajar kepada investor. Sedangkan investor melakukan pendelegasian pengambilan keputusan bisnis kepada direksi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan untuk mengawasi agar investor mendapatkan informasi yang wajar dan terbuka terkait kinerja emiten. Namun kenyataan di lapangan, setiap tahun OJK harus memberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, pembekuan izin hingga pencabutan izin usaha. Sanksi administratif diberikan kepada emiten yang melakukan pelanggaran ketentuan pasar modal. Berdasarkan data dalam Annual Report OJK 2014, OJK telah memberikan 64 sanksi peringatan tertulis, 716 sanksi denda, empat sanksi pembekuan izin, dan tiga sanksi pencabutan izin kepada para pelaku di Industri Pasar Modal. Data tersebut menunjukkan masih banyak perusahaan yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku sehingga praktik kecurangan laporan keuangan atau fraudulent financial statement masih banyak terjadi. Berdasarkan kondisi ini, maka peneliti memilih objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014. Data perusahaan yang menjadi objek penelitian didapatkan dari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan yang dapat diperoleh melalui situs Bursa Efek Indonesia, situs Indonesian Capital Market Electronic Library, dan situs resmi masing-masing perusahaan. 1.2. Latar Belakang Penelitian Sebuah siklus selalu memiliki tujuan akhir yaitu menghasilkan sebuah produk. Begitupun dengan siklus akuntansi yang bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan. Laporan tersebut memberikan informasi mengenai kegiatan bisnis perusahaan berupa informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, serta arus
2
kas perusahaan dalam kurun waktu tertentu yang berguna bagi pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi (Rachmawati dan Marsono, 2014). Laporan keuangan akan berfungsi dengan baik jika disajikan sesuai dengan unsur kualitatifnya, yaitu: mudah dipahami, andal, dapat dibandingkan (comparable), dan relevan. Pengguna laporan keuangan diantaranya investor, karyawan, pemasok, kreditur usaha, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat (Sihombing dan Rahardjo, 2014). Perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya membutuhkan dana. Dana tersebut dapat berasal dari masyarakat umum melalui mekanisme penawaran umum di bursa. Perusahaan yang melakukan penawaran umum di bursa hanyalah perusahaan yang pernyataan pendaftarannya telah efektif kepada badan pengawas pasar modal yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pasal 70. Saat menerbitkan laporan keuangannya, banyak perusahaan berusaha untuk menggambarkan kondisi perusahaan dalam keadaan yang baik dengan tujuan agar pengguna laporan keuangan menilai kinerja perusahaan dalam kurun waktu tersebut juga berjalan baik. Seringkali praktik kecurangan laporan keuangan atau fraudulent financial statement dilakukan agar laporan keuangan memberikan informasi sesuai dengan keinginan manajemen perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan informasi yang disajikan menjadi bias karena tidak berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Tindakan ini merupakan salah satu bentuk tindakan kecurangan atau fraud (Rachmawati dan Marsono, 2014). Kecurangan atau fraud adalah perbuatan yang disengaja oleh satu orang atau lebih dalam tim manajemen, pengawas, karyawan, pihak ketiga dengan cara menipu untuk memperoleh keuntungan tidak halal (melawan hukum). Pelaku fraud berupaya menyembunyikan perbuatannya. Fraud dilakukan dengan sengaja dan ada unsur niat jahat serta penipuan (Tuanakotta, 2015:195). Menurut artikel yang dirilis situs www.finance.detik.com, selama satu dekade terakhir, fraudulent financial statement masih banyak terjadi. Diantaranya adalah kasus American International Group (2005), Lehman Brothers (2008), Satyam
3
(2009), Toshiba Corp. (2015). Selain itu, di Indonesia kasus PT KAI (2005), PT Indofarma Global Medika (2006), PT Garam Persero (2012) serta Bank Mandiri Syariah (2014) merupakan contoh fraudulent financial statement. Berdasarkan International Standards on Auditing 240 yang digunakan sebagai standar audit yang berlaku secara International, terdapat beberapa faktor pemicu terjadinya fraudulent financial statement, yaitu: tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
Menurut
Skousen
et.
