ANALOGUE PHOTOGRAPHER CENTER Geovani Dilla 17308028
Drs. Prabu Wardono, S.Ds, Ph.D
Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email :
[email protected]
Kata Kunci : Photography; Analogue Camera; Lomo.
Abstrak Meningkatnya penggunaan media fotografi dalam berbagai kegiatan, serta munculnya klub – klub terkait dalam bidang tersebut menunjukkan tingginya perkembangan dalam dunia fotografi pada masa ini. Perkembangan kamera dalam fotografi pun telah terjadi dengan cepat, dimulai sejak era kamera analog, yang kemudian berevolusi menjadi digital. Peralihan fotografi ke era digital ini menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Setiap fenomena menimbulkan fenomena lainnya, dalam hal ini fenomena digital fotografi menyebabkan terlahirnya fenomena analog fotografi. Analog fotografi berkembang menjadi sebuah budaya urban yang banyak dilirik oleh masyarakat pada masa kini. Berdasarkan perkembangan yang terjadi, di Indonesia sendiri jumlah penggemar fotografi semakin tinggi dan kepemilikan seseorang terhadap kamera sudah menjadi sesuatu yang umum,khususnya kamera analog (re:lomo). Bahkan dapat dikatakan sebagai sebuah lifestyle, namun pada beberapa kalangan tertentu kepemilikan akan kamera bukan hanya sebagai gaya hidup saja, tetapi juga menjadi sebuah alat untuk menyalurkan kreativitas dan ekspresi mereka. Sayangnya sarana fotografi yang tersedia masih sangat minim dan terbatas pada jasa pembelian dan perbaikan saja. Melihat tingginya apresiasi masyarakat Indonesia terhadap fotografi,khususnya fotografi analog, pengadaan fasilitas untuk bidang kamera menjadi cukup penting keberadaannya, agar masyarakat dapat memperoleh edukasi dan informasi mengenai kamera. Fasilitas ini pun berfungsi untuk menunjukkan kreativitas dan bakat anak muda Indonesia dalam bidang fotografi melalui karya – karya fotonya kepada masyarakat umum..
Abstract The increasing use of photographic media in a variety of activities, as well as the emergence of the club - the club is involved in the field showed high growth in the world of photography at this time. The development of the photographic camera also has occurr ed rapidly, beginning the era of analog cameras, which later evolved into digital. Transition photography into the digital age poses many pros and cons in the community. Every phenomenon raises other phenomena, in this case the phenomenon of digital photography led to the phenomenon of replacement for analog photography. Analog photography developed into an urban culture that many ogled by the public today. Based on the developments, in Indonesia alone the higher number of photography enthusiasts and ownership of one of the cameras have become common, especially analog cameras (re: lomo). It can even be said to be a lifestyle, but in some certain circles ownership of the camera is not just a lifestyle, but also becomes a tool to channel their creativity and expression. Unfortunately the available means of photography is still very minimal and limited to the purchase of services and repairs only. Seeing the high appreciation of the people of Indonesia to photography, analog photography in particular, provision of facilities for the field of the camera to be quite important, so that people can get education and information about the camera. This facility also serves to demonstrate the creativity and talent of young people of Indonesia in the field of photography through the work - the work of his picture to the public .
