FORMULASI PAVING BLOCK DARI BERBAGAI BAHAN BERBASIS LIMBAH PADAT SPENT BLEACHING EARTH
SUDRAJAT MUKTI MARDIKO
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Sudrajat Mukti Mardiko NIM F34090104
ABSTRAK SUDRAJAT MUKTI MARDIKO. F34090104. Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth. Dibimbing oleh ANI SURYANI dan GUSTAN PARI. Spent bleaching earth merupakan limbah padat proses pemucatan dalam pemurnian CPO. Pemanfaatan Spent bleaching earth (SBE) sebagai bahan substitusi pasir pada pembuatan paving block merupakan salah satu alternatif pemanfaatan SBE yang dapat diaplikasikan. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formulasi dan mengetahui jenis bahan terbaik untuk membuat paving block. Proses pembuatan paving block dimulai dengan pencampuran semua bahan, pencetakan, dan pemadatan. Metode pemadatan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara manual. Formulasi campuran terbaik diperoleh dengan melakukan beberapa variasi dalam penggunaan bahan, yaitu pasir dan SBE 0, SBE1 serta RSBE. Perbandingan persentase konsentrasi antara SBE 0/SBE 1/RSBE dengan pasir adalah (0% : 100%),(20% : 80%),(40% : 60%),(60% : 40%),(80% : 20%), dan (100% : 0%). Paving block dengan formulasi A1B1 (20% SBE 0 : 80% pasir) merupakan formulasi terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hal ini dibuktikan dengan nilai kuat tekan 15.34 MPa, daya serap air 2.66 %, dan tidak cacat pada pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat serta memiliki nilai konduktifitas panas 0.5882 (W/m.K). Kata kunci: Spent bleaching earth, Paving block, Formulasi
ABSTRACT SUDRAJAT MUKTI MARDIKO. F34090104. Formulation Paving block from Various Materials Based Solid Waste Spent bleaching earth. Supervised by ANI SURYANI and GUSTAN PARI. Spent bleaching earth (SBE) is a solid waste produced by refinery of crude palm oil industry. Utilization of SBE as a substitution material of paving sand is one alternative that can be applied SBE utilization. The research was expected to outcome formulation and determines the best type of material in paving blocks manufacture. The process began by mixing all ingredients, forming and compaction. Compaction method used in this research was conducted manually. The best mixing formulation was obtained by performing some variation of materials usages, such as sand and SBE 0, SBE1 and RSBE. Comparisons of percentage concentration between SBE 0/SBE 1/RSBE and sand were (0% : 100%), (20% : 80%), (40% : 60%), (60% : 40%), (80% : 20%) and (100% : 0%). Paving blocks formulation of A1B1 (20% SBE 0 : 80% sand) was the best formulation obtained in this study. It was proven by the value of compressive strength of 15:34 MPa, water absorption of 2.66 % and there was no defect in the testing of its resistance to sodium sulfate and thermal conductivity value of 0.5882 (W/mK). Key word : Spent bleaching earth, Paving block, and Formulation
FORMULASI PAVING BLOCK DARI BERBAGAI BAHAN BERBASIS LIMBAH PADAT SPENT BLEACHING EARTH
SUDRAJAT MUKTI MARDIKO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi :Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth Nama : Sudrajat Mukti Mardiko NIM : F34090104
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA Pembimbing I
Prof (R) Dr Gustan Pari, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth” berhasil diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada: 1. Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA dan Prof (R) Dr Gustan Pari MSi selaku Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 2. Prof Dr-Ing Ir Suprihatin selaku dosen penguji atas bantuan dalam melakukan pembelajaran dan bimbingan dalam melakukan revisi penulis. 3. Bapak Mafrudin, bapak Derry, bapak Ahmad, bapak suharto dan seluruh laboran departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan bimbingannya selama pelaksanaan penelitian. 4. PT. Asianagri Agungjaya atas kerjasamanya dalam penelitian serta atas bahan-bahan yang telah diberikan. 5. Bapak, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya untuk penulis. 6. Keluarga besar TIN 46 atas motivasi dan kehangatan kekeluargaan yang tak terlupakan. 7. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2014 Sudrajat Mukti Mardiko
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
6
Alat dan Bahan
6
Waktu dan Tempat
6
Metode Penelitian
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan
8 8
Pengarangan Spent bleaching earth
11
Karakteristik Mutu Paving block
12
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Karakteristik Fisik dan Kimia Bleaching Earth Kombinasi perlakuan-perlakuan pada penelitian paving block Karakteristik SBE 0 Karakteristik SBE 1 Karakteristik RSBE Karakteristik Pasir Pengukuran suhu selama proses karbonisasi (pengarangan) Hasil pengukuran dimensi paving block (16 X 4 X 4) cm Nilai kuat tekan (MPa) Hasil pengukuran daya serap air paving block Hasil pengukuran ketahanan paving block terhadap natrium sulfat Hasil pengujian konduktivitas panas
1 7 8 9 10 10 11 13 14 17 18 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Peningkatan suhu per menit pada proses karbonisasi Penampakan paving block SBE 0 (a), SBE 1(b), dan RSBE (c) Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan SBE 0 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan SBE 1 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan RSBE Grafik pengaruh konsentrasi bahan terhadap nilai kuat tekan paving block pada umur 28 hari Grafik hubungan antara konsentrasi bahan dengan nilai resapan air paving block Grafik pengaruh konsentrasi bahan terhadap penambahan bobot paving block .
12 12 15 15 15 16 18 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Prosedur analisis karakteristik bahan Diagram alir proses produksi biodiesel secara in situ Prosedur pembuatan paving block Perhitungan persentase komposisi paving block Prosedur pengujian mutu paving block Peralatan yang digunakan dalam penelitian Standar mutu paving block yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0691-1996) Gambar penampakan paving block berbahan SBE 0, SBE 1, dan RSBE Tabel analisis varian (α = 5%) kuat tekan paving block Hasil uji lanjut duncan kuat tekan Tabel analisis varian (α = 5%) daya serap air paving block
24 26 27 28 28 30 31 32 33 33 34
12 13 14
Hasil uji lanjut duncan daya serap air Tabel hasil analisis varian (α = 5%) ketahanan natrium sulfat paving block Hasil uji lanjut duncan ketahanan natrium sulfat
34 35 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Spent bleaching earth merupakan limbah padat proses pemucatan dalam pemurnian CPO. Jumlah konsumsi bleaching earth untuk pemucatan CPO di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan pengembangan industri minyak goreng di Indonesia. Menurut (GAPKI 2014) pada tahun 2013 Indonesia memproduksi CPO sebanyak 26 juta ton. Dalam proses pemucatan CPO diperlukan kadar bleaching earth sebanyak 6-12 kg/ton minyak sawit atau sekitar 0,6-1,2% (Pahan 2008). Apabila pada tahun 2013 CPO yang dimanfaatkan menjadi minyak goreng sebesar 26 juta ton, maka dalam proses pemurnian CPO diperlukan bleaching earth sebesar 312.000 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tiap tahun produksi SBE di Indonesia semakin meningkat. Arifin dan Sudrajat (1997) menyatakan bahan dasar yang digunakan untuk membuat bleaching earth adalah bentonit. Bentonit sebagai mineral lempung yang terdiri dari 85 % montmorilonit dengan rumus kimia bentonit adalah (Mg, Ca) xAl2O3. ySiO2. n H2O dengan nilai n sekitar 8 dan x,y adalah nilai perbandingan antara Al2O3. dan SiO2. Fragmen sisa bentonit umumnya terdiri dari campuran kristoballit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklas, illit. (Gillson 1960). Secara umum spesifikasi bleaching earth dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Fisik dan Kimia Bleaching Earth Karakteristik Fisik dan Kimiawi Bentuk Warna Ukuran Bulk density Kadar air pH slurry
Serbuk (powder) Cream keputih-putihan 65% lolos ayakan 150 mesh dengan 5% lolos ayakan 200 mesh 0,5-0,8 g/ml Maks. 5% 4-5
Sumber: Wahyudi (2000) Pemanfaatan spent bleaching earth sebagai bahan substitusi pembuatan paving block merupakan salah satu alternatif yang dapat diaplikasikan. Paving block adalah komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat sejenis, air dan bahan halus dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu dari pada beton tersebut (SNI 1989). Penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan spent bleaching earth menjadi bahan substitusi (pengganti) dari pasir dengan memvariasikan komposisi dari spent bleaching earth dan pasir, baik sedikit, sebagian ataupun seluruhnya, akan tetapi tidak mengubah komposisi daripada bahan-bahan penyusun paving block yang ada. Saat ini bahan bangunan dengan komposisi semen, air dan pasir sudah banyak dikembangkan antara lain paving blok, cone-block, buis beton, penutup
