FILSAFAT ILMU P K L H Disusun Oleh : Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc. Prof. Dr. H. Hammado Tantu, M.Pd.
Bumi telah merintih di cabik manusia..... Bumi mengiba perlindungan..... Kalau bukan sekarang, kapan lagi...? Kalau bukan manusia, siapa lagi...? Toooohhh,... Manusia jua yang membuat bumi meregang...!
Filsafat Ilmu PKLH | i
FILSAFAT ILMU PKLH Penulis :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc. Prof. Dr. H. Hammado Tantu, M.Pd.
Penerbit :
Alauddin University Press
ISBN : 978-602-328-219-7
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotocopy, scan, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penulis. Cetakan Pertama, Desember 2016 Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta. 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
ii | Filsafat Ilmu PKLH
PRAKATA
“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Rum, 41) Terusiknya eksistensi bumi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, keberadaannya berhubungan erat dengan masalah kependudukan dalam konteks penduduk dan pembangunan. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), merupakan program pendidikan yang ditujukan untuk mengubah sikap dan perilaku manusia agar bereproduksi secara rasional, memelihara lingkungan hidup, dan bertanggung jawab terhadap kualitas kehidupan sekarang dan masa mendatang melalui proses pendidikan. PKLH mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup. Cara pandang dan perilaku manusia terhadap lingkungan hidup, sangat menentukan eksistensi dan kesinambungan alam dan lingkungan di bumi ini. Menurut Chiras dua macam perlakuan terhadap alam yang berkembang dalam kultur manusia, yakni : (1) budaya menundukkan alam (frontier), yang menempatkan dirinya bukan sebagai sub-ordinat dari alam sekitarnya sehingga mereka memandang alam sebagai sumber yang dipersiapkan untuk dimanfaatkan dan bebas Filsafat Ilmu PKLH | iii
dieksploitasi oleh manusia; (2) budaya menyatu dengan alam (eco friendly), yang memandang bahwa semua interaksi antara manusia dengan alam sekitar akan menimbulkan “pengaruh timbal balik” antara manusia dan alam sekitarnya, sehingga manusia tidak dapat lepas sebagai salah satu sub-ordinat dari alam sekitarnya, dan melihat bahwa kerusakan pada alam dan lingkungan merupakan kerusakan yang juga menimpa dirinya sendiri. Cara pandang yang kedua di atas merupakan budaya yang banyak tumbuh dan berkembang dari insan-insan yang menganut agama secara istiqomah. Seperti halnya dengan umat Islam yang memahami ajarannya yang mana dalam Al’Quran Surah AsySyuura-30, telah ditegaskan bahwa “Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahankesalahanmu)”. Kultur frontier sebenarnya telah banyak memberikan pembuktian sebagai penyebab utama terjadinya bencana terhadap berbagai umat-umat terdahulu, seperti kaum Ad, kaum Tzamud, kaum Fir’aun, dan lain sebagainya. Ambisi dan mental frontier pada umat terdahulu dapat disimak dari Firman Allah Swt dalam Al’Qur’an Surah Asy-syuura-26, bahwa “Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main? Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di dalamnya)?”. Jadi dalam kehidupan kaum-kaum terdahulu yang telah menerima kutukan dariNya, memang tumbuh subur mental dan kultur frontier atau ambisi untuk menundukkan alam, persis seperti yang telah, sedang, dan akan terus berlangsung dalam kehidupan manusia akhir zaman sekarang ini. Manusia yang mendiami bumi saat sekarang ini, juga telah dan mungkin terbanyak membuat kerusakan terhadap lingkungan sepanjang sejarah keberadaan planit bumi ini. Sehingga hampir dapat dipastikan bahwa bencana yang akan ditimpakan iv | Filsafat Ilmu PKLH
kepada manusia akhir zaman ini, akan jauh lebih besar dan lebih berat dibandingkan dengan bencana yang pernah ditimpakan kepada umat-umat sebelumnya. Sebagaimana peringatan Allah Swt dengan firman-Nya pada surah Ar-Rum ayat 41 sampai ayat 42, bahwa “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. Katakanlah (Muhammad), bepergianlah kamu di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang orang dahulu, kebanyakan dari mereka adalah orang orang yang mempersekutukan Allah”. Buku ini memaparkan berbagai materi yang dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang posisi ilmu PKLH dalam peta perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu maka penulis memulai pembahasan dalam buku ini dari uraian mengenai dasar-dasar filsafat ilmu yaitu tentang bagaimana mencari ilmu pengetahuan (Bab-1); eksistensi dan esensi PKLH (Bab-2); PKLH sebagai sebuah ilmu pengetahuan (Bab-3); dinamika dan nilai falsafah PKLH (Bab4); konsep dasar PKLH (Bab-5); dan peranan PKLH dalam pembangunan berkelanjutan (Bab-6). Konsep materi buku ini ditulis sejak tahun 2012, namun baru dapat diterbitkan pada akhir tahun 2016, setelah penulis kedua telah berpulang ke haribaan Allah Swt yaitu pada tahun 2015. Banyak hal yang terungkap dalam buku ini, yang menurut penulis perlu menjadi bahan renungan baik bagi kalangan pengajar PKLH sendiri maupun kalangan pengambil keputusan serta masyarakat luas (umum). Salah satu diantaranya adalah pemikiran yang mencoba menjastifikasi bahwa sudah waktunya untuk menyelenggarakan pendidikan formal jurusan PKLH untuk jenjang Diploma dan Strata-1 pada tingkat perguruan tinggi. Hal ini dimaksudkan agar eksistensi ilmu PKLH sebagai salah satu bidang Filsafat Ilmu PKLH | v
ilmu yang sangat dibutuhkan pada “zaman akhir” ini akan lebih konkrit. Dengan demikian berbagai kajian praktis yang dibutuhkan dalam setiap kegiatan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan masalah kependudukan, dapat dikerjakan oleh pemikir, designer dan planer yang betul-betul independen. Tidak sama halnya yang terjadi dewasa ini, yang mana berbagai kajian lingkungan dan kependudukan dilakukan secara pragmatis oleh kalangan-kalangan tertentu, hanya sekedar menjastifikasi dan melegalisasi rencana proyek berdasarkan kepentingan pribadi dan golongan mereka, sekalipun impact dari proyek tersebut sangat fatal terhadap manusia dan lingkungan. Itulah bentuk moral frontier yang masih sangat terlindungi eksistensinya di negaranegara terkebelakang hingga saat ini, terutama negara yang terkebelakang “government morality”-nya seperti Indonesia. Menurut penulis program penyelamatan bumi dan lingkungan hidup hanya dapat tercipta jika dan hanya jika semua pemerintahan oleh manusia yang ada di bumi ini memiliki moral lingkungan (ecomorality). Rakyat (people) akan mudah untuk berpartisipasi jika diajak pemerintah yang mampu memberi keteladanan dalam kesehariannya. Disamping penyelenggaraan jurusan PKLH secara monolitik di perguruan tinggi, pendekatan melalui cara integratif pada semua jenjang pendidikan formal mulai dari SD, SLTP, SLTA sampai tingkat perguruan tinggi (semua program studi) perlu dilakukan. Hal ini penting karena materi PKLH seharusnya diketahui semua orang yang akan berinteraksi dengan alam lingkungan hidup. Begitu mendesaknya penyelamatan manusia dan lingkungannya, dan begitu pentingnya peranan PKLH di dalam upaya penyelamatan tersebut, maka pada saatnya nanti (waktu yang tidak terlalu lama) pelaksanaan PKLH harus secara monolitik. Pembelajaran PKLH adalah pembentukan sikap, kepribadian, perilaku, dan partisipasi vi | Filsafat Ilmu PKLH
nyata dari setiap manusia di dalam usaha dan upaya perlindungan/penyelamatan lingkungan hidup. Dengan kata lain mental PKLH harus menjadi muatan budi pekerti pada setiap individu anak didik, karena untuk memperlambat kehancuran bumi (kiamat) harus diupayakan oleh semua umat manusia yang ada. Bumi ini tidak akan selamat hanya karena keberadaan 10 orang pendekar lingkungan, di tengah serbuan 10 milyar manusia yang setiap hari, bahkan setiap detik merusak bumi ini. Sama halnya yang menimpa umat Nabi Huud, yang disebut kaum Ad. Di antara kaum Ad pasti ada yang mencintai Allah dan menghormati ciptaannya (lingkungan), minimal adalah Nabi Huud dan pengikutnya. Namun karena lebih banyak yang dzalim maka semua terkena bencana termasuk pengikut Nabi Huud. Demikian pula yang terjadi terhadap kaum Tzamud, yang telah diutuskan oleh Allah seorang Nabi Shaleh, namun karena mereka tetap ingkar maka semuanya terkena bencana. Tiada rasa kesyukuran yang lebih besar penulis akan lirihkan bilamana buku ini dapat memberi manfaat kepada pembacanya, terutama ketika buku ini dapat menggugah rasa dan sanubari pembaca sehingga mampu menumbuhkan kesadaran, sikap, perilaku, dan partisipasinya dalam menyelamatkan dan menjaga kesinambungan lingkungan hidup secara bersama-sama. Akhirnya izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan masukan, dorongan, dan bantuan kepada penulis sehingga tulisan ini dapat disaji seperti apa yang ada di tangan pembaca sekarang. Penulis amat sangat menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Sehingga masukan, saran, bahkan kritik sekalipun akan disambut hangat dengan tangan terbuka, sembari menghaturkan beribu terima kasih kepada semua pihak yang
Filsafat Ilmu PKLH | vii
berkenan memberikan masukan, saran ataupun kritik atas semua aspek yang ada di dalam buku ini. “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tentram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah , karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat”. (QS.An Nahl, 112)
Makassar, Desember 2016 Penulis,
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc. Prof. Dr. H. Hammado Tantu, M.Pd.
viii | Filsafat Ilmu PKLH
DAFTAR ISI Prakata ....................................................................................... Daftar Isi ....................................................................................
iii ix
I.
DASAR-DASAR FILSAFAT ILMU ...................................... 1.1. Pengertian ............................................................. 1.2. Filsafat Ontologi ..................................................... 1.3. Filsafat Epistemologi .............................................. 1.4. Filsafat Aksiologi .................................................... 1.5. Cara Mencari Ilmu..................................................
1 2 22 29 38 46
II.
EKSISTENSI DAN ESENSI PKLH .................................... 2.1. Sejarah Lahirnya PKLH ........................................... 2.2. Visi dan Misi PKLH .................................................. 2.3. Karakter Ilmu PKLH ................................................ 2.4. Eksistensi PKLH ...................................................... 2.5. Makna, Esensi dan Urgensi PKLH...........................
58 59 62 69 77 81
III.
PKLH SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN ......................... 3.1. Prolog – Epilog ...................................................... 3.2. Ontologi PKLH ........................................................ 3.3. Epistemologi PKLH ................................................. 3.4. Aksiologi PKLH........................................................ 3.5. PKLH Sebagai llmu Pengetahuan ...........................
103 104 111 120 132 139
IV.
DINAMIKA DAN NILAI FALSAFAH PKLH.......................... 142 4.1. Dinamika Ilmu PKLH ............................................... 143 4.2. Nilai Falsafah PKLH................................................. 147 Filsafat Ilmu PKLH | ix
4.3. Makna Ruang dan Waktu dalam ilmu PKLH ........ A. Pengertian Ruang dalam Ilmu Pengetahuan B. Pengertian Waktu dalam Ilmu Pengetahuan .... C. Ruang dan Waktu dalam Ilmu Pengetahuan .... D. Manfaat Konstitusional ....................................
154 157 159 162 164
V.
KONSEP DASAR PKLH.................................................... 5.1. Karakter Ilmu PKLH................................................... A. PKLH Inter-disipliner ......................................... B. PKLH Multi-disipliner...................................... C. PKLH Trans-disipliner ..................................... 5.2. Visi dan Misi Ilmu PKLH ............................................ 5.3. Tujuan dan Manfaat Ilmu PKLH................................
168 169 169 171 173 177 180
VI.
PERAN PKLH DALAM PEMBANGUNAN ......................... 190 6.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ...................... 191 6.2. Pengendalian Kependudukan .................................. 214 6.3. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 228 6.4. Pengelolaan Manusia Sebagai Sumberdaya Utama 261
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. .. INDEX .................................................................................... GLOSERIUM ........................................................................... PROFIL PENULIS .....................................................................
x | Filsafat Ilmu PKLH
284 290 293 296
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
BAB – I DASAR-DASAR FILSAFAT ILMU
Filsafat Ilmu PKLH | 1
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
1.1
Pengertian – pengertian
A.
Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “phioslophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Para ahli filsafat memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia , yang mana philien berarti cinta dan sophia berarti kearifan atau kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami falsafah sebagai pencari kebijaksanaan dan pecinta kearifan dalam arti hakikat, disebut “failasuf” yang disingkat menjadi “filsuf”. Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf". Ungkapan ini ada benarnya dalam arti praktis, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara hakikat ungkapan tersebut tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh2 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Al Farabi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud, yaitu bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli : 1) Plato (428 -348 SM) : Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli). 2) Aristoteles (384 - 322 SM) : Filsafat adalah ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmuilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda). 3) Cicero (106 – 43 SM ) : Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni (the mother of all the arts)“ termasuk di dalamnya seni kehidupan (arch vitae). Beliau juga mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
Filsafat Ilmu PKLH | 3
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
4) Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan. a) Apakah yang dapat dikerjakan ?(jawabannya metafisika) b) Apakah yang seharusnya dikerjakan (jawabannya Etika ) c) Sampai dimanakah harapan manusia ?(jawabannya Agama) d) Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi) 5) Paul Nartorp (1854–1924) : Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya. 6) Al Farabi (Wafat, 950 M) : Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud, bagaimana hakikat yang sebenarnya. 7) Johann Gotlich Fickte (1762-1814) : Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan. 8) Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat. 9) Driyarkara : Filsafat sebagai perenungan yang sedalamdalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “. 10) Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal. 4 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
11) Harold H. Titus (1979) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian (konsep); (4) Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh para ahli filsafat. 12) Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu. 13) Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya di dalam kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan. 14) Prof. Dr. Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguhsungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati). 15) Bertland Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah yang pengetahuan definitif tentangnya sampai sebegitu jauh tidak bisa dipastikan, namun seperti sains filsafat juga lebih menarik perhatian akal manusia dari pada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu. Filsafat Ilmu PKLH | 5
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu, meskipun bukan ilmu pengetahuan biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran, sehingga bolehlah filsafat disebut sebagai suatu usaha untuk berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Hal yang membawa usahanya itu kepada suatu kesimpulan universal dari kenyataan partikular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang terkompleks. Dengan kata lain bahwa secara umum filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Filsafat adalah Ilmu tentang hakikat, atau pengetahuan tentang esensi suatu objek kajian/tinjauan ilmiah. Di sinilah dapat dipahami perbedaan mendasar antara filsafat dan ilmu (spesial) atau sains. Ilmu membatasi wilayahnya sejauh alam yang dapat dialami, dapat diindera, atau alam empiris. Ilmu menghadapi permasalahannya dengan pertanyaan “bagaimana” dan “apa sebabnya”. Filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai makna, kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar (keyakinan, asumsi dan konsep) yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu empiris. Hal ini dinyatakan dalam The Grolier Int. Dict.
6 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
dengan definisi Philosophy : Inquiry into the nature of things based on logical reasoning rather than empirical methods. Filsafat meninjau dengan pertanyaan “apa itu”, “dari mana” dan “ke mana”. Dalam hal ini orang tidak mencari pengetahuan sebab dan akibat dari suatu masalah, seperti yang diselidiki ilmu, melainkan orang mencari tahu tentang apa yang sebenarnya pada barang atau masalah itu, dari mana terjadinya dan ke mana tujuannya. Maka, jika para filsuf ditanyai, “Mengapa A percaya akan Allah”, mereka tidak akan menjawab, “Karena A telah dikondisikan oleh pendidikan di sekolahnya untuk percaya kepada Allah,” atau “Karena A kebetulan sedang gelisah, dan ide tentang suatu figur pelindung (Allah) membuatnya tenteram.” Dalam hal ini, para filsuf tidak berurusan dengan sebab-sebab, melainkan dengan dasardasar yang mendukung atau menyangkal pendapat tentang keberadaan Allah. Tugas filsafat menurut Socrates (470-399 S.M.) bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan, melainkan mempersoalkan jawaban yang diberikan. Kattsoff (1963) di dalam bukunya Elements of Philosophy memberikan pengertian tentang “filsafat” sebagai berikut : * Filsafat adalah berpikir secara kritis. * Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis. * Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut. * Filsafat adalah berpikir secara rasional. * Filsafat harus bersifat komprehensif. Ada empat persoalan yang yang hakiki ingin dipecahkan oleh filsafat, yakni :
Filsafat Ilmu PKLH | 7
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
1. 2. 3. 4.
Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Ontologi (Metafisika). Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi. Apakah yang harus saya laksanakan dan apa nilai kefaedahannya? Permasalahan ini dikaji oleh Aksiologi Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
Beberapa aliran atau ragam ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain : 1.
2.
3. 4.
Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah : 1. Sebagai dasar dalam bertindak. 2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan. 3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik. 4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah. 8 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan mendasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikiran filsafat merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok), yang berkembang dalam pusat kemanusiaan (antropology centra) yang meliputi: 1) Individualisme 2) Sosialitas 3) Moralitas Ketiga kemampuan pokok manusia tersebut berkembang dalam pola hubungan tiga arah yang dinamakan “trilogi hubungan” yaitu: 1) Hubungan dengan Tuhan, karena manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. 2) Hubungan dengan masyarakat karena manusia sebagai masyarakat. 3) Hubungan dengan alam sekitar karena manusia makhluk Allah yang harus mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat di atas, di bawah dan di dalam perut bumi ini. B.
Pengertian Ilmu atau Ilmu Pengetahuan
Istilah ilmu yang biasa juga dirangkai menjadi istilah ilmu pengetahuan, diartikan oleh beberapa ahli dalam berbagai terminologi berikut ini : 1.
Mohammad Hatta; Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut Filsafat Ilmu PKLH | 9
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam. Harsojo, Antropolog Universitas Pajajaran; mendefinisikan ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia. Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag; Ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak. Karl Pearson ; Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah sederhana. Ashely Montagu, Antropolog Rutgers University; Ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji. Afanasyef, pemikir Marxist Rusia; Ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis. Communality, The Liang Gie (1991); Ilmu adalah sekumpulan proposisi sistematis yang terkandung dalam pernyataanpernyataan yang benar dengan ciri pokok yang bersifat general, rational, objektif, mampu diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu menjadi milik umum. J. Haberer (1972); Ilmu adalah suatu hasil aktivitas manusia yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek dan menjadi pranata dalam masyarakat.
10 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
9.
J.D. Bernal (1977); Ilmu adalah suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia. 10. E. Cantote (1977); Ilmu adalah suatu hasil aktivitas manusia yang mempunyai makna dan metode. 11. Cambridge-Dictionary (1995); Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar, mempunyai objek dan tujuan tertentu dengan sistem, met ode untuk berkembang serta berlaku universal yang dapat diuji kebenarannya. Secara garis besarnya perbedaan antara ilmu (ilmu pengetahuan) dengan filsafat dapat dilihat obyek kajian antara keduanya. Ada dua perbedaan pokok dari sudut pandang obyek kajian antara ilmu pengetahuan dengan filsafat, yakni : 1.
Perbedaan dilihat dari obyek material Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada [realita]. Sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
2.
Perbedaan dilihat dari obyek formal Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
Perbedaan ilmu pengetahuan dengan filsafat dari berbagai sudut pandang dapat dijabarkan lebih jauh sebagai berikut : Filsafat Ilmu PKLH | 11
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
a) Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya. b) Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu. c) Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause). d) Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa ada eksperimen. Sedangkan ilmu pengetahuan = selalu dengan eksperimen untuk menemukan jawaban dari pertanyaannya.
C.
Pengertian Filsafat Ilmu
Perkembangan, pertumbuhan, dan penguatan ilmu telah menimbulkan persoalan-persoalan yang berada di luar minat, kesempatan, atau jangkauan dari para ilmuwan sendiri untuk menyelesaikannya. Namun, ada sebagian cedekiawan dengan pemikiran yang reflektif telah berusaha menemukan penyelesaian untuk masalah tersebut, yang mana para cendekiawan ini disebut sebagai filsuf (philosophers). Hasil pemikiran para filsuf mengenai ilmu secara filosofis merupakan “filsafat ilmu” atau philosophy of 12 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
science. Berbagai definisi philosophy of science dari para filsuf dapat dikutip sebagai berikut: 1. Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya. 2. Lewis White Beck Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagi suatu keseluruhan. 3. Cornelius Benjamin Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan pra-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual. 4. Michael V.Berry Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah, dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah. 5. May Brodbeck Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Filsafat Ilmu PKLH | 13
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
6. Peter Caws Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, yang menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di pihak lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketidak-tepatan dan kesalahan. 7. Alfred Cyril Ewing Istilah filsafat ilmu biasanya diterapkan pada cabang logika yang membahas dalam suatu cara yang dikhususkan metodemetode dari ilmu-ilmu yang berlainan. 8.
Antony Flew Ilmu empiris yang teratur menyajikan hasil yang paling mengesankan dari rasionalitas manusia dan merupakan salah satu dari calon yang diakui terbaik untuk pengetahuan. Filsafat ilmu berusaha menunjukkan dimana letak rasionalitas itu; apa yang khusus mengenai penjelasan-penjelasannya dan kontruksi-kontruksi teorinya; apa yang memisahkannya dari perkiraan dan ilmu-semu serta membuat ramalan-ramalannya dan berbagai teknologi berharga untuk dipercaya; yang terpenting apakah teori-teorinya dapat diterima sebagai mengungkapkan kebenaran tentang suatu realitas objektif yang tersembunyi
14 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
9. A. R. Lacey Terutama studi tentang bagaimana ilmu bekerja atau seharusnya bekerja. Studi tentang bagaimana ini melakukan biasanya diterima sebagai suatu petunjuk yang layak tentang bagaimana ini seharusnya. Studi ini sering disebut metodologi, suatu istilah yang dapat juga bersifat relatif, misalnya metodologi sejarah. 10. John Macmurray Dalam filsafat ilmu, fokus kajiannya akan meliputi berbagai pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsiasumsi ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu; tetapi yang bukan sendirinya merupakan hasil-hasil penyelidikan dengan metode-metode yang ilmu memakainya. Ketika saya mendefinisikan filsafat ilmu sebagai penilaian filsuf tentang ilmu itu sendiri, hal inilah yang terdapat dalam pikiran saya. 11. D. W. Theobald Ilmu dalam garis besarnya bersangkutan dengan apa yang dapat dianggap sebagai fakta tentang dunia yang kita diami. Filsafat ilmu di pihak lain dalam garis besarnya pula bersangkutan dengan sifat dasar fakta ilmiah, atau dinyatakannya secara lain, bersangkutan dengan fakta-fakta mengenai fakta-fakta tentang dunia. 12. Stephen R. Toulmin Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertamatama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah-prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, Filsafat Ilmu PKLH | 15
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
praanggapan-praanggapan metafisis, dan seterusnya. Dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesahihannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut “landasan ilmu”, maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Landasan (foundation) dari ilmu itu mencakup, antara lain : a) b) c) d) e)
konsep-konsep pangkal; anggapan-anggapan dasar; asas-asas permulaan; struktur-struktur teoritis; ukuran-ukuran kebenaran ilmiah.
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dengan ilmu pengetahuan. Istilah yang terdapat dalam kepustakaan asing untuk menyebut bidang pengetahuan ini ialah: a) b) c) d) e)
philosophy of science (filsafat ilmu) theory of science (teori ilmu) metascience (adil-ilmu) methodology (metodologi) science of science (ilmu tentang ilmu)
Filsuf Rudolf Carnap memakai istilah science of science dan memberikan definisi sebagai “analisis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut tinjauan, termasuk logika, metodologi, sosiologi, dan sejarah ilmu”.
16 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Secara umum pengertian filsafat pendidikan bisa diartikan salah satu cabang filsafat yang ruang lingkupnya terfokus dalam bidang pendidikan. Berikut ini, beberapa pengertian filsafat pendidikan menurut para ahli: 1) Muhammad Labib al-Najihi: Filsafat pendidikan adalah suatu aktivitas yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. 2) Kilpatrik dalam Buku Philosophy of Education menyebutkan "Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha. Berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan melembagakannya dalam kehidupan mereka. 3) John Dewey dalam bukunya Democracy and Education, memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) Filsafat Ilmu PKLH | 17
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
menuju kearah tabi’at manusia, maka filsafat juga dapat diartikan sebagai teori umum pendidikan. 4) Van Cleve Morris menyatakan : Secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya, bukan alat social semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik. (dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Prof H.M. Arifin, M.Ed). Aliran filsafat pendidikan yang berkembang saat ini sangat dipengaruhi oleh pandangan dan teori-teori yang dikemukakan oleh para filsuf-filsuf dunia. Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan yang berkembang saat ini antara lain: 1) Filsafat Pendidikan Idealisme; memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Menurut aliran idealisme, bahwa nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersebut. Selain itu aliran idealisme beranggapan pula bahwa pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar.
18 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
2)
3)
4)
5)
Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali. Filsafat Pendidikan Realisme; merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Aliran realisme menganggap bahwa pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill. Filsafat Pendidikan Materialisme; berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach. Filsafat Pendidikan Pragmatisme; dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme; memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Filsafat Ilmu PKLH | 19
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich. 6) Filsafat Pendidikan Progresivisme; bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memokuskan pada guru atau bidang muatan. Aliran progresivisme berpendapat bahwa tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, menyala, tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalamanpengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Dalam tataran proses pembelajaran, maka kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff. 7) Filsafat Pendidikan Esensialisme; adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolahsekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Aliran esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada celah yang mengatur dunia beserta isinya dengan 20 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat bahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut. Teori esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell. 8) Filsafat Pendidikan Perenialisme; Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Aliran perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut perenialisme, kenyataan yang Filsafat Ilmu PKLH | 21
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
dihadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler. 9) Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme; merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalahmasalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami dinamika dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan perkembangan ilmu-ilmu yang lain, yang biasanya mengalami percabangan (pluralitas). Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistemologi), dan teori nilai (aksiologi). 1.2
Filsafat Ontologi
Dari sudut pandang ilmu semantik atau etimologi, istilah “ontologi” berasal dari kata Yunani onto yang berarti “yang ada secara nyata”, “kenyataan yang sesungguhnya”. Sedangkan istilah “logi” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti “studi tentang” atau “uraian tentang”.
22 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Sedangkan dari sudut pandang terminologi ontologi adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek ontologi diperlukan landasanlandasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya disebut dengan istilah metafisika. Secara etimologi metafisika bermakna sesuatu yang ada pada sesudah fisika. Oleh karena itu maka Delfgaauw membedakan antara ontologi dan metafisika melihat dari objeknya. Objek yang bisa ditangkap dengan panca indra termasuk masalah ontologi, sedangkan objek yang tidak dapat ditangkap denga panca indra termasuk bidang metasifika. Memang pada mulanya ontologi dan metafisika adalah satu, yaitu dibahas dalam kajian metafisika. Kemudian pada abad ke-17 para filsuf membedakan antara metafisika dan ontologi pada pemilahan kajian atau objek yang ditelaah. Selain metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika akan mengatasi suatu permasalahan ilmiah. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: (1) determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), (2) probabilistik (paham ini tidak sama dengan determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian terlebih dahulu), (3) fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan (4) paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila dalam mengatasi suatu permasalahan ilmiah, dipakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka akan diperoleh kesimpulan yang berantakan.
