FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM DENGAN BIJI NANGKA SEBAGAI PREBIOTIK
UMI KARTIKA SAFITRI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Minuman Susu Asam dengan Biji Nangka sebagai Prebiotik adalah benar karya saya dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Umi Kartika Safitri NIM F24090086
ABSTRAK UMI KARTIKA SAFITRI. Formulasi Minuman Susu Asam dengan Biji Nangka sebagai Prebiotik. Dibimbing oleh WINIATI P RAHAYU dan SULIANTARI. Biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) mengandung serat pangan sehingga potensinya sebagai prebiotik dapat dimanfaatkan untuk pembuatan minuman susu asam. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formula minuman susu asam dengan kandungan bakteri asam laktat (BAL) yang aktif, tingkat kesukaan yang dapat diterima, dan diketahui mutu kimianya. Perlakuan yang diteliti adalah pengaruh jumlah tepung biji nangka yang ditambahkan (4, 5, dan 6%(b/v)) dan dua jenis BAL yang digunakan (Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis). Pemilihan formula dilakukan dengan analisis total BAL, nilai pH, dan mutu sensori. Formula terpilih dari penelitian ini adalah minuman susu asam L. brevis dengan tepung biji nangka 4%(b/v). Total BAL formula tersebut yaitu 10.59 log cfu/mL. Formula tersebut memiliki mutu sensori netral hingga agak disukai untuk atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Formula tersebut mempunyai kandungan kimia dalam %(b/b) sebagai berikut: kadar air 78.16%, kadar abu 2.34%, kadar lemak 2.85%, kadar protein 3.15%, kadar karbohidrat 13.51%, dan kadar asam laktat 1.73%. Kata kunci: bakteri asam laktat, biji nangka, fermentasi, susu asam
ABSTRACT UMI KARTIKA SAFITRI. Acid Milk Formulation with Jackfruit Seeds as Prebiotic. Supervised by WINIATI P RAHAYU and SULIANTARI. Jackfruit seeds (Artocarpus heterophyllus Lam.) contain dietary fibre, so that its potential as prebiotic can be used to make acid milk drink. This research aimed to obtain the synbiotic drink formula that contain active lactic acid bacteria (LAB), preferable of hedonic level and its chemical properties were known. Treatments of this research were effect of the number of jackfruit seed flour added (4, 5, 6%(w/v)) and two LAB used (Lactobacillus plantarum and Lactobacillus brevis). Formula to be selected by viable number of LAB analysis, pH value, and sensory quality. Selected formula was fermented milk drink produced by L. brevis with jackfruit seed flour 4%(w/v)). Viable number of LAB of that formula was 10.59 log cfu/mL. The sensory quality of that formula was neutral until rather preferable for color, flavour, taste, texture, and overall. The formula has chemical content (%b/b), that were, moisture content 78.16%, ash content 2.34%, fat content 2.85%, protein content 3.15%, carbohydrate content 13.51%, and lactic acid content 1.73%. Keywords: acid milk, fermentation, jackfruit seed, lactic acid bacteria
FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM DENGAN BIJI NANGKA SEBAGAI PREBIOTIK
UMI KARTIKA SAFITRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Formulasi Minuman Susu Asam dengan Biji Nangka sebagai Prebiotik Nama : Umi Kartika Safitri NIM : F24090086
Disetujui oleh
Prof Dr Winiati P Rahayu Pembimbing I
Dr Suliantari, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi. Judul skripsi adalah “Formulasi Minuman Susu Asam dengan Biji Nangka sebagai Prebiotik”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Winiati P Rahayu dan Dr Suliantari, MS selaku pembimbing akademik, serta Dian Herawati, STP, M Si selaku penguji atas semua bimbingan dan sarannya sehingga skripsi ini dapat tersusun. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan motivasinya. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh teknisi laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB yang telah membantu penulis selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen Dikti dan Perum Perhutani atas bantuan dana penelitian yang diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman TKN, teman-teman kos Salsabila, teman-teman satu lab selama penelitian, teman-teman ITP46, teman-teman Birena dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya dan menambah wawasan bagi yang membacanya.
Bogor, September 2013 Umi Kartika Safitri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan dan Alat
3
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Susu Sapi Segar dan Tepung Biji Nangka
6
Total BAL dan pH pada Minuman Susu Asam
7
Mutu Sensori Minuman Susu Asam
9
Mutu Kimia Minuman Susu Asam
11
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Kandungan gizi susu segar Kandungan gizi tepung biji nangka Total BAL dan nilai pH Skor hasil analisis sensori Analisis kimia minuman susu asam
7 7 8 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Tahapan penelitian 2 Pembuatan minuman susu asam
3 5
PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, sebanyak 7% kematian disebabkan oleh penyakit pencernaan (Balitbangkes 2001). Penyakit pencernaan dapat terjadi karena ketidakseimbangan mikroflora usus. Menurut Bourlioux et al. (2003), mikroba dalam usus tidak hanya bersifat menguntungkan, tetapi juga ada yang bersifat merugikan. Bakteri yang bersifat merugikan, seperti Escherichia coli mampu memproduksi toksin yang mampu menyebabkan diare pada manusia dan tikus percobaan (Dubreuil 2012). Fenomena tersebut mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memilih konsumsi pangan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Masyarakat tidak hanya menginginkan pangan yang menarik secara sensori dan berguna untuk pemenuhan zat gizi tubuh, tetapi juga menginginkan pangan yang bermanfaat bagi kesehatan atau dikenal sebagai pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun yang telah melalui proses pengolahan mengandung satu atau lebih komponen yang berdasarkan kajian-kajian alamiah dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan, disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman serta memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima konsumen (BPOM 2001). Salah satu pangan fungsional yang dapat mencegah gangguan pencernaan adalah pangan dengan perlakuan fermentasi. Menurut Winarno dan Fernandez (2007), fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik makromolekul menjadi senyawa sederhana yang melibatkan aktivitas suatu mikroba tertentu atau campuran beberapa spesies mikroba. Produk fermentasi yang sudah dikenal masyarakat adalah minuman susu asam. Fermentasi susu dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan mikroba perusak susu sehingga dapat memperpanjang masa simpan susu (Winarno dan Fernandez 2007). Pembuatan minuman susu asam dapat dikembangkan dengan penambahan prebiotik untuk meningkatkan nilai fungsionalnya. Menurut Gibson dan Roberfroid (1995), bahan pangan dapat disebut sebagai prebiotik apabila tidak diserap di bagian atas saluran gastrointestinal dan menjadi substrat selektif bagi bakteri menguntungkan di usus besar. Bahan lokal bersifat prebiotik yang dapat ditambahkan untuk pembuatan minuman susu asam adalah biji nangka. Menurut Thammarutwasik et al. (2009), biji nangka mampu menstimulir pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Selanjutnya, Thammarutwasik et al. (2011) menyatakan bahwa biji nangka mengandung 403,44 mg/g (bk) polisakarida dan 29.35 mg/g oligosakarida (bk) yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan serta bersifat selektif dalam fermentasi mikroflora pada uji in vitro menggunakan usus buatan. Biji nangka termasuk bahan pangan yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pada umumnya, biji nangka dianggap limbah dan tidak dimanfaatkan lebih lanjut. Jika ada yang memanfaatkannya, biasanya hanya sekedar direbus, dibakar atau digoreng. Pemanfaatan biji nangka sebagai bahan baku pembuatan
2 produk fermentasi susu asam dapat memberikan nilai tambah pada biji nangka. Pembuatan minuman susu asam harus ditambahkan bakteri asam laktat. Oleh karena itu, minuman susu asam pada penelitian ini dapat dibuat dengan menambahkan tepung biji nangka dan dua bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis.
Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Adanya pangan lokal biji nangka yang belum dimanfaatkan secara optimal. 2 Adanya potensi biji nangka untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional.
Tujuan Penelitian 1 2 3 4
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: Memperoleh formula minuman susu asam berupa produk fermentasi yang ditambah tepung biji nangka. Mengetahui pengaruh prebiotik tepung biji nangka terhadap jumlah bakteri asam laktat (BAL) pada minuman susu asam. Mengetahui mutu sensori minuman susu asam yang ditambah tepung biji nangka. Mengetahui mutu kimia minuman susu asam yang ditambah tepung biji nangka.
Manfaat Penelitian Melalui hasil penelitian ini dapat diketahui formulasi, mutu sensori, dan mutu kimia produk minuman susu asam yang ditambah tepung biji nangka. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif produk pangan fungsional bagi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan. Selain itu, penelitian ini juga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan produk pangan fungsional melalui pemanfaatan sumber daya lokal.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai Maret-Juli 2013. Laboratorium yang digunakan adalah Laboratorium SEAFAST (Pilot Plant, Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Evaluasi Sensori) dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan (Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium Kimia Pangan), IPB.
3 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah susu sapi segar dari Fakultas Peternakan IPB, biji nangka dari campuran varietas Salak dan Bubur, akuades, gula pasir, kultur BAL dari Laboratorium Mikrobiologi LIPI Cibinong (Lactobacillus plantarum BTTC B-649 dan Lactobacillus brevis BTCC B-645). Media yang digunakan untuk BAL yaitu de Man Rogosa Sharp Broth (MRSB) (Oxoid) dan de Man Rogosa Sharp Agar (MRSA) (Oxoid). Pereaksi yang digunakan untuk uji pH adalah buffer fosfat pH 4 dan 7; pereaksi yang digunakan untuk uji total asam tertitrasi adalah indikator fenoftalein dan NaOH 0.1 N; pereaksi untuk analisis kadar protein adalah K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, etanol, 60% NaOH-5% Na2S2O3.5H2O, asam borat, indikator metilen red metilen blue (MRMB), HCl 0.02 N, Tris-HCl, dan air destilata; dan pereaksi yang digunakan untuk analisis kadar lemak adalah HCl 25% dan heksana. Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan, steam jacket, abrassive peeler, slicer, cabinet drier, disc mill, pengayak bergoyang, panci, toples bertutup, autoklaf, inkubator, refrigerator, cup kemasan kecil, termometer, pH meter, buret, dan cawan petri.
Prosedur Penelitian Tahapan penelitian secara keseluruhan (Gambar 1) meliputi pembuatan tepung biji nangka, penyiapan susu segar, persiapan kultur starter, pembuatan minuman susu asam dengan prebiotik, analisis BAL dan pH, analisis sensori, analisis statistik dan analisis kimia. Pembuatan tepung biji nangka
Penyiapan susu segar
Karakterisasi bahan baku Pembuatan minuman susu asam dengan prebiotik
Persiapan kultur starter
12 formulasi
Analisis sensori
Analisis total BAL dan pH
Analisis statistik untuk pemilihan formula Analisis kimia
Gambar 1 Tahapan penelitian Pembuatan tepung biji nangka dilakukan dengan modifikasi metode Chowdhury et al. (2012), yaitu pada tahap pemisahan kulit, perebusan, dan pengeringan. Proses tersebut adalah sebagai berikut: pencucian biji nangka untuk menghilangkan kotoran, perebusan pada suhu 90oC selama 10 menit menggunakan steam jacket cattle untuk menghilangkan lendir dan mempermudah
4 pelepasan kulit biji nangka, pemisahan kulit menggunakan abrassive peeler, pengirisan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 2 mm untuk memudahkan proses pengeringan, pengeringan pada suhu 60oC selama 4 jam menggunakan cabinet drier untuk mengurangi kadar air biji nangka, penggilingan menggunakan disc mill dengan ukuran 60 mesh, dan pengayakan menggunakan ayakan bergoyang ukuran 100 mesh agar tekstur tepung lebih halus sehingga tekstur produk akhir tidak berpasir. Susu segar yang disiapkan untuk penelitian ini diperoleh langsung dari Fakultas Peternakan IPB. Selanjutnya, dilakukan karakterisasi tepung biji nangka dan susu segar. Tepung biji nangka dan susu segar dikarakterisasi kandungan kimianya, meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein (AOAC 2000), dan kadar karbohidrat (McClements 1999). Selain itu, dilakukan pula analisis serat pangan total (AOAC 2000) pada tepung biji nangka dan analisis pH (AOAC 2000) pada susu segar. Sebelum dilakukan pembuatan minuman susu asam, perlu disiapkan kultur starter. Tujuan pembuatan kultur starter adalah agar bakteri dapat beradaptasi pada media yang baru sehingga dapat langsung beraktivitas ketika ditambahkan ke susu untuk pembuatan minuman sinbiotik. Pembuatan kultur starter dibuat dengan modifikasi metode Rahayu et al. (2011) pada tahap penggunaan susu steril, jumlah inokulum BAL, dan waktu inkubasi. Kultur BAL Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis diambil dari kultur stok MRSA chalk semi solid dengan menggunakan jarum ose. Kemudian jarum ose dicelupkan ke dalam media MRSB. Kultur BAL di dalam MRSB diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Selanjutnya, sebanyak 2% (v/v) kultur BAL dalam MRSB ditambahkan ke dalam larutan susu skim 12% (b/v) yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 100oC selama 30 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Pada penelitian ini dibuat 12 formulasi dengan 2 perlakuan, yaitu persentase tepung biji nangka yang ditambahkan (0, 4, 5, dan 6%(b/v)) dan jenis BAL (Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan campuran keduanya). Persentase tepung biji nangka 4-6% (b/v) merupakan 3 persentase terbesar yang dapat ditambahkan dalam formula. Penambahan >6% menyebabkan gelatinisasi yang mengakibatkan terbentuknya gel setelah didinginkan. Proses pembuatan minuman susu asam dilakukan dengan modifikasi metode Lee dan Lucey (2010) pada tahap penambahan bahan baku, homogenisasi, suhu pendinginan setelah homogenisasi, dan inkubasi. