UJI STABILITAS FISIK FORMULASI KRIM ANTIOKSIDAN DARI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) Carmelita Dissa Wardhani, Joshita Djajadisastra, Berna Elya Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Kuersetin merupakan senyawa flavonoid yang memilki khasiat sebagai antioksidan. Fraksi etil asetat dalam daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki kandungan senyawa kuersetin yang paling tinggi. Dalam penelitian ini, aktivitas antioksidan dari senyawa kuersetin diukur dengan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) untuk memperoleh nilai IC50 dari fraksi etil asetat ekstrak etanol 96% daun jambu biji. Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh daun jambu biji memiliki mekanisme sebagai peredam radikal bebas dengan mendonorkan elektron kepada senyawa radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat pada ekstrak etanol daun jambu biji, membuat 3 formula krim antioksidan yang mengandung ekstrak daun jambu biji, dan menguji stabilitas fisik melalui pengamatan selama 12 minggu pada suhu kamar (28±2ºC), suhu rendah (4±2ºC), dan suhu tinggi (40±2ºC). Setelah itu, dilakukan juga pengukuran aktivitas antioksidan dari sediaan tersebut. Nilai IC50 yang didapat dari hasil fraksinasi etil asetat yaitu sebesar 10,3429 ppm. Kemudian dibuat ketiga formula dengan konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang bervariasi yaitu 0,1%, 0,25%, dan 0,5%. Ketiga formulasi tersebut stabil secara fisik pada tiga kondisi suhu penyimpanan yang berbeda, yaitu pada suhu kamar (28±2ºC), suhu dingin (4±2ºC), dan suhu tinggi (40±2ºC). Kata Kunci : Daun jambu biji; DPPH; krim antioksidan; kuersetin; Stabilitas Fisik
Physical Stability Test Formulations of Antioxidant Cream of Ethyl Acetate Fraction of Ethanol Leaf Extract of Guava (Psidium guajava L.) Abstract Quercetin which is a type of flavonoid is a compound that has antioxidant activity. The ethyl acetate fraction of guava leaves (Psidium guajava L.) contain the highest compound of quercetin. In this research, antioxidant activity assay of quercetin was measured using DPPH (2,2-Difenil-1pikrilhidrazil) method to obtain IC50 values of ethyl aceate fraction of ethanol extract of guava leaves. The mechanism of antioxidant cream of guava leaves is donating an electron to free radical compounds. The aim of this research is to examine the antioxidant acivity of ethyl acetate fraction in the ethanol extract of guava leaves, to make three formulations of antioxidant cream which contain ethanol extract of guava leaves, and test its physical stability for twelve weeks at different temperatures; room temeperature 28 ± 2 º C ), low temperature ( 4 ± 2 º C ) , and high temperature ( 40 ± 2 º C ). After that, antioxidant activity assay of anti wrinkle cream was tested. IC50 values of ethyl acetate fraction of ethanol extract guava leaves was 10.3429 ppm. Then, three formulas were made with guava leaf extract concentrations were varied at 0.1%, 0.25%, and 0.5%. All three formulations showed physical stability with three different temperature conditions; ; room temeperature 28 ± 2 º C ), low temperature ( 4 ± 2 º C ) , and high temperature ( 40 ± 2 º C ). Keywords: antioxidant cream; DPPH; guava leaves; physical stability; Quercetin
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Pendahuluan Kulit merupakan bagian organ tubuh terluar yang sering terkena paparan sinar UV. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga dan merawat kulit. Intensitas paparan sinar UV menyebabkan terbentuknya ROS (Reactive Oxygen Species) yang merupakan suatu molekul tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Molekul tersebut akan mencari pasangan elektron terluarnya dengan menyerang sel-sel tubuh, sehingga akan merusak komponen sel seperti lemak, protein, dan asam nukleat pada kulit (Draelos, 2010). Reaksi berantai yang terjadi pada molekul radikal bebas dapat mengakibatkan kondisi stres oksidatif pada seseorang. Kondisi stres oksidatif terjadi ketika jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya (Pervical, 1998). Kondisi ini dapat disebabkan oleh paparan sinar UV yang berlebihan. Stres oksidatif dapat menyebabkan munculnya tanda-tanda penuaan pada kulit karena radikal bebas akan terus menerus merusak serat kolagen dan elastin yang berperan menjaga kekuatan dan keelastisan kulit (Masaki, 2010). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan munculnya kerutan pada kulit terutama pada bagian wajah (Pearce, 2012). Keanekaragaman hayati Indonesia sangat berpotensi dalam penemuan senyawa baru sebagai antioksidan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa tumbuhan terbukti bermanfaat melindungi tubuh manusia dari bahaya radikal bebas karena adanya senyawa antioksidan yang terdapat dalam tumbuhan tersebut (Selawa, Runtuwene, dan Citraningtyas, 2013). Daun jambu biji (Psidium guajava L.) mengandung metabolit sekunder kuersetin yang memiliki khasiat sebagai antioksidan. Kuersetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid golongan flavonol yang secara biologis amat kuat. Kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari kondisi stres oksidatif dengan cara menstabilkan ROS (Tachakittirungrod, Ikegami, dan Okonogi, 2007). Penelitian terbaru menunjukan bahwa hasil fraksinasi etil asetat dari ekstrak etanol daun jambu biji memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan (Daud, Sadiyah, dan Rismawati, 2011). Kandungan antioksidan dari daun jambu biji dapat meredam radikal bebas yang dapat merusak kulit. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan lebih lanjut untuk mengoptimalkan manfaat daun jambu biji sebagai suatu produk kosmetika. Pada penelitian ini diformulasikan sediaan krim Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
anti kerut yang mengandung antioksidan dibutuhkan untuk menstabilkan ROS sehingga proses penuaan dini dapat dicegah (Kosasih, Tony, dan Hendro 2006). Tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi krim antioksidan yang berasal dari hasil fraksinasi etil asetat ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan menguji stabilitas fisik serta menguji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanol daun jambu biji dari sediaan krim dengan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil).
