FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK GEL DARI EKSTRAK METANOL BEKATUL (Oryza sativa L.) SEBAGAI INHIBISI AKTIVITAS TIROSINASE Mutia Eka Nuriani, Mahdi Jufri, Azizahwati Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, 16424 ABSTRAK Pemanfaatan bahan alam sebagai kosmetik telah banyak berkembang dan digemari oleh masyarakat, salah satu potensi bahan alam yang belum banyak digunakan adalah bekatul. Bekatul mengandung senyawa polifenol, yang dapat bermanfaat sebagai antioksidan. Akan tetapi masih sedikit penelitian yang dilakukan di Indonesia, dalam upaya pemanfaatan bekatul sebagai produk jadi untuk makanan atau untuk kosmetik. Bekatul (Oryza sativa L.) terbukti kaya akan senyawa polifenol, yang memiliki potensi menghambat tirosinase. Senyawa polifenol diperoleh dengan cara mengekstraksinya menggunakan pelarut metanol. Gel merupakan sediaan topikal yang mudah di pakai, memberikan rasa lembab, nyaman digunakan oleh konsumen, mudah menyebar rata di kulit, dan tidak lengket. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai % inhibisi dari ekstrak metanol bekatul dan memformulasikanya dalam tiga formula yang berbeda, lalu diuji stabilitas fisiknya. Bekatul diekstraksi menggunakkan metode refluks dengan pelarut metanol sampai diperoleh ekstrak kental. Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai inhibisi tirosinase oleh ekstrak bekatul yaitu dengan menghitung nilai absorbansi sampel pada microplate reader. Sedangkan untuk uji stabilitas fisik, masing-masing sampel di simpan pada suhu rendah (4±2˚C), suhu kamar (27±2˚C) dan suhu tinggi (40±2˚C) lalu diamati organoleptis, pH, viskositas, dan stabilitasnya selama penyimpanan delapan minggu. Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak metanol bekatul memiliki nilai IC50 45,919µg/mL dan sediaan gel pada konsentrasi ekstrak 0,022%; 0,114% dan 0,573 % terbukti stabil pada berbagai suhu penyimpanan. Kata kunci
: Inhibisi tirosinase; ekstrak metanol bekatul; gel; stabilitas fisik
ABSTRACT The use of natural ingredients as cosmetics has progressed a lot and favored by people. One of the potential natural ingredients that have not been widely used is rice bran. Rice bran contains polyphenolic compounds, which can be used as an antioxidant. However, few studies conducted in Indonesia, in an effort to utilize rice bran as a finished product for food or for cosmetic. Rice bran (Oryza sativa L.) has proven to be rich in polyphenolic compounds, which have the potential to inhibit tyrosinase. Polyphenoliccompoundsare obtained by using methanol extraction. Gel is a topical preparation that is easy to used, giving a sense of moist, comfortable to use by the consumer, easy to spread evenly across the skin, and not sticky. The aims of this study are to determine the value of % inhibition of the methanol extract of rice bran and formulateit in three different formulas, and then tested their physical stability. Rice bran is extracted with methanol by using reflux method. This method is used to determine the value of tyrosinase inhibition of rice bran extract by calculating he value of the sample absorbance on microplate reader. As for the physical stability test, each sample was stored at low temperature (4±2ºC), room temperature (27±2ºC) and high temperature (40±2ºC) and observed organoleptic, pH, viscosity, and stability during eight weeks storage. Based on the data obtained, the methanol extract of rice bran has IC 50 value of
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
45,919 µg/mL and gel extract at a concentration of 0,022%; 0,114% and 0,573% has proven to be stable at different storage temperatures. Keywords: Inhibition of tyrosinase; the methanol extract of rice bran; gel; physical stability. 1. Pendahuluan Potensi sumber daya alam Indonesia sangat besar, salah satunya adalah penghasil padi terbesar ke tiga setelah Cina dan India (FAO.2009). Produksi gabah pada tahun 2011 mencapai 65,67 juta ton dan pada tahun 2012 mencapai 68,59 juta ton (BPS.2012). Dalam proses penggilingan padi untuk menghasilkan beras giling diperoleh beberapa hasil tambahan meliputi sekam (15-20%), bekatul atau dedak (8-12%) dan menir (5%) (Darmadjati,D.1990). Seiring dengan meningkatnya produksi beras, maka ketersediaan bekatul juga meningkat, tetapi hasil tambahan proses penggilingan padi berupa bekatul belum dianggap sebagai komoditas yang berarti dalam peningkatan mutu hasil pertanian. Dedak dari padi (Oryza sativa L.) kaya akan γ oryzanol. γ oryzanol dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan alami yang cukup besar serta sebagai penguat limpa, hati, usus, dan sebagai agen hemapoetik. protocathecuic acid
Fraksinasi dari ekstrak metanol bekatul, yaitu
terbukti mampu menghambat aktivitas tirosinase (Miyazawa, M.,
