1
FRAKSI BIOAKTIF PELEPAH KELAPA SAWIT (Elaies Guineensis Jacq.) PADA BEBERAPA BAKTERI DAN JAMUR PATOGEN
Oleh: Faizah Hamzah1 dan Nirwana Hamzah2
ABSTRACT The several compound groups resulting from the isolation are those of steroid, triterpenoid and flavonoid. Based on the bioassay on the six test microorganism i.e. on staphylococcus aureus ATCC 25234, Bacillus subtillis ATCC 6127, Escherichia coli ATCC 25911, Salmonella parathyphosa ATCC 2552, Candida albicans ATCC 9248, and Microsporum gypseum ATCC 6134, respectively, it is indicated that the steroid and triterpenoid groups have potential toward those six microorganisms. The MBC/MFC values indicated that the most potential compound group was steroid (MFC 1,5 mg ml-1), than tritherpenoid. The crude extract of E. guineensis leaves gave the inhibition against of Candida albicans 1%, Microsporum gypseum 10%, Staphylococcus aureus, Bacillus sabtilis, Escherichia coli, Salmonella parathyphosa on concrentation 5%. Raspectivelythe inhibition ability of leaf extract on each of the microorganism were 10,35 mm (Candida albicans); 10,55 mm (Microsporum gypseum); 10,90 mm (Staphylococcus aureus); 9,96 mm (bacillus subtillis); 10,47 mm (Escherichia coli); 10,48 mm (Salmonella parathyphosa). The extract resulted from isolationby the specific method also, gave the inhibition Candida albiscans and Microsporum gypseum starting from te concentration 5% for steroid, the triterpenoid groups gave the inhibition on the concrentation of 10% on Candida albicans and Staphylococcus aureus whereas on Microsporum gypseum at concrentation of 2,5% The following study was isolation and fractionation using chromatrographic coloumn applied in MeOH extractusing elusion gradient and the best eluence methods (CHCL3:MeOH = 7:3). The fractionation resulted in 17 fraction based on the elusion gradient method and 6 fractions based on the best eluence. The best fraction and bioactivity based on inhibition zone are further characterized using IR, GC-MS and 1H-NMR. From the result of the identification, that those active compounds are stigmasta 3, 22 diena. Keywords : Elaies guineensis midrib, Microorganism pathogen, NMR
PENDAHULUAN Kelapa sawit adalah salah satu jenis tanaman dari genus guineensis. Tanaman tersebut mempunyai nama lain yaitu Tethrantera citrate Ness, Tethrantera polyantha Wall. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Jawa dan Sumatera (Heyne, 1987). Berdasarkan literatur dan hasil survey penulis di Riau, Sumatera utara, Jawa san Kalimantan. Pelepah kelapa sawit digunakan untuk obat gosok, penyakit kulit kelamin, minuman untuk wanita yang baru melahirkan, memperbaiki aliran/peredaran darah dan pencernaan (Heyne, 1987; Departemen Kehutanan Jawa Barat, 2005; Rusli dan Makmun, 2008). Bagian pohon industri kelapa sawit di Cina salah satunya pelepah dipakai untuk
mengobati penyakit kudis, kurap, gatal – gatal, pada kulit serta penyakit infeksi lainnya. Disamping itu ramuan cangkang dan kulit batangnya dalam bentuk jamu digunakan sebagai obat demam, pencampuran tonikum, pegal linu serta untuk pengobatan penyakit katub pembuluh darah dan usus dua belas jari. Selain itu, daun mudanya juga digunakan dalam ramuan kosmetik dan minuman segar (Anggraeniet al., 2010). Upaya pengembangan potensi wilayah khususnya Riau, Sumatera Utara tanaman yang sudah digunakan di masyarakat diteliti lebih lanjut terhadap kandungan bahan aktif yang terdapat didalamnya, terutama yang bermanfaat untuk kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan persyaratan minimal suatu obat kelompok fitoterapi yang harus didukung oleh hasil
1
)Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riu, Pekanbaru
01