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Pembuatan minuman susu asam ini diawali dengan pencampuran susu sapi segar, tepung biji nangka, dan gula pasir. Selanjutnya dilakukan pasteurisasi pada suhu 80-85oC selama 30 menit. Pasteurisasi bertujuan membunuh mikroba yang tidak diinginkan sehingga memperkecil kompetisi kultur starter dan mengurangi oksigen terlarut yang dapat mengganggu pertumbuhan kultur starter (Lee dan Lucey 2010). Selanjutnya, susu pasteurisasi tersebut didinginkan hingga suhu ±37oC dan kemudian dilakukan inokulasi kultur starter. Persentase kultur starter yang ditambahkan masing-masing sebanyak 2%(b/v) untuk kultur tunggal dan 1%(b/v) untuk kultur campuran dengan jumlah BAL 107 cfu/mL. Persentase kultur starter yang ditambahkan sesuai dengan Aswal et al. (2012) yang menyatakan bahwa jumlah kultur starter yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan yoghurt adalah 2-4%. Jumlah BAL 107 cfu/ml sesuai dengan syarat minimal bakteri starter menurut SNI 2981-2009 tentang yoghurt (BSN 2009).
5 Setelah inokulasi, dilakukan inkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam. Langkah terakhir yang dilakukan adalah menyimpan minuman susu asam pada suhu 4oC. Susu sapi segar 100%(v/v)
TBN (0, 4, 5, 6%(b/v))
Gula pasir 5%(b/v)
Pencampuran Pasteurisasi T= 80-85o C, t= 30 menit Pendinginan T=±37oC Kultur starter 2%(v/v) (L. plantarum, L. brevis, campuran L. plantarum dan L. brevis)
Inokulasi
Inkubasi T= 37oC, t= 18 jam Pendinginan T= 4oC Minuman susu asam
Gambar 2 Pembuatan minuman sinbiotik modifikasi metode Lee dan Lucey (2010) Pada tahap pemilihan formulasi dilakukan analisis terhadap 12 formulasi. Perlakuan dalam penelitian ini dilakukan dengan dua kali ulangan. Analisis yang dilakukan adalah analisis total BAL dengan metode hitungan cawan (BAM 2001) dan analisis pH (AOAC 2000). Kedua analisis tersebut dilakukan secara duplo. Setelah itu, dilakukan analisis sensori terhadap formula yang memiliki total BAL yang tinggi dan memenuhi standar pH yaitu 4.0-4.5 (Tamime 2006). Analisis sensori yang dilakukan adalah uji rating hedonik kepada 70 panelis terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur dan overall (Kemp et al. 2009). Skala penilaian yang digunakan adalah 7 skala, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). Selain itu, panelis juga diminta untuk mengurutkan empat atribut sensori (warna, aroma, rasa, dan tekstur) berdasarkan besarnya pengaruh atribut tersebut terhadap produk. Selanjutnya, formula yang memiliki tingkat kesukaan tertinggi pada analisis sensori dianalisis mutu kimianya secara duplo, meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, total asam tertitrasi, pH (AOAC 2000), dan karbohidrat (McClements 1999). Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Data analisis total BAL, pH, sensori, dan mutu kimia dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil uji menggunakan ANOVA menyatakan bahwa terdapat signifikansi perbedaan pada taraf 0.05, maka uji tersebut dilanjutkan dengan uji Duncan. Datadata tersebut diuji statistik menggunakan SAS 9.1. Model matematika yang digunakan berdasarkan Matjik dan Sumartajaya (2011) adalah sebagai berikut.
6 Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ εij Keterangan: Yij µ Ai Bj (AB)ij Εij
= respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B = rataan umum = pengaruh jumlah tepung biji nangka ke-i (i= 0, 4, 5, dan 6% (b/v)) = pengaruh jenis BAL ke-j (j= L. plantarum, L.brevis, dan gabungan keduanya) = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B = galat karena pengaruh TBN ke-i dan BAL ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Susu Sapi Segar dan Tepung Biji Nangka Karakteristik susu sapi segar dapat dilihat pada Tabel 1 dan karakteristik tepung biji nangka (TBN) pada Tabel 2. Susu sapi segar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar lemak, protein, dan pH sesuai dengan SNI (Tabel 1). Kadar air, abu, dan protein susu juga hampir sama dengan komposisi susu sapi segar menurut Buckle (1985). Susu sapi memiliki kadar air yang tinggi, yaitu 87.17%(b/b). Menurut Mirdhayati et al. (2008), susu memiliki kadar air yang tinggi karena air merupakan medium pendispersi lemak dan komponen terlarut dalam air susu. Kadar abu susu sapi sebesar 0.74%(b/b). Menurut Soeharsono (1996), kadar abu susu sapi terdiri dari beberapa unsur mineral di antaranya Ca (25%), Mg (20%) dan P (44%). Susu segar memiliki kadar Ca sebesar 120 mg/100g, Mg sebesar 10 mg/100g, dan P sebesar 87 mg/100g (Omole dan Ighodaro 2012). Kadar mineral pada susu yang cukup sedikit menyebabkan kadar abu yang diperoleh juga sedikit. Kadar protein pada susu sapi sebesar 3.03%(b/b). Kadar lemak susu sapi lebih besar (5.16%(b/b)) daripada kadar lemak susu menurut Buckle et al. (1985) (3.3%(b/b)). Menurut Ikawati (2011), kadar protein dan lemak pada susu dipengaruhi oleh jenis sapi, pakan, umur, periode laktasi, dan penyakit. Kadar karbohidrat susu sapi lebih sedikit (3.90%(b/b)) daripada kadar karbohidrat menurut Buckle et al. (1985) (4.9%(b/b)). Perbedaan tersebut terjadi karena perhitungan karbohidrat dilakukan dengan metode by difference sehingga perbedaan kadar lemak berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Susu sapi memiliki pH sesuai dengan SNI, yaitu 6.6. Standar pH menurut BSN (2011) adalah 6.3-6.8. Penurunan pH di bawah 6.3 pada susu segar dapat terjadi karena adanya aktivitas bakteri pembentuk asam, sedangkan kenaikan pH dari 6.8-7.0 dapat mengindikasikan bahwa susu tersebut berasal dari sapi yang menderita mastitis (Brinda et al. 2009).