Tinjauan Teoritis Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan berkontak langsung dengan lingkungan. Kulit juga memiliki struktur sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997). Kulit memiliki peranan penting dalam interaksinya dengan senyawa kimia dan fisika dari lingkungan (Draelos, 2010). Proses penuaan pada kulit merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk hidup. Waktu terjadinya proses penuaan kulit tidak sama pada setiap orang. Pada orang tertentu, proses penuaan pada kulit terjadi sesuai usianya sedangkan pada orang lain dapat terjadi lebih cepat, keadaan ini disebut penuaan dini (premature aging). Hal tersebut menunjukkan bahwa proses penuaan yang terjadi pada setiap individu tergantung dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan kulit (Shai, Maibach, dan Baran, 2009). Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dipercaya sebagai mekanisme utama dari proses penuaan. Radikal bebas adalah molekul yang mempunyai elektron tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan reaktif. Sebelum elektron tersebut memiliki pasangan, radikal bebas akan menyerang sel-sel tubuh hingga mendapatkan pasangan elektron untuk membentuk molekul yang stabil. Akibatnya, sel-sel akan rusak. Berbagai usaha untuk menanggulangi gejala penuaan kulit dengan mekanisme peredaman radikal bebas. Bahan yang dapat menetralisir radikal bebas ini disebut antioksidan (Draelos, 2010). Penuaan pada kulit ditandai dengan adanya perubahan fisiologis yang terjadi pada kulit. Perubahan tersebut disebabkan oleh dua hal yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Pada faktor intrinsik atau sering disebuat juga dengan penuaan kronologis, perubahan yang terjadi Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
pada kulit merupakan proses yang alamiah seiring dengan bertambahnya usia. (Masnec dan Situm, 2010). Faktor ekstrinsik proses penuaan pada kulit berasal dari lingkungan, seperti paparan sinar uv, rokok, dan polusi dapat menimbulkan tanda-tanda penuaan pada kulit (Shai, Maibach, dan Baran, 2009). Photo-aging adalah bentuk kerusakan kulit yang disebabkan paparan sinar matahari dan merupakan penyebab utama dari penuaan dini (Lam dan Sulindro, 2001). Perubahan fisiologis yang terjadi dalam proses penuaan kulit terjadi pada seluruh lapisan kulit. Pada epidermis, proses regenerasi kulit menjadi lebih lambat. Kulit yang menua ditandai dengan tekstur permukaan kulit menjadi kering, munculnya kerutan pada kulit, dan terbentuk spot umur (Masnec dan Situm, 2010). Penurunan produksi serat kolagen dan serat elastin yang menyebabkan kulit kehilangan kekuatan dan keelastisan sehingga berakhir pada terbentuknya kerut. Hal ini merupakan proses alamiah yang terjadi seiring dengan bertambahanya usia. Namun, alasan utama terbentuknya kerut pada yaitu akibat paparan yang berlebihan dari sinar UV (Jusuf, 2005). Photoaging adalah kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari. Pada photoaging proses degenerasi serat kolagen dan serat elastin berlangsung lebih cepat dan menghasilkan kerutan yang lebih dalam (Masnec dan Situm, 2010). Radiasi UV menyebabkan perubahan pada kulit dengan dua mekanisme yaitu pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) dan transduksi sinyal perkutan : a.
Reactive Oxygen Species : UV A mempengaruhi sel epidermal dan sel fibroblast. UV A mentransfer energi ke oksigen sehingga menghasilkan ROS. Molekul radikal bebas tersebut merupakan suatu molekul yang tidak stabil dan menyerang sel-sel pada kulit untuk mebentuk suatu molekul yang stabil, sehinngga menyebabkan kerusakan pada DNA, sel lipid, dan matriks protein dermal (kolagen) (Draelos, 2010).
b.
Paparan sinar UV akan menghambat pembentukan prokolagen dengan cara menginhibisi transkripsi gen kolagen. Terjadi penurunan interaksi antara gen pengekspresi kolagen dengan reseptornya sehingga proses transkripsi tidak terjadi dan kolagen tidak terbentuk.
c.