Oshima. T., Koshio. K., Itsuzaki.Y., Anza.J.2003). Tirosinase adalah enzim untuk biosintesis melanin pada tanaman, mikroorganisme, dan sel mamalia. Oleh karena itu, inhibitor tirosinase telah dilaporkan dan diuji sebagai kosmetik dan obat untuk mencegah kelebihan produksi melanin di lapisan epidermis. Hidrokuinon, asam kojat, azelaic acid, fenol, kortikosteroid, resinoid, dan arbutin telah digunakan sebagai agen kosmetik untuk pemutih kulit (Miyazawa, M., Oshima. T., Koshio. K., Itsuzaki.Y., Anza.J.2003). Pemanfaatan bahan alam sebagai kosmetik telah banyak berkembang dan digemari oleh masyarakat, salah satu potensi bahan alam yang belum banyak digunakan adalah bekatul. Bekatul mengandung senyawa polifenol, yang dapat bermanfaat sebagai antioksidan. Akan tetapi masih sedikit penelitian yang dilakukan di Indonesia, dalam upaya pemanfaatan bekatul sebagai produk jadi untuk makanan atau untuk kosmetik. Pada penelitian sebelumnya, diperoleh hasil bahwa pada ekstrak metanol bekatul dari padi IR 64, mengandung senyawa polifenol yang paling besar dibanding varietas lain dan
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
telah diuji aktivitas antioksidannya (Sugara,D.2010). Pada penelitian lain, fraksinasi dari ekstrak metanol bekatul, yaitu protocathecuic acid terbukti mampu menghambat aktivitas tirosinase (Miyazawa, M., Oshima. T., Koshio. K., Itsuzaki.Y., Anza.J.2003). Berdasarkan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini ekstrak metanol bekatul padi IR64, akan diformulasikan dalam sediaan gel. Sediaan gel dipilih karena merupakan sediaan topikal yang mudah di pakai, memberikan rasa lembab, nyaman digunakan oleh konsumen, mudah menyebar rata di kulit, dan tidak lengket (Mitsui, 1993). 2. Tinjauan Teoritis 2.1 Bekatul Gabah padi terdiri dari dua bagian yaitu endosperm atau butiran beras dan kulit padi (sekam). Kulit padi memiliki dua lapisan, yaitu hull (lapisan luar) dan bran (lapisan dalam). Penggilingan padi bertujuan memisahkan beras dengan sekam yang kemudian dilakukan proses penyosohan dua kali. Penyosohan pertama menghasilkan dedak dengan tekstur kasar karena masih mengandung sekam dan penyosohan kedua menghasilkan bekatul yang bertekstur halus dan tidak mengandung sekam. Penggilingan padi ini menghasilkan beras sekitar 60-65% dan bekatul sekitar 8-12% (Darmadjati.1990). Bekatul adalah lapisan terluar dari beras yang terlepas saat proses penggilingan gabah (padi) atau hasil samping penggilingan padi yang terdiri dari lapisan aleuron, endosperm dan germ. Bekatul memiliki warna krem kecoklatan dengan aroma yang sama seperti aroma berasnya (Juliano.B.O.1995). Pada proses penyosohan bertingkat akan menghasilkan dedak kasar dan dedak halus, dedak halus inilah yang biasa disebut bekatul. Menurut SNI 6128:2008 bekatul adalah lapisan terluar beras pecah kulit yang terdiri dari perikarp, testa, dan aleuron yang masih menempel pada endosperm (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Bekatul (Rice Bran) mengandung beberapa senyawa kimia, yaitu asam fenolik, asam vanilat, asam fitat, inositol (Bauer, J.L.2012), vitamin E sebanyak 300 mg/kg dan γ-oryzanol sebanyak 3000 mg/kg (Ismail,M., Al-Naqeeb, G., Mamat, W., Ahmad, Z.,2010). γ-oryzanol memiliki fungsi fisiologis didalam tubuh manusia yaitu menurunkan jumlah serum kolesterol (Gerhardt, A.L., dan Gallo, N.B.1998) sehingga digunakan sebagai terapi hyperlipidemia , mengurangi jumlah agregasi platelet (Nakayama, S., Manabe, A., Suzuki, J., Sakamoto, K., dan Inagaki,T.1987), gangguan menopause (Murase, Y., and Iishima, H.1963), anti-inflamasi, anti-arteriosclerosis, anti-diabetes (Imagawa, S. 2007), anti-
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
alergi (Oka, T., et al .2010), dan sebagai anti-oksidan (Ismail, M., Al-Naqeeb, G., Mamat, W., Ahmad, Z.,(2010). Selain yang disebutkan di atas, γ-oryzanol juga memiliki fungsi pada kulit, yaitu dapat membantu melindungi kulit terhadap bintik-bintik penuaan dengan cara menghalangi sinar ultraviolet bertransmisi ke dalam kulit, dan mencegah pembentukan melanin dengan cara menghambat aktivitas tirosinase. γ-oryzanol merupakan gabungan ester asam ferulat dari fitosterol dan alkohol triterpen (Gambar 4.8). Adanya gugus hidroksil pada rantai C3 dan C4 serta gugus metilesterifikasi dari gugus karboksil (Gambar 2.2) diduga memiliki peranan menghambat aktivitas tirosinase. Telah diketahui aktivitas penghambatan tirosinase ekstrak metanol bekatul beras hitam (Oryza sativa L. Indica) sebesar 80,5 % pada konsentrasi 0,4 mg/mL (Miyazawa, M., Oshima. T., Koshio. K., Itsuzaki.Y., Anza.J.2003). Pada penelitian Kamimura, M., Takahashi, S., and Sato, S.(1964), malaporkan bahwa γ-oryzanol dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah, meningkatkan suhu kulit dan memperlancar peredaran darah pada pemberian oral sehari dua kali 30 mg selama satu minggu. 2.2
Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase dengan Pengukuran Dopakrom (Litner &
