“FUNGSI AL-TAHWÎL DALAM SAHÎH MUSLIM”
Oleh : Zulkarnain NIM : 104034001188
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011
“Fungsi al-Tahwîl Dalam Sahîh Muslim” Skripsi Diajukan kepada fakultas Ushuluddin sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ushuluddin (S.ud)
Oleh :
Zulkarnain NIM : 104034001188
Di bawah Bimbingan
Dr. Bustamin, M.Si NIP. 19630701 199803 1 003
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011
i
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN Skripsi yang berjudul Fungsi al-Tahwîl dalam Sahîh Muslim telah diuji dalam sidang munaqasah Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S-1) pada Jurusan Tafsir Hadis. Jakarta, 23 Juni 2011
Sidang Munaqasah Ketua merangkap anggota
sekretaris merangkap anggota
Dr. Bustamin, M.Si NIP: 19630701 199803 1 003
Dr. Lili Ummi Kalsum, MA NIP:19711003199903 2 001 Anggota
Rifkqi Muhammad Fathi, MA NIP: 19770120 200312 1 003
Maulana, MA NIP: 19650207 199903 1 001
Pembimbing
Dr. Bustamin, M.Si NIP: 19630701 199803 1 003
ii
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﯾﻢ Puja dan puji syukur patut diucapkan kepada Allah Swt. Pemiliki segala pujian, "tempat" untuk mengadu dan "tempat" untuk meminta pertolongan, karena telah menganugerahkan nikmat yang tak terhingga, sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tertuju kepada utusan pemegang cahaya dan pembawa rahmat yakni, Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Amîn Penulis menyadari, bahwa dalam proses penulisan dan perampungan skripsi, ada berbagai pihak yang berperan dan telah banyak membantu, karenanya dengan segala hormat penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Bustamin, M.Si., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk mengoreksi karya sederhana dari penulis pemula. 2.
Seluruh dosen di Jurusan Tafsir Hadis, terima kasih karena telah mau berbagi ilmu dan ide kepada penulis, semoga semuanya tetap tersimpan di dada penulis dan bermanfaat. Amîn
3. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pak Imam Prasojo, ibu Gita, ibu Fuji dan Yayasan Nurani Dunia, yang telah menyumbangkan banyak materi, sehingga penulis dapat menjenjang pendidikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah dan di Ma`had Dârussunnah al-`Âli li `Ulûm al-Hadîts 4. Guruku syeikh Ali Mustafa Yakub, selaku Mudîr Ma`had Dârussunnah yang telah banyak memberikan pencerahan untuk penulis dalam hal
iii
hukum dan hadis. Tak lupa juga kepada para staf pengajar yang telah berbagi ilmu dan pandangan. 5. guruku dan orang tuaku KH. Maman Abdurrahman selaku Mudîr Ma`had al-Taqwa Tasikmalaya dan Ibu Ajengan beserta staf pengajar yang telah menjadi pintu gerbang ilmu bagi penulis. 6. Abangku Zaki Wali yang telah memberikan kebebasan kepada penulis untuk berangkat ke tanah Jawa. 7. Teman-teman di DarSun, Taufik Masyriqan, Zaimul Ihsan, Nasruddin Ramli, Syamsul Bahri, Yazid Saghof (maaf kalau gelar kiyainya tidak penulis tulis) Arrozi Hasyim, Lia Rosmala, Faiqatul Mala, Azizah Ghafur, Husnul Huluq, Izzah Shalihah, Siti Mardhiyah, Rikza Ahmad, Kamal Fuad, Syarif Hidayatullah. Juga tak lupa Ade Purnama, enchun alias Asmi, Asep Komar, serta temanku yang terjauh yang suka ngomel-ngomel Nanik Susiani dan teman-temanku yang lain, mohon maaf karena tidak disebutkan namanya satu-persatu.
Ciputat, Juni 2011
iv
ABSTRAK Sejak abad pertama hijriyah, para ulama salaf ahli hadis telah konsen dalam mencari jalur periwayatan atau sanad dari hadis-hadis yang mereka dengar dengan bertanya langsung kepada orang yang menerimanya. Tujuannya adalah agar kevalidan data benar-benar akurat dan dapat dijadikan referensi dalam permasalahan agama. Penelusuran serta pencarian jalur periwayatan pun berlanjut, walau mereka harus keluar dari kampung halaman, lalu berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat yang lain, yang di sana terdapat orang atau kelompok yang mereka bisa mendengar dan menyaksikan langsung hadis-hadis dibacakan dan dicatat. Pencatatan tentu dilakukan oleh mereka dalam bentuk tulisan dan kekuatan hafalan, agar ratusan periwayat yang telah ikut andil dalam penyebaran hadis tidak bercampur dalam rantai periwayatan. Dalam pengumpulan rantai periwayatan hadis, tidak jarang dari mereka mendapati adanya titik temu dari siapa suatu hadis yang sudah tersebar itu bermuara, sebelum sampai kapada Nabi sebagai pemilik hadis. Di antara mereka yang paling jeli dalam melihat titik temu itu adalah imam Muslim. Ia kemudian berinisiatif untuk menggabungkannya. Hal ini terlihat jelas dari karyanya al-Musnad al-Sahîh atau Sahih Muslim. Di dalamnya banyak hadis-hadis yang dirangkum jalur periwayatannya agar tidak terjadi pengulangan penyebutan matan hadis, seperti dilakukan sering oleh amîr al-mukminîn fi al-hadîts yang lain. Demi menjaga agar tidak terjadi “percampuran” periwayatan hadis, maka imam muslim menggunakan simbol “h” yang telah populer dikalangan ahli hadis, sebagai pengganti dari kata al-tahwîl, sekaligus sebuah bukti bahwa di dalam jalur periwayatan tersebut terdapat perpindahan dari periwayatan satu ke periwayatan yang lain atau dari sanad satu ke sanad yang lain. Berangkat dari al-tahwîl inilah, rasa keingintahuan penulis muncul, bukan yang erat kaitannya dengan arti letiral dan devinitif baku kata al-tahwîl, melainkan fungsi apa yang berada di baliknya, sehingga lahirlah tulisan sederhana ini.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI A. Padanan Aksara Huruf Arab ﺍ ﺏ ﺕ ﺙ ﺝ ﺡ ﺥ ﺩ ﺫ ﺭ ﺯ ﺱ ﺵ ﺹ ﺽ ﻁ ﻅ ﻉ ﻍ ﻑ ﻕ ﻙ ل ﻡ ﻥ ﻭ ﻩ ﺀ ﻱ B. Huruf Vokal 1. vokal tunggal Tanda vocal Arab ـَـ ـِـ ـُـ 2. Vokal Rangkap Tanda vocal arab ـَـ ﻱ ـَـ ﻭ 3. Vokal Panjang Tanda vocal arab ـَـﺎ ـِﻲ ـُﻭ
Huruf Latin B T Ts J H Kh D Dz R Z S Sy S D T Z ‘ Gh F Q K L M N W H ` Y
Keterangan Tidak dilambangkan Be Te Te dan es Je H dengan garis dibawah Ka dan ha De Ka dan ha Er Zet Es Es dan ye Es dengan garis di bawah De dengan garis di bawah Te dengan garis di bawah Zet dengan garis di bawah Koma terbalik di atas hadapan kanan Ge dan ha Ef Ki Ka El Em En We Ha Apostrof Ye
Tanda vocal latin A I U
Keterangan Fathah Kasrah Dammah
Tanda vocal latin Ai Au
Keterangan A dan i Ada dan u
Tanda vocal latin  ΠÛ
Keterangan A dengan topi di atas I dengan topi di atas U dengan topi di atas
vi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING………………….…......i LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI......................................................ii KATA PENGANTAR……………………………………………………...…..iii ABSTRAK……………………………………………………………………….v PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………….vi DAFTAR ISI ..……………………………………………………………….....vii BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................... .......1 A. Latar Belakang Masalah........................................................ .......1 B. Batasan Masalah dan Rumusan ............................................. .......4 C. Tinjauan Pustaka................................................................... .......5 D. Tujuan Penelitian.................................................................. .......6 E. Metode Penelitian …………………………………………….......6 F. Sistematika Penulisan ........................................................... .......7
BAB II IMAM MUSLIM DAN SAHIHNYA…………………………………10 A. Biografi imam Muslim……………………………………...........10 B. Riwayat Pendidikan Imam Muslim...............................................13 C. komentar para Ulama Terhadap Imam Muslim.............................20 BAB III MENGENAL KITAB SAHIH MUSLIM...........................................23 A. Metodologi Penyusunan Hadis……………………………...........23 B. Pandangan para ulama Mengenai Hadis-Hadis yang Terdapat dalam Kitab Sahih Muslim...............................................................38 BAB IV METODE PENYUSUNAN SANAD DALAM SAHIH MUSLIM..44 A. at-Tahwîl dan fungsinya................................................................44 B. Variasi Jumlah At-tahwîl dalam Sahîh Muslim………………….49 C. Mutâbi‘dan fungsinya....................................................................53 D. Perbedaan dan kesamaan antara At-tahwîl dan Mutâbi‘……........56 BAB V
PENUTUP..........................................................................................64 A. Kesimpulan........................................................................... ......64
vii
B. Saran-saran ........................................................................... ......64 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….......66 LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Lampiran 1 B. Lampiran 2 C. Lampiran 3 D. Lampiran 4 E. Lampiran 5 F. Lampiran 6 G. Lampiran 7 H. Lampiran 8 I. Lampiran 9
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata hadis1 dalam perkembangan maknanya lebih cenderung kepada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw apapun itu, baik berupa ucapan, perbuatan dan lain-lain2 yang di mata umat Islam mendapat porsi istimewa dalam daftar urutan referensi utama sumber kedua hukum Islam setelah al-Qur`an. Dan secara umum hadis tersusun atas dua unsur pokok yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu sanad3 dan matan.4 Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa hadis-hadis yang sampai kepada kita tidak semata-mata datang dengan sendirinya atau dengan kata lain, adanya hadis hanya berdasarkan ucapan orang-orang sekarang, bahwa nabi telah melakukan ini dan itu. Akan tetapi, hadis yang dibaca oleh umat Islam sekarang ini telah melewati proses panjang dari waktu ke waktu dengan melalui beberapa generasi 1
Hadis juga dapat bermakna; yang baru, ucapan atau perkataan, khabar,cerita dan wawancara atau interview. (Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus kontemporer ArabIndonesia, (Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak: Yogyakarta,) cet 8, h. 747) 2 Muhammad `Ajâj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), cet 3, h. 2 3 Sanad secara bahasa dapat berarti penopang , penyangga, wewenang dan sumber yang dapat diandalkan (Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar Kamus kontemporer Arab-Indonesia, , h. 1093), sedangkan secara istilah adalah al-ikhbâr `an torîqil matan, artinya: berita-berita yang berasal dari matan (al-Suyûtî Tadrîb al-Râwi editor; abd al-wahab Abd al-latif, (Qâhirah: maktabah dâr al-turats,2005 ) cet. 5 h.36. Mengenai pengertian sanad, penjelasan yang sangat baik menurut penulis, adalah sebagaimana apa yang dikatakan oleh syeikh utsamin yaitu al-rijâlu alladzîna ja` al matn min torîqihim, artinya: orang-orang yang mendatangkan (ja`) matan melalui jalur mereka. lihat Muhammad Salih al-Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr, (Qâhirah, maktabah sunnah, 2002), cet 1, h. 39 4 Adapun matan secara bahasa artinya teks atau yang tertulis lihat Kamus kontemporer Arab-Indonesia, Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar, h. 1617. Sedangkan menurut istilah yaitu; huwa ma yantahî ilahi ghâyatu al-sanad minal kalam artinya: ucapan yang disandarkan kepada orang kepada sanad yang terakhir, oleh lihat al-Suyûtî tadrîb al-rawi. H 36. Atau sebagaimana yang dikatakakan oleh al-`Utsimin " al-fazul hadîts allatî tataqawwamu bihâ al-ma‘ânî", artinya: lafaz-lafaz hadis yang dengannya menjadi kuatlah makna-makna, lihat Muhammad Salih al`Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr, h. 36
1
2
terdahulu dengan cara disampaikan dari seorang guru kepada murid-muridnya atau sebaliknya5, lalu oleh mereka juga disampaikan kepada kemurid-muridnya lagi, kemudian murid selanjutnya dan seterusnya. Rantai perjalanan hadis ini dikenal dengan sebutan jalur periwayatan atau yang lebih dikenal dengan istilah sanad. Dalam Islam sistem sanad sangatlah dibutuhkan, karena dengannya dapat diketahui bahwa hadis yang disampaikan orang adalah berasal dari Nabi saw benar-benar terbukti, sehingga nilai-nilai ajaran agama Islam dapat terjaga kemurniannya. Pentingnya sanad dalam menjaga kemurnian ajaran agama Islam, sejak awal pernah disinggung oleh Ibn Mubarak. Ia mengatakan. “Isnad bagian dari agama tanpa Isnad maka orang akan mengatakan apa yang dia kehendaki”6 Jika kembali kepada sejarah, sebenarnya “embrio” untuk meneliti kebenaran sebuah informasi dari si pembawa berita dalam hal ini adalah seorang periwayat sudah ada semenjak pada masa Nabi7, begitu juga pernah terjadi pada masa Abu Bakar r.a8 dan puncaknya terjadi setelah adanya fitnah atau peristiwa
5
Yang penulis maksudkan adalah, bahwa seorang guru terkadang menerima hadis bukan dari gurunya lagi sebagaimana lumrahnya, melainkan sebaliknya dari muridnya sendiri. Ibn alSalâh Dalam kitabnya Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts menulis sebuah judul ma`rifatu akâbir al-rruwah min al-asâghir. Pada bab itu ia mencontohkan; Ibnu al-qâsim `Ubaidillah ibnu Ahmad al-Azhary dalam beberapa riwayatnya menerima hadis dari muridnya yaitu al-Khatîb alBaghdady. lihat Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts ( Bairut: Dâr al-kutub al`lmiyyah, 2006), cet 2, h. 312 6 Redaksi selangkapnya sebagai berikut,
(َﺎﺀﺎ ﺷﺎﺀَ ﻣ ﺷﻦ ﻟﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻣﺎﺩﻨﻻﹶ ﺍﻹِﺳ ﻟﹶﻮ،ِﻦ ﺍﻟﺪِﻳ ﻣِﻦﺎﺩﻨ ﺍﻹِﺳ: ﻗﹶﺎﻝﹶﻪﻙِ ﺃﹶﻧﺎﺭﻦِ ﺍﳌﹸﺒﺪِ ﺍﷲِ ﺑﺒ ﻋﻦ ) ﻋlihat Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, h. 271 7 kritik akan kebenaran sebuah berita dengan menanyakan langsung kepada sumber berita pernah dilakukan oleh Umar r.a ketika ia mendengar kabar tentang Rasulullah yang telah menceraikan istri-istri beliau dari tetangganya sendiri, Umayyah ibn Zaid. Lihat Muslim, sahîh Muslim, (Darul Fikr, 2002), cet 1, h. 692 8 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2004) cet 4, h. 2
3
terbunuhnya Usman r.a, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibn Sirin “pada mulanya kaum muslimin tidak menanyakan sanad namun setelah terjadinya fitnah, apabila mendengar hadis mereka selalu menanyakan dari siapa hadis itu diperoleh. Apabila diperoleh dari ahl al-sunnah hadis itu diterima sebagai dalil dalam agama, dan apabila diperoleh dari orang-orang penyebar bid`ah, hadis itu ditolak”9 Sangat
urgent-nya
sistem
sanad
dalam
menyebarkan
hadis,
“mengharuskan” para Amîr al-Mukminîn fi al-Hadîts10, seperti; Imam Malik, Ahmad ibn Hanbal, Bukhari, Muslim, Sâhib al-Sunan dan lain-lain, ketika meriwayatkan sebuah hadis mereka menyebutkan jalur-jalur sanadnya, hal ini dengan jelas dapat dilihat dari karya-karya mereka. Adanya sebuah sanad memberikan indikasi, bahwa apa yang diberitakan tentang semua tindak-tanduk Nabi saw adalah benar adanya. Akan tetapi, sanadsanad yang bersambung sampai kepada Nabi saw masing-masing memiliki tingkat kualitas yang berbeda-beda, dari tingkat yang paling sahîh11 yang dalam 'ulûm al-
9
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis,. H. 2, mengutip dari buku, karya Nur al-Din Itr. Manhaj al-Naqd fi ‘ulum al-Hadîts, (Damascus: Darul Fikr 1981), h. 55 dan Mustafâ Mu’min., Qasamat al-‘Alam al-Islami al-Mu‘ashir, (Darul Fath, 1974), h. 12-13 10 Julukan ini diberikan kepada orang yang menjadi tokoh pada masanya dalam bidang hafalan dan dirayah hadis, sehingga menjadi tokoh dan imam pada masanya. Lihat: Muhammad 'Ajâj al-Khatib, Usul al-Hadîts, h. 411 11 Hadis sahih sebagaimana yang dikatakan oleh al-Baiqûnî adalah:
( ﻞﹾﻌ ﻳﺬﹾ ﺃﹶﻭﺸ ﻳﻟﹶﻢ ﻭﻩﺎﺩﻨ ﺇِﺳ... ﻞﹾﺼﺎ ﺍﺗ ﻣﻮﻫ ﻭﺢﺤِﻴﺎ ﺍﻟﺼﻟـُﻬ) ﺃﹶﻭ ( ِﻘﹾﻠِﻪﻧﻄِﻪِ ﻭﺒ ﻓِﻲ ﺿﺪﻤﺘﻌ ﻣ... ِ ﻣِﺜﹾﻠِـﻪﻦﺎﺑِﻂﹲ ﻋﻝﹲ ﺿﺪﻪِ ﻋﻭِﻳﺮ) ﻳ Artinya: Urutan hadis yang pertama yaitu hadis sahih, yang dimaksud dengan hadis sahih adalah, hadis yang bersambung sanadnya, yang tidak ada syaz ataupun 'illat, serta semua sanadnya bersifat `âdil dan dâbit (terjaga hafalannya,). Lihat 'Umar ibn Mahammad ibn Fatûh al-Baiqûnî, manzumah al-Baiqûnî, (markaz al-khidmât wa al-Abhâts al-tsaqâfiyyah, 1987) h. 1
4
hadîts dikenal dengan sebutan silsilah al-dzahab12 sampai ke tingkat yang paling lemah (daîf) yaitu maudû' atau hadis palsu13, sehingga dengan demikian, setiap hadis yang memiliki jalur sanad belum tentu benar-benar berasal dari Nabi saw. Ketika meriwayatkan dan menampilkan jalur sanad dari sebuah hadis, secara umum tidak ada perbedaan signifikan di antara para mukharrij14, khususnya yang kitab mereka dikategorikan kedalam kelompok al-kutub alsittah15. Akan tetapi, imam Muslim dengan kitab Sahîh-nya menunjukkan ciri khas tersendiri dalam menampilkan jalur periwayatan dari hadis-hadis yang beliau terima. Di sana akan banyak dijumpai percabangan jalur sanad dari hadis-hadis yang diriwayatkannya, sedangkan di kitab Sahîh al-Bukhâry maupun Kutub alSunan lainnya sangat jarang dijumpai. Percabangan jalur sanad tersebut lebih dikenal dalam ilmu hadis dengan istilah al-tahwîl. dan insya Allah pembahasan mengenai al-tahwîl inilah yang akan penulis jadikan sebagai tema utama dalam penyusunan skripsi ini
12
Artinya rantai emas maksudnya adalah, bahwa sebuah sanad yang memiliki jalur sanad yang tersahih atau terkuat. Lihat, Ahmad ‘Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, (Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997), cet 2, h. 38 13 Yang dimaksud dengan hadis maudhu` adalah
ﻠﱠﻢ ﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝِ ﺍﷲِ ﺻﺳﻮ ﺇِﻟﹶﻰ ﺭﺏﻮﺼ ﺍﻟﹶﻤﻨﻉﻮﻨ ﺍﳌﹶﺼﻠﱠﻖﺘ ﺍﳌﹸﺨﺍﻟﹾﻜﹶﺬِﺏﻭ Artinya: Yaitu, sebuah hadis palsu yang dibuat-buat (oleh seseorang, lalu kemudian) disandarkan kepada Rasul saw. Lihat Mahmûd Tahhân, Taisîr Mustalah al-Hadîts (Beirut: Dâr alfikr, tth) h. 75 14 Maksudnya: orang yang mengeluarkan (meriwayatkan) Hadits-hadits. A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002), cet, VII, h. 430 15 Secara etimologi kutub al-sittah artinya enam kitab, dalam ulum hadis istilah kutub alsittah selalu dialamatkan kepada enam imam dengan karya-karya mereka yaitu imam al-Bukhari dengan Sahîh al-Bukhâry, imam Muslim dengan Sahîh Muslim, Abû Dâud dengan sunan Abî Dâud, Abû 'Isâ al-Tirmidzî dengan Sunan al-Tirmidzi, imam al-Nasâ’i dengan Sunan Al-Nasâ’i dan imam Ibn Mâjah dengan sunan Ibn Mâjah. pada awalnya hanya ada 5 kitab hadis (kutub alKhamsah) yang menjadi rujukkan utama oleh para ulama selain sunan Ibn Majah, kemudian datang Abû Fadal ibn Tâhir dan memasukkan Sunan Ibnu Majah kedalam referensi utama hadis, sehingga berjumlah menjadi enam. lihat: Muhammad 'Ali Baidun,, Syurût al-A`immah al-sittah, (dar al-kutub al-'ilmiyah, 2000), cet 1, h. 13
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah Dari beberapa literatur buku ‘ulûm al-hadîts yang penulis ketahui, di sana ketika mambahas tema yang bernama sanad, sangat jarang dijumpai pengarang menyinggung masalah al-tahwîl. Apabila dibahas atau disinggung juga, itu hanya sebatas pengertiannya saja atau rumus yang digunakan sebagai tanda adanya percabangan dan siapa yang pertama kali menggunakan kata al-tahwîl. Serta perbedaan para ulama dalam penggunaan rumus " h () ﺡ16 apakah rumus tersebut adalah sebagai simbol dari kata al-tahwîl ataukah dari kata al-hadîts ()ﺍﳊﺪﻳﺚ.17 Dan mereka manaruh pembahasan tersebut pada bab tertentu dengan bertemakan al- rumz atau simbol-simbol dalam hadis. Berdasarkan
pemaparan
di
atas,
permasalahan hanya pada fungsi al-tahwîl
maka
penulis
akan
membatasi
yang terdapat pada sanad sebuah
hadis. Sebagaimana diketahui bahwa hadis-hadis al-tahwîl bukan hanya terdapat dalam satu kitab ata dua kitab hadis saja melainkan tersebar di banyak kitab, oleh karenanya agar lebih terfokus pada pembahasan fungsi al-tahwîl ini, maka perlu kiranya penulis membarikan perumusan masalah yaitu, bagaimana fungsi alTahwîl dalam Sahîh Muslim? C. Tinjauan Pustaka Sekedar untuk menguatkan judul skripsi yang penulis angkat, penulis berusaha mencari data-data dari skripsi yang pernah ditulis oleh para mahasiswa 16
Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 98 17 Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts Syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, h. 98
6
Ushuluddin khususnya jurusan tafsir hadis dalam kolektif judul skripsi pada Perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat dan juga Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah atau pun tesis dan disertasi dengan membaca katalog daftar sikripsi sampai melacaknya melalaui data komputer yang ada di tiap-tiap perpustakaan, tetap penulis belum menemukan judul skripsi, tesis dan disertasi
yang
mengangkat tema serupa seperti yang diajukan oleh penulis. Terkecuali pembahasan al-tahwîl yang pernah ditulis oleh ulama-ulama terdahulu seperti Ibn al-Salâh Al-Nawawî dan al-Syakhawî yang penulis temukan dalam kitab-kitab mereka. Dengan demikian judul dan tema yang penulis angkat adalah judul dan tema baru yang belum ditulis oleh mahasiswa jurusan tafsir hadis sebelumnya yang berkaitan dengan fungsi al-tahwîl.