Paparan sinar UV dapat mengaktifkan enzim proteolitik yaitu alfaprotein dan metalloproteinase Alfaprotein dapat menghamabat pembentukan kolagen, sementara metaloproteinase dapat merusak dan mendegradasi kolagen. Kulit yang terpapar oleh
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
sinar UV selama beberapa jam sudah dapat mengaktifkan enzim metaloproteinase tersebut (Palmer dan Kitchin, 2010). Lapisan hipodermis juga terpengaruh pada kondisi penuaan pada kulit. Pada proses penuaan kulit terjadi penurunan atau reduksi lemak subkutan sehingga kulit kehilangan kekuatan untuk menjaga struktur kulit tetap kuat (Mitsui, 1997). Antioksidan dapat digunakan untuk mencegah photoaging. Antioksidan adalah molekul yang dapat mencegah kerusakan oksidatif dengan meredam radikal bebas. Kerusakan oksidatif adalah kerusakan yang disebabkan oleh peningkatan oksidasi sel-sel tubuh normal yang melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisir (Draelos, 2010). Tanaman daun jambu biji memiliki kandungan polifenol yaitu senyawa kuersetin yang memiliki aktivitas antioksidan. Beberapa kandungan kimia lain yang dimiliki oleh tanaman ini diantaranya flavonoid,
saponin, alkaloid, kuinon, minyak atsiri, glikosida, dan triterpenoid
(Soebagio, Rusdiana, dan Kurniawati S, 2007). Kandungan yang bermanfaat sebagai antioksidan yang terdapat pada daun jambu biji adalah kuersetin dan kuersetin-3-O-glukopiranosida (Tachakittirungrod, Ikegami, dan Okonogi, 2007). Kedua senyawa tersebut merupakan senyawa flavonoid golongan flavanol. Kuersetin merupakan senyawa semi polar yang sedikit larut dalam air dam dietil eter, namun larut dalam etil asetat, etanol, dan aseton (Lide, 1997). Untuk kemudahan dalam pemakaian maka ekstrak daun jambu biji diformulasikan dalam bentuk sediaan krim. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Departemen Kesehatan, 1995). Krim merupakan sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi baik dalam tipe emulsi air dalam minyak atau tipe emulsi minyak dalam air. Mayoritas pasien lebih memilih krim dibandingkan dengan salep karena krim lebih mudah menyebar, tidak memberikan efek berminyak, dan lebih mudah dicuci (Allen, Popovich, dan Ansel, 2009). Stabilitas adalah kemampuan produk obat atau produk kosmetika untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk tersebut (Djajadisastra, 2003). Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya pemucatan warna atau munculnya warna, timbul bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya emulsi, pengendapan, Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
perubahan konsistensi, pertumbuhan kristal atau perubahan bentuk kristal, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya (Djajadisastra, 2003). Untuk memperoleh nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetika dalam waktu yang singkat, maka dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan pada waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian suatu sediaan pada uji dipercepat selama 3 bulan diperoleh hasil yang stabil, maka sediaan tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun Parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik adalah organoleptis, pH, dan ukuran globul (Djajadisastra, 2003). Metode Penelitian Hidrolisa Ekstrak Etanol Daun Jambu Larutan glikosida flavonoid 10 Gram dalam cawan penguap ditambahkan 50 mL HCL 2M : MeOH (1:1). Kemudian, dipanaskan di atas water bath selama 60 menit pada suhu 100ºC. kemudian, dilakukan uji molisch untuk membuktikan apakah proses hidrolisa berhasil atau tidak. Dilakukan juga uji molisch pada sukrosa sebagai pembanding (Markham, 1988). Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dengan Pelarut Etil Asetat Ekstrak hasil hidrolisa dipartisi dengan n-heksan sebanyak 3x100 mL. Setelah itu dipartisi lagi dengan etil asetat sebanyak 3x100 mL. Proses fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair pada corong pisah hingga didapat fraksi etil asetat yang pekat (Fajar, Esti, dan Endah, 2011). Penyesuaian Bercak Standar Kuersetin dengan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Bejana Kromatografi 10 x 10 cm dijenuhkan dengan cara menuangkan fase gerak yaitu nheksana : etil asetat (1:1) setinggi 2 cm dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruangan dengan kondisi bejana yang tertutup. Lempeng KLT diaktifkan terlebih dahulu dengan cara dipanaskan di dalam oven dengan suhu 100ºC selama 30 menit. Setelah bejana KLT sudah jenuh dan lempeng KLT sudah diaktifkan, maka dilakukan penotolan zat standar dan sampel dengan ukuran 2-10 µl. Kemudian, lempeng tersebut dimasukan ke dalam bejana KLT dan dilihat proses elusinya. Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Jambu Biji terhadap DPPH (2,2-Difenil-1pikrilhidrazil) DPPH ditimbang sebanyak 5,0 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL lalu dicukupkan volumenya hingga 50,0 mL dengan metanol sehingga diperoleh konsentrasi sebesar 100 ppm. Kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya (Molyneux, 2004). Untuk uji aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji ditimbang sebanyak 50,0 mg dilarutkan dengan metanol hingga 50,0 mL untuk membuat konsentrasi induk sebesar 1000 ppm. Selanjutnya diambil 5,0 mL larutan sampel dan dimasukan ke dalam labu tentukur ukuran 50,0 mL, ditambahkan metanol sampai tanda batas untuk membuat konsentrasi sebesar 100 ppm. Disiapkan enam buah labu tentukur dengan ukuran 10 mL. Larutan sampel dipipet dengan sejumlah volume tertentu yaitu 0,2; 0,4; 0,8; 1,0; 1,2; dan 1,5 mL, ditambahkan metanol sampai dengan tanda batas sehingga dihasilkan larutan sampel dengan beberapa konsentrasi yaitu 2, 4, 8, 10, 12, dan 15 ppm. Larutan uji dipreparasi masing-masing dengan dipipet 2,0 mL dari masing-masing konsentrasi ditambahkan 1,0 mL metanol dan 1,0 mL DPPH 100 ppm. Campuran dikocok kemudian larutan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit. Uji antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau absorbansi larutan uji diukur pada panjang gelombang maksimum. Dari data absorbansi yang didapat kemudian dihitung persentase inhibisi terhadap radikal bebas DPPH. Pembuatan Sediaan Krim Antioksidan Pada penelitian ini, terdapar 3 variasi konsentrasi ekstrak daun jambu biji dengan berbagai konsentrasi.
