Jur usanTekni kMesi nFakul t asTekni k Uni ver si t asSul t anAgengTi r t ayasa
.
FLYWHEEL
Vol.I No.1, April 2015 ISSN 2407-7852
JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA
Diterbitkan Oleh : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon – Banten
PENGANTAR REDAKSI
Penanggung Jawab: Ketua Jurusan Teknik Mesin
Alhamdulillah Segala Puji Milik Allah SWT,
Redaktur : Dhimas Satria, M.Eng
Jurnal Teknik Mesin Untirta Volume I Nomor 1
Editor : Dwinanto, M.T Iman Saefuloh, M.Eng
Jurnal ini adalah wadah untuk publikasi yang
Desain Grafis : Haryadi, M.T. Mohd. Fawaid, M.T
Semoga
Penyunting Ahli : Alfirano, Ph.D Hadi Wahyudi, Ph.D Dr.Eng Agung Sudrajad, M.Eng Dr. Alimuddin Dr.Eng A. Ali Alhamidi Keskretariatan : Erny Listijorini, M.T Irni Yuanita, AMd Mitra Bebestari : Ir. M. Waziz Wildan, M.Sc., Ph.D (UGM) Dr. I Ketut Gede Sugita (Udayana) Prof. Dr. Kuncoro Diharjo (UNS) Dr. Diah K. Pratiwi (Unsri) Dr. Rianti D.S.A. (Universitas Trisakti) Alamat Redaksi : Jl. Jend. Sudirman Km.3 Cilegon 42435 Telp : (0254) 395502 Email :
[email protected]
Assalamu’alaikum Wr.Wb Hanya dengan izin-Nya akhirnya Flywheel hadir di hadapan pembaca. berkaitan
dengan
keilmuan
dan
penerapanTeknik Mesin. jurnal
ini
dapat
memberikan
sumbangsih keilmuan bagi pembacanya. Terimakasih dan Selamat Membaca CIlegon, April 2015 Redaksi
DAFTAR ISI ANALISA RESISTANCE, TRACTIVE EFFORT DAN GAYA SENTRIFUGAL PADA KERETA API TAKSAKA DI TIKUNGAN KARANGGANDUL
1–8
Jean Mario Valentino STUDI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT HIBRID EPOKSI /SERBUK KULIT TELUR AYAM BURAS/SERAT GELAS
9 – 13
Heribertus Sukarja Analisis Keselamatan transportasi Penyeberangan Laut dan antisipasi terhadap kecelakaan kapal di merak-bakauheni Danny Faturachman, Muswar Muslim, Agung Sudrajad PENILAIAN KINERJA KUALITAS PERUSAHAAN MANUFAKTUR PT. YUASA BATTERY INDONESIA DENGAN METODE BALANCE SCORECARD Arif Krisbudiman
14 – 21 22 – 29
PENGUJIAN PERFORMA PROTOTIPE ALAT PEMINDAH MASAKAN DENGAN KAPASITAS 10 LITER Yeny Pusvyta
30 – 37
ALAT PIROLISIS TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET BIOMASSA NK. Caturwati, Endang Suhendi, Eko Prasetyo
38 – 45
PEMANFAATAN LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI PAPAN KOMPOSIT DENGAN VARIASI PANJANG SERAT Rina Lusiani, Sunardi, Yogie Ardiansah
46 – 54
DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045
55 – 59
Slamet Wiyono, Rina Lusiani, Ari Wibowo ANALISA UNJUK KERJA MESIN DIESEL KAPASITAS 132cc PADA PROTOTIPE CULA SATU UNTIRTA Imron Rosyadi, Agung Sudrajat, Teguh Perkasa Alam
60 – 65
ANALISA THERMAL GRAVIMETRIC ANALYSIS BAHAN BAKAR EMULSI AIR
66 – 70
Agung Sudrajad, Ipick Setiawan, Achmad Faisal ANALISA KEBISINGAN ALAT PRAKTIKUM KOMPRESOR TORAK PADA LABORATORIUM PRESTASI MESIN Ipick Setiawan, Agung Sudrajad, Mohammad Auriga
71 – 75
PENGUJIAN BIO MEKANIK ILIZAROV EXTERNAL FIXATION
76 – 89
Erwin, Ahmad Taufik VARIASI CAMPURAN FLY ASH BATUBARA UNTUK MATERIAL KOMPOSIT
90 – 102
Sunardi, Moh. Fawaid, Fikri Rasyid Noor M
i
Volume I Nomor 1, April 2015
(Jean Mario Valentino)
ANALISA RESISTANCE, TRACTIVE EFFORT DAN GAYA SENTRIFUGAL PADA KERETA API TAKSAKA DI TIKUNGAN KARANGGANDUL Jean Mario Valentino* *Perekayasa Pertama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung Teknologi II lantai 3, Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan *Email :
[email protected] Abstrak Penggunaan sarana transportasi kereta di atas rel yang terpisah dari interaksi moda angkutan darat lain memungkinkan kereta beroperasi dengan kecepatan tinggi. Namun, pengaturan kecepatan operasi kereta perlu dilakukan, mengingat gaya dan momen yang bekerja pada kereta beserta sifatnya ,akan mempengaruhi stabilitas, keamanan dan kenyamanan kereta. Metode untuk mendapatkan kecepatan operasi yang aman dilakukan perhitungan dan analisa mengenai train resistance, tractive effort, gaya sentrifugal dan momen guling kereta dengan menggunakan data kereta api Taksaka yang berjalan dengan kecepatan 60 km/jam pada jalur Purwokerto – Bumiayu dimana terdapat lintasan lengkung dengan radius sebesar 300 m. Dari hasil analisa didapatkan grafik karakterisktik Tractive Effort vs Resistance terlihat kecepatan optimal adalah pada kecepatan 70-80 km/jam. Dari grafik gaya sentrifugal didapatkan titik kritis terjadi pada kecepatan sekitar 90 km/jam, dengan peninggian rel setinggi 0,15 m maka kereta api Taksaka pada kecepatan maksimal 60 km/jam adalah aman (tidak terguling) dan layak untuk beroperasi di lintasan lengkung tersebut. Kata kunci: Train Resistance, Tractive Effort, gaya sentrifugal, momen guling
1. PENDAHULUAN Kereta api Taksaka adalah kereta api eksekutif yang dioperasikan oleh PT. KAI (persero) untuk melayani koridor Yogyakarta – Jakarta dan sebaliknya. Rute yang dilalui sepanjang 517 km dan ditempuh dalam waktu kurang lebih 7 jam. Rangkaian KA Taksaka terdiri atas 1 lokomotif seri CC 203 dan 8 kereta kelas eksekutif K1 dan memiliki kapasitas sebanyak 416 tempat duduk. Lokomotif CC 203 diproduksi oleh General Electric Ltd. Untuk kereta penumpang, Kereta api Taksaka menggunakan kereta K1 buatan PT. INKA Madiun. 1.1. Data Spesifikasi Kereta Api Taksaka Pada Tabel 1. berikut merupakan spesifikasi kereta api Taksaka yang akan dianalisa melalui perhitungan matematis: Tabel 1. Spesifikasi Kereta Api Taksaka Properties Axle Load lokomotif CC 203 (6 axle)
Jumlah 14
ton
Berat lokomotif CC 203 (ready)
84
ton
Berat kereta K1 (kosong)
36
ton
Jumlah pnp per set (penuh)
416
pnp
29,12
ton
3,64
ton
Berat kereta K1 (isi)
39,64
ton
Jumlah kereta per set
8
Berat pnp per set (+ - 70 kg/pnp) Berat pnp per kereta K1
Berat kereta restorasi & pembangkit
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
Satuan
kereta
72
ton
Berat kereta keseluruhan 1 set
473,12
ton
Panjang lokomotif
15214
mm
Panjang kereta K1
20920
mm
1
Volume I Nomor 1, April 2015
(Jean Mario Valentino)
Panjang kereta api per set
182574
mm
3637
mm
2000
hp
Tinggi kereta Daya Lokomotif Sumber: Hartono AS
1.2. Data Jalur Rel Purwokerto – Karanggandul Data jalan rel yang digunakan pada penelitian ini adalah pada lintas Jalur Selatan Jawa, sebagai sampel penelitian diambil lintas Purwokerto – Karanggandul. Lintas ini menghubungkan stasiun Purwokerto dengan stasiun Karanggandul yang berjarak 6,86 km. Pada area sekitar stasiun Karanggandul, terdapat lintasan lengkung dengan radius 300 m. Alasan pemilihan lintasan ini adalah pernah terjadi kecelakaan kereta pengangkut BBM anjlok menjelang emplasemen Karanggaandul Purwokerto (dari arah Stasiun Purwokerto) pada tanggal 10 Juli 2005 di lokasi tersebut (REPORT KNKT/KA.05.08/05.05.020). Berikut adalah tabel dan gambaran kondisi jalan rel di Karanggandul: Tabel 2. Data Jalan Rel Data Jalan Rel Jenis Rel
R 42
Bantalan
Kayu
Lengkungan / Radius
300 m
Penambat
Pandrol Clip
Ballast
Kricak Penuh
Kelandaian 10,7 ‰ sumber : Report KNKT/KA.05.08/05.05.020
Gambar 1. Lokasi Lengkung Menjelang Emplasemen Karanggandul Sumber: google map
2. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan melakukan perhitungan analitis resistance, tractive effort, gaya sentrifugal, momen guling, momen stabilisator dan superelevation dengan input data dari tabel 1 dan input variasi kecepatan mulai dari 0 km/jam (berhenti) sampai dengan 120 km/jam hingga didapatkan grafik tractive effort dan grafik gaya sentrifugal dan momen guling. 2.1. Resistance Resistance atau hambatan pada kereta api adalah kombinasi gaya yang bekerja melawan gerakan kereta api. Hambatan yang paling diperhitungkan pada umumnya yaitu Rolling resistance (Rr), Gradient resistance (Rg) dan Curvature resistance (Rc), sehingga hambatan total dalam kereta api atau Total Train Resistance (Rt) adalah: Rt = Rr + Rg +Rc (kg/ton) (1)
ISSN 2407-7852
2
Volume I Nomor 1, April 2015
(Jean Mario Valentino)
2.1.1. Rolling Resistance Rolling Resistance atau hambatan gelinding adalah hambatan yang terjadi antara roda kereta dengan permukaan rel. Secara empiris, hambatan gelinding dan hambatan udara pada kereta Taksaka dapat dihitung melalui persamaan W.J. Davis sebagai berikut: ( ) dimana, ( ) = resistance due to rolling and air = resistance due to rolling, track and axle AV = Flange resistance
(2)
= air resistance w = weight of axle (ton) n = number of axles V= speed (km/hour) ) Lokomotif CC 203 Parameter data empiris Davis Equation yang digunakan Untuk ( pada yaitu: A = 0,0085 (for trains and passenger) B = 0,0045 (relative) C = 11,20 (for train of 100 ton weight and more) ) kereta K1 eksekutif, maka parameter data empiris Davis equation yang Untuk ( digunakan yaitu: A = 0,0085 (for trains and passenger) B = 0,0007 (for passenger) C = 9,75 (for train of 50 ton weight) 2.1.2 Curve Resistance Curve Resistance atau hambatan pada lengkungan pada rel terjadi pada waktu kereta api melalui jalan rel tikungan atau lengkungan, dan ditambah pula gesekan antara roda dengan rel karena roda dipaksa berbelok oleh rel. Hambatan pada lengkungan dinyatakan sebagai berikut: ( ) (3) dimana, G = berat lokomotif ditambah berat rangkaian (ton) wK = hambatan tikungan spesifik (kg/ton), yang didapat dari: (4) 2.1.3. Gradient Resistance Gradient resistance adalah hambatan ketika kereta melalui jalan yang menanjak, sehingga gaya tarik pada lokomotif akan digunakan untuk melawan gaya gravitasi. (5) Maka gradient resistance adalah kelandaian (‰) × berat kereta, Kelandaian yang digunakan pada penelitian ini adalah pada kelandaian pada sekitar emplasemen Stasiun Karanggandul, yaitu 10,7 ‰. 2.1.5. Total Train Resistance Total train resistance adalah hambatan total yang terjadi pada kereta saat berjalan yang didapatkan dari penjumlahan resistance yang ada. Total train resistance yang terjadi menggunakan persamaan (1) diatas, Sehingga didapatkan Train Resistance (Rt) dengan variasi kecepatan 0 km/h (berhenti) sampai dengan kecepatan maksimum 120 km/h. 2.2. Analisa Tractive Effort Tractive force atau tractive effort (Te) adalah gaya tarik yang dibangkitkan oleh lokomotif untuk menggerakkan kereta atau jumlah gaya pada roda yang tersedia untuk menggerakkan kereta. Gaya ini terjadi apabila ada beban pada kendaraan dan koefisien gesek antara roda dengan jalan rel. Tractive force dapat dirumuskan sebagai berikut: ( ) (6)
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
3
Volume I Nomor 1, April 2015
(Jean Mario Valentino)
Persamaan (6) diatas menggambarkan kondisi tractive force ideal. Akan tetapi daya yang diteruskan dari motor ke roda penggerak melalui transmisi elektrik maupun hidrolik pasti terjadi rugi-rugi, maka perlu digunakan faktor efisiensi (η). Apabila ditambahkan faktor efisiensi sebesar 80-85%, maka tractive effort dapat diketahui dan dapat dibandingkan dengan total resistance pada setiap variasi kecepatan. Ketika lokomotif mulai bergerak untuk menarik rangkaian kereta, momen putar pada roda penggerak yang akan menghasilkan tractive force dibatasi oleh gaya gesek antara roda dengan rel, bukan oleh daya lokomotif. Koefisien ini disebut sebagai koefisien adhesi, dan gaya tarik yang dihasilkan disebut gaya tarik adhesi. Besarnya gaya tarik adhesi dapat dihitung sebagai berikut: (7) dimana, Fa = gaya tarik adhesi f= = koefisien adhesi N = berat adhesi Untuk dry rail: Untuk wet rail: :
(8)
Saat kondisi wet rail, maka koefisien adhesi lebih rendah daripada kondisi dry rail. Untuk menghindari lokomotif selip pada waktu start atau melalui tanjakan, sering diambil f=0,19 atau 19 % sebagai dasar perhitungan, atau dapat pula menggunakan dasar perhitungan pada tabel 3 dibawah: Tabel 3. Koefisien Adhesi Vs Kondisi Permukaan Jalan
Sumber : Iwnicky
2.3. Gaya Sentrifugal Pada saat kereta bergerak dalam lintasan melengkung dengan radius putar tertentu, terdapat salah satu gaya yang bekerja pada kereta berupa gaya sentrifugal. Berikut merupakan skema sederhana yang menggambarkan gaya sentrifugal yang bekerja pada kereta.
Gambar 2. Skema Kondisi Kereta pada Lintasan Melingkar Sumber: Suryo Hapsoro
Untuk analisa pada kondisi ini dihitung melalui persamaan sebagai berikut. C= G = m.g
(9) (10) ISSN 2407-7852
4
Volume I Nomor 1, April 2015
(Jean Mario Valentino)
2.4. Momen Guling Gaya sentrifugal bekerja pada titik berat (Center of Gravity) dari kereta api, dan arahnya menuju keluar lengkungan meninggalkan titik pusat. Apabila tinggi titik berat kereta yang diukur dari rel adalah sebesar z, maka berlaku momen penggulingan: (11) dimana, MG = Momen Guling (N) z = tinggi titik berat (m) 2.5. Momen Stabilisator Momen stabilisator berfungsi untuk meniadakan atau menetralisir momen guling, dengan syarat momen stabilisator ini harus lebih besar dan arahnya berlawanan dari momen guling: (12) dimana, MS = Momen Stabilisator (N) b = lebar gauge (m), di Indonesia 1,067 m Ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu: 1. MG < MS : Kereta tidak terguling 2. MG > MS : Kereta pasti terguling 3. MG = MS : Titik kritis, dimana tercapai saat akan terjadi penggulingan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisa Tractive Effort Dengan asumsi kondisi wet rail untuk kereta api Taksaka yang melintas pada jalur Purwokerto – Karanggandul maka apabila menggunakan persamaan (7) dan (8) akan didapatkan gaya tarik adhesi sebesar 85161 kg. Gaya tarik adhesi ini nantinya akan menjadi batas atas dari grafik tractive effort (gambar 3). Dari grafik tersebut, terlihat bahwa pada kecepatan 0 km/jam (diam), tractive effort dibatasi oleh adhesion limit. Ketika kereta mulai berjalan, kurva tractive effort akan semakin kecil dan kurva resistance akan semakin besar, sehingga akan terjadi titik temu antara kurva tersebut. Titik temu tersebut adalah kecepatan optimal dari kereta api. Dari grafik terlihat kecepatan optimum pada 60-70 km/jam. Bila total resistance lebih kecil daripada tractive force, maka kereta akan mengalami percepatan. Apabila kereta dalam keadaan berhenti maka kereta dapat berjalan. Ketika total resistance yang terjadi sama dengan tractive force, maka tidak terjadi percepatan, dalam hal ini apabila kereta sudah berjalan maka tidak terjadi percepatan, dan apabila kereta dalam keadaan berhenti maka kereta tidak kuat untuk berjalan. Sedangkan ketika total resistance lebih besar daripada tractive force, maka akan terjadi perlambatan atau deselerasi dan kereta kemudian akan berhenti. Tabel 4. Tabel Resistance vs Tractive Effort dengan Variasi Kecepatan
0
R vehicle (kg/ton) 2,55
R Lokomotif (kg/ton) 0,26
R Gradient (kg/ton) 5,06
R Curve (kg/ton) 1,43
10
2,66
0,86
5,06
20
2,84
1,83
30
3,09
40
3,4
50
Kecepatan (km/h)
R Total (kg)
Tractive effort (kg)
2388,47
85161
1,43
2777,6
44000
5,06
1,43
3395,63
22000
3,15
5,06
1,43
4242,56
14667
4,83
5,06
1,43
5318,39
11000
3,78
6,86
5,06
1,43
6623,12
8800
60
4,23
9,26
5,06
1,43
8156,75
7333
70
4,74
12,01
5,06
1,43
9919,28
6286
80
5,32
15,11
5,06
1,43
11910,71
5500
90
5,97
18,58
5,06
1,43
14131,04
4889
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
5
Volume I Nomor 1, April 2015
(Jean Mario Valentino)
100
6,68
22,4
5,06
1,43
110
7,46
26,58
5,06
120
8,31
31,11
5,06
Tractive Effort (kg) 90000 80000
16580,27
4400
1,43
19258,4
4000
1,43
22165,43
3667
Grafik Tractive Effort Adhesion Limit
70000 60000 50000
Resistance
40000 30000
Tractive effort
20000 10000 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 Kecepatan (km/jam)
Gambar 3. Grafik Tractive Effort Kereta Api Taksaka 3.2. Analisa Gaya Sentrifugal dan Penggulingan pada Kereta Tabel (5) menghitung gaya sentrifugal (menggunakan persamaan 9), momen guling (menggunakan persamaan 11) dan momen stabilisator (menggunakan persamaan 12) dengan variasi kecepatan dari 0 – 120 km/jam, dan menghasilkan grafik gaya sentrifugal dan momen guling (gambar 4). Dari grafik tersebut terlihat bahwa titik kritis terjadi pada kecepatan sekitar 90 km/jam, sehingga apabila kereta dioperasikan melebihi 90 km/jam, maka kereta akan terguling. Tabel 5. Tabel Gaya Sentrifugal dan Momen Guling Kecepatan (km/h)
Gaya Sentrifugal (N)
Momen Guling (N)
Momen Stabilisator (N)
0
0
0
2476137,39
10
16076,11
28937
2476137,39
20
64304,45
115748,01
2476137,39
30
144685,02
260433,03
2476137,39
40
257217,8
462992,05
2476137,39
50
401902,82
723425,08
2476137,39
60
578740,06
1041732,11
2476137,39
70
787729,53
1417913,15
2476137,39
80
1028871,22
1851968,2
2476137,39
90
1302165,14
2343897,25
2476137,39
100
1607611,28
2893700,31
2476137,39
110
1945209,65
3501377,37
2476137,39
120
2314960,24
4166928,44
2476137,39
ISSN 2407-7852
6
Volume I Nomor 1, April 2015
N 4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
(Jean Mario Valentino)
Grafik Gaya Sentrifugal dan Momen Guling
Gaya Sentrifugal (N) Momen Guling (N)
0
20
40
60
80
100
120
Kecepatan (km/h)
Gambar 4. Grafik Gaya Sentrifugal dan Momen Guling 3.3. Peninggian Rel (Superelevation) Dengan adanya “momen aksi” (gaya sentrifugal), maka muncul “momen reaksi” yang disebabkan oleh beratnya kereta itu sendiri. “Momen reaksi” ini bekerja menahan kereta agar tidak terguling atau menstabilkan kereta. Pada titik kritis, akan terjadi momen penggulingan, yaitu ketika besarnya gaya sentrifugal (C) sama dengan gaya berat kereta (G). Untuk mencegah terjadinya penggulingan, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peninggian rel. Dari gambar (2) berlaku hubungan: G sin α = C cos α (13) Subtitusi persamaan (9) G sin α = cos α Subtitusi persamaan (10) G sin α =
cos α
tan α = tan α = Sehingga, h=
(14)
Melalui persamaan (14), apabila kecepatan rancangan pada radius 300 m adalah 60 km/jam, maka peninggian rel yang dilakukan untuk mengimbangi gaya sentrifugal adalah sebesar 0,15 m. 4. KESIMPULAN Pada kajian ini dilakukan analisa pada kereta api Taksaka, jurusan Jogjakarta – Jakarta, diambil sampel lintasan Purwokerto – Karanggandul yang memiliki panjang 6,86 km, terdapat lengkungan dengan radius 300 m dan memiliki gradien atau kelandaian sebesar 10,7‰. Analisa pertama adalah mengenai resistance pada lokomotif CC 203 dan kereta K1 (rolling resistance), hambatan gradien (gradient resistance) dan hambatan lengkung (curvature resistance) yang terjadi pada kereta Taksaka. Dari hasil perhitungan resistance tersebut, maka dapat dihubungkan dengan analisa mengenai tractive force dan adhesion limit, maka akan didapatkan grafik karakterisktik Tractive Effort vs Resistance. Dari grafik tersebut, terlihat kecepatan optimal adalah pada kecepatan 70-80 km/jam. Analisa kedua adalah mengenai gaya sentifugal, momen guling dan momen stabilisator. Dari grafik gaya sentrifugal tersebut terlihat bahwa titik kritis terjadi pada kecepatan sekitar 90 km/jam, sehingga apabila kereta dioperasikan melebihi 90 km/jam, maka kereta akan terguling. Salah satu cara untuk mengatasi momen guling adalah peninggian rel. Dari hasil perhitungan menyatakan Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
7
Volume I Nomor 1, April 2015
(Jean Mario Valentino)
bahwa kereta Taksaka ketika melewati lengkungan 300 m dengan peninggian rel setinggi 0,15 m pada kecepetan 60 km/jam adalah aman (tidak terguling) dan masih aman dan layak untuk beroperasi. DAFTAR PUSTAKA Hartono AS, Lokomotif dan Kereta Api Diesel di Indonesia edisi 3, Ilalang Sakti Komunikasi Depok, Juli 2012 Iwnicky, Simon. Handbook of Railway Vehicle Dynamics, Taylor&Francis Group, 2006 REPORT KNKT/KA.05.08/05.05.020, PLH Anjlok KA 1365 KKW di Km 344+3/4 petak jalan antara Stasiun Purwokerto - Stasiun Karanggandul, Jawa Tengah, Tanggal 10 Juli 2005 Subyanto, Dinamika Kendaraan Rel Bagian I, Bandung. 1977 Tri Utomo, Suryo Hapsoro. Jalan Rel. Beta Offset Yogyakarta. Juni 2009
ISSN 2407-7852
8
Volume I Nomor 1, April 2015
(Heribertus Sukarja)
STUDI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT HIBRID EPOKSI /SERBUK KULIT TELUR AYAM BURAS/SERAT GELAS Heribertus Sukarja Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Proklamasi 45 Telp. +62274-485517 Jl.Proklamasi No.1 Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk kulit telur ayam buras terhadap kekuatan bending, modulus elastisitas bending komposit hibrid epkosi/serbuk kulit telur ayam buras /serat gelas. Penelitian ini menggunakan epoksi sebagai matrik, SKTAB dan serat gelas jenis woven roving sebagai penguat dan hardener. Metode handy lay-up digunakan untuk persiapan sampel epoksi dicampur serbuk kulit ayam buras 0, 1, 2, 3, 4 dan 5% fraksi berat diaduk dengan menggunakan mechanical stirrer selama 120 menit pada temperatur 80 oC, didiamkan selama 10 menit, ditambahkan hardener diaduk selama 5 menit, dimasukkan dalam tabung hampa selama 3 menit, dituangkan dalam cetakan secara berturut-turut yang diawali dengan matrik, lembaran serat gelas dipadatkan dengan roll baja dan diakhiri dengan matrik. Proses ini diulang sampai 4 lembar serat gelas kemudian di roll sampai ketebalan 3,2 mm. Proses selanjutnya didiamkan selama 24 jam pada temperatur ruang, dimasukkan dalam oven pemanas selama 2 jam pada temperatur 125oC kemudian spesimen dipotong dengan scroll saw machine menjadi benda uji tarik dan impak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan SKTAB 4% fraksi berat menaikkan sifat mekanik, tetapi penambahan SKTAB lebih dari 4% fraksi berat menurunkan kekuatan bending dan modulus elastisitas bending dari komposit hibrid epoksi/ SKTAB /serat gelas. Pengujian uji bending menunjukkan fraksi SKTAB yang optimum terjadi pada 4% dengan kenaikan kekuatan bending sebesar 111,58% dan kenaikan modulus elastisitas bending sebesar 91,90%. Kata kunci : epoksi,serat gelas, serbuk kulit telur ayam buras, sifat mekanik.
