FUNGSI SOSIAL TANAH
Agus Surono
UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA FAKULTAS HUKUM 2013
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Agus Surono FUNGSI SOSIAL TANAH Agus Surono Cet. 1 - Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2013 viii + 106 hlm. B5 ISBN 978-602-17732-7-7
Untuk yang tercinta Orang tuaku : Bapak Slamet Surani dan Ibu Nafiah Istriku Sonyendah R. Anak-anakku : M. Rizqi Alfarizi R. dan M. Ridho Bayu Prakoso
KATA PENGANTAR Maha besar Allah SWT atas segala rahmat dan ijinNya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Buku ini merupakan hasil penelitian dan kajian yang mendalam tentang Fungsi Sosial Tanah di beberapa daerah. Semoga lahirnya buku ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Pertanahan/ Agraria.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
seluruh pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian buku ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ayahanda H.
Slamet Surani yang selalu memanjatkan doa buat penulis dalam shalatnya dan secara khusus kepada Almarhumah Hj. Nafiah yang dengan tulus dan ikhlas semasa hidupnya selalu memperjuangkan pendidikan buat putera-puterinya, dan tidak henti-hentinya memanjatkan doa, penulis menghaturkan sembah sujud dan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Semoga Allah senantiasa meridloi apa yang yang sudah Bapak dan Ibu upayakan dan ihtiarkan.
Kepada Mertua yang sudah penulis anggap sebagai orang tua sendiri,
H. Soemarsono (Almarhum) yang telah banyak mendorong dan berdoa semasa hidupnya, serta Ibu Hj. Sri Suparsih yang senantiasa memberikan doa kepada penulis dan keluarga, penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Akhirnya ucapan terima kasih atas pengertian, dukungan dan doa
penulis sampaikan kepada Istri tercinta Sonyendah Retnaningsih, SH.,
MH., yang saat ini juga sedang menempuh pendidikan S3 di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, serta anak-anak tercinta M. Rizqi Alfarizi Ramadhan dan M. Ridho Bayu Prakoso, yang senantiasa memberi dorongan semangat dan mengerti atas kesibukan penulis dalam menjalani profesinya sebagai dosen dan praktisi hukum ini.
Harapan penulis semoga buku ini dapat memberikan manfaat
bagi kepentingan pengembangan Ilmu Hukum secara umum maupun kepentingan pengembangan Ilmu Hukum Agraria di Indonesia khususnya.
Penulis menyadari, bahwa masih banyak kekurangan disana-sini
serta masih jauh untuk kategori sempurna, mengingat segala keterbatasan pada kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karenanya, segala kritik dan saran yang positif senantiasa penulis harapkan. Jakarta,
April 2013
Agus Surono
DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN A.
Latar Belakang .......................................................................
1
B.
Permasalahan ........................................................................
3
C.
Maksud dan Tujuan ..............................................................
4
D.
Manfaat Penelitian ................................................................
4
BAB 2 KERANGKA TEORITIK A.
Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State) ......................
5
B.
Teori Keadilan ........................................................................
9
C.
Teori Hukum Pembangunan ...............................................
10
D.
Ruang Lingkup ......................................................................
14
BAB 3 METODE PENELITIAN A.
Kerangka Pikir Kajian . .........................................................
15
B.
Pendekatan Penelitian ..........................................................
16
C.
Metode Pengumpulan Data .................................................
16
D.
Analisis Data ..........................................................................
32
BAB 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.
Gambarn Umum Lokasi Penelitian ....................................
33
BAB 5 HASIL OLAHAN DATA SEMENTARA YANG SUDAH SELESAI DIOLEH ........................................................................................... 93
BAB 6 PENUTUP A.
Kesimpulan ............................................................................ 101
B.
Saran . ...................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA
1 Bab PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diperuntukkan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Tanah selain mempunyai dimensi fisik dan lintas sektoral, juga mempunyai dimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertanahan dan keamanan. Setiap dimensi tersebut potensial memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Pengelolaan pertanahan haruslah sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. UUD 1945 memberikan dasar bagi lahirnya kewenangan Negara yang disebut dengan hak menguasai Negara. Hak menguasai Negara dimaksud diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau lebih sering disebut dengan UUPA yaitu kewenangan: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan runag angkasa tersebut, b. menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan bumi, air dan ruang angkasa, dan c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Ketiga kewenangan tersebut, merupakan landasan untuk mewujudkan citacita mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, Fungsi Sosial Tanah
1
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Republik Indonesia. Tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lebih lanjut hak menguasai Negara dijabarkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang lain seperti UU Nomor 11 Tahun 1967 dan UU Nomor 5 Tahun 1967, Hak menguasai Negara dijabarkan menjadi: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Berdasarkan hak menguasai Negara inilah bersumber wewenang Negara untuk mengelola bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun kenyataannya pengelolaan tanah telah menimbulkan berbagai masalah. Tujuan “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” masih jauh dari yang diharapkan. Kebijakan pembangunan yang menitikberatkan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan ketimpangan pemilikan penguasaan tanah. Tanah dalam Republik ini sebagian besar dikuasai oleh pengusaha-pengusaha konglomerasi. Demikian juga telah terjadi secara besar-besaran peralihan fungsi tanah pertanian dan non pertanian. Salah satu perspektif yang mendasar dari pengelolaan pertanahan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial (Pasal 6 UUPA), pengelolaan pertanahan pada prinsipnya merupakan urusan Pemerintah. Oleh karena itu, fungsi sosial hak atas tanah dapat dituangkan dalam bentuk kebijakan (Policy), pengaturan (regulatory), pengendalian dan pengawasan (compliance), dan pelayanan (service). Dalam melaksanakan misi-misi sosial tersebut pemerintah mempertimbangkan ketersediaan tanah, untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak yang berkepentingan (stakeholder), keadilan bagi seluruh rakyat, kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah, dan berkesinambungan dalam pelayanan, ketersediaan dan ekosistem. 2
Fungsi Sosial Tanah
Meskipun konsepsi tentang pengelolaan pertanahan yang mempunyai fungsi sosial telah tertuang dalam UUPA, namun demikian mengenai fungsi sosial hak atas tanah masih belum dapat dijabarkan secara jelas dalam kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, serta pelayanan dalam bidang pertanahan. Oleh sebab itu diperlukan suatu kajian yang menyeluruh tentang pengembangan kebijakan terhadap fungsi sosial hak atas tanah. Untuk menangani dan membenahi persoalan pertanahan yang berkaitan dengan tanah adat tersebut di atas tentu diperlukan pemikiran-pemikiran dari banyak pihak, baik bersifat akademisi maupun praktisi yang diharapkan nantinya dapat membantu pimpinan merumuskan kebijakan pertanahan dalam bentuk kegiatan beruapa penelitian mengenai kebijakan di bidang pertanahan khususnya mengenai kebijakan fungsi sosial tanah dengan sasasran utama bagaimana merumuskannya dalam wilayah masyarakat hukum adat/ulayat dapat member kontribusi maksimal bagi keinginan politik pemerintah yaitu “tanah untuk kesejahteraan rakyat.” vMelalui penilitian ini akan dapat menghasilkan sebuah rekomendasi yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk kebijakan di bidang pertanahan khususnya mengenai kebijakan fungsi sosial tanah agar mampu memberikan kontribusi yang nyata untuk mensejahterakan masyarakat adat khususnya dan masyarakat pada umumnya terutama terhadap kesempatan mereka untuk memanfaatkan tanah secara optimal. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut di atas harus mampu menjawab beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola kebijakan fungsi sosial tanah untuk kepentingan masyarakat menurut UUPA? 2. Bagaimanakah kontribusi fungsi sosial tanah terhadap kesejahteraan masyarakat? 3. Bagaimanakah konsep kebijakan fungsi sosial tanah yang efektif dan ideal bagi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat?
Fungsi Sosial Tanah
3
C. Maksud dan Tujuan Maksud penyelenggaraan kegiatan ini adalah untuk memperoleh masukanmasukan dalam kaitannya terhadap masalah kebijakan fungsi sosial tanah yang telah dilaksanakan di berbagai daerah yang dijadikan sebagai sampel penelitian guna menghasilkan rumusan kebijakan secara nasional berkaitan dengan fungsi sosial tanah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun yang menjadi tujuan kajian ini secara lebih khusus harus mampu menjawab beberapa permasalahan yang dikemukakan tersebut di atas yang meliputi: 1. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang pola kebijakan fungsi sosial tanah untuk kepentingan masyarakat menurut UUPA. 2. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang kontribusi kebijakan fungsi sosial tanah terhadap kesejahteraan masyarakat. 3. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang konsep kebijakan fungsi sosial tanah yang efektif dan ideal bagi masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat dan memberikan kontribusi pemikiran: Pertama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan upaya mengembangkan ilmu pengetahuan hukum khususnya yang berkaitan dengan kebijakan fungsi sosial tanah. Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman oleh instansi BPN khususnya dalam memberikan masukan terhadap kebijakan yang akan diambil oleh BPN dalam kaitannya dengan pengembangan kebijakan fungsi sosial tanah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
4
Fungsi Sosial Tanah
2 Bab KERANGKA TEORITIK
Penelitian ini hakekatnya adalah dalam rangka mencari dan menemukan alternatif kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan fungsi sosial tanah. Secara khusus akan dicermati tentang kebijakan fungsi sosial tanah yang dapat diterapkan secara nasional di beberapa daerah dengan disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing. Upaya untuk melakukan penelitian tentang “Kebijakan Fungsi Sosial Tanah” menggunakan beberapa teori yang akan dipakai sebagai alat analisis penelitian. Beberapa teori tersebut diantaranya teori Negara Kesejahteraan (welfare state), teori Keadilan yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham dan John Rawls, teori hukum pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja. A. Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State) Kerangka pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian ini, digunakan untuk dapat menjawab 3 (tiga) identifikasi masalah yang telah ditetapkan.
Fungsi Sosial Tanah
5
Pilihan berfikir yuridis dari salah satu teori tentang tujuan negara adalah Negara Kesejahteraan (Welfare State). Konsep negara hukum yang semula merupakan liberal berubah ke negara hukum yang menyelenggarakan kesejahteraan rakyat.1 Menurut konsep Negara Kesejahteraan, tujuan negara adalah untuk kesejahteraan umum. Negara dipandang hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan bersama kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat negara tersebut.2 Selain konsep negara berdasar atas hukum (biasa disebut negara hukum), juga dikenal konsep negara kesejahteraan (welfare state), yakni suatu konsep yang menempatkan peran negara dalam setiap aspek kehidupan rakyatnya demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat3. Sehubungan dengan konsep negara kesejahteraan tersebut, maka negara yang menganut konsep negara kesejahteraan dapat mengemban 4 (empat) fungsi4 yaitu: 1. The State as provider (negara sebagai pelayan) 2. The State as regulator (negara sebagai pengatur) 3. The State as enterpreneur (negara sebagai wirausaha), and 4. The State as umpire (negara sebagai wasit). Merujuk pada fungsi negara yang menganut konsep negara kesejahteraan sebagaimana telah dikemukakan di atas, menyebabkan negara memegang peranan penting. Guna memenuhi fungsinya sebagai pelayan dan sebagai regulator, maka negara terlibat dan diberi kewenangan untuk membuat peraturan dalam kaitannya dengan fungsi sosial tanah, sehingga terwujud kesejahteraan rakyat sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33 ayat (3). Oleh sebab itu,peranan pemerintah dalam mendorong masyarakat agar lebih berdaya dalam ikut mengelola dan memanfaatkan tanah menjadi suatu hal yang sangat penting. Negara mempunyai peran penting dalam mengatur 1 2 3 4 6
Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 133. CST Kansil dan Christine ST. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (1), Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 20. Mustamin Dg. Matutu, ”Selayang Pandang (tentang) Perkembangan Tipe-Tipe Negara Modem, ”Pidato Lustrum ke IV Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, 1972. hlm. 15. W. Friedmann., The State and The Rule of Law In A Mixed Economy, London: Steven & Son, 1971, hlm. 5. Fungsi Sosial Tanah
penguasaan, penggunaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Instrumen penting yang dapat digunakan oleh negara dalam menyelenggarakan fungsi reguleren termasuk dalam bidang agrarian khususnya terhadap tanah adalah undang-undang, dan ini merupakan aplikasi dari asas legalitas dalam konsep negara berdasar atas hukum. Teori Negara Kesejahteraan sangat mendukung suatu pola kebijakan fungsi sosial tanah, sehingga akan mendukung terwujudnya kesejahteraan umum dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Konsep Negara Kesejahteraan dalam UUD 1945 pertama kali diadop oleh Muhamad Hatta,
5
yang dapat dikemukakan berdasarkan ketentuan Pasal 33
yang berbunyi: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam Undang-Undang. Kebijakan fungsi sosial tanah di Indonesia, mengacu pada ideologi penguasaan dan pemanfaatan sebagaimana tercermin dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
5
Jimly Asshiddiqie, “Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan”, Universitas Indonesia , Jakarta, 1998. Fungsi Sosial Tanah
7
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya”. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa negara menguasai kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, namun penguasaan ini dibatasi yaitu harus dipergunakan untuk sebesarnya-besarnya kemakmuran rakyat.6 Campur tangan Pemerintah tersebut di atas menunjukkan bahwa Indonesia menganut konsep negara kesejahteraan (Welfare State), sebagaimana dicetuskan oleh Beveridge.7 Selanjutnya, dalam perkembangannya karena keterlibatan pemerintah dalam melaksanakan fungsi-fungsinya dalam membuat regulasi dan mengawasi berbagai aktivitas di masyarakat, timbul berbagai permasalahan yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat di lapangan. Hal tersebut digambarkan oleh Tocqueville seringkali menimbulkan konflik termasuk juga di dalamnya konflik tenurial di suatu negara. Ia mengemukakan bahwa: “Conflict, however bounded; controversy, however regulated-these are features not incidental but essential to the operation of the political system”.8 Tujuan hukum dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, masing-masing: Pertama, dari sudut pandang ilmu hukum positif normatif atau yuridis dogmatik, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi kepastian hukumnya. Kedua, dari sudut pandang filsafat hukum, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan. Ketiga, dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatannya.9
6 7
8 9 8
Muchsan, Hukum Administrasi Negara dan Peradilan, Administrasi Negara di Indonesia, (Jakarta: Liberti, 2003), hlm.9. Beveridge seorang anggota Parlemen Inggris dalam reportnya yang mengandung suatu program sosial, dengan perincian antara lain tentang meratakan pendapatan masyarakat, usulan kesejahteraan sosial, peluang kerja, pengawasan upah oleh Pemerintah dan usaha di bidang pendidikan. Muchtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung: PT. Alumni, 2002), hlm.82. Tocqueville’s seperti dikutip Gianfranco Poggi, The Development of the Modern State, (New York: Stanford University Press, 1978), hlm. 111. Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 2000), hlm.72. Fungsi Sosial Tanah
B. Teori Keadilan Disamping teori Negara Kesejahteraan, dipergunakan juga sebagai pisau analisis adalah teori keadilan. Menurut ajaran utilitis dengan tujuan kemanfaatannya, yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Menurut pandangan ini, tujuan hukum semata-mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Penangannya didasarkan pada filsafah sosial bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya. Doktrin utilitis ini mennjurkan ‘the greathes happiness principle’ (prinsip kebahagiaan yang semaksimal mungkin). Tegasnya, menurut teori ini masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang mencoba memperbesar kebahagiaan dan memperkecil ketidakbahagiaan atau masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan yang sebesar mungkin kepada rakyat pada umumnya dan agar ketidakbahagiaan diusahakan sedikit mungkin dirasakan oleh rakyat pada umumnya.10 Selain pandangan teori keadilan sebagaimana yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, dapat dikemukakan teori keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls. Menurut John Rawls, semua teori keadilan merupakan teori tentang cara untuk menentukan kepentingan-kepentingan yang berbeda dari semua warga masyarakat. Menurut konsep teori keadilan utilitaris, cara yang adil mempersatukan kepentingan-kepentingan manusia yang berbeda adalah dengan selalu mencoba memperbesar kebahagiaan. Menurut Rawls, bagaimanapun juga cara yang adil untuk mempersatukan berbagai kepentingan yang berbeda adalah melalui keseimbangan kepentingankepentingan tersebut tanpa memberikan perhatian istimewa terhadap kepentingan itu sendiri. Teori ini sering disebut ’justice as fairness ‘(keadilan sebagai kejujuran). Jadi yang pokok adalah prinsip keadilan mana yang paling fair, itulah yang harus dipedomani. Terdapat dua prinsip dasar keadilan. Prinsip yang pertama, disebut kebebasan yang menyatakan bahwa setiap orang 10
Ibid., hlm.77. Fungsi Sosial Tanah
9
berhak mempunyai kebebasan yang terbesar asal ia tidak menyakiti orang lain. Tegasnya, menurut prinsip kebebasan ini, setiap orang harus diberi kebebasan memilih menjadi pejabat kebebasan berbicara dan berfikir kebebasan memiliki kekayaan, kebebasan dari penangkapan tanpa alasan dan sebagainya.11 Prinsip keadilan yang kedua yang akan disetujui oleh semua orang yang fair adalah bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus menolong seluruh masyarakat dan para pejabat tinggi harus terbuka bagi semuanya. Tegasnya, ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil kecuali jika ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.12 Teori keadilan ini sangat relevan untuk menjawab bagaimana seharusnya kebijakan fungsi sosial tanah dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil. Karena esensi hak masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya agrarian khususnya terhadap tanah adalah adanya perlakuan yang adil untuk memanfaatkan dan mengelola tanah secara arif bijaksana dan berkesinambungan untuk kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan generasi yang akan datang. C. Teori Hukum Pembangunan Friedman mengemukakan bahwa suatu sistem hukum terdiri dari tiga unsur13: “Hukum sebagai suatu sistem pada pokoknya mempunyai 3 (elemen), yaitu (a) struktur system hukum (structure of legal system) yang terdiri dari lembaga pembuat undang-undang (legislative), institusi pengadilan dengan strukturnya lembaga kejaksaan dan badan kepolisian negara, yang berfungsi sebagai aparat penegak hukum; (b) subtansi sistem hukum (substance of legal) yang berupa norma-norma hukum, peraturan-peraturan hukum, termasuk polapola perilaku masyarakat yang berada di balik sistem hukum; dan (c) budaya 11 12 13 10
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 181 dan 203. Ibid. Lawrence W Friedman, American Law, ( New York: W.W. Norton & Company, 1984), hlm. 7. Fungsi Sosial Tanah
hukum masyarakat (legal culture) seperti nilai-nilai, ide-ide, harapan-harapan dan kepercayaan-kepercayaan yang terwujud dalam perilaku masyarakat dalam mempersepsikan hukum”. Pendapat serupa juga dikemukakan dalam teori hukum pembangunan dari Muchtar Kusumaatmadja. Berdasarkan kenyataan kemasyarakatan dan situasi kultural di Indonesia serta kebutuhan riil masyarakat Indonesia, Muchtar Kusumaatmadja merumuskan landasan atau kerangka teoritis bagi pembangunan hukum nasional dengan mengakomodasikan pandangan tentang hukum dari Eugen Ehrlich dan teori hukum Roscou Pound, dan mengolahnya menjadi suatu konsep hukum yang memandang hukum sebagai sarana pembaharuan, disamping sarana untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum.14 Untuk memberikan landasan teoritis dalam memerankan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat serta membangun tatanan hukum nasional yang akan mampu menjalankan peranan tersebut, Muchtar Kusumaatmadja mengajukan konsepsi hukum yang tidak saja merupakan keseluruhan azasazas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.15 Dengan konsepsi hukum tersebut, tampak bahwa Muchtar memandang tatanan hukum itu sebagai suatu sistem yang tersusun atas 3 (tiga) komponen (sub sistem) yaitu:16 a. Azas-azas dan kaidah hukum; b. Kelembagaan hukum; c. Proses perwujudan hukum.