2 penelitian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Bagian kelapa sawit (pelepah), diduga mengandung senyawa golongan flavonoid, triterpenoid, alkaloid, steroid, dan tanin. Tanaman ini didaerah asalnya terutama Sumatera Utara sekitarnya digunakan sebagai zat antiseptik, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan wanita dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab keputihan dan penyakit infeksi. Teknologi dalam bidang kimia, biologi dan medik telah mampu mengungkapkan berbagai senyawa kimia yang berkhasiat dan beraktivitas, terkandung dalam suatu bahan baku jamu. Senyawa tersebut sering disebut sebagai senyawa bioaktif yang merupakan hasil metabolisme sekunder yang berbentuk dalam sel – sel tumbuhan. Keunggulan dari ekstraksi secara kimia modern dibandingkan dengan cara seduh adalah lebih selektif, tidak mudah ditumbuhi jamur dan bakteri. Selain itu, bila akan dibuat ekstrak kering relatif tidak memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan menggunakan air. Pengawasan mutu terhadap ekstrak dapat dipandang dari dua kepentingan ; pertama ekstrak sebagai bahan baku dan kedua ekstrak sebagai produk akhir ; dalam penelitian ini kedua kepentingan tersebut dipadukan karena mungkin saja fraksi aktif yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini dan dapat diaplikasikan dalam bentuk diversifikasi sediaan ekstrak kering yang dapat dibuat produk – produk instan lainnya. Ekstrak sebagai bahan baku dan sebagai produk akhir dalam prosesnya memerlukan teknologi yang tepat dimulai dari teknik budidaya, penanganan hingga proses pasca panen dan proses hilir sehingga memberikan nilai tambah yang tinggi secara ekonomi. Pada penelitian ini proses hilir lebih menjadi fokus penelitian, khususnya berkaitan dengan proses pemisahan (ekstraksi dan fraksionasi) serta analisis komponen aktif yang diperoleh kemudian diaplikasikan ke uji peneraaan hayati (bioassay). Uji peneraan hayati (bioassay) dalam penelitian, merupakan dasar produk serbuk pelepah kelapa sawit fraksi aktif yang merupakan bagian dari aplikasi produk dalam
bentuk produk kesehatan. Dasar produk serbuk pelepah kelapa sawit mengacu pada konsentrasi ekstrak berdasarkan uji in-vitro, menggunakan Staplhylococcus aureus, mikroorganisme bacillus subtilis, Escherechia coli, Salmonella paratyphosa, Candida albicans dan Keenam Microsporum gypseum. mikroorganisme ini dipilih karena bersifat sebagai mikroorganisme patogen dan opurtunis patogen. Berdasarkan hasil penelitian (Shirly, 2003; Locher et al.,2005; Solomon, 2008; dan Dittmar, 2008) diketahui bahwa ekstrak genus Elaies dapat digunakan sebagai antibakteri (S. aureus, B. subtilis, E. coli, S. paratyphosa) serta telah diuji pada mikroorganisme tersebut. S. aureus, B. subtilis, E. coli, S. paratyphosa, C. albicans dan M. gypseum telah diketahui sebagai peneyebab timbulnya berbagai penyakit pada manusia. Hadi et al.(2010) telah menguji sensitivitas keenam mikroorganisme ini terhadap antibiotik dan hasilnya menunjukkan bahwa mempunyai sifat multiresisten terhadap beberapa jenis antibiotik (cephalotion 30 µg; ampicillin 10µg; chloramphenicol 30 µg; tetracycline 30 µg; sulfamethoxazole/trimetophrim 25 µg). karena sifat multi resisten dari keenam mikroorganisme ini, perlu alternatif pengobatan lain untuk penyakit yang disebabkan oleh keenam mikroorganisme tersebut. Pada bagian lain juga dikaji kemungkinan komponen tunggal yang mempunyai bioaktivitas terhadap keenam macam mikroorganisme uji tersebut. Cara yang dilakukan adalah dengan pemisahan menggunakan kolom kromatografi dengan fase diam silika gel dan fase gerak berbagai jenis eluen. Selanjutnya dilakukan identifikasi untuk menemukan kemungkinan golongan senyawa dengan bobot molekul serta struktur molekul yang sesuai. Berkaitan dengan masalah tersebut perlu dikaji lebih mendalam tentang fraksi bioaktif dari bagian pelepah kelapa sawit (Elaies guineensis jacq.) METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dibeberapa laboratorium yaitu Laboratorium
