Formulasi Tepung Sukun, Pasta Sawi, Tomat dan Kulit Buah Naga pada Pembuatan Mie Basah SS. Antarlina Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jalan Raya Karangploso Km 4 Malang E-mail:
[email protected] Abstrak Mie merupakan jenis pangan yang sangat digemari berbagai kalangan masyarakat, karena rasanya enak dan dapat dikonsumsi menjadi bermacaam-macam jenis sajian. Pada umumnya mie dari bahan utama terigu, namun saat ini telah berkembang mie dari tepung lain sebagai substitusi terigu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan mie basah dari formulasi campuran tepung sukun (Artocarpus communis), pasta sawi (Brassica Juncea L), tomat (Solanum lycopersicum L), dan kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus). Rancangan percobaan acak kelompok, diulang tiga kali. Perlakuan adalah = 100% terigu, 90 % terigu + 10% tepung sukun; 80% terigu + 20% tepung sukun, masing-masing ditambah 30% pasta sawi, tomat, dan pasta kulit buah naga. Pembuatan mie basah dari campuran terigu, tepung sukun dan pasta sawi/tomat/kulit buah naga. Kemudian dilakukan analisa fisik, kimia dan uji organoleptik menggunakan metode Hedonic. Hasil menunjukkan bahwa kadar protien mie basah menurun sejalan dengan peningkatan konsentrasi tepung sukun, yaitu mie sawi dari 5,61% menjadi 5,21%, mie tomat 5,71% menjadi 4,84%, dan mie buah naga 7,16% menjadi 5,49%. Kadar lemak bervariasi dari 0,24—2,00%, kadar serat kasar 1,04—2,22%, dan 130,54—170,12 kalori. Mie tomat meningkatkan kadar serat mie dan nilai kalori, serta intensitas warna. Secara umum mie goreng disukai, dengan nilai 3,17—3,43. Rendemen mie basah 154,33—177,00%. Peningkatan konsentrasi tepung sukun hingga 20% tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan mie goreng. Kata kunci: kulit buah naga, mie basah, pasta sawi, tepung sukun, tomat, sifat fisik, sifat kimia, uji organoleptik. Pendahuluan Di Indonesia, buah sukun (Artocarpus communis), daun sawi hijau, dan buah tomat dikonsumsi dalam bentuk olahan sederhana, sedangkan kulit buah naga belum dimanfaatkan dan dibuang. Komoditas tersebut tergolong mudah rusak, sehingga usaha pengolahan diperlukan guna memperpanjang daya simpannya. Upaya untuk meningkatkan daya guna dan nilai ekonomi komoditas tersebut, dapat dilakukan melalui peningkatan keanekaragaman jenis produk olahannya. Salah satu produk buah sukun adalah bentuk tepung. Dari beberapa hasil penelitian tepung sukun dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk olahan sebagai tepung substitusi antar lain dalam pebuatan mie (Sukandar, et al., 2014). Guna peningkatan kualitas mie substitusi tepung sukun dapat diformulasikan dengan penambahan pasta sawi hijau dan buah tomat, serta kulit buah naga. Komoditas ini dapat memperkaya kandungan antioksidan dan komponen bioaktif mie sukun. Sawi hijau (Brassica Juncea L.) merupakan salah satu komoditas sayur sumber antioksidan flavonoid, indoles, sulforaphane, karoten, lutein dan zeaxanthin. Indoles, terutama diindolyl-metana (DIM) dan sulforaphane memiliki manfaat nyata dalam melawan prostat dan kanker berdasarkan penghambatan pertumbuhan sel kanker, serta efek sitotoksik pada sel kanker. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta menghambat peroksida lipid pada makanan (Sunarni, 2005).
