Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Uji Teratogenisitas Ekstrak Kulit Batang Karas (Aquilaria
malacensis) Pada Ffetus Mencit (Mus musculus)
Sipriyadi1, Fitria Lestari2, Agus Sundaryono3, dan Aceng Ruyani2' 1
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Bengkulu. 2Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Bengkulu. 3Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, Universitas Bengkulu. Email :
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak kulit batang karas (Aquilaria malaccensis) terhadap timbulnya cacat lahir pada fetus mencit. Kulit batang A. malaccensis diekstrak menggunakan etanol dengan tata kerja yang telah baku. Dosis tunggal ektrak 1,0 g/kg berat badan (bb) diberikan secara gavage pada umur kebuntingan (uk) 6 dan 11 hari. Sementara hewan kontrol hanya pendapat pelarut dengan cara yang sama. Pada uk 18 hari baik induk mencit kontrol maupun perlakuan dibunuh dengan dislokasi leher, disesar, dan dilakukan pengamatan terhadap fetus yang dihasilkan. Fetus difiksasi dan kemudian diwarna menggunakan Alizarin Red S untuk menentukan laju osifikasi panjang dan luas tulang femur dan humerus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak A. malaccensis dengan dosis 1,0 g/kg bb hanya menimbulkan cacat 3 fetus dari 83 fetus yang diamati (3,6%). Pemberian dosis ekstrak 1,0 g/kg bb pada uk 6 hari cendrung meningkatkan indeks laju osifikasi panjang dan luas tulang humerus dan femur, sebaliknya pada uk 12 hari cenderung menurunkan indeks laju osifikasi panjang dan luas tulang humerus dan femur dibanding dengan kontrol. Ekstrak kulit batang A. malaccensis tergolong teratogenik rendah bagi fetus mencit. Kata Kunci: Aquilaria malaccensis, Teratogenisitas, Mus musculus, laju osifikasi
PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara tropis mempunyai kekayaan alam megabiodiversity berupa keanekaragaman hayati yang tersebar hampir di seluruh wilayah. Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis tumbuhan, tumbuhan tersebut mempunyai potensi yang besar dan telah dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain sebagai bahan sandang, pangan, papan, kosmetika, dan pewarna (Praptiwi dkk, 2002). Sebanyak 940 jenis tumbuhan telah diketahui mempunyai khasiat obat, dari jumlah tersebut yang sudah dimanfaatkan dalam industri jamu baru sekitar 250 jenis (Priadi, 2004). Menurut World Healthy Organization (WHO), diperkirakan hampir 80% umat manusia, menggantungkan dirinya pada tumbuhtumbuhan sebagai bahan obat dalam memelihara kesehatannya (Choirul, 2003). Obat tradisional, kosmetika, makanan atau
minuman tambahan (food and drink suplement) merupakan contoh berbagai produk bio-perspektif yang telah beredar di masyarakat, mulai dari pedagang kaki lima sampai di supermarket. Keanekaragaman hayati alam Indonesia yang luar biasa sebagian merupakan kekayaan yang unik dan eksotik, sebagai contoh tanaman gaharu. Gaharu adalah sejenis kayu yang memiliki kadar damar wangi (aromatic resin) yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu (Aquilaria malaccensis). Pohon ini oleh proses infeksi jamur (Fusarium sp) menghasilkan resin beraroma harum, yang dikenal orang sebagai damar wangi, karena aromanya yang khas, digunakan untuk berbagai keperluan seperti parfum, pewangi ruangan, hio (pelengkap sembahyang pemeluk agama Kong Hu Cu) dan obat, yaitu memiliki khasiat anti asmatik, stimultan kerja saraf dan pencernaan, penghilang rasa sakit,
Semirata 2013 FMIPA Unila |321
Sipriyadi, dkk: Uji Teratogenisitas Ekstrak Kulit Batang Karas (Aquilaria malacensis) Pada Ffetus Mencit (Mus musculus)
