81
PEMBAHASAN UMUM
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi tingkat sterilitas dan (b) faktor genetik (Darmawan & Baharsjah 2010). Keragaan setiap karakter agronomi yang diuji pada kondisi lingkungan yang kompleks, menunjukan keragaman yang tinggi. Hasil analisis ragam pengujian pada tiga level ketinggian tempat menunjukkan pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan (GxE) berbeda nyata untuk setiap karakter agronomi. Pengaruh lingkungan merupakan yang paling dominan diikuti oleh pengaruh interaksi GxE dan pengaruh genotipe. Karakter yang paling dipengaruhi oleh lingkungan yaitu tinggi tanaman, panjang malai, umur panen, umur berbunga, jumlah gabah bernas, lama pengisian dan produksi GKG Nilai karakter tinggi tanaman yang lebih tinggi, umur panen yang lebih genjah, lama pengisian biji yang lebih cepat dan jumlah gabah bernas yang lebih banyak terdapat di ketinggian 700 m dpl disebabkan oleh kondisi lingkungan yang lebih optimum untuk pertumbuhan tanaman.
Lama penyinaran diduga
berpengaruh terhadap karakter jumlah anakan produktif dan panjang malai. Nilai distribusi karakter panjang malai terendah terdapat di ketinggian 1200 m dpl pada MK, dapat diartikan bahwa cekaman suhu rendah berpengaruh terhadap perkembangan malai. Farrell (2006) menyatakan bahwa genotipe yang rentan akan mengalami keterlambatan pembentukan malai selama terjadinya peningkatan cekaman suhu rendah pada waktu antesis. Regresi linier antara pengisian gabah dengan durasi cekaman suhu rendah, mengindikasikan bahwa peningkatan durasi suhu rendah berdampak terhadap kehampaan gabah. Telah dilaporkan juga bahwa dengan suhu 17°C selama tiga hari dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman, dampak yang ditimbulkan beragam berdasarkan genotipe dan tahapan reproduksi tanaman. Suhu minimum 15°C pada fase berbunga di ketinggian 1200 m dpl berdampak terhadap rendahnya jumlah gabah bernas. Peningkatan suhu ± 2 °C pada MH memberikan pengaruh yang cukup nyata terhadap peningkatan jumlah
82
gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan temperatur udara. Karakter Bobot 1000 butir sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat yang diindikasikan oleh nilai bobot 1000 butir paling rendah diperoleh di ketinggian 1200 m dpl pada kedua musim tanam. Berbeda dengan ketinggian 700 m dpl yang memiliki bobot 1000 butir yang tinggi pada kedua musim, sedangkan pada ketinggian 900 m dpl, bobot 1000 butir memiliki nilai diantara kedua ketinggian pada musim yang sama. Kerusakan yang disebabkan oleh cekaman suhu rendah diantaranya berkurangnya perkecambahan, pertumbuhan bibit menjadi lambat, perubahan warna bibit, jumlah anakan sedikit, pertumbuhan terhambat, perubahan warna daun pada periode anakan, penundaan waktu heading, keluar malai tidak sempurna, sterilitas, gabah yang tidak matang penuh dan Hie-imochi (penyakit blas yang disebabkan oleh suhu dingin) (Nishiyama 1985). Korelasi negatif tingkat cekaman suhu rendah dengan keragaan karakter agronomi terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah gabah bernas per malai, persentase gabah bernas, panjang malai dan bobot 1000 butir. Korelasi positif tingkat cekaman suhu rendah terjadi pada karakter jumlah anakan produktif. Sedangkan pada karakter panjang daun bendera, umur berbunga dan umur panen, nilai rata-rata tertinggi terdapat pada ketinggian 900 m dpl. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah lama penyinaran, makin sedikit tanaman mendapat sinar matahari makin lambat umur berbunga. Pada umumnya padi yang ditanam di dataran tinggi memiliki umur panjang disebabkan karena suhu dan intensitas cahaya matahari yang rendah (Endrizal 2012). Intensitas cahaya memainkan peranan penting selama pengisian gabah (Rasyad et al. 2012). Terdapat beberapa karakter agronomi yang memiliki korelasi positif sangat nyata yang sama di ketiga ketinggian yaitu diantara karakter jumlah anakan produktif dengan produksi GKG, panjang malai dengan panjang daun bendera, karakter umur berbunga dengan bobot 1000 butir, serta karakter persentase gabah bernas dengan jumlah gabah bernas dan produksi GKG, sehingga dapat dikatakan bahwa keragaan karakter – karakter tesebut tidak dipengaruhi oleh ketinggian