Filsafat Ilmu PKLH | 23
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Ontologi merupakan cabang utama dari ilmu filsafat, yang mengkaji mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dengan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. Pengertian ontologi dari sudut pandang terminologi, dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah : 1. 2.
3. 4.
5.
Aristoteles; mengatakan The ontology is first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Noeng Muhajir; dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan ontology membahas tentang yang ada yang universal dan tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Jujun S. Suriasumatri (1985) ; dalam bukunya Pengantar ilmu dalam Perspektif, mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin diketahui, seberapa jauh keingintahuan itu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaanpertanyaan berikut : 1) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah, 2) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan 3) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. A. Dardiri ; dalam bukunya Humaniora, Filsafat dan Logika mengatakan ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang logis yang
24 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
6.
7.
8.
9.
berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada. Sidi Gazalba; dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Amsal Bakhtiar; dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan, ontologi adalah teori/ilmu tetang wujud, tentang hakikat yang ada. Menurut Soetriono & Hanafie (2007); Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut, dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan. Menurut Pandangan The Liang Gie; Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalanpersoalan : 1) 2) 3) 4)
Apakah artinya ada, hal ada ? Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ? Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ? Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada ?
10. Menurut Ensiklopedi Britannica; yang juga diangkat dari konsepsi Aristoteles, Ontologi yaitu teori atau studi tentang being (ujud), seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis Filsafat Ilmu PKLH | 25
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM). Jadi secara sederhana menurut penulis bahwa, ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Dari pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa paham (Ali Mudhofir, 1997), antara lain : (1) Paham monoisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme; (2) Paham dualisme, dan (3) Pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik. Ada beberapa pertanyaan mendasar yang berputar sekitar persoalan-persoalan ontologis di antaranya adalah : Apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau eksistensi itu ? Bagaimanakah penggolongan dari ada, keberadaan, atau eksistensi ? Apa sifat dasar (nature) kenyataan atau keberadaan ? Selanjutnya bagaimana dengan ontologi ilmu atau pengetahuan ilmiah. Oleh Ali Mudhofir (1997) dijelaskan bahwa Ontologi Ilmu adalah mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan 26 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
ilmiah yang seringkali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being Sein, het zijn). Ontologi ilmu menurut Mudhofir (1997), membatasi diri pada ruang kajian keilmuwan yang bisa dipikirkan manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaah yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu adalah bagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat ditemukan dan di pelajari serta dibutuhkan dalam mengatasi berbagai dilema dunia dan isinya. Dengan kata lain ilmu yang banyak orang mengatakan dengan sebutan pengetahuan ilmiah, hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan, dengan melakukan berbagai penafsiran tentang hakikat realitas dari objek ontologi. Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang (Ali Mudhofir, 1997), yakni : 1) 2)
Aspek kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?, dan Aspek kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Filsafat Ilmu PKLH | 27
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Beberapa aliran dalam bidang ontologi (Ali Mudhofir, 1997), yakni ; realisme, naturalisme, empirisme. Naturalisme di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan seting alam? Istilah- istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah: yang ada (being), kenyataan/realitas (reality), eksistensi (existence), esensi (essence), substansi (substance), perubahan (change), tunggal (one) dan jamak (many). Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh Aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya dipahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental. Ada beberapa manfaat ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu, di antaranya sebagai berikut: 1. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada. 2. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi. 3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang 28 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka, sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri. 1.3
Filsafat Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti “pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”, dan logos = teori. Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?” sedangkan dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?” (Nadiroh, 2011). Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang dipahami, maka semakin banyak pula khasanah yang dimiliki. Pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan manusia di dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari segi ilmu teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Ilmu untuk menyikapi fenomena seperti itu juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah. Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis major, dan premis minor.
Filsafat Ilmu PKLH | 29
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
1) Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. 2) Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus. 3) Premis Major, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian. 4) Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya. Contohnya : Premis major
: “semua makhluk hidup akan mati”.
Premis minor
: “manusia adalah makhluk hidup”.
Konklusi
: “semua manusia akan mati”.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits of human knowledge). Oleh karena itu Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge), (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Epistemologi juga sering diistilahkan filsafat pengetahuan (phylosophy of knowlwdge). Filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Maksud dari filsafat pengetahuan adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek material epistemology adalah 30 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu. Jadi sistematika penulisan epistemologi adalah arti pengetahuan, terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan dan asal-usul pengetahuan. Ada beberapa persoalan di dalam kajian epistemologi terhadap setiap ilmu pengetahuan antara lain (Nadiroh, 2011) : a. b. c. d. e.
Apakah pengetahuan itu ? Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu ? Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ? Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai ? Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) ? f. Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ? Dalam tulisan ini epistemologi dibatasi pada aspek epistemologi ilmu yang sering disebut dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syaratsyarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Menurut Senn, “metode” merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ini secara filsafat termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan : apakah Filsafat Ilmu PKLH | 31
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan ? apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? sampai tahap mana pengetahuan yang mungin untuk ditangkap manusia ? (Jujun, S. Suriasumantri, 2000). Sebagaimana halnya berpikir yang selalu dilakukan manusia sebagai suatu kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan, maka metode ilmiah merupakan ekspresi cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik–karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba membangun tubuh pengetahuannya (Jujun, S. Suriasumantri, 2000). Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini akan membawa kepada pertanyaan lain : mengapa manusia mulai mengamati sesuatu ? Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila manusia menemukan sesuatu di dalam pengalamannya yang menimbulkan pertanyaan. Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam permasalahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa “ada masalah” baru ada proses kegiatan berpikir, dan berpikir baru dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek empiris (Nadiroh, 2011). Ilmu yang mulai berkembang pada tahap ontologis, manusia berpendapat bahwa terdapat hukum-hukum tertentu, yang terlepas dari kekuasaan dunia mistis, yang menguasai gejala-gejala 32 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
empiris. Dalam tahap ontologis ini maka manusia mulai mengambil jarak dari objek di sekitarnya, tidak seperti apa yang terjadi dalam dunia mistis, dimana semua objek berada dalam kesemestaan yang bersifat difusi dan tidak jelas batas-batasnya. Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan induktif. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan. Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa kita kepada pertanyaan lain : mengapa manusia mulai mengamati sesuatu ? Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan. Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam permasalahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa “ ada masalah” baru ada proses kegiatan berpikir dan berpikir baru dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek empiris (Nadiroh, 2011). Menurut Einstein bahwa, ”Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apa pun juga teori yang menjembatani antara keduanya”. Teori yang dimaksudkan disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut. Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara Filsafat Ilmu PKLH | 33
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan, biar bagaimanapun meyakinkannya, tetap harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Disinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris sebagai langkah-langkah yang sempurna yang dapat mengkonstruksi pengetahuan ilmiah. Langlah-langkah inilah yang ditelaah dalam epistemologi ilmu yang juga disebut metode ilmiah. Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan ynag sesuai dengan fakta atau tidak. Secara sederhana maka hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama (Nadiroh, 2011), yakni : 1. Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan; dan 2. Harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif dimana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan. Oleh sebab itu, maka sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang sedang dihadapi. Dalam melakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang benar 34 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
maka seorang ilmuwan seakan-akan melakukan suatu “interograsi terhadap alam”. Hipotesis dalam hubungan ini berfungsi sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan untuk mendapatkan jawaban, karena alam itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaanpertanyaan. Harus kita sadari bahwa hipotesis itu sendiri merupakan penjelasan yang bersifat sementara yang membantu dalam melakukan penyelidikan. Sering ditemui kesalahpahaman dimana analisis ilmiah berhenti pada hipotesis tersebut tanpa upaya selanjutnya untuk melakukan verifikasi apakah hipotesis ini benar atau tidak. Kecenderugan ini terdapat pada ilmuwan yang sangat dipengaruhi oleh paham rasionalisme dan melupakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan dari rasionalisme dan empirisme. Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahaptahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verification ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : a. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya; b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling berkaitan dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan; Filsafat Ilmu PKLH | 35
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
c. Perumusan hipotesis yang merupakan pengumpulan faktafakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak. d. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipoteis maka hipotesis itu ditolak (Jujun, S. Suriasumantri, 2000). Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Meskipun langkah-langkah ini secara konseptual tersususun dalam urutan yang teratur, dimana langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah yang berikutnya, namun dalam praktiknya sering terjadi lompatanlompatan. Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Sering terjadi bahwa langkah yang satu bukan saja merupakan landasan bagi langkah yang berikutnya namun sekaligus juga merupakan landasan-landasan koreksi bagi langkah yang lain. Dengan jalan ini diharapkan diprosesnya pengetahuan yang bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya serta teruji kebenarannya secara empiris.
36 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Dalam kajian filsafat pendidikan secara garis besarnya epistemologi ilmu pendidikan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : 1.
Objek Formal Ilmu Pendidikan Objek Formal Ilmu Pendidikan membahas tentang pendidikan, yang dapat diartikan secara maha luas, sempit, dan luas terbatas.
2.
Objek Material Ilmu Pendidikan, yang selanjutnya dapat dibagi atas dua pembahasan, yaitu; a) Pendidikan sebagai Sebuah Sistem; Pembahasan tentang pendidikan sebagai sebuah sistem sudah sepatutnya diawali dengan kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang menjembatani antara kondisi-kondisi aktual dengan kondisi-kondisi ideal. Kegiatan pendidikan berlangsung dalam satuan waktu tertentu dan berbentuk dalam berbagai proses pendidikan, yang merupakan serangkaian kegiatan atau langkah-langkah yang digunakan untuk mengubah kondisi awal peserta didik sebagai masukan, menjadi kondisi-kondisi ideal sebagai hasilnya. Berawal dari segala kegiatan pendidikan itulah akan melahirkan sebuah sistem pendidikan yang mengatur segala proses pendidikan berada dalam lingkup formal dan tersistematis. b) Pendidikan Seumur Hidup; Dave dalam Life long Education and School Curriculum (1973) mencoba menggambarkan kerangka – kerja teoritis dan operasional pendidikan seumur hidup dalam empat tahap, yaitu deskripsi komponen-komponen hidup, deskripsi aspek-aspek dalam perjalanan sepanjang hidup, deskripsi pendidikan dan deskripsi sebuah sistem operasional pendidikan seumur hidup. Filsafat Ilmu PKLH | 37
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Hidup (life) mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan satu dengan lainnya, yaitu individu, masyarakat dan lingkungan fisik. Perjalanan manusia seumur hidup (lifelong) mengandung perkembangan dan perubahan yang mencakup tiga komponen, yaitu tahap : 1) Perkembangan individu (masa balita, masa kanakkanak, masa sekolah, masa remaja, dan masa dewasa. 2) Pranata-pranata sosial yang umum dan unik dalam kehidupan yang berbeda-beda di setiap lingkungan hidup. 3) Aspek-aspek perkembangan kepribadian (fisik, mental, sosial dan emosional). 1.4
Filsafat Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan kata lain bawa aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Menurut Bramel aksiologi terbagi dalam tiga bagian: Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika; Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik (Nadiroh, 2011). Selain kedua definisi di atas, ada beberapa definisi tentang aksiologi yang dikemukakan para ahli, antara lain : a) Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009); menyatakan, “aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu”. 38 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
b) Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006); memberikan merumuskan tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. c) Langeveld; memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek. d) Kattsoff (2004); mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun, salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan. Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan ilmu apabila objektif, metodis, sistematis, dan universal. Dan knowledge adalah keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman ataupun pemahanan dari suatu objek. Sains merupakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang berfungsi menjelaskan data-data. Filsafat Ilmu PKLH | 39
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan mudah. Merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat manusia? Memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bahan peledak (bom), yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang pernah terjadi di Hirosyima dan Nagasaki, ataupun yang terjadi di Bali dan Jakarta dengan peledakan bom yang menewaskan ratusan orang. Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab 40 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
moral. Pernyataan di sekitar batas wewenang penjelajahan sains, kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah satu aspek pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu. Dalam Encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation (Nadiroh, 2011), yaitu : 1. Nilai, sebagai suatu kata benda abstrak. Dalam pengertian sempit: berupa sesuatu yang baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian luas, berupa: kewajiban, kebenaran dan kesucian. Dalam kaitan ini terkait dengan Teori nilai atau aksiologi. Aksiologi sebagai bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sebagai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsic atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi; 2. Nilai sebagai kata benda konkret, contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai. 3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai sama dengan evaluasi yang digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevalusi.
Filsafat Ilmu PKLH | 41
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam perkembanganya melahirkan sebuah polemik tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai. Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai, telah berimplikasi pada kemajuan perkembangan ilmu akan lebih cepat terjadi. Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai. Terkait dengan pendekatan aksiologi dalam filsafat ilmu maupun dalam ilmu maka muncullah dua penilain yang sering digunakan yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Socrates. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, dan keadilan (Wibowo, 2009). Ilmu merupakan salah satu pengetahuan yang dipentingkan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan secara lebih cepat dan lebih mudah. Sebagai sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat tergantung pada kemajuan ilmu. Pertanyaan yang juga akan muncul seputar aksiologi, antara lain: apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia ? Atau sebaliknya ilmu juga dapat dipergunakan untuk halhal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi 42 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
manusia itu sendiri. Semua jawabannya ada pada sikap ilmuwan itu sendiri dan hakikat dari ilmu yang berfungsi untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Dari uraian di atas jelaslah bahwa ilmuan harus mampu menjawab berbagai permasalahan ilmiah, antara lain : 1. Apakah kegunaan ilmu itu bagi kita ?, tak dapat disangkal lagi bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang duka. 2. Apakah ilmu selalu merupakan berkat dan penyelamat bagi manusia ?, bukankah atom yang diciptakan memiliki dua sisi mata uang, dimana satu sisi bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi pemenuhan hajat manusia di muka bumi, sedangkan sisi sebaliknya, dipergunakan sebagai bahan perakit bom atom yang berakibat dashat bagi penghancuran eksistensi keberadaan manusia dan makhluk hidup lainnya di area dan sekitar ledakan. Begitu juga berbagai upaya yang telah dilakukan manusia, sebagai contoh, yaitu usaha untuk memerangi kuman yang membunuh manusia sekaligus menghasilkan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk membunuh sesama manusia. Einstein mengeluh di hadapan mahasiswa California Institute of Technology, “Dalam peperangan ilmu menyebabkan kita saling meracuni dan saling menjegal. Di kerumunan dunia, yang sedang tercipta perdamaian, ilmu membuat hidup kita dikejar waktu dan penuh dengan ketidakpastian. Mengapa ilmu yang amat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit sekali kepada kita ?” (Jujun S. Suriasumantri, 2000).
Filsafat Ilmu PKLH | 43
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Kalau pertanyaan Einstein itu dikaji secara mendalam maka masalahnya terletak dalam hakekat ilmu itu sendiri. Seperti dicanangkan oleh Francis Bacon berabad-abad yang silam “pengetahuan adalah kekuasaan”. Apakah kekuasaan itu akan merupakan berkat atau malapetaka bagi umat manusia, semua itu terletak pada orang yang menggunakan kekuasaan tersebut. Ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk dan si pemilik pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan yang besar itu terletak pada sistem nilai si pemilik pengetahuan tersebut. Pada dasarnya setiap ilmuwan bersikap netral, penguasalah yang sering menyalahgunakan hasil penemuan (ilmu pengetahuan), seperti halnya temuan tentang reaksi inti yang dapat menimbulkan ledakan dahsyat, disalahgunakan oleh penguasa militer Pentagon untuk merekayasa bahan peledak dengan memanfaatkan teknologi reaksi inti tersebut, sehingga tercipta bom yang digunakan untuk memenangkan Perang Dunia II dengan mengorbankan manusia dan lingkungan di Hirosyima dan Nagasaki. Untuk kepentingan umat manusia yang terus berjuang menghadapi hidup dan kehidupan yang dinamik serta penuh dengan keunikan, bahkan melahirkan fenomena misteri kehidupan yang sulit terdeteksi secara pasti. Maka manusia melahirkan dan menemukan pengetahuan ilmiah untuk dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal yang bermakna bahwa ilmu merupakan pengetahuan milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya, sesuai dengan asas bersama. Universal bermakna bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parochial seperti ras, ideologi, atau agama. Ilmu Jawa atau ilmu Sakti, merupakan sesuatu yang diberi atribut oleh “ilmu” itu sendiri. Sehingga ilmu adalah bersifat universal, artinya lintas ras, ideologi dan agama. Kemungkinan besar karena strategis makna 44 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
dan kekuasaannya dalam mengendalikan kebenaran yang bisa diterima secara bersama dalam lintas parochial. Ilmulah yang mampu mempersatukan keberbedaan. Namun demikian tetap saja, di bumi ini tidak ada yang sempurna, karenanya manusia perlu meletakkan ilmu pada tempat yang sewajarnya, dan manusia menerima hakikat kenyataannya dengan segenap kelebihan dan kekurangannya. Bersama pengetahuan-pengetahuan lainnya, termasuk pengetahuan filsafat dan agama, ilmu turut memperkaya khazanah kebahagiaan umat manusia. Menurut Brameld (1955), bahwa nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan yang di dalamnya termasuk teknologi pendidikan, ialah “to examine and integrate these values as they enter into the lives of people through the chanels of the schools”. (Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak). Perlu pula disadari bahwa banyak konsep-konsep ilmiah pendidikan khususnya, dan teori-teori pendidikan pada umumnya mempunyai pengaruh kecil terhadap praktek pendidikan. Konsep ilmiah pendidikan yang salah dapat terjadi karena disusun melalui kesimpulan terburu-buru yang kurang didukung oleh fakta yang cukup memadai, sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam praktek pendidikan. Oleh karena itu aksiologi sebagai nilai kegunaan praktis dalam praktik pendidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya. Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-prinsip bagaimana orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap konsepkonsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang bagaimana melakukan tugas-tugas profesional pendidikan. Sedangkan aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai teoritis secara Filsafat Ilmu PKLH | 45
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang dari kalangan para pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang datang dari kalangan yang profesional pendidikan, termasuk didalamnya para ilmuwan pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembang pendidikan. 1.5
Cara Mencari Ilmu
Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan sempurna karena dilengkapi dengan seperangkat akal dan pikiran. Dengan akal dam pikiran inilah, manusia mendapatkan ilmu seperti ilmu pengetahuan sosial, ilmu pertanian, ilmu pendidikan, ilmu kesehatan dan lain sebagainya. Akal dan pikiran memroses setiap pengetahuan yg diserap oleh indra-indra yang dimiliki manusia. Pada awalnya manusia tidak mempunyai pengetahuan ketika baru lahir. Interaksinya dengan alam sekitar membuatnya ingin tahu sehingga mengajukan pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana? Jawaban dari pertanyaan tersebut menghasilkan pengetahuan. Tetapi kadang manusia mengalami banyak ketidakpuasan dengan pengetahuan yang ia terima. Pertanyaanpertanyaan yang ada dibenaknya semakin kompleks sehingga manusia terus berfikir mencari pengetahuan. Pengetahuan manusia dimulai dari rasa ingin tahu manusia itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah dimiliki manusia sejak kecil. Banyak cara untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Anak yang belum dapat bertanya senang mencoba-coba hal yang tidak diketahuinya. Sebagai contoh, anak kecil senang memasukan barang-barang ke dalam mulutnya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Di tahap selanjutnya anak-anak akan banyak bertanya contohnya “itu apa?”, “ini bagaimana?” itu hal yang lumrah dilewati oleh manusia untuk pengembangan diri. Rasa ingin 46 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
tahu tersebut akan terpuaskan bila diperoleh pengetahuan yang dia pertanyakan dengan hal yang benar. Sejak dari lahir hingga matinya, setiap manusia tak akan lepas dari proses mengumpulkan pengetahuan. Contoh paling mudah adalah pengetahuan yang didapat melalui proses sensori indera. Pengetahuan tentang warna, tentang nada, tentang perbedaan panas dingin semuanya didapat melalui pengalaman langsung inderawi. Pengalaman inderawi hanya menjadi bagian kecil bagaimana manusia memperoleh pengetahuan. Dalam perkembangannya, cara memperoleh pengetahuan telah merentang sedemikian jauh diiringi dengan ragam pengetahuan itu sendiri. Pertanyaan utama (primary question), adalah bagaimana proses manusia dalam mendapatkan pengetahuan? Cara utama dicapai melalui konseptualisasi. Benda nyata seperti piring atau sendok perlu dikonseptualisasi melalui proses mental. Pengalaman atas piring dan sendok diabstraksi dan kemudian disatukan menjadi pengalaman mental yang tersimpan dalam otak. Proses semacam ini terjadi berulang tiap manusia mendapatkan pengetahuan baru. Kemampuan konseptualisasi tidak akan sama antara satu orang dengan yang lain. Pengetahuan akan piring dan sendok relatif mudah dipahami karena keduanya merupakan perkakas sederhana, nyata, bisa dilihat maupun diraba. Namun jenis pengetahuan yang melibatkan struktur yang rumit serta abstak akan membutuhkan usaha dan mungkin juga kemampuan lebih untuk memahaminya. Untunglah bahwa sebagaumana layaknya pengetahuan itu sendiri, maka kemampuan konseptualisasi juga bisa dilatih dan dikembangkan. Pertanyaan sekunder (secondary question), adalah apakah semua proses ini akan mengantarkan pada pengetahuan yang benar? Jawabnya belum tentu. Sangat mungkin manusia Filsafat Ilmu PKLH | 47
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
mengalami kesalahan. Seorang astronaut misalnya, bisa saja salah mengartikan gelombang radio yang terdeteksi dari luar angkasa sebagai sinyal dari makhluk asing, padahal itu hanya pulsar yang dipancarkan oleh kumpulan bintang. Agar kesalahan seperti itu bisa diminimalkan diperlukan verifikasi. Verifikasi mesti menunjukkan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu. Jika hari ini hasilnya merah dan sebulan kemudian tetap merah, tingkat kepercayaan atas pengetahuan ini akan semakin tinggi. Begitulah siklus utama manusia dalam memperoleh pengetahuan, konseptualisasi yang mesti diiringi dengan verifikasi. Namun ada satu faktor lagi yang juga berpengaruh, meski ini tidak terkait langsung dengan proses mental, yaitu metode dalam meraih pengetahuan itu sendiri. Mengambil contoh di dunia sains, saat ini dikenal apa yang disebut sebagai metode ilmiah. Metode ini baru diterapkan luas pada abad ke-17. Sebelum itu orang mengikuti Aristoteles, yang memandang masalah sains cukup dipecahkan melalui proses berpikir tanpa disertai pembuktian langsung atas hasil proses berpikir itu (mengandalkan kekuatan berpikir). Setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar: ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari pemikiran yang bersangkutan. Analisis kefalsafahan yang ditinjau dari tiga landasan tersebut akan membawa manusia kepada hakikat buah pemikiran tersebut. Dalam mempelajari ilmu, harus ditinjau dari titik tolak yang sama untuk mendapatkan gambaran yang sedalam-dalamnya. Lokus pengkajian ditekankan pada ilmu sebagai suatu proses kegiatan berpikir. Ilmu bukan saja merupakan kumpulan rumusrumus atau dalil-dalil mengenai dunia fisik, namun mengandung makna sebagai suatu proses penemuan “kebenaran”, dalam menggali pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia untuk kebutuhan hidup dan kehidupannya. 48 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Secara logis penalaran dapat diartikan sebagai suatu kerangka berpikir, yang mana argumentasi perlu dikemukakan agar proses berpikir tersebut dapat sampai pada suatu kesimpulan yang memenuhi syarat. Penalaran secara logis pada dasarnya mempunyai dua bentuk, yakni ; -
Penalaran Induktif Penalaran Deduktif
