5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rantai Pasok Rantai pasokan atau rantai pengadaan adalah sistem yang dilalui organisasi bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa ke pelanggan. Mata rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan, yang mempunyai tujuan sama yaitu seefektif dan seefisien mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang atau jasa tersebut (Indrajit, 2002). Konsep rantai pasokan merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik sebagai persoalan internal masing-masing perusahaan dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara internal di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang dari bahan dasar sampai bahan jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang (Indrajit, 2002). Gambar 1 menunjukkan aliran yang terjadi pada rantai pasokan. Informasi Penjadwalan Pemasok
Konsumen
Arus Kas
Persediaan
Arus Pesanan Arus Kredit Arus Bahan Baku
Pemasok Persediaan
Perusahaan Manufaktur
Konsumen Persediaan
Pemasok Persediaan Distributor
Konsumen
Gambar 1. Aliran rantai pasokan (Heizer dan Render, 2006)
Menurut Chopra dkk. (2001), tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan. Rantai suplai yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut. Dalam sebuah rantai pasokan, jaringan
6
perusahaan-perusahaan secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Strategi rantai pasokan adalah kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang rantai pasokan yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang ada pada rantai pasokan tersebut (Pujawan 2005). Strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai, untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka rantai pasokan harus bisa menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu, dan bervariasi. 2.2. Manajemen Rantai Pasokan Manajemen rantai pasokan adalah sebuah sistem untuk membuat suatu produk dan menyampaikannya kepada konsumen dari sudut struktural (Kalakota, dalam Irghandi, 2008). Menurut Irghandi (2008) munculnya manajemen rantai pasokan dilatar belakangi oleh 2 (dua) hal pokok, yaitu: 1. Praktik manajemen logistik tradisional pada era modern ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak dapat menciptakan keunggulan kompetitif 2. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat dengan persaingan yang semakin ketat. Kuatnya sebuah rantai pasokan tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya. Sebuah pabrik yang sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila pemasoknya tidak mampu memenuhi pengiriman tepat waktu (Pujawan, 2005). Menurut Jebarus dalam Yusman (2009), manajemen rantai pasokan merupakan pengembangan lebih lanjut dari manajemen distribusi produk untuk memenuhi permintaan konsumen. Konsep ini menekankan pada pola terpadu yang menyangkut proses aliran produk dari pemasok, manufaktur, retailer hingga kepada konsumen. Menurut Kalakota dalam Irghandi (2008), manajemen rantai pasokan merupakan koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai pasokan bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai, yaitu:
7
x Arus bahan melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen
melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan. x Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan
status pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material mentah. x Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal
pembayaran dalam penetapan kepemilikandan pengiriman. Menurut Turban, Rainer dan Porter (2004), terdapat 3 (tiga) macam komponen rantai pasokan, yaitu: a. Bagian Hulu Rantai Pasokan Bagian hulu rantai pasokan meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (dapat berupa manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-tier). Hubungan pada penyalur dapat diperluas menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan kebutuhan dan semua jalur asal material. Contohnya langsung dari pertambangan, perkebunan dan lain-lain. Pada bagian hulu rantai pasokan, pengadaan merupakan aktivitas yang mendapat prioritas utama. b. Bagian Internal Rantai Pasokan Bagian internal rantai pasokan meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur menjadi produk perusahaan itu. Pada bagian internal rantai pasokan, perhatian utama difokuskan pada manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan. c. Bagian Hilir Rantai Pasokan Bagian hilir rantai pasok meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Pada bagian hilir rantai pasokan, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan pelayanan purna jual. Menurut Pujawan (2005) pada suatu rantai pasokan biasanya ada 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir
8
dari hulu ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu (upstream). Yang ketiga adalaran aliran informasi yang terjadi dari hulu kehilir maupun sebaliknya. Rantai pasok adalah sistem yang terdiri dari pemasok, produsen, transportasi, distributor dan ritel yang ada untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Gambar 2 menunjukkan rancangan manajemen rantai pasokan dari pemasok awal sampai konsumen akhir. Kelompok 2 Pemasok
Kelompok 1 Pemasok
Kelompok 1 Konsumen
1 2
P E M A S O K
P e m a s o k
A W A L
Kelompok 2 Konsumen
Kelompok 3 Konsumen Akhir
1 1
1
2 n
n 1
K O N S U M E N
1 2
2
n
n
1 2
3
3
1
n 1
n 2 n n
n
1
1
n
n
K o n s u m e n
A K H I R
Keterangan: Hubungan pengelolaan
Inti perusahaan
Hubungan monitoring
Anggota inti perusahaan
Tidak ada hubungan
Bukan anggota inti perusahaan
Bukan Anggota
Gambar 2. Rancangan manajemen rantai pasokan dari pemasok awal sampai konsumen akhir (Lambert, Cooper dan Pagh, 1998)
9
2.2.1 Prinsip Dasar Manajemen Rantai Pasokan Manajemen rantai pasokan adalah pengelolaan informasi, barang dan jasa mulai dari pemasok paling ideal sampai ke konsumen paling akhir dengan menggunakan pendekatan sistem yang terintegrasi dengan tujuan yang sama. Berdasarkan hal tersebut, Said (2006) menyatakan bahwa prinsip dasar manajemen rantai pasokan meliputi 5 (lima) hal yaitu: 1. Prinsip integrasi artinya semua elemen yang terlibat dalam rangkaian manajemen rantai pasokan berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari adanya saling ketergantungan. 2. Prinsip jejaring artinya semua elemen berada dalam hubungan kerja yang selaras. 3. Prinsip ujung ke ujung artinya proses operasinya mencakup elemen pemasok yang paling hulu sampai ke konsumen yang paling hilir. 4. Prinsip saling tergantung artinya setiap elemen dalam manajemen rantai pasokan menyadari bahwa untuk mencapai manfaat bersaing diperlukan kerja sama yang saling menguntungkan. 5. Prinsip komunikasi artinya keakuratan data menjadi darah dalam jaringan
untuk menjadi ketepatan informasi dan material. 2.2.2 Tujuan Strategis Pada Manajemen Rantai Pasokan Tujuan utama manajemen rantai pasokan adalah untuk memenuhi permintaan pelanggan melalui penggunaan sumber daya yang paling efisien, termasuk kapasitas distribusi, persediaan, dan sumber daya manusia. Beberapa perusahaan memilih untuk mengalihdayakan manajemen rantai pasokan mereka dengan bekerja sama dengan penyedia jasa logistik pihak ketiga (Poluha dalam Hatani, 2008). Menurut Jebarus dalam Yusman (2009), manajemen rantai pasokan menerapkan sebuah pola yang memungkinkan ada interaksi yang harmonis dan selaras antara pihak perusahaan dan pemasok sehingga manajemen logistiknya tidak lagi bersifat adversarial. Pemilihan pemasok dilakukan dengan tujuan mendapatkan jaminan akan ketersediaan barang yang bisa mendukung kelangsungan produksi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dan kemampuan perusahaan, sehingga perlu upaya kedua belah pihak untuk mencapai
10
komitmen menjadi mata rantai yang saling berkoordinasi untuk menyalurkan seluruh kebutuhan bahan sesuai yang dibutuhkan. 2.3. Kriteria Pemilihan Pemasok Pemilihan pemasok merupakan kegiatan strategis, terutama apabila pemasok tersebut akan memasok bahan baku yang akan digunakan dalam kegiatan produksi. Kriteria pemilihan merupakan salah satu hal penting dalam pemilihan pemasok (Pujawan, 2005) Menurut Pujawan (2005), secara umum banyak permintaan yang menggunakan kriteria-kriteria dasar seperti kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu pengiriman. Bagaimanapun juga, seringkali pemilihan pemasok membutuhkan berbagai kriteria lain yang dianggap penting oleh perusahaan. Tabel 1 menunjukkan kriteria pemilihan atau evaluasi pemasok yang bisa digunakan untuk memilih pemasok. Tabel 1. Kriteria pemilihan atau evaluasi pemasok No Kriteria 1 Kualitas 2 Pengiriman 3 Sejarah kinerja 4 Garansi dan kebijakan tuntutan 5 Harga 6 Kemampuan teknis 7 Posisi keuangan 8 Prosedur komplain 9 Sistem komunikasi 10 Reputasi dan posisi di dunia industri 11 Keinginan untuk berbisnis 12 Manajemen dan organisasi 13 Kontrol operasi 14 Perbaikan layanan 15 Sikap 16 Kesan 17 Kemampuan pengemasan 18 Catatan terkait dengan tenaga kerja 19 Lokasi geografis 20 Jumlah usaha di masa lalu 21 Bantuan pelatihan 22 Perencanaan timbal balik Sumber: Dickson dalam Pujawan (2005)
