FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA KEBUN RAYA BOGOR MELALUI PENDEKATAN BLUE OCEAN STRATEGY
SKRIPSI
AMBROSE DEPPA RUNGNGU PASOLANG H34070088
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN AMBROSE DEPPA RUNGNGU PASOLANG. Formulasi Strategi Pengembangan Wisata Kebun Raya Bogor melalui Pendekatan Blue Ocean Strategy. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan FEBRIANTINA DEWI). Jumlah objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor mengalami pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan munculnya objek-objek wisata baru di antara objek wisata yang sudah ada. Pertumbuhan industri objek wisata menimbulkan persaingan untuk mendatangkan pengunjung. Kebun Raya Bogor (KRB) telah lama menjadi icon wisata di Bogor. Ratusan ribu wisatawan mengunjungi KRB. Sayangnya, jumlah pengunjung ini mayoritas datang hanya untuk berekreasi, sedangkan fungsi utama kebun raya adalah untuk konservasi, penelitian, dan pendidikan. Pengunjung-pengunjung ini kurang memperhatikan keadaan lingkungan. Banyaknya jenis pengunjung ini diduga menjadi penyebab dari mulai memadatnya tanah di sekitar tanaman koleksi. Dampak jangka panjang dari pemadatan tanah adalah menurunnya pertumbuhan hingga rusaknya tanaman koleksi. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan kondisi industri objek wisata dan posisi Kebun Raya Bogor dalam persaingan industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor, merumuskan pasar pengunjung baru yang belum digarap oleh objek wisata lain dan sejalan dengan visi misi KRB, dan meningkatkan jumlah pengunjung KRB yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Blue Ocean Strategy, yang relatif masih baru dan belum banyak digunakan dalam industri objek wisata. Pemetaan kondisi persaingan industri dilakukan dengan mengidentifikasi faktorfaktor yang signifikan menarik bagi pengunjung. Faktor-faktor ini diperoleh dari hasil kuesioner yang disebar ke beberapa objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. Faktor-faktor yang terpilih dijadikan dasar penilaian persaingan dalam kanvas strategi industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. Pembentukan blue ocean dilakukan dengan mengidentifikasi segmentasi pengunjung dan Kerangka Kerja Enam Jalan. Penyusunan strategi dilakukan menggunakan Kerangka Kerja Empat Langkah berdasarkan kanvas strategi. Faktor-faktor persaingan dalam industri objek wisata di Bogor yaitu Toilet, Mushola, Peta lokasi, Aktivitas/kegiatan yang menghibur (entertainment), Aktivitas/kegiatan menambah pengetahuan (educational), Aktivitas/kegiatan untuk individu/pasangan/keluarga, Pelayanan petugas, Keamanan, dan Kebersihan. Dalam pemetaan persaingan, tampak bahwa industri objek wisata di Bogor berada dalam red ocean dan KRB menunjukkan low performance. Kerangka Kerja Enam Jalan yang teridentifikasi adalah mencermati industri alternatif, rantai pembeli, penawaran produk dan jasa pelengkap, daya tarik emosional-fungsional, dan waktu. Kerangka Kerja Empat Langkah yang dilakukan adalah mengurangi persaingan pada faktor Aktivitas untuk individu/ pasangan/keluarga, meningkatkan kinerja pada faktor Toilet, Mushola, Peta Lokasi, Aktivitas yang menghibur (entertainment), Aktivitas yang menambah pengetahuan (educational), Pelayanan Petugas, Keamanan dan Kebersihan, dan menciptakan faktor Event dan Komunitas.
FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA KEBUN RAYA BOGOR MELALUI PENDEKATAN BLUE OCEAN STRATEGY
AMBROSE DEPPA RUNGNGU PASOLANG H34070088
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Formulasi Strategi Pengembangan Wisata Kebun Raya Bogor melalui Pendekatan Blue Ocean Strategy
Nama
: Ambrose Deppa Rungngu Pasolang
NRP
: H34070088
Disetujui, Pembimbing
Febriantina Dewi, SE, MM, MSc. NIP. 19690205 199603 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Formulasi Strategi Pengembangan Wisata Kebun Raya Bogor melalui Pendekatan Blue Ocean Strategy” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2012
Ambrose Deppa Rungngu Pasolang H34070088
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 September 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak (alm) Capt. Yacob Bungin Pasolang dan Ibu dr. Christina Rungngu. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Frater Bakti Luhur Makassar pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SMP Frater Thamrin Makassar pada tahun 2004, dan pendidikan menengah atas di SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan pada tahun 2007. Pada tahun 2007 pula, penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Perekonomian periode 2008-2009 dan pengurus dalam kepanitiaan Natal Civitas Akademika Institut Pertanian Bogor 2010. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KeMaKI) terutama Koor Mahasiswa “Puella Domini”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Strategi Pengembangan Wisata Kebun Raya Bogor melalui Pendekatan Blue Ocean Strategy”. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan persaingan objek-objek wisata yang ada di Kabupaten dan Kota Bogor, mengidentifikasi segmen pasar yang belum digarap oleh objek wisata lain dan sesuai dengan visi misi KRB, dan meningkatkan jumlah pengunjung Kebun Raya Bogor yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Sangat disadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini karena kendala-kendala yang dihadapi. Namun, semoga pemikiran ini dapat berguna bagi banyak pihak.
Bogor, Juli 2012 Ambrose Deppa Rungngu Pasolang
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Febriantina Dewi, SE, MM, MSc. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Etriya, SP. MM. dan Suprehatin, SP. MAB. selaku dosen penguji atas masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Lukman Mohammad Baga, MA.Ec, Prof. EKS Harini Muntasib, Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc, Eva Rachmawati, SE, M.Si, Metty Ekayani S.Hut, M.Sc, dan Nugroho Bagus Utomo, SE atas pencerahan ilmu dan kesediaan membagi waktu yang berharganya untuk berdiskusi dan memberi masukan bagi penulis. 4. Ir. Narni Farmayanti, MSc, dosen pembimbing akademik yang membimbing dangan penuh perhatian. 5. Seluruh dosen dan staf Dept. AGB terutama Bu Ida dan Teh Dian yang selalu memudahkan urusan administrasi penulis dengan Komdik AGB, serta Mas Iwan yang sangat membantu dalam proses literatur di Perpustakaan FEM. 6. Pihak PKT-KRB: Pak Joko, Pak Ace, Bu Mita, dan Subbag Jasin: Bu Sofi, Bu Rinrin, Mas Yuri, staf perpus KRB atas waktu dan kesediaannya memberikan informasi yang sangat berharga bagi penulis 7. Pihak Taman Safari Indonesia Cisarua dan The Jungle Waterpark yang memberikan izin untuk masuk ke lokasi. 8. Papa di Surga, Mama, Tante Randa, Bram, Roy, dan seluruh keluarga yang selalu sabar menunggu dan memberikan doa serta dukungan dengan berbagai macam makanan, telepon, finansial agar penulis semangat dalam skripsi. 9. Juwita Liana, untuk semua pemikiran, semangat, dukungan, perhatian, dan kesabaran, dalam setiap rasa dan bumbu kasihnya dalam kehidupan penulis. 10. Seluruh teman-teman di AGB44 atas kebersamaan selama bertahun-bertahun 11. Puella Domini Choir, terutama LAFADERALYC dan Koh Melvin atas semua nada, tempo, dinamika dan penjiwaan dalam setiap persahabatan kita.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xiii
I.
PENDAHULUAN .................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 1.3. Tujuan ................................................................................. 1.4. Manfaat ...............................................................................
1 1 6 7 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2.1. Pariwisata ............................................................................ 2.2. Kebun Raya ......................................................................... 2.3. Penelitian Terdahulu ............................................................
8 8 9 11
III. KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1. Formulasi Strategi ...................................................... 3.1.2. Red Ocean ................................................................. 3.1.3. Blue Ocean ................................................................ 3.1.4. Inovasi Nilai .............................................................. 3.1.5. Nonkonsumen dalam Pembentukan Blue Ocean ........ 3.1.6. Blue Ocean Strategy ................................................... 3.2.Kerangka Pemikiran Operasional .........................................
14 14 14 15 15 19 20 21 27
IV. METODE PENELITIAN ........................................................ 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................ 4.3. Metode Penentuan Responden ............................................. 4.4. Metode Pengumpulan Data .................................................. 4.5. Metode Pengolahan Data ..................................................... 4.5.1. Pemetaan Situasi Industri ........................................... 4.5.2. Penciptaan Blue Ocean Strategy (BOS) ...................... 4.5.3. Perumusan Blue Ocean Strategy (BOS) ...................... 4.5.4. Pengujian Ide Blue Ocean Strategy (BOS) ..................
30 30 30 31 31 32 32 34 34 35
V.
36 36 36 37 38 39 40
GAMBARAN UMUM KEBUN RAYA BOGOR .................... 5.1. Sejarah Singkat Kebun Raya Bogor ....................................... 5.2. Visi dan Misi ........................................................................ 5.3. Struktur Organisasi ............................................................... 5.4. Pendanaan PKT-KRB ........................................................... 5.5. Wisata di KRB ..................................................................... 5.6. Strategi Pemasaran KRB ......................................................
VI. FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA KEBUN RAYA BOGOR ........................................................ 6.1. Pemetaan Situasi Industri Objek Wisata ............................... 6.2. Rekonstruksi Batasan-Batasan Pasar melalui Kerangka Kerja Enam Jalan ................................................. 6.3. Perumusan Blue Ocean Strategy pada Wisata Kebun Raya Bogor melalui Kerangka Kerja Empat Langkah .................... 6.4. Pengujian Ide Blue Ocean Strategy .......................................
42 42 44 52 60
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 7.1. Kesimpulan .......................................................................... 7.2. Saran ....................................................................................
68 68 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
70
LAMPIRAN ......................................................................................
73
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Wisman di Indonesia 2007-2011 .........................
2
2.
Perkembangan Wisnus Indonesia 2006-2010 .............................
2
3.
Perbedaan Strategi Samudra Merah dan Samudra Biru ..............
16
4.
Daftar Pertanyaan untuk Manajemen PKT-KRB dan Pengunjung Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor .............................
32
5.
Diskon HTM KRB .....................................................................
41
6.
Penilaian Kinerja Objek Wisata KRB, TSI, dan TJW terhadap Faktor Kompetisi .........................................................
42
7.
Segmentasi Pengunjung di Bogor, KRB, TSI, dan TJW ..............
46
8.
Kerangka Kerja Enam Jalan .......................................................
53
9.
Kerangka Kerja Empat Langkah ................................................
61
10.
Tiga Unsur Strategi BOS yang Baik ...........................................
62
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman Kontribusi Pariwisata dalam Devisa Indonesia 2006-2010 (dalam juta USD) .......................................................................
1
Jumlah Kunjungan Lima Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor tahun 2005-2009 ..............................................
4
Dampak Penciptaan Samudra Biru terhadap Laba dan Pertumbuhan ......................................................................
16
4.
Inovasi Nilai: Batu-Pijak Strategi Samudra Biru .......................
20
5.
Kerangka Pemikiran Operasional ..............................................
29
6.
Alur Formulasi Blue Ocean Strategy ..........................................
35
7.
Struktur Organisasi PKT-KRB ...................................................
38
8.
Kanvas Strategi Industri Objek Wisata Bogor ............................
43
9.
Pengujian Ide BOS terhadap Utilitas bagi Pembeli, Harga, Biaya, dan Pengadopsian ............................................................
66
Kanvas Strategi KRB sekarang, KRB BOS, TSI, TJW, dan Industri Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor .................
67
2. 3.
10.
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuesioner bagi Pengunjung Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor .........................................................................
73
2.
Resume Uji Cohran ..................................................................
76
3.
Peta Kebun Raya Bogor .............................................................
77
4.
Tarif Layanan Jasa KRB Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2007 ................................
78
Profil Pengunjung Responden di KRB, TSI, dan TJW Periode November-Desember 2011 (dalam persen) .................................
80
5.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata menunjukkan tren meningkat dalam kontribusi terhadap devisa Indonesia. Pada tahun 2006, pariwisata menyumbangkan devisa sebanyak USD 4,447 miliar. Pada tahun 2007, devisa dari naik menjadi USD 5,345 miliar. Pada tahun 2008, devisa melesat ke USD 7,377 miliar. Pada tahun 2009, devisa menurun ke angka USD 6,298 miliar. Pada tahun 2010, devisa meningkat hingga mencapai USD 7,603 miliar. Selama tahun 2007 hingga 2010, pariwisata menempati lima besar sektor penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia (Gambar1). 8000.00 7000.00 6000.00 5000.00 4000.00 3000.00 2000.00 1000.00 0.00 2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 1. Kontribusi Pariwisata dalam Devisa Indonesia 2006-2010 (dalam juta USD) Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2012)
Pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia selalu bernilai positif dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan berkisar antara 913%, kecuali pada tahun 2009. Pertumbuhan wisman paling tinggi pada tahun 2007, dengan nilai pertumbuhan sebesar 13,02%. Pertumbuhan paling rendah pada 2009 sebesar 1,43% (Tabel 1).
Dari wisman yang datang, Indonesia menerima devisa yang cukup besar dan cenderung meningkat nilainya. Pada tahun 2007, penerimaan devisa mencapai USD 5,346 miliar. Pada tahun 2011, devisa mencapai USD 8,554 miliar. Tabel 1. Perkembangan Wisman di Indonesia 2007-2011 Rata-Rata Pengeluaran Per Orang (USD)
Wisatawan Mancanegara Tahun jumlah 2007 2008 2009 2010 2011
5.505.759 6.234.497 6.323.730 7.002.944 7.649.731
Pertumbuhan (%) 13,02 13,24 1,43 10,74 9,24
Per hari 107,70 137,38 129,57 135,01 142,69
Per kunjungan 970,98 1.178,54 995,93 1.085,75 1.118,26
Penerimaan Devisa Jumlah Pertumbuhan (juta (%) USD) 5.345,98 20,19 7.347,60 37,44 6.297,99 -14,29 7.603,45 20,73 8.554,39 12,51
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2012)
Peningkatan wisatawan nusantara (wisnus) tahun 2006-2010 relatif sedikit, namun total pengeluaran wisnus meningkat pesat. Pada tahun 2006, jumlah wisnus yang melakukan perjalanan sebanyak 114.270.000 orang. Pada tahun 2010, jumlah wisnus sebesar 122.312.000 orang. Jumlah wisnus dari tahun 2006 hingga 2010 meningkat sebesar 8.042.000 orang. Pengeluaran wisnus pada tahun 2006 sebesar Rp. 88,21 triliun. Pada tahun 2010, pengeluran wisnus sebesar Rp. 150,41 triliun. Peningkatan pengeluaran wisnus dari tahun 2006 hingga 2010 sebesar Rp. 62,2 triliun (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan Wisnus Indonesia 2006-2010
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Wisnus (Ribuan Orang) 114.270 115.335 117.213 119.944 122.312
Perjalanan (Ribuan)
Rata-Rata Perjalanan (Kali)
Pengeluaran Per Perjalanan (Ribu Rp)
204.553 222.239 225.041 229.731 234.377
1,79 1,93 1,92 1,92 1,92
431,24 489,95 547,33 600,30 641,76
Total Pengeluaran (Triliun Rp) 88,21 108,96 123,17 137,91 150,41
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012
Sagala, Muntasib, dan Novianto (2008) berpendapat bahwa Indonesia belum memiliki gambaran yang memadai mengenai permintaan wisata khususnya
ekowisata padahal ekowisata sedang menjadi trend dan diminati oleh wisatawan sehingga berpeluang untuk menarik lebih banyak wisatawan. Oosterman (1999) menjelaskan beberapa karakteristik ekowisata di Indonesia. Pertama, jumlah pengunjung menurun seiring meningkatnya jarak tempuh menuju lokasi dari bandara internasional utama, yaitu di Bali dan Jakarta. Kedua, kebanyakan lokasi ekowisata bekerjasama dengan sangat baik dengan lembaga konservasi internasional (contoh: WWF di pulau Komodo dan UN di Tana Toraja). Ketiga, masyarakat lokal tinggal di sekitar lokasi ekowisata. Keempat, kebanyakan lokasi ekowisata memiliki simbol yang khusus (contoh: Komodo dan Badak). Oosterman (1999) juga menjelaskan bahwa ekowisata di Indonesia didominasi oleh orang-orang asing dan wisatawan nusantara tidak tertarik dengan ekowisata. Kebun raya (KR) menarik pengunjung dalam jumlah yang besar, baik pengunjung domestik maupun mancanegara. Botanic Gardens Conservation International mengestimasi 250 juta orang mengunjungi kebun raya dan arboretum di seluruh dunia setiap tahun. Beberapa kebun raya yang menarik bagi pengunjung di seluruh dunia adalah KR Monet di Perancis, KR Central di Amerika Serikat, KR Kirstenbosch di Afrika Selatan, KR Butchart di Kanada, dan KR Kew di Inggris (Ballantyne et al 2008). Kebun raya yang pertama dan paling terkenal di Indonesia saat ini adalah Kebun Raya Bogor (KRB). Kebun raya ini merupakan salah satu icon wisata Kota Bogor. Setiap tahun, ratusan ribu orang datang mengunjungi KR ini. Jumlah kunjungan yang tinggi tersebut memberi dampak negatif pada koleksi tumbuhan di KRB. Menurut Dr. Joko Ridho Witono, Kepala Bagian Konservasi Ex Situ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB), jumlah pengunjung yang datang diperkirakan sudah berlebih dari daya tampung KRB. Berlebihnya jumlah pengunjung akan berujung pada kerusakan tanaman koleksi. Banyaknya pengunjung di KRB akan memadatkan tanah. Pemadatan tanah ini akan mengurangi daya serap tanah terhadap air. Jika tidak terserap dengan baik, air akan lama berada di permukaan tanah. Sifat akar tanaman yang mengikuti sumber air, akan menjadikan akar tanaman tumbuh dipermukaan tanah. Jika akar tumbuh kesamping, tanaman akan cenderung mudah tumbang. Saat ini
sudah beberapa lokasi KRB yang mengalami pemadatan tanah, terlihat dari semakin banyak lokasi yang lama tergenang air setelah hujan. Dr. Joko Ridho Witono menyatakan bahwa mayoritas pengunjung KRB datang dengan tujuan berekreasi. Hal ini kurang mewujudkan visi misi dan tujuan PKT-KRB yang menitikberatkan pada peran konservasi, penelitian, dan pendidikan dibanding pariwisata. Jumlah pengunjung di KRB mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya lokasi wisata lain di sekitar KRB, baik di dalam kota maupun di dalam kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, dan Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB), dapat disimpulkan bahwa terdapat lima besar objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Lima besar objek wisata tersebut yaitu: Taman Safari Indonesia, Taman Wisata Mekarsari, Wisata Agro Gunung Mas, Curug Cilember dan Kebun Raya Bogor.
1200000 1000000
Taman Safari Indonesia
800000
Taman Wisata Mekarsari
600000
Wisata Agro Gunung Mas
400000
Curug Cilember
200000
KRB LIPI
0 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 2. Jumlah Kunjungan Lima Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor Tahun 2005-2009 Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, dan Pusat KonservasiTumbuhan Kebun Raya Bogor
Lima objek wisata yang ada di Kabupaten dan Kota Bogor ini akan memperebutkan wisatawan yang ada di Bogor. Persaingan belum terlihat jelas dalam Gambar 2, namun perlu diperhatikan bahwa jumlah kunjungan Taman Wisata Mekarsari (TWM), dan Curug Cilember (CC) cenderung mengalami peningkatan, sedangkan jumlah kunjungan Kebun Raya Bogor (KRB), Taman Safari Indonesia (TSI), dan Wisata Agro Gunung Mas (GM), cenderung menurun. Selain lima objek wisata yang telah disebutkan, ada objek wisata lain yang berpotensi menjadi objek pilihan wisatawan di Kabupaten dan Kota Bogor, salah satunya The Jungle Waterpark. Jumlah kunjungan The Jungle Waterpark pada tahun 2009 mencapai 955.256 kunjungan. Pada pertengahan tahun 2012 akan diadakan soft launching objek wisata baru di Sentul (Kabupaten Bogor), yaitu Jungleland. Jungleland adalah theme park seluas 40 hektar, hasil kerjasama PT. Sentul City Tbk. dan PT. Bakrie Land Tbk. (Kompas Ekstra, 27 Februari 2012 hal.16-17). Penurunan dan peningkatan jumlah pengunjung serta adanya pemain baru yang berhasil mendapatkan banyak pengunjung mengindikasikan adanya persaingan dalam industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. Pelaku-pelaku dalam industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor akan berusaha untuk memenangi persaingan mendapatkan market share yang ada. Demikian juga dengan pemain lain, mereka akan berusaha memperoleh pangsa pasar yang lebih besar, apalagi jika ada pemain baru yang masuk dalam industri pariwisata. Keadaan ini (red ocean) akan menyebabkan prospek akan laba dan pertumbuhan menurun, sehingga industri menjadi tidak menarik (Kim dan Mauborgne, 2005) Keadaan akan menjadi berbeda apabila pelaku industri dapat membuka batasan-batasan pasar, membuat pasar yang lebih luas dan menjadikan persaingan menjadi tidak relevan. Kim dan Mauborgne (2005) meyakini bahwa perluasan pasar menjadi akar dari pertumbuhan (dalam hal ini tingkat kunjungan wisatawan). Perluasan pasar ini dibentuk dengan memunculkan samudra biru (blue ocean). Samudra biru diciptakan dengan menekan biaya sembari meningkatkan nilai bagi para pembeli. Karena nilai pembeli berasal dari utilitas dan harga yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli, dan karena nilai bagi perusahaan
diciptakan dari harga dan struktur biaya, maka inovasi nilai tercapai hanya ketika keseluruhan sistem kegatan utilitas, harga, dan biaya perusahaan berpadu dengan tepat. Inovasi nilai menjadi dasar bagi penciptaan samudra biru (Kim dan Mauborgne, 2005).