Penalaran induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik kesimpulan yang bersifat general dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif ini dimulai dengan mengemukakan beberapa pernyataan yang memiliki ruang lingkup yang khas dan terbatas (specific) dalam menyusun argumentasi, yang diakhiri dengan suatu pernyataan yang bersifat umum sebagai kesimpulan dari suatu proses berpikir. Hal ini dapat dipahami dari suatu proses berpikir seperti yang dijabarkan pada contoh sederhana berikut ini : Pernyataan-1 : ular mempunyai mata, Pernyataan-2 : ayam mempunyai mata, Pernyataan-3 : kambing, singa, dan berbagai binatang juga mempunyai mata, Kesimpulan (general) : “semua binatang mempunyai mata”. Penalaran deduktif merupakan cara berpikir dimana dari pernyataan umum (general), kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus (specific). Proses berpikir semacam ini biasanya mempergunakan pola berpikir yang disebut pola “silogismus”. Pola berpikir silogismus tersusun dari minimal dua buah pernyataan, dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung suatu rangkaian pola berpikir silogismus disebut “premis”, yang mana premis dapat dibedakan atas “premis major” dan “premis minor”. Penalaran
Filsafat Ilmu PKLH | 49
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
deduktif dapat dipahami dari suatu proses berpikir seperti dijabarkan pada contoh sederhana berikut ini : Premis major : semua manusia mempunyai kepala, Premis minor : si-Fulan adalah seorang manusia, Kesimpulan : si-Fulan mempunyai kepala. Proses berpikir deduktif cukup banyak dipergunakan di dalam bidang ilmu matematika, seperti yang diperlihatkan pada rangkaian argumentasi matematika sebagai berikut : Jika A sama dengan B, dan Jika B sama dengan C, Maka A sama dengan C Pengetahuan (kebenaran) baru yang didapatkan dari suatu hasil proses berpikir secara deduktif ini, dinamakan “kebenaran tautologies”. Dalam penerapan metode ilmiah, semua hasil berpikir hanyalah sebatas “dugaan” sebelum dapat dibuktikan lebih jauh. Hasil berpikir saja tidak akan mencukupi. Melalui metode ilmiah, pengetahuan akan memiliki validitas lebih baik dan memperkecil peluang kesalahan. Ini menjelaskan, metode memperoleh pengetahuan juga akan menentukan derajat kesahihan atas pengetahuan itu. Pengetahuan dapat diperoleh dari dua pendekatan, yaitu pendekatan non-ilmiah dan ilmiah. Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni akal sehat, intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis. Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni akal sehat, intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
50 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
1. Akal sehat Menurut Conant yang dikutip Kerlinger (1973), akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagian konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat digeneralisasikan kepada hal-hal yang khusus. Akal sehat ini dapat menunjukan hal yang benar, walaupun di sisi lainnya dapat pula menyesatkan. 2. Intuisi Intuisi adalah penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan berjalan dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa melalui proses yang panjang dan tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal yang sistemik, atau dengan kata lain bahwa pengetahuan intuitif didapatkan oleh manusia secara tiba-tiba tanpa melalui suatu proses penalaran tertentu. Kegiatan intuitif ini bersifat sangat personal dan tidak bias diramalkan. Kegiatan intuitif dan analitik dapat bekerja saling membantun untuk menemukan suatu kebenaran. Oleh karena itu maka pengetahuan intuitif dpat dipergunakan sebagai “hipotesis” untuk analisis selanjutnya di dalam menentukan benartidaknya pernyataan yang dikemukakan. Menurut Maslow bahwa intuisi merupakan “peak experience” seseorang, sedangkan menurut Nietschze bahwa intuisi merupakan “integensi yang paling tinggi”. 3. Prasangka Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti dengan kepentingan orang yang melakukannya kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi
Filsafat Ilmu PKLH | 51
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
terlalu luas. Dan menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka. 4. Penemuan coba-coba Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan ini tidak terkontrol dan tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba atau dapat dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak kesengajaan yang menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap cara pemecahan masalahnya tidak selalu sama. Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba dinding kemudian tidak sengaja menekan saklar lampu dan lampu itu menyala kemudian anak tersebut terperangah akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga ia mendapatkan jawaban yang pasti akan hal tersebut. 5. Pikiran Kritis Pikiran kritis ini biasa didapat dari orang yang sudah mengenyam pendidikan formal yang tinggi sehingga banyak dipercaya benar oleh orang lain, walaupun tidak semuanya benar karena pendapat tersebut tidak semuanya melalui percobaan yang pasti, terkadang pendapatnya hanya didapatkan melalui pikiran yang logis. Pendekatan ilmiah adalah pengetahuan yang didapatkan melalui percobaan yang terstruktur dan dikontrol oleh data-data empiris. Percobaan ini dibangun diatas teori-teori terdahulu sehingga ditemukan pembenaran-pembenaran atau perbaikan-perbaikan atas teori sebelumnya. Dan dapat diuji kembali oleh siapa saja yang ingin memastikan kebenarannya. Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting dalam epistemologi. Untuk mendapatkan dari mana pengetahuan 52 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berpikir ilmiah. 1. Rasional Pengetahuan rasional atau pengetahuan yang bersumber dari akal (rasio) adalah suatu pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian buku, pengajaran seorang guru, dan sekolah. Hal ini berbeda dengan pengetahuan intuitif atau pengetahuan yang berasal dari hati. Pengetahuan ini tidak akan didapatkan dari suatu proses pengajaran dan pembelajaran resmi, akan tetapi, jenis pengetahuan ini akan terwujud dalam bentuk-bentuk “kehadiran” dan “penyingkapan” langsung terhadap hakikathakikat yang dicapai melalui penapakan mistikal, penitian jalan-jalan keagamaan, dan penelusuran tahapan-tahapan spiritual. Tokoh-tokoh paham rasionalisme yaitu : Agustinus,Johanes Scotus, Avicena, Rene Descrates, Spinoza, Leibniz, Fichte, Hegel, Plato, Galileo, Leonardo da Vinci. 2. Emperikal Tak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan sumber pengetahuan, dan manusia mengenal objekobjek fisik dengan perantaraanya. Setiap orang yang kehilangan salah satu dari indranya akan sirna kemampuannya dalam mengetahui suatu realitas secara partikular. Misalnya seorang yang kehilangan indra penglihatannya maka dia tidak akan dapat menggambarkan warna dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi orang itu tidak akan mempunyai suatu konsepsi universal tentang warna dan bentuk. Begitu pula orang yang tidak memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan bahwa Filsafat Ilmu PKLH | 53
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
dia tidak mampu mengkonstruksi suatu pemahaman tentang suara dan bunyi dalam pikirannya. Atas dasar inilah, Ibn Sina dengan menutip ungkapan filosof terkenal Aristoteles menyatakan bahwa barang siapa yang kehilangan indraindranya maka dia tidak mempunyai makrifat dan pengetahuan. Dengan demikian bahwa indra merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal yang sama sekali tidak disangsikan. Hal ini bertolak belakang dengan perspektif Plato yang berkeyakinan bahwa sumber pengetahuan hanyalah akal dan rasionalitas, indra-indra lahiriah dan objek-objek fisik sama sekali tidak bernilai dalam konteks pengetahuan. Dia menyatakan bahwa hal-hal fisikal hanya bernuansa lahiriah dan tidak menyentuh hakikat sesuatu. Benda-benda materi adalah realitas-realitas yang pasti sirna, punah, tidak hakiki, dan tidak abadi. Akan tetapi, filosof-filosof Islam beranggapan bahwa indraindra lahiriah tetap bernilai sebagai sumber dan alat pengetahuan. Mereka memandang bahwa peran indra-indra itu hanyalah berkisar seputar konsep-konsep yang berhubungan dengan objek-objek fisik seperti manusia, pohon, warna, bentuk, dan kuantitas. Indra-indra tak berkaitan dengan semua konsep-konsep yang mungkin dimiliki dan diketahui oleh manusia, bahkan terdapat realitasrealitas yang sama sekali tidak terdeteksi dan terjangkau oleh indra-indra lahiriah dan hanya dapat dicapai oleh daya-daya pencerapan lain yang ada pada diri manusia. Konsep-konsep atas realitas-realitas fisikal dan material yang tercerap lewat indra-indra, yang walaupun secara tidak langsung, berada di alam pikiran, namun juga tidak terwujud dalam akal dan pikiran kita secara mandiri dan fitrawi. Melainkan setelah mendapatkan beberapa konsepsi-konsepsi 54 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
indrawi maka secara bertahap akan memperoleh pemahaman-pemahaman yang lain. Awal mulanya pikiran manusia sama sekali tidak mempunyai konsep-konsep sesuatu, dia seperti kerta putih yang hanya memiliki potensipotensi untuk menerima coretan, goresan, dan gambar. Dan aktivitas persepsi pikiran dimulai dari indra-indra lahiriah. Mengapa jiwa yang tunggal itu sedemikian rupa mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam menyerap semua pengetahuan? Filosof Ilahi, Mulla Sadra, mengungkapkan bahwa keragaman pengetahuan dan makrifat yang dimiliki oleh manusia dikarenakan kejamakan indra-indra lahiriahnya. Mulla Sadra juga menambahkan bahwa aktivitas persepsipersepsi manusia dimulai dari jalur indra-indra itu dan setiap pengetahuan dapat bersumber secara langsung dari indraindra lahiriah atau setelah berkumpulnya konsepsi-konsepsi indrawi barulah pikiran itu dikondisikan untuk menggapai pengetahuan-pengetahuan lain. Jiwa itu secara esensial tak mempu menggambarkan objek-objek fisikal tanpa indra-indra tersebut. Tokoh-tokoh paham Empirisme yaitu : John Locke, Berkeley, David Hume, Gothe, August Comte. 3. Fenomenal Paham ini dikemukakan oleh Immanuel Kant, filsuf Jerman. Dia berusaha mendamaikan pertentangan antara empirisme dan rasionalisme. Menurut Kant, pengetahuan hanya bisa terjadi oleh kerjasama antara pengalaman indra dan akal budi, dan tidak mungkin yang satu bekerja tanpa yang lain. Indra hanya memberikan data yakni warna,cita-rasa, bau, dan lain-lain. Untuk memperoleh pengetahuan, kita harus keluar atau menembus pengalaman, pengetahuan terjadi dengan menghubung-hubungkan, dan ini dilakukan oleh rasio (akal). Filsafat Ilmu PKLH | 55
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
4. Metode Ilmiah Ini digunakan oleh para ilmuwan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sesuatu. Metode Ilmiah terdiri dari : a) Pengamatan / pengalaman yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah. b) Hipotesis, untuk penyelesaian yang berupa saran. Ini bersifat sementara dan perlu diverifikasi lebih lanjut. Dalam hipotesis, kebenaran masih bersifat probalitas. Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman, mencari suatu bentuk untuk menyusun fakta-fakta dalam kerangka tertentu. Hipotesis dilakukan melalui penalaran induksi, dan memuat kalkulasi dan deduksi. c) Eksperimentasi, merupakan kajian terhadap hipotesis. Hipotesis yang kebenarannya dapat dibuktikan dan diperkuat dinamakan hukum, sedangkan di atas hokum terdapat teori. Selain dari pendekatan non-ilmiah dan pendekatan ilmiah sebagaimana yang diuraikan di atas, ilmu pengetahuan juga bisa didapatkan melalui pendekatan transcendental (iman). Pengetahuan tentang agama yang bersumber dari wahyu Ilahi melalui para nabi (manusia pilihan), tidak semuanya dapat ditelaah dengan kekuatan berpikir, karena disamping memuat pengetahuan mengenai kehidupan dunia (terjangkau indera manusia), juga memuat pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat supernatural seperti kehidupan alam ruh sebelum kehidupan alam fana, latar belakang penciptaan manusia, dan kehidupan di alam akhirat setelah kehidupan alam fana ini.
56 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu
Dari uraian di atas terlihat jelas perbedaan mendasar antara pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan. Pada ilmu pengetahuan dimulai dari rasa tidak percaya manusia (penasaran), kemudian menimbulkan rasa ingin tahu dan selanjutnya memotivasi untuk melakukan proses pengkajian ilmiah/non-ilmiah, dan berakhir pada kondisi dimana manusia “bisa diyakinkan” atau “tetap pada pendirian semua (tidak percaya)”. Sedangkan pengetahuan agama dimulai dari “rasa percaya (iman)”, kemudian dilakukan usaha “pemahaman (ikhtiar)”, dan jika manusia mendapatkan hidayah maka isi wahyu baik yang bersifat inderawi maupun yang bersifat supernatural akan dapat dipahami secara benar (mutlak). Upaya pengkajian ilmiah terhadap isi wahyu yang bersifat supernatural, dapat mengakibatkan pengingkaran terhadapNya. Maka itulah Allah berfirman dalam Q.S. Al Isra ayat 85, yang artinya bahwa “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.
Filsafat Ilmu PKLH | 57
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
BAB – II EKSISTENSI & ESENSI PKLH
58 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
2.1.
Sejarah Lahirnya PKLH
Masalah lingkungan yang dihadapi, akhir-akhir ini telah mengusik eksistensi bumi sebagai dunia dengan lingkungannnya yang lestari. Terusiknya eksistensi bumi tersebut bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Keberadaannya berhubungan erat dengan masalah kependudukan dalam konteks penduduk dan pembangunan. PKLH merupakan program pendidikan yang ditujukan untuk mengubah sikap dan perilaku manusia agar bereproduksi secara rasional, memelihara lingkungan hidup, dan bertanggung jawab terhadap kualitas kehidupan sekarang dan masa mendatang melalui proses pendidikan. Akibat kesadaran tersebut telah melahirkan kepedulian manusia terhadap lingkungan hidup makin tinggi, diantaranya : Konferensi Lingkungan Hidup se Dunia dibuka pada tanggal 5 Juni 1972 bertempat di Stockholm Swedia (sekarang diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup se Dunia); Pada tahun 1992 berlangsung Konferensi Pembangunan dan Lingkungan dilanjutkan dengan KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro Brazil tanggal 1 sampai 14 Juni 1992, yang memutuskan untuk mencanangkan pola pembangunan baru yang dikenal dengan Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia masa kini dengan tidak mengabaikan kepentingan manusia pada generasi yang akan datang, diantaranya meliputi : 1) 2) 3) 4) 5)
Keberlanjutan ekologi Keberlanjutan ekonomi Keberlanjutan sosial dan budaya Keberlanjutan politik Keberlanjutan pertahanan keamanan Filsafat Ilmu PKLH | 59
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Guna mendukung pelaksanaan PBBL (Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan) di Indonesia, telah dibuktikan dengan munculnya Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang diharapkan : 1) Mampu menjadi ajang pendidikan dalam upaya menuju kehidupan berkelanjutan di bumi. 2) Mampu menjadi warga pengamal dan pengembang IPTEK yang ramah lingkungan dan hemat SDA. 3) Mampu menerima dan menjalankan etika dan moralitas insan pembangunan berkelanjutan. Melalui PKLH, diharapkan eksistensi bumi sebagai dunia dengan lingkungan hidup yang lestari dapat dipertahankan. Namun, dengan tidak menjadikan PKLH sebagai mata kuliah wajib di LPTK, pembelajarannya di sekolah yang diintegrasikan dengan mata pelajaran lainnya menjumpai berbagai kesulitan. Hal tersebut, pada akhirnya berpengaruh pada pencapaian tujuan kurikuler PKLH. Jika PKLH masih dijadikan sebagai program dalam pembentukan sikap dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup, maka penting untuk dilakukan penyempurnaan pada program pembelajaran PKLH secara menyeluruh. PKLH lahir dari dua program pendidikan yang saling melengkapi, yaitu Pendidikan Kependudukan (PK), dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Pada mulanya pendidikan kependudukan (PK) dan pendidikan lingkungan hidup (PLH), merupakan dua konsep dasar pendidikan yang terpisah. Pendidikan kependudukan berorientasi pada upaya perubahan sikap serta perilaku, reproduksi dan penyebaran penduduk secara rasional dan bertanggung jawab. Selain itu pendidikan kependudukan juga mengupayakan agar anak didik dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan penduduk secara cepat serta segala akibatnya, serta memahami hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan 60 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam usaha mencapai kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pendidikan lingkungan hidup berorientasi pada upaya perubahan sikap serta perilaku dalam mengelola sumber daya alam secara rasional dan bertanggung jawab. Meskipun orientasi dari kedua konsep dasar pendidikan tersebut berbeda, namun bila dikaji lebih mendalam keduanya memiliki beberapa kesamaan, yakni : a. Sama-sama memiliki dua objek kajian, berupa dinamika penduduk dan perilaku integrasi manusia terhadap lingkungannya; b. Sama-sama menunjang terbinanya kualitas penduduk yang lebih baik. Atas dasar kesamaan tersebut, pada tahun 1984 pendidikan kependudukan (PK) dan pendidikan lingkungan hidup (PLH) yang semula terpisah digabungkan menjadi satu nama yaitu “Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)”, dengan batasan sebagai berikut: “Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, adalah suatu program pendidikan untuk membina anak/peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia”. Realisasi penggabungan atau penyatuan antara pendidikan kependudukan (PK) dan pendidikan lingkungan hidup (PLH), menjadi pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH), ditandai dengan keluarnya SK Mendikbud No. 0212/U/1982 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, yang menjadi dasar pelaksanaan PKLH di LPTK yang ada di seluruh Indonesia. Filsafat Ilmu PKLH | 61
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
2.2.
Visi dan Misi PKLH
Pendidikan kependudukan lingkungan hidup (PKLH) bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan perlibatan masyarakat secara aktif dalam penanganan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan. Secara lebih terperinci tujuan PKLH dapat dijabarkan atas tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum (visi) PKLH adalah untuk “membina dan mengembangkan anak didik agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan serta dapat mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertangung jawab dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber daya alam (SDA) secara spiritual maupun material”. Sedangkan tujuan khusus (misi) PKLH terdiri atas beberapa aspek, yang terdiri atas : 1.
2.
3.
4. 5.
Menghargai keuntungan-keuntungan keluarga kecil dikaitkan dengan persediaan makanan, pakaian, perumahan, dan pendidikan. Memahami hubungan antara kebiasaan sehat dan kehidupan sehat serta hubungan antara makanan sehat dengan kehidupan sehat. Mengembangkan kesadaran tentang kehidupan yang menyenangkan dalam hubungannya dengan besar kecilnya suatu keluarga. Mengembangkan kebiasaan menjaga kebersihan dirinya dan kebersihan lingkungan keluarga. Mengembangkan pengertian terhadap kesukaran-kesukaran yang dihadapi oleh keluarga-keluarga besar yang penghasilannya kecil.
62 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
6.
Mengembangkan kesadaran tentang perilaku mempunyai keluarga kecil agar dapat memberikan kesejahteraan yang lebih baik kepada seluruh anggotanya. 7. Mengembangkan pengertian antara besarnya keluarga dan standar kehidupan. 8. Mengembangkan sikap positif dan bertanggung jawab bahwa NKKBS adalah suatu nilai yang sesuai dengan nilai- nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat yang berorientasi pada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. 9. Kesediaan untuk menerima tanggung jawab bagi perbaikan dan peningkatan hidup keluarga, lingkungan, masyarakat, dan Negara. 10. Mengembangkan dasar bertanggung jawab ke arah keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungannya baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialnya. 11. Mengembangkan dasar pengetahuan, sikap, dan perilaku professional dalam pendayagunaan, pelestarian dan peningkatan daya dukung sumber daya yang ada. Khusus dalam pendidikan lingkungan hidup oleh seorang pakar lingkungan, Jayasuriya (2007) menyatakan bahwa tujuan umum (visi) pendidikan lingkungan hidup ialah agar para pelajar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya masalah lingkungan. Dalam tujuan umum di atas, menurut Jayasuriya bahwa pendidikan dan lingkungan hidup ini terkandung unsur tujuan khusus (misi) yang meliputi pembinaan unsur : pengetahuan, Filsafat Ilmu PKLH | 63
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup, yang dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat memenuhi kebutuhan dari lingkungannya, b. Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya kini dan mendatang, c. Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan biofisikanya, d. Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan mengembangkan lingkungan menuju pemecahan masalahnya, e. Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan, f. Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan. Berdasarkan penjabaran tujuan umum dan khusus di atas maka suatu program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek psikomotoriknya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa secara umum tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan siswa agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan serta dapat 64 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertangung jawab dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber daya alam (SDA) secara spiritual maupun material. Oleh karena itu maka sasaran PKLH harus di arahkan pada aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara bersamaan. Adapun aspek-aspek yang menjadi sasaran pembelajaran PKLH adalah sebagai berikut : a.
Kesadaran Membuat individu dan kelompok masyarakat agar sadar serta peka terhadap totalitas lingkungan dan permasalahannya. b. Pengetahuan Membekali individu dan kelompok masyarakat dengan pengetahuan dasar mengenai totalitas lingkungan, permasalahan, serta peranan dan tanggung jawab manusia. c. Sikap Mendorong individu dan kelompok masyarakat agar memiliki nilai-nilai sosial, kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan, serta motivasi untuk partisipasi aktif dalam perlindungan dan peningkatannya. d. Keterampilan Membantu individu dan kelompok masyarakat untuk meningkatkan keterampilan yang diperlukan dalam memecahkan permasalahan lingkungan hidup. e. Kemampuan Evaluasi Meningkatnya kemampuan individu dan kelompok masyarakat agar dapat mengkaji program- program pembangunan dilihat dari segi ekologis, politis, ekonomi, sosial, estetika, maupun faktor pendidikan. f. Partisipasi Mengembangkan rasa tanggung jawab pada individu dan kelompok masyarakat serta member peluang agar dapat Filsafat Ilmu PKLH | 65
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
terlibat secara aktif memecahkan berbagai permasalahan lingkungan. Berdasarkan batasan dari uraian tujuan-tujuan tersebut di atas, baik tujuan umum maupun tujuan khususnya, maka objek dan ruang lingkup objek dari studi PKLH selalu berkaitan dengan masalah kependudukan dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam suatu forum seminar tentang aspek hukum dari pengelolaan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 25–27 Maret 1976, telah teridentifikasi masalah pokok di bidang kependudukan dan lingkungan hidup, meliputi : a. Masalah kependudukan dengan segala parameternya, termasuk : -
besarnya jumlah penduduk, komposisi umur muda, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, distribusi penduduk yang tidak merata, kondisi sosial ekonomi yang rendah.
b. Masalah pencemaran lingkungan. c. Masalah ekonomi dalam hubungannya dengan konsep pertumbuhan dan biaya-biaya sosial. d. Masalah institusional : kerjasama baik langsung atau tidak langsung yang dapat mengakibatkan memburuk atau membaiknya kualitas lingkungan. e. Masalah persepsi manusia terhadap kualitas lingkungan hidupnya. Sedangkan di dalam sebuah seminar bertemakan : Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup sebagai Salah Satu Upaya Mempersiapkan Peningkatan Kualitas Hidup Yang Berwawasan Lingkungan, yang diselenggarakan di IKIP 66 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Semarang pada tanggal 23 Maret 1988, terungkap bahwa program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup dapat mencakup berbagai disiplin ilmu, diantaranya meliputi : 1. Ekosistem Ini mencakup struktur dan cara berfungsinya ekosistem, pengaruh manusia terhadap ekosistem serta bagaimana manusia mampu mengubah sistem di bumi. 2. Populasi Di dalamnya mengatur populasi, pengelompokkan umur, sebab-sebab meningkatnya jumlah penduduk, pengaruh populasi terhadap lingkungan, perpindahannya, pemakaian sumber daya oleh populasi yang makin meningkat, gaya hidup populasi, tingkat kelahiran/kematian, dan kesehatan populasi terkait di sini kebijaksanaan kependudukan serta implikasi sosial, ekologi, politik. 3. Ekonomi dan Teknologi Sistem perekonomian membentuk pengaturan sosial untuk memproduksi dan mendistribusikan barang maupun jasa yang dikehendaki oleh individu maupun masyarakat. 4. Keputusan yang berkaitan dengan Lingkungan Dalam proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan perlu dipertimbangkan aspek ekonomi, sosial, teknologi, serta kemungkinan alternatif pemecahan, kebijaksanaan dan tindakan dalam masalah tersebut. 5. Etika Lingkungan Manusia merupakan salah satu makhluk yang menghuni bumi ini, sebagai makhluk manusia memiliki beberapa kelebihan dari makhluk yang lain. Dengan akal budinya, Filsafat Ilmu PKLH | 67
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
manusia dapat mengeksploitasi bumi beserta alam lingkungan secara maksimal, namun apabila mengeksploitasi bumi tidak didasari oleh rasa cinta dan rasa “menghormati” terhadap bumi dan segala kehidupan yang ada, planet ini mungkin sekali akan menjadi sulit untuk mendukung populasi manusia meski dalam jumlah yang kecil sekali pun. Jadi etika lingkungan adalah rasa menghargai/ menghormati lingkungan yang berawal dari rasa cinta terhadap lingkungan dan kesadaran akan peranan keseimbangan dalam lingkungan hidup. Oleh sebab itu, tingginya kadar etika lingkungan dapat menunjang timbulnya perilaku yang positif terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Lingkungan hidup bukan hanya mengenai masalah manusia, tetapi juga berkaitan dengan masalah yang lain. Sumber daya alam seperti udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, tanah, bahan-bahan dari bumi, sumber-sumber energi (matahari, bahan-bahan fosil, tenaga air, tenaga atom, dan sebagainya) dapat termasuk bahan kajian lingkungan hidup. Manusia, sebagai sumber daya dan pemeran dalam perekayasaan untuk memenuhi kebutuhannya, dapat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup. Oleh sebab itu, mutu lingkungan (seperti populasi penduduk, perencanaan kota dan regional) dan pemantauan lingkungan seperti pengendalian kebisingan (noice controls), pengendalian terhadap air permukaan, air tanah, air limbah serta kualitas udara, dapat saja dipertimbangkan sebagai bahan masukan PKLH.
68 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa ruang lingkup atau objek kajian PKLH adalah yang berkaitan dengan : a. masalah kependudukan dengan segala parameternya; b. masalah pencemaran lingkungan; c. masalah persepsi manusia terhadap kualitas lingkungan yang pada gilirannya dapat berbicara mengenai masalah pemantauan lingkungan, keputusan-keputusan administrasi mengenai standar mutu air, udara dan undang-undang pelestarian lingkungan; d. masalah implikasi sosial dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan hidup (perencanaan kota dan regional, tempat rekreasi); e. masalah etika lingkungan yang menunjang tumbuh dan berkembangnya sikap serta perilaku positif terhadap lingkungan hidup.
2.3.
Karakter Ilmu PKLH
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang merupakan cabang ilmu yang mengkaji aspek kependudukan dan lingkungan hidup, terkait dengan sebagian besar cabang ilmu pengetahuan, baik dengan pada kelompok ilmu-ilmu alam, kelompok ilmu-ilmu humaniora, dan hampir dengan semua kelompok bidang ilmu yang ada. Karena demikian luasnya ketercakupan dan keterkaitan ilmu PKLH dengan berbagai bidang ilmu lain, baik secara komplementer maupun secara suplementer, maka PKLH memiliki karakteristik yang bersifat spesifik. Hal yang merupakan karakter khusus dari ilmu PKLH adalah model pengembangannya yang bersifat interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner. Filsafat Ilmu PKLH | 69
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
A.
PKLH Inter-disipliner
Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif antar satu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program pengajaran dan penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis. Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu. Dalam pemecahan masalahannya di bidang ekonomi dengan interdisipliner hanya dengan satu ilmu saja yang serumpun. Secara akademik, interdisipliner mencakup empat bidang, yakni : pengetahuan, riset, pendidikan dan teori. Pengetahuan interdisipliner melibatkan kesamaan komponen dari dua atau lebih disiplin. Riset interdisipliner menggabungkan komponen dari dua atau lebih disiplin dalam rangka mencari pengetahuan, praktek dan ekspresi artistik yang baru. Pendidikan interdisipliner menggabungkan komponen dua atau lebih disiplin dalam satu program instruksi. Teori interdisipliner mengambil pengetahuan, riset dan pendidikan interdisipliner sebagai objek kajian utamanya. Tidak jarang ditemukan penolakan terhadap pengetahuan yang bersifat interdisipliner atau riset yang merefleksikan kesalahpahaman dalam pentingnya kontribusi pengetahuan tersebut terhadap (1) perkembangan pengetahuan dan keilmuan, (2) keuntungan sosial bagi masyarakat, dan (3) keuntungan individu. Menurut Russel et.al., bahwa Interdisiplineritas yaitu ketika masalah yang bertumpang tindih antar disiplin ilmu dikaji oleh ilmuwan dari dua atau lebih disiplin ilmu. 70 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Contohnya permasalahan kependudukan dalam lingkup yang lebih kecil yaitu kemiskinan rumah tangga. Dari sudut pandang ilmu Ekonomi Mikro masalah kemiskinan dapat terpecahkan dengan jalan salah satunya adalah mencari pekerjaan yang menjanjikan, bekerja keras, tidak putus asa, tidak boros dalam arti kata tidak besar pasak dari pada tiang (besar pengeluaran dari pada pendapatan). Namun dari sudut ilmu Ekonomi Makro memandang bahwa dengan kebijakan pemerintah menaikan BBM (bahan bakar minyak) dengan tujuan tertentu, tetapi bagi masyarakat miskin kebijakan tersebut semakin menjepit dan menyulitkan kehidupannya akibat semua harga kebutuhannya membubung tinggi, yang semakin tidak terjangkau dengan kemampuannya, sehingga kemiskinan pun semakin merajalela. Jadi pemecahan masalahnya adalah pemerintah harus bisa melihat ke bawah (masyarakat kecil), dan menyejahterakan masyarakat. B.