1. Pendahuluan Latar Belakang Setiap fenomena dapat menimbulkan fenomena lainnya, fenomena digital fotografi menimbulkan fenomena terlahirnya analog fotografi. Analog fotografi sendiri bukan hanya sekedar teknik dan aliran dalam dunia fotografi, tetapi juga merupakan sebuah budaya urban yang pada masa ini banyak sekali dilirik oleh masyarakat pada umumnya. Dimana aktivitasnya timbul akibat pertemuan budaya digital modern dan interest yang jenuh akan apa yang sudah ada. Budaya ini tumbuh dan menyesuaikan diri pada ruang-ruang publik. Berdasarkan perkembangan tersebut, kepemilikan seseorang akan kamera analog di masa sekarang ini bukanlah hal yang aneh lagi. Bahkan menurut mereka, kamera sudah menjadi sebuah benda penting yang wajib untuk dimiliki dan dibawa kemana saja untuk mengabadikan moment yang mereka lalui. Namun pada beberapa kalangan tertentu, kamera bukan hanya sekedar sarana untuk mendokumentasikan semata tetapi sudah menjadi alat untuk menyalurkan kreativitas dan ekpresi mereka, tak jarang dari mereka melihatnya sebagai sebuah prospek yang cerah,yang bila dikembangkan dengan baik dapat dijadikan sebuah karir. Sayangnya sarana fotografi yang berfungsi sebagai media berekspresi dan menampung kreativitas para komunitas masih sangat sedikit. Hal ini tidak seimbang dengan perkembangan fotografi dan kebutuhan manusia sendiri terhadap 1 Analogue Photographer‟s Center
sarana fotografi, sehingga akhirnya bakat-bakat dan potensi yang dimiliki tidak dapat terealisasikan dan berkembang dengan baik. Informasi-informasi dan pengetahuan terhadap kamera masih sangat sulit untuk didapat. Nyatanya di Indonesia, fasilitas yang tersedia untuk kamera hanyalah sebatas untuk pembelian saja,jasa untuk perbaikan pun terbatas untuk kamera yang memiliki brand ternama. Melihat perkembangan yang cenderung meningkat pada penggunaan kamera analog serta keterkaitannya dengan bidang-bidang IPTEK lainnya, maka ada banyak sekali kebutuhan serta keinginan untuk mengikuti perkembangan tersebut. Kebutuhan-kebutuhan tersebut antaralain seperti tersedianya suatu fasilitas untuk menampung para komunitas pengguna kamera analog (Lomography), juga suatu wadah yang yang membuat masyarakat umum dapat turut serta mempelajari dan menampung kegiatan-kegiatan dalam bidang fotografi, seperti : pameran, informasi, pendidikan, eksperimen, diskusi, jasa dan pelayanan, serta promosi yang tentunya dapat bermanfaat bagi si pemakai bangunan pada khususnya dan juga mampu menunjang laju pembangunan daerah setempat pada umumnya.
Latar Belakang Khusus Lomography menghasilkan sebuah karya foto yang jauh berbeda dibandingkan dengan kamera digital. Feel yang tercipta ketika melihat hasil foto lomo pun akan berbeda dengan melihat hasil foto digital. Dalam kasus ini diperlukan sebuah perancangan ruang dan sistem display yang kreatif dan inovatif, sehingga pengguna/pengunjung dapat menikmati dan merasakan sensasi lomo dalam setiap hal yang berada pada fasilitas perancangan.
Isu/Masalah yang diangkat Bagaimana memaksimalkan sebuah ruang interior sehingga dapat membuat penggunanya merasakan sensasi dan efek – efek dari kamera analog, bagaimana meningkatkan minat masyarakat terhadap kamera, khususnya lomo, serta bagaimana memberikan kenyamanan yang maksimal bagi pengguna fasilitas. Batasan Masalah Pembahasan masalah ditujukan pada perencanaan sebuah sarana edukasi dan informasi mengenai kamera,khususnya kamera analog di kota Bandung, kurangnya perhatian dan apresiasi terhadap kebutuhan umum dan khusus bagi para pengguna kamera analog, target market dari fasilitas ini adalah kalangan anak muda hingga dewasa, yang berusia 17 – 25 tahun. Tujuan Perancangan fasilitas Analog Photographer Center bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang gemar terhadap kamera yang bersifat informatif dan edukatif, dan menjadi sebuah wadah untuk menampung komunitas Lomography untuk berkumpul dan berinteraksi satu sama lain.Sehingga pada akhirnya, fasilitas ini diharapkan dapat membuat masyarakat banyak yang sebelumnya tidak mengetahui apa – apa mengenai kamera, khususnya kamera lomo menjadi tertarik dan dapat merasakan sensasi serta keunikan yang dimiliki oleh kamera tersebut.
