Formulasi Beras Analog Berbahan Pati Sagu
Formulation of Sago Starch-Based Analogue Rice STEIVIE KAROUW1), FEBY J. POLNAJA2) DAN RINDENGAN BARLINA1) 1)
Balai Penelitian Tanaman Palma Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 2) Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon
E-mail:
[email protected]
Diterima 27 Juli 2015 / Direvisi 26 Oktober 2015 / Disetujui 9 Nopember 2015
ABSTRAK Kebutuhan beras yang makin meningkat mendorong dilakukannya penelitian untuk menghasilkan produk pangan alternatif seperti beras analog. Beras analog adalah beras yang diolah dari bahan non padi yang memiliki kandungan karbohidrat hampir sama atau lebih dari beras. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi warna, sifat fisikokimia dan kekerasan beras analog sagu yang diolah menggunakan pati sagu dengan perlakuan penambahan protein pada beberapa variasi konsentrasi. Penelitian ini diawali dengan melakukan penentuan rasio pati sagu : air yang dapat tergelatinisasi dan dicetak. Variasi rasio pati sagu : air yang dilakukan yaitu 1:1, 1:3, 1:5 dan 1: 7. Rasio pati sagu : air yang tergelatinisasi sempurna dan menghasilkan beras analog yang terpisah sempurna selanjutnya digunakan untuk diuji pada variasi penambahan protein (0%, 2,5%, 5,0%, 7,5% dan 10,0%). Analisis dilakukan untuk mengevaluasi warna, sifat fisikokimia dan kekerasan beras analog sagu. Hasil penelitian diperoleh bahwa rasio pati sagu : air (1:3) merupakan rasio terbaik untuk menghasilkan beras analog sagu. Pada rasio tersebut pati sagu dapat tergelatinisasi sempurna, adonannya dapat dicetak dan hasil ekstrusi terpisah sempurna. Perlakuan penambahan protein menghasilkan beras analog sagu yang berwarna kekuningan. Penambahan protein sebesar 2,5% menghasilkan beras analog sagu yang memiliki kekerasan hampir sama dengan beras komersial. Sifat fisikokimia beras analog yang diformulasi dengan kondisi tersebut, yaitu kadar air (8,94%), abu (0,43%), lemak (0,56%), protein (1,66%) dan karbohidrat (88,62%). Kata kunci: Pati, sagu, beras analog.
ABSTRACT The increasing of rice demand was the main reason to conduct some researchs for making analogue rice. Principally, analogue rice was an artificial rice which having properties, especially carbohydrate content similar to commercial rice. The objectives of this research were to evaluate visual appearance (color), physichochemical properties and texture of sago starch-based rice which prepared from sago starch and added with various concentration of protein. The research were designed to obtained ratio of sago starch : water which could be properly gelatinized, extruded and high quality sago starch-based rice. The best rasio of sago starch : water was then used for processing of sago starch-based rice in various of protein addition (0%, 2.5%, 5.0%, 7.5% and 10.0%). The products were evaluated for its color, physichochemical properties and texture. The research results showed that the best product was obtained on ratio of sago starch : water (1:3). On this condition the sago starch could be gelatinized and extruded properly. The appearance of sago starch-based rice was yellow in color due to the addition of protein. The sago starch-based rice which was prepared by addition of 2.5% of protein having texture close to commercial rice. The physicochemical composition of the product were moisture (8.94), ash (0.43%), fat (0.56%), protein (1.66%) and carbohidrate (88.62%). Keywords: Starch, sago, analogue rice.