14 15 16
Ibid, hlm. 7. Ibid. Ibid.
Fungsi Sosial Tanah
11
Menurut Muchtar Kusumaatmadja, hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan itu merupakan sesuatu yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu.17 Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bias berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti merupakan arah kegiatan rumusan kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan.18 Kedua fungsi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh hukum disamping fungsinya yang tradisional yakni untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban.19 Perubahan maupun ketertiban atau keteraturan merupakan tujuan kembar dari masyarakat yang sedang membangun, hukum menjadi suatu alat (sarana) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.20 Peranan hukum dalam pembangunan dimaksudkan agar pembangunan tersebut dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa diperlukan seperangkat produk hukum baik berwujud perundangundangan maupun keputusan badan-badan peradilan yang mampu menunjang pembangunan.21 Dalam tataran pelaksanaan kebijakan pola fungsi sosial tanah harus dapat dijabarkan lebih detail dan lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundangperundangan. Dalam kaitannya dengan pengurusan sumber daya agrarian khususnya yang berkaitan dengan fungsi sosial tanah perlu adanya good lands governance.22 17 18 19 20 21 22 12
Muchtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung: PT. Alumni, 2002), hlm. 89. Ibid. Ibid. Ibid, hlm. 89. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm. 65. Elfian Efendi, Jangan Menunggu Kapal Pecah, ( Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), hlm.61. Fungsi Sosial Tanah
Adapun syarat good lands governance antara lain: Pertama, adanya transparansi hukum, kebijakan dan pelaksanaan; Kedua, tersedianya mekanisme yang “legitimate” dalam proses akuntabilitas publik; Ketiga, adanya mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi yang partisipatif; Keempat, adanya mekanisme demokratis dalam memperkuat daerah; Kelima, memperbaiki birokrasi pusat yang tidak efektif dan efisien untuk perbaikan kinerja melalui pengembangan institusi yang mengarah kepada peningkatan pelayanan publik.23 Untuk menghindarkan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang dipergunakan dalam penulisan disertasi ini, berikut ini definisi operasional dari istilah-istilah tersebut. 1. Tanah adalah permukaan bumi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA. 2. Hukum Tanah adalah bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah: hak bangsa, hak menguasai dari Negara, hak ulayat, hak pengelolaan, wakaf dan hak-hak atas tanah lainnya. 3. Fungsi tanah adalah sebagai salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia, juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara nasional maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional. 4. Hak bangsa adalah hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan semua tanah di seluruh wilayah Negara sebagai tanah bersama, yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan serta kebutuhan tanah nasional dan masyarakat dewasa ini dan masa mendatang. 5. Pembagian Kewenangan adalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan.24
23 24
Ibid., hlm. 61. S Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Fungsi Sosial Tanah
13
E. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan penelitian ini dapat dibedakan kedalam materi penelitian dan wilayah penelitian yang dijadikan sebagai sampel terutama daerah-daerah yang masih eksis dalam kaitannya dengan masalah fungsi sosial tanah. 1. Materi Kegiatan Penelitian Materi kegiatan difokuskan pada eksplorasi mengenai kebijakan fungsi sosial tanah dan kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat, serta mengkaji bahan-bahan untuk menyusun rumusan konsep pengembangan kebijakan tentang fungsi sosial tanah ideal pada masa yang akan datang. 2. Wilayah Penelitian Wilayah penelitian difokuskan di 6 (enam) daerah/provinsi sebagai sampel yang mempunyai masyarakat hukum adat/ulayat cukup kuat yang dipilih secara purposive random sampling, yaitu Provinsi Sumatera Utara; Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Bali, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Gorontalo. Dari Masing-masing provinsi tersebut dipilih 2 kabupaten/kota dengan menggunakan metode pusposive random sampling.
14
Fungsi Sosial Tanah
3 Bab METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pikir Kajian Dalam bab ini akan dijelaskan pendekatan dan metodologi yang akan dijalankan oleh Konsultan dalam menangani Pekerjaan Penelitian Tentang Kebijakan Fungsi Sosial Tanah, yang secara garis besar tahapan pekerjaan sesuai yang tercantum dalam kerangka acuan kerja adalah tahap persiapan perencanaan/ perancangan,
penyusunan gambar pra rencana, penyusunan
pengembangan perencanaan, pembuatan perhitungan biaya kerja, rancangan detail, persiapan pelelangan, pelelangan, evaluasi dan negosiasi, pengawasan berkala, dan tentunya dalam setiap langkah yang akan diambil tetap mengadakan asistensi/ diskusi dengan Pengguna Jasa. Selanjutnya dalam bab ini akan diuraikan tentang metodologi yang akan digunakan konsultan dalam setiap rangkaian kegiatan pekerjaan sehingga dalam waktu yang relatif singkat yaitu 4 (empat) bulan, seluruh rangkaian pekerjaan dapat dilaksanakan dengan hasil yang sesuai dengan tujuan pekerjaan ” Penelitian tentang Kebijakan Fungsi Sosial Tanah”. Fungsi Sosial Tanah
15
B. Pendekatan Penelitian Dalam melaksanakan “ Penelitian Kebijakan Fungsi Sosial Tanah”, diperlukan pendekatan yuridis empiris/yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis dilakukan untuk memahami pengaturan fungsi sosial tanah dan juga untuk mengetahui sinkronisasi dan kontradiksi terhadap aturan-aturan yang berkaitan dengan masalah kebijakan yang terkait dengan fungsi sosial tanah dalam kerangka hukum tanah nasional. Pendekatan sosiologis digunakan untuk mengidentifikasi hukum yang nyata-nyata berlaku (secara implicit berlaku) dalam masyarakat berkaitan dengan masalah fungsi sosial tanah. Penelitian ini juga didukung dengan pendekatan historis (sejarah) untuk mengungkap dan menjelaskan lembaga hukum yang terkait dengan masalah fungsi sosial tanah.1 Agar proses pelaksanaan penelitian dapat mencapai tujuan yang akan dicapai maka diperlukan enam langkah proses berpikir sistemik. Langkahlangkah proses ini merupakan panduan umum saja yang meliputi: 1. Identifikasi kondisi yang ada; 2. Identifikasi kebutuhan dan kondisi yang diinginkan; 3. Identifikasi permasalahan; 4. Analisis; 5. Penyusunan alternatif usulan kebijakan; 6. Memperkirakan dampak implementasi kebijakan. C. Metode Pengumpulan Data 1. Metodologi Pengumpulan Data Sekunder
1
16
Jufrina Rizal, dalam Hermayulis, “Penerapan Hukum Pertanahan dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Pada Sistem Kekerabatan Patrilinial di Sumatera Barat”, (Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1991), hlm. 58. Fungsi Sosial Tanah
Pengumpulan data sekunder dilakukan guna mengumpulkan Literatur yang berkaitan dengan kebijakan, peraturan dan perundangan terkait di bidang fungsi social tanah. Atau bisa juga diperoleh berdasarkan hasil studi sebelumnya untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari kondisi yang terkait dengan perumahan dan permukiman, termasuk permasalahan, kebutuhan maupun harapan yang diinginkan . Pengumpulan data melalui data sekunder ini dikatagorikan sebagai penelitian sekunder, dimana penelitian sekunder merupakan pendekatan penelitian yang menggunakan data-data yang telah ada, selanjutnya dilakukan proses analisa dan interpretasi terhadap data-data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum melaksanakan pengumpulan data sekunder tim studi harus benar-benar memahami sampai sejauh mana data-data sekunder ini dapat digunakan, untuk itu keuntungan dan kerugian penelitian sekunder berikut harus diketahui. Metodologi umum dalam penelitian sekunder a. Mencari dan mengumpulkan data. b. Membuat agar unit pengukuran yang digunakan dapat dibandingkan (comparable). c. Mengevaluasi data/ dokumen. d. Menentukan kelengkapan data. e. Melakukan analisa data. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan. kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa; dan dokumen sekunder, jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang Fungsi Sosial Tanah
17
ini. Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa dokumen-dokumen ini ditulis tidak untuk tujuan penelitian sehingga penggunaannya memerlukan kecermatan. Kegiatan studi literatur mengacu sumber-sumber yang meliputi : a. Inventarisasi landasan hukum, peraturan dan perundang-undangan serta kebijakan fungsi social tanah; b. Data terkait dengan kondisi/situasi dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan yang terkait dengan fungsi social tanah; c. Data mengenai kondisi yang ada terkait dengan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat dalam kegiatan kebijakan fungsi sosial tanah; d. Kondisi yang terjadi di lapangan tentang masalah yang berkaitan dengan fungsi social tanah saat ini; e. Data dan informasi mengenai aspek teknologis, administratif pertanahan, sosiologis dan ekonomis, terkait dengan kebijakan fungsi social tanah yang dilaksanakan saat ini. Hasil deskripsi ringkas dari studi data sekunder tersebut selanjutnya diasistensikan untuk mendapat masukan dari pengguna jasa guna penyempurnaan langkah kerja lebih lanjut. Setelah dibahas dibuatlah
18
Fungsi Sosial Tanah
superimpossed untuk masing-masing permasalahan yang dihadapi guna dilakukan verifikasi lapangan dengan penelitian primer (survai primer). Hasil dari penelitian sekunder yang masih berupa data akan dituangkan dalam laporan antara. 2. Metode Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data dikakukan dengan cara wawancara ataupun kuesioner dengan nara sumber dari masyarakat, instansi pemerintahan terkait dan juga dari kalangan akademisi. Adapun kuesioner yang disebarkan untuk mendapatkan data lapangan yang memadai menggunakan beberapa model yaitu berupa pertanayaan yang akan dianalisis secara kualitatif dan juga kuantitatif. Secara rinci kedua jenis kuesioner tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Kuesioner Kajian Dengan Analisis Kuantitatif Matrik Pengumpulan Data No 1
Rumusan Masalah
Pengembangan
Pengembangan
Rumusan
Indikator
Tanah mempunyai
Rumusan Fungsi
dimensi
Sosial dari perspektif
Ipoleksosekhankamnas,
Ideologis
Wawasan Nusantara
Paremeter Ukur
NKRI
Item Pernyataan
1. Rumusan fungsi sosial HAT seharusnya tetap dalam kontek NKRI 2. Rumusan fungsi sosial HAT seharusnya memperhatikan nilainilai kebangsaan
Pancasila
Ideologi Bangsa Indonesia Falsafah hidup bangsa Indonesia
Politik
Demokrasi Pancasila Demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Sosial
Sosial budaya
Reformasi Agraria
Indonesia
Fungsi Sosial Tanah
19
Ekonomi
Ekonomi Kerakyatan
Peningkatan kesejahteraan rakyat
Kemajuan teknologi
Meningkatkan produksi nasional
2
Bagaimana rumusan
Rumusan Fungsi
Fungsi sosial
Perwujudan yang
fungsi sosial hak
Sosial HAT
HAT merupakan
konkrit mengenai
atas tanah dalam
kebijakan dasar
empat prinsip
pengembangan
empat prinsip
pertanahan dalam
kebijakan, pengaturan,
pengelolaan
setiap kebijakan
pelayanan serta
pertanahan,
pengendalian dan
yaitu HAT harus
pengawasan yang
berkontribusi
diperlukan dalam
secara nyata untuk
mengatur fungsi sosial
bangsa dan negara
hak atas tanah?
Indonesia A. Pengembangan
1. meningkatkan
Menciptakan
Kebijakan
kesejahteraan rakyat
lapangan kerja
Pertanahan
dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat
Mengurangi kemiskinan
Memperkuat ketahanan pangan
2. meningkatkan
Negara dapat
tatanan kehidupan
memberikan
bersama yang lebih
macam-macam hak
berkeadilan dalam
atas tanah kepada
kaitannya dengan
orang-orang, baik
pemanfatan,
sendiri maupun
penggunaan,
bersama-sama
penguasaan, dan
dengan orang lain
pemilikan tanah,
serta Badan-badan Hukum tiap warga negara
Adanya persamaan
Indonesia baik
prosedur dalam
laki-laki maupun
setiap pemberian
wanita mempunyai
hak atas tanah bagi
kesempatan
pemohon hak laki-
yang sama untuk
laki dan perempuan
memperoleh suatu hak atas tanah Adanya persyaratan cakap menurut hukum bagi setiap pemohon hak lakilaki dan perempuan Pemberian hak atas tanah dengan mencegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas
20
Fungsi Sosial Tanah
3. menjamin
Setiap orang,
Pemberian/
kebelanjutan sistem
Badan Hukum
Penetapan SK
kemasyarakat
dan Instansi
HAT seharusnya
an, kebangsaan
yang mempunyai
mencantumkan
dan kenegaraan
hubungan hukum
kewajiban
Indonesia dengan
dengan tanah
memelihara
memberikan akses
wajib memelihara
tanah, menambah
seluas-luasnya
tanah, menambah
kesuburan
pada generasi
kesuburan
dan mencegah
akan datang
dan mencegah
kerusakannya
pada sumber-
kerusakannya
sumber ekonomi
(Kewajiban)
masyarakat dan
Setiap jenis
tanah
Sertipikat HAT seharusnya mencantumkan kewajiban memelihara tanah, menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya Memberikan sanksi
Setiap pelanggaran
yang layak bagi
kewajiban untuk
setiap pelanggaran
memelihara tanah
lingkungan hidup
diberikan sanksi yang tegas dan memaksa
Pembangunan
Setiap pemberian
yamg berkelanjutan
hak atas tanah
utk meningkatkan
selalu bertujuan
ekonomi rakyat
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
4. menciptakan
Memberikan
tatanan kehidupan
aturan yang
bersama secara
standar di setiap
harmonis dengan
daerah mengenai
mengatasi berbagai
pengelolaan tanah
sengketa dan
untuk mencegah
konflik pertanahan
konflik dan sengketa
di seluruh tanah air
tanah
dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik di kemudian hari. B. Pengembangan
1. mengatur dan
Adanya aturan
Pengaturan
menyelenggarakan
mengenai sistem
Pertanahan
peruntukan,
kelola tanah yang
penggunaan,
standar di setiap
persediaan dan
propinsi
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut,.
