FRAKSIONASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA TOKSIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK BUAH SIRSAK HUTAN (Annona glabra)
LITA LOLITA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fraksionasi dan Identifikasi Golongan Senyawa Toksik dari Fraksi Etil Asetat Ekstrak Buah Sirsak Hutan (Annona glabra) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014 Lita Lolita NIM G44070046
4
ABSTRAK LITA LOLITA. Fraksionasi dan Identifikasi Golongan Senyawa Toksik dari Fraksi Etil Asetat Ekstrak Buah Sirsak Hutan (Annona glabra). Dibimbing oleh GUSTINI SYAHBIRIN dan BUDI ARIFIN. Fraksi etil asetat buah sirsak hutan (Annona glabra) telah dilaporkan menunjukkan sitotoksisitas tertinggi dibandingkan dengan fraksi etanol dan air. Dalam penelitian ini, fraksi etil asetat difraksionasi lebih lanjut dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif dan dihasilkan 5 noda (rentang Rf 0.27–0.95) di bawah sinar ultraviolet 254 nm. Fraksi dengan Rf = 0.66 mengandung kristal berbentuk jarum dan berwarna putih. Spektrum ultraviolet fraksi tersebut menunjukkan puncak serapan pada 206 nm. Kenampakan fisis, panjang gelombang serapan ultraviolet serta spektrum inframerah yang memperlihatkan serapan khas, yaitu gugus OH (3396 cm-1), C=O (1737 cm-1), C=C (1561 cm-1), dan C–O (1384 cm-1) menunjukkan ciri khas golongan senyawa asetogenin. Serapan C=O dan C– O diduga sebagai penciri keberadaan cincin lakton yang lazim ditemukan dalam struktur asetogenin. Sitotoksisitas asetogenin telah dilaporkan berhubungan dengan adanya lakton tersebut, gugus OH, dan rantai karbon takjenuhnya. Kata kunci: asetogenin, inframerah, kromatografi, sirsak hutan.
ABSTRACT LITA LOLITA. Fractionation and Identification of Toxic Compound Group from Ethyl Acetate Fraction of Pond Apple Extract (Annona glabra). Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN and BUDI ARIFIN. Ethyl acetate fraction of pond apple has been reported as the most cytotoxic fraction compared with ethanol and water fractions. In this study the ethyl acetate fraction was further fractionated using preparative thin layer chromatography and the resulted five fractions showed Rf range from 0.27 to 0.95 under ultraviolet irradiation at 254 nm. Fraction having Rf = 0.66 was a white needle shape crystal. The ultraviolet spectrum of this fraction showed absorption peak at 206 nm. The physical appearance, absorption wavelengh and infrared spectrum, including OH group (3396 cm-1), C=O (1737 cm-1), C=C (1561 cm-1), and C-O (1383 cm-1) was further showed characteristic absorptions of acetogenin compound, The lactone ring which is common in acetogenin structures was predicted from the C=O and C–O absorptions. The cytotoxicity of acetogenins has been reported as related with this lactone, as well as the OH groups and the unsaturated hydrocarbon. Key words: acetogenin, infrared, chromatography, pond apple
ii
FRAKSIONASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA TOKSIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK BUAH SIRSAK HUTAN (Annona glabra)
LITA LOLITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Fraksionasi dan Identifikasi Golongan Senyawa Toksik dari Fraksi Etil Asetat Ekstrak Buah Sirsak Hutan (Annona glabra) Nama : Lita Lolita NIM : G44070046
Disetujui oleh
Dr Gustini Syahbirin, MS Pembimbing I
Budi Arifin, SSi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen Kimia
Tanggal Lulus:
ii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Fraksionasi dan Identifikasi Golongan Senyawa Toksik dari Fraksi Etil Asetat Ekstrak Buah Sirsak Hutan (Annona glabra)”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Juli 2014 di Laboratorium Organik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Gustini Syahbirin, MS dan Bapak Budi Arifin SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Organik atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung. Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga, khususnya Ibu dan Ayah, adikku serta Mas Andi atas doa, kasih sayang, motivasi, serta segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Sabur, teman-teman seperjuangan angkatan 44, 45, 46, dan 47 di Laboratorium Organik, teman-teman Puri Madani (Ines, Ismi, dan Gracia), serta segenap keluarga sivitas Kimia IPB. Atas segala khilaf dan kekurangan, semoga dapat dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Lita Lolita