2. Proses Studi Kreatif Ide dasar perancangan Analog Photographer‟s Center berasal dari eksistensi kamera analog yang tidak lekang oleh waktu dan tetap dapat bertahan di era yang sudah serba digital seperti sekarang ini. Lomo maupun Lomography bukan hanya sekedar aliran, jenis kamera, maupun perkumpulan komunitas melainkan telah menjadi sebuah budaya urban yang banyak dilirik oleh masyarakat. Kamera lomo merupakan kamera berbasis analog yang memiliki tampilan modern yang dibuat beranekaragam dan memiliki sensasi artistik. Sedangkan sensasi artistik lomo terletak pada efek yang ditampilkan di setiap hasil fotonya. Efek ini didapat dari kamera Lomo sendiri (setiap kamera memiliki efek yang berbeda) dan juga film yang digunakan karena turut berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan Dari ide dasar tadi, maka muncullah sebuah konsep desain, yaitu Urban Pop Hal yang membedakan kamera digital dengan kamera analog adalah proses yang terjadi Tema perancangan yang digunakan pada fasilitas ini adalah “Darkroom and The Art of Lomography”, dengan pengertian menciptakan suatu suasana dimana penggunanya dapat merasakan sensasi artistik dari Lomography. Konsep umum yang dipilih , didasari untuk menunjukkan karakter yang dimiliki oleh lomografi yaitu, unik, penuh kejutan, ekspresif, tidak formal, penuh warna, interaktif dan bersifat bebas karena kecenderungannya untuk tidak mengikuti aturan – aturan yang berlaku. Sehingga, sifat yang ingin dimunculkan pada aspek ruang adalah : Dinamis Fun Ringan 2 Analogue Photographer‟s Center
Friendly
Konsep Sirkulasi Pola sirkulasi yang diterapkan pada fasilitas ini adalah sirkulas linear. Bertujuan agar sirkulasi pengguna fasilltas lebih terarah dari satu ruang ke ruang lain, tanpa melewatkan segala informasi yang terdapat di dalamnya.
Konsep Bentuk Bentuk yang digunakan dalam perancangan ini adalah penggabungan antara bentuk – bentuk dinamis dan geometris. Bentuk – bentuk dinamis seperi lingkaran, lengkung, dan bentuk tidak bersudut mencerminkan sifat dari lomografi yang fleksibel, bebas, santai dan tidak formal. Sedangkan geometris diambil dari karakter kamera lomo untuk menunjukkan segi ketegasan dan menyeimbangkan bentuk – bentuk dinamis yang akan diterapkan.
Bentuk Dinamis
Bentuk Geometris
Konsep Warna Lomografi memiliki karakter penuh warna, selain dari karakter lomografi sendiri, keanekaragaman warna dapat dilihat dari hasil karya foto yang dihasilkan dan juga tampilan kamera yang tersedia dalam berbagai macam warna. Pengaplikasian berbagai macam warna sesuai dengan karakter lomo pada perancangan ruang, bertujuan untuk merangsang kreativitas pengguna dalam bereskpresi dan juga agar pengujung dapat merasakan karakter kamera – kamera lomo.
Konsep Material Material yang dipakai pada fasilitas ini adalah material yang mudah untuk dibersihkan, dapat mewujudukan sifat ruang yang ingin dicapai, seperti dinamis ; fun ; ringan ; dan friendly, serta sesuai dengan konsep perancangan, yaitu pop. Dan yang terpenting, material yang diterapkan memiliki tingkat durabilitas dan kenyaman yang baik.
Konsep Display
3 Analogue Photographer‟s Center
Berdasarkan fasilitasnya, terdapat beberapa sistem display yang akan digunakan, guna mempermudah pengunjung dalam memperoleh informasi dan memiliki story line. Pembagian display tersebut terbagi menjadi 4 macam, yaitu : Narasi Audial, Narasi Diorama, Narasi Artefak, dan Narasi Visual. Konsep Pencahayaan Sama halnya dengan pencahayaan alami, pencahayaan buatan pun diperlukan untuk beberapa ruang pada fasilitas Analog Photographer‟s Center untuk memenuhi standar pencahayaan yang dibutuhkan ruang tersebut. Pencahayaan buatan khusus diperlukan pula untuk menciptakan kesan ruang yang imajinatif dan kreatif. Konsep Penghawaan Lokasi fasilitas yang berada di Bandung memberikan keuntungan sendiri terhadap penghawaan alami yang akan diterapkan. Namun pada beberapa ruang yang memiliki standar kebutuhan suhu udara khusus, akan diterapkan pemakaian air conditioner. Konsep Akustik Pengendalian suara dibagi berdasarkan sumber suara yaitu dari luar bangunan dan dalam bangunan. Untuk mengendalikan suara dari luar bangunan, maka digunakan tanaman vegetasi dan penggunaan fix window di setiap ruang dalam untuk meredamnya. Sedangkan untuk mengendalikan kebisingan dari dalam bangunan, digunakan material – material yang bersifat meredam pada bagian dalam interior seperti lantai, dinding, maupun partisi dan juga langit – langit ruangan. Penggunaan bahan akustik ini bersifat aman dan mudah perawatannya.