Sederna, 2010) Terdapat tiga cara dalam mengukur aktivitas produk pemutih kulit. Pertama, uji in vivo dengan mengukur warna kulit dan jumlah melanin menggunakan instrument pada kulit yang telah diberikan sediaan atau produk. Kedua, uji ex vivo dengan menginkubasi kultur epidermis manusia dengan senyawa pemutih lalu mengukur banyak nya dendrite yang terbentuk. Ketiga, uji in vitro dengan mengukur produk dopakrom. Cara ketiga ini, tidak menggunakan manusia sebgai subyek atau kultur penelitian, sehingga lebih mudah dilakukan. Mekanisme kerja dari metode in vitro yaitu berdasarkan adanya produk dopakrom yang merupakan hasil oksidasi L- DOPA oleh enzim tirosinase. Senyawa yang terkandung dalam produk atau sediaan akan berkompetisi dengan L-DOPA tersebut untuk berikatan dengan enzim tirosinase. Kompetisi tersebut akan mengurangi jumlah produk dopakrom yang akan dihasilkan sehingga aktivitas penghambatan senyawa pemutih dapat dihitung. Dopakrom yang terbentuk akan berwarna jingga tua hingga merah sehingga dapat diukur serapannya dengan menggunakan Microplate reader pada panjang gelombang 490 nm. Penghambatan aktivitas tirosinase dapat dinyatakan dengan IC50, yaitu konsentrasi dimana sampel uji menghambat aktivitas tirosinase sebesar 50%.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
3. Metode Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Plate reader GenRad 5 (BioTek, Amerika), 96-well microplate, pH meter (Eutech Instrument, Singapura), homogenizer (Multimix, Malaysia), penetrometer (Herzoo, Jerman), viscometer Brookfield (Brokefield, USA), oven (Mammert, Jerman), refrigerator (Toshiba), mikrotube, freezer 20ºC (Modena, Italia), penangas air, timbangan analitik (Sartorius), mikropipet (Gilson, USA; Eppendorf, USA), kamera digital (Canon IXUS 115 HS), refluks, dan alat-alat gelas. 3.2 Bahan Bekatul padi IR 64 (BBPP Subang), HPMC (DOW Chemical Pacific, Singapura), propilenglikol (Brataco, Indonesia), natrium metabisulfit (Brataco, Indonesia), natrium EDTA (Brataco, Indonesia), metilparaben (Brataco, Indonesia), propilparaben (Brataco, Indonesia), asam kojat (Thornhill, Canada), aquades (Brataco, Indonesia), metanol 96%, mushroom tirosinase (Sigma Aldrich), L-DOPA (Sigma), natrium hidroksida (Mallinckrodt, Indonesia),
gliserol
(Brataco,
Indonesia),
kalium
dihidrogenfosfat
(Merck,USA),
dimetilsulfoksida (Merck, USA). 3.3 Cara kerja 3.3.1
Pembuatan Ekstrak Bekatul
Padi (Oryza sativa L.) varietas IR 64 diperoleh dari UPBS Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kementrian Pertanian Subang Jawa Barat sebanyak 5 kg. Padi tersebut digiling atau disosoh untuk pertama kali, menghasilkan beras pecah kulit, dedak dan sekam (937,6 g), selanjutnya dilakukan penyosohan kedua menghasilkan beras putih (3.696,2 g) dan bekatul (366,2 g). Bekatul yang diperoleh, lalu diayak untuk memisahkan sekam dan beras yang masih tercampur. Bekatul sebanyak 100 g dimasukkan dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan metanol 300 mL lalu diekstraski menggunakan menggunakan metode refluks selama tiga siklus sampai diperoleh filtrat berwarna bening. Selanjutnya filtrat disaring menggunakan kertas saring dan diuapkan pelarutnya menggunakan Vacum Rotary Evaporator pada suhu 65 ᵒC hingga didapat ekstrak kental dengan bobot yang stabil setelah penguapan pelarut selesai.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
3.3.2
Pembuatan Gel
Tabel 3.1 Formulasi Gel Bahan HPMC Propilenglikol Na metabisulfit Na EDTA Metilparaben Propilparaben Ektrak dedak Asam kojat Aquademineralisasi
Blanko Negatif 2 15 0,02 0,01 0,2 0,1 Add 100
3.4
Evaluasi
3.4.1
Evaluasi Sediaan Gel
F1 2 15 0,02 0,01 0,2 0,1 0,022 Add 100
Konsentrasi (%) F2 F3 2 2 15 15 0,02 0,02 0,01 0,01 0,2 0,2 0,1 0,1 0,114 0,573 Add 100 Add 100
Blanko Positif 2 15 0,02 0,01 0,2 0,1 1 Add 100
Evaluasi sediaan gel yaitu meliputi pengamatan organoleptis, pemeriksaan homogenitas, pengukuran pH, penentuan viskositas dan sifat alir dan pemeriksaan konsistensi. Pengamatan ini dilakukan selama 12 minggu, namun karena keterbatasan waktu penelitian, pengamatan hanya dilakukan selama delapan minggu. 3.4.2
Pengamatan Organoleptis Sediaan diamati terjadinya pemisahan fase (sineresis) atau tidak, bau serta perubahan
warna. 3.4.3
Pemeriksaan Homogenitas Sediaan gel sebanyak satu tetes diletakkan diantara dua kaca objek lalu diperhatikan
adanya partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan di bawah cahaya. 3.4.4
Pengukuran pH (Thakur.N.S., Bharti.P., Mahant.S.,Rao.R.,2012) Tingkat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter. Sampel berupa gel
ekstrak bekatul ditimbang sebanyak 1 g lalu dilarutkan dalam 100 mL aqua bebas CO2. Elektroda dikalibrasi menggunakan dapar standar pH 4 dan pH 7 terlebih dahulu, lalu elektroda dicelupkan kedalam larutan sampel gel ektrak bekatul. Catat nilai pH yang muncul dilayar. Pengukuran pH dilakukan pada suhu kamar (27±2˚C).