D. Tujuan Penilitian Guna melengkapi salah satu persyaratan pada akhir program S1 Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah dalam meraih gelar S.Ud (Sarjana Ushuluddin). Untuk mengetahui fungsi dari percabangan atau al-tahwîl dari sebuah sanad yang tentunya dapat mempengaruhi kwalitas hadis melalui sanad tersebut, bukan hanya hadis-hadis yang terdapat dalam Sahîh Muslim, tetapi juga pada kitab-kitab hadis yang lain.
7
Karena pembahasan al-tahwîl sangat jarang dalam kitab-kitab 'ulûm alhadîts, maka penulis ingin mengangkatnya yang mudah-mudahan dapat menjadi subangsih tersendiri terutama bagi penulis dan orang lain yang membacanya. E. Metode Penilitian Dalam proses penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis melakukannya dengan metode sebagai berikut: 1. pengumpulan data Pengumpulan data merupakan langkah awal yang penulis lakukan, yaitu dengan menggunakan metode kajian kepustakaan (Library Research). Untuk mendapatkan data yang valid sesuai dengan tuntutan akademis, maka penulis menyandarkan dalam penulisan skripsi ini pada referensi-referensi primer diantaranya yaitu: kitab sahih Muslim sendiri, karena ia merupakan objek kajian penulis. secara keseluruhan skripsi yang penulis angkat berbicara mengenai salah satu cabang dari ‘ulûm al-hadîts dengan demikian, untuk membahasnya juga, tentunya penulis menggunakan referensi primer ‘ulûm al-hadîts, dalam hal ini buku-buku yang penulis gunakan adalah, seperti: Muqaddimah Ibnu al-Salah, Tadrîb al-Râwi dan lain-lain. Untuk mendapatkan informsi yang lebih akurat, penulis juga tidak melupakan referensi sekunder sebagai tambahan data, seperti: Qawa‘id Usul Hadîts, Ilmu Mushthalah Hadits dan lain-lain 2. Setelah pengumpulan data dari referensi primer dan sekunder, maka penulis akan meneliti dan menganalisis data-data tersebut, kemudian mengambil kesimpulannya. proses yang penulis ambil lebih dikenal dengan istilah metode deskriptif analisis.
8
3. Agar tidak terjadi penjilplakan judul oleh penulis, maka penulis mencoba mencari-cari skripsi, tesis atau disertasi yang sekiranya memiliki objek penelitian yang sama sesui dengan judul skripsi yang penulis angkat di Perpustakaan Ushuluddin dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah. Setelah dicari, ternyata belum ada yang menulis tema yang sama, sesuai dengan judul skripsi penulis yang penulis angkat. 4. Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan Skripsi, Tesis, Desertasi yang diterbitkan oleh UIN Jakarta press cetakan pada tahun 2007. F. Sistematika Penulisan Adapun untuk menjaga sistematika penulisan, sehingga terfokus pada kajian yang dimaksud dan selanjutnya dapat memberikan gambaran dari pembahasan dalam skripsi ini, maka penulisan membaginya kedalam lima bab, yaitu: Bab pertama, berupa pendahuluan. Pada bab ini, penulis mencoba menguraikan latar belakang masalah yang merupakan alasan penulis memilih judul skripsi ini, kemudian batasan dan rumusan masalah, lalu tinjauan pustaka yang di dalamnya penulis mencoba mencari karya-karya berupa skripsi, tesis dan disertasi yang di dalamnya membahas tentang al-tahwîl, tujuan penelitian, kemudian metodologi penelitian serta sistematika penulisan. Karena fokus pembahasan penulis berhubungan dengan imam Muslim sebagai seorang penulis, maka pada bab kedua ini, penulis membicarakan biografi imam muslim yang berisikan di mana ia dilahirkan serta pada tahun berapa ia
9
dilahirkan. Selain itu juga penulis membicarakan pada dinasti siapa hidup dan di mana ia dimakamkan. Pada bab ini juga, penulis mencoba melacak kapan imam Muslim menerima hadis pertama, siapa guru-gurunya yang pernah ia terima hadis dari mereka, serta murid-muridnya dan juga karya-karya. Pada bab ketiga, penulis mencoba memperkenalkan lebih jauh tentang kitab sahih muslim yang di dalamnya membahas metode penyusunan hadishadisnya, agar dapat diketahui dalam kelompok mana klasifikasi kitab tersebut, selain itu juga penulis mengutip pandangan para ulama berkaitan dengan hadishadis serta bagaimana komentar para ulama terhadap hadis-hadis tersebut dan klasifikasi sanad yang dipaparkan olehnya dalam mukadimahnya. Selanjutnya bab keempat, di dalamnya penulis membahas mengenai pengertian al-tahwîl dari sisi bahasa dan istilah, beserta contoh dan fungsifungsinya. Sebagai bahan perbandingan, penulis juga membahas tentang mutâbi’ beserta contoh dan fungsinya. Bab kelima, adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran
BAB II IMAM MUSLIM DAN SAHIHNYA A. Biografi Imam Muslim Setidaknya ada tiga point dasar pada judul skripsi yang penulis angkat, yang menjadi objek kajian penulis. Pertama, imam Muslim sebagai seorang tokoh pakar hadis sekaligus pengarang kitab Sahih Muslim. kedua, kitab Sahîh Muslimnya sendiri dan ketiga adalah Al-tahwîl. Oleh karena imam Muslim adalah seorang tokoh, ada baiknya penulis memaparkan lebih dulu biografinya, sebelum mengupas salah satu karya terbesarnya. Sebagaimana yang telah banyak dibicarakan orang, bahwa cara untuk mengetahui kekredibilitasan1 seseorang dalam bidang tertentu, yaitu diantaranya dengan mengetahui sosiokultur di mana tempat ia dilahirkan dan dibesarkan, kemudian mengetahui latar belakang pendidikan orang tersebut. Hal itu perlu diketahui, karena dari pendidikanlah, pola pemikiran seseorang mulai terbangun. Dan dikarenakan yang dibahas pada kesempatan ini adalah hadis, maka selain dari pendidikan untuk mengetahuinya juga, dapat dilihat dari bagaimana penilaian orang-orang terkemuka pada masa itu terhadapnya, tentunya yang sebidang dengan tokoh tersebut. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah dengan melakukan penelitian Terhadap pemikiran-pemikiran orang tersebut, yang
1
Ada lima syarat yang harus dimiliki sebuah hadis, dan itu juga sudah menjadi sebuah ketentuan baku yang dibuat oleh para ulama untuk menentukan kualitas hadis tersebut, yaitu: bersambungnya sanad, `adil,dôbit, tidak memiliki syaz dan tidak memiliki `illat. `Abd al-Majîd Mahmûd Matlûb, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur`ân wa al-Hadîts, (Qâhirah: Muassasah al-Mukhtâr: 2004), cet 1. h. 283 Dari kelima syarat di atas yang berkaitan khusus dengan sanad hanya ada tiga, yaitu: bersambungannya sanad, 'âdil dan dôbit. Seseorang dapat disebut kredibel jika dia memiliki dua kriteria utama yaitu 'âdil dan dâbit.
10
11
tersebar didalam karya-karyanya. Singkat kata, "pohon" sejarah orang tersebut harus diketahui secara utuh dan menyeluruh. Apa yang penulis katakan di atas, tentu sangat berlaku juga terdahap imam Muslim yang memiliki nama lengkap, Muslim ibn al-Hajjâj ibn Muslim alQusyairî al-Naisabûrî. Dia adalah seorang pakar hadis yang diakui oleh para ulama pada masanya, bahkan mayoritas umat Islam pada abad ke 3 H dan sampai sekarang pun masih tetap diakui. Ia lahir pada tahun 204 H atau pada tahun 206 H menurut persi yang lain. Di salah satu kabilah di Arab yang lebih dikenal dengan Naisabur.2 Naisabur adalah sebuah kota diantara beberapa kota terpenting yang ada di Iran3. Orang-orang di luar kota tersebut menyebutnya Nasyâwûr4. al-Hamawî pernah berkata "Naisabur adalah kota yang sangat besar, tanahnya memiliki potensi mengandung hasil bumi yang sangat berharga dan ia adalah kota dimana banyak dilahirkan para ulama yang belum pernah pernah saya melihatnya sebelum saya berkeliling kota Madinah yang serupa dengannya ."5 Di awal abad ketiga Hijriyah, Naisabur merupakan salah satu daerah yang masih di bawah kekuasaan bani Abbasiyah, yang pada tahun kelahiran imam Muslim masih dipimpin oleh khalifah al-Ma`mun (198-218 H)6. Ia adalah salah
2
Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts t.t.h), juz 1 h.أ 3 Syauqi, Atlas Hadits, (Jakarta: al-Muhira, t.t.h) h. 156 4 Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî al-Baghdâdî, Mu‘jam alBuldân, (Beirut: Dâr Sâdir, tth) jld 5, h 331 5 Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî al-Baghdâdî, Mu‘jam alBuldân, h. 331 6 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam3, (Jakarta: al-Husna Zikra, 2000), cet 3, h. 129
12
seorang putra Hârûn al-Rasyîd yang pernah membawa kekhalifahan Abbasiah berada pada masa keemasan. Apabila sejarah kekuasaan dinasti Abbasiyah digambarkan seperti bentuk pyramid, maka al-Ma`mun-lah adalah orang yang berada pada puncak pyramid tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Hitti dalam bukunya History af The Arabs "diktum yang dikutip oleh seorang penulis antologi, al-Tsa`labî, (w1038 M) bahwa dari para khalifah Abbasiyah "sang pembuka" adalah al-Manshur "sang penengah" adalah al-Ma`mûn dan "sang penutup" adalah al-Mu`tadid memang mendekati kebenaran".7 Al-Ma`mun dalam sejarah dicatat, sebagai seorang khalifah yang suka akan intelektual dan ilmu, ini merupakan sebuah karakter yang berbanding terbalik dengan saudaranya al-Amin yang suka akan hiburan. Oleh kerena kecintaanya kepada ilmu ia lalu membangun sebuah gedung yang dinamakan Bait al-Hikmah, disana ia mengumpulkan buku-buku yang ditulis oleh penulis luar kemudian memerintahkan untuk diterjemahkan. Dari sini ilmu pengetahuan berkembang pesat dan melahirkan al-Kindi sebagai tokoh filosof muslim.8 Sebelum melihat akan kemunduran kekuasaan bani Abbasiyah pada 20 tahun kemudian yang ditandai dengan naiknya al-Mu`tadid sebagai khalifah, imam Muslim lebih dulu wafat, pada bulan Rajab tahun 261 hijriyyah di usianya yang ke 57 tahun dan dimakamkan di kota kelahirannya9
7
Philip K.Hitti, History af The Arabs. Penerjemah : R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi, 2006) cet 1. h. 369-370 8 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam3 , h. 137 9 al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, (Maktabah al-Shafa t.t.h), juz 8, h. 307
13
B. Riwayat Pendidikan Imam Muslim Dari beberapa buku târikh yang penulis sempat buka, seperti kitab Siyar A‘lam al-Nubalâ , Tahzîb al-Kamâl, Tahzîb al-Tahzîb dan lain-lain, penulis belum menemukan pada usia berapa imam Muslim mulai mengenal dunia pendidikan di masa kanak-kanaknya. penulis hanya menemukan dari catatan imam Al-Dzahabî yang menurutnya, imam Muslim pada tahun 218 H (pada usia 14 tahun) beliau sudah menerima (simâ)10 hadis dan guru pertama yang ia terima hadis darinya adalah Yahyâ ibn Yahyâ al-Tamîmî11. Masih adanya ketidakjelasan mengenai kapan imam Muslim mulai mendapatkan pendidikan, tidak menunjukkan bahwa ia tidak menerima pendidikan di usia dini sama sekali, sebagaimana ulama-ulama terdahulu, sebelum atau yang semasa dengannya. Sedangkan apa yang dikatakan oleh al-Dzahabî di atas, menurut asumsi penulis adalah bahwa, bisa jadi pada usia itu ia baru
10
Al-Samâ‘ yang berarti mendengar, dalam istilah hadis dikenal sebagai kegiatan seorang guru yang membaca hadis baik dari hafalan atau kitabnya sedangkan hadirin mendengarnya baik majelis itu imla' atau untuk yang lain. Lihat . Muhammad `Ajâj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), cet 3, h. 204 Berkaitan dengan usia ideal untuk mempelajari hadis, M.M Azami di dalam bukunya Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, mencoba menjelaskannya secara gamblang dengan mengutip perkataan ulama terdahulu yang ia catat dari berbagai sumber. Seperti perkataan alTsauriy “Umumnya orang-orang beribadah dahulu dua puluh tahun, kemudian baru belajar dan menulis hadis”. Ia juga mengutip perkataan al-Zubairi “Saya lebih senang apabila umur sebelum dua puluh tahun itu dipakai untuk menghafal al-Qur`an dan ilmu-ilmu wajib yang lain”. Selain perkataan kedua tokoh dia atas, Azami juga mencatat ucapan al-Zuhri ketika berbicara dengan Ibnu ‘Uyaiynah yang pada waktu itu berusia lima belas tahun-,”Saya tidak pernah melihat anak yang belajar hadis yang lebih muda dari pada kamu”. Sebelum memberikan komentar, Azami menyisipkan dalam catatannya perkataan Musa ibn Harun, menurutnya, orang-orang Basrah belajar dan menulis hadis ketika berumur sepuluh tahun, orang-orang Kufah belajar dan menulis hadis ketika berumur dua puluh tahun, sedangkan orang-orang Syam belajar dan menulis hadis ketika berumur tiga puluh tahun. Melihat ucapan-ucapan ulama di atas, Azami memberikan komentar “Tampaknya ketentuan di atas tidak merupakan patokan umum, hanya saja kecenderungan yang lazim pada saat itu adalah murid mulai belajar hadis pada umur dua puluh tahun”. Lihat Muhammad Mustafâ Azami, Hadis Nabawi dan SejarahKodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), cet 4, h. 505506 11 al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, juz 8, h. 269
14
mendapat kesempatan untuk men-sima' hadis secara langsung yang dapat beliau riwayatkan atau sampaikan juga kepada orang lain. 12 Apa yang penulis katakan di atas, mengenai pendidikan imam Muslim dapat dibuktikan dengan sejarah Abbasiyah, dimana pada masa itu kecintaan akan ilmu sangat digalakkan oleh pemerintah, khususnya pada masa pemerintahan alMa`mun dari tahun 198 sampai dengan tahun 218 H, tepatnya di akhir kekuasaan pada periode pertama. Pernyataan penulis tersebut, bersandar pada apa yang dikatakan oleh A.Syalabi dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam 3, ketika ia membagi masa pemerintahan Abbasiyah menjadi tiga periode, yaitu: periode pertama (132-232H), periode kedua (232-590H) dan periode ketiga (590-656H).13 Untuk mengetahui gambaran umum pemerintahan Abbasiyah pada periode pertama, sekaligus menggambarkan bagaimana atmosfir pendidikan dan ilmu pengetahuan pada masa kelahiran imam Muslim, penulis akan mengutip apa yang dikatakan oleh A.Syalabi, menurutnya: "pada periode ini kekuasaan berada di tangan para khalifah di seluruh kerajaan Islam kecuali di Andalusia. Para khalifah di zaman
tersebut
memimpin
merupakan
angkatan
tentara
para
pahlawan-pahlwan
dan
mengarungi
yang
peperangan.
Kebanyakan mereka adalah ulama-ulama yang mengluarkan fatwa dan berijtihad, cinta akan ilmu pengetahuan, merapatkan hubungan
12
Kegiatan menerima dan mendengar hadis, dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah tahammul al-hadîts, sedangkan kegiatan meriwayatkan atau menyampaikan hadis diistilahkan dengan kata " ada` " . Mengenai tahammul al-hadîts mayoritas para ulama cenderung memperbolehkan anak kecil untuk ikut dalam kegiatan mendengar hadis dan ada pula sebagian ulama yang tidak memperbolehkan, sedangkan mengenai ada` sendiri, ulama ahli hadis, usul dan fikih sependapat bahwa, orang yang riwayatnya dapat dijadikan hujjah, adalah apabila ia beragama Islam, bâligh bersifat `âdil dan dâbit. Lihat Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl l al-Hadîts, h.200203 13 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 , h. 3
15
dengan kaum keluarga dan menyampaikan pidato yang berapiapi."14 Sudah menjadi sebuah tradisi para ulama terdahulu, yaitu mereka tidak hanya menimba ilmu dari seorang guru saja atau beberapa orang guru yang ada di daerah, di mana tempat mereka lahir dan dibesarkan, akan tetapi mereka juga sering melakukan rihlah ilmiah ke berbagai daerah untuk menambah ilmu pengetahuan agama, khususnya yang berkaitan dengan hadis, sehingga terkadang mereka harus melewati beberapa negeri hanya untuk mendapatkan sebuah hadis yang benar-benar valid dan autentik, yaitu dengan mendengar langsung dari sang guru.15
14 15
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 , h. 3 Dimukadimah sahihnya, imam Muslim mengatakan:
ﺲﺎﺭِ ﻟﹶـﻴﺒﻞِ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢِ ﺑِﺎﻷَﺧﻝِ ﺃﹶﻫﻗﹶﻮﺎ ﻭﻟِﻨﻞِ ﻗﹶﻮﺎﺕِ ﻓِﻲ ﺃﹶﺻﺍﻳ ﺍﻟﺮِﻭﻞﹸ ﻣِﻦﺳﺍﳌﹸﺮﺎﻉٍ ﻭﺮِ ﺳِﻤﺎﻝﹸ ﻣِﻦ ﻏﹶﻴﺳ"ﺍﻹِﺭ "ٍﺔﺠﺑِﺤ Artinnya: ke-irsala-lan (dengan adanya data yang valid bahwa sesorang) tidak mendengar hadis secara langsung (dari gurunya) atau yang dinamakan dengan hadis mursal, menurut pendapat kami dan pendapat para pakar dalam bidang hadis adalah sesuatu yang tidak dapat dijadikan hujjah(tidak dapat dijadikan sebagai dalil). Lihat Muslim ibn al-Hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 21 Dari pernyataan imam Muslim di atas dengan jelas diketahui bahwa, ia sangat berhati-hati dalam menerima dan menyeleksi hadis, ia tidak akan menerima hadis kecuali hadis tersebut benarbenar ittisal atau bersabung. tetapi sebelumnya, masih di dalam muqaddimah sahihnya, secara jelas ia tidak serta-merta menolak hadis mursal atau hadis " 'an 'anah " (hadis yang sanadnya menggunakan ” 'an " yang berindikasi akan adanya ketidakbersambungan sanad), karena menurutnya, masih ada kemungkinan hadis tersebut sanadnya bersambung, dengan alasan apabila ada dua orang yang hidup pada satu masa, maka mereka memiliki kemungkinan untuk bertemu. Sebagaimana perkataannya di bawah ini:
ـﺎﻌﻤِﻴـﺎ ﺟﻧِﻬِﻤ ﻟِﻜﹶﻮﻪ ﻣِﻨﺎﻉﻤﺍﻟﺴ ﻭﻩ ﻟِﻘﹶﺎﺅ ﻟﹶﻪﻜِﻦﻤ ﻣﺎﺋِﺰﺟﺜﹰﺎ ﻭﺪِﻳ ﻣِﺜﹾﻠِﻪِ ﺣﻦﻯ ﻋﻭﻞٍ ﺛِﻘﹰﺔٍ ﺭﺟﺃﹶﻥﱠ ﻛﹸﻞﱠ ﺭ ﺎﺔﹸ ﺑِﻬﺠﺍﻟﹾﺤﺔﹲ ﻭﺔﹸ ﺛﹶﺎﺑِﺘﺍﻳﻭﺎ ﺑِﻜﹶﻼﹶﻡٍ ﻓﹶﺎﻟﺮﺎﻓﹶﻬﺸﻻﹶ ﺗﺎ ﻭﻌﻤﺘﺎ ﺍِﺟﻤﻬﺮٍ ﻗﹶﻂﹾ ﺃﹶﻧﺒﺄﹾﺕِ ﻓِﻲ ﺧ ﻳﺇِﻥﹾ ﻟﹶﻢﺍﺣِﺪٍ ﻭﺮٍ ﻭﺼﺎ ﻓِﻲ ﻋﻛﹶﺎﻧ ﺌﹰﺎﻴ ﺷﻪ ﻣِﻨﻊﻤﺴ ﻳ ﻟﹶﻢ ﺃﹶﻭﻪﻨﻯ ﻋﻭ ﺭﻦﻠﹾﻖِ ﻣ ﻳﺍﻭِﻱ ﻟﹶﻢﺬﹶﺍ ﺍﻟﺮﺔﹲ ﺃﹶﻥﱠ ﻫﻨﻴ ﺩِﻻﹶﻟﹶﺔﹲ ﺑﺎﻙﻨﻥﹶ ﻫﻜﹸﻮﺔﹲ ﺇِﻻﱠ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻻﹶﺯِﻣ Artinya: sesungguhnya setiap para perawi yang tsiqah dan dia meriwayatkan sebuah hadis yang ia terima dari seorang perawi yang tsiqah juga dan adanya kemunkinan perawi tersebut bertemu dan mendengar darinya dikarenakan keduanya berada dalam satu masa, walaupun tidak ada berita yang pasti bahwa keduanya pernah bertemu dan tidak pula mereka berbicara secara langsung, maka riwayat tersebut adalah benar dan menjadikan ia sebagai dalil merupakan sebuah keharusan, kecuali terdapat sebuah keterangan yang jelas bahwa perawi tersebut tidak pernah
16
Hal serupa pula dilakukan oleh imam Muslim dengan semangat muda sebagai seorang pemuda yang haus akan ilmu, terutama ilmu hadis, membuat ia tidak hanya belajar dan mencari hadis dari para guru yang ada di daerahnya saja, akan tetapi ia juga sering berpergian ke daerah-daerah lain yang di sana terdapat para ulama hadis dan adapun tempat-tempat yang yang pernah ia singgahi adalah Hijâz, Misr, syâm dan dan irâq dan lain-lain.16 1. Guru-Guru Imam Muslim Pengembaraannya ke berbagai daerah dengan tujuan utama untuk mencari hadis, seperti yang telah di sebutkan di atas, secara tidak langsung mempertemukan beliau dengan beberapa orang guru di suatu tempat dengan latar belakang penguasaan ilmu yang berbeda-beda pula, sehingga dengan demikian ia tidak hanya memiliki satu guru saja. Baik guru dalam bidang ilmu tafsir, hadis, fikih atau ilmu-ilmu agama yang lain. Di kota Mekah imam Muslim berguru kepada al-Qa`nabî, ia merupakan guru besar baginya, sedangkan di kufah dia berguru kepada Ahmad ibn Yûnus dan yang lainnya. Menurut catatan al-Mizzî ada sekitar 218 orang yang pernah menjadi guru imam muslim, di antaranya adalah Ibrâhîm ibn khâlid al-Yasykurî, Ibrâhîm ibn Dinâr al-Tamâr, Ibrâhîm ibn Ziyâd sabalâni, Ibrâhîm ibn Sa‘îd alJauharî, Ahmad ibn Ja‘far al-Ma‘qarî, Ahmad ibn Janâb al-Missîsî, Ahmad ibn bertemu dan tidak pernah mendengar satu hadis pun dari orang yang ia sandarkan hadisnya. Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 21 Ia mencontohkan "Contohnya hadis yang diriwayatkan kepada kami yang disandarkan kepada Hisyam ibn `Urwah dari bapaknya(`Urwah) dari 'Âisyah dan sudah menjadi sebuah kepastiaan sebagaimana yang kami tahu bahwa Hisyâm terbukti mendengar dari bapaknya dan bapaknya terbukti juga mendengar dari 'Âisyah dan sebagaimana yang kita ketahui bahwa 'Âisyah sudah pasti terbukti mendengar dari Nabi saw., Maka dengan demikian Hisyâm boleh tidak menyebutkan dalam riwayat tersebut kalau ia menerima dari bapaknya." Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, h. 22 16 Tsauqî Abû Khalîl, Atlas al-Hadîts al-Nabawî, (Beirut: Dar al-fikr, 2006), cet 3, h. 12
17
Jawwâs al-Hanafî Qutaibah ibn sa‘id, al-Qa‘naî, Ahmad ibn Hanbal, Isma‘îl ibn Abi Uwais, Yahya ibn Yahya, Abû Bakar, ‘Usman ibn Abû Syaibah, ‘Abdullah ibn Asma’dan lain-lain17 2. Murid-Murid Imam Muslim Bukan hanya memiliki banyak guru, sebagai seorang yang telah memiliki nama di papan teratas dari deretan para pakar hadis, ia juga memiliki banyak murid dan di antaranya adalah Abu Isa al-Tirmidzî, Ibrâhîm ibn Ishâq al-sairafî, Ibrâhîm ibn Abu talib, Ibrâhîm ibn Muhammad ibn hamzah, Ibrâhîm ibn Muhammad ibn Sufyân, al-faqîh18,dan lain-lain Sejarah telah mencatat bahwa imam Muslim adalah seorang tokoh yang sangat selektif dalam memilih hadis sekaligus tokoh yang dijadikan referensi untuk penilaian jarh dan ta‘dil para ulama ahli hadis pada masanya dan ulama terdahulu. Masih
dalam catatan sejarah, diketahui bahwa imam al-Tirmîdzî
adalah salah seorang tokoh yang kekredibilitasannya sudah tidak diragukan lagi, pemilik al-jâmi‘ sekaligus murid langsung dari imam Muslim. Walaupun al-Tirmîdzî adalah muridnya langsung sebagaimana yang telah masyhur di kalangan ahli hadis, bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim sudah tidak diragukan lagi akan kesahihannya. Bisa dibayangkan bagaimana rantai emas sanad dari kedua tokoh tersebut akan terjalin antara guru dan murid. Harapan dari bayangan terjalinnya rantai tersebut, hanya sebatas logika positif yang tergambar, karena masih dalam catatan sejarah pula, imam alTirmîdzî ternayta diketahui tidak pernah meriwayatkan hadis dari gurunya 17
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma` al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir dan Husain Ahmad Agha, (Beirut: Dar al-Fikr) juz 18 h.70-72 18 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma` al-Rijâl, juz 18 h. 72
18
tersebut, kecuali hanya satu hadis. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh al-Dzahabî, menurutnya ”imam al-Tirmidzî tidak pernah meriwayatkan sebuah hadis pun yang beliau terima dari imam Muslim kecuali satu hadis saja”.19 Dari penuturan al-Dzahabî di atas, penulis mencoba melacak hadis yang dimaksud olehnya dalam sunan al-Tirmîdzî dan penulis menemukan sebuah hadis yang sanadnya berasal dari imam Muslim, hadis tersebut insya Allah adalah sebagai berikut :
ٍﺪﻤﺤ ﻣﻦﺔﹶ ﻋﺎﻭِﻳﻌﻮ ﻣﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﻰ ﺣﻴﺤ ﻳﻦﻰ ﺑﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺎﺝٍ ﺣﺠ ﺣﻦ ﺑﻠِﻢﺴﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺣ ﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ:ﻗﹶﺎﻝﹶ،ﺓﹶﺮﻳﺮ ﺃﹶﺑِﻲ ﻫﻦﺔﹶ ﻋﻠﹶﻤ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻦﻭ ﻋﺮﻤﻦِ ﻋﺑ 20 ﺎﻥﹶﻀﻣﺎﻥﹶ ﻟِﺮﺒﻌﻮﺍ ﻫِﻠﹶﺎﻝﹶ ﺷﺼﺃﹶﺣ Artinya: Telah bercerita kepada kami Muslim ibn Hajjâj (ia berkata) telah bercerita kepada kami Yahyâ ibn Yahyâ (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Abû Mu‘âwiyah dari Muhammad ibn ‘Amr dari Abû Salamah dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda "sempurnakan bulan Sya‘ban (menjadi 30 hari, dengan begitu awal) bulan Ramadhan dapat ditentukan " 3. Karya-karya Imam Muslim Perjalanan imam Muslim dengan menempuh jarak yang sangat panjang dari satu negeri ke negeri yang lain dengan menggunakan kendaraan seadanya pada waktu itu, entah itu menggunakan kuda, onta atau lainnya, tentunya dapat menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Walaupun demikian perjalanannya bukanlah merupakan suatu hal yang sia-sia dimata imam Muslim,
19
al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, juz 8, h. 300 Muhammad ibn 'Isâ Abû 'Isâ al-Tirmizi, al-Jâmi` al-Sahîh al-Tirmizi, editor, Ahmad Muhammad Syâkir dkk, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-`Arabi, tth) juz, 3, h. 71 20
19
karena dari hasil perjalanannya, ia dapat menulis di lembaran-lembaran sejarah tentang dirinnya sendiri dengan menciptakan sebuah karya yang berjuta-juta orang membacanya yakni al-Musnad atau al-musnad al-Sahîh atau pun yang lebih dikenal dengan sahih Muslim. Menurut Subhi al-Sâlih, "imam Muslim sangat bangga akan kitab Sahîhnya, mengingat jerih-payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya". Hal tersebut sangatlah wajar dan dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk imam Muslim. Di salah satu kesempatan ia perberkata "seandainya para ahli hadis mereka menulis hadis selama 200 tahun, maka poros mereka adalah Musnad ini"21 Kitab Sahîh Muslim adalah salah satu kitab hadis tersahih setelah bukhari. Di dalamnya terdapat 3033 hadis, jumlah tersebut adalah hasil seleksi selama kurang lebih 15 tahun22, dari tiga ratus ribu hadis yang ia kumpulkan dengan cara mendengar langsung. Keunggulan Sahîh Muslim dari beberapa sisi jika dibandingkan dengan kitab-kitab hadis yang lain membuat banyak para ulama melirik terhadap kitab tersebut untuk mereka syarahi. Sebuah kitab hadis yang belum ada yang dapat menyainginya dari sisi kesistematisan penetapan hadis-hadis, hingga tidak terjadi pengulangan di sana sini dan dari sisi memudahkan para pembaca hadis dalam melihat jalur periwayatan sebuah hadis dengan cara merangkum jalur-jalur sanad yang banyak menjadi satu. Dan akan penulis bicarakan lebih jauh tetang kitab tersebut pada bab selanjutnya insya Allah.