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Ekstrak Etanol Buah Sirsak Hutan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Buah Sirsak Hasil Fraksionasi Ekstrak Etil Asetat Identitas Senyawa Berdasarkan Spektrum UV-Vis dan FTIR SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii 1 2 2 2 4 4 4 5 5 7 10 10 11 11 13 15
ii
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Buah sirsak hutan (A. glabra) Profil kromatogram fraksi etil asetat eluen metanol-etil asetat (1:19) Hasil KLT preparatif fraksi etil asetat dengan eluen metanol-etil asetat (1:49) Hasil pemisahan fraksi etil asetat menggunakan metode KLTP Spektrum UV fraksi ke7-2 Fraksi ke-2 dari ekstrak etil asetat Struktur umum asetogenin Spektrum FTIR fraksi ke-2
4 6 6 7 8 8 9 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Bagan alir penelitian
2 3 4 5
Kadar air buah sirsak hutan Rendemen ekstrak Hasil KLT preparatif fraksi etil asetat Serapan UV-vis fraksi ke-2
13 13 14 14 14
1
PENDAHULUAN Tanaman Annona glabra termasuk dalam famili Annonaceae, yang lazim disebut sirsak hutan atau sirsak gundul di Indonesia. Daun dan akar sirsak hutan banyak digunakan sebagai insektisida dan parasitisida (Padmaja et al. 1995). Seluruh bagian tanaman sirsak hutan juga dapat digunakan sebagai antikanker (Li et al. 1998). Senyawa sitotoksik pertama yang diketahui pada sirsak hutan adalah alkaloid liriodenin yang mampu melawan karsinoma nasofaring (Warthen et al. 1968). Belakangan diketahui bahwa khasiat antikanker tanaman dari famili Annonaceae berasal dari golongan senyawa toksik asetogenin (McLaughlin 2008). Sitotoksisitas asetogenin berpotensi sebagai antitumor, insektisida, antimalaria, fungisida, antiparasit, dan antibakteri (Feras et al. 1999). Asetogenin memiliki kemampuan menginhibisi kompleks mitokondria dengan ubikuinon oksidase dalam transpor elektron spesifik (kompleks mitokondria I) yang terdapat pada sel kanker (Coloma et al. 2002), sehingga menghambat produksi ATP dan dapat menyebabkan kematian sel kanker (apoptosis). Sitotoksisitas asetogenin ini bersifat spesifik, yaitu hanya menyerang sel kanker tanpa menyerang sel normal (McLaughlin 2008). Di antara beberapa bagian sirsak hutan (daun, akar, biji, dan buah), ekstrak etanol biji sirsak memiliki sitotoksisitas paling tinggi (Cochrane et al. 2008). Senyawa asetogenin pada biji yang telah diketahui daya sitotoksisitasnya antara lain anonin, bulatasin, asimisin, dan uvariamisin, dengan bulatasin memiliki aktivitas tertinggi (Ruppercht et al. 1990). Daun mengandung asetogenin antara lain glabrasin, glasin, anoglasin, anoglaksin, dan 27-hidroksibulatasin (Liu et al. 2000). Senyawa 27-hidroksibulatasin memiliki aktivitas antikanker paling tinggi (Kim dan Park 2002). Sampai saat ini, buah diketahui mengandung senyawa asetogenin antara lain anomontasin, anonasin, isoanonasinon, dan skuamosin (Hsieh et al. 2004), tetapi belum diketahui secara pasti senyawa asetogenin teraktif. Wendarningtyas pada tahun 2011 telah meneliti potensi antikanker dari buah sirsak hutan yang ada di Kota Bogor, Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki toksisitas paling tinggi terhadap larva udang dengan nilai konsentrasi letal 50% (LC50) terendah (42 ppm) dibandingkan dengan ekstrak etanol (309 ppm) dan ekstrak air (143 ppm). Uji potensi antikanker tersebut diperkuat dengan hasil pengujian pada embrio ikan zebra yang menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mampu mengganggu pertumbuhan organ-organ dalam. Hasil ini berbeda dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, yaitu Chang dan Wu (2000) dan Hsieh et al. (2004) yang melaporkan ekstrak metanol sebagai ekstrak teraktif dengan sampel buah sirsak hutan yang didapat dari Taiwan. Selain itu, Cochrane et al. (2008) mendapatkan ekstrak etanol sebagai ekstrak teraktif dengan sampel berasal dari Florida. Adanya hasil ekstrak etil asetat sebagai ekstrak teraktif mungkin menunjukkan kekhasan metabolit sekunder dalam sirsak hutan asal Bogor. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memfraksionasi ekstrak etil asetat tersebut dan mengidentifikasi golongan senyawa toksik yang ada di dalamnya.