Fungsi Sosial Tanah
21
Adanya aturan mengenai sistem pemeliharaan tahnah yang standar di setiap propinsi 2. menentukan dan
Adanya aturan
mengatur hubungan-
mengenai syarat-
hubungan hukum
syarat kepada tiap
antara orang-orang
warga negara dalam
dengan bumi, air dan memperoleh hak ruang angkasa,
atas tanah
3. menentukan dan
Adanya aturan
mengatur hubungan-
mengenai
hubungan hukum
hubungan-hubungan
antara orang-orang
hukum yang timbul
dan perbuatan-
dalam setiap
perbuatan hukum
perbuatan hukum
yang mengenai
yang berkaitan
bumi, air dan ruang
dengan tanah
angkasa C. Pelayanan
Memberikan
Adanya prosedur
Pertanahan
pelayanan
yang mudah dan
administrasi di
standar dalam
bidang pertanahan
pengurusan
dengan baik dan
administrasi
transparan
pertanahan
D. Pengawasan dan
Adanya prosedur
Adanya buku
Pengendalian
pengawasan yang
panduan mengenai
standar di setiap
prosedur
daerah
pengawasan secara nasonal
Adanya
Adanya buku
prosedur tentang
panduan mengenai
pengendalian
pengendalian
tanah agar dapat
tanah agar sejalan
memperbaiki dan
dengan kelestarian
menjaga kualitas
lingkungan hidup
lingkungan hidup
22
Fungsi Sosial Tanah
2
Apa saja indikator
Indikator Batasan
Adanya fungsi sosial
Fungsi sosial dan
batasan fungsi sosial
Fungsi Sosial HAT
dan kepentingan
kepentingan umum
hak atas tanah bagi
dalam mengatur dan
umum yang melekat
harus diprioritaskan
negara dalam mengatur
menyelenggarakan
di setiap pemberian
demi kepentingan
hak atas tanah
bersama
Mengatur setiap
Adanya panduan
peruntukkan tanah
bagi peruntukkan
agar sesuai dengan
tanah sesuai dengan
tata ruang di setiap
kondisi daerah
daerah
masing-masing
B. Penggunaan
Mengatur
Menata kembali
Tanah
penggunaan tanah
struktur penggunaan
agar sesuai dengan
tanah yang lebih adil
tata guna tanah
bagi masyarakat
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
A. Peruntukan Tanah
dan pemanfaatan atas tanah?
C. Persediaan Tanah
Mengatur persediaan Memberikan tanah agar terjadi
aturan yang
keseimbangan
standar mengenai
lingkungan hidup
persediaan tanah di setiap daerah
D. Pemanfaatan
Mengatur
Memberikan aturan
Tanah
pemanfaatan tanah
yang konkrit dan
sebaik mungkin
standar dalam
dan mencegah
pemanfaatan tanah
kerusakan
secara nasional
lingkungan
PETUNJUK PENGISIAN Mohon Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan tanda silang (X) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan pendapat atau pilihan Bapak/Ibu/Sdr. Keterangan Pilihan Jawaban 1 = STS (Sangat tidak Setuju) 3 = CS (Cukup Setuju) 5 = SS (Sangat Setuju) 2 = TS (Tidak Setuju)
4=S
(Setuju)
Fungsi Sosial Tanah
23
PERNYATAAN MENGENAI FAKTOR FAKTOR YANG MENENTUKAN PERCEPATAN PENDAFTARAN DAN SERTIPIKASI TANAH PERTAMA KALI No A
Item-Item Pernyataan Yang Mempercepat
PILIHAN JAWABAN
Tanah mempunyai dimensi Ipoleksosekhankamnas 1. Rumusan Fungsi Sosial Tanah
1. 2.
Rumusan fungsi sosial tanah harus memasukkan aspek ideologi, politik, sosial, ekonomi. Rumusan fungsi sosial HAT seharusnya tetap dalam kontek NKRI dan memperhatikan nilai-nilai kebangsaan
STS
TS
CS
S
SS
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Rumusan fungsi sosial HAT harus memenuhi dimensi wawasan 3.
nusantara, Pancasila, demokrasi Pancasila, sosial kebidayaan, demokrasi ekonomi, teknologi 2. Rumusan fungsi sosial HAT dalam Pengembangan Kebijakan Pertanahan Fungsi sosial HAT merupakan kebijakan dasar empat prinsip
.
pengelolaan pertanahan, yaitu HAT harus berkontribusi secara nyata untuk bangsa dan negara Indonesia. Pengembangan kebijakan pertanahan harus mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyat
dan
melahirkan
sumber-sumber
baru
kemakmuran rakyat melalui program penciptaan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memperkuat ketahanan pangan. Kebijakan pertanahan harus dapat meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang
lebih
pemanfatan,
penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah,
berkeadilan
dalam
kaitannya
dengan
kepada orang-orang (Laki-laki atau perempuan), baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta Badan-badan Hukum dengan mencegah kepemilikan yang melampaui batas. Kebijakan pertanahan harus mampu menjamin kebelanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat dan tanah Setiap orang, Badan Hukum dan Instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah wajib memelihara tanah, menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya (Kewajiban) Pemberian/Penetapan
SK
HAT
seharusnya
mencantumkan
kewajiban memelihara tanah, menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya. Setiap jenis Sertipikat HAT seharusnya mencantumkan kewajiban memelihara
tanah,
menambah
kesuburan
dan
mencegah
kerusakannya. Setiap pelanggaran kewajiban untuk memelihara tanah diberikan sanksi yang tegas dan memaksa. Kebijakan pertanahan harus menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah air dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik di kemudian hari, melalui standar peraturan perundangan di daerah. B.
24
Pengembangan Pengaturan Pertanahan
Fungsi Sosial Tanah
Pengembangan pengaturan pertanahan dilakukan dengan mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut Pengembangan pengaturan pertanahan dilakukan melalui adanya aturan mengenai sistem kelola tanah dan sistem pemeliharaan tanah yang standar di setiap propinsi Salah satu bentuk pengembangan pengaturan pertanahan yaitu dengan menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, dengan adanya aturan mengenai hubungan-hubungan hukum yang timbul dalam setiap perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah. C.
Pelayanan Pertanahan Pelayanan pertanahan dilakukan dengan memberikan pelayanan administrasi di bidang pertanahan dengan baik dan transparan Pelayanan administrasi pertanahan yang baik dan transparan dapat diukur melalui adanya prosedur yang mudah dan standar dalam pengurusan administrasi pertanahan
D.
Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan pengendalian pertanahan dapat diukur dengan adanya prosedur pengawasan yang standar di setiap daerah dan adanya prosedur tentang pengendalian tanah agar dapat memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup Agar pengendalian dan pengawasan pertanahan dapat dilaksanakan dengan baik ada buku panduan mengenai prosedur pengawasan secara nasonal dan buku panduan mengenai pengendalian tanah agar sejalan dengan kelestarian lingkungan hidup
E.
Indikator Batasan Fungsi Sosial HAT dalam mengatur dan menyelenggarakan Indikator Batasan Fungsi Sosial HAT ditentukan oleh adanya fungsi sosial dan kepentingan umum yang melekat dalam pemberian HAT 1. Peruntukan Tanah Dalam mengatur setiap peruntukkan tanah agar sesuai dengan tata ruang di setiap daerah. Agar peruntukan tanah sesuai dengan tata ruang di daerah harus ada panduan bagi peruntukkan tanah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing 2. Penggunaan Tanah Dalam mengatur penggunaan tanah harus sesuai dengan tata guna tanah Penggunaan tanah yang sesuai dengan tataa guna tanah harus mampu menata kembali struktur penggunaan tanah yang lebih adil bagi masyarakat. 3. Persediaan Tanah Dalam mengatur persediaan tanah harus diperhatikan adanya keseimbangan lingkungan hidup Agar persediaan tanah dapat menjaga keseimbangan lingkungan hidup maka diperlukan aturan yang standar mengenai persediaan tanah di setiap daerah. 4. Pemanfaatan Tanah Dalam mengatur tentang pemanfaatan tanah harusdapat dilaksanakan sebaik mungkin dan mencegah kerusakan lingkungan Agar pemanfaatan tanah dapat dilaksanakan sebaik mungkin dan dapat mencegah kerusakan lingkungan harus ada aturan yang konkrit dan standar dalam pemanfaatan tanah secara nasional
Fungsi Sosial Tanah
25
b. Kuesioner Dengan Metode Analisis Kualitatif Format metode kuesioner dengan metode analisis kualitatif dalam penelitian kebijakan fungsi social tanah, dapat diuraikan sesuai format sebagai berikut: DAFTAR PERTANYAAN 1. Identitas a. Nama
:
b. Jenis Kelamin
:
c. Pekerjaan
:
d. Umur
:
e. Institusi
:
f. Alamat
:
2. Daftar Pertanyaan : a. Apa yang diketahui tentang fungsi sosial tanah? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... b. Permasalahan apa yang terjadi yang berkaitan dengan masalah fungsi sosial tanah? Apakah karena belum adanya kebijakan yang jelas ataukah karena implementasi terhadap kebijakan pemerintah? .................................................................................................... .................................................................................................... 26
Fungsi Sosial Tanah
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... c. Apakah kebijakan fungsi sosial tanah yang selama ini ada sudah memberikan perlindungan untuk mensejahterakan masyarakat? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... d. Apabila pada poin c Bapak/Ibu menjawab sudah atau belum, mohon dapat dijelaskan alasan-alasan untuk masing-masing jawaban tersebut? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... e. Bagaimanakah seharusnya strategi kebijakan fungsi sosial tanah yang baik agar dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat? Apakah
strategi yang dilakukan oleh pemerintah tersebut
terkait dengan beberapa faktor di bawah ini seperti : a) Membuat kebijakan baru b) Mempertahankan kebijakan yang telah ada c) Membuat kebijakan baru dalam bentuk Peraturan Daerah Fungsi Sosial Tanah
27
atau peraturan lainnya f. Fungsi sosial hak atas tanah dapat dituangkan dalam bentuk-bentuk di bawah ini: a) kebijakan (Policy) b) pengaturan (regulatory) c) pengendalian dan pengawasan (compliance) d) dan pelayanan (service) Mana diantara bentuk-bentuk tersebut yang sangat menentukan agar fungsi sosial tanah dapat memberikan jaminan perlindungan untuk mensejahterakan masyarakat? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... g. Apabila menurut Bapak/Ibu/Saudara bentuk-bentuk tersebut selain sebagaimana disebutkan dalam poin f, maka sebutkan dan berikan penjelasannya mengapa demikian? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... h. Dalam
melaksanakan
misi-misi
social
tanah
tersebut
pemerintah mempertimbangkan ketersediaan tanah, untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan 28
Fungsi Sosial Tanah
(stakeholder). Apakah di wilayah kerja Bapak/Ibu/Saudara faktor ketersediaan tanah untuk melaksanakan misi social tanah sudah cukup memadai ataukah tidak? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... i. Apabila pada poin h, Bapak/Ibu/Saudara menjawab belum maka kira-kira berapa luas tanah yang seharusnya diperlukan dalam rangka melaksanakan misi sosial terhadap tanah bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... j. Kebijakan fungsi sosial tanah yang harus memperhatikan beberapa aspek seperti aspek budaya, sosial dan juga aspek karakteristik potensi tanah. Menurut Bapak/Ibu/Saudara, diantara ketiga aspek tersebut mana yang paling menonjol dalam kaitannya dengan kebijakan fungsi sosial tanah dan mohon dijelaskan alasannya? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... Fungsi Sosial Tanah
29
.................................................................................................... .................................................................................................... k. Bagaimanakah peran
masyarakat dalam
menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan fungsi sosial tanah? Apakah melalui penyampaian usulan kepada pemerintah daerah ataukah melalui cara lainnya? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... l. Bagaimanakah peran Pemerintah Daerah dalam mengatasi terhadap permasalahan fungsi sosial tanah di wilayah kerja Bapak/Ibu/saudara? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... m. Apakah terdapat Perda yang mengatur tentang fungsi social tanah di daerah kerja Bapak/Ibu/saudara? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 30
Fungsi Sosial Tanah
n. Bagaimana sebaiknya kebijakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah ke depan untuk mengatasi masalah fungsi sosial tanah? .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 3. Responden dan Nara Sumber Responden yang akan diambil dalam survey adalah masyarakat, instansi pemerintahan terkait dan stake holder terkait, dimana sample akan diambil baik dari pusat maupun dari daerah yang telah ditentukan. Dimana daerah yang akan diambil samplenya adalah : •
Provinsi Sumatera Utara;
•
Provinsi Riau
•
Provinsi Kalimantan Selatan
•
Provinsi Bali
•
Provinsi Jawa Timur
•
Provinsi Gorontalo Penentuan kota definitif akan didiskusikan lebih lanjut dengan pengguna
jasa, dimana usulan awal dari konsultan adalah mengusulkan lokasi-lokasi.
Fungsi Sosial Tanah
31
D. Analisa Data Analisis data sekunder dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang mempunyai korelasi dengan kebijakan fungsi sosial tanah. Dengan demikian akan dapat diketahui sinkronisasi dan kontradiksi terhadap peraturan yang terkait dengan kebijakan fungsi sosial tanah dan bagaimana aplikasinya di lapangan. Sedangkan untuk data primer yang telah terkumpul melalui observasi dan wawancara yang mendalam itu disaring terlebih dahulu, baru kemudian dianalisis akan dianalisis dengan menggunakan untuk mendiskripsikan terhadap masalah yang diteliti. Selanjutnya terhadap data sekunder dan primer, juga dilakukan analisa data secara deskriptif evaluatif dari studi kebijakan/peraturan dan hasil survey serta masukan atau pendapat pakar instansi terkait dengan kebijakan fungsi sosial tanah. Hasil analisis data tersebut dibahas dengan bantuan teoriteori yang relevan untuk mengantar pada kegiatan penyusunan model kebijakan yang efektif.
32
Fungsi Sosial Tanah
4 Bab GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Provinsi Sumatera Utara
Lambang
Koordinat Dasar hukum Tanggal penting Ibu kota Gubernur Luas Penduduk Kepadatan Kabupaten
Peta Lokasi
1°-4° LU 98°–100° BT UU 10/1948, UU 24/1956 15 April 1948 Medan Syamsul Arifin 72.981,23 km² 13.319.525 (2007) 183 25 Fungsi Sosial Tanah
33
Kota Kecamatan Kelurahan/Desa Suku Agama Bahasa Zona waktu
8 325 5.456 Batak (41,95%), Jawa (32.62%) Nias (6.36%), Melayu (4,92%), Minangkabau (2,66%), Banjar (0.97%), Lain-lain (9,72%) [1] Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Parmalim, Konghucu Indonesia, Batak, bahasa Karo, bahasa Pakpak, bahasa Simalungun, bahasa Angkola, bahasa Padang Lawas, bahasa Mandailing, Nias, Melayu, Jawa WIB
Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan. Provinsi ini terutama merupakan kampung halaman suku bangsa Batak, yang hidup di pegunungan dan suku bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir timur. Selain itu juga ada suku bangsa Nias di pesisir Barat Sumatera, Mandailing, Jawa dan Tionghoa. a. Geografi Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km². Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi atas: 1. Pesisir Timur 2. Pegunungan Bukit Barisan. 3. Pesisir Barat. 4. Kepulauan Nias. Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling 34
Fungsi Sosial Tanah
pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini. Pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli. Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Malaka. Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di [[Gunung Sitoli. Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumatera Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga. Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120 hektar (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha. Namun angka ini sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de facto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan Fungsi Sosial Tanah
35
akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi. b. Pemerintahan Daftar kabupaten/kota di Sumatera Utara No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 36
Kabupaten/Kota Kabupaten Asahan Kabupaten Batu Bara Kabupaten Dairi Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Humbang Hasundutan Kabupaten Karo Kabupaten Labuhanbatu Kabupaten Labuhanbatu Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara Kabupaten Langkat Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Nias Kabupaten Nias Barat Kabupaten Nias Selatan Kabupaten Nias Utara Kabupaten Padang Lawas Kabupaten Padang Lawas Utara Kabupaten Pakpak Bharat Kabupaten Samosir Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Simalungun Kabupaten Tapanuli Selatan Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten Tapanuli Utara
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota Kisaran Limapuluh Sidikalang Lubuk Pakam Dolok Sanggul Kabanjahe Rantau Prapat Kota Pinang Aek Kanopan Stabat Panyabungan Gunung Sitoli Lahomi Teluk Dalam Lotu Sibuhuan Gunung Tua Salak Pangururan Sei Rampah Raya Sipirok Pandan Tarutung
25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kabupaten Toba Samosir Kota Binjai Kota Gunung Sitoli Kota Medan Kota Padang Sidempuan Kota Pematangsiantar Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kota Tebing Tinggi
Balige Binjai Kota -
Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara dibagi kepada 25 kabupaten, 7 kota (dahulu kotamadya), 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa. Pemekaran daerah Dengan dimekarkannya kembali Kabupaten Tapanuli Selatan, maka provinsi ini memiliki kabupaten baru, yaitu Kabupaten Padang Lawas yang beribukota di Sibuhuan dengan dasar hukum UURI No. 38/2007 dan Kabupaten Padang Lawas Utara yang beribukota di Gunung Tua dengan dasar hukum UURI No. 37/2007. Pulau Nias diwacanakan akan dimekarkan kembali, yaitu dengan membentuk Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, dan Kota Gunung Sitoli.