21 22
al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala`, juz 8, h. 306 Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, h. 283
20
Selain karya menomental tersebut, dia juga mengarang beberapa karya yang tak kalah pentingnya dalam kajian ilmu hadis di antaranya yaitu: Al-Musnad alKabîr ‘Ala al-Rijâl, Kitâb al-Jâmi‘ al-Kabîr ‘Ala al-Abwâb, Kitâb al-Asâmî` wa al-Kunyâ, Kitâb al-Musnad al-Sahîh, Kitâb al-Tamyîz, Kitâb al-‘Ilal, Kitâb alWuhdân, Kitâb al-Afrâd, Kitâbal-Aqrân, dan lain-lain.23 Secara pribadi, penulis belum melihat kitab-kitab beliau tersebut di atas selain kitab sahihnya. C. Komentar Para Ulama Terhadap Imam Muslim Subjudul yang penulis angkat di atas, adalah sebuah judul yang menurut penulis sendiri merupakan pemborosan kertas dan waktu untuk menulisnya. Alasanya sederhana, karena menurut penulis apalah artinya menulis ulang komentar para ulama terdahulu untuk menggambarkan kualitas seorang tokoh sekaliber imam Muslim yang dengan hanya melihat sebuah karyanya saja semua orang mungkin akan secara apriori mengakui kapasitasnya sebagai seorang muhaddits. Walaupun demikian, penulis merasa hal tersebut perlu dilakukan sebagai kelengkapan biografi beliau dan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu mata rantai yang dapat melengkapi rantai sejarah imam Muslim. Penulis mulai dengan mengutip apa yang pernah dikatakan oleh para ulama yang hidup semasa dengannya, sebagaimana yang ditulis oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Tahdzîb al-Tahdzîb. menurutnya Abu Amar al-Mustamli pernah berkata "pada tahun 251 hijriyyah Ishâq ibn Mansûr meng-imla`-kan hadis kepada kami dan pada waktu itu imam Muslim juga hadir, dia sangat mengagumi Ishâq ibn
23
Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, h. 283
21
Mansûr. dan ketika saya masih meminta agar saya dapat meng-imla`-kan hadis, Ishâq ibn Mansûr kemudian melihat kepada Muslim lalu berkata " Allah tidak akan
menghilangkan kebaikan kepada Umat
Islam selama Dia tetap
mengkekalkanmu.24 Dari ucapan Ishaq ibn Amar di atas, penulis menangkap bahwa dia jauhjauh hari sudah memprediksikan imam Muslim bakal menjadi orang yang sangat mulia dengan menciptakan karya-karya yang sangat dibutuhkan orang dan ucapan itu sudah terbukti dimana kitab sahih Muslim adalah salah satu kitab yang banyak dicari orang untuk dijadikan referensi utama dalam berbagai tulisan mereka. Kapasitas imam Muslim sebagai seorang pakar dalam bidang hadis baik dari segi sanad maupun matan menjadikan ia selalu ditanyai orang seputar hadis. Seperti dalam soal menjarah dan menta`dil para periwayat, ia pernah didatangi oleh orang-orang sekelas Abu Zur`ah dan Abu hatim yang dikenal sebagai kritikus hadis untuk menanyakan kwalitas para periwayat hadis yang hidup sezaman dengan imam Muslim.25 Dan orang-orang hidup pada zaman sekarang dapat melakukan hal yang serupa dengan membuka hasil dari karya imam Muslim, dimana kajian-kajian keislaman yang mengharuskan dicantumkannya hadis-hadis Nabi saw pada catatan-catatan tertentu. Dan catatan-catatan berupa hadis-hadis tersebut hampir semua termuat dalam kitab sahih Muslim26. Oleh karena itu adalah wajar jika ada
24
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 150 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 72 26 al-hafiz Abû Quraisy pernah berkata, suatu ketika kami sedang berada di samping Abû Zur'ah al-Râzi, kemudian datanglah Muslim ibn al-Hajjaj dan Abu zur`ah langsung mengucapkan salam kepadanya, setelah Muslim duduk sebentar dan melakukan diskusi kecil dengan Abû Zur'ah lalu ia pergi dan saya bertanya kepada Abû Zur'ah apakah orang itu telah mengumpulkan empat 25
22
yang beranggapan bahwa, imam Muslim merupakan salah satu dari empat orang yang menjaga Dunia selain Abu zur‘ah di al-Rai, Abdullah al-Darimi di alSamarqandi dan Muhammad ibn Ismail di Bukhari.27 Al-Dzahabî dalam kitab Siyar-nya membarikan gelar kepada imam Muslim dengan berbagai macam gelar. Dia mengatakan “Muslim adalah seorang al-Imâm al-Kabîr , al-Hâfiz, al-Mujawwid, al-Hujjah dan al-Sâdiq28”. Sedangkan Ibnu Hajar mengatakan dia adalah imamnya para penulis (dalam bidang hadis).29
puluh ribu hadis dalam sahihnya? Abû Zur'ah menjawab ; dan dia hampir tidak menyisahkan sedikitpun, inilah yang saya tidak habis pikir. Lihat al-Dzahabî, Siyar A`lam al-Nubalâ h. 302 27 al-Dzahabî, Siyar A`lam al-Nubalâ, juz 8, h. 300 28 al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, juz 8, h. 296 29 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Illmyah: 1995), cet , 2. Juz 2, h.178
BAB III MENGENAL KITAB SAHIH MUSLIM A. Metodologi Penyusunan Hadis Di kalimat terakhir pada bab kedua di atas, penulis telah menyingung apa yang pernah dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Taqrîb al-Tahdzîb, yaitu ia memberi gelar kepada imam Muslim, sebagai imamnya para penulis. Pernyataan tersebut bukanlah tanpa alasan, karena bukti dari perkataan Ibnu Hajar dapat dilihat pada salah satu karya terbesarnya, seperti kitab Sahîh-nya sendiri. Sebuah karya yang dapat dijadikan inspirasi bagi para penulis setelahnya dalam segi metodologi penulisan hadis. Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqi sebagai salah seorang peniliti yang memberikan tahqîq-kan kepada kitab sahihnya mengatakan ”kitab sahih Muslim adalah sebuah kitab (Hadis) yang belum ada yang menyainginya dari sisi sistimetika, merangkum jalur hadis tanpa menambah ataupun menguranginya dan menjaga perpindahan sanad yang dapat disatukan tanpa ada penambahan sedikitpun dan beliau selalu berhati-hati dalam menjaga kesalahan lafaz dalam periwayatan hadis baik dari segi matan maupun sanad walaupun hanya sehuruf ”1 Membuka dan membaca awal kitab al-Sahîh, ternyata memiliki daya tarik tersendiri bagi para pembacanya dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain, karena sebelum memulai menulis hadis-hadis yang tersusun sesuai dengan judul bab per-bab, imam Muslim terlebih dahulu menulis abstraksi tentang apa yang
1
Komentar Muhammad Fuad di atas, dapat dilihat pada kata sambutan beliau dalam kitab sahih Muslim yang beliau tahqîq lihat Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts, t.t.h), juz 1 h. د
23
24
akan ia tulis. Isi dari abstraksi sebagaimana yang terlihat di awal kitab pada muqaddimah, bukanlah suatu hal yang akan menggambarkan secara umum isi kitab tersebut, akan tetapi ia memaparkan mengenai pengklasifikasian para periwayat dari jalur sanad yang ia riwayatkan hadisnya. 2 Pemaparan mengenai tingkatan para periwayat oleh imam Muslim, memiliki relefansi jika dilihat dalam konteks sejarah pada
masanya. Perang
ideologi di interent umat muslim masih hangat-hangatnya, hingga tidak mengherankan jika banyak tersebarnya hadis-hadis palsu yang berisikan tentang keutamaan suatu kelompok tertentu.3 a. Penamaan Kitab Sahih Muslim Dalam muqaddimah kitab tersebut, sesuai dengan apa yang penulis ketahui, bahwa imam Muslim tidak berikan nama terhadap kitab sahihnya itu. Akan tetapi, di beberapa tempat dari buku sejarah, beliau menyebutkan nama kitab tersebut, terkadang dengan nama al-Musnad
dan terkadang pula dengan nama yang
lengkap yaitu al-Musnad al-Sahih sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Mizzî dalam Tahzîb al-Kamal.
2
Contohnya seperti dalam muqaddimahnya, ia mengatakan: Setelah hadis-hadis dari kelompok pertama, maka kami akan mengikutkan hadis-hadis yang di dalam sanadnya terdapat beberapa (perawi) yang tidak memiliki sifat al-hifz dan al-itqân ......., seperti; ‘Ata` ibn al-Sâib, Yâzid ibn Abû Ziyâd dll. Lihat Muslim ibn al-Hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 4 3 Perang antar aliran atau mazhab tertentu,sehingga membuat para pengikutnya menjadi fanatic terhadap kelompok masing adalah salah satu faktor penyebab timbulnya hadis-hadis palsu. Hal itu dikarenakan, mereka ingin menyampaikan bahwa kelompok merekalah yang paling baik dan menyerukan agar orang lain masuk kedalam kelompok mereka, untuk mewujudkan hal tersebut, mereka lalu membuat hadis-hadis palsu yang disandarkan kepada Nabi saw, berkaitan keutamaan kelompok mereka. Selain karena fanatanik kelompok, ada factor-faktor lain penyebab timbulnya hadis palsu, yaitu: membuat hadis-hadis fadâil a'mâl agar umat mau bertaqarrub kepada Allah, karena kebencian terhadap Islam, ingin mendapat perhatian pemerintah, mencari kekayaan dan ingin tenar. Lihat Mahmûd Tahan, Taisîr Mustalah al-Hadîts (Beirut: Dâr al-fikr, t.t.h), h. 7677
25
ﺎﻠِﻤﺴ ﻣﺖﻤِﻌﺳ: ﻝﻘﹸﻮ ﺃﹶﺑِﻲ ﻳﺖﻤِﻌﺳ: ﺟِﺴِﻲﺮﺪٍ ﺍﳌﹶﺎﺳﻤﺤ ﻣ ﺑﻦﻦﻴﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﳊﹸﺴ ٍﺔﻋﻮﻤﺴﺚٍ ﻣﺪِﻳ ﺛﹶﻼﹶﺙِ ﻣﺎﺋﹶﺔِ ﺃﹶﻟﹾﻒِ ﺣﺢ ﻣِﻦﺤِﻴﺪ ﺍﻟﺼﻨﺬﹶﺍ ﺍﳌﹸﺴ ﻫﻔﹾﺖﻨﺻ: ﻝﻘﹸﻮﻳ
4
Artinya: al-Husain ibn Muhammad al-Mâsarjisî mengatakan bahwa dia telah mendengar bapaknya mengatakan saya telah mendengar Muslim mengatakan "alMusnad al-Sahîh yang saya karang ini terdiri dari tiga ratus ribu hadis yang didengar secara langsung"
ﻠﹶﻰ ﻋﺪﻨﺬﹶﺍ ﺍﳌﹸﺴﺎﺑِﻲ ﻫ ﻛِﺘﺖﺿﺮﻋ:ﻝﻘﹸﻮﺎ ﻳﻠِﻤﺴ ﻣﺖﻤِﻌﺳ: ﺍﻥﺪﺒ ﻋﻜِّﻲ ﺑﻦﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣ 5
ﻪﻛﹾﺘﺮﺎ ﺗﺒﺒﺳﺔﹰ ﻭ ﻋِﻠﺎﺏِ ﺃﹶﻥﱠ ﻟﹶﻪﺬﹶﺍ ﺍﻟﻜﺘ ﻓِﻲ ﻫﻠﻲ ﻋﺎﺭﺎ ﺃﹶﺷ ﻓﹶﻜﹸﻞﱡ ﻣ،ﺔﹶﻋﺭﺃﹶﺑِﻲ ﺯ
Artinya: Makkî ibn ‘Abdân berkata bahwa ia telah mendengar Muslim berkata "saya pernah perlihatkan kitab al-Musnad-ku ini kepada Abu Zur‘ah, maka setiap apa yang ia isyaratkan kepada saya dalam kitab ini (terdapat hadis-hadis) yang memiliki cacat dan sebab-sebab tertentu maka saya tinggalkan" Walaupun demikian, nama kitab sahih Muslim adalah nama yang lebih dikenal orang dibandingkan dengan nama kitab al-Musnad al-Sahih. Seperti nama kitab Sahih al-Bukahri lebih dikenal orang dibandingkan dengan nama lengkap kitab tersebut yaitu al-Jâmi‘ al-Musnad al-sahîh al-Mukhtasar min umûri Rasûlillah sallahu `alaihi wa sallam wa sunanihi wa ayyâmihi6. b. Ketentuan Dasar Penerimaan Hadis
4
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir dan Husain Ahmad Agha, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 18 h. 301 5 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 301 6 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, (Riyadh : maktabah al-Ma`arif, 1991), cet, 2, h. 97
26
Masih di dalam muqaddimah-nya, imam Muslim selain mengklasifikasikan hadis sesuai dengan tingkatan para periwayatnya, yang insya Allah akan dibahas pada bagian selanjutanya dari bab ini, beliau juga menulis enam bab yang secara global menurut penulis isinya adalah bentuk peringatan kepada para pembaca untuk benar-benar meneliti orang-orang yang mengaku bahwa hadis-hadis yang diucapkan mereka adalah benar-benar dari Nabi saw. Pada bab pertama, imam Muslim menulis dengan judul bab wajib meriwayatkan hadis yang bersumber dari para periwayat yang telah terkenal kekredibilitasnya atau kesahihannya dan meninggalkan para periwayat pendusta atas Rasulullah saw. Ia mengatakan;
ِﺢﺤِﻴ ﺻﻦﻴ ﺑﺰﻴِﻴﻤ ﺍﻟﺘﻑﺮﺪٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﱢ ﺃﹶﺣ ﻋﺍﺟِﺐ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻮ،ﺎﱃﻌ ﺍﷲُ ﺗﻓﹶﻘﹶﻚ ﻭ،ﻠﹶﻢﺍﻋﻭ ﻑﺮﺎ ﻋﺎ ﺇِﻻﱠ ﻣﻬ ﻣِﻨﻭِﻱﺮ ﺃﹶﻥﹾ ﻻﹶ ﻳ.ﻦﻬِﻤِﻴﺘ ﺍﻟﹾﻤﺎ ﻣِﻦﻦ ﻟﹶﻬﺎﻗِﻠِﻴ ﺛِﻘﹶﺎﺕِ ﺍﻟﻨﺎ ﻭﻤِﻬﻘِﻴﺳﺎﺕ ﻭﺍﻳﻭﺍﻟﺮ ﺎﻧِﺪِﻳﻦﻌﺍﻟﹾﻤﻢِ ﻭﻬﻞِ ﺍﻟﺘ ﺃﹶﻫﻦﺎ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎ ﻣﻬﻘِﻲ ﻣِﻨﺘﻨ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻪ ﻭﺎﻗِﻠﹶﻴﺓ ﻓِﻲ ﻧﺎﺭﺘ ﺍﻟﺴﺎﺭِﺟِﻪِ ﻭﺨﺔﹶ ﻣﺻِﺤ .ِﻉﻞِ ﺍﻟﺒِﺪ ﺃﹶﻫﻣِﻦ Artinya: ”ketahuilah semoga Allah memberikan taufik kepadamu, sesungguhnya wajib kepada semua orang (yang belajar hadis) mengetahui perbedaan antara sahih dan cacadnya riwayat-riwayat. Keredibilitasa pada periwayatnya agar terhindar dari periwayat yang muttahham. Tidak boleh seorangpun meriwayatkan suatu hadis tanpa ia mengetahui sahihnya tempat periwayatan serta terjaganya yang penukilan dan harus menjauhi orang-orang yang muttaham dan orang-orang yang diancam masuk neraka dari golongan pembuat hadis-hadis palsu.”7
7
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6
27
Setelah mengeluarkan pernyataan diatas, beliau mengatakan ”dan adapun dalilnya atas perkataan kami diatas adalah firman Allah
ٍﺎﻟﹶﺔﻬﺎ ﺑِﺠﻣﻮ ﻗﹶﻮﺒﺼِﻴﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻨﻴﺒﺄٍ ﻓﹶﺘﺒ ﺑِﻨ ﻓﹶﺎﺳِﻖﺎﺀَﻛﹸﻢﻮﺍ ﺇِﻥﹾ ﺟﻨ ﺁﻣﻦﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻬﺎ ﺃﹶﻳﻳ (6 :) ﺍﳊﺠﺮﺍﺕﻦﺎﺩِﻣِﻴ ﻧﻢﻠﹾﺘﺎ ﻓﹶﻌﻠﹶﻰ ﻣﻮ ﻋﺒِﺤﺼﻓﹶﺘ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
(282:،ﺍﺀِ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﺪﻬ ﺍﻟﺸﻥﹶ ﻣِﻦﻮﺿﺮ ﺗﻦﺍﹶﺗﻦِ ﳑِﻤﺮﺍﻣﻞﹲ ﻭﺟﻦِ ﻓﹶﺮﻠﹶﻴﺟﻧﺎﹶ ﺭﻜﹸﻮ ﻳﻓﹶﺎِﻥﹾ ﻟﹶﻢ Artinya: Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai (ridhai) dari para saksi
ﻱﻭﺍ ﺫﹶﻭﻬِﺪﺃﹶﺷﻑٍ ﻭﻭﺮﻌ ﺑِﻤﻦﻫ ﻓﹶﺎﺭِﻗﹸﻮﻑٍ ﺃﹶﻭﻭﺮﻌ ﺑِﻤﻦﻫﺴِﻜﹸﻮ ﻓﹶﺄﹶﻣﻦﻠﹶﻬ ﺃﹶﺟﻦﻠﹶﻐﻓﹶﺎِﺫﹶﺍ ﺑ (2: )ﺍﻟﻄﻼﻕﻜﹸﻢﻝٍ ﻣِﻨﺪﻋ
28
Artinya: Apabila mereka (para istri yang ditalak) telah mendekati akhir idahnya, maka rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepasanlah mereka dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.(QS. al-talâq: 2) Kemudian imam Muslim mengatakan ”maka pengambilan dalil dari ayatayat yang telah kami sebutkan adalah bahwa berita yang dibawa oleh orang-orang yang dikenal fasik adalah gugur atau tertolak dan persaksian orang-orang yang tidak adil juga ditolak”8 Tidak hanya dalil al-Qur`an yang ia jadikan dalil tetapi ia juga mengeluarkan hadis-hais Nabi saw sebagai penguat dari pernyataannya di atas, seperti hadis-hadis berikut dibawah ini:
ﻛﹶﺬِﺏﻪﻱ ﺃﹶﻧﺮﺚٍ ﻳﺪِﻳﻲ ﺑِﺤﻨﺙﹶ ﻋﺪ ﺣﻦ ﻣﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝِ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳ ﺭﻦﻋ 9
ﻦ ﺍﻟﻜﹶﺎﺫِﺑِﻴﺪ ﺃﹶﺣﻮﻓﹶﻬ
Artinya: Dari Rasulullah saw, berliau bersabda " orang berbicara mengatas namakan saya, yang diyakini ia berdusta, maka dia adalah salah seorang dari para pendusta" Pada bab kedua, beliau membawakan hadis-hadis yang berisikan ancaman bagi orang-orang yang berdusta atas nama Nabi Muhammad, seperti hadis-hadis dibawah ini:
8 9
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6
29
ِﻝﹸ ﺍﷲﻮﺳ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭﻄﹸﺐﺨ ﻳﻪﻨ ﺍﷲُ ﻋﺿِﻲﺎ ﺭﻠِﻴ ﻋﻤِﻊ ﺳﻪﺍﺵٍ ﺃﹶﻧﻌِﻲ ﺑﻦِ ﺣِﺮﺑ ﺭﻦﻋ 10
ﺎﺭﻠِﺞِ ﺍﻟﻨ ﻳﻠﹶﻲ ﻋﻜﹾﺬِﺏ ﻳﻦ ﻣﻪ ﻓﹶﺈِﻧﻠﹶﻲﻮﺍ ﻋﻜﹾﺬِﺑﻠﱠﻢ ﻻﹶ ﺗﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﺻ
Artinya: Ali Ra. Pernah berkhutabah dalam khutbahnya dia berkata: Rasulullah saw telah bersabda "janganlah kalian berdusta atas namaku karena orang yang berdusta atas namaku maka akan dilemparkan kedalam api neraka"
ﻩﺪﻘﹾﻌﺃﹾ ﻣﻮﺒﺘﺎ ﻓﹶﻠﹾﻴ ﻛﹶﺬِﺑﻠﹶﻲ ﻋﺪﻤﻌ ﺗﻦ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹶ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳﺃﹶﻥﱠ ﺭ 11
ِﺎﺭ ﺍﻟﻨﻣِﻦ
Artinya: Rasulullah saw bersabda: barang siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku maka tempat kembalinya adalah di dalam neraka Sekedar untuk menguatkan apa yang telah dipaparkan pada bab pertama dan kedua. Pada bab ketiga ini, imam Muslim membawakan hadis marfu`, mauquf dan maqtu yang mencerikatan larangan untuk meriwayatkan hadis-hadis yang didengar oleh seseorang, tanpa meneliti terlebih dahulu apakah hadis tersebut sahih atau tidak. berikut adalah hadis-hadis yang dimaksud:
10 11
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 7 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 7
30
ﺎ ﺃﹶﻥﹾﺀِ ﻛﹶﺬِﺑﺮ ﻛﹶﻔﹶﻰ ﺑِﺎﻟﹾﻤﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳﺓﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭﺮﻳﺮ ﺃﹶﺑِﻲ ﻫﻦﻋ 12
ﻤِﻊﺎ ﺳﺙﹶ ﺑِﻜﹸﻞﱢ ﻣﺪﺤﻳ
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, Rasulullah saw bersabda "Cukuplah seseorang disebut sebagai pembohong jika dia menceritakan setiap yang ia dengar"
ﺍﻟﹾﻜﹶﺬِﺏِ ﺃﹶﻥﹾﺀِ ﻣِﻦﺮﺐِ ﺍﻟﹾﻤﺴ ﺑِﺤﻪﻨﺎﻟﹶﻰ ﻋﻌ ﺍﷲُ ﺗﺿِﻲ ﺍﳋﹶﻄﱠﺎﺏِ ﺭ ﺑﻦﺮﻤﻗﹶﺎﻝﹶ ﻋ 13
ﻤِﻊﺎ ﺳﺙﹶ ﺑِﻜﹸﻞﱢ ﻣﺪﺤﻳ
Artinya: " Umar ra. Berkata Cukuplah seseorang disebut sebagai pembohong jika dia menceritakan setiap apa yang ia dengar ".