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
3 Mokrobiologi FDOK UI Jakarta, Laboratorium Kimia BALITTRO Cimanggu Bogor, Laboratorium Biofarma Bandung, Laboratorium UPI Bandung, serta Balitbang Serpong Jawa Barat. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ekstrak pelepah kelapa sawit, mikroba uji dan bahan kimia (bahan pelarut untuk mengekstrak pelepah kelapa sawit, bahan kimia untuk uji kimia senyawa aktif dan uji mikrobiologi). Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk fraksionasi dan kromatrografi kolom bersifat deskriptif instrumentatif, yaitu menggunakan teknik instrumen dan uji peneraan hayati (bioassay) mengacu pada Lorian, 1996; National Committee for clinical laboratory standard, 2000; Herayani, 2002; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005; Wolf et al., 2005; Finlay et al., 2007; dan Sunatmo, 2007. Rancangan yang digunakan untuk uji peneraan hayati (bioassay) terhadap hasil
fraksionasi kelapa sawit yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, menggunakan dua faktor dengan tiga kali perulangan yaitu faktor parameter jenis mikroorganisme (bakteri dan jamur) dan faktor kedua konsentrasi (%). Parameter yang diukur adalah zona hambat disamping jumlah koloni ekstrak pelepah dan hasil fraksionasi (fraksi). Untuk uji kimia (analisis GC-MS; 1H-NMR) fraksi aktif hasil fraksionasi kromatrografi kolom digunakan deskriptif analisis instrumentatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Fraksi dan Golongan Senyawa Bioaktif yang Memberikan Kontribusi Potensial Sebagai Antimikroorganisme Berdasarkan data yang tertera pada Tabel1, diperoleh 17 fraksi. Ketujuh belas fraksi diperoleh dari 1500 fraksi laju alir 5 ml/2 menit. Kecepatan laju alir dihitung berdasarkan tinggi kolom dan diameter serta bobot sampel yang dimasukkan.
Tabel 1. Hasil FraksionasiDari Ekstrak Mentol, Menggunakan Kromatografi Kolom Metode Gardien Elusi Nomor Fraksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Tabung 1-45 46-90 91-100 101-120 121-130 131-140 141-155 156-165 166-200 201-300 301-450 451-555 556-605 606-700 701-895 896-1000 1000-1500
Wujud
Warna
SP SP SP SP SP SP SP SP SP SP P P P P P P P
H H H TB TB TB TH HK HK C C C C C C CT CT
Bobot (g) 0,0812 0,0200 0,0505 0,0387 0,0275 0,0212 0,0235 0,0404 0,0440 0,0612 0,1524 0,0521 0,0222 0,0420 0,0525 0,1540 1,2520
Rendemen 9,21 1,54 6,20 3,95 2,25 2,20 2,42 4,40 4,48 6,10 15,10 5,25 2,95 4,25 5,10 16,45 12,50
Jenis Spot 1 1 4 3 6 2 1 3 5 1 1 2 1 1 1 1 1
Rf 0,085 0,85 0,085;0,16;0,70;0,85 0,05;0,15;0,65 0,55;0,59;0,65;0,66;0,82;0,9 0,55;0,60 0,40 0,24;0,35;0,80 0,20;0,25;0,35;0,45;0,80 0,25 0,20 0,08;1,20 0,08 0,05 0,09 0,09 0,05
Keterangan: - Eluen yang digunakan kloroform 100%: (9:1); (8:2); (7:3); (6:4); (5:5); (4:6); (3:7); (2:8); (1:9); dan methanol 100%. - SP = semi padat, P = padat, H = hijau, TB = tidak berwarna, HK = hijau kecoklatan, CK = kehijauan, C = coklat dan CT = coklat tua.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
4 Penggabungan fraksi dilakukan atas dasar jumlah spot, nilai Rf dan warna. Fraksi dengan jumlah spot, nilai Rf serta warna yang sama diduga mengandung komponen yang sama, sehingga dapat digabungkan dalam fraksi yang sama. Fraksi yang aktif hasil gradien elusi tersebut adalah fraksi 3 dengan 4 spot, fraksi 9 dengan spot 5, dan fraksi 10 dengan 1 spot (Rf 0,25). Fraksi 10 (F10) sudah murni karena hanya muncul satu spot sebagai indikasi hanya ada satu komponen, sehingga F10 diidentifikasi lebih