Fungsi Sosial Tanah
37
c. Demografi | Ekonomi | KBI | Wisata Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia dan, secara geografis terletak antara 1” - 4” Lintang Utara dan 98” - 100” Bujur Timur. Daerah ini berbatasan dengan : - Sebelah Utara : Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam - Sebelah Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka - Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat - Sebelah Barat : Samudera Hindia Luas Sumatera Utara secara keseluruhan mencapai 181.680,68 km2 yang terdiri dari lautan dengan luas 110.000 km2 atau sekitar 60,5% dan daratan yang mencapai 71.680,68 km2 atau sekitar 39,5%, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, pulau-pulau Batu serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai pulau Sumatera. Secara administratif, di tahun 2005, Provinsi Sumatera Utara memiliki 25 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 18 Kabupaten dan 7 Kota. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2000, sebelum bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah, di Provinsi Sumatera Utara hanya terdapat 13 kabupaten dan 6 kota. Dan pada bulan Desember 2006, telah terbentuk Kabupaten Batubara sebagai pemekaran dari Kabupaten Asahan, sehingga jumlah kabupaten/kota di Sumatera Utara menjadi 19 kabupaten dan 7 kota. Didalam perjalanannya, otonomi daefrah yang bergulir sejak 1 Januari 2001, yang ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelaksanaan pembangunan yang bersifat bottom up, ditandai dengan munculnya keinginan untuk membentuk satuan-satuan wilayah administrasi tertentu. Sepanjang tahun 2004-2006, jumlah 38
Fungsi Sosial Tanah
kecamatan bertambah sebanyak 30 kecamatan dari 331 kecamatan menjadi 361 Kecamatan dan jumlah desa/kelurahan bertambah sebanyak 129 desa/kelurahan dari 5.497 desa/kelurahan menjadi 5.626 desa/kelurahan. Sedangkan Iklim di Sumatera Utara secara umum beriklim tropis, dengan musim kemarau sekitar bulan Juni – September dan musim hujan sekitar bulan November – Maret. Begitu pula dengan potensi daerahnya yang memiliki daerah pertanian dengan lumbung padi terbesar di Kabupaten Deli Serdang. Memiliki daerah perkebunan yang sangat luas, yaitu kebun Kelapa Sawit dan kebun Karet serta memiliki beberapa industri besar, sedang dan industri rumah tangga. Industri yang tergolong besar adalah pabrik peleburan aluminium yang terletak di Kuala Tanjung daerah Kabupaten Asahan. Industri besar lainnya antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memanfaatkan air terjun Sigura-gura dari sungai Asahan. d. Kesejahteraan Rakyat Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hasil sensus penduduk 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara 11.506.808 jiwa, terdiri dari 5.750.315 penduduk laki-laki dan 5.756.493 penduduk perempuan. Pada Juni 2005, jumlah penduduk diperkirakan 12.326.678 jiwa dengan 6.165.071 penduduk laki-laki dan 6.161.607 penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk pada kurun waktu tahun 2000-2005 sebesar 1,37% per tahun. Tahun 2006 jumlah penduduk diperkirakan menjadi 12.643.494 jiwa dengan 6.324.505 laki-laki dan 6.318.989 perempuan. Penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak tinggal di daerah pedesaan daripada daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera Fungsi Sosial Tanah
39
Utara yang tinggal di pedesaan sebesar 54,15% dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 45,85%. Pencapaian pembangunan manusia Sumatera Utara tahun 2005 lebih baik dibandingkan tahun 2004, tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Nilai IPM Sumatera Utara pada tahun 2005 sebesar 72, pada tahun 2004 angka tersebut 71,4 atau meningkat sebesar 0,6 poin. Meningkatnya IPM di tahun 2005 tersebut didukung oleh adanya peningkatan angka harapan hidup yang mencapai 68,7 tahun, rata-rata lama sekolah mencapai 8,5 tahun,angka melek huruf mencapai 97 persen, dan rata-rata pengeluaran riel per kapita mencapai Rp. 618.000,-. Sementara pada tahun 2004, angka harapan hidup Sumatera Utara adalah 68,2 tahun, rata-rata lama sekolah mencapai 8,4 tahun,angka melek huruf mencapai 96,6 persen, dan rata-rata pengeluaran riel per kapita mencapai Rp. 616.000,-. Diperkirakan IPM tahun 2006 akan mencapai 72,7 (target RPJM tahun 2008). Angka kelahiran total (Total Fertility Rate = TFR) dan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate = IMR) cenderung turun. Tahun 2006 TFR sebesar 2,579 dan IMR sebesar 28,2. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2005,dengan TFR sebesar 2,627 dan IMR sebesar 29,6. Tingkat pengangguran terbuka (TPT), berdasarkan Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS pada bulan Februari 2006,masih berada pada kisaran 14,83 persen (847.579 jiwa). Tingkat pengangguran ini jauh lebih tinggi dibandingan dengan periode Februari 2005 dimana TPT hanya sebesar 10,98 persen (636.980 jiwa). Pada bulan Agustus 2006, TPT menurun menjadi 11,51 persen (632.049 jiwa). Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi (Susenas),jumlah penduduk mikin di tahun 2006 sebesar 15,66 persen (1.979.702 jiwa) lebih tinggi dari kondisi tahun 2005 yang mencapai 14,28 persen atau sebanyak 1.760.228 jiwa. Dalam upaya untuk mengurangi jumlah 40
Fungsi Sosial Tanah
penduduk miskin, selama 2006, pemerintah telah menyalurkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 944.972 rumah tangga miskin di Sumatera Utara, dan hingga akhir 2006, seluruh rumah tangga miskin penerima BLT telah menerima pencairan dananya hingga tahap ke 4. Dari catatan BPS, Sumatera Utara termasuk satu dari tujuh provinsi yang telah menyelesaikan pencairan dana BLT sampai tahap 4 (realisasi 100 persen) 2. Provinsi Riau
Lambang
Koordinat Dasar hukum Tanggal penting Ibu kota Gubernur Luas Penduduk Kepadatan Kabupaten Kota Kecamatan Kelurahan/Desa Suku Agama Bahasa Zona waktu Lagu daerah
Peta Lokasi
1°15´ LS - 4°45´ LU dan 100°03´- 109°19´ BT. 9 Agustus 1957 (hari jadi) Pekanbaru Rusli Zainal 111.228,65 km2 5.308.702 jiwa (2003) 10 2 Melayu (37,74%), Jawa (25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak (7,31%), Banjar (3,78%), Tionghoa (3,72%), Bugis (2,27%), Lain-lain (6,94%) [1] Islam (88%), Protestan (1%), Katolik (5%), Buddha (6%), Hindu (0,2%) Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia WIB Lancang Kuning, Soleram, Langgam Melayu, Kutang Barendo Fungsi Sosial Tanah
41
Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Provinsi ini terletak di Pulau Sumatra dan beribukotakan Pekanbaru. Provinsi Riau di sebelah utara berbatasan dengan Kepulauan Riau dan Selat Melaka; di sebelah selatan dengan Provinsi Jambi dan Selat Berhala; di sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan (Provinsi Kepulauan Riau), dan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara. a. Arti lambang Mata rantai tak terputus sejumlah 45 butir, membentuk tameng. Memberi arti persatuan dan kesatuan bangsa yang telah diprokalamasikan sejak tahun 1945. Di dalamnya berisi padi, kapas, gelombang laut, keris dan lancang kuning, jenis kapal layar yang khas daerah Riau. Padi kapas melambangkan kesejahteraan rakyat, lancang kuning mengandung arti semangat rakyat Riau dengan hasil laut yang melimpah. Gelombang 5 lapis melambangkan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Dan Keris Berhulu, kepala burung Serindit adalah kepahlawanan rakyat Riau berdasarkan kebijaksanaan dan kebenaran b. Geografi Luas wilayah Provinsi Riau adalah 111.228,65 kilometer persegi (luas sesudah pemekaran Provinsi Kepulauan Riau) yang terdiri dari pulau-pulau dan laut-laut. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´ Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´-109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat Jakarta. Daerah Provinsi Riau beriklim tropis basah dengan ratarata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun 42
Fungsi Sosial Tanah
yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Ratarata hujan per tahun sekitar 160 hari. Menurut catatan Stasiun Metereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru menunjukkan optimum pada 27,6 ° Celsius dalam interval 23,433,4° Celsius. Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan selama Agustus rata-rata mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadian. c. Sumber daya alam Riau kaya akan sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak dan gas bumi, emas, dll. maupun kekayaan hutan dan perkebunannya, belum lagi kekayaan sungai dan lautnya. Seiring otonomi daerah, kekayaan tersebut bertahap mulai disalurkan secara penuh ke daerah (tidak sepenuhnya diberikan ke pusat) lagi. Aturan baru dari pemerintahan reformasi, memberi batasan dan aturan tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan sumber daya dan bagi hasil dengan lingkungan sekitar. d. Demografi •
Suku bangsa: Suku Melayu, Suku Jawa, Suku Minangkabau, Suku Batak, Suku Banjar, Suku Tionghoa, Suku Bugis, Suku Sunda.
•
Bahasa:
Bahasa
Indonesia,
Bahasa
Melayu,
Bahasa
Minangkabau. •
Agama: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu
Fungsi Sosial Tanah
43
e. Pendidikan Riau mempunyai beberapa perguruan tinggi, di antaranya Universitas Riau [1], Universitas Islam Riau, Universitas Islam Negri SUSKA (Sultan Syarif Kasim), Universitas Lancang Kuning, Universitas Muhammadiyah Riau . Selain itu juga terdapat Politeknik Caltex Riau [2], dan Lembaga pendidikan dan pelatihan. f. Pemerintahan Kabupaten dan Kota No. Kabupaten/Kota 1 Kabupaten Bengkalis 2 Kabupaten Indragiri Hilir 3 Kabupaten Indragiri Hulu 4 Kabupaten Kampar 5 Kabupaten Kuantan Singingi 6 Kabupaten Pelalawan 7 8 9
Kabupaten Rokan Hilir
Kabupaten Rokan Hulu Kabupaten Siak Kabupaten Kepulauan 10 Meranti 11 Kota Pekanbaru 12 Kota Dumai
44
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota
Bengkalis Tembilahan Rengat Bangkinang Teluk Kuantan Pangkalan Kerinci Ujung Tanjung (de juree), Bagan Siapi-api (de facto) Pasir Pengaraian Siak Sri Indrapura Selatpanjang -
PROFIL PROVINSI RIAU
g. Sejarah Provinsi Riau Pembentukan Provinsi Riau ditetapkan dengan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957, yang kemudian diundangkan dalam Undang-undang Nomor 61 tahun 1958. Sama halnya dengan Provinsi lain yang ada di Indoensia, untuk berdirinya Provinsi Riau memakan waktu dan perjuangan yang cukup panjang, yaitu hampir 6 tahun (17 Nopember 1952 s/d 5 Maret 1958). Dalam Undang-undang pembentukan daerah swatantra tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, Jo Lembaran Negara No 75 tahun 1957, daerah swatantra Tingkat I Riau meliputi wilayah daerah swatantra tingkat II, yaitu Bengkalis, Kampar, Indragiri, Kepulauan Riau dan Kotapraja Pekanbaru. Kota Pekanbaru ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Riau pada tanggal 20 Januari 1959 melalui Surat Keputusan dengan No. Des.52/1/44-25, sementara realisasi pemindahan pemerintahan dari Tanjungpinang ke Pekanbaru dimulai pada awal Januari 1960 dan Fungsi Sosial Tanah
45
mulai saat itu resmilah Pekanbaru menjadi ibukota. Kemudian dilakukan penyempurnaan aparatur pemerintahan dan batas-batas wilayah kabupaten. Ditambah dengan adanya hasrat rakyat dari beberapa daerah seperti Indragiri Hilir, Rokan, Bagan Siapi-api dan lain-lain yang menginginkan supaya daerahdaerah tersebut dijadikan Kabupaten, maka oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau pada tanggal 15 Desember 1962 dengan SK. No.615 tahun 1962 di bentuklah suatu panitia yang menghasilkan pembagian 5 (lima) buah daerah tingkat II dan satu buah Kotamadya, yaitu Kotamadya Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kepulauan Riau dan Bengkalis. Seiring dengan berhembusnya “angin reformasi’ telah memberikan perubahan yang drastis terhadap negeri ini, tidak terkecuali di Provinsi Riau sendiri. Salah satu perwujudannya adalah dengan diberlakukannya pelaksanaan otonomi daerah yang mulai di laksanakan pada tanggal 1 Januari 2001. Hal ini berimplikasi terhadap timbulnya daerah-daerah baru di Indonesia, dari 27 Provinsi pada awalnya sekarang sudah menjadi 32 Provinsi. Tidak terkecuali Provinsi Riau, terhitung mulai tanggal 1 Juli 2004 Kepulauan Riau resmi mejadi Provinsi ke 32 di Indonesia, itu berarti Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16 Kabupaten/Kota sekarang hanya menjadi 11 Kabupaten/Kota. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah; (1) Kuantang Singingi, (2) Inderagiri Hulu, (3) Inderagiri Hilir, (4) Pelalawan, (5) Siak, (6) Kampar, (7) Rokan Hulu, (8) Bengkalis, (9) Rokan Hilir, dan Kota (10) Pekanbaru, (11) Dumai. h. Geografi, Topografi dan Demografi Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategis baik pada masa kini maupun 46
Fungsi Sosial Tanah
pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur perdagangan Regional dan Internasional di kawasan ASEAN melalui kerjasama IMT-GT dan IMS-GT. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´ Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat Jakarta. Provinsi Riau sebelum dimekarkan menjadi 2 (dua) Provinsi mempunyai luas 235.306 Km2 atau 71,33 persen merupakan daerah lautan dan hanya 94.561,61 Km2 atau 28,67 persen daerah daratan. Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 mm/tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. Menurut catatan Statiun Metereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru menunjukkan optimum pada 27,6 ° Celcius dalam interval 23,4-33,4° Celcius. Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan selama Agustus rata-rata mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadian. Secara umum, pertumbuhan penduduk Riau relatif tinggi yaitu 3,79% per tahun selama periode 1998-2002. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan penduduk nasional sebesar 1,4% per tahun untuk periode yang sama. Penyebab pertumbuhan tersebut adalah tingginya migrasi dari daerah lain sebagai akibat perputaran roda perekonomian dan peluang lapangan kerja di Provinsi Riau. Jumlah penduduk Provinsi Riau (data 2003, setelah dikeluarkan penduduk Riau Kepulauan) tercatat 4.074.268 jiwa.
Fungsi Sosial Tanah
47
3. Provinsi Kalimantan Selatan
Lambang
Peta Lokasi
Haram Manyarah Waja Sampai K a p u t i n g (Bahasa Banjar: Tetap bersemangat dan kuat seperti baja dari awal sampai akhir)
Koordinat Dasar hukum Tanggal penting Ibu kota Gubernur Luas Penduduk Kepadatan Kabupaten Kota Kecamatan Kelurahan/Desa Suku Agama Bahasa Zona waktu
14 Agustus 1950 (hari jadi) Banjarmasin Drs. H. Rudi Ariffin 36.985 km² 3.054.129 (2002) Angka kematian anak: 67/1.000 kelahiran 11 2 138 1.958 Banjar (76%), Jawa (13%), Bugis (12%) [1] Islam (96,80%), Protestan (28,51%), Katolik (18,12%), Hindu (9,51%), Buddha (17,59%) Bahasa Indonesia(id), Bahasa Banjar (bjn), Bahasa Bakumpai (bkr), Bahasa Bukit (bvu), Bahasa Dusun Deyah (dun), Bahasa Maanyan (mhy) WITA
Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibu kotanya adalah Banjarmasin. Provinsi ini mempunyai 11 kabupaten dan 2 kota. DPRD Kalsel dengan surat 48
Fungsi Sosial Tanah
keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya sepuluh provinsi, setelah pembubaran RIS, salah satunya provinsi Kalimantan dengan gubernur Dokter Moerjani. Sejarah
Balai Seba Gedung Mahligai Pancasila pada rumah jabatan Gubernur KalSel.