1.2. Perumusan Masalah Kabupaten dan Kota Bogor memiliki banyak objek wisata, salah satunya adalah Kebun Raya Bogor. Jumlah kunjungan merupakan salah satu indikator kemampuan objek wisata menarik wisatawan. Berdasarkan Gambar 2, terjadi dinamika peningkatan dan penurunan pengunjung beberapa objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. Hal ini memunculkan pertanyaan: bagaimana kondisi persaingan industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor? Persaingan dalam industri objek wisata dapat dilihat dari pengunjung yang datang. Tiap-tiap objek wisata menentukan segmen pasar yang akan diambil sebagai pasar pengunjungnya. Penentuan segmen pasar bagi suatu objek wisata seringkali sama dengan segmen pasar objek wisata lain. Persamaan ini akan menjadi titik persaingan, termasuk bagi KRB. Hal ini menimbulkan pertanyaan: segmen pasar apa yang belum digarap oleh objek wisata lain dan sesuai dengan visi misi KRB? Keberadaan pengunjung dalam KRB dapat menjadi merupakan sebuah keuntungan dan kerugian. Pengunjung yang masuk ke KRB dengan tujuan penelitian dan pendidikan adalah pengunjung yang sejalan dengan visi misi utama KRB, yaitu konservasi. Pengunjung yang datang untuk sekedar rekreasi membawa sampah dan beraktivitas yang berujung pada terganggunya tanaman koleksi. Sayangnya, proporsi pengunjung lebih besar ke rekreasi daripada penelitian dan pendidikan. Penelitian yang dilakukan Dolnicar dan Leisch (2008) menyimpulkan bahwa pemilihan target pengunjung yang selektif merupakan salah satu cara yang terbukti mendatangkan pengunjung yang pro-lingkungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana meningkatkan jumlah pengunjung yang memiliki kepedulian pada lingkungan?
1.3. Tujuan 1. Memetakan kondisi industri objek wisata dan posisi Kebun Raya Bogor dalam persaingan industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. 2. Merumuskan pasar pengunjung baru yang belum digarap oleh objek wisata lain dan sejalan dengan visi misi KRB 3. Meningkatkan jumlah pengunjung KRB yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
1.4. Manfaat Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran khususnya bagi manajemen Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam menentukan strategi pemasaran wisata KRB di tengah-tengah persaingan wisata Bogor, menjadi wacana bagi strategi pembangunan kebun rayakebun raya lain yang sedang dibangun di Indonesia, dan juga mendidik lebih banyak orang mengenai pentingnya melestarikan lingkungan.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Industri adalah kelompok perusahaan yang memproduksi produk barang atau jasa yang serupa, seperti jasa keuangan atau minuman ringan (Hunger dan Wheelen 2001). Industri Pariwisata belum dapat didefinikan secara jelas. Mill dan Morrison (1984) dalam Yoeti (2008) menyatakan bahwa “Pariwisata merupakan suatu gejala atau fenomena yang sulit dijelaskan. Kita bisa salah mengartikan pariwisata sebagai suatu industri. Ide sebenarnya untuk memberikan satu kesatuan ide tentang pariwisata itu sehingga dengan demikian kesannya dilihat dari sudut pandang politis dan ekonomis akan lebih menarik dan mendapat dukungan orang banyak”. Penggunaan istilah „Industri Pariwisata‟ bertujuan untuk meyakinkan orang-orang bahwa pariwisata memberi dampak positif dalam perekonomian terutama dampak dari multiplier effect yang ditimbulkan. Saat ini, produk pariwisata sudah menjadi komoditas yang biasa diperdagangkan melalui bursa pariwisata di seluruh dunia (Yoeti, 2008). Yoeti (2008) mengemukakan enam ciri industri pariwisata, yaitu: service industri, labor intensive, capital intensive, sensitive, seasonal, dan quick yielding industri. Berikut adalah penjelasan cari-ciri pariwisata tersebut: 1. Service Industry Perusahaan-perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa yang masing-masing bekerja sama menghasilkan produk yang dibutuhkan wisatawan selama dalam perjalanan wisata yang dilakukannya pada suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW). Cara berproduksi seperti ini disebut lini produk (masing-masing produk melengkapi produk lain untuk memberi kepuasan kepada wisatawan). Faktor-faktor produksinya yaitu: kekayaan alam, modal, tenaga kerja, dan keterampilan. Dengan demikian dapat disadari bahwa berlaku hukum penawaran dan permintaan dalam penyediaan jasa-jasa pariwisata. Selain itu, untuk menghasilkan penawaran dalam industri pariwisata membutuhkan pengolahan dan pengorbanan (biaya). 2. Labor Intensive Hal yang dimaksud dengan labor intensive pariwisata sebagai industri adalah banyak menyerap tenaga kerja.
3. Capital Intensive Untuk membangun sarana dan prasarana industri pariwisata diperlukan modal yang besar untuk berinvestasi, namun tingkat pengembalian modal yang diinvestasikan relatif lama dibanding dengan industri manufaktur. 4. Sensitive Industri pariwisata sangat peka terhadap keamanan dan kenyamanan 5. Seasonal Industri pariwisata bersifat musiman. Pada masa liburan semua kapasitas kamar-kamar hotel, restoran, dan taman-taman rekreasi terjual habis. Terjadi hal yang sebaliknya ketika masa libur selesai. 6. Quick Yielding Industry Dengan mengembangkan pariwisata sebagai industri, devisa lebih cepat bila
dibandingkan
dengan
kegiatan
ekspor
yang
dilakukan
secara
konvensional. 2.2. Kebun Raya Botanic Garden Conservation International (BGCI)
mendefinisikan
kebun raya atau botanic gardens sebagai “institutions holding documented collections of living plants for the purposes of scientific research, conservation, display and education.". Definisi kebun raya menurut BGCI ini dialih-bahasaIndonesiakan oleh Kebun Raya Jompie Pare-Pare (Sulawesi Selatan) menjadi “lembaga/institusi yang mengoleksi tanaman hidup dan mendokumentasikannya untuk tujuan penelitian ilmiah, konservasi, tampilan/display dan pendidikan”. Kebun raya berbeda dengan taman atau kawasan hijau karena kebun raya memiliki koleksi tumbuhan yang dilengkapi dengan informasi ilmiah dan mempunyai papan nama. Kebun raya klasik erat hubungannya dengan herbarium, perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas lainnya. Contoh kebun raya klasik adalah Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Kew, dan Kebun Raya Singapura. Selain kebun raya klasik, ada juga jenis kebun raya yang tergolong kecil misal kebun raya universitas, kebun tanaman hias milik pemerintah atau swasta (Irawati, 2005) Kebun raya pertama di dunia didirikan oleh Luca Ghini pada tahun 1543. Ghini membuat kebun di Universitas Pisa (Italia). Kebun ini digunakan untuk penelitian tanaman obat. Kebun-kebun penelitian tanaman obat juga dibuat di
beberapa lokasi lain seperti di Padova (1545), Firenze (1545), dan Bologna (1547). Pada 1621, Universitas Oxford di Inggris juga membuat kebun raya. Pada abad ke-16 dan ke-17, kebun raya mengalami perkembangan dengan mulai ditujukan untuk mengumpulkan dan membudidayakan spesies baru yang ditemukan dari ekspedisi di daerah tropis. Contoh dari kebun raya tersebut adalah Kebun Raya Kew (Inggris) dan Kebun Raya Madrid (Spanyol). Kebun raya tersebut mengumpulkan dan mengembangkan tanaman tropis yang bernilai komersil seperti kakao, tembakau, kopi, teh, dan sawit (www.bgci.org). Terjadi berbagai macam aktivitas di dalam kebun raya. Pertukaran spesimen antar kebun raya menjadi aktivitas rutin yang dilakukan dengan tetap menjaga etika pemanfaatan specimennya untuk tujuan konservasi, penelitian pendidikan, dan rekreasi (Irawati, 2005). Tumbuhan yang akan dikoleksi kebun raya diseleksi terlebih dahulu. Seleksi dilakukan dengan tahap-tahap pemilihan dan dilengkapi datanya sehingga mempunyai nilai di bidang ilmu pengetahuan. Penanaman tumbuhan pun mengikuti kaidah-kaidah ilmu pertamanan sehingga tampak indah. Keindahan dan keilmiahan yang terkandung dalam kebun raya ini menarik minat masyarakat untuk mengunjunginya dan menjadikannya tempat rekreasi yang sehat, segar nyaman, dan berpengetahuan. Kebun raya memiliki beragam tujuan pendiriannya sehingga motivasi mengunjungi kebun raya pun bermacam-macam. Alasan utama pengunjung mengunjungi kebun raya adalah menikmati kesendirian, menikmati pemandangan kebun raya, menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman (Ballantyne et al 2008), menikmati udara segar, dan berolahraga (Ward et al 2010). Dalam 30 tahun terakhir, kebun raya memegang peranan penting dalam konservasi, terutama sejak International Union for Conservation of Nature (IUCN) mulai menggiatkan konservasi ex-situ untuk tumbuhan yang terancam punah. Saat ini terdapat sekitar 1775 kebun raya dan arboretum di 148 negara seluruh dunia, dan masih banyak kebun raya yang masih dalam proses pembangunan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui PKT-KRB (2012) menyatakan bahwa hingga akhir tahun 2011, sebanyak 21 kebun raya (KR) baru tersebar di 17 provinsi di Indonesia. Dari 21 KR yang baru, 19 telah dibuat masterplannya dan 10 diantaranya dalam tahap pembangunan.
2.3. Penelitian Terdahulu Connell (2004) meneliti mengenai karakteristik dan motivasi pengunjung taman. Penelitian ini dilakukan pada 546 pengunjung dari 13 taman di Inggris Raya. Penelitian ini menyatakan bahwa keberadaan taman yang dapat dikunjungi oleh umum menjadi sangat penting bagi masyarakat dan memainkan peranan penting sebagai lokasi berlibur dan bersenang-senang. Pengembangan taman perlu menyediakan lokasi untuk pengunjung rombongan bersosialisasi, atau suasana untuk menikmati kedamaian dan keindahan alam. Hal ini merupakan kesenangan yang mendasar bagi pengunjung taman. Pengembangan taman sebagai objek wisata merefleksikan evolusi dari komersialisasi taman, pasar wisata yang tersegmentasi, dan kebutuhan mendesak akan objek wisata taman yang dikelola secara profesional. Penampilan atraksi-atraksi yang menarik akan mempengaruhi jumlah pengunjung dan peningkatkan paket liburan yang menarik akan menghadirkan pengunjung dalam jumlah yang sangat besar bagi taman tersebut. Ballantyne et al. (2008) meneliti mengenai kesadaran lingkungan, minat, motivasi pengunjung kebun raya dan implikasinya untuk praktik interpretasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 150 pengunjung Kebun Raya Mt. Coot-tha, Brisbane, Australia. Ada tiga hasil dalam penelitian ini. Pertama, pengunjung kebun raya memiliki minat dan aksi perbuatan konservasi pada level relatif rendah. Kedua, motivasi orang mengunjungi kebun raya adalah untuk menyenangkan diri sendiri, menikmati pemandangan, berbagi waktu bersama keluarga dan teman, dan senang berada di alam. Ketiga, pengunjung kebun raya mirip dengan pengunjung Taman Nasional. Motivasi berkunjung responden lebih ke arah upaya perbaikan lingkungan daripada ke arah pembelajaran mengenai lingkungan. Pengunjung yang berulang kali datang, lebih termotivasi pada hal-hal yang bersifat restorasi. Ward et al. (2010) meneliti mengenai penggunaan dan apresiasi kebun raya sebagai urban green spaces. Penelitian ini dilakukan kepada pengunjung dan pengelola enam kebun raya di Afrika Selatan. Alasan utama responden mengunjungi kebun raya adalah untuk menikmati pemandangan, berolahraga, dan menikmati udara segar dari kebun raya. Alasan orang enggan mengunjungi kebun raya adalah tidak adanya event dan minimnya fasilitas yang tersedia bagi
pengunjung. Hampir semua pengunjung (99%) berpikir bahwa urban green spaces penting dan 67% diantaranya setuju bahwa kebun raya efektif mempromosikan konservasi. Alasan pentingnya kebun raya adalah sebagai paruparu kota; ruang terbuka; tempat untuk berekreasi, bersantai, dan berolahraga; konservasi; meningkatkan kualitas kehidupan; tempat untuk meninggalkan kesibukan sehari-hari; sebagai warisan untuk generasi berikutnya; tempat untuk pendidikan, kesadaran lingkungan dan penelitian; penyegar udara; berfungsi untuk moral dan spiritual; dan menyediakan area hijau yang aman. Namun, 55% pengunjung merasa bahwa urban green spaces masih kurang walaupun terdapat kebun raya disekitar mereka. Pentingnya kebun raya untuk penelitian berulang kali ditekankan oleh pengelola kebun raya. Melalui kegiatan seperti pendidikan lingkungan ke sekolahsekolah dan masyarakat urban sekitar, kebun raya menjadi bagian dari kebanggaan masyarakat dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya. Event, konser, dan kegiatan lainnya mulai terpikir untuk dilakukan sebagai upaya mendatangkan pengunjung dan menyajikan pendidikan lingkungan kepada mereka. Kesenjangan antara harapan pengguna urban green spaces seperti kebun raya dengan keadaan sebenarnya tidak boleh dihiraukan karena hal ini mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai urban green spaces terutama kebun raya, dan cara mereka menghargai sumber daya alam. Karsudi, Suekmadi, dan Kartodiharjo (2010) menulis mengenai strategi pengembangan ekowisata di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Dalam penelitian ini, dianalisis penawaran dan permintaan ekowisata terlebih dahulu, kemudian strategi pengembangan didesain berdasarkan hasil analisis tingkat prospektif faktor-faktor penentu. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar objek wisata di Kabupaten Kepulauan Yapen layak dikembangkan sebagai objek daya tarik ekowisata namun masih ada memiliki hambatan untuk dikembangkan. Strategi pengembangan yang dapat diterapkan yaitu strategi pesimistis melalui upaya penataaan ruang wisata, pengembangan manajemen atraksi, pengembangan promosi dan pemasaran, pengembangan regulasi dan organisasi pengelola ekowisata, dan menciptakan situasi keamanan yang kondusif baik di dalam maupun di luar kawasan wisata.
Dewo, Soemarno, dan Sugiarto (2008) meneliti mengenai strategi pengembangan ekowisata Pulau Sempu Kabupaten Malang Provinsi Jawa Tmur. Pulau Sempu merupakan Kawasan Cagar Alam di Kapupaten Malang. Menurut wisatawan yang menjadi responden dalam penelitian ini, faktor-faktor yang harus menjadidijadikan prioritas utama dalam pengembangan wisata adalah pelayanan ekowisata, keamanan, kebersihan, air bersih, dan pelestarian alam. Menurut para ahli, Kontribusi terhadap Konservasi
harus diperhatikan dalam upaya
pengembangan. Berdasarkan analisis SWOT IFAS EFAS, strategi pengembangan ekowisata Pulau Sempu adalah Aggressive Maintenance Strategy dengan arahan pengembangan atraksi wisata, arahan rute wisata, dan arahan alternatif program. Unga, Benyamin, dan Barkey (2011) melakukan penelitian dengan judul Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Berdasarkan metode SWOT, strategi prioritas adalah pengembangan wisata diving dan snorkeling, membangun jaringan dengan wisata lain, bekerjasama dengan agen perjalanan, dan membuat website khusus.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Formulasi Strategi Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategos. Strategos terbentuk dari kata stratos yang berarti militer dan kata –ag yang berarti memimpin. Dengan demikian, strategi berarti memimpin dalam dunia militer. (Yoshida 2006). Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan organisasi dalam menghadapi tantangan dan ancaman yang dihadapi dan potensial untuk dihadapi di masa mendatang oleh organisasi yang bersangkutan (Yoshida 2006). Menurut Craig dan Grant (1996), strategi dirumuskan sebagai perpaduan tema pokok yang memberikan koherensi serta arah tindakan dan keputusan suatu organisasi. Mintzberg (1987) dalam Craig dan Grant (1996) menggunakan istilah seni kerajinan (crafting) untuk menjelaskan proses formulasi strategi. Strategi tidak hanya memerlukan nilai analisis, tetapi juga imajinasi, inovasi, intuisi, dan kebijakan pengalaman. Analisis dan intuisi harus timbul bersama dan memberikan informasi satu dengan yang lain. Alat-alat analisis yang tepat menyediakan kerangka kerja untuk mengadakan pembahasan yang rasional mengenai alternatif ide dan sarana untuk mengkomunikasikan strategi ke seluruh organisasi. Apabila peran intuisi dan emosi kurang rasional, strategi yang dihasilkan akan gagal menarik sumber daya dan energi organisasi. Craig dan Grant (1996) menjelaskan bahwa dalam memformulasikan strategi perlu memperhatikan misi, tujuan, strategi, dan taktik. Misi memberikan gambaran
identitas
organisasi
beserta
arah
dan
sasarannya.
Tujuan
menggambarkan pernyataan misi ke dalam sasaran organisasi secara lebih cermat. Strategi mengidentifikasi pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan tujuan. Keputusan taktis berhubungan dengan seluruh kisaran keputusan fungsional dari hari ke hari yang akan dilakukan oleh para manajer di seluruh organisasi.
3.1.2. Red Ocean Pada umumnya, dalam suatu industri terdapat beberapa perusahaan. Setiap perusahaan memilik pangsa pasar. Ketika suatu perusahaan membuat suatu pergerakan, perusahaan yang lain merasakan dampak dari pergerakan tersebut. Ketika perusahaan lain menaikkan pangsa pasarnya, serta merta pangsa pasar perusahaan lain akan berubah sehingga perusahaan lain harus melakukan strategi untuk mendapatkan pangsa pasar yang diinginkannya (Porter 1980) Porter (1980) kemudian mengembangkan sebuah model strategi bersaing dengan memperhatikan lima kekuatan yang memacu persaingan industri. Lima kekuatan tersebut, yaitu: pesaing industri, masuknya pendatang baru yang potensial, kekuatan tawar-manawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan ancaman produk pengganti. Setiap pergerakan perusahaan akan ditanggapi oleh pesaing lain (Porter 1980).