ﺎﺙﹶ ﺑِﻜﹸﻞﱢ ﻣﺪﻞﹲ ﺣﺟ ﺭﻠﹶﻢﺴ ﻳﺲ ﻟﹶﻴﻪ ﺃﹶﻧﻠﹶﻢ ﺍِﻋﺎﻟِﻚﺐٍ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻟِﻲ ﻣﻫ ﻭﻦﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍِﺑ 14
ﻤِﻊﺎ ﺳﺙﹸ ﺑِﻜﹸﻞﱢ ﻣﺪﺤ ﻳﻮﻫﺍ ﻭﺪﺎ ﺃﹶﺑﺎﻣﻥﹸ ﺇِﻣﻜﹸﻮﻻﹶ ﻳ ﻭﻤِﻊﺳ
Artinya: Ibn Wahab mengatakan, bahwa imam Malik pernah berkata kepadaku "ketahuilah! sesungguhnya tidak akan selamat seseorang yang mengatakan setiap 12
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 8 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 8 14 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 8 13
31
apa yang ia dengar dan dia tidak akan menjadi seorang pemimpin selamanya ketika dia mesih tetap suka menceritakan setiap apa yang ia dengar" Selain itu juga imam Muslim mewanti-wanti kepada kepada para pembaca kitab sahihnya, agar berhati-hati dalam menerima hadis dari orang-orang yang dianggap lemah. Warning ini ditulisnya pada bab ke empat dalam mukadimahnya Selanjutnya pada bab kelima imam menulis sebuah judul yang menjelaskan bahwa sanad adalah bagian dari agama (anna al-Isnad min al-din) dan periwayatan harus dari para periwayat yang kredibel, dan untuk mengatakan kekurangan (menjarh)dari seorang periwayat dalam batas-batas yang masih dalam batas-batas tertentu bukanya hanya boleh hukumnya, bahkan wajib hukumnya dan perbuatan seperti itu bukanlah dinamakan gibah yang diharamkam, justeru hal tersebut dapat menjaga adanya celaan terhadap kemulyaan syariaat. Pernyataan imam Muslim pada bab kelima di atas menurut penulis adalah bentuk pengaminannya terhadap pernyataan-pernyataan para pendahulunya yang mengatakan, bahwa sanad bagian dari agama, seperti Ibnu Sirrin, Tawus, sa`ad ibn Ibrahim, Ibnu Mubarrak dan lain-lain. Berikut ini adalah kutipan dari pernyataan keempat tokoh terbut: 15
ﻜﹸﻢﻨﻥﹶ ﺩِﻳﺬﹸﻭﺄﹾﺧ ﺗﻦﻤﻭﺍ ﻋﻈﹸﺮ ﻓﹶﺎﻧﻦ ﺩِﻳﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢﺇِﻥﱠ ﻫ: ﻦﺮِﻳ ﺳِﻴ ﺑﻦﺪﻤﺤﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣ Artinya: Muhammad Ibn Sirin berkata: sesungguhnya (sanad) adalah bagian dari
masalah agama, maka telitilah orang-orang yang hadis mereka kalian terima
15
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 10
32
ﺍﻨﺔﹸ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮ ﺍﻟﻔِﺘﺖﻗﹶﻌﺎ ﻭﺎﺩِ ﻓﹶﻠﹶﻤﻨﻦِ ﺍﻹِﺳﻥﹶ ﻋﺄﹶﻟﹸﻮﺴﻮﺍ ﻳﻧﻜﹸﻮ ﻳ ﻟﹶـﻢ: ﻦﺮِﻳ ﺳِﻴﻦﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍِﺑ ﻉِ ﻓﹶﻼﹶﻞِ ﺍﻟﹾﺒِﺪ ﺇِﻟﹶﻰ ﺃﹶﻫﻈﹶﺮﻨﻳ ﻭﻢﺜﹸﻬﺪِﻳﺬﹸ ﺣﺧﺆﺔِ ﻓﹶﻴﻨﻞِ ﺍﻟﺴ ﺇِﻟﹶﻰ ﺃﹶﻫﻈﹶﺮﻨ ﻓﹶﻴﺎﻟﹸﻜﹸﻢﺎ ﺭِﺟﻮﺍ ﻟﹶﻨﻤﺳ 16
ﻢﺜﹸﻬﺪِﻳﺬﹸ ﺣﺧﺆﻳ
Artinya: Ibn sirin berkata: (pada mulanya) kaum muslimin tidak menanyakan sanad, namun setelah terjadinya fitnah (apabila mendengar hadis mereka selalu mengatakan). Sebutkan kepada kami sanad-sanad kelian. Apabila diperoleh dari Ahlus-sunnah, hadis itu diterima sebagai dalil dalam agama, dan apabila diperoleh dari orang-orang penyebar bid`ah, hadis itu ditolak
َﺎﺀ ﺷﻦ ﻟﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻣﺎﺩﻨﻻﹶ ﺍﻹِﺳﻟﹶﻮﻦِ ﻭﻳ ﺍﻟﺪ ﻣِﻦﺎﺩﻨﻝﹸ ﺍﻹِﺳﻘﹸﻮﻙِ ﻳﺎﺭﺒ ﺍﻟﹾﻤﺍﷲِ ﺑﻦﺪﺒﻗﹶﺎﻝ ﻋ 17
َﺎﺀﺎ ﺷﻣ
Artinya: Abdullah ibn Mubarrak pernah berkata: al-Isnad bagian dari agama, seandainya tidak ada Isnad maka sudah dipastikan seseorang akan mengatakan setiap yang dia ingin Dan pada bab enam dari muqaddimah-nya, imam Muslim menulis judul bab sihah al-Ihtijaj bi al-hadits mu`an`an. Bab ini berisikan pernyataan-
16 17
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 10 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 11
33
pernyataannya akan kebolehan berhujjah dengan hadis mu`an`an tentunya dengan pernyaratan-persyaratan tertentu dan Masih menurutnya, pernyatan tersebut adalah pernyataan yang disepakati oleh para ahli ilmu periwayatan baik yang klasik maupun yang kontemporer. Sekaligus pada bab ini, ia mengkritik orangorang yang berseberangan dengan pendapatnya. 18 c. Susunan dan Jumlah Bab Perbab dalam Sahih Muslim Untuk mengetahui secara global isi dari kitab sahih muslim. Penulis mencoba mengutip setiap tema yang terdapat dalam kitab tersebut, sebagaimana yang terlihat pada bagan dibawah berikut:
ِإِﺳْﻢُ اﻟﻜِﺘَﺎب
18
ِرَﻗْﻢ ُاﻟﻜِﺘَﺎب
ِإِﺳْﻢُ اﻟﻜِﺘَﺎب
ِرَﻗْﻢُ اﻟﻜِﺘَﺎب
Berikut ini adalah terjemahan dari kritikan beliau terhadap orang-oranh yang berseberangan dengannya. Sesungguhnya setiap perawi yang tsiqah meriwayatkan sebuah dari seseorang yang kwalitasnya sama dengan dia dan ada kemungkinan si perawi bertemu dengan orang dan mendengar langsung dari dia disebabkan mereka berdua hidup sezaman walaupun belum ada informasi yang pasti bahwa mereka pernah berkumpul dan tidak ada juga informasi yang pasti bahwa mereka pernah berbicara secara verbal maka dengan demikian periwayatan tersebut sahih dan berhujah dengan riwayat tersebut adalah harus. Kecuali terdapat petunjuk yang sangat jelas, yang mengindikasikan si perawi tidak pernah bertemu dengan orang tersebut atau dia tidak pernah medengar satu hadis pun dari dia dan masalah lain yang masih samara dan memungkinkan untuk kami bahas (jadi kasus periwayatan seperti ini menurut kami adalah) periwayatan yang diterima dengan cara mendengarkan langsung, kecuali ada keterangan lain seperti yang telah dijelaskan diatas. Dan dikatakan kepada orang yang telah membawakan pandangan baru, kami akan memaparkannya untuk ditolak: "anda telah mengatakan bahwa hadis ahad yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah yang didapat dari orang yang tsiqah juga adalah bisa dijadikan hujjah dan wajib diamalkan kemudian setelah itu anda mengatakan (periwayatan tersebut) dapat diterima kecuali dengan syarat kedua orang tersebut pernah ketemu sekali atau lebih atau rawi tersebut pernah mendengar hadis secara langsung dari dia. Apakah anda mendapatkan syarat ini yang anda mensyaratkannya dari seseorang yang harus diikuti ucapannya? Kalau tidak ada lalu mana dalil dari ucapanmu itu.Apabila dia mengaku syarat yang ia tetapkan adalah merupakan kutipan dari ucapan para ulama terdahulu maka mentalah buktinya. Dan sudah tentu dia tidak akan mendapatkan jalannya ataupun orang lain. Selanjutnya jika dia masih tetap mengaku bahwa apa yang ia sangka adalah dalil yang dapat dijadikan hujjah, maka katakan kepada dia, dalil macam seperti apalagi? Apabila dia masih berdalih dengan mengatakan "saya mengatakan hal tersebut karena saya telah menemukan riwayat yang diriwayatkan oleh para perawi dulu maupun sekarang yang belum jelas jalur periwayatannya dan perawi tersebut juga belum pernah mendengar" lihat Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 21
34
ﻛِﺘﺎﺏ
ﺍﻟﻘﹶﺴﺎﻣﺔ
1
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻹِﻳﻤﺎﻥ
28
2
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻄﱠﻬﺎﺭﺓ
29
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳊﹸﺪﻭﺩ
3
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳊﹶﻴﺾ
30
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻷَﻗﹾﻀِﻴﺔ
4
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺼﻼﹶﺓ
31
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﹸﻘﹶﻄﹶﺔ
5
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳌﹶﺴﺎﺟِﺪِ ﻭ
32
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳉِﻬﺎﺩ ﻭﺍﻟﺴﻴﺮ
ﻭﺍﳌـُﺤﺎﺭِﺑِﲔ ﻭﺍﻟﻘِﺼﺎﺹِ ﻭﺍﻟﺪﻳﺎﺕ
ﻣﻮﺍﺿِﻊِ ﺍﻟﺼﻼﹶﺓ 6
ﻛِﺘﺎﺏ ﺻﻼﹶﺓِ ﺍﳌـُﺴﺎﻓِﺮ
33
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻹِﻣﺎﺭﺓ
ﻭﻗﹶﺼﺮِﻫﺎ 7
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳉﹸﻤﻌﺔ
34
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺼﻴﺪ ﻭﺍﻟﺬﱠﺑﺎﺋِﺢ
35
ﻭﻣﺎ ﻳﺆﻛﹶﻞﹸ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﺤﻴﻮﺍﻥ 8
ﻛِﺘﺎﺏ ﺻﻼﹶﺓِ ﺍﻟﻌِﻴﺪﻳﻦ
35
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻷَﺿﺎﺣِﻲ
9
ﻛِﺘﺎﺏ ﺻﻼﹶﺓ ﺍﻹِﺳﺘِﺴﻘﹶﺎﺀ
36
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻷَﺷﺮِﺑﺔ
10
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻜﹸﺴﻮﻑ
37
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﱢﺒﺎﺱ ﻭﺍﻟﺰﻳﻨﺔ
11
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳉﹶﻨﺎﺋِﺰ
38
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻷَﺩﺍﺏ
12
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺰﻛﹶﺎﺓ
39
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺴﻼﹶﻡ
13
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ
40
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻷَﻟﹾﻔﹶﺎﻅ ﻣِﻦ ﺍﻷَﺩﺏ ﻭ ﻏﹶﻴﺮِﻫﺎ
14
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻹِﻋﺘِﻘﹶﺎﻑ
41
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺸﻌﺮ
15
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳊﹶﺞ
42
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺮﺅﻳﺎ
16
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻨﻜﹶﺎﺡ
43
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻔﹶﻀﺎﺋِﻞِ
17
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺮﺿﺎﻉ
44
ﻛِﺘﺎﺏ ﻓﹶﻀﺎﺋِﻞِ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔِ
36
ﺭﺿِﻲ ﺍﷲُ ﻋﻨﻬﻢ ﻛِﺘﺎﺏ
ﺍﻟﺒِﺮ
ﻭﺍﻟﺼﻼﹶﺓ
18
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻄﱠﻼﹶﻕ
45
19
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﱢﻌﻦ
46
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻘﹶﺪﺭ
20
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻌِﺘﻖ
47
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢ
21
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺒﻴﻮﻉ
48
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺬِﻛﹾﺮ ﻭﺍﻟﺪﻋﺎﺀ
22
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳌﹶﺴﺎﻗﹶﺔ
49
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ
23
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻔﹶﺮﺍﺋِﺾ
50
ﻛِﺘﺎﺏ ﺻِﻔﹶﺎﺕِ ﺍﳌﹸﻨﺎﻓِﻖ
24
ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳍِﺒﺎﺕ
51
ﻭﺍﻵﺩﺍﺏ
ﻭﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻭﺍﻹِﺳﺘِﻐﻔﹶﺎﺭ
ﻭﺃﹶﺣﻜﹶﺎﻣِﻬِﻢ ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﳉﹶﻨﺔِ ﻭﺻِﻔﹶﺔِ
37
ﺎﻠِﻬﺃﹶﻫﺎ ﻭﻤِﻬﻌِﻴﻧ ِﺍﻁﺮﻦ ﻭ ﺃﹶﺷ ﺍﻟﻔِﺘﺎﺏﻛِﺘ
52
ﺔﺻِﻴ ﺍﻟﻮﺎﺏﻛِﺘ
25
ﻗﹶﺎﺋِﻖﺍﻟﺮﺪ ﻭﻫ ﺍﻟﺰﺎﺏﻛِﺘ
53
ﺬﹶﺭ ﺍﻟﻨﺎﺏﻛِﺘ
26
ﺮﻔﹾﺴِﻴ ﺍﻟﺘﺎﺏﻛِﺘ
54
ﺎﻥﻤ ﺍﻷَﻳﺎﺏﻛِﺘ
27
ﺔﺎﻋﺍﻟﺴ
Jika dilihat dari susunan kitab perkitab (bukan berarti buku) yang terdapat dalam kitabnya, maka sahih muslim termasuk dalam klasifikasi kitab, yang diberi nama dengan al-Jawâmi`.sebagaimana beberapa kitab yang digolongkan dalam kategori al-Jawâmi` seperti: Jâmi‘ al-Razâq, Jâmi‘ al-Tsurî, Jâmi‘ al-Tirmizî dan lain-lain.19 Sedangkan dimaksud dengan al-jâmi` di sini adalah setiap kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis sesuai dengan berbagai macam tema yang terdapat didalamnya20, dengan kata lain, al-jâmi` tidak hanya memuat hadis-hadis yang berkaitan dengan salah satu cabang ilmu dalam Islam, seperti Akidah, Hukum, tata krama,tafsir sejarah dan lain-lain21.
19 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, (Riyadh : maktabah alMa`arif, 1991) cet, 2, h. 97 20 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, h. 97 21 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, h. 97
38
B. Pandangan Para Ulama Mengenai Hadis-Hadis Yang Terdapat Dalam Kitab Sahih Muslim Telah menjadi kesepakatan para ulama, bahwa kitab sahih Muslim merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih setelah al-qur`an dan hal ini tidak terjadi perbedaan pandangan di kalangan mereka. Apabila dilihat dari sisi mana yang paling sahih di antara keduanya, maka disini terjadi pembagian dua kelompok, yaitu ; kelompok jumhur yang mengatakan kitab sahih Bukhari lebih unggul dari sahih Muslim, karena imam al-Bukhari memberikan 2 syarat untuk penulisan hadis, pertama : seorang periwayat harus semasa dengan gurunya. Kedua : ia benar-benar mendengar hadis secara langsung dari gurunya tersebut. Sedangkan imam Muslim tidak menjadikan syarat yang kedua sebagai syarat. 22 Kelompok kedua adalah minoritas, yang meyakini bahwa sahih Muslimlah yang tersahih. Kelompok ini diwakili oleh ulama-ulama Maghrib dan Abu ‘Ali, al-Naisâbûrî23. Abu ‘Ali pernah mengatakan “tidak ada satu kitab hadis pun dibawah pelataran langit yang lebih sahih dari sahih Muslim”24 Walaupun pernyataan dua kelompok terakhir telah mendapatkan kritikan dari Ibnu Katsîr dan al-Suyûti, akan tetapi Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqi sedikit membarikan pembelaan terhadap kelompok terakhir tersebut, dia mengatakan “walaupun sahih al-Bukhari adalah yang tersahih dan itu adalah pendapat jumhur ulama, akan tetapi kitab imam Muslim dari sisi ketelitian yang berkaitan dengan
22 Ibn Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 20 23 Ibn Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, h. 20 24 al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, (Maktabah al-Shafa t.t.h), juz 8, h 301
39
sanadnya, dialah yang lebih baik” 25. Dan hal-hal yang ada kaitannya sanad dari kitab sahih Muslim, akan penulis bahas pada bab berikutnya, insya Allah. Selain terjadi perbedaan pendapat pada masalah di atas, terjadi pula perbedaan pandangan dalam menafsirkannya pengelompokkan hadis-hadis dalam sahih Muslim, menjadi tiga kelompok, sebagaimana yang terdapat di awal muqaddimah dari kitabnya. Mengenai perbedaan pendapat ini, penulis mencukupkan pembahasan dengan apa yang telah dipaparkan oleh imam al-suyûthî dalam kitabnya Tadrîb alRâw fî Syarh al-Taqrîb al-Nawâwî26, sebagaimana berikut: " Imam muslim dalam mukadimah sahihnya, membagi hadis-hadis yang ia riwayatkan menjadi tiga ketegori. 1. hadis yang diriwayatkan oleh para hâfiz dan al-mutqinûn 2. hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat mastûr tetapi kapasitas mereka masih di bawah kelompok kedua 3. dan hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat lemah alMatrukûn. Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud dari pembagian kategori tersebut. Menurut ak-Hakim dan al-Baihaqi: yang diinginkan oleh Muslim adalah antisipasi, sebelum dia menyebutkan kelompok kedua, terlebih dahulu ia menyebutkan kelompok pertama.
Muslim ibn al-hajâj, Sahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, juz 1, h ﺩ al-Suyûti, Tadrîb al-râwi, editor; abd al-wahab Abd al-latif, (Qâhirah: maktabah dâr al-turats,2005 ) cet. 5, h. 71-72 25
26
40
(akan tetapi statement dia atas di sanggah oleh al-Qâdi al-`iyâd), menurutnya: ucapan ini bersumber dari guru-guru al-Hâkim, dan orangorang banyak mengikutinya. Menurutku bukan seperti itu, lebih tepatnya yaitu bahwa, imam Muslim setelah meyebutkan kelompok pertama, kemudian menyebutkan hadis dari kelompok kedua sebagai mutâba`ah dan al-isytisyhâd. Atau sekiranya belum ada sesuatu yang dimaksud oleh hadis dari kelompok pertama, maka ia menyebutkan hadis dari kelompok ketiga" Ahmad Umar Hasyim dalam bukunya yang berjudul ushûl al-Hadîts, menulis sebuah sub judul "bantahan terhadap terhadap orang yang mengatakan bahwa terdapat periwayat-periwayat dhaîf dan matrûk dalam hadis-hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim" Beliau mengatakan "apabila ada yang mengatakan, bahwa dalam sahih muslim terdapat para periwayat yang tergolong lemah dan kelompok pertengahan yang tidak memiliki kreteria sahih, maka jawabanya adalah sebagai berikut" 1. adapun yang dimaksud dengan sanad-sanad tersebut adalah, bahwa mereka ada yang mengatakan lemah dan ada pula yang mengatakan tsiqah. 2. sanad-sanad tersebut hanyalah sebagai mutâba`ah dan syawâhid bukan asal sanad yang ia sebutkan. Jadi yang pertama imam Muslim adalah hadis asal yang sahih, kemudian ia mengikutkan hadis-hadis yang lain dengan sanad yang
41
sebagiannya lemah. Dengan tujuan untuk menguatkan serta menambahkan hal-hal yang lain.27 3.Bisa jadi ada seorang periwayat yang tiba-tiba menjadi da'if disebabkan ikhtilât (bercampurnya hafalan, dikarenakan usia lanjut) setelah imam Muslim menerima hadis darinya. Seperti Ahmad ibn Abdurrahman ibn Akhi ibn Abdullah ibn Wahab yang bercampur hafalannya, pada tahun 150 H, setelah imam Muslim keluar dari kota Mesir. 4. Membawakan hadis-hadis lemah setelah menyebutkan hadis sahih adalah dengan tujuan, agar hadis-hadis lemah tersebut naik derajat (menjadi hasan li ghairihi).28 penulis akan memberikan contoh hadis yang dapat dilihat dalam sahihnya, pada bab " Bâb Istihbâb Tahsîn al-saut bil-Qurân29.