lanjut. Fraksi lainnya (F11, F13 hingga F17) walaupun juga spot tetapi tidak memperlihatkan bioaktifitas pada saat dilakukan uji penerapan hayati (bioassay) terhadap mikroorganisme uji yaitu bakteri dan jamur. Untuk membandingkan komponen bioaktivasi yang diperoleh dari fraksi kolom dengan metode gradien elusi dan eluen terbaik dilakukan analisis menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam silica gel dan fase gerak adalah eluen yang merupakan eluen terbalik. Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Fraksionasi Dari Ekstrak Metanol, Menggunakan Kromatografi Kolom Metode Eluen Terbalik (CHCL3 : CH3OH = 7:3) Nomor Nomor Bobot Rendemen Jenis Wujud Warna Rf Fraksi Tabung (g) (%) Spot 1 13-Jan SP HK 0,0150 2,95 3 0,82;0,75;0,65 2 16-25 SP C 1,0190 3,95 4 0,65;0,66;0,55;0,45 3 26-50 SP KK 1,0050 1,20 2 0,45;0,30 4 51-100 SP KK 0,0080 1,75 1 0,20 5 101-110 SP KK 0,0255 5,25 4 0,45;0,20;0,06;0,00 6 110-120 SP C 0,0220 4,30 3 0,25;0,04;0,00 Keterangan : SP = semi padat, HK = hijau kecoklatan, C = coklat dan KK = kuning kecoklatan
Kondisi kolom yang digunakan adalah tinggi kolom 30 cm, diameter kolom 2,5 cm, bobot silika gel 50 gram dengan bobot sampel yang dimasukkan pada kolom 500,10 mg. Pada metode eluen terbaik diperoleh 120 fraksi. Parameter pengamatan sama seperti pada metode gradientelusi. Hasil penggabungan berdasarkan jumlah spot, nilai Rf dan warna yang sama pada masing–masing fraksi diperoleh enam fraksi. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa, fraksi yang aktif berdasarkan hasil uji peneraaan hayati (bioassay) pada mikroorganisme uji adalah fraksi 2 (F2) dan fraksi 5 (f5). Akan tetapi F2 dan F5 tersebut masih belum murni. Hal tersebut terlihat pada jumlah spot serta Rf yang tampak. Rf yang berbeda terjadi karena senyawa yang berbeda, sehingga peluang efek sinergis mungkin terjadi berdasarkan bioaktivitas F2 dan F5 terhadap bakteri dan jamur. Fraksi 10 yang merupakan fraksi aktif hasil metode gradien elusi menampakkan sutu spot (Tabel 3) selanjutnya diidentifikasi, menggunakan IR (Infra Red), GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrophotometer) dan 1 H-NMR (proton-Nuclear Magnetic Resonance). Untuk mengetahui kemurnian komponen yang
akan diidentifikasi sebelumnya dilakukan proses rekritalisasi dengan kloroform dan penguapan vakum. Kristal yang terbentuk dimasukkan pada kapiler untuk mengetahui melting point (m.p) dan diperoleh nilai m.p = 142-143oC. Menurut Ikan (2001) senyawa dengan m.p demikian adalah stigmasterol yang merupakan senyawa golongan steroid. Identifikasi menggunakan IR analisis spektrum menunjukkan pita–pita yang khas pada bilangan–bilangan gelombang 3420 cm-1, 2924 cm-1 2852 cm-1, 1680 cm-1, dan 1572 cm-1 yang berturut–turut berhubungan dengan vibrasi– vibrasi ulur –OH, -CH3 asimetris, -CH3 simetris, -CO dan –C=C. identifikasi lebih spesifik dengan struktur stigmata 3,22 diena. Gambar yang diperoleh diperkuat dengan hasil analisis menggunakan 1H-NMR yang mengidentifikasi adanya ikatan rangkap yang ditujukan oleh puncak – puncak resonansi pada 3,5 ppm dan 4,9 ppm serta –CH3 pada daerah 0,8 hingga 2 ppm, data ini merupakan ciri proton NMR untuk senyawa Stigmasterol yang sudah dikenal. Untuk senyawa masih belum bias ditentukan secara pasti karena tidak didukung analisis 13C-NMR dan analisis lanjut NMR teknik
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
5 dua dimensi, evaluasi sterokimia, serta ke senyawa turunan dan identifikasi senyawa turunan hingga dapat ditentukan struktur definitif. Struktur senyawa stigma 3,22 diena memiliki kemiripan kerangka struktur dengan senyawa stigmata-5,22-diena-3beta-ol (C29H48O ; BM 412).