PKLH Multi-disipliner
Sebagaimana uraian di atas, bahwa salah satu jalur pengembangan ilmu PKLH adalah melalui pendekatan multidisipliner. Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Multidisipliner (multidisciplinarity), adalah penggabungan beberapa disiplin ilmu untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu. Pendekatan Multidisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan. Jadi dalam pemecahan masalah kesejahteraan dengan menggunakan berbagai sudut pandang ilmuilmu yang relevan. Menurut Russel et.al., bahwa multidisiplineritas yaitu ketika spesialis berbagai disiplin ilmu bekerja sama dengan mempertahankan perspektif dan pendekatan disiplin ilmu mereka. Filsafat Ilmu PKLH | 71
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Contohnya masalah kependudukan berupa kemiskinan rakyat Indonesia; Jika pemecahan masalah kemiskinan hanya dilihat dari sudut ilmu ekonomi, dimana Ilmu ekonomi memandang dirinya sebagai suatu studi tentang bagaimana langkahnya agar sumbersumber daya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi keinginankeinginan manusia yang tidak terbatas, maka kemiskinan tidak akan pernah terpecahkan karena yang dapat memanfaatkan sumbersumber ekonomi adalah kelompok yang bermodal, sehingga yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Buktinya selama rezim Orde Baru pertumbuhan ekonomi dipacu hingga Indonesia menjadi “Macan Asia”, tetapi jumlah penduduk miskin semakin banyak. Memecahkan kemiskinan perlu pendekatan multidisiplin dari berbagai bidang ilmu, seperti : ilmu Ekologi yang mampu mengubah nafsu untuk pemenuhan “keinginan” manusia menjadi pemenuhan “kebutuhan” manusia; ilmu Agama yang mampu mengubah mental “frontier” menjadi “akhlak berbagi” dengan sesama; ilmu Kenegaraan yang mampu mengubah pandangan “kapitalis-liberal” menjadi “jiwa dan semangat nasionalis”; ilmu Psikologi yang mampu mengubah perilaku-perilaku masyarakat marginal ketika mendapatkan sedikit uang dari jerih payah bertani atau melaut, mereka terus bermalas-malasan atau memboroskan hasil jerih payahnya untuk kenikmatan sesaat, sehingga mereka tidak dapat keluar dari cengkeraman kemiskinan karena tidak sadar menabung; dan banyak bidang ilmu lainnya yang dapat secara bersama-sama memecahkan masalah kemiskinan tersebut. Russel mengatakan pendekatan lintas disiplin semakin mendesak akibat tekanan permasalahan lingkungan hidup (environmental imperative). Sejak tahun 1960an, masyarakat industri modern telah menyaksikan perubahan dramatis dari kepedulian sosial atas isu lingkungan. Berkembangnya gerakan sosial lingkungan hidup turut menekan pemerintah untuk mengakui 72 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
dan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh industri dan praktek sosial (gaya hidup) modern. Imperatif lingkungan hidup ini terlihat pada program ‘Manusia dan Biosfer’ dari UNESCO pada 1970an, Laporan Brundtland di 1980-an dan Rio Earth Summit pada tahun 1990an. Lalu, beberapa negara segera merespon dengan membangun kementerian lingkungan hidup, meratifikasi perjanjian dan traktat tentang isu-isu lingkungan hidup serta berpartisipasi pada pembangunan organisasi lingkungan hidup internasional. Salah satu indikasi meningkatnya kepedulian pada isu kependudukan dan lingkungan hidup adalah bagaimana kemajuan pembangunan ekonomi yang ditekankan pada isu keberlanjutan. Meskipun kepedulian meningkat, permasalahan lingkungan hidup semakin besar. Permasalahan ini terdokumentasikan di berbagai organisasi internasional seperti United Nations Environmental Programme (UNEP), United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), dan UNDP (United Nations Development Programme). Permasalahan yang dihadapi dunia termasuk tetapi tidak terbatas pada masalah deforestasi, polusi air, tanah, udara, degradasi lahan subur, penggurunan, degradasi keanekaragaman hayati dan lain sebagainya. Ketika persoalan tersebut dibenturkan dengan ancaman perubahan iklim, situasi menjadi semakin pelik. Semakin memanasnya bumi dan perubahan iklim akan menggoncang ekosistem di segala penjuru dan lapisan kehidupan di bumi ini. C.
PKLH Trans-disipliner
Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Transdisipliner (transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori atau aksioma baru dengan membangun kaitan dan keterhubungan antar berbagai disiplin. Filsafat Ilmu PKLH | 73
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Menurut Russel et. al., bahwa transdisplineritas lebih maju dalam meleburkan batas-batas disiplin ilmu dibanding dua pendekatan sebelumnya. Karakteristik potensial dari transdisiplineritas termasuk, fokus pada permasalahan (riset berasal dan dikontekstualisasikan dengan masalah di dunia nyata), berkembangnya metodologi dan kolaborasi antar aktor yang luas. Sebagai contoh dalam transdisiplin adalah berkembangnya disiplin ilmu baru Human Ecology yang melebur teori, komponen, dan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu lain seperti Ekonomi, Politik, Hukum, Teknik Lingkungan. Proses penemuan seringkali mencakup tindakan menggabungkan ide yang sebelumnya tampak tidak berkaitan. Pemikiran yang kreatif kerap menghasilkan ide yang tidak lazim tapi membuahkan permutasi yang produktif. Aspek yang digabungkan bisa berasal dari satu disiplin, atau berasal dari permutasi ide dari dua atau lebih disiplin. Menurut Prof. Mubyarto, bahwa pendekatan transdisipliner harus mampu menghilangkan ethnocentrisme atau fanatisme teori, memiliki rasa skeptis (rendah hati) terhadap ilmunya sendiri dengan mencari bantuan disiplin ilmu lain yang dianggap lebih mampu melengkapi dan menyempurnakan ekspedisi (kajian) ilmiahnya dalam memecahkan persoalan public yang dihadapinya. Contohnya dalam mengembangkan konsep ekonomi nasional, Mubyarto tidak sungkan mengadopsi faktor-faktor yang positif dari konsep ekonomi kapitalisme dan ekonomi sosialisme, yang kemudian disinkronisasi dengan nilai-nilai budaya dan ideologi bangsa Inonesia, dan kemudian melahirkan konsep Ekonomi Kerakyatan yang diberi nama Ekonomi Pancasila. Konsep inilah yang kemudian melahirkan suatu konsep pembangunan pada zaman Orde Baru yang disebut Trilogi Pembangunan 74 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
(pertumbuhan, perkembangan dan pemerataan), namun gagal mencapai tujuannya karena relatif hanya menjadi slogan kosong yang diimplementasikan setengah hati. Seirama dengan kesadaran politik, banyak riset akademik untuk mengkaji permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan turut meningkat. Walaupun sebelumnya kajian telah dilakukan oleh disiplin ilmu seperti biologi, geologi, hidrologi, geografi, arkeologi dan lain-lain. Namun kesadaran untuk mengkombinasikan dan menghubungkan berbagai bidang pengetahuan tersebut datang belakangan, terutama untuk mencapai aspek keberlanjutan pembangunan (sustainable development). Faktor ini telah menjadi pendorong yang mengubah pola pikir untuk melaksanakan riset lintas disiplin ilmu. Konsep dan upaya mencapai pembangunan berkelanjutan juga telah menarik perhatian akan pentingnya mengkombinasikan pengetahuan dari ilmu sosial dan alam. Keterhubungan permasalahan lingkungan hidup juga mengakibatkan perlunya kerjasama inter dan intra institusi dari level lokal hingga global. Hasrat untuk memahami tentang lingkungan hidup dan kependudukan secara menyeluruh, dan membangun solusi untuk mengatasi masalah lingkungan dan kependudukan, telah mengakibatkan proaktifnya berbagai pusat kajian dan mata pelajaran yang fokus pada masalah lingkungan hidup dan kependudukan. Ini adalah bentuk mengkristalnya transdisiplineritas akibat tekanan imperatif baik di bidang lingkungan hidup maupun di bidang kependudukan. Perspektif yang memokuskan pemikiran pada imperatif lingkungan hidup dan kependudukan, mengakui permasalahan yang muncul dan hadir dalam konteks sosial dan alam yang terkait secara kompleks, penuh ketidakpastian dan tidak adanya batasan disiplin ilmu yang jelas. Lebih jauh lagi, mencari solusi untuk Filsafat Ilmu PKLH | 75
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
persoalan lingkungan hidup dan kependudukan tidak hanya membutuhkan pemahaman atas lingkungan hidup dan ancamannya, serta pengetahuan tentang kependudukan dan permasalahnnya; tetapi juga harus mempengaruhi sikap, tindakan, perilaku, dan partisipasi berbagai aktor di dalam masyarakat. Cara berpikir seperti ini, melihat solusi memerlukan produksi pengetahuan yang berdasarkan pendekatan sistemik dan menyeluruh ketimbang partial; tidak terkungkung oleh batasan pengetahuan yang ketat; bisa menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian; dan mampu mengintegrasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan di antara semua aktor dan antar bidang disiplin ilmu. Pendek kata, pendekatan lintas disiplin ilmu penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di masyarakat. Serta mengatasi tekanan imperatif lingkungan hidup dan kependudukan, yang telah menjadi salah satu faktor pendorong praktek transdisiplineritas, dan kajian lintas disiplin ilmu lainnya. Karena itu di kala ada upaya memperdalam spesialisasi di dalam disiplin ilmu tertentu, ada baiknya para ilmuwan juga memberikan perhatian terhadap kajian lintas disiplin ilmu. Pendekatan lintas disiplin ilmu ini (inter-disipliner, multidisipliner, dan trans-disipliner), juga memiliki kelemahan, antara lain : Pertama, untuk mendapatkan jarak pandang yang luas, seorang bisa jadi mengorbankan waktu untuk menjadi ahli di satu bidang; Kedua, perlu dihindari upaya melakukan generalisasi yang naïf akibat pengabungan beberapa disiplin ilmu; Ketiga, Ilmuwan yang dikategorikan lintas batas menghadapi hambatan profesi yang masih memprioritaskan spesialisasi disiplin ilmu; Keempat, interdisiplineritas kerap dicap sebagai kompetitor oleh penganut spesialis disiplin ilmu yang fanatis. 76 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Untuk mengatasi kelemahan ini haruslah melakukan perubahan cara berpikir. Dunia akademik perlu memberi ruang bagi tumbuh kembangnya pengetahuan dan riset yang lintas disiplin ilmu. Selayaknya atmosfir akademik perlu merawat spesialis dan generalis demi terciptanya kemajuan akademik yang kaya. Perubahan cara berpikir ini salah satunya berkat tekanan imperatif lingkungan hidup dan kependudukan. Sebagai akibat dari adanya fragmentasi disiplin ilmu, maka akademisi kerap gagal mendeteksi ancaman besar dalam sangkar kebebasan akademik. Pemahaman pentingnya kerjasama bisa menjadi pelindung melawan birokratisme yang berusaha menerapkan pengawasan yang ketat, berdasarkan indikator performa. Karenanya cukup penting untuk menjaga kebebasan seorang akademisi dalam memilih apa yang akan dikaji dan apa yang tidak perlu dikaji.
2.4.
Eksistensi PKLH
Masalah lingkungan adalah persoalan yang timbul sebagai akibat dari berbagai gejala alam. Dalam hal ini masalah lingkungan adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan itu sendiri, dan sudah ada sejak alam semesta ini, khususnya bumi dan segala isinya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Masalah kependudukan dan masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang cukup mendapat perhatian dunia. Masalah kependudukan mendapat perhatian karena dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia itu sendiri beserta lingkungannya. Kelestarian lingkungan hidup yang menyangkut kawasan laut, darat dan udara dipantau terus karena pada akhir-akhir ini menunjukkan gejala kemerosotan makin meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa langkah telah dilakukan Filsafat Ilmu PKLH | 77
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
untuk mengatasi masalah kependudukan tersebut, diantaranya program keluarga berencana dan pendidikan kependudukan. Sejak awal dalam perkembangan budayanya manusia telah berusaha untuk mengelola dampak kegiatannya terhadap lingkungan hidup. Makin berkembang kegiatan ekonomi dan teknologinya, makin besar dirasakan perlunya untuk mengelola dampak kegiatannya pada lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai pada tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan manfaat yang optimum dari lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. Semua kegiatan manusia mempunyai dampak pada lingkungan hidup. Kegiatan hayatinya, seperti pembuangan limbah manusia yang metabolismenya dalam bentuk air seni dan tinja, berdampak pada lingkungan hidup. Pada waktu jumlah manusia masih kecil, dampak itu kecil pula. Dengan pertumbuhan jumlah manusia dampak kumulatif kegiatan hayati manusia makin besar. Dampak itu makin besar lagi dengan berkembangnya kegiatan ekonomi dan teknologi yang memberikan kemampuan kepadanya untuk melakukan rekaya dan meningkatkan penggunaan energi. Faktor yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungan hidup, tidak lepas dari pola manusia di dalam mengelola sumber daya alam yang disediakan oleh lingkungan hidup. (Otto Soemarwoto, 2001), Peningkatan angka pertumbuhan penduduk berdampak pada semakin meningkatnya kemerosotan kualitas lingkungan. Akibat ulah manusia, penurunan kualitas lingkungan berlangsung terus menerus. Lalu, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditandai oleh penggunaan beragam produk teknologi 78 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
menyebabkan tingginya akselerasi kerusakan lingkungan terutama di beberapa negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan kependudukan dan lingkungan hidup, perlu pengenalan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup baik terhadap masyarakat umum maupun terhadap peserta didik di jalur pendidikan formal (jalur pendidikan sekolah). Pada masyarakat umum, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup dapat diperkenalkan melalui jalur pendidikan informal seperti melalui kegiatan keagamaan, perkumpulan profesi, karang taruna, atau penjelasan dan informasi melalui media cetak dan elektronik, bahkan dapat pula ditempuh jalur pendidikan non-formal, melalui kursus-kursus, sarasehan, dan lain sebagainya. Dengan adanya pengenalan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup tersebut, diharapkan manusia bisa lebih bijak di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang ada. Sekaligus dapat menanamkan pada setiap individu khususnya peserta didik dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku rasional serta bertanggung jawab terhadap berbagai aspek kehidupan manusia khususnya hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab II bahwa PKLH memiliki landasan filosofis yang sangat jelas dan spesifik, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa PKLH adalah sebuah cabang ilmu, yang memiliki cakupan yang cukup luas, serta mempunyai entitas dan identitas tersendiri. PKLH bukan kumpulan ilmu-ilmu, yang hanya menjadi keranjang teori-teori yang berkembang pada bidang ilmu lain, karena PKLH memiliki objek kajian, metode ilmiah untuk pengembangannya, dan standar nilai yang spesifik. Hanya karena begitu luasnya cakupan ilmu pengetahuan yang terkait dengan PKLH maka hampir semua orang dapat berbicara tentang PKLH Filsafat Ilmu PKLH | 79
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
berdasarkan sudut pandang bidang ilmu yang dimilikinya. Oleh sebab itulah maka dalam penyajian materi PKLH kepada anak didik, harus dirumuskan secara fokus sehingga pembahasan dan diskusinya tidak membias kemana-mana, sehingga tidak memberikan manfaat yang real kepada peserta didik. Salah satu dampak dari luasnya cakupan materi PKLH sehingga pemerintah cenderung menetapkan model pendekatan pembelajaran PKLH secara integratif, karena diharapkan agar semua guru yang materi ajarnya terkait dengan kependudukan dan lingkungan hidup dapat menyelipkan materi PKLH di dalam pembelajarannya. Namun setelah 28 tahun penerapan pendekatan integratif tersebut, harus objektif diakui oleh semua pihak kalau pembelajaran PKLH tidak banyak memberikan perubahan sikap, perilaku, dan partisipasi pada peserta didik. Dalam hal ini penulis berpendapat perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua komponen pembelajaran PKLH yang gagal itu, kemudian segera dilakukan pembenahan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Hal ini menjadi penting mengingat begitu mendesaknya penerapan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam segala bidang, untuk menjamin keseimbangan alam semesta. Penulis berpendapat bahwa bukan pembelajaran PKLH yang integratif, melainkan yang perlu dilakukan secara terintegrasi adalah pengembangan ilmu PKLH, karena satu persoalan lingkungan atau kependudukan, dapat berdampak beragam berdasarkan bidang ilmu yang dipergunakan mengkajinya. Hal ini penting dipahami karena jika persepsi yang berkembang selama ini terus dipelihara, yaitu PKLH diajarkan oleh sembarang guru asal terkait dengan masalah lingkungan dan kependudukan, maka PKLH tidak ubahnya seperti keranjang ilmu, yang diisi dengan materi yang berkembang berdasarkan kacamata bidang ilmu yang dipergunakan guru tersebut. PKLH harus disajikan dengan suatu 80 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
“materi sumber” yang standar dan berkembang dinamis berdasarkan perkembangan yang terjadi di dalam bidang ilmu PKLH. Singkatnya penulis berpendapat bahwa ilmu PKLH harus menjadi mata air yang siap dialirkan kepada semua bidang ilmu yang terkait, yang dikembangkan berdasarkan karakteristiknya, yaitu multi-disiplin, inter-disiplin, dan trans-disiplin.
2.5.
Makna, Esensi dan Urgensi PKLH
Hakikat PKLH harus diawali dari penjabaran hakikat lingkungan hidup dan kependudukan, kemudian meninjau hakikat kurikulum pendidikan formal, sehingga kemudian dapat dilihat esensi (hakikat) dari PKLH itu sendiri. Pada awal mulanya, Pendidikan Kependudukan terpisah dengan Pendidikan Lingkungan. Akan tetapi dengan banyak memiliki kesamaan terutama memiliki sasaran yang sama yaitu untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat manusia dengan pendekatan yang sama yaitu : multi disiplin, maka Pendidikan Kependudukan dan Pendidikan Lingkungan digabungkan menjadi PKLH. Dalam setiap lingkungan hidup antara komponen yang satu dengan lainnya terikat adanya saling ketergantungan. Hukum saling ketergantungan berlaku pada setiap lingkungan hidup. Ketergantungan antar jenis, ketergantungan antar populasi, dan ketergantungan antar komponen biotik dengan komponen abiotik. Saling ketergantungan yang paling nyata tampak pada masalah sumber makanan. Dalam soal makanan ketergantungan antar sesama makhluk hidup, yaitu antara produsen dan konsumen akan membentuk untaian yang runtun, yang menggambarkan tingkat Filsafat Ilmu PKLH | 81
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
makanan-makanan. Deretan hubungan makan-makanan di antara sesama makhluk hidup disebut “rantai makanan”. Dalam setiap lingkungan terdapat tingkat makanan. Tingkat pertama adalah makhluk yang dapat mempergunakan zat abiotik yang berdaun hijau, makhluk tingkat ini mampu mengubah zat abiotik menjadi zat organik dalam suatu proses yang disebut fotosintesis. Makhlukmakhluk lain yang tidak mampu mengubah zat abiotik disebut konsumen, dan dikategorikan sebagai komponen biotik dalam alam. Manusia merupakan salah satu komponen biotik di dalam suatu lingkungan hidup. Manusia mempunyai kelebihan dari makhluk lain, karena memiliki akal budi. Dengan kelebihan inilah manusia mempunyai kedudukan yang istimewa dalam suatu lingkungan hidup. Dengan akal dan pikirannya, manusia banyak bertindak sehingga kepentingan manusia lebih diutamakan dan diprioritaskan sesuai dengan kebutuhannya. Manusia dalam memanfaatkan lingkungan hidup sering mengabaikan terjaminnya keseimbangan alam, dan hanya memikirkan kepentingan sesaat. Sebagai contoh bahwa manusia membunuh makhluk-makhluk lain yang menjadi saingannya dalam memperoleh makanan. Kalau manusia memerlukan padi sebagai bahan makanan maka diberantaslah belalang, ulat, tikus, dan hama-hama lain yang suka memakan tanaman padi, padahal pemusnahan spesies-spesies tersebut akan merusak keseimbangan lingkungan dalam jangka panjang. Oleh karena kelebihan dan anugerahNYA yang diamanahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi, haruslah dipergunakan secara arif dan biajksana dalam mengelola, memanfaatkan, dan mengendalikan sumber daya alam baik komponen abiotik, maupun komponen biotik. Sumber daya alam biotik dapat dipergunakan secara terus-menerus jika dapat 82 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
mengusahakan agar sumber tersebut tidak musnah, sebab sekali suatu jenis makhluk hidup tersebut musnah, niscaya tidak dapat diharapkan akan muncul kembali. Begitu pula dalam mempergunakan sumber daya alam abiotik, seyogyanya manusia mempergunakannya secara bijaksana dan diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai ada pemborosan dalam penambangan dan penggunaannya. Masalah lingkungan adalah aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap lingkungan biofisik environmentalisme, sebuah gerakan sosial dan lingkungan yang dimulai di tahun 1960, fokus pada penempatan masalah lingkungan melalui advokasi, edukasi, dan aktivisme. Masalah lingkungan terbaru saat ini yang mendominasi mencakup perubahan iklim, polusi dan hilangnya sumber daya alam. Gerakan konversi mengusahakan proteksi terhadap species terancam dan proteksi terhadap habitat alami yang bernilai secara ekologis. Seperti halnya penggunaan plastik dalam berbagai kepentingan manusia, yang dinilai praktis, efisien, dan efektif. Namun bahan plastik tidak seperti bahan-bahan alam lainnya, karena plastik bersifat non-biodegradable. Berdasarkan informasi, 30% volume sampah di Amerika Serikat terdiri dari plastik. Bagaimana di negara kita, Indonesia? Umumnya sampah plastik ditangani dengan cara dikubur atau dibakar dalam incinerator. Namun, kedua cara tersebut belum menyelesaikan masalah. Plastik yang dikubur tidak akan membusuk sementara lahan tempat mengubur plastik semakin sulit. Pembakaran plastik akan menyebabkan polusi. Misalnya, pembakaran PVC menghasilkan gas hidrogen klorida (HCl) atau gas klorin (Cl2). padahal plastik bisa didaur ulang agar tidak mencemari lingkungan. Dalam mencari hakikat kependudukan dapat diawali dari sebuah pandangan imajinatif tentang isu kependudukan di tingkat Filsafat Ilmu PKLH | 83
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
global, yaitu bahwa bumi kita ini alamiah dan teratur, bahwa manusia yang tinggal di atasnya hanya diwarisi sebuah bumi yang “serba terbatas” dan oleh karenanya manusia perlu menyadari akan adanya “batas-batas pertumbuhan”, sehingga mereka pun perlu menumbuhkan “lifeboat ethics”. Adanya kaitan erat antara pertumbuhan penduduk yang cepat dengan sejumlah permasalahan sosial dan lingkungan menjadi persoalan kependudukan penting untuk dibicarakan sebagai sebuah isu global. Beberapa permasalahan kependudukan, yang bertalian dengan pertumbuhan penduduk yang cepat dan tanpa henti, adalah pencemaran lingkungan, perubahan iklim, pengrusakan hutan, urbanisasi, penurunan pendapatan, inflasi, pengangguran, perumahan, tingkat melek huruf, kelaparan, kekurangan air bersih, keterbatasan pelayanan kesehatan, energi dan sumber daya alam, dan konflik politik. Untuk memahami keadaan kependudukan dewasa ini yang antara lain ditandai dengan pertumbuhan cepat itu, kita perlu memahami pula sejarah trend kependudukan dunia. Pada kenyataannya pertumbuhan penduduk secara cepat tadi adalah fenomena baru. Selama 8000 tahun dalam sejarah demografi dunia memperlihatkan pertumbuhan penduduk dunia yang relatif stabil dan lambat. Barulah kemudian mulai dua atau tiga abad yang lalu isu penting demografi dan sosial bergeser ke arah “bagaimana mempertahankan kelestarian hidup (survival)”. Sebenarnya, masa yang lalu terdapat tingkat kelahiran (fertilitas) yang tinggi di hampir semua kelompok, hanya saja saat itu fertilitas yang tinggi diiringi dengan tingkat kematian (mortalitas) yang juga tinggi, sebagai akibat rendahnya mutu pelayanan kesehatan. Bahkan, di beberapa tempat dulunya terjadi angka kematian bisa lebih tinggi dari pada angka kelahiran.
84 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Jadi penyebab peningkatan populasi yang cepat bukan terletak pada antusiasme dari manusia yang tiba-tiba untuk mendapatkan lebih banyak anak, melainkan pada perbaikan kondisi hidup yang sebelumnya menyebabkan tingginya tingkat kematian. Sejalan dengan itu sejarah demografi dapat dibagi dalam 2 periode, yaitu: Pertama periode panjang dengan tingkat populasi lambat, antara 8000 SM s/d tahun 1650 M, dan Kedua periode yang ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan dramatis sejak tahun 1650 M hingga sekarang. Perbandingan rata-ratanya adalah bahwa pada periode pertama penduduk bertambah 50.000 jiwa/tahun, namun periode kedua, angka jumlah pertumbuhan penduduk meningkat setiap 6 jam. Pertanyaannya adalah mengapa populasi penduduk dunia bertambah dengan cepat dalam waktu yang sedemikian singkat ? Salah satu model yang mencoba menjelaskan kecenderungan ini adalah model transisi demografi. Model ini akan membantu kita memahami mekanisme pertumbuhan penduduk di masa lalu dan saat ini serta kemungkinan-kemungkinan di masa mendatang. Menurut teori model transisi demografis, terdapat 3 periode utama pertumbuhan penduduk yang ditunjukkan : 1) Periode A (high growth potential), ditandai dengan fertilitas dan mortalitas yang sama-sama tinggi, sehingga ada keseimbangan relatif. 2) Periode B (transitional growth), merupakan periode peralihan yang problematik, ada ketidakseimbangan antara fertilitas dan mortalitas, dimana mortalitas turun tetapi fertilitas cenderung tetap tinggi. 3) Periode C (incipient decline), ditandai keseimbangan relatif, yaitu sebagai akibat angka fertilitas dan mortalitas yang sama-sama rendah.