2
BAHAN DAN METODE Buah sirsak diambil dari Lahan Praktik Lapangan Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia. Kondisi buah yang digunakan adalah buah matang (tekstur lembek), segar (berbau harum), dan bersih (tidak busuk). Tahapan penelitian meliputi preparasi sampel, penentuan kadar air buah sirsak, maserasi buah sirsak dalam etanol 80%, partisi ekstrak etanol menggunakan etil asetat, fraksionasi ekstrak etil asetat dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif, serta identifikasi golongan senyawa menggunakan spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) dan inframerah transformasi Fourier (FTIR). Prosedur penelitian dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain spektrofotometer UV-Vis Shimadzu, FTIR, alat-alat kaca, pengaduk tegak, neraca analitik, oven, pelat kaca 20 cm × 20 cm. Bahan-bahan yang digunakan adalah buah sirsak hutan, etanol, etil asetat, metanol, aseton, Na2SO4 anhidrat, silika gel G60F254 Merck, dan akuades. Seluruh pelarut yang digunakan adalah pelarut teknis dengan 2 kali penyulingan.
Metode Ektraksi Buah Sirsak Hutan (Annona glabra) (Harborne 1987) Buah sirsak dicuci kemudian dihilangkan kulit dan bijinya. Sebanyak ±6.5 kg sampel buah dimaserasi dengan etanol 80% dengan nisbah 1:3 selama 3×24 jam. Ekstrak kemudian dipekatkan dengan penguap putar. Ekstrak yang diperoleh ditimbang dan dihitung rendemennya dengan persamaan sebagai berikut: a Rendemen ekstrak = ×100% × fk b Keterangan: a = bobot ekstrak (g) b = bobot contoh awal (g) fk = faktor koreksi = (
100 100 kadar air
)
Penentuan Kadar Air (AOAC 1984) Cawan porselen dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 60 menit, selanjutnya dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit, dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dikeringkan di dalam oven selama 24 jam pada suhu 105 °C. Setelah itu, cawan kembali didinginkan dalam desikator sekitar 2 jam dan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo).
3 Kadar air (%) =
A-B B
×100%
Keterangan: A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g) B = bobot bahan setelah dikeringkan (g) Partisi Ekstrak Etanol Buah Sirsak (Modifikasi Wendarningtyas 2011) Ekstrak etanol dilarutkan dalam akuades dengan nisbah 1:3 (b/v) dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Sampel diekstraksi menggunakan etil asetat dengan nisbah 1:2 (v/v). Ekstraksi dilakukan secara bertahap hingga fase organik tidak berwarna. Fase organik dipisahkan dari fase air dan ditambahkan Na2SO4 secukupnya. Fase organik dipekatkan dengan penguap putar, lalu dihitung rendemennya. Fraksionasi Ekstrak Etil Asetat (Houghton dan Raman 1998) Pemilihan Eluen Terbaik. Ekstrak etil asetat ditotolkan pada pelat KLT aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck. Setelah kering, pelat dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan eluen. Pada tahap pertama digunakan eluen tunggal yang memiliki tingkat kepolaran berbeda-beda, meliputi metanol, etanol, etil asetat, aseton, diklorometana, dan n-heksana. Noda yang dihasilkan diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Eluen terbaik ialah yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah dengan baik. Jika didapatkan lebih dari 1 eluen seperti itu, maka eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan berbagai nisbah hingga diperoleh nisbah tertentu dengan pemisahan terbaik. Fraksionasi Ekstrak Etil Asetat. Eluen terbaik dijenuhkan dalam bejana kaca. Pelat kaca berukuran 20 cm × 20 cm disiapkan dan dibersihkan dengan aseton. Silika gel G60F254 ditambahkan dengan akuades perlahan-lahan sambil diaduk terus-menerus hingga terbentuk bubur. Setelah homogen, bubur dicetak di atas pelat kaca dan dikeringkan dalam oven bersuhu 70 °C hingga kering. Sebanyak ±2 g fraksi etil asetat ditambahkan sedikit etil asetat, lalu ditotolkan pada pelat silika, dan pelat berisi sampel dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan eluen. Hasil elusi diamati di bawah sinar UV 254 dan 366 nm. Setiap noda yang terbentuk diambil dan dikumpulkan, lalu dilarutkan kembali dengan aseton dan dipekatkan dengan penguap putar. Identifikasi Golongan Senyawa Pengukuran Spektrum UV-Vis (Feras et al. 1999). Sebanyak ±0.1 mg tiap fraksi dilarutkan dengan metanol dan diukur pada panjang gelombang 200–400 nm. Pengukuran Spektrum FTIR. Sebanyak ±5 mg sampel padatan dicampur dengan KBr, lalu dibuat menjadi pelet. Sampel diukur pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kadar air ditentukan untuk mengetahui faktor koreksi pada perhitungan rendemen (Harborne 1987). Pemanasan pada suhu 105 °C akan menghilangkan air yang terikat secara fisis (Harjadi 1986). Dengan cara tersebut, diperoleh kadar air buah sirsak hutan sebesar 89.28% (Lampiran 2), sama dengan hasil yang dilaporkan oleh Wendarningtyas (2011). Kadar air yang sangat tinggi menyebabkan sampel harus segera ditangani dan tidak boleh disimpan pada waktu yang lama (Winarno 1995). Oleh karena itu, tahap selanjutnya, yaitu ekstraksi dilakukan segera setelah sampel dikumpulkan, dan dijaga pada suhu rendah agar tidak merusak komponen senyawa dalam sampel.