Mikroba yang Paling Sensitif Menghambat Ekstrak dan Fraksi Senyawa Bioaktif dari Pelepah kelapa Sawit Pada Tabel 3 terlihat bahwa, semakin besar konsentrasi hasil fraksionasi pelepah kelapa sawit, semakin besar pula daya hambatan (mm) semakin polar jenis pelarut yang digunakan cara fraksinasinya, dan semakin aktif fraksi bahanya sehingga bias mencapai mikroorganisme tersebut bersifat membunuh.
Tabel 3. Rata – rata Zona Hambatan (mm) Hasil Fraksionasi (fraksi 10) Kelapa Sawit Perlakuan jenis mikroorganisme S. aureus B. subtillis E. coli S. parathyphosa C. albicans M. gypseum
1 10,30 -
5 10,85 9,90 10,40 10,70 15,70 -
Konsentrasi ekstrak (%) pelepah kelapa sawit 10 15 20 25 30 24,05 24,35 24,65 2,05 29,35 20,05 23,35 24,35 26,05 26,40 14,05 16,70 21,35 22,35 23,65 19,70 23,30 25,70 25,65 26,05 20,55 24,30 25,70 28,70 30,30 10,50 18,50 18,70 18,95 21,80
35 29,35 27,55 23,85 29,45 30,30 22,30
40 30,55 27,75 24,27 29,55 31,55 29,30
Selanjutnya pada Tabel 3 ini adanya perbedaan yang nyata di sebabkan S. aureus karena kandungannya berbeda dengan B. sublitis, E. coli, S.paratyphosa, C. albicans dan M. gypseum demikian juga aktivitasnya, konsentrasi fraksi dan jenis pelarut yang digunakan hasilnya akan berbeda. Bioaktivitas senyawa golongan steroid dan trtetpenoid mampu memberikan nilai konsentrasi hambatan minimum (KHM) pada konsentrasi 1,5 mg ml-1, dan 2,5 mgml-1. hasil ini diperoleh dari percobaan in-vitro terhadap mikroorganisme uji yang lebih sensitif yaitu C.albicans (Tabel 4). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa metode penentuan KMH tidak memungkinkan memperoleh data koloni per unit (CFU), karena nilai KMH adalah konsentrasi minimum yang mematikan 99% mikroorganisme uji, sehingga data diberi tanda dalam bentuk (+) jika mikroorganisme tersebut tumbuh, dan tanda (-) jika mampu mematikan 99% mikroba.
Tabel 4. Nilai Konsentrasi Hambatan Minimum Candida albicans. Konsentrasi ekstrak (dalam mg ml-1) 0,1 0,5 1 1,5 2,0 2,5 + + + + + + + + + + + + + + + + + Triterpenid + + + + + + + + + + + + + + + Keterangan : (+) C. albicans tumbuh (dilakukan pada dua golongan duplo); (-) C. albicans tidak tumbuh (dilakukan pada dua golongan duplo) Jenis ekstrak Steroid
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
6 Berdasarkan hasil hasil uji in-vitro diketahui golongan steroid dan triterpenoid memiliki daya bioaktivitasnya terhadap C. albicans dengan nilai KHM 1,5 mgml-1, dan hasil uji peneraan (bioassay) untuk steroid negatif dan triterpenoid memiliki niali KHM 2,5 mgml-1. Adanya efek sinergis pada saat penentuan KMH sesuai dengan aktivitas dari F3 dan F9 hasil kolom ekstrak metanol metode gradien elusi yang masing–masing memiliki 4 spot dan 5 spot. Kasus yang sama pada F2 dan F5 (memiliki 4 spot), hasil kolom fraksi ekstrak metanol pada metode eluen terbaik memberikan bioaktivitas terhadap S.aureus, C. albicans dan M. gypseum.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disimpulkan: (1) Fraksi 3,9 dan 10 menghasilkan fraksi aktif dari uji peneraan hayati (bioassay) dan proses purifikasi dengan menggunakan kromatografi kolom metode gradien elusi yaitu fraksi 10, menghasilkan satu spot (Rf 0,25) dengan titik lelah (142-143oC). hasil identifikasi menggunakan IR, GS-MS dan 1H-NMR diperoleh senyawa stigmata 3,22 diena. (2) C.albicans yang paling potensial terhadap ekstrak dan fraksi senyawa bioaktif dari bagian pelepah kelapa sawit dibandingkan S.aureus, B. subtilis, E. coli, S.paratyposa dan M. gypseum. Saran yang dapat direkomendasikan adalah: (1) Pelepah kelapa sawit, dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pengembangan obat tradisional. (2) Perlu dilakukan pengujian toksisitas terhadap ekstrak pelepah kelapa sawit yang digunakan masyarakat setempat untuk menghindari efek yang tidak membahayakan. DAFTAR PUSTAKA
Angraeni, Rusli Sofyan dan Agustin 2010. Pemanfaatan Tanaman Elaies Spp. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Cimanggu Bogor.