Filsafat Ilmu PKLH | 85
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Pertumbuhan penduduk dunia secara cepat muncul pertama kali sebagai isu kependudukan karena adanya aktor-aktor tertentu yang melihatnya sebagai ancaman. Salah satunya berdasarkan teori Malthus bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangkan pertumbuhan sumber daya alam menurut deret hitung. Menurutnya sesuatu hal yang ironis apabila jumlah penduduk yang semakin banyak tidak diimbangi oleh peningkatan sumber daya alam yang nantinya menjadi masalah di dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Lebih lanjut Karl Sax (1992), menyatakan : “Selama dasawarsa yang lalu, penduduk dunia bertambah dengan tingkat yang mencengangkan. Peningkaatan angka pertambahan penduduk ini sedemikian kritis sehingga banyak orang mengakui bahwa peledakan penduduk dewasa ini merupakan ancaman terbesar bagi perdamaian dan kesejahteraan dunia”. Dan oleh The Club of Rome (1992), juga menyimpulkan bahwa : Jika kecenderungan dalam pertumbuhan penduduk dunia, industrialisasi, polusi, produksi pangan, dan eksploitasi sumber daya alam yang ada saat ini tetap tidak berubah (sangat tinggi), maka dunia akan semakin mendekati titik kritisnya dan selama kira-kira seratus tahun lagi akan mencapai tingkat di mana bumi tidak mampu lagi menampung pertumbuhan penduduknya. Yang paling mungkin dihadapi kemudian adalah menurunnya populasi dan kapasitas produksi. Esensi kurikulum pada pendidikan formal, merupakan rumusan perencanaan pembelajaran yang sangat terikat, bahkan ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah secara terpusat. Oleh karena itu perubahan kurikulum dengan menambah mata pelajaran baru, akan memberi dampak terhadap semua komponen pendidikan, yang pada akhirnya dapat dipolitisir oleh oknumoknum tertentu untuk kepentingan pribadi/kelompok tertentu dan sebaliknya dapat merugikan dunia pendidikan. Oleh karena itu 86 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
peluang penyajian mata pelajaran PKLH di semua jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi), untuk kondisi sekarang belum memungkinkan, kecuali jika diupayakan pembentukan jurusan PKLH pada jenjang Diploma dan Strata-1 di tingkat pendidikan tinggi. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah perpaduan dua jenis program pendidikan, yaitu : (1) Pendidikan Kependudukan (PK); dan (2) Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Pendidikan Kependudukan mulai digarap oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 1976 (SK Mendikbud No. 193/U/1976), sedangkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), ditangani oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 1981. Penyatuan kedua program pendidikan tersebut memiliki landasan legal berdasarkan SK Mendikbud No. 0212/U/1982. Setelah kedua program pendidikan tersebut dipadukan, lalu dilakukan pengkajian “Pedoman Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup”, yang diselenggarakan dari tanggal 25 sampai 27 Januari 1984, dan menghasilkan rumusan tentang batasan PKLH sebagai berikut : “PKLH adalah suatu program pendidikan untuk membina anak didik memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia” (Yusuf, Maftuchah, 1989). Sebenarnya PKLH sudah mulai diperkenalkan secara bulat dan formal di Indonesia sejak didirikannya Jurusan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) pada Fakultas Pasca Sarjana (FPS), Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta pada tahun 1981. Sehingga disadari atau tidak, realitasnya bahwa Filsafat Ilmu PKLH | 87
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
eksistensi program pascasarjana IKIP Jakarta tersebut memberi motivasi kepada Depdikbud ketika itu untuk melahirkan SK No. 0212/U/1982. Namun sangat disayangkan karena kesadaran penyelamatan bumi yang telah lahir sejak awal 1980-an belumlah berkelanjutan secara menggembirakan. Kelahiran Program S-2 PKLH 32 tahun lalu, hingga sekarang belum diikuti kelahiran Program S-1 PKLH. Sehingga kehadiran rekayasawan-rekayasawan murni dalam bidang kependudukan dan lingkungan hidup masih jauh dari harapan. Yang ada sekarang baru sebatas ahli penyusun, dan pakar penilai dokumen Amdal, Andal, UKL, UPL, dan semacamnya, yang mencantolkan muatan berdasarkan kacamata bidang ilmu basic yang dimilikinya. Belum lahir rekayasawan dan teknolog yang memadukan muatan kependudukan dan muatan lingkungan hidup secara komprehensif dan komplementer, dalam takaran ilmiah bersifat yang korelatif, kompilatif, komparatif dan influensif. Dengan alasan di atas dan bila tetap mengikuti konstelasi kurikulum yang sedang berlaku, memang rasanya sekarang belum waktunya untuk mengenalkan mata pelajaran PKLH secara monolitik (berdiri sendiri). Hal ini disebabkan karena karaktersitik kurikulum pendidikan formal sekarang ini yang demikian lebar, luas, dan amat sangat pluralistik. Karakteristik lulusan yang berperilaku dengan wawasan lingkungan dapat dibentuk melalui pemberdayaan mata pelajaran yang sudah ada (integratif). Dalam lingkungan sekolah diperlukan kreatifikas seorang guru untuk mengembangkan sikap peduli siswa terhadap lingkungan dengan tidak membuang limbah domestik secara sembarangan, guru perlu memberikan contoh, misalnya, selalu memegang kulit pisang/kulit rambutan sebelum menemukan tempat sampah. Guru perlu menyediakan lingkungan yang kondusif seperti menyediakan tempat sampah, tempat cuci tangan, kamoceng di kelas/sekolah. 88 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Selain itu, setiap kegiatan pembelajaran selalu diselipkan kegiatan yang mengkondisikan siswa untuk membuang sampah pada tempatnya, atau melatih siswa untuk memilah sampah organik dengan sampah non organik dan selanjutnya sampah non organik dimasukkan pada tempat khusus yang sudah disediakan. Demikian pula dengan upaya menumbuhkan kesadaran akan persoalan kependudukan, guru dapat melakukan widyawisata ke kawasan kumuh, agar siswa dapat menyadari berbagai persoalan kependudukan, baik fertilitas, ketenaga-kerjaan, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya. Pada kondisi seperti ini peserta didik dapat diberi beragam pengalaman belajar seperti diskusi kelas, diskusi kasus dalam situasi simulasi, melakukan percobaan, wawancara, melakukan kegiatan sosial untuk membersihkan lingkungan. Dari kegiatan-kegiatan inilah akan melahirkan pendekar-pendekar lingkungan hidup yang selalu berusaha melestarikan lingkungan sekitarnya. Dari kajian tentang hakikat pengenalan dan/atau pemberdayaan program PKLH di jenjang pendidikan dasar dan menengah hingga perguruan tinggi yang kajiannya diawali dengan terjadinya kerusakan lingkungan dari waktu ke waktu akibat ulah manusia termasuk meningkatnya angka pertumbuhan penduduk, lalu dilanjutkan dengan perlunya program PKLH baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal, dan pada bagian akhir dilanjutkan dengan cara mengemaskan kegiatan pembelajaran program PKLH yang multi-dimensi: kognitif, sikap, perilaku, keterampilan di jalur pendidikan sekolah. Oleh sebab itu PKLH harus dititikberatkan pada sisi afektif dan psikomotorik, sehingga siswa tak hanya memiliki ilmu tetapi juga mampu mengubah perilakunya. Mampu “melebur” dengan lingkungannya. Misalnya, siswa melihat bagaimana proses polusi air dan apa dampaknya bagi kesehatan, lalu tahu cara mencegah dan Filsafat Ilmu PKLH | 89
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
mengolah polusi itu menjadi air yang tak tercemar. Ketika melihat sampah, yang ada di dalam benaknya ialah sumber daya baru yang bahkan mampu menghasilkan uang. Air limbah pun dijadikan potensi pupuk buatan atau didaur ulang menjadi air minum lagi. Maka dapat dikatakan bahwa hakikat PKLH harus mampu mendekatkan guru dan muridnya kepada lingkungan dan permasalahan kependudukan, dimana mereka harus menjadi bagian dari solusi atas berbagai permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan, dan bukan menjadi sang penimbul masalah itu sendiri. Dengan kata lain PKLH mempunyai esensi untuk mendidik manusia memahami pentingnya keseimbangan alam dan lingkungan hidup, untuk dapat menjamin kelestarian dan berkelanjutannya. Inilah PKLH yang implementatif dan berpeluang membentuk perilaku guru dan murid yang berkarib dengan lingkungan (environmentaly friendly) sehingga tak sekadar berwawasan lingkungan. Mereka pasti senang bereksperimen dan mengeksplorasi kemampuan dirinya di alam bebas. Itu sebabnya, pembagian 30% teori dan 70% praktik menjadi jalan yang ideal. Guru dan murid akan lebih banyak belajar di luar kelas dan berdiskusi. Guru harus betul-betul siap pada semua kemungkinan pertanyaan yang muncul, dan jangan marah apabila belum bisa memberikan penjelasan yang logis dan berterima. Artinya, guru harus terus belajar dan belajar terus. Hasilnya baru akan tampak setelah sekian tahun kemudian karena memang merupakan proses, butuh waktu untuk pembentukan perilakunya, yaitu perilaku manusia cinta lingkungan, manusia yang peduli pada pembangunan berkawan lingkungan, manusia yang sadar akan pentingnya membangun SDM berkualitas, agar kehidupan dan pembangunan dari generasi ke generasi dapat berkelanjutan (sustainable development).
90 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Sejak awal dalam perkembangan budayanya, manusia telah berusaha untuk mengelola dampak kegiatannya terhadap lingkungan hidup. Makin berkembang kegiatan ekonomi dan teknologinya, makin besar dirasakan perlunya untuk mengelola dampak kegiatannya pada lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai pada tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan manfaat yang optimum dari lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. Pada ujungnya diharapkan bahwa perlindungan lingkungan hidup dapat terwujud. Hal ini sesuai dengan harapan bangsa Indonesia yang dimaktubkan di dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009. Semua kegiatan manusia mempunyai dampak pada lingkungan hidup. Kegiatan hayatinya, seperti pembuangan limbah siswa metabolismenya dalam bentuk air seni dan tinja, berdampak pada lingkungan hidup. Pada waktu jumlah manusia masih kecil, dampak itu kecil pula. Dengan pertumbuhan jumlah manusia dampak kumulatif kegiatan hayati manusia makin besar. Dampak itu makin besar lagi dengan berkembangnya kegiatan ekonomi dan teknologi yang memberikan kemampuan kepadanya untuk melakukan rekaya dan meningkatkan penggunaan energi. Faktor yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungan hidup, tidak lepas dari pola manusia di dalam mengelola sumber daya alam yang disediakan oleh lingkungan hidup. (Otto Soemarwoto, 2001), Peningkatan angka pertumbuhan penduduk berdampak pada peningkatan kemerosotan kualitas lingkungan. Akibat ulah manusia, penurunan kualitas lingkungan berlangsung terus menerus. Lalu, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditandai oleh penggunaan beragam produk teknologi Filsafat Ilmu PKLH | 91
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
menyebabkan akselerasi kerusakan lingkungan terutama di beberapa negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan kependudukan dan lingkungan, perlu pengenalan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup baik terhadap masyarakat umum maupun terhadap peserta didik di jalur pendidikan formal, jalur pendidikan sekolah. Pada masyarakat umum, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup dapat diperkenalkan melalui jalur pendidikan informal seperti melalui kegiatan keagamaan, perkumpulan profesi, PKK, karang taruna, atau penjelasan dan informasi melalui media cetak dan elektronik. Pada tahun 1986, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dan Pendidikan Kependudukan (PK), dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran “Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalahmasalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan dan penataran tentang PKLH telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guruguru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan. Untuk mempersiapkan tenaga pengajar PKLH pada jenjang pendidikan SD, SLTP dan SLTA, maka IKIP dan FKIP se Indonesia mengajarkan mata kuliah PKLH secara monolitik pada berbagai Program Sarjana (S-1) dan Program Diploma (S-0). Dasar pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.3 tahun 1980, dan Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Sistem 92 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikti (SK Dirjen Dikti No. 20/DJ/Kep/1983). Oleh karena itu maka setiap Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang ada di berbagai Universitas, Sekolah Tinggi, atau Lembaga Perguruan Tinggi lainnya, harus tetap mengembangkan dan menyelenggarakan program mata kuliah PLKH sesuai dengan Kepmendikbud No. 0212/U/1982 dan Kepdirjendikti No. 20/DJ/Kep/1983 tersebut. Pendidikan Kependidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program kependidikan untuk membina anak atau peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Untuk lebih memahami konsep PKLH maka perlu dimengerti hal-hal berikut ini: a.
Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala mahluk hidup, benda, dan daya serta manusia dengan segala perilakunya, yang saling berhubungan secara timbal balik, dimana perubahan slah satu komponennya akan mempengaruhi komponen yang lain.
b. Manusia Manusia adalah mahluk yang relatif paling sempurna memiliki daya pikir, kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan hati nurani yang mendorong untuk berbuat dan berperilaku melebihi mahluk hidup lain. Agar keberadaan manusia dan perilakunya sebagai komponen tidak mengganggu keseimbangan lingkungan hidup, maka seluruh potensi psikologis yang mendasari perilakunya harus dibina melalui program pendidikan. Kemampuan dan keterampilan yang Filsafat Ilmu PKLH | 93
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan pertumbuhan dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap menjaga kelestarian daya dukung lingkungan, dan sedapat mungkin untuk meningkatkannya. c.
Ilmu Kependudukan Ilmu kependudukan (Demografi) adalah studi tentang jumlah, pertumbuhan, persebaran, komposisi kependudukan serta bagaimana keempat faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dalam prakteknya ilmu kependudukan selalu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain serta sulit dibedakan dengan studi kependudukan. Studi kependudukan mempelajari secara sistematis perkembangan, fenomeafenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya.
d. Jalur Pendidikan Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang memberikan harapan untuk meunjang upaya memecahkan masalah jangka panjang. Program pembinaan dan pengendalian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) perlu dilaksanakan secara terencana, sistematik, terarah dan berkesinambungan. Program pendidikan selalu berkembang dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dunia pendidikan berfungsi sebagai tempat mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus sebagai wadah untuk memperkenalkan dan membina norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan perkembangan kebudayaan nasional. Pada akhirnya nanti kesadaran dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup dapat terwujud. 94 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Dari uraian di atas semakin jelas bahwa program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dirasa dan mutlak diperlukan sebagai salah satu alternatif guna menjawab tantangan masalah kependudukan dan lingkungan hidup yang berkembang saat ini dan yang akan datang. Evolusi pendidikan lingkungan hidup dari dahulu sampai sekarang, tetap mengandung pesan yang tidak berubah yakni peningkatan kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan dan partisipasi masyarakat tentang bagaimana menjadi warga bumi yang berawawasan lingkungan. Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah ”PKLH hendaknya diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat secara formal melalui sekolahsekolah/lembaga/lembaga kependidikan dan secara nonformal seperti melalui berbagai pertemuan atau berbagai kelembagaan organisasi”, oleh karena itu metodologi pendidikan lingkungan yang merupakan integral dari pelaksanaan pendiidkan lingkungan hidup secara formal, harus dimiliki oleh semua lapisan masyarakat baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Dalam hal ini terutama bagi para pembina pendidikan harus mengetahui dan memahami konsep pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu bagaimana setiap negara dapat terus membangun untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan cepat dan seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang juga bertambah dengan cepat. Secara lebih jelas batasan pendidikan lingkungan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan suatu penduduk dunia yang sadar dan peduli terhadap berbagai persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen, serta keterampilan untuk bekerja sama secara individual atau kolektif dalam rangka memecahkan maslah-masalah lingkungan dan mampu memecahkan timbulnya masalah baru. Tidak terlepas dari penduduk dunia, penduduk Indonesia pun dapat Filsafat Ilmu PKLH | 95
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
mencapai tujuan tersebut, ini jelas merupakan tugas berat bagi para pembina, bagi para pendidik khususnya di sekolah-sekolah formal, sehingga diperlukan strategi yang tepat. Keberhasilan pelaksanaan PKLH ditentukan oleh kejelasan tujuan atau sasaran yang hendak dituju. Secara umum dan operasional tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan anak didik agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan, serta dapat mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung jawab, dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumberdaya alam secara bijaksana, demi tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup baik secara spiritual maupun materil. Tujuan umum di atas dapat dikelompokkan menjadi dua aspek besar yang ingin dicapai, yaitu : a.
Agar anak didik mau bersikap dan bertingkah laku reproduktif yang rasional dan bertanggung jawab melalui pembentukan keluarga kecil dalam lingkungan hidup yang dikelola secara serasi dengan kepentingan individu dan keluarganya sendiri. b. Agar anak didik bersikap dan bertingkah laku rasional dan bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup dilihat dari kepentingan masyarakat umum, bangsa dan dunia secara keseluruhan. Secara lebih terinci tujuan operasional PKLH sebagai program pendidikan formal dan nonformal adalah untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan tingkatan perkembangan, kebutuhan, minat, dan kemampuan dalam hal : a. Pengetahuan dan pengertian tentang kependudukan dan lingkungan hidup serta berbagai kaitannya dengan manusia dan perkembangannya; 96 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
b. Kesadaran dan tanggap terhadap perubahan lingkungan dalam kaitannya dengan perubahan penduduk dan lingkungan hidup; c. Perilaku dan etika pribadi yang menjamin hubungan yang serasi antara penduduk dan lingkungan; d. Keterampilan dalam melihat, mengenal dan menanggapi berbagai masalah penduduk dan lingkungannya; e. Rasa bertanggung jawab dan berkeinginan untuk berperan serta dalam memecahkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup; f. Mengevaluasi kualitas lingkungan dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup manusia; g. Memilih alternatif dalam pengelolaan lingkungan bagi kesejahteraan penduduk tanpa merusak keserasian proses regenerasi. h. Dasar pengetahuan bagi pengembangan kemampuan profesional dalam pendayagunaan, pelestarian dan peningkatan daya dukung sumber daya yang ada. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan untuk berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, Pendidikan Kependudukan dan Filsafat Ilmu PKLH | 97
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Lingkungan Hidup (PKLH) perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun keterampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah”. Beberapa keterampilan yang diperlukan memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini :
untuk
a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasif, disain grafis; b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data; c. Keterampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dapat mempermudah pencapaian keterampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti : a. b. c. d.
berfikir kritis; berfikir kreatif; berfikir secara integratif; memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
98 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
a. Pilar Ekonomi Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan. b. Pilar Sosial Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan. c. Pilar Lingkungan Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan dengan hal ini adalah : (1) Pengelolaan sumberdaya air, (2) Pengelolaan sumberdaya lahan, (3) Pengelolaan sumberdaya udara, (4) Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, (5) Energi dan sumberdaya mineral, (6) Konservasi satwa dan tumbuhan langka, keanekaragaman hayati, dan (7) Penataan ruang Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang terkristal dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya.
Filsafat Ilmu PKLH | 99
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
Memandang kedua fungsi dialektika semacam itu, akan menghindarkan keterjebakan ke dalam kondisi kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialektis tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya, yakni: Pengajar, Pelajar (peserta didik), dan Realitas dunia. Unsur pengajar dan peserta didik adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini. Dengan kata lain, bahwa langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan yakni suatu proses yang terus menerus, yang selalu “mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Dengan demikian maka proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti atau stagnan, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif” sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran” (the consice of the consciousness). Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 Joseph mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menciptakan sinkronisasi proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian 100 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah : a. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga; b. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain; c. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok; d. Aspek sensorik dan motorik, bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin; e. Aspek lingkungan: suasana ruang atau lingkungan. Dengan adanya pengenalan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup tersebut, diharapkan manusia bisa lebih bijak di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang ada. Sekaligus dapat menanamkan pada setiap individu khususnya peserta didik dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku rasional serta bertanggung jawab terhadap berbagai aspek kehidupan manusia khususnya hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Khususnya pada realitas kehidupan yang mengharuskan pemenuhan kehidupan manusia akan sumber daya alam, alternatif utama sekarang ini yang bisa digunakan untuk menjawab permasalahan itu adalah Pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip-prinsip menuju masyarakat yang berkelanjutan yaitu merubah paradigma masyarakat dari mentalitas frontier menjadi mentalitas masyarakat yang berkesinambungan dan berusaha : 1) Menghormati dan melindungi komunitas kehidupan. 2) Memperbaiki kualitas hidup manusia. 3) Melestarikan daya hidup dan keragaman bumi. Filsafat Ilmu PKLH | 101
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH
4) Menghindari pemborosan sumber-sumber daya yang tak terbarukan. 5) Berusaha tidak melampaui batas kapasitas daya dukung bumi. 6) Mengubah sikap dan gaya hidup orang. Disamping itu melakukan pengenalan terhadap ciri-ciri dari etika lingkungan yang berkelanjutan, menurut Chiras adalah sebagai berikut : 1) Sumber alam di bumi adalah terbatas. 2) Manusia adalah bagian dari alam. 3) Manusia harus bijaksana dan membantu alam untuk dapat melangsungkan hidupnya. Selanjutnya konsep dasar tentang Pembangunan Berkelanjutan akan diuraikan lebih terperinci bada bagian lain dalam buku ini.
102 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
BAB – III PKLH SEBAGAI SUATU ILMU PENGETAHUAN
Filsafat Ilmu PKLH | 103
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
3.1.
Prolog – Epilog.
Seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu bagaimana cara bermain gitar, maka seorang lainnya mungkin bertanya, apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu? Tentu saja dengan mudah dia dapat menjawab bahwa pengetahuan bermain gitar itu bukanlah ilmu, melainkan seni. Demikian juga sekiranya seseorang mengemukakan bahwa sesudah mati semua manusia akan dibangkitkan kembali, akan timbul pertanyaan serupa apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat transcendental yang menjorok ke luar batas pengalaman manusia dapat disebut ilmu? Tentu jawabnya adalah “bukan”, sebab hal itu termasuk dalam agama (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita , sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah penjelajahan yang bersifat transcendental yang berada di luar pengalaman kita. Ilmu tidak bisa menjawab pertanyaan kepada siapa saja, seperti kalau kita sesat jalan dan bertanya kepada seseorang yang kebetulan nongkrong di tikungan. Bagaimana kalau kita ingin ke surga malah ditunjukkan ke neraka ( Jujun S. Suriasumantri, 2000). Jadi setiap pengetahuan yang dimiliki manusia selalu dipertanyakan dan dikritisi oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Ketika pengetahuan yang dimilikinya adalah pengetahuan tentang “apa” atau “apanya” yang perlu diketahui maka jawabannya ada pada “Ontologi” dari pengetahuan itu sendiri. Sedangkan pertanyaan “bagaimana” cara menemukannya atau “metode apa” yang dipergunakan oleh kita untuk menemukan dan memperoleh pengetahuan itu adalah kajian “Epistemologi”. Selanjutnya pertanyaan apa “kegunaan” dari pengetahuan itu bagi 104 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
manusia, dan makhluk lainnya, termasuk lingkungan dimana manusia berada, disebut kajian “Aksiologi”. Seperangkat “alat” yang diperlukan untuk menangkap fenomena alam, fakta realitas empiris, dan realita metafisika, antara lain adalah: Indera, naluri, akal , intuisi, dan hati nurani. Pencapaian manusia pada tingkat tertinggi dalam menangkap kebenaran fenomena tersebut, Al-Ghazali menyebutnya dengan akselerasi atau penanjakan (Mi’raj) nya manusia yang berpengetahuan yaitu menghambakan diri kepada Nya, sehingga terbuka pintu kebenaran, tergenggam kunci pembuka hal yang di luar jangkauan empiris dan rasional yaitu Metafisika. Maslow menamakan Motive Self Transcendental (Nadiroh: 2011). Jadi jelaslah terlihat bahwa suatu pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu jika diuraikan secara sistematis tentang “keberadaan” pengetahuan tersebut, “bagaimana cara” memperolehnya, dan “nilai kegunaannya” bagi manusia dan sekitar seluk beluknya. Konsep dasar tentang keberadaan ini dijelaskan dalam buku Filsafat Ilmu : sebuah pengantar popular (Jujun S. Suriasumantri : 2000), Descartes mengemukakan bahwa Cogito ergo sum! (saya berpikir maka saya ada!), sedangkan Locke menganggap bahwa pikiran manusia pada mulanya dapat diibaratkan sebuah lempeng lilin yang licin (tabularasa) di mana pengalaman indera kemudian melekat pada lempeng itu, yang dapat menimbun dan mengakumulasi sampai pada tingkatan pengalaman indera yang kompleks dan lengkap. Namun berbeda dengan Berkeley yang terkenal dengan pernyataan, “To be is to be perceived” yaitu ada adalah disebabkan oleh persepsi. Untuk mengurai benang kusut tentang “keberadaan” pengetahuan, bagaimana cara memperolehnya dan kegunaannya bagi manusia dan sekitar seluk beluknya, maka perlu Filsafat Ilmu PKLH | 105
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
diuraikan beberapa persoalan yang dipikirkan dan dipelajari secara mendalam (Nadiroh, 2011), yaitu berikut ini: 1. Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Persoalan keberadaan atau eksistensi bersangkutan dengan cabang filsafat metafisika. 2. Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth). Pengetahuan ditinjau dari isinya bersangkutan dengan cabang filsafat epistemologi. Sedangkan kebenaran ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat logika. 3. Persoalan nilai-nilai (values). Nilai-nilai dibedakan menjadi dua, nilai-nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nilai keindahan, nilai-nilai kebaikan tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat etika. Nilai-nilai keindahan bersangkutan dengan cabang filsafat estetika. Berdasarkan ketiga persoalan di atas maka sangat penting dibahas tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi dari suatu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah. Apabila dipandang dari sudut filsafat umum, maka pengetahuan dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah : 1. Pengetahuan langsung (immediate); Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan pikiran. Kaum realis (penganut paham Realisme) mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya dibayangkan bahwa kita mengetahui sesuatu itu sebagaimana adanya, khususnya perasaan ini berkaitan dengan realitas-realitas yang telah dikenal sebelumnya seperti pengetahuan tentang pohon, rumah, binatang, dan beberapa individu manusia. Namun, apakah perasaan ini 106 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
juga berlaku pada realitas-realitas yang sama sekali belum pernah dikenal dimana untuk sekali meilhat kita langsung mengenalnya sebagaimana hakikatnya?. Apabila kita sedikit mencermatinya, maka akan nampak dengan jelas bahwa hal itu tidaklah demikian adanya. 2. Pengetahuan tak langsung (mediated); Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses berpikir serta pengalamanpengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari bendabenda eksternal banyak berhubungan dengan penafsiran dan pencerapan pikiran kita. 3. Pengetahuan indrawi (perceptual); Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-indra lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objek-objek ini yang masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa diragukan bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media indra-indra lahiriah ini, akan tetapi pikiran kita tidak seperti klise foto dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui lewat indra-indra tersimpan didalamnya. Pada pengetahuan indrawi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, seperti adanya cahaya yang menerangi objek-objek eksternal, sehatnya anggota-angota indra badan (seperti mata, telinga, dan lain-lain), dan pikiran yang mengubah benda-benda partikular menjadi konsepsi universal, serta faktor-faktor sosial (seperti adat istiadat). Dengan faktorfaktor tersebut tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan indrawi hanya akan dihasilkan melalui indra-indra lahiriah. 4. Pengetahuan konseptual (conceptual); Pengetahuan konseptual juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran manusia secara langsung Filsafat Ilmu PKLH | 107
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang objek-objek dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam eksternal. Alam luar dan konsepsi saling berpengaruh satu dengan lainnya dan pemisahan di antara keduanya merupakan aktivitas pikiran. 5. Pengetahuan partikular (particular); Pengetahuan partikular berkaitan dengan satu individu, objek-objek tertentu, atau realitas-realitas khusus. Misalnya ketika kita membicarakan satu kitab atau individu tertentu, maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan partikular itu sendiri. 6. Pengetahuan universal (universal). Pengetahuan universal mencakup individu-individu yang berbeda. Sebagai contoh, ketika kita membincangkan tentang manusia dimana meliputi seluruh individu (seperti Muhammad, Ali, Hasan, Husain, dan lain-lain), ilmuwan yang mencakup segala individunya (seperti ilmuwan fisika, kimia, atom, dan lain sebagainya), atau hewan yang meliputi semua indvidunya (seperti gajah, semut, kerbau, kambing, kelinci, burung, dan yang lainnya). Dalam filsafat Islam, pengetahuan itu hanya dibagi dua, yakni ; 1. Ilmu Hudhuri. 2. Ilmu Hushuli. Dengan berdasarkan pada pembagian pengetahuan di atas, apabila kita ingin menyingkronkan pembagian pengetahuan menurut filsafat Islam, maka pengetahuan langsung (immediate) tersebut sama halnya dengan pengetahuan Hudhuri. Sedangkan pengetahuan tak langsung (mediated), pengetahuan indrawi, pengetahuan konseptual, pengetahuan partikular, pengetahuan universal tersebut dikategorikan sebagai pengetahuan Hushuli. 108 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian tertentu. Dari sudut pandang filsafat ilmu, suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai limu apabila memenuhi ketiga unsur pokok dari suatu ilmu, yaitu ontologi (memiliki objek studi), epistomologi (memiliki metoda kerja) dan aksiologi (memiliki nilai kegunaan). Berikut Penjelasan lebih lanjut mengenai tiga unsur pokok suatu ilmu yaitu: 1) Dari sudut Ontologi, bidang studi yang bersangkutan harus mempunyai objek studi yang jelas. Objek yang dijadikan bahan studi hendaknya dapat diidentifikasikan, dapat diberi batasan-batasan, dapat diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi itu hendaknya tidak identik dengan objek studi dari ilmu lain, bukan pinjaman dari ilmu lain. Ia haruslah mandiri, bernilai geeigend bagi ilmu yang bersangkutan saja. 2) Dari sudut epistomologi, bidang studi yang bersangkutan hendaknya mempunyai pendekatan dan metodologinya sendiri mengenai bagaimana atau dengan cara-cara apa ilmu itu disusun, dibina dan dikembangkan. Sudah sepantasnya bahwa pendekatan dan metode-metode yang digunakan cocok dengan sifat-sifat hakiki dari objek studinya sendiri. 3) Dari sudut aksiologi, bidang studi yang bersangkutan hendaknya dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukumhukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-konsep dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Di dalam teori atau konsep-konsep itu tidak terdapat kekacauan atau kesemrawutan pikiran atau pertentangan kontradiktif di antara satu dengan lainnya.