1. PENDAHULUAN. Komposit merupakan salah satu jenis material yang saat ini sedang dikembangkan penggunaannya untuk berbagai hal, seperti untuk pesawat terbang, kendaraan -bermotor dan berbagai macam peralatan yang membutuhkan kekuatan yang tinggi tetapi ringan. Komposit adalah gabungan material yang terdiri dari dua atau lebih komponen material penyusun, baik secara mikro maupun secara makro yang berbeda bentuk dan komposisi kimianya dan tidak saling melarutkan [Schwartz, 1992]. Komposit tersusun dari material pengikat (matrix) dan material penguat (reinforce). Logam, keramik, polimer dapat dipergunakan sebagai material matrik untuk pembuatan komposit, tergantung dari sifat yang ingin dihasilkan, namun polimer merupakan material yang paling luas dipergunakan sebagai matrik dalam komposit modern yang lebih dikenal reinforced plastic. Salah satu faktor yang menarik plastik dipergunakan untuk aplikasi engineering adalah memungkinkannya peningkatan kekuatan dengan penguat serat atau berupa partikel [Crawford, 1995]. Epoksi resin dari thermosetting plastik dipilih sebagai matrik dalam penelitian ini karena sifat ketahanan terhadap temperatur yang lebih baik dibanding plastik jenis lain seperti thermoplastik, juga epoksi tahan terhadap korosi dan bahan kimia, juga memiliki sifat mekanik yang meningkat jika diberikan bahan penguat / filler yang tepat namun epoksi juga mempunyai kelemahan pada sifat sensitif menyerap air, getas dan notch sensitive [Astruc.dkk.2008]. Serat gelas diharapkan sebagai penopang kekuatan dari komposit, tegangan yang terjadi mulanya diterima oleh matrik kemudian diteruskan kepada serat, dan selanjutnya serat akan menahan beban sampai beban maksimum, oleh karena itu serat gelas harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada matrik. Serat gelas memang banyak digunakan sebagai rekayasa material/bahan penguat polimer[Datto,1991],keuntungan pemakaian Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
9
Volume I Nomor 1, April 2015
(Heribertus Sukarja)
serat gelas adalah harganya murah, mempunyai kekuatan tarik tinggi, tahan terhadap bahan kimia dan mempunyai sifat isolasi yang baik. Bahan penguat yang lain adalah serbuk kulit ayam buras ,serbuk kulit ayam buras belum pernah dicoba/dipakai sebagai filler untuk matrik komposit epoksi., serbuk kulit ayam buras dipilih karena ketersediaannya di alam yang merupakan limbah rumah tangga, harga murah. Epoksi yang diperkuat serbuk kulit ayam buras memungkinkan menghasilkan kekakuan, kekuatan, dimensi stabil, penyusutan rendah, serbuk kulit ayam buras dengan matrik epoksi berinteraksi dengan epoksi pada luas permukaan yang lebih besar. Polimerisasi yang terjadi diharapkan untuk menghasilkan intercalated dan exfoliated dengan skala nano. Pada metode ini serbuk kulit ayam buras akan tersisipi oleh rantai polimer dan tersebar merata di matrik polimer, polimerisasi dapat terjadi dengan perubahan panas. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas maka muncullah komposit hibrid dengan berbagai jenis penguat. Komposit hibrid adalah komposit yang terdiri dari lapisan-lapisan penguat dapat berupa dua atau lebih jenis penguat yang berbeda-beda[Mallick, 2007, Harris, 2003, Vasiliev dan Morozov, 2001]. Komposit hibrid mempunyai sifat-sifat lebih baik daripada komposit yang terdiri dari satu jenis penguat. Penulisan ini difokuskan untuk meneliti pengaruh penambahan serbuk kulit ayam buras pada sifat mekanis dari komposit hibrid/SKAB/serat gelas dengan resin ether diglycidyl dari bisphenol A(DGEBA) dengan hardener polyamoamide ,sifat mekanik akan diteliti melalui pengujian uji bending. 2.METODOLOGI PENELITIAN Bahan Resin epoksi sebagai polimer matrik : DER 331, diglicidyl ether bisphenol A ( DGEBA) dari Dow Chemical, Polyaminoamide sebagai hardener dari PT Justus Kimia Raya Semarang, SKTAB sebagai filler dan serat gelas berbentuk woven roving 200gr. Proses Pembuatan Komposit Proses Hand Lay-Up dipergunakan dalam proses ini karena proses fabrikasinya sangat mudah dan dapat dilakukan dalam skala kecil/sederhana. SKTAB dipanaskan 80oC selama 1 jam di dalam oven ini dilakukan untuk mengurangi kadar air pada SKTAB, kemudian SKTAB dengan variasi 0,1,2,3,4 dan 5% fraksi berat dicampur DGEBA dengan mechanical stirrer selama 2 jam pada putaran 800 rpm dan temperatur 80oC, kemudian dimasukan ke tabung hampa selama 5 menit diikuti penambahan hardener (dicampur selama 5 menit ) kemudian dimasukan ke tabung hampa selama 3 menit, kemudian dituang dalam cetakan sebagai lapisan matrik pertama kemudian lembaran serat gelas dipadatkan dengan rol baja kemudian dituang lagi matrik demikian dan seterusnya sampai 4 lembar serat gelas, kemudian komposit didiamkan selama 24 jam pada temperatur ruang, dimasukkan dalam oven dengan suhu 125 oC selama 120 menit,setelah itu lembaran komposit dipotong dengan scroll saw machine sesuai kebutuhan uji bending. Pengujian Bending Pengujian bending dilakukan menggunakan mesin uji bending “ Torsees Universal “ dengan load cell 250 kg pada kecepatan pembebanan 10 mm/menit standard material uji yang digunakan pada pengujian bending ini adalah ASTM D 790 Dari pengujian ini dengan 3-point bending test, dapat dihitung kekuatan bending dan modulus elastisitas bending yang terjadi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : = (1) Dimana : = kekuatan bending (Mpa) L = jarak antara dua tumpuan rol ( mm) P = panjang jarak tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm) h = tinggi spesimen (mm) Modulus elastisitas bending = Dimana : F = beban (N)
(2) b = lebar spesimen (mm) ISSN 2407-7852
10
Volume I Nomor 1, April 2015
(Heribertus Sukarja)
L = panjang jarak tumpuan (mm ) h= tinggi spesimen (mm) δ = defleksi ketika mendapat beban F (mm) Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan jumlah material uji 5 buah setiap variasi. Pada Gambar 1 di bawah diperlihatkan gambar material uji untuk pembebanan 3-point bending test. 32 6,4
64
6,4
16
Gambar 1. Spesimen Uji Bending
Kekuatan bending (MPa)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 210.00 200.00 190.00 180.00 170.00 160.00 150.00 140.00 130.00 120.00 110.00 100.00 90.00
199.34
192.14
174.56 156.89
160.19
94.25 0
1
2 3 Fraksi berat SKAB (%)
4
5
Modulus Elastisitas bending (GPa)
Gambar 2. Pengaruh fraksi berat SKTAB versus kekuatan bending
6.50 6.00
5.93
5.50
5.43
5.00
4.86
4.50
4.27
4.00 3.50
3.50 3.09
3.00 0
1
2 3 Fraksi berat SKAB (%)
4
5
Gambar 3. Pengaruh fraksi berat SKTAB versus modulus elastisitas bending Gambar 2 dan 3. Sebelum penambahan SKTAB komposit epoksi/serat glass mempunyai kekuatan bending 94,25 Mpa tetapi setelah penambahan SKTAB sampai pada 4% fraksi berat terjadi kenaikan kekuatan bending menjadi 199,34 Mpa atau naik 111,58%, demikian juga untuk modulus elastisitas bending 3,09 Gpa, setelah penambahan SKTAB sampai pada 4% fraksi berat terjadi kenaikan modulus elastisitas bending 5,93 Gpa atau naik 91,9% Hal ini kemungkinan terbentuk struktur eksfoliasi. Struktur eksfoliasi terbentuk ketika lapisan silicate yang berukuran nanometer tersebar secara acak dan merata dalam matrik serta SKTAB yang melekat dengan baik pada serat gelas. Serat gelas dan SKTAB yang telah melekat ini akan bekerja menerima beban bending secara baik pada saat matrik epoksi mengalami deformasi. Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
11
Volume I Nomor 1, April 2015
(Heribertus Sukarja)
Penambahan SKTAB diatas 4 % fraksi berat terjadi penurunan kekuatan bending dan modulus elastisitas bending dari komposit epoksi / SKTAB / serat gelas. Penurunan kekuatan bending dan modulus elastisitas bending dari komposit disebabkan oleh adanya penggumpalan dari partikelpartikel SKTAB dalam matrik epoksi. Penggumpalan dari partikel-partikel SKTAB ini dapat menimbulkan tingkat interaksi antara epoksi dan serat gelas/SKTAB menurun. Hal ini akan terbentuk celah yang relatif lebar disekitar serat gelas dan terjadi konsentrasi tegangan lokal yang dapat menurunkan kekuatan bending dari komposit. Karakterisasi Komposit Hibrid Epoksi/ Serbuk Kulit Ayam Buras /Serat Gelas SEM Permukaan patah dari komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam buras /serat gelas akibat pembebanan uji bending diamati dengan SEM. Hasil foto SEM pada permukaan patah komposit pada penambahan filler serbuk kulit ayam buras uji bending dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Penambahan serbuk kulit ayam buras sebagai filler pada matrik epoksi dapat memperbaiki sifat dari komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam buras /serat gelas yang signifikan dibandingkan tanpa penambahan serbuk kulit ayam buras. Dengan penambahan serbuk kulit ayam buras diharapkan dapat memberikan pengaruh penguatan terhadap komposit epoksi/serat gelas. Hal ini disebabkan oleh serbuk kulit ayam buras yang dapat melekat dengan baik pada permukaan serat gelas dan matrik epoksi. Melekatnya serat gelas dan matrik epoksi dapat terjadi secara interfacial walaupun keduanya tidak sama. Fiber pull out
Serat gelas
Matrik : Epoksi + Filler SKAB > Halus
Gambar 4. Foto SEM permukaan patah komposit hibrid epoksi/ SKTAB /serat gelas uji bending Gambar 4 menunjukkan foto SEM permukaan patah dari komposit epoksi/serat gelas uji bending. Dari Gambar 4. dapat diketahui bahwa permukaan patah dari komposit epoksi/serat gelas terlihat relatif halus. Permukaan halus dari matrik epoksi mendukung nilai ketangguhan yang rendah.Permukaan halus juga terjadi pada lubang fiber pull out. Terdapat celah disekitar serat gelas. Hal ini menunjukkan tingkat interaksi antara serat gelas dan matrik epoksi tidak begitu baik. Interaksi serat gelas dan matrik epoksi yang tidak optimum dapat menimbulkan celah disekitar serat. Interaksi antara serat gelas dan matrik epoksi akan mempengaruhi beban yang diterima oleh serat. Semakin buruk tingkat interaksi serat gelas dan matrik epoksi semakin buruk pula tingkat kemampuan meneruskan beban dari matrik ke serat. Gambar 5 menunjukkan foto SEM permukaan patah komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam buras /serat gelas 4% berat serbuk kulit ayam buras uji bending. Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa permukaan patah komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam buras /serat relatif lebih kasar. Hal ini menunjukkan adanya deformasi plastis yang lebih besar jika dibandingkan Gambar 4. ISSN 2407-7852
12
Volume I Nomor 1, April 2015
(Heribertus Sukarja)
Adanya deformasi plastis ini mendukung nilai ketangguhan lebih baik. Disekitar serat tidak terdapat celah, hal ini menunjukkan adanya interaksi yang baik antara matrik epoksi dengan serat gelas yang diakibatkan oleh adanya dispersi serbuk kulit ayam buras dalam matrik.
Matrik : Epoksi + Filler SKAB > Kasar
Gambar 5. Foto SEM permukaan patah komposit hibrid epoksi/ SKTAB /serat gelas uji bending 4% fraksi berat 4. KESIMPULAN Penambahan SKTAB pada komposit epoksi/ SKTAB / serat gelas dapat meningkatkan kekuatan bending dan modulus elastisitas bending dimana penambahan SKTAB yang optimum dicapai pada 4% fraksi berat. Penambahan SKTAB di atas 4% fraksi berat dapat menurunkan kekuatan bending dan modulus elastisitas bending dari komposit epoksi/SKTAB/serat gelas. 5. DAFTAR PUSTAKA Astruc,A., Joliff, E., Chailan,J.F., Aragon,E., Petter, C.O.,Sampaio, C.H.2008, Incorporation of kaolin fillers into an epoxy/polyamidoamine matrix for coatings, Progress in organic Coatings 65(2009)158-168, Crawford, R.J., 1995, “Plastic Engineering 2nd, Maxwell Macmilan International Editions. Datto,Mahmood Husein, 1991,”Mechanics of Fibrous Composites”, Elsevier Science Publisher LTD, England, pp.2. Harris, B., 2003, “Fatigue in Composites”, Woodhead Publishing Limited & CRC Press LLC, England. Mallick, P.K., 2007, “ Fiber-reinforced Composites”, 3 rd Ed., CRC Press, USA. Schwartz MM., 1992. “Composite materials handbook”.,McGrawHill. Vasiliev, V. V., dan Morozov, E. V., 2001, “ Mechanics and Analysis of Composite Materials”, Elsevier Science, UK.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
13
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
ANALISIS KESELAMATAN TRANSPORTASI PENYEBERANGAN LAUT DAN ANTISIPASI TERHADAP KECELAKAAN KAPAL DI MERAK-BAKAUHENI 1
Danny Faturachman1*, Muswar Muslim1, Agung Sudrajad2 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada Jl. Radin Inten II, Pondok Kelapa, Jakarta 13450. 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jendral Sudirman Km. 3, Cilegon - Banten 42435. * Email:
[email protected]
Abstrak Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni adalah jalur lintas penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Dengan perannya sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi antar pulau, diharapkan kelancaran pergerakan penumpang dan barang dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Penelitian penyeberangan pada lintas Merak-Bakauheni dilakukan untuk menganalisis pergerakan orang dan barang dengan mendasarkan pada waktu pelayanan, · jumlah kapal penyeberangan, dan jumlah dermaga, sehingga dapat tercapai penyelenggaraan pelayanan angkutan penyeberangan Merak-Bakauheni yang cepat, tepat, aman, dan nyaman. Transportasi umum di era saat sekarang merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi setiap masyarakat dalam menunjang segala aktifitas dan rutinitasnya sehari-hari, PT. ASDP Indonesia Ferry Persero sebagai penyelenggara penyeberangan sangatlah berperan penting dalam menyelenggarakan transportasi publik yang layak di Negara kita. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keselamatan di bidang transportasi penyeberangan laut di Merak-Bakauheni karena belum adanya standar keselamatan transportasi penyeberangan laut dengan melihat kondisi langsung di kapal dan kondisi pelabuhan penyeberangan lautnya. Hasil yang diharapkan dengan penelitian ini adalah dapat menginventarisasi standar keselamatan dan antisipasii sejauh mana keselamatan di kapal Ferry sehingga dapat diformulasikan rekomendasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan di kemudian hari Kata kunci: ASDP, Ferry, Indonesia, keselamatan, penyeberangan laut
PENDAHULUAN Transportasi di era globalisasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat dalam menunjang segala aktivitas maupun rutinitasnya sehari-hari. Transportasi publik umumnya meliputi kereta dan bis, namun juga termasuk pelayanan maskapai penerbangan, pelabuhan penyeberangan, taksi, dan lain-lain. Keberadaan transportasi publik yang baik sangat mempengaruhi roda perekonomian suatu wilayah atau daerah. Keberhasilan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara tidak akan lepas dari campur tangan pemerintah dalam upaya menciptakan transportasi publik yang nyaman, aman, bersih, dan tertata dengan baik. Setiap moda transportasi memiliki peran dan kapasitasnya dalam melayani penumpang. Transportasi publik yang sangat menunjang tugas pemerintah dalam usaha pembangunan sejatinya adalah moda transportasi laut. Transportasi laut sangat berperan penting untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya sehingga pendistribusian barang maupun penumpang dari satu pulau ke pulau lain dapat berjalan lancar, sehingga pemerataan pembangunan dapat terlaksana dan tidak hanya terpusat di satu wilayah atau satu pulau saja. Untuk menciptakan suatu industri transportasi laut nasional yang kuat, yang dapat berperan sebagai penggerak pembangunan nasional, menjangkau seluruh wilayah perairan nasional dan internasional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, maka kebijakan pemerintah di bidang transportasi laut tidak hanya terbatas pada kegiatan angkutan laut saja, namun juga meliputi aspek kepelabuhanan, serta keselamatan pelayaran. Di dalam sistem transportasi nasional terdapat kepelabuhanan yang merupakan bagian strategis dari sistem transportasi nasional dan merupakan faktor penting dalam menunjang aktifitas perdagangan. Sektor pelabuhan memerlukan suatu kesatuan yang terintegrasi dalam melayani kebutuhan dari sarana transportasi. Ujung tombak dari kepelabuhanan tersebut adalah sektor jasa dalam melayani jasa kepelabuhanan. Pelabuhan Merak dan Bakauheni merupakan pelabuhan yang dikelola oleh PT. Angkutan Sungai dan Perairan (PT. ASDP) Indonesia Ferry Persero.. Di dalam area pelabuhan cabang Merak terjadi kegiatan bongkar-muat barang dan penumpang untuk tujuan Jawa-Sumatera. Terkadang pengelola jasa kepelabuhanan tidak mampu mengelola kegiatan ISSN 2407-7852
14
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
operasional akibat ketidakseimbangan sarana fasilitas dan prasarana, terutama di saat-saat liburan sekolah dan Hari Raya sehingga mempengaruhi proses kelancaran barang yang masuk maupun keluar. Penyebab utama kecelakaan laut pada umumnya adalah karena faktor kelebihan angkutan dari daya angkut yang ditetapkan, baik itu angkutan barang maupun orang. Bahkan tidak jarang pemakai jasa pelayaran memaksakan diri naik kapal meskipun kapal sudah penuh dengan tekad asal dapat tempat di atas kapal. Sistem transportasi dirancang guna memfasilitasi pergerakan manusia dan barang. Pelayanan transportasi sangat terkait erat dengan aspek keselamatan (safety,) baik orang maupun barangnya. Seseorang yang melakukan perjalanan wajib mendapatkan jaminan keselamatan, bahkan jika mungkin memperoleh kenyamanan, sedangkan barang yang diangkut harus tetap dalam keadaan utuh dan tidak berkurang kualitasnya ketika sampai di tujuan. TINJAUAN PUSTAKA 1. TINJAUAN PERATURAN Dalam UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dinyatakan bahwa: a) Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. b) Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. c) Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan, alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan ketentuanketentuan sebagai berikut: a International Convention for the Safety of Live at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana yang telah disempurnakan dan aturan internasional ini menyangkut ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api, detektor api dan pemadam kebakaran); Komunikasi radio, keselamatan navigasi; Perangkat penolong, seperti pelampung, sekoci, rakit penolong; Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk di dalamnya penerapan International Safety Management (ISM) Code, dan International Ship and Port facility Security (ISPS) Code. b International Convention on Standards of Training, Certification, and Watch keeping for Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah tahun 1995. c International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979. d International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR). 2. TINJAUAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK - BAKAUHENI Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan, danau atau perairan yang dengan batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan perusahaan yang dipergunkan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, atau bongkar muat. Pelabuhan secara umum merupakan sarana penunjang kegiatan transportasi, perhubungan antar pulau bahkan internasional yang tentunya dapat menguntungkan pemerintah daerah apabila pengelolaannya dilaksanakan dengan cukup jelas oleh pemerintah daerah guna kesejahteraan masyarakatnya. Pelabuhan diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat bukan untuk mencari keuntungan semata. Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
15
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya (Pasal 22, UU 17 Tahun 2008). Kriteria lintas penyeberangan adalah : 1. Menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang terputus oleh laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau; 2. Melayani lintas dengan tetap dan teratur, berdasarkan jadual yang ditetapkan; 3. Berfungsi sebagai jembatan bergerak. Pelabuhan penyeberangan Merak yang terletak di Provinsi Banten adalah pelabuhan umum yang melayani penyeberangan antara ujung barat pulau Jawa dengan ujung selatan pulau Sumatera. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan umum yang sangat vital dalam menggerakkan roda ekonomi Indonesia secara umum. Pelabuhan penyeberangan Merak sebagai pintu gerbang jalur lintas penghubung darat antara pulau Jawa dan pulau Sumatera, terletak pada posisi 1 06°00'00" Bujur Timur, dan 05°56'59" Lintang Selatan. Luas kawasan pelabuhan penyeberangan Merak secara keseluruhan, termasuk Pasar Merak adalah 15 hektar, dengan batas-batas fisik kewilayahan: • Sebelah utara dengan perbukitan; • Sebelah timur dengan perbukitan; • Sebelah barat dengan selat Sunda; • Sebelah selatan dengan selat Sunda. Sebelum pelabuhan Bakauheni yang dibangun di Lampung telah beroperasi pelabuhan Panjang, dan pada masa pembangunan pelabuhan Bakauheni 1970-1980, dioperasikan pelabuhan bayangan khusus ferry yaitu pelabuhan Srengsem, yang lokasinya berdekatan dengan pelabuhan Panjang. Setelah pelabuhan Bakauheni beroperasi pada tahun 1980, makin lancarlah transportasi khususnya penyeberangan antara pulau Jawa dan pulau Sumatera. Pelabuhan penyeberangan Bakauheni adalah pelabuhan umum yang melayani penyeberangan antara ujung selatan pulau Sumatra - ujung barat pulau Jawa dan terletak pada posisi 105°45' 1 0" Bujur Timur dan so 51 ' 59" Lintang Selatan, dengan luas 452.458 m2 dan batas-batas fisik kewilayahan sebagai berikut: o Sebelah utara dengan kecamatan Ketapang; o Sebelah timur dengan selat Sunda; o Sebelah barat dengan kecamatan Kalianda; o Sebelah selatan dengan selat Sunda.
Gambar 1. Foto Peta Citra Jarak Merak Bakauheni PT. ASDP (Angkutan Sungai Dan Penyeberangan) Indonesia Ferry Persero merupakan badan usaha milik Negara (Persero) yang bernaung di bawah Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dan bergerak di bidang usaha pelayanan penyeberangan yang jaraknya kurang dari 17 mil. Sarana yang diberikan oleh PT. ASDP Indonesia Ferry Persero ialah berupa penyediaan dermaga, penyelenggaraan tiket terpadu yang nantinya hasil pendapatan dari tiket terpadu tersebut akan bagi hasil dengan perusahaan swasta, penyedia fasilitas pelabuhan guna ISSN 2407-7852
16
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
untuk menunjang pelayanan pelabuhan. Selain itu ada pula peranan lain yaitu sebagai operator kapal atau pemberi pelayanan. PT. ASDP Indonesia Ferry Persero cabang pelabuhan Merak sejatinya hanyalah memiliki 3 armada kapal yang siap beroperasi setiap harinya di pelabuhan Merak. Nama-nama kapal tersebut di antaranya kapal Jatra 1 dan Jatra 2 yang sama-sama dibuat tahun 1980 dan Jatra 3 yang dibuat tahun 1985. PT. ASDP Indonesia Ferry Persero sebagai penyelenggara penyeberangan baik barang maupun penumpang dari satu pulau ke pulau lain sangatlah berperan penting dalam penyelenggaraan transportasi publik yang layak di negara ini, seperti terlihat pada lokasi penelitian yaitu di pelabuhan Merak dan Bakauheni. Merak – Bakauheni merupakan lintasan penyeberangan strategis bagi pergerakan antara Pulau Jawa dan Sumatera, khususnya bagi Provinsi Banten danLampung (Ditjen LLASDP Kementerian Perhubungan, 2012). Saat ini lintasanMerak – Bakauheni merupakan jalur penyeberangan kapal Ro-Ro terpadat di Indonesia. Kapasitas angkut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kapasitas Angkut Penyeberangan Merak-Bakauheni tahun 2006-2011
METODOLOGI PENELITIAN Menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian di lapangan dengan melakukan survey langsung ke kapal di Merak dan Bakauheni. Hasil yang diharapkan dengan penelitian ini adalah dapat menginventarisasi standar keselamatan transportasi penyeberangan laut di kapal khususnya pelabuhan Merak dan Bakauheni sehingga dapat diformulasikan rekomendasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan di kemudian hari. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. FASILITAS PELABUHAN 1. Pelabuhan Penyeberangan Merak Pelabuhan penyeberangan Merak mempunyai beberapa fasilitas penunjang dalam mendukung kelancaran arus bongkar muat penumpang dan kendaraan bermotor dari dan ke dalam kapal penyeberangan. Adapun fasilitas penunjang pelabuhan penyeberangan Merak adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Lay out pelabuhan Merak 2. Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni Pelabuhan penyeberangan Bakauheni mempunyai beberapa fasilitas penunjang dalam mendukung kelancaran arus bongkar muat penumpang dan kendaraan bermotor dari dan ke dalam kapal penyeberangan. Adapun fasilitas penunjang pelabuhan penyeberangan Bakauheni seperti daya tamping parker di dalam area pelabuhan adalah sebagai berikut: Parkir A = 360 Unit/Campuran Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
17
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
Parkir 8 = 300 Unit/Bus Parkir C = 260 Unit/Campuran Parkir D = 380 Unit/Campuran Parkir E = 60 Unit/Campuran Parkir F = 160 Unit/Campuran Parkir G,H,I = 1.200 Unit/Campuran Parkir H = 440 Unit/Campuran TOTAL = 3.160 Unit/Campuran Lay out pelabuhan penyeberangan Bakauheni adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Lay Out Pelabuhan Bakauheni 2. DATA KECELAKAAN TRANSPORTASI LAUT TAHUN 2005-2010 Faktor Penyebab Kecelakaan Kecelakaan yang terjadi di sungai, danau, dan penyeberangan yang sampai ke Mahkamah Pelayaran lebih disebabkan oleh faktor kesalahan manusia, dan hanya sedikit kejadian kecelakaan di perairan yang disebabkan oleh faktor alam. Menilik alasan tersebut di atas semestinya semua peristiwa kecelakaan bisa diminimalisir manakala ada usaha preventif dari semua pihak agar tidak tersandung pada batu yang sama. Sebagai gambaran perbandingan antara kecelakaan diperairan yang disebabkan oleh faktor kesalahan manusia dan faktor alam dapat dilihat pada Gambar 4.
FAKTOR KECELAKAAN Faktor Manusia
Faktor Alam
Faktor Lainnya
11% 24% 65%
Gambar 4. Faktor Penyebab Kecelakaan Berdasarkan Putusan Mahkamah Pelayaran 3. UPAYA PEMECAHAN MASALAH Pemeriksaan kecelakaan kapal terdiri dari pemeriksaan pendahuluan oleh Syahbandar dan pemeriksaan lanjutan oleh Mahkamah Pelayaran. Sedangkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 245 menyatakan bahwa : Kecelakaan kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa: a. Kapal tenggelam; b. Kapal terbakar; ISSN 2407-7852
18
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
c. Kapal tubrukan; dan d. Kapal kandas. Selanjutnya pada Pasal 256 tentang Investigasi Kecelakaan kapal dinyatakan bahwa : 1) Investigasi kecelakaan kapal dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi untuk mencari fakta guna mencegah terjadinya kecelakaan kapal dengan penyebab yang sama. 2) Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap setiap kecelakaan kapal. 3) Investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak untuk menentukan kesalahan atau kelalaian atas terjadinya kecelakaan kapal. Usaha dalam penyelamatan jiwa di laut merupakan suatu kegiatan yang dipergunakan untuk mengendalikan terjadinya kecelakaan di laut yang dapat mengurangi sekecil mungkin akibat yang timbul terhadap manusia, kapal dan muatannya. Untuk memperkecil terjadinya kecelakaan di laut diperlukan suatu usaha untuk penyelamatan jiwa tersebut dengan cara memenuhi semua peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organization), ILO (International Labour Organization) dan ITU (International Telecomunication Union) maupun oleh pemerintah. 1. Sumber Daya Awak Kapal Sekalipun kondisi kapal prima, namun bila tidak dioperasikan oleh personal yang cakap dalam melayarkan kapal, dan memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan dan kode serta petunjuk yang terkait dengan pelayaran maka kinerjanya pun tidak akan optimal. Bagaimanapun modernnya suatu kapal yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan otomatis, namun bila tidak didukung dengan sumber daya awak kapal pastilah akan sia-sia. Selain para awak kapal harus memiliki kemampuan untuk menyiapkan kapalnya, mereka juga harus mampu melayarkan kapal secara aman sampai di tempat tujuan. Awak kapal, terutama Nakhoda dan para perwiranya harus memenuhi kriteria untuk dapat diwenangkan memangku jabatan tertentu di atas kapal. Karenanya, mereka harus mengikuti pendidikan formal lebih dahulu sebelum diberi ijazah kepelautan yang memungkinkan mereka bertugas di kapal. Awak kapal yang tahu dan sadar akan tugas-tugasnya akan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Jika mesin kapal terawat, maka umur kapal dapat lebih panjang, ini berarti nilai depresiasi/susutan dapat diperkecil. 2. Keselamatan dan Kelaikan Kapal Indonesia merupakan Benua Maritim yang memiliki keunikan tersendiri dalam sistem transportasi laut, namun demikian dari aspek teknik dan ekonomi, perlu dikaji lebih mendalam, karena umur armada kapal saat ini banyak yang sudah tua, sehingga dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang tidak terduga, dan dapat mempengaruhi keselamatan kapal. Kondisi kapal harus memenuhi persyaratan material, konstruksi bangunan, permesinan, dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan radio/elektronika kapal dan dibuktikan dengan sertifikat, tentunya hal ini setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Kapal yang kondisinya prima, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta dinyatakan laik laut, akan lebih aman menyeberangkan orang dan barang, sebaliknya kapal yang diragukan kondisinya cenderung menemui hambatan saat dalam pelayaran. Jika kapal mengalami kerusakan saat di perjalanan akan memerlukan biaya tambahan seperti biaya eksploitasi yang disebabkan terjadinya delay. Tentu bukan hal yang mudah untuk mempertahankan kondisi kapal yang memenuhi persyaratan dan keselamatan, pencegahan pencemaran laut, pengawasan pemuatan, kesehatan, dan kesejahteraan ABK, karena ini semua memerlukan modal yang cukup besar. Disamping itu, usaha-usaha bisnis pelayaran ini juga memerlukan kerjasama dan bantuan penuh dari pihak galangan kapal, sedangkan kondisi galangan kapal saat ini juga dihadapkan pada kelesuan. Oleh karena itu, sentuhan tangan pemerintah beserta perangkat kebijakannya sangat diharapkan, terutama aspek permodalan dan penciptaan iklim usaha yang kondusif, sehingga para pengusaha pelayaran dan perkapalan dapat melaksanakan rahabilitasi, replacement maupun perluasan armada kapal. 3. Sarana Penunjang Pelayaran
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
19
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
Selain faktor teknis kapal dan sumber daya awak kapal, Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) juga unsur yang sangat penting dalam keselamatan pelayaran. Sarana ini terdiri dari rambu-rambu laut yang berfungsi sebagai sarana penuntun bagi kapal-kapal yang sedang berlayar, agar terhindar dari bahaya-bahaya navigasi. Station Radio Pantai juga berguna sebagai sarana bantu navigasi pelayaran untuk memungkinkan kapal-kapal melakukan pelayaran ekonomis, sebab tanpa instrument ini kapal harus melakukan pelayaran “memutar” guna menghindari bahaya navigasi. KESIMPULAN 1. Jumlah kecelakaan kapal pelayaran di Indonesia cukup memprihatinkan, terutama selama periode 2005-2010, dengan terjadinya 185 kasus kecelakaan. Pada tahun 2005 tercatat 29 peristiwa kecelakaan, tahun 2006: 38 kecelakaan, 2007: 32 kecelakaan, 2008: 35 kecelakaan, 2009: 32 kecelakaan dan pada tahun 2010 terjadi 19 kasus kecelakaan, rata-rata kecelakaan selama 6 tahun terakhir adalah 30,83%. Jenis kecelakaan yang terjadi rata-rata selama 6 tahun (2005-2010) adalah tenggelam (30%), tubrukan (26%), kandas (14%), kebakaran (17%) dan lainnya (13%). Sedangkan penyebab kecelakaan kapal adalah 65% human error, 24% kesalahan teknis, 11% karena kondisi lainnya. 2. Tingginya kasus kecelakaan laut di Indonesia saat ini harus menjadi perhatian seluruh pihak, bukan hanya pemilik kapal tetapi juga pemerintah, instansi terkait dan masyarakat yang harus lebih aktif dalam memberikan informasi. Dari hasil pengamatan, penyebab utama kecelakaan laut adalah karena faktor kelebihan angkutan dari daya angkut yang ditetapkan, baik itu angkutan barang maupun orang. Bahkan tidak jarang pemakai jasa pelayaran memaksakan diri naik kapal meskipun kapal sudah penuh dengan tekad asal dapat tempat di atas kapal. 3. Upaya-Upaya Menekan Terjadinya kecelakaan kapal adalah sebagai berikut : a. Peningkatan pemeriksaan daya muat kapal sehingga kapal tidak berlayar dengan muatan yang melebihi kapasitas daya angkut b. Peningkatan pelaksanaan uji petik terhadap kapal c. Pengaktifan pemantauan dan monitoring kapal melalui radio pantai d. Peningkatan patroli laut di kawasan yang rawan kecelakaan e. Peningkatan latihan dan simulasi kondisi emergency secara berkala di atas kapal f. Penyuluhan keselamatan pelayaran kepada stakeholder dan masyarakat pengguna jasa g. Peningkatan kampanye keselamatan pelayaran. 4. Hinterland Terminal: terminal penyeberangan Merak dan Bakauheni mempunyai pengaruh terhadap distribusi angkutan penumpang dan kendaraan bermotor dari/ ke putau' Jawa dan Pulau Sumatera. Berdasarkan hasil wawancara asal tujuan penumpang dan kendaraan bermotor, sumbangan terbesar (±70%) berasal dan menuju Provinsi Lampung, Banten dan DKI Jakarta. Di samping ketiga provinsi tersebut diatas, distribusi penumpang dan kendaraan bermotor berasal dari beberapa provinsi yang menggunaka;, penyeberangan Merak-Bakauheni tetapi prosentasenya kecil (± 30%), antara lain: NAD, Sumut, Riau Sumbar. Jambi, Bengkulu, Babel, Sumsel, Jatim, Jateng, dan Jabar. SARAN 1. Perlunya diadakan pencanangan gerakan sadar keselamatan pelayaran nasional serta menanamkan budaya keselamatan (safety culture) di lingkungan masyarakat Indonesia khususnya di bidang maritim. 2. Pemerintah perlu terus didorong untuk mengadakan penelitian dan pengembangan dalam aspek keteknikan, manajemen, pemeliharaan kapal, dan strategi pengusahaan agar kemampuan para operator dapat ditingkatkan dan kondisi keuangannya pun dapat disehatkan. 3. Pengelola pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni sebaiknya mengoptimalkan penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas penunjang penyelenggaraan angkutan penyeberangan terutama pada waktu puncak (peak time). 4. Pengelola perlu meningkatkan optimalisasi pengoperasian dermaga dan kapal penyeberangan serta fasilitas penunjangnya agar tercipta transportasi penyeberangan yang efisien, apabila memungkinkan jumlah kapal dapat ditambah dan petugas di dalam kapal juga diperbanyak.