ﺮِﻱﻫ ﺍﻟﺰﻦﺔﹶ ﻋﻨﻴﻴ ﻋﻦﺎﻥﹸ ﺑﻔﹾﻴﺎ ﺳﺛﹶﻨﺪﺏٍ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺮ ﺣﻦ ﺑﺮﻴﻫﺯ ﻭﺎﻗِﺪﻭ ﺍﻟﻨﺮﻤﺛﹶﻨِﻲ ﻋﺪﺣ ٍﺀﻲﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﺍﷲُ ﻟِﺸﻣ: ﻗﹶﺎﻝﹶﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﺒِﻲ ﺻﻠﹸﻎﹸ ﺑِﻪِ ﺍﻟﻨﺒﺓٍ ﻳﺮﻳﺮ ﻫ ﺃﹶﺑِﻲﻦﺔﹶ ﻋﻠﹶﻤ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻦﻋ .ِﺁﻥ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﲎﻐﺘ ﻳﺒِﻲﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﻟِﻨﻣ Artinya: Telah bercerita kepada saya ‘Amar al-Nâqid dan Zuhair Ibn Harb, mereka berdua berkata, telah bercerita kepada kami Sufyan Ibn ‘Uyaiynah dari al-Zuhry dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata (berdasarkan) apa yang Nabi saw sampaikan kepadanya yaitu; Hal yang (sangat) dianjurkan
27
oleh Allah swt
Ahmad Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, (Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997), cet 2, h.
48-49 28 29
Ahmad Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, h. 48-49 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 351-352
42
(sebagaimana juga) dianjurkan oleh Nabi saw adalah membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an.
ﺲﻧﻮﺛﹶﻨِﻲ ﻳﺪﺣ ﺡ ﻭﺲﻧﻮﻧِﻲ ﻳﺮﺒﺐٍ ﺃﹶﺧﻫ ﻭﻦﺎ ﺍﺑﻧﺮﺒﻰ ﺃﹶﺧﻴﺤ ﻳﻦﻠﹶﺔﹸ ﺑﻣﺮﺛﹶﻨِﻲ ﺣﺪﺣﻭ ِﺎﺩﺬﹶﺍ ﺍﻹِﺳِﻨﺎﺏٍ ﺑِﻬﻦِ ﺷِﻬ ﺍﺑﻦﺎ ﻋﻤﻭ ﻛِﻼﹶﻫﺮﻤﻧِﻲ ﻋﺮﺒﺐٍ ﺃﹶﺧﻫ ﻭﻦﺎ ﺍﺑﻧﺮﺒﻠﹶﻰ ﺃﹶﺧﺪِﺍﻷَﻋﺒ ﻋﻦﺑ .ِ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﲎﻐﺘ ﻳﺒِﻲﺄﹾﺫِﻥﹸ ﻟِﻨﺎ ﻳﻗﺎﹶﻝﹶ ﻛﹶﻤ Artinya: Telah bercerita kepada saya Harmalah Ibn Yahya, (ia berkata) telah mengabarkan kepada kami Ibn Wahb (Ia mengatakan) telah mengabarkan kepada kami Yunus (al-Tahwîl) telah bercerita kepada saya Yunus Ibn al-A‘lâ (ia berkata) telah mengabarkan kepada kami ‘Amr keduanya (bersumber) dari Ibn Syihâb dengan sanad ini berkata: “ Sebagaimana yang dianjurkan oleh Nabi saw adalah membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an”
ﺍﳍﹶﺎ ِﺩﻦ ﺍﺑﻮﻫ ) ﻭﺪﺰِﻳﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺪٍ ﺣﻤﺤﻦِ ﻣﺰِ ﺑﺰِﻳﺍﻟﹾﻌﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪ ﺍﳊﹶﻜﹶﻢِ ﺣﻦ ﺑﺮﺛﹶﻨِﻲ ﺑِﺸﺪﺣ ُﻠﱠﻰ ﺍﷲﻝﹶ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳ ﺭﻤِﻊ ﺳﻧﻪﺓٍ ﺃﹶﺮﻳﺮ ﻫ ﺃﹶﺑِﻲﻦﺔﹶ ﻋﻠﹶﻤ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻦﻢ َﻋﺍﻫِﻴﺮﻦِ ﺇِﺑﺪِ ﺑﻤﺤ ﻣﻦ( ﻋ ِ ﺑِﻪﺮﻬﺠ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻳﲎﻐﺘﺕِ ﻳﻮ ﺍﻟﺼﻦﺴ ﺣﺒِﻲﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﻟِﻨﺀٍ ﻣﻲﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﺍﷲُ ﻟِﺸﻣ: ﻝﹸﻘﹸﻮ ﻳﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻋ Artinya: Telah bercerita kepada saya Bisyr Ibn al-Hakam (ia berkata) telah bercerita kepada kami ‘Abd al-‘Azîz Ibn Muhammad (ia berkata) telah bercerita kepada kami Yazîd ia adalah anak al-Hâdi dari Ibrâhîm dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, sunguh ia telah mendengar Nabi saw bersabda “Hal yang (sangat) dianjurkan oleh Allah swt (sebagaimana juga)aku anjurkan Nabi saw adalah membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an dengan keras
43
ﻦ ﺑﺮﻤﻧِﻲ ﻋﺮﺒﺐٍ ﺃﹶﺧﻫ ﻭﻦﺍﷲِ ﺑﺪﺒﻲ ﻋﻤﺛﹶﻨﺎﹶ ﻋﺪﺐٍ ﺣﻫ ﻭﻦ ﺍﺑ ﺃﹶﺧِﻲﻦﺛﹶﻨِﻲ ﺍﺑﺪﺣﻭ ﻠﱠﻰﻮﻝﹶ ﺍﷲِ ﺻﺳﻗﹶﺎﻝﹶ ﺇِﻥﱠ ﺭﺍﺀٌ ﻭﻮ ﺳﺎﺩِ ﻣِﺜﹾﻠﹸﻪﻨﺬﹶﺍ ﺍﻹِﺳﺎﺩِ ﺑِﻬﻦِ ﺍﻟﹾﻬ ﺍﺑﻦﺢٍ ﻋﻳﺮ ﺷﻦﺓﹸ ﺑﻮﻴﺣﺎﻟِﻚٍ ﻭﻣ ﻤِﻊﻘﹸﻞﹾ ﺳ ﻳﻟﹶﻢ ﻭﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﺍﷲُ ﻋ Artinya: Keponakanku yaitu Ibn Wahb Telah bercerita kepada saya (ia berkata) telah berceita kepada saya pamanku ‘Abdllah Ibn Wahb (ia berkata) telah bermengabarkan kepada saya ‘Umar Ibn Malik dan Haiwah Ibn Syuraih dari ibn al-Hâdi dengan sanad hadis ini (yang matannya sesuai dengan hadis yang di atas) terkecuali didalamnya tidak disebutkan (kata) telah mendengar.
ٍﺮ ﺃﹶﺑِﻲ ﻛﹶﺜِﻴﻦﻰ ﺑﻴﺤ ﻳﻦﺍﻋِﻲ ﻋﺯ ﺍﹶﻷَﻭﻦﻘﹶﻞﹸ ﻋﺎ ﻫﺛﹶﻨﺪﻰ ﺣﺳﻮ ﻣﻦ ﺑﻜﹶﻢﺎ ﺍﻟﹾﺤﺛﹶﻨﺪﺣﻭ ُﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﺍﷲ ﻣﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ: ،ﺓٍ ﻗﹶﺎﻝﹶﺮﻳﺮ ﺃﹶﺑِﻲ ﻫﻦﺔﹶ ﻋﻠﹶﻤ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻦﻋ ِ ﺑِﻪﺮﻬﺠ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻳﲎﻐﺘ ﻳﺒِﻲ ﻟِﻨﻪﺀٍ ﻛﹶﺄﹶﺫِﻧﻲﻟِﺸ Artinya: Telah bercerita kepada kami al-Hakam ibn Mûsâ (ia berkata) telah berceita kepada kami Haql dari al-Auza‘iy dari Yahya ibn Abu Katsîr dari Abu Salam dari Abu Hurairah ( ia berkata) Rasulullah saw bersabda Hal yang (sangat) dianjurkan oleh Allah swt (sebagaimana juga) saya anjurkan juga oleh Nabi saw adalah membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an dengan keras Muhammad ibn Ibrahim al-Halby dalam bukunya mengatakan " ketahuilah, bahwa terkadang dimasukkan ke dalam bab mutâba`ah dan isti syhâd riwayat yang hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil……. Dan dalam kitab Bukhari dan Muslim terdapat kelompok al-Du'afâ` yang disebutkan oleh mereka dengan tujuan sebagai al- mutâba'ah dan al-Syawâhid ".30
30
Muhammad ibn Ibrâhîm al-Halbî al-Hanafî, Qafwu al-Âtsar fî Safwah, (Beirut: DarAlfikr, 1970), cet 1, h.64
BAB IV METODE PENYUSUNAN SANAD DALAM SAHIH MUSLIM A. Al-tahwîl dan Fungsinya Di bagian awal penulis telah menyinggung bahwa, jika dibandingkan dengan kitab-kitab hadis yang ditulis oleh para ulama, baik yang terdulu maupun yang sekarang, secara sekilas memang tidak ada perbedaan yang mendasar dari cara mereka menyusun hadis. Akan tetapi imam Muslim dengan kitab Sahîh-nya menunjukkan ciri khas tersendiri ketika menyusunnya, terutama dalam menampilkan jalur periwayatan dari hadis-hadis yang beliau terima. Di sana akan banyak dijumpai percabangan jalur sanad dari hadis-hadis yang diriwayatkannya, sedangkan di kitab sahîh al-Bukhâri maupun Kutub al-Sunan akan jarang dijumpai Percabangan inilah yang lebih dikenal dengan istilah al-tahwîl, yang secara bahasa dapat berarti perpindahan. a. Pengertian al-Tahwîl Dalam literatur kitab-kitab hadis, al-tahwîl biasanya disimbolkan dengan huruf (' )ﺡh'. Di kalangan ulama, masih ada yang bersilang pendapat, tentang
apakah huruf h tersebut adalah singkatan dari kata hâil (pemisah), al-tahwîl ( pemindahan), sahha (selamat/benar) atau al-hadîts (khabar).1 Selain perselisihan pandangan tersebut, menurut al-Nawâwy, " belum juga diketahui, siapa yang pertama kali menggunakan rumus 'h' tersebut."2
1
Syams al-Dîn Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân al-Syakhâwî, Fath al-Mugîts Syarh alfiyah al-hadîts, (Libanan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1403 H) cet 1, juz 2 2 al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwi, editor; abd al-wahab Abd al-latif, (Qâhirah: maktabah dâr alturats,2005 ) cet. 5, h. 372
44
45
Sedangkan secara istilah, penulis belum menemukan para muhadditsûn terdahulu
memberikan
definisi
secara
gamblang,
sebagaimana
mereka
memberikan definisi pada hadis sahîh, hasan, mursal maudú` dan lain-lain. Penulis hanya menemukan mereka menjelaskan maksud simbol 'h' ketika membahas rumus yang sering digunakan oleh para periwayat dalam kitab-kitab mereka. Seperti dalam kitab fath al-Mugîts, terdapat sebuah judul al-Isyârah bi alRumz, di sana al-Syakhâwî mengatakan ” para ahl-al hadîts ketika mereka menulis hadis atau mengarang sebuah kitab dan mereka menemukan adanya pertemuan dua buah sanad atau lebih, maka ketika mereka mau berpindah dari sanad satu ke sanad yang lain, mereka menulis dengan rumus H ()ﺡ.3
Sesungguhnya huruh H (yang sering disebutkan dalam sanad-sanad hadis) maknanya adalah al-tahwîl yakni perpindahan dari sanad satu ke sanad yang lain4 begitulah yang dikatakan Ibn al-salâh dalam Muqqadimah-nya. Hal senada juga dikatakan oleh al-Nawâwî, menurutnya ”apabila sebuah hadis memiliki satu sanad atau lebih (biasanya para ahli hadis) menulis pada perpindahan sanad tersebut dengan rumus H”5 Dari ucapan al-Sakhâwi, Ibn al-Salâh dan al-Nawâwî di atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi fokus dari pembahasan mereka dan para ulama terdahulu adalah rumus 'h' yang sering digunakan oleh para muhaddits, bukan permasalahan tentang al-Tahwîl itu sendiri dari sisi istilah dan fungsinya.
3
al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwi, h. 372 Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, ( Bairut: Dâr al-kutub al`lmiyyah, 2006), cet 2, h. 230 5 al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwi, h. 372 4
46
Walaupun
al-Tahwîl
membakukannya, tetapi
dari
sisi
istilah
belum
ada
ulama
yang
menurut penulis, ucapan Ibn al-salâh di atas dapat
dijadikan sebagai pengertian secara istilah kata tersebut.
b. Fungsi al-Tahwîl Sebelum penulis memberikan contoh-contoh hadis yang memiliki al-tahwîl sekaligus dengan variasi jumlahnya. Selanjutnya penulis akan memaparkan terlebih dahulu al-tahwîl berdasarkan fungsinya. Untuk dapat mengetahui fungsinya, langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan mengumpulkan sanad-sanad hadis yang ber-al-tahwîl, kemudian dianalisis. Dan diantara fungsinya adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan jalur periwayatan yang banyak menjadi satu jalur sanad. Contohnya:
ﺎﺛﹶﻨﺪﺮٍ ﺣﻴﻤ ﻧﻦﺎ ﺍﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺮٍ ﺡ ﻭ ﺑِﺸﻦ ﺑﺪﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺔﹶ ﺣﺒﻴ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻦﻜﹾﺮِ ﺑ ﺑﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣ ﻦﺍﷲِ ﺑﺪﻴﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣ ﺍﳊﹶﺎﺭِﺙِ ( ﺡ ﻭﻦﻨِﻲ ﺍﺑﻌ ) ﻳﺎﻟِﺪﺎ ﺧﺛﹶﻨﺪﻰ ﺣ ﺍﹾﳌﹸﺜﹶﻨﻦﺎ ﺍﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺃﹶﺑِﻲ ﺡ ﻭ ِﻊﺮﺑِﻴ ﺍﻟﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣ ﺡ ﻭﺮﻤﺪِﺍﷲِ ﺍﺑﻦِ ﻋﻴﺒ ﻋﻦ ﻋﻢﲏِ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﻛﹸﻠﱡﻬﻌﻰ ) ﻳﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺪٍ ﺣﻌِﻴﺳ ﻞﹸﺎ ِﻋﻴﻤﺎ ﺇِﺳﺛﹶﻨﺪﺣﺏٍ ﻭﺮ ﺣﻦ ﺑﺮﻴﻫﺛﹶﻨِﻲ ﺯﺪﺣﺪٍ ﺡ ﻭﻳ ﺯﻦ ﺑﺎﺩﻤﺎ ﺣﺛﹶﻨﺪ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﻮﺃﹶﺑﻭ ) ﺎﻙﺤﺎ ﺍﻟﻀﻧﺮﺒﻚٍ ﺃﹶﺧﻳ ﺃﹶﺑِﻲ ﻓﹸﺪﻦﺎ ﺍﺑﺛﹶﻨﺪﺍﻓِﻊٍ ﺣ ﺭﻦ ﺑﺪﻤﺤﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺪﺣ ﺡ ﻭﺏﻮ ﺃﹶﻳﻦﺎ ﻋﻌﻤِﻴﺟ ﺔﹸﺎﻣﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹸﺳﺪﺐٍ ﺣﻫ ﻭﻦﺎ ﺍﺑﺛﹶﻨﺪ ﺣﻠِﻲﺪٍ ﺍﻷَﻳﻴﻌ ﺳﻦﻥﹸ ﺑﻭﺎﺭﺎ ﻫﺛﹶﻨﺪﺣﺎﻥﹶ ( ﺡ ﻭﺜﹾﻤ ﻋﻦﻨِﻲ ﺍﺑﻌﻳ 6
6
ٍﺎﻓِﻊ ﻧﻦﺚِ ﻋﺚِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺪِﻳ ﻣِﺜﹾﻞﹸ ﺣﺮﻤﻦِ ﻋ ﺍﺑﻦﺎﻓِﻊٍ ﻋ ﻧﻦﻻﹶﺀِ ﻋﺆﻛﹸﻞﱡ ﻫ
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, (Dar al- Fikr, 2002), cet 1, juz 2, h. 188
47
2. Menghindari adanya pengulangan materi matan dari madar7 sanad hadis tertentu Contohnya:
ﺔﹰﻔﹾﺼﺮ ﺃﹶﻥﱠ ﺣﻤﻦِ ﻋ ﺍﺑﻦﺎﻓِﻊٍ ﻋ ﻧﻦﺎﻟِﻚٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣ ﻋﺃﹾﺕﻰ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﹶﺮﻴﺤ ﻳﻦﻰ ﺑﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺣ ﺫﱢﻥﹸ ﻣِﻦﺆ ﺍﻟﹾﻤﻜﹶﺖ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺇِﺫﹶﺍ ﺳﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳ ﺃﹶﻥﱠ ﺭﻪﺗﺮﺒ ﺃﹶﺧﻦﻣِﻨِﻴﺆ ﺍﻟﹾﻤﺃﹸﻡ ﻼﹶﺓﹸ ﺍﻟﺼﻘﹶﺎﻡﻞﹶ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ ِﻦ ﻗﹶﺒﻴﻔﹶﺘﻔِﻴﻦِ ﺧﻴﺘﻛﹾﻌ ﺭﻛﹶﻊ ﺭﺢﺒﺍ ﺍﻟﺼﺪﺑﺢِ ﻭﺒﻼﹶﺓِ ﺍﻟﺼﺍﻷَﺫﹶﺍﻥِ ﻟِﺼ
ﺮﻴﻫﺛﹶﻨِﻲ ﺯﺪﺣﺪٍ ﺡ ﻭﻌﻦِ ﺳﺚِ ﺑ ﺍﻟﻠﱠﻴﻦﺢٍ ﻋﻣ ﺭﻦﺍﺑﺒﺔﹸ ﻭﻴﻗﹸﺘﻰ ﻭﻴﺤ ﻳﻦﻰ ﺑﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺣﻭ
ٍﺮﺏ ﺣﻦ ﺑﺮﻴﻫﺛﹶﻨِﻲ ﺯﺪﺣﺪِﺍﷲِ ﺡ ﻭﻴﺒ ﻋﻦﻰ ﻋﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺪٍ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﻌِﻴ ﺳﻦﺍﷲِ ﺑﺪﻴﺒﻋﺏٍ ﻭﺮ ﺣﻦﺑ 8
ﺎﻟِﻚﺎ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣﺎﺩِ ﻛﹶﻤﻨﺬﹶﺍ ﺍﻹِﺳﺎﻓِﻊٍ ﺑِﻬ ﻧﻦ ﻋﻢ ﻛﹸﻠﱡﻬﺏﻮ ﺃﹶﻳﻦﻞﹸ ﻋﺎﻋِﻴﻤﺎ ﺇِﺳﺛﹶﻨﺪﺣ
Pada hadis di atas yang menjadi madar sanad nya adalah Nâfi` sebagaimana yang yang dikatakan oleh imam Malik
7
Meminjam istilah yang digunakan oleh Juynboll dalam bukunya teori common link, madar yang berarti poros, maksudnya adalah, bahwa adanya periwayatan sebuah hadis yang melalui beberapa jalur sanad, akan tetapi kesemuanya hanya disandarkan kepada seorang perawi saja. Lihat Ali Masrur, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis Nabi, (Yogyakarta, LKiS: 2007) cet I h. xix Contohnya: Nabi
Nabi
Jabir
Jabir
Seorang laki-laki dari banî Salamah
Mutalib
Nabi
Jabir
Mutalib
Amr ibn Abî Amr Budak yang dimerdekakan oleh Mutalib
Abd al-Azîz ibn Muhammad
Al-Syafî’i
Ibrâhîm ibn Muhammad
Al-Syafî’i
Sulaimân ibn Hilâl
Al-Syafî’i
Dari bagan di atas, yang menjadi madarnya adalah Amar ibn Abî Amr. Lihat, Ali Masrur, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis Nabi, h. 59 8 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322
48
3.Dengan mudah dapat diketahui adanya penambahan meteri matan dari salah satu jalur sanad walaupun berasal dari madar yang sama Contohnya:
ﻦﻪِ ﻋ ﺃﹶﺑِﻴﻦﺓﹶ ﻋﻭﺮ ﻋ ﺑﻦﺎﻡﺎ ﻫِﺸﺛﹶﻨﺪﺎﻥﹶ ﺣﻤﻠﹶﻴ ﺳﺓﹸ ﺑﻦﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪ ﺣﺎﻗِﺪﻭ ﺍﻟﻨﺮﻤﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣ ﻤِﻊﺮِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺳﻲ ﺍﻟﹾﻔﹶﺠﺘﻛﹾﻌﻠﱢﻲ ﺭﺼ ﻳﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳﻛﹶﺎﻥﹶ ﺭ: ﺔﹶ ﻗﹶﺎﻟﹶﺖﺎﺋِﺸﻋ
ﺎﻩﺛﹶﻨﺪﺣﺮٍ ( ﺡ ﻭﻬﺴ ﻣﻦﲏِ ﺍﺑﻌ ) ﻳﻠِﻲﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺮٍ ﺣﺠ ﺣ ﺑﻦﻠِﻲﺛﹶﻨِﻴﻪِ ﻋﺪﺣﺎ ﻭﻤﻔﱢﻔﹸﻬﺨﻳﺍﹾﻷَﺫﹶﺍﻥﹶ ﻭ ﺪِﺍﷲِ ﺑﻦﺒ ﻋﻦﺮٍ ﻋﻴﻤ ﻧﻦﺍﺑﺐٍ ﻭﻳ ﻛﹸﺮﻮﺃﹶﺑﻜﹾﺮِ ﻭ ﺑﻮ ﺃﹶﺑﺎﻩﺛﹶﻨﺪﺣﺔٍ ﺡ ﻭﺎﻣ ﺃﹸﺳﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺐٍ ﺣﻳ ﻛﹸﺮﻮﺃﹶﺑ ِﻳﺚِﺪﻓِﻲ ﺣﺎﺩِ ﻭﻨﺬﹶﺍ ﺍﹾﻹِﺳﺎﻡٍ ﺑِﻬ ِﻫﺸﻦ ﻋﻢ ﻛﹸﻠﱡﻬﻊﻛِﻴﺎ ﻭﺛﹶﻨﺪ ﺣﺎﻗِﺪﻭ ﺍﻟﻨﺮﻤ ﻋﺎﻩﺛﹶﻨﺪﺣﺮٍ ﺡ ﻭﻴﻤﻧ 9
ﺮ ﺍﻟﹾﻔﹶﺠﺔﹶ ﺇِﺫﹶﺍ ﻃﹶﻠﹶﻊﺎﻣﺃﹶﺑِﻲ ﺃﹸﺳ
Pada hadis ke dua hadis di atas, yang menjadinya madar adalah Hisyâm dan penambahan yang terdapat pada jalur riwayat Abû Usâmah, yaitu lafaz idzâ tala'a al-fajru.. Karena hadis asal atau pertamanya dalam Sahih Muslim adalah sebagai berikut:
ﻦ ﻪِ ﻋ ﺃﹶﺑِﻴﻦﺓﹶ ﻋﻭﺮ ﻋﻦ ﺑﺎﻡﺎ ﻫِﺸﹶﺛﻨﺪﺎﻥﹶ ﺣﻤﻠﹶﻴ ﺳﻦﺓﹸ ﺑﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪ ﺣﺎﻗِﺪﻭ ﺍﻟﻨﺮﻤﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣ ﺳﻤِﻊ ﺮِ ﺇِﺫﹶﺍﻲ ﺍﻟﹾﻔﹶﺠﺘﻛﹾﻌﻠﱢﻲ ﺭﺼ ﻳﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳﻛﹶﺎﻥﹶ ﺭ: ﺔﹶ ﻗﹶﺎﻟﹶﺖﺎﺋِﺸﻋ 10 ﺎﻤﻔﱢﻔﹸﻬﺨﺍﹾﻷَﺫﹶﺍﻥﹶَﻭﻳ 4. memberikan efisiensi penyebutan jalur sanad sebuah hadis sekaligus menunjukkan adanya mutâb’ah dari hadis tersebut Contohnya:
ﺎﺛﹶﻨﺪ ﺣﺥﻭ ﻓﹶﺮﻦﺎﻥﹸ ﺑﺒﻴﺎ ﺷﺛﹶﻨﺪﺣ ﺡ ﻭﻢﻴﺸﺎ ﻫﻧﺮﺒﻰ ﺃﹶﺧﻴﺤ ﻳﻦﻰ ﺑﻴﺤ ﻳﺎﻩﺛﹶﻨﺪﺣﻭ ﺎﻥﹶ ﺡﻔﹾﻴ ﺳﻦﻛِﻴﻊ ﻋﺎ ﻭﺛﹶﻨﺪﺒﺔﹶ ﺣﻴ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺑﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺔﹶ ﺡ ﻭﻠﹶﻤ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻦ ﺑﺎﺩﻤﺣ ﺎﺛﹶﻨﺪﺎﺫٍ ﺣﻌ ﻣﺍﷲِ ﺑﻦﺪﻴﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣﻔﹶﺮٍ ﺡ ﻭﻌ ﺟﻦ ﺑﺪﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﻰ ﺣﺜﹶﻨ ﺍﻟﹾﻤ ﺑﻦﺪﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺣﻭ 9
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322
10
49
ﺓﹶ ﻛﹸﻞﱡﺍﺋِﺪ ﺯﻦ ﻋﻠِﻲ ﻋﻦ ﺑﻦﻴﺴﺎ ﺣﺛﹶﻨﺪﺐٍ ﺣﻳ ﻛﹸﺮﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺔﹶ ﺡ ﻭﺒﻌ ﺷﻦﺎ ﻋﻤﺃﹶﺑِﻲ ﻛِﻼﹶﻫ ﺻﻠﱠﻰ ﱯﻦِ ﺍﻟﻨﻪِ ﻋ ﺃﹶﺑِﻴﻦﺓﹶ ﻋﻜﹾﺮﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺑﻦِ ﺑﻤﺣﺪِﺍﻟﺮﺒ ﻋﻦﺮِ ﻋﻤِﻴﻠِﻚِ ﺑﻦِ ﻋﺪِﺍﻟﹾﻤﺒ ﻋﻦﻻﹶﺀِ ﻋﺆﻫ ﺔﹶﺍﻧﻮﺚِ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﺪِﻳ ﺑِﻤِﺜﹾﻞِ ﺣﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﺍﷲُ ﻋ Adapun hadis yang dimaksud, adalah sebagai berikut:
ِﻦﻤﺣﺪِﺍﻟﺮﺒ ﻋﻦﺮٍ ﻋﻤِﻴﻦِ ﻋﻠِﻚِ ﺑﺪِﺍﻟﹾﻤﺒ ﻋﻦﺔﹶ ﻋﺍﻧﻮ ﻋﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺪٍ ﺣﻌِﻴ ﺳﻦﺔﹸ ﺑﺒﻴﺎ ﻗﹸﺘﺛﹶﻨﺪﺣ ِ ﻗﹶﺎﺽﻮﻫﺓﹶ ﻭﻜﹾﺮﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺑﻴﺪِﺍﷲِ ﺑﺒ ( ﺇِﻟﹶﻰ ﻋ ﻟﹶﻪﺖﺒﻛﹶﺘ ﺃﹶﺑِﻲ ) ﻭﺐﺓﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻛﹶﺘﻜﹾﺮﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺑﺑ ُﻠﱠﻰ ﺍﷲﻝﹶ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳ ﺭﺖﻤِﻌ ﻓﹶﺈِﻧِﻲ ﺳ: ﺎﻥﹸﺒ ﻏﹶﻀﺖﺃﹶﻧ ﻭﻦﻴ ﺍﺛﹾﻨﻦﻴ ﺑﻜﹸﻢﺤﺎﻥﹸ ﺃﹶﻥﹾ ﻻﹶ ﺗﺘﺑِﺴِﺠِﺴ 11 .ﺎﻥﹲﺒ ﻏﹶﻀﻮﻫﻦِ ﻭﻴ ﺍﺛﹾﻨﻦﻴ ﺑﺪ ﺃﹶﺣﻜﹸﻢﺤﻝﹸ ) ﻻﹶ ﻳﻘﹸﻮ ﻳﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻋ B. Variasi Jumlah At-tahwîl Dalam Sahîh Muslim Setelah mejelaskan tentang fungsi al-tahwîl, selanjutnya penulis akan menampilkan contoh-contoh hadis yang memiliki percabangan sanad yang penulis kutip langsung dari kitab sahih Muslim. Disana akan terlihat dengan jelas variasi12 jumlah percabangan sanad, dari hadis yang hanya memiliki dua jalur sanad sampai yang memiliki sepuluh jalur sanad sebagaimana yang telihat dibawah ini: 1. yang memiliki dua percabangan sanad