al
(2009),
Cressey
(1953)
telah
memperkenalkan ketiga faktor risiko tersebut dengan istilah segitiga kecurangan (fraud triangle). Menurut Tunggal (2014:15), tekanan adalah kondisi umum bagi perusahaan untuk melakukan fraudulent financial statement. Contohnya adalah penurunan laba yang mungkin dapat mengancam kemampuan perusahaan untuk memperoleh dana pembiayaan atau untuk memenuhi prakiraan atau tolak ukur para analisis seperti laba tahun sebelumnya. Kasus Toshiba Corp. (2015) dapat menjadi salah satu contoh kasus fraudulent financial statement yang dipengaruhi oleh fraud triangle. Berdasarkan berita yang dirilis
oleh
laman
www.bloomberg.com
(2015),
Toshiba
Corp.
telah
melebihsajikan (overstated) laba sejumlah US$1.22 Miliar sejak tahun 2008. Kasus ini diketahui publik saat Toshib Corp. merilis pernyataan melalui situs resmi perusahaan http://www.toshiba.co.jp/ pada tanggal 13 Mei 2015. Pernyataan tersebut mengenai keputusan Toshiba Corp. untuk menarik proyeksi bisnis dan menyatakan adanya masalah dalam laporan keuangan yang lalu. Dampak dari kasus ini berdasarkan berita yang dirilis laman www.finance.detik.com (2015) adalah rusaknya kepercayaan investor terhadap Toshiba Corp. sehingga menyebabkan turunnya harga saham Toshiba hingga 16,55% karena banyaknya investor yang melepas atau menjual saham Toshiba Corp. yang mereka miliki. Alasan terjadinya kecurangan ini dikutip dari www.nippon.com (2015) dijelaskan dalam laporan hasil investigasi yang dilakukan oleh komite independen Financial Services Agency (FSA) sebagai badan pengawas keuangan Jepang. Laporan tersebut menjelaskan bahwa fraudulent financial statement yang dilakukan Toshiba Corp. disebabkan presiden perusahaan Toshiba Corp. Hisao Tanaka
4
ditekan untuk mampu mengembalikan laba setelah krisis ekonomi dunia sebagai dampak bangkrutnya Lehman Brothers pada tahun 2008.
Harga Saham Toshiba (Yen) 600 500
483.3
481.6
403.3
400
400.7
300 200 100 0 7 Mei 2015
8 Mei 2015
11 Mei 2015
12 Mei 2015
Sumber: situs resmi Toshiba Corp. http://www.toshiba.co.jp/ Gambar 1.2 Grafik Harga Saham Toshiba Mei 2015 (dalam Yen) Faktor tekanan menjadi faktor yang cukup penting menjadi pemicu terjadinya fraudulent financial statement. Tekanan tersebut dapat muncul dari dalam diri sendiri ataupun berasal dari keadaan lingkungan pekerjaan (Tunggal, 2014:4). Faktor tekanan ini dapat diukur salah satunya menggunakan indikator perubahan aset. Total aset dapat menggambarkan kondisi perusahaan. Semakin besar aset, maka perusahaan semakin terlihat stabil. Skousen et. al (2009) menyatakan bahwa manajemen dapat melakukan fraudulent financial statement untuk menyajikan keadaan perusahaan yang stabil. Hasil penelitian Skousen et. al (2009) menunjukkan bahwa perubahan aset memiliki hubungan yang signifikan terhadap fraudulent financial statement. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Manurung dan Hadian (2013) yang membuktikan bahwa perubahan aset berpengaruh pada fraudulent financial statement. Selain itu, faktor tekanan juga dapat diukur menggunakan indikator perbandingan total hutang terhadap total aset (LEV). Skousen et. al (2009) menyatakan bahwa manajer akan merasa tertekan sebagai hasil dari kebutuhan untuk mendapatkan hutang atau ekuitas pendanaan agar tetap kompetitif dan dana 5
tersebut digunakan untuk riset dan pengembangan usaha. Menurut Hery (2015:167), rasio ini digunakan untuk mengukur berapa banyak aset perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Hasil penelitian Lou dan Wang (2009) membuktikan bahwa perbandingan total hutang terhadap total aset (LEV) berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement. Namun hasil berbeda didapatkan oleh Rachmawati dan Marsono (2014) yang membuktikan bahwa perbandingan total hutang terhadap total aset (LEV) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement. Selanjutnya, faktor tekanan dapat diukur menggunakan indikator lain, yaitu Return on Assets (ROA). Indikator ini mengukur perbandingan antara laba yang dihasilkan perusahaan dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Menurut Hery (2015:226), indikator ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktivitas operasional bisnisnya. Skousen et. al (2009) memberikan hasil penelitian bahwa ROA berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Martantya dan Daljono (2013) yang membuktikan bahwa ROA berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Hasil berbeda didapatkan oleh Rachmawati dan Marsono (2014) yang membuktikan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Faktor tekanan cenderung mendorong perusahaan untuk melakukan fraudulent financial statement. Perusahaan berkeinginan memberikan gambaran kinerja dan keadaan perusahaan yang baik kepada pengguna laporan keuangan. Gambaran yang baik ini bertujuan untuk meningkatkan citra perusahaan di mata para penggguna laporan keuangan. Faktor
risiko
selanjutnya
adalah
kesempatan.