a. Kondisi dan Sumber Daya Alam Keanekaragaman Hayati •
Flora Resmi: Kasturi (Mangifera casturi)
•
Fauna Resmi: Bekantan (Nasalis larvatus)
Sumber Daya Alam Kehutanan: Hutan Tetap (139.315 ha), Hutan Produksi (1.325.024 ha), Hutan Lindung (139.315 ha), Hutan Konvensi (348.919 ha) Perkebunan: Perkebunan Negara (229.541 ha) Bahan Galian: batu bara, minyak, pasir kwarsa, biji besi, dll[2] Fungsi Sosial Tanah
49
Sosial Kemasyarakatan Suku Bangsa Kelompok etnik di Kal-Sel menurut Museum Lambung Mangkurat, antara lain : 1. Orang Banjar Kuala, Banjarmasin sampai Martapura, 2. Orang Banjar Batang Banyu, Margasari sampai Kelua 3. Orang Banjar Pahuluan, Tanjung sampai Pelaihari (luar Martapura) 4. Suku Barangas di Berangas, Ujung Panti, Lupak, Aluh Aluh 5. Suku Bakumpai di Bakumpai, Marabahan, Kuripan, Tabukan 6. Suku
Maanyan:
Dayak
Warukin,
Pasar
Panas,
Dayak
Balangan,Dayak Samihim 7. Suku Abal di Kampung Agung sampai Haruai 8. Suku Dusun Deyah di Muara Uya, Gunung Riut, Upau 9. Suku Lawangan di , Muara Uya Utara 10. Suku Bukit di Awayan(Dayak Pitap), Haruyan, Hantakan, Loksado, Piani, Paramasan, Bajuin, Riam Adungan, Sampanahan, Hampang 11. Orang Madura Madurejo di Pengaron, Mangkauk 12. Orang Jawa Tamban di Purwosari 13. Orang Cina Parit di Pelaihari 14. Suku Bajau di Kotabaru, Tanjung Batu 15. Orang Bugis Pagatan di Pagatan 16. Suku Mandar di pulau Laut dan pulau Sebuku (Sumber : Peta alam dan foto kelompok etnik Kalimantan Selatan, 50
Fungsi Sosial Tanah
Museum Lambung Mangkurat, no.11 s.d 16 suku pendatang dari luar Kalimantan). Delapan etnik terbanyak di Kal-Sel menurut sensus 2000 (Dalam sensus belum disebutkan beberapa suku kecil yang merupakan penduduk asli) : Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sukubangsa suku Banjar suku Jawa suku Bugis Suku Madura Suku Bukit (Dayak Meratus) Suku Mandar Suku Bakumpai Suku Sunda Suku-suku lainnya
Jumlah 2.271.586 jiwa 391.030 jiwa 73.037 jiwa 36.334 jiwa 35.838 jiwa 29.322 jiwa 20.609 jiwa 18.519 jiwa 99.165 jiwa
Total penduduk Propinsi Kalsel tahun 2000 : 2.975.440 jiwa (Badan Pusat Statistik - Sensus Penduduk Tahun 2000) PROFIL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Fungsi Sosial Tanah
51
Luas Kalimantan Selatan adalah 37.530 km2 atau hanya 6,98% dari luas Kalimantan secara keseluruhan dan terdiri dari dua kota dan sebelas kabupaten dengan jumlah penduduk 3.142 ribu jiwa. Kalimantan Selatan mendapat julukan Seribu Sungai karena daerah ini pada umumnya dialiri oleh sungai dan masih banyak penduduk yang menggantungkan hidupnya dari sungai. Sungai yang mengalir di provinsi ini berjumlah 62 sungai. Pada umumnya sungai-sungai tersebut berpangkal di pegunungan Meratus dan bermuara di laut Jawa. Budaya
atau
dikenal
dengan
menyimpulkan
tradisi tradisi bahwa
penduduk “Urang budaya
asli
Kalimantan
Banjar”. Urang
Ahli
Banjar
Selatan sejarah
merupakan
perpaduan antara suku Dayak, suku Melayu dan suku Jawa. Selain itu, ajaran Islam yang dibawa oleh pedagang Arab dan Persia telah banyak mempengaruhi perkembangan kebudayaan Urang Banjar yang tercermin dari tarian, musik, permainan, pakaian, dan upacara adat. Semboyan atau moto daerah adalah “Waja sampai Kaputing” yang berarti tetap kuat/bersemangat seperti baja (waja) dari awal sampai akhir (sampai kaputing). b. Letak Georafis
52
Fungsi Sosial Tanah
Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah utara dengan propinsi Kalimantan Timur. Propinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak di antara 114 19” 33” BT - 116 33’ 28 BT dan 1 21’ 49” LS 1 10” 14” LS, dengan luas wilayah 37.377,53 km² atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan. Daerah yang paling luas di propinsi Kalsel adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas 13.044,50 km², kemudian Kabupaten Banjar dengan luas 5.039,90 km² dan Kabupaten Tabalong dengan luas 3.039,90 km², sedangkan daerah yang paling sempit adalah Kota Banjarmasin dengan luas 72,00 km². Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu. Luas wilayah propinsi tersebut sudah termasuk wilayah laut propinsi dibandingkan propinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah masing-masing Kabupaten Tanah Laut 9,94 %; Tanah Bumbu 13,50%; Kotabaru 25,11%; Banjar 12,45%; Tapin 5,80%; Tabalong 9,59%; Balangan 5,00%; Batola 6,33%; Banjarbaru 0,97% dan Banjarmasin 0,19%. Secara rinci luas wilayah dan batas wilayah serta panjang garis pantai dapat dilihat pada tabel 1. Daerah aliran sungai yang terdapat di Propinsi Kalimantan Selatan adalah: Barito, Tabanio, Kintap, Satui, Kusan, Batulicin, Pulau Laut, Fungsi Sosial Tanah
53
Pulau Sebuku, Cantung, Sampanahan, Manunggal dan Cengal. Dan memiliki catchment area sebanyak 10 (sepuluh) lokasi yaitu Binuang, Tapin, Telaga Langsat, Mangkuang, Haruyan Dayak, Intangan, Kahakan, Jaro, Batulicin dan Riam Kanan. Tabel 1 Luas Wilayah, Batas Wilayah dan Panjang Garis Batas Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2006 PROPINSI/ KABUPATEN/ KOTA
DARATAN (KM²)
LAUTAN (KM²)
UTARA
Tanah Laut
3,729.30
Kab. Banjar
Tanah Bumbu
5,066.96
Kab. Banjar
Kab. Tanah Bumbu
Kotabaru
9,422.73
Selat Makasar
Laut Jawa
Banjar Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Balangan Tabalong
4,672.68 2,174.95
HSU, HST HSU, HST
HST, Kotabaru HSS
1,804.94
HST, HSU
Kotabaru, HST
1,472.00
HSU
892.70 3,599.95 1,878.30
Tabalong Kaltim
Barito Kuala
2,376.22
HSU, Tapin
Kota Banjarmasin Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan
367.12 72.67
Barito Kuala Banjar
Kotabaru, Balangan Kotabaru Kaltim Banjar, Kota Banjarmasin Banjar Banjar
37,530.52
Kaltim
Selat Makasar
4. Provinsi Bali
Lambang
Peta Lokasi
“Bali Dwipa Jaya” (Bahasa Kawi: “Pulau Bali Jaya”) Peta lokasi Bali Koordinat 54
TIMUR
Fungsi Sosial Tanah
{{{koordinat}}}
SELATAN
BARAT
DARAT (KM)
Laut Jawa
Laut Jawa
Tapin Kab. Banjar
HSU, HST, Banjar, Tala HSU, Tapin Barito Kuala
Tapin
HSU, Tapin
HSS
HSU, HSS
HST, HSS HSU
Kalteng Kalteng
Laut Jawa
Kalteng
Kab. Banjar Tanah Laut
Batola Banjar
Kalteng
Laut Jawa
Dasar hukum Tanggal penting Ibu kota Gubernur
{{{dasar hukum}}} 14 Agustus 1959 (hari jadi) Denpasar (dahulu Singaraja) Komjen Pol (Purn) I Made Mangku Pastika (20082013) Luas 5.561 km² Penduduk 4.500.000 (+/-) Kepadatan 800 /km² Kabupaten 8 Kota 1 Kecamatan {{{kecamatan}}} Kelurahan/Desa {{{kelurahan}}} Suku Bali (89%), Jawa (7%), Baliaga (1%), Madura (1%)[1] Agama Hindu (92,3%), Islam (5,7%), Lainnya (2%) Bahasa Bahasa Bali, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Sasak, Bahasa Madura, dll. Zona waktu WITA
Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil senibudayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal sebagai Pulau Dewata. a. Geografi Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur Fungsi Sosial Tanah
55
juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai. Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu : Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur. Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar; sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan. Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.
56
Fungsi Sosial Tanah
b. Sejarah
Sawah di sekitar puri Gunung Kawi, Tampaksiring, Bali. Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya orang-orang Hindu dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293– 1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali. Fungsi Sosial Tanah
57
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah. Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali ‘pejuang kemerdekaan’. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang. Pada 20 November 1940, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya 58
Fungsi Sosial Tanah
dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya, dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir. Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia. Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia. Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[2] Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini. Fungsi Sosial Tanah
59
c. Demografi
Lahan sawah di Bali Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha. Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata. Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali, dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma; meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali, yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, seringkali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai. 60
Fungsi Sosial Tanah
d. Transportasi Bali tidak memiliki jaringan rel kereta api namun jaringan jalan yang sangat baik tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena moda transportasi umum tidak tersedia dengan baik, kecuali taksi. Jenis kendaraan umum di Bali antara lain: •
Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik
•
Ojek, taksi sepeda motor
•
Bemo, melayani dalam dan antarkota
•
Taksi
•
Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.
Bali terhubung dengan Pulau Jawa dengan layanan kapal feri yang menghubungkan Pelabuhan Gilimanuk dengan Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi, yang lama tempuhnya sekitar 30 hingga 45 menit. Penyeberangan ke Pulau Lombok melalui Pelabuhan Padang Bay menuju Pelabuhan Lembar, yang memakan waktu sekitar empat jam. Transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai, dengan destinasi ke sejumlah kota besar di Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, serta Jepang. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
Fungsi Sosial Tanah
61
e. Pemerintahan
Peta topografi Pulau Bali Daftar kabupaten dan kota di Bali No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kabupaten/Kota Kabupaten Badung Kabupaten Bangli Kabupaten Buleleng Kabupaten Gianyar Kabupaten Jembrana Kabupaten Karangasem Kabupaten Klungkung Kabupaten Tabanan Kota Denpasar
5. Provinsi Jawa Timur
62
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota
Badung Bangli Singaraja Gianyar Negara Karangasem Klungkung Tabanan -
a. Keadaan Geografis Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi ini terletak pada 111,0′ hingga 114,4′ Bujur Timur dan 7,12′ hingga 8,48′ Lintang Selatan. Batas Daerah, di sebelah utara berbatasan dengan pulau Kalimantan atau tepatnya dengan Provinsi Kalimantan Selatan. Di sebelah timur berbatasan dengan berbatasan dengan Pulau Bali. Di sebelah selatan berbatasan dengan perairan terbuka yaitu Samudera Indonesia. Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi 2 bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Dimana luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90 persen dari seluruh luas wilayah provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10 persen. Luas wilayah provinsi Jawa Timur yang mencapai 46.428 km2 habis terbagi menjadi 38 Kabupaten/ Kota, 29 Kabupaten dan 9 Kota. Letak, Tinggi dan Luas Daerah Menurut Kabupaten/Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten/Kota Kabupaten Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi
Tinggi Rata-rata
Luas
7 49 110 85 167 60 556 54 83 25
1342 1372 1205 1046 1589 1386 2979 1791 2478 5783 Fungsi Sosial Tanah
63
No Kabupaten/Kota 11 Bondowoso 12 Situbondo
Tinggi Rata-rata 255 5
Luas 1560 1639
13
Probolinggo
10
1599
14
Pasuruan
5
1151
15
Sidoarjo
3
634
16
Mojokerto
30
692
17
Jombang
44
904
18
Nganjuk
56
1224
19
Madiun
60
1011
20
Magetan
394
689
21
Ngawi
47
1296
22
Bojonegoro
19
2307
23
Tuban
4
1840
24
Lamongan
6
1670
25
Gresik
3
1191
26
Bangkalan
47
1260
27
Sampang
15
1233
28
Pamekasan
8
792
29
Sumenep
3
1999
Kota
64
71
Kediri
60
63
72
Blitar
167
33
73
Malang
445
110
74
Probolinggo
10
57
75
Pasuruan
5
35
76
Mojokerto
30
16
77
Madiun
60
33
78
Surabaya
2
326
79
Batu
871
93
Fungsi Sosial Tanah
Jawa Timur
Lambang
Peta Lokasi
Jer Basuki Mawa Béya (bahasa Jawa: “Jika ingin makmur, maka hal ini memerlukan pengorbanan” Koordinat Dasar hukum UU No. 2/1950 Tanggal penting Ibu kota Surabaya Gubernur DR. H. Soekarwo, SH, MHum Luas 47.922 km² Penduduk 37.070.731 jiwa (2005) Kepadatan 787/km² Kabupaten 29 Kota 9 Kecamatan 637 Kelurahan/Desa 8.418 Suku Jawa (79%), Madura (18%), Osing (1%), Tionghoa (1%)[1] Agama Islam 90%, Protestan 6%, Katolik 2%, Buddha 0,4%, Hindu 1%, Konghucu 0.6% Bahasa Bahasa Jawa, Bahasa Madura, Bahasa Osing, Bahasa Indonesia Zona waktu WIB Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur merupakan provinsi terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan Fungsi Sosial Tanah
65
memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan Nusabarung). Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto nasional. b. Sejarah Prasejarah Jawa Timur telah dihuni manusia sejah zaman prasejarah, dimana kini dapat dibuktikan dengan ditemukannya sisa-sisa fosil Pithecantrhropus mojokertensis di Kepuhlagen-Mojokerto, Pithecanthropus erectus di Trinil-Ngawi, dan Homo wajakensis di Wajak-Tulungagung. Era klasik Prasasti Dinoyo yang ditemukan di dekat Kota Malang adalah sumber tertulis tertua di Jawa Timur, yakni bertahun 760. Pada tahun 929, Mpu Sindok memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, serta mendirikan Wangsa Isyana yang kelak berkembang menjadi Kerajaan Medang, dan sebagai suksesornya adalah Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Janggala, dan Kerajaan Kadiri. Pada masa Kerajaan Singhasari, Raja Kertanagara melakukan ekspansi hingga ke Melayu. Pada era Kerajaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk, wilayahnya hingga mencapai Malaka dan Kepulauan Filipina. 66
Fungsi Sosial Tanah
Bukti awal masuknya Islam ke Jawa Timur adalah adanya makam nisan di Gresik bertahun 1102, serta sejumlah makam Islam pada kompleks makam Majapahit. Kolonialisme Bangsa Portugis adalah bangsa barat yang pertama kali datang di Jawa Timur. Kapal Belanda dipimpin oleh Cornelis de Houtman mendarat di Pulau Madura pada tahun 1596. Surabaya jatuh ke tangan VOC pada tanggal 13 Mei 1677. Ketika pemerintahan Stamford Raffles, Jawa Timur untuk pertama kalinya dibagi atas karesidenan, yang berlaku hingga tahun 1964. Kemerdekaan Setelah kemerdekaan Indonesia, Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi, dimana Jawa Timur adalah salah satu provinsi tersebut. Gubernur pertama Jawa Timur adalah R. Soerjo, yang juga dikenal sebagai pahlawan nasional. Tanggal 20 Februari 1948 di Madura dibentuk Negara Madura, dan tanggal 26 November 1948 dibentuk Negara Jawa Timur, yang kemudian menjadi salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat. Negara Jawa Timur dibubarkan dan bergabung ke dalam Republik Indonesia tanggal 25 Februari 1950, dan tanggal 7 Maret 1950 Negara Madura memberikan pernyataan serupa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950, dibentuk Provinsi Jawa Timur. c. Geografi Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 km. Lebar bentangan Fungsi Sosial Tanah
67
utara-selatan di bagian barat sekitar 200 km, namun di bagian timur lebih sempit hingga sekitar 60 km. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 km sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau-pulau, yang paling timur adalah Kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil: Nusa Barung dan Pulau Sempu. Relief
Gunung Bromo, dengan latar belakang Gunung Semeru Secara fisiografis, wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan dalam tiga zona: zona selatan (plato), zona tengah (gunung berapi), dan zona utara (lipatan). Dataran rendah dan dataran tinggi pada bagian tengah (dari Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso) memiliki tanah yang cukup subur. Pada bagian utara (dari Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Pulau Madura) terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng yang relatif tandus. Pada bagian tengah terbentang rangkaian pegunungan berapi: Di perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Gunung Lawu (3.265 meter). Di sebelah selatan Nganjuk tedapat Gunung Wilis (2.169 meter) dan 68
Fungsi Sosial Tanah
Gunung Liman (2.563 meter). Pada koridor tengah terdapat kelompok Anjasmoro dengan puncak-puncaknya Gunung Arjuno (3.239 meter), Gunung Welirang (3.156 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter), Gunung Wayang (2.198 meter), Gunung Kawi (2.681 meter), dan Gunung Kelud (1.731 meter); pegunungan tersebut terletak di sebagian Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Kelompok Tengger memiliki puncak Gunung Bromo (2.192 meter) dan Gunung Semeru (3.676 meter). Semeru, dengan puncaknya yang disebut Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Di daerah Tapal Kuda terdapat dua kelompok pegunungan: Pegunungan Iyang dengan puncaknya Gunung Argopuro (3.088 meter) dan Pegunungan Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.332 meter). Pada bagian selatan terdapat rangkaian perbukitan, yakni dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, hingga Malang. Pegunungan Kapur Selatan merupakan kelanjutan dari rangkaian Pegunungan Sewu di Yogyakarta. d. Hidrografi Dua sungai terpenting di Jawa Timur adalah Sungai Brantas (290 km) dan Bengawan Solo. Sungai Brantas memiiki mata air di daerah Malang. Sesampai di Mojokerto, Sungai Brantas pecah menjadi dua: Kali Mas dan Kali Porong; keduanya bermuara di Selat Madura. Bengawan Solo berasal dari Jawa Tengah, akhirnya bermuara di Gresik. Kedua sungai tersebut dikelola oleh PT Jasa Tirta. Di lereng Gunung Lawu di dekat perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Telaga Sarangan, sebuah danau alami. Bendungan utama di Jawa Timur antara lain Bendungan Sutami dan Bendungan Selorejo, yang digunakan untuk irigasi, pemeliharaan ikan, dan pariwisata.