2 atap rumah. Paving block merupakan bahan bangunan yang dikembangkan dari bahan mortar yang diberi perlakuan pada proses pembuatannya seperti dipadatkan (cara pressing yang banyak dilakukan), digetarkan, dan atau keduanya. Paving block banyak digunakan untuk trotoar, area bermain/taman, perkerasan kelas jalan ringan, serta penutup permukaan. Kemudahan dalam pemasangan dan perawatan menjadi pertimbangan kenapa paving block banyak disukai. Tetapi banyaknya kebutuhan penggunaan paving block untuk berbagai konstruksi pavemen tidak diimbangi dengan ketersediaan kualitas paving yang memadai, baik dari sisi kekuatan, umur pakai, dan durability paving itu sendiri. Konstruksi paving block untuk permukaan jalan banyak yang mengalami retak-retak dan patah, gerusan air yang melewati permukaan menyebabkan konstruksi paving block mengalami kerusakan. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh dari pemberian Spent bleaching earth (SBE) sebelum pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel dan setelah pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel melalui proses in situ, serta Spent bleaching earth yang sudah diarangkan (RSBE) dengan metode konvensional pada proses pembuatan paving block terhadap sifat tampak, ukuran, kuat tekan, daya serap air, ketahanan natrium sulfat, dan konduktifitas panas yang dihasilkan. Material yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari limbah industri PT. Asianagro Agungjaya. Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini adalah bahan apa yang paling baik dalam pembuatan paving block berbasis SBE, perbandingan komposisi bahan mana yang terbaik dalam pembuatan paving block berbasis SBE, dan paving block berbasis SBE yang dibuat dapatkah memenuhi standar mutu SNI. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan formulasi terbaik paving block berbasis spent bleaching earth yang memenuhi syarat pada SNI dan mengetahui bahan yang terbaik untuk menggantikan pasir dalam komposisi bahan membuat paving block. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah pemanfaatan limbah SBE sebagai limbah terbuang, menambah nilai ekonomis, dan mendukung pelaksanaan pembangunan berdasar zero waste. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada penentuan formulasi bahan yang paling baik dalam menghasilkan paving block berbasis SBE yang berkualitas dengan dilakukan pengujian-pengujian untuk melihat kualitas mutu paving block yang dihasilkan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Semen Semen adalah bahan inti dalam pembuatan beton. Semen memiliki sifat adesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya mineral-mineral menjadi suatu massa yang padat (Wang et al. 2000). Semen dapat menjadi keras dengan adanya air. Semen semacam ini sering disebut dengan nama semen hidrolis yang terdiri dari silikat dan lime yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat yang dihancurkan, dicampur, dan dibakar di dalam kiln. Nama lain dari semen hidrolis adalah portland cement karena beton yang dihasilkan menyerupai batu portland. Kekuatan beton yang dibuat dengan semen portland biasanya dicapai pada umur 28 hari. Fungsi utama semen adalah untuk mengikat butir-butir agregat dan mengisi rongga-rongga udara yang ada di dalam agregat. Semen portland dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan fungsi tambahannya. Konsistensi normal adalah salah satu jenis sifat atau karakter fisik dari semen portland. Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada pencampuran awal. Konsistensi ini bergantung pada perbandingan semen dan air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi (Wang et al. 2000). Senyawa kimia utama yang ada di dalam semen portland adalah Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2; disingkat C3S) , Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2 Disingkat C2S), Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3; disingkat C3A), dan Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3; disingkat C4AF). C33122; A). C3S dan C2S adalah bagian yang paling menentukan sifat dari semen dan menyusun 70 – 80 % dari berat total semen (Mulyono 2005). Dalam prosesnya, semen akan mengalami proses hidrasi jika bertemu dengan air. Kebutuhan air oleh semen untuk bereaksi adalah 21% – 24% dari bobot totalnya. Senyawa C3S adalah senyawa yang pertama kali akan bereaksi. Reaksi tersebut ditandai dengan adanya panas dan terjadinya pengerasan. Senyawa C2S baru akan bereaksi setelah hari ke-7. Senyawa C2S memiliki ketahanan terhadap serangan sulfat yang dapat mengurangi kekuatan dari beton dan mortar yang dihasilkan. Senyawa C3A bereaksi secara eksotermik dan sangat cepat memberikan kekuatan awal pada 24 jam pertama. Kebutuhan air untuk senyawa C3A adalah empat puluh persen dari bobotnya. Pada semen portland tipe I, jumlah fraksi senyawa C3A tidak lebih dari sepuluh persen, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kebutuhan air. Semen dengan unsur C3A yang lebih dari sepuluh persen akan menjadi tidak tahan terhadap serangan sulfat. Senyawa C4AF tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kekerasan semen atau beton sehingga kontribusinya dalam peningkatan kekuatan amat kecil (Mulyono 2005). Agregat halus (Pasir) Agregat memiliki peranan penting dalam pembuatan mortar dan beton. Kandungan agregat di dalam mortar atau beton berkisar antara 60%-70% dari total bobot beton atau mortar yang dihasilkan. Karena komposisinya yang amat besar, maka sifat dari agregat yang dipakai perlu diperhatikan juga karena akan mempengaruhi kualitas beton atau mortar yang dihasilkan (Mulyono 2003).
4 Agregat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu agregat halus dan agregat kasar. Agregat kasar hanya digunakan dalam pembuatan beton, sedangkan agregat halus digunakan baik pada pembuatan mortar maupun beton. Agregat halus, berdasarkan ASTM, adalah semua jenis agregat yang memiliki ukuran kurang dari 4.75 mm, sedangkan agregat kasar adalah agregat yang memiliki ukuran lebih dari 4.75 mm. Agregat halus biasa disebut dengan istilah pasir, sedangkan agregat kasar biasa disebut dengan kerikil. Kualitas agregat halus ditentukan dari bentuk, porositas, tekstur, dan kebersihan agregat tersebut (Mulyono 2003). Bentuk agregat halus yang bulat memiliki rongga udara yang lebih sedikit dibandingkan agregat halus dengan bentuk lainnya. Semakin sedikit rongga udara yang ada akan membuat beton yang dihasilkan semakin kuat. Tekstur permukaan agregat yang halus membutuhkan air yang lebih sedikit dalam pengerjaan campuran sehingga kekuatan beton yang dihasilkan akan lebih baik. Kebersihan agregat halus juga akan menentukan kekuatan beton karena agregat yang bersih akan menghindarkan beton dari tercampurnya zat-zat yang dapat merusak beton baik pada saat beton muda maupun ketika sudah mengeras. Air Hampir semua air alami yang dapat diminum tidak mempunyai rasa dan bau dapat digunakan sebagai air adukan untuk membuat produk beton. Air yang cocok untuk membuat beton belum tentu cocok untuk diminum. Hal yang dihindari dalam penggunaan air dalam adukan, seperti air laut sebaiknya tidak digunakan sebagai air adukan beton dan air yang teraduk dengan segala jenis minyak tidak dapat digunakan untuk adukan beton. Tidak hanya mutu tapi jumlah air sama pentingnya untuk menghasilkan produk beton yang baik. Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur dan pengaduk antara semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan-bahan yang bersifat asam, basa, dan minyak. Air yang mengandung tumbuhan busuk harus benar-benar dihindari karena dapat mengganggu proses pengikatan semen. Pada umumnya air minum yang memenuhi persyaratan sebagai air pencampur beton bisa digunakan, dengan pengecualian pada air minum yang banyak mengandung sulfat (Oglesby 1996). Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan penggunaannya harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan Di Indonesia (PUBI 1982), antara lain: 1. Air harus bersih. 2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual. 3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram / liter. 4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram /liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m. dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m. sebagai SO3. 5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi.
5 Spent bleaching earth Spent bleaching earth merupakan limbah padat yang dihasilkan dalam tahapan proses pemurnian minyak dalam industri minyak nabati (Chanrai et al. 2004). Spent bleaching earth yang berasal dari pemucatan CPO merupakan campuran antara bleaching earth dan senyawa organik yang berasal dari CPO. Senyawa organik yang berasal dari CPO sebagian besar merupakan senyawa trigliserida (fat) dan komponen organik dalam jumlah relatif kecil adalah digliserida, asam lemak bebas, protein, zat warna alami, dan wax. Selain itu dalam spent bleaching earth juga masih terkandung komponen asam fosfat. Asam fosfat ini berasal dari proses degumming yang terbawa oleh CPO ke unit bleaching (Wahyudi 2000). Bentonit mengandung NaO, karena kandungannya tersebut bentonit dapat digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur cat, bahan baku farmasi, bahan perekat pasir cetak dalam industri pengecoran dan lain sebagainya (Kusumaningtyas 2011). Paving block Bata beton ( paving block ) merupakan salah satu jenis beton non strultural yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan jalan, pelataran parkir, trotoar, taman, dan keperluan lainnya. Cara pembuatan paving block yang biasanya digunakan dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi dua metode, yaitu : 1. Metode Konvensional Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kita dan lebih dikenal dengan metode gablokan. Pembuatan paving block cara konvensional dilakukan dengan menggunakan alat gablokan dengan beban pemadatan yang berpengaruh terhadap tenaga orang yang mengerjakan. Metode ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai industri rumah tangga karena selain alat yang digunakan sederhana, juga mudah dalam proses pembuatannya sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja Semakin kuat tenaga orang yang mengerjakan maka akan semakin padat dan kuat paving block yang dihasilkan. Dilihat dari cara pembuatannya, akan mengakibatkan pekerja cepat kelelahan karena proses pemadatan dilakukan dengan menghantamkan alat pemadat pada adukan yang berada dalam cetakan. 2. Metode Mekanis Metode mekanis didalam masyarakat biasa disebut metode press. Metode ini masih jarang digunakan karena untuk pembuatan paving block dengan metode mekanis membutuhkan alat yang harganya relatif mahal. Metode mekanis biasanya digunakan oleh pabrik dengan skala industri sedang atau besar. Pembuatan paving block cara mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin ( Pamungkas dan Hairunnisa 2007 )
6
METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pembuatan paving antara lain cetakan batako, cetakan paving block, ayakan pasir, kotak adukan, sendok semen, sekop, ember. Sedangkan bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah SBE (Spent bleaching earth) sebelum pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel secara in situ, SBE setelah pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel secara in situ, reaktivasi spent bleaching earth (RSBE), Semen, Pasir (agregat halus), dan Air bersih. Peralatan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6.
Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan agustus sampai desember tahun 2013, yang dilakukan di empat tempat yaitu lokasi pengambilan spent bleaching earth di PT. Asianagro Agungjaya, Laboratorium Teknologi Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian sebagai tempat analisis bahan baku, pengayakan, Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan sebagai tempat pengarangan spent bleaching earth dan Laboratorium Uji Kekuatan Bahan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem sebagai tempat pembuatan paving block, pengeringan dan pengujian paving block.
Metode Penelitian 1. Tahap karakterisasi bahan Pada tahap ini perlu diketahui karakteristik bentonit bekas sebelum dan setelah dilakukan proses produksi biodiesel secara in situ, serta bentonit setelah diarangkan. Analisis yang dilakukan meliputi kadar lemak, kadar air dan berat jenis. Untuk prosedur analisis karakteritik bahan dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Tahap proses produksi biodiesel Proses produksi biodiesel pada penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu esterifikasi in situ dan dilanjutkan dengan transesterifikasi in situ. Esterifkasi in situ dilakukan dengan mereaksikan 10 kg SBE dengan metanol dan katalis H2SO4 yang dilarutkan dalam metanol (H2SO4 metanolik). Proses ini berlangsung di dalam reaktor berkapasitas 100 liter dengan kecepatan pengadukan sebesar 650 rpm pada suhu 65 0C. Proses esterifikasi in situ dilangsungkan selama 3 jam. Selama 3 jam esterifikasi. Setelah waktu reaksi esterifikasi in situ tercapai, maka reaksi transesterifikasi in situ segera dilangsungkan selama 1 jam dengan kondisi suhu dan kecepatan sama seperti kondisi proses esterifikasi in situ sebelumnya. Pada proses ini ditambahkan katalis basa NaOH.
7 Setelah itu campuran dibiarkan mengendap selama semalam, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas dari filtrat. Filtrat yang diperoleh dari penyaringan merupakan campuran dari minyak, gliserol, dan metanol yang telah terbebas dari kotoran-kotoran SBE atau padatan lainnya. Selanjutnya dilakukan evaporasi untuk menguapkan metanol sehingga diperoleh campuran minyak dan gliserol. Campuran ini kemudian dipisahkan dengan labu pemisah. Selanjutnya pada biodiesel dilakukan pencucian dengan air yang bersuhu 600C sampai air cucian netral. Biodiesel yang diperoleh dari hasil pencucian dilakukan pemanasan lagi untuk menguapkan kembali sisa air ataupun metanol yang masih tersisa. Proses produksi biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 2. 3. Tahap pengarangan spent bleaching earth Proses pengarangan bleaching earth akan menghasilkan adsorben yang akan digunakan untuk bahan campuran pada paving block. Dalam proses reaktivasi, dilakukan pemanasan pada suhu 400 °C selama 5 jam. 4. Tahap pembuatan paving block Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pemeriksaan bahan penyusun paving antara lain : pasir, spent bleaching earth sebelum proses pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 0) dan sesudah proses pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 1), serta reaktivasi spent bleaching earth (RSBE). Selanjutnya dilakukan proses pembuatan paving block. Proses pembuatan paving block dapat dilihat pada Lampiran 3. Cara menentukan komposisi pencampuran paving block berdasarkan volume rasio antara semen dan bahan, yaitu 1 : 4. Misal untuk volume semen 100 cm3 (315 gram), maka dibutuhkan sebanyak 400 cm3 bahan (pasir dan limbah SBE). Jadi volume 400 cm3 dianggap 100% volume, (Mulyono dalam Simbolon 2009). Perhitungan persentase komposisi paving block dapat dilihat pada Lampiran 4. Formulasi terbaik diperoleh dengan melakukan beberapa variasi antara jenis bahan dan konsentrasi. Kombinasi antara jenis bahan dan konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kombinasi perlakuan-perlakuan pada penelitian paving block Jenis bahan
SBE 0 (A1) SBE 1 (A2) RSBE (A3)
20 % (B1) A1B1 A2B1 A3B1
40 % (B2) A1B2 A2B2 A3B2
Konsentrasi 60 % 80 % (B3) (B4) A1B3 A1B4 A2B3 A2B4 A3B3 A3B4
100 % (B5) A1B5 A2B5 A3B5
5. Tahap pengujian paving block Pada tahap ini dilakukan pengujian-pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kualitas paving block yang dihasilkan dari masing-masing formulasi sehingga sesuai dengan SNI yang disyaratkan. Pengujian yang dilakukan meliputi sifat tampak, ukuran, kuat tekan, penyerapan air, ketahanan terhadap natrium
8 sulfat, dan konduktifitas panas. Prosedur pengujian mutu paving block dapat dilihat pada Lampiran 5. 6. Pengolahan data Rancangan percobaan adalah suatu tes atau serangkaian tes dengan maksud mengamati dan mengidentifikasi perubahan-perubahan pada output respon yang disebabkan oleh perubahan-perubahan yang dilakukan pada variabel input dari suatu proses (Montgomery, 2005). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor yang digunakan yaitu jenis bahan (A) dengan 3 taraf (SBE 0, SBE 1, dan RSBE) dan konsentrasi bahan dengan 5 taraf (20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%) dengan ulangan sebanyak dua kali. Model rancangan percobaannya adalah : Yijk = μ + Ai +Bj+(AB)ij+ €k(ij) Keterangan: Yijk = hasil pengamatan pada ulangan ke-k, jenis bahan ke-i dan variasi komposisi bahan ke-j μ = rata-rata yang sebenarnya Ai = pengaruh jenis bahan ke-i (i=1,2,3) Bj = pengaruh konsentrasi bahan ke-j (j=1,2,3,4,5) (AB)ij = pengaruh interaksi jenis bahan ke-i dan konsentrasi bahan ke-j €k(ij) = galat eksperimen
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Spent bleaching earth sebelum proses pemanfaatan residu minyak kelapa sawit didalamnya untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 0) SBE 0 yang digunakan sangat berpengaruh terhadap karakteristik mutu paving block yang dihasilkan nantinya. Oleh karena itu sebelum digunakan lebih lanjut perlu diketahui karakteristik dari SBE 0 tersebut. Karakteristik SBE 0 yang akan di analisis, meliputi kadar air, bobot jenis dan kadar lemak. Hasil analisis karakteristik SBE dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik SBE 0 Karakteristik Mutu Kadar air Bobot jenis Kadar lemak
Nilai 2.20 (%) 0.74 (g/cm3) 22.22 (%bk)
Dari data hasil percobaan analisis karakteristik SBE 0 yang telah dilakukan diperoleh hasil seperti pada Tabel 3. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu paving block yang dihasilkan. Kadar air yang terkandung pada SBE dapat
9 menyebabkan penurunan kekuatan. Kadar lemak pada percobaan diketahui bahwa bahan SBE sebelum proses in situ sebesar 22.22 %. Hasil yang didapatkan ini sesuai dengan literatur limbah SBE ini masih mengandung 20-30% minyak nabati (Young 1987). Kandungan minyak ini mempunyai pengaruh terhadap kekompakan paving block. Pada pengujian bobot jenis diperoleh nilai sebesar 0.74 gr/cm3 sehingga bahan tersebut dapat digolongkan pada agregat ringan. Menurut Tjokrodimulyo (2007) agregat dapat dibedakan berdasarkan berat jenisnya, yaitu agregat normal, agregat berat, dan agregat ringan. Agregat ringan mempunyai berat jenis kurang dari 2.0. Spent bleaching earth setelah proses proses pemanfaatan residu minyak kelapa sawit didalamnya untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 1) SBE 1 yang digunakan ini berbeda dengan SBE 0. Perbedaannya terletak pada proses memperoleh bahan tersebut. Bahan SBE 1 diperoleh dari residu proses esterifikasi dan transesterifikasi produksi biodiesel. Dari proses esterifikasi dan transesterifikasi pembuatan biodiesel tersebut diharapkan sudah mengurangi kandungan minyak yang terdapat dalam SBE 0 karena dalam proses produksi pelarut metanol. Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Satu sifat yang khas mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik, misalnya eter, benzen, kloroform (Harper 1980). Untuk uji karakteristik bahan SBE 1 sama dengan SBE 0 yaitu kadar air, bobot jenis, dan kadar lemak. Hasil karakterisitik SBE 1 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik SBE 1 Karakteristik Mutu Kadar air Berat jenis Kadar minyak
Nilai 4.52 % 0.77(g/cm3) 3.97 (%bk)
Dari data hasil percobaan analisis karakteristik SBE 1 yang telah dilakukan diperoleh hasil seperti pada Tabel 4. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu paving block yang dihasilkan. Kadar air yang terkandung pada SBE dapat menyebabkan penurunan kekuatan. Kadar lemak pada percobaan diketahui bahwa bahan SBE setelah proses in situ sebesar 3.97 %. Kandungan minyak ini mempunyai pengaruh terhadap kekompakan paving block. Pada pengujian bobot jenis diperoleh nilai sebesar 0.77 g/cm3 sehingga bahan tersebut dapat digolongkan pada agregat ringan. Reaktivasi spent bleaching earth (RSBE) RSBE merupakan hasil dari proses reaktivasi spent bleaching earth (SBE). Proses reaktivasi ini dilakukan dengan cara pengarangan pada suhu 400oC selama 5 jam. Hasil karakteristik reaktivasi spent bleaching earth dapat dilihat pada Tabel 5.
