Kesalahan-Kesalahan Yang Mungkin Terjadi Saat Pengalihan Atau Konversi Suatu Sistem Lama Ke Sistem Baru Dan Cara-Cara Pengkonversian Sistem Dengan Berbagai Asumsi Agar Tidak Terjadi Kesalahan
a. Kesalahan-Kesalahan Yang Mungkin Terjadi Saat Pengalihan Atau Konversi Suatu Sistem Lama Ke Sistem Baru Menurut O’Brien (2005), tujuan dari banyak perusahaan saat ini adalah untuk memaksimalkan nilai pelanggan dan bisnis perusahaan dengan menggunakan teknologi
informasi
untuk
mendukung
para
pegawai
mereka
dalam
mengeimplementasikan proses bisnis kooperatif dengan para pelanggan, pemasok, dan pihak lainnya. Oleh karena itu, keberhasilan sistem informasi tidak seharusnya hanya diukur melalui efisiensi dalam hal meminimalkan waktu, biaya, dan penggunaan sumber daya informasi. Keberhasilan juga harus diukur dari efektivitas teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis organisasi, memungkinkan proses bisnisnya, meningkatkan struktur organisasi dan budaya, serta meningkatkan nilai pelanggan dan bisnis perusahaan. Saat ini, implementasi sistem informasi baru bagi banyak organisasi sering melibatkan penggantian software, database, dan sistem yang lama. Salah satu aktivitas implementasi yang paling penting yang dibutuhkan ketika meng-install software baru disebut konversi data. Misalnya, penginstalan paket software yang baru dapat memerlukan konversi elemen data di database yang dipengaruhi oleh aplikasi yang baru ke dalam format data yang baru. Aktivitas konversi data lainnya yang biasanya dibutuhkan mencakup koreksi data yang tidak tepat, penyaringan data yang tidak diinginkan, konsolidasi data dari beberapa database, dan pengaturan data ke dalam format data yang baru, seperti database, datamart, dan gudang data. proses konversi data yang baik merupakan hal yang penting karena data yang diformat atau disusun dengan tidak tepat sering dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama dari kegagalan dalam implementasi sistem baru (O’Brien, 2005). Sudono (2010) melaporkan bahwa dalam berbagai survei yang telah dilakukan, terdapat rata-rata 70% angka kegagalan proyek TI. Standish Group menyatakan hanya 10% perusahaan yang berhasil menerapkan ERP, 35% proyek dibatalkan dan 55% mengalami keterlambatan. Meta Group menyatakan 55%-75% proyek CRM 1
gagal. CRM Forum menyatakan lebih dari 50% proyek CRM di Amerika Serikat, dan lebih dari 85% di Eropa dianggap gagal. Gartner Group menyatakan bahwa 75% proyek TI di Amerika Serikat gagal. Di Indonesia pada tahun 2003 majalah SWA membuat pernyataan berdasarkan survei bahwa 75% proyek TI di Indonesia gagal. Konversi sistem informasi yang lama menjadi sistem informasi baru bisa berhasil dan juga bisa gagal. Hal itu dipengaruhi oleh stakeholder yang terlibat dalam pembuatan dan implementasi sistem informasi tersebut. Misalnya dalam pembuatan sistem informasi berupa ERP. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab utama kegagalan proyek ERP. Dalam hampir semua kasus, para manajer bisnis dan ahli TI dari perusahaan ini meremehkan kerumitan perencanaan, pengembangan, dan pelatihan yang dibutuhkan untuk bersiap-siap menghadapi sistem ERP baru yang akan secara radikal mengubah proses bisnis dan sistem informasi mereka. Kegagalan untuk melibatkan para karyawan yang terkena dampak dalam tahap perencanaan dan pengembangan serta program manajemen perubahan, atau mencoba untuk melakukan terlalu banyak hal dengan cara yang terlalu cepat pada proses konversi, adalah penyebab-penyebab umum dari kegagalan proyek ERP. Pelatihan yang tidak memadai dalam berbagai tugas pekerjaan baru yang dibutuhkan oleh sistem ERP, dan kegagalan konversi data dan pengujian yang cukup atas data, adalah penyebab lain dari kegagalan. Dalam banyak kasus, kegagalan ERP juga disebabkan karena perusahaan atau manajemen TI terlalu mempercayai berbagai pernyataan yang diberikan para penjual software ERP atau bantuan dari perusahaan konsultan prestisius yang dipekerjakan untuk memimpin implementasi tersebut (O’Brien, 2005). Pengalihan Sistem Informasi dari sistem yang lama ke sistem yang baru dapat berakibat fatal, terjadi karena: 1. Belum siapnya sumber daya untuk mengaplikasikan system yang baru. 2. system baru sudah terpasang, namun terdapat kesalahan prosedur dalam pelaksanaanya, sehingga perubahan tidak dapat terjadi. Sehingga keberadaan system baru justru mempersulit kinerja yang sudah ada. 3. Perencanaan dan aplikasi sistem Informasi tidak memiliki arah dan tahapan yang baik.