Persaingan
yang
sengit
dalam
memperebutkan
pangsa
pasar,
mengharuskan perusahaan menyusun strategi untuk mempertahankan dan sedapat mungkin menaikkan pangsa pasarnya. Persaingan ini lama-kelamaan akan menurunkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam industri. Keadaan ini disebut Kim dan Mauborgne (2005) sebagai red ocean. Red Ocean atau samudra merah merupakan suatu istilah yang ditujukan bagi industri dengan batasa-batasan yang telah didefinisi dan diterima, serta aturan-aturan persaingannya sudah diketahui. Dalam samudra merah, perusahaan berusaha mengalahkan lawan untuk mendapatkan pangsa permintaan yang lebih besar. Ketika ruang pasar semakin sempit, prospek laba dan pertumbuhan semakin berkurang. Dengan demikian, industri menjadi sengit akan persaingan. 3.1.3. Blue Ocean Blue Ocean atau samudra biru merupakan kebalikan dari red ocean (samudra merah). Blue Ocean
adalah ruang pasar yang terbentuk dengan
mengidentifikasi sekumpulan konsumen yang belum terlayani, kemudian memberikan nilai baru yang disarankan kepada mereka (Lasher, 2004). Blue Ocean dapat tercipta di dalam maupun di luar industri yang sudah ada dengan memperluas batasan-batasan pasaryang telah ada. Blue Ocean ditandai oleh ruang
pasar yang belum terjelajahi, penciptaan permintaan, dan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan (Kim dan Mauborne, 2005). Kim dan Mauborgne (2005) melakukan studi mengenai inisiatif bisnis di 108 perusahaan. Mereka mengukur secara kuantitatif dampak penciptaan samudra biru terhadap pertumbuhan pemasukan dan laba perusahaan. Hasil dari studi tersebut mengungkapkan bahwa 86% dari inisiatif itu adalah ekstensi atau perluasan lini, yaitu perbaikan besar dalam samudra merah ruang pasar yang sudah ada. Namun, inisiatif tersebut hanya mewakili 62% pemasukan total dan 39% laba total. Sisa 14% dari inisiatif bisnis bertujuan menciptakan samudra biru. Inisiatif ini menghasilkan 38% pemasukan total dan 61% laba total. Perbedaan kinerja inisiatif samudra merah dan samudra biru cukup nyata. Inisiatif Bisnis
86% 86%
Dampak Pemasukan Dampak Laba
62% 62%
38% 38% 61% 61%
39% 39%
Inisiatif dalam samudra merah
14% 14%
Inisiatif dalam samudra biru
Gambar 3. Dampak Penciptaan Samudra Biru terhadap Laba dan Pertumbuhan Sumber: Kim dan Mauborgne (2005)
Menurut Kim dan Mauborgne (2005), sejak karya terobosan dari Porter (1980, 1985), kompetisi telah menjadi pusat dari pemikiran strategis. Kompetisi inilah yang menjadi dominan dalam kerja strategis selama 25 tahun terakhir. Untuk memudahkan pemahaman mengenai strategi samudra merah dan strategi samudra biru, Tabel 3 menampilkan perbedaan keduanya. Tabel 3. Perbedaan Strategi Samudra Merah dan Samudra Biru Strategi Samudra Merah
Strategi Samudra Biru
Bersaing dalam ruang pasar yang sudah
Menciptakan ruang pasar yang belum ada
ada
pesaingnya
Memenangi kompetisi
Menjadikan kompetisi tidak relevan
Mengeksploitasi permintaan yang ada
Menciptakan dan menangkap permintaan baru
Memilih antara nilai-biaya (value-cost
Mendobrak pertukaran nilai-biaya
trade-off) Memadukan keseluruhan sistem kegiatan Memadukan keseluruhan sistem kegiatan perusahaan dengan pilihan strategis antara perusahaan dalam mengejar differensiasi differensiasi atau biaya rendah
dan biaya rendah
Sumber: Kim dan Mauborgne (2005)
Terdapat enam prinsip dalam Blue Ocean Strategy. Empat prinsip pertama merupakan prinsip dalam perumusan BOS sedangkan dua prinsip terakhir merupakan prinsip pelaksanaan/eksekusinya. Pertama, merekonstruksi batasan pasar. Kedua, fokus pada gambaran besar bukan pada angka. Ketiga, menjangkau permintaan yang ada. Keempat, melakukan rangkaian strategis dengan tepat. Kelima, mengatasi hambatan-hambatan utama dalam organisasi. Keenam, mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi. Prinsip pertama dalam blue ocean adalah merekonstruksi batasan-batasan pasar. Prinsip ini merupakan langkah awal dalam pembentukan samudra biru. Dalam prinsip ini, manager ditantang untuk mengidentifikasi peluang-peluang samudra biru yang secara komersil menarik, karena manager tidak dapat menjadi penjudi yang mempertaruhkan strategi mereka pada intuisi atau pengambilan acak. Dengan demikian, prinsip ini menurunkan risiko pencarian dalam memperluas batasan pasar. Ketika informasi telah didapat, proses selanjutnya adalah penerapan ide pada kanvas strategi sehingga menghasilkan strategi yang baik. Prinsip kedua adalah fokus pada gambaran besar bukan pada angka. Proses perencanaan strategis sebagian besar perusahaan membuat perusahaanperusahaan terjebak dalam samudra merah. Prinsip ini mengembangkan pendekatan alternatif bagi proses perencanaan strategis yang ada berdasarkan kanvas strategi. Dengan demikian, terjadi pengurangan risiko perencanaan investasi dan waktu yang terlalu besar dengan hasil yang berupa langkah taktis mempersiapkan perusahaan kembali pada samudra merah. Prinsip ketiga adalah menjangkau melampaui permintaan yang ada. Prinsip ini menentang dua praktik strategi konvensional, yaitu berfokus pada konsumen
yang
ada,
dan
dorongan
mempertajam
segmentasi
demi
mengakomodasi perbedaan di pihak pembeli. Alih-alih berkonsentrasi pada konsumen, perusahaan perlu melihat nonkonsumen. Alih-alih berfokus pada perbedaan konsumen, perusahaan perlu mengembangkan hal-hal yang dihargai pembeli secara umum. Hal ini memungkinkan perusahaan menjangkau permintaan yang ada demi membuka massa konsumen baru yang sebelumnya tidak ada. Dengan meningkatkan permintaan terbesar atas sebuah penawaran baru, prinsip pendekatan ini mengurangi risiko skala dalam penciptaan pasar baru. Prinsip keempat adalah melakukan rangkaian strategis dengan tepat. Dalam prinsip ini, diciptakan suatu model bisnis yang kuat untuk memastikan perusahaan dapat menghasilkan laba dari ide blue ocean yang dirancang. Untuk menciptakan model bisnis yang kuat, dirangkai strategi dan penguatan ide-ide samudra birunya. Dengan memahami rangkaian strategis yang benar dan memahami cara menilai ide-ide samudra biru berlandaskan kriteria-kriteria kunci dalam rangkaian tersebut, perusahaan mengurangi risiko model bisnis. Setelah model bisnis yang kuat tercipta, tahap selanjutnya adalah pengeksekusian strategi di dalam organisasi perusahaan. Setiap strategi memiliki kesulitan yang berbeda untuk dilaksanakan. Pada umumnya, kendala seperti sumber daya, kognitif, motivasi, dan politis harus diatasi. Diketahuinya cara mengatasi rintangan-rintangan tersebut akan mengurangi risiko organisasi. Prinsip terakhir adalah mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi. Sebuah perusahaan terdiri dari dari berbagai macam karyawan dengan jabatan yang berbeda-beda. Dalam prinsip ini, perusahaan membangun kepercayaan dan komitmen orang-orang dalam hierarki dan mendorong kerja sama sukarela mereka. Dalam prinsip ini, perusahaan perlu menggerakkan sikap dan perilaku orang-orang dalam persahaan tersebut, dan menciptakan kultur kepercayaan dan komitmen yang memotivasi orang untuk mengeksekusi strategi yang telah disepakati. Ketika semua orang dari perusahaan bersatu-padu mendukung sebuah strategi, perusahaan menonjol sebagai eksekutor yang konsisten. Dengan demikian, risiko manajemen dari ketidakpercayaan, penolakan kerjasama, dan bahkan sabotase dapat diminimalkan.
3.1.4. Inovasi Nilai Perusahaan yang terperangkap dalam samudra
merah mengikuti
pendekatan konvensional, yaitu berlomba memenangi kompetisi dengan membangun posisi kokoh dalam tatanan industri yang ada. Hal yang sebaliknya dilakukan oleh perusahaan dalam samudra biru. Perusahaan tersebut berfokus menjadikan kompetisi menjadi tidak relevan dengan menciptakan lompatan nilai bagi pembeli dan perusahaan. Inovasi nilai merupakan cara baru untuk memikirkan dan melaksanakan strategi yang mengarah pada penciptaan samudra biru dan ditinggalkannya kompetisi. Inovasi nilai menolak salah satu pemahaman dalam strategi berbasiskan kompetisi, yaitu pertukaran (trade off) nilai-biaya. Secara umum, diyakini bahwa perusahaan hanya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu: menciptakan nilai lebih tinggi bagi pelanggan dengan biaya tertentu (diferensiasi) atau menciptakan nilai tertentu dengan biaya rendah (kepemimpinan biaya) (Porter 1980). Hal sebaliknya dilakukan oleh perusahaan yang berusaha menciptakan samudra biru menjalankan strategi diferensiasi dan kepemimpinan biaya sekaligus. Inovasi nilai memberi keuntungan bagi perusahaan. Dengan melakukan inovasi nilai, perusahaan mempengaruhi struktur biaya dan tawaran nilai bagi pembeli secara positif . Penghematan biaya dilakukan dengan menghilangkan dan mengurangi faktor-faktor yang menjadi titik persaingan dalam industri. Nilai pembeli ditingkatkan dengan menambah dan menciptakan elemen-elemen yang belum ditawarkan perusahaan. Nilai pembeli berasal dari utilitas dan harga yang ditawarkan perusahaan. Nilai bagi perusahaan berasal dari harga yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli dan struktur biaya. Inovasi nilai akan tercapai ketika keseluruhan sistem faktor utilitas pembeli, harga, dan biaya perusahaan berpadu dengan tepat. Inovasi nilai mengarahkan perusahaan pada lompatan nilai bagi pembeli dan bagi perusahaan sendiri. Untuk mencapai hal tersebut, perusahaan harus memperluas batasan industrinya ke industri alternatif dan batasan pasarnya hingga nonkonsumen.
Biaya
Inovasi Nilai
Nilai Pembeli Gambar 4. Inovasi Nilai: Batu-Pijak Strategi Samudra Biru Sumber: Kim dan Mauborge (2005)
3.1.5. Nonkonsumen dalam Pembentukan Blue Ocean Dalam membentuk samudra biru, perusahaan harus menentang dua praktik strategi dalam samudra merah, yaitu berfokus pada konsumen yang ada, dan dorongan mempertajam segmentasi demi mengakomodasi perbedaan di pihak pembeli.
Untuk memaksimalkan ukuran samudra biru dan menjangkau
melampaui permintaan yang ada dalam industri, perusahaan perlu memikirkan nonkonsumen dibanding konsumen, memperhatikan kesamaan nilai dimata konsumen dan nonkonsumen, dan desegmentasi dibanding segmentasi yang lebih tajam. Terdapat tiga tingkatan nonkonsumen yang dapat diubah menjadi konsumen. Pembeda tiga tingkatan ini adalah jarak relatif nonkonsumen terhadap pasar. Nonkonsumen tingkat pertama adalah yang terdekat dari pasar. Nonkonsumen dalam tingkat ini merupakan konsumen yang membeli produk industri karena kebutuhan. Namun, jika ada ada inovasi nilai yang lebih mereka terima, mereka akan meningkatkan pembelian. Nonkonsumen tingkat pertama adalah konsumen yang segera akan membeli produk lain jika ada nilai lebih yang diterima. Nonkonsumen tingkat kedua adalah orang-orang yang menolak membeli produk dari industri. Nonkonsumen dalam tingkat ini menjadikan produk perusahaan sebagai pilihan akan kebutuhannya, namun sengaja tidak membeli.
Nonkonsumen ini tidak memilih produk karena merasa produk tidak efektif memenuhi kebutuhan mereka atau karena berada di luar jangkauan mereka. Umumnya, nonkonsumen ini memuaskan kebutuhan dengan sarana lain atau sengaja mengabaikan kebutuhan tersebut. Nonkonsumen tingkat ketiga adalah orang-orang yang tidak pernah berpikir bahwa penawaran dari suatu industri adalah pilihan. Umumnya, nonkonsumen yang belum dijelajahi ini tidak dianggap sebagai konsumen potensial karena jaraknya relatif jauh dari pasar. Nonkonsumen ini beranggapan bahwa kebutuhan mereka telah dipenuhi oleh industri lain. 3.1.6. Blue Ocean Strategy 3.1.6.1. Pemetaan Situasi Industri Pemetaan situasi industri dilakukan dengan menggunakan alat analisis kanvas strategi dan kurva nilai. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi konsumen yang kemudian menjadi faktor kompetisi dalam industri ditampilkan dalam kanvas strategi. Kurva nilai menggambarkan kinerja pelaku-pelaku dalam industri terhadap faktor-faktor kompetisi. Kanvas strategi adalah kerangka aksi dan diagnosis dalam pembentukan blue ocean. Kanvas strategi memberikan pemahaman akan faktor-faktor yang menjadi ajang persaingan industri. Kanvas strategi memberikan gambaran persaingan melalui grafik yang disebut kurva nilai. Dengan demikian, kanvas strategi memperlihatkan pemahaman situasi terkini dalam persaingan industri (Lasher 2004). Sumbu horishontal pada kanvas strategi mewakili faktor-faktor yang menjadi ajang persaingan dan investasi dalam industri. Sumbu vertikal pada kanvas strategi merangkum tingkat penawaran yang diperoleh pembeli dari semua faktor utama persaingan industri. Skor tinggi menandakan bahwa perusahaan memberikan penawaran lebih pada konsumen. Skor tinggi juga memperlihatkan bahwa perusahaan berinvestasi lebih banyak dalam faktor utama persaingan tersebut. Pada faktor “harga”, skor tinggi menandakan harga yang ditawarkan perusahaan untuk produk tersebut adalah tinggi.
Kurva Nilai adalah penggambaran grafis mengenai kinerja relatif perusahaan berkenaan dengan faktor-faktor kompetisi dalam industri (Kim dan Mauborgne 2005) Selain menunjukkan strategi perusahaan secara grafis, kurva nilai sekaligus menunjukkan tingkat investasi dan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk melaksanakan strateginya. Ketika kurva nilai yang baru dari perusahaan masih sama dengan strategi para pesaing, sebaiknya strategi tersebut tidak dilaksanakan atau perlu diteliti lebih lanjut (Kim dan Mauborgne, 2005). Kurva nilai harus memiliki tiga ciri strategi yang baik, yaitu: fokus, divergensi, dan motto yang memikat. Kurva nilai perusahaan harus memiliki fokus agar biaya tidak cenderung meningkat dan model bisnis tidak cenderung kompleks untuk diimplementasikan dan dieksekusi. Jika tidak memiliki divergensi, strategi perusahaan tidak akan menonjol dalam persaingan industri. Motto yang memikat juga harus dimiliki perusahaan agar menjadi wacana internal yang mampu menarik minat konsumen. Jika kurva perusahaan bertemu dengan kurva pesaing, perusahaan cenderung berusaha memenangi persaingan dengan bertunpu pada biaya dan kualitas. Dengan kata lain, perusahaan terperangkap dalam red ocean. Pada kurva perusahaan yang menunjukkan tingkat yang tinggi dalam semua faktor utama persaingan, perlu diteliti kesesuaian pangsa pasar dan keuntungan yang didapatkan dengan biaya yang dikeluarkan. Kurva nilai yang tinggi pada semua faktor, menandakan perusahaan cenderung memberikan pasokan berlebihan dari yang diminta oleh pasar tanpa mendapatkan tambahan nilai yang berarti bagi perusahaan. Pada kurva nilai yang tidak beraturan, perusahaan cenderung memiliki strategi yang tidak koheren. Strategi yang ada berdiri sendiri-sendiri sehingga tidak banyak memberikan manfaat bagi perusahaan dan tidak membedakan diri dari pesaing. Strategi perusahaan yang tidak koheren juga dapat menggambarkan kontradiksi bahwa perusahaan memberikan penawaran tingkat tinggi pada suatu faktor kompetisi tanpa menghiraukan faktor lainnya. Untuk mendapatkan kurva nilai yang berbeda dari para pesaing, perusahaan harus menentukan faktor yang dihilangkan dan yang dikurangi hingga di bawah strandar industri. Selain itu, perusahaan harus menciptakan faktor baru
dan meningkatkan faktor hingga di atas standar industri. Dengan demikian, perusahaan memperoleh kurva nilai yang divergen. 3.1.6.2. Kerangka Kerja Enam Jalan Kerangka kerja enam jalan dilakukan untuk mengidentifikasi peluangpeluang penciptaan samudra biru. Kerangka ini menyediakan enam jalan yang dapat dicermati untuk meraih pasar yang lebih besar dari pasar yang ada sekarang. Kata-kata kunci dalam enam jalan tersebut, yaitu: (1) industri alternatif, (2) kelompok strategis, (3) kelompok pembeli, (4) cakupan produk atau penawaran jasa, (5) orientasi fungsional-emosional, dan (6) waktu. Berikut adalah penjelasan dari kerangka enam jalan. Pertama, mencermati industri-industri alternatif yang menghasilkan produk atau jasa yang memiliki bentuk berbeda tetapi menawarkan fungsi atau utilitas/manfaat inti yang sama, atau industi yang memiliki fungsi dan bentuk berbeda dengan tujuan yang sama. Kedua, mencermati kelompok-kelompok strategis dalam industri, yaitu sekelompok perusahaan dalam satu industri yang mengejar strategi yang sama. Kunci alternatif jalan ini adalah memahami faktor-faktor apa yang menentukan keputusan konsumen berpindah naik atau turun dari satu kelompok ke kelompok lain. Ketiga, mencermati rantai pembeli. Dalam sebagian besar industri, terdapat rantai „pembeli-pembeli‟ yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam proses pembelian. Rantai pembeli tersebut seperti pembeli (pihak yang membayar), pengguna (pihak yang menggunakan produk), dan pemberi pengaruh (pihak penting yang mempengaruhi pembelian). Keempat, mencermati penawaran produk dan jasa pelengkap. Produkproduk (barang dan jasa) seringkali saling memengaruhi nilai masing-masing. Kunci dalam alternatif ini adalah mendefinisikan solusi total yang dicari pengunjung ketika memilih objek wisata yang dkunjungi. Cara sederhananya adalah dengan memikirkan apa yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah kunjungan. Kelima, mencermati daya tarik emosional atau fungsional. Sejumlah besar industri berkompetisi terutama pada harga berdasarkan perhitungan manfaat
(funsional), sedangkan industri lain berkompetisi terutama pada perasaan (emosional). Keenam, mencermati waktu. Semua industri tunduk pada tren eksternal yang memengaruhi perusahaan. Tiga prinsip penting dalam mencermati waktu yaitu: (1) tren harus penting bagi bisnis, (2) tren tidak dapat diputarbalikkan, (3) tren harus memiliki lintasan yang jelas. 3.1.6.3. Kerangka Kerja Empat Langkah Kerangka kerja empat langkah merupakan kerangka kerja dalam merekonstruksi elemen-elemen nilai pembeli sehingga BOS tercipta. Melalui kerangka kerja ini strategi samudra biru diformulasikan. Kim dan Mouborgne (2005) menjelaskan kerangka kerja empat langkah sebagai berikut: 1. Eliminate. Perusahaan menghilangkan faktor-faktor yang dianggap umum dan diterima begitu saja oleh industri. Hal ini bertujuan melihat peluang usaha diluar batasan yang telah tercipta sebelumnya. 2. Reduce. Perusahaan mengurangi investasi pada faktor yang tidak memberikan peningkatan manfaat bagi pembeli. Investasi perusahaan pada suatu faktor persaingan diharapkan memberikan peningkatan manfaat bagi pembeli sehingga menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi perusahaan itu sendiri. Namun, investasi tesebut tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan. Investasi ini disebut investasi yang berlebih. Investasi yang dilakukan secara berlebih inilah yang akan dikurangi perusahaan hingga di bawah standar industri. 3. Raise. Langkah ini berkebalikan dengan Reduce. Perusahaan meningkatan investasi pada faktor persaingan yang memberikan peningkatan manfaat yang signifikan bagi pembeli. Investasi ini dilakukan hingga di atas standar industri. 4. Create. Perusahaan menciptakan faktor yang sebelumnya belum pernah ditawarakan dalam industri.
Dengan menciptakan faktor yang baru,
perusahaan memberikan nilai manfaat baru bagi konsumen dan nonkonsumen, sehingga dapat menciptakan permintaan yang baru dan menentukan harga strategis industri.