Fungsi Sosial Tanah
69
e. Iklim Jawa Timur memiliki iklim tropis basah. Dibandingkan dengan wilayah Pulau Jawa bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah hujan yang lebih sedikit. Curah hujan rata-rata 1.900 mm per tahun, dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar antara 21-34°C. Suhu di daerah pegunungan lebih rendah, dan bahkan di daerah Ranu Pani (lereng Gunung Semeru), suhu bisa mencapai minus 4°C,yang menyebabkan turunnya salju lembut. f. Pembagian administratif Secara administratif, Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota, menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 70
Kabupaten/Kota Kabupaten Bangkalan Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Blitar Kabupaten Bojonegoro Kabupaten Bondowoso Kabupaten Gresik Kabupaten Jember Kabupaten Jombang Kabupaten Kediri Kabupaten Lamongan Kabupaten Lumajang Kabupaten Madiun Kabupaten Magetan Kabupaten Malang Kabupaten Mojokerto Kabupaten Nganjuk Kabupaten Ngawi Kabupaten Pacitan Kabupaten Pamekasan Kabupaten Pasuruan Kabupaten Ponorogo Kabupaten Probolinggo Kabupaten Sampang
Fungsi Sosial Tanah
Ibu kota Bangkalan Banyuwangi Blitar Bojonegoro Bondowoso Gresik Jember Jombang Kediri Lamongan Lumajang Madiun Magetan Kepanjen Mojokerto Nganjuk Ngawi Pacitan Pamekasan Pasuruan Ponorogo Probolinggo Sampang
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Situbondo Kabupaten Sumenep Kabupaten Trenggalek Kabupaten Tuban Kabupaten Tulungagung Kota Batu Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Mojokerto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya
Sidoarjo Situbondo Sumenep Trenggalek Tuban Tulungagung -
g. Penduduk Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2005 adalah 37.070.731 jiwa, dengan kepadatan 774 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Malang, sedang kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya. Laju pertumbuhan penduduk adalah 0,59% per tahun (2004). h. Suku bangsa Mayoritas penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun demikian, etnisitas di Jawa Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur daratan. Suku Madura mendiami di Pulau Madura dan daerah Tapal Kuda (Jawa Timur bagian timur), terutama di daerah pesisir utara dan selatan. Di sejumlah kawasan Tapal Kuda, Suku Madura bahkan merupakan mayoritas. Hampir di seluruh kota di Jawa Timur terdapat minoritas Suku Madura, umumnya mereka bekerja di sektor informal. Suku Tengger, konon adalah keturunan pelarian Kerajaan Majapahit, tersebar di Pegunungan Tengger dan sekitarnya. Suku Osing tinggal di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi. Orang Samin tinggal di Fungsi Sosial Tanah
71
sebagian pedalaman Kabupaten Bojonegoro. Selain penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal bagi para pendatang. Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup signifikan dan mayoritas dibeberapa tempat, diikuti dengan Arab; mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali juga tinggal di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah kawasan industri lainnya. i. Bahasa Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa dituturkan oleh sebagian besar Suku Jawa. Bahasa Jawa yang dituturkan di Jawa Timur memiliki beberapa dialek/logat. Di daerah Mataraman (eks-Karesidenan Madiun dan Kediri), Bahasa Jawa yang dituturkan hampir sama dengan Bahasa Jawa Tengahan (Bahasa Jawa Solo-an). Di daerah pesisir utara bagian barat (Tuban dan Bojonegoro), dialek Bahasa Jawa yang dituturkan mirip dengan yang dituturkan di daerah Blora-Rembang di Jawa Tengah. Dialek Bahasa Jawa di bagian tengah dan timur dikenal dengan Bahasa Jawa Timuran, yang dianggap bukan Bahasa Jawa baku. Ciri khas Bahasa Jawa Timuran adalah egaliter, blak-blakan, dan seringkali mengabaikan tingkatan bahasa layaknya Bahasa Jawa Baku, sehingga bahasa ini terkesan kasar. Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal cukup fanatik dan bangga dengan bahasanya, bahkan merasa lebih akrab. Bahasa Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan. Dialek Bahasa Jawa di Malang umumnya hampir sama dengan Dialek Surabaya, hanya saja ada beberapa kata yang diucapkan terbalik, misalnya mobil diucapkan libom, dan polisi diucapkan silup; ini dikenal sebagai Boso Walikan. Saat ini Bahasa Jawa merupakan salah satu mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah-sekolah dari tingkat 72
Fungsi Sosial Tanah
SD hingga SLTA. Bahasa Madura dituturkan oleh Suku Madura di Madura maupun dimanapun mereka tinggal. Bahasa Madura juga dikenal tingkatan bahasa seperti halnya Bahasa Jawa, yaitu enja-iya (bahasa kasar), engghi-enten (bahasa tengahan), dan engghi-bhunten (bahasa halus). Dialek Sumenep dipandang sebagai dialek yang paling halus, sehingga dijadikan bahasa standar yang diajarkan di sekolah. Di daerah Tapal Kuda, sebagian penduduk menuturkan dalam dua bahasa: Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Kawasan kepulauan di sebelah timur Pulau Madura menggunakan Bahasa Madura dengan dialek tersendiri, bahkan dalam beberapa hal tidak dimengerti oleh penutur Bahasa Madura di Pulau Madura (mutually unintellegible). Suku Osing di Banyuwangi menuturkan Bahasa Osing. Bahasa Tengger, bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Suku Tengger, dianggap lebih dekat dengan Bahasa Jawa Kuna. Penggunaan bahasa daerah kini mulai dipromosikan kembali. Sejumlah stasiun televisi lokal kembali menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada beberapa acaranya, terutama berita dan talk show, misalnya JTV memiliki program berita menggunakan Boso Suroboyoan, Bahasa Madura, dan Bahasa Jawa Tengahan. j. Agama Suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian menganut agama Kristen dan Katolik, dan ada pula yang menganut Hindu dan Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen. Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura. Suku Osing umumnya beragama Islam. Sedangkan Suku Tengger menganut agama Hindu. Orang Tionghoa umumnya menganut Konghucu, meski ada pula sebagian yang menganut Buddha, Kristen, dan Katolik; bahkan Masjid Fungsi Sosial Tanah
73
Cheng Ho di Surabaya dikelola oleh orang Tionghoa dan memiliki arsitektur layaknya kelenteng. k. Seni dan budaya Kesenian Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi. Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan dan Angling Darma. Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.
74
Fungsi Sosial Tanah
l. Budaya dan adat istiadat Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini. Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini. Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta. Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu. Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan. Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako’ake Fungsi Sosial Tanah
75
(menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian. m. Arsitektur Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep). Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang. 6. Provinsi Gorontalo
Lambang
Peta Lokasi
“Duluo Limo Lo Pohalaa” “Bumi Serambi Madinah” Koordinat {{{koordinat}}} Dasar hukum {{{dasar hukum}}} Tanggal penting 16 Februari 2001 (hari jadi) Ibu kota Kota Gorontalo Gubernur Ir. H. Fadel Muhammad 76
Fungsi Sosial Tanah
Luas Penduduk Kepadatan Kabupaten Kota Kecamatan Kelurahan/Desa Suku Agama Bahasa Zona waktu Lagu daerah
12.215 km² 887.000 (+/-) ... /km² 5 1 {{{kecamatan}}} {{{kelurahan}}} Gorontalo (90%) Islam, Kristen, Animisme. bahasa Gorontalo, bahasa Indonesia WITA Hulonthalo Lipuu
A. KONDISI GEOGRAFIS
Provinsi Gorontalo adalah salah satu dari 32 provinsi di wilayah Republik Indonesia yang memanjang dari Timur ke Barat di Bagian Utara Pulau Sulawesi. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi
Utara,
Sebelah
Barat
berbatasan
dengan
Provinsi
Sulawesi Tengah, Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini Provinsi termuda ini memiliki luas wilayah 12.215,44 km2 dan berada pada posisi geografis antara 00030’04” – 01002’30” Lintang Utara dan 112008’04”– 123032’09” Bujur Timur. Provinsi terbungsu ini mempunyai ketinggian dari permukaan laut antara 0 – 2.400 meter dengan jumlah pulau-pulau kecil yang teridentifikasi sampai saat ini sebanyak 67 buah serta mempunyai 2 (dua) musim iklim pada umunya, Fungsi Sosial Tanah
77
yakni musim penghujan dan musim kemarau. Biasanya hari hujan terbanyak terjadi pada Bulan Maret, Mei dan Oktober dengan Curah Hujan rata-rata 207,7 mm dan suhu rata-rata 23 – 31° C. Sedangkan tekanan udaranya berkisar antara 11.21.5 MOB dengan kecepatan angin rata-rata 1,9 knot. Provinsi Gorontalo juga mempunyai garis pantai sepanjang + 590 km dengan luas laut teritorial + 10.500 km2 dan luas perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) + 40.000 km2 yang ada di perairan sebelah Utara, sehingga total luas perairan laut + 50.500 km2 dengan tingkat kemiringan yang relatif rendah antara 0 – 40°. Wilayah Gorontalo juga sangat strategis bila dipandang secara ekonomis, karena berada pada poros tengah wilayah pertumbuhan ekonomi, yaitu antara 2 (dua) Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui Provinsi Sulawesi Tengah dan Manado – Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Letaknya yang strategis ini dapat dijadikan sebagai daerah transit seluruh komoditi dari dan menuju kedua KAPET tersebut. Akibat kegiatan arus barang antara kedua KAPET tadi, maka berdampak positif terhadap peningkatan aktivitas ekonomi di Daerah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan bahkan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Selain itu, Gorontalo juga berada pada “mulut” Lautan Pasifik yang menghadap pada negara Korea, Jepang dan Amerika Latin. Sudah barang tentu “kelebihan posisi” ini dapat memberikan peluang yang baik dalam pengembangan perdagangan.
78
Fungsi Sosial Tanah
PROFIL PROVINSI GORONTALO
Provinsi Gorontalo adalah salah satu provinsi termuda di wilayah Indonesia yang memanjang dari timur ke barat di bagian utara Pulau Sulawesi, memiliki luas wilayah 12.215,44 km2 atau 0,64% dari luas wilayah seluruh Indonesia. Berada pada posisi geografis antara 0,19’ – 1,15’ Lintang Utara dan 121,23’ – 123,43’ Bujur Timur. Batas-batas administratif Provinsi Gorontalo meliputi : A. Sebelah Utara : Laut Sulawesi B. Sebelah Timur : Provinsi Sulawesi Utara C. Sebelah Selatan : Teluk Tomini D. Sebelah Barat : Provinsi Sulawesi Tengah Sesuai dengan UU No.10 tahun 1964, dinyatakan bahwa Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo merupakan bagian wilayah administrasi dari Provinsi Sulawesi Utara. Namun, banyaknya aspirasi masyarakat seiring dengan era otonomi daerah maka berdasarkan UU No.38 tahun 2000 wilayah Gorontalo ditetapkan sebagai provinsi ke-32 lepas dari Provinsi Sulawesi Utara. Pada saat berdiri pertama kalinya, Provinsi Gorontalo terdiri atas Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kota Gorontalo selanjutnya berdasarkan UU No.6 tahun 2003 Fungsi Sosial Tanah
79
dilakukan pemekaran yang ditandai dengan pembentukan Kabupaten Bone Bolango dan Pohuwato. Secara topografi permukaan tanah di Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh karenanya, Gorontalo memiliki banyak gunung dengan ketinggian berbeda dengan Gunung Tabongo yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung tertinggi dengan ketinggian 2100 m dari permukaan laut. Disamping mempunyai banyak gunung, provinsi ini juga memiliki banyak sungai dengan sungai Paguyaman yang terletak di Kabupaten Boalemo dengan panjang 99,3 Km merupakan sungai terpanjang. LUAS WILAYAH DAN JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO Kabupaten/Kota
Luas Wilayah (km2
Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Boalango Kota Gorontalo Jumlah
2.248.24 3.426.98 4.491.03 1984.4 64.79 12.215.44
Jumlah Penduduk (Jiwa) 108.312 415.672 105.593 122.722 147.354 899.653
Sumber : BPS Gorontalo, 2005 Sebagai sebuah daerah agraris, Gorontalo merupakan penghasil beberapa tanaman pangan terutama Jagung yang dijadikan komoditi unggulan beberapa tahun terakhir, selanjutnya padi, kelapa, cengkeh, kemiri dan pala yang tersebar di seluruh kabupaten se-Gorontalo. Disamping itu, dengan kondisi daerah yang relatif subur dan berbukit Gorontalo juga merupakan penghasil komoditi sayur-sayuran yang belum dikembangkan secara optimal. Jenis sayur-sayuran yang 80
Fungsi Sosial Tanah
dihasilkan dan dapat dikembangkan lebih lanjut antara lain cabe, tomat dan bawang. Di bidang peternakan, kondisi daerah yang memiliki areal lahan kering dan padang rumput yang luas sangat cocok untuk pengembangan peternakan antara lain sapi, kambing dan kerbau. Di bidang perikanan dan kelautan, Gorontalo memiliki potensi yang sangat besar mulai dari budidaya air tawar, budi daya tambak, budi daya laut dan perikanan tangkap (marine fishery). Komoditi yang menjadi unggulan daerah ini dan masih perlu dikembangkan karena potensinya yang baik adalah rumput laut dan perikanan laut. B. HASIL PENELITIAN SEMENTARA Penciptakan masyarakat adil dan makmur merupakan tujuan negara Republik Indonesia dan pembangunan yang merupakan dasar program pemerintah untuk seluruh wilayah Indonsia. Dalam melaksanakan pembangunan ini faktor utama yang paling penting adalah tanah.Seperti pembuatan jalan raya , pelabuhan-pelabuhan, bangunan-bangunan untuk industri, pertambangan, perumahan dan kesehatan dan lain-lain demi kepentingan masyarakat. Untuk memperoleh tanah ini peranan pemerintah sangat diperlukan karena terkadang tanah yang akan didirikan atau bangunan tersebut adalah milik rakyat, sehingga untuk - memperolehnya harus melalui pemerintahan yaitu dengan cara pencabutan hak atas tanah dan pembebasan hak atas tanah. Peranan pemerintah atas tanah dalam rangka pembangunan sangat penting sekali sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Pembangunan ini dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip – prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat. Fungsi Sosial Tanah
81
Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya demikian juga hubungan. Manusia sebagai anggota masyarakat dengan pemerintah sebagai penguasa tertinggi dalam Negara, sekaligus penggerak untuk terujudnya pembangunan demi untuk peningkatan taraf hidup dari masyarakat. Bagi masyarakat Indonesia hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya merupakan hukum yang penting, namun apabila, benar-benar diperlukan dapat dilakukan pencabutan dan pembebasan hak tersebut untuk kepentingan pembangunan. Timbul permasalahan sejauh mana peranan pemerintah atas tanah dalam rangka melaksanakan pembangunan dan bagaimana upaya pemerintah dalam hal pemecahan masalah pertanahan yang timbul. 1. Guna Tanah Dalam Rangka Pembangunan. Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah tergantung pada tanah. Tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen dan dapat dicadangkan untuk kehidupan masa mendatang. Tanah adalah tempat pemukiman dari sebagian ummat manusia, disamping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha tani dan perkebunan dan pada akhirnya tanah pulalah yang dijadikan ternpat persemayaman terakhir bagi seseorang yang meninggaI dunia. Dalam suasana pembangunan sebagaimana halnya di negara kita sekarang kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Kegiatan pembangunan sebagaimana halnya di Indonesia terutama sekali pembangunan di bidang materil baik di kota maupun di desa banyak sekali memerlukan tanah sebagai tempat penampungan kegiatan pembangunan dimaksud. Pengadaan berbegai proyek pembuatan dan pelebaran tanah (jalan) semuanya memerlukan tanah sebagai tempat penampungan dan 82
Fungsi Sosial Tanah