83
tempat. Kerusakan yang diakibatkan cekaman suhu rendah juga telah dilaporkan oleh Shibata (1979) yang menyatakan bahwa pengaruh cekaman suhu rendah beragam bergantung pada fase pertumbuhan yang mengalami cekaman suhu rendah. Kerusakan dikategorikan pada penundaan dan sterilitas. Penundaan bermaksud terhambatnya proses pematangan yang berdampak terhadap hasil dan kualitas gabah, dimulai dari kecambah, pertumbuhan, akar, anakan, malai dan pematangan. Suhu rendah menyebabkan berkurangnya jumlah gabah dan meningkatnya jumlah gabah hampa (Matsuo 1993). Karakter yang memiliki pengaruh langsung bernilai positif yang besar dan sama di ketiga ketinggian tempat yaitu karakter jumlah anakan produktif, persentase gabah bernas dan bobot 1000 butir, sedangkan karakter yang memiliki pengaruh tidak langsung yang sama yaitu karakter persentase gabah bernas melalui karakter jumlah gabah bernas per malai. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter-karakter tersebut memiliki kontribusi besar terhadap hasil di ekosistem dataran tinggi Hal serupa dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Limbongan (2008) yang menyatakan bahwa persentase gabah bernas memiliki pengaruh langsung yang besar terhadap hasil khususnya di lingkungan bercekaman. Karakter umur panen dan persentase gabah bernas merupakan karakter yang pengaruhnya terhadap produksi tergantung pada intensitas cekaman suhu rendah. Bobot gabah relatif lebih tinggi pada tanaman yang berumur genjah dan bobot gabah semakin menurun pada tanaman yang berumur lebih panjang. Karakter tinggi tanaman, panjang daun bendera, jumlah anakan per rumpun, panjang malai, persentase gabah bernas dan bobot 1000 butir berkorelasi positif dan nyata dengan bobot gabah per rumpun di dataran tinggi. Semua karakter memiliki pengaruh genotipe yang berbeda nyata, kecuali karakter jumlah anakan produktif yang tidak berbeda nyata di ketinggian 900 m dpl dan 1200 m dpl, dapat diartikan bahwa hanya karakter jumlah anakan produktif yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan cekaman lingkungannya. Semua karakter agronomi yang diamati memiliki nilai koefisien keragaman tergolong rendah di ketinggian 700 m dpl. Nilai koefisien keragaman
84
yang tinggi terdapat pada karakter jumlah anakan produktif dan karakter jumlah gabah bernas di ketinggian 900 m dpl. Koefisien keragaman yang rendah dihasilkan pada kondisi lingkungan optimum dan sebaliknya terjadi pada lingkungan bercekaman. Karakter utama yaitu jumlah gabah bernas, memiliki nilai koefisien keragaman pada kategori sedang hingga tinggi di tiga ketinggian tempat. Gomez & Gomez (1995) melaporkan bahwa nilai koefisien keragaman yang kecil mengandung arti bahwa keragaman yang ditimbulkan dari kesalahan atau faktor yang tidak bias dikendalikan kecil. Sebaliknya makin tinggi nilai koefisien keragaman makin rendah ketelitian percobaan tersebut. Terdapat lebih banyak karakter yang berpengaruh nyata secara langsung maupun tidak langsung terhadap hasil di ketinggian 700 m dpl, sedangkan di ketinggian 900 m dpl dan 1200 m dpl, hanya beberapa karakter yang memiliki keeratan korelasi dengan hasil. Limbongan (2008) melaporkan bahwa karakter umur panen, bobot 1000 butir dan panjang malai berbeda nyata pada ketinggian 750 m dpl dan 1500 m dpl. Jumlah anakan produktif, persentase gabah isi dan produksi lebih baik pada ketinggian 750 m dpl dibandingkan 1500 m dpl. Hal ini disebabkan beberapa galur yang diuji kurang mampu beradaptasi pada kondisi cekaman suhu rendah sepanjang tahun di lokasi pada ketingggian 1500 m dpl dengan kisaran suhu 13°C sampai dengan 19°C, sementara untuk lokasi dengan ketinggian 750 m dpl suhu berkisar antara 19°C sampai dengan 25°C yang berada di atas suhu kritis untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Galur OS-30-199 memiliki rata-rata hasil paling tinggi di lima lingkungan pengujian yaitu 4,69 ton/ha. Produksi mencapai nilai optimal dengan suhu minimum di atas 18°C dan lama penyinaran yang optimal pada musim kemarau. Terjadi penurunan angka produksi GKG sebesar 2,5 ton/ha di ketinggian 700 m dpl pada kondisi lama penyinaran yang lebih sedikit pada musim hujan. Berkurangnya sinar matahari akan mengurangi laju fotosintesis dan menyebabkan suhu tanah dan air rendah. Tanaman yang berada pada kondisi cekaman suhu rendah mempunyai tingkat sterilitas yang berbeda pada intensitas matahari yang berbeda. Tanaman yang kekurangan sinar matahari memiliki