10
Tabel 5. Karakteristik RSBE Karakteristik Mutu Kadar air Bobot jenis Kadar lemak
Nilai 0.12 (%) 0.72 (g/cm3) 0.17 (% bk)
Hasil karakteristik RSBE diperoleh hasil yang berbeda dengan bahan SBE 0 maupun SBE 1 pada uji kadar air dan kadar lemak. Hal ini diakibatkan oleh proses pengarangan. Pengarangan berfungsi untuk menghilangkan senyawa-senyawa organik yang terdapat pada bahan, misalnya air dan minyak. Sehingga dalam pengujian kadar air dan kadar lemak RSBE diperoleh nilai yang kecil. Sedangkan pada pengujian bobot jenis RSBE diperoleh hasil yang tidak signifikan dengan bahan SBE 0 dan SBE 1. Pasir Pasir adalah salah satu komponen yang penting dalam pembuatan paving block. Terdapat 4 jenis utama pasir, yaitu pasir galian, pasir laut, pasir sungai, dan pasir yang dihancurkan (Muller et al. 2006). Gradasi yang baik dari pasir juga memberikan efek yang penting pada kelecakan dan ketahanan pada mortar. Pasir dengan butiran yang sangat halus tidak praktis untuk kelecakannya, sehingga harus ditambahkan semen untuk mengisi rongga diantara butiran yang halus tersebut untuk mendapatkan kelecakan yang baik, sedangkan paving yang menggunakan pasir dengan butiran yang besar biasanya lemah karena rongga antara butiran cukup besar sehingga tegangan tidak dapat didapat menyebar secara merata (Tjokrodimulyo 2007). Mutu beton secara langsung berhubungan dengan karakteristik dan kondisi pasir. Pasir dan kerikil harus bersih dari tanah liat tanaman dan bahan organik lainnya. Tanah liat atau kotoran yang melapisi kerikil dapat menghalangi lengketnya semen dengan kerikil, memperlambat proses pengaturan pembekuan dan menurunkan kekuatan beton. Dengan demikin tanah liat dan kotoran tidak boleh melebihi 10% jika tidak pasir harus dicuci (Müller et al. 2006). Hasil karakteristik mutu pasir dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Pasir Karakteristik Mutu Kadar air Bobot jenis Kadar lumpur
Nilai 5.76 (%) 1.36 (g/cm3) 6.60 (%)
Hasil dari pengujian diperoleh kadar air sebesar 5.76%. Faktor kandungan air dalam pasir juga memegang peranan penting dalam paving block. Pasir dengan kandungan air yang banyak dapat menambah rasio air dan semen yang berakibat pada penurunan kekuatan. Hal ini dikarenakan air yang semula menempati rongga
11 menguap bersamaaan dengan terjadinya reaksi hidrasi sehingga terbentuk rongga yang dapat meningkatkan porositas paving block. Penguijan kadar lumpur diperoleh hasil sebesar 6.60 %. Hasil tersebut sesuai dengan modul pelatihan pembuatan ubin atau paving block dan batako (Müller et al. 2006) yang mengatakan tanah liat dan kotoran tidak boleh melebihi 10% jika tidak pasir harus dicuci. Maka pasir yang digunakan dalam penelitian ini tidak perlu dicuci terlebih dahulu. Kadar lumpur mempunyai pengaruh terhadap kekuatan beton. Semakin tinggi kandungan kadar lumpur yang terdapat dalam pasir akan mempengaruhi kekuatan pengikatan sehingga kekuatan konstruksi akan semakin rendah. Pengujian bobot jenis pasir didapatkan nilai sebesar 1.36 g/cm3. Hasil tersebut kurang sesuai dengan SNI yang menyatakan bobot jenis pasir sebesar 1.4 g/cm3. Pengarangan Spent bleaching earth Karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis dengan oksigen terbatas (Compete 2009). Ketiadaan oksigen dalam proses karbonisasi menyebabkan hanya komponen zat terbang saja yang terlepas dari bahan, sedangkan bagian karbon akan tetap tinggal di dalam bahan. Reaksi pada proses karbonisasi adalah reaksi eksoterm, yaitu jumlah panas yang dikeluarkan lebih besar daripada yang diperlukan. Reaksi utama terjadi pada suhu 150-3000C dimana terjadi kehilangan banyak kandungan air dari dalam bahan, sehingga dihasilkan arang. Semakin lambat proses karbonisasi, maka mutu arang yang dihasilkan akan semakin baik (Abdullah et all 1998). Karbonisasi atau pengarangan adalah suatu proses pemanasan pada suhu tertentu dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen sangat terbatas, biasanya dilakukan di dalam furnace. Proses ini menyebabkan terjadinya penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk methanol,uap asam asetat, tar-tar dan hidrokarbon. Faktor-faktor yang mempengaruhi karbonisasi adalah kadar air, ketebalan bahan baku, kekerasan bahan baku, udara sekeliling dapur pembakaran (furnace), dan waktu pemanasan. Hasil pengukuran suhu selama proses karbonisasi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengukuran suhu selama proses karbonisasi (pengarangan) waktu (menit)
suhu (0C)
0 30 60 90 120 150
29 74.5 184 294 370 401
Pada 30 menit pertama suhu menunjukkan 74.50C mengalami peningkatan sebesar 45.50C dari pengukuran suhu pada menit ke-0 dengan peningkatan suhu sebesar 1.520C per menit. Pada 30 menit kedua suhu menunjukkan 1840C
12
suhu (0C)
mengalami peningkatan sebesar 109.50C dari pengukuran suhu pada 30 menit pertama dengan peningkatan suhu sebesar 3.650C per menit. Pada 30 menit ketiga suhu menunjukkan 2940C mengalami peningkatan sebesar 110 0C dari pengukuran suhu pada 30 menit kedua dengan peningkatan suhu sebesar 3.670C per menit. Pada 30 menit keempat suhu menunjukkan 3700C mengalami peningkatan sebesar 760C dari pengukuran suhu pada 30 menit ketiga dengan peningkatan suhu sebesar 2.530C per menit. Pada 30 menit kelima suhu menunjukkan 4010C mengalami peningkatan sebesar 310C dari pengukuran suhu pada 30 menit keempat dengan peningkatan suhu sebesar 1.03 0C per menit. Peningkatan suhu per menit pada proses pengarangan dapat dilihat pada Gambar 1. 4 3 2 1 0 0
30
60 90 120 waktu (menit)
150
Gambar 1. Peningkatan suhu per menit pada proses karbonisasi Karakteristik Mutu Paving block Sifat tampak Paving block yang dihasilkan pada berbagai jenis SBE dengan tingkat kadar lemak yang berbeda, didapatkan hasil bahwa paving block dengan campuran 100% SBE 0 terlihat masih banyak lubang-lubang yang menyebabkan penampakan paving block tidak bagus bila dibandingkan dengan SBE 1 dan RSBE. Hal ini disebabkan karena pada bahan SBE 0 masih memiliki kandungan kadar lemak yang cukup besar, yaitu 22.22%. Sehingga antara SBE 0 dan air sulit menyatu karena sifat minyak yang susah berikatan dengan air. Gambar penampakan paving block dari SBE 0 dapat dilihat pada Gambar 2(a). Untuk paving block dengan campuran dari 100% RSBE diperoleh penampakan yang kompak sehingga penampakannya terlihat bagus bila dibandingkan dengan SBE 0 dan SBE 1. Gambar penampakan paving block dari RSBE dapat dilihat pada Gambar 2(c). Sedangkan pada paving block dengan campuran SBE 1 diperoleh penampakan yang lebih kompak bila dibandingkan dengan SBE 0. Gambar penampakan paving block dari SBE 1 dapat dilihat pada Gambar 2(b).