anti kanker, zat aphriodisiac (perangsang seks) dan obat tumor paru- paru.Budidaya pohon A.malaccensis (Karas) juga banyak diminati oleh masyarakat Propinsi Bengkulu, hal ini dibuktikan dengan banyaknya bibit pohon tersebut yang dikembangkan di Tahura dan beberapa tempat lainnya di daerah itu. Setelah dilakukan uji pendahuluan kulit batang A. malaccensis ternyata mengandung senyawa metabolit sekunder golongan steroid. Hasil penelitian Ruyani dan Sudaryono (2008) menunjukkan bahwa rendeman steroid dalam kulit A. malaccensis sebesar 0,65 % serta pemberian dosis 1,0 g/kg berat badan (bb) ekstrak secara oral adalah dosis efektif yang nyata mampu meningkatkan kebugaran, aktifitas seksual, kualitas sperma serta fungsi fisiologis Mus musculus, dan kenyataan tersebut menunjukkan bahwa senyawa itu memiliki potensi untuk kemudian digunakan sebagai suplement kebugaran dan zat aprhiodisiac. Steroid sering digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit peradangan tanpa infeksi, termasuk penyakit kronis seperti asma, rheumatoid arthritis, sakit radang perut, multiple sclerosis, dan sakit kulit seperti dermatitis kronis. Steroid merupakan obat anti peradangan yang manjur. Dalam dosis yang tinggi juga bersifat immunosuppressive, yaitu, mengurangi fungsi sistem kekebalan. Steroid merupakan obat terbaik yang dimiliki sekarang untuk membalikkan reaksi peradangan akut seperti anaphylaxis (reaksi alergi akut), reaksi kulit terhadap tumbuhan rambat yang beracun, dan serangan asma akut. Kebanyakan penderita harus menggunakan steroid secara teratur untuk mengontrol penyakitnya. Tapi walaupun steroid membantu mengontrol penyakit, obat ini juga memiliki efek lain terhadap tubuh, khususnya tulang karena dapat mengurangi masa tulang. Dan jika dipakai dalam waktu jangka panjang dapat menyebabkan pengeroposan tulang (Lane, 2001). Selain itu juga dapat menyebabkan berat badan menjadi naik. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dipandang perlu dilakukan penelitian tentang
322| Semirata 2013 FMIPA Unila
uji teratogenisitas ekstrak A. malaccensis pada embrio mencit. METODE PENELITIAN Penyediaan Sampel Kulit Batang Kulit batang karas (A. malaccensis) didatangkan dari hutan sekitar Desa Tanjung Alam Kecamatan Kedurang hulu, Kabupaten Bengkulu Selatan. Kulit A.malaccensis ini diekstraks menggunakan etanol dengan tata cara yang telah baku (Ruyani dan Sundaryono, 2008). Hewan uji Mus musculus Mencit (Mus musculus) betina dan jantan di pelihara di Kebun Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu. Kandang mencit dibuat dari nampan plastik yang diberi sekam padi sebagai alas dan ditutup dengan ram kawat. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum (Ruyani dkk., 2011). Dosis kerja Menurut Hayati dalam Sandi (2007), ekstrak steroid efektif yang digunakan untuk mencit (Mus musculus) adalah 1,0 g/kg berat badan (bb). Hasil penelitian Ruyani dan Sundaryono (2008) menunjukkan bahwa dosis efektif ekstrak A. malaccensis pada mencit adalah 1,0 g/kg bb. Atas dasar tersebut dosis kerja pada penelitian ini ditetapkan 1,0 g/kg bb. Pewarnaan Tulang Pewarnaan tulang fetus dilakukan melalui enam tahap, yaitu: 1) Embrio berumur 10 hari difiksasi dengan alkohol 96% selama ± 2 hari, 2) rendam dalam KOH 1% sampai transparan selama ± 20 menit, 3) tulang diwarnai dengan menggunakan Alizarin Red dalam KOH 1% selama ± 8 jam, 4). Kemudian direndam lagi dalam KOH 1% selama ± 30 menit, 5) penjernihan bertingkat KOH:gliserin yaitu 3:1. 1:1, dan 1:3, 6) terakhir disimpan dalam gliserin agar tulang menjadi awet (Ruyani dkk., 1991; 2011). Pengukuran panjang dan diameter tulang
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Humerus dan femur diambil dari tulang fetus yang telah diwarnai, dan kemudian diukur panjang dan luas bagian yang menulang. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 1, 2, 3, dan 4 disajikan hasil pengukuran dari dua tulang panjang, yaitu
tulang humerus dan tulang femur. Dua jenis ini dipilih sebagai wakil dari rangka sayap dan rangka kaki. Panjang tulang dan panjang bagian yang menulang masing-masing menggambarkan proses kondrifikasi dan osifikasi yang terjadi. Laju osifikasi pada tulang yang bersangkutan tercermin dari indeks panjang bagian yang menulang.