1056
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Buah tomat (Solanum lycopersicum L.) mengandung zat alami yang membantu mengurangi kolesterol darah dan trigliserida serum. Likopen merupakan pigmen utama dalam buah tomat. Likopen sebagai antioksidan sangat bermanfaat untuk kesehatan yaitu menurunkan resiko terserang berbagai penyakit kronis (Kailaku, et al., 2007; Stahl dan Sies, 1992). Penelitian Thompson et. al., (2000) menunjukkan bahwa kultivar, tingkat kematangan dan perlakuan pemanasan berpengaruh terhadap kandungan likopen pada buah tomat. Kultivar yang memiliki kandungan likopen tertinggi adalah Equinox dan FL7692D (5550 dan 5786 µg/100 g), dan yang terendah adalah 97E212S (2622 µg/100 g). Buah naga merupakan sumber vitamin C tinggi, yaitu 10 sampai 12% dari total kebutuhan harian yang direkomendasikan (Jayanti, 2010). Buah naga juga mengandung vitamin B1, B-2 dan B-3, yang merupakan vitamin esensial sangat penting bagi tubuh. Vitamin B-3 dalam buah naga akan membantu untuk mengurangi kadar kolesterol tinggi dalam darah dan meningkatkan kesehatan kulit. Manfaat lain buah naga bisa menjadi alternatif sebagai pewarna makanan merah non kimia (Simanjuntak, et al., 2014). Buah naga merah memiliki warna merah yang sangat menarik yang disebut antosianin. Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling banyak tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna, ungu, dan biru dalam bunga, daun, dan buah pada tumbuhan tingggi (Tensiska, dkk., 2006; Waladi, 2015). Warna merah yang dihasilkan oleh pigmen yang bernama anthosianin seperti cyanidin-3-sophoroside, dan cyanidin-3-glucoside (Puspawati, 2013). Mie merupakan jenis pangan yang mempunyai peran penting bagi masyarakat umum. Mie dipasaran berbahan baku terigu, sedangkan mie sukun dibuat dari bahan baku tepung komposit sukun dengan terigu. Pada pembuatan mie diperlukan tepung yang mempunyai kadar gluten tinggi yang terdapat pada terigu, sedangkan tepung sukun rendah gluten. Fungsi terigu adalah membentuk struktur karena gluten bereaksi dengan karbohidrat. Pembuatan mie sukun dengan penambahan zat pewarna alami, sehingga menghasilkan mie sukun dengan warna yang menarik dan cita rasa yang berbeda (khas). Bahan yang ditambahkan berupa pasta sawi hijau, tomat, dan kulit buah naga. Sawi hijau mengandung klorofil yang bisa menimbulkan warna hijau pada mie sukun, buah tomat menghasilkan warna kuning, dan kulit buah naga memberi warna merah. Sehingga diharapkan mie sukun ini mempunyai nilai gizi tinggi dan disukai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan mie basah dari formulasi campuran tepung sukun (Artocarpus communis), pasta daun sawi hijau (Brassica Juncea L), pasta buah tomat (Solanum lycopersicum L), dan pasta kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus). Metodologi Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Timur, Balitbangtan. Bahan penelitian adalah buah sukun, daun sawi hijau, buah tomat, kulit buah naga, terigu, telur ayam, garam, dan bahan-bahan kimia untuk analisis. Rancangan percobaan acak kelompok, 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari kombinasi janis dan pasta dengan berbagai konsentrasi pada pembuatan mie basah komposit tepung sukun dengan terigu (Tabel 1). Dilakukan analisa fisik dan kimia terhadap mie basah, serta uji organoleptik (metode Hedonic) terhadap mie basah yang diolah menjadi mie goreng. Tabel 1. Formulasi pada pembuatan mie basah
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1057
No
Kode
Pasta
Tepung Sukun
Terigu
1 2
A B
S-0 S-10