Ekstrak Etanol Buah Sirsak Hutan Tanaman Annona glabra termasuk dalam famili Annonaceae, yang lazim disebut sirsak hutan atau sirsak gundul di Indonesia (Gambar 1). Senyawa aktif dari tanaman famili Annonaceae umumnya dapat larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, diklorometana, dan kloroform, bahkan sebagian dapat larut dalam n-heksana. Ekstraksi menggunakan etanol dilanjutkan dengan partisi cair-cair dan pemekatan ekstrak masih menjadi pilihan utama dan sering digunakan (Feras et al. 1999). Buah sirsak hutan diekstraksi menggunakan metode maserasi pada suhu ruang karena menurut Hermawan dan Laksono (2013), sampel berkadar air tinggi lebih rentan pada suhu tinggi. Proses maserasi dilakukan dalam pelarut etanol teknis yang telah disuling 2 kali. Etanol yang digunakan berkadar 80%, yang mampu mengekstraksi senyawa polar dan semipolar dengan baik (Harborne 1987). Menurut Cochrane et al. (2008), ekstrak etanol dari buah sirsak hutan berpotensi sebagai antikanker yang dapat digunakan pada bidang farmakologi.
Gambar 1 Buah sirsak hutan (A. glabra) Maserasi sampel dalam etanol akan memecah membran sel sebagai akibat difusi karena perbedaan tekanan, sehingga metabolit sekunder dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam etanol (Hermawan dan Laksono 2013). Maserat yang dihasilkan berwarna kuning jernih, dengan rendemen sebesar 6.34% terhadap bobot basah atau 58.99% setelah terkoreksi dengan kadar air (Lampiran 3).
5 Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Buah Sirsak (modifikasi Wendarningtyas 2011) Ekstrak etanol ditambahkan air dengan nisbah 1:3 (b/v), lalu dipartisi dengan etil asetat dengan nisbah 1:2 (v/v) sebanyak beberapa kali hingga ekstrak etil asetat tidak berwarna. Menurut Colegate dan Molyneux (2008), ekstrak metanol atau etanol dari sampel segar dapat dipartisi kembali dengan menggunakan etil asetat untuk memisahkan komponen semipolar. Fraksi etil asetat yang telah dipekatkan berbentuk pasta dan berwarna cokelat tua. Rendemennya sebesar 0.14% berdasarkan bobot basah atau 1.28% setelah terkoreksi kadar air. Berdasarkan hasil penelitian Wendarningtyas (2011), fraksi etil asetat memiliki nilai LC50 terendah (<50 ppm) dibandingkan dengan fraksi etanol dan fraksi air. Hasil yang sama didapatkan dengan 2 metode uji toksisitas, yaitu terhadap larva udang dan embrio ikan zebra. Hasil uji toksisitas tersebut berkorelasi dengan fungsinya sebagai antikanker (Mukhtar et al. 2007). Uji menggunakan embrio ikan zebra merupakan model untuk toksisitasnya sebagai obat, maka hasil ini mengindikasikan efek obat yang diujikan pada mamalia (Kari et al. 2007). Indikasi sitotoksisitas fraksi etil asetat dan potensi sebagai antikanker menyebabkan fraksi ini perlu difraksionasi lebih lanjut untuk mengidentifikasi golongan senyawa aktifnya. Hasil Fraksionasi Ekstrak Etil Asetat Ekstrak etil asetat difraksionasi dengan KLT preparatif menggunakan eluen terbaik, yaitu eluen yang menghasilkan noda terbanyak dengan pola keterpisahan yang baik. Eluen terbaik ditentukan mulai dari pelarut