2
4. Tidak ada komunikasi yang baik diantara vendor sebagai penyedia IT dengan perusahaan sebagai pengguna, sehingga system baru yang terbentuk menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna. 5. Perusahaan memandang perubahan teknologi merupakan hal yang harus dilakukan agar perusahaan tidak ketinggalan zaman. Namun sebenarnya perusahaan tidak membutuhkan teknologi tersebut. 6. Level kematangan perusahaan terhadap TI masih rendah. 7. Fenomena ini terjadi karena dengan adanya perubahan dari sistem lama ke sistem baru maka akan terjadi keadaan dimana karyawan menghadapi masa transisi yaitu keharusan menjalani adaptasi yang dapat berupa adaptasi teknikal (skill, kompetensi, proses kerja), kultural (perilaku, mind set, komitmen)
dan
politikal
(munculnya
isu
efisiensi
karyawan/PHK,
sponsorship/dukungan top management). Dengan adanya ketiga hal ini maka terjadi saling tuding di dalam organisasi, dimana manajemen puncak menyalahkan bawahan yang bertanggung jawab, konsultan, vendor bahkan terkadang peranti TI itu sendiri.
b. Cara-Cara Pengkonversian Sistem Dengan Berbagai Asumsi Agar Tidak Terjadi Kesalahan Operasi bisnis dari sistem bisnis yang baru dapat menjadi tugas yang sulit. Hal ini biasanya memerlukan konversi dari penggunaan sistem yang ada saat ini ke operasi aplikasi yang baru atau yang lebih baik. Metode konversi dapat mempermudah pengenalan teknologi informasi yang baru ke dalam organisasi. Berikut ini merupakan cara-cara pengkonversian sistem. 1. Konversi Langsung (Direct Conversion) Konversi ini dilakukan dengan cara menghentikan sistem lama dan menggantikannya dengan sistem baru. Cara ini merupakan yang paling berisiko, tetapi murah. Konversi langsung adalah pengimplementasian sistem baru dan pemutusan jembatan sistem lama, yang kadang-kadang disebut pendekatan cold turiy. Apabila konversi telah dilakukan, maka tak ada cara untuk balik ke sistem lama. Pendekatan atau cara konversi ini akan bermanfaat apabila : •
Sistem tersebut tidak mengganti sistem lain
3
•
Sistem yang lama sepenuhnya tidak bernilai
•
Sistem yang baru bersifat kecil atau sederhana atau keduanya
•
Rancangan sistem baru sangat berbeda dari sistem lama, dan perbandingan antara sistem-sistem tersebut tidak berarti.
Kelebihan Kelemahan
: Relatif tidak mahal. : Mempunyai risiko kegagalan yang tinggi. Apabila konversi langsung akan digunakan, aktivitas-aktivitas pengujian dan pelatihan yang dibahas sebelumnya akan mengambil peran yang sangat penting.