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
3.4.5
Penentuan Viskositas dan Sifat Alir Gel dituang dalam wadah beaker glass, selanjutnya dipasang spindle. Kemudiaan
spindle diturunkan ke dalam sediaan hingga batas yang ditentukan. Pengukuran dilakukan dengan viskometer Brookfield dengan kecepatan diatur mulai dari 2 ; 5; 10 dan 20 rpm, lalu dibalik dari 20; 10; 5; 2 rpm. Masing-masing pengukuran dengan perbedaan rpm dibaca skalanya ketika jarum merah yang bergerak telah stabil. Data yang diperoleh diplotkan terhadap tekanan geser (dyne/cm2) dan kecepatan geser (rpm). Pemeriksaan viskositas dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 dengan penyimpanan pada suhu kamar (27±2˚C). 3.4.6
Pemeriksaan Konsistensi Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam wadah khusus dan diletakkan pada
meja penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut tepat menyentuh permukaan gel. Batang pendorong dilepas dengan mendorong tombol start. Angka penetrasi dibaca 5 detik setelah kerucut menembus sediaan. Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer akan diperoleh yield value. Pemeriksaan konsistensi dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 dengan penyimpanan pada suhu kamar (27±2 ˚C). 3.5
Uji Stabilitas (U.S. Department of Health and Human Services. 2003) Uji stabilitas sediaan gel terdiri dari penyimpanan sampel pada suhu rendah (4±2˚C),
suhu kamar (27±2˚C) dan suhu tinggi (40±2˚C) 3.5.1
Suhu Rendah (4±2oC) Sampel gel disimpan pada suhu rendah (4±2oC) selama 8 minggu, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan homogenitas), pengukuran pH setiap dua minggu serta dilakukan pemeriksaan adanya sineresis. 3.5.2
Suhu Kamar (27±2oC) Sampel gel disimpan pada suhu kamar (27±2oC) selama 8 minggu, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan homogenitas), pengukuran pH setiap dua minggu. Pengukuran viskositas dan konsistensi dilakukan pada minggu ke-0 dan ke-8 serta dilakukan pemeriksaan adanya sineresis.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
3.5.3
Suhu Tinggi (40±2oC) Sampel gel disimpan pada suhu tinggi (40±2oC) selama 8 minggu, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan homogenitas), pengukuran pH setiap dua minggu serta dilakukan pemeriksaan adanya sineresis. 3.6
Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase (In Vitro)
3.6.1
Penyiapan Bahan Kimia
3.6.1.1 Pembuatan Larutan 0,1 M Dapar Fosfat pH 6,8 Kalium dihidrogen fosfat ditimbang sebanyak 2,722 g (BM = 136,09), kemudian dilarutkan dengan akua bebas CO2 100 mL. Untuk membuat larutan natrium hidroksida 0,2 N ditimbang natrium hidroksida sebanyak 800 mg ditimbang dengan seksama lalu dilarutkan dalam akua bebas CO2 dalam erlenmeyer 100 mL, dicukupkan hingga 100 mL, diaduk rata dan Erlenmeyer ditutup. 10 mL larutan natrium hidroksida ditambahkan dalam larutan kalium dihidrogen fosfat, lalu ditambahkan aquades hingga hampir mencapai 200 mL, kemudiaan pH diatur dengan menambahkan larutan natrium hidroksida 0,2N sampai diperoleh pH 6,8. 3.6.1.2 Pembuatan Larutan Substrat L-DOPA L-DOPA (BM = 197,19) ditimbang secara seksama sebanyak 39,438 mg, kemudian dilarutkan dalam 10 mL dapar fosfat pH 6,8 sehingga diperoleh konsentrasi substrat 20 mM. Larutan substrat 20 mM tersebut selanjutnya diencerkan hingga mencapai konsentrasi 10; 5; 2,5; 1,25 mM. 3.6.1.3 Pembuatan Larutan Tirosinase Serbuk tirosinase sebanyak 29,15 mg (1715 U/mL) diperoleh dari Sigma Aldrich, untuk membuat larutan tirosinase ditimbang sebanyak 14,46 mg dan dilarutkan dalam 8,0645 mL dapar fosfat dan ditambahkan 1,991 mL gliserol sebagai antibeku sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 2480 U/mL. Larutan tersebut diencerkan hingga mencapai 31 U/mL. 3.6.2
Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase oleh Asam Kojat Sebanyak 80 µL larutan dapar fosfat 0,1 M, pH 6,8; 40 µL larutan asam kojat, 40 µL
larutan L-DOPA, dan 40 µL larutan enzim tirosinase dimasukkan dalam 96 well-microtiter plate. Masing-masing sampel dibuat blanko dimana tidak ditambahkan larutan tirosinase.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
Kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37˚C. Campuran diukur absorbansinya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 490 nm. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Tabel 3.2 Prosedur Uji Aktivitas Penghambatan Tirosinase oleh Kontrol Positif BAHAN Larutan dapar fosfat pH 6,8 L-DOPA (10mM) Larutan Sampel EnzimTirosinase (31 U/mL)
B1 120 40 40
PLATE (µL) B0 S1 160 80 40 40 40 40
S0 120 40 40 -
Keterangan : B1 = Blanko, B0 = Kontrol Blanko, S1 = Sampel, S0= Kontrol Sampel
3.6.3
Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase oleh Sampel Ekstrak Bekatul Ekstrak ditimbang seksama sebanyak 100,0 mg dan dilarutkan dalam 1 mL dimetil
sulfoksida kemudian dicukupkan volumenya hingga batas pada labu ukur 10,0 mL dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh konsentrasi ekstrak 10.000 µg/mL, dipipet 1,25 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5,0 mL. volume labu ukur dicukupkan dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh konsentrasi larutan ekstrak 2500 µg/mL demikian selanjutnya hingga diperoleh konsentrasi larutan ekstrak 80, 40, 20, 10 dan 5 µg/mL. Tabel 3.3 Prosedur Uji Aktivitas Penghambatan Tirosinase oleh Sampel BAHAN
Larutan dapar fosfat pH 6,8 Larutan DMSO 1,25 % L-DOPA (10mM) Larutan Sampel Tirosinase (31 U/mL)
PLATE (µL) B1
B0
S1
S0
80 40 40 40
160 40 40 -
80 40 40 40
120 40 40 -
Keterangan : B1 = Blanko, B0 = Kontrol Blanko, S1 = Sampel, S0= Kontrol Sampel
3.6.4
Perhitungan Persentase Penghambatan (% Inhibisi) Uji penghambatan tirosinase ditentukan dengan mengukur absorbansi menggunakan
microplate reader pada panjang gelombang 490 nm. Absorbansi yang terukur merupakan absorbansi pembentukan dopakrom. Dari pengukuran absorbansi ini dapat dihitung persentase inhibisi menggunakan rumus sebagai beriukut :
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
% Inhibisi = ( A - B ) – ( C – D ) x 100 % (A–B) Keterangan : A
: Serapan larutan blanko negatif dengan enzim
B
: Serapan larutan blanko negative tanpa enzim
C
: Serapan larutan sampel dengan enzim
D
: Serapan larutan sampel tanpa enzim
Aktivitas penghambatan dari sampel uji ditentukan dengan IC50, yaitu konsentrasi dimana sampel uji menghambat aktivitas tirosinase sebesar 50%. IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier, konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan persen penghambatan (% inhibisi) sebagai sumbu y. Dari persamaan y = a+bx dapat dihitung nilai IC50. Asam kojat digunakan sebagai kontrol positif. 4. Hasil Penelitian 4.1 Uji Penghambatan Tirosinase Pembentukan produk dopakrom oleh reaksi L - DOPA – Tirosinase ditandai dengan terbentuknya warna kuning kecoklatan. Adanya inhibitor menyebabkan reaksi L-DOPA – tirosinase berjalan lambat yang ditandai dengan penurunan intensitas warna coklat. Intensitas warna yang dihasilkan diukur dengan microplate reader. Absorbansi yang diperoleh digunakan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas ekstrak metanol bekatul dalam menghambat L-DOPA – Tirosinase. Posisi fenol dari senyawa aktif ekstrak berikatan dengan atom Cu pada active site tirosinase menyebabkan tidak terjadi reaksi oksidasi yang dikatalisis tirosinase sehingga pembentukan senyawa dopakuinon dan dopakrom menjadi berkurang. Menurut literatur active site yang akan berikatan dengan Cu pada tirosinase yaitu pada posisi difenol (Kubo & Kinst-Hori, 1999).