PENDAHULUAN Sagu merupakan pangan utama sebagian masyarakat pada beberapa daerah di wilayah Timur Indonesia seperti Papua, Maluku dan Sulawesi. Luas areal tanaman sagu di Indonesia diperkirakan sekitar 1,4 juta hektar yang menyebar di berbagai wilayah seperti Riau, Kepulauan Mentawai, Bengkulu, Sulawesi dan Irian Jaya (Flach, 1996). Diperkirakan dari luas areal tersebut
dapat dihasilkan pati kering sekitar 6 juta ton/ tahun. Sampai saat ini pati kering yang dimanfaatkan sekitar 10% dari total produksi. Pemanfaatan sagu di Indonesia masih dalam bentuk pangan tradisional seperti sagu lempeng, bagea, papeda dan lain-lain. Rendahnya pemanfaatan pati sagu antara lain karena berkurangnya masyarakat yang mengkonsumsi sagu. Sagu mulai tergantikan dengan beras sebagai sumber makanan pokok.
211
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 211 - 217
Kandungan karbohidrat yang tinggi pada pati sagu memungkinkan untuk mengolahnya menjadi beraneka macam produk pangan, antara lain beras analog sagu. Beras analog adalah beras yang diolah dari bahan non padi yang memiliki kandungan karbohidrat hampir sama atau lebih dari beras. Pada pengolahan pati sagu menjadi beras analog sagu, sifat gelatinisasi pati merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Sifat gelatinisasi pati antara lain dipengaruhi oleh ratio amilosa dan amilopektinnya. Kandungan amilosa dan amilopektin dalam setiap jenis pati berbeda tergantung pada sumber botaninya. Pada umumnya kandungan amilosa pati berkisar antara 1520% dan amilopektin 70-85%. Menurut Polnaya et al. (2008) kadar amilosa pati sagu sekitar 24-28%, bahkan dapat mencapai 31% (Nafchi et al., 2012) Amilosa dan amilopektin tidak larut dalam air dingin dan dapat larut bila dipanaskan. Pati sagu mengandung karbohidrat yang relatif tinggi, akan tetapi proteinnya rendah sehingga perlu dilakukan fortifikasi dengan zat gizi seperti protein. Fortifikasi merupakan cara untuk meningkatkan nilai gizi produk pangan (Diarrassouba et al., 2015; Miller dan Welch, 2013). Protein yang ditambahkan pada pengolahan beras sagu akan memberikan fungsi ganda, yaitu meningkatkan nilai gizi dan berpengaruh positif terhadap kekerasan produk akhir. Penambahan protein dari tepung ampas tahu pada beras analog berbahan tepung mocaf dan maizena terbukti berpengaruh terhadap warna beras analog (Yuwono dan Zulfiah, 2015). Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pengolahan beras analog berbahan pati sagu. Tujuan penelitian yaitu mengevaluasi warna, sifat fisikokimia dan kekerasan beras analog sagu yang diolah menggunakan pati sagu dengan perlakuan penambahan protein.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2012 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu dan protein komersial. Pati sagu yang digunakan memiliki kadar air 18,73%, kadar abu 0,31%, kadar lemak 0,44%, kadar protein 0,97% dan kadar karbohidrat 79,51%. Beras varietas C4 Delangu yang diperoleh dari pasar Sentul Yogyakarta digunakan sebagai pembanding. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis
212