Sawi hijau 30% Sawi hijau 30%
0% 10 %
100 % 90 %
3 4
C D
S-20 T-0
Sawi hijau 30% Tomat 30%
20 % 0%
80 % 100 %
5
E
T-10
Tomat 30%
10 %
90 %
6 7
F G
T-20 N-0
Tomat 30% Kulit buah naga 30%
20 % 0%
80 % 100 %
8 9
H I
N-10 N-20
Kulit buah naga 30% Kulit buah naga 30%
10 % 20 %
90 % 80 %
Pembuatan Tepung Sukun Sortasi atau pemilihan buah sukun yang masih keras tapi sudah cukup tua (mengkal), kemudian dibelah menjadi 4-5 bagian. Pengupasan kulit buah sukun, membuang bagian tangkai, membuang biji/pulp, dan membuang bagian rusak/memar/busuk. Setelah pengupasan direndam dalam air untuk mencegah rekasi pencoklatan, sementara menunggu proses selanjutnya. Adapun perendaman dalam air harus dilakukan hingga seluruh bagian buah sukun tersebut terendam dalam air. Pengirisan buah sukun menggunakan alat pengiris dan hasil irisan segera direndam air. Selanjutnya penirisan irisan buah sukun, penghamparan, dan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 24 jam. Selanjutnya penepungan dan pengayakan dengan ukuran 80 mesh (Hakim, et al., 2015). Pembuatan Pasta Sawi, Tomat, dan Kulit Buah Naga Sortasi sawi hijau, buah tomat dan kulit buah naga, dipilih sayur/buah yang penampakan fisiknya baik sehingga dapat menghasilkan pasta yang baik pula. Sawi hijau digunakan bagian daun yang segar dan bagian batang dibuang, buah tomat dibuang bagian biji dan kulit arinya, kulit buah naga digunakan bagian dalam dan kulit luar dibuang. Kemudian dilakukan pemblansingan (pengukusan) selama 5 menit setelah air mendidih. Blansing bertujuan untuk melunakkan jaringan dan menginaktifkan enzim, serta mempertahankan warna agar tetap cerah. Setelah proses pemblansingan, dilakukan penghalusan menggunakan blender tanpa penambahan air (Billina, et al., 2014). Pembuatan Mie Basah Tahap awal pembuatan mie adalah pencampuran semua bahan-bahan yaitu: terigu, telur, tepung sukun, dan pasta sawi/tomat/kulit buah naga (sesuai perlakuan Tabel 1). Dilanjutkan dengan pembuatan adonan hingga semua bahan tercampur merata dan terbentuknya tekstur adonan tertentu. Pada pengadonan faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperatur. Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai adonan tertentu agar dapat dicetak menjadi lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis. Proses
1058
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
pembentukan lembaran dilakukan menggunakan alat pencetak mie (roll press) yang digerakkan tenaga manual. Selanjutnya lembaran dilakukan pencetakan (pemotongan) menjadi mie. Pemasakan dengan cara merebus mie dari hasil pencetakan selama 3-5 menit setelah air mendidih, mie diangkat setelah mengapung di permukaan. Mie segera dimasukkan ke dalam air dingin, setelah dingin dilakukan penirisan dan diberi sedikit minyak diaduk hingga merata agar mie tidak lengket, mie basah siap diolah lebih lanjut (Astawan, 2006). Hasil dan Pembahasan Sifat Fisik Mie Basah Sifat fisik mie basah formulasi pasta sayur/buah dengan komposit tepung sukun disajikan pada Tabel 2. Intensitas warna mie basah dinyatakan sebagai L adalah tingkat kecerahan, nilainya dari 0 (gelap) hingga 100 (putih/cerah). Nilai a berkisar dari warna hijau (-100) hingga merah (+100), dan nilai b berkisar dari biru (-100) hingga kuning (+100). Tingkat kecerahan mie basah dinyatakan berbeda pada berbagai perlakuan, nampak bahwa mie basah formulasi pasta tomat dan kulit buah naga relatif lebih cerah dibandingkan mie basah dari pasta sawi hijau. Mie basah tanpa penambahan pasta tomat dinyatakan paling cerah nilai L adalah 63,9, sedangkan warna mie