(a) (b) (c) Gambar 2. Penampakan paving block SBE 0 (a), SBE 1(b), dan RSBE (c)
13 Selain faktor bahan baku yang mengandung minyak yang menyebabkan adanya rongga-rongga, ada juga faktor proses hidrasi semen. Hal ini yang menyebabkan adanya lubang pada paving block. Standar mutu paving yang disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada Lampiran 7. Paving block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI 03-0691-1996 adalah sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan. Penampakan gambar paving block dari berbagai variasi perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 8. Ukuran Pengukuran paving block dilakukan untuk mengetahui dimensi paving block. Pengukuran terhadap dimensi paving block juga dimaksudkan untuk menghindari adanya ukuran yang tidak seragam. Menurut British Standart 6717 Part I 1986 tentang Precast Concrete Paving blocks, persyaratan untuk toleransi dimensi pada paving block yang diijinkan yaitu panjang ± 2 mm, lebar ± 2 mm, tebal ± 3 mm. Dalam penelitian ini digunakan cetakan yang berukuran 16 cm x 4 cm x 4 cm. Hasil pengukuran dimensi paving block dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil pengukuran dimensi paving block (16 X 4 X 4) cm Jenis SBE spent bleaching earth sebelum proses in situ (SBE 0) spent bleaching earth setelah proses in situ (SBE 1) spent bleaching earth setelah diarangkan (RSBE)
Parameter Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)
20 15.96 3.98 3.98 15.99 4.02 4.01 15.99 4.02 4.00
Konsentrasi (%) 40 60 80 15.99 16.05 16.01 3.93 4.00 4.01 4.05 4.02 4.04 16.02 16.04 16.03 4.01 4.03 4.02 4.04 4.03 4.03 16.02 16.04 16.03 4.01 4.03 4.02 4.02 4.01 4.03
100 15.99 3.95 4.00 16.05 4.01 4.03 16.05 4.01 4.01
Dari data tersebut tidak ada ukuran yang melenceng dari toleransi yang telah disyaratkan. Standar mutu paving yang disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada Lampiran 7. Pengukuran dimensi ini dilakukan agar pada saat pemasangan paving block tidak terjadi perbedaan ukuran yang signifikan antar paving block. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pembuatan jalan yang terbuat dari paving block menjadi bergelombang akibat ukuran dimensi yang tidak seragam. Ukuran dimensi yang tidak seragam ini disebabkan oleh proses pemadatan adukan. Apabila proses pemadatan dilakukan secara berlebihan, maka adukan akan banyak keluar dari cetakan. Kuat tekan Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Mulyono 2004). Pengertian kuat tekan batako dianalogikan dengan
14 kuat tekan beton. Mengacu pada pada SK SNI M–14–1989–F tentang pengujian kuat tekan beton, yang dimaksud kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Standar mutu paving yang disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada Lampiran 7. Dalam SNI 03-0691-1996 dijelaskan mengenai mutu dari paving block yang diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan kuat dan penyerapan air. Kuat tekan paving block dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Jenis dan kualitas dari semen, pasir, dan bahan penambahan bahan lainnya. 2. Perbandingan jumlah semen dengan pasir. 3. Perbandingan berat air dengan semen. 4. Cara pembuatannya berdasarkan seberapa besar pemadatan paving block. Pengukuran terhadap kuat tekan paving block dilakukan pada beberapa umur paving block yaitu 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Hasil pengukuran nilai kuat tekan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai kuat tekan (MPa) Komposisi Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5
7 hari 2.05 3.41 2.83 1.01 0.00 0.00 3.02 1.06 2.14 1.82 1.48 4.93 1.64 1.06 0.79 4.62
14 hari 3.08 9.03 3.20 1.44 0.00 0.83 2.92 1.01 2.24 4.00 1.15 4.33 1.56 1.50 1.79 5.15
21 hari 5.22 9.56 3.77 1.94 0.00 0.00 3.05 1.55 1.94 4.98 1.53 11.76 1.79 2.71 4.33 9.56
28 hari 8.67 15.34 7.21 2.40 0.00 0.09 3.08 2.74 3.66 2.11 1.78 9.91 4.99 15.40 7.29 13.32
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pada faktor jenis bahan (A), faktor konsentrasi (B), dan interaksi kedua faktor (AB) memiliki pengaruh yang nyata terhadap kuat tekan. Hasil analisis varian terhadap kuat tekan pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa formulasi A3B3 dan A1B1 merupakan formulasi yang terbaik dengan nilai ratarata kuat tekan yang tertinggi. Hasil uji lanjut duncan terhadap kuat tekan pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai uji kuat tekan akan semakin meningkat dengan semakin lamanya umur paving block. Formulasi yang memenuhi standar yang telah disyaratkan pada SNI adalah formulasi A1B1, A3B1, A3B3, dan A3B5. Namun hanya pada formulasi A1B4 yang memiliki nilai kuat tekan yang sama pada setiap waktu pengukuran.
15
Kuat tekan (MPa)
Pada formulasi A2B5 dan formulasi A3B1 terjadi penurunan pada pengukuran ke28 hari. Perubahan nilai kuat tekan terhadap umur paving block untuk setiap jenis bahan dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5. 20.00 15.00
A1B1
10.00
A1B2
5.00
A1B3
0.00
A1B4 7 hari
14 hari
21 hari
28 hari
A1B5
Umur paving block
Kuat tekan (MPa)
Gambar 3. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan SBE 0 6.00 5.00 4.00
A2B1
3.00
A2B2
2.00
A2B3
1.00
A2B4
0.00 7 hari
14 hari
21 hari
28 hari
A2B5
Umur paving block
Kuat tekan (MPa)
Gambar 4. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan SBE 1 20.00 15.00
A3B1
10.00
A3B2
5.00
A3B3 A3B4
0.00 7 hari
14 hari
21 hari
28 hari
A3B5
Umur paving block Gambar 5. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan RSBE Hasil uji kuat tekan menunjukkan bahwa semakin bertambah umur beton semakin tinggi kekuatan beton yang dihasilkan. Hal ini jelas berkaitan dengan proses pengerasan yang terjadi di dalam pasta semen sehubungan dengan perbedaan reaktivitas masing-masing mineral pembentuk semen. Ketika semen
16 dilarutkan dengan air, maka terjadilah reaksi hidrasi yang menghasilkan berbagai macam senyawa kimia. Mekanisme reaksi hidratasi dari komponen-komponen semen adalah sebagai berikut (Sobelev 1997) : (1) (2) (3) (4) (5)
2Ca3OSiO4 + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O+ 3Ca(OH)2 2Ca2SiO4 + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2 Ca3(AlO3)2 + 3CaSO4 + 32H2O → Ca6 (AlO3)2(SO4)3.32H2O Ca6(AlO3)2(SO4)3.32H2O+Ca3(AlO3)2+4H2O → 3Ca4(AlO3)2SO4).12H2O 2Ca2AlFeO5 + CaSO4 + 16H2O → Ca3(AlO3)2(SO4)3.12H2O + Ca(OH)2 + 2Fe(OH)3
Kuat tekan (MPa)
Senyawa C3S (trikalsium silikat) dan C2S (dikalsium silikat) merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen, kedua senyawa ini menempati 70-80 % dari semen. Senyawa C2S berpengaruh besar terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Senyawa C3S berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah umur lebih dari 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Reaksi hidratasi (1) dan (3) berlangsung sangat cepat dalam orde menit, sedangkan reaksi (2), (4) dan (5) berlangsung lambat bisa dalam orde minggu. Oleh karena itu pengerasan semen yang maksimal bisa mencapai waktu 28 hari (Sobelev, 2002). Perbedaan nilai kuat tekan antara jenis bahan pada umur paving block 28 hari dapat dilihat pada Gambar 6. 16 14 12 10 8 6 4 2 0
SBE 0 SBE 1 RSBE 20% 40% 60% 80% 100% Konsentrasi bahan (%)
Gambar 6. Grafik pengaruh konsentrasi bahan terhadap nilai kuat tekan paving block pada umur 28 hari Hasil diatas menunjukkan bahwa jenis bahan SBE 1 (A2) memiliki nilai rata-rata kuat tekan paving block yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan bahan-bahan yang lainnya. Hal ini dikarenakan bahan SBE 1 masih mengandung metanol. Metanol memiliki titik didih pada suhu 64,70C (Perry 1984), sedangkan panas yang dilepaskan oleh proses hidrasi semen akan menaikkan suhu beton sampai 85°C pada bagian dalam beton. Hal ini menyebabkan kandungan metanol yang ada pada bahan SBE 1 menguap. Metanol yang menguap menyebabkan timbulnya rongga-rongga dalam paving block. Semakin banyak rongga yang timbul akibat proses hidrasi semen tersebut maka semakin menurun nilai kuat tekannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Prasetyo (2010) bahwa Semakin rapat susunan agregat kasar semakin besar nilai kuat tekannya. Semakin tinggi nilai kemampatan suatu agregat maka semakin kecil pula nilai porinya. Nilai kuat tekan maksimum paving block diperoleh dari konsentrasi tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap jenis bahan spent bleaching earth yang
17 digunakan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap konsentrasi bahan untuk menghasilkan nilai kuat tekan yang maksimal. Hal sesuai dengan pernyataan Suprapto (2008) bahwa pengaruh karakteristik yang berlainan dari agregat halus mempengaruhi terhadap kualitas beton normal yang dihasilkan seperti kuat tekan, berat dan penyusutannya. Penambahan bahan spent bleaching earth yang lebih banyak mempengaruhi lekatan antara semen dengan spent bleaching earth sehingga mengurangi kekuatan paving block. Daya serap air Daya serap air merupakan kemampuan paving block untuk menyerap air dalam jangka waktu tertentu. Dengan adanya penyerapan air paving block maka akan membantu mengurangi jumlah air yang berada di jalan yang menggunakan media paving block karena selain air dapat mengalir ke saluran drainase jalan, air juga dapat menyerap ke dalam tanah. Hasil pengukuran mutu paving block terhadap daya serap air dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil pengukuran daya serap air paving block Sampel Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5