sebagai sarana utamanya. Usaha - usaha pengembangan perkotaan baik berupa perluasan dengan membuka tempat-tempat pemukiman baru di pinggiran kota maupun usaha - usaha pemekarannya sesuai dengan tata kota senantiasa membutuhkan tanah untuk keperluan tersebut. Pendek kata hampir semua usaha pembangunan memerlukan tanah sebagai sarananya. Adanya berbagai kepentingan yang kelihatannya saling bertentangan antara satu dengan lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam pembangunan itu. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya, sedang di lain pihak sebagian besar dari warga masyarakat memerlukan juga tanah tersebut sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencaharian. Bilamana tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan untuk keperluan pemerintah, maka jelas kita harus mengorbankan hak azasi warga masyarakat yang seharusnya jangan sampai terjadi dalam negara yang menganut prinsipprinsip “ Rule of Law” akan tetapi bilamana ini dibiarkan saja maka usaha-usaha pembangunan akan macet. Ada sementara pihak yang beranggapan kalau ada sebidang tanah sangat diperlukan untuk kepentingan pembangunan maka mau tidak mau usaha tersebut harus berhasil, sehingga pada saat sekarang pembangunan banyak dijadikan kambing hitarn yang dapat menimbulkan kesan bahwa segalanya akan menjadi halal bilamana dilakukan untuk dan demi pembangunan, sekalipun hal tersebut dilakukan dengan melanggar hukum. Pandangan yang sedemikian ini sebenarnya bertentangan dengan azas perikehidupan dalam keseimbanga. Demikian pentingnya peranan (kegunaan ) tanah dalam rangka pernbangunan sehingga mungkin pihak - pihak yang terkait dalam hak - haknya atas tanah menjadi korban pihak segelintir oknum - oknum yang tidak bertanggung jawab dengan kedok pembebasan tanah dalam rangka pembangunan. Dalam hal ini tentu peranan pemerintah daerah Fungsi Sosial Tanah
83
setempat sangat diperlukan sekali mendalami masalah - masalah pertanahan sehingga hal - hal yang merugikan bagi pihak yang terkena pembebasa, haknya atas tanah dapat segera ditanggulanginya. 2. Peranan Pemerintah Atas Tanah Dalam Rangka Melaksanakan Pembangunan. Pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek kebidupan baik pembangunpn yang dilaknkan oleh perorangan / keluarga atau kelompok sosial juga membutuhkan tanah. Jadi dalam menyongsong lajunya pembangunan hubungannya dengan tanah merupakan permasalahan yang cukup peka, karena dengan meningkatnya kegiatan pembangunan dewasa ini maka kebutuhan akan tanah untuk keperluan berbagai proyek juga turut meningkat. Sedangkan dilain pihak penyediaan tanan untuk itu kurang. Untuk memenuhi kebutuhan akan tanah tersebut perlu penanggulangan yang serius, mengingat persoalan tanah adalah sangat sensitif karena hubungan tanah bukan halnya sekedar mengandung aspek ekonomis, tetapi juga kesejahteraan sosial, politik, kultural, psikologis, religlus. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip-prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu kestabilitas masyarakat. Dalam hal tersebut Menteri Dalam Negeri dengan Instruksinya tertanggal 10 Oktober 1974 telah menginstruksikan kepada semua Kepala Daerah di seluruh Indonesia antara lain untuk mengadakan inventarisasi terhadap semua masalah pertanahan yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Salah satu prinsip dasar yang diletakkan oleh pemerintah dalam rangka pemamfaatan tanah adalah untuk kemakmuran rakyat yang 84
Fungsi Sosial Tanah
dengan cara meletakkan kepentingan nasional diatas kepentingan individu sekalipun ini tidak berarti kepentingan individu atau golongan tertentu dapat dikorbankan begitu saja untuk kepentingan umum. Hal ini terlihat secara tegas dalam berbagai ketentuan dari Undang-Undang Pokok Agraria antara lain yaitu : a. Pasal 6 ; Bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam pemakaian sesuatu hak atas tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat seperti juga dalam pasal 33 UUD 1945 ; Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara,dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sungguhpun dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 tidak mencantumkan dengan tegas kata-kata fungsi sosial, namun harus di tafsirkan bahwa fungsi sosial dari hak rnilik prirnair diartikan hak rnilik itu tidak boleh rnerugikan kepentingan masyarakat. Dengan dernikian pengertian fungsi sosial dari pada tanah adalah jalan kornprorni atau hak rnutlak dari tanah seperti tersebut dalarn rnernori penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria. Bahwa keperluan tanah tidak Baja diperkenankan semata-rnata. untuk kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya sehingga bermamfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai tanah juga berrnanfaat untuk rnasyarakat dan kepentingan perorangan harus saling imbang mengimbangi sebagai dwi tunggal. Noto Negoro menyatakan bahwa : “Hak untuk mempunyai fungsi sosial itu sebenarnya rnendasarkan yang individualistis, ditempelkan padanya sifat yang sosialis, sedangkan kalau berdasarkan Pancasila.Hukum kita tidak berdasarkan atas corak individualisrne tetapi corak dwi tunggal “. Jadi rnaksud dwi tunggal adalah bahwa setiap indfvfdualistis Fungsi Sosial Tanah
85
mempunyai fungsi sosial sesuai dengan Pancasila bahwa dalam individu tersebut rnelekat kepentingan sosial, misalnya hak milik dapat dicabut derni kepentingan sosial. Berarti semua hak atas tanah dalarn pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria berarti bukan saja hak milik tetapi sernua hak atas tanah dalam arti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai mempunyai fungsi sosial, dengan ini berati semua hak atas tanah dapat mengisi kepentingan nasional dari rakyat untuk kemakmuran rakyat. b. Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria yang membatasf berlakunya hukum adat dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa. Dari redaksi pasal UUPA pengertian hukum adat mempunyai arti yang tersendiri, dimana pasal 5 itu memberi batasan-batasan terhadap hukum adat tersebut yaitu : − Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme Indonesia. − Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan negara dan kepentingan nasional yang berdasarkan persatuan bangsa. − Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan kesatuan (perundang-undangan lainnya). − Hukum adat harus mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada agama. Sedemikian ketatnya pembatasan hukum adat terhadap walaupun di dalam pasal 3 UUPA membuat suatu pengakuan yang tegas terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa yang tunduk pada hukum adat. namun demikian pengakuan tersebut bila 86
Fungsi Sosial Tanah
ditinjau dari segi juridis formal adalah merupakan suatu kemajuan tentang kedudukan hak ulayat dalam UUPA, jadi dengan adanya pengakuan terhadap hak ulayat secara formal ini akan dapat mengisi pembangunan nasional disatu pihak dan kepentingan umum secara bersama dilain pihak. Dengan demikian pemecahan permasaIahan hak ulayat untuk turut serta dalam pembangunan dengan serius dan menyeluruh dapat diselesaikan dimensi juridis dengan memperhatikan aspek-aspek sosial,politis, ekonomi dan kultural agar supaya hal yang demikian tidak akan berkembang menjadi suatu keresahan yang dapat menggangu stabilitas masyarakat. c. Pada pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu: “Dimana dalam pasal ini memungkinkan negara untuk mencabut hak atas tanah untuk kepentingan sosial. Ketentuan pencabutan hak ini adalah merupakan ketentuan, yang memungkinkan negara untuk melaksanakan politik dan strategi pertahanan keamanan. Dalam pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum sebagaimana yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961, maka pencabutan hak dimaksud hanya kemungkinkan bilamana ada suatu kepentingan umum yang benar-benar menghendakinya. Kepentingan ini misalnya untuk pembuatan jalan raya, Pelabuhan, bangunan untuk industri pertambangan, perumahan dan kesehatan masyarakat serta lainnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. 3. Pemecahan Masalah Pertanahan Yang Dilakukan Pemerintah Daerah. Tanah yang diperlukan dalam pencabutan hak atas tanab dan pembebasan tanah untuk keperluan pembangunan yang dilakukan oleh Fungsi Sosial Tanah
87
pemerintah, maka dalam hal ini diperlukan jaminan, baik bagi pihak warga negara maupun bagi pihak pemerintah. Karena pada dasarnya, persoalan tanah merupakan persoalan rumit. Yang demikian karena tanah dapat merupakan komoditi ekonomi bagi orang-orang yang berada, dan merupakan harta kekayaan yang dapat diinventariskan di bank dengan cara pembelian tanah sebanyak-banyaknya dan dapat menjadii suatu sengketa sesama penduduk atau antara penduduk dengan pihak swasta ataupun antara penduduk dengan pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam rangka pembangunan, tanah merupakan suatu kebutuhan potensial dalam pembangunan. Oleh sebab itu tanah-tanah yang statusnya belum terdaftar sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 19 UUPA maka jika pemerintah memerlukan tanah dalam rangka pembangunan akan menemui kesulitan dalam memperoleh tanah yang dimaksud. Dalam hal pembebasan tanah ini terdapat dua kepentingan yang seimbang yaitu kepentingan pemegang hak atas tanahnya tentu menginginkan sejumlah ganti rugi dari kepentingan pemerintah dilain pihak yaitu melaksanakan pembangunan Dengan alasannya dua kepentingan yang berbeda, maka. Persoalan akan tanah semakin rumit dalam hal ini tentu memerlukan pemecahan permasalahan pertanahan yang harus mendasarkan kepada kedua kepentingan yang berbeda tadi, sehingga disamping terlaksananya pembangunan yang diprogramkan tetap terpelihara serta hubungan yang harmonis antara pemerintah dan rakyat untuk meningkatkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam memecahkan masalah pertanahan yang dilakukan olen pemerintah daerah tentunya tidak terlepas pada peraturan perundangundangan serta kebijaksanaan - kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah setempat dimana ada permasalahan tentang tanah- tanah yang diperuntukkan dalam pembangunan. 88
Fungsi Sosial Tanah
Dalam rangka mengisi pembangunan ini maka pemerintah memerlukan tanah sehingga untuk mendapatkan tanah tersebut pemerintah harus mengadakan pencabutan hak atas tanah dan pembebasah hak atas tanah bagi rakyat yang memiliki tanah tersebut, agar tanah tersebut menjadi milik pemerintahdan dapat digunakan untuk pembangunan dan demi kepentingan umum. 1. Pencabutan Hak Atas Tanah. Bagi rakyat Indonesia hak atas tanah atau benda diatasnya adalah merupakan hubungan hukum yang penting, sehingga apabila benar-benar diperlukan pencabutan hak tersebut demi kepentingan umum. Pencabutan hak atas tanah tersebut hendaklah dilakukan dengen hati-hati dengan cara yang adil dan bijaksana, karena mengingat dalam Suasana pembangunan yang sekarang ini masalah tanah mempunyai peranan pentlng sebagai potensi dasar dalam menunjang pembangunan nasional disegala bidang. Menurut pasal 18 UUPA menyatakan: “ Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang. “ Pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umurn adalah merupakan suatu cara yang terakhir untuk memperoleh tanah yang sangat diperlukan guna keperluan - keperluan tertentu untuk kepentingan umum. Setelah dilakukan berbagai cara lain tidak membawa hasill sebagaimana yang diharapkan sedangkan keperluan untuk pembangunan tanah yang dimaksud sangat mendesak sekali. Fungsi Sosial Tanah
89
Adapun yang berwenang melakukan pencabutan hak atas tanah adalah Presiden sebagai pejabat eksekutif yang tertinggi setelah mendengar penjelasan Menteri Dalam Negeri. Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan yaitu Menteri yang bidang tugasnya meliputi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan hak atas tanah tersebut Menteri Dalam Negeri memberi pertimbangan dari segi agraria dan politik, menteri Kehakiman dari segi hukumnya, Sedangkan Menteri yang bersangkutan mengenai fungsi dari pada dilakukannya pencabutan hak itu dalam masyarakat. Apakah tanah atau benda yang diminta itu benar-benar diperlukan secara mutlak dan tidak dapat diperoleh ditempat lain. Presiden satu-satunya instansi yang oleh undang - undang diberi wewenang untuk mempertimbangkan dan memutuskan apakah benar kepentingan umum mengharuskan dilakukannya pencabutan hak atas tanah tersebut. Keputusan Presiden itu tidak dapat diganggu gugat dimuka pengadilan. Setelah surat keputusan dari Presiden keluar dan telah disampaikan kepada mereka haknya dicabut dan isinya harus diumumkan di dalam surat kabar barulah penguasa tanah yang baru dapat melakukan kegiatannya setelah diterimanya surat keputusan dari Presiden dan dilakukannya pembayaran ganti kerugian kepada yang berhak, dan melakukan penampungan terhadap mereka yang bertempat tinggaI di atas tanah tersebut. Besarnya ganti rugi harus disesuaikan dengan bidang tanah yang dicabut haknya dari pemiliknya. Ganti rugi ini tidak saja berbentuk uang akan tetapi dapat juga berbentuk tanah atau fasilitas lainnya. pembebasan hak atas tanah untuk kebutuhan akan tanah dalam usaha melaksanakan pembangunan ditempuh jalan dengan pembebasan hak atas tanah milik perseorangan ataupun tanah-tanah yang dimiliki oleh 90
Fungsi Sosial Tanah
masyarakat, hal mana disebabkan karena tersedianya tanah negara sudah semakin berkurang, sedangkan kebutuhan akan tanah terus meningkat. Demikian juga di daerah-daerah pedesaan, tanah negara yang tersedia tidak selalu cocok lokasinya untuk proyekproyek pembangunan yang direncanakan. Menurut pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri (MPDN) nomor 15 tahun 1975 : yang dimaksud dengan pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang bak atas tanah dan penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan gantl rugi. Pengambilan tanah seseorang adalah sebagai pembebasan hak atas tanah dimana pihak pemerintah membebaskan tanah yang bersangkutan dari yang diinginkan benar-benar bebas dari kekuasaannya. Pembebasan tanah hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pihak pemegang hak baik mengenai besar dan bentuk ganti rugi yang diberikan terhadap tanahnya. Jadi perbuatan iniI haruslah didasarkan kesukarelaan si pemegang hak. Bagaimana kalau si pemegang hak dapat bersedia untuk menyerahkan tanahnya, maka pihak pemerintah melalui panitia tanah khusus untuk itu harus mengusahakan agar supaya diserahkannya tanah tersebut secara sukarela. Bilamana instansi pemerintah memerlukan tanah untuk keperluan tertentu sedangkan di atas tanah tersebut masih dipenuhi dengan hak tertentu harus mengajukan permohonan pembebasan, hak atas tanah kepada Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dengan mengemukakan tujuan penggunaan tanahnya. Adapun yang berhak dalam pembesan hak atas tanah ini adalah Panitia pembebasan yang melakukan pemeriksaan pene1itian dan penetapan ganti rugi dalam rangka Pembebasan hak atas tanah dengan atau tanpa bangunan atau tanaman yang ada di atasnya yang pembentukannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Fungsi Sosial Tanah
91
untuk masing-masing Kabupaten, Kotamadya dalam suatu Wilayah Propinsi yang bersangkutan. Berdasarkan uraian-uraian yang di kemukakan diatas maka dapat diambil langkah-langkah beberapa hal yaitu : 1. Untuk mewujudkan pembangunan baik di daerah-daerah maupun pada tingkat nasionall fungsi tanah merupakan unsur pentlng dalam menunjang pembangunan. 2. Dalam masa pembangunan dewasa ini persediaan tanah untuk proyek-proyek pembangunan sangatlah terbatas. Berkenaan dengan pengambilan tanah-tanah penduduk untuk keperluan pembangunan ada dua cara yang ditempuh pemerintah yaitu : a. Pencabutan hak atas tanah (ontoi gening) adalah : Pengambilan tanah kepunyaan seseorang oleh negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi terhapus tanpa yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum. b. Pembebasan tanah (prijsgeving) adalah : Melepaskan hubungan semula yang terdapat diantara pemegang atau penguasa tanah dengan cara memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah dengan pihak yang bersangkutan. 3. Pembebasan tanah yang dapat hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pihak pemegang hak baik mengenai tekhnisnya besarnya ganti rugi yang diberikan terhadap tanahnya.
92
Fungsi Sosial Tanah
5 Bab HASIL OLAHAN DATA SEMENTARA YANG SUDAH SELESAI DIOLEH
Berikut disampaikan contoh olahan data berdasarkan penelitian lapangan yang sudah diselesaikan. Hasil ini masih belum final karena masih terdapat beberapa data kuesioner yang diolah secara kuantitatif dan juga data hasil wawancara yang diolah secara kualitatif. Namun demikian yang disampaikan dalam draft laporan akhir ini masih merupakan salah satu contoh hasil olahan sementara. Sedangkan olahan data secara keseluruhan akan diselesaikan sebelum akan dilaksanakannya FGD untuk mendapatkan masukan dalam rangka penyelesaian laporan akhir yang sudah final.