Nilai 3,5 3,4 3,0 2,8 2,8 2,8 2,5 2,5 2,5 2,4 2,4 2,3 2,2 2,2 2,1 2,1 2,0 2,0 1,9 1,6 1,5 0,6
11
Setelah kriteria ditetapkan dan beberapa kandidat pemasok diperoleh, maka perusahaan harus melakukan pemilihan. Perusahaan akan memilih satu atau beberapa dari alternatif yang ada melalui perengkingan. Perengkingan dilakukan untuk memnentukan mana pemasok yang akan dipilih atau mana yang akan dijadikan sebagai pemasok utama dan mana yang akan dijadikan pemasok cadangan (Pujawan 2005). Pemilihan pemasok dalam manajemen ratai pasokan menjadi pemting sebagai akibat adanya kompetisi antara rantai pasokan pada perusahaan. Trend menunjukkan bahwa konsumen menginginkan harga yang lebih murah, produk yang berkualitas tinggi, pengiriman yang tepat waktu serta pelayanan purna jual yang lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan melakukan pemilihan pemasok (Vani, 2007). Evaluasi pemasok dilakukan apabila bahan baku yang sama dapat diperoleh lebih dari satu pemasok (Gaspersz dalam Irghandi 2008). Menurut Chopra dkk (2006), perusahaan dapat memilih pemasok berdasarkan beberapa mekanisme yaitu penawaran kompetetif, sistem lelang, atau negosiasi langsung. Mekanisme yang digunakan harus tetap menekankan pada biaya total yang dikeluarkan oleh pemasok dan tidak hanya pada harga penjualannya. Sebelum memilih pemasok, perusahaan harus memutuskan akan menggunakan pemasok tunggal atau banyak pemasok sebagai sumber dari produk. Pemasok tunggal hanya melayani pemesanan produk yang spesifik. Sedangkan
banyak
pemasok
dapat
meningkatkan
persaingan
dan
ada
kemungkinan produk gagal untuk dikirim. Trend globalisasi menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang berskala besar telah menghubungkan rantai pasokan di hulu ke hilir untuk mengefisienkan biaya. Kerjasama dengan sedikit pemasok dapat meningkatkan kualitas dengan menggunakan sumber pasokan yang berbiaya rendah (Chopra dkk, 2006).
12
2.4. Proses Hirarki Analitik Proses hirarki analitik (PHA) adalah sebuah teknik pengambilan keputusan, dimana dilakukan penstrukturan persoalan, penentuan alternatif-alternatif, penetapan nilai kemungkinan untuk variabel, dan penetapan nilai yang semuanya bertujuan untuk mendapatkan alternatif terbaik . Teknik PHA menyediakan prosedur yang sudah teruji efektif dalam mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan yang kompleks. Teknik ini juga menyediakan prosedur untuk memeriksa kekonsistenan dalam penilaian sehingga mengurangi bias dalam pengambilan keputusan (Firdaus dan Farid, 2008). PHA telah digunakan secara luas karena memiliki tiga fungsi utama, yaitu: 1.
Structuring Complexity PHA membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang komplek dengan menyusunnya menjadi hirarki yang lebih terstruktur.
2.
Measurement on a Ratio Scale Setiap elemen-elemen yang ada dalam hirarki memiliki prioritas yang diukur menggunakan rasio skala prioritas.
3.
Synthesis Dalam membuat keputusan atas masalah dengan berbagai elemen pembentuknya, PHA dapat mengkombinasikannya. PHA adalah salah satu model pengambilan keputusan yang berusaha
menutupi semua kekurangan dari model-model berikutnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah kedalam kelompok-kelompoknya dan kemudian diatur menjadi satu bentuk hirarki. Model PHA adalah suatu model pengambilan keputusan komprehensif, artinya memperhitungkan hal-hal kuantitatif dan kualitatif sekaligus. Menurut Permadi (1992), keunggulan dan kelemahan PHA dibandingkan dengan metode pengambilan keputusan pengambilan keputusan yang lain sebagai berikut:
13
a. Keunggulan Memiliki sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Sedangkan model sebelumnya hanya menggunakan input yang kuantitatif atau berasal dari data sekunder. Suatu
model
pengambilan
keputusan
yang
komprehensif,