ISSN 2407-7852
20
Volume I Nomor 1, April 2015
(Danny Faturachman, dkk.)
DAFTAR PUSTAKA Abrahamson, B.J. International Ocean Shipping: Current Concepts and Principles, West View Press, Inc Boulder, Colorado, 1980. Firdaus, Agus Kurniawan, Tingkat Kepuasan Pengguna Jasa dalam Pelayanan PT. ASDP Indonesia Ferry di Pelabuhan Merak Banten, Skrpsi Untirta, 2012. Morlok, K. Edward, Introduction to Transportation Planning; Pengantar Teknik Perencanaan Transportasi. Alih bahasa: K. Hainim, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985. Menheim, Marvin L., Fundamental of Transportation System, Graw-Hill Inc, 1978. Abrahamson, B.J. International Ocean Shipping: Current Concepts and Principles, West View Press, Inc Boulder, Colorado, 1980. Papacotas, C.S. and Prevedouros, P.D. Transportation Engineering and Planning, 2nd ed, Prentice Hall, New Jersey, 1993. Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Putri, Santasari Ndiwa, Efektifitas Pelayanan Pelabuhan oleh PT. ASDP (Persero) Merak Propinsi Banten, Skripsi Untirta, 2011. Studi Standardisasi di Bidang Keselamatan & Keamanan Transportasi Laut, P.T. Sumaplan Adicipta Persada, Jakarta, 2010. Suwarto, Drs. Amin, M.Si, Penelitian Penyeberangan pada Lintas Merak-Bakauheni sampai dengan tahun 2050, Penelitian RISTEK 2010. Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, 2008. Biro Hukum dan KSLN DepHub, Jakarta.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
21
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
PENILAIAN KINERJA KUALITAS PERUSAHAAN MANUFAKTUR PT. YUASA BATTERY INDONESIA DENGAN METODE BALANCE SCORECARD Arif Krisbudiman Engineer Staff Balai Mesin Perkakas, Teknik Produksi dan Otomasi (MEPPO) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Gedung Teknologi II No 250-251 Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan - Banten 15314 Indonesia. Email:
[email protected] Abstrak Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin kompleks seperti saat ini dibutuhkan metode pengukuran kinerja yang dapat menilai kinerja perusahaan secara akurat dan komprehensif. Dalam hal ini metode yang dapat digunakan adalah Balance Scorecard. Balance Scorecard adalah alat pengukuran kinerja yang menggabungkan ukuran kinerja keuangan dan non keuangan. Metode Balance Scorecard mengukur kinerja dari empat perspektif , yaitu perspektif pertumbuhan dan learning, perspektif proses bisnis internal, perspektif pelanggan dan perspektif keuangan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data PT. Yuasa Battery Indonesia untuk menganalisis perspektif keuangan dan perspektif lain dianalisis dari hasil browsing maupun telaah pustaka. Indikator yang digunakan seperti ROI, profit margin, rasio operasi, kepuasan pelanggan, inovasi dan kepuasan karyawan. Pada indikator perspektif keuangan dapat dihitung dan dianalisa kinerja perusahaan berdasarkan laporan keuangan dari tahun ke tahun apakah mengalami peningkatan penjualan. Untuk perspektif pelanggan dapat diukur kinerjanya melalui data yang menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan. Pada perspektif bisnis internal diukur kinerja perusahaan apakah sudah bisa melakukan inovasi dengan baik. Dan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat diukur kinerjanya dari data yang menunjukkan tingkat kepuasan karyawan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi metode pengukuran kinerja dalam industri baterai aki dan metode survei yang akan digunakan. Perbandingan berpasangan digunakan untuk nilai bobot setiap atribut kualitas dan tolak ukur dari Balance Scorecard. Persyaratan pelanggan dianalisis dengan menggunakan Quality Function Deployment, untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Total Productive Maintenance konsep ini digunakan untuk meningkatkan kinerja proses, pengujian baterai aki dan proses pengembangan. Dari data penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan Balance Scorecard dapat memberikan penilian kinerja yang lebih terstruktur dan komprehensif. Kata kunci: Balanced Scorecard, industri baterai aki, pengukuran kinerja
PENDAHULUAN Pengukuran kinerja sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk mengetahui kesesuaian pencapaian hasil dengan tujuan yang direncanakan. Selama beberapa dekade banyak perusahaan mengukur keberhasilan kinerjanya berdasarkan ukuran dari segi keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (1996), ukuran kinerja keuangan relatif tidak terlalu rnencerminkan indikator keberhasilan. Karena ukuran kinerja keuangan tidak dapat menunjukkan tujuan perusahaan dan bagaimana cara memperbaiki kinerja perusahaan. Dalam rangka mengukur keberhasilan kinerja perusahaan diperlukan suatu pendekatan pengukuran yang komprehensif, yaitu konsep Balanced Scorecard, yang mengukur kinerja perusahaan berdasarkan faktor keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dalam upaya peningkatan kinerja perusahaan maka terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan oleh perusahaan dilihat dari empat aspek dalam konsep Balanced Scorecard. Pada penelitian ini aspek yang dilihat oleh penulis dalam upaya meningkatkan kinerja sebuah industri baterai aki di Indonesia. dengan penekanan pada aspek pelanggan dan proses bisnis internal melalui perbaikan proses, penjadwalan pemeliharaan peralatan produksi dan metode pengujian produk. Seiring dengan perkembangan zaman banyak perusahaan yang sudah menjadikan pelanggannya sebagai bagian dari siklus pengembangan produk perusahaan. Hal ini karena mereka menyadari bahwa pelanggan merupakan tujuan utama dari produk yang akan mereka jual. Quality Function Deployment adalah salah satu kiat manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) yang menerapkan kebutuhan-kebutuhan para pelanggan pada rancangan produk (Abidin dan Marimin. 2001). Elemen dasar dari kualitas yang terpadu itu adalah keberadaan kualitas yang didefinisikan ISSN 2407-7852
22
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
oleh para pelanggannya. Untuk mendukung terciptanya produk yang sesuai keinginan pelanggan, perlu diterapkan suatu sistem pemeliharaan total untuk meningkatkan kinerja peralatan produksi yaitu konsep Total Productive Maintenance (Roberts. 1997). Rangkaian penerapan ketiga teknik tersebut diharapkan mampu merumuskan strategi peningkatan kinerja perusahaan yang baik jika dilakukan secara berurutan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengukur kinerja perusahaan menggunakan parameter pengukuran Balanced Scorecard yang meliputi aspek keuangan, kepuasan pelanggan. proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. 2. Mengupayakan peningkatan kinerja perusahaan dilihat dari aspek kepuasan pelanggan dan proses bisnis internal. 3. Memberikan masukan bagi perusahaan untuk mengembangkan dasar penilaian kinerjanya dengan konsep Balanced Scorecard serta menerapkan metode Quality Function Deployment dan konsep Total Productive Maintenance dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan. Ruang Lingkup Ruang Iingkup penelitian ini adalah mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan tolak ukur dalam konsep Balanced Scorecard, menentukan bobot kriteria harapan pelanggan dan tolak ukur pada Balanced Scorecard menggunakan metode perbandingan berpasangan serta mendefinisikan harapan pelanggan dengan metode Quality Function Deployment. Peningkatan kinerja perusahaan dilakukan dengan memperbaiki jadwal pemeliharaan peralatan menggunakan Total Productive Maintenance, dengan asumsi aspek pembelajaran dan pertumbuhan di dalam perusahaan sudah baik. Keluaran dan Manfaat Hasil dari penelitian ini berupa rumusan kesesuaian metodologi untuk pengukuran dan peningkatan kinerja perusahaan dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard. Manfaat dari penelitian ini adalah terciptanya rumusan peningkatan kinerja bagi perusahaan serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti mengenai aspek manajerial, pemasaran dan proses produksi yang terdapat di perusahaan. LANDASAN TEORI Balanced Scorecard Balanced Scorecard rnerupakan suatu konsep penilaian kinerja yang terintegrasi dengan strategi suatu unit organisasi (Kaplan dan Norton, 1996). Konsep ini sudah digunakan oleh hampir sebagian besar perusahaan di dunia, namun penerapannya sebagai dasar tolak ukur penilaian kinerja manajemen dalam melakukan audit operasional masih belum dikembangkan atau terintegrasi dengan baik. Balanced Scorecard menterjemahkan strategi ke dalam istilah operasional sehingga dapat dipahami sampai level manajemen yang terendah, dimana pengukuran kinerja suatu unit usaha dari empat perspektif yang dianggap penting, yaitu dari: (1) perspektif keuangan, (2) perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Dasar pemikiran Kaplan dalam hal ini adalah pendapatnya "Jika kau mampu mengukumya, kau dapat mengaturnya". Perspektif Keuangan Perspektif keuangan dalam Balanced Scorecard memiliki dua peranan penting, yaitu untuk mendefinisikan kinerja keuangan yang diinginkan dari suatu strategi dan sebagai suatu target akhir untuk pengukuran aspek-aspek scorecard yang lain. Perspektif keuangan harus dapat dikaitkan dengan strategi unit usaha tersebut. Strategi unit usaha berkaitan dengan siklus hidup suatu unit usaha, yang secara umum dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) tumbuh, (2) berkembang dan (3) bertahan. Perspektif Pelanggan Ukuran perspektif pelanggan pada scorecard, dilakukan dengan mengidentifikasikan terlebih dahulu segmen pasar dan pelanggan yang dipilih oleh suatu badan usaha untuk dapat bersaing. Segmen ini merupakan sumber hagi pendapatan dalam perspektif keuangan. dimana ukuran inti Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
23
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
dalam perspektif pelanggan ada lima yaitu: (1) pangsa pasar, (2) tingkat retensi pelanggan, (3) penambahan pelanggan baru, (4) kepuasan pelanggan dan (5) profitabilitas pelanggan. Perspektif Bisnis Internal Perspektif bisnis internal memungkinkan para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dcngan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk: memberikan proposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran, dan memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham. Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menyediakan sarana untuk mencapai hasil yang maksimal di tiga perspektif yang lain. Dalam perspektif ini terdapat tiga kategori, yaitu kemampuan karyawan, kemampuan sistem informasi dan motivasi serta pemberdayaannya. Ukuran inti karyawan ada tiga meliputi kepuasan, retensi, dan produktivitas karyawan. Quality Function Deployment Quality Function Deployment didefinisikan sebagai suatu kiat manajemen mutu terpadu yang menerapkan kebutuhan-kebutuhan para pelanggan pada rancangan produk (Tjitro, 2001). Titik awal dari Quality Function Deployment adalah pelanggan serta keinginan dan kebutuhan dari pelanggan itu. Dalam hal ini disebut sebagai "suara dari pelanggan" (voice of the customer). Pekerjaan dari tim Quality Function Deployment adalah mendengarkan suara dari pelanggan itu. Keistimewaan pokok dari Quality Function Deployment adalah bahwa fokus utama adalah persyaratan dari para pelanggan. Proses-proses yang ada digerakkan oleh apa yang diinginkan pelanggan bukan oleh hasil inovasi dalam teknologi. Konsekuensinya. lebih banyak usaha yang harus dilakukan dalam memperoleh informasi yang perlu untuk menentukan apa yang sebenarnya diinginkan oleh para pelanggan (Tjitro, 2001). Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance bersifat melibatkan semua pihak dalam perusahaan pada setiap level. Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan Total Productive Maintenance adalah manusia dan mesin, dalam hal ini diusahakan untuk merubah pola pikir manusia terhadap konsep perawatan yang selama ini dipakai. Pola pikir 'saya menggunakan peralatan saya, orang lain yang memperbaiki' harus diubah menjadi 'saya merawat peralatan saya sendiri'. Dengan perubahan ini diharapkan pemeliharaan mesin dan peralatan berjalan dengan baik sehingga kerusakan dapat dicegah, sehingga perlu diadakan sistem pendidikan dan pelatihan yang memadai agar karyawan dapat belajar menggunakan dan merawat mesin atau peralatannya dengan baik. Menurut Singgih dan Megawati (2001) Total Productive Maintenance memiliki tiga tujuan utama yaitu: (1) menghilangkan waktu yang terbuang akibat perbaikan, (2) menghilangkan kerusakan (cacat) pada produk akibat kerusakan mesin dan (3) menghilangkan kecelakaan kerja. Inti atau elemen dasar dari sistem Total Productive Maintenance sebenarnya adalah kegiatan Pemeliharaan Mandiri untuk mencegah kerusakan dan kegiatan Peningkalan Per Bagian untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, serta kemampuan sistem secara keseluruhan. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Untuk dapat mengetahui kesesuaian pencapaian hasil dengan tujuan yang direncanakan, suatu perusahaan harus selalu mengevaluasi kinerjanya dengan melakukan pengukuran. Pengukuran kinerja di sebuah industri baterai aki ini menggunakan konsep Balanced Scorecard yang mengukur kinerja dilihat dari empat aspek yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Adapun diagram alir konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
ISSN 2407-7852
24
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
Gambar 1. Diagram Alir Konseptual Penelitian Tata Laksana Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada tiga jenis pelanggan yaitu: agen, pelanggan dan mantan pelanggan, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam membeli suatu produk baterai aki, terutama produk perusahaan. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah unfinite population correction untuk pelanggan dan mantan pelanggan, dengan jumlah sampel masing-masing 146 dan 152. Untuk agen menggunakan metode finite population correction dengan jumlah sampel 31. Pada pembobotan tingkat kepentingan menggunakan metode perbandingan berpasangan dilakukan wawancara dengan 5 orang pakar yang terdiri dari Kepala Divisi Teknis, Kepala Divisi Produksi dan Kepala Divisi Penjualan serta dua orang agen. Untuk pembobotan pada masing-masing tolak ukur Balanced Scorecard, dilakukan wawancara dengan masing-masing Kepala Divisi yang ada di PT. Yuasa Battery Indonesia. Pada Struktur Organisasi Fungsional perusahaan terdapat 6 divisi seperti terlihat pada Gambar 2. Purchasing Division dan Finance Division untuk perspektif finansial, Marketing Division untuk perspektif pelanggan. Pembobotan untuk perspektif proses bisnis internal berdasarkan Technical Division dan Production Division, sedangkan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan wawancara dilakukan dengan Human Resource Division.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
25
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
Gambar 2. Struktur Organisasi PT Yuasa Battery Indonesia Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner dan wawancara dengan para pakar, sedangkan data sekunder didapatkan dari perusahaan dan telaah pustaka. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan matriks obyektif untuk pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard, sedangkan data hasil wawancara dengan pakar dilakukan pembobotan dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Hasil kuisioner kemudian dianalisis dengan menggunakan Quality Function Deployment. Data penjadwalan pemeliharaan peralatan yang didapatkan dari Manajer Teknik digunakan untuk memperbaiki penjadwalan pemeliharaan peralatan menggunakan Total Productive Maintenance. Data pengujian kekuatan yang dilakukan oleh Quality Assurance Department selanjutnya digunakan untuk memperbaiki metode pengujian. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Kinerja Perspektif Keuangan Perusahaan baterai aki yang dikaji memiliki tujuan meningkatkan penjualan dengan memproduksi baterai aki yang berkualitas tetapi dengan harga jual yang lebih murah daripada baterai aki sejenis merek lain. Untuk mengukur kinerja pada tahun 2001, digunakan analisis radar guna menentukan rasio profitabilitas dari keuangan perusahaan. Hasil penilaian masing-masing tolok ukur yang diolah menggunakan matriks obyektif. Dan diharapkan total indeks pada perspektif keuangan nilainya lebih besar dari 3 (diatas rata-rata). Tolak ukur pengukuran kinerja untuk perspektif keuangan, antara lain: ROI (Return On Investment), Ratio Profit Margin, Operating Ratio, Current Ratio (Rasio Lancar), Acid Test Ratio (Rasio Lancar), Cash Ratio (Rasio Lancar) dan Ratio Solvabilitas. Perspektif Pelanggan Pelanggan yang dimaksud disini adalah agen, pemakai akhir dan pemegang saham. Pada perspektif ini tujuan perusahaan adalah "secara berkesinambungan meningkatkan kepuasan pelanggannya dan sebagai produsen baterai aki yang berkualitas baik dengan harga ekonomis". Dan diharapkan total indeks pada perspektif pelanggan nilainya lebih besar dari 3 (diatas rata-rata). Tolak ukur pengukuran kinerja untuk perspektif pelanggan, antara lain: Rasio Komplain, Prosentase Pengiriman Tepat Waktu dan Laba per Saham Utama. Perspektif Proses Bisnis Internal Tujuan perusahaan dalam perspektif ini adalah "meningkatkan efisiensi dan mengurangi downtime" sehingga dapat mengurangi biaya akibat perbaikan mesin dan produk cacat. Dan ISSN 2407-7852
26
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
diharapkan total indeks pada perspektif proses bisnis internal nilainya lebih besar dari 3 (diatas rata-rata). Tolak ukur pengukuran kinerja untuk perspektif proses bisnis internal, antara lain: Prosentase Penjualan Nyata vs Target, Rasio Penjualan vs Produksi, Rasio Utilisasi Kapasitas, Rasio Unplanned Downtime, Rasio Planned Downtime dan Prosentase Efisiensi Produksi. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Dalam perspektif ini perusahaan memiliki tujuan melakukan perbaikan terhadap kualitas sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi dalam mencapai visi, misi dan strategi perusahaan. Dan diharapkan total indeks pada perspektif proses bisnis internal nilainya lebih besar dari 3 (diatas rata-rata). Tolak ukur keberhasilan pada perspektif ini meliputi penghargaan kerja, rasio karyawan vs komputer, rasio karyawan vs email dan rasio karyawan asing vs lokal. Analisis Kepuasan Pelanggan Identifikasi Elemen-Elemen Kepuasan Pelanggan Elemen-elemen yang penting menurut pelanggan dalam menentukan kualitas suatu baterai aki adalah: a. Keselamatan, rasa aman dalam berkendara, tidak perlu khawatir baterai aki yang digunakannya akan mengalami gangguan dan kerusakan (konsleting atau meledak) b. Kekuatan, baterai aki memiliki daya tahan yang baik terhadap goncangan dan suhu tinggi sesuai spesifikasinya. c. Kenyamanan, baterai aki dapat digunakan dengan baik sebagaimana mesti fungsinya (tidak bocor, dapat dicharge) sehingga pengguna tidak mengalami gangguan kelistrikan. d. Desain, merupakan bentuk, ukuran dan posisi kutub positif-negatif baterai aki yang disesuaikan dengan kegunaan pada kendaraan. e. Harga, hendaknya sesuai dengan mutu baterai aki yang diproduksi. Dan sebagai contoh dari hasil survei terhadap pelanggan serta wawancara para pakar terhadap pembobotan kelima kriteria mutu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data Hasil Kriteria Mutu Baterai aki Atribut S K N H D 1 1,41 1,34 1,86 1,86 S 0,71 1 1,42 1,85 1,85 K 0,74 0,71 1 1,79 1,79 N 0,54 0,54 0,56 1 0,84 H 0,54 0,54 0,56 1,19 1 D
Tabel 4 Normalisasi Nilai Atribut S K N H D Penjumlahan Kolom
S 1 0,71 0,74 0,54 0,54 3,53
K 1,41 1 0,71 0,54 0,54 4,2
N 1,34 1,42 1 0,56 0,56 4,88
H 1,86 1,85 1,79 1 1,19 7,69
D 1,86 1,85 1,79 0,84 1 7,34
Atribut S K N H D
S 0,28328612 0,20113314 0,20963173 0,1529745 0,1529745
K 0,33571429 0,23809524 0,16904762 0,12857143 0,12857143
N 0,27459016 0,29098361 0,20491803 0,1147541 0,1147541
H 0,24187256 0,24057217 0,23276983 0,13003901 0,15474642
D 0,25340599 0,2520436 0,24386921 0,11444142 0,13623978
Perhitungan bobot kepentingan dengan' metode perbandingan berpasangan selanjutnya dilakukan pada kelima elemen tersebut yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Dan dapat dilihat bahwa pakar memberikan bobot yang paling besar terhadap harapan pelanggan yaitu keselamatan. Tabel 5. Bobot Elemen-Elemen Voice Of Customer Bobot Atribut Bobot Rangking Konversi 0,278 1 5 S 0,244 2 4 K Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
27
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
N H D
0,212 0,128 0,137
3 5 4
3 1 2
Pada Tabel 6 dapat dilihat perbandingan antara tingkat kepentingan masing-masing atribut dengan tingkat kepuasan yang telah diberikan oleh perusahaan. Tabel 6. Perbandingan Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Baterai aki Perusahaan Tingkat Tingkat Atribut Kepentingan Kepuasan Sangat Penting Memuaskan S Cukup Cukup Penting K Memuaskan Tidak Penting N Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan H Penting Tidak Penting Memuaskan D
Gambar 3. Grafik radar hasil pengukuran atribut mutu baterai aki perusahaan Dari Tabel 6 dan Gambar 3 diatas terlihat bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan perusahaan baterai aki yang dikaji belum sesuai dengan tingkat kepentingannya. Masih ada atribut yang dinilai penting tetapi masih belum dapat dipenuhi oleh perusahaan. Untuk atribut keselamatan yang dinilai sangat penting, perusahaan sudah dapat mewujudkannya sehingga pelanggan merasa puas. Namun untuk atribut kenyamanan dan kekuatan yang dinilai cukup penting dan penting, perusahaan belum dapat memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga hanya dinilai cukup puas dan tidak puas. Pada atribut desain dan harga yang dianggap tidak penting dan sangat tidak penting, perusahaan mendapatkan nilai memuaskan. Ini berarti langkah-langkah yang dilakukan perusahaan selama ini selalu menitikberatkan pada desain dan harga walaupun hal itu bukan prioritas utama yang diinginkan pelanggan baterai aki perusahaan. Peningkatan Kinerja Untuk meningkatkan daya saing perusahaan, perusahaan harus mampu memenuhi seluruh harapan pelanggan. Hal ini dapat diwujudkan dengan memperbaiki proses Formation, Inserting, Terminal Post Making dan Finishing. Dalam rangka memenuhi harapan pelanggan, perusahaan harus memfokuskan terlebih dahulu pada harapan tertinggi yang belum dipenuhi yaitu kekuatan dan kenyamanan. Beberapa penyebab menurunnya mutu kekuatan dan kenyamanan baterai aki untuk masing-masing proses adalah sebagai berikut: Formation: kapasitas baterai aki harus sesuai dengan spesifikasi yang akan diproduksi Inserting: kutub-kutub tidak terjadi short dan baterai aki dapat dicharge sesuai fungsinya pada kendaraan Terminal Post Making: kebocoran yang terjadi pada baterai aki dapat menyebabkan masalah kelistrikan Finishing: baterai aki yang diproduksi sesuai standar dan spesifikasinya
ISSN 2407-7852
28
Volume I Nomor 1, April 2015
(Arif Krisbudiman)
Penerapan Balanced Scorecard harus dimulai dengan keterbukaan informasi dari manajemen tingkat atas sampai kepada karyawan tingkat bawah untuk dapat melaksanakan strategi perusahaan. Berdasarkan hasil analisis kepuasan pelanggan, perusahaan harus mengadakan perbaikanperbaikan, terutama untuk memperbaiki kriteria kekuatan dan kenyamanan baterai aki yang belum sesuai keinginan pelanggan. Adapun upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan lingkungan kerja yang sehat, reward atau gaji operator yang pantas, melakukan otomatisasi mesin pada proses pemasakan, menerapkan Total Productive Maintenance dan memperbaiki metode pengujian kriteria kekuatan serta kenyamanan baterai aki. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengukuran kinerja menggunakan konsep Balanced Scorecard, dapat disimpulkan bahwa beberapa kriteria kualitas dapat dijadikan perusahaan baterai aki untuk mengukur kinerjanya. Atribut-atribut yang mempengaruhi pelanggan untuk membeli produk baterai aki menurut tingkat kepentingannya adalah keselamatan, kekuatan, kenyamanan, desain dan harga. Atribut yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan adalah kekuatan dan kenayamanan, sehingga perlu ada perbaikan pada proses Formation, Inserting, Terminal Post Making dan Finishing. Perbaikan ini dapat meningkatkan kriteria kekuatan dan kenyamanan baterai aki sekaligus mengurangi bahkan menghilangkan produk cacat, apabila dilakukan bersamaan dengan penerapan Total Productive Maintenance. Saran Dalam pengukuran kinerja, perusahaan perlu melakukan pengukuran kinerjanya menggunakan konsep Balanced Scorecard. Perusahaan perlu melakukan survei pelanggan secara berkala dan menindaklanjuti hasil survei dengan menciptakan produk sesuai keinginan pelanggan. Untuk meningkatkan kinerja mesin perlu diterapkan Total Productive Maintenance secara bertahap. Metode pengujian sebaiknya dilakukan dengan jumlah sampel dan waktu yang tepat, ditunjang peralatan yang akurat serta terkalibrasi dengan baik. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan memprioritaskan aspek pembelajaran dan pertumbuhan serta menggunakan standar baku kinerja Balanced Scorecard. DAFTAR PUSTAKA http://yuasabattery.co.id (23 Agustus 2014) Feliana, Y. dan Stefanus, 2001, Audit Operasional Dengan Penggunaan Balanced Scorecard Sebagai Dasar Penilalan Kinerja Suatu Unit Usaha, Teknik Industri dan Manajemen Produksi Vol. X: 292-300. Kaplan, R.S dan P. Norton, 1996, Balanced Scorecard. Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
29
Volume I Nomor 1, April 2015
(Yeny Pusvyta)
PENGUJIAN PERFORMA PROTOTIPE ALAT PEMINDAH MASAKAN DENGAN KAPASITAS 10 LITER Yeny Pusvyta1* 1
Program Studi Teknik Mesin Universitas IBA Jl. Mayor Ruslan Palembang. *Email : yeny_pusvyta@yahoo,com Abstrak
Perubahan gaya hidup menyebabkan perkembangan industri kuliner meningkat. Proses pengangkatan dan pemindahan hasil masakan yang berat, cukup riskan dari segi keamanan dan kesehatan. Berdasarkan observasi, identifikasi kebutuhan dan langkah-langkah perancangan, dibuatlah prototipe alat pemindah masakan dengan kapasitas 10 liter. Tujuan perancangan dan pembuatan prototipe ini adalah untuk meringankan kegiatan transportasi hasil masakan likuid (minyak sayur) untuk menghemat tenaga dan mengurangi cidera. Parameter keberhasilan fungsi prorotipe ini adalah pemindahan seluruh likuid ke dalam container (tabung vakum). Pengujian dengan ketinggian tungku 60 cm dengan suhu minyak sayur bervariasi dilakukan untuk melihat performa prototipe. Hasil pengujian dan analisis dengan ilmu mekanika fluida membuktikan bahwa prototipe cukup mampu mencapai parameter yang ditetapkan.
Kata kunci : prototipe, pengujian, temperatur, tabung vakum, minyak sayur
PENDAHULUAN Perkembangan industri kuliner semakin meningkat. Berdasarkan data yang ada pada Gapmmi (Gabungan PengusahaMakanan dan Minuman Seluruh Indonesia), antara 2004-2009 pertumbuhan industri makanan dan minuman terus naik. Tahun 2008 naik 25 persen lebih dari Rp 402 triliun menjadi Rp 505 triliun. Badan pusat statistik menunjukkkan data yang cukup baik untuk pertumbuhan usaha makanan dan minuman tahun 2009 hingga tahun 2011, yaitu 12% di tahun 2009, 10% di tahun 2010, 9,19% di tahun 2012, dan 10 % di tahun 2012. Sedangkan menurut Franky Sibarani, Sekretaris Jenderal Gapmmi pada tahun 2013 pertumbuhan industri makanan sekitar 6 % dan pada tahun 2014 diprediksikan pertumbuhan industri makanan akan tetap sama yaitu sebesar 6%. Hasil masakan yang berat dengan suhu yang tinggi membutuhkan energi yang besar untuk mengangkat dan bisa menimbulkan cidera apabila posisi pengangkatan tidak ergonomis. Salah satu peran penting ergonomi yaitu meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya desain sistem kerja untuk mengurani rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka otot manusia, dengan stasiun kerja untuk alat peraga visual untuk mengurasi ketidaknyamanan visual dan postur kerja (Eko, 1998). Penelitian ini adalah penelitian lanjutan (Pusvyta,2013) mengenai kompleksitas pada proses perancangan prototipe alat pemindah masakan. Tahapan penelitian dimulai dri observasi hingga didapat spesifikasi produk yang dijadikan prototipe untuk alat pemindah masakan dengan media yang dipindahkan berupa likuid, yaitu minyak sayur. Observasi dilakukan untuk membuat daftar kebutuhan. Daftar kebutuhan berisi maksud yang hendak dicapai, baik itu berupa kebutuhan yang sangat mendesak atau cuma keinginan yang bisa diabaikan oleh perancang. Pada daftar kebutuhan prototipe alat pemindah masakan ditetapkan identifikasi masalah esensial yang didalamnya dapat merupakan kebutuhan maupun batasan, yaitu; volume bervariasi, bentuk wadah dan diameter bervariasi, tahan suhu dan kelembaban tinggi, sederhana, ringan, murah, aman serta mampu memindahkan likuid ke kontainer. Sehingga didapat rumusan masalah dalam terminologi solusi netral, yaitu alat yang berfungsi memindahkan cairan (minyak sayur) ke kontainer, yang sederhana dan aman.