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Tabel 1 Formulasi Sediaan Krim Antioksidan
Konsentrasi (%b/b) Bahan
F0(kontrol
F1
F2
F3
positif) Vitamin C
0,1
-
-
-
-
0,1
0,25
0,5
Asam stearate
5
5
5
5
Gliseril monostearat
3
3
3
3
0,9
0,9
0,9
0,9
5
5
5
5
Natrium metabisulfit
0,5
0,5
0,5
0,5
Propilen Glikol
15
15
15
15
Metil Paraben
0,2
0,2
0,2
0,2
Propil Paraben
0,1
0,1
0,1
0,1
Asam Sitrat
1
1
1
1
Etanol
2
2
2
2
Ad 100
Ad 100
Ad 100
Ad 100
Ektrak etanol daun jambu biji
Trietanolamin Isopropilmiristat
Aquademineralisata Uji Stabilitas Fisik a. Metode Cycling Test
Sampel sediaan disimpan pada suhu 4ºC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40±2ºC selama 24 jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian diamati adanya pemisahan fase. b. Uji Stabilitas Sampel sediaan disimpan pada suhu kamar (28±2ºC), suhu rendah (4±2ºC), dan suhu tinggi (40±2ºC) selama 12 minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan homogenitas) dan pH setiap 2 minggu, sedangakan pemeriksaan ukuran globul dilakukan setiap 4 minggu.
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
c. Uji Sentrifugasi Sampel sediaan disentrifugasi dengan kecepatan putaran 3750 rpm selama 5 jam karena hasilnya setara dengan efek gravitasi selama 1 tahun. Setelah disentrifugasi, diamati apakah terjadi pemisahan atau tidak antara fase air dengan fase minyak. Pengujian hanya dilakukan pada minggu ke-0 (Cita-Colipa, 2004). Uji Aktivitas Antioksidan dari Sediaan Krim Terhadap DPPH (2,2-Difenil-1-pikril hidrazil) Sampel sediaan diambil sebanyak 20,0 g dicukupkan dengan 100,0 mL metanol dalam labu tentukur. Dilakukan sonikasi selama 60 menit kemudian disentrifugasi selama 30 menit. Hasil yang telah di sentrifuge diambil filtratnya. Larutan filtrat tersebut memiliki konsentrasi 200.000 ppm. Selanjutnya dilakukan pengenceran hingga di dapat 20.000 ppm. Kemudian dari konsentrasi 20.000 ppm diencerkan kembali menjadi 40; 80; 100; 120; 160; dan 200 ppm.. Selanjutnya 2,0 mL dari masing-masing larutan sampel ditambahkan 1,0 mL DPPH dan 1,0 mL etanol, dan dihomogenkan. Larutan uji dan larutan blanko diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit. Serapan atau absorbansi larutan uji diukur pada panjang gelombang maksimum. Hasil Penelitian Hidrolisa Ekstrak Etanol Daun Jambu Keberhasilan dari proses hidrolisa ekstrak daun jambu biji dapat dibuktikan dengan uji molisch. Hasil positif adanya senyawa gula dalam sampel ditandai dengan terbentuknya cincin ungu pada permukaan sampel.
Pada gambar menunjukkan bahwa proses hidrolisa berhasil
ditandai dengan tidak terbentuknya cincin ungu pada ekstrak yang telah dihidrolisa
Gambar 1. Hasil Uji Molisch Keterangan dari kiri ke kanan : Hasil Uji Molisch pada (a) ekstrak setelah hidrolisa (b) ekstrak sebelum hidrolisa (c) sukrosa
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dengan Pelarut Etil Asetat dan Penyesuaian Bercak Kuersetin dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Pada proses fraksinasi dengan corong pisah dihasilkan 3 fraksi yaitu fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air. Fraksi etil asetat inilah yang akan digunakan untuk sediaan krim antioksidan. Kemudian, pada proses penyesuaian bercak kuersetin diperoleh Rf kuersetin standar yaitu 0,55 sedangkan Rf sampel yaitu 0,45. Bercak standar kuersetin dan sampel ditunjukkan pada lempeng kromatografi lapis tipis dengan warna kuning kecoklatan. Dari nilai Rf tersebut dapat disimpulkan terdapat senyawa kuersetin di dalam ekstrak daun jambu biji.
Gambar 2. Hasil Uji Kualitatif Bercak dengan Kromatografi Lapis Tipis Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Jambu Biji terhadap DPPH (2,2-Difenil-1pikrilhidrazil) Pengujian aktifitas antioksidan pada fraksi etil asetat ekstrak etanol daun jambu biji dengan metode peredaman DPPH. Diperoleh nilai IC50 adalah 10,3429 ppm. Sementara nilai IC50 vitamin C adalah 2,5255 ppm. Formulasi dan Evaluasi Sediaan Krim antioksidan yang mengandung variasi ekstrak daun jambu biji dibuat dalam 3 formulasi dengan perbedaan konsentrasi ekstrak yaitu 0,1;0,25; dan 0,5% dan dilakukan uji stabilitas fisik. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa krim stabil secara organoleptis, pH, homogenitas, dan ukuran globul menunjukkan perubahan yang tidak berarti. pH sediaan berkisar antara 5,05 – 5,98. Hasil pengukuran diameter globul rata-rata berkisar antara 5,30-5,95 µm. perubahan diameter globul rata-rata masih berada dalam kategori emulsi putih susu yaitu 1,0 -10 µm Seluruh sediaan krim memilki aliran plastik tiksotropik dan mengalami peningkatan viskositas serta penurunan konsistensi jika dibandingkan antara minggu ke-0 dan minggu ke-12. Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Dari pengukuran dihasilkan nilai viskositas sediaan krim anti kerut mulai dari F0 , F1, F2, F3 minggu ke-0 berturut-turut adalah 41000 cps, 40000 cps, 36750 cps, dan 34250 cps. Sementara itu, hasil nilai viskositas sediaan krim anti kerut minggu ke-12 berturut-turut adalah 44000 cps, 42250 cps, 38000 cps, dam 36250 cps. Dari hasil uji konsistensi menggunakan alat penetrometer didapatkan hasil pada minggu ke-0 berturut-turut pada F0 (krim vitamin C), F1 (krim ekstrak 0,1%), F2 (krim ekstrak 0,25%), F3 (krim ekstrak 0,5%), yaitu 350, 367, 274, dan 393 1/10 mm. Sedangkan pada minggu ke-12 nilai konsistensi yang diperoleh berturut-turut dari F0, F1, F2, F3 yaitu 338, 358, 363, dan 385 1/10 mm.