Tabel 1. Pertumbuhan Panjang dan Luas Penampang Tulang Embrio Mencit (Mus musculus) Setelah Diberi Perlakuan Ekstrak Kulit Batang Karas (A. Malaccensis) pada uk 6 dan uk 11 hari.
Tabel 2. Pertumbuhan Panjang dan Luas Penampang Tulang Humerus Mencit (Mus musculus) Setelah diberi Perlakuan Ekstrak Kulit Batang Karas (A. Malaccensis) pada uk 6 dan uk 11 hari.
Pada embrio uk 6 hari, berdasarkan hasil analisis statistik luas penampang bagian yang menulang tulang femur dan humerus signifikan atau menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu mempercepat laju osifikasi. Demikian juga halnya pada panjang bagian yang menulang tulang humerus menunjukkan perbedaan yang nyata atau signifikan. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa steroid sudah dapat mempengaruhi luas penampang bagian yang menulang tulang femur dan humerus maupun panjang bagian yang menulang pada tulang humerus fetus mencit. Diduga embrio pada tahap ini rentan terhadap zat teratogen sehingga dapat menghambat pertumbuhan embrio. Selain itu, pertumbuhan osifikasi tulang dan femur dan humerus pada embrio
tahap ini belum mencapai tahap optimum. Indeks panjang dan luas penampang bagian yang menulang tulang femur dan humerus fetus mencit pada uk-6 hari dapat dilihat pada Gambar 1.
Semirata 2013 FMIPA Unila |323
Sipriyadi, dkk: Uji Teratogenisitas Ekstrak Kulit Batang Karas (Aquilaria malacensis) Pada Ffetus Mencit (Mus musculus)
Gambar 1. Indeks panjang dan luas penampang bagian yang menulang tulang femur dan humerus fetus mencit pada uk-6 hari. Steroid berpengaruh nyata terhadap panjang bagian yang menulang tulang femur. Hal ini dilihat dari adanya fetus yang cacat yaitu tulang belakang ada yang membengkak pada P1 (1,0 g /kg bb). Kelainan yang ditemukan ini diduga karena steroid
mengalami kontak langsung dengan jaringan fetus. Hal ini dilakukan oleh pernyataan Sumarmin (1999) bahwa senyawa yang berat molekulnya kurang dari 600 Dalton akan dapat melewati barrier plasenta sehingga akan mengalami kontak dengan jaringan fetus. Steroid yang memiliki berat molekul 414 Dalton sangat besar kemungkinannya dapat melewati plasenta sehingga menghambat pembelahan sel embrio Pemberian steroid karas sebanyak 1,0 g/kg bb pada embrio uk-11 hari tampak berpengaruh nyata terhadap indeks panjang tulang femur dan humerus. Perlakuan dengan dosis setara tersebut cenderung menunjukkan perbedaan yang nyata atau signifikan yaitu memperlambat laju osifikasi. Diduga embrio pada tahap ini rentan terhadap zat teratogen sehingga dapat menghambat pertumbuhan embrio. Selain itu, pertumbuhan osifikasi tulang dan femur dan humerus pada embrio tahap ini belum mencapai tahap optimum. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Lu (1995) bahwa sebagian besar embrio tikus mulai rentan pada hari ke-8 dan berakhir pada hari ke-12 kehamilan. Indeks panjang dan luas penampang bagian yang menulang tulang femur dan humerus fetus mencit pada uk-11 hari dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar
2. Indeks Panjang Dan Luas Penampang Bagian Yang Menulang Tulang Femur Dan Humerus Fetus Mencit Pada Uk-11 Hari KESIMPULAN