7 Tabel 1 Kandungan gizi susu segara Kriteria Uji
Satuan
Kadar air (b/b) Kadar abu (b/b) Kadar protein (b/b) Kadar lemak (b/b) Kadar karbohidrat (b/b) pH a
% % % % %
Rata-rata 87.17 ± 0.02 0.74 ± 0.00 3.03 ± 0.04 5.16 ± 0.00 3.90 ± 0.03 6.65 ± 0.00
SNI (BSN 2011) min 2.8 min 3.0 6.3 - 6.8
Buckle et al. (1985) 87.4 0.7 3.5 3.5 4.9 -
Dihitung berdasarkan basis basah.
Tabel 2 Kandungan gizi tepung biji nangkaa Kriteria analisis Kadar air (b/b) Kadar abu (b/b) Kadar lemak (b/b) Kadar protein (b/b) Kadar karbohidrat (b/b) Kadar serat pangan larut (b/b) Kadar serat pangan tidak larut (b/b) a
Satuan % % % % % %
Rata-rata 9.69 ± 0.11 2.45 ± 0.02 3.58 ± 0.05 13.85 ± 0.34 70.51 ± 0.38 3.26 ± 0.25
Chowdhury et al. (2012) 10.10 2.24 3.37 12.60 71.69 -
%
24.27 ± 0.23
-
Dihitung berdasarkan basis kering.
Rendemen yang diperoleh dari proses pembuatan TBN sebesar 9.66%. Berdasarkan Tabel 2, TBN yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan karbohidrat yang hampir sama dengan penelitian Chowdhury et al. (2012). Tetapi, secara spesifik kadar air dan karbohidratnya lebih rendah, sedangkan kadar abu, lemak, dan proteinnya lebih tinggi daripada penelitian Chowdury et al. (2012). Perbedaan kadar tersebut terjadi karena varietas nangka yang digunakan pada penelitian adalah campuran nangka Salak dan Bubur, sedangkan pada penelitian Chowdury et al. (2012) hanya menggunakan nangka Bengal. Dari Tabel 2 juga diketahui kandungan serat pangan larut dan tidak larut yang merupakan residu dari perlakuan enzim pencernaan secara in vitro metode AOAC (2000). Adanya serat pangan pada TBN menunjukkan bahwa tepung tersebut mengandung bahan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan di saluran gastrointestinal sehingga dapat dikategorikan sebagai prebiotik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gibson dan Roberfroid (1995).
Total BAL dan pH pada Minuman Susu Asam Hasil analisis terhadap total BAL dan nilai pH pada produk akhir tertera pada Tabel 3. Dari Tabel 3, dapat diketahui bahwa total BAL dan pH kontrol (formula yang tidak ditambah TBN) berbeda nyata dengan formula yang ditambah
8 TBN, tetapi formula dengan penambahan TBN sebesar 4, 5, dan 6%(b/v) tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan TBN pada pembuatan minuman sinbiotik mampu meningkatkan jumlah BAL dan menurunkan nilai pH pada produk akhir baik pada jenis bakteri L. plantarum, L. brevis maupun campuran keduanya. Total BAL pada kontrol untuk ketiga variasi bakteri berkisar 109 cfu/mL, sedangkan total BAL pada formula yang ditambah TBN berkisar 1010 cfu/mL. Hal ini sesuai dengan FAO/WHO (2001) yang menyatakan bahwa jumlah mikroba baik yang cukup untuk memberi manfaat kesehatan bagi inang yaitu sebanyak 106-108 cfu/mL pada produk probiotik. Tabel 3 Total BAL dan nilai pH Formula
a
L. plantarum, TBN 0% (b/v)
Total BAL (log cfu/mL) 9.85 ± 0.10b
pH 4.77 ± 0.05b
L. plantarum, TBN 4% (b/v)
10.51 ± 0.02a
4.08 ± 0.04a
L. plantarum, TBN 5% (b/v)
10.51 ± 0.24a
4.03 ± 0.04a
L. plantarum, TBN 6% (b/v)
10.52 ± 0.15a
4.02 ± 0.04a
L. brevis, TBN 0% (b/v)
9.64 ± 0.38b
4.72 ± 0.12b
L. brevis, TBN 4% (b/v)
10.59 ± 0.30a
4.15 ± 0.06a
L. brevis, TBN 5% (b/v)
10.68 ± 0.06a
4.08 ± 0.01a
L. brevis, TBN 6% (b/v)
10.52 ± 0.05a
4.03 ± 0.04a
L. plantarum & I. brevis, TBN 0% (b/v)
9.84 ± 0.05b
4.67 ± 0.06b
L. plantarum & I. brevis, TBN 4% (b/v)
10.32 ± 0.28a
4.10 ± 0.01a
L. plantarum & I. brevis, TBN 5% (b/v)
10.52 ± 0.09a
4.09 ± 0.06a
L. plantarum & I. brevis, TBN 6% (b/v)
10.46 ± 0.23a
4.06 ± 0.02a
Data yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05
Formula dengan penambahan TBN memiliki total BAL satu log lebih besar dibandingkan dengan formula yang tidak ditambah TBN. Artinya, TBN mampu meningkatkan total BAL sehingga TBN dapat dikategorikan sebagai prebiotik. Peningkatan total BAL tersebut diduga karena adanya tambahan nutrisi seperti protein, lemak, dan serat pangan yang terkandung pada TBN. Serat pangan terdiri dari jenis karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan tetapi dapat difermentasi oleh mikroflora kolon (Roberfroid 1993). Bakteri mampu memanfaatkan protein, lemak, dan karbohidrat dalam susu untuk pertumbuhan dan metabolisme (Murphy 2010). Serat pangan memiliki peranan penting dalam fermentasi. Serat pangan dibedakan menjadi dua, yaitu serat pangan larut dan tidak larut (Knudsen 2001). Serat pangan larut akan difermentasi dengan cepat oleh mikroflora usus, sedangkan serat pangan tidak larut akan difermentasi secara lambat (Henningsson et al. 2001). Serat pangan menyediakan sumber energi bagi mikroflora usus melalui fermentasi (Williams et al. 2001). Menurut Roberfroid (1993), serat pangan larut dapat difermentasi oleh BAL dan mengakibatkan meningkatnya biomassa. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Jensen (1999) dalam Tamime (2006) yang menyatakan bahwa aktivitas utama BAL adalah