Berita
yang
dirilis
www.fortune.com (2015) menyebutkan bahwa kasus Toshiba Corp. melibatkan kerjasama antar dewan manajemen yaitu Kepala Eksekutif (Chief Executive) sekaligus presiden Toshiba Corp. Hisao Tanaka, Wakil Pimpinan Perusahaan Norio Sashaki, dan Penasihat Perusahaan Atsutoshi Nishida. Ketiga pihak ini melakukan kerjasama untuk melakukan fraudulent financial statement dengan cara melebihsajikan (overstated) laba dengan total US$1.22 billion sejak tahun
6
2008. Ketiga pihak ini seharusnya melakukan pengawasan satu sama lain agar laporan keuangan yang disajikan kepada investor memiliki kualifikasi wajar dan relevan. Dampak dari kasus ini adalah mundurnya ketiga pihak tersebut dari posisi manajemen Toshiba Corp. Menurut International Standard on Auditing 240, kesempatan terjadinya kecurangan disebabkan adanya kekurangan dalam pengendalian (control) yang menjadi kondisi paling berpengaruh memicu fraudulent financial statement. Menurut Tunggal (2014: 15), banyak kasus fraudulent financial statement disebabkan oleh tidak efektifnya pengawasan komite dan dewan direktur atas pelaporan keuangan. Faktor kesempatan dapat diukur dengan menggunakan indikator rasio jumlah komisaris independen yang dimiliki perusahaan. Indikator ini telah diuji oleh Manurung dan Hadian (2013) yang membuktikan bahwa jumlah anggota komisaris independen berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Namun hasil ini tidak sejalan dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014) yang membuktikan bahwa jumlah anggota komisaris independen tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemem dibantu oleh beberapa komite. Salah satunya adalah komite audit. Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor 643/BL/2012, komite audit dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Bantuan tersebut dapat berupa pandangan dan nasihat di bidang akuntansi dan kepatuhan. Sehingga, faktor kesempatan dapat diukur menggunakan indikator lain yaitu keberadaan ahli keuangan dalam jajaran komite audit perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan Kartika dan Sudarno (2014) membuktikan bahwa keberadaan ahli keuangan dalam jajaran komite audit perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement. Hasil berbeda diperoleh oleh Skousen et al. (2009) yang membuktikan keberadaan ahli keuangan dalam jajaran komite audit perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement.
7
Adanya pengawasan yang dilakukan komisaris independen dan komite audit seharusnya dapat mengurangi terjadinya fraudulent financial statement. Komisaris independen dan komite audit merupakan pihak independen yang tidak memiliki hubungan kerja ataupun kekeluargaan dengan perusahaan atau manajemen. Sehingga dapat membantu dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen secara independen. Faktor
risiko
terakhir
adalah
rasionalisasi.