3. Hasil Studi dan Pembahasan Dalam perancangan fasilitas edukatif dan informatif mengenai kamera ini, tema yang diterapkan pada desain interior ruang merupakan darkroom & the art of lomography. Tema tersebut direalisasikan dengan menampilkan suasana gelap seperti berada di dalam darkroom dengan sentuhan kejutan dari efek – efek lomo. Untuk menunjukkan tema itu pun dipilih Urban Pop yang memiliki karakter modern, ringan, fun, dinamis, dan friendly.
Pembagian ruang pada fasilitas ini didasari oleh pertimbangan hierarki kegiatan dan informasi yang dibutuhkan, yang semakin lama sifatnya semakin klimaks. Klimaks disini memiliki artian perancangan ruang interior yang menunjukkan lomo secara utuh. Pembagian area yang dipilih sebagai desain khusus pada perancangan ini adalah area kegiatan utama yang menunjukkan klimaks dari perancangan, yaitu Galeri pamer tetap, area pamer karya temporer, dan Concept Store. Bentuk yang akan diterapkan pada perancangan fasilitas, adalah bentuk – bentuk dinamis dan geometris yang mempresentasikan karakter kamera lomo. Bentuk – bentuk tersebut diaplikasikan pada furniture, ceiling treatment, dan wall treatment. Untuk penerapan warna pada perancangan ruang, digunakan dua jenis kategori warna, yaitu wrna general dan warna accent. Warna general bersifat mendominasi seluruh aspek ruang, yang diwujudkan dengan gradasi dari hitam ke putih, dimaksudkan agar materi ruang seperti koleksi pamer tidak „tenggelam‟ oleh ruang interior. Lalu yang kedua, adalah warna accent,warna yang dipilih ada pink, biru, hijau, dan jingga yang merupakan warna dengan saturasi tinggi sebagai 4 Analogue Photographer‟s Center
wujud dari warna –warna yang dihasilkan oleh kamera lomo. Warna – warna ini diterapkan pada furniture, elemen dekoratif, lighting effects, dan ceiling treatment. Material yang akan diterapakan merupakan material – material yang sesuai dengan konsep urban pop dan dapat mewujudkan sifat - sifat ruang yang diinginkan. Material yang digunakan antara lain adalah : Stainless, Concrete, Parquette, Linoleum. Perancangan furniture lebih diutamakan ke arah fungsinya untuk mendukung display di area ruang pamer serta desain yang ringan dan simpel untuk menunjang ruangan di sekitarnya. Pada area pamer seperti Lmography Gallery Store dan 10 Golden rules territory, mayoritas furniture yang digunakan adalah fixed furniture. Hal ini guna menjaga keamanan dari barang pamer dan agar tidak merusak layout yang telah dibuat sehingga dapat mengoptimalkan fungsi ruang. Sedangkan selain pada ruang pamer, penerapannya dilakukan loose furniture untuk mempermudah mobilitas barang. Karena mengusung tema Darkroom, maka sebagian besar pencahayaan terutama di area pamer diterapkan pencahayaan buatan menggunakan lampu halogan yang memiliki UV filter dengan track –track lampu yang dapat diadjust sesuai kebutuhan koleksi pamer. Selain itu ada juga penggunaan decorative lighting untuk membangun ambience ruangan yang bersifat iajinatif sekaligus berfungsi sebagai sign system pada sirkulasi. Untuk pengkondisian udara dalam fasilitas ini, digunakan penghawaan buatan dengan bantuan air conditioning. Jenis AC yang akan digunakan pada fasilitas ini adalah AC ducting split / central agar pendistribusian udara dapat menyebar secara merata. Pengolahan penghawaan dilakukan dengan menerapkan centralized air conditioner pada ruang – ruang khusus seperti area pamer foto, studio foto, dan darkroom yang membutuhkan ruangan bersuhu 18-20ºC dengan tingkat kelembaban 50-55%. Pada ruangan yang tidak memerlukan pengkondisian suhu ruang secara khusus, diterapakan sistem penghawaan alami. Pengolahan akustik diterapkan pada semua ruangan yang dimaksudkan untuk mengurangi kebisingan yang timbul, baik dari dalam maupun dari luar bangunan. Perancangan akustik pada fasilitas ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu biasa dan khusus. Untuk pengolahan biasa menggunakan material – material yang dapat