3.1.6.4. Pengujian BOS Blue Ocean Strategy (BOS) yang efektif memiliki tiga kualitas yang saling melengkapi, yaitu: fokus, gerak menjauh (divergensi), dan motto utama yang memikat. Tanpa tiga kualitas ini, strategi samudra biru perusahaan akan tampak kabur dan sulit dikomunikasikan sehingga perusahaan tidak menjadi berbeda dari pesaing lain dan tetap berada dalam samudra merah industri (Kim dan Mauborgne, 2005). Kualitas pertama adalah fokus. Profil strategis yang dibuat harus menunjukkan adanya kejelasan dan kefokusan perusahaan. Dalam pembuatan profil strategis, perhatikan hal-hal yang dilakukan oleh para alternatif dari industri, sehingga dapat menarik nonkonsumen menjadi konsumen. Kualitas kedua adalah divergensi. Perusahaan sebaiknya menjauhi persaingan dan menawarkan sesuatu yang bukan umum ditawarkan oleh industri dengan mencari tahu hal-hal yang dianggap penting oleh konsumen dan nonkonsumen. Penawaran suatu nilai yang baru menciptakan peluang pembukaan pasar baru yang belum pernah ada sebelumnya. Kualitas ketiga adalah motto yang memikat. Hal ini menjadi dasar untuk mengomunikasikan pemahaman strategi yang telah dibuat. Motto harus menggambarkan strategi yang akan dilakukan dan tujuan yang hendak dicapai perusahaan. Setelah strategi yang baik telah didapat dan kurva nilai yang baru tercipta, langkah selanjutnya adalah membuat suatu model bisnis yang kuat. Hal ini dilakukan untuk memastikan strategi yang dibuat
dapat
menghasilakn
pertumbuhan dan laba yang sehat. Untuk memastikan pertumbuhan dan laba tersebut, strategi yang didapat harus diuji dalam rangkaian strategis yang terdiri dari pengujian terhadap empat hal secara berurut yaitu utilitas pembeli, harga strategis, biaya sasaran, dan rintangan pengadopsian. Rangkaian strategi dimulai dari utilitas pembeli. Untuk membantu mengidentifikasi kemungkinan penciptaan utilitas bagi pembeli, dapat dicermati dari siklus pengalaman pembeli dan tuas utilitas. Siklus pengalaman pembeli tersiri dari pembelian, pengiriman, penggunaan, pelengkap, perawatan, dan pembuangan. Tuas utilitas terdiri dari produktivitas konsumen, kesederhanaan,
kenyamanan, risiko, keceriaan dan citra, serta keramahan terhadap lingkungan. Jika calon pembeli bersedia mencoba produk yang ditawarkan, rangkaian uji dilanjutkan pada uji harga strategis. Jika tidak, maka tidak ada peluang blue ocean dalam strategi yang dibuat karena pembeli belum merasakan sesuatu yang istimewa dan yang berbeda dari produk yang ditawarkan pesaing. Perlu dilakukan pengajian ulang dalam utilitas pembeli. Rangkaian uji selanjutnya adalah harga strategis. Untuk mendapatkan pemasukan yang besar, harga yang ditawarkan harus dipastikan dapat menarik pembeli dalam jumlah besar. Rentang harga strategis dapat diperoleh dari pengamatan terhadap industri lain yang mempunyai bentuk berbeda tetai fungsinya sama dan industri yang bentuk dan fungsinya berbeda tetapi tujuannya sama. Jika calon pembeli mau membeli produk, rangkaian uji dilanjutkan pada uji biaya. Jika tidak, perlu dilakukan pengkajian ulang harga srategis. Rangkaian uji terhadap utilitas pembeli dan harga strategis adalah langkah awal untuk memastikan bahwa telah ada lompatan nilai bagi pembeli dan menentukan pemasukan bagi perusahaan. Rangkaian uji selanjutnya adalah biaya sasaran. Perusahaan harus mampu berproduksi dengan biaya sasaran untuk mengamankan laba yang akan diperoleh dan tidak mempengaruhi harga strategis. Ada tiga cara untuk mencapai biaya sasaran, yaitu merampingkan proses operasional, bermitra, dan mengubah model pemberian harga. Jika perusahaan mampu, rangkaian uji dilanjutkan pada uji rintangan pengadopsian. Jika tidak, perlu dilakukan pengkajian ulang biaya sasaran. Ketika perusahaan mengurangi utilitas karena biaya tinggi menghalangi kemampuan perusahaan mencetak laba, perusahaan harus memperbaiki strategi. BOS menentang adanya value-cost trade off. Rangkaian uji terakhir adalah rintangan pengadopsian. Rintangan pengadopsian dapat muncul dari eksternal dan internal perusahaan. Rintangan eksternal dapat berasal dari peritel, mitra bisnis, atau pihak-pihak berkepentingan yang berda di luar perusahaan. Rintangan internal berasal dari karyawan yang merasa nyaman sebelum terjadinya pengadopsian strategi. Jika perusahaan dapat mengatasi rintangan tersebut, ide BOS layak dijalankan. Jika tidak, perlu dilakukan pengajian ulang rintangan pengadopsian.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor semakin berkembang. Objek-objek wisata semakin marak tumbuh di beberapa lokasi di Kabupaten dan Kota Bogor. Pertumbuhan industri objek wisata ini mengindikasikan terjadinya persaingan di antara objek wisata untuk memperebutkan pengunjung. Hal ini juga tampak dari dinamika kenaikan dan penurunan jumlah pengunjung beberapa objek wisata utama di Kabupaten dan Kota Bogor. Persaingan ini menjadikan perebutan market share dari pasar pengunjung objek wisata menjadi semakin intensif. Kondisi persaingan ini, oleh Kim dan Mauborgne (2005) disebut samudra merah (red ocean). Kondisi ini dihadapi oleh semua objek wisata, termasuk Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Bogor menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi. Pengunjung yang datang memiliki beragam motivasi dan aktivitas yang dilakukan. Mayoritas pengunjung datang untuk berekreasi, padahal fungsi utama KRB adalah konservasi, penelitian, dan pendidikan. Jumlah pengunjung yang berlebih terutama yang kurang ramah lingkungan akan memberi dampak buruk bagi koleksi KRB. Dampak yang mulai dirasakan adalah semakin lamanya air menggenang di beberapa lokasi KRB. Hal ini diduga oleh Kepala Divisi Konservasi Ex Situ PKT-KRB akibat terlampau banyaknya pengunjung yang berekreasi dan beraktivitas di areal KRB sehingga terjadi pemadatan tanah. Pengunjung adalah bagian penting dalam pariwisata dan upaya pendidikan konservasi sehingga adanya pengunjung adalah keuntungan bagi KRB. Namun jumlah pengunjung yang berlebih akan mengganggu tumbuhnya tanaman koleksi. Untuk itu perlu dilakukan upaya pemilihan segmen pengunjung yang lebih sesuai dengan visi misi KRB serta belum digarap oleh objek wisata lain. Pemilihan segmen tersebut dapat dilakukan melalui strategi samudra biru. Pembentukan samudra biru diawali dengan mengetahui faktor-faktor preferensi pengunjung terhadap objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor serta penilaian pengunjung terhadap kinerja dari objek-objek wisata tersebut. Faktorfaktor preferensi pengunjung dan penilaian kinerja objek wisata tersebut kemudian dipetakan untuk mengetahui situasi dan pola persaingan industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor.
Langkah
selanjutnya
dalam
pembentukan
samudra
biru
adalah
merekonstruksi batasan-batasan yang tercipta dalam industri dengan melakukan kerangka kerja enam jalan. Langkah ini dilakukan untuk mencermati kemungkinan membuat batasan baru yang lebih besar dalam industri objek wisata. Kerangka enam jalan bertujuan membentuk ulang batasan-batasan pasar dengan enam pendekatan dasar, yaitu: (1) mencermati industri alternatif, (2) mencermati kelompok-kelompok strategis, (3) mencermati rantai pembeli, (4) mencermati penawaran produk dan jasa pelengkap, (5) mencermati daya tarik emosional atau fungsional bagi pembeli, (6) mencermati waktu. Setelah
merekonstruksi
batasan-batasan
pasar
yang
sebelumnya
terdefenisikan oleh situasi industri, langkah selanjutnya adalah melakukan perumusan strategi untuk menciptakan inovasi nilai pada kurva yang sudah ada. Pembentukan inovasi dilakukan dengan menggunakan kerangka kerja empat langkah,
yaitu:
eliminate
(menghilangkan),
reduce
(mengurangi),
raise
(menambahkan), dan create (menciptakan). Strategi BOS PKT-KRB harus memiliki tiga ciri kualitas strategi BOS yang baik, yaitu: fokus, divergensi, dan motto yang memikat. Untuk meyakinkan bahwa strategi yang dirumuskan dapat menguatkan ide-ide pembentukan samudra biru, harus dilakukan rangkaian strategis melalui pengujian ide BOS yang terdiri dari pengujian terhadap utilitas pembeli, harga, biaya, dan pengadopsian. Jika strategi yang dirancang lolos dalam rangkaian pengujian, ide BOS layak dijalankan. Ide samudra biru ini kemudian menjadi rekomendasi strategi pengembangan wisata Kebun Raya Bogor. Gambar 5 menjelaskan alur kerangka pemikiran operasional.
Kenaikan dan penurunan jumlah pengunjung serta adanya pemain baru dalam industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor
Berlebihnya jumlah pengunjung yang bertujuan berekreasi dan kurang ramah lingkungan dibanding yang bertujuan konservasi, penelitian dan pendidikan
Situasi red ocean dalam industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor
Pemadatan tanah di area KRB yang akan berdampak buruk pada tanaman koleksi
Pembentukan blue ocean wisata KRB untuk meningkatkan jumlah pengunjung yang lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan visi misi KRB
Pemetaan Situasi Terkini Industri Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor 1. Penentuan Faktor-Faktor Kompetisi 2. Kanvas Strategi 3. Kurva Nilai
Rekonstrusi Batasan-Batasan Pasar Pengunjung Kebun Raya Bogor (Kerangka Kerja Enam Jalan)
Formulasi Blue Ocean Strategy Wisata Kebun Raya Bogor (Kerangka Kerja Empat Langkah)
Pengujian Strategi terhadap: 1. Tiga unsur strategi yang baik: fokus, divergensi, dan motto yang memikat 2. Rangkaian: Utilitas bagi Pembeli, Harga, Biaya, dan Pengadopsian
Ide Blue Ocean Strategy Wisata Kebun Raya Bogor layak dijalankan
Rekomendasi bagi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kebun Raya Bogor dengan pengelolanya adalah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB), LIPI. Lokasi penelitian beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No.13 Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa KRB memiliki pengunjung paling banyak dengan tren jumlah pengunjung menurun. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2011. Penggalian faktor-faktor persaingan objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor dilakukan dengan menyebar kuesioner untuk pengunjung Kebun Raya Bogor (KRB), Taman Safari Indonesia (TSI), dan The Jungle Waterpark (TJW). Taman Safari Indonesia dipilih karena memiliki jumlah pengunjung paling tinggi setelah KRB selama 2005-2009. The Jungle Waterpark dipilih karena menurut pihak KRB, berada di tengah Kota Bogor sehingga menjadi saingan utama. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan observasi di lokasi penelitian dan dari hasil kuesioner yang diberikan pada responden. Wawancara dilakukan dengan pihak manajemen PKT-KRB, pakar pariwisata dan pakar bisnis. Data primer sebagian besar diperoleh dengan menggunakan instrument daftar pertanyaan. Pemberian kuesioner dilakukan kepada pengunjung KRB, pengunjung TSI, dan pengunjung TJW. Data hasil pengisian kuesioner diolah dengan analisis kualitatif berdasarkan pendekatan metode Blue Ocean Strategy. Data sekunder seperti perkembangan KRB dan jumlah pengunjung diperoleh dari laporan tahunan PKT-KRB. Selain itu, data sekunder juga dipeloreh melalui studi literatur buku-buku yang relevan, jurnal, hasil-hasil penelitian, artikel yang berkaitan dengan topik penelitian, data dan informasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, dan website yang relevan seperti situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dll. .
Faktor-faktor preferensi pengunjung terhadap objek wisata yang diajukan dalam kuesioner ditentukan berdasarkan studi literatur dari penelitian-penelitian terdahulu, buku-buku terkait waktu luang (leisure) dan wisata. Faktor-faktor tersebut kemudian dikonsultasikan kepada pakar pariwisata dan pakar bisnis. Berdasarkan pendapat para ahli, terpilih 20 faktor yang diujikan ke responden. Faktor-faktor tersebut adalah Parkir kendaraan kecil (motor dan mobil), Parkir kendaraan besar (bus), Toilet, Mushola, Rumah Makan, Pusat Souvenir, Pusat Informasi, Peta Lokasi, Harga Tiket, Jumlah wahana, Kualitas Wahana, Promosi, Iklan, Aktivitas yang menghibur (entertainment), Aktivitas yang menambah pengetahuan (educational), Aktivitas untuk individu/pasangan/keluarga, Aktivitas untuk rombongan besar (gathering), Pelayanan petugas, Keamanan, dan Kebersihan. 4.3. Metode Penentuan Responden Metode yang digunakan untuk penentuan sampel dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Dalam penelitian ini, penentuan responden dilakukan
berdasarkan
kesediaan
responden
untuk
mengisi
kuesioner.
Pengambilan responden diambil sebanyak 90 orang yang terdiri dari 30 pengunjung Kebun Raya Bogor, 30 pengunjung The Jungle Waterpark, dan 30 pengunjung Taman Safari Indonesia. 4.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dari November sampai dengan Desember 2011. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan, alat perekam, alat pencatatan, dan alat penyimpanan elektronik. Kuesioner diajukan ke pengunjung pada peak season (hari libur/weekends) dan low season (hari kerja/weekdays). Data dari kuesioner kemudian dirangkum dalam Ms.Excel 2007. Hasil olahan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Data dari pihak manajemen PKT-KRB, pakar pariwisata, dan pakar bisnis dikumpulkan melalui wawancara langsung. Data mengenai perkembangan pariwisata, kondisi KRB, TSI, dan TJW dikumpulkan melalui wawancara, studi literatur dan observasi.
Tabel 4. Daftar Pertanyaan untuk Manajemen PKT-KRB dan Pengunjung Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor Informan
Pertanyaan
Manajemen
1. Apa saja kegiatan wisata yang ditawarkan KRB?
PKT-KRB
2. Bagaimana pengelolaan wisata di KRB? 3. Bagaimana kondisi persaingan wisata KRB dengan objek wisata lain? 4. Objek wisata mana yang menjadi pesaing terdekat KRB dalam menarik pengunjung? 5. Apa saja faktor yang dipertimbangkan untuk ditawarkan kepada pengunjung KRB? 6. Bagaimana penilaian kepentingan terhadap faktor-faktor tersebut? 7. Bagaimana rencana strategis pengelolaan wisata KRB?
Pengunjung Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor
1. Apa saja faktor-faktor yang dipertimbangkan sebelum menentukan objek wisata tujuan? 2. Bagaimana penilaian kepentingan terhadap faktor-faktor tersebut? 3. Bagaimana
penilaian
terhadap
objek
wisata
yang
dikunjungi?
4.5. Metode Pengolahan Data 4.5.1. Pemetaan Situasi Industri Pemetaaan situasi industri diperoleh dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang signifikan menjadi pertimbangan pengunjung dalam memilih objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor yang akan dikunjungi. Hasil identifikasi ini kemudian dipetakan dalam kanvas strategi untuk menggambarkan kondisi persaingan industri objek wisata Kabupaten dan Kota Bogor terkini. 4.5.1.1.Uji Cohran dalam Penentuan Faktor-Faktor Kompetisi (Sumbu Horishontal Kanvas Strategi)
Uji Cohran digunakan untuk mengetahui signifikansi dan menyeleksi faktor-faktor yang menjadi dasar konsumen dalam keputusan pembelian (Durianto, 2001). Dalam hal ini, pembelian yang dimaksud adalah pemilihan objek wisata yang dikunjungi pengunjung objek wisata. Berikut ini adalah rumus uji Cohran:
Keterangan: Q
= Indeks Validitas
C
= banyaknya variabel (atribut)
Ri
= jumlah baris jawaban “YA”
Cj
= jumlah baris jawaban “YA”
N
= total besar
Hipotesis pengujian yang digunakan adalah: Ho
: Kemungkinan jawaban YA adalah sama untuk semua faktor kompetisi
H1
: Kemungkinan jawaban YA adalah berbeda untuk setiap faktor kompetisi Apabila diperoleh Q >
, maka tolak Ho. Artinya, harus ada
pengurangan faktor-faktor yang diuji dengan melihat pada jumlah Cj terkecil. Apabila diperoleh Q <
, maka terima Ho. Artinya, faktor-faktor yang diuji
adalah signifikan mempengaruhi pengunjung memilih objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor . Pengolahan Uji Cohran menggunakan software Microsoft Excel 2007. Rangkuman hasil pengujian faktor-faktor persaingan industri objek wisata Bogor dapat dilihat dalam Lampiran 2. 4.5.1.2. Penilaian Kinerja Perusahaan terhadap Faktor-Faktor Persaingan (Sumbu Vertikal Kanvas Strategi) Penilaian kinerja dilakukan untuk menentukan tingkat kinerja perusahaan terhadap faktor-faktor persaingan yang akan ditempatkan pada sumbu vertikal dalam kanvas strategi. Penilaian kinerja objek-objek wisata ini kemudian menjadi grafik yang disebut Kurva Nilai. Penilaian ini dilakukan oleh pengunjung responden dengan memberikan skor penilaian pada skala (1) untuk kinerja rendah
dan (10) untuk kinerja tinggi. Penilaian responden diakumulasi dan dirata-rata berdasarkan rumus:
Keterangan: Qx
= rata-rata penilaian pada faktor x
∑ Cj = jumlah total penilaian kinerja faktor x dari seluruh responden n
= jumlah responden
4.5.2. Penciptaan Blue Ocean Strategy (BOS) Penciptaan BOS dilakukan melalui kerangka kerja enam jalan. Kerangka kerja enam jalan digunakan untuk mengidentifikasi peluang-peluang samudra biru yang secara komersil menarik. Analisis ini dilakukan karena suatu strategi tidak dapat didasarkan pada intuisi manusia. Kerangka kerja enam jalan bertujuan untuk memperluas pasar pengunjung KRB dengan mengubah nonkonsumen menjadi konsumen. Kerangka kerja enam jalan terdiri dari mencermati industri alternatif, kelompok strategis, kelompok pembeli, cakupan produk atau penawaran jasa, orientasi daya tarik fungsional-emosional, dan waktu (Kim dan Mauborgne 2005). 4.5.3. Perumusan Blue Ocean Strategy (BOS) Perumusan BOS dilakukan melalui kerangka kerja empat langkah. Kerangka kerja empat langkah digunakan untuk mengembangkan perencanaan strategi yang berdasarkan pada kanvas strategi. Analisis ini secara konsisten menghasilkan strategi yang membuka kreativitas beragam jenis orang dalam PKT-KRB, membuka mata PKT-KRB kepada samudra biru, dan mudah dipahami serta dikomunikasikan untuk bisa diterapkan secara efektif. Kerangka kerja empat langkah terdiri dari eliminate, reduce, raise, dan create. Eliminate adalah langkah yang menghilangkan faktor persaingan yang diterima begitu saja dalam industri objek wisata Kabupaten dan Kota Bogor. Reduce adalah langkah yang mengurangi kinerja faktor-faktor persaingan hingga dibawah rata-rata industri. Raise adalah langkah yang meningkatkan kinerja faktor-faktor persaingan hingga di atas rata-rata industri objek wisata. Create adalah langkah yang menciptakan faktor yang belum pernah ditawarkan industri objek wisata Kabupaten dan Kota Bogor.
4.5.4. Pengujian Ide Blue Ocean Strategy (BOS) Setelah Kerangka Kerja Enam Jalan dan Kerangka Kerja Empat Langkah dilakukan, didapatkan strategi yang akan digunakan untuk membentuk blue ocean. Selanjutnya, dilakukan penyesuaian strategi tersebut terhadap tiga unsur strategi yang baik, yaitu fokus, divergensi, dan motto yang memikat. Jika memiliki tiga ciri tersebut, strategi dikatakan efektif. Kemudian, penyesuaian tersebut dilakukan pada ide pembentukan blue ocean melalui rangkaian strategis terhadap utilitas pembeli, harga, biaya, dan pengadopsian. Tujuannya adalah memastikan bahwa strategi yang akan dilakukan dapat memberikan suatu model pelayanan yang kuat dan manfaat yang berkesinambungan bagi pengunjung KRB, PKT-KRB dan mitranya. Ketika lolos uji dari rangkaian strategis, ide blue ocean tersebut layak dijalankan. Berikut adalah alur formulasi strategi samudra biru:
Kanvas Strategi dan Kurva Nilai Pengujian Ide BOS terhadap Tiga Ciri Strategi yang Baik (Fokus, Divergensi, dan Motto yang memikat) Rangkaian Strategis Pengujian Ide BOS terhadap: Utilitas bagi Pembeli, Harga, Biaya, dan Pengadopsian Gambar 6. Alur Formulasi Blue Ocean Strategy
Kerangka Kerja Enam Jalan Kerangka Kerja Empat Langkah
Ide BOS layak dijalankan
V GAMBARAN UMUM KEBUN RAYA BOGOR 5.1. Sejarah Singkat Kebun Raya Bogor Pada tanggal 15 April 1817, Reinwardt mencetuskan gagasannya untuk mendirikan Kebun Botani yang disampaikan kepada G.A.G.P. Baron Van Der Capellen, Komisaris Jendral Hindia Belanda. Capellen kemudian menyetujui gagasan itu. Kebun Botani didirikan di samping Istana Gubernur Jendral di Bogor. Pada tanggal 18 Mei 1817, dilakukan pemancangan patok pertama yang menandai berdirinya Kebun Raya yang diberi nama Slands Plantentiun te Buitenzorg. Setelah kemerdekaan, tahun 1949 Slands Plantentiun te Buitenzorg berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA). Lembaga ini dipimpin dan dikelola oleh bangsa Indonesia. Direktur LPPA yang pertama adalah Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Pada waktu itu LPPA punya 6 anak lembaga, yaitu Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Treub Laboratorium, Musium Zoologicum Bogoriensisi dan Laboratorium Penyelidikan Laut. Pada tahun 1956, untuk pertama kalinya pimpinan Kebun Raya dipegang oleh bangsa Indonesia yaitu Sudjana Kasan yang menggantikan J. Douglas. Untuk perkembangan koleksi tanaman sesuai dengan iklim yang ada di Indonesia, Kebun Raya Bogor membentuk cabang di beberapa tempat, yaitu Kebun Raya Cibodas di Jawa Barat, Kebun Raya Purwodadi di Jawa Timur, dan Kebun Raya "Eka Karya" Bedugul di Bali. 5.2. Visi dan Misi 5.2.1. Visi Menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan dan pariwisata. 5.2.2.Misi 1. Melestarikan tumbuhan tropika. 2. Mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika.
3. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan. 4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. 5.2.3. Tujuan 1. Mengkonservasi tumbuhan Indonesia khususnya dan tumbuhan tropika umumnya. 2. Melakukan reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka. 3. Memfasilitasi pembangunan kawasan konservasi ex situ tumbuhan. 4. Meningkatkan jumlah dan mutu terhadap konservasi dan pendayagunaan tumbuhan. 5. Menyiapkan bahan untuk perumusan kebijakan bidang konservasi ex situ tumbuhan. 6. Meningkatkan pendidikan lingkungan. 7. Meningkatkan pelayanan jasa dan informasi perkebunrayaan. 5.3. Struktur Organisasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB) LIPI merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK).
PKT-KRB LIPI
berada dalam koordinasi Menteri Riset dan Teknologi, dibawah Presiden. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dipimpin oleh seorang Kepala Pusat yang secara struktural membawahi Bidang Konservasi Ex-situ, Bagian Tata Usaha, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi dan UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali serta Kelompok Fungsional Peneliti yang bersifat non struktural. Bidang Konservasi Ex-situ dipimpin oleh seorang kepala bidang yang membawahi empat kepala sub bidang, yaitu: Sub bidang Pemeliharaan Koleksi, Sub bidang Registrasi Koleksi, Sub bidang Selaksi dan Pembibitan, dan Sub bidang Reintroduksi Tumbuhan Langka. Kelompok fungsional peneliti dipimpin oleh seorang koordinator peneliti. Bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang kepala bagian yang membawahi empat kepala sub bagian, yaitu: Sub bagian
Kepegawaian, Sub bagian Umum, Sub bagian Keuangan, dan Sub bagian Jasa dan Informasi. Struktur organisasi PKT-KRB dapat dilihat pada Gambar 7. PKT Kebun Raya Bogor BBBBogor Bidang Konservasi Ex-Situ
Bagian Tata Usaha
Subbid Pemeliharaan Koleksi
Subbid Registrasi Koleksi
Subbag Kepegawaian Kelompok Jabatan Fungsional
Subbid Seleksi dan Pembibitan
Subbag Keuangan Subbag Umum Subbag Jasa dan Informasi
Subbid Reintroduksi Tumbuhan Langka
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali
Gambar 7. Struktur Organisasi PKT-KRB Sumber: (diolah dari) www.bogorbotanicalgarden.com
5.4. Pendanaan PKT-KRB Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB) LIPI merupakan pengelola Kebun Raya Bogor (KRB). Berdasarkan
PP RI
No.75/2007, tarif masuk pengunjung dewasa dan anak di atas 4 tahun Rp. 7.000, keliling kebun/parkir mobil roda 4 Rp.15.500, parkir motor roda 2 Rp.3.000. Tarif masuk Rp 7.000 ditambah Rp 1.000 untuk tiket masuk Museum Zoologi, Rp 800 untuk asuransi Jasa Raharja, dan Rp 700 untuk Pemerintah Kota Bogor sehingga harga tiket masuk KRB adalah Rp 9.500. Menurut Kepala Bagian Tata Usaha PKT-KRB, Ace Subarna SIP, HTM tersebut dapat bertambah sebesar Rp 500 dalam rangka Bulan Dana PMI yang biasanya dilakukan pada bulan Mei hingga menjelang bulan Ramadhan.
Tarif masuk Rp 7.000 dirasakan sudah tidak sesuai dengan biaya untuk mengelola KRB, dan terlalu murah jika dibandingkan dengan objek wisata lain. Saat ini, PKT-KRB sedang mengusulkan perubahan tarif masuk KRB. Diperkirakan HTM nanti akan berkisar pada Rp 12.500. Pendanaan PKT-KRB berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan dari penjualan tiket dan kerjasama dengan pihak lain termasuk dalam PNBP. Bagi PKT-KRB, Subbag Jasa dan Informasi merupakan ujung tombak dalam mengumpulkan PNBP. Namun PNBP ini tidak dapat digunakan langsung oleh PKT-KRB karena harus disetorkan dahulu ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). KPPN berada di bawah Direktorat Jendral Perbendaharaan, Kementrian Keuangan. Untuk mendapatkan dana PNBP, PKT-KRB mengajukan anggaran kepada KPN. Proses pengajuan anggaran ke KPN hingga penerimaan PNBP oleh PKT-KRB dilakukan dalam jangka waktu tiga hari jika sesuai rencana. Sebagai gambaran, dana dari APBN 2010 sebesar Rp 24 miliar, dan PNBP 2010 Rp 8 miliar. 5.5. Wisata dan Jasa Lainnya di KRB PKT-KRB memiliki program wisata utama yaitu Wisata Flora. Wisata Flora adalah program pendidikan lingkungan di KRB yang mengintegrasikan antara kegiatan di alam dengan materi mengenai keanekaragamn flora. Wisata Flora dibagi dua yaitu Wisata Flora bagi pelajar dan Wisata Flora bagi pengunjung umum. Wisata Flora untuk umum mengajak pengunjung mengenali sekilas tentang Kebun Raya Bogor dan koleksi tumbuhannya dengan tarif Rp.10.000/orang. Pengunjung berkeliling KRB menggunakan mobil wisata. Wisata Flora bagi pelajar dikenai tarif Rp. 20.000/orang. Program ini hanya berlaku untuk rombongan pelajar dari sekolah. Siswa mendapatkan tiket masuk, asuransi Jasa Raharja, dan LKS “Buku Catatan Tumbuhan”. Materi yang diberikan dalam Wisata Flora yaitu: 1. Mengenal Kebun Rayaku 2. Pemutaran Film 3. Aku dan Tumbuhan (SD/TK) 4. Pengamatan tumbuhan dan manfaat tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Praktek Perbanyakan Tumbuhan 6. Menanam benih tumbuhan (TK/SD) dan praktik perkembangbiakan vegetatif (SMP/SMU) 7. Dasar-dasar Botani 8. Karakterisasi morfologi tumbuhan, pengenalan tumbuhan obat (SMP), praktek identifikasi tumbuhan dan analisi taksonomi tumbuhan (SMU). 9. Eksplorasi Tumbuhan 10. Tur keanekaragaman hayati di Kebun Raya Bogor. Lokasi menarik yang ada di KRB adalah Museum Zoologi, Garden Shop (toko tanaman dan cinderamata), Taman Teijman, Tugu Reindwart, Tugu Raffles, Taman Sudjana Kassan, Herbarium, Orchidarium, dan Rumah Anggrek. Apabila sedang mekar, Bunga Bangkai adalah objek yang paling dicari oleh pengunjung. Fasilitas yang ada di KRB adalah masjid, lahan parkir, guest house (2 lokasi), bangku peristirahatan, serta toilet dan mushola di beberapa lokasi. Selain Wisata Flora, KRB menyediakan layanan tour guide, shooting, foto, pesta, dan guest house. Peta lokasi KRB dapat lihat di Lampiran 3. Tarif jasa layanan yang ada di KRB dapat dilihat pada Lampiran 4. 5.6. Strategi Pemasaran KRB Dana yang diperoleh dari APBN dan PNBP digunakan untuk keperluan operasional KRB. Tidak ada alokasi dana khusus untuk memasarkan KRB, sehingga KRB tidak mengupayakan pemasaran seperti iklan di media cetak ataupun elektronik. Namun, upaya pemasaran dilakukan dengan cara below the line (BTL) melalui brosur dan banner. Selain itu, pemasaran dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti program pendidikan lingkungan ke sekolah-sekolah yang dilakukan dua tahun lalu, penanaman bibit pohon di DAS Ciliwung, dan pembagian bibit pohon gratis bagi pengunjung KRB dalam rangka HUT PKTKRB. Pemasaran above the line dilakukan melalui press conference dan website, Untuk menarik dan memfasilitasi pengunjung, PKT-KRB memberikan promosi berupa diskon HTM.
Tabel 5. Diskon Harga Tiket Masuk KRB Asal Pengunjung
Jumlah Pengunjung
Diskon HTM
Pelajar (TK-Mahasiswa)
≥ 25 orang
50%
Instansi (Pemerintah/Swasta)
≥ 50 orang
25%
Umum
≥ 50 orang
10%
Panti Asuhan (termasuk SLB)
100%
VI FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA KEBUN RAYA BOGOR 6.1. Pemetaan Situasi Industri Objek Wisata Faktor kompetisi adalah faktor yang menjadi preferensi bagi konsumen, dan yang menjadi persaingan bagi pelaku dalam industri. Dalam hal ini, konsumen adalah pengunjung dan pelaku industri adalah pengelola objek wisata. Faktor-faktor kompetisi ini diperoleh dari formulasi data primer yang berasal dari responden. Dari 20 faktor yang diajukan, terpilih 9 faktor yang menjadi kunci persaingan dalam industri objek wisata Bogor. Dua puluh faktor yang diajukan adalah Parkir kendaraan kecil (motor dan mobil), Parkir kendaraan besar (bus), Toilet, Mushola, Rumah Makan, Pusat Souvenir, Pusat Informasi, Peta Lokasi, Harga Tiket, Jumlah wahana, Kualitas Wahana, Promosi, Iklan, Aktivitas yang menghibur (entertainment), Aktivitas yang
menambah
pengetahuan
(educational),
Aktivitas
untuk
individu/pasangan/keluarga, Aktivitas untuk rombongan besar (gathering), Pelayanan petugas, Keamanan, dan Kebersihan. Sembilan faktor yang menjadi preferensi utama pengunjung objek wisata Bogor adalah Toilet, Mushola, Peta lokasi, Aktivitas/kegiatan yang menghibur (entertainment), Aktivitas/kegiatan
Aktivitas/kegiatan untuk
menambah
pengetahuan
individu/pasangan/keluarga,
(educational),
Pelayanan
petugas,
Keamanan, dan Kebersihan. Hasil penilaian kinerja objek wisata KRB, TSI, dan TJW terhadap faktor-faktor kompetisi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penilaian Kinerja Objek Wisata KRB, TSI, dan TJW terhadap Faktor Kompetisi Objek Wisata
Faktor Kompetisi 1
2
3
4
5
6
7
8
9
KRB
5.5
6.5
6.6
5.0
7.6
7.1
6.6
7.1
5.8
TSI
8.3
7.4
8.1
9
9
9
8.4
8.2
8.5
TJW
7.3
7.4
7.8
8.1
6.7
8.1
8.1
7.3
7.8
Industri
7.0
7.1
7.5
7.4
7.8
8.1
7.7
7.5
7.4
Kanvas strategi KRB, TSI, TJW, dan industri objek wisata Bogor pada umumnya
Penilaian Kinerja Objek Wisata
dapat dilihat pada penggambaran kurva berikut ini: 10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Faktor-Faktor Kompetisi KRB
TSI
TJW
Industri
Gambar 8. Kanvas Strategi Industri Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor Keterangan Faktor-Faktor Kompetisi: 1. Toilet 2. Mushola
6. Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga
3. Peta Lokasi
7. Pelayanan Petugas
4. Aktivitas yang menghibur
8. Keamanan
(entertainment)
9. Kebersihan
5. Aktivitas yang menambah pengetahuan (educational)
Berikut adalah penjelasan kinerja dari Kabun Raya Bogor, Taman Safari Indonesia, dan The Jungle Waterpark berdasarkan kanvas strategi. 1. Kebun Raya Bogor (KRB) Secara keseluruhan, KRB memiliki kinerja lebih rendah dari kinerja ratarata industri. Faktor Aktivitas yang menghibur, Toilet, dan Kebersihan dinilai sangat rendah oleh pengunjung responden, sedangkan faktor Aktivitas yang menambah pengetahuan dinilai paling baik oleh responden pengunjung KRB. 2. Taman Safari Indonesia (TSI) Secara keseluruhan, TSI menunjukkan kinerja lebih tinggi dari kinerja rata-rata industri. Menurut sampel pengunjung TSI, Aktivitas yang
menghibur, Aktivitas yang menambah pengetahuan, dan Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga sangat baik. Faktor dengan kinerja yang paling rendah adalah Mushola. 3. The Jungle Waterpark (TJW) Secara keseluruhan, TJW menunjukkan kinerja menyerupai rata-rata industri. Faktor Aktivitas yang menambah pengetahuan dan Keamanan menunjukkan kinerja di bawah rata-rata industri, sedangkan faktor-faktor lain berada di atas industri. Berdasarkan pendekatan Blue Ocean Strategy, kanvas strategi di atas menunjukkan kurva nilai pemain industri objek wisata di Bogor relatif berdekatan pada faktor Mushola; Peta Lokasi; Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga; Pelayanan Petugas; dan Keamanan. Ketika kurva nilai suatu objek wisata berdekatan dengan kurva pesaing, hal ini menandakan adanya kompetisi dalam
samudra
merah.
Kompetisi
ini
meningkatkan
kesulitan
dalam
memperebutkan pangsa pasar yang terbatas. Kurva nilai KRB berada dalam low performance dibanding objek wisata lain. Untuk itu perlu diciptaan pangsa pasar baru (untapped market space) dan pengembangan wisata sehingga KRB dapat meningkatkan jumlah pengunjungnya. 6.2. Rekonstruksi Batasan-Batasan Pasar melalui Kerangka Kerja Enam Jalan Kim dan Mauborgne (2005) menjelaskan bahwa permintaan dalam samudra biru adalah diciptakan, bukan diperebutkan. Untuk menjauh dari persaingan dan menciptakan samudra biru, KRB harus dilakukan rekonstruksi batasan-batasan pasar dari yang ada saat ini. Sebelum membentuk pasar yang baru, dilakukan indentifikasi persaingan pada pasar yang ada. Identifikasi ini akan menjadi patokan dalam membentuk pasar yang baru. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa KRB, TSI, dan TJW didatangi oleh pengunjung yang seimbang dalam jumlah laki-laki dan perempuan, dari mayoritas berasal dari Jabodetabek, tingkat pendidikan SMA dan Pendidikan Tinggi, dari beragam usia dan pekerjaan. Kebun Raya Bogor dengan konsep wisata flora, dikunjungi oleh pengunjung laki-laki dan pengunjung perempuan dalam persentasi yang sama
(50%). Usia pengunjung mayoritas berada pada kisaran 17-26 tahun (46,67%) dan 27-36 tahun (23,33%).
Pengunjung mayoritas berasal dari daerah Bogor
(66,67%) dan Jadetabek (30%). Latar belakang pendidikan pengunjung KRB mayoritas adalah lulusan SLTA (56,67%) dan Pendidikan Tinggi (40%). Latar belakang pekerjaan pengunjung mayoritas pegawai swasta (33,33%) dan pelajar/mahasiswa (23,33%). Taman Safari Indonesia dengan konsep wisata fauna, didomiinasi oleh pengunjung laki-laki (56,67%). Usia pengunjung mayoritas pada kisaran 17-26 tahun (26,67%) dan 37-46 tahun (26,67%). Pengunjung mayoritas berasal dari Bogor (46,67%) dan Jadetabek (30%). Latar belakang pendidikan pengunjung TSI adalah lulusan Pendidikan Tinggi (56.67%) dan SLTA (43,33%). Latar belakang pekerjaan pengunjung mayoritas adalah pegawai swasta (33,33%) dan ibu rumah tangga (20%). The Jungle Waterpark dengan konsep wisata air, relatif didominasi pengunjung perempuan (53,33%). Usia pengunjung mayoritas pada kisaran 17-26 tahun (43,33%) dan 37-46 tahun (43,33%). Pengunjung mayoritas berasal dari Jadetabek (53,33%) dan Bogor (36,67%). Latar belakang pendidikan pengunjung TJW adalah lulusan SLTA (63,33%) dan Pendidikan Tinggi (33,33%). Latar belakang pekerjaan pengunjung mayoritas adalah ibu rumah tangga (46,67%) dan pegawai swasta (20,00%). Segmentasi pengunjung yang sama merupakan salah satu penyebab munculnya persaingan dalam industri. Jika dilihat dari Tabel 7, terdapat beberapa persamaan segmentasi yang mencolok antara KRB dengan TSI dan atau TJW. Persamaan tersebut tampak pada segmentasi usia terutama 17-26 tahun, segmentasi geografis Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan segmentasi pendidikan terutama SLTA dan Pendidikan Tinggi. Pengunjung KRB mayoritas (46,67%) berusia 17-26 tahun. Pengunjung TSI terdiri dari beragam usia dengan sebaran merata (26,67% dan 23,33%) kecuali usia 57-66 tahun. Pengunjung TJW mayoritas (43,33%) terdiri dari usia 17-26 tahun dan 37-46 tahun.
Tabel 7. Segmentasi Pengunjung di Bogor, KRB, TSI, dan TJW NO.
SEGMENTASI
1
Jenis kelamin
2
3
4
5
6
Usia
Geografis
Pendidikan
Pekerjaan
BOGOR Laki-laki (51,11%)
KRB Laki-laki (50,00%)
TSI Laki-laki (56,67%)
TJW Laki-laki (46,67%)
Perempuan (48,89%)
Perempuan (50,00%)
Perempuan (43,33%)
Perempuan (53,33%)
17-26 tahun (38,89%)
17-26 tahun (46,67%)
17-26 tahun (26,67%)
17-26 tahun (43,33%)
37-46 tahun (26,67%)
27-36 tahun (23,33%)
37-46 tahun (26,67%)
37-46 tahun (43,33%)
Bogor (50,00%)
Bogor (66,67%)
Bogor (46,67%)
Jadetabek (53,33%)
Jadetabek (37,78%)
Jadetabek (30,00%)
Jadetabek (30,00%)
Bogor (36,67%)
SLTA (54,44%)
SLTA (56,67%)
Pendidikan Tinggi (56,67%)
SLTA (63,33%)
Pendidikan Tinggi (43,33%)
Pendidikan Tinggi (40,00%)
SLTA (43,33%)
Pendidikan Tinggi (33,33%)
Pegawai swasta (33,33%)
Pegawai swasta (33,33%)
Pegawai swasta (33,33%)
Ibu Rumah Tangga (46,67%)
Ibu Rumah Tangga (26,67%)
Pelajar/ mahasiswa (23,33%)
Ibu Rumah Tangga (20,00%)
Pegawai swasta (20,00%)
Flora
Fauna
Air
Jenis wisata
Pengunjung KRB, TSI, dan TJW mayoritas berasal dari Jabodetabek. Data menunjukkan bahwa tiap objek wisata memiliki jangkauan pengunjung dari konsentrasi daerah yang berbeda. Pengunjung KRB mayoritas (66,67%) berasal dari Bogor. Pengunjung
TJW mayoritas (53,33%) berasal dari Jadetabek.
Pengunjung TSI mayoritas (46,67%) berasal dari Bogor, namun pengunjung yang berasal dari luar Jabodetabek seperti Bandung dan Majalengka sebanyak 23,33% (lihat Lampiran 5). Angka ini jauh lebih besar dari pengunjung luar Jabodetabek KRB (3,33%) dan TJW (10%). Berdasarkan pengamatan di lapang, terlihat pengunjung dari luar negeri seperti Timur Tengah di TSI dan Eropa di KRB. Tidak diterlihat pengunjung dari luar negeri di TJW.
Segmen pengunjung usia 57-66 tahun di Kabupaten dan Kota Bogor memiliki persentasi 2,22%. (lihat Lampiran 5). Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan segmen usia yang lain. Dengan kata lain, masih memungkinkan
untuk
dikembangkan.
Lansia
pada
umumnya
memiliki
ketertarikan dengan isu kesehatan. Oleh karena itu, KRB dapat menyediakan sarana
penunjang
kesehatan.