Gambar 1. Konversi Langsung
2. Konversi Paralel (Parallel Conversion) Konversi Paralel adalah suatu pendekatan dimana baik sistem lama dan baru beroperasi secara serentak untuk beberapa periode waktu, kebalikan dari konversi langsung. Dalam model konversi paralel, output dari masing-masing system tersebut dibandingkan, dan perbedaannya direkonsiliasi. Pada konversi ini, sistem baru dan sistem lama sama-sama dijalankan. Setelah melalui masa tertentu, jika sistem baru telah bisa diterima untuk menggantikan sistem lama, maka sistem lama segera dihentikan. Cara seperti ini merupakan pendekatan yang paling aman, tetapi merupakan cara yang paling mahal, karena pemakai harus menjalankan dua system sekaligus. Kelebihan
: Memberikan derajad proteksi yang tinggi kepada organisasi dari kegagalan sistem baru.
Kelemahan
: Besarnya biaya untuk penduplikasian fasilitas-fasilitas dan biaya personel yang memelihara sistem rangkap tersebut.
Ketika proses konversi suatu sistem baru melibatkan operasi paralel, maka orang-orang pengembangan sistem harus merencanakan untuk melakukan peninjauan berkala dengan personel operasi dan pemakai untuk mengetahui
4
kinerja sistem tersebut. Mereka harus menentukan tanggal atau waktu penerimaan dalam tempo yang wajar dan memutus sistem lama.
Gambar 2. Konversi Paralel
3. Konversi Bertahap {Phase-In Conversion) Konversi dilakukan dengan menggantikan suatu bagian dari system lama dengan sistem baru. Jika terjadi sesuatu, bagian yang baru tersebut akan diganti kembali dengan yang lama. Jika tak terjadi masalah, modul-modul baru akan dipasangkan lagi untuk mengganti modul-modul lama yang lain. Dengan pendekatan seperti ini, akhirnya semua sistem lama akan tergantikan oleh sistem baru. Cara seperti ini lebih aman daripada konversi langsung. Dengan metode Konversi Phase-in, sistem baru diimplementasikan beberapa kali, yang secara sedikit demi sedikit mengganti yang lama. la menghindarkan dari risiko yang ditimbulkan oleh konversi langsung dan memberikan waktu yang banyak kepada pemakai untuk mengasimilasi perubahan. Untuk menggunakan metode phase-in, sistem harus disegmentasi. Contoh : Aktivitas pengumpulan data baru diimplementasikan, dan mekanisme interface dengan sistem lama dikembangkan. Interface ini memungkinkan sistem lama beroperasi dengan data input baru. Kemudian aktivitas-aktivitas akses database baru,
penyimpanan,
dan
pemanggilan
diimplementasikan.
Sekali
lagi,
mekanisme interface dengan sistem lama dikembangkan. Segmen lain dari sistem baru tersebut di-instal sampai keseluruhan sistem diimplementasikan. Kelebihan
: Kecepatan perubahan dalam organisasi tertentu bisa diminimasi, dan sumber-sumber pemrosesan data dapat diperoleh sedikit demi sedikit selama periode waktu yang luas.
Kelemahan
: Keperluan biaya yang harus diadakan untuk mengembangkan interface temporer dengan sistem lama, daya terapnya terbatas,
5
dan terjadi kemunduran semangat di organisasi, sebab orangorang tidak pernah merasa menyelesaikan sistem.
Gambar 3. Konversi phase in
4. Konversi Pilot (Pilot Conversion) Pendekatan ini dilakukan dengan cara menerapkan sistem baru hanya pada lokasi tertentu yang diperlakukan sebagai pelopor. Jika konversi ini dianggap berhasil, maka akan diperluas ke tempat-tempat yang lain. Ini merupakan pendekatan dengan biaya dan risiko yang rendah. Dengan metode Konversi Pilot, hanya sebagian dari organisasilah yang mencoba mengembangkan sistem baru. Kalau metode phase-in mensegmentasi sistem, sedangkan metode pilot mensegmentasi organisasi. Contoh : Salah satu kantor cabang atau pabrik, misalnya bisa berfungsi sebagai kelinci percobaan atau tempat pengujian alfa atau beta berfungsi untuk tempat versi sistem baru yang bekerja. Sebelum sistem baru diimplementasikan ke seluruh organisasi, sistem pilot harus membuktikan diri di tempat pengujian tersebut. Metode konversi ini lebih sedikit berisiko dibandingkan dengan metode langsung, dan lebih murah dibandingkan dengan metode paralel. Segala kesalahan dapat dilokalisir dan dikoreksi sebelum implementasi lebih jauh dilakukan. Apabila sistem baru melibatkan prosedur baru dan perubahan yang drastis dalam hal perangkat lunaknya, metode pilot ini akan lebih cocok digunakan. Selain berfungsi sebagai tempat pengujian (test sité), sistem pilot juga digunakan untuk melatih pemakai seluruh organisasi dalam menghadapi lingkungan “live” (hidup atau sebenarnya) sebelum system tersebut diimplementasikan di lokasi mereka sendiri.