memperhitungkan hal-hal kuantitatif dan kualitatif. Mampu memcahkan masalah yang multi objectives dan multi criterias. Kebanyakan model yang sudah ada hanya memakai single objectives dengan multi criteria. b. Kelemahan Ketergantungan PHA kepada input berupa persepsi seseorang yang expert akan membuat hasil akhir dari model ini menjadi tidak ada artinya apabila pakar memberikan penilaian yang keliru. Bentuk struktur hirarkinya sangat sederhana. Bagi para pengambil keputusan yang terbiasa dengan model PHA yang terlihat sederhana bukan model yang sesuai untuk pengambilan keputusan. 2.4.1 Hirarki Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarkis dan akhirnya melakukan penilaian atas elemen-elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan apa yang akan diambil. Bentuk hirarki ada yang linear atau non linear. Bentuk hirarki yang linear atau satu arah misalnya elemen terpenting atau yang paling utama terletak paling atas, elemen yang kurang penting di bawahnya dan yang paling tidak penting terletak paling bawah. Elemen-elemen pada level teratas akan mempengaruhi elemen-elemen dibawahnya dan seterusnya sampai level terakhir. Selain bentuk linear ada juga bentuk hirarki non linear dimana hubungannya lebih dari satu arah. Pada jenis hirarki ini dapat diketahui dengan pasti, mana elemen-elemen terpenting mana yang kurang penting atau dimana level satu, level dua, dan level terakhir. Pada bentuk ini, alternatif keputusan yang akan diambil tidak cukup dengan melihat hanya satu level saja seperti level
14
terakhir pada hirarki linear, melainkan harus melihat semua level atau keseluruhan hirarki (Permadi, 1992). Secara umum, hirarki dapat dibagi menjadi dua jenis (Saaty, 1991): Hirarki Struktural Dalam hirarki ini, masalah yang kompleks diuraikan menjadi komponenkomponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat strukturalnya. Misalnya membagi-bagi objek menjadi sejumlah gugusan, sub gugusan, dan gugusan yang lebih kecil lagi. Hirarki fungsional Hirarki fungsional menguraikan masalah yang kompleks menjadi elemenelemen pokoknya menurut hubungan esensial mereka. Setiap perangkat elemen dalam hirarki fungsional menduduki satu tingkat hirarki. Tingkat puncak disebut fokus, terdiri atas satu elemen yaitu sasaran keseluruhan yang sifatnya luas. Tingkat-tingkat berikutnya masing-masing dapat memiliki beberapa elemen. Gambar 3 merupakan contoh struktur hirarki fungsional (Permadi 1992)
Utimate Goal
Kriteria
Kriteria
Kriteria
Sub Kriteria
Sub Kriteria
Sub Kriteria
Alternatif
Alternatif
Alternatif
Gambar 3. Struktur hirarki fungsional (Permadi, 1992)
15
2.5. Penelitian Terdahulu Studi tentang analisis pemilihan pemasok dilakukan oleh Suryani (2010). Peneliti melakukan analisis pemilihan pemasok brokoli pada PT XYZ dengan menggunakan proses hirarki analitik. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menganalisis kondisi rantai pasokan PT XYZ, dan metode hirarki analitik untuk memilih pemasok, kriteria, dan subkriteria yang dipertimbangkan PT XYZ dalam memilih pemasok. Responden untuk kuesioner identifikasi rantai pasokan adalah Direktur Utama PT XYZ. Sedangkan untuk responden kuesioner PHA adalah Direktur Utama, Manajer Kebun, dan Supervisor Panen dan Pascapanen. Metode pengambilan sampel tersebut menggunakan metode pengambilan sampel non acak yaitu judgement sampling. Bungsu (2010), melakukan penelitian mengenai Kajian kriteria pemasok Buah-buahan dengan Proses Hirarki Analitis (Studi kasus Divisi Produce, Giant Hypermarket Botani Square Bogor). Penelitian inibertujuan untuk (1) Menganalisa proses pengadaan dan pengendalian buah-buahn dan pengendalian di Giant
Hypermarket
Botani
Square
khususnya
Divisi
Produce,
(2)
Mengidentifikasikan kriteria yang diprioritaskan Giant dalam memilih pemasok buah-buahan, (3) Menyusun struktur hirarki dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Giant dengan Proses Hirarki Analitis. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa proses pengadaan buah-buahan di Giant Hypermarket Botani Square diawali dengan perencanaan pembelian yang dilakukan oleh Divisi Produce. Tahap selanjutnya yaitu memeriksa kualitas buahbuahan. Apabila ada cacat, maka dikembalikan ke pemasok. Selanjutnya buahbuahan yang diterima sebagian disimpan kegudang dan sebagian lagi diletakkan dikeranjang. Struktur Hirarki dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Giant dengan PHA terdiri atas kriteria (kualitas, biaya operasional, lead time, kemitraan dan sistem pembayaran), sub kriteria dan alternatif (pemasok A, B, C, dan D). Alternatif pemasok yang diprioritaskan Giant dalam pengadaan dan pengendalian buah-buahan yaitu pemasok D (0,488) yang memiliki beberapa kriteria yaitu buah-buahan yang dipasok merupakan buah-buahan yang berkualitas, mudah bernegosiasi dalam hal biaya operasional, tepat waktu, dan
16
sesuai pesanan, menjaga kemitraan, dan bersedia untuk dibayar dalam jangka 28 hari setelah penerimaan buah-buahan di Giant.