Sarana
ini
cukup
memodifikasi
atau
mengembangkan fasilitas yang sudah ada di KRB. Misalnya, jalur pejalan kaki di sekitar Kolam Gunting dapat dikembangkan menjadi jalur untuk terapi. Jalur ini terbuat dari batu-batu kecil sehingga cocok untuk terapi berjalan di atas batu. Menurut Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, staf pengajar di Departemen Agribisnis IPB, pengadaan fasilitas jalur terapi berpotensi mendatangkan pengunjung baru di KRB. Terapi ini meniru konsep terapi berjalan yang mulai marak di industri rumah sakit. Pengakomodasian lansia dapat dilakukan dengan menciptakan program yang berkolaborasi dengan bagian koleksi tanaman obat. Indonesia memiliki beragam tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai obat herbal. Dengan menghubungkan kepentingan lansia akan kesehatan dan pengembangan pendayagunaan koleksi tanaman obat, KRB dapat meningkatkan jumlah pengunjung yang datang dengan tujuan utama pengetahuan. Pengunjung yang datang di Kabupaten dan Kota Bogor tidak hanya berasal dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri. Dari pengamatan pada saat turun lapang di KRB dan TSI, sering kali tampak pengunjung dari luar negeri (wisman). Asal wisman tersebut dapat diketahui dari ciri-ciri fisiknya. Wisman di TSI berasal dari Timur Tengah, sedangkan wisman di KRB berasal dari Eropa. Oosterman (1999) menyatakan bahwa pengunjung ekowisata yang paling prospektif di Indonesia adalah wisman yang berasal dari Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman. Wisman yang juga prospektif bagi Indonesia adalah yang berasal dari Australia, Perancis, dan Belanda. Berdasarkan penjelasan Oosterman (1999), pengunjung dari Eropa merupakan pasar yang prospektif bagi ekowisata di Indonesia, termasuk KRB. Salah satu fungsi KRB adalah pendidikan. Pesan-pesan konservasi sangat sesuai dikampanyekan melalui industri pendidikan. Sunkar et al (2007) meneliti
mengenai persepsi dan sikap mahasiswa IPB tentang alam. Penelitian menunjukkan bahwa persepsi dan sikap terhadap alam lebih dipengaruhi oleh interaksi dengan alam terutama pada usia 6-7 tahun dan 17-20 tahun. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa pendidikan berhubungan erat dengan sikap terhadap alam. Semakin tinggi pendidikan, tingkat kepedulian terhadap alam semakin meningkat. Tingkat pendidikan pengunjung di KRB kebanyakan adalah SLTA dan pendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, pesan konservasi akan lebih mudah diterima. Oleh karena itu, perlu diperhatikan segmen pengunjung yang berpendidikan lebih tinggi, seperti pascasarjana dan dosen. Berdasarkan penjelasan di atas, tampak segmen baru yang belum digarap oleh pesaing dan sesuai dengan visi misi KRB adalah segmen lansia, pengunjung dari Eropa, dan segmen pendidikan pascasarjana. Kerangka Enam Jalan menampilkan enam alternatif jalan untuk merekonstruksi batasan-batasan pasar tersebut. Keenam alternatif tersebut terdiri dari mencermati industri alternatif, kelompok-kelompok strategis dalam industri, rantai pembeli, penawaran produk dan jasa pelengkap, daya tarik emosionalfungsional, dan waktu. Rekonstruksi ulang batasan-batasan pasar KRB ditempuh melalui mencermati industri alternatif, rantai pembeli, penawaran produk dan jasa pelengkap, daya tarik emosional-fungsional, dan waktu. Jalan Mencermati Kelompok-Kelompok Strategis tidak terdefinisi. Istilah kelompok strategis merujuk pada sekelompok perusahaan dalam suatu industri yang mengejar strategi yang sama. Industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor pada umumnya memiliki strategi yang sama yaitu dengan menarik pasar pengunjung dari Jabodetabek dan mengakomodasi pengunjung keluarga sehingga relatif tidak ada pemain-pemain kunci dari kelompok-kelompok strategis. Dengan demikian, jalan mencermati kelompokkelompok strategis tidak terdefinisi. Alternatif jalan untuk merekonstruksi batasan pasar KRB dijelaskan sebagai berikut.
6.2.1. Mencermati Industri Alternatif Dalam pengertian terluas, suatu perusahaan berkompetisi tidak hanya dengan perusahaan-perusahaan lain di dalam industrinya, tetapi juga dengan perusahaan-perusahaan dalam industri lain yang memproduksi jasa atau produk alternatif. Alternatif memiliki artian yang lebih luas dari sekedar pengganti (subtitutes). Industri alternatif dapat berupa industri yang menghasilkan produk atau jasa yang memiliki bentuk berbeda tetapi menawarkan fungsi atau utilitas/manfaat inti yang sama. Selain itu, industri alternatif dapat juga berupa industri yang menghasilkan produk atau jasa yang fungsi dan bentuk berbeda, tetapi dengan tujuan yang sama (Kim dan Mauborgne 2005). Kebun Raya Bogor selain berfungsi sebagai pusat konservasi tumbuhan juga memiliki fungsi pendidikan. Pesan-pesan konservasi perlu Industri pendidikan sangatlah tepat dipertimbangkan sebagai industri alternatif untuk mencapai visi misi KRB. Penyampaian pesan konservasi KRB dapat disalurkan melalui industri pendidikan terutama yang memiliki pendidikan pascasarjana. Menurut penelitian yang dilakukan oleh McMillan et al, tingkat pendidikan berhubungan positif dengan perilaku seseorang terhadap lingkungan. Erdogan dan Ozsoy (2007) menyatakan bahwa mahasiswa pascasarjana mulai peduli akan isu-isu kelestarian lingkungan dan membentuk perilaku yang baik untuk melestarikannya. Perilaku ini mulai dibentuk mahasiswa pascasarjana sejak mereka menyadari dampak buruk lingkungan yang hancur bagi mereka. 6.2.2. Mencermati Rantai Pembeli Dalam sebagian besar industri, kompetitor memiliki kesamaan definisi mengenai siapa pembeli sasaran mereka. Namun, dalam praktiknya, ada rantai pembeli yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam proses pembelian. Pembeli yang membayar produk atau jasa mungkin berbeda dari pengguna sesungguhnya, dan dalam sejumlah kasus juga ada pemberi pengaruh yang penting (Kim dan Mauborgne 2005). Pengunjung KRB mayoritas adalah pelajar yang sedang karya wisata. Kunjungan ini, menurut Kasubbag Jasa dan Informasi PKT-KRB, biasanya dalam rangka memperkaya pelajaran mengenai pendidikan lingkungan secara umum dan
khususnya tumbuh-tumbuhan. Untuk menarik pelajar berkunjung, pihak KRB mendekati para guru dan memberikan penjelasan program-program pendidikan lingkungan yang ada di KRB. Jika para guru tertarik, pihak sekolah akan menyusun program karya wisatanya. Kemudian, para guru akan mengajak muridmuridnya mempelajari tumbuh-tumbuhan di KRB. Pengunjung yang lain adalah pengunjung yang datang bersama dengan keluarga. Berbagi waktu bersama keluarga adalah satu tujuan mengunjungi kebun raya (Ballantyne et al 2008). Pelajar dan anak-anak menyukai aktivitas yang menghibur. Pengadaan games bertemakan lingkungan dan tumbuhan di beberapa lokasi kebun raya akan memberikan nilai tambah bagi murid/pelajar (Ballantyne et al 2008). Dengan tujuan utama bermain yang disisipi pengetahuan akan lingkungan dan tumbuhtumbuhan, pelajar-pelajar akan memilih KRB sebagai tempat untuk memahami pelajaran di sekolah dan lebih dulu meminta sekolah membawa mereka berkunjung ke KRB. Melalui permainan bertemakan lingkungan dan tumbuh-tumbuhan, anakanak yang berkunjung pun akan lebih senang berada di KRB. Orang tua yang menemani anak-anaknya juga akan merasa senang jika anaknya dapat bermain sambil belajar. Menurut Sumarwan (2002), suami dan istri merupakan dua figur anggota keluarga yang sangat penting dan dominan di antara anggota keluarga lain (anak-anaknya). Diharapkan, dengan berminatnya anak-anak dan pelajar, mereka akan mempengaruhi orang tua untuk membawa mereka berkunjung ke KRB. Bagi KRB sendiri, pemberian nilai tambah bagi pelajar dan anak-anak melalui pengadaan games bertemakan lingkungan dapat menjadi salah satu cara baru untuk mendidik masyarakat akan pentingnya lingkungan dan alam. 6.2.3. Mencermati Penawaran Produk dan Jasa Pelengkap Pengunjung
potensial
KRB
adalah wisman
asal
Eropa.
Untuk
meningkatkan jumlah wisman tersebut, KRB dapat bekerja sama dengan industri yang berada di sekitarnya. KRB dikelilingi oleh industri yang bergerak di bidang wisata lain seperti perhotelan. Hotel-hotel yang berada di sekitar KRB adalah Hotel Salak Heritage, Royal Hotel, Sahira Butique Hotel, Hotel Santika, Hotel Amaris, Hotel Mirah, Hotel Permata dan Hotel Pangrango. Wisman yang
menginap di hotel tersebut, terutama yang belum pernah mengunjungi KRB dapat dibujuk mengunjungi KRB melalui mekanisme yang menguntungkan antara KRB dan hotel. Alasan KRB sebagai salah satu icon khas Bogor, lokasi KRB yang relatif dekat dari hotel dan dapat dijangkau dengan berjalan kaki, menjadi faktor penarik untuk mengunjungi KRB. Bagi hotel, kerjasama ini dapat menjadi salah satu promosi yang efektif karena KRB adalah salah satu icon khas wisata Bogor dan lokasinya relatif dekat dari hotel. Bagi KRB, kerjasama dapat menjadi media iklan untuk menarik wisman dari hotel-hotel sekitar. 6.2.4. Mencermati Daya Tarik Emosional atau Fungsional bagi Pembeli Kompetisi dalam suatu industri cenderung berfokus tidak hanya pada konsep umum mengenai cakupan produk dan jasanya, tetapi juga pada salah satu dari dua kemungkinan landasan daya tarik. Sejumlah industri berkompetisi terutama pada harga dan berfungsi berdasarkan kalkulasi utilitas/manfaat dan daya tariknya bersifat rasional atau disebut dengan pendekatan fungsional. Industri lain berkompetisi terutama pada perasaan atau disebut pendekatan emosional. Kebun raya merupakan taman koleksi yang berisi berbagai macam tanaman dari berbagai negara di dunia. Koleksi tanaman tersebut didisplay di dalam areal kebun. Pengunjung yang datang dapat melihat koleksi-koleksi tersebut untuk menambah pengetahuan. Namun pada umumnya, pengunjung datang lebih karena alasan rekreasi dan psikologi dibanding alasan pendidikan (Ward et al 2010). Wisata di KRB selama ini dikelola dengan menonjolkan pendidikan lingkungan. Pendidikan dilakukan melalui papan-papan edukasi, dan tour keliling KRB bersama tour guide. Wisata pendidikan lingkungan tersebut cenderung menonjolkan pendekatan fungsional. Padahal, pengunjung yang datang di kebun raya cenderung beraktivitas ke arah rekreasi daripada alasan edukasi (Ballantyne et al 2008). Di KRB, hal ini terlihat dari aktivitas pengunjung yang cenderung lebih banyak bercengkrama bersama keluarga/teman daripada menyewa guide untuk menjelaskan koleksi KRB.
KRB dapat menciptakan program edukasi yang menyenangkan (fun education). Program fun education dapat berupa games ataupun presentasi mengenai tanaman koleksi yang ada di KRB. Program fun education berupa film animasi yang menghibur, dapat meningkatkan minat pengunjung terutama anakanak mengenal lingkungan dan tertarik datang di KRB. Film-film dapat dibuat dengan bekerjasama dengan organisasi yang bergerak dibidang lingkungan hidup dan konservasi. 6.2.5. Mencermati Waktu Semua industri tunduk pada tren eksternal yang mempengaruhi bisnis sepanjang waktu. Dengan mencermati waktu, peluang-peluang dalam samudra biru dapat diciptakan (Kim dan Mouborgne 2005) Kartajaya (2009) mendefinisikan komunitas sebagai kelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih daripada yang seharusnya. Dalam komunitas, terjadi relasi pribadi yang erat antar-anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values. Menurut Reed‟s Community Law, pemanfaatan jaringan antar-komunitas, terutama social networking, secara eksponensial dapat meningkatkan nilai jaringan tersebut. Pada umumnya, pengelola objek wisata menyediakan progam bagi komunitas. Program ini pun berhasil dengan banyaknya perusahaan yang membawa karyawannya mengunjungi objek wisata. Komunitas dari perusahaan ini belum tentu memiliki interest dan values yang sama. Komunitas tersebut oleh Kartajaya (2009) bukan disebut sebuah komunitas melainkan kumpulan individu (crowd). Sudah banyak perusahaan yang menggunakan kerjasama dengan komunitas untuk memasarkan produknya. Dari sekian banyak komunitas, ada komunitas-komunitas yang dianggap berpengaruh signifikan terhadap produk yang dipasarkan. Salah satu komunitas yang direkomendasikan oleh para profesional adalah Bike to Work (Majalah SWA 2011). Dengan etika tertentu, kerjasama melalui komunitas akan meningkatkan pasar bagi perusahaan (Kartajaya et al 2003; Kartajaya 2009).
Tabel 8. Kerangka Kerja Enam Jalan Industri Alternatif
Industri pendidikan
Kelompok Strategis
tidak terdefinisi
Rantai Pembeli Penawaran Produk dan Jasa Pelengkap
KRBGuruSiswa, menjadi KRBSiswa Hotel-Hotel di sekitar KRB
Daya Tarik Emosional-Fungsional
Fun Education (games, kuis, film)
Waktu
Komunitas
6.3. Perumusan Blue Ocean Strategy pada Wisata Kebun Raya Bogor melalui Kerangka Kerja Empat Langkah 6.3.1. Eliminate (Menghilangkan) Eliminate merupakan langkah yang dilakukan dengan menghilangkan faktor persaingan yang diterima begitu saja oleh industri. Menurut pengajar Departemen Agribisnis IPB, Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec., saat ini KRB berada dalam low perform, sehingga tidak perlu dipaksakan meniadakan faktor persaingan. 6.3.2. Reduce (Mengurangi) Langkah reduce dilakukan pada faktor-faktor yang dinilai berlebihan dalam penawarannya. Nilai faktor-faktor tersebut dikurangi hingga di bawah standar industri. Saat ini, industri objek wisata banyak mengincar segmen pengunjung keluarga. Hal ini sangat wajar apabila melihat hasil survei dari IPSOS yang menyatakan bahwa jenis wisata yang berorientasi keluarga dan anak-anak adalah jenis wisata yang paling digemari (39%) oleh warga Indonesia. Kebun Raya Bogor ramai dikunjungi oleh pengunjung individu, pasangan, dan keluarga. Padahal, KRB tidak khusus membuka diri sebagai objek wisata dan mengincar pasar pengunjung tersebut. Walaupun tidak menampilkan diri sebagai objek wisata, namun KRB tetap ramai dikunjungi pengunjung. Untuk itu, perhatian pada faktor Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga dianggap berlebihan walaupun sudah berada dibawah industri. Dengan demikian, pengurangan perhatian pada faktor ini tidak akan mengurangi minat masyarakat
mengunjungi KRB. Aktivitas untuk pengunjung akan lebih umum dengan program fun education yang dijelaskan pada langkah raise. 6.3.3. Raise (Meningkatkan) Langkah Meningkatkan ditujukan pada faktor-faktor yang memiliki kinerja rendah pada kurva nilai yang terlihat dalam kanvas strategi. Nilai faktorfaktor tersebut ditingkatkan hingga di atas standar industri. Berikut adalah faktorfaktor yang akan ditingkatkan. 1. Toilet dan Mushola Dua faktor ini dibahas bersamaan karena pada umumnya lokasi toilet dan mushola berdekatan. Permasalahan toilet pada umumnya adalah mengenai kebersihan dan lokasi. Kurangnya kebersihan toilet dapat disebabkan oleh kurang sigapnya petugas kebersihan. Permasalahan lain adalah lokasi toilet dan mushola yang sulit ditemukan pengunjung. Untuk meningkatkan faktor toilet dan mushola tersebut, KRB perlu memperbaiki sistem pengadaan air untuk toilet dan mushola sehingga air dapat tersedia dan pengunjung dapat menggunakannya dengan nyaman. Selain itu, KRB perlu meningkatkan kompetensi petugas kebersihan yang menjaga toilet dan mushola. Pencantuman lokasi toilet dan mushola di dalam brosur peta lokasi juga perlu dilakukan agar pengunjung mudah mencari toilet dan mushola di dalam areal seluas 87 hektar. 2. Peta Lokasi Peta lokasi yang disebutkan disini ada dua jenis: papan lokasi dan brosur lokasi. Berdasarkan hasil pengamatan, brosur lokasi KRB hanya diperoleh apabila pengunjung meminta. Hal ini tentunya merugikan KRB sendiri karena daya tarik wisata yang ada praktis hanya diketahui pengunjung melalui papan lokasi. Brosur peta lokasi KRB tidak mencantumkan lokasi toilet. Fasilitas ini sangat vital bagi pengunjung, sehingga harus dimasukkan dalam brosur peta dan papan lokasi. Begitu juga dengan mushola, dalam brosur peta lokasi hanya dicantumkan lokasi satu mesjid, padahal KRB memiliki beberapa lokasi mushola. Pencantuman lokasi toilet dan mushola di brosur peta lokasi penting dilakukan. Menurut Ballantyne et al (2008), untuk mendidik pengunjung yang datang bukan untuk belajar, dapat dilakukan mulai dari pintu gerbang. Kebun raya dapat
memberikan leaflet atau selebaran yang berisi saran-saran untuk memaksimalkan kunjungan. Tindakan ini dapat meningkatkan penerimaan pesan konservasi pengunjung dan meningkatkan pembelajaran konservasi
pengunjung. Leaflet
berupa peta KRB perlu dibagikan kepada pengunjung sejak pengunjung masuk KRB (saat beli tiket). 3. Aktivitas yang menghibur (entertainment); dan Aktivitas yang menambah pengetahuan (educational); Faktor Aktivitas yang menghibur (entertainment) dalam pembahasan ini, tidak dimaksudkan untuk pembangunan wahana baru, namun lebih pada modifikasi dari yang sudah ada di dalam KRB. Wisatawan melakukan kunjungan ke objek wisata dengan berbagai macam motivasi, seperti kekurangan kesenangan, kekurangan dalam hubungan antar manusia dan persahabatan, tekanan pekerjaan dan kebosanan hidup sehari-hari (Schmidhauser 1989 diacu dalam Ross 1998). Alasan utama orang mengunjungi kebun raya lebih cenderung bukan dalam yang bersifat edukasi (Connell 2004; Ballantyne et al 2008; Ward et al 2010). Vanhove (2005) menjelaskan bahwa dalam trend
pariwisata, tingkat
perhatian pengunjung objek wisata terhadap isu lingkungan dan alam semakin tinggi. Pemandangan alam menjadi kunci utama dari daya tarik objek wisata. Biasanya, pengunjung mencari lingkungan alam yang berbeda dari lingkungan alam sehari-hari pengunjung. Suasana alam yang sejuk dan pemandangan alami yang asri menjadi alasan utama keunggulan KRB. Mayoritas pengunjung KRB adalah pelajar yang sedang karya wisata terutama dengan materi tentang ilmu alam terutama biologi. Mereka berkunjung ke KRB karena dorongan untuk menyelesaikan tugas dari sekolah. Aktivitas edukasi yang kurang disukai oleh pelajar dapat dilakukan dengan mengubah cara penyampaiannya. Jika biasanya pelajar diajak berkeliling sambil mendengarkan pemandu berbicara kemudian mencatatnya, KRB dapat mengemasnya dengan pola permainan (games) dan kuis. Sebagai contoh, kuis Siapa Berani dan kuis Ranking 1, merupakan kuis di stasiun televisi yang sangat populer beberapa waktu lalu. Kuis ini memberikan dan menguji ilmu pengetahuan pesertanya dengan cara yang menyenangkan. Jenis permainan lain dapat disesuaikan dengan usia
pengunjung pelajar. Ballantyne et al. (2008) menyatakan bahwa untuk menarik perhatian pengujung yang membawa anak-anak, kebun raya dapat melakukan kegiatan seperti treasure hunt dengan tema lingkungan atau konservasi dan permainan. Penyampaian pendidikan juga dapat dilakukan dengan presentasi informal mengenai koleksi-koleksi yang ada di KRB. Melalui presentasi informal, pesan konservasi dapat dengan mudah dimasukkan dan ditularkan kepada pengunjung (Ballantyne et al. 2008). Menurut Prof. EKS Harini Muntasib dari Bagian Rekreasi Alam dan Ekowisata, Departemen KSHE IPB, wisata yang cocok dikembangkan di KRB adalah wisata edukasi seperti pemanduan, bird watching, papan interpretasi, dan lain-lain. Menurut beliau, untuk mengoptimalisasi jumlah pengunjung yang datang di KRB, dapat dilakukan melalui stratifikasi program. Berdasarkan survei singkat yang dilakukan penulis terhadap 15 pengunjung yang sedang melakukan aktivitas menambah pengetahuan (study tour, penelitian, dan magang) di KRB, nilai terhadap pemanduan (guide) sebesar 8,4,
jalur pemanduan 7,46, bird
watching 7, papan interpretasi 8, dan wisata flora 8,6. Pemanduan merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan untuk interpretasi alam. Menurut Eva Rachmawati, S.Hut. M.Si. dari Laboratorium Rekreasi Alam dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, pemanduan di KRB dirasakan menurun. Hal terpenting dalam pemanduan adalah pemandu. Semakin menarik pemandu membawakan interpretasi,
pengunjung akan semakin
mengetahui hal-hal yang ada di dalam KRB. Untuk itu, perlu pelatihan-pelatihan pamanduan bagi pemandu agar dapat memandu dengan lebih menarik. Selain pelatihan pemanduan, pelatihan bahasa asing penting dilakukan untuk pemandu. Leslie dan Russell (2006) menyatakan bahwa penggunaan bahasa asing dalam pariwisata sangatlah penting. Untuk menarik wisman potensial dari Eropa, pemandu KRB perlu dilatih untuk berbahasa asing terutama bahasa dari negara wisman potensial dari Eropa. PKT-KRB dapat mendidik pengunjung mengenai perkebunrayaan secara umum. Materi pendidikan berupa film ini terdapat dalam program Wisata Flora. Menurut Ibu Rinrin dari Subbag Jasa dan Informasi PKT-KRB, film mengenai
perkebunrayaan ini diputar di dalam Gedung Konservasi lantai dua. Penontonnya adalah peserta Wisata Flora. Dengan beberapa modifikasi, film mengenai perkebunrayaan dan Bunga Bangkai dapat ditonton oleh pengunjung umum. Mekanisme pemutaran film ini dapat dikemas seperti bioskop dengan jam-jam tayang tertentu. Pemutaran video untuk wisata pendidikan juga dilakukan oleh Taman Wisata Mekarsari dengan Pongo Show-nya. Pongo Show merupakan augmented show dengan materi mengenai Orangutan. Pembuatan film kampanye dianggap lebih efektif memberikan pendidikan kepada
masyarakat.