ISSN 2407-7852
30
Volume I Nomor 1, April 2015
(Yeny Pusvyta)
Langkah-langkah perancangan dilakukan sehingga didapat solusi prinsip, berdasarkan prinsip kerja dan variasi komponen yang dipilih menurut kebutuhan, keinginan dan batasan-batasan yang telah terlebih dahulu ditetapkan untuk kemudian dibuat menjadi prototipe (Pahl, 2007). Prototipe tersebut perlu dilakukan pengujian terhadap fungsi, dievaluasi, untuk kemudian menjadi masukan bagi penyempurnaan prototipe selanjutnya sesuai dengan tujuan peancangannya. Tujuan perancangan prototipe alat pemindah masakan dengan kapasitas 10 liter ini, yaitu untuk meringankan kegiatan transportasi hasil masakan berupa likuid untuk menghemat tenaga dan mengurangi cidera. Likuid yang diinginkan untuk ditransportasikan adalah minyak sayur. Parameter awal bagi keberhasilan fungsi prorotipe ini adalah pemindahan seluruh minyak sayur panas ke dalam tabung vakum. Alat dan prinsip kerja Skema prototipe alat pemindah masakan dengan kapasitas 10 liter alat pemindah masakan dengan kapasitas 10 liter diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema rangkaian alat (Pusvyta, 2013) Prototipe tersebut terdiri dari : 1.Pompa vakum, Daya = ¼ Hp Unimate vacuum = 150 micron Free air Displacement = 2,0 CFM 2. kompresor Daya = 1/10 HP Displacement = 2 cfm/56,6 l/min Pressure switch setting = - cut out-40 psi/2,82 kg/cm2 - cut in -32 psi/ 2,25 kg/cm2 3. tabung vakum, tekanan maksimum 130 psi , diameter 22 c tinggi ruang dalam tabung = 45 cm isi = 16 liter 4. Selang radiator 5. Pressure gauge 6. Kopler ½ in 7. Ball valve ½ in 8. Sambungan tee Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
31
Volume I Nomor 1, April 2015
(Yeny Pusvyta)
9. Selang aluminium berdiameter 0,5 cm panjang 40 cm Prinsip kerja alat : o Alat ini berfungsi memindahkan minyak dari tempat masak ke tabung vakum dengan prinsip perbedaan tekanan. o Energi listrik menggerakkan pompa vakum dan menyedot udara dari dalam tabung untuk mengurangi tekanan sehingga terjadi perbedaan tekanan terhadap lingkungan di luar tabung dan membuat minyak sayur mengalir dari kuali ke dalam tabung. o Kompresor berfungsi untuk memberikan tekanan pada tabung vakum agar minyak dari dalam tabung dapat mengalir ke dalam kuali. Prosedur dan hasil pengujian alat Pengujian alat dilakukan untuk memeriksa kemampuannya menjalankan fungsi dengan parameter perpindahan seluruh kapasitas fluida. Prosedur pengujian untuk penghisapan minyak ke tabung vakum : 1. Persiapkan seluruh alat. 2. Panaskan minyak sayur 3. Ukur suhu minyak 4. Tutup ball valve outlet tabung vakum serta selang penghubung kompresor, 5. Letakkan selang pada kopler di posisi atas tabung vakum 6. Nyalakan pompa vakum, ukur waktu kerja 7. Jika semua fluida sudah dipindahkan, matikan pompa vakum, hentikan pengukuran waktu. Prosedur pengujian untuk pengaliran minyak ke kuali : 1. Persiapkan seluruh alat. 2. Lepaskan selang pada kopler yang berada di atas tabung 3. Tutup ball valbe yang berada pada selang yang menghubungkan pompa vakum dengan tabung vakum., 4. Letakkan selang perpanjangan dari outlet tabung vakum di posisi atas di dalam kuali 5. Nyalakan kompresor, ukur waktu kerja 6. Jika semua fluida sudah dipindahkan, matikan kompresor, hentikan pengukuran waktu. Pada pengujian dengan suhu bervariasi, didapat data pada tabel 1 dan tabel 2. Tabel 1. Hasil pengujian penghisapan minyak ke dalam tabung vakum No. Temperatur Tekanan Volume Waktu Debit (oC) (bar) (m3) (s) (liter/detik) 100 -0,4 0,01 300 3,33 . 10-5 1. 110 -0,4 0,01 297 3,37 . 10-5 2. 120 -0,4 0,01 295 3,39 . 10-5 3. 130 -0,4 0,01 293 3,41 . 10-5 4. 140 -0.4 0,01 290 3,45 . 10-5 5.
Tabel 2. Hasil pengujian pengaliran minyak dari dalam tabung vakum No. Temperatur Tekanan Volume Waktu Debit (oC) (bar) (m3) (s) (liter/detik) 70 0,7 0,009 176 5.11 . 10-5 1. 80 0,7 0,009 163 5.52 . 10-5 2. 90 0,7 0,009 155 5.81 . 10-5 3. 100 0,7 0,009 145 6.21 . 10-5 4. 110 0,7 0,009 136 6.62 . 10-5 5. ISSN 2407-7852
32
Volume I Nomor 1, April 2015
(Yeny Pusvyta)
Pembahasan dan Analisa hasil pengujian Penghisapan minyak ke dalam tabung vakum Skema penghisapan minyak ke dalam tabung vakum diperlihatkan pada gambar 2. selang
(2)
kuali
7 cm 22 cm
(1) Udara dari dalam tabung dihisap oleh pompa vakum
15 cm
Minyak sayur panas
Referensi
Tabung vakum 51 cm 56 cm
40 cm
y = 60 cm
5 cm
(3) 4 cm
Gambar 2. Proses penghisapan minyak ke tabung vakum Persamaan Bernoulli sepanjang garis arus (1), (2), dan (3) dapat diterapkan sebagai berikut : Pada kondisi tersebut,
,
= ,
=
= 0, sehingga ;
Contoh perhitungan untuk ketinggian tungku, y = 60 cm, m/s2, z3 = 51 cm, z1= 15 cm:
minyak sayur = 800 kg/m3, g = 9,8
3214,4 kg/m.s2
Tabel 3. Nilai tekanan minimal yang diperlukan untuk penghisapan minyak sayur ke dalam pompa untuk ketinggian tungku bervariasi y (cm) ρ (kg/m3) g (m/s2) z1 (cm) z3 (cm) p3 (pa) (bar) (psi) 10 800 9.8 15 6 705.60 0.0071 0.1023 20 800 9.8 15 16 -78.40 -0.0008 -0.0114 30 800 9.8 15 26 -862.40 -0.0086 -0.1251 40 800 9.8 15 36 -1646.40 -0.0165 -0.2388 50 800 9.8 15 46 -2430.40 -0.0243 -0.3525 60 800 9.8 15 56 -3214.40 -0.0321 -0.4662 70 800 9.8 15 66 -3998.40 -0.0400 -0.5799 80 800 9.8 15 76 -4782.40 -0.0478 -0.6936 Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
33
Volume I Nomor 1, April 2015
90 100
(Yeny Pusvyta)
800 800
9.8 .8
15 15
86 96
-5566.40 -0.0557 -0.8073 -6350.40 -0.0635 -0.9210
Tampilan grafik terdapat dalam gambar 3 sebagai berikut : 0.0200
Tekanan Hisap minimum(Bar)
0.0100 0.0000 -0.0100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
-0.0200 -0.0300 -0.0400 -0.0500 -0.0600 -0.0700
Tinggi tungku (cm)
Gambar 3. Grafik hubungan tekanan hisap dan tinggi tungku Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang dibutuhkan pada tabung vakum untuk menghisap minyak ke dalam tabung semakin rendah. Untuk tinggi tungku sebesar 10 cm maka tekanan minimum yang dibutuhkan untuk menghisap minyak ke dalam tabung vakum adalah 0,0071 bar, dan untuk tinggi tungku 100 cm sebesar – 0,0635 bar. Protipe ini diuji dengan ketinggian tungku sebesar 60 cm, sehingga tekanan hisap minimum yang dibutuhkan -0,0321 bar. Pengaliran minyak dari dalam tabung vakum Skema pengaliran minyak dari dalam tabung vakum diperlihatkan pada gambar 4. (2) selang
kuali
7 cm 22 cm (1)
Tekanan dari kompresor
P2
Minyak sayur
15 cm
Tabung vakum
51 cm
y = 60 cm
referensi (3) 5 cm
Minyak sayur 4 cm
ISSN 2407-7852
34
Volume I Nomor 1, April 2015
(Yeny Pusvyta)
Gambar 4. Proses pengaliran minyak dari dalam tabung vakum Persamaan Bernoulli sepanjang garis arus (1), (2), dan (3) dapat diterapkan sebagai berikut : Pada kondisi tersebut,
,
= ,
=
= 0, sehingga ;
Contoh perhitungan untuk ketinggian tungku, y = 60 cm, m/s2, z3 = 0 cm, z1= 66 cm:
minyak sayur = 800 kg/m3, g = 9,8
kg/m.s2 Tabel 4 Nilai tekanan minimal yang diperlukan untuk pengaliran minyak sayur dari dalam pompa untuk ketinggian tungku bervariasi y (cm) ρ (kg/m3) g (m/s2) z1 (cm) z3 (cm) p3 (pa) (Bar) (Psi) 10 800 9.8 16 0 1254.40 0.0125 0.18194 20 800 9.8 26 0 2038.40 0.0204 0.29565 30 800 9.8 36 0 2822.40 0.0282 0.40936 40 800 9.8 46 0 3606.40 0.0361 0.52307 50 800 9.8 56 0 4390.40 0.0439 0.63677 60 800 9.8 66 0 5174.40 0.0517 0.75048 70 800 9.8 76 0 5958.40 0.0596 0.86419 80 800 9.8 86 0 6742.40 0.0674 0.97790 90 800 9.8 96 0 7526.40 0.0753 1.09161 100 800 9.8 106 0 8310.40 0.0831 1.20532 Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang dibutuhkan tabung vakum untuk mengkompresi minyak ke dalam wajan semakin semakin tinggi, namun masih dibawah tekanan ijin tabung yaitu 130 psi (8,96 bar). Tekanan Kompresi minimum (Bar)
0.1000 0.0800 0.0600 0.0400 0.0200 0.0000 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tinggi tungku (cm)
Gambar 5. Grafik hubungan tekanan kompresi dan tinggi tungku Untuk tinggi tungku sebesar 10 cm maka tekanan minimum yang dibutuhkan untuk mengalirkan minyak ke dalam tabung vakum adalah 0,0125 bar, dan untuk tinggi tungku 100 cm sebesar 0,0831 bar. Protipe ini diuji dengan ketinggian tungku sebesar 60 cm, sehingga tekanan hisap minimum yang dibutuhkan 0,0517 bar. Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
35
Volume I Nomor 1, April 2015
(Yeny Pusvyta)
Gambar 6 dan 7 merupakan grafik hasil pengujian prototipe yang telah dilakukan dengan variasi temperatur Debit (l/s)
0.000035 0.0000345 0.000034 0.0000335 0.000033 90
100
110
120
130
140
150
Temperatur (o C)
Gambar 6. Grafik hubungan temperatur terhadap debit pada penghisapan minyak ke dalam tabung vakum Gambar 6 menyatakan, bahwa semakin besar temperatur minyak sayur, maka makin besar pula debitnya untuk tekanan seragam sebesar -0,4 bar. Pada pengujian tersebut seluruh minyak dapat dipindahkan dari wajan ke dalam tabung vakum, sehingga prototipe mampu memenuhi parameter perancangan yang ditetapkan. 7E-05
Debit (l/s)
6.5E-05 6E-05 5.5E-05 5E-05 60
70
80
90
100
110
120
Temperatur minyak sayur (oC)
Gambar 7. Grafik Hubungan temperatur terhadap debit pada pengaliran minyak dari dalam tabung vakum Gambar 7 menyatakan, bahwa semakin besar temperatur minyak sayur, maka makin besar pula debitnya untuk tekanan seragam 0,7 bar. Pada pengujian tersebut seluruh minyak dapat dipindahkan dari tabung vakum ke dalam wajan, sehingga prototipe mampu memenuhi parameter perancangan yang ditetapkan. Kesimpulan Berdasarkan tahapan penelitian dan pengujian prototipe yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang dibutuhkan pada tabung vakum untuk menghisap minyak semakin rendah. Protipe ini dengan ketinggian tungku sebesar 60 cm, membutuhkan tekanan hisap minimum -0,0321 Bar. 2. Semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang dibutuhkan tabung vakum untuk mengkompresi minyak ke dalam wajan semakin semakin tinggi, namun masih dibawah tekanan ijin tabung yaitu 130 psi (8,96 Bar). Protipe ini dengan ketinggian tungku sebesar 60 cm, membutuhkan tekanan kompresi minimum sebesar 0,0517 Bar.
ISSN 2407-7852
36
Volume I Nomor 1, April 2015
(Yeny Pusvyta)
3. Semakin besar temperatur minyak sayur, maka semakin besar pula debitnya untuk tekanan seragam sebesar -0,4 Bar. 4. Semakin besar temperatur minyak sayur, maka semakin besar pula debitnya untuk tekanan seragam 0,7 Bar. 5. Prototipe mampu memenuhi parameter keberhasilan perancangan yaitu pemindahan seluruh minyak dari tabung vakum ke wajan. Saran Saran untuk pengembangan prototipe, sebagai berikut : 1. Penelitian lanjut untuk pemilihan material prototipe yang food grade atau aman digunakan untuk makanan. 2. Penelitian dengan variasi desain komponen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi alat, kapasitas pemindahan, serta keamanan pada penggunaan untuk temperatur yang lebih tinggi. 3. Pembahasan dengan variabel perhitungan ilmu mekanika fluida yang lebih kompleks dengan ketelitian yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih terpercaya. Daftar Pustaka Munson, Burce R dkk. 2004. Mekanika Fluida. Edisi keempat. Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga. Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Jakarta. Penerbit Guna Widya. Pahl, G et al. 2007. Engineering Design. Thirth Edition. Springer. Pusvyta, Y. 2013. Kompleksitas pada proses perancangan prototipe alat pemindah masakan. Prosiding SNTTM XII. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung http://industri.kontan.co.id/news/gapmmi-prediksi-pertumbuhan-industri-mamin-2014-6 tanggal 10 November 2014
diakses
http://www.wartakota.co.id/detil/berita/25203/Industri-Makanan-dan-Minuman - Pemakai-Terbesar diakses tanggal 19 Maret 2012
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
37
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
ALAT PIROLISIS TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET BIOMASSA NK. Caturwati1*, Endang Suhendi2, Eko Prasetyo3 1,3 Jurusan Teknik Mesin; 2 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman km.3 Cilegon. *Email :
[email protected] Abstrak Kelangkaan bahan bakar fosil disertai peningkatan kebutuhan energi memaksa kita untuk mengembangkan sumber-sumber energi lain diluar energi fosil sebagai bahan baku energi. Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah agroindustri Indonesia dewasa ini yang ketersediaannya cukup melimpah. Pemanfaatan tempurung kelapa sawit sebagai bahan bakar dalam bentuk briket cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan alat pirolisis tempurung kelapa sawit dalam skala laboratorium dengan menggunakan metode VDI 2221 dengan temperatur pirolisis yang dapat di atur : 250 °C , 300 °C, 350 °C dan 400 °C. Untuk proses pirolisis selama 1 jam menghasilkan produk char (padatan) sebagai bahan baku briket dengan nilai kalor yang cukup tinggi sebesar 7070,335 kalori/gram. Kata kunci : metode vdi 2221, pyrolisis, tempurung kelapa sawit,
1. PENDAHULUAN Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia sehingga fase padat berubah menjadi fase gas. Proses ini merupakan proses penguraian melalui pemanasan dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu padatan (Char), cairan (Biooil), dan gas (H2, CO, CO2, dan CH4). Padatan (char) hasil pyrolisis tempurung kelapa sawit merupakan bahan baku briket dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Dalam penelitian ini dilkukan pembuatan alat pyrolisis dengan menggunakan alat pemanas listrik. Selain dihasilkan produk char, juga diperoleh cairan (bio-oil) dari hasil kondensasi gas hasil pyrolisis yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku pengawet. Perancangan yang dilakukan menggunakan pendekatan dengan metode VDI 2221, yang merupakan suatu metode penyelesaian masalah dengan mengoptimalkan penggunaan material, teknologi dan aspek ekonomi yang dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu :
Penjabaran tugas perancangan. Perancangan konseptual. Perancangan wujud Perancangan detail
Berdasarkan Encyclopedia of Energy Technology and the Environment, pirolisis didefinisikan sebagai proses dekomposisi panas untuk memproduksi gas, cairan organik (tar), dan padatan sisa (char). Pirolisis biasanya dipahami sebagai dekomposisi panas yang terjadi pada kondisi bebas oksigen, tetapi pirolisis yang oksidatif hampir selalu menjadi bagian yang terkaitan dari proses pembakaran dan gasifikasi. Gas, cairan dan padatan hasil pirolisis dapat digunakan sebagai bahan bakar, dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut dan sebagai bahan baku dari industri kimia dan material. Bahan-bahan yang cocok sebagai umpan proses pirolisis antara lain batu bara, biomassa, plastik, karet, dan kandungan selulosa (50%) dari sampah perkotaan (Serio, 2004). Proses pirolisis dikategorikan menjadi 4 tipe yaitu (Goyal, dkk., 2006) : a. Pirolisis lambat b. Pirolisis Cepat c. Pirolisis Kilat d. Pirolisis Katalitik Biomassa ISSN 2407-7852
38
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
Produk Pirolisis; Pirolisis biomass menghasilkan produk yang mengandung cairan, gas dan arang padat (Char). Produk utama hasil pirolisis biomass adalah produk cair dengan perolehan mencapai 75% dari umpan kering (kadar air umpan kurang dari 10% berat). Perbandingan produk tersebut bergantung pada jenis umpan, temperatur pirolisis, laju pemanasan, dan waktu tinggal. Tetapi pada umumnya terdiri atas 40–65%-w cairan organik, 10–20%-w char, 10–30%-w gas dan 5–15%-w air dengan basis umpan kering. Kebanyakan reaktor pirolisis membutuhkan umpan yang mengandung 5–15%-w air.(Diebold, 1999). 1. METODOLOGI PENELITIAN Metode perancangan yang digunakan dalam pembuatan alat pirolisis ini adalah metode VDI 2221 (Verein Deutscher Ingenieure), Persatuan Insinyur Jerman. Tahapan yang harus dilakukan adalah : 2.1 Tugas Perancangan Tugas utama adalah membuat sebuah alat pirolisis dengan fungsi mendekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu padatan (Char), cairan dan gas. Pembuatan pirolisis ini juga diharapkan dapat dibuat dengan material yang sederhana agar bernilai ekonomis. 2.2 Perancangan Konseptual Setelah penjabaran tugas perancangan jelas dibuat selanjutnya dilakukan perancangan konseptual dengan membuat beberapa skema varian yang sesuai dengan tujuan dari tugas perancangannya. Beberapa skema varian yang mungkin dibuat adalah : Varian 1
Gambar 1. Skema varian 1 Pada skema varian 1 ini sistem pemanas (reaktor) menggunakan tungku pembakaran, dimana bahan bakar yang digunakan dapat berupa kayu bakar, minyak maupun gas. Namun temperatur proses pyrolisis tidak dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Varian 2
Gambar 2. Skema varian 2 Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
39
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
Skema pada varian 2 menggunakan tungku pembakaran luar. Namun dengan sistem ini temperatur proses pyrolisis tidak dapat diatur sesuai kebutuhan. Varian 3
Gambar 3. Skema varian 3 Pada skema varian 3 yang menggunakan elemen pemanas berupa kawat nikelin berbentuk spiral yang dililitkan melingkar pada wadah reaktor dan dialiri arus listrik, kemudian disertai termokopel untuk mengatur suhu reaktor. Dengan rancangan varian 3 maka pengaturan temperatur proses ini menjadi lebih mudah dilakukan. 2.3 Perancangan Wujud
ISSN 2407-7852
40
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
Gambar 4. Diagram alir perancangan Proses perancangan wujud alat dilakukan dengan mengikuti diagram alir seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Proses perancangan wujud dimulai dari pemilihan bahan pada baian-bagian alat utama antara lain : 1. Bahan Reaktor Sehubungan dengan temperatur yang cukup tinggi serta perubahan komposisi kimia pada saat dekomposisi bahan baku, maka material pemanas (reaktor) terbuat dari bahan stainless steel, karena tahan temperatur tinggi serta tidak mudah ter korosi. 2. Kondensor Material untuk kondensor gas hasil pyrolisis adalah stainless steel dengan jenis surface condensor tipe vertical condensor, karena dapat dibuat dan dipasang dengan mudah . 3. Kawat Pemanas Material kawat pemanas dipilih kawat nikelin dengan koefisien muai sebesar 23x10-5 m/°C yang merupakan bahan dengan resistivitas tinggi [A. A. Ngr Dharma Putra, dkk, 2009] 4. Pompa Mengingat kapasitas pompa yang diperlukan untuk mengalirkan air pendingin pada sistem kondensor yang cukup kecil maka digunakan pompa aquarium jenis P3900 dengan spesifikasi 220/240 volt, 50 Hz, 43 watt, Hmax 2,5 M, Flmax 2800 L/h 5. Regulator listrik Regulator/stabilizer adalah alat penstabil tegangan listrik untuk menjaga agar sistem pemanas tidak cepat rusak. Setelah pemilihan bahan dilakukan desain prototype dengan menggunakan perangkat lunak. Dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan software solidwork. Desain Reaktor
Gambar 5. Desain pemanas Desain Kondensor
Gambar 6. Desain kondensor Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
41
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
Desain Kerangka
Desain Kontrol panel
Gambar 7. Desain rangka pirolisis
Gambar 8. Kontrol panel Desain Keseluruhan
Gambar 9. Skema keseluruhan alat pyrolisis 2.4 Pembuatan Alat Pirolisis Setelah pemilihan beberapa komponen yang sesuai denga spesifikasi yang akan dibuat maka selanjutnya adalah merakit komponen tersebut menjadi satu bagian, akan tetapi sebelum merakit diperlukan komponen lain sebagai penunjang agar alat yang akan dibuat sesuai dengan desain yang telah dibuat. ISSN 2407-7852
42
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
Ada beberapa tahap pembuatan yang dilakukan untuk membuat alat pirolisis ini, diantaranya adalah sebagai berikut : Pembuatan pemanas Bagian luar tabung diberi lapisan keramik yang bagian dalam (bersentuhan dengan tabung stainless steel) diberi alur melingkar sebagai alur penempatan kawat nikelin yang bertindak sebagai pemanas. Ikat lapisan luar keramik dengan kawat agar kuat. Kemudian dilapisi potongan-potongan bata tahan api pada bagian terluar sebagai isolator panas. Dan terakhir melapisinya dengan bahan seng agar kuat
Gambar 10. Pemanas (Reaktor) Pembuatan kondensor Kondensor dipergunakan untuk mengubah sebagian unsur-unsur gas hasil pyrolisis menjadi cairan. Bahan stainless steel dipergunakan dalam pembuatan kondensor karena tahan temperature tinggi dan tahan korosi. Jenis kondensor yang dipergunakan adalah surface condensor tipe vertical condenser
Gambar 11 Kondensor Hasil perakitan
Gambar 12. Alat Pyrolisis perakitan
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
43
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
Gas filter merupakan saringan gas buang hasil akhir pyrolisis setelah sebagian unsure di cairkan oleh kondensor agar aman dibuang ke udara bebas. 2. UJI PERFORMA ALAT. Pengujian alat pirolisis ini dilakukan di Laboratorium Konversi Energi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bahan baku yang digunakan limbah tempurung kelapa sawit. Pengujian dilakukan dengan variasi waktu pirolisis 1; 1,5 dan 2 jam dan temperatur pirolisis mulai dari 250, 300, 350 dan 400 0C dengan laju pemanasan rata-rata 4,15 0C/menit. 2.1 Data Hasil Pengujian Jumlah bahan baku awal 500 gram tempurung kelapa sawit dilakukan pengujian dengan memvariasikan temperatur pemanas pirolisis kemudian padatan yang dihasilkan setelah 1 ; 1,5 dan 2 jam proses pirolisis ditimbang. Data padatan (Char) yang didapat dimuat dalam tabel 1. Tabel 1. Massa padatan (Char) hasil proses pirolisis.
Data di atas dibuat grafik seperti dibawah ini.
Gambar 13. Pengaruh temperatur pirolisis terhadap massa padatan (Char) Pengaruh temperatur terhadap massa padatan (Char) hasil pirolisis terlihat pada grafik diatas, dimana semakin tinggi temperatur pirolisis maka semakin sedikit massa padatan (Char) yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur pada proses pirolisis akan disertai dengan penurunan massa padatan (Char) biomassa, kenaikan temperatur pirolisis mengakibatkan meningkatnya energi panas untuk mendekomposisi biomassa terutama kandungan zat mudah terbangnya (volatilematter) sehingga terjadi perubahan biomassa pada kondisi sebelum dan setelah pirolisis. 3.2 Nilai Kalor Padatan (Char) Yang Dihasilkan
ISSN 2407-7852
44
Volume I Nomor 1, April 2015
(NK. Caturwati, dkk.)
Untuk mengetahui nilai kalor padatan (Char) yang dihasilkan dari alat pirolisis tersebut penulis menguji dengan menggunakan Bom Calorimeter. Pengujian dilakukan di laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Nilai kalor dimuat dalam Tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil pengujian nilai kalor dengan waktu pyrolisis1 jam
3. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil pengujian alat pirolisis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Alat pirolisis ini layak digunakan untuk proses karbonisasi biomassa menjadi bahan baku pembuatan briket. 2. Semakin tinggi temperatur pirolisis yang diberikan maka produk padatan (Char) yang dihasilkan semakin sedikit. Nilai kalor dari limbah tempurung kelapa sawit hasil pirolisis untuk proses temperatur 250-400 0C pada waktu 1 jam pirolisis dengan nilai 6942,531 kal/gr - 7070,335 kal/gr. kal/gr Daftar Pustaka
Goyal, H.B., Seal, D., Saxena, R.C., 2006. ”Bio-Fuels from Thermochemical Conversion of Renewable Resources”: A Review. India Institute of S Petroleum. India. Serio, M., Wojtowiez, S. Charpenay, 2004, ”Pyrolisis”, Chapter in Encyclopedia of Energy Technology and The Enviromental, John Wiley & Sons, New York. A A Ngr Dharma Putra, I Gst Ag Gd Mega Perbawa, Putu Rusdi Ariawan, 2009, “Penghantar Bahan Listrik”. Jurusan Teknik Elektro Universitas Udayana, JimbaranBali. Diebold, J. P.1999. ”Overview of Fast Pyrolisis of biomassa for the Production of Liquid Fuel”, USA
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
45
Volume I Nomor 1, April 2015
(Rina Lusiani, dkk.)
PEMANFAATAN LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI PAPAN KOMPOSIT DENGAN VARIASI PANJANG SERAT 1,2,3
Rina Lusiani1*, Sunardi2, Yogie Ardiansah3 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jendral Sudirman km. 3, Cilegon – 42435. *Email :
[email protected]
Abstrak Potensi limbah tandan kosong kelapa sawit yang kurang dimanfaatkan menjadi inspirasi untuk pembuatan papan komposit dari limbah tersebut. Pembuatan papan komposit dari limbah tandan kelapa sawit bertujuan untuk menghasilkan produk furniture yang ramah lingkungan dan memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan yang ada di pasaran. Bahan yang digunakan adalah serat tandan kelapa sawit, serbuk kayu sengon resin epoxy dan PVAc. Fraksi volume dari komposit ini adalah serat tandan kelapa sawit 15%, serbuk kayu 50%, resin epoxy 15% dan lem fox 20%. Pembuatan bahan dilakukakn dengan metode cold press single punch dengan tekanan 300 kg/cm2. Karakteristik bahan yang diteliti yaitu densitas, pengembangan tebal, kekerasan, impak, bending serta pengamatan struktur mikro. Dari hasil pengujian diperoleh papan komposit dengan karakteristik optimum yaitu pada panjang variasi serat 15 mm. Papan komposit variasi panjang 15 mm memiliki nilai densitas 0.973 g/cm3, pengembangan tebal 1.025%, kekerasan 26 N/mm2, nilai max force 41.904 N, batas elastisitas 904, 745 N/mm2, nilai impak 8.247 kj/m2. Kata kunci: panjang serat, serat tandan kosong kelapa sawit, papan komposit
1. Pendahuluan Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah padat yang dihasilkan pabrik/industri pengolahan minyak kelapa sawit. Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 sebesar 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 22.508.011 ton. Di Provinsi Banten sendiri produksi kelapa sawit tahun 2008 mencapai 25.865 sampai tahun 2012 mencapai 26.561 ton (BPS 2013). Karena melimpahnya sumber daya alam tersebut, terdapat potensi besar untuk memanfaatkan limbah kelapa sawit. Limbah yang digunakan dari kelapa sawit adalah bagian tandan kosong kelapa sawit. Limbah tandan kosong kelapa sawit dimanfaatkan dalam bentuk serat menjadi papan komposit. Teknologi pada saat ini banyak yang menggunakan konsep yang ramah lingkungan dan back to nature. Komposit ini termasuk salah satu teknologi yang berkonsep ramah lingkungan dan back to nature. Karena hasil komposit ini tidak menghasilkan limbah yang dapat merusak alam, tetapi memanfaatkan limbah alam seperti tandan kelapa sawit dan serbuk gergajian kayu sengon yang tidak termanfaatkan sebagai bahan dasar. Salah satu bahan campuran komposit ini berasal dari tanaman atau serat tanaman sebagai penguat dan matriksnya adalah polimer. Penggunaan komposit dimaksudkan untuk memanfaatkan limbah tandan kelapa sawit dan serbuk gergajian kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan komposit dengan memanfaatkan limbah pada industri kelapa sawit. Sehingga dapat digunakan sebagai material meubel atau furniture untuk menggantikan bahan kayu. Dengan adanya komposit ini, diharapkan akan memberi peluang usaha industri meubel lebih kreatif dan inovatif dalam berkreasi juga ikut serta melestarikan lingkungan.
2. Metodologi Penelitian 2.1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian. Adapun diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
ISSN 2407-7852
46
Volume I Nomor 1, April 2015
(Rina Lusiani, dkk.)
MULAI
Persiapan Bahan
Serat TKKS 15 % (Variasi Panjang 5, 10, 15 mm) Serbuk sengon 50 % Lem fox 20 % Resin Epoksi 15 %
Proses Mixing
Pembuatan Spesimen
Proses Kompaksi ( 30 Bar )
Spesimen Komposit
Pengujian Spesimen
Pengujian Kekerasan
Pengujian Densitas dan Porositas
Pengujian Impak
Analis a Data
Pengujian Bending
Pengujian Metalograf i
Literatur
Kesimpulan
Seles ai
Gambar 1. Diagram alir penelitian 2.2 Bahan yang digunakan a. Serat tandan kelapa sawit b. Serbuk kayu sengon c. PVAc (lem Fox) d. Resin epoxy e. NaOH f. Aquades 2.3 Alat yang digunakan a. Gunting dan pisau b. Jangka sorong c. Timbangan digital d. Mixer e. Mesin press f. Cetakan Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
47
Volume I Nomor 1, April 2015
g. h. i. j. k.
(Rina Lusiani, dkk.)
Ayakan (screening) Alat uji kekerasan Alat uji impak Alat uji bending Stopwat
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Pembuatan Spesimen Pembuatan material komposit terdiri dari beberapa jenis bahan penyusun. Pada komposit variasi 1 terdiri dari serat tandan kelapa sawit 15% dengan panjang 5 mm, serbuk kayu sengon 50 % mesh 40, lem fox 20% dan resin epoksi 15%. Pada variasi dua dan tiga komposisi dan bahan penyusun sama dengan variasi satu, hanya berbeda pada panjang seratnya. Untuk variasi pertama serat tandan kelapa sawit berukuran panjang 5 mm, variasi kedua panjang 10 mm, dan variasi ketiga dengan panjang serat tandan kelapa sawit 15 mm. Bentuk awal spesimen berbentuk balok dengan ukuran panjang 115 mm, lebar 70 mm, dan tinggi 40 mm. Pembuatan komposit ini ditekan dengan tekanan 300 bar menggunakan mesin press hidraulik.