Daya serap air (%) 4.21 2.66 2.22 3.09 6.24 12.87 6.59 7.01 3.35 5.16 5.60 12.17 6.63 7.94 6.81 18.96
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pada faktor jenis bahan (A), faktor konsentrasi (B), dan interaksi kedua faktor (AB) memiliki pengaruh yang nyata terhadap daya serap air. Hasil analisis varian terhadap daya serap air pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa formulasi A1B2 merupakan formulasi yang terbaik dengan nilai rata-rata daya serap air yang terendah. Hasil uji lanjut duncan terhadap ketahanan natrium sulfat pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 12. Daya serap air pada beberapa formulasi telah memenuhi SNI 03-06911996 yaitu tidak lebih dari 10%. Hanya ada 3 formulasi yang tidak memenuhi syarat SNI yaitu formulasi A3B1, A1B5, dan A3B5. Hal ini juga menunjukkan bahwa sifat absorben dari spent bleaching earth setelah reaktivasi yang relatif lebih
18
Daya serap air (%)
tinggi dan konsentrasi yang berlebihan akan mengurangi kualitas paving blok tersebut. Semakin baik mutu dari paving block maka semakin kecil persentase penyerapan air. Standar mutu paving yang disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada Lampiran 7. 25 20 15 10 5 0
SBE 0 SBE 1 RSBE 20% 40% 60% 80% 100% Konsentrasi bahan (%)
Gambar 7. Grafik hubungan antara konsentrasi bahan dengan nilai resapan air paving block Ketahanan terhadap natrium sulfat Pengujian terhadap natrium sulfat dilakukan untuk mengetahui ketahanan paving block terhadap pelapukan dan kondisi lingkungan. Paving block yang baik merupakan paving block yang memiliki permukaan yang rata serta tidak rapuh ketika disentuh. Kehilangan berat dan retak-retak pada paving block menjadi parameter ketahanan terhadap natrium sulfat. Penurunan berat paving block disajikan pada memenuhi SNI 03-0691-1996 karena disyaratkan penurunan berat tidak lebih dari 1%. Hasil pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil pengukuran ketahanan paving block terhadap natrium sulfat Formulasi Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5
Penambahan bobot (%) 0.89 1.28 0.91 1.48 1.22 1.80 7.53 2.74 5.52 0.47 3.02 2.13 7.57 0.41 11.49 1.60
Keterangan Bagus Bagus Bagus Retak Retak Retak Retak Retak Bagus Bagus Bagus Bagus Retak Bagus Retak Retak
19
Penambahan bobot (kg)
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pada faktor jenis bahan (A), faktor konsentrasi (B), dan interaksi kedua faktor (AB) memiliki pengaruh yang nyata terhadap ketahanan natrium sulfat. Hasil analisis varian terhadap ketahanan natrium sulfat pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa formulasi A2B3 dan A3B4 merupakan formulasi yang terbaik dengan nilai rata-rata ketahanan natrium sulfat yang terendah. Hasil uji lanjut duncan terhadap ketahanan natrium sulfat pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 14. Ketahanan terhadap natrium sulfat ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan paving block bertahan pada cuaca. Standar mutu paving yang disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari hasil pengujian ketahanan terhadap ketahanan natrium sulfat menunjukkan bahwa tidak ada formulasi yang mengalami kehilangan bobot. Bobot paving block yang bertambah pada saat pengujian ketahanan natrium sulfat dipengaruhi oleh penggunaan jenis semen. Semen tipe V merupakan semen yang tahan terhadap natrium sulfat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Naibaho (2009) bahwa reaksi yang terjadi dapat menyebabkan pengembangan. Namun beberapa formulasi yang tidak mengalami retak yaitu formulasi A1B1, A1B2, A2B3, A2B4, A2B5, A3B1, dan A3B3. Dari hasil pengujian ketahanan natrium sulfat diperoleh bahwa penggunaan jenis bahan A1B1 merupakan formulasi yang terbaik karena tidak timbul retak pada paving block, mempunyai nilai kuat tekan yang tinggi, dan memiliki nilai daya serap air yang rendah. Pengaruh konsentrasi terhadap penambahan bobot paving block dapat dilihat pada Gambar 8. 14 12 10 8 6 4 2 0
SBE 0
SBE 1 RSBE 20% 40% 60% 80% 100% Konsentrasi bahan (%)
Gambar 8. Grafik pengaruh konsentrasi bahan terhadap penambahan bobot paving block . Konduktivitas panas Konduktivitas termal sebuah bahan ialah kuantitas panas yang ditransmisikan melewati suatu ketebalan unit yang arahnya tegak lurus dengan permukaan area unit tersebut, disebabkan oleh gradien suhu unit pada kondisi tertentu (Sengul et al 2011). Konduksi termal dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu 1. Kandungan uap air 2. Suhu 3. Keadaan pori-pori bahan (kepadatan).
20 Sebuah bahan yang memiliki nilai konduksi yang besar adalah pengalir panas yang baik. Sebaliknya apabila suatu bahan memiliki nilai konduksi yang kecil adalah pengalir panas yang buruk. Hasil pengujian konduktivitas panas dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil pengujian konduktivitas panas Sampel Kontrol
Pengulangan Heater (A) 1 2 3
Rata-rata A2B3 1 2 3 Rat-rata A1B1 1 2 3 Rata-rata A3B3 1 2 3 Rata-rata
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
T1 (0C) 14 14 15 14.3 21 20 20 20.33 20 19 19 19.3 18 18 17 17.7
T2 ∆T Konduktivitas (0C) (0C) (W/m.K) 31 31 32 31.3 35 34 34 34.3 35 35 36 35.3 35 35 35 35
17 17 17 17 14 14 14 14 15 16 17 16 17 17 18 17.3
0.1064 0.1100 0.1091 0.1085 0.5135 0.5150 0.5165 0.5150 0.5895 0.5893 0.5857 0.5882 0.6716 0.6631 0.6671 0.6673
Pengujian konduktifitas panas dilakukan untuk melihat apakah paving block yang dibuat merupakan suatu media penghantar panas yang baik atau buruk. Dalam pengujian konduktifitas panas ini dilakukan pada 4 formulasi, yaitu formulasi A1B1, A2B3, A3B3, dan kontrol. Berdasarkan hasil yang didapatkan nilai konduktifitas panas untuk formulasi A3B3 lebih tinggi dibandingkan dengan formulasi yang lainnya. Dari hasil pengujian konduktifitas panas diketahui bahwa proses pengarangan dapat meningkatkan nilai konduktifitas panas. Hal ini dikarenakan proses karbonisasi akan menghasilkan arang dengan pori-pori yang sempit. (Cheresmisinoff 1993) menyatakan bahwa material padat yang tinggal setelah karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan pori-pori yang sempit. Penurunan konduktivitas termal dikarenakan peningkatan rasio kekosongan yang menurun berat unit beton. Semakin rapatnya suatu bahan, jarak antarpartikel semakin kecil, sehingga proses hantaran termal di dalam insulasi lebih besar (Saygili dan Baykal 2011). Nilai konduktifitas juga dipengaruhi oleh suhu. Konduktivitas panas akan meningkat apabila suhu juga meningkat. Formulasi A3B3 memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan formulasi yang lain sehingga nilai konduktifitas panas formulasi A3B3 lebih tinggi dibandingkan formulasi yang lain. Namun pada formulasi A3B3 mempunyai manfaat kesehatan
21 bagi tubuh manusia. Hal ini dikarenakan formulasi A3B3 mampu menyimpan panas lebih baik. Panas yang disimpan dalam paving block ini bermanfaat dalam mengubah pro-vitamin D menjadi vitamin D, mengurangi gula darah, mengurangi kolesterol darah, penawar infeksi dan pembunuh bakteri, meningkatkan kebugaran dan kualitas pernafasan, meningkatkan kekebalan tubuh, dan membantu pembentukan dan perbaikan tulang (Dora dan Nilasari 2011)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Paving block dengan formulasi A1B1 (20% SBE 0) merupakan formulasi terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hal ini dibuktikan dengan nilai kuat tekan 15.34 MPa, daya serap air 2.66 %, dan tidak cacat pada pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat serta memiliki nilai konduktifitas panas 0.5882 (W/m.K). Formulasi A1B1 ini cocok digunakan untuk pejalan kaki dikarenakan nilai kuat tekan paving block ini termasuk kualitas C. Dari ketiga bahan yang digunakan pada penelitian yaitu SBE 0, SBE 1, dan RSBE. Bahan yang terbaik dalam penggunaan dalam pembuatan paving block adalah jenis bahan SBE 0 (A1). Kemampuan SBE 0 dalam menggantikan fungsi pasir dalam komposisi adukan hanya sebesar 20 %. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pembuatan paving block menggunakan metode mekanis agar mutu paving block yang dihasilkan lebih baik dengan berbagai variasi tekanan, serta perlu dilakukan formulasi dengan komposisi semen yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan kualitas paving block.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K., A.K Irwanto, N. Siregar, S.E. Agustina, A.H. Tambunan, M. Yasmin, E. Hartulistiyo, Y.A. Purwanto., D. Wulandani, L.O. Nelwan. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor (ID). [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC (USA): AOAC. [GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2014. Refleksi Industri Kelapa Sawit 2013 dan Prospek 2014. Jakarta (ID) : GAPKI. Arifin M. dan A Sudrajat. 1997. Bahan Galian Industri: Bentonit. Departemen Pertambangan dan Energi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung (ID).