Antofine, A Storng Antifugal Alkaloid from Ficus Septic Leaves Elaises Spp. Plant Medika Journal Of Medicine Plant Research. 5 (6) Departemen Kehutanan Provinsi Jawa Barat. 2005 Identifikasi dan Inventarisasi Tumbuhan Obat di Tanam Wisata dan Cagar Alam Papandayan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam III. Jawa Barat. Dittmarr, A. 2008 Traditional Medical Plants of, spp, http/www.dittmarr.dusnet.de/English/e morinshtml, 20 Agustus 2010. Farnsworth, N.R., A.S. Bingel, G.A. Gordell, F.A. Crane and H. S. Fong. 2004. Riview Aricle: Potential Value of Plants as Source of New Antifertility agents I, Journal of Pharmacceutical Science 64 (4), 535-538. Finlay, J.A, L.A. Miller, J.A. Poupard. 2007. Interpretive Creteria ot Testing Susceptibility of Bacteria and Fungi to Palmaceae Family. Antimicrobial Agents and Chemoteraphy 41 (5): 1137-1139 Hedi, T., Grosvenor, P.W and A. Suproino, 2010. Medical Plants From Riau Province, Sumatera, Indonesia. Part 2 : Antibacterial and Antifungal Activity. Journal of Ethnopharmacology 2 (45): 97-111. Heryani, H., 2002. Kajian Fraksi Aktif dan Formulasi Tabat Barito (ficus deltoidea jacq.,) Sebagai Antimikroorganisme Klinis, disentri PPS-IPB, Bogor. Heryani. 2002. Mikroorganisme dan Proses Bahan Tumbuhan Terhadap Uji Invitro. Departemen Fakultas Pertanian IPB-Bogor. Heyne, K. 1987 Tumbuhan Berguna Indonesia Edisi II. Terjemahan Badan Peneliti dan Pengembangan Kehutanan. Yayasan Sarana Warna Jaya, Jakarta.
Baumgartner, B., C.A.J. Elsermeier, A.D. Wright, T. Rari and O. Sticher. 2009.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
7 Ikan, R, 2001. Natural Products, A Laboratory Guide. 2nd Edition Academi Press, Inc, San Diego, Carlifornia. Locher, CP., M.T. Burch and A.J Vlietinck, 2005 Anti-complement Activity of Extracts Obtained from Selected Hawaiian Medical Plants. Journal of Ethnopharmacology. 47 (1) : 23-32. Lorian, V. 1996. Antibioticts in Laboratory Medicine. Edisi Keempat. Williams and Wilkins. New York. National Committee for Clinical Laboratory Standars. 2000. Methods for Dilution Antimicrobial Susceptibility Test for Bacteria That Groe Aerobically. 2nd Ed. NCCLS Document M7-A2. Villanova.
Rusli, A., dan Makmun. 2008. Uji Komponen Utama Palmae spp., dan Aniba spp., denganMenggunakan Kromatografi Gas Spektrophotometer Massa. Jurnal
Jumpa X (2): 41-43. Fakultas MIPA Universitas Andalas. Padang. Shirly, K.L., 2003. Senyawa Bioaktif Tanaman Cengkeh dan Iler Terhadap Antijamur Patogen. Laporan Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta. Solomon, I.T., 2007 Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, Bogor. Vickery, M.C., and B. Vickery. 2002. Study of Fraction Bioactive Compound from ganus Elaise spp. And used-as a Agriculture Journal of Agriculture Industry X (1): 66-72. Wolf, P.L., B. Russell, A.Shimeda. 2005. Practical Clinical Microbiology and Mycology: Technical Interpretations. 1st Edition. New York: John Wiley and Sons. P. 186-339.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128