9 mendegradasi karbohidrat untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk sintesis biomassa. Nilai pH pada kontrol untuk ketiga variasi bakteri lebih tinggi daripada fomula dengan penambahan TBN. Kontrol memiliki pH berkisar antara 4.7-4.8, sedangkan nilai pH pada formula dengan penambahan TBN berkisar antara 4.0-4.2. Penurunan pH pada produk dengan penambahan TBN tersebut sejalan dengan hasil analisis total BAL. Aktivitas BAL dalam menghasilkan asam organik pada formula dengan penambahan TBN lebih tinggi daripada kontrol karena nutrisi yang tersedia juga lebih banyak. Jenis asam organik yang menyebabkan terjadinya penurunan pH ditentukan oleh karakteristik dari BAL yang digunakan untuk fermentasi. Bakteri L. plantarum merupakan BAL homofermentatif yang menghasilkan asam laktat, sedangkan bakteri L. brevis merupakan tipe BAL heterofermentatif yang menghasilkan asam laktat, asam asetat, dan CO2 (Fugelsang dan Edwards 2007). Penurunan pH tidak hanya terjadi karena asam yang dihasilkan oleh BAL, tetapi juga karena pembentukan asam lemak rantai pendek seperti asam asetat, propionat, dan butirat (Yusmarini dan Efendi 2004). Nilai pH pada minuman sinbiotik ini mengacu pada standar pH yoghurt, yaitu 4.0-4.5 (Tamime 2006). Nilai pH merupakan salah satu parameter keamanan pada produk minuman fermentasi. Listeria monocytogenes mati dengan cepat pada yoghurt dengan pH <4.2 (Gohil et al. 1995 dalam Tamime 2006). Yoghurt dengan pH>4.5 dapat ditumbuhi Salmonella pada penyimpanan selama 10 hari (Al Haddad dan Robinson 2003 dalam Tamime 2006) atau Escherichia coli 0157 pada penyimpanan selama 7 hari (Massa et al. 1997 dalam Tamime 2006). Nilai pH pada kontrol melebihi standar pH yogurt, sedangkan nilai pH pada formula dengan penambahan TBN sesuai dengan standar Tamime (2006).
Mutu Sensori Minuman Susu Asam Analisis sensori rating hedonik dilakukan terhadap 9 formulasi karena 3 formula tanpa penambahan TBN (kontrol) tidak memiliki total BAL yang tinggi dan tidak memenuhi standar pH. Hasil uji statistik (Tabel 4) terhadap tingkat kesukaan warna dan keseluruhan (overall) menunjukkan bahwa formula L. brevis dengan TBN 4%(b/v) memiliki tingkat kesukaan tertinggi. Dari analisis pada tingkat kesukaan aroma, rasa, dan tekstur, diketahui bahwa formula L. plantarum dan L. brevis dengan TBN 5%(b/v) memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula L. brevis dengan TBN 4%(b/v) yang memiliki skor tertinggi pada penilaian terhadap tingkat kesukaan warna dan overall. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka formula terpilih dari penelitian ini adalah formula L. brevis, TBN 4%(b/v) Skor kesukaan terhadap atribut warna dari formula terpilih yaitu 5.2 (agak disukai). Warna produk minuman susu asam pada penelitian ini adalah putih kekuningan yang berasal dari susu segar dan TBN. Warna tersebut sesuai dengan penelitian Septiawan (2011) yang menyatakan bahwa yogurt plain memiliki warna putih kekuningan. Warna perlu dianalisis tingkat kesukaan sensorinya karena menurut Septiawan (2011) warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat dalam memilih produk dan mempengaruhi kesukaan konsumen.
10 Skor kesukaan terhadap atribut aroma dan rasa dari formula terpilih adalah 4.6 (agak disukai) dan 4.2 (netral). Produk minuman susu asam memiliki aroma dan rasa asam khas minuman susu fermentasi. Aroma dan rasa asam yang khas pada yoghurt disebabkan oleh adanya komponen asam laktat dan komponen flavour seperti diasetil, asetoin, dan asetaldehid yang diproduksi oleh kultur starter sebagai hasil fermentasi (Gandhi 2006). Hal tersebut sesuai dengan SNI tentang yoghurt yang menyatakan aroma (bau) yoghurt normal atau khas yoghurt dan rasa asam khas yoghurt (BSN 2009). Skor kesukaan terhadap atribut tekstur adalah 4.1 (netral). Produk minuman susu asam berupa cairan dengan tekstur kental. Hal tersebut sesuai dengan SNI tentang yoghurt yang menyatakan penampakan yoghurt berupa cairan kental (BSN 2009). Tekstur yang kental pada yoghurt terbentuk karena adanya koagulasi protein susu (Gandhi 2006). Skor kesukaan pada penilaian secara keseluruhan (overall) adalah 4.4 (netral). Tabel 4 Skor hasil analisis sensori Formula
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Overall
L. plantarum, TBN 4%(b/v)
5.1±1.2ab
4.5±1.4ab
3.3±1.5b
3.5±1.4cde
3.7±1.3bc
L. plantarum, TBN 5%(b/v)
4.5±1.1d
4.3±1.4ab
3.1±1.5b
2.8±1.3f
3.4±1.2cd
L. plantarum, TBN 6%(b/v)
4.4±1.2d
4.3±1.3ab
3.2±1.4b
3.0±1.3ef
3.3±1.2d
L. brevis, TBN 4%(b/v)
5.2±1.0a
4.6±1.2ab
4.2±1.4a
4.1±1.2ab
4.4±1.2a
L. brevis, TBN 5%(b/v)
5.2±1.0ab
4.5±1.2ab
4.1±1.5a
3.6±1.2cd
4.2±1.2a
L. brevis, TBN 6%(b/v)
4.6±1.2cd
4.1±1.2b
3.2±1.4b
3.2±1.3def
3.5±1.2cd
L. plantarum & L. brevis, 4.6±1.2cd 4.4±1.2ab 3.9±1.3a 3.5±1.3cd 3.8±1.1bc TBN 4%(b/v) L. plantarum & L. brevis, 4.8±1.1bcd 4.7±1.0ab 4.3±1.2a 4.5±1.2a 3.1±1.2ab TBN 5%(b/v) L. plantarum & L. brevis, 5.0±1.1abc 4.6±1.2ab 4.2±1.3a 3.9±1.5bc 4.2±1.2a TBN 6%(b/v) a Data yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05
Mutu sensori minuman susu asam dari formula terpilih adalah netral hingga agak disukai. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiawan (2011) yang melakukan analisis sensori pada yoghurt plain dan yoghurt berperisa. Skor kesukaan dari formula terpilih yoghurt plain terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan adalah netral hingga agak disukai. Setelah dilakukan penambahan flavour stroberi 1%(v/v), mutu sensori meningkat menjadi agak disukai hingga suka. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian flavour pada minuman susu asam berpengaruh pada tingkat penerimaan produk. Berdasarkan penilaian panelis pada uji sensori, urutan pengaruh atribut sensori pada minuman asam dari yang tertinggi hingga terendah adalah atribut rasa sebesar 33.81%, aroma dan tekstur sebesar 25.53%, dan warna sebesar 15.12%. Oleh karena itu, selain formula yang menggunakan L. brevis dengan TBN 4%(b/v) (formula 1), dari uji sensori ini juga dipilih formula yang menggunakan L. brevis dan L. plantarum dengan TBN 5%(b/v) (formula 2) yang memiliki skor tertinggi pada atribut rasa, aroma, dan tekstur untuk diuji lanjut. Hal tersebut dilakukan karena ingin mengetahui pengaruh adanya L. plantarum dan penambahan TBN 1%(b/v) pada mutu kimia produk minuman susu asam.