Berita
pada
laman
www.nippon.com (2015), menjelaskan bahwa presiden Toshiba Corp. mendorong dengan kuat divisi-divisi dalam perusahaan untuk mencapai target laba yang telah ditetapkan. Target laba tersebut sangat tidak realistis. Budaya perusahaan tidak memungkinkan bagi pegawai untuk menentang keputusan manajemen. Saat target tersebut sulit untuk dicapai, mereka akhirnya melakukan kecurangan dengan cara penundaan pengakuan kerugian. Selain itu, Financial Services Agency (FSA) sebagai badan pengawas keuangan Jepang melalu situs resmi http://www.fsa.go.jp/ yang dirilis pada tanggal 22 Desember 2015 memberikan sanksi administratif kepada auditor eksternal Toshiba Corp. yaitu Ernst & Young ShinNihon LLC beruap larangan untuk menerima perikatan baru selama 3 (tiga) bulan sejak 1 Januari 2016 hingaa 31 Maret 2016. Sanksi ini dikarenakan kelalaian Ernst & Young ShinNihon LLC terhadap laporan keuangan Toshiba Corp. tahun 2009, 2011, dan 2012 (untuk tahun yang berakhir 31 Maret 2010, 2012, dan 2013). Kelalaian yang dimaksud adalah laporan keuangan tersebut mengandung salah saji material, namun Ernst & Young ShinNihon
LLC
menganggap laporan keuangan
tersebut
tidak
mengandung salah saji material. Sebagaimana dikemukakan oleh Tunggal (2014:15), rasionalisasi terkait adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membenarkan manajemen atau pegawai untuk dengan sengaja melakukan tindakan tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi atau membenarkan dilakukannya tindakan yang tidak jujur. Selain itu, kebiasaan manajemen untuk memberikan peramalan yang tidak realistis dapat menjadi pemicu fraudulent financial statement. Pendapat ini sejalan
8
dengan penjelasan mengenai rasionalisasi dalam International Standards on Auditing 240 yang menyatakan bahwa rasionalisasi adalah refleksi etika dari anggota dewan, manajemen, atau karyawan yang mengijinkan mereka untuk melakukan fraudulent financial statement. Rasionalisasi merupakan perilaku pembenaran dari manajeman mengenai tindakan kecurangan yang telah dilakukan. Lou dan Wang (2009) mengutip pendapat Sorenson et al. (1983), bahwa pergantian auditor eksternal dilakukan klien untuk meminimalkan kemungkinan terdeteksinya fraudulent financial statement yang telah dilakukan. Penelitian Rachmawati dan Martono (2014) menguji hubungan pergantian auditor eksternal dengan fraudulent financial statement. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pergantian auditor eksternal berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Namun hasil berbeda didapatkan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014) yang membuktikan bahwa pergantian auditor eksternal tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Pembenaran terhadap tindakan fraudulent financial statement dapat meningkatkan jumlah kasus fraudulent financial statement. Pembenaran tersebut dapat berupa usaha menutup-nutupi kecurangan dan pembenaran manajemen terhadap praktik kecurangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan agency theory. Teori ini membahas hubungan antara investor sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Selain itu, hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masih terdapat hasil yang tidak konsisten mengenai hubungan fraud triangle berupa faktor tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Berdasarakan hasil penelitian-penelitian tersebut dan fenomena yang terjadi di masayarakat, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Fraudulent Financial Statement dalam Perspektif Fraud Triangle (Studi pada Perusahaan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2014).