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
[sumber : Kubo & Kinst-Hori, 1999]
Gambar 4.1 Reaksi Pembentukan Ikatan Kelat Senyawa Aktif dengan Sisi Aktif Cu dari Tirosinase
Optimasi konsentrasi substrat dan waktu inkubasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi optimum bagi penghambatan aktivitas tirosinase, sebelum dilakukan berbagai uji menggunakan tirosinase. Tujuan dari Optimasi konsentrasi susbtrat L-DOPA untuk mendapatkan konsentrasi substrat yang optimum. Konsentrasi substrat yang digunakan diharapkan dapat memenuhi sisi aktif enzim tempat substrat berikatan dengan enzim. Variasi konsentrasi substrat yang digunakan adalah 20; 10; 5; 2,5; 1,25 mM, konsentrasi substrat tersebut dipasangkan dengan konsentrasi enzim 31 U/mL (Alam, et.al.2011). 0,7 0,6 0,5 Absorbansi
20; 0,615
10 5
0,4 2,5
0,3
1,25
0,2 0,1 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi L-DOPA (mM)
Gambar 4.2 Kurva Optimasi Konsentrasi Substrat
Pada data absorbansi yang didapat terlihat absorbansi yang stabil pada konsentrasi substrat 10 sampai 20 mM, dan terjadi penurunan data absorbansi pada konsentrasi 5; 2,5 dan 1,25 mM. Oleh karena itu digunakan konsentrasi substrat 10 mM dengan enzim 31 U/mL.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
Uji pendahuluan selanjutnya adalah optimasi waktu inkubasi, dengan tujuan agar memastikan bahwa 10 menit merupakan waktu yang optimum untuk pengujian aktivitas enzim tirosinase. Hal ini berdasarkan penelitian yang telah ada, mayoritas peneliti menggunakan 10 menit sebagai waktu inkubasi, dan ada beberapa peneliti lain yang menggunakan 6 menit (Saewan, Koysomboon & Chantrapromma, 2011), 7 menit (Wu, Chen, Ho & Yang, 2003) dan 15 menit (Yoshimura, Watanabe, Kasai, Yamakoshi & Koga, 2005) sebagai waktu inkubasi. Oleh karena itu, peneliti melakukan optimasi waktu inkubasi dengan variasi waktu 5,10,15 dan 20 menit. Pada pengujian aktivitas penghambatan tirosinase oleh sampel, digunakan asam kojat sebagai kontrol positif, karena merupakan senyawa yang digunakan secara luas sebagai pemutih dan terbukti mencegah penuaan dini akibat paparan sinar matahari (Maeda. K 1991). Tabel 4.1 Hasil Uji Aktivitas Penghambatan Tirosinase oleh Asam Kojat Zat Uji Asam kojat
Konsentrasi sampel (µg/mL) 40 20 10 5 2,5
% Inhibisi 60,057 32,280 21,014 19,188 11,420
Persamaan Regresi y = 1,237x + 9,607 R2 = 0,986
IC 50 (µg/mL) 6,667
Dari uji penghambatan aktivitas tirosinase oleh asam kojat diperoleh nilai IC50 6,66 (µg/mL), sedangkan pada penelitian yang telah ada diperoleh nilai IC50 asam kojat yaitu 9,6 µg/mL (Masuda. T.2004). Hasil uji penghambatan aktivitas tirosinase ekstrak bekatul diperoleh nilai IC50 sebesar 45,919 µg/mL, dibandingkan dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, diperoleh nilai penghambatan aktivitas tirosinase sebesar 80,5 % pada konsentrasi 0,4 mg/mL (Miyazawa.M, 2003). Asam kojat digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini, nilai IC50 asam kojat yaitu 6,66 µg/mL sedangkan nilai IC50 ekstrak metanol bekatul yaitu 45,919 µg/mL, berdasarkan nilai tersebut, ekstrak bekatul memiliki nilai IC50 sekitar 1/7 kali dibanding kontrol positif. Setelah diperoleh nilai IC50 ekstrak bekatul yaitu sebesar 45,919 µg/mL lalu ekstrak bekatul diformulasikan dalam sediaan gel pada beberapa konsentrasi yaitu 5x IC50 (0,022%), 25x IC50 (0,114%), dan 125x IC50 (0,573%) untuk selanjutnya diuji aktifitas penghambatan tirosinase dalam gel dan kestabilan fisiknya pada suhu rendah, kamar dan suhu tinggi.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