basah yang paling gelap adalah dari formulasi pasta sawi hijau dengan nilai L adalah 51,35. Intensitas warna mie basah untuk kriteria a+/- dan b+ dinyatakan tidak berbeda nyata. Namun, mie basah formulasi pasta sawi hijau mempunyai intensitas hijau (a+/-) relatif tinggi dibandingkan dengan pasta tomat dan kulit buah naga, dengan nilai a+/- adalah -5,7. Formulasi mie basah dengan pasta kulit buah naga untuk intensitas merah nampak lebih tinggi dengan nilai b+ 11,75. Intensitas kisaran warna biru hingga kuning, nampak bahwa mie basah cenderung ke warna kuning, pasta tomat nampak paling tinggi dengan nilai b+ adalah 21,0. Intensitas yang paling rendah adalah mie basah formulasi pasta buah naga dengan 20% tepung sukun dengan nilai 7,3. Formulasi pasta sayur/buah dengan komposit tepung sukun, tidak mempengaruhi daya putus mie yaitu 0,1—0,2 N. Tabel 2. Sifat fisik mie basah pada berbagai perlakuan. No
Perlakuan Pasta 30%
Intensitas warna mie basah
Daya putus
Tepung Sukun
L
a+/-
b+
mie basah (N)
1 2
Sawi hijau Sawi hijau
0% 10 %
51,35 c 52,05 bc
-5,7 a -4,45 a
16,1 a 15,7 a
0,1 a 0,1 a
3 4
Sawi hijau Tomat
20 % 0%
52,75 bc 63,9 a
-3,9 a 10,3 a
15,6 a 21,0 a
0,1 a 0,15 a
5 6
Tomat Tomat
10 % 20 %
58,25 abc 57,1 abc
8,9 a 8,4 a
16,2 a 15,3 a
0,1 a 0,1 a
7
Kulit buah naga
0%
60,45 ab
7,65 a
10,2 a
0,2 a
8 9
Kulit buah naga Kulit buah naga
10 % 20 %
51,6 bc 56,1 abc
9,45 a 11,75 a
6,05 a 7,3 a
0,15 a 0,1 a
6,44
32,19
17,06
28,93
Koefisien Korelasi (%)
Keterangan: Nilai sekolom yang diikuti huruf sama, menyatakan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Rendemen dan Komposisi Kima Mie Basah
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1059
Rendeman mie basah dari berbagai formulasi dinyatakan tidak berbeda nyata, yaitu sebesar 154,33—177% (Gambar 1). Hal tersebut karena semua bahan-bahan yang ditambahkan jumlahnya sama, sedikit variasi besarnya rendemen ini karena jumlah air yang terkandung dalam mie pada proses perebusan dan penirisan mie. Apabila dikaitkan dengan kadar air mie basah, juga dinyatakan tidak berbeda nyata (Gambar 3). Komposisi Kimia Mie Basah Komposisi kima yang berbeda nyata hanya pada kadar protein mie basah. Kadar protein mie basah dipengaruhi oleh konsentrasi tepung sukun yang ditambahkan, makin tinggi konsentrasinya maka kadar protein makin rendah. Kadar protein mie basah pada formulasi 20% tepung sukun sebesar 4,165—5,12% bb (basis basah), sedangkan tanpa tepung sukun sebesar 5,48—6,345% bb (Gambar 2). Hal tersebut sesuai dengan bahan baku tepung sukun yang kadar ptoteinnya (2,12% bb), jauh lebih rendah dibandingkan dengan terigu (8,9% bb). Komponen kimia lain yaitu kadar air, abu, lemak, karbohidrat, serat kasar, dan kalori tidak terdapat perbedaan (Gambar 3—8). Kadar air mie basah dari 9 formulasi adalah sebesar 58,38—64,6% bb, kadar abu 1,01—1,635% bb, kadar lemak 0,575—1,4% bb, kadar karbohidrat 26,17—32,34% bb, serat kasar 0,91—1,78% bb, dan kalori 134,98—159,84 kal. 8 7
Kadar protein (%)
6 5 4
6,345
6,005 5,32
ab
abc
3
5,48
5,77
5,725
4,94
bc
ab
ab
4,165
a
5,12
ab
c
bc
2 1 0 S-0
S-10
S-20
T-0
T-10
T-20
N-0
N-10
N-20
Jenis dan konsentrasi pasta (%)
Gambar 1. Rendemen mie basah pada berbagai perlakuan (Tabel 1)
Gambar 2. Kadar protein mie basah pada berbagai perlakuan (Tabel 1)
Gambar 3. Kadar air mie basah pada
Gambar 4. Kadar abu mie basah pada
berbagai perlakuan (Tabel 1)
1060
berbagai perlakuan (Tabel 1)
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Gambar 5. Kadar lemak mie basah pada
Gambar 6. Kadar karbohidrat mie basah
pada berbagai perlakuan (Tabel 1)