Gambar 3. Rheogram Viskositas Krim Vitamin C; Ekstrak 0,1%; Ekstrak 0,25%; Ekstrak 0,5% pada Minggu ke-0 Hasil uji aktivitas krim antioksidan pada formula 0 yaitu krim vitamin C memiliki nilai IC50 264,4821 ppm. Pada formula 1dengan kandungan 0,1% ekstrak daun jambu biji dihasilkan nilai IC50 2827,6796 ppm. Sedangkan, pada formula 2 dengan kandungan 0,25% ekstrak dihasilkan nilai IC50 2455,2843 ppm. Serta pada formula 3 dengan kandungan ekstrak 0,5% dihasilkan nilai IC50 1838,2213 ppm. Pembahasan Hidrolisa Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Proses hidrolisa bertujuan untuk memecah atau memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada kandungan ekstrak daun jambu biji, sehingga didapatkan senyawa flavonoid dalam bentuk aglikon yang lebih murni. Flavonoid yang terikat dengan ikatan glikosida mengakibatkan senyawa flavonoid tersebut menjadi kurang reaktif. Ikatan O-glikosida pada senyawa flavonoid Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
rentan terhadap asam sehingga dengan penambahan HCL 2M, ikatan glikosida dapat terputus (Markham, 1988). . Uji Molisch merupakan uji kualitatif pendahuluan senyawa gula sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah di dalam suatu sampel terdapat senyawa gula atau tidak. Prinsip reaksi Molisch ini berdasarkan pada reaksi dehidrasi senyawa gula oleh asam sulfat pekat dan terbentuk cincin furfural yang kemudian akan bereaksi dengan pereaksi Molisch (α naftol dalam alkohol) hingga terbentuk cincin ungu pada permukaan lapisan. Tidak terbentuknya lapisan ungu pada permukaan larutan sampel menunjukkan bahwa proses hidrolisa berhasil. Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Proses fraksinasi bertujuan untuk menarik senyawa yang lebih selektif berdasarkan tingkat kepolarannya, sehingga didapatkan senyawa aktif yang lebih spesifik. Kuersetin sebagai zat aktif antioksidan memiliki sifat semi polar. Oleh karena itu, dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan fraksi semi polar. Penyesuaian Bercak Standar Kuersetin dan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan suatu metode analisis kualitatif dalam identifikasi awal sampel. Prinsip kinerja kromatografi lapis tipis adalah berdasarkan perbedaan distribusi kecepatan gerak komponen dalam suatu sampel. Penyesuaian bercak yang terbentuk antara standar dan sampel ini perlu dilakukan untuk memastikan adanya senyawa kuersetin di dalam ekstrak etanol daun jambu biji fraksi etil asetat. Proses penjenuhan bejana kromatografi dilakukan agar proses elusi dapat berjalan dengan baik. Jika bejana kromatografi lapis tipis tidak dalam kondisi yang jenuh dengan uap fase gerak, maka akan terjadi proses elusi yang berbentuk cekung dimana fase gerak akan lebih cepat bergerak pada bagian tepi dibandingkan pada bagian tengah, sehingga proses elusi tidak optimal. Proses pengaktifan lempeng kromatografi ini bertujuan agar molekul-molekul air yang mungkin terjerat pada permukaan lempeng kromatografi lapis tipis dapat menguap sehingga proses elusi tidak terganggu. Bercak yang terbentuk adalah bercak berwarna kuning. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian bercak antara standar dengan sampel walaupun memiliki nilai Rf berbeda. Rf
merupakan
(Retention Factor) yang
perbandingan jarak rambat yang dicapai oleh senyawa dengan
pengembang. Perbedaan nilai Rf tersebut menunjukkan bahwa kandungan kuersetin yang terdapat pada sampel tidak setinggi kuersetin standar, namun dapat dinyatakan bahwa senyawa Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
kuersetin terkandung di dalam ekstrak tersebut karena tinggi bercak sampel dan tinggi bercak standar terlihat serupa. Uji Aktifitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dengan Metode Peredaman DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) DPPH adalah senyawa radikal bebas berwarna ungu. Metode peredaman DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, dan tidak terlalu mahal yang dapat digunakan untuk pengujian antioksidan suatu sampel berdasarkan transfer elektron yang terjadi antara molekul radikal bebas DPPH dengan sampel yang mengandung antioksidan (Garcia, et al., 2012). DPPH yang tereduksi dapat diukur secara kuantitatif dengan penurunan serapan yang diperlihatkan dengan alat spektrofotometer UV-VIS. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum DPPH. Sementara itu, penentuan aktifitas antioksidan dari metode DPPH ini dilakuakan dengan penentuan nilai IC50, yaitu konsentrasi yang dapat menghambat 50% radikal bebas DPPH. Semakin kecil nilai IC50, semakin tinggi aktifitas antioksidan dari senyawa tersebut karena semakin sedikit jumlah sampel yang diperlukan untuk mengahambat 50% radikal bebas DPPH (Tirzitis dan Bartosz, 2010).