Gambar 2. Spesimen Komposit 3.2 Pengujian Densitas Densitas atau massa jenis secara teoritis adalah massa per satuan volume. Bahan komposit yang dipengaruhi dengan variasi panjang serat 5, 10, 15 mm akan mempengaruhi densitasnya. Dalam pengujian komposit ini didapat data densitas komposit yang tertera pada tabel 1.
ISSN 2407-7852
48
Volume I Nomor 1, April 2015
(Rina Lusiani, dkk.)
Tabel 1. Data perhitungan uji densitas. Panjang serat (mm)
Densitas (g/cm3)
A
5
0.908
2
B
10
0.948
3
C
15
0.973
4
Papan partikel di pasaran
-
0.660
No
Kode Komposit
1
Dari hasil pengujian densitas, semakin panjang serat semakin besar pula nilai densitasnya. Walaupun kenaikan nilai densitasnya dari setiap variasi komposit tidak terlalu jauh. Kenaikan nilai densitas ini dikarenakan semakin panjang variasi serat jumlah seratnya semakin sedikit. Sehingga semakin panjang variasi serat lebih sedikit untuk matriks menyelimuti serat yang menimbulkan densitas yang lebih tinggi. Karena ikatan serat oleh matriks mempengaruhi nilai porositas yang berbanding terbalik dengan kerapatan.
densitas (g/cm3)
0.98 0.96 0.94 0.92 0.90 0.88 0.86 5
10
15
variasi panjang (mm) Gambar 3. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap nilai kerapatan 3.3 Pengujian Pengembangan Tebal Pengujian pengembangan tebal dilakukan dengan direndam air selama 24 jam pada temperatur ruang setiap variasi komposit. Dalam pengujian komposit ini didapat persentase pengembangan tebal komposit yang tertera pada tabel 2. Tabel 2. Data perhitungan uji pengembangan tebal. Panjang serat (mm)
Pengembangan tebal (%)
No
Kode Komposit
1
A
5
4.274
2
B
10
3.030
3
C
15
1.205
4
Papan partikel di pasaran
-
18.189
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
49
Volume I Nomor 1, April 2015
(Rina Lusiani, dkk.)
Pengembangan tebal (%)
Dari hasil pengujian pengembangan tebal di atas, nilai persentase pengembangan tebal menurun dengan semakin panjangnya panjang serat. Hal ini disebabkan karena adanya porositas. Pada data sebelumnya nilai densitas makin tinggi dengan makin bertambahnya panjang serat. Hal ini yang memperkuat karena secara teori nilai densitas berbanding terbalik dengan nilai porositas. 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 5
10
15
variasi panjang (mm) Gambar 4. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap pengembangan tebal papan komposit 3.4 Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode ball indentation menggunakan indentor bola baja berdiameter 5 mm dan pembebanan 49 N. Uji kekerasan ini menggunakan standar pengujian ISO 2039-1. Benda uji berbentuk balok dengan panjang 70 mm, lebar 35 mm dan tinggi 14 mm. Data hasil pengujian kekerasan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Data pengujian kekerasan (ball indentation) Panjang Serat (mm)
Ball Indentantion Hardness (N/mm²)
A
5 mm
17
2
B
10 mm
21
3
C
15 mm
26
4
Papan partikel di pasaran
-
22
No
Kade komposit
1
Dari hasil pengujian kekerasan dapat dilihat pengaruh panjang serat terhadap nilai kekerasan komposit. Pada komposit A didapat nilai kekerasan terendah dengan 19 N/mm² dan komposit C mempunyai nilai kekerasan tertinggi dengan 25 N/mm². Nilai kekerasan ini dipengaruhi oleh nilai densitas, semakin tinggi nilai densitas semakin bagus kerapatannya. Dengan kerapatan yang baik maka nilai kekerasan komposit tersebut semakin tinggi. Pengujian kekerasan untuk papan partikel yang ada di masyarakat diperoleh nilai kekerasan 22 N/mm². Nilai komposit A dan B yang nilai kekerasannya dibawah papan partikel yang ada di masyarakat, sedangkan komposit C nilai kekerasannya lebih baik dibandingkan papan partikel yang ada di pasaran. Pengaruh panjang serat terhadap kekerasan komposit dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.
ISSN 2407-7852
50
(Rina Lusiani, dkk.)
Ball Indentantion Hardness (N/mm²)
Volume I Nomor 1, April 2015
30 25 20 15 10 5 0 5
10
15
variasi panjang (mm) Gambar 5. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap nilai kekerasan 3.5 Pengujian Impak Pengujian impak yang dilakukan menggunakan metode charpy dengan mengacu pada standar SNI 179. Benda uji berukuran panjang 80 mm lebar 10 mm dan tebal 4 mm diletakkan horizontal pada alat uji dan dihantamkan oleh pendulum yang berenergi 2 joule dengan kecepatan 2.9 m/sec². Data hasil pengujian impak dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah.
Tabel 4 Data Uji impak Kode komposit
Panjang serat (mm)
Kekuatan impak (kj/m²)
1
A
5 mm
4.228
2
B
10 mm
6.228
3
C
15 mm
8.247
4
Papan partikel di pasaran
-
3.201
Dari data hasil pengujian impak dapat dilihat nilai kekuatan impak tertinggi ada pada komposit yang bervariasi panjang serat 15 mm dengan kekuatan impak 8.247 kj/m². sedangkan nilai kekuatan impak terendah ada pada komposit yang bervariasi 5 mm dengan kekuatan impak 4.228 kj/m², sedangkan komposit variasi panjang serat 10 mm memiliki kekuatan impak 6.228 kj/m². Dari ketiga variasi komposit yang diuji impak, semuanya memiliki kekuatan impak yang lebih baik daripada kekuatan impak papan partikel yang ada di pasaran yang hanya memiliki kekuatan impak 3.201 kj/m². Dari data di atas panjang serat mempengaruhi kekuatan impak, semakin panjang serat semakin besar nilai impaknya. Hal ini disebabkan serat dan bahan penyusun lainnya terdistribusi merata, sehingga penyerapan energi pada komposit saat diberi pembebanan uji impak mampu menyerap energy dengan baik. Selain itu juga titik konsentrasi komposit pada hantaman yang terkena uji impak memiliki ikatan matriks dengan rainforce dengan baik. Selain itu juga nilai densitas dan uji kekuatan mekanik lainnya menunjukkan semakin panjang serat semakin baik juga nilai densitas dan kekuatannya.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
51
(Rina Lusiani, dkk.)
Kekuatan impak (kj/m²)
Volume I Nomor 1, April 2015
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 5
10
15
variasi panjang (mm) Gambar 6. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap kekuatan impak 3.6 Pengujian Bending Pengujian bending yang dilakukan dngan metode 3 point bending (ASTM D 790). Benda uji berukuran panjang 100 mm, lebar 14 mm dan tebal 4 mm mendapat tekanan dibagian tengah oleh alat uji bending dengan kecepatan 2.64 mm/min kearah bawah benda uji. Pengujian diambil dengan posisi horizontal dengan kedua sisinya diberi penyangga dan diberi pembebanan pada bagian tengahnya. Hasil pengujian bending dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Data pengujian bending
Panjang serat (mm)
max force (N)
Elastic limit (N/mm2)
A
5 mm
29.248
569.947
2
B
10 mm
35.008
821.819
3
C
15 mm
41.904
904.745
7
Papan partikel di pasaran
-
16.968
667.293
No
Kode komposit
1
Dari data hasil pengujian bending dapat dilihat pengaruh variasi panjang serat terhadap nilai maximum force dan batas elastisitasnya. Pada komposit A nilai maximal force dan batas elastisitasnya terendah dengan 29.248 N dan 569.947 N/mm2. Sedangkan nilai maximum force dan batas elastisitas tertinggi pada komposit C dengan 41.904 N dan 904.745 N/mm2. Dengan demikian semakin panjang serat maka semakin tinggi nilai maximum force dan batas elastisitasnya, atau panjang serat berbanding lurus dengan nilai maximum force dan batas elastic. Hal ini disebabkan oleh titik konsentrasi tegangan pada campuran komposit yang merata. Sehingga kekuatan serat terdistribusi dengan baik pada titik konsentrasi tegangan saat pengujian uji bending. Ketiga variasi diatas (5, 10, 15 mm) nilai maximum force dan batas elastisitasnya lebih baik dibandingkan dengan nilai maximum force dan batas elastisitas papan partikel yang ada dipasaran. Nilai maximum force dan batas elastisitas papan partikel yang ada dipasaran hanya 16.968 N dan 667.293 N/mm2. Pengaruh panjang serat terhadap pengujian bending untuk nilai maximum force dan batas elastisitas dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
ISSN 2407-7852
52
(Rina Lusiani, dkk.)
max force (N)
Volume I Nomor 1, April 2015
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 5
10
15
variasi panjang (mm)
Elastic limit (N/mm2)
Gambar 7. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap maximum force dan batas elastisitas 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 5
10
15
variasi panjang (mm) Gambar 8. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap maximum force dan batas elastisitas 3.6 Pengamatan Struktur Mikro Pengamatan struktur mikro bahan komposit dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan pembesaran 50x. Bahan komposit tersusun oleh serbuk kayu sengon, serat tandan kelapa sawit, lem fox dan resin epoxy. Pembuatan bahan komposit dilakukan dengan variasi panjang serat 5 mm, 10 mm, 15 mm, dan ditekan pada cetakan dengan tekanan 300 kg/cm2. Foto mikro bahan komposit dapat dilihat pada Gambar 4.9 Dari hasil pengamatan struktur mikro, pada semua variasi struktur komposit tidak terlihat porositas. Walaupun sebenarnya hampir tidak mungkin tidak adanya porositas pada struktur komposit. Hal ini disebabkan adanya udara yang terjebak didalam komposit yang menimbulkan porositas. Pada gambar foto mikro resin epoksi terlihat berwarna hitam pekat, lem fox terlihat berwarna putih yang menggumpal, serbuk kayu sengon (filler) berwarna putih buram atau keabuabuan, sedangkan serat tandan kelapa sawit berwarna putih yang mengkilap.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
53
Volume I Nomor 1, April 2015
(Rina Lusiani, dkk.)
Serbuk kayu
Serat TKKS
Lem Fox
Resin
Gambar 9 Hasil uji struktur mikro
4 Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Pada penelitian pemanfaatan limbah tandan kelapa sawit sebagai papan komposit variasi panjang serat didapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Serat tandan kelapa sawit ini dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan papan komposit untuk pengaplikasian furniture. 2. Semakin panjang serat TKKS, maka nilai densitas, kekerasan, impak, maximum force dan batas limitnya semakin tinggi dan berbanding terbalik pada pengembangan tebal yang semakin panjang serat semakin rendah persentasenya 3. Variasi terbaik pada variasi panjang serat 15 mm dengan nilai densitas 0.973 g/cm3, nilai pengembangan tebal 1.025%, nilai kekerasan 26 N/mm2, nilai max force 41.904 N, nilai batas elastisitas 904, 745 N/mm2, dan nilai impak 8.247 kj/m2. Semua nilai pengujian diatas lebih baik daripada papan partikel yang ada di pasaran. 4.2 Saran Adapun saran yang bisa diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Untuk penelitian komposit polimer berikutnya disarankan menggunakan mesin hot press untuk mencetak sehingga holding time yang lebih cepat. 2. Untuk poses mixing atau pencampuran agar dilakukan diruang vakum agar udara tidak terjebak didalam dan penysunan bahan agar dapat merat dengan baik. 3. Cetakan dibuat tidak berbentuk sudut agar menghindari kebocoran saat proses kompaksi. DAFTAR PUSTAKA Gibson R.F., 1994, Principles Of Composite Material Mechanics, McGraw-Hill Book Co New York. Groover P., 2007, “Fundamentals of Modern Manufacturing”, Second edition. John Wiley & Sons. Haryo W., 2012, Pengaruh Penambahan Carbon Nanotube Pada Kekuatan Mekanik Komposit Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Resin Epoxy, Depok: Universitas Indonesia. Siti A., 2009, Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Komposit Untuk Meubel, Jakarta: Balai Besar Kimia Dan Kemasan. SNI Handbook ICS 79.060.20, 2004, Standar Nasional Indonesia 03-2105-2006 Papan Partikel. Rafiuddin S., 2012, Analisis Sifat Mekanis Tenunan Serat Rami Jenis Basket Tipe S 3/12 Dengan Matriks Epoksi Resin (Kekuatan Bending), Makasar: Universitas Hasannudin. Lusita W., 2013, Pengaruh Waktu Pengempaan Dan Variasi Komposisi Paduan Papan Partikel Dengan Menggunakan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Perekat Urea Formaldehyde 1001 Terhadap Nilai Impak, Padang: Universitas Andalas. Widayani, 2013, Pembuatan Komposit Papan Serat Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Karakterisasi Sifat Fisis Dan Mekanisnya, Bandung. ISSN 2407-7852
54
Volume I Nomor 1, April 2015
(Slamet Wiyono, dkk)
DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045 1,2,3
Slamet Wiyono1*, Rina Lusiani2, Ari Wibowo3 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman KM 3 Cilegon 42435 *Email:
[email protected] Abstrak
Temperatur pemotongan merupakan data pemesinan yang sangat penting dalam suatu proses pemotongan logam. Laju kenaikan temperatur pemotongan yang tinggi menyebabkan pendeknya umur pahat yang mengakibatkan proses pemesinan menjadi tidak ekonomis. Temperatur pada area kontak antar muka pahat dan benda kerja diprediksi melalui simulasi pemotongan untuk mengetahui distribusi temperatur pada pahat dan benda kerja sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan proses pemesinan. Dalam penelitian ini dijelaskan simulasi proses pemotongan mekanik pada baja AISI 1045 menggunkan material pahat HSS. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi pengaruh variasi kedalaman pemotongan terhadap distribusi temperatur pada pahat dan benda kerja. Variasi kealaman pemotongan yang digunakan adalah 0.5 mm,1.0 mm,1.5 mm sedangkan parameter lainnya konstan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi kedalaman potong dan panjang pemotongan menghasilkan temperatur pemotongan yang semakin tinggi. Pemakaian kedalaman 1.5 mmdan panjang pemotongan 35 mm menghasilkan temperatur tertinggi mencapai 380,4 K pada area rekahan geram, 341,7 K pada permukaan benda kerja dan 345,7 K pada pahat. Validasi temperatur dilkakukan melalui pengukuran temperatur secara langsung pada proses machining pada kondisi pemotongan yang sama dengan bantuan infrared thermometer. Tempertaur yang terukur adalah 315,13 K, 322,67 K dan 359,23 K. Kata kunci: simulasi pemotongan mekanik, temperatur pemotongan
1.
PENDAHULUAN
Proses merubah bentuk dengan cara membuang sebagian material dalam bentuk serpihan geram dengan melibatkan mesin perkakas industri merupakan teknik produksi yang dikenal sebagai proses pemesinan. Selama proses permesinan berlangsung terjadi interaksi antara pahat dengan benda kerja dimana benda kerja terpotong sedangkan pahat mengalami gesekan oleh geram yang mengalir dipermukaan pahat. Akibat gesekan ini pahat mengalami perubahan temperatur yang terus meningkat yang dapat menurunkan kemampuan funsional pahat. Sedangkan material benda kerja akan mengalami proses-proses perubahan sifat fisik maupun sifat kimianya [Jaroslav Mackerle, 1999]. Karena itu perlu pengendalian laju kenaikan temperatur dengan cara penggunaan media pendingin (coolant) pada saat proses pemotongan. Pada kasus pemesinan tanpa menggunakan media pendingin, laju kenaikan temperatur pada area pemotongan dapat terjadi dengan sangat cepat. Jika terjadi konsentrasi panas pada satu daerah tertentu akan mengakibatkan panas yang berlebih yang dapat menyebabkan kegagalan proses [Wiyono, S, dan Lusiani, R, 2008]. Misalnya, jika panas hanya terkonsentrasi pada mata pahat, maka akan mempercepat proses keausannya. Demikian juga jika konsentrasi panas hanya terjadi pada benda kerja, maka benda kerja akan mengalami rekristalisasi. Untuk mengurangi resiko kegagalan proses pemesinan perlu diketahui konsentrasi dan distribusi temperatur yang terjadi pada daerah antar muka pahat dengan benda kerja, pada pahat maupun pada permukaan benda kerja. Area distribusi temperatur pada proses pemotongan terbagi manjadi tiga area, yaitu area geram, pahat dan benda kerja.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
55
Volume I Nomor 1, April 2015
(Slamet Wiyono, dkk)
Gambar 1. Disipasi panas panas pada area pemotongan Gambar 1 menunjukkan tiga area yang menyebabkan kenaikan temperatur selama proses pemotongan berlangsung, yaitu primary shear zone, secondary shear zone, workpiece-tool interface. Pada zona geser dimana deformasi plastis utama terjadi, energi geser akan meningkatkan temperatur geram (chip). Panas yang dihasilkan pada area ini mencapai 80-85% dari panas total yang dihasilkan selama proses pemotongan. Panas ini terbawa oleh geram ketika bergerak ke atas di sepanjang permukaan pahat. Pada zona tool-chips interface, terjadi deformasi plastik sekunder karena gesekan antara geram dan pahat. Hal ini menyebabkan kenaikan temperatur pada permukaan pahat. 15-20% dari total panas selama proses pemesinan dihasilkan dari zona ini. Sedangkan sisanya dihasilkan dari workpiece-tool interface [Jaroslav Mackerle,1999]. Panas yang dihasilkan selanjutnya terserap oleh geram mencapai 60%, 10-30% terserap oleh pahat dan sisanya 10% terserap oleh benda kerja [Groover, 2002].
2.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi pengaruh variasi kedalaman pemotongan terhadap distribusi temperatur pada area antar muka pahat, permukaan mata pahat dan benda kerja dengan pendekatan simulasi komputer. Beberapa perangkat lunak yang paling umum digunakan untuk analisa dengan pendekatan ini adalah DEFORM-3D and ANSYS 13.0. Dalam metode analisis ini, area bidang potong didefinisikan sebagai sebuah kontinum yang didiskritkan dalam bentuk geometris sederhana yang disebut elemen hingga. Benda kerja dimodelkan sebagai termo elastikplastik, sedangkan tegangan alir dianggap sebagai fungsi dari regangan, sedangkan laju regangan dan temperatur mewakili real behavior pemotongan. Gesekan antara pahat dan geram merupakan tipe coulomb firction (μ) dengan nilai 0,5 [W. Grzesik, dkk., 2005, Stolaraski, T.N. dan Y. Yoshimoto S, 2006]. Material uji yang digunakan adalah baja AISI 1045 dan pahat HSS. Untuk memperoleh tujuan tersebut, dilakukan simulasi pemotongan mekanik dengan bantuan komputer dengan data input dari perencanaan proses pemesinan yang telah ditetapkan sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 1. Sifat fisis material
Parameter Konduktifitas termal Panas specifik Densitas Temperatur rekristalisasi Melting point
AISI 1045 53 w/mK 505 J/kg.K 7900 kg/m3 620.2 K
HSS 20.7 w/mK 459 J/kg.K 8760 kg/m3 867.2 K
1771 K
1703 K
ISSN 2407-7852
56
Volume I Nomor 1, April 2015
(Slamet Wiyono, dkk)
Tabel 2. Parameter percobaan
Kedalaman pemotongan 0,5 mm 1,0 mm 1,5 mm
Kecepatan potong
Feed rate
89 m/min
0,056 mm/rev.
Hasil simulasi divalidasi melalui insitu machining pada mesin bubut dengan parameter yang sama. Pengujian insitu machining dilakukan tanpa menggunakan media pendingin (coolant). Sedangkan pengukuran temperatur pada area pemotongan dilakukan dengan bantuan Infrared Thermometer.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1 merupakan hasil simulasi nodal temperatur pada panjang pemotongan 35 mm. Secara umum, distribusi temperatur terbagi dalam tiga zona, yaitu zona pahat, benda kerja dan geram. Jika diurutkan, temperatur tertinggi terjadi pada pemakaian kedalaman pemotongan 1,5 mm, 1,0 mm dan 0,5 mm sebagaimana dirangkum pada table 3. Tabel 3. Hasil simulasi temperatur pada tiga area
Kedalaman pemotongan 0,5 mm 1,0 mm 1,5 mm
Temperatur geram 341,7 K 345,7 K 380,4 K
Temperatur pahat 315,8 K 324,0 K 360,9 K
Temperatur benda kerja 329,4 K 331,9 K 371,7 K
Dari tiga variasi kedalaman pemotongan 0,5 mm, 1,0 mm dan 1,5 mm, hasil simulasi menunjukkan bahwa temperatur tertinggi terjadi pada area rekahan geram, masing-masing adalah 341,7 K, 345,7 K dan 380,4 K sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Tingginya temperatur ini disebabkan karena pada daerah ini material benda kerja mengalami pergeseran akibat penetrasi dari pahat. Karena penetrasi pahat terjadi pada kondisi bergerak yang disertai dengan gesekan sehingga menyebabkan kenaikan temperatur area geser. Temperatur yang berasal dari area geser ini selanjutnya didistribusikan pada benda kerja dan pahat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 di atas.Tingginya temperatur yang dihasilkan dari proses pemotongan, khususnya yang terdistribusi ke benda kerja, jika dibandingkan dengan sifat baja AISI 1045 yang memiliki temperatur rekristalisai pada 620.2 K dan melting point pada temperatur 1771 K, maka benda kerja tidak mengalami perubahan struktur ikatan atom (rekristalisasi) karena temperatur benda kerja masih di bawah temperatur rekristalisasinya. Demikian juga distribusi temperatur pada pahat tidak menyebabkan rekristalisasi.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
57
Volume I Nomor 1, April 2015
(Slamet Wiyono, dkk)
(a) Simulasi nodal temperatur pada kedalaman potong 0,5 mm
(b) Simulasi nodal temperatur pada kedalaman potong 1,0 mm
(c) Simulasi nodal temperature pada kedalaman potong 1,5 mm
Gambar 2. Simulasi nodal temperatur pada area pemotongan Untuk mengetahui kondisi temperatur sebenarnya pada area geser, dilakukan proses insitu machining dan pengukuran temperatur dengan cara menembakkan sinar infrared thermometer pada area geser. Rekam data dilakukan beberapa kali untuk panjang pemotongan yang berbeda sesuai dengan pengaturan parameter pada proses simulasi. Hasil pembacaan infrared thermometer ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini. Pada pemakaian kedalaman pemotongan 0.5 mm, temperatur area geser pada tiga titik sepanjang pemotongan 10 mm, 20 mm dan 35 mm adalah 305,43 K, 306,27 K dan 309, 13 K. Temperatur terukur pemakaian kedalaman pemotongan 1,0 mm adalah 310,97 K, 312,20 K dan 329,77 K. Sedangkan temperatur terukur pada pemakaian kedalaman pemotongan 1,5 mm adalah 315,13 K, 322,67 K dan 359,23 K. Tren temperatur pemotongan pada area geser cenderung meningkat seiring dengan lamanya waktu kontak antara pahat dan benda kerja yang diwakili oleh panjang pemotongan. Temepratur tertinggi pada area geser terjadi pada pemakaian kedalaman pemotongan 1,5 mm yang mencapai 359,23 K dengan total panjang pemesinan 35 mm. Jika dibandingkan dengan hasil simulasi, temperatur tertinggi yang terukur dari variasi pemakaian kedalaman pemotongan terdapat selisih rata-rata diatas 20% lebih tinggi dari deviasi standar yang dipersyaratkan pada umumnya tidak lebih dari 13% (Stolaraski, T.N. dan Y. Yoshimoto S, 2006].
ISSN 2407-7852
58
Volume I Nomor 1, April 2015
(Slamet Wiyono, dkk)
Gambar 3. Suhu terukur pada eksperimen validasi Selisih nilai temperatur ini dapat disebabkan karena metode pengukurannya dan pengaruh temperatur linkungan pada saat pengukuran langsung. Namun demikian, secara umum temperatur hasil simulasi maupun temperatur hasil pengukuran langsung pada proses pemesinan akhir baja AISI 1045 pada panjang pemotongan 35 mm masih dapat diterapkan karena temperatur yang dihasilkan masih dibawah temperatur rekristalisasi dari benda kerja maupun pahat sehingga tidak menyebabkan perubahan sifat mekanisnya.
4.
KESIMPULAN 1. Temperatur tertinggi hasil simulasi maupun temperatur hasil pengukuran masih dalam batas aman untuk diterapkan pada proses pemesinan akhir baja AISI 1045. 2. Semakin tinggi kedalamanan pemotongan dan panjang pemotongannya, temperatur yang dihasilkan pada zona utama juga semakin tinggi. 3. Temperatur paling tinggi terjadi pada rekahan geram dan terbawa oleh geram yang terlepas dari logam induk.
DAFTAR PUSTAKA Groover, (2002). Fundamentals of Modern Manufacturing; Materials Processing and system, John Wiley and Sons, New York. Jaroslav Mackerle, (1999), Finite element analysis and simulation of machining: a bibliography, Journal of Materials Processing Technology, pp. 17-24 Stolaraski, T.N. dan Y. Yoshimoto S., (2006), Engineering Analysis with Ansys Software, Elsevier Butterworth-Heinemann, Oxford. Wiyono, S, dan Lusiani, R, (2008), Pengaruh Pemesinan tanpa Cutting Fluid terhadap Kualitas Baja AISI 01 yang Dikeraskan. Prosiding SNTTM 7, Manado. W. Grzesik, M. Bartoszuk and P. Niesłony, (2005), Finite Element Modeling of Temperature Distribution in the Cutting Zone in Turning Processes with Differently Coated Tools., 13th international scientific conference, Ireland, pp. 1-4. Tira Austenite Steell, PT., Jakarta, (2011), Katalog Material Baja AISI 1045.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
59
Volume I Nomor 1, April 2015
(Imron Rosyadi, dkk.)
ANALISA UNJUK KERJA MESIN DIESEL KAPASITAS 132cc PADA PROTOTIPE CULA SATU UNTIRTA 1,2,3
Imron Rosyadi1*, Agung Sudrajat2, Teguh Perkasa Alam3 JurusanTeknikMesin, FakultasTeknik, Universitas Sultan AgengTirtayasa, Jl. Jend. Sudirman Km.3 Cilegon, 42435 *E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Indonesia Energy Marathon Challenge (IEMC) is an activity held to test the ability of designing and building vehicles that are safe, efficient and environmentally friendly. Cula Satu Untirta were the work of students of Untirta Mechanical Engineering who has followed IEMC competition in 2013. This vehicle uses 4 stroke diesel engine which has a capacity of 210 cc. However, from the use of large-capacity diesel engine that it acquired less than optimal results, due to the large cylinder capacity can affect fuel use is becoming increasingly large.This is the purpose of the writer to manage the use of fuel consumption on the machine which has a capacity of 210 cc by modifying the cylinder volume of the decline from 210cc to 132cc. From testing using three fuels (Pertamina Dex, Shell and Total diesel diesel) obtained as a result of that Shell has diesel torque, power and low fuel consumption with maximum torque set at 1,800 rpm engine with engine rotation value of 8.76 Nm, as well as maximum power at 2000 rpm with a value of 2.36 hp. On lap 1600 rpm with load on handles 0.56 kg, Daya 1.86 hp which can reach time 204.66 seconds. Keywords: prototype cars, diesel motor, engine performance, fuel consumption
1. PENDAHULUAN Semakin berkurangnya cadangan minyak di Indonesia, tidak sama dengan angka kendaraan di Indonesia yang semakin tahun semakin tinggi. Untuk itu perlu dilakukan rancang bangun kendaraan yang dapat menghemat penggunaan bahan bakar. Indonesia Energy Marathon Challenge (IEMC) merupakan kegiatan yang diadakan untuk menguji kemampuan merancang dan membangun kendaraan yang aman, irit dan ramah lingkungan. Cula Satu Untirta merupakan hasil karya dari mahasiswa Teknik Mesin Untirta yang telah mengikuti kompetisi IEMC pada tahun 2013. Dimana kendaraan ini di desain sebagai kendaraan hemat bahan bakar yang menggunakan motor diesel 4 langkah yang berkapasitas 210 cc dalam satu silinder. Namun dari penggunaan mesin diesel yang berkapasitas besar ini hasil yang didapatkan kurang optimal, karena kapasitas silinder yang besar dapat mempengaruhi penggunaan bahan bakar menjadi semakin besar. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan guna meminimalkan
pemakaian konsumsi bahan bakar pada mesin diesel 4 langkah satu silinder yang berkapasitas 210 cc dengan cara memodifikasi penurunan volume silinder dari 210cc menjadi 132 cc. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efesiensi pemakaian bahan bakar. Bobot mobil yang semakin besar menjadikan beban kerja mesin juga semakin besar. Kendaraan berkapasitas 1 orang dengan bobot yang rendah diperkirakan cukup untuk mesin dengan berkapasitas 132cc. Ini disebabkan bukan hanya kapasitas silinder berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar akan tetapi pengaplikasian mesin 1 silinder dangan kapasitas 132cc ini diharapkan memiliki daya mesin yang lebih rendah dan bobot mesin yang tidak besar. Maka dari itu peneliti berharap dengan bobot mesin yang rendah dan kapasitas silinder yang kecil konsumsi bahan bakar bisa seefesien mungkin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan bakar biodiesel memiliki performa yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan solar. Untuk itu pengujian yang dilakukan adalah dengan menguji performa mesin untuk varian bahan bakar diesel hasil penyulingan yang dibandingkan dari beberapa produk yang sudah ada di pasaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui performa (torsi, daya output dan SFC) motor diesel berbahan bakar Pertamia Dex, Shell diesel dan Total diesel.
ISSN 2407-7852
60
Volume I Nomor 1, April 2015
(Imron Rosyadi, dkk.)
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Spesifikasi Alat hasil modifikasi : Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen terhadap motor diesel 132 cc yang akan diuji. Mesin ini berawal dari mesin diesel kama 210cc satu silinder dengan komposisi diameter 78 mm dan langkah 50 mm. setelah di modifikasi komposisi dari diameter menjadi 58 dan langkahnya tetap 50 mm. Spesifikasi mesin diesel yang sudah dimodifikasi adalah sebagai berikut : Tabel 1. Spesifikasi Mesin Setelah di Modifikasi.