6
Gambar 4. Konversi Pilot
c. Metode Untuk Mengkonversi File Data Yang Ada Keberhasilan konversi sistem sangat tergantung pada seberapa jauh profesional sistem menyiapkan penciptaan dan pengkonversian file data yang diperlukan untuk sistem baru. Dengan mengkorversi suatu file, maksudnya adalah bahwa file yang telah ada {existing) harus dimodifikasi setidaknya dalam : Format file tersebut •
Isi file tersebut
•
Media penyimpanan dimana file ditempatkan dalam suatu konversi sistem, kemungkinan beberapa file bisa mengalami ketiga aspek konversi tersebut secara serentak.
Ada dua metode dasar yang bisa digunakan untuk menjalankan konversi file : •
Konversi File Total dapat digunakan bersama dengan semua metode konversi file sistem di atas.
•
Konversi File Gradual (sedikit demi sedikit) terutama digunakan dengan metode paralel dan phase-in. Dalam beberapa contoh, ia akan bekerja untuk metode pilot. Umumnya konversi file gradual tidak bisa diterapkan untuk konversi sistem langsung.
1. Konversi File Total Jika file sistem baru dan file sistem lama berada pada media yang bias dibaca komputer, maka bisa dituliskan program sederhana untuk mengkonversi file dari format lama ke format baru. Umumnya pengkonversian dari satu sistem komputer ke sistem yang lain akan melibatkan tugas-tugas yang tidak bisa dikerjakan secara otomatis. Rancangan file baru hampir selalu mempunyai fieldfield record tambahan, struktur pengkodean baru, dan cara baru perelasian item-item data (misalnya, file-file relasional). Seringkali, selama konversi file, kita perlu mengkonstruksi prosedur kendali yang rinci untuk memastikan integritas data yang bisa digunakan setelah konversi itu.
7
Dengan menggunakan klasifikasi file berikut, perlu diperhatikan jenis prosedur kendali yang digunakan selama konversi :
File Master. Ini adalah file utama dalam database. Biasanya paling sedikit satu file master diciptakan atau dikonversi dalam setiap konversi sistem.
File Transaksi. File ini selalu diciptakan dengan memproses suatu subsistem individual di dalam sistem informasi. Akibatnya, ia harus dicek secara seksama selama pengujian sistem informasi.
File Indeks. File ini berisi kunci atau alamat yang menghubungkan berbagai file master. File indeks baru harus diciptakan kapan saja file master yang berhubungan dengannya mengalami konversi.
File Tabel. File ini dapat juga diciptakan dan dikonversi selama konversi sistem. File tabel bisa juga diciptakan untuk mendukung pengujian perangkat lunak.
File Backup. Kegunaan file backup adalah untuk memberikan keamanan bagi database apabila terjadi kesalahan pemrosesan atau kerusakan dalam pusat data. Oleh karenanya, ketika suatu file dikonversi atau diciptakan, file backup harus diciptakan.