9
1.3. Perumusan Masalah Fraudulent financial statement terjadi dikarenakan manajemen ingin menampilkan keadaan perusahaan yang terbaik. Namun, informasi yang diberikan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Hal ini mengakibatkan pada informasi yang diberikan pada investor menjadi tidak valid. Para pihak regulator telah membuat dan memperbarui aturan untuk menekan jumlah kasus fraudulent financial statement. Namun, celah untuk bertindak curang masih saja ada. Fraudulent financial statement sering dilakukan oleh manajemen perusahaan baik secara individu atau hasil kerjasama dengan pihak lain. Banyak faktor yang menjadi penyebab tindak fraudulent financial statement. Faktor tersebut antara lain tekanan, kesempatan dan peluang atau yang diistilahkan dengan fraud triangle. Beberapa penelitian terdahulu telah menguji hubungan antara fraud triangle dengan fraudulent financial statement. Hasil berbeda-beda didapatkan dari setiap penelitian. Hal ini disebabkan oleh penggunaan indikator yang berbeda-beda dan objek penelitian yang berbeda pula. Di Indonesia, banyak penelitian masih dilakukan menggunakan data kecurangan dari Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) yang saat ini perannya sudah diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
Sehingga
hasil
penelitian
tedahulu
belum
mampu
menggambarkan pengaruh faktor fraud triangle terhadap kondisi yang terjadi di Indonesia beberapa tahun terkahir. 1.4. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana pengukuran faktor tekanan, kesempatan dan rasionalisasi pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014? 2. Bagaimana pengaruh secara parsial faktor tekanan terhadap fraudulent financial statement? 3. Bagaimana pengaruh secara parsial faktor kesempatan terhadap fraudulent financial statement?
10
4. Bagaimana pengaruh secara parsial faktor rasionalisasi terhadap fraudulent financial statement? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui pengukuran faktor tekanan, kesempatan dan rasionalisasi pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014. 2. Menganalisis pengaruh secara parsial faktor tekanan terhadap fraudulent financial statement. 3. Menganalisis pengaruh secara parsial faktor kesempatan terhadap fraudulent financial statement. 4. Menganalisis pengaruh secara parsial faktor rasionalisasi terhadap fraudulent financial statement. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1. Aspek Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pengaruh faktor tekanan, kesempatan dan rasionalisasi terhadap fraudulent financial statement pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian mengenai fraudulent fianncial statement dalam perspektif fraud triangle. 1.6.2. Aspek Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu investor mengetahui pengaruh faktor tekanan, kesempatan dan rasionalisasi terhadap fraudulent financial statement. b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan memahami pengaruh faktor tekanan, kesempatan dan rasionalisasi terhadap fraudulent financial statement.
11
1.7. Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1. Variabel Penelitian ini menggunakan fraudulent financial statement sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh beberapa faktor determinan. Faktor determinan dalam hal ini variabel independen yang mungkin mempengaruhi tindakan fraudulent financial statement yaitu faktor tekanan yang diukur menggunakan indikator perubahan aset (ACHANGE), total hutang terhadap total aset (LEV), laba setelah pajak terhadap total aset (ROA); faktor kesempatan yang diukur menggunakan indikator jumlah dewan komisaris independen (IND) dan anggota dewan komisaris yang memiliki keahlian di bidang keuangan (EXPERT); serta faktor rasionalisasi yang diukur menggunakan indikator pergantian auditor eksternal dalam dua tahun sebelum terjadinya kecurangan (AUDCHANGE) . 1.7.2. Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terkena sanksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2010-2014. 1.7.3. Waktu dan periode penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2016. Periode penelitian ini adalah tahun 2010-2014 dengan menggunakan data perusahaan publik yang tercatat di BEI. 1.8. Sistematika Penulisan Tugas Akhir Untuk mempermudah dalam memberikan arahan dan gambaran materi yang terkandung dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti menyusun sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan gambaran umum dari objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah yang didasarkan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian secara teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan landasan teori yang akan digunakan sebagai acuan dasar bagi penelitian, khususnya mengenai faktor fraud triangle, yaitu: tekanan, kesempatan dan rasionalisasi beserta indikator yang digunakan unuk mengukur pengaruh masing-masing faktor terhadap pendeteksian fraudulent financial statement pada perusahaan yang tercatat di BEI periode 2010-2014. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, tinjauan umum mengenai variabel dalam penelitian, pengembangan kerangka pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, serta hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian dan pedoman untuk pengujian data. BAB III METODELOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat menjawab atau menjelaskan masalah penelitian yang meliputi uraian tentang karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan dan sumber data, serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas deskripsi hasil penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan lalu dianalisis, serta dikaitkan dengan landasan teoritis yang relevan sehingga menghasilkan kesimpulan yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan atau pengembangan teori bagi peneliti selanjutnya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian. Selain itu, disajikan saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi para peneliti selanjutnya.
13
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
14