2.2-Difenil-1-pikrilhidrazil
Kuersetin *
2.2-Difenil-1-pikrilhidrazin Gambar 4 .Reaksi Radikal Bebas DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) dengan Kuersetin
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Dari Nilai IC50 yang didapat dapat disimpulkan bahwa nilai aktivitas antioksidan dari fraksi etil asetat ekstrak daun jambu biji yang mengandung kuersetin sebangai senyawa antioksidannya cukup kuat, namun potensi antioksidannya masih dibawah vitamin C. Pembuatan Sediaan Krim Ekstrak Etanol Fraksi Etil Asetat Daun Jambu Biji Masing-masing sediaan krim mengandung ekstrak etanol fraksi etil asetat daun jambu biji dengan konsentrasi yang berbeda. Formula 1 mengandung 0,1% ekstrak daun jambu biji. Formula 2 mengandung 0,25% ekstrak daun jambu biji. Formula 3 mengandung 0,5% ekstrak daun jambu biji. Ketiga konsentrasi ini mengacu pada nilai IC50 yang didapatkan pada uji antioksidan ekstrak etanol fraksi etil asetat daun jambu biji. Konsentrasi zat aktif divariasikan untuk mengetahui apakah sediaan krim ini dapat tetap stabil dengan tingginya kadar zat aktif yang terkandung di dalam sediaan. Selain itu, dibuat formula pembanding yaitu krim vitamin C. Krim vitamin C dijadikan pembanding aktivitas antioksidan karena diketahui bahwa vitamin C memiliki aktivitas antioksidan tinggi dan vitamin C sudah sering dijadikan sebagai pembanding standar untuk senyawa antioksidan. Sediaan krim vitamin C diberi simbol F0, formula 1 diberi simbol F1, formula 2 diberi simbol F2, dan formula 3 diberi simbol F3. Formulasi sediaan dapat dilihat pada Tabel diatas. 4.6 Evaluasi dan Stabilitas Fisik Sediaan Krim Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Dilakukan uji stabilitas fisik yang berlangsung selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu pada setiap sampel dengan penyimpanan tiga suhu yang berbeda, yaitu suhu kamar (28º±2ºC), suhu rendah (4º±2ºC), dan suhu tinggi (40º±2ºC). Pengamatan tersebut meliputi organoleptis, pH, dan homogenitas yang diamati perubahannya setiap 2 minggu. Uji ukuran globul dilakukan setiap 4 minggu. Uji viskositas dan konsistensi sediaan dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-12 pada sampel penyimpanan suhu kamar. Cycling test dan uji mekanik juga dilakukan pada uji stabilitas fisik ini. Evaluasi sediaan ini bertujuan untuk membandingkan keadaan masing-masing sediaan sebelum dan sesudah dilakukan uji kestabilan dengan parameterparameter fisik sehingga dapat diketahui stabilitas sediaan selama penyimpanan. Pada sediaan krim yang mengandung ekstrak tidak mengalami perubahan warna yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antioksidan pada sediaan mampu menghambat oksidasi dari fase minyak yang ada pada sediaan. Selama 12 minggu, tidak terjadi pemisahan fase pada sediaan. Dapat disimpulkan, sediaan krim yang mengandung fraksi etil asetat ekstrak etanol Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
daun jambu biji secara organoleptis stabil pada penyimpanan suhu kamar (28º±2ºC), suhu dingin (4º±2ºC), dan suhu tinggi (40º±2ºC). Sedangkan, pada sediaan krim vitamin C tidak stabil secara organoleptis yang dibuktikan dengan terjadinya perubahan warna pada kondisi penyimpanan suhu kamar dan suhu tinggi. Hal ini disebabkan karena vitamin c merupakan senyawa reduktor kuat yang sangat mudah teroksidasi. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui adanya partikel-partikel kasar dari sediaan krim fraksi etil asetat ekstrak etanol daun jambu biji selama 12 minggu .Dapat disimpulkan bahwa sediaan krim secara homogenitas stabil pada penyimpanan kondisi suhu yang berbedabeda selama 12 minggu. Pada sediaan krim dengan penyimpanan suhu tinggi memperlihatkan penurunan pH paling signifikan dibandingkan dengan sediaan krim dengan penyimpanan suhu rendah dan suhu kamar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pelepasan ion hidrogen dari senyawa aktif antioksidan yang terdapat di dalam krim akibat adanya proses oksidasi yang terjadi pada kondisi penyimpanan. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat kecepatan reaksi, sehingga pada penyimpanan sediaan krim suhu tinggi memperlihatkan penurunan yang lebih signifikan dibandingkan dengan kondisi penyimpanan sediaan krim pada suhu kamar dan suhu rendah. Penurunan nilai pH pada sediaan krim ini masih dapat diterima karena masih berada dalam rentang pH kulit yaitu 4,5 - 6,5 Ukuran diameter globul merupakan indikator utama untuk mengetahui kecederungan terjadinya pemisahan dua emulsi atau creaming. Dari hasil pengukuran didapatkan peningkatan diameter globul yang tertinggi yaitu pada suhu tinggi (40º±2ºC), kemudian pada suhu kamar (28º±2ºC). Kenaikan suhu penyimpanan dapat menurunkan kestabilan bahan pengemulsi pada sediaan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya pemisahan fase. Lapisan pengemulsi yang menyelimuti globul dapat rusak dan mengakibatkan globul-globul minyak berdekatan dan cenderung terjadi penyatuan globul-globul sehingga terbentuk globul yang lebih besar. Pembentukan globul yang semakin besar ini akan memicu terjadinya pemisahan antara fase minyak dan fase air dalam emulsi dan terjadi fenomena ketidakstabilan emulsi (Sinko, 2011). Hal tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi suhu penyimpanan sediaan krim, maka energi kinetik pada sediaan krim tersebut juga semakin besar. Energi kinetik memiliki arti kemampuan pergerakan suatu molekul masing-masing fase di dalam sediaan krim tersebut semakin besar sehingga globul fase air dan globul fase minyak akan berusaha untuk bergabung Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