yang polar hingga nonpolar, berturut-turut metanol, etanol, aseton, diklorometana, etil asetat, dan n-heksana. Eluen yang memberikan pemisahan terbaik adalah metanol dan etil asetat, maka selanjutnya diujikan campuran eluen metanol-etil asetat (1:9) hingga (9:1). Hasil pemisahan terbaik diperoleh dengan eluen metanol-etil asetat (1:9), (Gambar 2). Hasil ini berbeda dengan penelitian Wendarningtyas (2011) yang mendapatkan campuran metanol-etil asetat (3:7). Pengecekan pola noda ekstrak etil asetat menggunakan eluen terbaik Wendarningtyas (2011) tidak menunjukkan pola pemisahan yang baik. Noda yang dihasilkan berimpit dan menumpuk mendekati garis akhir. Komponen campuran eluen yang digunakan sama, hanya berbeda nisbah komposisinya. Pola pemisahan menunjukkan 5 noda dengan nilai Rf 0.27–0.95, yang berfluoresens ketika diamati di bawah sinar UV 254 nm. Hasil ini juga berbeda dengan hasil penelitian Wendarningtyas (2011) yang menyebutkan keberadaan 8 noda. Beberapa noda memiliki nilai Rf yang serupa, yaitu pada 0.19, 0.40, dan 0.91. Perbedaan yang terjadi dimungkinkan oleh adanya perbedaan musim saat pengambilan sampel.
6 Rf a
0.91
b
0.69
c 0.47 0.40 e d 0.91 e
0.19
Gambar 2 Profil kromatogram fraksi etil asetat dengan eluen metanol-etil asetat (1:9) diamati pada 254 nm Metode KLT preparatif dengan menggunakan eluen terbaik metanol-etil asetat (1:9) ternyata belum memisahkan noda dengan baik. Noda-noda saling berimpit di dekat garis akhir, sehingga kepolaran eluen perlu sedikit diturunkan. Eluen metanol-etil asetat dengan nisbah 1:19, 1:39, dan 1:49 kemudian diujikan (Lampiran 4). Hasil paling baik didapat dengan nisbah 1:49 (Gambar 3).
1 a a
2 a3 4aa a5 aa a Gambar 3 Hasil KLT preparatif fraksi etil asetat dengan eluen metanol-etil asetat (1:49) diamati pada 254 nm Nilai Rf hasil KLT preparatif (Tabel) hampir sama dengan hasil KLT analitis. Perbedaan dijumpai pada nilai Rf noda terbawah: fraksi ke-5 KLT preparatif (Rf = 0.27) dan noda “d” KLT analitis (Rf = 0.19) sedikit berbeda. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh sedikit berbedanya kepolaran eluen yang digunakan, atau oleh perbedaan kerapatan silika penjerap pada KLT analitis dan KLT preparatif. Rendemen tertinggi dihasilkan oleh fraksi ke-4 (Rf = 0.40), yaitu 10.49%.
7 Tabel
Fraksi-fraksi hasil pemisahan fraksi etil asetat dengan KLT preparatif menggunakan eluen metanol-etil asetat (1:49), diamati pada 254 nm Fraksi Rf Rendemen (%) 1 0.95 4.69 2 0.66 1.23 3 0.47 3.83 4 0.40 10.49 5 0.27 6.85
Setiap fraksi hasil KLT preparatif memiliki kenampakan yang berbeda-beda setelah pekat (Gambar 4). Fraksi ke-1 berbentuk pasta berwarna cokelat tua dan terdapat padatan berwarna putih. Pada fraksi ke-2 ditemui kristal jarum dengan pasta berwarna cokelat tua, sedangkan fraksi ke-3, 4, dan 5 berupa pasta berwarna cokelat tua. Berdasarkan bentuk kristal jarum pada fraksi ke-2, kemurnian fraksi tersebut diasumsikan paling baik, dan dipilih untuk diidentifikasi lebih lanjut golongan senyawanya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.