adalah bahan kimia pro analisis. Alat yang digunakan, yaitu pengaduk, pemanas, pengukus, oven, timbangan kasar, timbangan analitik dan alat pencetak. Preparasi Adonan pada Variasi Rasio Pati Sagu : Air Pada tahap ini digunakan berat pati sagu yang tetap sedangkan air divariasikan masingmasing 1:1, 1:3, 1:5, dan 1:7 (b/v). Berat pati yang digunakan yaitu 50 g, dengan demikian variasi rasio pati sagu : air berturut-turut adalah 50 g : 50 ml, 50 g : 150 ml, 50 g : 250 ml, 50 g : 350 ml. Pati sagu ditimbang sebanyak 50 g kemudian ditambahkan air sesuai perlakuan. Campuran dipanaskan sampai terjadi gelatinisasi. Gel yang dihasilkan selanjutnya ditambahkan dengan pati kering sebanyak 300 g. Adonan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam alat pencetak. Pengolahan Beras Analog pada Variasi Penambahan Protein Rasio pati sagu : air yang menghasilkan beras analog sagu terbaik digunakan untuk tahapan penelitian variasi penambahan protein. Protein yang ditambahkan divariasikan, yaitu 0%, 2,5%, 5,0%, 7,5%, dan 10,0% b/b terhadap berat total adonan. Protein sesuai perlakuan dicampurkan pada pati kering. Preparasi gel dilakukan sama dengan tahap sebelumnya. Adonan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam alat pencetak. Hasil cetakan kemudian dikukus selama 1 menit pada suhu 100ºC, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 45ºC selama 4 jam. Produk yang dihasilkan adalah beras analog sagu. Analisis Data Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan protein 0%, 2,5%, 5,0%, 7,5% dan 10,0%. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Beras analog sagu yang diperoleh dianalisis kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat dengan metode AOAC, 1990 dan kekerasan dengan Universal Testing Instrumen (Tipe 1000S, Lloyd England). Warna beras analog sagu diukur menggunakan alat kolorimeter yang dilengkapi dengan integritas langsung untuk konversi nilai L, a, dan b, yaitu sistem penentuan warna dengan notasi Hunter. Masing-masing notasi dengan kisaran 0-100. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light). Parameter L mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan
Formulasi Beras Analog Berbahan Pati Sagu (Steivie Karouw et al.)
warna akromatik putih abu-abu dan hitam. Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah hijau, dengan nilai +a (positif). Nilai 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif), yaitu 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru kuning. Warna kuning dengan nilai +b (positif), yaitu 0 sampai 80. Nilai –b (negatif) yaitu 0 sampai 70 untuk warna biru (Yuwono dan Zulfiah, 2015). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Program SPSS, apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test).
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adonan pada Variasi Rasio Pati Sagu : Air Hasil preparasi adonan yang diperoleh pada variasi rasio pati sagu : air disajikan pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati sagu tidak tergelatinisasi sempurna pada rasio pati sagu : air (1:1), sedangkan pada tiga variasi rasio pati sagu : air (1:3, 1:5 dan 1:7) proses gelatinisasi berlangsung sempurna. Berdasarkan hasil pada tahap gelatinisasi, maka rasio pati sagu : air yang tergelatinisasi sempurna selanjutnya dicampur dengan pati sagu kering (300 g). Adonan kemudian dimasukkan ke dalam alat pencetak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 3 formula yang dapat dicetak sempurna, yaitu rasio pati sagu:air 1:3 dan 1:5, sedangkan yang dipreparasi pada rasio pati sagu : air (1:7) tidak dapat dicetak. Berdasarkan hasil tersebut maka yang diproses lanjut untuk dicetak, yaitu formula yang dihasilkan pada rasio pati sagu : air (1:3 dan 1:5). Adonan yang dipreparasi pada rasio pati sagu : air (1:3) hasil cetakan memisah sempurna, sedangkan yang dipreparasi pada rasio pati sagu : air (1:5) tidak memisah (lengket).