4.2
Evaluasi Sediaan Gel Evaluasi sediaan gel diperlukan untuk mengetahui kondisi sediaan gel sebelum dan
sesudah dilakukan uji kestabilan dengan menggunakan parameter-parameter fisik sehingga dapat diketahui kestabilan fisik dari sediaan gel. Uji ini dilkukan selama 8 minggu. Konsentrasi ekstrak dalam gel diambil berdasarkan nilai IC50 yang telah diperoleh, yaitu 5 x IC50 (0,022%), 25 x IC50 (0,114%), dan 125 x IC50 (0,573%). 4.2.1
Pengamatan Organoleptis Pada penyimpanan berbagai suhu yaitu suhu rendah (4±2˚C), suhu kamar (27± 2˚C)
dan suhu tinggi (40±2˚C) selama 8 minggu tidak terjadi sineresis namun pada sediaan gel formula ke tiga, pada minggu ke dua penyimpanan suhu tinggi, telah mengalami perubahan warna dari kuning jernih menjadi kuning keputihan. Hal ini disebabkan adanya oksidasi oleh ekstrak bekatul. Ketiga gel yang disimpan pada yaitu suhu rendah (4±2˚C), suhu kamar (27±2˚C) dan suhu tinggi (40±2˚C) selama 8 minggu tidak mengalami perubahan bau, penggunaan natrium EDTA pada formulasi sebagai agen kelat dan sodium metabisulfit dapat mencegah oksidasi. 4.2.2
Pemeriksaan Homogenitas Sediaan gel diperiksa homogenitasnya dengan diletakkan pada kaca objek dan
diperoleh hasil yang homogen berupa gel transparan. 4.2.3
Pengukuran pH Pengukuran pH ketiga formula gel ekstrak bekatul dilakukan selama 8 minggu pada
tiga suhu penyimpanan yang berbeda yaitu suhu rendah (4±2˚C), suhu kamar (27±2˚C) dan suhu tinggi (40±2˚C). Pada penyimpanan suhu rendah (4±2˚C) dan suhu kamar (27±2˚C) nilai pH stabil pada range 4,89 - 5,45; sedangkan pada penyimpanan disuhu tingggi (40±2˚C) ketiga formula gel mengalami penurunan pH setelah penyimpanan minggu ke-2 dan tidak mengalami fliktuasi penurunan pH sampai minggu ke-8. Pada penyimpanan suhu tinggi, gel yang mengandung ekstrak bekatul mengalami penurunan nilai pH pada minggu ke-2 dan tidak mengalami fluktuasi penurunan pH sampai minggu ke-8. Hal ini disebabkan karena adanya proses hidrolisis yang membuat suasana jadi asam karena adanya peningkatan suhu. Sedangkan penyimpanan pada suhu rendah dan suhu kamar tidak mengalami penurunan nilai pH dan masih masuk ke dalam range pH kulit (4,5 – 6,5).
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
6 5,5 5
pH
4,5
F1
4
F2
3,5
F3
3 0
2
4
6
8
Waktu (minggu)
Gambar 4.3 Grafik perubahan pH gel ekstrak bekatul pada penyimpanan suhu rendah (4±2ᵒC) (Keterangan : F1= ekstrak bekatul 0,022%, F2= ekstrak bekatul 0,114%, F3= ekstrak bekatul 0,573%) 6 5,5 5
pH 4,5
F1
4
F2
3,5
F3
3 0
2
4
6
8
Waaktu (minggu)
Gambar 4.4 Grafik perubahan pH gel ekstrak bekatul pada penyimpanan suhu kamar (27±2ᵒC) (Keterangan : F1= ekstrak bekatul 0,022%, F2= ekstrak bekatul 0,114%, F3= ekstrak bekatul 0,573%) 6 5,5 5
pH 4,5
F1
4
F2
3,5
F3
3 0
2
4
6
8
Waktu (minggu)
Gambar 4.5 Grafik perubahan pH gel ekstrak bekatul pada penyimpanan suhu tinggi (40±2ᵒC) (Keterangan : F1= ekstrak bekatul 0,022%, F2= ekstrak bekatul 0,114%, F3= ekstrak bekatul 0,573%)
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
4.2.4
Rheologi dan Pengukuran Viskositas Pengukuran viskositas suatu sediaan dilakukan untuk mengetahui jenis aliran sediaan
atau rheologi. Viskositas suatu sediaan dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yaitu faktor pencampuran atau pengadukan saat proses pembuatan sediaan, pemilihan zat pengental dan surfaktan (Ansel,1989). Viskositas diukur pada minggu ke-0 dan ke-8 pada suhu kamar (27±2oC) dengan viskometer Brookfield menggunakan spindle 5.