berbagai perlakuan (Tabel 1)
Gambar 7. Kadar serat kasar mie basah pada
Gambar 8. Kalori mie basah pada berbagai
perlakuan (Tabel 1)
berbagai perlakuan (Tabel 1)
Mie yang ada dipasaran adalah berbahan utama terigu. Protein merupakan komponen utama bila dibandingkan dengan komponen yang lain pada biji gandum. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan gluten basah 24-36% (Fitasari, 2009). Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Kadar protein yang semakin tinggi akan meningkatkan tekstur terutama elastisitas dan kekenyalan mie. Makin tinggi substitusi tepung terigu oleh tepung non terigu (tepung sukun), maka makin rendah elastisitas mie. Hal ini dikarenakan elastisitas mie dipengaruhi oleh gluten. Semakin sedikit terigu yang digunakan, maka semakin rendah gluten yang ada didalamnya yang berarti elastisitas mie lebih rendah. Gluten menentukan elastisitas dan stabilitas olahan dari tepung. Besarnya protein pembentuk gluten menentukan sifat adonan dan produk yang dihasilkan. Uji Organoleptik Mie Warna Mie Menurut Winarno (2002), secara visual faktor warna akan tampil lebih dahulu dan sering kali menentukan nilai suatu produk. Formulasi tepung sukun dengan penambahan pasta sayur/buah mempengaruhi penilaian kesukaan panelis terhadap mie yang dihasilkan pada semua kriteria penilaian (Tabel 3). Warna mie dengan penambahan pasta sawi adalah hijau cerah, pasta tomat mie berwarna kuning muda, dan pasta kulit buah naga mie berwarna merah. Mie dengan formulasi pasta tomat dengan 20% tepung sukun mendapat penilaian paling rendah dengan skor 3,2 (cukup), hal ini karena perpaduan antara warna tomat dengan sukun menghasilkan warna mie kuning kusam agak gelap. Namun, pada formulai pasta tomat tanpa tepung sukun (0%) dan 10% tepung sukun mendapat penilaian dengan skor 3,7 (suka). Warna mie dengan penambahan pasta sawi hijau, pada berbagai konsentrasi tepung sukun adalah disukai (3,6—3,7), sedangkan dari pasta kulit buah naga adalah 3,5—3,6 (suka). Konsentrasi tepung sukun memberi pengaruh pada tingkat warna, semakin banyak konsentrasi tepung sukun, mempengaruhi penampakan warna mie basah, relatif agak
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1061
kusam sehingga menurunkan tingkat kesukaan terhadap warna mie basah. Hal ini nampak pada analisa intensitas warna mie pada Tabel 2. Tabel 3. Uji organoleptik mie basah pada berbagai perlakuan Perlakuan
No
Pasta 30%
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Penerimaan scr. umum
Tep. Sukun
1
Sawi hijau
0%
3,6 a
3,4 ab
3,6 ab
3,2 b
3,6 ab
2 3
Sawi hijau Sawi hijau
10 % 20 %
3,7 a 3,6 a
3,5 ab 3,5 ab
3,4 abc 3,2 cd
3,4 ab 3,2 b
3,8 a 3,6 ab
4 5
Tomat Tomat
0% 10 %
3,7 a 3,7 a
3,7 a 3,6 a
3,4 abc 3,5 abc
3,3 ab 3,7 a
3,6 ab 3,8 a
6
Tomat
20 %
3,2 b
3,3 ab
2,9 d
3,4 ab
3,4 b
7 8
Kulit buah naga Kulit buah naga
0% 10 %
3,5 ab 3,6 a
3,1 b 3,6 a
3,2 cd 3,7 a
3,2 b 3,2 b
3,3 b 3,7 ab
9
Kulit buah naga Koefisien Korelasi (%)
20 %
3,5 ab 20,55
3,3 ab 21,39
3,2 bcd 20,71
3,2 b 22,13
3,5 ab 18,52
Keterangan: Nilai sekolom yang diikuti huruf sama, menyatakan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Aroma mie Aroma banyak menentukan kelezatan bahan pangan, biasanya seseorang dapat menilai lezat tidaknya suatu bahan makanan dari aroma yang ditimbulkan. Skor penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah antara 3,1—3,7 (cukup hingga suka). Penilaan tersebut diperoleh bahwa perlakuan formulasi tanpa tepung sukun (0%) dengan penambahan pasta tomat adalah paling disukai (skor 3,7). Hal tersebut dikarenakan karena