Gelatinisasi merupakan proses yang melibatkan pati dan air, sehingga jumlah air sangat menentukan berlangsungnya gelatinisasi. Pada rasio pati sagu : air (1:1), jumlah air tidak mencukupi untuk terjadinya gelatinisasi pati. Peningkatan jumlah air pada rasio pati sagu : air (1:3, 1:5 dan 1:7) memungkinkan terjadinya gelatinisasi. Gelatinisasi pati merupakan peristiwa pembentukan gel dimulai dengan hidrasi pati, yaitu penyerapan molekul-molekul air oleh molekulmolekul pati. Gugus hidroksil yang sangat banyak pada molekul pati merupakan penentu utama yang menyebabkan pati bersifat suka air. Pati apabila dipanaskan dalam air akan menyebabkan putusnya ikatan hidrogen antar molekul pati. Air akan masuk ke dalam granula pati dan membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin (Carlstedt et al., 2015). Peningkatan jumlah air pada adonan ternyata sangat berpengaruh terhadap pencetakan adonan. Pada rasio pati sagu : air sebesar 1:5 adonan dapat dicetak tapi menghasilkan produk yang lengket. Pada rasio pati sagu : air yang lebih tinggi (1:7) adonan tidak dapat dicetak. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya jumlah air, maka granula pati yang tergelatinisasi makin banyak. Gelatinisasi mula-mula terjadi pada daerah dengan ikatan paling longgar (amorf), yaitu amilosa. Apabila jumlah air yang tersedia makin banyak maka air dapat masuk ke dalam granula yang bersifat kristalin. Makin banyak granula kristalin yang tergelatinisasi menyebabkan adonan bersifat lengket sehingga sulit dicetak. Bahkan pada rasio pati sagu : air yang lebih tinggi adonan makin lengket sehingga tidak dapat dicetak. Rasio pati sagu : air sebesar 1:3 merupakan rasio terbaik untuk menghasilkan beras analog sagu. Pada rasio tersebut pati sagu dapat tergelatinisasi sempurna dan menghasilkan adonan yang dapat dicetak dengan hasil akhir beras analog sagu yang memisah sempurna (tidak lengket).
Tabel 1. Hasil gelatinisasi dan ekstrusi pada variasi rasio pati sagu : air. Table 1. Gelatinisation and extrusion results of sago starch on various of ratio sago starch : water. Rasio pati sagu : air Ratio of sago starch : water 1:1 1:3 1:5 1:7
Gelatinisasi pati sagu Gelatinisation of sago starch Gelatinisasi tidak sempurna Not properly gelatinized Gelatinisasi sempurna Properly gelatinized Gelatinisasi sempurna Properly gelatinized Gelatinisasi sempurna Properly gelatinized
Hasil Cetakan Extrusion products Tidak dicetak Not extruded Adonan dapat dicetak dan memisah sempurna Extruded and properly separated Adonan dapat dicetak tetapi tidak dapat memisah Extruded but not properly separated Adonan tidak dapat dicetak Not extruded
213
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 211 - 217
Pengolahan Beras Analog pada Variasi Penambahan Protein Penampilan Visual dan Warna Warna merupakan parameter yang dapat diukur terkait penampilan visual produk yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Penampilan visual beras analog sagu pada variasi penambahan protein disajikan pada Gambar 1. Makin banyak protein yang ditambahkan maka warna beras sagu cenderung berwarna kekuningan. Perubahan warna menjadi kekuningan disebabkan oleh reaksi Maillard yang terjadi selama pengukusan dan pengeringan. Pemanasan bahan yang mengandung protein mengakibatkan terjadinya reaksi Maillard antara gula pereduksi dan asam amino (Li et al., 2013). Penampilan visual beras analog sagu didukung dengan data hasil pengujian warna menggunakan kolorimeter. Analisis warna beras analog dilakukan untuk mengetahui kecerahan berdasarkan nilai L, a, b disajikan pada Tabel 2. Data pada Tabel 2 menunjukkan nilai kecerahan (L) beras analog sagu yang ditambahkan protein berkisar antara 55,15-58,24, tingkat kemerahan 0,37-1,02 dan tingkat kekuningan 12,2713,55. Beras analog yang ditambah protein cenderung lebih cerah dibanding dengan tanpa protein. Peningkatan konsentrasi protein menghasilkan beras analog dengan tingkat kekuningan yang lebih tinggi dibanding tanpa penambahan
A
protein dan beras komersial C4 Delangu masingmasing 9,72 dan 6,49. Hasil pengujian tingkat kekuningan sesuai dengan hasil pengamatan visual bahwa warna beras analog cenderung lebih kuning dengan meningkatnya penambahan protein (Gambar 1). Hasil yang sama dilaporkan oleh Yuwono dan Zulfiah (2015) pada pembuatan beras analog dengan bahan baku tepung mocaf dan maizena yang ditambahkan tepung ampas tahu sebagai sumber protein. Penambahan tepung ampas tahu yang tinggi protein cenderung menghasilkan beras analog yang berwarna kekuningan. Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia beras analog sagu pada variasi penambahan konsentrasi protein secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi penambahan protein sangat nyata pengaruhnya terhadap kadar air beras analog yang dihasilkan. Kadar air cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan protein. Beras analog sagu yang diproses dari pati sagu tanpa penambahan protein memiliki kadar air paling tinggi yaitu 10,35%, sedangkan kadar air terendah pada penambahan protein 10,0%. Nilai kadar air beras analog sagu pada semua perlakuan lebih rendah dibanding beras komersial sebesar 13,21% (Herawati et al., 2014). Penurunan kadar air beras analog sagu seiring dengan peningkatan kadar protein terjadi karena protein cenderung mening-
B
D
C
E
Keterangan: A = penambahan protein 0%, B = penambahan protein 2,5%, C = penambahan protein 5,0%, D = penambahan protein 7,5%, E = penambahan protein 10,0%. Notes: A = addition of protein (0%), B = addition of protein (2,5%), C = addition of protein (5,0%), D = addition of protein (7,5%), E = addition of protein (10,0%).