22 British Standard, 1986, Precast Concrete Paving blocks – Specification For Paving blocks, BS 6717:Part 1:1986, London (GB) : BSI Publications. BSN – Badan Standarisasi Nasional. 1989. Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci Untuk Permukaan Jalan. Dewan Standarisasi Nasional. BSN – Badan Standarisasi Nasional. 1996. Bata Beton (Paving block). Dewan Standarisasi Nasional. Chanrai N G and S G Burde. 2004. Recovery of Oil from Spent bleaching earth. US Patent No. 6,780,321 B2. Cheremisinoff P N and Morresi A C. 1993. Carbon Adsorption Application, Pollution Engineering, Chemical Publishing Co, New york (USA). Compete. 2009. Competence Platform on Energy Crop and Agroforestry System for Arid and Semi Arid Ecosystem-Africa. Dalam Rahman. 2011. Uji Keragaan Biopelet Dari Biomassa Limbah Sekam Padi (Oryza sativa sp) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Skripsi. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dora P E dan Nilasari P F. 2011. Pemanfaatan Pencahayaan Alami pada Rumah Tinggal Tipe Townhouse di Surabaya. In: Seminar Nasional Living Green: Mensinergikan Kehidupan, Mewujudkan Keberlanjutan, 26 Mei 2011, Universitas Kristen Petra. DPMB – Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Gillson J C. 1960. "Industrial Minerals and Rocks", The American Institute of Mining, Metallurgical and Petroleum Engineers, 87 - 89. Harper, et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). Edisi 17. EGC: Jakarta. Kusumaningtyas N W. 2011. Proses Esterifikasi Transesterifikasi In Situ Minyak Sawit dalam Tanah Pemucat Bekas Untuk Proses Produksi Biodiesel. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Montgomery D. 2005. Design And Analysis Of Experiment 6th edition. John Willey and Sons. New York. Müller C, Fitriani E, Halimah, and Febriana I. 2006. Modul Pelatihan Pembuatan Ubin atau Paving block dan Batako. Jakarta (ID) : Kantor perburuan Internasional. Mulyono T. 2003. Teknologi Beton. Jakarta (ID) : Fakultas Teknik UNJ. Mulyono T. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta (ID) : Andi Publisher. Mulyono T. 2005. Teknologi Beton. Jogjakarta (ID) : Penerbit Andi Naibaho R. 2009. Pembuatan dan Karakteristik Paving block Sebagai Beton Kontruksi dengan Menggunakan Campuran Oil Studge Dan Semen [Tesis]. Medan (ID) : Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Oglesby, Clarkson H and Hicks RG. 1996. Teknik Jalan Raya Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta (ID): Erlangga. Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Edisi V. Jakarta : Penebar Swadaya. Pamungkas B dan Hairunnisa S. 2007. Komparasi Mutu Paving block antara Metode Mekanis dan Konvensional dengan Campuran Endapan Sampah ( Studi Kasus Tpa Banyu Urip, Magelang ) Comparation Quality Of Paving block Among Mechanical And Conventional Method With Rubbish
23 Sediment Mixture [Tesis]. Semarang (ID) : Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Perry J. H. 1984. Chemical Engineering Handbook, 6th edition Mc Graw Hill, Inc, New York. Prasetyo L. 2010. Maximasi Kuat Tekan Beton. J Teknik Industri. 11 : 16-24. Saygili A and Baykal G. 2011. A new method for improving the thermal insulation properties of fly ash, Energy and Buildings, 43 (11) 3236-3242. Sengul O, Azizi S, Karaosmanoglu F, Tasdemir M A. 2011. Effect of expanded perlite on the mechanical properties and thermal conductivity of lightweight concrete, Energy and Buildings, 43 (2-3) 671-676. Simbolon T. 2009.Pembuatan Dan Karakterisasi Paving block Ringan Yang Terbuat Dari StyrofoamSemen.Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sobolev K.G. 1997 Utilization of Industrial By-Products and Waste in Eco Cement, International Symposium on Mineral Admixtures in Cement, Istanbul, Turkey. Sobolev K.G. 2002 High Volume Mineral Additivefor ECO - Cement, American Ceramic Society Bulletin - January. Suprapto H. 2008. Studi Sumber Agregat Halus dan Pengaruhnya dalam Pembuatan Beton Normal. J Desain dan Kontruksi, Vol 7. Tjokrodimuljo K. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta (ID): Biro Penerbit KMTS FT UGM. Wahyudi MY. 2000. Studi Penggunaan Kembali Bleaching Earth Bekas sebagai Adsorben dalam Proses Refining CPO [Tesis]. Bandung (ID) : Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Wang, C. K., C. G. Salmon, dan B. Hariandja. 2000. Disain Beton Bertulang. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga. Young, F. V. K. 1987. Refining and Fractination of Palm Oil. Pages 39-69 in F.D. Gustone, ed. Palm Oil: Critical Reports on Applied Chemistry, Vol. 15. New York (USA) : John Wiley and Sons.Melalui Transesterifikasi In situ.
24 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik bahan 1. Pengujian Kadar Lumpur Pengujian ini bertujuan untuk menentukan banyaknya kandungan butir lebih kecil dari 50 μ. Lumpur yang terdapat dalam pasir yang terkandung dalam bahan halus. Langkah-langkah pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Menimbang pasir kering sebanyak ± 200 gram (kering oven). 2. Memasukkan pasir sebanyak ± 100 gram ke dalam bejana gelas diameter 10 cm setinggi 20 cm. 3. Menuangkan air ke dalam bejana gelas sampai pasir jenuh air dan air mencapai ketinggian ± 12 cm di atas permukaan pasir. 4. Mengaduk perlahan-lahan sampai keruh dan mendiamkan selama ± 1 menit. 5. Membuang air secara perlahan-lahan dari bejana sampai air tinggal setengahnya (caramenuangnya harus sedemikian rupa sehingga pasir tidak ikut terbuang). 6. Mengulangi penambahan air bersih sampai setinggi ± 12 cm di atas permukaan pasir. 7. Mengaduk perlahan-lahan sampai keruh dan mendiamkan selama ± 1 menit. 8. Membuang air dari bejana sampai air tinggal setengahnya. 9. Pencucian dilakukan berkali kali sehingga air menjadi tetap jernih setelah diaduk. 10. Memanaskan sisa contoh pasir yang telah dicuci dalam oven sampai kering. Setelah kering dan dingin pasir ditimbang dengan teliti. 11. Selisih berat semula dengan berat setelah dicuci adalah bagian yang hilang (kandungan lumpur atau butiran <50 micron). 12. Melakukan pengujian sebanyak 2 kali kemudian menghitung hasil rataratanya. 2. Pengujian Kadar Air Pengujian ini bertujuan untuk menentukan prosentase air yang dikandung dalam bahan halus, baik dalam kondisi asli maupun SSD (jenuh air tapi kering pada permukaan). Langkah-langkah pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Meletakkan cawan di atas timbangan yang skalanya telah diposisikan pada angka nol. 2. Memasukkan benda uji ke dalam cawan dan menimbang berat bahan tersebut (W1) 3. Mengeringkan benda uji berikut cawannya ke dalam oven dengan suhu sebesar110±5oC sampai benda uji memiliki berat yang tetap. 4. Menimbang kembali benda uji dengan prosedur penimbangan yang sama dengan sebelumnya (W2). 3. Berat Jenis Timbang gelas piala 250 ml kosong (M1).Kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas piala sampai tanda tera 250 ml. Selanjutnya sampel beserta gelas piala ditimbang (M2).
25 Berat Jenis dihitung menggunakan rumus : Massa pasir = M2-M1 Berat jenis= massa pasir Volume gelas piala 4. Kadar Lemak Metode uji penentuan kadar lemak kasar menurut AOAC Metode 2003.06 (AOAC 2005) ekstraksinya menggunakan soxtec, adalah untuk mengetahuipersentase kadar lemak kasar yang terkandung dalam pakan. Prinsip metode ujiini adalah lemak dapat diekstraksi dengan menggunakan heksan/zat pelarut lemak lainnya, bila zat pelarutnya diuapkan maka akan tertinggal lemak kasarnya. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam selongsongkertas, lalu ditutup dengan kapas non lemak dan masukkan ke dalam alat soxtec.Letakkan wadah lemak berisi heksan 70 ml pada alat soxtec dan selongsong kertasyang berisi sampel harus terendam heksan. Lakukan ekstraksi selama 1 jam padasuhu 140 ºC dengan tahapan pembakaran 20 menit, pencucian 30 menit danpenguapan 10 menit. Selanjutnya wadah yang berisi lemak hasil ekstraksidipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam.Berat sampel setelahdipanaskan dicatat sampai bobot konstan dengan selisih penimbangan 10 mg. Kadar lemak kasar dihitung dengan rumus : W2 - W1 Kadar lemak kasar =
x 100 % W
Dimana : W = berat sampel (g) W1 = berat wadah lemak kosong setelah dipanaskan (g) W2 = berat wadah lemak + sampel setelah dipanaskan (g)
26 Lampiran 2. Diagram alir proses produksi biodiesel secara in situ
Mulai H2SO4 Metanolik
Spent bleaching earth
Esterifikasi in situ
NaOH + katalis
Transesterifikasi insitu Pendinginan
Filtrasi
Sisa padatan (SBE 1)
Filtrat EVAPORASI
Campuran minyak, metil ester dan gliserol
Pemisahan
Pencucian
Biodiesel
Selesai
Sisa pelarut
Gliserol
27 Lampiran 3. Prosedur pembuatan paving block
Mulai Semen
Pasir Pengadukan
Air
SBE Pencetakan dan pemadatan
Paving block
Uji kualitas paving block
Selesai
28 Lampiran 4. Perhitungan persentase komposisi paving block Semen : Pasir = 1 : 4 Semen = 100 cm3 Pasir = 400 cm3 Persentase SBE yang digunakan sebesar : Misalnya 20% SBE : 80% pasir SBE = 20% X 400 = 80 cm3 Pasir = 80% X 400 = 320 cm3 Lampiran 5. Prosedur pengujian mutu paving block 1. Sifat tampak Bata disusun atas permukaan yang rata sebagaimana pada pemasangan yang sebenarnya. 2. Ukuran Digunakan peralatan kapiler atau sejenisnya dengan ketelitian 0.1 mm. pengukuran tebal dilakukan terhadap lima tempat yang berbeda dan diambil rata-rata. 3. Kuat tekan Contoh yang telah siap ditekan hingga hancur dengan mesin penekan, lalu dicatat hasilnya. 4. Penyerapan air Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 24 jam sampai beratnya pada dua kali penimbangan berselisih tidak lebih dari 0.2 % penimbangan yang terdahulu. Kemudian benda uji dalam keadaan utuh direndam dalam air hingga jenuh (24 jam), ditimbang beratnya dalam keadaan basah. Penyerapan air Keterangan A : berat paving block basah B : berat paving block kering 5. Ketahanan terhadap natrium sulfat Dua benda uji utuh dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga berat tetap, lalu didinginkan dalam desikator.Setelah dingin ditimbang smapi ketelitian 0,1 gram, kemudian direndam dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16 sampai dengan 18 jam, setelah itu diangkat dan didiamkan dulu agar cairan yang berlebihan meniris. Ulangi perendaman dan pengeringan ini sampai 5 kali berturut-turut.Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci samapi tidak ada sisa garam sulfat yang tertinggal.Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang tertinggal, larutan pencucinya dapat diuji dengan larutan BaCl.Untuk
29 mempercepat pencucian dapat dilakukan pencucian dengan air panas bersuhu kurang lebih 40-500C. Setelah pencucian samapi bersih, benda uji di keringkan dalam oven sampai berat tetap, didinginkan dalam desikator. Kemudian ditimbang lagi sampai ketelitian 0,1 gram.Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah perendaman dalam larutan garam sulfat nampak adanya retakan, gugusan atas cacat-cacat yang lainnya. Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata : a. Baik /tidak cacat, bila tidak nampak adanya retak-retak atau perubahan lainnya. b. Cacat/retak-retak, bila nampak adanya retak-retak ( meskipun kecil ), rapuh, dan gugus dan lain-lain. Apabila selisih penimbangan sebelum perendaman dan setelah perendaman tidak lebih besar dari 1 % dan benda uji tidak cacat nyatakan benda-benda uji tadi baik. Bila selisih penimbangan dari 2 diantara 3 benda uji tadi lebih besar dari 1% sedang benda ujinya baik (tidak cacat) nyatakan bahwa benda uji secara keseluruhan menjadi cacat. 6. Konduktifitas panas Pengujian konduktifitas panas diukur dengan menggunakan alat thermal conductivity meter. Prosedur penggunaan thermal conductivity meter sebagai berikut: 1. Persiapan sampel 2. Tekan arus heater (2 A) 3. Probe diletakkan diatas sampel selama 2 menit. 4. Tekan tombol start 5. Jika 100C< ∆T <300C artinya pemilihan arus sudah benar. Jika ∆T<100C atau ∆T >300C harus dipilih arus lainnya sampai arus yang benar. 6. Setelah selesai penentuan arus tekan reset.