meredam suara seperti gypsum board. Diaplikasikan pada area sirkulasi, publik, dan penyimpanan. Untuk pengolahan khusus, diterapkan pada ruang – ruang yang dapat menimbulkan kebisingan cukup tinggi namun membutuhkan kebisingan dari luar yang sangat rendah agar dapat berkonsentrasi penuh pada aktivitas yang dilakukan di dalam ruang, ruang pamer, workshop dan perpustakaan. Adapun pengolahan khusus yang dilakukan adalah selain menggunakan material yang dapat meredam, juga mengaplikasikan accoustic panel sebagai wall treatment. Alat keamanan yang digunakan merupakan alat keamanan standar berupa sprinkler, smoke detector, hydrant, fire extinguisher, alarm, CCTV dan jasa manusia yaitu petugas keamanan. Pemasangan CCTV diterapkan pada setiap akses sirkulasi untuk memantau keadaan ruangan. Untuk mencegah karya koleksi dari kemungkinan berbagai bahaya yang disebabkan oleh pengunjung, maka barang – barang tersebut diletakkan pada vitrin kaca dan terdapat perbedaan pola lantai dan ketinggian untuk memberikan efek psikologis pengunjung agar tidak terlalu mendekati karya
4. Penutup / Kesimpulan Analog Photographer‟s memiliki fungsi sebagai wadah untuk sebuah komunitas kamera analog bersosialisasi. Di samping itu, fasilitas ini pun bertujuan untuk melayani masyarakat dan menjadi sebuah sarana informatif dan edukatif yang berguna untuk memperkenalkan tentang kamera analog kepada masyarakat luas. Lomografi merupakan sebuah bagian dari fotografi analog yang menggunakan kamera khusus yang bernama LOMO. Pengguna kamera analog ini terdiri dari berbagai latar belakang yang berbeda dan terkumpul dalam sebuah komunitas yang dinamakan Lomonesia. Dari segi keberadaannya, fasilitas seperti Analog Photographer‟s Center yang berfungsi untuk memfasilitasi aktivitas suatu komunitas tertentu dan juga sebagai sarana informatif dan rekreatif bagi para pengunjung non-komunitas masih belum terdapat di Indonesia. Kebanyakan fasilitas yan ada tidak bersifat multifungsi dan hanya menampung satu aktivitas yang berlangsung. Untuk itu pada penelitian ini perlu dilakukan survey kasus sejenis baik di dalam maupun luar negri. Setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda dan perlu untuk diketahui sedini mungkin agar dapat diasah untuk menjadi diri yang lebih matang di kemudian hari. Untuk mencapainya, hal ini dapat didukung dengan menyediakan fasilitas yang memadai bagi kelancaran pembelajaran anak dengan memperhatikan penggunaan dari otak kiri. Karakter serta kebutuhan anak yang berbeda dengan orang dewasa menjadi tantangan dalam menciptakan sebuah desain yang 5 Analogue Photographer‟s Center
dapat merangsang kreatifitas agar anak dapat berkarya dan mengekspresikan dirinya secara maksimal. Pengaplikasian interior dengan bentuk-bentuk yang familiar dengan lingkungan bermain anak-anak diharapkan dapat membuat anak merasa nyaman dan juga betah berada pada fasilitas tersebut.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Mata Kuliah Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh Drs. Prabu Wardono, S.Ds,
Ph.D
Daftar Pustaka Tjahjadi, Sunarto. Data Arsitek, Jilid 1-2, edisi 33. Jakarta : Penerbit Airlangga Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3. Jakarta : Balai Pustaka. 1993 Julius P, dan Martin Z . Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta : Penerbit Erlangga Daniel Rubinstein, and Katrina, S “A Life More Photographic : Mapping the network image” Albert P, and Nowak, M “Lomography : Snapshot Photography in the age of digital simulation” Chanaey, david. 2003. Life Styles. Sebuah Pengantar Komprehensif. Penerjemah : Nuraeni. Yogyakarta : Penerbit Jalasutra Ted E. White, club operation and management, florida International university Ibrahim, Indi Subandy. Tt. Lifestyle Ectasy : Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Jalasutra http://www.wikipedia.com/ http://www.lomography.com http://www.lomonesia.multiply.com/
6 Analogue Photographer‟s Center