1
2
3
4
5
1
Gambar 4 Hasil pemisahan fraksi etil asetat menggunakan metode KLTP
Identitas Senyawa Berdasarkan Spektrum UV-Vis dan FTIR Keberadaan gugus lakton dan rantai karbon takjenuh akan membentuk suatu sistem terkonjugasi pada senyawa golongan asetogenin. Konjugasi ini dapat dianalisis dengan dari spektrum UV-Vis. Menurut ulasan Feras et al. (1999), serapan asetogenin umumnya berkisar di 200-230 nm, yang merupakan serapan khas dari gugus ester pada lakton. Spektrum fraksi ke-2 (Rf = 0.66) menunjukkan puncak serapan pada λ = 309, 254, dan 206 nm (Gambar 5 dan Lampiran 5). Berdasarkan ulasan Feras et al. (1999) dan McLaughlin et al. (2008), fraksi ke-2 diduga mengandung senyawa asetogenin yang dicirikan oleh adanya serapan di 206 nm. Dugaan adanya senyawa golongan asetogenin ini selanjutnya dibuktikan dengan analisis spektrum FTIR.
8
Gambar 5 Spektrum UV fraksi ke-2 Spektrum FTIR berguna untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa dalam fraksi ke-2. Oleh karena itu, golongan senyawa dapat diperkirakan dari spektrum FTIR ini. Fraksi ke-2 yang dianalisis spektrum FTIRnya hanya bagian kristal yang berbentuk jarum. Kristal dilarutkan dengan aseton, lalu diuapkan dan berubah warna menjadi putih (Gambar 6). Berdasarkan ciri-ciri fisisnya, kristal tersebut juga diduga termasuk golongan senyawa asetogenin. Feras et al. (1999) melaporkan bahwa senyawa asetogenin berwarna putih, berupa padatan, kristal, atau seperti lilin.
Gambar 6 Fraksi ke-2 dari ekstrak etil asetat Asetogenin merupakan senyawa yang memiliki 35 atau 37 atom karbon, merupakan turunan asam lemak C-32 atau C-34 yang menempel pada C-2 dari propanol sehingga membentuk γ-lakton α,β-takjenuh tersubstitusi-metil dan dapat mengalami penataan-ulang menjadi ketolakton (Feras et al. 1999). Epoksidasi pada ikatan rangkap dua disertai dengan siklisasi dapat membentuk 1–3 cincin
9 tetrahidrofuran (THF) dan terkadang tetrahidropiran (THP) (McLaughlin et al. 2008) (Gambar 7).
n = 1-3, R, R3 = rantai hidrokarbon dengan gugus oksigen dan/atau rantai rangkap
Gambar 7 Struktur umum asetogenin
Transmitan (%)
Berdasarkan ulasan Feras et al. (1999) dan McLaughlin et al. (2008), gugus penciri senyawa asetogenin adalah gugus OH, C=O, C–O, dan C=C (Gambar 7). Spektrum inframerah yang diperoleh (Gambar 8) memperlihatkan serapan yang melebar dan kuat pada bilangan gelombang 3396 cm-1. Serapan di 3400–3200 cm1 khas untuk gugus OH yang lazim ditemukan pada rantai karbon takjenuh asetogenin. Keberadaan gugus OH tersebut diperkuat dengan adanya pita serapan khas dari C–OH dengan intensitas kuat di 1132 cm-1.