dengan fase sejenis. Terbentuknya kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi disebut sebagai flokulasi. Apabila ukuran globul terlalu besar dan terusmenerus terjadi penyatuan globul, dapat terjadi creaming. Creaming adalah proses reversibel dimana terjadi pergerakan droplet ke bagian atas permukaan emulsi. Namun, kondisi creaming masih dapat diperbaiki karena film antara permukaan globul fase terdispersi masih ada (Sinko, 2011). Uji Viskositas dan Sifat Alir (Rheologi) Terjadi peningkatan viskositas dari minggu ke-0 hingga minggu ke-12. Hal ini terjadi karena adanya tekanan geser dari pengaduk yang digunakan saat pembuatan sediaan. Tekanan geser tersebut dapat mengubah struktur basis sediaan menjadi agak renggang sehingga pada saat awal pembuatan sediaan krim tidak terlalu tinggi viskositasnya. Namun, setelah dilakukan penyimpanan selama 12 minggu, didapatkan nilai viskositas yang lebih tinggi dari minggu ke-0 karena selama penyimpanan tidak terdapat tekanan geser dari alat pengaduk. Berdasarkan hukum Stokes, semakin tinggi viskositas suatu sediaan, maka semakin rendah laju sedimentasi. Dari hukum tersebut berarti dapat dinyatakan semakin tinggi viskositas suatu sediaan maka semakin stabil sediaan tersebut. Sifat aliran plastik tiksotropik ini dipengaruhi oleh waktu karena akan terjadi perubahan struktur yang tidak kembali ke keadaan semula dengan segera apabila tekanan dikurangi (Sinko, 2011). Dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan stabil pada penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu. Uji Konsistensi Semakin tinggi viskositas dari sediaan maka semakin sulit kerucut penetrometer menembus sediaan, sehingga jarak tempuh kedalaman kerucut semakin rendah. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan dengan alat penetrometer maka semakin mudah sediaan tersebut ditembus, sehingga daya sebarnya juga semakin baik. terdapat penurunan nilai kedalaman penetrasi kerucut atau terjadi peningkatan konsistensi dari masing-masing sediaan dengan penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu. Hal ini berkorelasi dengan hasil pengujian viskositas yang telah dijelaskan. Semakin tinggi viskositas sediaan maka semakin sulit kerucut akan menembus sediaan, sehingga nilai yang dihasilkan pada penetrometer (jarak tempuh kerucut) semakin kecil.
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Uji Mekanik (Sentrifugasi) Uji mekanik bertujuan utuk mengatahui kestabilan suatu sediaan. Uji mekanik dilakukan dengan alat sentrifugator, dengan kecepatan 3800 rpm selama lima jam. Uji ini setara dengan efek grafitasi selama satu
tahun. Sesuai dengan hukum Stokes, gaya gravitasi dapat
mempengaruhi stabilitas sediaan emulsi. Alat sentrifugasi dapat memperbesar gaya gravitasi yang diberikan pada sediaan (Sinko,2011). Hasil uji tersebut adalah tidak terjadinya pemisahan fase pada sediaan krim. Hal ini membuktikan bahwa sediaan krim ini stabil dengan adanya efek grafitasi selama satu tahun dan dapat disimpulkan bahwa bahan pengemulsi dari sediaan krim anti kerut ini masih dapat mempertahankan emulsi yang terbentuk. Cycling Test Cycling test bertujuan untuk mengetahui kestabilan suatu sediaan dengan perubahan kondisi suhu yang ekstrim. Dapat terlihat pada gambar hasil pengamatan tersebut tidak terjadi pemisahan fase, perubahan warna, ataupun perubahan bau. Dapat disimpulkan bahwa sediaan krim ini stabil secara organoleptis dan homogenitas dengan kondisi penyimpanan suhu yang berubah-ubah secara ekstrim. Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikril Hidrazil) Pengujian aktivitas antioksidan pada sediaan krim ini dilakukan untuk membuktikan kembali potensi antioksidan apakah terjadi perubahan aktivitas antioksidan jika dibandingkan dengan sebelum diformulasikan. Dilakukan proses ekstraksi terlebih dahulu kepada sediaan krim dengan cara sonikasi dan sentrifugasi hingga didapatkan supernatant. Proses ekstrasi ini bertujuan untuk mendapatkan supernatant dari sediaan krim tersebut sehingga aktifitas antioksidannya dapat diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS. Terdapat perbedaan nilai IC50 yang didapat antara pengujian antioksidan pada ekstrak murni dan ekstrak dalam sediaan krim. Hal ini terjadi karena konsentrasi ekstrak yang dimasukan ke dalam sediaan krim hanya dalam jumlah kecil dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak murni.