ﺮﻴﻤﻦِ ﻧﺪِﺍﷲِ ﺑﺒ ﻋﻦﺪ ﺍﺑﻤﺤﻣ ﻭﻢﺍﻫِﻴﺮ ﺇِﺑﻦ ﺑﺎﻕﺤﺇِﺳﺔﹶ ﻭﺒﻴ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻦﺎﻥﹸ ﺑﺜﹾﻤﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣ
ﻦﺓﹸ ﺑﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺔﹶ ﺣﺒﻴ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻦﻜﹾﺮ ﺍﺑ ﺑﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺶ ﺡ ﻭﻤﻦ ﺍﻷَﻋﻊ ﻋﻛِﻴ ﻭﻦﺎ ﻋﻌﻤِﻴﺟ ُﻠﱠﻰ ﺍﷲﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ: ﺪِﺍﷲ ﻗﹶﺎﻝﹶﺒ ﻋﻦﺍﺋِﻞ ﻋ ﺃﹶﺑِﻲ ﻭﻦﺶ ﻋﻤ ﺍﹾﻷَﻋﻦﻊ ﻋﻛِﻴﻭﺎﻥﹶ ﻭﻤﻠﹶﻴﺳ 13 (ِﺎﺀﺪﻣ ﺔِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺎﻣ ﺍﻟﹾﻘِﻴﻡﻮﺎﺱِ ﻳ ﺍﻟﻨﻦﻴﻰ ﺑﻘﹾﻀﺎ ﻳﻝﹸ ﻣ )ﺃﹶﻭﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻋ 11
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 133. Agar lebih jelas lagi jalur sanad dari contoh-contoh hadis yang memiliki variasi jumlah al-Tahwîl, maka penulis telah membuat bagan dari masing-masing jalur sanad tersebut dan dapat dilihat pada bagian lampiran-lampiran. 13 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 100 12
50
2. yang memiliki tiga percabangan sanad
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺟﺮِﻳﺮ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺍﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺟﺮِﻳﺮ ﻭﻋِﻴﺴﻰ ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﺍﻷَﻋﻤﺶ ﺑِﻬﺬﹶﺍ ﺍﻹِﺳﻨﺎﺩِ ﻭﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺟﺮِﻳﺮٍ ﻭﻋِﻴﺴﻰ ﺍﺑﻦِ ﻳﻮﻧﺲ ) ِﻷَﻧﻪ ﺳﻦ ﺍﹾﻟﻘﹶﺘﻞﹶ ( ﻟﹶـﻢ ﻳﺬﹾﻛﹸﺮﺍ 14 ﺃﹶﻭﻝﹶ 3. yang memiliki empat percabangan sanad
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺧِﺮﺍﺵ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣِﺒﺎﻥﹸ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﻋﻮﺍﻧﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺍﻟﻘﹶﺎﺳِﻢ ﺑﻦ ﺯﻛﹶﺮﻳﺎﺀَ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ ﺑﻦ ﻣﻮﺳﻰ ﻋﻦ ﺷﻴﺒﺎﻥﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ
ﺍﻟﹾﻤﺼﻌﺐ ﺑﻦ ﺍﻟِﻤﻘﹾﺪﺍﻡ ﺍﻟﹾﺨﺜﹾﻌﻤِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﺮﺍﺋِﻴﻞﹸ ﺡ ﻭ ﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺣﺠﺎﺝ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺎﺭِﻡ ﺑﻦ
ﺍﻟﻔﹶﻀﻞِ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺍﻟﹾﻤﺨﺘﺎﺭِ ﻭﺭﺟﻞﹲ ﺳﻤﺎﻩ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﺯِﻳﺎﺩ ﺑﻦِ ﻋِﻼﹶﻗﹶﺔﹶ ﻋﻦ ﻋِﺮﻓﹶﺠﺔﹶ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺑِﻤِﺜﹾﻠِ ِﻪ ﻏﹶﻴﺮ ﺃﹶﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻬِﻢ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ) 15 ﻓﹶﺎﻗﹾﺘﻠﹸﻮﻩ( 4.Yang memiliki lima cabang
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺟﺮِﻳﺮ ﻋﻦ ﺍﻷَﻋﻤﺶِ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮ ﺑﻦ ﹶﺃﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻭﻛِﻴﻊ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﺎﺗِﻢ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﹶﺮ ﺍﻟﺮﻗِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ( ﻋﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺃﹶﻧﻴﺴﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺑﻦ ﺑِﺸﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺑﻬﺰ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﹶﻠﻤﺔﹶ
ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﺑﻦِ ﻛﹸﻬﻴﻞٍ ﺑِﻬﺬﹶﺍ ﺍﻹِﺳﻨﺎﺩِ ﻧﺤﻮ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺷﻌﺒﺔﹶ ﻭﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻬِﻢ ﺟِ ﻤﻴﻌﺎ ﺛﹶﻼﹶﺛﹶﺔﹶ ﺃﹶﺣﻮﺍﻝٍ ﺇِﻻﱠ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻪِ ﻋﺎﻣﻴﻦِ ﺃﹶﻭ ﺛﹶﻼﹶﺛﹶﺔﹰ ﻭﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹶ ﻭﺯﻳﺪِ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺃﹸﻧﻴﺴﺔﹶ ﻭﺣﻤﺎﺩِ ﺑﻦِ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ) ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺟﺎﺀَ ﺃﹶﺣﺪ ﻳﺨﺒِﺮﻙ ﺑِﻌﺪﺩِﻫﺎ ﻭﻭِﻋﺎﺋِﻬﺎ ﻭﻭِﻛﹶﺎﺋِﻬﺎ Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 100 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 200
14 15
51
ﻓﹶﺄﹶﻋﻄِﻬﺎ ﺇِﻳﺎﻩ ( ﻭﺯﺍﺩ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻓِﻲ ﺭِﻭﺍﻳﺔِ ﻭﻛِﻴﻊٍ ) ﻭﺇِﻻﱠ ﻓﹶﻬِﻲ ﻛﹶﺴِﺒِﻴﻞِ ﻣﺎﻟِﻚ ( ﻭﻓِﻲ ﺭِﻭﺍﻳﺔِ ﺍﺑﻦِ ﻧﻤﻴﺮٍ ) ﻭﺇِﻻﱠ
ﻓﹶﺎﺳﺘﻤﺘِﻊ ﺑِﻬﺎ(
16
5. Yang memiliki enam cabang
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﻫﺸﻴﻢ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺷﻴﺒﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﻓﹶﺮﻭﺥ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻭﻛِﻴﻊ ﻋﻦ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﹾﻤﺜﹶﻨﻰ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﹶﺮٍ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﻣﻌﺎﺫٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﻛِﻼﹶﻫﻤﺎ ﻋﻦ ﺷﻌﺒﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﻛﹸﺮﻳﺐٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻋﻠِﻲ ﻋﻦ ﺯﺍﺋِﺪﺓﹶ ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀ ﻋﻦ ﻋﺒﺪِﺍﻟﹾﻤﻠِﻚ ﺑﻦِ ﻋﻤِﻴﺮ ﻋﻦ ﻋﺒﺪِﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺑﻜﹾﺮﺓ ﻋﻦ ﺃﹶﺑِﻴﻪِ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺑِﻤِﺜﹾﻞِ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻮﺍﻧﺔﹶ
17
6. Yang memiliki tujuh cabang
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻣﺢ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌﺪ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﻣﺴﻬِﺮ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺑِﻲ ﻛِﻼﹶﻫﻤﺎ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻠﹶﻴﺔﹶ ( ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻋﻦ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﺑﻦِ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﻋﻦ ﻣﻌﻤﺮ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻭﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺞ ﻋﻦ ﻣﻮﺳﻰ ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻧﺤﻮ ﺣﺪِﻳﺚِ ﻣﺎﻟِﻚ ﻏﹶﻴﺮ ﺃﹶﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻬِﻢ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ) ﻓﹶﻴﻨـﺘـﺜﹶﻞﹶ ( ﺇِﻻﱠ 18 ﺍﻟﻠﹶﻴﺚﹶ ﺑﻦ ﺳﻌﺪٍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪﻳﺜِﻪِ ) ﻓﹶﻴـﻨـﺘﻘﹶﻞﹶ ﻃﹶﻌﺎﻣﻪ ( ﻛﹶﺮِﻭﺍﻳﺔِ ﻣﺎﻟِﻚٍ
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 128 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 123 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 129
16 17 18
52
7. Yang memiliki delapan cabang
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦِ ﺑﺸﺮ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮٍﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺍﹾﳌﹸﺜﹶﻨﻰ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺧﺎﻟِﺪ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﺍﳊﹶﺎﺭِﺙ ( ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ) ﻳﻌﲏِ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎ ِﻋﻴﻞﹸ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻓﹸﺪﻳﻚٍ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﻟﻀﺤﺎﻙ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹶ ( ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻫﺎﺭﻭﻥ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﺍﻷَﻳﻠِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ ﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹸ ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻣِﺜﹾﻞﹸ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊ
19
8. Yang memiliki sembilan cabang
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻣﺢ ﻭﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﻋﻦِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌٍ ﺪ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺧﻠﹾﻒ ﺑﻦ ﻫِﺸﺎﻡ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ) ﻭﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺯﻳﺪ ( ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ
ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﹾـﻤﺜﹶﻨﻰ ﻭﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ) ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺣﺠﺮ ﻭﺃﹶﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺓ ﻭﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻋﻦ
ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﺑﻦِ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﺑﻦ ﺟ ﺮﻳﺢ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧِﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﺑﻦ ﻋﻘﹾﺒﺔ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻫﺎﺭﻭﻥﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﺍﻷَﻳﻠِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧِﻲ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹸ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﺯﻳﺪ ( ﻛﹸ ﱡﻞ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊٍ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﺑِﻤﻌﻨﻰ ﺣﺪِﻳﺚِ ﻣﺎﻟِﻚٍ ﻋ ﻦ ﻧﺎﻓِﻊٍ ﻭﺯﺍﺩ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺚ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻣِﻦ ﺭِﻭﺍﻳﺔِ ﺣﻤﺎﺩ ﻭﺍﺑﻦِ ﻋﻠﹶّﺔﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠِﻪ ﻓﹶﺠِﺌﹾﺖ ﺳﺎﺑِﻘﹰﺎ 20 ﻓﹶﻄﹶﻔﱠﻒ ﺑِﻲ ﺍﻟﻔﹶﺮﺱ ﺍﻟـﻤﺴﺠِﺪ
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 208
19 20
53
9. Yang memiliki sepuluh cabang
ٍﺏﺮ ﺣﻦ ﺑﺮﻴﻫﺎ ﺯﺛﹶﻨﺪﺣﺪ ﺡ ﻭﻌﻦِ ﺳﺚِ ﺑﻦ ﺍﻟﻠﱠﻴﺢ ﻋﻣ ﺭﻦﺍﺑﺪ ﻭﻌِﻴ ﺳﻦﺔﹸ ﺑﺒﻴﺎ ﻗﹸﺘﺛﹶﻨﺪﺣ ﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺡﺛﹶﻨﺪﺮ ﺣﻴﻤ ﻧﻦﺎ ﺍﺑﺛﹶﻨﺪﺣ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﺡ ﻭﻮﻫﻰ ) ﻭﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﻰ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺜﹶﻨ ﺍﻟـﻤﻦﺍﺑﻭ ﻲﺛﹶﻨﺪﺣﺪِﺍﷲ ﺡ ﻭﻴﺒ ﻋﻦ ﻋﻢﺮ ﻛﹸﻠﱡﻬﻬﺴ ﻣﻦ ﺑﻠِﻲﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺔﹶ ﺣﺒﻴ ﺷ ﺃﹶﺑِﻲﻦﻜﹾﺮ ﺑ ﺑﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣﻭ ﻛﹶﺎﻣِﻞﻮﺃﹶﺑﻊ ﻭﺑِﻴﻮ ﺍﻟﺮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺔﹶ ( ﺡ ﻭﻠﹶﻴ ﻋﻦﻨِﻲ ﺍﺑﻌﻞ ) ﻳﺎﻋِﻴﻤﺎ ﺇِﺳﺛﹶﻨﺪﺏ ﺣﺮ ﺣﻦ ﺑﺮﻴﻫﺯ ﻦﺎﻥﹸ ﻋﻔﹾﻴﺎ ﺳﻧﺮﺒﺍﻕ ﺃﹶﺧﺯﺍﻟﺮﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺍﻓِﻊ ﺣ ﺭﻦ ﺑﺪﻤﺤﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺪﺣ ﺡ ﻭّﺎﺩﻤﺎ ﺣﺛﹶﻨﺪﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣ ﻦﺍﷲِ ﺑﺪﺒﺛﹶﻨِﻲ ﻋﺪﺣﺔﹶ ﺡ ﻭﻴﻦِ ﺃﹸﻣﻞﹶ ﺑﺎﻋِﻴﻤﺇِﺳﻰ ﻭﺳﻮﻦِ ﻣﺏِ ﺑﻮﺃﹶﻳﺎﻧِﻲ ﻭﻴﺘﺨﺏ ﺍﻟﺴﻮﺃﹶﻳ ﺔﹶﻴ ﺃﹸﻣﻦﻞ ﺍﺑﺎﻋِﻴﻤﺇِﺳﺏ ﻭﻮ ﺃﹶﻳﻦﺎﻥﹸ ﻋﻔﹾﻴﺎ ﺳﺛﹶﻨﺪﻢ ﺣﻴﻌ ﻧﻮﺎ ﺃﹶﺑﻧﺮﺒﺍﺭِﻣِﻲ ﺃﹶﺧﻦِ ﺍﻟﺪﻤﺣﺪِﺍﻟﺮﺒﻋ
ﻦﺎ ﺍﺑﻧﺮﺒﺍﻕِ ﺃﹶﺧﺯﺍﻟﺮﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺍﻓِﻊ ﺣ ﺭﻦ ﺑﺪﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺣﺔﹶ ﺡ ﻭﻘﹾﺒ ﻋﻦﻰ ﺑﺳﻮﻣﺪِﺍﷲ ﻭﻴﺒﻋﻭ
ﻈﹶﻠﹶﺔﹶﻨ ﺣﻦﺐ ﻋﻫ ﻭﻦﺎ ﺍﺑﻧﺮﺒ ﺃﹶﺧ ﺍﻟﻄﱠﺎﻫِﺮﻮﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺑﺪﺣﺔﹶ ﺡ ﻭﻴ ﺃﹸﻣﻦﻞ ﺑﺎﻋِﻴﻤﻧِﻲ ﺇِﺳﺮﺒﺞ ﺃﹶﺧﻳﺮﺟ ﻲ ِﺜﺪ ﺍﻟﻠﱠﻴﻳ ﺯﻦﺔﹶ ﺑﺎﻣﺃﹸﺳﺲ ﻭﻦِ ﺃﹶﻧﺎﻟِﻚ ﺑﻣ ﻭﺮﻤﻦِ ﻋﺪِﺍﷲ ﺍﺑﻴﺒﻋ ﻭﺤِﻲﻤﺎﻥﹶ ﺍﻟﹾﺠﻔﹾﻴﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﺑ ﻦﻰ ﻋﻴﺤﺚِ ﻳﺪِﻳ ﺑِﻤِﺜﹾﻞِ ﺣﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﺒِﻲﻦ ﺍﻟﻨﺮ ﻋﻤﻦِ ﻋﻦ ﺍﺑﺎﻓِﻊٍ ﻋ ﻧﻦ ﻋﻢﻛﹸﻠﱡﻬ 21 ﺍﻫِﻢﺭ ﺛﹶﻠﹶﺎﺛﹶﺔﹸ ﺩﻪﻨ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺛﹶﻤﻢﻬﻀﻌﺑ ﻭﻪﺘﻤ ﻗﺎﹶﻝﹶ ﻗِﻴﻢﻬﻀﻌ ﺃﹶﻥﱠ ﺑﺮﺎﻟِﻚ ﻏﹶﻴﻣ C. Mutâbi‘ dan Fungsinya Mutâbi‘secara bahasa artinya yang mengikuti, sedangkan menurut istilah, penulis hanya menemukan para pakar hadis mendefinisikannya dengan cara memberikan gambaran mengenai apa itu mutâbi‘, seperti yang telah contohkan oleh Ibn Katsîr, ia mengatakan ” misalnya Hammâd ibn Salamah meriwayat (sebuah hadis yang ia terima) dari Ayyûb dari Muhammad ibn Sîrîn dari Abû Hurairah dari Nabi saw dan apabila ada periwayat lain yang meriwayatkan dari Ayyûb selain Hammad atau selain Ayyûb dari Muhammad atau selain
21
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 106
54
Muhammad dari Abû Hurairah atau selain Abû Hurairah dari Nabi saw maka inilah yang disebut dengan mutâb'ât ”22 Hal senada juga dikatakan oleh al-Dahlawî ”apabila ada seorang periwayat meriwayatkan sebuah hadis dan periwayat lain juga meriwayatkan hadis yang sama maka hadis yang kedua disebut sebagai hadîts mutâbi‘ ”23 Gambaran yang diberikan oleh Ibn Katsîr tentang mutâbi‘ secara tidak langsung, ia telah membagi mutâbi‘ kepada dua bagian yaitu: tamm / akmal24 dan qasir.25 Agar jelas pengertian dari ke dua pembagian mutâbi‘ tersebut penulis akan memberikan contohnya, sebagaimana yang penulis kutip dari buku karya A. Qadir Hasan, dia mengatakan; "jelasnya begini: Umpamanya ada satu hadis, diriwayatkan imam Mâlik dari Zuhri, Zuhri dari Urwah, Urwah dari ‘Âîsyah dan ‘Âîsyah dari Nabi saw. Ringkasnya: 1. Mâlik 2.Zuhri 3‘Urwah 4.‘Âîsyah 5.Nabi saw
22
Ibnu Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadîts, Editor: Ahmad Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 44 23 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, editor: salmân al-husain al-Nadawî, (Beirut: al-basyâir al-Islâmiyah, 1986), cet 2, h. 56 24 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 57 25 A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002), cet, VII, h.302
55
Mula-mula kita periksa, apakah ada selain imam Mâlik meriwayatkan dari Zuhri atau tidak? ternyata ada Salih (yang juga) meriwayatkan dari Zuhri. Sanadnya jadi begini: 1.Salih 2.Zuhri 3.‘Urwah 4. ‘Âîsyah 5. Nabi saw Maka Salih itu, dikatakan mutâbi‘ yang tamm (sempurna), karena ia menguatkan periwayat yang pertama yakni imam Mâlik. Kalau sekiranya tidak ada yang menguatkan imam Malik, hendaklah kita periksa, apakah ada yang membantu Zuhri atau tidak? ternyata ada, yaitu: `Ubaidullah, umpannya sanadnya jadi begini: 1. Mâlik 2. `Ubaidullah 3. `Urwah 4. ‘Âîsyah 5. Nabi saw `Ubaidullah disebut mutâbi‘ qasir, karena ia bukan membantu periwayat yang pertama
56
Jika tidak ada yang membantu Mâlik dan Zuhri, kita periksa pula, apakah ada yang membantu `Urwah? Kalau ada, maka yang menguatkan itu disebut
mutâbi‘
qasir dan seterusnya keatas
sampai kepada ‘Âîsyah."26 Dalam literatur kitab-kitab hadis, biasanya hadis-hadis yang disebutkan pada urutan kedua, ketiga dan seterusnya, disebut sebagai mutâbi‘ dan apabila hadis tersebut makna dan lafazya sesuai dengan hadis yang pertama maka sering dikatakan mitsluhu ( ) ﻣﺜﻠﻪ, jika kesusuainya hanya terletak pada maknanya bukan pada lafaznya, maka sering dikatakan nahwuhu (
ﳓﻮﻩ
)27 dan adapun fungsi
Mutâbi' sendiri adalah sebagai penguat.28 Masih menurut al-Dahlawi, bahwa disyaratkan dalam mutâba'ah yaitu; dua buah hadis yang disebutkan tersebut harus bersumber dari seorang sahabat yang sama.29 Dan menurutnya juga, tidak ada keharusan bahwa, mutâbi' harus memiliki derajat yang sama dengan hadis asal30. Berdasarkan pernyataan dari al-Dahlawi di atas, dapat dikatakan bahwa, mutâbi' bisa berderajat sama dengan hadis asal dan bisa juga berasal dari hadis yang derajatnya dibawah hadis asal. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada point berikutnya
D. Perbedaan dan kesamaan antara Al-Tahwîl dan Mutâbi‘ Pada bagian terakhir dari pembahasan bab ke empat ini, penulis telah melakukan sedikit aktifitas anilisis, mengenai hadis-hadis yang ber-al-tahwîl dan hadis-hadis yang termasuk dalam kategori mutâbi'. Dan hasilnya adalah bahwa 26
A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h.302-303 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56 28 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56 29 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56 30 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56 27
57
tidak ada perbedaan mendasar antara hadis yang ber-al-tahwîl dan hadis yang masuk kategori mutâbi'. Yaitu, tujuannya sama-sama untuk menguatkan. Hanya saja, walaupun dari sisi untuk menguatkan tidak ada perbedaan, akan tetapi penyebutan matan hadis dengan sanad yang digabungkan lebih mudah, apabila memiliki madar yang sama. Karena tidak membutuhkan pengulangan pengucapan matan atau redaksi dari hadis tersebut. Inilah yang menjadi perbedaan antara penyebutan sanad yang digabungkan dengan jalur al-tahwîl dan sanad yang tidak digabungkan dengan jalur mutâba'ah. Sekedar gambaran mengenai perbedaan kecil di atas, penulis akan mengutip sebuah hadis yang memiliki al-tahwîl, kemudian menjabarkannya menjadi mutâbi' dan syawâhid sebagaimana contoh di bawah ini.