2. Konversi File Gradual Beberapa perusahaan mengkonversi file-file data mereka secara gradual (sedikit demi sedikit). Record-record akan dikonversi hanya ketika mereka menunjukkan beberapa aktivitas transaksi. Record-record lama yang tidak menunjukkan aktivitas tidak pernah dikonversi. Metode ini bekerja dengan cara berikut: 1. Suatu transaksi diterima dan dimasukkan ke dalam sistem. 2. Program mencari file master baru (misalnya file inventarisasi atau file account receivable) untuk record yang tepat yang akan di update oleh transaksi itu. Jika record tersebut telah siap dikonversi, berarti pengupdate-an record telah selesai. 3. Jika record tersebut tidak ditemukan dalam file master baru, file master lama diakses untuk record yang tepat, dan ditambahkan ke file master baru dan di update.
8
4. Jika transaksi tersebut adalah record baru, yakni record yang tidak dijumpai pada file lama maupun file baru (misalnya, pelanggan baru), maka record baru disiapkan dan ditambahkan ke file master baru.
Langkah-langkah yang dilakukan agar kesalahan alih sistem informasi dapat dihindari: 1. Lihat kembali dan koreksi visi yang ingin di bangun, pelajari implementasi apa yang belum maksimal dan latih sumber daya manusia agar mampu mengoptimalkan peranti yang sudah dibeli. Hal ini hanya akan mungkin untuk dilaksanakan apabila pimpinan perusahaan mengetahui tentang TI/sedikit tentang TI, sehingga dia paham apa yang ingin dicapai perusahaannya dengan mengaplikasikan TI ini. 2. Harus menciptakan sinergisme diantara subsistem-subsistem yang mendukung pengoperasian sistem sehingga akan terjadi kerjasama secara terintegrasi diantara subsistem-subsistem ini. Asumsi hanya akan tercapai apabila para perancang sistem ini mengetahui masalah-masalah informasi apa yang ada di perusahaan dan yang harus segera di selesaikan. Biasanya para perancang sistem ini akan mulai pada tingkat perusahaan, selanjutnya turun ke tingkattingkat sistem. 3. Para perancang Sistem Informasi harus menyadari bagaimana rasa takut di pihak pegawai maupun manajer dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan proyek pengembangan dan sistem operasional. Manajemen perusahaan, dibantu oleh spesialis informasi, dapat mengurangi ketakutan ini dan dampaknya yang merugikan dengan mengambil empat langkah berikut : 4. Menggunakan komputer sebagai suatu cara mencapai peningkatan pekerjaan (job enhancement) dengan memberikan pada komputer tugas yang berulang dan membosankan, serta memberikan pada pegawai tugas yang menantang kemampuan mereka. 5. Menggunakan komunikasi awal untuk membuat pegawai terus menyadari maksud perusahaan. Pengumuman oleh pihak manajemen puncak pada awal tahap analisis dan penerapan dari siklus hidup sistem merupakan contoh strategi ini.
9
6. Membangun hubungan kepercayaan antara pegawai, spesialisasi informasi dan manajemen. Hubungan tersebut tercapai dengan sikap jujur mengenai dampakdampak dari sistem komputer dan dengan berpegang pada janji. Komunikasi formal dan penyertaan pemakai pada tim proyek mengarah pada tercapainya kepercayaan. 7. Menyelaraskan kebutuhan pegawai dengan tujuan perusahaan. Pertama, identifikasi kebutuhan pegawai, kemudian memotivasi pegawai dengan menunjukkan pada mereka bahwa bekerja menuju tujuan perusahaan juga membantu mereka memenuhi kebutuhan mereka.
10
DAFTAR PUSTAKA O’Brien, J. 2005. Pengantar Sistem Informasi: Perspektif Bisnis dan Manajerial. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Sudono, A.S. 2010. Penyebab Kegagalan IT Project. http://itkelinik.com/?p=113. [23 November 2010]
LINK TERKAIT [1[
http://raifertilini.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/14/konversi-sistem-
informasi/
[2] http://sasmoyo.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/21/no-2-kesalahan-kesalahanyang-mungkin-terjadi-saat-pengalihan-atau-konversi-suatu-sistem-lama-ke-sistembaru-dan-cara-cara-penkonversian-sistem-dengan-berbagai-asumsi-agar-tidak-terjadikesalahan/
11