85
sterilitas yang tinggi dibandingkan tanaman yang mendapatkan cukup sinar matahari pada cekaman suhu rendah yang sama yaitu 5-10°C (Satake 1969). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan produktif, panjang malai, panjang daun bendera dan umur panen mempunyai nilai heritabilitas sedang sedangkan karakter lainnya memiliki nilai heritabilitas tinggi. Singh (2011) melaporkan bahwa koefisien keragaman, heritabilitas dan persentase kemajuan genetik dari setiap genotipe yang diuji terhadap gabah per malai, hasil, bobot 1000 butir dan tinggi tanaman berkaitan dengan peningkatan hasil pada padi. Kriteria nilai heritabilitas setiap karakter berkisar antara kategori sedang sampai tinggi. Nilai KKG yang tinggi terdapat pada karakter produksi, persentase gabah isi dan jumlah gabah total. Karakter jumlah anakan produktif, gabah bernas dan lama pengisian memiliki nilai KKG dengan kategori cukup tinggi, sedangkan karakter lainnya seperti panjang malai, umur berbunga dan umur panen mempunyai nilai KKG pada kategori rendah. Interaksi G x E bersifat kompleks karena bervariasinya komponenkomponen faktor lingkungan. Interaksi GxE merupakan perbedaan yang tidak tetap diantara genotipe-genotipe yang ditanam dalam satu lingkungan ke lingkungan yang lain (Allard dan Bradsaw 1964).
Interaksi tersebut penting
diketahui karena dapat mempengaruhi kemajuan seleksi dan sering menyulitkan dalam pemilihan varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas. Sejumlah prosedur statistik telah dikembangkan untuk menganalisis interaksi G x E, khususnya stabilitas hasil terhadap lingkungan (Eberhart & Russel 1966). Berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Francis dan Kannenberg, sebanyak enam belas genotipe yang diuji mempunyai nilai CV yang rendah sehingga dapat dikatakan stabil. Berdasarkan metode Finlay Wilkinson, galur C430-21. C8-10-25, IPB117-F-20, RB-10-95, RB- 10-98, KN-20-124, KN-20-127, PK-20-133, C3-10-171, OS-30-199, KK-10-249 dan CM-20-251 dikategorikan stabil karena memiliki nilai bi yang tidak berbeda nyata dengan satu. Galur RB30-82, KN-30-186, Kuning, dan IPB97-F-13 beradaptasi baik pada lingkungan optimal, sedangkan galur KN-10-111, PK-30-131, Randah Batu Hampa dan varietas pembanding Sarinah memiliki daya adaptasi baik pada ketinggian 1200 m
86
dpl pada MK 2011. Berdasarkan metode Eberhart dan Russel (1966), galur IPB117-F-20, RB-10-95, C3-10-171, OS-30-199, KK-10-249 dan CM-20-251 dikategorikan stabil karena memiliki nilai bi tidak berbeda nyata dengan 1 dan nilai Sdi mendekati 0. Berdasarkan
metode
AMMI,
keragaman pengaruh
interaksi dapat
diterangkan menggunakan model AMMI2 sebesar 72,36%. Melalui biplot dapat diketahui bahwa galur KN-10-111, KN-20-124 dan RB-10-98 merupakan galur yang stabil. Galur KK-10-249 adaptif di ketinggian 900 m dpl. Galur C4-30-21, RB-10-95 dan KN-20-127 spesifik untuk ketinggian 700 m dpl pada MK, sedangkan pada MH galur RB-30-82, IPB-117-F-20 dan C3-10-171 memiliki daya adaptasi yang lebih baik. Galur PK-20-133 stabil di ketinggian 1200 pada MH sedangkan galur OS-30-199 dan Sarinah stabil pada lingkungan dengan suhu terendah pada MK. Analisis AMMI adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan dan lingkungan bersifat aditif, sedangkan pengaruh interaksi di modelkan dengan model bilinier. Asumsi yang mendasari pengujian ini adalah perlakuan dan lingkungan bersifat aditif, ragam yang homogen dan galat bebas. (Mattjik et al. 2011). Analisis komponen ragam yang berpengaruh terhadap interaksi GxE dan lingkungan juga telah dilakukan oleh Rasyad et al. (2012) terhadap beberapa kultivar padi lokal untuk melihat stabilitas hasil pada lingkungan yang berbeda. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa seluruh karakter berbeda nyata pada pengaruh interaksi GxE, lingkungan, dan genotipe kecuali untuk panjang malai. Sedangkan jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata untuk semua genotipe yang diuji (Rasyad et al. 2012).