Gambar 1. Penampilan visual beras analog sagu yang dihasilkan pada variasi penambahan konsentrasi protein. Figure 1. Visual appearance of sago starch-based rice obtained from various addition of concentration of protein.
214
Formulasi Beras Analog Berbahan Pati Sagu (Steivie Karouw et al.)
katkan kapasitas pengikatan air (Chandi dan Sogi, 2007). Molekul-molekul air yang terdapat dalam adonan akan diserap oleh molekul pati. Penetrasi air yang lebih tinggi akan meningkatkan derajat pengembangan produk (Yanniotis et al., 2007). Makin mengembang produk, maka makin rendah nilai kekerasannya (Tabel 4).
dan Saetung, 2010). Beras komersial di Indonesia kadar lemaknya bahkan lebih tinggi mencapai 3,41% (Herawati et al., 2014). Rendahnya kadar lemak beras analog sagu disebabkan karena bahan baku pati sagu yang digunakan hanya mengandung lemak 0,44%. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa variasi penambahan protein sangat nyata pengaruhnya terhadap kadar protein beras analog sagu. Kadar protein meningkat menjadi 2,57% pada penambahan protein 10,0% dibanding tanpa penambahan protein hanya 1,29%. Penambahan protein pada pengolahan beras analog selain meningkatkan nilai gizi produk juga sangat berpengaruh terhadap kekerasan produk. Terbukti peningkatan penambahan protein dapat menurunkan kekerasan produk akhir (Tabel 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi penambahan konsentrasi protein sangat berpengaruh terhadap kadar abu beras analog sagu. Pada perlakuan tanpa penambahan protein, kadar abu hanya 0,39% meningkat menjadi 0,54% dengan penambahan 10,0% protein. Kadar abu beras analog yang dihasilkan pada semua perlakuan penambahan protein hampir sama dengan kadar abu beras komersial (0,56%) dan beras analog dari tepung jagung sebesar 0,52% (Herawati et al., 2014). Penambahan protein berpengaruh terhadap kadar karbohidrat beras analog sagu (Tabel 3). Secara keseluruhan kadar karbohidrat beras analog sagu yang dihasilkan tanpa dan dengan penambahan protein pada semua variasi protein lebih tinggi dibanding kadar karbohidrat beras komersial hanya 79,2%. Hal ini disebabkan karena pati sagu sebagai bahan baku, komponen utamanya adalah karbohidrat mencapai 79,51%.