ﻦﺚﹸ ﻋﺎ ﺍﻟﻠﱠﻴﺛﹶﻨﺪﺢٍ ﺣﻣ ﺭﻦ ﺑﺪﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺣﺚ ﺡ ﻭﺎ ﺍﻟﻠﹶﻴﺛﹶﻨﺪﺪٍ ﺣﻌِﻴ ﺳﻦﺔﹸ ﺑﺒﻴﺎ ﻗﹸﺘﺛﹶﻨﺪﺣ ﻢ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﺍﻉٍ ﻭ ﺭ ﻗﹶﺎﻝﹶ ) ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻪ ﺃﹶﻧﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﺒِﻲ ﺻﻦِ ﺍﻟﻨﻋ: ﺮﻤﻦِ ﻋ ﺍﺑﻦﺎﻓِﻊٍ ﻋﻧ ٍﺍﻉﻞﹸ ﺭﺍﻟﱠﺮﺟﺘِﻪِ ﻭﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺍﻉٍ ﻭﺎﺱِ ﺭﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﺮﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻟﻸَﻣِﻴﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴﻣ ﻟﹶ ﹲﺔﺌﹸﻮﺴ ﻣﻫِﻲﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻭﺎ ﻭﻠِﻬﻌﺖِ ﺑﻴﻠﹶﻰ ﺑﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﺃﹶﺓﹸ ﺭﺮﺍﻟﹾﻤ ﻭﻢﻬﻨﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺘِﻪِ ﻭﻴﻞِ ﺑﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﻋ ﻝﹲﺌﹸﻮﺴ ﻣﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﺍﻉٍ ﻭ ﺭ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻪﻨﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺪِﻩِ ﻭﻴﺎﻝِ ﺳﻠﹶﻰ ﻣﺍﻉٍ ﻋ ﺭﺪﺒﺍﻟﹾﻌ ﻭﻢﻬﻨﻋ 31 (ِﺘِﻪﻋِﻴ ﺭﻦﻋ Apabila sanad hadis tersebut dipisahkan, maka hasilnya adalah sebagai berikut:
ُ ﻠﱠﻰ ﺍﺒِﻲ ﺻﻦِ ﺍﻟﻨﻋ: ﺮﻤﻦِ ﻋ ﺍﺑﻦﺎﻓِﻊٍ ﻋ ﻧﻦﺚﹲ ﻋﺎ ﻟﹶﻴﺛﹶﻨﺪﺪٍ ﺣﻌِﻴ ﺳﻦﺔﹸ ﺑﺒﻴﺎ ﻗﹸﺘﺛﹶﻨﺪ ﺣ.1 ﷲ ِﺎﺱﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﺮﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻟﹾﺄﹶﻣِﻴﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﺍﻉٍ ﻭ ﺭ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻪ ﺃﹶﻧﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻋ 31
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 187
58
ﺃﹶﺓﹸﻤﺮ ﺍﻟﹾ ﻭﻢﻬﻨﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺘِﻪِ ﻭﻴﻞِ ﺑﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﺍﻉٍ ﻋﻞﹸ ﺭﺍﻟﱠﺮﺟﺘِﻪِ ﻭﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺍﻉٍ ﻭﺭ ﻮﻫﺪِﻩِ ﻭﻴﺎﻝِ ﺳﻠﹶﻰ ﻣﺍﻉٍ ﻋ ﺭﺪﺒﺍﻟﹾﻌ ﻭﻢﻬﻨﻟﹶﺔﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻫِﻲﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻭﺎ ﻭﻠِﻬﻌﻴﺖِ ﺑﻠﹶﻰ ﺑﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﺭ (ِﺘِﻪﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﺍﻉٍ ﻭ ﺭ ﺃﹶﻟﹶﺎ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻪﻨﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴﻣ ﺻﻠﱠﻰ ﺒِﻲﻦِ ﺍﻟﻨﻋ: ﺮﻤﻦِ ﻋﻦِ ﺍﺑﺎﻓِﻊٍ ﻋ ﻧﻦﺚﹸ ﻋﺎ ﺍﻟﻠﱠﻴﺛﹶﻨﺪﺢٍ ﺣﻣ ﺭﻦ ﺑﺪﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺣ ﻭ.2 ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﺬِﻱﺮﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻟﹾﺄﹶﻣِﻴﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﺍﻉٍ ﻭ ﺭ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻪ ﺃﹶﻧﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﺍﷲُ ﻋ ﻢﻬﻨﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺘِﻪِ ﻭﻴﻞِ ﺑﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﺍﻉٍ ﻋﻞﹸ ﺭﺍﻟﱠﺮﺟﺘِﻪِ ﻭﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺍﻉٍ ﻭﺎﺱِ ﺭﺍﻟﻨ ِﻴﺪِﻩﺎﻝِ ﺳﻠﹶﻰ ﻣﺍﻉٍ ﻋ ﺭﺪﺒﺍﻟﹾﻌ ﻭﻢﻬﻨﻟﹶﺔﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻫِﻲﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻭﺎ ﻭﻠِﻬﻌﺖِ ﺑﻴﻠﹶﻰ ﺑﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﺃﹶﺓﹸ ﺭﺮﺍﻟﹾﻤﻭ (ِﺘِﻪﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﺍﻉٍ ﻭ ﺭ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻪﻨﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﻭ Jika melihat sanad dari kedua hadis tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa kedua sanad tersebut dapat digolongkan ke dalam hadis yang memiliki sanad 'âlî. Adapun yang dimaksud dengan sanad 'âli adalah satu hadis yang periwayat-periwayat sanadnya sedikit, terbanding dengan sanad lain dari hadis itu juga.32 Lawan dari sanad 'âlî adalah sanad nâzil, yaitu: satu hadis yang periwayatperiwayat sanadnya banyak terbanding dengan sanad lain dari hadis itu juga.33 Selain berdasarkan jumlah sanadnya sedikit, kedua hadis tersebut di atas juga disebut 'âlî, dikarenakan kedekatan zamannya dengan Nabi. Disebabkan kedekatan inilah, sehingga menurut ibn Kasîr, bahwa sanad 'âlî lebih jauh jarak kesalahannya jika dibandingkan dengan sanad nâzil.34 Berikut di bawah ini adalah hadis-hadis mutâba`ah dari kedua hadis tersebut di atas, sekaligus dengan sanad-sanad nâzil-nya. Disebut nâzil, jika dihitung dari jumlah para periwayat yang ada pada sanad-sanadnya lebih banyak 32
A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 332 A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 332 34 Ibnu Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadîts, h.112
33
59
yaitu melalui 5 orang periwayat sabelum sampai kepada Nabi saw, jika dibandingkan dengan kedua sanad di atas, yang hanya berjumlah 4 orang periwayat, sebelum sampai kepada Nabi saw.
ﺛﹶﺎﺣﺪ ٍﺮﻴﻤ ﻧﻦﺎ ﺍِﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺮٍ ﺡ ﻭ ﺑِﺸﻦ ﺑﺪﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺔﹶ ﺣﺒﻴ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻦﻜﹾﺮِ ﺑ ﺑﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣﻭ ﻦﺍﷲِ ﺑﺪﻴﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣﺎﺭِﺙِ ( ﺡ ﻭ ﺍﻟﹾﺤﻦﻨِﻲ ﺍِﺑﻌ ) ﻳﺎﻟِﺪﺎ ﺧﺛﹶﻨﺪﻰ ﺣﺜﹶﻨ ﺍﻟﹾﻤﻦﺎ ﺍِﺑﺛﹶﻨﺪﺣﺃﹶﺑِﻲ ﺡ ﻭ ِﻊﺑِﻴ ﺍﻟﺮﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣ ﺡ ﻭﺮﻤﻦِ ﻋﺪِﺍﷲِ ﺍِﺑﻴﺒ ﻋﻦ ﻋﻢﻨِﻲ ﺍﻟﹾﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﻛﹸﻠﱡﻬﻌﻰ ) ﻳﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺪٍ ﺣﻌِﻴﺳ ﻞﹸﺎﻋِﻴﻤﺎ ﺇِﺳﺛﹶﻨﺪﺣﺏٍ ﻭﺮ ﺣﻦ ﺑﺮﻴﻫﺛﹶﻨِﻲ ﺯﺪﺣﺪٍ ﺡ ﻭﻳ ﺯﻦ ﺑﺎﺩﻤﺎ ﺣﺛﹶﻨﺪ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﻮﺃﹶﺑﻭ ) ﺎﻙﺤﺎ ﺍﻟﻀﻧﺮﺒﻚٍ ﺃﹶﺧﻳ ﺃﹶﺑِﻲ ﻓﹸﺪﻦﺎ ﺍِﺑﺛﹶﻨﺪﺍﻓﹶﻊٍ ﺣ ﺭﻦ ﺑﺪﻤﺤﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺪﺣ ﺡ ﻭﺏﻮ ﺃﹶﻳﻦﺎ ﻋﻌﻤِﻴﺟ ﺔﹸﺎﹶﻣﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺳﺪﺐٍ ﺣﻫ ﻭﻦﺎ ﺍﺑﺛﹶﻨﺪ ﺣﻠِﻲﺪٍ ﺍﻷَﻳﻌِﻴ ﺳﻦﻥﹸ ﺑﻭﺎﺭﺎ ﻫﺛﹶﻨﺪﺣﺎﻥﹶ ( ﺡ ﻭﺜﹾﻤ ﻋﻦﻨِﻲ ﺍﺑﻌﻳ 35
ٍﺎﻓِﻊﻦ ﻧ ﺚِ ﻋﺚِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺪِﻳﺮٍ ﻣِﺜﹾﻞﹸ ﺣﻤﻦِ ﻋ ﺍﺑﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊٍ ﻋﻦﻻﹶﺀِ ﻋﺆﻛﹸﻞﱡ ﻫ
Hadis diatas disebut sebagai tâbi', dikarenakan dua alasan, pertama: ia disebutkan kedua setelah hadis yang pertama, yang berstatus `âlî. Kedua pada akhir kalimatnya, imam Muslim menggunakan kata " Mitsl36 " atau seperti. Ini menunjukkan bahwa lafaz dan makna matan hadis pertama dengan hadis kedua adalah sama. Apabila dipecah-pecahkan, sanad hadis mutâbi` diatas, dengan pengulangan penyebutan matannya, maka hasilnya adalah sebagai berikut:
ِﻦﺪِﺍﷲِ ِﺍﺑﻴﺒ ﻋﻦﺮٍ ﻋ ﺑِﺸﻦﺪ ﺑﻤﺤﺎ ﻣﺛﹶﻨﺪﺔﹶ ﺣﺒﻴ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻦﻜﹾﺮ ﺑ ﺑﻮﺎ ﺃﹶﺑﺛﹶﻨﺪﺣ( ﻭ1) ٍﺍﻉ ﺭ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻪ ﺃﹶﻧﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﺒِﻲ ﺻﻦ ﺍﻟﻨﻋ: ﺮﻤﻦ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊ ﻋ ﻋﺮﻤﻋ ِﺘِﻪﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺍﻉٍ ﻭﺎﺱِ ﺭﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﺮﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻟﹾﺄﹶﻣِﻴﻋِﻴ ﺭﻦﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢﻭ ِﻟﹶﺪِﻩﻭﺎ ﻭﻠِﻬﻌﺖِ ﺑﻴﻠﹶﻰ ﺑﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﺃﹶﺓﹸ ﺭﺮﺍﻟﹾﻤ ﻭﻢﻬﻨﻝﹲ ﻋﺌﹸﻮﺴ ﻣﻮﻫﺘِﻪِ ﻭﻴﻞِ ﺑﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﺍﻉٍ ﻋﻞﹸ ﺭﺍﻟﱠﺮﺟﻭ 35 36
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
60
ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( ) (2ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ ﺣﺪﺛﹶﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ ﺍِﺑِ ﻦ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊٍ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ : ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻟﹾﺄﹶﻣِﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻭﺍﻟﱠﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﺮﺃﹶﺓﹸ ﺭﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻴﺖِ ﺑﻌﻠِﻬﺎ ﻭﻭﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( ) (3ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﹾﻤﺜﹶﻨﻰ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺧﺎﻟِﺪ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍِﺑﻦ ﺍﻟﹾﺤﺎﺭِﺙِ (ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ :ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ ) ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻟﹾﺄﹶﻣِﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭِ ﻋﻴﺘِﻪِ ﻭﺍﻟﱠﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﺮﺃﹶﺓﹸ ﺭﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻴﺖِ ﺑﻌﻠِﻬﺎ ﻭﻭﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒ ﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫ ﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( ) (4ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪﺍﷲ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﻟﹾﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪﺍﷲ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ :ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻷَﻣِﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻭﺍﻟﱠﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﺮﺃﹶﺓﹸ ﺭﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻴﺖِ ﺑﻌﻠِﻬﺎ ﻭﻭﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻟﹶﺎ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( ) (5ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊ ﻭ ﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﻋﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ :ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻷَﻣِﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻭﺍﻟﱠﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ
61
ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﺮﺃﹶﺓﹸ ﺭﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻴﺖِ ﺑﻌﻠِﻬﺎ ﻭﻭﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( ) (6ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻋﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ :ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻷَﻣِﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻭﺍﻟﱠﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﺮﺃﹶﺓﹸ ﺭﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻴﺖِ ﺑﻌﻠِﻬﺎ ﻭﻭﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( ) (7ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓﹶﻊٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍِﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻓﹸﺪﻳﻚ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﻟﻀﺤﺎﻙ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹶ ( ﻋﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ :ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻷَﻣِﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭِ ﻋﻴﺘِﻪِ ﻭﺍﻟﱠﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﺃﹶﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﺮﺃﹶﺓﹸ ﺭﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻴﺖِ ﺑﻌﻠِﻬﺎ ﻭﻭﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒ ﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( ) (8ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻫﺎﺭﻭﻥﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﺍﻷَﻳﻠِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ ﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺳﺎﹶﻣﺔﹸ ﻋﻦ ﻧﺎﹶﻓِﻊٍ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ: ﻋﻦِ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ )ﺃﹶﻻﹶ ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻓﹶﺎﻷَﻣِﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ ﻭﺍﻟﱠﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﹶﺃﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﺮﺃﹶﺓﹸ ﺭﺍﻋِﻴﺔﹲ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻴﺖِ ﺑﻌﻠِﻬﺎ ﻭﻭﻟﹶﺪِﻩِ ﻭﻫِﻲ ﻣﺴﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﺒﺪ ﺭﺍﻉٍ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺎﻝِ ﺳﻴﺪِﻩِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻓﹶﻜﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﺭﺍﻉٍ ﻭﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ( Sedikit keterangan tambahan, walaupun tidak ada hubungannya dengan judul skripsi yang menulis anggkat, akan tetapi perlu dibicarakan, karena menurut penulis memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ketelitian imam Muslim dalam menulis dan menyusun hadis-hadis. Setelah melakukan bercobaan pemisahan jalur masing-masing sanad hadis di atas, sehingga tiap-tiap sanad dapat berdiri sendiri beserta penyebutan
62
matannya masing-masing, dengan cara demikian, maka dapat dikatakan bahwa adalah lebih efisien dan lebih memudahkan jika mengumpulkan jalur-jalur periwayatan yang berasal dari satu sumber dengan tidak mengulang penyebutan kembali matan hadisnya. Selanjutnya, setelah melihat dan mengetahui mana yang disebut hadis `âlî dan hadis nâzil dari hadis-hadis yang telah penulis paparkan di atas. Menurut penulis, dapat dibenarkan apa yang menjadi statemen Muhammad Fuad ‘Abd alBâqi yang mengatakan bahwa, "kitab imam Muslim dari sisi ketelitian yang berkaitan dengan sanadnya, dia lah yang lebih baik"37 (jika dibandingkan dengan imam Bukhari). Karena menurut penulis, bisa saja imam Muslim memasukkan sanad hadis `âlî ke dalam sanad hadis nâzil atau pun sebaliknya, sehingga penyebutan sanad-sanadnya pun dapat digabungkan, dikarenakan memiliki lafaz serta makna matan hadis yang sama dan juga bersumber dari satu madar yang sama. Kenyataannya, imam Muslim tidak melakukan hal tersebut, ia tetap memilah, mana hadis yang berstatus lebih dan mana yang kurang seperti `âlî dan nâzil, kemudian menyusunnya sesuai dengan urutan tingkatan tertinggi lalu terendah. Selanjutnya hadis di bawah ini masih tetap statusnya sebagai mutâ`bi :
ِﺪِﺍﷲﻴﺒ ﻋﻦﺮٍ ﻋﻴﻤ ﻧﻦﺍﷲِ ﺍﺑﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺮٍ ﺣﻦ ﺑِﺸ ﺑﻦﺴﺎ ﺍﻟﹾﺤﺛﹶﻨﺪﺣ ﻭﺎﻕﺤﻮ ﺇِﺳﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹶﺑ 38 ٍﺎﻓِﻊ ﻧﻦﺚِ ﻋﺚِ ﺍﻟﱠﻠﻴﺪِﻳﺬﹶﺍ ﻣِﺜﹾﻞﹸ ﺣ ﺑِﻬﺮﻤﻦِ ﻋﻦِ ﺍﺑﺎﻓِﻊٍ ﻋ ﻧﻦﻋ 37
Muslim ibn al-hajâj, Sahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts t.t.h), juz 1, h ﺩ 38 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
63
Sedangkan posisi kedua hadis di bawah, hanyalah sebagai syâhid terhadap hadis-hadis yang telah disebutkan di atas, karena keduanya diriwayatkan secara maknawi.
ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﻭﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻭﻗﹸﺘﻴﺒﺔ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮٍ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹶ ﺑﻦِ ﺟﻌﻔﹶﺮٍ ﻋﻦ ﻋﺒﺪِﺍﷲِ ﺑﻦِ ﺩِﻳﻨﺎﺭٍ ﻋﻦِ ﺍﺑﻦِ ﻋ ﻤﺮ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭﺳﻮﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ
ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺣﺮﻣﻠﹶﺔﹸ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎﹶ ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧِﻲ ﻳﻮﻧﺲ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ
ﺷِﻬﺎﺏٍ ﻋﻦ ﺳﺎﻟِﻢِ ﺑﻦِ ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﻋﻦ ﺃﹶﺑِﻴﻪِ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺳﻤِﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝﹶ ﺍﷲِ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻳﻘﹸﻮ ﹸﻝ ﺑِﻤﻌﻨﻰ ﺣﺪِﻳﺚِ ﻧﺎﻓِﻊٍ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻭﺯﺍﺩ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺍﻟﺰﻫﺮِﻱ ﻗﹶﺎﻝﹶ :ﺣﺴِﻴﺖ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺪ ﻗﹶﺎﻝﹶ ) 39 ﺍﻟﺮﺟﻞﹸ ﺭﺍﻉٍ ﻓِﻲ ﻣﺎﻝٍ ﺃﹶﺑِﻴﻪِ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋﻦ ﺭﻋِﻴﺘِﻪِ
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
39
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Di akhir bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari apa yang telah bahas yang berkaitan dengan fungsi al-Tahwîl, yaitu: 1. huruf
ﺡ
"h" yang bermakna al-Tahwîl adalah simbol adanya perpindahan
sanad dal sebuah hadis. 2. Ada pun fungsi al-Tahwîl yaitu; Mengumpulkan jalur periwayatan yang banyak menjadi satu jalus sanad, kedua; Menghindari adanya pengulangan materi matan dari madar sanad hadis tertentu, ketiga; Dengannya dapat diketahui adanya adanya penambahan materi matan dari salah satu jalus sanad, walaupun berasal dari madar yang sama, keempat lebih memberikan efisiensi penyebutan jalur sanad sebuah hadis sekaligus menunjukkan adanya mutâb’ah dari hadis tersebut 3. hadis-hadis yang sanadnya memiliki al-Tahwîl yang terdapat dalam Sahîh Muslim adalah merupakan pengumpulan jalur periwayatan hadis dengan tingkat derajat sanad hadis yang sama, sehingga tidak terjadi pengulangan matan hadis. 4. hadis-hadis yang sanadnya memiliki al-tahwîl tidak memiliki perbedaan mendasar dengan hadis-hadis yang berstatus sebagai mutâbi`, yaitu sama-sama berfungsi sebagai penguat. B. Saran-Saran Apa yang telah penulis bahas di dalam skripsi ini, masih sangat jauh dari kesempurnaan, jika yang memiliki kejelian dalam memandang, tentu di sana akan terlihat “ruang-ruang” kosong kalimat dan pembahasan yang perlu ditambah atau pun dikurangi, terutama yang berkaitan dengan al-tahwîl dan sanad yang terdapat dalam
64
65 hadis-hadis sahih muslim dan penulis sadar akan hal itu, ketika membaca ulang lembar demi lembarnya. Sebuah harapan dari penulis, akan lebih baik, jika ada yang ingin meneliti lebih jauh system penulisan hadis dalam sahih muslim, agar tertutup ketidaksempurnaan penulis akan hal itu, selain untuk menambah dan mengembangkan perbendaharaan literatur penelitian sanad khususnya al-tahwîl, karena disana masih ada banyak mutiara yang belum tersentuh oleh “tangan-tangan” kreatif para peneliti. Wallahu a`lam.