No Nama Spesifikasi
Data Spesifikasi
1
Tipe mesin
Diesel engine four stroke
2
Kapasitas silinder (cc)
132
3
Jumlah silinder
1
4
Pendingin mesin
Udara
5
Diameter x langkah (mm)
58x50
6
Tipe kopling
Sentrifugal kering
2.2. Alat dan Bahan Berikut adalah beberapa peralatan yang digunakan sebagai alat uji performa mesin diesel 132 cc hasil modifikasi. Peralatan : 1. Mesin Diesel 2. Tachometer 3. Stopwhatch 4. Gelas Ukur 5. Load Shell Bahan bakar yang digunakan : 1. Pertamina Dex 2. Shell Diesel 3. Total Diesel Setelah dilakukan modifikasi mesin dengan mengurangi kapasitas silinder menjadi 1332 cc. Alat uji performa dilakukan modifikasi pada alat pengujian torsi yang sebelumnya digunakan manual pengereman menjadi mekanisme hydolik untuk dapat mengontrol daya pengereman yang lebih baik dan akurat. Pengujian dilakukan dengan varian tanpa pembebanan dan pembebanan 50%. 2.3. Prosedur Pengujian Hasil modifikasi mesin diesel tersebut kemudian diuji performa dengan menggunakan 3 varian bahan bakar . Pengujian yang dilakukan antara lain : 1. Pengujian performa dari motor diesel berupa daya output, SFC dan torsi pada putaran yang variabel yaitu: a) 1200 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal b) 1400 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal c) 1600 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
61
Volume I Nomor 1, April 2015
(Imron Rosyadi, dkk.)
d) 1800 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal e) 2000 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal 2. Pengujian dilakukan dengan bahan bakar pertamina Dex, Shell diesel dan Total diesel. Dibawah ini adalah diagram prosedur pengujian mesin diesel hasil modifikasi. Mulai
Mempersiapkan motor, mengisi bahan bakar (pertamina DEX, Shell diesel dan Total diesel) dan menghidupkan motor
Menghidupkan Menghidupkan Menghidupkan Menghidupkan motor dengan motor dengan motor dengan motor dengan putaran 1800 putaranalir 1600 putaran 1400 putaran 1200 Berikut ini merupakan gambar diagram prosedur penelitian: rpm rpm rpm rpm
Menghidupkan motor dengan putaran 2000 rpm
Mengukur kecepatan putaran motor dengan alat ukur Tachometer dan konsumsi BB
Memberikan beban dengan pengereman hingga motor berhenti
Mencatat beban yang ditampilkan pada display load cell
Menghitung torsi ,daya output dan SFC
Selesai
Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Pengujian Performa mesin diesel 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil percobaan unjuk kerja mesin diesel dengan bahan bakar Pertamina Dex, Shell Diesel, dan Total Diesel ini diperoleh Torsi, Daya, dan Sfc sebagai berikut :
ISSN 2407-7852
62
Volume I Nomor 1, April 2015
(Imron Rosyadi, dkk.)
Torsi (Nm)
a. Torsi dan Daya 9.00 8.75 8.50 8.25 8.00 7.75 7.50 7.25 7.00 6.75 6.50 6.25 6.00 5.75 5.50 5.25 5.00
Pertamina DEX Shell Diesel Total Dieael
1200
1400
1600
1800
2000
Putaran (Rpm)
Gambar 2 Perbandingan Putaran (rpm) dengan Torsi (Nm) Pada setiap bahan bakar mempunyai kecenderungan yang sama. Pada putaran 1200 rpm sampai dengan putaran 1800 rpm torsi beranjak naik seiring dengan putaran mesin permenitnya, itu menunjukan kekuatan putar mesin maksimal pada rpm 1800 dengan nilai 8,95 Nm untuk bahan bakar Pertamina Dex, 8,76 Nm untuk bahan bakar Shell Diesel, 8,63 Nm untuk bahan bakar Total Diesel. Bahan bakar Pertamina Dex memiliki torsi paling tinggi dibandingkan dengan bahan bakar yang lain, dikarnakan Pertamina Dex memiliki cetane number paling tinggi dengan angka 53. Pada 2000 rpm torsi untuk semua bahan bakar menurun menunjukan penurunan kekuatan putar dari mesin tersebut, bisa dilihat dari gaya beban pada handle untuk setiap bahan bakar yang lebih rendah dibandingkan pada saat putaran mesin 1800 rpm, akan tetapi walau mempunyai penurunan torsi pada putaran mesin 2000 rpm mempunyai putaran yang lebih cepat, sehingga walau torsi menurun daya mesin akan bertambah. Banyak hal yang dapat menyebabkan torsi puncak tidak diputaran tertinggi terutama pada desain mesinnya, diantaranya duration camshaft, ratio kompresi, dimensi lubang porting, diameter katup dan lainnya yang tidak dihitung pada penelitian ini. Daya atau tenaga dilihat dari pergerakan grafik pada gambar 3 yang menunjukan semakin besar putaran mesin maka tenaga yang dihasilkan akan semakin besar. Daya yang di hasilkan oleh setiap bahan bakar berbeda-beda, pada rpm 1200 daya terbesar pada saat menggunakan bahan bakar Total Diesel dengan menghasilkan daya 1,11 hp ini disebabkan karena pemakaian bahan bakar pada rpm 1200 Total Diesel lebih banyak menggunakan bahan bakar dengan demikian daya yang di hasilkan akan lebih besar dan masa jenis Total Diesel lebih tinggi dari pada bahan bakar lain dengan angka 0,84 Kg/dm3 maka dari itu pada putaran rendah pengkabutan tidak sempurna karena masa jenis bahan bakar yang terlalu berat yang menyebabkan lebih banyak penggunaan bahan bakarnya. 3
Daya (hp)
2.5 2 1.5
Pertamina DEX Shell Diesel
1
Total Diesel
0.5 0 1200
1400
1600
1800
2000
Putaran (Rpm)
Gambar 3. Perbandingan Putaran (rpm) dengan Daya (hp) Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
63
Volume I Nomor 1, April 2015
(Imron Rosyadi, dkk.)
Bahan bakar Shell Diesel mempunyai kelebihan yaitu dengan nilai sulfur yang rendah dengan demikian hasil pembakarannya lebih bersih dan sempurna, maka dari itu Shell Diesel pada rpm 1400 memiliki daya tertinggi dibandingkan bahan bakar yang lain dengan nilai daya 1,61 hp. Pertamina Dex memiliki karakteristik bahan bakar yang mempunyai angka cetane 53 lebih tinggi di banding bahan bakar lain dan Pertamina Dex memiliki adiktif sehingga bahan bakar ini mempunyai kelebihan di rpm menengah sampai tinggi, maka dari itu pada rpm 1600, 1800 dan 2000 Pertamina Dex lebih unggul dengan nilai daya 1,89 hp, 2,41 hp dan 2,65 hp.
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (g/kwh)
b. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Sfc) pakai pembebanan dan tanpa pembeban.
180 160 140 120
Pertamina DEX Shell Diesel
100
Total Diesel
80 60 1200
1400
1600
1800
2000
Putaran (rpm)
Gambar 4. Perbandingan rpm dengan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (g/Kwh) tanpa Pembebanan .
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (g/kwh)
Konsumsi bahan bakar spesifik pada percobaan tanpa pembebanan dengan ketiga bahan bakar yang digunakan memiliki kecenderungan menurun pada setiap putarannya. Bahan bakar Pertamina Dex, Shell Diesel, dan Total Diesel memiliki variasi Sfc yang berbeda-beda dengan angka terhemat di dapat dengan menggunakan bahan bakar Shell Diesel dengan angka 71,55 g/kWH. Bahan bakar Total Diesel memiliki konsumsi bahan bakar terbesar bibandingkan dengan bahan bakar lain sedangkan daya yang di hasilkannya rendah maka dari ittu nilai Sfc nya sangat besar di badingkan dengan bahan bakar Pertamina Dex dan Shell Diesel. 260 240 220 200 180
Pertamina DEX
160
Shell Diesel
140
Total Diesel
120 100 80 1200
1400
1600
1800
2000
Putaran (rpm)
Gambar 5. Perbandingan Konsumsi bahan bakar spesifik dengan putaran (rpm) terhadap beban 50% ISSN 2407-7852
64
Volume I Nomor 1, April 2015
(Imron Rosyadi, dkk.)
Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kwh) dengan beban 50% terlihat bahwa setiap bahan bakar cenderung menurun dari rpm 1200 sampai rpm 1800 dan menaik kembali pada rpm 2000, penurunan tertinggi pada putaran mesin 1800 rpm, itu menunjukan bahwa kekuatan putar atau torsi yang tinggi membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak. Bila menggunakan pembebanan angka Sfc Pertamina Dex lebih besar pada rpm 1200, 1800 dan 2000 dengan angka Sfc 246.66 g/kwh, 112.59 g/kwh dan 114.64 g/kwh. Pertamina Dex memiliki daya yang lebih besar di banding bahan bakar Shell Diesel dan Total Diesel maka dari itu angka Sfc yang di hasilkan juga besar. Sedangkan rpm 1400 dan 1600 total diesel memiliki angka tertinggi dengan angka 151,24 g/kwh dan 128,22 g/kwh. Ini menunjukn bahwa Total diesel lebih banyak menggunakan bahan bakar pada rpm 1400 dan rpm 1600 karena pengkabutan yang tidak normal yang di sebabkan masa jenis Total Diesel lebih tinggi yang mengakibatkan lebih bayak menggunakan bahan bakar. 4. KESIMPULAN 1. Daya yang dihasilkan dari pengujian performa mesin mendapatkan penurunan dari spesifikasi mesin sebelumnya dengan nilai 4 hp. Ini dikarenakan meminimasi volume silinder. Dari percobaan ini didapat untuk setiap bahan bakar kenaikan putaran mesin berbanding lurus dengan kenaikan daya yang dihasilkan dengan daya maksimum 2,65 hp untuk bahan bakar Pertamina Dex, 2,53 hp untuk bahan bakar Shell Diesel dan 2,55 hp untuk bahan bakar Total Diesel pada putaran 2000 rpm 2. Torsi yang dihasilkan pada setiap bahan bakar dari pengujian performa mesin memiliki kenaikan dari putaran 1200 rpm sampai nilai maksimum pada putaran mesin 1800 rpm. Ini menunjukan bahwa kekuatan putar terbesar dari mesin diesel 132cc ini berada pada putaran 1800 rpm. Nilai maksimum pada masing-masing torsi adalah 8,95 Nm untuk bahan bakar Pertamina Dex, 8,76 Nm untuk bahan bakar Shell Diesel dan 8,63 Nm untuk bahan bakar Total Diesel. 3. Pemakaian konsumsi bahan bakar saat mesin dilakukan dan tanpa dilakukan pembebanan memiliki cukup perbedaan. Semakin tinggi putaran mesin maka semakin banyak bahan bakar yang digunakan, pada saat tidak dilakukan pembebanan. Dari hasil pengujian performa mesin diesel ini dapat disimpulkan bahwa semakin rendah kapasitas silinder yang digunakan maka semakin kecil Daya, Torsi dan Konsumsi bahan bakar yang didapatkan. Pada putaran 1600 rpm dengan beban pada handle 0,56 kg, Daya 1,86 hp yang dapat menempuh waktu 204,66 detik dengan menggunakan bahan bakar Shell Diesel, menurut analisa penulis pada rpm 1600 sangat efesien. 5. DAFTAR PUSTAKA Aziz.Isalmi,2010, Uji Performance Mesin diesel Menggunakan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas,Jakarta. Ir. Pudjanarsa, Astu. 2008. Mesin Konversi Energi. Yogyakarta. C.V Andi Offset Heywood, John B.1984. Internal Combustion Engine Fundamental. Massachusetts Ganesan.V. 2003. Internal Combustion Engine. New Delhi India: Tatra McGraw-Hill Publishing Co. Irawan Agustinus Purna. 2007. Diktat Kuliah Mekanika Teknik. Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara: Jakarta. Kurmi,R.S. 2005. Machine design. Ir.Sularso, MSME. 2008. Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin.Lektor Kepala Departemen Mesin Institute Teknologi Bandung, S.K. Kulshresta. 1989. Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. Universitas Indonesia. W. Culp, Archie Jr.1989. Prinsip- Prinsip Konversi Energi. Jakarta. Erlanga. Mardikus.Stefan 2012. Analisa Performa Diesel dengan Sistem Venturi Scrubber- Egr menggunakan Bahan Bakar Campuran Solar-Minyak Jarak. Jl.Prof. Sudarto, SH – Tembalang, Semarang. Raharjo.Samsudi Raharjo,2012, Analisa Performa Mesin Diesel Dengan Bahan Bakar Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar,Bandung. Diesel.Rudolf, Wikipedia.Com Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
65
Volume I Nomor 1, April 2015
(Agung Sudrajad, dkk.)
ANALISA THERMAL GRAVIMETRIC ANALYSIS BAHAN BAKAR EMULSI AIR 1,2,3
Agung Sudrajad1*, Ipick Setiawan2, Achmad Faisal3 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Tenik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman Km.3 Cilegon, 42435 *Email :
[email protected]
ABSTRACT The fuel that we use in the subsistence component containing air pollutants. To overcome these problems the researchers and engineers to create a way for the fuel used was clean and friendly environment. One method used is a water emulsion. This study aims to identify the characteristics of the water emulsion fuel. This study is determine the characteristics of the water emulsion fuel through testing Thermal Gravimetric Analysis (TGA). From the test results it can be seen pure diesel fuel MDO begin to decompose at temperatures of 230°C, whereas all samples of diesel emulsion water average decomposes at a temperature of 110°C. In Thermal Gravimetric Analysis (TGA) testing sample numbers II is the best sample. Keywords: emulsion, water, diesel fuel, TGA
1. PENDAHULUAN Bahan bakar yang kita gunakan untuk kendaraan kita mengandung komponen pencemar udara. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut banyak para engineer menciptakan cara agar bahan bakar yang digunakan itu bersih dan ramah lingkungan. Salah satu cara yang digunakan yaitu emulsi air. Pembakaran emulsi sangat berpotensi mengatasi pemecahan masalah yang berkaitan dengan lingkungan yang bersih dan pemanfaatan energi yang efektif. Disamping itu ketersediaan bahan bakar minyak yang menipis juga menjadi faktor mendorongnya manusia agar berfikir bagaimana cara mengurangi konsumsi bahan bakar minyak tersebut. Selama ini dalam penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan bahan bakar emulsi air seringkali tidak semuanya dapat mencapai standar kualitas yang sudah ditetapkan. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor salah satunya pengaruh komposisi bahan bakar emulsi air yang tidak sesuai. Oleh karena itu mutu proses produksi bahan bakar emulsi air harus diperhatikan, yaitu dengan mengontrol setiap bahan dan peralatan yang digunakan, dan melakukan trial mix guna memperoleh mutu yang sesuai. Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang molekulnya tidak rapat, jika dibandingkan dengan bahan bakar padat molekul bahan bakar cair dapat bergerak bebas. Minyak bumi (petroleum) berasal dari kata-kata: Petro = rock (batu) dan leaum = oil (minyak). Minyak bumi sebagian besar terdiri dari campuran molekul carbon dan hydrogen yang disebut dengan hydrocarbons. Minyak bumi terbentuk dari siklus alami yang dimulai dari sedimentasi sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang terperangkap selama jutaan tahun. Pada umumnya terjadi jauh dibawah dasar lautan. Material-material organik tersebut berubah menjadi minyak bumi akibat efek kombinasi temperatur dan tekanan di dalam kerak bumi. Komposisi dan sifat dari bahan bakar minyak ditentukan dari jenis dan kandungan minyak bumi mentah asalnya, metode penyulingan yang digunakan dan tergantung dari sifat zat-zat campuran yang ditambahkan untuk meningkatkan mutu bahan bakar minyak. Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan yang biasanya bercampur baik dengan sendirinya maupun dengan cara di blender. Bahan bakar emulsi adalah bahan bakar yang diperbarui dengan berbagai macam zat yang terdapat dibumi, misalkan air, minyak kelapa, minyak jarak, dan lain sebagainya.
ISSN 2407-7852
Volume I Nomor 1, April 2015
2.
(Agung Sudrajad, dkk.)
METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Hal pertama yang dilakukan untuk melakukan penelitian adalah membuat aditif dengan menggunakan mixer mekanikal. Komposisi aditif-solar-air adalah berdasarkan metode taguchi yang dibahas dalam tulisan lain. Setelah dilakukan pembuatan sampel solar emulsi air dari perancangan yang telah dibuat lalu sampel tersebut diseleksi berdasarkan: Menggunakan surfactant/emulsifier yang lebih sedikit komposisinya dari sampel lain, dan Perubahan fisik solar murni tidak jauh berbeda dengan hasil rancangan. Berikut ini adalah sampel yang telah diseleksi dari perancangan I dan perancangan II metode desain eksperimen Taguchi: Tabel 1. Hasil seleksi sampel
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
67
Volume I Nomor 1, April 2015
(Agung Sudrajad, dkk.)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Grafik TGA Solar MDO Murni
Gambar 2. Grafik TGA Sampel Solar MDO+Komposisi II Dari perbandingan kedua sampel tersebut dapat diketahui bahwa solar MDO murni mempunyai daya tahan terhadap temperatur yang lebih tinggi dibandingkan solar MDO emulsi air perancangan komposisi II, hal tersebut dilihat dari titik awal(Onset) kehilangan berat senyawa tersebut, tetapi solar MDO murni lebih cepat kehilangan senyawa atau berat, hal ini terbukti pada hasil pengujian sampai dengan waktu 30 menit beratnya menghilang hingga tidak tersisa lagi padahal solar MDO murni mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 240°C sedangkan solar MDO perancangan komposisi II mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 110°C. Tabel 2 dibawah menunjukkan hasil analisa dari semua sampel yang di lakukan pengujian.
ISSN 2407-7852
Volume I Nomor 1, April 2015
(Agung Sudrajad, dkk.)
Tabel 2. Hasil Uji Thermal Gravimetric Analysis (TGA)
Keterangan: Zona 1 = temperatur 100-200°C Zona 2 = temperatur 200-300°C Zona 3 = temperatur 300-400°C
Gambar 3. Grafik Weight Loss Dari grafik di atas dapat diketahui persentase berat senyawa yang hilang terhadap temperatur yang di akibatkan oleh pembakaran. Pada temperatur sampai dengan 100°C semua sampel tidak memperlihatkan kehilangan berat (weight loss), hal ini terjadi karena bahan bakar tersebut memiliki daya tahan temperatur melebihi temperatur tersebut. Pada sampel solar MDO murni kehilangan berat (weight loss) senyawa terjadi secara signifikan pada temperatur 300°C, sedangkan semua Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
69
Volume I Nomor 1, April 2015
(Agung Sudrajad, dkk.)
sampel solar emulsi air mengalami penurunan berat senyawa pada temperatur 200°C, hal ini terjadi karena penambahan surfactant dan air yang mempunyai titik didih temperatur yang berbeda dengan solar MDO tersebut. Pada sampel III - sampel V terjadi penurunan berat sangat tinggi, hal ini dikarenakan banyaknya komposisi surfactant yang terkandung didalam sampel solar emulsi air tersebut, berbeda dengan sampel I dan sampel II yang hanya memiliki komposisi surfactant sebesar 13%. Pada temperatur 500°C kehilangan berat (weight loss) tidak terjadi lagi dikarenakan semua sampel bahan bakar sudah sampai titik maksimum kehilangan berat/ dekomposisi. Dari pengujian Thermal Gravimetric Analysis (TGA) yang telah dilakukan sampel II menunjukan hasil yang paling baik dari semua sampel yang diujikan, hal tersebut dapat di lihat dari grafik yang menunjukan penurunan berat (weight loss) secara kontinu dibandingkan sampel lain. KESIMPULAN Dalam pengujian Thermal Gravimetric Analysis (TGA) sampel bahan bakar solar emulsi air nomor II memiliki hasil yang terbaik diantara sampel lainnya. Dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan sampel solar emulsi air nomor II merupakan sampel yang terbaik dari semua sampel yang diujikan. DAFTAR PUSTAKA Abdul Gofur, (2013), “Eksperimen Karakteristik Kimia Minyak Emulsi Air Untuk Bahan Bkar Motor Diesel”, Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin, UNTIRTA Agung Sudrajad, N.Osami, H.Fujita, W.Harano, (2002). “Exhaust Emissions of Diesel N2O by Various Fuel Oil Condition”, Proceeding of Techno Ocean, Kobe Park J.W, Huh K.Y, Park K.H, (2000). “Experimental study on combustion of emulsified diesel in a RCEM”, World Automotive Congress 2000, F 2000A073, Korea Samec N, Dibble RW, Chen JY, Pagon A. (2000). “Reduction of NOx and soot emission by water injection during combustion in a diesel engine”. Proceeding of FISITA2000, Seoul, Korea Samec N, Dibble RW. (2000). “The strategies for reducing emission from vehicles”.Proceeding of UrbanTransport 2000, Cambridge,UK
Heavy duty diesel
Sugengrujito, (2009), Handout Bahan Bakar Diesel. Madiun Suyanto, Wardan, DR.,dan Arifin,Zaenal,Drs. (2003), Handout mata kuliah pelumas.Yogyakarta
bahan bakar &
ISSN 2407-7852
Volume I Nomor 1, April 2015
(Ipick Setiawan, dkk.)
ANALISA KEBISINGAN ALAT PRAKTIKUM KOMPRESOR TORAK PADA LABORATORIUM PRESTASI MESIN 1,2,3
Ipick Setiawan1*, Agung Sudrajad 2, Mohammad Auriga3 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jendral Sudirman KM. 3 Cilegon 42435 *Email:
[email protected]
Abstrak Peralatan praktikum kompresor torak sangat diperlukan dalam proses praktikum prestasi mesin. Peralatan yang dijadikan objek penelitian adalah peralatan kompresor torak yang dirancang dan dibuat atas modifikasi peralatan sebelumnya. Pada modifikasi alat praktikum kompresor torak ini didesain memiliki rangka berukuran 1200 x 750 x 710 mm. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kebisingan yang timbul akibat operasional mesin kompresor. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter. Dari hasil pengukuran didapat tingkat kebisingan rata-rata pada alat kompresor torak berkisar 65.6 – 85.3 dB. Kebisingan yang dihasilkan dari alat praktikum kompresor torak masih jauh melebihi standar yang ditetapkan oleh keputusan menteri Negara lingkungan hidup nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 yaitu sebesar 55 dB untuk lingkungan pendidikan. Kata kunci : Kompresor torak, Kebisingan, Pembebanan
1. PENDAHULUAN Prinsip kompresor pada dasarnya adalah suatu alat atau mesin yang berfungsi untuk memampatkan udara dan menaikkan tekanan. Dalam keseharian, kita sering memanfaatkan udara mampat baik secara langsung atau tidak langsung. Sebagai contoh, udara manpat yang digunakan untuk mengisi ban mobil atau sepeda motor, udara mampat untuk membersihkan bagian-bagian mesin yang kotor di bengkel-bengkel saat servis dan manfaat lain yang sering dijumpai sehari-hari. Alat praktikum kompresor torak yang diperlukan sebelumnya sudah ada, akan tetapi terdapat beberapa kelemahan dalam perancangan dan instalasi rig eksperimen, antara lain: 1. Penampilan fisik dan kelayakan dari alat praktikum sebelumnya sudah tidak representatif, terutama pada cat yang sudah terkelupas, meja yang sudah korosi dan cat pada pipa aliran udara yang sudah tidak baik lagi, serta tingginya tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh alat. 2. Kebocoran (loses) pada pipa dan sambungan katup aliran udara mengakibatkan pengisian udara pada tanki udara mengalami kesulitan, juga dalam pengambilan data oleh praktikan. 3. Belum adanya analisa kebisingan terhadap kompresor torak yang ada Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan, yang pada tingkat kebisingan yang tidak wajar dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran. Bunyi dapat disebabkan oleh sumber suara yang bergertar. Kebanyakan kebisingan lingkungan dapat dideskripsikan oleh beberapa pengukuran sederhana. Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Satuan tingkat intensitas bunyi adalah decibel (dB). Sound Level Meter (SLM) adalah alat standar untuk mengukur intensitas kebisingan. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan mengukur tingkat tekanan bunyi. Tekanan bunyi adalah penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan oleh getaran partikel udara karena adanya gelombang yang dinyatakan sebagai amplitudo dari fluktuasi tekanan. SLM menunjukkan skala A, B dan C yang merupakan skala pengukuran tiga jenis karakter respon frekuensi. Skala A merupakan skala yang paling mewakili batasan kendengaran manusia dan respons telinga terhadap kebisingan. Jadi dB (A) adalah satuan tingkat kebisingan Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
71
Volume I Nomor 1, April 2015
(Ipick Setiawan, dkk.)
dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga manusia normal. Kebisingan akibat lalu lintas dan kebisingan yang dapat mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A yang dinyatakan dalam satuan dB. 2. METODELOGI PENELITIAN Desain konstruksi meja eksperimen memiliki kekuatan yang kuat dari rangkanya dan dapat di gerakan agar mudah dalam penempatan posisi meja pada laboratorium. Pemilihan material merupakan faktor utama dalam proses pembuatan meja agar mudah dalam perakitan dan memenuhi kriteria yang dibutuhkan, murah, kuat dan mudah dalam perawatannya. Juga memiliki ukuran yang di desain memiliki standard efektif sebagai alat praktikum. Jenis material yang dipilih untuk rangka meja adalah baja siku ASTM A-36.
Gambar 1. Desain meja kerja alat praktikum kompresor torak Panjang konstruksi rangka : 1200 mm Lebar konstruksi rangka : 710 mm Tinggi konstruksi : 1700 mm Peralatan praktikum kompresor torak ini menggunakan motor listrik dengan merk Yama satu Fasa Induksi Motor. Dengan spesifikasi sebagai berikut : Model / Type : TFO Tegangan : 220 V ~ 380 V Arus : 3.3 A ~ 1.9 A Putaran : 1420 rpm / min Daya/Kutub : 1 HP / 4 Pole Kecepatan dalam kompresi udara dipengaruhi oleh kekuatan kompresor dan banyaknya silinder yang bekerja naik dan turun. Kompresor torak yang digunakan adalah kompresor torak ganda dengan spesifikasi : Model / Type : YM – 0185P Jumlah Silinder : 2 buah Debit : 172 L / min Pressure : 8 kgf / cm2 Daya : 1 HP / 0.73 kW Massa / Berat : 58 Kgs Pengukuran tingkat kebisingan merupakan hal yang penting untuk konservasi dan untuk mengontrol kebisingan. Pengukuran kebisingan ini antara lain untuk mengidentifikasi tingkat kebisingan pada daerah praktikum,, kemungkinan efek yang ditimbulkan pada praktikan dan untuk memilih alternatif sistem yang akan digunakan kedepannya. ISSN 2407-7852
72
Volume I Nomor 1, April 2015
(Ipick Setiawan, dkk.)
Pengukuran tingkat kebisingan pada alat praktikum kompresor torak di lakukan pada 2 titik pengukuran, penentuan titik tersebut didasarkan pada pertimbangan letak sumber kebisingan pada alat dalam kondisi operasional, yaitu pada motor listrik (titik 1) dan kompresor torak (titik 2). Titik sampel didasarkan pada dimana posisi praktikan akan melakukan pengambilan data praktikum kompresor torak. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan menggunakan alat sound level meter setiap 3 detik selama 5 menit sebanyak 100 sample pengambilan data. Pembacaan tingkat desible pada alat alat sound level meter dilakukan setiap 3 detik sekali. 3. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA DATA Gambar 2a dan 2b memperlihatkan data hasil pengukuran untuk titik pada kompresor torak dan motor listrik pada frekuensi kerja motor listrik yaitu 20 Hz dan 30 Hz. Untuk frekuensi kerja 20 Hz nilai kebisingan kompresor torak lebih rendah dibandingkan titik 1, namun hal sebaliknya terjadi pada kondisi kerja 30 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat frekuensi rendah tingkat kebisingan motor listrik lebih rendah dan sebaliknya, disebabkan karena frekuensi kerja motor listrik akan mempengaruhi putaran pada motor listrik, semakin besar putaran motor maka akan semakin besar kebisingan yang ditimbulkan.
Gambar 2a. Kebisingan pada frekuensi 20Hz
Gambar 2c. Kebisingan pada frekuensi 40Hz
Gambar 2b. Kebisingan pada frekuensi 30Hz
Gambar 2d. Kebisingan pada frekuensi 50Hz
Namun data yang diperoleh pada frekuensi kerja 50 Hz, nilai kebisingan motor listrik lebih rendah jika dibandingkan dengan kompresor torak (titik 2). Hal ini kemungkinan dikarenakan frekuensi kerja motor listrik adalah optimu pada 50 Hz sehingga putaran dan kebisingan yang dihasilkan sangat optimal (terbaik).
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
73
Volume I Nomor 1, April 2015
(Ipick Setiawan, dkk.)
Gambar 3a. Kebisingan berdasar jarak dengan frekuensi 20 Hz
Gambar 3b. Kebisingan berdasar jarak dengan frekuensi 30 Hz
Gambar 3c. Kebisingan berdasar jarak dengan frekuensi 40 Hz
Gambar 3d. Kebisingan berdasar jarak dengan frekuensi 50 Hz
Gambar 3 a-d adalah data hasil pengukuran kebisingan peralatan kompresor torak berdasarkan titik jarak dengan sumber bunyi. Pada penelitian ini dilakukan pengurukuran dengan jarak dari sumber bunyi adalah 2 m, 4 m, dan 6 m. Pengukuran berdasarkan jarak dari sumber bunyi ini bertujuan untuk memastikan bahwa peralatan yang dipakai dapat memenuhi standar kesehatan bagi praktikan yang akan melakukan percobaan dengan menggunakan alat kompresor torak. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa jarak pengukuran akan menentukan besarnya kebisingan (dalam decibel) yang ada. Pada gambar 3 dapat terlihat jelas bahwa nilai kebisingan pada pengukuran jarak 2 m untuk semua kondisi frekuensi motor listrik mempunyai nilai rendah pada jarak pengukuran 6 m dari sumber bunyi. Nilai kebisingan terkecil rata-rata adalah 73-74 dB sementara nilai tertinggi diperoleh dengan jarak pengukuran 2 m dengan nilai sebesar rata-rata 79 dB. Berdasarkan KEP-48/MENLH/11/1996 menerangkan bahwa lingkungan pendidikan mempunyai standar kebisingan yang telah ditentukan yaitu sebesar 55 dB. Oleh karenanya berdasarkan hasil pengukuran peralatan kompresor torak bagi praktikum prestasi mesin di Laboratorium Prestasi Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa belum memenuhi standar yang ditentukan. 4. KESIMPULAN Berdasarkan analisa simulasi pembebanan dan analisa kebisingan yang dilakukan pada hasil rancang bangun alat praktikum kompresor torak, dapat disimpulkan yaitu kebisingan yang dihaislkan pada alat kompresor torak, pada semua titik di frekuensi 20 Hz diperoleh tingkat kebisingan maksimum sebesar 78.200 dB, pada frekuensi 30 Hz diperoleh tingkat kebisingan maksimum sebesar 80.800 dB, pada frekuensi 40 Hz diperoleh tingkat kebisingan maksimum sebesar 82.600 dB, pada frekuensi 50 Hz diperoleh tingkat kebisingan maksimum sebesar 85.300. dan tingkat kebisingan maksimum dari semua frekuensi dan jarak diperoleh sebesar 79.000. Menurut keputusan menteri Negara lingkungan hidup nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 lingkungan pendidikan standar yang telah ditentukan sebesar 55 dB, dari hasil analisa yang dilakukan nilai kebisingan pada alat kompresor torak jauh di melebihi standar, dan sebaiknya praktikan diberikan ear plug untuk mencegah terjadinya gangguan pada kesehatan. ISSN 2407-7852
74
Volume I Nomor 1, April 2015
(Ipick Setiawan, dkk.)