aroma pasta tomat lebih mendominasi. Namun pada perlakuan formulasi tanpa tepung sukun (0%) dengan penambahan pasta kulit buah naga mendapat penilaian cukup (skor 3,1). Menurut Winarno (1992) bau-bauan dapat dikenali bila terbentuk uap dan molekul-molekul komponen bau tersebut harus sempat menyentuh silia sel olfaktori dan diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung-ujung saraf olfaktori. Tekstur Penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mie basah bervariasi dari 2,9 (cukup) hingga 3,7 (suka). Formulasi tidak mempengaruhi tekstur, yang berpengaruh adalah penambahan konsentrasi tepung sukun. Nampak pada Tabel 3, bahwa penilaian tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah menurun sejalan dengan peningkatan konsentrasi tepung sukun yang ditambahkan. Hal tersebut karena mie basah pada penambahan tepung sukun, relatif mudah patah dan kurang elastis. Hal ini dikarenakan kurangnya gluten pada penggunaan tepung sukun. Gluten merupakan protein yang terdapat pada terigu, bersifat elastis sehingga memengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie (Widyaningsih dan Murtini 2006). Protein gandum atau terigu memiliki sifat istimewa karena dapat menghasilkan adonan yang dapat menahan gas dan mengembang secara elastis ketika gas memuai pada waktu proses pembakaran. Hal ini disebabkan sifat gluten yang terhidrasi dan mengembang apabila tepung terigu dicampur air. Proses tersebut berlangsung ketika adonan diaduk dan akhirnya terbentuk massa tiga dimensi dari protein gluten yang memiliki viskositas yang elastis (Winarno 1997). Rasa mie Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan
1062
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test compensation). Formulasi kombinasi penambahan pasta dengan tepung sukun, mempengaruhi penilaian tingkat kesukaan terhadap rasa mie. Tingkat penilaian terhadap rasa mie adalah 3,2 (cukup) hingga 3,7 (suka) (Tabel 3). Rasa mie goreng yang paling disukai adalah formulai pasta buah tomat dengan 10% tepung sukun. Nampak bahwa penggunaan tepung sukun 10% pada perlakuan penambahan pasta, rasa lebih disukai. Pada tepung sukun mempunyai rasa langu, disebabkan adanya kandungan tanin. Hal ini didukung oleh penelitian Ugwu dan Oranye (2006), bahwa tepung biji buah sukun mengandung 18,16 mg/g maka dimungkinkan tepung sukun juga mengandung tanin yang mempengaruhi penilaian rasa mie tersebut. Penampilan Secara Keseluruhan Tingkat kesukaan secara keseluruhan, panelis diminta untuk menyimpulkan dari beberapa parameter pengujian. Penilaian panelis terhadap tingkat penerimaan secara umum mie adalah terendah dengan skor 3,3 (cukup) pada formulasi mie dari pasta kulit buah naga. Formulasi 10% tepung sukun pada penambahan semua jenis pasta (sawi hijau, tomat, kulit buah naga), secara umum paling disukai (Tabel 3). Hal ini dikarenakan sedikit penggunaan tepung sukun (10%) yang dikombinasikan dengan pasta sawi hijau, buah tomat, kulit buah naga, justru mampu memberikan penilaian yang baik. Kesimpulan Formulasi pembuatan mie basah dengan penambahan pasta sawi hijau, buat tomat, kulit buah naga sebanyak 30%, pada berbagai konsentrasi tepung sukun, menghasilkan mie basah yang beragam. Formulasi penambahan tepung sukun berpengaruh terhadap kualitas sensoris mie, sedangkan pasta sawi hijau, buah tomat, dan kulit buah naga tidak berpengaruh. Penambahan pasta sayur/buah dapat memperkaya nutrisi dan serta kasar. Konsentrasi tepung sukun sebanyak 10% menghasilkan mie yang terbaik, dengan kadar protein sebesar 5,32—5.70% bb, kadar serat kasar sebesar 1,32—1,78% bb, dan mengandung 151,35—159,84 kal. Daftar Pustaka Astawan, M. 2006.. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Billina, A., S. Waluyo, dan D. Suhandy. 2014. Kajian Sifat Fsik Mie Basah dengan Penambahan Rumput Laut. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Vol. 4 No. 2: 109-116. Fitasari, E. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu Terhadap Kadar Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan mutu Organoleptik Keju Gouda Olahan. Fakultas Ilmu Pertanian dan Sumber Daya Alam. Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 4, No. 2 : 17-29. Hakim, A.L., I. Taruna, dan Sutarsi. 2015. Kualitas Fisik Tepung Sukun Hasil Pengeringan Dengan Oven Microwave. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas. Berkala Ilmiah TEKNOLOGI PERTANIAN. Volume 1, Nomor 1, September 2014, hal 1-5. Jayanti, P. R. 2010. Kajian Kandungan Senyawa Fungsional dan Karakteristik Sensoris Es Goyang Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis). Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fak. Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. file:///C:/ Users/Lina/Downloads/BUAH%20NAGA%20(2).pdf. Diakses 25 Juli 2016. 47 hal.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1063
Kailaku, S.I., K. T, Dewandari, dan Sunarmani. 2007.Potensi Likopen Dalam Tomat Untuk Kesehatan. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 3. Puspawati, GAKD., PT. Ina, IM Wartini, dan IARP Pudja. 2013. Ekstraksi Komponen Bioaktif Limbah Buah Lokal Berwarna Sebagai Ekstrak Pewarna Alami Sehat. Juruasn Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali. http://lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/72-GAKD_Puspawati.pdf. Diakses 25 Juli 2016. Simanjuntak, L., C. Sinaga, dan Fatimah. 2014. EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Teknik Kimia USU, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Vol. 3, No. 2: 25—29. Stahl, W. and H. Sies. 1992. Uptake of Lycopene and Its Geometric Isomers is Greater from Heat Processed than from Unprocessed T omato Juice in Humans. Journal of Nutrition. 122 : 2161-2166. Sukandar, D., A. Muawanah, E. R. Amalia, dan W. Basalamah. 2014. Karakteristik Cookies Berbahan Dasar Tepung Sukun (Artocarpus communis) Bagi Anak Penderita Autis. Valensi. Vol. 4 no. 1:13-19. Sunarni,T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa kecambah Dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae, Jurnal Farmasi Indonesia 2 (2), 2001, 53-6. Tensiska, dkk., 2006. Ekstraksi Pewarna Dari Buah Arben dan Aplikasinya dalam Sistem Pangan, Jurnal Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, UNPAD, Vol 6. Thompson, K. A., M. R. Marshall, C. A. Sims, C. I. Wei, S. A. Sargent, dan J. W. Scott. 2000. Cultivar, Maturity, and Heat Treatment on Lycopene Content in Tomatoes. Journal of Food Science. Vol. 65, No. 5. Ugwu, F.M. dan Oranye N.A. 2006. Effect of Some Processing Methods on the Toxic Components of African Breadfruit (Treculia Africana) African. Journal of Biotechnology. Vol. 5(22) : 2329-2333. Waladi, V.S. Johan, dan F. Hamzah. 2015. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Es Krim. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, 28293. Indonesia. Jom Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015. Widyaningsih, TB. dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya. Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, FG. 2002. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
1064
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016