Filsafat Ilmu PKLH | 109
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Lebih lanjut syarat-syarat agar suatu ilmu menjadi ilmu yang berdiri sendiri, maka ia harus memiliki: 1) Objek tertentu (Objek material beberapa ilmu bisa sama tetapi objek formal setiap ilmu tidak mungkin sama). 2) Metode/cara kerja (deduksi, induksi, eduksi) tertentu. 3) Tersusun sistematis 4) Uraiannya logis 5) Bersifat universal 6) Pengertian-pengertian khusus 7) Masyarakat ahli/pakar ilmu tersendiri. Terkadang makna dari ilmu dan pengetahuan hampir sama persis, namun ada beberapa hal yang membedakannya. Pada dasarnya ilmu (science) lebih cenderung merupakan suatu akumulasi, kesatuan, keseluruhan dari kebenaran-kebenaran utama yang teratur (pengetahuan) yang bersifat empiris dan rasional. Berikut definisi pengetahuan sehingga dapat lebih memperjelas perbedaan makna kedua istilah antara ilmu dan pengetahuan. Istilah pengetahuan dalam keseharian memiliki konsep “Knowledge”, bukan termasuk dalam konsep “science”. Pengetahuan dapat diartikan sebagai segala yang diketahui dan diperoleh berdasarkan pengalaman-pengalaman (knowledge). Menurut ahli sosiologi, Soekanto (1975) mendefinisikan pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions) dan peneranganpenerangan yang keliru (mis informations). Selain dapat dimaknai dengan masing-masing maknanya, secara satukesatuan dapat dilapalkan yakni ilmu pengetahuan. Jika secara utuh dilapalkan, ilmu pengetahuan mempunyai makna sebagai pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis 110 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
dengan menggunakan kekuatan fikiran, pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis oleh setiap orang lain yangingin mengetahuinya. Dari pernyataan di atas, dapat ditarik intisarinya bahwa unsur-unsur dari satu kesatuan makna ilmu pengetahuan adalah: 1) 2) 3) 4)
Pengetahuan (knowledge) Tersusun secara ilmiah, sistematis Menggunakan pemikiran Dapat ditelaah secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif).
Berbagai uraian di atas nampak ilmu pengetahuan merupakan produk budaya manusia. Banyak pengalaman, tantangan, masalah selalu mengintai manusiadalam perjalanan hidupnya menjadi terakumulasi dalam suatu bentuk pengetahuan yang kemudian secara ilmiah dan sistematis menjadi ilmu. Pada akhirnya terbentuk suatu alat, benda yang berwujud, hasil dari intisari suatu ilmu pengetahuan. Suatu bentuk tersebut dapat membantu memudahkan manusia dalam setiap kegiatannya yang disebut teknologi.
3.2.
PKLH dari Sudut Pandang Ontologi
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus; Filsafat Ilmu PKLH | 111
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
ontologi menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Ontologi adalah hakikat yang ada yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. Ontologi menurut Anton Bakker (1992) merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh. Aspek ontologi ilmu pengetahuan diuraikan/ditelaah secara :
tertentu
hendaknya
a) Metodis; Menggunakan cara ilmiah, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan metode tertentu, tidak serampangan. b) Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. berarti dalam usaha menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. c) Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan. berarti setiap bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian (konsisten). d) Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis) e) Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik) f) Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya g) Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja. Setiap bidang ilmu pengetahuan masing-masing memiliki objek tertentu, yang secara filsafati dapat dibedakan atas dua macam objek (Mudhofir Supriyanto, 2005), yakni : 112 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Objek material: adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya manusia, tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide, nilainilai, dan kerohanian. Objek formal: adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek materialnya serta prinsipprinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang yang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang tertentu, sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa ontologi ilmu terbatas pada ruang kajian keilmuwan yang bisa dipikirkan manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaah yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu adalah bagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat ditemukan dan di pelajari serta dibutuhkan dalam mengatasi berbagai dilema dunia dan isinya. Dalam kajian dan perenungan tentang keberadaan lingkungan hidup dan interaksinya dengan kehidupan manusia yang saling “take and give”, penulis melihat paling tidak ada empat prinsip utama yang memperlihatkan pentingnya manusia untuk memahami lingkungan hidupnya, antara lain :
Filsafat Ilmu PKLH | 113
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect For Nature) Sikap hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas sosial), demikian pula setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup manusia ini. Sama halnya dengan setiap anggota keluarga mempunyai kewajiban untuk menjaga keberadaan, kesejahteraan, dan kebersihan keluarga, setiap anggota komunitas ekologis juga mempunyai kewajiban untuk menghargai dan menjaga alam ini sebagai sebuah rumah tangga. Hal ini ditegaskan Allah Swt dalam QS Al-Anbiya, ayat 107 : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. 2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility For Nature) Konsekuensi yang muncul dari prinsip sikap hormat terhadap alam di atas adalah rasa tanggung jawab secara moral terhadap alam, karena manusia diciptakan sebagai khalifah (penanggung jawab) di muka bumi dan secara ontologis manusia adalah bagian integral dari alam. Tanggung jawab ini diemban oleh umat manusia berdasarkan firman Allah Swt dalam QS Al Baqarah, ayat 30 : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. 114 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity) Implikasi positif yang sangat diharapkan untuk tumbuh dan berkembang pada diri manusia ketika telah memiliki kedua prinsip moral di atas, adalah munculnya prinsip solidaritas terhadap alam (cosmic solidarity). Sama halnya dengan kedua prinsip itu, prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Lebih dari itu, dalam perspektif ekofeminisme, manusia mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam dan semua makhluk lain di alam ini. Kenyataan ini akan membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. 4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring For Nature) Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi, dan melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Prinsip modal mengasihi alam semacam ini sangat relevan dengan ajaran Islam, sebagaimana dimuat dalam sebuah Hadist shahih yang diriwayatkan oleh Shakhihain : Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak seorang pun muslim yang menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian buahnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang Filsafat Ilmu PKLH | 115
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
ternak, kecuali yang dimakan itu akan bernilai sedekah untuknya”. Pada hadist lain dijelaskan, bahwa : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, ”Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?” Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia”. Dengan pemahaman tentang perlunya prinsip moral dimiliki manusia dalam menyikapi alam lingkungan, maka perlu kita ketahui apa saja yang menjadi kriteria “sesuatu” dapat disebut sebagai agen moral. Yang dapat disebut sebagai agen moral adalah sebenarnya apa saja yang hidup, yang memiliki kapasitas kebaikan atau kebajikan sehingga dapat bertindak secara moral, memiliki kewajiban dan tanggungjawab, dan dapat dituntut untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya. Yang lebih penting lagi adalah; agen moral dapat memberikan penilaian yang benar dan salah; dapat diajak dalam proses delibrasi moral; dan dapat menentukan keputusan berdasarkan semua alasan yang telah disebutkan. Dengan melihat definisi tersebut, mungkin kita akan berpendapat bahwa semua itu adalah kapasitas yang hanya dimiliki oleh manusia. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah pendapat semacam itu benar seluruhnya? Dugaan bahwa seluruh kapasitas sebagai agen moral di atas hanya dimiliki oleh manusia tidaklah seluruhnya benar. Dalam kenyataan ada juga pengecualian-pengecualian yang dapat menjadi halangan bagi manusia untuk menjadi agen-agen moral, contohnya adalah anak-anak yang masih berada di bawah umur dan mereka yang mengalami cacat mental. Anak-anak dan mereka yang mengalami cacat mental jelas-jelas adalah manusia. Akan tetapi, mereka tidak dapat disebut sebagai agen moral sebab mereka 116 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
memiliki keterbatasan baik yang tidak permanen maupun yang permanen. Oleh karena itu, apabila mereka melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai moral tidak dapat dikenakan sanksi. Dilain pihak sekelompok berang-berang yang membuat tanggul sehingga tercipta genangan yang menjadi lingkungan hidup yang sangat kondusif untuk berbagai binatang air lainnya dan dapat menjamin kelangsungan hidupnya, tidak dapatkah dikatakan sebagai agen moral terhadap lingkungan? Apabila kita kembali melihat kriteria agen moral, dapat disimpulkan bahwa ada makhluk hidup lain bukan manusia yang memiliki kapasitas sebagai agen moral. Bukan tidak mungkin bahwa makhluk non-human memiliki kapasitas-kapasitas yang telah disebutkan di atas sebagai kriteria untuk menjadi agen moral. Semut dan lebah pekerja yang bekerja dengan giat dan penuh rasa tanggungjawab untuk mengumpulkan makanan dan madu demi kebaikan bersama komunitas mereka tidak dapat diabaikan sebagai agen moral jika diukur dengan menggunakan kepemilikan kapasitas bahwa dapat berbuat baik dan bertanggungjawab. Begitu juga halnya dengan tanaman; pohon pisang yang rela menghasilkan buah bukan demi untuk dirinya sendiri tetapi demi kebaikan entah bagi manusia atau makhluk yang lain pun juga tidak dapat diingkari keberadaanya sebagai agen moral. Dengan kata lain, pohon pisang juga memiliki kapasitas kebaikan yang layak menjadikan dirinya sebagai agen moral. Pendekatan etika life-centered sepertinya adalah salah satu pendekatan etika yang paling cocok untuk pengembangan prinsip modal terhadap lingkungan hidup jaman ini. Pendekatan tersebut kiranya juga memberikan kondisi yang sangat mendukung untuk makhluk non-human yang kerapkali diabaikan oleh manusia. Dengan pendekatan yang sama terbuka juga kemungkinan untuk membangun prinsip-prinsip dasar moral lingkungan hidup. Filsafat Ilmu PKLH | 117
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Dalam pembicaraan kita sebelumnya disebutkan bahwa prinsip-prinsip moral berupa sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri adalah prinsip-prinsip yang rasanya kurang memadai untuk mengatur hubungan manusia dengan makhluk non-human. Oleh karena itu, mungkin ada baiknya jika prinsipprinsip dasar tersebut dikembangkan lebih luas. Artinya, prinsip sikap baik dan rasa tanggungjawab tidak hanya dibatasi dan diberlakukan antar sesama manusia tetapi diperluas hingga mencakup makluk non-human dan seluruh unsur yang terdapat di alam semesta. Begitu juga dengan prinsip hormat terhadap diri sendiri. Kiranya prinsip tersebut dapat diperluas jangkauanya menjadi prinsip yang bukan hanya dimaksudkan untuk menghormati diri sendiri semata tetapi juga untuk sesama, makhluk hidup non-human dan seluruh ansur yang terdapat di dalam alam semesta seperti yang semestinya terjadi untuk prinsip sikap baik dan tanggungjawab. Pilihan untuk memperluas cakupan prinsip-prinsip moral tidak dimaksudkan untuk menambah kerepotan manusia dalam bersikap baik, bertanggug jawab dan berlaku hormat. Dalam penjelasan sebelumnya telah dikatan bahwa makhluk selain manusia pun dalam arti terterntu memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Kalau pun terjadi bahwa makhluk selain manusia terbukti tidak dapat dituntut untuk bertanggung jawab, adalah kewajiban kita sebagai manusia untuk paling tidak memberikan hak semestinya bagi mereka. Perluasan prinsip moral yang sudah kita sebutkan di atas pada akhirnya dapat disebut sebagai kajian bidang moral tersendiri. Bidang yang dimaksud di sini adalah bidang moral lingkungan hidup. Moral lingkungan hidup seringkali dilukiskan sebagai ‘evolusi alamiah dunia moral’. Maksudnya, dunia moral lambat laun semakin memperhatikan jagat rasa dan masalah-masalah ekologis. 118 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Sebelumnya dunia moral hanya memperhatikan hubungan sosial antarpribadi dan kemudian hubungan atara perseorangan dengan seluruh masyarakat. Namun ternyata dalam perjalanan waktu pendekatan moral semacam itu tidak memadai dan perlu diperluas. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang pada mulanya merupakan dua program pendidikan terpisah dan berbeda tujuannya, namun banyak persamaan dalam hal objek kajiannya. Pendidikan Kependudukan meletakkan sasaran utamanya pada perubahan sikap dan perilaku terhadap masalah “reproduksi dan persebaran” penduduk secara rasional dan bertanggung jawab. Sedangkan Pendidikan Lingkungan Hidup meletakkan sasaran utamanya pada upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap masalah “pengelolaan sumber daya alam” secara rasional dan bertanggung jawab. Jika kedua sasaran tersebut di atas dikaji lebih mendalam, nampak bahwa sasaran kedua program pendidikan di atas akan bermuara pada titik yang sama, yaitu “upaya peningkatan kualitas hidup penduduk dalam arti yang luas” (Maftuchah Yusuf dkk, 1989). Kesamaan objek dari kedua program pendidikan tersebut adalah bahwa kedua-duanya mengkaji dinamika kependudukan dan integrasi perilakunya (manusia) terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan fisiknya (Maftuchah Yusuf dkk, 1989). Dengan demikian persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence) dari PKLH sebagai ilmu secara ontologis dapat dikukuhkan dengan adanya objek kajiannya yang sangat essensial dan subtantif, yaitu berupa “dinamika kependudukan dan perilaku manusia terhadap lingkungan hidup”. Untuk lebih memperkuat landasan ontologis dari PKLH, dapat disimak pada definisi PKLH yang dirumuskan dalam Rapat Pengkajian Pedoman Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Filsafat Ilmu PKLH | 119
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Hidup pada tanggal 25 – 27 Januari 1984 (Maftuchah Yusuf dkk, 1989), sebagai berikut : PKLH adalah “suatu program pendidikan untuk membina anak didik memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal-balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia”.
3.3.
PKLH dari Sudut Pandang Epistemologi
Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, dari manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolok ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahanpermasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya. Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa: 1. 2. 3.
Hakikat itu ada dan nyata; Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu; Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami; Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-
120 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia. Apabila manusia melontarkan suatu pertanyaan yang baru, misalnya bagaimana kita bisa memahami dan meyakini bahwa hakikat itu benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada dan semuanya hanyalah bersumber dari khayalan kita belaka? Kalau pun hakikat itu ada, lantas bagaimana kita bisa meyakini bahwa apa yang kita ketahui tentang hakikat itu bersesuaian dengan hakikat eksternal itu sebagaimana adanya? Apakah kita yakin bisa menggapai hakikat dan realitas eksternal itu? Sangat mungkin pikiran kita tidak memiliki kemampuan memadai untuk mencapai hakikat sebagaimana adanya, keraguan ini akan menguat khususnya apabila kita mengamati kesalahan-kesalahan yang terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi yang ada di antara para pemikir di sepanjang sejarah manusia? Persoalanpersoalan terakhir ini berbeda dengan persoalan-persoalan sebelumnya, yakni persoalan-persoalan sebelumnya berpijak pada suatu asumsi bahwa hakikat itu ada, akan tetapi pada persoalanpersoalan terakhir ini, keberadaan hakikat itu justru masih menjadi masalah yang diperdebatkan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini. Seseorang sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan teropong dan melihat berbagai benda dengan bentuk-bentuk dan warna-warna yang berbeda, lantas iameneliti benda-benda tersebut dengan melontarkan berbagai pertanyaan-pertanyaan tentangnya. Dengan perantara teropong itu sendiri, ia berupaya menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda yang dilihatnya. Namun, apabila seseorang bertanya kepadanya: Dari mana Anda yakin bahwa teropong ini memiliki ketepatan dalam menampilkan warna, bentuk, dan ukuran benda-benda tersebut? Mungkin benda-benda yang ditampakkan oleh teropong itu Filsafat Ilmu PKLH | 121
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
memiliki ukuran besar atau kecil?. Keraguan-keraguan ini akan semakin kuat dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan oleh teropong. Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan keabsahan dan kebenaran yang dihasilkan oleh teropong. Dengan ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang keberadaan realitas eksternal, akan tetapi, yang dipersoalkan adalah keabsahan teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang jauh. Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran, persepsipersepsi pikiran, nilai dan keabsahan pikiran, kualitas pencerapan pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran hasil pikiran, dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat dan mencerap objek eksternal, masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan kekinian bagi manusia. Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal, dan terkadang kita membahas tentang ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra. Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi. Dengan demikian, dapat juga dirumuskan bahwa definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia. Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat a priori atau a posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin. Adapun pengetahuan a posteriori adalah 122 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif. (Abbas Hamami M.,1982). Beberapa alat yang digunakan untuk mengetahui terjadinya suatu pengetahuan adalah : 1. Indera (Empirisme) Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda. Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satusatunya pengetahuan yang benar. Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang Filsafat Ilmu PKLH | 123
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. 2. Akal (Rasionalisme) Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan. Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan. Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumbersumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene 124 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Descartes (1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan menipu. 3. Hati atau Intuisi Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, nonanalitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam. Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu. Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak Filsafat Ilmu PKLH | 125
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek. Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan) dan spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalamanpengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman menyatu dengan alam. Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi alMaqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (illuminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry Bergson. Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu. Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim ada yang menyamakan 126 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa memerolehnya. Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio. 4. Wahyu Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah buatan manusia tetapi rumusan dari Tuhan Yang Maha Esa Salah satu filsuf yang berpandangan bahwa filsafat sebagai usaha mengetahui, ialah Jacques Maritain. Ia mengatakan bahwa “ Filsafat bukanlah suatu ‘kebijaksanaan’ mengenai tingkah laku atau kehidupan praktek yang berupa perbuatan yang baik. Filsafat ialah suatu kebijaksanaan dan sifatnya, yang pada hakekatnya berupa usaha mengetahui”. Bagaimanakah caranya? Mengetahui dalam arti yang paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan kepastian dan dapat menyatakan mengapa barang sesuatu itu Filsafat Ilmu PKLH | 127
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
seperti keadaannya dan tidak dapat lain daripada itu, artinya mengetahui berdasarkan sebab-sebabnya. Adapun yang dimaksud usaha untuk mengetahui di sini ialah suatu upaya untuk mengetahui sesuatu dengan sebuah kepastian yang tidak mengandung keraguan di dalamnya. Usaha untuk mengetahui semacam ini, merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan dalam mencari tahu tentang sesuatu. Yang dimaksud usaha untuk mengetahui dengan sebuah kepastian ini ialah suatu metode yang benar, yang dapat diterapkan dalam mencari ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan yang diperoleh dapat dibuktikan sebagai khasanah keilmuan yang valid (mengandung kebenaran yang tidak diragukan). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang benar, selain diperlukan sebuah strategi yang tepat, juga sangat membutuhkan metode yang tepat pula. Dalam hal ini strategi dan metode yang dipakai harus sesuai dengan obyek ilmu pengetahuaan yang dicari baik berdasarkan sifat maupun jenisnya. Apakah berupa ilmu alam ataupun berupa ilmu agama. Berdasarkan uraian di atas maka terlihat pentingnya ‘metode mencari ilmu penegetahuan’ ialah untuk menentukan tata cara yang benar dalam rangka mencari ilmu pengetahuan yang benar-benar valid dan dapat dibuktikan kebenarannya. Metode mencari ilmu pengetahuan, yaitu cara dan/atau usaha yang digunakan dalam mencari ilmu pengetahuan. Metode yang dipakai dalam mencari ilmu pengetahuan hendaknya juga merupakan metode yang efektif agar ilmu pengetahuan yang diperoleh benar-benar ilmu pengetahuan yang tidak lagi diragukan kebenarannya. Sebab diusahakan dengan cara yang benar. Adapun kebenaran yang dimaksud ialah kebenaran yang tegas dan pasti. Sebab kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu. 128 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Landasan epistemologis suatu ilmu mejelaskan proses dan prosedur yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan berupa ilmu serta hal-hal yang harus diperhatikan agar diperoleh pengetahuan yang benar, menjelaskan kebenaran serta kriterianya, dan cara yang membantu mendapatkan pengetahuan. Dalam menjelaskan masalah kebenaran pengetahuan, pengetahuan yang benar menurut kajian dalam epitemologis ialah pengetahuan yang telah memenuhi unsur-unsur epistemologis yang dinyatakan secara sistematis dan logis. Menurut Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani dalam buku Filsafat Umum, mengatakan bahwa ”pengetahuan diperoleh dengan tiga cara, yaitu dari gagasan dalam pikiran atau ide, pengalaman, dan intuisi”. Sedangkan menurut Yuyun S. Suryasumantri (2001) pada dasarnya ada dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar : Pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio; dan Kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham yang disebut dengan empirisme. Pendapat ini sejalan dengan epistemologi dalam pemikiran Barat, yang bermuara dari dua pangkal padangannya, yaitu rasionalisme dan empirisme yang merupakan pilar utama metode keilmuan (scientific method), dan pada gilirannya kajian epstemologis tersebut dapat membuka perspektif baru dalam ilmu pengetahuan yang multi-dimensional. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Selain itu telah dinyatakan pula bahwa di dalam kajian filsafat pendidikan secara garis besarnya epistemologi ilmu pendidikan dibagi atas dua bagian, yaitu : (1) Objek Formal Ilmu Filsafat Ilmu PKLH | 129
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Pendidikan, yang membahas tentang pendidikan, dan dapat diartikan secara maha luas, sempit, dan luas terbatas; (2) Objek Material Ilmu Pendidikan, yang terdiri atas; (a) pendidikan sebagai suatu sistem, dan (b) pendidikan seumur hidup (life long education). Menurut Hammado (2012), bahwa epistemologi sebagai “teori pengetahuan”, berusaha menjawab pertanyaan ”bagaimana cara mendapatkan pengetahuan mengenai suatu obyek”. Selain itu di dalam PKLH : sebagai pegangan pengajar (Maftuchah Yusuf dkk, 1989), menyatakan bahwa PLKH merupakan ilmu yang menggunakan pendekatan multi-disiplin. Oleh karena itu maka pendekatan ilmiah yang dipergunakan di dalam mengembangkan ilmu PKLH dengan sendirinya juga dapat menggunakan berbagai ragam metode ilmiah, berdasarkan kemulti-an dari interaksi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan di dalam kajian (study) PKLH itu sendiri. Dengan kata lain bahwa PKLH merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat terbuka terhadap penerapan berbagai ragam metode ilmiah yang biasa dan bisa diterapkan di dalam berbagai bidang ilmu yang menjadi nara sumber terhadap ilmu PKLH. Kebijakan pelaksanaan pembangunan yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata hanya dapat mensejahterakan sekelompok kecil masyarakat. Ironisnya, kegiatan pembangunan ini justru lebih banyak menurunkan kualitas hidup masyarakat akibat penurunan kualitas lingkungan. Atas pertimbangan inilah, badan internasional PBB dalam laporannya “our common future” mendeklarasikan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang berdimensi moral. Permasalahannya, bagaimana merubah keyakinan, sikap, dan perilaku tiap individu dari “tidak ramah lingkungan” menjadi “ramah lingkungan”? 130 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
PKLH sebagai suatu program pendidikan untuk membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam bentuk pelaksanaan pengenalan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1981 yaitu ditandai dengan dibukanya jurusan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, pada Fakultas Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FPSIKIP) Jakarta. Yang sekaligus merupakan bentuk respon sektor pendidikan terhadap deklarasi PBB, sehingga semua insan pembangunan sebagai lulusan sekolah memiliki etika lingkungan. Implementasi program PKLH di sekolah (SD, SLTP, SMU) secara implisit sudah diperkenalkan melalui kurikulum 1984. Setelah sekitar 15 tahun diperkenalkan di sekolah, hasil yang dicapai belum menggembirakan. Realita sehari-hari menunjukkan hampir semua lulusan sekolah belum menampilkan kinerja “ramah lingkungan”. Secara hipotetik dapat dikatakan, program PKLH jalur sekolah “belum jalan”. Dengan logika ini, perlu dilakukan ‘pembenahan’ pada ‘tubuh’ PKLH jalur sekolah. Setelah itu, perlu dirancang dan dibuat kemasan baru program PKLH, baik dari ‘kemasan konsepsi’ maupun dari ‘kemasan implementasi’. Dari lokakarya UNESCO di Bangkok tentang kependudukan dan lingkungan pada tahun 1970 disepakati batasan pendidikan kependudukan sebagai suatu program kependidikan yang menyediakan kajian tentang situasi kependudukan dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia, dengan maksud untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab terhadap situasi kependudukan yang dihadapi. Sedangkan Otto Soemarwoto (1997) mendefinisikan lingkungan hidup sebagai Filsafat Ilmu PKLH | 131
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan benda tak hidup. Sementara itu, menurut Nothern Illionis University, pendidikan lingkungan hidup adalah proses mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antarhubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya (Muhammad Zainal Abidin, 2010). Dari batasan ini tersirat makna bahwa sasaran PKLH berdimensi tidak hanya pemahaman (kognitif) manfaat perlunya keseimbangan/keselarasan hubungan antara manusia, hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup yang ada di bumi, tetapi juga menyentuh dan malah lebih penting yaitu dengan peningkatan sikap dan nilai positif terhadap permasalahan kependudukan dan lingkungan, sehingga mendorong peserta didik melakukan beberapa aksi dalam bentuk perbuatan langsung.
3.4.