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Masykun., (2010), “Pembuatan Alat Praktikum Perawatan Kompresor Torak Ganda”, Surakarta: Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Keputusan Menteri Negara. (1996), Lingkungan Hidup, Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996, Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Keputusan Menteri Tenaga Kerja. (1999), Tenaga Kerja, Nomor : KEP-51/MEN/1999, Nilai Ambang Faktor Fisika Di Tempat Kerja. Kurowski, P.M., 2012, “Engineering Analysis with SolidWorks Simulation 2012”, Dassault Systemes SolidWorks Corp : Schroff Development Corporation. Mulyadi, Yadi., (2000), “Analisa Unjuk Kerja Pada Perangkat Praktikum Kompresor Torak Kerja Tunggal”, Cilegon : Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Nurdiansyah, Andri., (2014), “Analisa Komparasi Kebisingan Mesin Berbaha Bakar Gas Dengan Bahan Bakar Minyak”, Cilegon: Fakultas Teklnik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Popov, E.P., (1978), “Mechanics of Material”. New Jersey : Prentice Hall. Saputra, A.J., (2007), “Analisis Kebisingan Peralatan Pabrik Dalam Upaya Peningkatan Penataan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT.Pupuk Kaltim”, Semarang : Fakultas Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Sularso, Haruo Tahara., (2000), “Pompa dan Kompresor : Pemilihan, Pemakaian dan Pemeliharaan”, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
75
PENGUJIAN BIO MEKANIK ILIZAROV EXTERNAL FIXATION 1,2
Erwin1*, Ahmad Taufik2 Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jendral Sudirman, Km. 03 Cilegon - Banten *Email :
[email protected] ABSTRAK
External fiksasi merupakan alat untuk mengatasi fraktur yang kompleks dengan cara memasukkan pin atau kawat kedalam jaringan kulit, jaringan lunak dan masuk kedalam tulang. Pada penelitian ini di fokuskan untuk jenis external fikation. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini, fabrikasi external fikation dengan menggunakan ring aluminium alloy, hingga dengan melakukan pengujian uji tarik, uji tekan, uji lendut dan uji puntir. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan gaya berkisar bertahap meningkat 5 N untuk uji tarik dan tekan, pengujian dihentikan pada saat simulator tulang mengalami displacement 1 mm. sedangkan pada pengujian lendut gaya yang di berikan bertahap meningkat 2 N dan untuk uji puntir gaya yang diberikan bertahap meningkat 1 N. Pada uji lendut dan puntir pengujian di hentikan pada saat simulator tulang mengalami displacement 1 . Pada percobaan yang telah penulis hasil data yang penulis peroleh dibawah standarisasi, hal dapat disimpulakan besarnya pengaruh kekuatan dan ketegangan krischner pada ring external fixation. Kata kunci : External Fixation, uji tarik, uji tekan, uji lendut dan uji puntir.
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada tahun1960 Ilizarov ahli bedah dari Krugan Rusia menciptakan teknik callotaxis. Ilizarov menciptakan alat fiksator external berupa lingkaran dengan kawat sebagai daya penarik tulang. Metode Ilizarov berupa osteotomi tulang, kemudian tulang diperpanjang dengan kecepatan 1 mm/hari yang dilakukan dalam 4 tahap. External fixation adalah suatu metode utama untuk mengatasi fraktur yang kompleks dengan cara memasukan pin atau kawat kedalam jaringan kulit, jaringan lunak dan masuk ke dalam tulang (Santy, Vincent, & Duffield, 2009).Pin atau kawat tesebut akan dihubungkan dengan rigid external frame (Addamo, 2002). External tersebut didesain untuk mendukung stabilitas rangka tulang sampai dilakukannya operasi ortopedi selanjutnya (Santy, Vincent, & Duffield, 2009). Metode ini dapat menjadi pilihan utama (primer) pada kasus fraktur terbuka yang disertai kerusakan jaringan lunak, misalnya jenis fraktur comminuted yang rusak yang rusak parah yang nantinya akan dirujuk untuk dilakukan bone grafting (smaltzer, Bare, & Hinkle, 2008), fraktur yang tidak mengalami perbaikan pada waktunya (Roberts, 2009) ataupun fraktur tertutup yang posisinya tidak dapat difiksasi dengan gips, traksi ataupun internal fixation (Evans, 2010; Watson, 2002). External fixator juga sering digunakan pasien dengan Osteomyelitis ataupun tumor karena mempunyai kemampuan dalam memanjangkan tulang, khususnya Ilizarov External Fixator dengan rata-rata pemanjangan sepanjang 5,2 cm dan memungkinkan ahli bedah untuk menghilangkan segmen tulang tertentu tanpa menggangu 1 baris tulang yang mengalami fraktur dengan pemasangan external fixator (Canale & Beaty, 2008; Bryant, 1998 dalam Buyukyilmas, Sendir, & Salmond, 2009; Judith, et.al., 2009). Rasad (2007) menambahkan bahwa external fixator juga dapat dipakai pada pasien dengan fraktur terbuka dan kadang - kadang juga pada fraktur tungkai - tungkai bahwa penderita gagal jantung sistolik. Pemasangan external fixator bisa menjadi pilihan sekunder pada fraktur tertutup (Canale & Beaty, 2008). Menurut Addamo (2002), pemasangan external fixator mempunyai implikasi yang positif, seperti stabilisasi fraktur yang lebih cepat dibandingkan metode lain, kompresi yang dihasilkan dipastikan dapat mendukung proses penyembuhan tulang, meningkatkan kenyamanan pasien, memfasilitasi dalam keperawatan karena memungkinkan diobservasinya injuri jaringan lunak dan adanya akses untuk membuka luka. Jika dilihat dari segi financial, pemakaian external fixator dianggap lebih murah dari pada traksi. (Hedin, Borgquist dan Larsson) (2004).
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas maka permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah menguji dan mengukur kekuatan ring external fixation dengan pembebanan kisaran antara 5 sampai dengan 200 N. 1) Kelebihan dan kekurangan alat uji untuk melakukan pengujian bio mekanik ilizarov external fixation. 2) Bagaimana merancang alat uji yang sesuai untuk melakukan pengujian ilizarov external fixation.? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kekuatan dari struktur dari ring external fixation yang layak digunakan untuk penderita patah tulang kaki, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Merancang alat uji manual untuk ilizarov external vixation. 2. Menguji kekuatan ring ilizarov external fixation 3. Membandingkan hasil pengujian kekuatan ring external fixation dengan standarisasi yang telah ditentukan. Meskipun fiksasi eksternal telah mengalami perkembangan dan memiliki kelebihan yang sangat diunggulkan dibanding metode lainnya, namun tetap saja masih memiliki beberapa kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan dari Ilizarov External Fixation adalah : Kelebihan Ilizarov External Fixation 1. Mengurangi kerusakan vaskuler pada tulang. 2. Mengurangi gangguan pada lapisan jaringan lunak. 3. Sangat terbuka untuk menstabilkan fraktur terbuka. 4. Kekakuan fiksasi dapat diatur tanpa prosedur operasi. 5. Mengurangi resiko terjadinya infeksi. 6. Cukup aman digunakan pada kasus dengan infeksi pada tulang. 7. Mobilisasi dapat dengan cepat dilakukan oleh pasien, dan bagian tubuh dapat digerakkan dan berpindah posisi tanpa adanya perasaan takut akan terjadi pergeseran pada tulang. 8. Kompresi, netralisasi dan distraksi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal sesuai dengan bentuk fraktur. 9. Pada metode ini, gerak sendi proksimal dan distal diperbolehkan. Ini sangat membantu dalam hal pengurangan edema dan menghambat fibrosis kapsuler, kaku sendi, atrofi otot dan osteoporosis. 10. Kesimpulannya, fiksasi eksternal memungkinkan kompatibilitas yang lebih baik dan efek samping yang lebih sedikit. Fixators baru yang dirancang unutk mensimulasikan kondisi tulang, yang memungkinkan pasien untuk menggunakan anggota badan yang lebih normal selama proses koreksi dan mempercepat penyembuhan. Kekurangan Ilizarov External Fixation 1. Pin dan wires dapat menembus jaringan lunak. 2. Terdapat komplikasi pin-track pada penggunaan fiksasi eksternal dalam jangka waktu yang lama. 3. Membatasi pergerakan sendi. 4. Secara mekanis pemasangan pin dan rangka fiksasi sulit dilakukan dan mudah terjadi infeksi jika teknik pemasangannya tidak benar. 5. Rangka fiksasi terdiri dari beberapa rangkaian sehingga pasien merasa tidak nyaman dan dengan alasan estetika. 6. Teknik penyisipan pin harus dilakukan secara teliti, serta perawatan pin pun harus baik karena untuk mencegah infeksi pada saluran pin. 7. Pemasangan bingkai pin dan fiksator secara mekanis sangat sulit, sehingga harus dilakukan oleh ahlinya. 8. Fraktur melalui saluran pin mungkin terjadi.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
77
Volume I Nomor 1, April 2015
9.
(Erwin, dkk)
Pemasangan eksternal fixation terlalu kencang maka pasien akan merasa tidak nyaman. Dan begitu juga sebaliknya, bila dipasang terlalu kendur maka tulang akan mudah bergeser sehingga berakibat fatal terhadap fraktur.
2. Prosedur Pengujian 2.1 Alat dan bahan Pada penelitian ini di bagi menjadi 2 (dua) tahap proses. Tahap pertama fabrikasi Alat Uji Ilizarov External Fixation dengan bahan sebagai berikut: 1. Plat bordes P.1300 mm L.420 mm T.5 mm sebagai alas sekaligus dudukan alat uji, plat bordes di tanam dengan menggunakan baut tanam dan disambungkan dengan pipa dan baut 2. Pipa 33 mm P.720 mm sebagai penganti tulang pada saat pengujian, pipa tersebut penulis potong menjadi 3 bagian dengan dengan panjang 230 mm1 batang dan 190 mm 1 batang. 3. Baut M.6 x 50 mm sebagai penyangga ring dan tulang pada pengujian 1 ring. Tahap 2 ( dua ) merupakan pengujian Ilizarov External Fixation yang telah di fabrikasi, alat dan bahan yang digunakan antara lain : Alat : 1. Dial indikator 2. Timbangan gantung 3. Timbangan duduk 4. Busur setengah lingkaran Beban : 1. Tracker 2. Paku 3. Anak timbangan botol 4. Anak timbangan bulat 2.2 Diagram Alir
Mulai Perancangan Perencanaan Membuat Prototype
Persiapan Pengujian - Mempersiapkan Pengujian - Mempersiapkan Alal Ukur - Mempersiapkan Alat Pengujian
Spesimen - Compression - Rotation
- Tensile - Defleksi
Hasil Data Pengujian
Analisa Data Kesimpulan Selesai
ISSN 2407-7852
78
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
3 . Hasil dan Pembahasan 3.1 Tempat Pengujian Pengujian ini dilakukan di depan lab prestasi mesin fakultas teknik universitas sultan ageng tirtayasa. 3.2 Teknik Pengambilan Data Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode pengujian langsung. Langkah – langkah pengumpulan data pada burner yaitu : 1. Pengujian tekan 4 ring
Gambar 1. Uji tekan 4 ring Tabel 1. Displacement Uji Tekan 4 Ring Gaya (N)
Displacement (mm) Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
5
0.06
0
0
10
0.19
0.14
0.15
15
0.35
0.32
0.23
20
0.42
0.38
0.36
25
0.61
0.43
0.54
30
0.73
0.59
0.74
35
0.84
0.74
0.85
40
1
0.84
1
45
-
1
-
Displacement (mm)
1.5 1 1
0.5
2
0
3 5 10 15 20 25 30 35 40
Gaya (N) Gambar 2. Grafik uji tekan 4 ring
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
79
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Dari grafik diatas dapat hasil perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada saat gaya tekan mencapai 40 N – 45 N. Dengan memberikan gaya sebesar 5 N secara bertahap meningkat. Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah: ΚM3 exp / Jumlah pengujian = = 41.6 N/mm 2. Uji tarik 4 ring
Gambar 3. Uji tarik 4 ring Tabel 2. Displacement Uji Tarik 4 Ring Gaya (N)
Displacement (mm) Pengujian 2
Pengujian 3
5
0.1
0.08
0.1
10
0.28
0.28
0.29
15
0.48
0.46
0.48
20
0.67
0.64
0.66
25
0.86
0.80
0.84
30
1
1
1
Displacement (mm)
Pengujian 1
1.2 1 0.8 0.6
1
0.4
2
0.2
3
0 5
10
15
20
25
29
Gaya (N)
Gambar 4. Grafik Perbandingan Uji Tarik 4 Ring Dari grafik diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada saat gaya tekan mencapai 28 N – 30 N. Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah: ΚM3 exp / Jp = = 29 N/mm 3. Uji lendut 4 ring
ISSN 2407-7852
80
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Gambar 5. Uji lendut 4 ring Tabel 3. Displacement Uji 4 Ring Lendut
Displacement (mm)
0.3 0.25 0.2 0.15
1
0.1
2
0.05
3
0 1
2
3
4
5
6
Gaya (N)
Gambar 6. Gerafik perbandingan uji lendut 4 ring Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 terjadi pada saat gaya tekan mencapai 6 N di pengujian 1,2 dan 3. Beban ini diterapkan pada jarak 100 mm dari titik O. Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah: (
ΚM3 exp / Jp = 4. Uji punter 4 ring
) (
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
) (
)
= 6 x 102 N mm/degree
81
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Gambar 7. Uji punter 4 ring
Displacement (mm)
Tabel 4. Displacement Uji Puntir4 Ring
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
1 2 3 2
4
6
8
Gaya (N)
Gambar 8. perbandingan uji puntir 4 ring Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 dengan dukungan gaya external yang melekat pada simulator tulang dengan jarak yang sama. Jarak yang disarankan antara titik A1 dan B1 (h) adalah 200 mm. Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah: KM3exp / inward = KM3exp / outward ΚM3 exp / Jp=
(
) (
) (
)
= = 1.3 x 103 N mm/degree
ISSN 2407-7852
82
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
5. Uji Tekan 1 ring
Gambar 9. Uji Tekan 1 Ring Tabel 5. Displacement Uji Tekan 1 ring
Displacement (mm)
1.2 1 0.8 0.6
1
0.4
2
0.2
3
0 5
10 15 20 25 30 32.5
Gaya (N)
Gambar 10. Grafik perbandingan uji tekan 1 ring
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
83
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Dari grafik diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada saat gaya tekan mencapai 31.5 N – 37 N. Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah: ΚM1 exp / Jp =
= 41.6 N/mm
6. Uji Tarik 1 Ring
Gambar 11. Uji Tarik 1 ring Tabel 6. Displacement Uji Tarik 1 ring
1.2
Displacement (mm)
1 0.8 0.6
1
0.4
2
0.2
3
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 46
Gaya (N)
Gambar 12. Grafik perbandingan uji tarik 1 ring
ISSN 2407-7852
84
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Dari grafik diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada saat gaya tekan mencapai 42 N – 48 N. Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah: ΚM1 exp / Jp =
= 45.3 N/mm
7. Uji Lendut 1 ring
Gambar 13. Uji Lendut 1 ring
Displacement (mm)
Table 7. Displacement Uji Lendut 1 ring
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
1 2 3 1
2
3
4
5
Gaya (N)
Gambar 14. Grafik Perbandingan uji lendut 1 ring Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan, gaya yang dapat di tahan pada ring external fixation pada jarak 1 adalah 5 N, dengan gaya external yang melekat pada simulator tulang (L) 100 mm.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
85
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Dengan demikian, koefisien kekakuan dari standar pengujian 1,2 dan 3 modul di bawah fleksi atau ekstensi adalah: KM1 exp/flexion = KM extension = =
*(
) (
) (
)+
*(
) (
) (
)+
= 5 x 102 N mm/degree 8. Uji Puntir 1 Ring
Gambar 15. Uji Puntir 1 Ring Tabel 8. Displacement Uji Puntir 1 Ring (1)
Displacement (mm)
2.5 2 1.5
1
1
2
0.5
3
0 2
4
6 Gaya (N)
8
10
Gambar 16. Grafik perbandingan uji puntir 1 ring ISSN 2407-7852
86
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 terjadi pada saat gaya tekan mencapai 10 N pada pengujian 1,2 dan 3. Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah: KM1st / inward = KM1st / outward =
*(
) (
) (
)+
= = 2 x 103 N mm/degree 3.3 Perbandingan Data Pengujian Manual Ring Ilizarov External Fixation Dengan Standarisasi Ilizarov External Fixation Dari data hasil pengujian diatas, maka untuk menentukan alat yang penulis uji dapat dipakai atau tidak penulis membanding data yang penulis peroleh dengan data yang standar yang dipakai. Tabel 9. Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Standarisasi Pengujian.
Dari tabel perbandingan antara hasil pengujian dengan standarisasi terdapat hasil yang berbeda yaitu hasil pengujian lebih kecil dibandingkan standarisasi pengujian. Hal ini di pengaruhi oleh kekuatan material dari kirschner yang digunakan dalam pengujian lebih rendah yaitu stainless steel 308 sedangkan kisrchner yang dipake untuk standarisasi adalah stainless steel 316. Dalam external fixation kekuatan kekakuan kirschner sangat berpengaruh besar sebagai penahan ring dan kurangnya ketegangan pada kirschner karena tidak adanya alat pengukur tegangan pada kirschner. 5. Penutup Kesimpulan 1. Rancangan Alat uji ilizarov external Fixation dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
87
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Gambar 17. Rancangan Awal Alat Uji Ilizarov External Fixation
Gambar 18. Rancangan Alat Uji 4 Ring
Gambar 19. Rancangan Alat Uji 1 Ring 2. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka didapatkan table perbandingan antara hasil pengujian dengan standarisasi sebagai berikut:
ISSN 2407-7852
88
Volume I Nomor 1, April 2015
(Erwin, dkk)
Tabel 10. Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Standarisasi Pengujian.
Daftar Pustaka Solomin, Leonid. N, 2008. The Basic Principles Of External Fixation Using The Ilizarov Device. Verlag italia, springer. Mrazek .M, Z.Florian, R.Vesely, L.Borak, 2009, “Strain-Stress Analysis Of Lower Limb With Applied Fixator”Applied and computational Machanic 4 (2010) 67-78 Zamani.A.R, S.O. Oydiji, 2010, “ Theoretical And Finite Element Modeling Of Fine Kirschner Wires In Ilizarov External Fixator “ Gessmann jan , Birger jettkant, Thomas Armin Schildhauer, 2011, “Mechanical stress on tensioned wires at direct Loading: A biomechanical study on the ilizarov external fixator ” BG Universitasklinikum Bergmannsheil, Department of Troumatology, Burkle-de-la-camp-platz 1, 44789 Bochum, Germany http://www.google.com/search?q=kerangka+manusia&biw=1366&bih=667&source=lnms&sa=X& ei=nQDwUtojx6RB4rvgJgE&ved=0CAQQ_AU (diakses 7 mei 2013) http://www.google.com/#q=spesiment+uji+tekan (diakses 8 mei 2013) http://masmukti.files.wordpress.com/2011/10/bab-02-material-dan-proses.pdf (diakses 8 mei 2013) http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=spesiment%20uji%20lentur&source=web&cd=1&cad= rja&ved=0CCYQFjAA&url=http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal/article/download/2666/pdf &ei=bwjwUtWnAomzsQTC_YH4BQ&usg=AFQjCNGUbVR3NWJ1dM7FztLmPxBGRTtFQ&sig2=zV (diakses 3 November 2003)
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
89
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
VARIASI CAMPURAN FLY ASH BATUBARA UNTUK MATERIAL KOMPOSIT 1,2,3
Sunardi1*, Moh. Fawaid2, Fikri Rasyid Noor M3 Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jendral Sudirman km 03, Cilegon 42435 *Email :
[email protected]
ABSTRAK Tanaman bamboo yang melimpah di Indonesia dapat di jadikan material alternative bahan bangunan serta tujuan khusus dengan mencampurnya dengan bahan lain. Serbuk bambu betung dan fly ash batubara berpotensi untuk dijadikan bahan komposit alternatif kampas rem. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi material komposit sebagai bahan alternatif kampas rem, dengan harga terjangkau, ramah lingkungan dan karakteristik yang baik. Bahan yang digunakan adalah serbuk bambu betung (dendrocalamus asper), serbuk fly ash batubara, dan resin epoksi. Variasi komposisi antara serbuk bambu dan fly ash, masing-masing K1(50:10%), K2(45:15%), dan K3(40:20%). Pembuatan bahan dilakukan dengan proses mixing kemudian kompaksi metode cold press single punch dengan tekanan 400 kg/cm2. Selanjutnya, bahan disintering pada temperatur 150 oC selama 1 jam. Karakteristik yang diteliti yaitu kekerasan, laju keausan, densitas, porositas, dan pengamatan struktur mikro. Dari hasil pengujian komposit dengan karakteristik terbaik yaitu K3, dengan nilai kekerasan 51,67 N/mm2, laju keausan 2,84E-07 gr/mm2.s, densitas 1,33 gr/cm3, dan porositas 0,50 %. Kata kunci: serbuk, bambu betung, fly ash, komposisi material
1. Pendahuluan Dunia otomotif berkembang pesat mulai dari jenis scooter hingga mobil low cost green car sehingga kebutuhan sparepartpun semakin besar. Karena tidak menentunya pula kondisi perekonomian Indonesia, maka dorongan untuk membuat produk material otomotif yang ekonomis, berkualitas, serta dapat diterima oleh pasar juga semakin tinggi. Kini para peneliti dituntut untuk melakukan penelitian terhadap komponen kendaraan bermotor guna memenuhi kebutuhan pasar otomotif dalam negeri, Salah satunya adalah kampas rem. Bila ditinjau dari aplikasinya kampas rem merupakan komponen yang vital pada kendaraan bermotor, karena berfungsi sebagai penghenti laju kendaraan. Namun kampas rem termasuk komponen fast moving yang memiliki umur pakai rendah, antara 6 bulan sampai 1 tahun pemakaian normal. Saat berkendara biasanya pengemudi akan lebih sering menggunakan rem untuk mengurangi laju kendaraan untuk menghindari tabrakan.Dalam aplikasinya kampas rem harus memiliki sifat fisik dan karakteristik yang baik dengan faktor keamanan mendukung. Kampas rem merupakan media gesek untuk menghentikan putaran sebagai bidang geseknya pada roda, yang berkaitan juga dengan beban dan kecepatan putaran. Sebagai media yang bergesekan secara kontinyu, beberapa sifat dan karakteristik harus dimiliki kampas rem yaitu laju keausan dan kekerasan. Kampas rem terdiri dari tiga bahan penyusun yaitu bahan pengikat, bahan serat, dan bahan pengisi. Untuk mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan kampas rem tersebut digunakan resin, yang memiliki sifat utamanya sebagai pengikat. Untuk memenuhi kebutuhan sifat karakteristiknya, bahan serat dan pengisi kampas rem dibuat dari campuran material yang pada dasarnya memiliki sifat fisik dan mekanik cukup baik seperti material logam. Pada bahan pengisi ini terdiri dari dua jenis yaitu bahan organik dan anorganik, bahan organik misalnya abu dan remah karet sedangkan bahan anorganik seperti MgO dan CaCO. Selanjutnya pada bahan serat terdiri dari dua jenis yaitu serat asbestos dan non asbestos, serat asbestos merupakan paduan kuningan dan serat metal yang disatukan menggunakan binder (bahan pengikat) namun belum dicetak. Namun pada 1994, ditemukan bahwa asbestos mengandung zat Karsinogen yang dituding sebagai salah satu zat penyebab kanker paru-paru dan efek itu baru terasa setelah 10-15 tahun. Sejak itu, produksinya pun mulai perlahan dihentikan. Untuk serat non asbestos terdapat dua macam yaitu low steel yang masih mengandung besi meski sedikit dan nonsteel yang tidak menggunakan besi. Bahan serat non asbestos diantaranya, aramid/ kevlar/ twaron, fiberglass, carbonfiber, dan steelfiber.
ISSN 2407-7852
90
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
Selain ramah lingkungan kampas rem dengan serat non-asbestos juga memiliki kelebihan lain seperti tidak mudah bunyi, tahan panas dan memiliki friksi baik. Hanya ada 2 kelemahannya, warnanya yang hitam membuat abu hasil pengikisan terlihat lebih kotor dan harganya pun lebih mahal dari kampas rem asbestos. Kini beberapa produsen telah meninggalkan penggunaan asbestos. Salah satu hasil penelitian tentang material kampas rem adalah Prototipe Disc Pad dan Brake Shoes dari Limbah Ampas Tebu (Daniel Malau,2007). Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kekuatan bahan yang dihasilkan hampir sebanding dengan kekuatan bahan logam, meskipun sedikit lebih rendah. Hal inilah yang memberikan ide penelitian untuk membuat komposit sebagai bahan alternatif kampas rem kendaraan. Dimana pada komposit bermatriks resin epoksi dengan penguat serbuk bambu dan campuran fly ash batubara untuk aplikasi kampas rem kendaraan. Sehingga diharapkan dapat menjadi solusi alternatif pengembangan teknologi material dengan pemanfaatan limbah. Karena kandungan silika yang tinggi pada fly ash juga untuk meningkatkan sifat mekanis komposit sebagai kampas rem kendaraan. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Komposit Komposit berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau menggabung. Komposit atau bahan komposit berarti kombinasi dari dua atau lebih bahan yang berlainan dengan sifat berbeda, dalam skala makroskopik dan membentuk komponen tunggal. Sehingga dalam hasil akhir komposit tersebut bahan tetap terpisah dan berbeda dalam level makroskopik, jadi dapat diamati secara visual. Perbedaan bahan dapat menjadi kombinasi pada skala mikroskopik seperti pada paduan logam, namun material yang dihasilkan adalah untuk semua tujuan praktis makroskopik homogen komponen tidak dapat dibedakan secara visual (Jones,1999). Di era moderen ini teknologi material terus dikembangkan, untuk mendapatkan material dengan kekuatan lebih dan dengan bahan baku yang lebih efisien dapat dilakukan dengan teknologi komposit. Komposit dapat terdiri dari beberapa komponen material yaitu matriks, material penguat dan material pengisi. Dari sekian banyak jenis material pembentuk komposit, semuanya dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu : 1. Matriks Matriks berfungsi sebagai pengikat dan pelindung bahan material terhadap pengaruh lingkungan. 2. Material penguat (reinforcement) Material penguat berfungsi untuk membentuk struktur yang memberikan kekuatan pada komposit. 3. Material pengisi (filler) Material pengisi berfungsi untuk mengisi ruang komposit juga untuk mencegah terjadinya porositas bahan komposit tersebut. Beberapa definisi komposit sebagai berikut : 1. Tingkat dasar : pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh senyawa, paduan, polimer dan keramik). 2. Mikrostruktur : pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun dari dua phase senyawa atau lebih disebut komposit (contoh paduan Fe dan C). 3. Makrostruktur : material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi secara makro ini yang biasa dipakai).
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
91
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
Gambar 1. Struktur hubungan antar material (Callister, 2007) Material komposit merupakan material non logam yang saat ini semakin banyak digunakan mengingat kebutuhan material terus meningkat. Di samping memprioritaskan sifat mekanik juga dibutuhkan sifat lain yang lebih baik misalnya ringan, tahan korosi dan ramah lingkungan. Selain itu sifat teknologi merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh material komposit tersebut, dimana sifat teknologi adalah kemampuan material untuk dibentuk atau diproses. Proses pembuatan atau proses produksi dari komposit merupakan hal yang sangat penting dalam menghasilkan material komposit tersebut. Banyak cara atau metoda yang digunakan untuk menghasilkan material komposit yang diinginkan. 2.2 Klasifikasi Komposit Komposit dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kelompok komposit berdasarkan klasifikasi bahan matriknya dan kelompok komposit berdasarkan klasifikasi bahan penguatnya. 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Matrik Matrik sebagai pengikat dan pelindung komposit memegang peranan penting dalam mentransfer tegangan, melindungi bahan dari lingkungan dan menjaga permukaan bahan dari pengikisan. Matrik harus memiliki kompatibilitas yang baik dengan material. Klasifikasi komposit berdasarkan pada jenis matriks yang digunakan, terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu sebagai berikut: 1. Komposit bermatrik polimer (Polymer Matrix Composites/PMCs). Komposit bermatrik polimer adalah komposit yang menggunakan bahan polimer sebagai penyusun utama atau komposisi dominan. 2. Komposit bermatrik logam (Metal Matrix Composites/MMCs) Komposit bermatrik logam adalah komposit yang menggunakan bahan logam sebagai penyusun utama atau komposisi dominan. 3. Komposit bermatrik keramik (Ceramic Matrix Composites/CMCs) Komposit bermatrik logam adalah komposit yang menggunakan bahan keramik sebagai penyusun utama atau komposisi dominan.
