BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit Islam Surakarta dihadapkan pada kondisi bisnis yang sangat kompetitif dimana banyak berdiri rumah sakit baru disekitarnya. Service of excellent meliputi pelayanan yang profesional, harga yang kompetitif, sarana dan prasarana yang memadai inilah yang seringkali ditawarkan oleh pihak rumah sakit. Tantangan ini harus disikapi oleh manajemen dengan cepat dan tepat supaya dapat tetap bertahan dan berkembang. Rumah Sakit Islam Surakarta merupakan rumah sakit swasta di Jawa Tengah yang berdiri sejak 31 tahun yang lalu. Identifikasi masalahnya adalah: 1.
Belum pernah dilakukan audit energi listrik.
2.
Regulasi internal berupa kebijakan dan Standar Prosedur Operasional belum lengkap, belum dipahami dan belum dilaksanakan secara menyeluruh.
3.
Perilaku dari pengguna gedung belum hemat energi dan belum sadar biaya.
4.
Belum menggunakan teknologi hemat energi dan tidak ada standarisasi peralatan.
5.
Tim logistik barang belum bekerja optimal. Penelitian yang dilakukan saat ini merupakan waktu yang tepat karena: 1)
mulai diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional sejak 1 Januari 2014 membawa dampak bagi RS Islam Surakarta, perubahan sistim pembayaran dari fee for service ke managed care memberikan konsekuensi perlunya reformasi terutama untuk rumah sakit swasta yang harus memikirkan gaji pegawai dan investasi; 2) kecenderungan biaya energi yang semakin meningkat, sesuai Peraturan Menteri ESDM RI No. 30 Tahun 2012 tentang Tarif Tenaga Listrik, menetapkan kenaikan secara bertahap per 3 bulan pada tahun 2013.
Gambar 1. Kenaikan Tarif Dasar Listrik Tahun 2013 (KESDM, 2012)
Gambar 2. Biaya Tagihan Listrik Tahun 2012 dan Tahun 2013 (RSIS, 2013)
Biaya listrik di RS Islam Surakarta sebesar Rp. 1,8 milyar/tahun, 1,55% dari biaya operasional, meningkat 0,21% dibandingkan tahun 2012 (RSIS, 2013). Sudah menjadi bahan percakapan sehari–hari dikalangan publik bahwa berobat ke rumah sakit biayanya mahal, faktor moral hazzard menjadi salah satu penyebab tingginya biaya pelayanan kesehatan yang dikenal dengan high cost economic. Pemborosan di rumah sakit terkadang tidak disadari bahkan sudah melekat dan menjadi hal yang terkesan tidak dipatuhi oleh sebagian karyawan rumah sakit (Subanegara, 2010). Pemborosan terjadi bukan hanya pada moment of truth tertentu akan tetapi menyeluruh pada semua lini, dari perencanaan, penggunaan, dari penerapan prosedur, dari input, process, output, outcome dan impact. Oleh karena itu, dalam strategi penerapan efisiensi juga diperlukan perubahan paradigma sadar biaya bagi seluruh karyawan rumah sakit (Subanegara, 2010). 2
Salah satu upaya menghadapi pemborosan adalah dengan melakukan efisiensi. Efisien berarti menggunakan energi seminimal mungkin untuk menghasilkan output yang maksimal dan menekan / mengendalikan biaya agar bisa meraih profit yang pada akhirnya masyarakat pengguna tidak terbebani pembiayaan yang tinggi. Sedangkan rasional berarti menggunakan energi secara tepat guna, sesuai dengan kebutuhan (Subanegara, 2010). Efisiensi belum menjadi persoalan utama bagi manajemen rumah sakit. Sektor kesehatan memprioritaskan kesehatan manusia dan pasien, tempat kerja, keamanan dan kesehatan lingkungan sebagai misi sebuah institusi kesehatan yang berfokus pada penyembuhan dan pelayanan (Houghton et al, 2009). Seperti halnya dalam penilaian Akreditasi Baru Versi 2012, keselamatan pasien menjadi indikator atau standar utama penilaian (Kemenkes, 2011). Penerapan efisiensi energi masih dijumpai kendala antara lain: 1) belum dilakukan
audit
energi
sehingga
potensi
penghematan
energi
belum