Pembuatan
film
merupakan
cara
baru
dalam
mengampanyekan sebuah pesan. RARE (lembaga konservasi) mengembangkan sebuah metode yang dinamakan RARE Pride. Metode ini menggunakan model berdasarkan sosial marketing. Kegiatan untuk mengampanyekan pesan konservasi dilakukan melalui berbagai cara seperti menggunakan “duta” pesan, membuat lagu-lagu konservasi, mendesain dan menulis komik, pertemuan dan workshop stakeholder (Simorangkir 2007). Beberapa contoh lembaga yang mulai menggunakan sosial marketing dalam kampanyenya adalah BKKBN melalui lagu “Planning” yang dinyanyikan oleh sebuah band. Selain BKKBN, KPK juga mulai berkampanye anti korupsi melalui film “Kita vs Korupsi”. Penggunaan konsep sosial marketing perlu menjadi pertimbangan dalam mengampanyekan pesan konservasi dari KRB. Pengunjung objek wisata pada umumnya senang dengan sesuatu yang menarik. Objek wisata lain pada umumnya memiliki maskot. Taman Safari memiliki maskot bergambar gajah dan binatang lain. The Jungle Waterpark memiliki maskot bergambar rusa. Dunia Fantasi memiliki maskot bergambar bekantan. Maskot ini dapat menarik dan menghibur pengunjung dengan berfoto bersama. Ciri khas KRB yaitu Bunga Bangkai dapat dibuat animasinya sehingga dapat menarik dan menghibur pengunjung. Selain Bunga Bangkai, jenis tumbuhan lain dapat dijadikan maskot pelengkap sekaligus berfungsi mengenalkan jenis tersebut kepada pengunjung. 4. Pelayanan Petugas Pelayanan petugas merupakan faktor penting dalam industri jasa. Peningkatan pelayan petugas KRB dapat dilakukan dengan cara mengadakan
pelatihan mengenai service excellent bagi pegawai terutama pada bagian yang berkaitan dengan wisata d KRB. Hal ini perlu dilakukan mengingat KRB merupakan bagian dari sebuah lembaga penelitian yang sumber daya manusianya belum berfokus pada layanan wisata KRB. 5. Keamanan Secara umum, tidak banyak keluhan yang terdengar mengenai keamanan di objek wisata Bogor, sehingga dapat dikatakan pengunjung merasa cukup aman berada di objek wisata Bogor. Hal ini dapat dilihat dari nilai Keamanan KRB (7,1) relatif mendekati nilai rata-rata industri (7,5). Namun, masih ada citra KRB sebagai lokasi mesum. Menurut beberapa pengunjung dan orang yang pernah mengunjungi KRB, perbuatan asusila di dalam KRB cukup mengganggu. Perbuatan asusila tersebut diduga terjadi di tempat-tempat yang jarang dilalui atau di tempat-tempat yang tidak terlihat secara jelas oleh pengunjung. Berdasarkan Laporan Tahunan PKT-KRB, gangguan keamanan yang terjadi di KRB berupa perbuatan asusila tercatat sebanyak 40,5% di tahun 2009 dan 64,52% di tahun 2010. Untuk meningkatkan kinerja faktor Keamanan dan menghilangkan kesan KRB sebagai tempat mesum, selain menempatkan petugas di lokasi-lokasi padat pengunjung, perlu dilakukan patroli terutama di lokasi-lokasi yang dicurigai sebagai tempat mesum. 6. Kebersihan Sangat sulit untuk menjaga kebersihan di dalam kebun seluas 87 hektar. Dari hasil pengamatan, sampah yang paling banyak terlihat adalah daun-daun kering yang berada di pusat aktivitas pengunjung seperti kolam sekitar pintu utama KRB. Daun-daun kering menumpuk di saluran air sehingga terkesan kolam terkesan tidak pernah dibersihkan. Untuk meningkatkan kinerja faktor ini, kebersihan yang perlu diberi fokus lebih adalah lokasi pusat aktivitas pengunjung seperti kolam sekitar pintu utama, bangku-bangku peristirahatan, lapangan, dan area peristirahatan pengunjung. 6.3.4. Create (Menciptakan) Langkah create adalah upaya untuk menawarkan faktor yang belum pernah
ditawarkan
industri.
Faktor-faktor
baru
diciptakan
berdasarkan
pencermatan pada industri alternatif, rantai pembeli, penawaran produk dan jasa pelengkap, daya tarik emosional-fungsional, dan waktu. Berdasarkan pencermatan tersebut, faktor-faktor yang diciptakan adalah: 1. Event Faktor ini diciptakan atas dasar pencermatan pada industri alternatif, rantai pembeli, dan daya tarik emosional-fungsional. Penciptaan event seperti festival, kompetisi olahraga, ataupun pertemuan politik akan menghasilkan pemberitaan di televisi. Media ini merupakan publikasi yang paling efektif dibandingkan cara yang lain (Guskind 1988 dalam Law 1993). Penyelenggaraan festival kebun (garden festival) dapat meningkatkan jumlah pengunjung dan wisatawan bagi daerah setempat dan meningkatkan image serta profile dari kebun raya itu sendiri (Law 1993). Healhty event juga dapat dilakukan karena menurut Vanhove (2005), health lifestyle akan menjadi trend dimasa depan. Event yang dapat dilakukan KRB adalah: a. Open House Kebun Raya Bogor. Event ini semacam open house yang dilaksanakan oleh Istana Bogor. Dalam event ini, KRB dapat menunjukkan sejarah KRB, aktivitas yang dilakukan PKT-KRB, koleksi-koleksi yang ada di KRB dengan bantuan guide di setiap lokasi yang menarik, dll. Event ini dapat dilaksanakan berkaitan dengan ulang tahun PKT-KRB, atau bersamaan dengan open house Istana Bogor, atau juga pada bulan-bulan yang termasuk low season. b. Festival Flora Indonesia Event ini dapat dilakukan oleh KRB mengingat KRB merupakan kolektor tumbuhan yang ada di Indonesia. Dalam event ini, KRB dapat menampilkan koleksi-koleksi tumbuhan yang ada di KRB terutama koleksi tumbuhan anggreknya. Kerjasama dengan komunitas flora, dan organisasi yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dapat memudahkan penyelenggaraan acara ini. c. Perlombaan bagi anak usia sekolah Event ini dapat menarik perhatian bagi anak-anak terutama yang benar-benar tertarik akan hal-hal seputar lingkungan. Perlombaan dapat
berupa lomba cerdas cermat, olimpiade mata pelajaran alam,
lomba
melukis, dll. d. Jalan Sehat Kebun Raya Bogor Event ini meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gerak badan untuk mendukung kesehatan. Selain itu, dengan berjalan di areal yang minim polusi, peserta akan mengerti pentingnya udara bersih bagi kesehatan dan pentingnya tumbuhan yang menyediakan udara bersih. Event ini sangat berpeluang untuk mendapatkan sponsor mengingat banyaknya pelaku dalam industri kesehatan. Menurut staf pengajar Departemen Agribisnis IPB, Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec., penciptaan faktor event adalah tepat. Pengadaan event akan meningkatkan minat orang untuk mengunjungi KRB. Misalnya saja dengan mengadakan lomba foto. Foto yang dilombakan adalah foto yang diambil saat orang berada di dalam KRB. Foto dapat berupa koleksi tumbuhan KRB, aktivitas yang dilakukan di KRB, kebersamaan yang akrab, ataupun emosi sedih pengunjung. Foto yang paling banyak mendapat tanda like paling banyak di Facebook mendapatkan hadiah.
Event-event akan meningkatkan jumlah
pengunjung. 2. Komunitas Seperti yang telah dijelaskan pada rekonstruksi melalui pencermatan terhadap waktu, komunitas merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pasar. Dengan mengurangi fokus persaingan yang ada pada pasar wisata anak dan keluarga, KRB dapat meraih pasar yang lebih besar dengan mengincar pasar komunitas. Program wisata khusus komunitas dapat dibuat dengan berbagai penyesuaian mengikuti kebutuhan komunitas dan KRB. Selain itu, penggunaan teknologi informasi melalui mailing list dan social media seperti Facebook dan Twitter dapat menjadi sarana bagi komunitas (termasuk KRB) untuk berkomunikasi. Segmen yang dapat dijadikan pasar utama adalah pengunjung yang berpendidikan tinggi (highly educated) dan lansia. Segmen orang berpendidikan tinggi memiliki rasa ingin tahu dan perilaku terhadap alam yang cukup besar.
Segmen lansia memiliki antusiasme pada isu-isu kesehatan. KRB dapat mengakomodasi lansia untuk meningkatkan kesehatannya dengan berolahraga di KRB,
misalnya
dengan
jogging,
senam
lansia,
ataupun
menambah
pengetahuannya akan tanaman obat melalui koleksi tanaman obat di KRB. Dengan mengincar segmen ini, diharapkan perilaku pengunjung adalah yang bersahabat dengan alam. Tabel 9. Kerangka Kerja Empat Langkah Eliminate
tidak dilakukan karena low perform KRB
Reduce
Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga
Raise
Toilet; Mushola; Peta Lokasi; Aktivitas yang menghibur (entertainment); Aktivitas yang menambah pengetahuan (educational); Pelayanan Petugas; Keamanan; Kebersihan Event dan Komunitas
Create
6.4. Pengujian Ide Blue Ocean Strategy 6.4.1. Tiga Unsur Strategi yang Baik pada Strategi KRB Kim dan Mauborgne (2005) menyatakan bahwa di dalam pembentukan blue ocean, sebuah strategi yang baik harus memiliki tiga elemen dasar, yaitu fokus, divergensi, dan motto yang memikat. Fokus dalam perumusan strategi ini adalah peningkatan faktor-faktor yang bernilai sangat rendah (Toilet; Aktivitas yang menghibur (entertainment); Kebersihan) dan faktor-faktor baru yang telah diciptakan. Pemberian fokus pada faktor yang bernilai sangat rendah dan faktorfaktor baru yang telah diciptakan dan pengurangan pada faktor utama persaingan industri objek wisata akan menghasilkan kurva nilai KRB yang berbeda dengan kurva para pesaing. Dengan demikian, strategi KRB memenuhi unsur divergen (gerak menjauh). Motto memikat yang akan digunakan adalah “Ketika konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan, dan pariwisata berpadu serasi”. Melalui penjelasan tersebut, strategi KRB memenuhi unsur fokus, divergen dan motto yang memikat.
Tabel 10. Tiga Unsur Strategi BOS yang Baik Fokus meningkatkan faktor-faktor yang berkinerja sangat rendah faktor-faktor baru yang telah diciptakan Divergen mengurangi persaingan pada faktor Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga mengembangkan faktor Event dan Komunitas Motto yang Ketika konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan, dan memikat pariwisata berpadu serasi 6.4.2. Pengujian Ide Blue Ocean Strategy Setelah mencermati jalan yang ditempuh untuk menemukan berbagai kemungkinan samudra biru, membangun kanvas strateginya, dan menjajaki cara meningkatkan jumlah massa pembeli, langkah berikutnya adalah membangun suatu model bisnis yang kuat untuk memastikan bahwa laba dapat tercipta dari ide BOS. Rangkaian strategis melalui pengujian terhadap utilitas bagi pembeli, harga, biaya, dan pengadopsian dilakukan untuk menguatkan ide-ide BOS dan memastikan kesinambungan usahanya. 6.4.2.1. Pengujian terhadap Utilitas Pembeli Setiap produk harus mempunyai utilitas bagi pembeli. Namun, banyak perusahaan gagal memberikan value istimewa karena terobsesi dengan kebaruan, apalagi jika ada terknologi baru yang terlibat dalam produknya. Inovasi nilai tidak sama dengan inovasi teknologi. Utilitas yang akan pengunjung KRB dapatkan melalui pelaksanaan blue ocean strategy yaitu: a. Tidak kesulitan mencari toilet dan mushola yang nyaman. Ketersediaan air, tempat yang bersih, dan lokasi yang lebih mudah ditemukan berkat bentuan peta membuat kesan “KRB susah toilet dan musholanya” berkurang. b. Menikmati pemandangan yang indah dan lebih bersih. Sampah disekitar pusat aktivitas pengunjung dan pusat pemandangan pengunjung sudah dibersihkan. c. Pengunjung dapat menyusun program wisata yang lebih sesuai baginya. Pengunjung dapat lebih terlibat dalam penyusunan program karena pendapatnya terwakili oleh perwakilan komunitas.
d. Lebih mudah mengakses informasi KRB melalui Facebook dan Twitter. e. Mengenal dan memahami tumbuhan dan alam melalui cara yang menyenangkan. 6.4.2.2. Pengujian terhadap Harga Harga tiket masuk (HTM) pada industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor berkisar antara Rp.9.500 hingga Rp.85.000. Harga tiket KRB (Rp.9.500) adalah yang paling rendah diantara objek wisata yang ramai dikunjungi seperti Taman Safari Indonesia (Rp.85.000) dan The Jungle Waterpark (Rp.30.000). Harga tiket yang murah ini menjadi keunggulan KRB dalam meningkatkan pengunjung. Semakin banyak pengunjung, semakin tinggi pula biaya untuk mengelola KRB. Jika HTM ditingkatkan, maka pengunjung akan berkurang. Untuk mengakomodasi keinginan pengunjung akan HTM yang rendah dan kebutuhan PKT-KRB akan dana untuk mengelola KRB dapat dilakukan dengan mekanisme perubahan HTM. Peningkatan HTM dapat dilakukan ketika ada event-event yang menarik pengunjung saja, atau pengunjung diharuskan membayar lagi untuk menikmati beberapa fasilitas yang ada di KRB. Melalui event yang menarik, pengunjung dapat menikmati sesuatu yang berbeda dari hal-hal menarik yang sebelumnya ditawarkan KRB. Melalui peningkatan HTM pada event-event tertentu, PKT-KRB mendapatkan dana lebih untuk mengelola KRB. Tentunya mekanisme ini perlu dikaji dan mendapat persetujuan dari PKT-KRB dan pemerintah sebelum dilaksanakan. Ide mekanisme perubahan HTM tersebut dikemukakan oleh Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, Koordinator MK Strategi dan Kebijakan Bisnis Departemen Agribisnis IPB. 6.4.2.3. Pengujian terhadap Biaya Blue Ocean Strategy KRB melalui rekonstruksi batasan pasar dan penyusunan strategi akan menimbulkan biaya tambahan. Biaya tersebut meliputi peningkatan faktor toilet, mushola, peta lokasi, aktivitas yang menyenangkan (entertainment), aktivitas yang menambah pengetahuan (educational), pelayanan petugas, keamanan, dan kebersihan serta penambahan faktor baru yaitu kuliner, komunitas dan event.
Penambahan biaya pada faktor toilet, mushola, peta lokasi, dan event dapat ditutupi dengan cara bermitra. Terutama untuk faktor event, PKT-KRB dapat bermitra dengan pelaku-pelaku dalam industri kesehatan, industri flora, dan industri yang bergerak dalam lingkup lingkungan hidup. Tidak menutup kemungkinan, akan datang mitra yang berasal dari luar industri tersebut. Penambahan
biaya
pada
faktor
aktivitas
yang
menyenangkan
(entertainment), aktivitas yang menambah pengetahuan (educational), pelayanan petugas, keamanan, dan kebersihan akan tertutupi dengan peningkatan harga tiket masuk (HTM) dan pengalihan investasi dari faktor aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga. Penambahan biaya pada faktor komunitas dapat ditutupi dari kerjasama yang menguntungkan antara PKT-KRB dengan komunitas. Menurut Kabag TU PKT-KRB, Ace Subarna SIP, PKT-KRB tidak dapat melakukan aktivitas yang bersifat komersil. PKT-KRB hanya dapat menghimpun dana untuk PNBP dari aktivitas yang memanfaatkan jasa KRB sesuai PP no.75 tahun 2007. Aktivitas komersil dapat dilakukan oleh pihak kedua atau ketiga. Sebagai contoh, usaha es krim yang ada di dalam KRB dilakukan oleh koperasi pegawai, Café De Daunan dikelola oleh pihak swasta, barang yang dijual di Garden Shop merupakan barang konsinyansi. Mackinnon et al. (1986) menyatakan bahwa cara yang menyediakan fasilitas, makanan, dan jasa akomodasi bagi pengunjung kawasan dilindungi bervariasi tergantung kebijakan pemerintah. Pengoperasian dapat dilakukan oleh instansi kawasan dilindungi sendiri atau melalui suatu pengaturan kontrak dengan badan swasta yang umumnya disebut pemegang konsesi. Bila pemegang konsesi terbukti tidak memuaskan, otoritas pengelola mempunyai pilihan untuk menolak memperbaharui kontrak atau bahkan membatalkannya. Menurut Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc, pengajar MK Manajemen Kawasan Konservasi Departemen KSHE Fahutan IPB, perlu pemikiran yang outside the box dalam mengelola suatu kawasan konservasi. Dalam suatu perkualiahan, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF, Pengajar MK Manajemen Kawasan Konservasi, menjelaskan bahwa ada beberapa pemikiran yang mengarah pada pengubahan manajemen kawasan konservasi sekarang menjadi serupa dengan manajemen
pada Badan Layanan Umum (BLU) seperti rumah sakit. Pada model BLU, organisasi mencari dan mengelola sendiri keuangannya. 6.4.2.4. Pengujian terhadap Pengadopsian Model strategi berbasiskan samudra biru dapat mengundang rasa takut dan resistensi dari tiga stakeholder utama, yaitu: karyawan, mitra, dan khalayak umum (Kim dan Mauborgne 2005). Hambatan yang muncul terkait dengan stakeholder tersebut adalah kemungkinan munculnya penolakan atas peningkatan fungsi wisata KRB yang dikhawatirkan akan mengganggu fungsi utama KRB, yaitu konservasi. Bagitu pula dengan fungsi konservasi yang tidak akan mengganggu fungsi wisata. Kedua fungsi yang dilematis ini akan meningkat beriringan. Untuk menghadapi hambatan tersebut, PKT-KRB perlu mengedukasi stakeholder melalui diskusi terbuka mengenai perlunya pengembangan wisata KRB yang akan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan lingkungan dan terutama meningkatkan profile dan image KRB. Perlu juga ditekankan bahwa pengembangan wisata yang dilakukan tetap dalam aturan-aturan yang tidak mengurangi fungsi konservasi KRB. Menurut Koordinator MK Strategi dan Kebijakan Bisnis Departemen Agribisnis IPB, Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, pengujian yang dilakukan sudah tepat terutama untuk pengujian ide terhadap biaya dan pengadopsian. Pada pengujian ide terhadap biaya, kemitraan merupakan hal yang sangat tepat untuk dilakukan. Pengelolaan toilet dapat dijadikan sebagai contoh peluang kemitraan yang saling menguntungkan. Pendanaan untuk meningkatkan kinerja toilet KRB dapat dilakukan oleh mitra. Sebagai timbal balik, mitra dapat menggunakan toilet sebagai media iklan dalam jangka waktu 2-3 tahun, entah dengan mengecat toilet sesuai warna produk atau cara yang lainnya. Pada pengujian terhadap pengadopsian, diskusi terbuka adalah cara yang sangat baik. Melalui diskusi, stakeholder KRB terutama PKT-KRB dapat melihat kemungkinan bahwa selain untuk konservasi dan penelitian, wisata di KRB juga harus dikembangkan. Sebagai kawasan yang memiliki fungsi konservasi, KRB sangat vital perannya dalam edukasi, terlebih lagi karena berada di pusat kota. Sayangnya, fungsi edukasi ini yang mulai hilang bagi masyarakat. Fungsi edukasi
harus dikemas melalui program yang menarik agar pengunjung tertarik untuk datang kembali ke KRB dan menikmati pendidikan lingkungan yang ada di KRB. Alur pengujian ide BOS dapat dilihat pada Gambar 9. Kanvas strategi KRB BOS, TSI, TJW, dan Industri Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 10.
1.
2. 3.
4. 5.
Utilitas bagi Pembeli Tidak kesulitan mencari toilet dan mushola yang nyaman. Ketersediaan air, tempat yang bersih, dan lokasi yang lebih mudah ditemukan berkat bentuan peta membuat kesan “KRB susah toilet dan musholanya” berkurang. Menikmati pemandangan yang indah dan lebih bersih. Sampah disekitar pusat aktivitas pengunjung dan pusat pemandangan pengunjung sudah dibersihkan. Pengunjung dapat menyusun program wisata yang lebih sesuai baginya. Pengunjung dapat lebih terlibat dalam penyusunan program karena pendapatnya terwakili oleh perwakilan komunitas. Lebih mudah mengakses informasi KRB melalui Facebook dan Twitter. Mengenal dan memahami tumbuhan dan alam melalui cara yang menyenangkan.