Tabel 2. Warna (nilai L, a, b) beras analog sagu pada variasi konsentrasi protein. Table 2. Color (value of L, a, b) of sago starch-based rice obtained from various concentration of protein. Warna Color
Jenis beras Type of rice L
a
b
0,0%
50,57
0,65
9,72
2,5%
58,24
0,89
12,91
5,0%
55,15
1,02
13,55
7,5%
58,10
0,38
13,04
56,62 61,25
0,37 0,24
12,27 6,49
91,70
0,52
5,04
Beras analog sagu Sago starch-based analogue rice
10,0% Beras komersial Commercial rice Pati sagu Sago strach
Variasi penambahan protein berpengaruh sangat nyata terhadap kadar lemak beras analog sagu (Tabel 3). Kadar lemak beras analog sagu berkisar 0,49-0,61%. Beras analog sagu yang diolah dari pati sagu tanpa penambahan protein memiliki kadar lemak (0,49%), sedangkan kadar lemak tertinggi pada produk yang diolah dari pati sagu dan ditambahkan 7,5% protein, yaitu 0,61%. Beras komersial memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibanding beras analog sagu. Chinma et al. (2015) melaporkan beras komersial di Nigeria memiliki kadar lemak 1,68-2,33, sedangkan beras komersial di Thailand kadar lemaknya 1,2% (Moongngarm
Kekerasan Kekerasan sangat menentukan stabilitas produk selama penyimpanan dan distribusi. Beras
Tabel 3. Sifat fisikokimia beras analog sagu. Table 3. Physicochemical properties of sago starch-based analog rice. Perlakuan penambahan protein Addition of protein
0,0% 2,5% 5,0% 7,5% 10,0%
Kadar air Water content (%) 10,35 e 8,94 b 9,51 c 9,80 d 8,62 a
Abu Ash (%)
Lemak Fat (%)
Protein Protein (%)
Karbohidrat Carbohydrate (%)
0,39 a 0,43 b 0,47 c 0,47 c 0,54 d
0,49 a 0,56 a 0,58 a 0,61 a 0,56 a
1,29 a 1,66 b 2,01 c 2,22 c 2,57 d
87,55 b 88,62 c 87,43 b 86,87 a 87,57 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. Note: Numbers followed by the same letter at the same column are not significantly difference at 5% of DMRT.
215
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 211 - 217
analog dapat diproses menggunakan bahan berpati dan diharapkan memiliki kekerasan yang hampir sama dengan beras sosoh (Gultom et al., 2014). Nilai kekerasan beras analog sagu yang dihasilkan pada variasi penambahan konsentrasi protein disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kekerasan beras analog sagu pada variasi konsentrasi protein. Table 4. Texture of sago starch-based rice obtained from various concentration of protein. Jenis beras Type of rice
Beras analog sagu Sago starch-based rice
Beras komersial Commercial rice
Penambahan protein Addition of protein (%) 0,0
Kekerasan Texture (N)
Rasio pati sagu : air sebesar 1:3 merupakan rasio terbaik untuk menghasilkan beras analog sagu. Pada rasio tersebut pati sagu dapat tergelatinisasi sempurna dan menghasilkan adonan yang dapat dicetak dengan hasil akhir beras analog sagu yang memisah sempurna atau tidak lengket. Penambahan protein sebesar 2,5% menghasilkan beras analog sagu yang memiliki kekerasan hampir sama dengan beras komersial. Komposisi beras analog yang diformulasi dengan kondisi tersebut, yaitu kadar air (8,94%), abu (0,43%), lemak (0,56%), protein (1,66%) dan karbohidrat (88,62%).
9,24
2,5
4,22
5,0
3,03
7,5
2,18
10,0
0,90 4,21
Berdasarkan data pada Tabel 4 terlihat bahwa kekerasan beras analog sagu menurun dengan meningkatnya penambahan protein. Kekerasan beras komersial C4 Delangu sebesar 4,21 N, hampir sama dengan beras analog sagu yang diformulasi dengan penambahan protein sebanyak 2,5%. Nilai kekerasan tertinggi sebesar 9,24 N (tanpa penambahan protein) dan menurun secara tajam pada penambahan protein 2,5% (4,22 N). Kekerasan beras sagu menjadi 0,9 N pada penam-bahan protein 10,0%. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kandungan protein cenderung meningkatkan kapasitas pengikatan air. Molekul-molekul air yang terdapat dalam adonan diserap oleh molekul-molekul pati. Penetrasi air yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya proses gelatinisasi. Apabila gelatinisasi berlangsung sempurna maka akan meningkatkan derajat pengembangan produk. Kekerasan akan menurun seiring dengan mengembangnya produk (Karouw, 2013; Yanniotis et al., 2007). Berdasarkan hasil yang diperoleh, penambahan protein sebesar 2,5% menghasilkan beras analog sagu yang memiliki kekerasan hampir sama dengan beras komersial. Komposisi kimia beras analog yang diformulasi dengan kondisi tersebut yaitu kadar air (8,94%), abu (0,43%), lemak (0,56%), protein (1,66%) dan karbohidrat (88,62%).