terindentifikasi dengan benar dan efisiensi energi dilakukan berdasarkan perkiraan saja (KESDM, 2012); 2) besarnya investasi, yang pada akhirnya sering menimbulkan anggapan bahwa proyek ini adalah cost center. Hal ini disebabkan pihak manajemen hanya berfokus pada jumlah uang yang harus dikeluarkan sebagai investasi awal, belum menyadari bahwa program efisiensi energi mampu mengembalikan investasi dalam periode tertentu (Elyza et al, 2005). Program audit energi ini harus mendapat dukungan dari pihak manajemen (Turner, 2005). Manajemen mempunyai tugas pokok dalam perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating / directing), pengawasan (controlling), agar sarana yang ditetapkan dapat dicapai (Terry, 2009). Artinya, pihak manajemen harus memahami dengan jelas konsep analisis cost–benefit dari program ini. Target penghematan yang akan dicapai dituangkan dalam suatu rencana aksi bersama (European Commision, 2000). Hal lain yang menjadi faktor keberhasilan kegiatan konservasi energi adalah pemilihan teknologi yang tepat serta kreatifitas untuk membuat disain / modifikasi sistim menjadi lebih efektif dan menghemat energi. Menurut sebuah studi 2009 dari McKinsey & Company penggantian peralatan tua adalah salah satu 3
langkah yang paling efisien, didukung dengan Sumber Daya Manusia dan ketersediaan Standar Prosedur Operasional. Pada penelitian ini fokus pada penggunaan AC dan Lampu karena: 1) belum menggunakan teknologi hemat energi; 2) masih memungkinkan untuk dilakukan pengontrolan pemakaian; 3) tidak termasuk kategori peralatan vital yang tidak dapat di substitusi seperti halnya peralatan medis.
B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalahnya adalah bagaimana penggunaan energi untuk AC dan Lampu di RS Islam Surakarta?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Mengevaluasi penggunaan energi AC dan Lampu di RS Islam Surakarta.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui nilai Intensitas Konsumsi Energi yang selanjutnya dapat dicari cara untuk meningkatkan efisiensi tanpa mengurangi produktivitas dan kenyamanan.
b.
Mengidentifikasi faktor–faktor yang berperan dalam pemborosan.
D. Manfaat Penelitian 1.
Mengetahui profil penggunaan AC dan Lampu di RS Islam Surakarta.
2.
Meningkatkan efisiensi penggunaan listrik.
3.
Diharapkan dapat memberikan wacana efisiensi energi listrik pada sektor rumah sakit secara khusus dan industri setara pada umumnya.
E. Keaslian Penelitian Ricky Salpanio (2007) meneliti tingkat efisiensi penggunaan energi listrik pada gedung kampus UNDIP dengan menghitung Intensitas Konsumsi Energi (IKE), kemudian mencari alternatif untuk penghematannya. Dari hasil perhitungan, IKE masih tergolong efisien dengan peluang penghematan pada tata 4
cahaya dengan menata ulang instalasi penerangan, letak lampu dan pemilihan lampu hemat energi sedangkan pada tata udara dengan perawatan dan pemeliharaan secara rutin. Bayu Landini (2008) meneliti peluang hemat energi di gedung Radiologi RS dr. Adhyatma, MPH Semarang. Diterapkan teknologi Inverter, mengganti refrigeran R-22, penggantian lampu TL eksisting dan ballast magnetik. Potensi penghematan sebesar 6.273,37 kWh/bulan dengan biaya investasi Rp. 79.012.500 dan waktu kembali dalam jangka waktu 16,39 bulan. Untuk sistim pencahayaan berpotensi menghemat energi listrik sebesar 351,42 kWh/bulan dengan biaya investasi Rp. 9.880.800 dan waktu kembali dalam jangka waktu 33,52 bulan. Achmad Marzuki (2012) mengevaluasi penggunaan energi di Gedung Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Pontianak dalam upaya kebijakan efisiensi energi dengan subjek kajian adalah peralatan dan perilaku. Intensitas Konsumsi Energi tergolong cukup efisien, analisa penghematan lainnya dengan solusi menggunakan LED dan AC jenis Inverter. Energi yang dapat dihemat dari LED sebesar 1.538 kWh/bulan sehingga biaya yang dapat dihemat adalah
1.246.557
Rp/bulan
sedangkan
untuk
AC
Inverter
potensi
penghematannya sebesar 13.083.536 Rp/bulan. Dari penelitian diatas yang membedakan dengan penelitian kami adalah menggunakan konsep PDCA dari aspek managerial dan technical dalam manajemen pengelolaan energi.
5