Gambar 2. Fasa-face dalam komposit
ISSN 2407-7852
92
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
2.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Penguat (Reinforce) Penguat dalam teknologi komposit didefinisikan sebagai suatu bahan penguat utama, memiliki sifat yang lebih unggul dari material pengisi dan merupakan suatu konstruksi/rangka tempat melekatnya matriks. Berdasarkan cara penguatannya komposit dibedakan menjadi tiga (Jones,1999) yaitu : 1. Fibrous Composite (komposit serat) Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan menggunakan penguat berupa serat atau fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide) dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Contohnya serat gelas dalam matriks polimer (GFRP) dan serat karbon dalam matriks polimer (CFRP). 2. Laminated Composite (komposit lapisan) Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri. Contohnya : Tripleks, Playwood,. 3. Particulate Composite (komposit partikel) Merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya. Contohnya : komposit dengan penguat serbuk logam, beton dengan partikel penguat krikil. 2.3 Bahan Penyusun 2.3.1 Resin Resin adalah suatu material yang berbentuk cairan atau dapat berbentuk padatan, dan akan meleleh pada suhu diatas 2000C. Pada dasarnya resin adalah matriks, sehingga memiliki fungsi yang sama dengan matriks yaitu sebagai perekat/pengikat dan pelindung. Komposit bahan kampas rem yang akan diteliti adalah komposit yang berpengikat resin epoksi, resin ini berfungsi untuk mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan tersebut. Resin terdiri dari 2 macam yaitu resin termoset dan termoplastik, memiliki perilaku berbeda bila dipanaskan. Perbedaan sifatnya ditentukan oleh struktur dalamnya. 2.3.2 Abu Terbang (fly ash) Abu terbang (fly ash) adalah salah satu bahan sisa dari pembakaran bahan bakar terutama batubara, berbentuk partikel halus yang merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil pembakaran batubara. Jumlahnya cukup besar, sehingga memerlukan pengolahan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, perairan dan penurunan kualitas ekosistem. Abu terbang (fly ash) ini tidak terpakai dan jika ditumpuk saja disuatu tempat dapat membawa pengaruh yang kurang baik bagi kelestarian lingkungan. Abu terbang ini selain memenuhi kriteria sebagai bahan penguat, abu terbang juga memiliki sifat-sifat yang baik, seperti memiliki porositas rendah karena partikelnya halus. Bentuk partikel abu terbang adalah bulat dengan permukaan halus, dimana hal ini sangat baik untuk workabilitas. Abu terbang (fly ash) memiliki beberapa kandungan/unsur kimia utama seperti SiO2 52,00%, Al2O3 31,86%, Fe2O3 4,89%, CaO 2,68% dan MgO 4,66%. 2.3.3 Bambu Betung Bambu betung (Dendrocalamus asper) adalah salah satu jenis bambu yang memiliki potensi ekonomi bila dimanfaatkan dengan baik. Tanaman ini dapat dijumpai tumbuh di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi (2000 meter dpl), dan di tanah subur pada lahan basah akan tumbuh lebih baik. Bambu betung merupakan jenis bambu yang kuat, biasa digunakan sebagai material kontruksi seperti rumah dan jembatan. Tingginya bisa mencapai 20-30 m dengan diameter 8-20 cm, dipanen pada umur 3-4 tahun. Bambu betung memiliki beberapa kandungan/unsur kimia yang terdiri dari 53% holoselulosa, 19% pentosan, 25% lignin dan 3% abu. 3. Metode Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Yang Digunakan a. Gergaji kayu b. Kikir kayu Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
93
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
c. Meja ragum d. Gelas ukur e. Mesin screening + ayakan f. Mixer + wadah g. Mesin press + cetakan h. Oven i. Timbangan j. Alat uji kekerasan k. Alat uji laju keausan l. Alat uji densitas dan porositas m. Alat pengamatan struktur permukaan 3.1.2 a. b. c. d. e.
Bahan Yang Digunakan Serbuk bambu Serbuk fly ash batubara Resin epoksi Wax Lem packing
3.2 Diagram Alir Penelitian Diagram alir untuk memberi gambaran tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, dapat dilihat pada gambar 3 Mulai Persiapan Bahan
Pembuatan Spesimen
Serbuk Bambu Fly Ash Batubara Resin Epoksi
: 50, 45, 40% : 10, 15, 20% : 40 %
Pengujian Spesimen Kekerasan Laju Keausan Densitas & Porositas Pengamatan Struktur Mikro
Analisa Data & Pembahasan
Kesimpulan
Seles
Gambar 3. Diagram alir penelitian
ISSN 2407-7852
94
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Pembuatan Spesimen Pada hasil pembuatan spesimen material komposit yang terdiri dari beberapa komposisi bahan penyusun. Pada komposisi spesimen komposit pertama (K1) terdiri dari serbuk bambu 50% (14,719 gr), serbuk fly ash batubara 10% (11,666 gr) dan resin epoksi 40% (40,859 gr). Spesimen komposit kedua (K2) terdiri dari serbuk bambu 45% (13,247 gr), serbuk fly ash batubara 15% (16,599 gr) dan resin epoksi 40% (40,859 gr). Kemudian untuk spesimen komposit ketiga (K3) terdiri dari serbuk bambu 40% (11,775 gr), serbuk fly ash batubara 20% (22,132 gr) dan resin epoksi 40% (40,859 gr). Proses pembuatan bahan komposit dilakukan dengan tekanan kompaksi sebesar 400 kg/cm2. Hasil proses kompaksi kemudian disintering pada temperatur 150oC selama 60 menit. Bentuk awal spesimen berbentuk silinder pejal dengan diameter 40 mm dan tinggi 40 mm.
Gambar 4. Spesimen Bahan Komposit K1, K2, dan K3 4.2 Hasil Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan pada bahan komposit ini dilakukan dengan metode ball indentation ISO 2039-1, yaitu menggunakan indentor bola baja berdiameter 5mm dan pembebanan sebesar 133,28 N dengan waktu pembebanan selama 30 detik. Pemilihan diameter indentor dan pembebanan didapat berdasarkan skala standar uji kekerasan Rockwell H. Hasil pengujian kekerasan ball indentation dapat dilihat pada Tabel.1 di bawah ini. Tabel 1. Data hasil pengujian kekerasan Kode Sampel K1
Kekerasan (N/mm²) 38 39 40
Rata-rata (N/mm²) 39.00
42 K2
45
45.33
49 51 K3
51 53
51.67
Pada Tabel 1 dijelaskan hasil pengujian kekerasan yang dipengaruhi oleh variasi perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu: kode sampel K1 (50:10%), K2 (45:15%), dan K3 (40:20%). Pada pengujian kekerasan dari 3 sampel komposit tersebut dengan masing-masing variasi komposisi serbuk juga memiliki kekerasan yang berbeda. Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%) memiliki rata-rata nilai kekerasan sebesar 39 N/mm2. Untuk komposit dua (K2) dengan Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
95
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%) memiliki rata-rata nilai kekerasan sebesar 45,33 N/mm2. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki rata-rata nilai kekerasan sebesar 51,67 N/mm2. Dari tiga pengujian kekerasan metode ball indentation ini terlihat, bahwa semakin banyak komposisi serbuk fly ash maka nilai kekerasan akan meningkat. Karena pada serbuk fly ash terdapat kandungan unsur logam yang dapat mempengaruhi kekerasan komposit. Sehingga mampu memperkuat struktur material pada bahan komposit dan akhirnya dapat meningkatkan nilai kekerasannya. Sementara untuk resin yang digunakan sebagai matriks di sini memiliki nilai kekerasan 84 Shore D, dimana standar tersebut jauh lebih rendah nilainya dari standar pengujian kekerasan ball indentation.
50:10% 45:15% 40:20%
Gambar 5. Grafik hasil pengujian kekerasan (Ball Indentation) Sifat kekerasan bahan komposit ini saling berhubungan dengan sifat keausan bahan, yaitu berbanding terbalik. Kekerasan merupakan sifat mekanik yang menunjukkan ketahanan terhadap deformasi platis atau permanen. Sifat kekerasan juga dipengaruhi oleh faktor porositas bahan tersebut, karena porositas berkurang membuat tingkat kepadatan bahan dapat meningkatkan kekerasan. Nilai porositas yang rendah menunjukkan bahwa bahan tersebut memiliki ronggarongga lebih kecil (µ), sehingga memperkuat struktur material pada bahan. Terlihat pada gambar 4.2 grafik pengujian kekerasan. 4.3 Hasil Pengujian Keausan Metode pin on disc (ASTM G99) digunakan untuk pengujian laju keausan ini. Pengujian dilakukan pada permukaan komposit yang telah diratakan, agar nilai laju keausan dari pengujian sesuai dengan luas permukaannya. Kecepatan putaran benda uji ditentukan sebanyak 100 rpm dengan pembebanan 200 gram pada beban gesek dari permukaan kertas abrasif (grit 220). Hasil pengujian laju keausan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data hasil pengujian keausan Kode Sampel
Luas (mm²)
K1
824.062
K2
813.919
Laju Keausan (gr/mm².s)
Rata-rata (gr/mm².s)
3.64050E-07 3.27645E-07 3.92365E-07
3.61E-07
3.31728E-07 3.09203E-07
3.15E-07
3.05108E-07 K3
824.062
2.24498E-07
2.84E-07
3.31690E-07 ISSN 2407-7852
96
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
2.95285E-07 Kampas Rem
3.38854E-06 161.82
3.40914E-06
3.41E-06
3.44004E-06
Pada Tabel 2 dijelaskan hasil pengujian laju keausan yang dipengaruhi oleh variasi perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu : kode sampel K1 (50:10%), K2 (45:15%), dan K3 (40:20%). Pada pengujian keausan dari 3 sampel komposit tersebut dengan masing-masing variasi komposisi serbuk juga memiliki laju keausan yang berbeda. Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%) memiliki rata-rata nilai laju keausan 3,61E-07 gr/mm2.s. Untuk komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%) memiliki rata-rata nilai laju keausan 3,15E-07 gr/mm2.s. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki rata-rata nilai laju keausan 2,83E-07 gr/mm2.s. Dari tiga pengujian tersebut terlihat semakin banyak komposisi serbuk fly ash maka nilai laju keausannya menurun. Karena serbuk fly ash sebagai penguat bahan berfungsi dengan baik, ketahanan panas serbuk fly ash juga mempengaruhi laju keausan. Selain itu juga kekuatan serbuk dan daya lekat resin sangat mempengaruhi laju keausan pada komposit. Sehingga bahan tersebut memiliki karakteristik ketahanan yang baik terhadap sifat keausan material komposit ditunjukkan dengan berkurangnya nilai laju keausan yang diperoleh Sifat keausan bahan komposit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kekerasan dan porositas bahan tersebut. Semakin tinggi nilai kekerasan bahan akan berdampak menurunkan laju keausan, karena kekerasan merupakan sifat mekanik yang menunjukkan kemampuan untuk menahan beban termasuk kemampuan bahan dalam memotong bahan lain. Nilai porositas yang rendah menunjukkan bahwa bahan tersebut memiliki ikatan material yang baik dan terdistribusi merata. Sehingga ikatan material di dalam komposit menjadi kuat dan tidak mudah terabrasi saat terjadi gesekan atau pengujian keausan. Terlihat pada gambar 6 grafik pengujian laju keausan.
50:10% 45:15% 40:20%
Gambar 6. Grafik hasil pengujian laju keausan 4.4 Hasil Pengujian Densitas dan Porositas Pada proses metalurgi serbuk yang terdiri dari campuran suatu bahan dengan massa jenis yang berbeda, perlu dilakukan pengujian ini untuk mengetahui berat jenisnya. Bahan komposit yang memiliki komposisi yang berbeda akan mempengaruhi nilai densitasnya. Jika diberikan variasi perbandingan komposisi pada serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara tentunya akan memiliki massa yang bervariasi pula. Berdasarkan nilai densitas antara serbuk bambu dengan serbuk fly ash batubara memiliki perbedaan yang cukup jauh. Densitas serbuk bambu yang digunakan disini adalah 0,345 gr/cm3, sedangkan untuk densitas serbuk fly ash batubara yang digunakan adalah 1,3 gr/cm3. Sehingga setiap penambahan komposisi fly ash batubara pada bahan komposit akan menambah massa dari komposit tersebut, yang pada akhirnya nilai densitas juga meningkat. Hasil pengujian densitas dapat dilihat pada Tabel.3 di bawah ini. Tabel 3. Data hasil pengujian densitas Kode Sampel Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
Massa (gram)
Volume (cm³)
Densitas (gr/cm³)
Rata-rata (gr/cm³)
97
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
K1
K2
K3
9.881
8.10074
1.21977
9.87 9.861
8.0758 8.05089
1.22217 1.22483
9.965
7.63648
1.30492
9.97
7.66036
1.30151
9.975
7.68428
1.2981
10.15
7.65748
1.3255
10.155 10.145
7.70497 7.61014
1.31798 1.33309
1.22
1.30
1.33
Pada Tabel 3 dijelaskan hasil pengujian densitas yang dipengaruhi oleh variasi perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu: kode sampel K1 (50:10%), K2 (45:15%), dan K3 (40:20%). Pada pengujian densitas dari 3 sampel komposit tersebut dengan masing-masing variasi komposisi serbuk juga memiliki densitas yang berbeda. Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%) memiliki rata-rata nilai densitas sebesar 1,22 gr/cm3. Untuk komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%) memiliki rata-rata nilai densitas sebesar 1,30 gr/cm3. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki rata-rata nilai densitas sebesar 1,33 gr/cm3.
50:10% 45:15% 40:20%
Gambar 7. Grafik hasil pengujian densitas Jadi semakin banyak penambahan komposisi serbuk fly ash maka semakin besar pula nilai densitasnya, ini disebabkan karena serbuk fly ash memiliki nilai densitas lebih tinggi. Tetapi peningkatan nilai densitas dari setiap komposit selisihnya tidak terlalu jauh. Karena di setiap penambahan komposisi serbuk fly ash pada tekanan proses kompaksi yang sama, masing-masing memiliki volume berbeda. Nilai densitas bahan komposit ini saling berhubungan dengan porositas. Terlihat pada gambar 7 grafik pengujian densitas. Pada dasarnya nilai porositas suatu bahan berbanding terbalik dengan densitas bahan komposit tersebut. Karena porositas adalah rongga yang terdapat pada bahan komposit, dan tentu akan mempengaruhi densitas bahan tersebut. Semakin padat suatu bahan maka densitasnya akan semakin tinggi dan porositas akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Porositas pada bahan komposit dapat menurunkan sifat bahan seperti kekerasan dan laju keausan, yang pada akhirnya mempengaruhi sifat karakteristik bahan. Jadi diharapkan pada komposit yang terdiri dari serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara ini tidak terlalu besar nilai porositasnya. Hasil pengujian porositas dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
ISSN 2407-7852
98
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
Tabel 4. Data hasil pengujian porositas
Kode Sampel K1
K2
K3
Massa Kering
Massa Basah
(gram)
(gram)
Porositas (%)
9.881
9.937
0.56674
9.87
9.925
0.55724
9.861
9.915
0.54761
9.965
10.016
0.51179
9.97
10.022
0.52156
9.975
10.028
0.53133
10.15
10.199
0.48276
10.155
10.207
0.51206
10.145
10.195
0.49285
Rata-rata (%) 0.56
0.52
0.50
Pada Tabel 4 dijelaskan hasil pengujian porositas yang dipengaruhi oleh variasi perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu : kode sampel K1 (50:10%), K2 (45:15%), dan K3 (40:20%). Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%) memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,56%. Untuk komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%) memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,52%. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,50%. Hubungan antara hasil pengujian densitas dengan pengujian porositas pada bahan komposit ini adalah berbanding terbalik. Karena nilai densitas yang tinggi menunjukkan kepadatan bahan material pada komposit menjadi lebih baik. Porositas adalah rongga atau celah pada komposit disebabkan karena adanya udara yang terjebak saat proses kompaksi.Jadi partikel serbuk fly ash batubara pada komposit dapat mengisi rongga atau celah-celah di dalam bahan komposit tersebut. Terlihat pada gambar 8 grafik pengujian porositas.
50:10% 45:15% 40:20%
Gambar 8. Grafik hasil pengujian porositas 4.5 Hubungan Hasil Pengujian 1. Hubungan Hasil Pengujian Porositas dengan Kekerasan Pada gambar grafik 9, dijelaskan hubungan hasil pengujian porositas dengan kekerasan. Nilai porositas semakin besar berpengaruh pada penurunan nilai kekerasan komposit. Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%), memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,56% dengan nilai kekerasan sebesar 39 N/mm2. Untuk komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%), memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,52% dengan nilai kekerasan sebesar 45,33 N/mm2. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
99
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
fly ash batubara (40:20%),memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,49% dengan nilai kekerasan sebesar 51,67 N/mm2. Jadi, berdasarkan trendline pada grafik terlihat semakin besar nilai porositas maka nilai kekerasan akan menurun. Sehingga hubungan antara hasil pengujian porositas dengan kekerasan adalah berbanding terbalik.
K1(50:10%) K2(45:15%) K3(40:20%)
Gambar 9. Grafik hubungan hasil pengujian porositas dengan kekerasan
2. Hubungan Hasil Pengujian Porositas dengan Laju Keausan Pada gambar grafik 10, dijelaskan hubungan antara hasil pengujian porositas dengan laju keausan. Nilai porositas semakin besar berpengaruh pada peningkatan nilai laju keausan komposit. Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%), memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,55% dengan nilai laju keausan sebesar 3,61E-07 gr/mm2.s. Untuk komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%), memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,52% dengan nilai laju keausan sebesar 3,15E-07 gr/mm2.s. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%),memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,49% dengan nilai laju keausan sebesar 2,84E-07 gr/mm2.s. Jadi, berdasarkan trendline pada grafik terlihat semakin besar nilai porositas maka nilai laju keausan akan meningkat. Sehingga hubungan antara hasil pengujian porositas dengan laju keausan adalah berbanding lurus.
K1(50:10%) K2(45:15%) K3(40:20%)
Gambar 10. Grafik hubungan hasil pengujian porositas dengan laju keausan 4.6 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Pengamatan struktur mikro pada bahan komposit dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan pembesaran 200x. Bahan komposit tersusun dari serbuk bambu, serbuk fly ash batubara, dan resin epoxy. Sebelum melakukan proses pengamatan struktur mikro, pada bahan komposit dilakukan proses grinding untuk meratakan dan polishing untuk menghaluskan permukaan. Foto mikro bahan komposit dapat dilihat pada Gambar 11 Dari hasil pengamatan struktur mikro, pada gambar foto mikro fly ash batubara terlihat berwarna putih mengkilap, porositas terlihat berwarna hitam pekat, resin dan serbuk bambu terlihat berwarna keabu-abuan. Hasil pengamatan ini sebanding dengan variasi komposisi bahan komposit, karena semakin banyak penambahan fly ash maka akan terlihat warna putih mengkilap. Pada pengamatan struktur mikro warna putih mengkilap menunjukan adanya unsur logam dalam bahan komposit tersebut. Hasil pengamatan ini juga sebanding dengan hasil pengujian densitas dan ISSN 2407-7852
100
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
porositas, Karena semakin bertambahnya komposisi serbuk fly ash batubara rongga porositas pada bahan komposit akan semakin kecil sehingga kerapatan massa akan meningkat.
Gambar 11 Komposit serbuk bambu dan fly ash batubara 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu karakteristik komposit serbuk bambu dengan campuran fly ash batubara sebagai bahan alternatif kampas rem, maka bisa diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan campuran serbuk fly ash batubara pada komposit serbuk bambu akan mempengaruhi sifat karakteristik komposit bahan alternatif kampas rem. Komposisi komposit (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%), (K2) dengan perbandingan komposisi (45:15%), dan (K3) dengan perbandingan komposisi (40:20%). Sifat tersebut yaitu kekerasan, laju keausan, densitas dan porositas. a. Pada pengujian kekerasan diperoleh nilai tertinggi pada komposit (K3) memiliki nilai kekerasan 51,67 N/mm2. Untuk komposit (K2) memiliki nilai kekerasan 45,33 N/mm2. Nilai kekerasan terendah pada komposit (K1) memiliki nilai kekerasan 39 N/mm2. b. Untuk pengujian keausan diperoleh laju keausan tertinggi pada komposit (K1) memiliki nilai laju keausan 3,61E-07 gr/mm2.s. Untuk komposit (K2) memiliki nilai laju keausan 3,15E-07 gr/mm2.s. Nilai laju keausan terendah pada komposit (K3) memiliki nilai laju keausan 2,84E-07 gr/mm2.s. c. Pada pengujian densitas diperoleh nilai tertinggi pada komposit (K3) memiliki nilai densitas 1,33 gr/cm3. Untuk komposit (K2) memiliki nilai densitas 1,30 gr/cm3. Nilai densitas terendah pada komposit (K1) memiliki nilai densitas 1,22gr/cm3. d. Dan pada pengujian porositas diperoleh nilai tertinggi pada komposit (K1) memiliki nilai porositas 0,56%. Untuk komposit (K2) memiliki nilai porositas 0,52%. Nilai porositas terendah pada komposit (K3) memiliki nilai porositas 0,50%. 2. Hubungan hasil pengujian porositas dengan kekerasan berdasarkan trendline grafik yang diperoleh adalah berbanding terbalik. Sedangkan Hubungan hasil pengujian porositas dengan laju keausan berdasarkan trendline grafik yang diperoleh adalah berbanding lurus. 5.2 Saran Adapun saran yang bisa diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut : 1. Pproses pembuatan komposit polimer disarankan menggunakan cetakan yang dapat menahan kebocoran resin saat dikompaksi. 2. Pembuatan komposit diharapkan memperhatikan waktu pengeringan serbuk, mixing, kompaksi dan proses sintering, karena hal tersebut berpengaruh terhadap hasil komposit yang dibuat
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
101
Volume I Nomor 1, April 2015
(Sunardi, dkk)
DAFTAR PUSTAKA Gibson, R.F., 1994, Principles of Composite Material Mechanics, New York : McGraw-Hill Book Co. Hamdi, S., 2013, Pengaruh Tekanan Kompaksi Terhadap Karakteristik Komposit Berpenguat Serat Bambu dan Mat Fiber Sebagai Bahan Alternatif Kampas Rem, Cilegon : UNTIRTA. Jones, R.M., 1999, Mechanics of Composite Material, Virginia : Taylor & Francis. Ngafwan., 2011, Penggunaan Serbuk Pasir Besi Non Ferro dan Serat Alam Sebagai Bahan Alternatif Rem Komposit Kereta Api, Simposium Nasional, RAPI X, hal. 53-60. Pratama., 2011, Analisa Sifat Mekanik Komposit Bahan Kampas Rem dengan Penguat Fly Ash Batubara, Makassar : Universitas Hasanuddin. Purboputro, P.I., 2012, Pengembangan Kampas Rem Sepeda Motor dari Komposit Serat Bambu, Fiber Glass, Serbuk Aluminium dengan Pengikat Resin Polyester Terhadap Ketahanan Aus dan Karakteristik Pengeremannya. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi, Periode III, hal. 367-373. Suprihanto, A., Setyana, B., 2006, Pengujian Mekanik dan Fisik pada Metal Matrix Composite (MMC) Alumunium Fly Ash, Rotasi, Vol.8 No.4, hal. 50-57. Sutikno., Sukiswo, S.E., dan Dany, S.S., 2012, Sifat Mekanik Bahan Gesek Rem Komposit Diperkuat Serat Bambu, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 8, hal. 83-89. Wardana, P.F., Estriyanto, Y., Suharno., 2012, Pemanfaatan Serbuk Bambu Sebagai Alternatif Material Kampas Rem Non-Asbestos Sepeda Motor, Surakarta : Universitas Sebelas Maret (UNS).
ISSN 2407-7852
102
INFORMASI BAGI PENULIS ARTIKEL TENTANG FORMAT ARTIKEL
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta terbit 2 kali dalam setahun, yaitu setiap bulan April dan bulan Desember, bagi penulis yang ingin berpartisipasi dapat dengan mengirimkan artikel ke alamat email redaksi, yaitu
[email protected]. Adapun batas akhir waktu pengiriman artikel adalah tanggal 1 Maret dan tanggal 1 November, dengan format penulisan artikel adalah sebagai berikut di bawah :
TEMPLATE JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN UNTIRTA (11 pt, bold, huruf kapital) <satu spasi> Dhimas Satria1*, Sunardi1, Rini Dharmastiti2 (11 pt, bold) 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (11 pt) Jl. Jenderal Sudirman Km. 3, Cilegon - Banten 42435. 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (11 pt) Jl. Grafika No.2 Yogyakarta 55281. *
Email:
[email protected] (10 pt)
<satu spasi> Abstrak (10 pt, bold) Jenis huruf yang dipergunakan adalah Times New Roman dengan format penulisan kolom tunggal. Judul, nama penulis, nama lembaga, alamat lembaga, dan alamat email harus ditulis lengkap. Judul ditulis dalam huruf kapital semua. Nama penulis ditulis dengan lengkap, tidak bergelar, tidak disingkat, dan penulisannya dengan huruf kapital dan huruf kecil. Nama lembaga ditulis dengan huruf kapital dan huruf kecil. Jika lembaga lebih dari satu maka penulis pertama menggunakan angka superskrip 1 di akhir namanya, dan menggunakan angka superskrip 1 di awal nama lembaga untuk menerangkannya. Penulis kedua menggunakan angka superskrip 2, dan seterusnya. Alamat email untuk korespondensi diberi tanda superskrip bintang sesuai tanda superskrip bintang di belakang nama penulis utama. Jika paper dalam bahasa Indonesia, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia. Jika paper dalam bahasa Inggris, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Penulisan abstrak dengan marjin kiri 40 mm dan 35 mm untuk marjin kanan. Abstrak tidak lebih dari 200 kata yang di dalamnya berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian. (10 pt, italic) <satu spasi> Kata kunci: format, paper, template (min. 3, maks. 5 kata, sesuai urutan abjad) (10 pt, italic)
PETUNJUK UMUM Panjang maksimal sebuah paper adalah 6 - 8 halaman dengan penulisan spasi tunggal, justify, huruf Times New Roman ukuran 11 point reguler dan format penulisan kolom tunggal. Paper menggunakan kertas ukuran A4 (210 x 297 mm) dengan penulisan batas tepi kiri, atas, kanan, dan bawah, secara berurutan masing-masing adalah 30 mm, 25 mm, 25 mm, dan 25 mm. Batas kepala dan kaki area tulisan (header dan footer) adalah 15 mm dan 13 mm. Permulaan alinea ditulis menjorok ke dalam 10 mm. Semua istilah asing dicetak miring (italic form). Paper disusun dengan urut-urutan judul topik bahasan: 1. Pendahuluan, 2. Metodologi, 3. Hasil dan Pembahasan, 4. Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Notasi (jika ada) dan Daftar Pustaka. Format penulisan judul topik bahasan adalah ukuran huruf 11 pt, bold, huruf kapital semua, dan bernomor urut yang ditulis rata kiri. Contoh: 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Format penulisan judul sub-topik bahasan adalah 11 pt, bold, huruf kapital di awal kata, dan bernomor urut. Contoh: 3.1 Hasil Simulasi. Format penulisan judul anak-sub topik sama dengan penulisan judul sub-topik. Contoh: 3.1.1 Pengaruh Variasi Suhu. Di akhir bagian topik, sub topik, dan anak sub-topik diberi jarak satu spasi sebelum penulisan bahasan selanjutnya. Tidak ada spasi antara judul topik, sub-topik dan judul anak sub-topik dengan teks di bawahnya. PETUNJUK PENULISAN Penulisan Persamaan Penulisan persamaan menggunakan ukuran 11 point dengan menuliskan Nomor Persamaan yang diletakkan di dalam kurung pada akhir marjin kanan. Penulisan persamaan diberi jarak satu spasi pada sebelum dan sesudah penulisannya. Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
103
Template Format Penulisan Jurnal Ilmiah Teknik Mesin (JITM)
(Dhimas Satria, dkk.)
<satu spasi> (1) <satu spasi> Penyajian Gambar dan Tabel Nama Tabel ditulis di atas tabel pada sisi kiri dan bernomor urut dengan huruf tebal (bold). Antara Nama Tabel dan tabel tidak ada spasi. Tabel dibuat rata tengah, hanya terdiri dari tiga garis horisontal dengan ketentuan satu garis di atas tulisan kepala tabel dan satu garis yang mengapitnya, serta satu garis lagi berada pada bagian paling bawah dari isi tabel. Antara tabel dengan teks di bawahnya diberi jarak satu spasi, demikian juga sebelumnya. <satu spasi> Tabel 1. Contoh penulisan tabel Kegiatan JITM ke-1 Tahun 2014 JITM ke-2 Tahun 2015 JITM ke-3 Tahun 2016 JITM ke-4 Tahun 2017
Jumlah Peserta 76 93 81 88
<satu spasi> Gambar dibuat rata tengah dengan Nomor Urut dan Nama Gambar diletakkan di bawah gambar. Jarak gambar dengan Nama Gambar adalah satu spasi,demikian juga dengan jarak antara Nama gambar dengan teks dibawahnya. Penulisan Nama Gambar dengan huruf tebal dan rata tengah. Jika Tabel atau Gambar diambil dari sumber lain atau bukan hasil penelitian penulis, harus dicantumkan sumber kutipannya. <satu spasi>
<satu spasi> Gambar 1. Contoh penyajian gambar <satu spasi> Penulisan Kutipan Sistem penulisan kutipan/cuplikan/sitasi suatu naskah atau literatur menggunakan sistem Harvard. Sumber pustaka yang dituliskan di dalam uraian, hanya terdiri dari nama belakang penulis dan tahun penerbitannya. Contoh: Penelitian untuk mengklasifikasi keausan telah banyak dilakukan, diantaranya adalah menggunakan peta keausan (Hsu dan Shen, 2005 untuk satu atau dua penulis; Adachi dkk., 1997 untuk penulis lebih dari dua). Menurut Pasaribu (2005), keausan pada keramik … dst. Penulisan sumber kutipan adalah tanpa nomor urut, rata kiri pada baris pertama dan menjorok ke dalam 10 mm untuk baris kedua dan seterusnya. Antara sumber kutipan tidak ada spasi. Berikut ini adalah 7 contoh penulisan daftar pustaka yang ditulis berdasarkan urutan abjad dan secara beruturan merupakan contoh untuk: (1) penulisan jurnal ilmiah/prosiding, (2) website, (3) buku teks, (4) handbook, (5) makalah dalam sebuah chapter buku, (6) desertasi, dan (7) paten. DAFTAR PUSTAKA Adachi, K., Kato, K., and Chen, N., (1997), Wear Map of Ceramics, Wear, 203, pp. 291–301. Anonimus. Renewable Energy. www.guardian.co.uk. Diakses: 28 Juni 2012, jam 13.30. Blau, P.J., (2009), Friction Science and Technology: From Concepts to Applications, 2nd Ed., CRC Press, New York, pp. 183-219. Hovmand, S., (1995), Fluidized Bed Drying, in Mujumdar, A.S. (Ed.). Handbook of Industrial Drying, 2nd Ed., Marcel Dekker, New York, pp. 195-248. ISSN 2407-7852
104
INFORMASI BAGI PENULIS ARTIKEL TENTANG FORMAT ARTIKEL
Hsu, S.M. and Shen, M.C., (2005), Wear Mapping of Materials, in Stachowiak, G.W. (Ed.). Wear Materials, Mechanisms and Practice, John Wiley & Sons, London, pp. 369-423. Pasaribu, H.R., (2005), Friction and Wear of Zirconia and Alumina Ceramics Doped with CuO, PhD Thesis, University of Twente, Enschede, Netherlands. Primack, H.S., (1983), Method of Stabilizing Polyvalent Metal Solutions, U.S. Patent No. 4,373,104
Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta
105