Ekstrak A. malaccensis dengan dosis 1,0 g/kg bb hanya menimbulkan cacat 3 fetus dari 83 fetus yang diamati (3,6%). Pemberian dosis ekstrak 1,0 g/kg bb pada uk 6 hari cendrung meningkatkan indeks laju osifikasi panjang dan luas tulang humerus dan femur, sedangkan pada uk 12 hari cenderung menurunkan indeks laju osifikasi panjang dan luas tulang humerus dan femur dibanding dengan kontrol. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai oleh Hibah Unggulan Universitas Bengkulu tahun 2009, untuk itu kami sangat berterimakasih atas dukungan dana tersebut. DAFTAR PUSTAKA K. Ardiyanti. (2009). Pembelajaran Super Brain Terhadap Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Kelas VIIISMP Negeri 1 UDANAWU Kabupaten Blitar. A. Boer. (1990). Osteologi Umum. Padang : Penerbit Angkasa Raya. Hal. 20-22 Djojosoebagio. S. (1990). Fisiologi Kelenjar Endokrin Vol 1. Bogor: IPB C. Frank and Lu. (1994). Toksikologi Dasar. Edisi Kedua. Jakarta: Universitas Indonesia Press Hasan, I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara L. C. Junqueira, and J. Carneiro. (2007). Histologi Dasar. Jakarta : EGC Karyadi, B, [7]. Mutmainnah, D, Dadang, S. 1995. Pembuatan Sediaan Perkembangan Susunan Rangka Embrio Ayam (Gallus gallus) dengan teknik Alizarin Red-S dan Alician Blue. Universitas Bengkulu
324| Semirata 2013 FMIPA Unila
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
E. N. Lane. (2001). Lebih Lengkap tentang: Osteoporosis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi reproduksi pada mamalia dan unggas (Penerjemah : Sunarya Keman). Jakarta: Universitas Indonesia Press D. Oller. (2001). Chemical Analysis on Aloeswood. http://www.oller.net/aloes desc. htm Priyambodo. (1995). Pengendalian Hama Tikus. Jakarta: Penebar Swadaya
M.
Rumanta. (1994). Pengaruh asam metoksiasetat terhadap organ reproduksi dan fertilitas mencit Albino (Mus musculus) Swiss Webster Jantan. Bandung: ITB
A. Ruyani and Sundaryono. (2008). Usulan Unggulan UNIB. Pengembangan Akar Gaharu (Aquilaria malaccensis) sebagai Aphriodisic (Perangsang Seks) dan Daun "Teh Gaharu " sebagai Antimalaria di Provinsi Bengkulu. Tidak dipublikasikan A. Ruyani B. Karyadi, A. Kadir, D. Fitri, R.Y. Tanjung, and Puspa Y. 2011. Alteration of Ossification Rate on Fetal Humerus and Femur Swiss Webster Mice (Mus muculus) as the Teratogenic Effects of Gadung (Dioscorea hispida Dennst), Medika, Tahun ke XXXVII, No. 9, 596-603. A. Ruyani, Muktiningsih, dan A. Barlian. (2004). Penggunaan teknik proteomik dalam penelitian bidang ilmu dasar dan terapan. Medika, 30, 179-184.
A. Ruyani, S. Sudarwati, dan L. Sutasurya. (1991). Pengaruh seng sulfat terhadap perkembangan tulang femur embrio ayam (Gallus gallus) galur Tegel TM 70. Proceedings ITB, 24, 1-13. A. Ruyani, S. Sudarwati, L.A. Sutasurya, S.H. Sumarsono, D. J. Kim, and J.H. Chung. (2005). A teratoproteomics analysis: Heat shock protein 70 is upregulated in mouse forelimb bud by methoxyacetic acid treatment. Birth Defects Research A Clinical and Molecular Teratology, vol. 73 (7), 517-21. F. Sandi. (2007). Isolasi Senyawa Steroid dari Akar Gaharu (A. malaccensis) Serta Uji Aktivitasnya Terhadap Berbagai Anti Depresi pada Mencit (Mus musculus) Jantan. Bengkulu: UNIB Standar Nasional Indonesia SNI 01-5009.1-1999 Y. Sumarna. (2009). Budidaya Gaharu. Jakarta : Penebar Swadaya Y. Sumarna. (2009). Gaharu Budidaya dan Rekayasa Produksi. Jakarta : Penebar Swadaya Syamsurizal. (1997). Pengaruh Penceko-kan Ekstrak Tristania sumartana Miq (Kayu Kasai) Terhadap Fertilitas Mencit Betina Mus musculus Galur Swiss Webster. Jakarta: UI W.
Yatim. (1990). Reproduksi dan Embryologi. Bandung: Penerbit TARSITO
Semirata 2013 FMIPA Unila |325