C–H Oop =C–H
O–H
3
C–H sp
C=O
C–C C=C C–O
C–OH
Bilangan Gelombang (cm-1)
Gambar 8 Spektrum FTIR fraksi ke-2 Pita serapan dengan intensitas yang kuat pada bilangan gelombang 1561 cm1 diduga berasal dari rantai karbon takjenuh asetogenin. Menurut Pavia et al. (2009), serapan khas ulur C=C berada di 1660–1600 cm-1, tetapi konjugasi dengan rantai takjenuh akan menggeser serapan tersebut ke bilangan gelombang yang lebih rendah dengan intensitas yang meningkat. Keberadaan ikatan karbon takjenuh ini
10 dapat dibuktikan dengan menggunakan reagen Kedde (McLaughlin et al. 2008). Serapan di 1737 cm-1 menunjukkan serapan khas ulur gugus C=O ester yang diperkuat dengan adanya serapan ulur C–O di 1383 cm-1. Menurut Feras et al. (1999), serapan ulur khas gugus C=O dan C-O merupakan penciri keberadaan lakton yang terdapat pada setiap senyawa golongan asetogenin. Serapan tajam dan lemah di 1239 cm-1 menunjukkan serapan C–C. Serapan lemah di 798, 701, dan 677 cm-1 diduga mencirikan golongan asetogenin C-37. Menurut McLaughlin et al. (2008), spektrum asetogenin dengan C-37 memiliki serapan tajam dan kuat di bawah 1000 cm-1, yang tidak dimiliki oleh asetogenin dengan C-35. Beberapa serapan tajam, tetapi tidak terlalu kuat di bawah 1000 cm-1 dimungkinkan sebagai serapan out-of-plane (oop) dari =C–H (Pavia et al. 2009). Keberadaan gugus C–H alifatik memunculkan serapan vibrasi ulur pada bilangan gelombang 2921 dan 2853 cm-1 dengan intensitas tajam dan kuat, sedangkan serapan tekuk terjadi pada 1498 cm-1 dengan intensitas yang sedang. Dibandingkan dengan mono-THF, bis-THF akan memberikan serapan khas pada rentang 2400 hingga 2000 cm-1. Spektrum inframerah tidak menunjukkan serapan pada rentang tersebut, maka golongan asetogenin dalam fraksi ke-2 diduga adalah mono-THF. Berdasarkan ciri fisis, yaitu berupa kristal berwarna putih, serapan ultraviolet, dan beberapa serapan inframerah khas penciri asetogenin, fraksi ke-2 (Rf = 0.66) diduga mengandung senyawa golongan asetogenin. Khasiat senyawa asetogenin sebagai antikanker telah dilaporkan karena adanya gugus γ-lakton α,β-takjenuh. Selain itu, aktivitas sebagai antikanker juga disebabkan oleh adanya gugus OH di C-4 dan C-10. Rantai karbon takjenuh pada asetogenin dengan jumlah C-35 lebih potensial dibandingkan dengan C-37 (Feras et al. 1998). Jika digabungkan dengan hasil uji toksisitas pada larva udang dan ikan zebra yang telah dilaporkan Wendarningtyas (2011), senyawa golongan asetogenin dalam fraksi ke-2 diduga bersifat toksik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fraksionasi fraksi etil asetat dari ekstrak metanol buah sirsak hutan telah dilakukan dengan KLT preparatif menggunakan eluen metanol-etil asetat 1:49. Sebanyak 5 fraksi diperoleh, dan ditemukan kristal jarum berwarna putih pada fraksi ke-2 (Rf = 0.66). Kenampakan fisis kristal tersebut sesuai dengan ciri-ciri senyawa golongan asetogenin. Spektrum UV-Vis menunjukkan serapan pada λ 206 nm yang mencirikan adanya lakton pada asetogenin. Spektrum IR memperlihatkan serapan gugus fungsi OH, C=O, C-O, dan C=C, yang terkandung dalam senyawa golongan asetogenin. Berdasarkan hasil tersebut, fraksi ke-2 diduga mengandung golongan senyawa asetogenin.
11 Saran Perlu dilakukan optimasi tahapan maserasi hingga fraksionasi untuk meningkatkan rendemen fraksi. Fraksionasi dengan kromatografi kolom diharapkan dapat mengurangi produk yang hilang karena terjerap terlalu kuat pada silika gel KLT preparatif. Setiap fraksi perlu diuji toksisitasnya untuk menentukan lebih lanjut fraksi teraktif. Identifikasi senyawa dalam fraksi tersebut perlu dilengkapi dengan pengukuran spektrum resonans magnet inti proton dan karbon serta spektrum massa.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methods of Analysis. Arlington (US): AOAC. Chang F-R, Wu Y-C. 2000. Novel cytotoxic Annonaceous acetogenin from Annona muricata. J Nat Prod. 64:925-931. Cochrane CB, Nair PKR, Melnick SJ, Resek AP, dan Cheppail R. 2008. Anticancer Effects of Annona glabra Plant Extracts in Human Leukemia Cell Lines. Anticancer Research. 28: 965-972. Colegate SM, Molyneux RJ. 2008. Bioactive Natural Products: Detection, Isolation, and Structural Determination. California (US): CRC Pr. Coloma AG, Guadano A, de Ines C, Martinez-Diaz R, Cortes D. 2002. Selective action of acetogenin mitochondrial complex I inhibitors. Z Naturforsch. 57:1028-1034. Feras AQ, Liu X-X, McLaughlin JL. 1999. Annonaceous acetogenins: recent progress. J Nat Prod. 62:504-540. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah: Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): Gramedia. Hendrawan GP, Laksono H. 2013. Ekstraksi daun sirsak menggunakan pelarut etanol. J Teknol Kim Indust. 2:111-115. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for The Fractionation of Natural Extract. London (GB): Chapman & Hall. Hsieh T-J, Wu Y-C, Chen S-C, Huang C-S, Chen C-Y. 2004. Chemical constituents from Annona glabra. J Chin Chem Soc. 51:869-876. Kari G, Rodeck U, Dicker AP. 2007. Zebrafish: an emerging model system for human disease and drug discovery. Clin Pharmacol Therapeutics. 82:70-80. Kim J, Park E-J. 2002. Cytotoxic anticancer candidates from natural resources. Curr Med Chem Anticancer Agents. 2:485-537. Li CM, Tan NH, Mu Q, Zeng HL, dan Hao ZL. 1998. Cyclopeptides from the seed of Annona glabra. Phytochemistry. 47:1291-1296. Liu X-X, Pilarinou E, McLaughlin JL. 2000. Two novel bioactive adjacent bis-THF acetogenins from the leaves of Annona glabra. J Nat Prod. 14:255-263.