Aksiologi PKLH
Pendidikan Konservasi adalah sebuah program yang dikemas dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih sadar dan lebih perhatian mengenai lingkungan dan permasalahan serta hubungan timbal baliknya. Tingkat pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi untuk bekerja dan memecahkan masalah saat itu dan mencegah timbulnya permasalahan yang baru. Program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup menyangkut skala yang sangat luas, sehingga perlu partisipasi dan kerjasama berbagai pihak, agar hasilnya optimal dan bebas konflik. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian anak terhadap lingkungan melalui kegiatan teori dan praktek dalam bentuk teori, diskusi, permainan, serta observasi lapangan dan menanamkan 132 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
nilai-nilai konservasi alam dan lingkungan sedini mungkin pada siswa dan meningkatkan kepedulian siswa terhadap konservasi alam dan lingkungan sejak dini. Etika Lingkungan Hidup hadir sebagai respon atas etika moral yang selama ini berlaku, yang dirasa lebih mementingkan hubungan antar manusia dan mengabaikan hubungan antara manusia dan mahluk hidup bukan manusia. Mahluk bukan manusia, kendati bukan pelaku moral (moral agents) melainkan dipandang sebagai subyek moral (moral subjects), sehingga pantas menjadi perhatian moral manusia (Isquo); Kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara manusia dengan manusia (Albert Schweitzer). Dalam perkembangan selanjutnya, etika lingkungan hidup menuntut adanya perluasan cara pandang dan perilaku moral manusia, yaitu dengan memasukkan lingkungan atau alam semesta sebagai bagian dari komunitas nilai-nilai moral. 1. Antroposentrisme Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Filsafat Ilmu PKLH | 133
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
2. Ekosentrisme Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrisme), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrisme). 3. Teosentrisme Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, terdapat beberapa prinsip dalam nilainilai etika lingkungan yaitu :
134 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
1. Sikap Hormat terhadap Alam Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. 2. Prinsip Tanggung Jawab Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya. 3. Prinsip Solidaritas Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan. 4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam. 5. Prinsip “No Harm” Yaitu tidak merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu 6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Filsafat Ilmu PKLH | 135
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
7. Prinsip Keadilan Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari. 8. Prinsip Demokrasi Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baikburuknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam. 9. Prinsip Integritas Moral Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam. Nilai moral terhadap lingkungan hidup, akan membuatkan manusia lebih mampu memekakan hati dan perilakunya, serta membina generasi muda bangsa untuk patuh dan mengembangkan etika lingkungan yang benar. Biarlah hati mereka peka akan kelestarian lingkungan, agar kelak Indonesia dapat lestari kembali dengan berjuta kekayaan alamnya yang luar biasa indahnya. Hutan adalah ’sahabat’ manusia, yang harus selalu terjaga kebersamaannya dengan anak bangsa dari generasi ke generasi. Lingkungan merupakan bagian dari integritas kehidupan manusia, sehingga lingkungan harus dipandang sebagai salah satu komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk dihormati, dihargai, dan tidak disakiti, lingkungan memiliki nilai terhadap 136 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
dirinya sendiri. Integritas ini menyebabkan setiap perilaku manusia dapat berpengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Perilaku positif dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan perilaku negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Integritas ini pula yang menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan kehidupan di sekitarnya. Kerusakan alam diakibatkan dari sudut pandang manusia yang anthroposentris, memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitasi hanya untuk memuaskan keinginan manusia, hal ini telah disinggung oleh Allah Swt dalam QS Ar Ruum ayat 41 : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah sosial, sehingga memiliki nilai tambah dalam kehidupan manusia. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat manusia? Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak Filsafat Ilmu PKLH | 137
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingankepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. PKLH, yang merupakan suatu program pendidikan untuk membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dari gambaran misi PKLH di atas, jelas terlihat bahwa nilainilai yang menjadi muatan dan kegunaan dari PKLH sangat konkrit. Nilai konkrit tersebut antara lain : 1. Nilai kognitif ; berupa pengetahuan yang akan dimiliki oleh peserta didik tentang penduduk dan lingkungan hidup, serta pengaruh timbal balik antara keduanya. 2. Nilai afektif ; yaitu tumbuhnya nilai moral berupa kesadaran, sikap, dan responsibilitas peserta didik tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. 3. Nilai psikomotorik ; berupa tumbuhnya keinginan untuk berperilaku nyata dan langsung dalam kehidupan seharihari yang mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainability of development).
138 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
3.5.
PKLH sebagai Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa suatu pengetahuan dapat disebut sebagai “ilmu”, jika dapat diuraikan secara sistematis tentang “keberadaan” pengetahuan tersebut (tinjauan ontologi), kemudian “bagaimana cara” memperolehnya (tinjauan epistemologi), dan selanjutnya dapat ditunjukkan “nilai kegunaannya” bagi manusia dan sekitar seluk beluknya (tinjauan aksiologi). Dari tinjauan terhadap ilmu PKLH dari berbagai aspek filsafat, baik secara ontologi, epistemologi, maupun aksiologi yang telah panjang lebar diuraikan di atas, maka jelas terlihat bahwa secara philosofis PKLH tidak dapat disangkal adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan, yang memiliki cakupan yang cukup luas, serta mempunyai entitas dan identitas tersendiri. PKLH bukan kumpulan ilmu-ilmu, yang hanya menjadi keranjang teori-teori yang berkembang pada bidang ilmu lain. PKLH memiliki objek, metode, dan standar nilai tersendiri. Ilmu PKLH dibutuhkan kehadirannya ketika melihat realitas terhadap kemerosotan kualitas lingkungan kehidupan di bumi yang berlangsung terus sampai hari ini. Bahkan lebih jauh PKLH diharapkan menjadi “mata air” sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan yang mensuplai temuan-temuan ilmiahnya kepada bidang ilmu lain yang terkait dan tergantung dengan pemanfaatan, penggunaan, dan pemakaian sumberdaya alam, baik yang bersifat unrenable maupun yang bersifat renable. Eksploitasi sumberdaya yang dilakukan secara semena-mena tanpa etika lingkungan, akan menimbulkan malapetaka terhadap bumi dan segala isinya. Bahkan khusus untuk Indonesia kemerosotan lingkungan secara drastis dapat disimak melalui isu yang disinyalir World Resources Institute, bahwa Indonesia kehilangan 72% hutan alam yang areal hutannya menurun rata-rata 3,4 juta hektar per tahun. Kawasan hutan di Filsafat Ilmu PKLH | 139
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
Indonesia menurun dratis dari 144 juta hektar (tahun 1950) menjadi hanya sekitar 92,4 juta hektar (1999). Tanah, air, udara telah tercemar baik oleh limbah industri maupun oleh limbah domestik yang berasal dari rumah hunian. Konon, sekitar 5 juta orang terserang muntaber dan sekitar 120 juta orang (60% penduduk) menderita cacingan akibat pencemaran air dan tanah yang bersumber dari tinja yang berasal dari manusia itu sendiri. Lebih jauh uraian pada bab ini menunjukkan bahwa Ilmu Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), secara filosofis sangat memenuhi persyaratan dan kriteria sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan, karena sangat dibutuhkan keberadaannya (ontologi), memiliki metode ilmiah yang sangat kuat di dalam pengembangannya (epistemologi), dan sangat penting manfaat dan kegunaannya dalam memberikan kesadaran tentang perlunya harmonisasi hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya (aksiologi). Landasan Ontologi PKLH, terletak pada kejelasan objek kajian PKLH, meliputi : (a) masalah kependudukan dengan segala parameternya; (b) masalah pencemaran lingkungan; (c) masalah persepsi manusia terhadap kualitas lingkungan yang pada gilirannya dapat berbicara mengenai masalah pemantauan lingkungan, keputusan-keputusan administrasi mengenai standar mutu air, udara dan undang-undang pelestarian lingkungan; (d) masalah implikasi sosial dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan hidup; dan (e) masalah etika lingkungan yang menunjang tumbuh dan berkembangnya sikap serta perilaku positif terhadap lingkungan hidup. Landasan Epsitemologi PKLH, adalah merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat terbuka terhadap penerapan berbagai ragam metode ilmiah yang biasa dan bisa diterapkan di dalam berbagai bidang ilmu yang menjadi nara sumber terhadap ilmu 140 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
PKLH, sehingga metode ilmiah dalam pengembangan ilmu PKLH dapat bersifat multi, inter, dan intra disipliner. Landasan Aksiologi PKLH, terletak pada nilai muatan dan kegunaan PKLH, yang meliputi : (a) Nilai kognitif ; berupa pengetahuan yang akan dimiliki oleh peserta didik tentang penduduk dan lingkungan hidup, serta pengaruh timbal balik antara keduanya; (b) Nilai afektif ; yaitu tumbuhnya nilai moral berupa kesadaran, sikap, dan responsibilitas peserta didik tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia; (c) Nilai psikomotorik ; berupa tumbuhnya keinginan untuk berperilaku nyata dan langsung dalam kehidupan sehari-hari yang mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainability of development). Setelah meyakini bahwa PKLH merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang secara philosofis dan secara keseluruhan memenuhi kaidah ilmiah, maka seyogianya program studi PKLH pada perguruan tinggi tidak hanya jenjang S2 dan S3, tetapi harus dilaksanakan mulai dari jenjang Diploma (S0) untuk melahirkan tenaga-tenaga terampil dalam bidang kependudukan dan lingkungan hidup, serta pendidikan pada jenjang Strata-1 (S1) untuk menelorkan calon-calon pemikir dan konseptor yang handal di bidang rekayasa kependudukan dan lingkungan hidup.
Filsafat Ilmu PKLH | 141
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
BAB – IV DINAMIKA DAN NILAI FALSAFAH PKLH
142 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
4.1.
Dinamika Ilmu PKLH Manusia sebagai makhluk unggul, agung dan mulia secara kodrati menjangkau nilai-nilai alamiah (natural), budaya (kultural, peradaban/civilization) termasuk ipteks dan filsafat; berpucak dengan penghayatan dan pengamalan nilai agama dan Ketuhanan. Potensi dan martabat demikian tersirat dalam firman Allah dalam semua Kitab Suci-Nya; misalnya dalam Al Quran, terutama amanat dan pernyataan Allah Maha Pencipta, sebagai berikut : 1. Janji kesetiaan manusia di hadapan Maha Pencipta: “.....bukankah Aku Tuhan kamu? Jawab manusia: “Ya, kami menjadi saksi, supaya kamu jangan mengatakan pada hari kiamat: sesungguhnya kami lengah terhadap komitmen ini.” (Q.S. 7: 172) 2. ...... bahwa sesungguhnya Allah yang memberikan karunia kepadamu, wahai manusia karena Allah menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu orang yang benar.” (Q.S. 49: 17) 3. Amanat penciptaan manusia sebagai visi-misi kemanusiaan: “Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu.” (Q.S. 51: 56) Dan beberapa ayat lainnya (Q.S. 2: 30, 24: 55). 4. Sesungguhnya manusia akan unggul, agung dan mulia bila mereka setia menunaikan dan menegakkan amanat di atas, sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran: “.....sesungguhnya orang yang termulia diantara manusia di sisi Allah, ialah orang yang lebih takwa....” (Q.S. 49: 13); dan beberapa ayat lainnya (Q.S. 2: 212; 39: 9). 5. Keimanan manusia berpuncak dalam integritas dan pengamalan (Q.S. 9: 24) Sejarah umat manusia untuk menemukan pengetahuan yang benar, bergulir melalui proses dialektika, yang memperlihatkan proposisi dan postulat dengan derajat perbedaan yang sangat Filsafat Ilmu PKLH | 143
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
beragam, dari yang memperlihatkan perbedaan secara inkremental, hingga saling bertolak belakang secara diametral. Tradisi keilmuan berdasarkan konsep bios theoretikos, yang dibangun dengan menghubungkan secara erat antara teori dan praxis (mempertautkan pengetahuan dan kepentingan), dipandang tidak relevan bagi upaya-upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar, karena pencarian pengetahuan yang benar tidak dapat disandarkan pada pengetahuan yang diperoleh melalui ritus-ritus keagamaan dan upacara-upacara mistis ataupun cara-cara yang bersifat metafisik lainnya, melainkan harus dilakukan melalui ilmu pengetahuan. Proses demitologisasi melalui pengembangan konsep ontologi inilah, yang kemudian mengikis habis konsep bios theoretikos, dan memberikan alternatif lain sebagai pondasi dasarnya yaitu rasionalitas dan empirisme, menuju terbentuknya masyarakat positif yang “ilmiah” (Jujun, S. Suriasumantri, 2000). Melalui pengandaian-pengandaian keilmuan yang mengikuti apa yang terdapat dalam ilmu-ilmu alam, kaum positivisme berupaya menuju pada pemurnian ilmu pengetahuan yang dilakukan melalui proses kontemplasi bebas-kepentingan (sikap teoritis murni), dengan cara memisahkan secara tegas antara teori dengan praxis (pengetahuan dengan kepentingan). Para pemikir (rokhaniawan) di era Kebudayaan Yunani kuno, yang berupaya membangun “pengetahuan yang benar” berdasarkan konsep bios theoretikhos (dimana pengetahuan itu diyakini akan diperoleh melalui serangkaian ritus keagamaan), kemudian digantikan oleh konsep ontologi yang lahir sebagai upaya para filosof Yunani (Kelompok pemikir yang kemudian bermetamorfosis menjadi madzhab positivisme), yang lebih mengutamakan kekuatan dan kemampuan rasio dan pengamatan.
144 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan sangat cepat (dinamis). Salah satu faktor yang mendorong perkembangan yang dinamis ini adalah faktor sosial dari komunikasi ilmiah dimana penemuan individual segera dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan lainnya (Jujun, S. Suriasumantri, 2000). Untuk mengungkapkan seberapa cepat dinamika ilmu PKLH, akan lebih jelas bila diuraikan tujuan dari PKLH, sebagai berikut : Adapun tujuan khusus pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (Made Astawa, 2004), mencakup : a. Mengembangkan pengetahuan tentang konsep kependudukan dan lingkungan hidup. b. Mengembangkan kesadaran terhadap adanya masalah kependudukan dan lingkungan hidup. c. Menumbuhkan kesadaran akan perlunya mengatasi masalah kependudukan dan lingkungan hidup. d. Mengembangkan pengetahuan tentang adanya hubungan timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup. e. Mengembangkan sikap positif terhadap pembentukan lingkungan hidup yang serasi yang menjamin kelangsungan hidup manusia. f. Mengembangkan keterampilan untuk membina keluarga dan kelestarian lingkungan hidup. g. Mengembangkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan kualitas penduduk dan kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan tujuan di atas maka suatu program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, Filsafat Ilmu PKLH | 145
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
melainkan juga aspek psikomotoriknya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup. Menurut Made Astawa (2004), bahwa Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) haruslah: a.
Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika); b. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal; c. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang. d. Meneliti (examine) isyu lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain; e. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya; f. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan 146 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan; g. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut; h. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup; i. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejalagejala dan penyebab dari masalah lingkungan; j. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah. k. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience). PKLH harus dititikberatkan pada sisi afektif – psikomotorik sehingga siswa tak hanya memiliki ilmu tetapi juga mampu mengubah perilakunya. Mampu “melebur” dengan lingkungannya. Misalnya, siswa melihat bagaimana proses polusi air dan apa dampaknya bagi kesehatan, lalu tahu cara mencegah dan mengolah polusi itu menjadi air yang tak tercemar. Ketika melihat sampah, Filsafat Ilmu PKLH | 147
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
yang ada di dalam benaknya ialah sumber daya baru yang bahkan mampu menghasilkan uang. Air limbah pun dijadikan potensi pupuk buatan atau didaur ulang menjadi air minum lagi. Pendeknya, PKLH harus mendekatkan guru dan muridnya kepada lingkungan dan menjadi bagian dari solusi, bukan sang penimbul masalah. Dari uraian tersebut di atas, maka semakin jelas tergambar bagaimana dinamika ilmu PKLH, yang menurut penulis akan berkembang dinamis seiring dengan dinamika dari berbagai hal, antara lain : 1. Perkembangan penduduk, baik jumlah maupun sikap, perilaku dan keinginannya. 2. Perubahan lingkungan hidup, baik iklim maupun lingkungan biotik dan abiotik. 3. Permasalahan kependudukan dan lingkungan hidup, baik komplik korelatif maupun self-problem dari masingmasing komponen. 4. Konsep pengendalian kehidupan umat manusia, dan penyelamatan lingkungan hidup (bumi).
4.2.
Nilai Falsafah PKLH Bila aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam perkembanganya melahirkan sebuah polemik tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai. Madzhab positivisme, dibangun dengan (salah satu) asumsi bahwa, pengetahuan haruslah “bebas nilai”. Hal ini diperlukan, agar 148 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
para ilmuwan dapat memperoleh teori murni. Bila ilmu-ilmu sosial mau berlaku sebagai ilmu pengetahuan, maka ia harus menghasilkan hukum-hukum umum, dan prediksi-prediksi ilmiah seperti dalam ilmu-ilmu alam. Untuk mencapai tujuan itu, riset sosial harus menghasilkan deskripsi dan eksplanasi ilmiah yang tidak memihak, serta tidak memberi penilaian apa pun. Oleh karena itu, dalam mendekati objek yang diteliti, ilmuwan sosial harus mampu melepaskan perasaan, harapan, keinginan, anggapan, penilaian moralnya, sehingga ia memperoleh pengetahuan objektif tentang kenyataan sosial atau “fakta sosial” Amril M. (2010). Klaim adanya kebebasan nilai dalam ilmu pengetahuan sebagaimana ditawarkan para pendukung madzhab positivisme tersebut, di tahap akhir perkembangaannya ternyata telah menyebabkan terjadinya krisis, tidak saja krisis dalam pengetahuan, akan tetapi juga krisis dalam masyarakat. Sejalan dengan itu, kritikkritik dari berbagai aliran pemikiran lain pun mulai muncul dan berkembang, baik yang ditujukan untuk memperbaiki kelemahankelemahan yang terdapat dalam pemikiran positivisme, maupun yang bermaksud menggantikannya dengan alternatif lain. Salah satu aliran yang banyak melakukan kritik adalah para pemikir yang tergabung dalam madzhab Frankfurt (Atau dikenal juga dengan istilah Marxisme kritis atau Neo-Marxisme). Meskipun terdapat perbedaan pandangan diantara para pendukung madzhab Frankrut, di dalam mengembangkan teori kritis ini, akan tetapi mereka semua pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu berupaya mengaitkan rasio dan kehendak, riset dan nilai, pengetahuan dan kehidupan, teori dan praxis Amril M. (2010). Perdebatan pertama antara para pendukung madzhab positivisme dengan pemikir dari madzhab lain, berkisar pada usaha untuk memberi bentuk metodologi yang khas bagi ilmu-ilmu Filsafat Ilmu PKLH | 149
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
sosial. Peristiwa ini diberi nama methodenstrit (perbantahan mengenai metode). Tahun 1880-an perbantahan terjadi antara dua ahli ekonomi C. Menger dan Schmoller, lalu antara dua filosof neokantinian Windelband dan Rickert, dan tahun 1909 serta tahun 1914 antara Max Webber dan Sombart. Pada masa kini perdebatan tersebut terus berlanjut, sebagaimana terlihat dari adanya perdebatan antara Karl Popper dengan sekelompok cendikiawan yang termasuk dalam madzhab Frankfurt, yang kemudian dikenal dengan nama possitivismusstreit (perbantahan mengenai positivisme). Pokok perdebatan yang muncul dalam possitivismusstreit, adalah tentang pertautan antara pengetahuan dan kepentingan, dan konteks inilah Jürgen Habermas, tampil sebagai juru bicara terdepan dari madzhab Frankfurt, melalui teori kepentingan kognitif dan teori komunikasi masyarakat (Amril M., 2010). Seluruh program teori kritis madzhab Frankfurt dapat dikembalikan pada sebuah manifesto yang ditulis dalam zeitschrift tahun 1957 oleh Horkheimer. Dalam artikel dengan judul Traditionelle und Kritische Theori (Teori Kritis dan Tradisional), konsep “teori kritis” untuk pertama kalinya muncul, sebagai kritiknya terhadap “teori tradisional” yang dipandang disinterested, dan kemudian jatuh pada saintisme atau positivisme (Ahmad Rifai, 2010) Kecenderungan untuk memaksa-ramalkan nilai moral secara dogmatik ke dalam argumentasi ilmiah akan mendorong ilmu surut ke belakang ke jaman pra-Copernicus dan mengundang kemungkinan berlangsungnya model Inquisisi Galileo dalam jaman modern ini. Namun hal ini jangan ditafsirkan bahwa dalam menelaah das Sein ilmu terlepas sama sekali dari das Sollen. Peristiwa konkrit yang terjadi (das sein), memerlukan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya 150 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
dilakukan (das sollen). Bahkan menurut penulis bahwa upaya menginduksi nilai moral ke dalam argumentasi ilmiah, maka peranan ilmuwan penting untuk menjaga penegakan nilai moral dalam setiap konklusi ilmiah yang dihasilkan (das warden). Menurut Jujun S. Suriasumantri, 2000), bahwa dari 18 asas moral yang terkandung dalam kegiatan keilmuwan, ada 17 asas di antaranya yang bersifat das Sollen. Dari 17 asas moral tersebut maka terdapat tiga asas yang terkait dengan aspek pemilihan objek penelaah ilmiah secara etis. Kaidah moral ini menyebutkan bahwa dalam menetapkan objek telaah, kegiatan keilmuwan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan. Dengan demikian maka ilmu menentang percobaan mengenai genetika sebab bersifat mengubah kodrat manusia, percobaan untuk mengontrol kelakuan manusia (behavioral / social engineering) sebab merendahkan martabat manusia dan menentang percobaan untuk membentuk spesies baru. Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologi saja: Jika hitam katakan hitam, jika ternyata putih katakan putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara ontologi dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Sikap inilah yang mengendalikan kekuasaan ilmu-ilmu yang cukup besar. Sebuah keniscayaan, bahwa seorang ilmuwan harus mempunyai landasan moral yang kuat. Jika ilmuwan tidak dilandasi oleh landasan moral, maka terjadilah kembali peristiwa yang dipertontonkan secara spektakuler yang mengakibatkan terciptanya “momok kemanusiaan” yang dilakukan oleh Frankenstein (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Nilai-nilai yang juga Filsafat Ilmu PKLH | 151
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
harus melekat pada Ilmuwan, sebagaimana juga dicirikan sebagai manusia modern, yakni : (1) Nilai teori : manusia modern dalam kaitannya dengan nilai teori dicirikan oleh cara berpikir rasional, orientasinya pada ilmu dan teknologi, serta terbuka terhadap ide-ide dan pengalaman baru. (2) Nilai sosial : dalam kaitannya dengan nilai sosial, manusia modern dicirikan oleh sikap individualistik, menghargai profesionalisasi, menghargai prestasi, bersikap positif terhadap keluarga kecil, dan menghargai hak-hak asasi perempuan. (3) Nilai ekonomi : dalam kaitannya dengan nilai ekonomi, manusia modern dicirikan oleh tingkat produktivitas yang tinggi, efisien menghargai waktu, terorganisasikan dalam kehidupannya, dan penuh perhitungan; (4) Nilai pengambilan keputusan: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai ini dicirikan oleh sikap demokratis dalam kehidupannya bermasyarakat, dan keputusan yang diambil berdasarkan pada pertimbangan pribadi. (5) Nilai agama: dalam hubungannya dengan nilai agama, manusia modern dicirikan oleh sikapnya yang tidak fatalistik, analitis sebagai lawan dari legalitas, penalaran sebagai lawan dari sikap mistis. Semoga hal ini disadari oleh kita semua, terutama oleh para pendidik kita, bahwa tak cukup hanya mendidik ilmuwan yang berotak besar, tetapi mereka pun harus pula berjiwa besar (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Hal ini Konsisten dengan asas moral dalam pemilihan objek penelaahan ilmiah yang mengkaji fenomena alam jagat raya, maka penggunaan ilmu juga dibarengi dengan asas moral yang relevan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk 152 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
kemaslahatan manusia, yakni sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup, dengan tetap memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian / keseimbangan alam. Sehingga kajian ontologi ilmu dibatasi pada dunia empiris dan rasional yang tidak bersentuhan atau tidak mau atau bahkan tidak boleh mencampuri masalah kehidupan secara ontologis. Hal ini semata-mata sebagai wujud dari sebuah kekhawatiran akan berdampak pada upaya mengganggu keseimbangan kehidupan. Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai lain yang memengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan manfaatnya (Ahmad Rifai, 2010). Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara otomatis tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas nilai alias tak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat Filsafat Ilmu PKLH | 153
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
yang dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat diganti dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu? Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral. Penulis berkesimpulan bahwa ilmu dapat netral hanya pada aspek sains formal dari sudut pandang epistemologi. Sedangkan pada sains empirik, ontology, dan aksiologi sains tidak bisa netral. Objek ilmu, subjek ilmu, dan pengguna ilmu saling berkaitan. Ilmu dibangun oleh interpretasi ilmuwan yang didasari paradigma dan nilai di luar objek ilmu. Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, religius, ekologis, dan lain-lain sebagainya. Dalam pandangan terikat nilai ini kata “nilai” juga memiliki makna yang lebih luas. Pertama, makna nilai bukan hanya dalam konteks baik buruk tetapi juga dalam konteks ada kepentingan atau tidak. Kedua, terikat nilai tidak hanya berlaku bagi ilmuan tetapi juga bagi ilmu itu sendiri, sehingga memasuki wilayah epistemologis. Keduanya saling tekait. Beberapa filosofis menunjukkan bahwa ilmu tidak bebas dari kepentingan. Diantaranya, menurut Gadamer, ilmu hanya bisa bekerja karena ia tertancap dalam tradisi yang telah berlangsung lama sehingga seseorang tidak mungkin netral terhadap seluruh tradisi. Justru tradisi yang memungkinkan manusia membangun pengetahuan atau ilmu. Michel Foucault juga menunjukkan bahwa 154 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
ilmu merupakan kekuasaan. Ilmu melahirkan kekuasaan, dan kekuasaan melahirkan ilmu. Kuasa adalah kekuatan untuk mendefinisikan dan mendisiplinkan, normalisasi dan regulasi pihak lain melalui pertukaran wacana. Ilmu merupakan bangunan kompleks wacana. Jurgen Habermas berpendapat bahwa ilmu bahkan ilmu alam sekalipun tidaklah mungkin bebas nilai karena pengembangan setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Dia membedakan tiga macam ilmu dengan kepentingannya masingmasing. Ilmu PKLH sebagai ilmu yang mengkaji semua aspek yang diakibatkan oleh saling pengaruh antara kependudukan dan lingkungan hidup, dengan jelas sangat terikat pada berbagai kepentingan (nilai), baik dari objek ilmu, subjek ilmu, terutama dari pengguna ilmu PKLH. Pembangunan berkelanjutan berupakan suatu obsesi akademis dari ilmu PKLH, sementara pelaku pembangunan mayoritas mengedepankan aspek kepentingan material (ekonomi) dalam melakukan kegiatannya. Dalam konteks ini sering terjadi conflict of interest, sehingga tidak jarang terjadi tawar menawar kepentingan. Keputusan yang ideal adalah win-win solution, dimana manusia dan lingkungan dimana lokasi pembangunan ditempatkan tetap selaras, dan pelaku pembangunan tetap dapat memenuhi kepentingannya, sekalipun tidak lagi secara optimal, namun tetap rasional. Simpulan dari uraian di atas bahwa PKLH adalah ilmu yang “tidak bebas nilai” melainkan terikat kepentingan, sehingga pelaku pembangunan haruslah menggunakan nuraninya di dalam setiap aksi yang memberikan impact terhadap alam lingkungan dan manusia di sekitar lokasi pembangunan. Mereka tidak boleh egois dan memikirkan keuntungan diri sendiri, tanpa menghitung kerugian yang bakal dialami oleh lingkungan sekitarnya, baik Filsafat Ilmu PKLH | 155
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Sangat tepat ungkapan Jujun S. Suriasumantri sebelumnya, bahwa tak cukup hanya mendidik ilmuwan yang berotak besar, tetapi mereka pun harus pula berjiwa besar.
4.3.