Fungsi Sosial Tanah
93
94
Fungsi Sosial Tanah 5 5 4 5
Prinsip
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada kesejahteraan bagi sebesar-besar rakyat
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada keadilan atas penguasaan pemilikan sumberdaya tanah
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada harmonisasi pengelolaan aset publik dan privat
Rumusan kebijakan fungsi sosial hak atas tanah mengarah pada keberlanjutan sumberdaya tanah
Sub Total
1
2
3
4
5 5 3 3
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas tanah meliputi permukaan tanah yang dapat dilekati hak
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas tanah meliputi uang atas tanah dan ruang bawah tanah yang dapat dilekati hak
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas tanah meliputi perarian yang dapat dilekati hak
Obyek yang ditetapkandalam kebijakan fungsi sosial hak atas tanah meliputi tanah di bawah perarian yang dapat dilekati hak
Sub Total
5
6
7
8
7
3
4
0
0
2
0
0
2
0
5
0
0
2
3
4
5
5
0
0
0
1
3
5
2
1
0
0
1
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada konservasi sumberdaya tanah
14
4
3
4
3
9
2
0
1
0
1
5
0
0
0
0
0
4
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
3
Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
Orientasi
3
3
4
5
5
5
5
5
1
3
3
4
5
5
5
5
5
4
Rata-rata Sub Total
2
3
5
2
5
5
5
4
3
Obyek yang dikelola
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH DARI ASPEK PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERTANAHAN
A
2
No. Responden 1
ITEM-ITEM PERNYATAAN FUNGSI SOSIAL TANAH
No
4
16
4
4
4
4
16
4
4
4
4
Jumlah Responden
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
4
2
0
0
2
0
0
0
0
0
2
0
21
9
12
0
0
0
0
0
0
0
3
4
8
0
0
8
0
8
0
4
0
4
4
Bobot Skor
JAWABAN RESPONDEN KANWIL BPN PROVINSI SUMATERA UTARA RUMUSAN FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH
15
25
0
0
10
15
70
20
15
20
15
5
19
58
11
12
18
17
78
20
19
20
19
Jumlah Bobot Skor
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
3.92
0
0
11.8
0
0
0
0
0
2
0
33.3
100
0
0
0
0
0
0
0
3
21.1
14.8
0
44.4
0
10.5
0
21.1
0
21.1
4
Bobot Skor (%)
78.9
47.9
0
55.6
88.2
89.5
100
78.9
100
78.9
5
4.8
3.6
14.5
2.8
3.0
4.5
4.3
4.9
19.5
5.0
4.8
5.0
4.8
Rata-rata
Fungsi Sosial Tanah
95
5
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada pengembangan good govervance bidang pertanahan
Sub Total
12
3 3
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada keberpihakan masyarakat adat dan ulayat
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada keberpihakan pada masyarakat miskin
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada keberpihakan
Sub Total
14
15
16
20
Substansi peraturan meliputi ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah
perencanaan 5
4
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan penguasaan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah adat/ulayat
18
19 Substansi peraturan memperimbangkan ketentuan sektoral
5
Substansi peraturan fungsi sosial hak atas tanah ditetapkan dalam bentuk Undang-Undang
17
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL DARI ASPEK PENGEMBANGAN PERATURAN PERTANAHAN
Substansi Peraturan
B
5
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
1
4
4
6
3
0
0
1
0
1
0
4
2
1
1
6
2
2
2
1
0
0
1
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
0
0
0
20
26
0
0
0
0
0
2
1
0
4
2
3
4
Rata-rata Total
11
3
4
4
4
5
4
4
4
4
5
5
4
4
Rata-rata Sub Total
3
2
3
4
4
4
Total
4
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada pengembangan ekonomi usaha kecil dan menengah
13
Keberpihakan
4
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada keberlangsungan Negara Kesatuan RI
11
4
Kebijakan fungsi sosial hak atas tanah berorientasi pada nasionalisme
10
4
4
4
4
60
12
4
4
4
16
4
4
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
2
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
33
12
6
3
3
0
0
0
0
0
8
4
0
80
24
8
8
8
40
4
16
16
20
10
15
20
130
5
0
0
5
30
15
0
0
20
18
19
20
249
43
14
13
16
70
19
16
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.26
5.13
0
15.4
0
0
0
0
0
0
0
0
15.4
28.2
42.9
23.1
18.8
0
0
0
0
44.4
21.1
0
38.8
56.2
57.1
61.5
50
73.7
100
100
100
55.6
78.9
100
43.5
10.4
0
0
31.3
26.3
0
0
5.0
4.5
4.8
5.0
4.1
62.3
3.6
10.8
3.5
3.3
4.0
4.4
17.5
4.8
4.0
4.0
96
Fungsi Sosial Tanah
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan penegakan sanksi pidana yang memadai
Sub Total
25
Pernyataan dalam pasal tidak boleh multi tafsir pelaksana
Sub Total
5 5 5
Diperlukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban fungsi sosial hak atas tanah
Diperlukan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan budaya hukum fungsi sosial hak atas tanah
Kebijakan penataan ruang wilayah harus mengakomodasi ketentuan fungsi sosial atas tanah
31
32
33
5
5
5
Kultur Hukum
Posedur tetap (norma, standar, posdur dan kriteria harus dipahami aparat pelaksana dan penegak hukum
30
29 Rumusan harus mempertimbangkan kondisi sosek masyarakat
28
oleh aparat
5
Tujuan peraturan fungsi sosial hak atas tanah harus jelas dan terjangkau pelaksanaanya 5
Struktur Peraturan
27 Tata laksana harus sistimatis
26
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan penegakan sanksi perdata yang memadai
24
5
Substansi peraturan meliputi ketentuan hubungan kemitraan usaha yang berpihak ke pihak ekonomi lemah
23
peningkatan 5
ketentuan
Substansi peraturan produktivitas tanah
22
meliputi
Substansi peraturan meliputi ketentuan kewajiban pemeliharaan tanah
21
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
32
4
4
4
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
4
4
4
4
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
4
4
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
0
Rata-rata Sub Total
0
0
0
0
0
0
4
4
4
20
4
4
4
4
4
35
4
4
4
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12
0
0
0
0
0
20
20
20
100
20
20
20
20
20
160
20
20
20
20
15
20
20
20
100
20
20
20
20
20
172
20
20
20
20
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7.28
0
0
0
0
0
100
100
100
100
100
100
100
100
100
92.7
100
100
100
100
100
5.0
5.0
5.0
5.0
25.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
4.9
44.3
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
Fungsi Sosial Tanah
97
5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5
Ketentuan kewajiban memelihara tanah harus jelas tercantum dalam pemberian hak atas tanah
Ketentuan kewajiban meningkatkan hasil guna dan daya guna tanah harus jelas tercantum dalam pemberian hak atas tanah
Ketentuan kewajiban pencegahan kerusakan tanah harus jelas tercantum dalam pemberian hak atas tanah
Ketentuan kewajiban memelihara tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan peralihan hak atas tanah
Ketentuan kewajiban memelihara tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan ijin lokasi tanah
Ketentuan kewajiban meningkatkan hasil guna dan daya guna tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan ijin lokasi tanah
Ketentuan kewajiban pencegahan kerusakan tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan ijin lokasi tanah
Ketentuan fungsi sosial hak atas tanah harus terwujud dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum
Ketentuan fungsi sosial hak atas tanah harus terwujud dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan
Ketentuan fungsi sosial hak atas tanah harus terwujud dalam proses perpanjangan dan pembaruan hak atas tanah
37
38
Ketentuan kewajiban meningkatkan hasil guna dan daya guna 39 tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan peralihan hak atas tanah
Ketentuan kewajiban pencegahan kerusakan tanah harus jelas tercantum dalam ketentuan peralihan hak atas tanah
36
40
41
42
43
44
45
46
35
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL DARI ASPEK PENGEMBANGAN PELAYANAN PERTANAHAN
C
4
4
4
5
5
5
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0 0
0 0
0 16
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
68
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
2
2
2
0
1
0
3
3
3
4
4
4
2
2
2
4
3
4
Rata-rata Total
0
0
5
5
Rata-rata Sub Total
5
Total
Sub Total
5
Diperlukan pemahaman masyarakat untuk menyelaaskan 34 kepentingan publik dan privat dalam ketentuan fungsi sosial hak atas tanah
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
71
16
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
4
4
0
0
0
8
8
8
0
4
0
12
0
0
15
15
15
20
20
20
10
10
10
20
15
20
340
80
20
19
19
19
20
20
20
18
18
18
20
19
20
352
80
20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
21.1
21.1
21.1
0
0
0
44.4
44.4
44.4
0
21.1
0
2.43
0
0
78.9
78.9
78.9
100
100
100
55.6
55.6
55.6
100
78.9
100
97.6
100
100
4.8
4.8
4.8
5.0
5.0
5.0
4.5
4.5
4.5
5.0
4.8
5.0
5.0
89.3
5.0
20.0
5.0
98
Fungsi Sosial Tanah 5 5 5
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian harus dilakukan secara terbuka bagi masyarakat
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian harus dilakukan dengan melbatkan partisipasi masyarakat
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian harus dilakukan dengan mempertingkan sosial ekonomi dan budaya masyarakat
Sub Total
48
49
50
0
0
0
0
0
0
0
0
10
38
0
0
0
0
0
12
40
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
4
4
4
4
Rata-rata Total
0
0
36
Rata-rata Total
0
0
5
5
5
5
0
5
5
5
5
0
Rata-rata Sub Total
5
5
5
5
Total
5
Dalam rangka efektifitas pengawasan dan pengendalian, fungsi 47 sosial hak atas tanah perlu dirumuskan dalam pedoman yang jelas dan terukur
D
RUMUSAN FUNGSI SOSIAL DARI ASPEK PENGEMBANGAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PERTANAHAN
0
Total
Rata-rata Sub Total
Sub Total
36
16
4
4
4
4
52
48
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
48
40
180
80
20
20
20
20
200
190
180
80
20
20
20
20
248
230
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
31.3
18.1
100
100
100
100
100
100
68.7
81.9
5.0
20.0
5.0
20.0
5.0
5.0
5.0
5.0
4.8
57.5
4.8
57.5
Fungsi Sosial Tanah
99
100
Fungsi Sosial Tanah
6 Bab PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sementara sebagai berikut: Pertama, berkaitan dengan pola kebijakan fungsi sosial tanah untuk kepentingan masyarakat menurut UUPA, maka kebijakan fungsi social tanah harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumbersumber baru kemakmuran rakyat , meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfatan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah, menjamin kebelanjutan sistem kemasyarakat an, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluasluasnya pada generasi akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat dan tanah. Kedua, berkaitan dengan kontribusi fungsi sosial tanah terhadap kesejahteraan masyarakat, maka fungsi social tanah harus mampu mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa , menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa, Fungsi Sosial Tanah
101
kesejahteraan masyarakat. Disamping itu kebijakan yang diambil oleh pemerintah khususnya dalam bidang pelayanan kepada masyarakat yang berkaitan dengan fungsi sosial tanah harus mampu memberikan pelayanan administrasi di bidang pertanahan dengan baik dan transparan, termasuk juga didalamnya yang terkait dengan pengendalian dan pengawasan terhadap fungsi social tanah baik oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Ketiga, berkaitan dengan konsep kebijakan fungsi sosial tanah yang efektif dan ideal bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat harus diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut: a. Fungsi sosial dan kepentingan umum harus diprioritaskan demi kepentingan bersama; b. Adanya panduan bagi peruntukkan tanah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing; c. Menata kembali struktur penggunaan tanah yang lebih adil bagi masyarakat; d. Memberikan aturan yang standar mengenai persediaan tanah di setiap daerah; e. Memberikan aturan yang konkrit dan standar dalam pemanfaatan tanah secara nasional. B. Saran Adapun saran yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan kebijakan pola P4T dapat dikemukakan sebagai berikut: Pertama, melakukan reorientasi terhadap kebijakan yang berkaitan dengan fungsi sosial tanah, termasuk juga di dalamnya melakukan koordinasi secara nyata dengan pemerintah daerah melalui beberapa program kegiatan yang terkait dengan pola kebijakan fungsi sosial tanah. Kedua, melibatkan masyarakat dalam setiap program kegiatan yang berkaitan dengan fungsi sosial tanah agar dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
102
Fungsi Sosial Tanah
DAFTAR PUSTAKA
Adalsteinsson, Ragna dan Pall Thorhallson, “Article 27”, in Gudmundur Alfredsson and Asbjorn Eide (eds.), The Universal Declaration of human Rights: A Common Standard of Achievement, 1999. Alfredsson, Gudmundur, “Treaties with Indigeneous Populations”, in Encyclopedia of International Law, vol 2, 1995. _______, “Group Rights, Prefential Treatment and The Rule Law, “ paper presented to the Law & Society Trust Consultation on Group & Minority Rights, 1995. Aditjondro, George Junus. Pola-Pola Gerakan lingkungan: Refleksi Untuk Menyelematkan Lingkungan Dari Ekspansi Modal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. _______, Korban-Korban Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Ali Kodra, Hadi S. dan Syaukani. Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas, Yayasan Nuansa Cendekia, Bandung, 2004. Bahri, Saiful. “Tangkahan Inisiatif Lokal Untuk Merakyatkan Taman Nasional Gunung Leuser, “Makalah disampaikan pada “Shearde Learning”, Kawasan Ekowisata Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser, Langkat Sumatera Utara, 13-12 Februari 2006. Cahyat, A. Masyarakat Mengawasi Pembangunan Daerah: Bagaimana Agar Dapat Efektif?. Bogor: CIFOR, 2005. ______, Perubahan Perundangan Desentralisasi. Bogor: CIFOR, 2005. Cahya Wulan, Yuliana, dkk. Analisa Konflik sector kehutanan di Indonesia 19972003. Bogor: Center for International Forestry Research, 2004. Depsos RI, Profil Keberhasilan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada 12 Provinsi, Depsos RI, 2004. Depsos RI, Model pendekatan Sosial Budaya Dalam Penyiapan dan Pemantapan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Depsos RI, 2004. Fauzi, Noer dan I Nyoman Nurjaya, Sumber Daya Alam Untuk Rakyat: Modul Lokakarya Penelitian Hukum Kritis-Partisipatif bagi Pendamping Hukum Rakyat, Jakarta: ELSAM, 2000. Heroepoetri, Arimbi Julia Kalmirah dan Niken Sekar Palupi, Seri Konvensi Internasional Lingkungan: Konvensi Washington, Konvensi Keanekaragaman Hayati, Konvensi Perubahan Iklim, Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bekerjasama dengan FH UNIKA Atmajaya, 1999. Fungsi Sosial Tanah
103
H. Fuad, Faisal. dan Siti Maskanah. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Pustaka LATIN, 2000. Harahap, Bazar dkk,. Tanah Ulayat Dalam Sistem Pertanahan Nasional. Jakarta: Yayasan Peduli Pengembangan Daerah, 2005. Hilary N. “Weaver, Indigenous Identity: What Is It, and Who Really Has It?” American Indian Quarterly/Spring 2001/vol. 25, No 2:244. Kleden, Emil. Otonomi Komunitas Masyarakat Adat. Jakarta: AMAN, 2000. Kasim, Ifdhal. dan Johanes da Masenus Arus. Hak Ekonomi, Sosial, Budaya, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2001. ______, Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia Internasional Bagi Aparatur Penegak Hukum. Jakarta: Elsam, 2001. Kusuma, Hilman. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: CV. Mandar Maju, 1992. Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: PT. Alumni, 2002. Kleden, Emil, Sandra Moniaga, B. Steni. “ Sarasehan Tentang Taman Nasional,” Diskusi dengan Tokoh Adat tentang Taman Nasional di Wisma Kenasih, Puncak Bogor, tanggal 31 Agustus 2005. Kuncoro, Mudrajad. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004. Malik, Ichsan. dkk. Menyeimbangkan Kekuatan: Pilihan Strategi Menyelesaikan konflik Atas Sumber Daya Alam, Jakarta: Yayasan Kemala, 2003. Moelyono, Ilya. dkk, Memadukan Kepentingan Memenagkan Kehidupan, Bandung: Driya Media, 2003. Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada Media, 2004. Moh Askin. Penegakan Hukum Lingkungan dan Pembicaraan di DPR-RI. Jakarta: Yasrif Watampoene, 2003. Moh. Koesnoe. Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini. Surabaya: Airlangga University Press, 1979. Moniaga, Sandra. Hak Masyarakat Adat dan Masalah Serta Kelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: HUMA, 2003. Marquardt, S., “International Law and Indigeneous peoples”, in International Journal on Group Rights 3, 1995. Moniaga, Sandra,” Hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia, Makalah Lokakarya Nasional IV HAM 1998 diselenggarakan oleh Komnas HAM, Departemen Luar 104
Fungsi Sosial Tanah
Negeri dan The Australian Human Rights and Equal Opportunity Commission, Jakarta, 1 – 3 Desember 1998. Moh. Yamin. Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945. Jakarta: tanpa penerbit, 1959. Parlindungan, A.P. Komentar Terhadap UUPA No.5 Tahun 1960. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2000. Riyatno, Budi. Selayang Pandang Pengelolaan Kawasan Hutan di Indonesia, Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004. ______,. Pengaturan Hukum Adat di Indonesia, Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004. ______,. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Sebuah Tinjauan Hukum Terhadap Debt for nature Swaps, Lembaga Pengkajian Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004. Rahardo, Satjipto. Hukum Adat Dalam Negara Kesatuan Modern Republik Indonesia. Rositah. Kemiskinan Masyarakat Sekitar Hutan dan Penanggulangannya. Bogor: CIFOR, 2005. Rahardo, Satjipto.” Hukum Adat Dalam Negara Kesatuan Modern Republik Indonesia.”Makalah dalam Lokakarya Nasional Inventarisasi dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, KOMNASHAM, DEPDAGRI dan MAHKAMAH KONSTITUSI, Jakarta 14-15 Juni 2005. Republik Indonesia, Undang-Undang UU No.23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Republik Indonesia. Undang-Undang UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Republik Indonesia, Undang-Undang No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Republik, Indonesia, Undang-Undang UU No.39 tahun 1999. tentang Hak Asasi Manusia. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi. Fungsi Sosial Tanah
105
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sangaji, Arianto.“Membaca Ulang Gerakan Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah”, Jurnal Hukum Adat, 1995. Susanti, Ari dkk, Proceeding Lokakarya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, Yogyakarta: Lembaga ARUPA, 2000. Suporahardjo. Strategi dan Praktek Kolaborasi: Sebuah Tinjauan. Bogor: Pustaka LATIN, 2005. ______,. Manajemen Kolaborasi: Memahami Plurasisme Membangun Konsensus. Bogor: Pustaka LATIN, 2005. _______, dkk. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bogor: Pustaka LATIN, 2000. Soekanto, Soerjono.Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 1983. _______, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Sirait, Martua, Chip Fay, dan A. Kusworo.” Bagaimana Hak-hak Masyarakat Hukum Adat Dalam Mengelola Sumber Daya Alam Diatur?.” Makalah Roundtable Discussion di Wisma PKBI, 20 Oktober 1999. Tim Peneliti CIFOR, Analisa Konflik Kehutanan di Indonesia 1997-2003, CIFOR, 2004. Tim Peneliti ARUPA. Proceeding Lokakarya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, Lembaga ARUPA, Yogyakarta, 2000. Tim Fasilitator PILI dan CIFOR, “Prinsip Dalam Penyelesaian Konflik Dengan Mediasi,” makalah disampaikan pada acara Sheared Learning di Tangkahan, Taman Nasional gunung Leuser, 13-22 Februari, 2006. Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum: Paradigma, Metode, dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: ELSAM – HuMa, 2002. ______________.” Pembaharuan Hukum untuk Menggalang Kehidupan Masyarakat Indonesia Baru yang Berperikemanusiaan.” Makalah seminar Nasional “Menggalang Masyarakat Baru yang Berkemanusiaan”, diselenggarakan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia, Bogor, 28 – 29 Agustus 2002. Yulianti. Kopermas: Masyarakat Hukum Adat Sebagai Tameng Bagi Pihak Yang Berkepentingan. Bogor: CIFOR, 2005.
106
Fungsi Sosial Tanah