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Kesimpulan a. Ekstrak etanol fraksi etil asetat daun jambu biji memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi dengan nilai IC50 sebesar 10,3429 ppm berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode peredaman DPPH b. Ketiga formulasi sediaan krim antioksidan yang mengandung ekstrak etanol fraksi etil asetat daun jambu biji dengan konsentrasi yang berbeda-beda ditempatkan pada kondisi penyimpanan dengan suhu yang berbeda yaitu suhu kamar (28±2ºC), suhu tinggi (40±2ºC), dan suhu rendah (4±2ºC) selama 12 minggu dapat dinyatakan stabil secara fisik dengan parameter : - Organoleptis : Sedian krim stabil secara organoleptis karena tidak menunjukkan adanya perubahan warna, bau, dan pemisahan fase. - pH : Sediaan krim tidak menunjukan perubahan pH yang signifikan dan masih memiliki rentang pada pH kulit yaitu pH 4,5-6,5. - Homogenitas : Tidak terdapat partikel-partikel kasar dari seluruh sediaan krim. - Ukuran diameter globul : Terdapat peningkatan ukuran diameter globul rata-rata namun masih berada dalam kategori emulsi putih susu yaitu 1,0 -10 µm c. Nilai IC50 yang didapat dari hasil uji antioksidan pada sediaan krim menunjukkan terdapat peningkatan aktivitas antioksidan yang sebanding dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol fraksi etil asetat daun jambu biji yang terkandung pada sediaan. Saran a. Perlu dilakukan uji manfaat sediaan sebagai krim anti kerut yang mengandung fraksi etil asetat ekstrak etanol daun jambu biji. Daftar Pustaka Allen, Loyd V., Popovich, Nicholas G., dan Ansel, Howard C. (2011). Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System (Ed: 9).Philadelphia: Linppricot Williams & Wilkins, 278-280. Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ed Ke-4). (Farida Ibrahim, Penerjemah). Jakarta: UI Press, 490-492. Anwar, Effionora. (2012). Eksipien dalam sediaan farmasi. Jakarta: PT. Dian Rakyat, 190-193, 196-199. Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Barel, Andre O., Paye, Marc., dan Maibach, Howard I. (2009). Handbook of Cosmetic Science and Technology (3rd ed.). New york: Informa Healthcare USA, 443-455, 769-787. Cita-Colipa. (2004). Guideline on Stability Testing of Cosmetics Products, 1-7. Fajar, Daud Muhammad., Esti, Sadiyah., dan Endah, Rismawati. (2011). Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.). Prosiding SNaPP Sains, Teknologi, dan Kesehatan. ISSN: 2089-3582. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djajadisastra, J. (November, 2003). Cosmetic Stability. Disampaikan pada “Seminar Setengah Hari HIKI”. Slipi, Jakarta. Draelos, Zoe Diana. (2010). Cosmetic Dermatology Products amd Procedures. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd., 3-13, 95-102. Garcia, Eugenio Jose., Oldoni, Tatiane Luiza Cadorin, dan Reis, Alessandra. (2012). Antioxidant Activity by DPPH Assay of Potential Solutions to be Applied on Bleached Teeth. Brazillian Journal Vol 23., 22-27. Jusuf, N.K. (2005). Kulit menua. Majalah kedokteran nusantara Vol.38 No.2.184-185. Kosasih, E.N., Tony S., & Hendro H. (2006). Peran antioksidan pada lanjut usia. Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Jakarta, 48-49. Lam, M., & Sulindro, M. (2001). Aging skin. Anti-aging Research Brief MIII.No.1. 1-2. Lide, D.R. (1997). CRC Handbook of Chemistry and Physics. Ed. 78., Boca Raton, FL. CRC Press, 3-78. Masaki, H. (2010). Role of antioxidants in the skin: Anti-aging effects. Journal of Dermatological Science, 58, 85-90. Marinova, G., dan Batchvarov, V. (2011). Evaluation of The Methods For Determination of The Free Radical Scavenging Activity by DPPH. Bulgarian Journal of Agricultural Science. (Vol 17), 11-24. Markham, K.R., (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB., 5-6, 54-55. Masnec, Ines Sjerobabski dan Situm, Mirna. (2010). Skin Aging. Original Scientific Papers (Vol 49), 515-519. Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Belanda: Elsevier Science B.V., 13-14, 19-21, 446452. Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Palmer, Debbie M., dan Kitchin, Jennifer Silverman. (2010). Oxidative Damage, Skin Aging, Antioxidants, and a Novel Antioxidant Rating System. Journal of Drugs in Dermatology (Vol 9), 11-16. Pearce, Evelyn C. (2012). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 385-388. Rodrigues, Eliseu., Poerner, Naira., Rockenbach, Ismael Ivan., Gonzaga, Luciano Valdemir., Mendes, Camila Ribas., Fett, Roseane. (2010). Phenolic Compounds and Antioxidant activity of Blueberry Cultivars Grown in Brazil. Ciencia e Tecnologia de Alimentos Vol 31. ISSN 0101-2061. 911-912. Shai, Avi., Maibach, Howard I., dan Baran, Robert. (2009). Handbook of Cosmetic Skin Care (2nd ed.). United Kingdom: Informa., 4-8, 46-48. Sinko, Patrick J. (2011). Farmasi Fisika & Ilmu Farmasetika (Ed 5). (Joshita Djajadisastra dan Amalia Hadinata, Penerjemah). Jakarta: EGC, 723-724. Tachakittirungrod, Suganya., Ikegami, Fumio., dan Okonogi, Siriporn. (2007). Antioxidant Active Principles Isolated from Psidium guajava Grown in Thailand. Scientia Pharmaceutica 75, 179-193. Tirzitis, Gunars dan Bartosz, Grzegors. (2010). Determination of Antiradical and Antioxidant Activity: Basic Principles and New Insights. Biochimica Polonica, Vol 57., 139-142 Wasitaatmadja, Sjarif M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press., 3-8. 26-27, 94-100.
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia Uji stabilitas.…, Carmelita Dissa Wardhani, FF UI, 2014