11 Mutu Kimia Minuman Susu Asam Hasil analisis kimia formula terpilih tertera pada Tabel 5. Hasil analisis statistik terhadap kadar air, lemak, protein, karbohidrat, dan keasaman menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara kedua formula, tetapi terdapat perbedaan nyata pada kadar abu. Hal pertama sejalan dengan penelitian Afriani et al. (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan kultur tunggal dan kombinasi tidak berpengaruh pada karakteristik kimiawi produk fermentasi. Kadar abu yang lebih tinggi pada formula 2 dapat disebabkan karena penambahan TBN yang mengandung serat pangan lebih besar daripada formula 1. Hal ini sejalan dengan penelitian Hapsari (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi penambahan karagenan sebagai serat pangan akan mengakibatkan kenaikan kadar abu yoghurt. Menurut Herawati dan Wibawa (2009), pada saat fermentasi terbentuk gas yang akan menurunkan massa sehingga akan memperbesar nilai kadar abu produk. Formula 2 menggunakan dua bakteri yang diduga mampu membentuk gas dalam jumlah lebih banyak sehingga penurunan massa lebih besar dan nilai kadar abu juga menjadi lebih tinggi. Tabel 5 Analisis kimia minuman susu asama Karakteristik kimia Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat Asam laktat
Kandungan % (b/b) Formula 1 78.16 ± 1.48a 2.34 ± 0.07a 2.85 ± 0.75a
Formula 2 77.87 ± 1.77a 4.29 ± 0.29b 2.88 ± 0.85a
3.15 ± 0.56a 13.51 ± 0.10a
1.88 ± 0.66a 13.08 ± 2.25a
SNI (BSN 2009) maks 1.0 min 3.0 (yoghurt) 0.6 – 2.9 (yoghurt rendah lemak) min 2.7 -
1.85 ± 0.03a
1.99 ± 0.17a
0.5 – 2.0
a
Dihitung berdasarkan basis basah Data yang diikuti huruf sama pada baris sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05 c Formula 1 = L. brevis, TBN 4% (b/v) d Formula 2 = L. plantarum & L. brevis, TBN 5% (b/v) b
Minuman susu asam dari kedua formula memiliki kadar air yang tinggi, yaitu 78.16%(b/b) pada formula 1 dan 77.87%(b/b) pada formula 2. Tingginya kadar air tersebut disebabkan susu segar yang digunakan sebagai bahan baku juga memiliki kadar air yang tinggi (87.17%(b/b)). Kadar abu kedua formula melebihi standar SNI yoghurt yang menyatakan kadar abu maksimal sebesar 1.0%(b/b) (BSN 2009). Hal ini dapat disebabkan karena kedua formula tersebut dibuat dengan penambahan TBN yang memiliki kadar abu sebesar 2.24%(b/b), sedangkan pada yoghurt bahan baku hanya susu segar saja dengan kadar abu 0.74%(b/b). Hal ini didukung oleh penelitian Prabandari (2012), yoghurt yang ditambah jagung manis juga tidak sesuai dengan SNI dengan nilai kadar abu 1.31%(b/b). Penelitian Amakoromo (2012) juga menunjukkan nilai kadar abu yoghurt yang ditambah kacang yam Afrika melebihi SNI, yaitu 1.20%(b/b). Menurut Trachoo (2002), kadar lemak mempengaruhi kekentalan yoghurt. Kadar lemak kedua produk memenuhi SNI yoghurt rendah lemak. Kadar lemak
12 produk hanya sekitar 50% dari kadar lemak bahan baku yang terdiri dari susu segar sebesar 5.16%(b/b) dan TBN sebesar 0.13%(b/b) untuk penambahan TBN 4%(b/v) dan 0.16%(b/b) untuk penambahan TBN 5%(b/v). Menurut Sunarlim dan Setiyanto (2008), reduksi lemak terjadi karena BAL memiliki aktivitas lipolitik yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Axelsson (2004) menyatakan bahwa BAL heterofermentatif, termasuk L. brevis, menggunakan gliserol sebagai penerima elektron dalam kofermentasi dengan glukosa. Adanya gliserol juga mampu menstimulasi pertumbuhan BAL heterofermentatif (Axelsson 2004). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahayu dan Nurwitri (2012) bahwa lemak digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri. Menurut Tamime dan Robinson (2007), kandungan protein merupakan salah satu faktor penting pada yoghurt karena berperan dalam pembentukan kekentalan yoghurt. Kadar protein formula 1 sesuai dengan SNI tentang syarat mutu yoghurt, yaitu minimal 2.7%(b/b) untuk protein (BSN 2009), tetapi formula 2 tidak memenuhi SNI. Kandungan protein formula 2 lebih kecil daripada formula 1. Formula 1 memiliki penurunan kadar protein menjadi 3.15%(b/b) jika dibandingkan kadar protein bahan baku susu segar sebesar 3.03%(b/b) dan TBN sebesar 0.50%(b/b) untuk penambahan TBN 4%(b/v). Formula 2 juga memiliki penurunan kadar protein menjadi 1.88%(b/b) jika dibandingkan kadar protein bahan baku susu segar sebesar 3.03%(b/b) dan TBN sebesar 0.63%(b/b) untuk penambahan TBN 5%(b/v). Axelsson (2004) menyatakan bahwa protein susu yang lebih utama dimanfaatkan oleh BAL adalah kasein. Kasein tersebut diubah menjadi peptida (oligopeptida dan di/tripeptida) dan asam amino secara ekstraseluler, kemudian seluruhnya dimetabolisme secara intraseluler dengan mengubah peptida menjadi asam amino sehingga protein diserap dalam bentuk asam amino (Axelsson 2004). Menurut Axelsson (2004), oligopeptida menghasilkan 98% sumber nitrogen untuk pertumbuhan BAL pada susu. Axelsson (2004) juga menyatakan bahwa L. plantarum adalah BAL yang mengandung semua gen yang dibutuhkan untuk mendegradasi protein secara intraseluler. Hal tersebut mengindikasikan bahwa degradasi protein menjadi asam amino pada formula 2 yang menggunakan L. plantarum lebih optimal, artinya asam amino yang terbentuk lebih banyak daripada formula 1. Tetapi, penurunan kadar protein pada formula 2 lebih besar daripada formula 1. Hal ini terjadi karena kultur campuran dari 2 bakteri (L. plantarum dan L. brevis) pada formula 2 membutuhkan energi yang lebih banyak daripada kultur tunggal (L. brevis) pada formula 1 karena menurut Rahayu dan Nurwitri (2012) asam amino hasil pemecahan protein merupakan sumber nitrogen utama yang dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikroba. Asam laktat pada yoghurt merupakan hasil fermentasi BAL baik L. plantarum maupun L. brevis. Asm laktat berperan dalam pembentukan aroma, rasa, dan tekstur serta menghambat pertumbuhan mikroba patogen (Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn 2010). Asam laktat yang dihasilkan dari kedua formula sesuai dengan SNI tentang syarat mutu yoghurt yaitu 0.52.0%(b/b) (BSN 2009).