Gel tidak mengalami
perubahan viskositas yang cukup besar antara viskositas awal dengan setelah disimpan selama 8 minggu. 35000 34000 33000 Viskositas 32000 (cps) 31000
minggu ke-0 minggu ke-8
30000 29000 28000 F1
F2
F3
Gambar 4.6 Grafik Perubahan Viskositas Gel Ekstark Bekatul (F1 : ekstrak 0,022%; F2 : ekstrak 0,114%; F3 : ekstrak 0,573%)
Sifat alir gel setelah penyimpanan selama 8 minggu tidak menunjukkan terjadinya perubahan, yaitu tetap pseudoplastis. Meskipun terjadi sedikit kenaikan viskositas namun tidak mempengaruhi sifat alir dari sediaan gel. 4.2.5
Pengukuran Konsistensi Konsistensi adalah karakteristik fisik yang penting pada suatu sediaan semisolid. Nilai
konsistesi berkaitan dengan kemampuan suatu sediaan untuk berpenetrasi. Pengukuran konsistensi untuk sediaan kosmetik seperti gel menggunakan penetrometer bentuk kerucut. Dari hasil pengukuran konsistensi pada minggu ke-0 sampai minggu ke 8 diperoleh nilai konsistensi gel yang menurun selama penyimpanan pada suhu kamar, hal ini menunjukkan bahwa konsistensi gel meningkat dengan adanya penyimpanan dan diikuti dengan menaiknya viskositas gel.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
Tabel 4.3 Konsistensi Gel Ekstrak Bekatul pada Minggu Ke-0 dan Minggu Ke-8 Gel Ekstrak bekatul 0,022 % Ekstrak bekatul 0,114 % Ekstrak bekatul 0,573 %
4.2.6
Konsistensi (1/10 mm) Minggu ke-0 Minggu ke-8 385 382 380 376 375 369
Uji Stabilitas Fisik Sediaan
4.2.6.1 Uji Stabilitas Pada Suhu Kamar (27±2oC) Sediaan gel pada minggu ke 0 tampak berwarna bening dan berbau khas ekstrak bekatul. Setelah penyimpanan selama 8 minggu warna gel masih tetap berwarna sama dan tidak terjadi sineresis. Penggunaan HPMC sebagai gelling agent dapat mencegah terjadinya sineresis dan dapat membentuk gel yang stabil. 4.2.6.2 Uji Stabilitas Pada Suhu Rendah (4±2oC) Sediaan gel pada minggu ke 0 tampak berwarna bening dan berbau khas ekstrak bekatul. Setelah penyimpanan selama 8 minggu warna gel masih tetap berwarna sama dan tidak terjadi sineresis. 4.2.6.3 Uji Stabilitas Pada Suhu Tinggi (40±2oC) Sediaan gel pada minggu ke 0 hingga minggu ke 8 mengalami perubahan warna, dimulai dari minggu ke 4, warna gel formulasi ke tiga mengalami perubahan warna dari kuning bening menjadi kuning keputihan. Hal ini disebabkan karena jumlah ekstrak yang terkandung dalam formula tiga, lebih banyak dari formula satu dan dua dan ekstrak teroksidasi, sedangkan kekuatan sodium metabisulfit sebagai antioksidan tidak cukup pada formula ke tiga (ekstrak bekatul 0,573%). 4.2.7
Uji Penghambatan Tirosinase Sediaan Gel yang Mengandung Ekstrak Bekatul Uji penghambatan aktivitas tirosinase oleh gel yang mengandung ekstrak bekatul pada
konsentrasi 0,022%; 0,114%; 0,573% yang di simpan pada suhu kamar berturut-turut adalah 62,621%; 67,556% dan 70,145% pada konsentrasi sampel 30 mg/mL. Berdasarkan data tersebut, terjadi penurunan penghambatan jika dibandingkan dengan ekstrak bekatul yang
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
tidak dalam sediaan, dimana pada konsentrasi 80 µg/mL menghasilkan % inhibisi sebesar 55,25 %. Hal ini disebabkan karena pengaruh eksipien yang digunakan dalam gel, sehingga mempengaruhi serapan yang dihasilkan. Sedangkan pada gel yang mengandung asam kojat pada konsentrasi 30 mg/mL memiliki nilai % inhibisi yang hampir sama dengan formula gel ekstrak bekatul 0,022% yaitu sebesar 62,783 %, hal ini karena asam kojat tidak stabil pada bentuk sediaan gel dalam formula ini karena teroksidasi, terbukti dengan warna gel yang berubah dari putih bening pada minggu ke-0 menjadi kuning pada minggu ke-8. Berikut adalah data nilai aktivitas penghambatan tirosinase oleh ekstrak dalam sediaan gel. Tabel 4.2 Nilai Aktivitas Penghambatan Tirosinase oleh Gel Ekstrak Bekatul B0 0,412
B1 0
B0-B1 0,412
S0 0,142 0,148 0,129 0,128
S1 -0,011 -0,005 -0,004 0,005
S0-S1 0,153 0,154 0,133 0,123
% Inhibisi 62,783 62,621 67,556 70,145
Gel Asam kojat F1 F2 F3
Keterangan : F1= 0,022%; F2= 0,114%; F3 = 0,573%; B1= blanko; B0= kontrol blanko; S1= sampel; S0= kontrol sampel
5. Kesimpulan dan Saran 5.1
Kesimpulan Ekstrak bekatul memiliki aktivitas penghambatan tirosinase dengan nilai IC50 sebesar
45,919 µg/mL. Formulasi gel yang mengandung ekstrak bekatul memiliki aktivitas penghambatan tirosinase sebesar 62,8 % pada konsentrasi 30 mg/mL. Sediaan gel yang mengandung ekstrak bekatul stabil pada penyimpanan suhu kamar dan suhu rendah. 5.2
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berupa fraksinasi dan isolasi senyawa γ -
oryzanol sebagai penghambat enzim tirosinase secara in vivo.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