216
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of AOAC International Vol. III, Association of Official Analytical Chemists. Maryland Carlstedt, J., J. Wojtasz, P. Fyhr dan V. Kocherbitov. 2015. Understanding starch gelatinization: the phase diagram approach. Carbohydrate Polymers 129: 62-69. Chandi, G.K. dan D.S. Sogi. 2007. Functional properties of rice brand protein concentrates. Journal of Food Engineering 79: 592-597. Chinma, C.E., J.C. Anuonye, O.C. Simon, R.O. Ohiare dan N. Danbaba. 2015. Effect of germination on the physicochemical and antioxidant characteristic of rice flour from three varieties from Nigeria. Food Chemistry 185: 454-458. Diarrassouba, F., G. Garrait, G. Remondetto, P. Alvarez, E. Beyssac dan M. Subiraed. 2015. Food protein-based microspheres for increased uptake of vitamin D3. Food Chemistry 173: 1066-1072. Flach, M., 1997. Sago Palm Metroxylon sagu Rottb. IPGRI, Rome. Gultom, R.J., Sutrisno dan S. Budijanto. 2014. Optimasi proses gelatinisasi berdasarkan respon surface methodology pada pencetakan beras analog dengan mesin twin roll. Jurnal Pascapanen 11(2): 67-79. Herawati, H., F. Kusnandar, D.R. Adawiyah dan S. Budijanto. 2014. Thermal characteristic and state diagram of extruded instant artificial rice. Thermochimica Acta 593: 50-57. Karouw, S. 2013. Produk ekstrusi berbahan tepung jagung, tepung beras dan konsentrat protein krim kelapa. Buletin Palma 13(2): 66-73.
Formulasi Beras Analog Berbahan Pati Sagu (Steivie Karouw et al.)
Li, Y., F. Zhong, W. Ji, W. Yokoyama, C.F. Shoemaker, S. Zhu dan W. Xia. 2013. Functional properties of maillard reaction products of rice protein hydrolisates with mono-, oligo- and polysaccharides. Food Hydrocolloids 30: 53-60. Miller, D.D. dan R.M. Welch. 2013. Food system strategies for preventing mocronutrient malnutrition. Food Policy 42: 115-128. Moongngarm, A. dan N. Saetung. 2010. Comparison of chemical and bioactive compounds of germinated rough rice and brown rice. Food Chemistry 122: 782-788. Nafchi, A.M., A.K. Alias, S. Mahmud dan M. Robal. 2012. Antimicrobial, rheological, and physicochemical properties of sago starch films filled with nanorod-rich zinc oxide. Journal of Food Engineering 113: 511-519.
Polnaya, F.J., Haryadi, D.W. Marseno. 2008. Caharacteristics of Hydroxypropylated and Acetylated Sago Starches. Sago Palm 16: 8594. Yanniotis, S., A. Petraki and E. Soumpasi. 2007. Effect of pectin and wheat fibers on quality attributes of extruded cornstarch. Journal of Food Engineering 80 : 594-599. Yuwono, S.S. dan A.A. Zulfiah, 2015. Formulasi beras analog berbasis tepung mocaf dan maizena dengan penambahan CMC dan tepung ampas tahu. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(4): 1465-1472.
217