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembuatan minuman sinbiotik yang direkomendasikan adalah penambahan TBN sebanyak 4%(b/v) dengan penggunaan BAL L. brevis. Penambahan TBN pada formula tersebut mampu meningkatkan jumlah BAL sebanyak satu log. Formula tersebut memiliki mutu sensori dari netral hingga agak disukai pada atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Kadar lemak, protein, dan asam laktat kedua formula tersebut memenuhi SNI tentang syarat mutu produk serupa, yaitu yoghurt.
Saran 1 Pengembangan produk berupa penambahan variasi rasa yang berasal dari bahan-bahan alami untuk meningkatkan kesukaan panelis. 2 Pengujian daya hambat produk terhadap bakteri patogen dan pengujian umur simpan produk.
DAFTAR PUSTAKA Afriani, Suryono, Lukman H. 2011. Karakiteristik dadih susu sapi hasil fermentasi beberapa starter bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih asal Kabupaten Kerinci. Agrinak. 1(1): 36-42. Al Haddad KSH, Robinson RK. 2003. Survival of Salmonellae in bio-yohurts. Diary Industries International. 69(7): 16-18. Amakoromo ER, Innocent AHC, Njoku HO. 2012. Shelf-life study of yoghurtlike product from African yam bean. Nature and Sci. 10(5): 58-63. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2000. Official Methods of Analysis. Washington (US): AOAC. Aswal P, Priyadarsi S, Anubha S. 2012. Yoghurt preparation, characteristic and recent advancements. Cibtech Journal. 2319-3840. Axelsson L. 2004. Lactic acid bacteria: Classification and physiology. Di dalam: Salminen S, Wright A, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. Microbiological and Functional Aspects. Volume 3. Revised and Expanded. New York (US): Marcel Dekker. hlm 1-66. [Balitbangkes]Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2001. Gejala penyakit dan glossary gejala. Buku Pedoman Bagi Rumah Tangga 2001. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic Plate Count. United State (US): FDA. Bourlioux P, Koletzko B, Guarner F, Braesco V. 2003. The intestine and its microflora are partners for the protection of the host: report on the Danone Symposium “The Intelligent Intestine” held in Paris, June 14, 2002. Am J of Clin Nutr. 78: 675-683.
14 [BPOM] Badan Pengawas Obat Makanan. 2001. Pangan Fungsional. Jakarta (ID): BPOM. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Syarat Mutu Yoghurt. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Syarat Mutu Susu Segar. Jakarta (ID): BSN. Brinda M, Moga-Manzat R, Brezovan D, Toth E. 2009. Study of correlation between different diagnosis tests in bovine mastitis. Lucrari Stintifice Medicina Veterinara. 27(1): 257-262. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta (ID): University Pr. Chowdhury AR, Bhattacharyya AK, Chattopadhyay. 2012. Study on functional properties of raw and blended jackfruit seed flour (a non-conventional source) for food application. J of Natural Proucts and Resources. 3(3): 347-353. Dubreuil J. 2012. The whole Shebang: The gastrointestinal tract, Escherichia coli Enterotoxin and secretion. Curr Issues Mol Biol. 14: 71-82. [FAO/WHO] Food and Agriculture Organization/ World Health Organization. 2001. Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk with Live Lactic Bacteria. Report of a 22 joint FAO/WHO Expert Condultation on Evaluation of Health and Nutritional Properties of Powder Milk and Live Lactic Acid Bacteria. Fugelsang K., Edwards C. 2007. Wine Microbiology, Practical Applications and Procedures 2nd edition. London (UK): The Chapman & Hall Enology Library. Gandhi DN. 2006. Food and Industrial Microbiology. Karnal (IN): National Dairy Research Institute. Gibson GR, Roberfroid B. 1995. Dietary modulation of the human colonic microbiota: Introducing the concept of prebiotics. J Nutr. 125: 1401-1412. Gohil VS, Ahmed MA, Davies R, Robinson RK. 1995. The incidence of Listeria in foods in the Unite Arab Emirates. J of Food Protection. 58: 102-104. Hapsari P. 2011. Formulasi dan karakterisasi minuman fungsional fruity jelly yoghurt berbasis kappa karaginan sebagai sumber serat pangan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Henningsson A, Bjork I, Nyman M. 2001. Short-chain fatty acid formation at fermentatiuon of indigestible carbohyrates. Scandinavian J of Nutr. 45: 165168. Herawati DA, Wibawa DAA. 2009. Pengaruh konsentrasi susu skim dan waktu fermentasi terhadap hasil pembuatan soyghurt. J Ilmiah Tek Lingkungan. 1(2): 48-58. Ikawati A. 2011. Analisis kandungan protein dan lemak susu hasil pemerahan pagi dan sore pada peternakan sapi perah di Wonocolo Surabaya [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. Jensen NB. 1999. Influence of oxygen on growth and product formation in lactic acid bacteria [PhD thesis]. Denmark (DK): Technical University of Denmark. Kemp SE, Hollowood T, Hort J. 2009. Sensory Evaluation A Practical Handbook. Singapore (SG): A John Wiley&Sons. Knudsen BKE. 2001. The nutritional significance of “dietary fiber” analysis. Anim Feed Sci Technol. 90:3-20.