DAFTAR ACUAN Alam, N., Yoon, K.N., Cha, Y.J., Kim, J.H., Lee, K.R., & Lee, T.S (2001). Appraisal Of The Antioxidant, Phenolic Compound Concentration, Xanthin Oxidase And Tyrosinase Inhibitory Activities Of Pleurotus salmoneostramineus. African Journal of agricultural Research, 6(6), 1555-1563. Ansel, H. C.(1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat (Farida Ibrahim, Penerjemah). Jakarta: UI Press. Backer, C. A., dan Van Den Brink Jr., R.C.(1968). Flora of Java. Groningen WoltersNoordhoff N.V. Batubara, L., Darusman, L.K., Mitsunaga, T., Rahminiwati, M., & Djauhari, E. (2010). Potency of Indonesian Medical Plants as Tyrosinase Inhibitor and Antioxidant Agent. Journal of Biological sciences, 10(2), 138-144. Bauer,J.L., Piayda,B.H., Stöckmann,B., Schwarz.K.,(2012). Antioxidant Activities of Corn Fiber and Wheat Bran and Derived Extracts. Food Science and Technology. Beringer, P., DerMarderosian, L., Felton, S., Gelone A.R., Gennaro.(2005). Remington: The Science and Practice Pharmacy. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins. Burgess, C.M.(2005). Cosmetic Dermatology. Jerman: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Chang, T. (2009). An Update Review of Tyrosinase Inhibitors. International Journal of Molecular Sciences, 10, 2440-2475 Damayanthi.E., Muchtadi.D., Zakaria, F.R., Syarief.H., Wijayan, C.H,. Damardjati, D.S. (2003). Pengaruh Derajat Sosoh Terhadap Kandungan Gizi, Serat Pangan dan Oryzanol Bekatul Padi (Oriza sativa. L) awet. Media Gizi dan Keluarga 27(1) : 104114 Darmadjati, DS.(1983). Physical and Chemical Properties Characteristics of Some Indonesian Rice Varieties. Bogor : Bogor agricultural University, Graduate School. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Draelos, Z.D. (2010). Cosmetic Dermatology Products and Procedures. Singapore : John Wiley & Sons. Gerhardt, A.L., dan Gallo, N.B.(1998). Full Fat Rice Bran and Oat Bran Similarly Reduced Hypercholesterolemia in Humans. J. Nutr., 128, 865-869. Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia (vol.1). Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Hilda. B.(2000). Poucher’s parfume, Cosmetics and Soaps. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands. Imagawa, S.(2007). Seikatsusyuukanbyou no Bunsiseibutugaku (Molecular biology of lifestyle disease) Sankyoshuppan, Japan. Ismail, M., Al-Naqeeb, G., Mamat, W., Ahmad, Z.,(2010). Gamma-Oryzanol Rich Fraction Regulates the Expression of Antioxidant and Oxidative Stress Related Genes in Stressed Rat’s Liver Nutrition & Metabolism. http://www.nutritionandmetabolism.com/content/7/1/23. Juliano.B.O.(1993). Rice In Human Nutrition. Food and Agriculture Organization Of The United Nations. Rome. Lai, P., Li., Liu., (2009). Phytochemicals and Antioxidant Properties of Solvent Extract from Japonica Rice Bran. Food Chem. 117 (3),538-544. Lund, W. (1994).The Pharmaceutical Codex, 12th edition. London: The Pharmaceutical Press
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013
Kamimura, M., Takahashi, S., and Sato, S.(1964). Influence of gamma-oryzanol on the Skin Microcirculation. Vitamins, 30(5), 341-344. Maeda, K. Fukuda, M.(1991). In Vitro Effectiveness Of Several Whitening Cosmetic Components In Human Melanocytes. J. Soc.Cosmet.Chem.,42, 361-368. Mayuda, T., Yamashita, D., Takeda, Y., Yonemori, S., (2004). Screening for Tyrosinase Inhibitor among Extacts of Seashore Plants and Identification of Potent Inhibitors from Garcinia subelliptica. Biosa biotechnol biochem, 69(1), 197-201,2005. Misnadiarly, A.D. (2006). Faktor - Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kesehatan Kulit. Cermin Dunia Kedokteran: Cermin Dunia Kedokteran, 152. Mitsui, T.(1993). New Cosmetic Science. Japan : Nanzando Ltd. Hlm : 14 Miyazawa, M., Oshima, T., Koshio, K., Itsuzaki,Y., Anza,J.(2003). Tyrosinase Inhibitor from Black Rice Bran. J. Agric. Food Chem. 51, American Chemical Society. Murase, Y., and Iishima, H. (1963). Clinical Studies of Oral Administration of GammaOryzanol on Climacteric Complaints and Syndrome. Obstet. Gynecol. Prac., 12, 147149 Nakayama, S., Manabe, A., Suzuki, J., Sakamoto, K., dan Inagaki,T.(1987). Comparative Effect of Two Forms of Gamma-oryzanol in Different Sterol Compositions on Hyperlipidemia Induced by Cholesterol Diet in Rats. Jpn. J. Pharmacol., 44, 135-143. Nurdiani, Dian, Herliani. (2011). Mata Diklat 2: Aplikasi Koloid, Larutan dan Suspensi dalam Bidang Pertanian. Kementrian Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Pertanian Oka, T., Fujimoto, M., Nagasaka, R., Ushio, H., Hori, M., and Ozaki, H.(2010). Cycloartenyl ferulate, a component of rice bran oil-derived [gamma]- oryzanol, attenuates mast cell degranulation. Phytomedicine, 17, 152-156 Rowe, R.C., Paul J. Sheskey, dan M.E. Quinn. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. USA: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association, 178-358. Saewan, N., Koysomboon, S., & Chantrapromma, K.(2011). Anti-tyrosinase and anti-cancer Activities of Flavonoids from Blumea balsamifera DC. Journal of Medical Plants Research, 5(6), 1018-1025. Subowo. Histologi Umum Edisi I. Jakarta: Bumi aksara. (1992): 11-12. Thakur,N.S., Bharti,P., Mahant,S., Rao,R.(2012). Formulation and Characterization of Benzoyl Peroxide Gellified Emultions. Scientia Pharmaceutica.12006-09. Tranggono, R.I., dan Latifah, F.(2007). Buku Pegangan Ilmu Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. U.S. Department of Health and Human Services. (2003). Guidance for Industry Q1A (R2) Stability Testing of New Drug substances and Products. USA : Departement Health and Human Services. Walters, A. K. (2002). Dermatological and Transdermal Formulations. New York: Marcel Dekker. Wu, L.C., Chen, Y.C., Ho, J.A.A., & Yang, C.S. (2003). Inhibitory Effect of Red Koji Extracts on Mushroom Tyrosinase. Journal Of Agricultural And Food Chemistry, 51, 4240-4246. Yoshimura, M., Watanabe, Y., Kasai, K., Yamakoshi, J., & Koga, T. (2005). Inhibitory Effect of an Allergic Acid-Rich Pomegranate Extract on Tyrosinase Activity And Ultraviolet-Induced Pigmentation. Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry, 69(12), 2368-2373.
Formulasi dan..., Mutia Eka Nuriani, F Farmasi UI, 2013