30 Lampiran 6. Peralatan yang digunakan dalam penelitian
Alat reaktivasi
thermal conductivity meter
Neraca timbangan
Jangka sorong
Alat uji kuat tekan
Cetakan paving block
31 Lampiran 7. Standar mutu paving block yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0691-1996) Bata beton (paving block) 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, klasifikasi, dan syarat mutu. 2. Acuan SNI 03-0691-1989, bata beton untuk lantai. 3. Definisi Bata beton (paving block) adalah suatu konposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolisis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu. 4. Klasifikasi Paving block Mutu A : digunakan untuk jalan Paving block Mutu B : digunakan untuk pelataran parkir Paving block Mutu C : digunakan untuk pejalan kaki Paving block Mutu D : digunakan untuk taman dan pengguna lain. 5. Syarat Mutu 5.1 Sifat tampak Bata beton (paving block) harus mempunyai permukaan yang rata, tidak retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan. 5.2 Ukuran Bata beton (paving block) harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum 60 mm dengan toleransi kurang lebih 8%. 5.3 Sifat fisika Jenis A B C D
Kuat tekan (MPa) Rata-rata Minimum 40 35 20 17 15 12.5 10 8.5
Penyerapan air (%) Rata-rata max 3 6 8 10
5.4 Ketahanan terhadap natrium sulfat Bata beton (paving block) apabila diuji tidak boleh cacat, dan kehilangan berat yang diperkenankan maksimum 1%.
32 Lampiran 8. Gambar penampakan paving block berbahan SBE 0, SBE 1, dan RSBE Konsentrasi A1 B1
B2
B3
B4
B5
Jenis bahan A2
A3
33 Lampiran 9. Tabel analisis varian (α = 5%) kuat tekan paving block Sumber keragaman Jenis bahan Konsentrasi Interaksi Galat
Kuadrat jumlah 295.4483 139.9304 345.0419 2.1995
Total 782.6202 * Pada taraf nyata 0.05 (α=0.05)
Db 2 4 8 15
Kuadrat rata-rata Fhitung 147.7242 1007.453 34.9826 238.575 43.1302 294.141 0.14663
F tabel 3.68232 3.05557 2.64080
29
Lampiran 10. Hasil uji lanjut duncan kuat tekan a. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh jenis bahan terhadap kuat tekan Kelompok duncan Rata-rata N Faktor 1 A B C
10.1840 5.0100 2.6720
10 10 10
A2 A1 A3
b. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap kuat tekan Kelompok duncan
Rata-rata
N
Faktor 2
A B C C D
9.4417 7.1567 5.0633 4.9833 3.1317
6 6 6 6 6
B1 B3 B5 B2 B4
34 c. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh interaksi jenis bahan dan konsentrasi terhadap kuat tekan Kelompok duncan
Rata-rata
A A B C D D E F GF GH GHI HI I J J
15.4050 15.3450 13.3250 9.9050 7.2900 7.2100 4.9950 3.6600 3.0750 2.7450 2.4050 2.1050 1.7750 0.0900 0.0000
N
Faktor 1*Faktor 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
A3B3 A1B1 A3B5 A3B1 A3B4 A1B2 A3B2 A2B3 A2B1 A2B2 A1B3 A2B4 A2B5 A1B5 A1B4
Lampiran 11. Tabel analisis varian (α = 5%) daya serap air paving block Sumber keragaman Jenis bahan Konsentrasi Interaksi Galat
Kuadrat jumlah 168.4169 231.3236 163.0539 0.45355
Total 0,049356 * Pada taraf nyata 0.05 (α=0.05)
db 2 4 8 15
Kuadrat rata-rata 84.2084 57.8309 20.3817 0.0302
F Hitung 2784.978 1912.608 674.073
F Tabel 3.68232 3.05557 2.64080
29
Lampiran 12. Hasil uji lanjut duncan daya serap air a. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh jenis bahan terhadap daya serap air Kelompok duncan Rata-rata N Faktor 1 A B B
10.50100 5.53900 5.41300
10 10 10
A3 A2 A1
35 b. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap daya serap air Kelompok duncan
Rata-rata
A B C D E
12.4733 7.1367 6.0700 5.2867 4.7883
N
Faktor 2
6 6 6 6 6
B5 B1 B4 B2 B3
c. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh interaksi jenis bahan dan konsentrasi terhadap daya serap air Kelompok duncan A B C D E EF EF FG G H I J J K L
Rata-rata 18.9600 12.8650 12.1700 7.9350 7.0100 6.8100 6.6300 6.5850 6.2400 5.5950 5.1600 3.3450 3.0850 2.6550 2.2200
N
Faktor 1*Faktor 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
A3B5 A1B5 A3B1 A3B3 A2B2 A3B4 A3B2 A2B1 A1B4 A2B5 A2B4 A2B3 A1B3 A1B1 A1B2
Lampiran 13. Tabel hasil analisis varian (α = 5%) ketahanan natrium sulfat paving block Sumber keragaman Jenis bahan Konsentrasi Interaksi Galat
Kuadrat Kuadrat jumlah Db rata-rata 63.2971467 2 31.6485733 22.7828000 4 5.6957000 223.8085200 8 27.9760650 2.4109500 15 0.1607300
Total 312.2994167 * Pada taraf nyata 0.05 (α=0.05)
29
F hitung 196.91 35.44 174.06
F tabel 3.68232 3.05557 2.64080
36 Lampiran 14. Hasil uji lanjut duncan ketahanan natrium sulfat a. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh jenis bahan terhadap ketahanan natrium sulfat Kelompok duncan
Rata-rata
N
Faktor 1
A B C
4.7730 3.8550 1.3370
10 10 10
A2 A3 A1
b. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap ketahanan natrium sulfat Kelompok duncan
Rata-rata
N
Faktor 2
A AB B C C
4.3933 3.9633 3.6467 2.4667 2.1383
6 6 6 6 6
B4 B2 B1 B3 B5
c. Tabel hasil uji lanjut duncan pengaruh interaksi jenis bahan dan konsentrasi terhadap ketahanan natrium sulfat Kelompok duncan A B B C D D DE EF EF EF EFG EFG FG G G
Rata-rata 11.4900 8.2350 7.5300 5.5150 3.0200 2.7400 2.1350 1.7950 1.6000 1.4800 1.2750 1.2200 0.9150 0.4700 0,4050
N
Faktor 1*Faktor 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
A2B4 A2B2 A3B1 A3B3 A3B5 A3B2 A2B1 A1B5 A2B5 A1B3 A1B1 A1B4 A1B2 A3B4 A2B3
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1991 dari ayah Achmadi dan ibu Lestari Rahayu. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh studi di SDN Kandang Panjang 02 Pekalongan tahun 1997-2003, SMPN 2 Pekalongan tahun 2003-2006, SMAN 2 Pekalongan tahun 2006-2009 dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Bioproses pada tahun 2012, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Bahan Penyegar pada tahun 2013, dan asisten praktikum mata kuliah Teknologi Minyak, Emulsi dan Oleokimia pada tahun 2013. Penulis pernah menjadi anggota Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) periode 2010-2011, ketua Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) periode 2011-2012, dan ketua Ikatan Mahasiswa Pekalongan (IMAPEKA) periode 2010-2011. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada Juli-Agustus 2012 dalam program Internship Stundent di Quality Control Department PT Kraft Foods Indonesia, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari Aspek Proses Produksi Biskuit Oreo Di PT Kraft Foods Indonesia Cikarang-Bekasi” yang bergerak di bidang industri makanan. Penulis melaksanakan penelitian pada Agustus-Desember 2013 dengan judul “Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth”.