Harga Harga tiket masuk (HTM) ditingkatkan dari saat KRB mengadakan event-event yang menarik. Penetapan tarif bagi fasilitas-fasilitas yang menyediakan jasa di dalam KRB.
1.
2.
3.
Biaya Penambahan biaya pada faktor toilet, mushola, peta lokasi, dan event dapat ditutupi dengan cara bermitra. Terutama untuk faktor event, PKT-KRB dapat bermitra dengan pelaku-pelaku dalam industri kesehatan, industri flora, dan industri yang bergerak dalam lingkup lingkungan hidup. Tidak menutup kemungkinan, akan datang mitra yang berasal dari luar industri tersebut. Penambahan biaya pada faktor aktivitas yang menyenangkan (entertainment), aktivitas yang menambah pengetahuan (educational), pelayanan petugas, keamanan, dan kebersihan akan tertutupi dengan peningkatan harga tiket masuk (HTM) dan pengalihan investasi dari faktor aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga. Penambahan biaya pada faktor komunitas dapat ditutupi dari kerjasama yang menguntungkan antara PKT-KRB dengan komunitas.
Pengadopsian Diskusi terbuka dengan pegawai, khalayak umum, mitra yang telah ada, dan calon mitra baru. Stakeholder perlu diyakinkan bahwa peningkatan fungsi wisata tidak akan mengurangi fungsi konservasi KRB dan fungsi konservasi tidak akan mengganggu fungsi wisata. Bahkan, melalui BOS, pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan lingkungan serta profile dan image KRB akan meningkat.
Gambar 9. Pengujian Ide BOS terhadap Utilitas bagi Pembeli, Harga, Biaya, dan Pengadopsian
Penilaian Kinerja Objek Wisata
12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Faktor-Faktor Kompetisi KRB sekarang
KRB BOS
TSI
TJW
Industri
Gambar 10. Kanvas Strategi KRB sekarang, KRB BOS, TSI, TJW, dan Industri Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor Keterangan Faktor-Faktor Kompetisi: 1. Toilet 2. Mushola 3. Peta Lokasi 4. Aktivitas yang menghibur (entertainment) 5. Aktivitas yang menambah pengetahuan (educational)
6. Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga 7. Pelayanan Petugas 8. Keamanan 9. Kebersihan 10. Event 11. Komunitas
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Faktor-faktor yang penting bagi pengunjung objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor adalah Toilet; Mushola; Peta Lokasi; Aktivitas yang Menghibur (Entertainment); Aktivitas yang Menambah Pengetahuan (Educational); Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga; Pelayanan Petugas; Keamanan; dan Kebersihan. Kurva nilai pemain industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor relatif berdekatan pada faktor Mushola; Peta Lokasi; Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga; Pelayanan Petugas; dan Keamanan, sehingga dikatakan industri berada dalam samudra merah. Dari kanvas strategi, tampak bahwa KRB berada dalam low performance dibanding objek wisata lain. 2. Segmen pengunjung yang belum digarap oleh objek wisata lain dan sesuai dengan visi misi bagi KRB adalah wisatawan mancanegara asal Eropa, mahasiswa pascasarjana, dan lansia. Rekonstruksi batasan-batasan pasar pengunjung KRB melalui pencermatan terhadap industri alternatif, rantai pembeli, penawaran produk dan jasa pelengkap, daya tarik emosionalfungsional bagi pembeli, dan waktu. 3. Perumusan Blue Ocean Strategy (BOS) dilakukan dengan mengurangi persaingan pada faktor Aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga, meningkatkan kinerja pada faktor Toilet, Mushola, Peta Lokasi, Aktivitas yang menghibur (entertainment), Aktivitas yang menambah pengetahuan (educational),
Pelayanan
Petugas,
Keamanan
dan
Kebersihan,
dan
menciptakan faktor Event dan Komunitas. Perumusan BOS memiliki tiga unsur strategi yang baik, yaitu: fokus meningkatkan faktor yang berkinerja rendah dan menciptakan faktor yang baru; divergen karena penciptaan faktorfaktor baru KRB akan menjauhkan KRB dari persaingan samudra merah; dan motto yang memikat “Ketika konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan, dan pariwisata berpadu serasi”. Berdasarkan pengujian terhadap utilitas pembeli, harga, biaya, dan pengadopsian, ide BOS layak dijalankan. Dengan demikian, jumlah pengunjung KRB yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan akan meningkat.
7.2. Saran 1. Kebun Raya Bogor merupakan salah satu objek wisata yang populer di Bogor. Setiap tahun KRB dikunjungi oleh hampir satu juta pengunjung. Hal ini merupakan potensi besar bahwa ada ketertarikan masyarakat berkunjung ke kebun raya walaupun tujuan utamanya bukan mengenai edukasi lingkungan. Untuk itu, PKT-KRB perlu menyusun berbagai aktivitas menarik yang dapat meningkatkan kesadaran lingkungan para pengunjung. Dengan demikian, walaupun
kebanyakan pengunjung datang dengan motivasi bukan belajar
mengenai lingkungan, KRB dapat meningkatkan jumlah masyarakat yang sadar dan peduli terhadap lingkungan. 2. Berdasarkan kurva strategi industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor, pengunjung responden menilai kinerja wisata KRB lebih rendah (low perform) dari rata-rata industri. Untuk itu, gagasan pengembangan wisata KRB melalui Blue Ocean Strategy perlu dipertimbangkan mengingat pariwisata menjadi salah satu bidang yang tercantum dalam visi PKT-KRB. Visi PKT-KRB adalah “Menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan dan pariwisata”. 3. Kajian mengenai Blue Ocean Strategy objek wisata selanjutnya perlu lebih tepat dan rinci menyusun identitas responden dalam responden. Hal ini akan lebih memudahkan dalam segmentasi pengunjung. Selain itu, kajian peru didalami dengan menambah jumlah objek wisata sebagai lokasi pengambilan pengunjung responden. Dengan demikian, gambaran preferensi pengunjung objek wisata akan lebih luas. Terutama untuk penelitian mengenai Blue Ocean Strategy KRB, perlu dilakukan penelitian lebih komprehensif dengan melibatkan stakeholder yang lebih luas yaitu pimpinan-pimpinan KRB, peneliti di PKT-KRB, pegawai, tokoh masyarakat, Pemerintah Kota Bogor, dan jumlah responden pengunjung yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA Ballantyne R. Packer J, Hughes K. 2008. Environmental Awareness, Interests and Motives of Botanic Gardens Visitors: Implications for Interpretive Practice. Tourism Management 28: 439-444 Connell, J. 2004. The Purest of Human Pleasures: The Characteristic and Motivations of Garden Visitors in Great Britain. Tourism Management 25: 229-247 Craig J.C, Grant R.M. 1996. The Fast Track MBA Series Strategic Management Manajemen Strategi. Tjiptowardojo S, penerjemah; Jakarta: Elex Media Komputindo. Terjemahan dari The Fast Track MBA Series Strategic Management. Dewo A.N, Sugiarto B, Soemarno. 2008. Studi Pengembangan Ekowisata Pulau Sempu Kabupaten Malang. Agritek Vol.16 No.9 Dolnicar S, Leisch F. 2008. Selective Marketing for Environmentally Sustainable Tourism. Tourism Management 29 (2008) 672–680 Durianto D, Sitinjak T, Sugiarto. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Erdogan M, Ozsoy A.M. 2007. Graduate Student‟s Perspectives on The HumanEnvironment Relationship. Journal of Turkish Science Education Vol.4 Issue 2 September 2007. Griffin R.W, Ebert R.J. 2005. Bisnis. Drs. Benyamin Molan, penerjemah; Jakarta: PT Indeks. Terjemahan dari: Business. Hunger J.D, Wheelen T.L. 2001. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Andi Hutabarat, A. 2009. Ekonomi Pariwisata, Sektor atau Sub-sektor. http://traveltourismindonesia.wordpress.com/2009/06/13ekonomipariwisata-sektor-atau-sub-sektor.../ [27 Juni 2011] Irawati. 2005. Program Pembangunan Kebun Raya di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Semiloka Pengelolaan Kolaborasi Kebun Raya Baturraden 9-11 Mei 2005. Karsudi, Soekmadi R, Kartodiharjo H. 2010. Strategi Pengembangan Ekowisata di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XVI, (3): 148-154 Kartajaya H, Yuswohady, Madyani D, Indrio BD. 2003. Marketing in Venus. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kartajaya, H. 2009. New Wave Marketing. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kim W.C, Mauborgne R. 2005. Blue Ocean Strategy. Satrio Wahono, penerjemah; Jakarta: Serambi. Terjemahan dari: Blue Ocean Strategy
Lasher, R.L. 2005. Book Review: Blue Ocean Strategy. CSC World (JulySeptember): 38-40 Law, C.M. 1993. Urban Tourism. New York: Mansell Publishing Leslie D, Russell H. 2006. The importance of Foreign Language Skills in The Tourism Sector: A Comparative Study of Student Perceptions in The UK and Continental Europe. Tourism Management 27 1397-1407. [LIPI]. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2012. 21 Kebun Raya Baru di Indonesia. Bogor: PKT-KRB Mackinon J, Mackinon K, Child G, Thorsell J. 1986. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Amir, Harry H, penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Managing Protected Areas in The Tropics. McMillan M, Hoban T.J, Clifford W.B, Brant M.R. Social and Demographic Influences on Environmental Attitudes. Southern Rural Sociology Vol.13 No.1 Oosterman, A. 1999. A Marketing strategy for Eco-Tourism Development in Berau. Kementerian Kehutanan dan Perkebunan [PKT-KRB] Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. 2006-2010. Laporan Tahunan. Bogor: PKT-KRB Porter, M. E. 1980. Strategi Bersaing. Maulana, Ir. Agus, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Competitive Strategy Rose, G. F. 1998. Psikologi Pariwisata. Samosir, Marianto, penerjemah; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari: The Psychology of Tourism. Sagala L. P, Muntasib EKSH, Novianto BW. 2008. Permintaan Ekowisata Wisatawan Mancanegara di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur. Media Konservasi Vol.13, No.2 Agusturs 2008: 79-84 Simorangkir, D. 2007. Social Marketing: Menjadikan Konservasi Bagian dari Kesadaran dan Kehidupan Kita. Di dalam Mewujudkan Masyarakat ProKonservasi. Prosiding Lokakarya Pendidikan Konservasi; Bogor, 20 November 2007. Bogor: Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Hlm 36-38. Sekaran, U. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis Edisi 4 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat. Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia
Sunkar A, Meilani R, Wulandari R.A. 2007. Persepsi dan Sikap Mahasiswa IPB Tentang Alam. Di dalam Mewujudkan Masyarakat Pro-Konservasi.
Prosiding Lokakarya Pendidikan Konservasi; Bogor, 20 November 2007. Bogor: Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Unga K.L.O, Benyamin I.M, Barkey R.A. 2011. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Banda. www.pasca.unhas.ac.id [4juni2012]. Vanhove, N. 2005. The Economics of Tourism Destination. Oxford: Elsevier Butterworth-Heinemann Ward C.D, Parker C.M., Shackleton C. M. 2010. The Use and Appreciation of Botanical Garden as Urban Green Spaces in South Africa. Urban Forestry & Urban Greening 9: 49-55 Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata (Introduksi, Informasi, dan Aplikasi). Jakarta: Kompas Yoshida, D.T. 2006. Arsitektur Strategik: Solusi Meraih Kemenangan dalam Dunia yang Senantiasa Berubah. Jakarta: Elex Media Komputindo www.bgci.org www.bogorbotanicalgarden.com www.budpar.go.id
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner bagi Pengunjung Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Tanggal:
No. Kuesioner (diisi peneliti):
KUESIONER IDENTIFIKASI SITUASI INDUSTRI OBJEK WISATA DI KABUPATEN DAN KOTA BOGOR Saya Ambrose Deppa Rungngu Pasolang (H34070088), mahasiswa tingkat akhir pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, sedang melakukan penelitian mengenai industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. Saya mohon partisipasi Anda untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Informasi yang Anda berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan dan tidak digunakan untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasinya, saya ucapkan terima kasih. Petunjuk pengisian: lingkarilah jawaban Anda. Pertanyaan Pendahuluan: Apakah tujuan utama Anda mengunjungi ……………….adalah untuk berekreasi? a. Ya b. Tidak Apakah Anda berusia lebih dari 17 tahun? a. Ya b. Tidak Bagian I Informasi Umum Responden: 1. Jenis Kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan 2. Usia Anda saat ini: a. 17-26 tahun b. 27-36 tahun d. 47-56 tahun e. 57-66 tahun 3. Alamat (domisili): 4. Pendidikan terakhir: a. SD c. SLTA (sederajat) 5. Pekerjaan: a. Pelajar/Mahasiswa b. Pegawai Swasta c. Ibu Rumah tangga
c. 37-46 tahun
b. SLTP (sederajat) d. Sarjana (S0/S1/S2/S3)
d. PNS/BUMN/TNI/Polri e. Wiraswasta f. Lainnya, sebutkan ………
Bagian II Identifikasi Situasi Industri Objek Wisata Kabupaten dan Kota Bogor 1. Apakah faktor-faktor di bawah ini menjadi pertimbangan Anda dalam melakukan kunjungan ke objek wisata? (beri tanda √ pada jawaban Anda)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Faktor Parkir kendaraan kecil (motor dan mobil) Parkir kendaraan besar (bus) Toilet Mushola Rumah makan Pusat souvenir Pusat informasi Peta lokasi Harga tiket Jumlah Wahana Kualitas Wahana Promosi Iklan Aktivitas/kegiatan yang menghibur (entertainment) Aktivitas/kegiatan menambah pengetahuan (educational) Aktivitas/kegiatan untuk individu/pasangan/keluarga Aktivitas/kegiatan untuk rombongan besar (gathering) Pelayanan petugas Keamanan Kebersihan
Ya
Tidak
2. Apakah ada faktor lain yang mempengaruhi Anda mengunjungi objek wisata? (jawaban boleh lebih dari satu) ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………… Bagian III Penilaian pada Objek Wisata 1. Di Kabupaten dan Kota Bogor, objek wisata mana saja yang pernah Anda kunjungi? (jawaban boleh lebih dari satu) a. The Jungle Water Park f. Curug Cilember b. Kebun Raya Bogor g. Taman Wisata Matahari c. Taman Safari Indonesia h. Lainnya, sebutkan .…… d. Taman Wisata Mekarsari ……..…………………. e. Wisata Agro Gunung Mas
2. Bagaimanakah penilaian Anda mengenai wisata di ……... terkait faktor-faktor di bawah ini? (lingkarilah jawaban Anda) Faktor Nilai 1 Jawaban Anda Nilai 10 Parkir kendaraan kecil (motor 1 Tidak cukup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cukup dan mobil) 2 Parkir kendaraan besar (bus) Tidak cukup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cukup 3 Toilet Buruk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Baik 4 Mushola Tidak baik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Baik 5 Rumah makan Tidak cukup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cukup Tidak 6 Pusat souvenir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik Menarik 7 Pusat informasi Tidak baik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Baik 8 Peta lokasi Tidak cukup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cukup 9 Harga tiket Murah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Mahal 10 Jumlah Wahana Sedikit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Banyak Tidak 11 Kualitas Wahana 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik Menarik Tidak 12 Promosi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik menarik Tidak 13 Iklan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik menarik Aktivitas/kegiatan yang Tidak 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik menghibur (entertainment) menarik Aktivitas/kegiatan menambah Tidak 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik pengetahuan (educational) menarik Aktivitas/kegiatan untuk Tidak 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik individu, pasangan, keluarga menarik Aktivitas/kegiatan untuk Tidak 17 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik rombongan besar (gathering) menarik 18 Pelayanan petugas Tidak ramah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ramah 19 Keamanan Tidak aman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Aman 20 Kebersihan Tidak bersih 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bersih Jika ada faktor lain yang mempengaruhi Anda berkunjung, mohon ditulis keterangan nilai dan beri penilaian dalam skala 1-10. Keterangan Faktor Nilai nilai 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda
Keterangan nilai 10
Lampiran 2. Resume Uji Cohran Uji ke-
C
N
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9
1330 1286 1236 1185 1130 1070 1007 944 881 816 751 685
∑ 21314 19846 18274 16693 15132 13552 12057 10590 9157 7846 6607 5467
90654 88718 86218 83617 80592 76992 73023 69054 65085 60860 56635 52279
Q** 158.8006 124.9407 103.6427 80.01854 63.96879 55.93275 52.69427 46.84423 37.77314 31.89381 23.41196 14.73926
D b
ɑ
19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
Keterangan: *Kesimpulan: Q>
, tolak Ho; Q<
** C= Banyaknya variabel (atribut) yang diuji Ri= Jumlah baris jawaban “Ya” Cj= Jumlah kolom jawaban “Ya” N= Total besar
, terima Ho
Kesimpulan* 30.144 28.869 27.587 26.296 24.996 23.685 22.362 21.026 19.675 18.307 16.919 15.507
tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho tolak Ho terima Ho
Lampiran 3. Peta Kebun Raya Bogor
Gambar 8. Peta Kebun Raya Bogor Sumber: www.bogorbotanicgardens.org/intsite.php
Lampiran 4. Tarif Layanan Jasa KRB Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2007 Wisma Tamu Kebun Raya Bogor Wisma Tamu ini merupakan penginapan bergaya rumah Belanda, yang terdiri dari: 1. Kamar dengan tempat tidur ukuran ganda. 2. 2 Kamar masing-masing dengan 5 tempat tidur single. 3. Kamar paviliun dengan 2 tempat tidur single. Uraian Wisma Tamu Wisma Tamu Nusa Indah Wisama Tamu Pinus & Cempaka
Aturan Per orang Per rumah Per kamar
Harga (Rp) 250.000 2.500.000 500.000
Gedung Konservasi Kebun Raya Bogor Gedung Konservasi terdiri dari 3 lantai. Di lantai 3 terdapat ruang pertemuan dengan kapasitas 100 tempat duduk (Ruang A) dan 2 ruang dengan kapasitas 25 tempat duduk (Ruang B dan Ruang C) dilengkapi dengan sound
system, meja dan proyektor yang sesuai dengan kegiatan seminar, workshop atau rapat. Uraian Lantai 2 Lantai 3 (ruang besar) Ruang kecil
Aturan Kapasitas 100 orang Kapasitas 200 orang Kapasitas 25 orang
Pemotretan, Shooting & Promosi Uraian Pemotretan: Komersial/Kalender/Iklan Pengantin/Pribadi/Non Komersial Shooting (Tarif Per Hari): Shooting Sinetron/Film Shooting Iklan Shooting Video Klip Shooting Dokumentasi (non komersil) Shooting Film Pendidikan
Aturan
Wisatawan Mancanegara
Harga (Rp)
5 mobil + 15 Orang 3 Mobil + 10 Orang
2.500.000 750.000
15 mobil + 25 orang 20 mobil + 30 orang 10 mobil + 20 orang
3.000.000 5.000.000 2.000.000 1.250.000 1.500.000 1.000.00
Promosi Produk Komersil Pemandu Asal Pengunjung Pelajar Wisatawan Nusantara
Harga (Rp) 1.500.000 3.000.000 500.000
Jumlah Pengunjung 1-10 orang > 10 orang 1-10 orang > 10 orang
Tarif Rp 40.000/pemandu/jam Rp 50.000/pemandu/jam Rp 75.000/pemandu/jam Rp 75.000/pemandu/jam Rp 100.000/pemandu/jam
Lampiran 5. Profil Pengunjung Responden di KRB, TSI, dan TJW Periode November-Desember 2011 (dalam persen) No. 1
2
3
4
5
6
Segmentasi Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan 17-26 tahun 27-36 tahun Usia 37-46 tahun 47-56 tahun 57-66 tahun Bogor Geografis Jadetabek non-Jabodetabek SD SLTP Pendidikan SLTA Pendidikan Tinggi Pelajar/mahasiswa Pegawai swasta Ibu Rumah Tangga Pekerjaan PNS/BUMN/TNI/Polri Wiraswasta lainnya Jenis wisata
Bogor 51.11 48.89 38.89 17.78 26.67 14.44 2.22 50.00 37.78 12.22 0.00 2.22 54.44 43.33 12.22 33.33 26.67 17.78 10.00 0.00
KRB 50.00 50.00 46.67 23.33 10.00 16.67 3.33 66.67 30.00 3.33 0.00 3.33 56.67 40.00 23.33 43.33 13.33 13.33 6.67 0.00 Flora
TSI 56.67 43.33 26.67 23.33 26.67 23.33 0.00 46.67 30.00 23.33 0.00 0.00 43.33 56.67 6.67 36.67 20.00 20.00 16.67 0.00 Fauna
TJW 46.67 53.33 43.33 6.67 43.33 3.33 3.33 36.67 53.33 10.00 0.00 3.33 63.33 33.33 6.67 20.00 46.67 20.00 6.67 0.00 Air