12 McLaughlin JL. 2008. Paw paw and cancer: annonaceous acetogenins from discovery to commercial products. J Nat Prod. 71:1311-1321. Mukhtar MH, Adnan AZ, Pitra MW. 2007. Uji sitotoksisitas minyak atsiri daun kamanggi (Ocimum basilicum L) dengan metode brine shrimp lethality test bioassay. J Sains Tek Far. 12:1-4. Padmaja V, Thankamany V, Hara N, Fujimoto Y, Hisham A. 1995. Biological activities of Annona glabra. J Ethnopharmacol. 48:21-24. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to Spectroscopy. Ed ke-4. Washington (US): Thomson Learning. Ruppercht JK, Hui Y-H, McLaughlin JL. 1990. Annonaceous acetogenins: a review. J Nat Prod. 53:237-278. Warthen D, Gooden E, Jacobson M. 1969. Tumor inhibitor: liriodenine, a cytotoxic alkaloid from Annona glabra. J Pharm Sci. 58:637-638. Wendarningtyas A. 2011. Uji toksisitas akut ekstrak aktif buah sirsak ratu (Annona muricata) dan sirsak hutan (Annona glabra) sebagai potensi antikanker. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
13
LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Buah sirsak 1. 2.
Penentuan kadar air Maserasi dengan etanol
Ekstrak Etanol Partisi etil asetat-air
Ekstrak etil asetat
Ekstrak air
KLT preparatif
Fraksi etil asetat Pencirian spektrum UV-Vis dan FTIR
Dugaan golongan senyawa Lampiran 2 Kadar air buah sirsak hutan Ulangan Bobot (gr) Kadar air (%) sampel Cawan kosong Cawan+sampel kering 1 5.2622 36.9890 37.5457 89.42 2 6.1819 35.6209 36.2674 89.54 3 5.3473 27.6893 28.2845 88.87 Rerata 89.28 Contoh perhitungan: Kadar air =
(Bobot cawan+isi)−(bobot cawan kosong) Bobot sampel (37.5457−36.9890)
= 5.2622 = 89.42% Rerata =
6.02+6.15+5.95 3
× 100%
= 89.28%
× 100
14 Lampiran 3 Rendemen ekstrak Sampel Ekstrak etanol Fraksi etil asetat
Bobot sampel (g) 6495.9700 6495.9700
Bobot ekstrak (g) 410.8182 8.8878
Rendemen (%) 58.99 1.28
Contoh perhitungan: 410.8182
100
Rendemen ekstrak = 6495.9700 × 100% × (100−89.28) 410.8182
= 6495.9700 × 100% × 9.3284 = 58.99% Lampiran 4 Hasil KLT preparatif fraksi etil asetat dengan eluen metanol-etil asetat1:9(a), 1:19(b), dan 1:39(c)
(a)
(b)
Lampiran 5 Serapan UV-vis fraksi ke-2 Panjang gelombang (nm) 391.6 375.2 356.4 309.0 254.2 206.6
Absorban 0.027 0.037 0.055 0.311 0.958 4
(c)
15
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Demak pada tanggal 18 September 1989 sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Hadi Santoso dan Danti Hana. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Semarang dan melanjutkan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Pada bulan Juli– Agustus tahun 2011, penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal), Kementerian Lingkungan Hidup, Puspitek, Serpong dengan judul Analisis Amonia (NH3) pada Danau Tempe. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Kimia Biologis tahun ajaran 2011/2012.