DAFTAR PUSTAKA Abû Khalîl, Tsauqî, Atlas al-Hadîts al-Nabawî, Beirut: Dar al-fikr, 2006 Al- ‘Asqalânî, Ibn Hajar, Taqrîb al-Tahdzîb, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Illmyah: 1995 Azami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi dan SejarahKodifikasinya, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009 Al-Baghdâdî, Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî, Mu‘jam alBuldân, Beirut: Dâr Sâdir, tth Baidhun, Muhammad 'Ali,, Syurût al-A`immah al-sittah, dar al-kutub al-'ilmiyah, 2000 Al-Baiqûnî, 'Umar ibn Mahammad ibn Fatûh, manzumah al-Baiqûnî, (markaz alkhidmât wa al-Abhâts al-tsaqâfiyyah, 1987 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, editor: salmân al-husain al-Nadawî, Beirut: al-basyâir al-Islâmiyah, 1986 Al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, Maktabah al-Shafa t.t.h Al-Hanafy, Muhammad ibn Ibrâhîm al-Halby, Qafwu al-Âtsar fî Safwah, Beirut: Daral-fikr, 1970 Hassan, A.Qadir, Ilmu Mushthalah Hadits,Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002 Hasyim, Ahmad Umar, qawâ‘id usûl al-hadîts, Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997 Hitti, Philip K., History af The Arabs. Penerjemah : R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi, 2006 Ibn al-hajjâj, Muslim, Sahîh Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, alQâhirah: Dâr al-Hadîts Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, Bairut: Dâr al-kutub al`lmiyyah, 2006 Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad Muhammad Syâkir, Beirut: Darul Fikr, 2005 Al-Khatib, Muhammad `Ajâj, Usûl al-Hadîts, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003 Masrur, Ali, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis Nabi, Yogyakarta, LKiS: 2007 Matlûb, `Abd al-Majîd Mahmûd, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur`ân wa al-Hadîts, Qâhirah: Muassasah al-Mukhtâr: 2004
66
67 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma` al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir dan Husain Ahmad Agha, Beirut: Dar al-Fikr Mu’min, Mustafa, Qasamat al-‘Alam al-Islami al-Mu‘ashir, Darul Fath: 1974 Muhdlor, Atabik Ali Ahmad Zuhdi, Kamus kontemporer Arab-Indonesia, Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak: Yogyakarta t.t.h Muslim, sahîh Muslim, Darul Fikr, 2002 t.t.h Nur al-Din,. Manhaj al-Naqd fi ‘ulum al-Hadîts, Damascus: Darul Fikr 1981 Al-Suyûtî Tadrîb al-Râwi editor; abd al-wahab Abd al-latif, Qâhirah: maktabah dâr al-turats, 2005 Al-Syakhâwî, Syams al-Dîn Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân, Fath al-Mugîts Syarh al-fiyah al-hadîts, Libanan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1403 H Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam3, Jakarta: al-Husna Zikra, 2000 Syauqi, Atlas Hadits, Jakarta: al-Muhira t.t.h Tahhân , Mahmûd, Taisîr Mustalah al-Hadîts , Beirut: Dâr al-fikr, t.t.h ---------- Mahmûd, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, Riyadh : maktabah alMa`arif, 1991 A-Tirmizi Muhammad ibn 'Isâ Abû 'Isâ, al-Jâmi` al-Sahîh al-Tirmizi, Muhaqqiq, Ahmad Muhammad Syâkir dkk, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-`Arabi, t.t.h Al- ‘Utsaimin Muhammad Salih, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr, Qâhirah: maktabah sunnah, 2002 Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004
Lampiran 1
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﻭﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺍﺑﻦ
ﻋﺒﺪِﺍﷲِ ﺑﻦِ ﻧﻤﻴﺮ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﻭﻛِﻴﻊ ﻋﻦ ﺍﻷَﻋﻤﺶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺓﹸ ﺑﻦ ﺳﻠﹶﻴﻤﺎﻥﹶ ﻭﻭﻛِﻴﻊ ﻋﻦ ﺍﹾﻷَﻋﻤﺶ ﻋﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻭﺍﺋِﻞ ﻋﻦ ﻋﺒﺪِﺍﷲ ﻗﹶﺎﻝﹶ :ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭﺳﻮﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ) ﺃﹶﻭﻝﹸ ﻣﺎ ﻳﻘﹾﻀﻰ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪﻣﺎﺀِ(
ﺭﺳﻮﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻋﺒﺪِﺍﷲِ ﺃﹶﺑِﻲ ﻭﺍﺋِﻞٍ ﺍﹾﻷَﻋﻤﺶِ ﻭﻛِﻴﻊ
ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ
ﻣﺤﻤﺪ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪِﺍﷲِ ﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮٍ
ﻋﺒﺪﺓﹸ ﺑﻦ ﺳﻠﹶﻴﻤﺎﻥﹶ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﻣﺴﻠِﻢ
Lampiran 2
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺟﺮِﻳﺮ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ
ﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺍﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺟﺮِﻳﺮ ﻭﻋِﻴﺴﻰ ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﺍﻷَﻋﻤﺶ ﺑِﻬﺬﹶﺍ ﺍﻹِﺳﻨﺎﺩِ ﻭﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺟﺮِﻳﺮٍ ﻭﻋِﻴﺴﻰ ﺍﺑﻦِ ﻳﻮﻧﺲ ) ِﻷَﻧﻪ ﺳﻦ ﺍﹾﻟﻘﹶﺘﻞﹶ ( ﻟﹶـﻢ ﻳﺬﹾﻛﹸﺮﺍ ﺃﹶﻭﻝﹶ
ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﹶﻴﻪ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻋﺒﺪﺍﷲ ﻣﺴﺮﻭﻕ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﺍﺑﻦ ﻣﺮﺓ ﺍﻷَﻋﻤﺶ
ﺟﺮِﻳﺮ
ﻋِﻴﺴﻰ ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ
ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺍﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ
ﻣﺴﻠِﻢ
ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ
Lampiran 3
ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺧِﺮﺍﺵ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣِﺒﺎﻥﹸ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﻋﻮﺍﻧﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺍﻟﻘﹶﺎﺳِﻢ ﺑﻦ ﺯﻛﹶﺮﻳﺎﺀَ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ ﺑﻦ ﻣﻮﺳﻰ ﻋﻦ ﺷﻴﺒﺎﻥﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﻟﹾﻤﺼﻌﺐ ﺑﻦ ﺍﻟِﻤﻘﹾﺪﺍﻡ ﺍﻟﹾﺨﺜﹾﻌﻤِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﺮﺍﺋِﻴﻞﹸ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ
ﻋِﺮﻓﹶﺠﺔﹶ
ﺣﺠﺎﺝ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺎﺭِﻡ ﺑﻦ ﺍﻟﻔﹶﻀﻞِ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑ ﻦ ﺍﻟﹾﻤﺨﺘﺎﺭِ ﻭﺭﺟﻞﹲ ﺳﻤﺎﻩ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﺯِﻳﺎﺩ ﺑﻦِ ﻋِﻼﹶﻗﹶﺔﹶ ﻋﻦ ﻋِﺮﻓﹶﺠﺔﹶ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺑِﻤِﺜﹾﻠِﻪِ ﻏﹶﻴﺮ ﺃﹶﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻬِﻢ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ) ﻓﹶﺎﻗﹾﺘﻠﹸﻮﻩ(
ﺃﹶﺑﻮ ﻋﻮﺍﻧﺔﹶ ﺣِﺒﺎﻥﹸ ﺃﹶﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺧِﺮﺍﺵٍ
ﺯِﻳﺎﺩِ ﺑﻦِ ﻋِﻠﹶﺎﻗﹶﺔﹶ
ﺷﻴﺒﺎﻥﹶ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ ﺑﻦ ﻣﻮﺳﻰ
ﺇِﺳﺮﺍﺋِﻴﻞﹸ ﺍﻟﹾﻤﺼﻌﺐ ﺑﻦ ﺍﻟِﻤﻘﹾﺪﺍﻡ ﺍﻟﹾﺨﺜﹾﻌﻤِﻲ ﺇِﺳﺤﺎﻕ ﺑﻦ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ
ﺍﻟﻘﹶﺎﺳِﻢ ﺑﻦ ﺯﻛﹶﺮﻳﺎﺀَ
ﺭﺟﻞﹲ
ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺍﻟﹾﻤﺨﺘﺎﺭِ
ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ ﻋﺎﺭِﻡ ﺑﻦ ﺍﻟﻔﹶﻀﻞِ ﺣﺠﺎﺝ
ﻣﺴﻠِﻢ
Lampiran 4
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺟﺮِﻳﺮ ﻋﻦ ﺍﻷَﻋﻤﺶِ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻭﻛِﻴﻊ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﺎﺗِﻢ
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﹶﺮ ﺍﻟﺮﻗِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ( ﻋﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺃﹶﻧﻴﺴﺔﹶ
ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺑﻦ ﺑِﺸﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺑﻬﺰ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ
ﺑﻦِ ﻛﹸﻬﻴﻞٍ ﺑِﻬﺬﹶﺍ ﺍﻹِﺳﻨﺎﺩِ ﻧﺤﻮ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺷﻌﺒﺔﹶ ﻭﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻬِﻢ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﺛﹶﻼﹶﺛﹶﺔﹶ ﺃﹶﺣﻮﺍﻝٍ ﺇِﻻﱠ ﺣﻤﺎ ﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻪِ ﻋﺎﻣﻴﻦِ ﺃﹶﻭ ﺛﹶﻼﹶﺛﹶﺔﹰ ﻭﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹶ ﻭﺯﻳﺪِ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺃﹸﻧﻴﺴﺔﹶ ﻭﺣﻤﺎﺩِ ﺑﻦِ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ) ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺟﺎﺀَ ﺃﹶﺣﺪ ﻳﺨﺒِﺮﻙ ﺑِﻌﺪﺩِﻫﺎ ﻭﻭِﻋﺎﺋِﻬﺎ ﻭﻭِﻛﹶﺎﺋِﻬﺎ ﻓﹶﺄﹶﻋﻄِﻬﺎ ﺇِﻳﺎﻩ ( ﻭﺯﺍﺩ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻓِﻲ ﺭِﻭﺍﻳﺔِ ﻭﻛِﻴﻊٍ ) ﻭﺇِﻻﱠ ﻓﹶﻬِﻲ ﻛﹶﺴِﺒِﻴﻞِ ﻣﺎﻟِﻚ ( ﻭﻓِﻲ ﺭِﻭﺍﻳﺔِ ﺍﺑﻦِ ﻧﻤﻴﺮٍ ) ﻭﺇِﻻﱠ ﻓﹶﺎﺳﺘﻤﺘِﻊ ﺑِﻬﺎ(
ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﰊ ﺍﺑﻦ ﻛﻌﺐ ﺳﻮﻳﺪ ﺍﺑﻦ ﻏﹶﻔﹶﻠﹶﺔﹶ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﺑﻦِ ﻛﹸﻬﻴﻞٍ
ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﺟﺮِﻳﺮ ﻋﻦِ ﺍﻟﹾﺄﹶﻋﻤﺶِ
ﻭﻛِﻴﻊ
ﺃﹶﺑِﻲ) ﻧﻤﻴﺮٍ(
ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮٍ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮٍ
ﺯﻳﺪِ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺃﹶﻧﻴﺴﺔﹶ
ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ
ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮٍﻭ (
ﺑﻬﺰ
ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﹶﺮٍ ﺍﻟﺮﻗﱢﻲ
ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺑﻦ ﺑِﺸﺮِ
ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﺎﺗِﻢٍ
ﻣﺴﻠﻢ
Lampiran 5
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﻫﺸﻴﻢ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺷﻴﺒﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﻓﹶﺮﻭﺥ
ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻭﻛِﻴ ﻊ
ﻋﻦ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﹾﻤﺜﹶﻨﻰ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﹶﺮٍ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ
ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﻣﻌﺎﺫٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﻛِﻼﹶﻫﻤﺎ ﻋﻦ ﺷﻌﺒﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﻛﹸﺮﻳﺐٍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻋﻠِﻲ ﻋﻦ ﺯﺍﺋِﺪﺓﹶ ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀ ﻋﻦ ﻋﺒﺪِﺍﻟﹾﻤﻠِﻚ ﺑﻦِ ﻋﻤِﻴﺮ ﻋ ﻦ ﻋﺒﺪِﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺑﻜﹾﺮﺓ ﻋﻦ ﺃﹶﺑِﻴﻪِ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺑِﻤِﺜﹾ ِﻞ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻮﺍﻧﺔﹶ
ﻫﺸﻴﻢ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ
ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻠﹶﻤﺔﹶ ﺷﻴﺒﺎﻥﹸ ﺑﻦ ﻓﹶﺮﻭﺥ
ﺃﹶﺑِﻴﻪِ )ﺃﹶﺑِﻲ ﺑﻜﹾﺮﺓﹶ( ﻋﺒﺪِﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺑﻜﹾﺮﺓﹶ ﻋﺒﺪِﺍﻟﹾﻤﻠِﻚِ ﺑﻦِ ﻋﻤِﻴﺮِ
ﺷﻌﺒﺔﹶ
ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹶ ﻭﻛِﻴﻊ
ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﹶﺮٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﻣﺴﻠﻢ
ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﹾﻤﺜﹶﻨﻰ
ﺣﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻋﻠِﻲ
ﺃﹶﺑِﻲ )ﻣﻌﺎﺫٍ( ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﻣﻌﺎﺫٍ
ﺯﺍﺋِﺪﺓﹶ ﺃﹶﺑﻮ ﻛﹸﺮﻳﺐٍ
Lampiran 6 ﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻣﺢ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌﺪ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎﻩ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ
ﺷﻴﺒﺔﹶ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﻣﺴﻬِﺮ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺑِﻲ ﻛِﻼﹶﻫﻤﺎ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ ﻭﺃﹶﺑﻮ
ﻛﹶﺎﻣِﻞ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻠﹶﻴﺔﹶ ( ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻋﻦ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﺑﻦِ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﻋ ﻦ ﻣﻌﻤﺮ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻭﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺞ ﻋﻦ ﻣﻮﺳﻰ ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻧﺤﻮ ﺣﺪِﻳﺚِ ﻣﺎﻟِﻚ ﻏﹶﻴﺮ ﺃﹶﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺜِﻬِﻢ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ) ﻓﹶﻴﻨـﺘـﺜﹶﻞﹶ ( ﺇِﻻﱠ ﺍﻟﻠﹶﻴﺚﹶ ﺑﻦ ﺳﻌﺪٍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺣﺪﻳﺜِﻪِ ) ﻓﹶﻴـﻨـﺘﻘﹶﻞﹶ ﻃﹶﻌﺎﻣﻪ ( ﻛﹶﺮِﻭﺍﻳﺔِ ﻣﺎﻟِﻚٍ
ﻋﻦِ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻧﺎﻓِﻊٍ
ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌﺪٍ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻣﺢٍ
ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ
ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹶ ﺑﻦِ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ
ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ
ﺣﻤﺎﺩ
ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﻣﺴﻬِﺮٍ
ﻧﻤﻴﺮٍ )ﺃﹶﺑِﻲ(
ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ
ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻠﹶﻴﺔﹶ ( ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ
ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ
ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ
ﻣﻮﺳﻰ ﺃﹶﻳﻮﺏ
ﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺞٍ
ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ ﻣﻌﻤﺮِ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕِ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊٍ
ﻣﺴﻠﻢ
Lampiran 7
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺑِﺸﺮ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮٍﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺍﹾﳌﹸﺜﹶﻨﻰ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺧﺎﻟِﺪ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﺍﳊﹶﺎﺭِﺙ ( ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ) ﻳﻌﲏِ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﺡ
ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ
ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻓﹸﺪﻳﻚٍ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﻟﻀﺤﺎﻙ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹶ ( ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻫﺎﺭﻭﻥ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﺍﻷَﻳﻠِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ ﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹸ ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻣِﺜﹾﻞﹸ ﺣﺪِﻳﺚِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊ
ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻧﺎﻓِﻊٍ
ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺑِﺸﺮٍ
ﺃﹶﺑِﻲ ﻧﻤﻴﺮٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮٍ
ﺧﺎﻟِﺪ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﺍﳊﹶﺎﺭِﺙِ ( ﺍﺑﻦ ﺍﹾﳌﹸﺜﹶﻨﻰ
ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻳﺤﻴﻰ ) ﻳﻌﲏِ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ (
ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ
ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ
ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ
ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ
ﻣﺴﻠﻢ
ﺍﻟﻀﺤﺎﻙ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹶ (
ﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹸ
ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻓﹸﺪﻳﻚٍ
ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ
ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊٍ
ﻫﺎﺭﻭﻥﹸ ﺑﻦ ﺳ ﻌﻴﺪٍ ﺍﻷَﻳﻠِﻲ
Lampiran 8
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻣﺢ ﻭﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﻋﻦِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌﺪٍ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺧﻠﹾﻒ ﺑﻦ ﻫِﺸﺎﻡ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ) ﻭﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺯﻳﺪ ( ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ
ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﹾـﻤﺜﹶﻨﻰ ﻭﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ) ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ
ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺣﺠﺮ ﻭﺃﹶﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺓ ﻭﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻋﻦ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﺑﻦِ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﺑﻦ
ﺟﺮﻳﺢ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧِﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﺑﻦ ﻋﻘﹾﺒﺔ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻫﺎﺭﻭﻥﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﺍﻷَﻳﻠِﻲ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧِﻲ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹸ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﺯﻳﺪ ( ﻛﹸﻞﱡ ﻫﺆﻻﹶﺀِ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊٍ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﺑِﻤﻌﻨﻰ ﺣﺪِﻳﺚِ ﻣﺎﻟِﻚٍ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊٍ ﻭﺯﺍﺩ ﻓِﻲ ﺣﺪِﻳﺚ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻣِﻦ ﺭِﻭﺍﻳﺔِ ﺣﻤﺎﺩ ﻭﺍﺑﻦِ ﻋﻠﹶّﺔﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠِﻪ ﻓﹶﺠِﺌﹾﺖ ﺳﺎﺑِﻘﹰﺎ ﻓﹶﻄﹶﻔﱠﻒ ﺑِﻲ ﺍﻟﻔﹶﺮﺱ ﺍﻟـﻤﺴﺠِﺪ
ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻧﺎﻓِﻊٍ
ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌﺪٍ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ
ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻣﺢٍ
ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻋﻦ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹶ ﺑﻦِ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ
ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ
ﺣﻤﺎﺩ ) ﻭﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ (
ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ
ﺃﹶﺑِﻲ )ﻧﻤﻴﺮ( ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴٍ ﺮ
ﺃﹶﺑﻮ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ
ﻳﺤﻴﻰ ) ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ
ﺧﻠﹾﻒ ﺑﻦ ﻫِﺸﺎﻡٍ
ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ
ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕِ
ﻫﺎﺭﻭﻥﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ ﺍﻷَﻳﻠِ ﻲ
ﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺢٍ
ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊٍ
ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ
ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺣﺠﺮٍ
ﺃﹶ ﺣﻤﺪ ﺑﻦ
ﺍﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﻋﻤﺮ
ﻣﻮﺳﻰ ﺑﻦ ﻋﻘﹾﺒﺔﹶ
ﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹸ ) ﻳ ﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ ( ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞٍ
ﻣﺴﻠﻢ
Lampiran 9
ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪ ﻭﺍﺑﻦ ﺭﻣﺢ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌﺪ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟـﻤﺜﹶﻨﻰ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ) ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ ( ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺍﺑﻦ
ﻧﻤﻴﺮ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑِﻲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﻣﺴﻬﺮ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﻲ ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻠﹶﻴﺔﹶ ( ﺡ
ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊ ﻭﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺣﻤّﺎﺩ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺍﻟﺴﺨﺘﻴﺎﻧِﻲ ﻭﺃﹶﻳﻮﺏِ ﺑﻦِ ﻣﻮﺳﻰ ﻭﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹶ
ﺑﻦِ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﻋﺒﺪِﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺍﻟﺪﺍﺭِﻣِﻲ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺃﹶﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﻋﻦ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﻭﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﺍﺑﻦ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ ﻭﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﻭﻣﻮﺳﻰ ﺑﻦ ﻋﻘﹾﺒﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ
ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊ ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕِ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺞ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧِﻲ ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ﺑﻦ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ ﺡ ﻭﺣﺪﺛﹶﻨِﻲ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﻄﱠﺎﻫِﺮ ﺃﹶﺧﺒﺮﻧﺎ ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐ ﻋﻦ ﺣﻨ ﹶﻈﻠﹶﺔﹶ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹶ ﺍﻟﹾﺠﻤﺤِﻲ ﻭﻋﺒﻴﺪِﺍﷲ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻭﻣﺎﻟِﻚ ﺑﻦِ ﺃﹶﻧﺲ ﻭﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹶ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺍﻟﻠﱠﻴﺜِﻲ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻋﻦ ﻧﺎﻓِﻊٍ ﻋﻦ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺑِﻤِﺜﹾﻞِ ﺣﺪِﻳﺚِ ﻳﺤﻴﻰ ﻋﻦ ﻣﺎﻟِﻚ ﻏﹶﻴﺮ ﺃﹶﻥﱠ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻗﺎﹶﻝﹶ ﻗِﻴﻤﺘﻪ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺛﹶﻤﻨﻪ ﺛﹶﻠﹶﺎﺛﹶﺔﹸ ﺩﺭﺍﻫِﻢ ﺇِﺳﻤﺎ ﻋِﻴﻞ) ﻳﻌﻨِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﻠﹶﻴﺔﹶ (
ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ
ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ ﻧﺎﻓِﻊٍ
ﺣﻤﺎﺩ
ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺑﻦ ﻣﻮﺳﻰ
ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ
ﺃﹶﻳﻮﺏ ﺍﻟﺴﺨﺘﻴﺎﻧِﻲ ﺍﻟﻠﱠﻴﺚِ ﺑﻦِ ﺳﻌﺪٍ
ﻗﹸﺘﻴﺒﺔﹸ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴﺪٍ
ﻳﺤﻴﻰ ) ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻘﹶﻄﱠﺎﻥﹸ (
ﺍﺑﻦ ﺭﻣﺢٍ
ﺯﻫﻴﺮ ﺑﻦ ﺣﺮﺏٍ
ﺍﺑ ﻦ ﺍﻟـﻤﺜﹶﻨﻰ
ﺃﹶﺑِﻲ )ﻧﻤﻴﺮ(
ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ﻣﺴﻬﺮٍ
ﺍﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﺑﻜﹾﺮِ ﺑﻦ ﺃﹶﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔ
ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﺮﺑِﻴﻊِ
ﻋﺒﻴﺪﺍﷲِ
ﻣﻮﺳﻰ ﺑﻦ ﻋﻘﹾﺒﺔﹶ
ﺇِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞﹸ ﺑﻦ ﺃﹸﻣﻴﺔﹶ
ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹸ ﺃﹶﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢٍ
ﺃﹶﺑﻮ ﻛﹶﺎﻣِﻞ
ﻋﺒﺪﺍﷲِ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺍﻟﺪﺍﺭِﻣِﻲ
ﺣﻨﻈﹶﻠﹶﺔﹶ ﺑﻦِ ﺃﹶﺑِﻲ ﺳﻔﹾﻴﺎﻥﹶ ﺍﻟﹾﺠﻤﺤِﻲ ﻋﺒﻴﺪِﺍﷲِ ﺍﺑﻦِ ﻋﻤﺮ
ﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺞٍ
ﻣﺎﻟِﻚٍ ﺑﻦِ ﺃﹶﻧﺲٍ ﺃﹸﺳﺎﻣﺔﹶ ﺑﻦ ﺯﻳﺪٍ
ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻗ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﺍﻓِﻊٍ
ﺍﺑﻦ ﻭﻫﺐٍ ﺃﹶﺑﻮ ﺍﻟﻄﱠﺎﻫِﺮ
ﻣﺴﻠﻢ