15 Lee WJ, Lucey JA. 2010. Formation and physical properties of yoghurt. J Anim Sci. 23(9): 1127-1136. Massa S, Altieri V, Pace QdR. 1997. Survival of Escherichia coli 0157:H7 in yoghurt during preparation and storage at 4oC. Letters in Appl Microbiol. 24: 347-350. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda. Bogor (ID): IPB Pr. McClements DJ. 1999. Food Analysis: Encyclopedia of Food Science and Technology 2nd Edition. Inggris (UK): John Willey and Sons. Mirdhayati I, Handoko J, Putra KU. 2008. Mutu susu segar di UPT ruminansia besar Dinas Peternakan Kabupaten Kampar Provinsi Riau. J Peternakan. 5(1): 14-21. Murphy SC. 2010. Basic Diary Bacteriology [catatan penelitian]. Diary Foods Science Notes. 6: 1-10. Nurwantoro, Mulyani S. 2003. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Omole JO, Ighodaro OM. 2012. Proxymate composition and quality attributes of milk substitute from melon seeds. Report and Opinion. 4(9): 75-78. Prabandari W. 2011. Pengaruh penambahan berbagai jenis bahan penstabil terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik yoghurt jagung [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Negeri Surakarta. Rahayu WP, Kusnandar F, Prayitno WA. 2011. Stability of viable counts of lactic acid bacteria during storage of goat milk soft cheese. J Microbiol Indonesia. 5(4): 149-153. Rahayu WP, Nurwitri CC. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): IPB Pr. Rattanachaikunsopon P, Phumkhachorn P. 2010. Lactic acid bacteria: their antimicrobial compounds and their uses in food production. Annals of Biol Research. 1(4): 218-228. Roberfroid M. 1993. Dietary fibre, inulin, and oligofructose: a review comparing their physiological effects. Crit Rev Food Sci Nutr. 33(2): 103-148. Septiawan R. 2011. Pembuatan yoghurt sinbiotik menggunakan bakteri asam laktat indigenus sebagai pangan fungsional antidiare [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soeharsono. 1996. Fisiologi Laktasi. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Sunarlim R, Setiyanto H. 2008. Pengaruh kombinasi actobacillus acidophillus dengan starter yoghurt (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus) terhadap mutu susu fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2008 Nop 11-12; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balitbang Pascapanen Pertanian. hlm 317-326. Tamime AY. 2006. Fermented Milks. Ayr (UK) : Blackwell Publ. Tamime AY, Robinson RK. 2007. Yogurt Science and Technology 3rdEdition. New York (US): Pergamon Pr. Thammarutwasik P, Hongpattarakere T, Chantachum S, Kijroongrojana K, Itharat A, Reanmongkol W. 2009. Prebiotics: A review. Songklanakarin J Sci and Technol. 31(4): 401–408. Thammarutwasik P, Wichienchot S, Jongjareonnrak A, Chansuwan W, Hmadhlu P, Hongpattarakere T, Itharat A, Ooraikul B.2011. Extraction and analysis of prebiotic from selected plants from southern Thailand. Songklanakarin J Sci Technol. 33(5): 517-523.
16 Trachoo N. 2002. Yogurt: The fermented milk [ulasan]. Songklanakarin J Sci Technol. 24(4): 727-737. Williams BA, Verstegen MWA, Tamminga S. 2001. Fermentation in the large intestine of single-stomached animals and its relationship to animal health. Nutr Res Rev. 14:207-227. Winarno FG, Fernandez IE. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. Bogor (ID): M-BRIO Pr. Yusmarini dan R. Efendi. 2004. Evaluasi mutu soygurt yang dibuat dengan penambahan beberapa jenis gula. J Natur Indonesia, 6(2), 104-110.
17
RIWAYAT HIDUP Umi Kartika Safitri. Lahir di Pati, 11 Desember 1991 dari ayah Karyono dan ibu Karsini, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SDN Larangan, kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Tambakromo dan lulus pada tahun 2005. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 2008 di SMAN 1 Pati. Kemudian, pada tahun 2009 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Perum Perhutani. Penulis memilih Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Penulis tergabung sebagai pembina Bimbingan Remaja dan Anak-anak (Birena) tahun kepengurusan tahun 2009-2013. Penulis menjadi sekretaris Departemen Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tahun kengurusan 2010-2011. Penulis juga aktif menjadi panitia dalam 17 kegiatan di kampus selama menjadi mahasiswa. Selain itu, penulis juga menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar Tingkat Persiapan Bersama pada tahun ajaran 2010/2011. Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi pengajar privat semua mata pelajaran untuk tingkat SD dan mata pelajaran Kimia untuk tingkat SMA di Lembaga Adi Indonesia Manajemen pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis memiliki beberapa prestasi di bidang menulis, di antaranya menulis artikel di okezone.com tahun 2011, juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat nasional tahun 2011, finalis paper competition tingkat nasional tahun 2012, penerima dana hibah Dikti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2012, dan penerima dana hibah Dikti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian tahun 2013.