Makna Ruang dan Waktu dalam ilmu PKLH Menurut teori Newton “ruang dan waktu” adalah objektif, mutlak dan bersifat universal. Ruang mempunyai tiga matra, yaitu atas-bawah, depan belakang, kiri kanan. Sedangkan waktu hanya bermatra depan belakang. Di dalam ruang kita dapat pergi ke setiap arah; di dalam waktu kita hanya dapat pergi ke depan. Untuk dapat menjelaskan bahwa ruang dan waktu bersifat mutlak, maka Newton mengemukakan hukum gerakan yang hakiki dari fisika kuno sebagai berikut : ”Suatu benda terus berada dalam keadaan diam atau bergerak, kecuali apabila mendapat pengaruh dari suatu keadaan yang terdapat di luar dirinya. Jika sesuatu benda dalam keadaan bergerak, maka ia akan tetap bergerak, kecuali jika ada sesuatu – sesuatu kekuatan – yang mengubah gerakan tersebut. Gerakan merupakan akibat suatu kekuatan yang mempengaruhi massa”. Jadi di sini gerakan bersifat mutlak yang terjadi di dalam ruang dan waktu; dengan demikian ruang dan waktu juga bersifat mutlak. Ilmu pengetahuan tidak hanya dapat dipahami dalam arti sebuah hukum atau teori ilmiah sebagai hasil statis dari kegiatan utamanya. Ilmu pengetahuan harus dipandang juga sebagai sebuah proses, sebuah kegiatan, dan tentu saja sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh para ilmuwan. Mahasiswa yang akan diorientasikan untuk menjadi sosok ilmuwan yang peka atas permasalahan sosial kemasyarakatan diharapkan mampu larut dalam proses keterciptaan ilmu pengetahuan tersebut (dimensi ruang). Kemampuan untuk larut tersebut harus dimulai dengan 156 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
mengetahui dan memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan melalui kemampuan “membaca” berbagai hasil teori dan kajian ilmu sosial, untuk kemudian mampu melihat relevansi dan aplikasinya dengan fenomena dan problema sosial kontemporer (Purwo & Bambang, 2007). Pada tataran selanjutnya pemahaman itu akan menggerakkan kemampuan untuk berproses dalam keterciptaan ilmu pengetahuan. Artinya dalam dimensi waktu, pada simpul akhir peserta didik tidak menerima begitu saja teori dan hukum ilmiah yang telah ada, melainkan mampu melahirkan teori dan kajiankajian atas fenomena sosial sebagai karya personal mereka (Purwo & Bambang, 2007). A.
Pengertian Ruang dalam Ilmu Pengetahuan
Sebelum munculnya teori Einstein, “ruang” dipahami sebagai pengisi di antara benda-benda fisik, sebagai wadah dari bendabenda atau sesuatu yang mempunyai tiga matra dan tidak ada tempat jika tidak ada ruang. Ruang itu bersifat objektif dan merupakan sejenis wadah yang di dalamnya terdapat kejadiankejadian serta berbagai jenis objek. Bahkan ruang tetap ada walaupun di dalamnya tidak ada kejadian atau tidak terdapat objek apapun. Dengan kata lain bahwa ruang bersifat netral terhadap apa saja yang menempatinya atau yang terjadi di dalamnya. Ruang dapat dikatakan sebagai rangka yang dapat diisi kejadian-kejadian atau objek-objek. Ruang bersifat objektif dalam arti ruang tempat kita hidup sama bagi setiap orang dan mempunyai susunan ruang tersendiri. Ruang objektif harus dibedakan dengan ruang hasil cerapan yaitu ruang yang dapat dicerap dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan cerapan yang berbeda-beda (Sudaryanto, 2003). Filsafat Ilmu PKLH | 157
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
Seorang filsuf Sovyet bernama Kattsoff, menyatakan bahwa kita harus membedakan antara ruang hasil cerapan itu dengan ruang matematik. Ruang matematik bersangkutan dengan titiktitik, garis-garis serta definisi-definisi ruang yang tidak mengacu pada alam objektif. Seorang ahli matematika menyelidiki satuansatuan yang adanya hanya dalam pikiran. Ruang matematik merupakan ciptaan ahli matematika, ruang objektif sebagai ruang di suatu tempat tertentu, sedangkan hasil cerapan merupakan ruang yang kita cerap. Matematika dapat menciptakan ruang yang berhingga dan tidak berhingga, sedangkan ruang hasil cerapan bersifat berhingga karena dibatasi daya jangkau cerapan kita. Newton memandang ruang sebagai tidak berhingga sehingga tidak dikenal adanya awal dan batas akhir dari ruang. Newton memandang ruang dan waktu sebagai dua data yang mutlak, semacam wadah untuk massa bergerak. Bagi Newton, ruang dan waktu terdapat di luar manusia, hampir diperlakukan sebagai benda-benda, dan dipandang secara realistis (Sudaryanto, 2003). Pandangan Newton seperti di atas ditolak oleh Muhammad Iqbal dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Osman Raliby dalam judul “Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”. Iqbal menyatakan bahwa pandangan ini telah mengakibatkan dualisme antara akal dan benda. Iqbal menolak ruang yang bersifat matematis yang memungkinkan adanya suatu kebendaan yang murni, suatu benda abadi yang terletak dalam suatu ruang mutlak. Ia mempertanyakan tentang kemungkinan keutuhan ruang yang demikian jika benda-benda tidak berada di sana. Iqbal mengatakan bahwa ruang mutlak yang digambarkan Newton telah mendapat sanggahan dari Einstein yang menyatakan bahwa ruang adalah nyata (real), tetapi relatif bagi si penatap. Objek yang ditatap bersifat relatif, berubah-ubah luas, bentuk dan ukurannya mengikuti perubahan posisi dan kecepatan penatap, termasuk 158 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
gerak dan diam bersifat relatif bagi si penatap. Teori ini menurut Iqbal telah membuat ruang itu tergantung pada benda. Alam itu bukan semacam pulau dalam suatu ruang yang tidak terhingga. Alam itu berkesudahan tetapi tanpa batas ruang kosong. Jika benda-benda tidak ada maka alam akan mengkerut menjadi suatu titik. Iqbal juga menyatakan bahwa teori Einstein sekedar membicarakan struktur benda-benda dan tidak menerangkan apa pun tentang sifat terakhir dari benda-benda yang spritual. Iqbal menyetujui pandangan ruang dari Einstein, ruang sebagai suatu bentuk yang dinamis (Sudaryanto, 2003). Dengan uraian di atas jelas tergambar bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang setiap saat akan membutuh ruang, sehingga “tidak bebas ruang”. B.
Pengertian Waktu dalam Ilmu Pengetahuan
Terdapat berbagai bentuk waktu yaitu waktu objektif, waktu matematik, waktu mutlak, dan waktu relatif. Waktu objektif dalam arti berada di luar diri manusia sebagai realitas tersendiri Waktu matematik adalah waktu yang dipandang sebagai matra atau ukuran dari gerak atau waktu yang terukur. Waktu mutlak adalah waktu yang keberadaannya ditentukan atau terpengaruh oleh keberadaan yang lain. Konsep waktu matematik telah dimulai oleh Zeno (± 480 SM) yang berpendapat bahwa ruang dan waktu itu tidak habis-habisnya bila dibagi. Waktu tidak habis dibagi dalam detik-detik. Gerakan merupakan gejala yang bersifat semu. Ia menyimpulkan bahwa gerak itu tidak ada sebab yang ada adalah yang satu dan tidak berubah. Iqbal yang menjelaskan ruang dan waktu dari Zeno ini dibantah oleh Al-Ashari yang mengemukakan adanya ruang, waktu dan gerak otomatik. Seperti halnya benda yang terdiri dari atomatom yang tidak dapat dibagi-bagi, maka ruang, waktu, dan gerakan Filsafat Ilmu PKLH | 159
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
juga terdapat bersifat otomatik. Dengan adanya atom yang tidak dapat dibagi-bagi lagi maka gerak menjadi mungkin (Sudaryanto, 2003). Kesulitan pandangan ruang dan waktu dari konsep Al-Ashari adalah, walaupun gerak dapat terjadi dari satu titik ke titik lain atau dari waktu detik ke detik yang lain, akan tetapi harus terjadi loncatan atau harus melewati antara atau celah yang terdapat di antara dua titik. Problem ini diselesaikan dengan teori George Cantor yang menemukan kenyataan bahwa ruang dan waktu itu bersifat kontinyu (Sudaryanto, 2003). Newton berpandangan bahwa seperti halnya ruang, maka waktu itu bersifat objektif, sejenis dan tidak berhingga, bermatra satu dan berarah satu. Newton berpendirian bahwa waktu itu bersifat mutlak objektif dan matematis. Sedangkan waktu yang menjadi semacam ukuran yang dapat diindera adalah waktu yang semu atau relatif. Gerakan bagi Newton juga bersifat mutlak karena benda itu terus dalam keadaan diam atau bergerak jika tidak ada kekuatan yang mempengaruhi massa (ensiklopedia bebas, 2012). Iqbal tidak sependapat dengan Newton dalam gerak waktu yang dipandangnya mengalir. Iqbal menyatakan bahwa kita tidak dapat mengerti bagaimana suatu benda itu disentuh oleh arus ini, dan juga kita tidak dapat membentuk pengertian awal-akhir sebagai batas waktu dengan pemahaman waktu berdasar analogis arus. Apalagi jika gerak dianggap sebagai watak terakhir dari waktu, maka harus ada waktu yang dipakai untuk mengukur waktu yang pertama dan yang lain, untuk mengukur waktu yang kedua dan seterusnya hingga tidak ada habisnya (Sudaryanto, 2003). Teori relativitas Einstein telah mengubah pandangan bahwa alam atau ruang ditentukan oleh benda-benda atau keberadaan alam tergantung pada benda. Iqbal menolak pandangan ini, karena 160 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
dua ulasan . Pertama, menurut keyakinan agama dan akal, Tuhan adalah batas awal-akhir. Kedua, pandangan bahwa alam yang ditentukan oleh benda-benda menjadi mekanis dan mekanisme itu membuat waktu tidak nyata. Teori relativitas yang menganggap substansi sebagai peristiwa-peristiwa yang saling berjalan (kontinyu) menyebabkan waktu menjadi semacam dimensi keempat. Iqbal menolak waktu sebagai dimensi keempat yang lebih jelas dikemukakan oleh Ouspensky. Ouspensky menggambarkan bahwa waktu sebagai ruang yang samar–samar dan ditetapkan Waktu sebagai gerakan yang berdimensi tiga tidak terkandung di dalam dirinya sendiri, sehingga dapat dianggap sebagai dimensi keempat. Waktu sebagai dimensi keempat seperti yang ditangkap oleh Iqbal dari Einstein maupun Ouspensky telah membuat waktu tidak nyata atau bukan waktu lagi. Suatu teori yang membuat waktu sebagai dimensi keempat telah membuat masa depan sebagai sesuatu yang telah ditetapkan. Penetapan masa depan telah membuat ia merupakan produksi atau sekedar pelaksanaan rencana yang sudah jadi. Menurut Iqbal pandangan waktu yang demikian telah membuat waktu sebagai gerak waktu yang bebas menjadi tidak bermakna (Sudaryanto, 2003). Hal yang demikian juga menjadikan pemahaman gerak alam yang bersifat mekanis. Mekanisme akan mengakibatkan determinasi. Menurut Kattsoff bahwa jika alam semesta dipandang semata-mata sebagai proses mekanis dari partikel-partikel material, maka segala sesuatu ditentukan pada masa lampau dan segala sesuatu menentukan masa depan dalam kemestian. Dengan demikian maka teori mekanisme dan determinasi Newton sekaligus ditolak. Iqbal lebih condong pada pandangan Bergson yang menyatakan bahwa karena waktu berada di luar kita maka tanggapan kita bersifat superfisial dan eksternal, sehingga Filsafat Ilmu PKLH | 161
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
memungkinkan orang skeptis terhadap eksistensinya. Waktu dapat dihayati dengan pengalaman kesadaran yang berada dalam diri kita yang selalu berubah dari keadaan yang lain yakni penginderaan, perasaan, kehendak, cita-cita yang berubah-ubah tanpa henti dan dinamis. Perubahan tidak dapat dipikirkan tanpa adanya waktu, sehingga setiap pengembangan ilmu pengetahuan “tidak bebas waktu” (Sudaryanto, 2003). C.
Ruang dan Waktu dalam Ilmu Pengetahuan
Ruang dan waktu mempengaruhi cara benda bergerak dan forsanya, sebaliknya ruang-waktu juga dipengaruhi oleh cara benda itu bergerak dan forsanya bekerja. Dengan demikian, ruang – waktu tidak hanya dipengaruhi juga mempengaruhi semua kejadian dalam alam semesta ini, artinya ruang-waktu sangat dinamis atau berubah. Perubahan itu disebut memuai atau mengembang. Berawal dari suatu waktu yang tak terhingga dimasa lalu dan akan berakhir pada suatu waktu yang tak terhingga di masa depan (Nuryandi, 2012). Menurut teori Einstein, waktu dan ruang dapat mengalami perubahan dalam kecepatan cahaya. Jadi, seandainya suatu benda terbang dengan kecepatan 300.000 km/detik, maka ruang bisa di perpendek, dan waktu bisa diperlambat. Sedangkan menurut Alexander, jika kita berusaha memahami ruang dan waktu dalam keadaan apa adanya, maka yang terjadi ialah bahwa kita berusaha memahami benda-benda serta kejadian-kejadian dalam keadaannya yang paling sederhana serta paling mendasar dalam ruang (extension) serta bertahan dalam waktu (enduring), dengan segenap sifat-sifat yang dipunyai oleh kedua macam ciri tersebut. Baik ruang maupun waktu tidak berada sendiri-sendiri secara terpisah, dan kedua-duanya tampil di depan kita secara empiris. Jika tidak ada waktu, maka tidak mungkin ada bagian dari ruang, bahkan yang ada hanyalah kehampaan belaka; dan demikian pula 162 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
halnya dengan ruang, dalam hubungannya dengan waktu (Nuryandi, 2012). Selanjutnya, sehubungan dengan itu tidak mungkin ada titik-titik yang menyusun ruang, tanpa sekelumit waktu yang dapat menimbulkan gagasan kejadian-kejadian murni (pure events), sehingga dapatlah dikatakan bahwa ruang – waktu merupakan keadaan yang nyata yang paling dalam dan merupakan tempat persemaian bagi apa saja yang ada di alam ini. Ruang dan waktu merupakan sesuatu yang menjadi sumber bagi adanya segala sesuatu, sedangkan kejadian-kejadian yang murni merupakan penyusun terdalam dari apa saja yang bereksistensi. Apabila kejadian-kejadian murni tersebut membentuk suatu pola tertentu, maka munculah kualitas-kualitas fisik tertentu, misalnya sebuah elektron dengan ciri-cirinya. Jadi materi merupakan sesuatu yang pertama-tama muncul dari ruang – waktu (Nuryandi, 2012). Sebagai contoh kita perhatikan partikel sub-atom, seperti sebuah elektron. Bagaimana kita menggambarkan partikel tersebut ? Tidak seorangpun dapat melihat suatu partikel sub-atom; partikel ini mungkin berupa sejenis perubahan dalam ruang pada suatu waktu tertentu; artinya suatu kejadian yang murni yang hanya dapat disimak melalui kejadian-kejadian tertentu yang dicatat oleh “pointer-reading”, misalnya oleh instrumen mikroskop elektron. Hasil-hasil penggabungan kejadian-kejadian murni menimbulkan materi yang lebih rumit dan mempunyai sifat-sifat tertentu pula. Dengan uraian di atas, terlihat bahwa setiap ilmu pengetahuan yang terkait dengan materi dengan sendirinya tidak dapat terlepas dari ruang dan waktu, atau dengan kata lain “tidak bebas ruang-waktu”. Demikian halnya dengan PKLH sebagai suatu bidang ilmu yang mengkaji secara lebih luas tentang manusia dan lingkungan Filsafat Ilmu PKLH | 163
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
hidup, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik, adalah merupakan bidang ilmu yang tidak dapat lepas dari aspek materi. Oleh karena itu PKLH sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan “tidak bebas ruang dan waktu”. D.
Manfaat Konstitusional PKLH
Guna memenuhi tuntutan hak asasi setiap warga negara akan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, Bab XIII UUD 1945 tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 ayat (5) menentukan bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Sehubungan dengan amanat tersebut, Jimly Assiddiqie (2010) berpendapat bahwa untuk memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi itu adalah merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia (citizen’s constitutional right). Selanjutnya untuk melaksanakan amanat UUD 1945, maka bangsa Indonesia telah membentuk satu undang-undang yang mengatur secara tersendiri tersendiri kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek. Tujuan undang-undang ini adalah untuk memperkuat daya dukung iptek untuk mempercepat pencapaian tujuan negara serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional. UU No.18/2002 tersebut diperlukan untuk membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan iptek dalam satu keseluruhan yang meliputi unsur kelembagaan, unsur sumberdaya, dan unsur jaringan iptek. Dengan adanya undang-undang ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan iptek nasional kita telah mendapatkan landasan yang 164 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
kokoh untuk dikembangkan secara sungguh-sungguh. Sayangnya menurut Jimly (2010), bahwa undang-undang yang sudah berlaku 8 tahun sampai sekarang belum sungguh-sungguh dijadikan landasan yang efektif dalam praktik. Untuk memperkuat sistem inovasi iptek dan mengembangkan kebijakan iptek yang benar-benar efektif, menurut Jimly (2010), diperlukan tiga faktor pendukung yakni : 1) Sistem kelembagaan yang tepat dan fungsional, 2) Instrumen perundang-undangan terkait yang saling mendukung fungsi-fungsi dan kebijakan iptek, dan 3) Kultur dan kesadaran masyarakat luas dan para pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai pentingnya penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kenyataan. Sehubungan hal tersebut di atas, maka dengan terbangunnya keyakinan bahwa PKLH adalah suatu bidang ilmu pengetahuan tersendiri, yang tidak bebas nilai, ruang dan waktu, kemudian mendapatkan legalitas yang kuat dari penentu kebijakan negara, maka dengan sendirinya akan terlahir suatu “constituent power” atau kekuatan/kewenangan konstitusional pada program PKLH. Dengan adanya kekuatan konstitusional semacam itu, maka selanjutnya perkembangan, implementasi, dan manfaat dari PKLH akan terbangun secara konstitusional dalam kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan bahkan kehidupan dunia, dalam arti yang seluas-luasnya. Dengan demikian maka manfaat PKLH yang mempunyai misi untuk menyelaraskan perkembangan penduduk dengan penyelamatan lingkungan hidup akan dapat terwujud. Dari kajian terhadap dinamika serta makna nilai falsafah dari ilmu PKLH, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan ilmiah, antara lain : Filsafat Ilmu PKLH | 165
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
1. PKLH, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memenuhi kaidah secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis, dan sama sekali bukan merupakan rangkuman dari ilmu pengetahuan lainnya. 2. PKLH, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berkembang sangat dinamis, seiring dengan dinamika perkembangan objek kajiannya yaitu kependudukan dan lingkungan hidup. 3. PKLH, merupakan ilmu pengetahuan yang “tidak bebas nilai (value bound)” karena selalu terikat kepentingan, sehingga pelaku pembangunan yang harus menggunakan nuraninya di dalam setiap aksi yang memberikan impact terhadap alam lingkungan dan manusia di sekitar lokasi pembangunan. Sangat tepat ungkapan Jujun S. Suriasumantri yang terungkap sebelumnya, bahwa tak cukup hanya mendidik ilmuwan yang berotak besar, tetapi mereka pun harus pula berjiwa besar. 4. PKLH, merupakan ilmu pengetahuan yang “tidak bebas ruang dan waktu”, karena objek kajiannya tidak dapat lepas dari aspek materi. 5. Manfaat konstitusional dari PKLH akan terbangun seiring dengan pengakuan secara legal dari penentu kebijakan, yang kemudian manfaat PKLH yang mempunyai misi untuk menyelaraskan perkembangan penduduk dengan penyelamatan lingkungan hidup akan dapat terwujud. Setelah meyakini bahwa PKLH merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang secara keseluruhan memenuhi kaidah ilmiah dan nilai filosofis, maka seyogianya program studi PKLH pada perguruan tinggi tidak hanya jenjang S2 dan S3, tetapi harus dilaksanakan mulai dari jenjang Diploma untuk melahirkan tenagatenaga terampil dalam bidang kependudukan dan lingkungan hidup, serta jenjang strata-1 untuk menelorkan calon-calon pemikir
166 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH
dan konseptor yang handal di bidang rekayasa kependudukan dan lingkungan hidup. Jika jenjang program studi PKLH hanya S2 dan S3, akan memberi kesan adanya keraguan tentang eksistensi PKLH sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan, bahkan assumsi banyak kalangan yang menganggap PKLH hanya menjadi koridor (holding) atau saluran (canal) dari beberapa disiplin ilmu yang terkait. Padahal PKLH yang teruji secara philosofis telah memenuhi kaidah sebagai suatu bidang ilmu tersendiri, maka para pakarnya harus memiliki nyali untuk membuat grand design semua piranti ilmiah, untuk mengukuhkan PKLH sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang perlu dilaksanakan mulai dari jenjang Diploma (S0), Sarjana (S1), Pascasarjana (S2), dan Doktoral (S3).
Filsafat Ilmu PKLH | 167
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
BAB – 5 KONSEP DASAR PKLH
168 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
5.1.
Karakter Ilmu PKLH
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang merupakan cabang ilmu yang mengkaji aspek kependudukan dan lingkungan hidup, terkait dengan sebagian besar cabang ilmu pengetahuan, baik dengan pada kelompok ilmu-ilmu alam, kelompok ilmu-ilmu humaniora, dan hampir dengan semua kelompok bidang ilmu yang ada. Karena demikian luasnya ketercakupan dan keterkaitan ilmu PKLH dengan berbagai bidang ilmu lain, baik secara komplementer maupun secara suplementer, maka PKLH memiliki karakteristik yang bersifat spesifik. Hal yang merupakan karakter khusus dari ilmu PKLH adalah model pengembangannya yang bersifat interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner. A. PKLH Inter-disipliner Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif antar satu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program pengajaran dan penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis. Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu. Dalam pemecahan masalahannya di bidang ekonomi dengan interdisipliner hanya dengan satu ilmu saja yang serumpun. Secara akademik, interdisipliner mencakup empat bidang, yakni : pengetahuan, riset, pendidikan dan teori. Pengetahuan interdisipliner melibatkan kesamaan komponen dari dua atau lebih disiplin. Riset interdisipliner menggabungkan komponen dari dua atau lebih disiplin dalam rangka mencari pengetahuan, praktek dan Filsafat Ilmu PKLH | 169
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
ekspresi artistik yang baru. Pendidikan interdisipliner menggabungkan komponen dua atau lebih disiplin dalam satu program instruksi. Teori interdisipliner mengambil pengetahuan, riset dan pendidikan interdisipliner sebagai objek kajian utamanya. Tidak jarang kita menemukan penolakan terhadap pengetahuan yang bersifat interdisipliner atau riset yang merefleksikan kesalahpahaman dalam pentingnya kontribusi pengetahuan tersebut terhadap (1) perkembangan pengetahuan dan keilmuan, (2) keuntungan sosial bagi masyarakat, dan (3) keuntungan individu. Menurut Russel et.all., bahwa Interdisiplineritas yaitu ketika masalah yang bertumpang tindih antar disiplin ilmu dikaji oleh ilmuwan dari dua atau lebih disiplin ilmu. Contohnya permasalahan kependudukan dalam lingkup yang lebih kecil yaitu “kemiskinan rumah tangga”. Dari sudut pandang ilmu Ekonomi Mikro masalah kemiskinan dapat terpecahkan dengan jalan salah satunya adalah mencari pekerjaan yang menjanjikan, bekerja keras, tidak putus asa, tidak boros dalam arti kata tidak besar pasak dari pada tiang (besar pengeluaran dari pada pendapatan). Namun dari sudut ilmu Ekonomi Makro memandang bahwa dengan kebijakan pemerintah menaikan BBM (bahan bakar minyak) dengan tujuan tertentu, tetapi bagi masyarakat miskin kebijakan tersebut semakin menjepit dan menyulitkan kehidupannya akibat semua harga kebutuhannya membubung tinggi, yang semakin tidak terjangkau dengan kemampuannya, sehingga kemiskinan pun semakin merajalela. Jadi pemecahan masalahnya adalah pemerintah harus bisa melihat ke bawah (masyarakat kecil), dan menyejahterakan masyarakat.
170 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
B.
PKLH Multi-disipliner
Sebagaimana uraian di atas, bahwa salah satu jalur pengembangan ilmu PKLH adalah melalui pendekatan multidisipliner. Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Multidisipliner (multidisciplinay), adalah penggabungan beberapa disiplin ilmu untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu. Pendekatan Multidisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan. Jadi dalam pemecahan masalah kesejahteraan dengan menggunakan berbagai sudut pandang ilmuilmu yang relevan. Menurut Russel et.all., bahwa multidisiplineritas yaitu ketika spesialis berbagai disiplin ilmu bekerja sama dengan mempertahankan perspektif dan pendekatan disiplin ilmu mereka. Contohnya masalah kependudukan berupa kemiskinan rakyat Indonesia; Jika pemecahan masalah kemiskinan hanya dilihat dari sudut ilmu ekonomi, dimana Ilmu ekonomi memandang dirinya sebagai suatu studi tentang bagaimana langkahnya agar sumbersumber daya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi keinginankeinginan manusia yang tidak terbatas, maka kemiskinan tidak akan pernah terpecahkan karena yang dapat memanfaatkan sumbersumber ekonomi adalah kelompok yang bermodal, sehingga yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Buktinya selama rezim Orde Baru pertumbuhan ekonomi dipacu hingga Indonesia menjadi “Macan Asia”, tetapi jumlah penduduk miskin semakin banyak. Memecahkan kemiskinan perlu pendekatan multidisiplin dari berbagai bidang ilmu, seperti : ilmu Ekologi yang mampu mengubah nafsu untuk pemenuhan “keinginan” manusia menjadi pemenuhan “kebutuhan” manusia; ilmu Agama yang mampu Filsafat Ilmu PKLH | 171
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
mengubah mental “frontier” menjadi “akhlak berbagi” dengan sesama; ilmu Kenegaraan yang mampu mengubah pandangan “kapitalis-liberal” menjadi “jiwa dan semangat nasionalis”; ilmu Psikologi yang mampu mengubah perilaku-perilaku masyarakat marginal ketika mendapatkan sedikit uang dari jerih payah bertani atau melaut, mereka terus bermalas-malasan atau memboroskan hasil jerih payahnya untuk kenikmatan sesaat, sehingga mereka tidak dapat keluar dari cengkeraman kemiskinan karena tidak sadar menabung; dan banyak bidang ilmu lainnya yang dapat secara bersama-sama memecahkan masalah kemiskinan tersebut. Russel mengatakan pendekatan lintas disiplin semakin mendesak akibat tekanan permasalahan lingkungan hidup (environmental imperative). Sejak tahun 1960an, masyarakat industri modern telah menyaksikan perubahan dramatis dari kepedulian sosial atas isu lingkungan. Berkembangnya gerakan sosial lingkungan hidup turut menekan pemerintah untuk mengakui dan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh industri dan praktek sosial (gaya hidup) modern. Imperatif lingkungan hidup ini terlihat pada program ‘Manusia dan Biosfer’ dari UNESCO pada 1970an, Laporan Brundtland di 1980-an dan Rio Earth Summit pada tahun 1990an. Lalu, beberapa negara segera merespon dengan membangun kementerian lingkungan hidup, meratifikasi perjanjian dan traktat tentang isu-isu lingkungan hidup serta berpartisipasi pada pembangunan organisasi lingkungan hidup internasional. Salah satu indikasi meningkatnya kepedulian pada isu kependudukan dan lingkungan hidup adalah bagaimana kemajuan pembangunan ekonomi yang ditekankan pada isu keberlanjutan. Meskipun kepedulian meningkat, permasalahan lingkungan hidup semakin besar. Permasalahan ini terdokumentasikan di berbagai organisasi internasional seperti United Nations 172 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
Environmental Programme (UNEP), UNFCC (Climate Change) atau UNDP. Permasalahan yang dihadapi dunia termasuk tapi tidak terbatas deforestasi, polusi air, tanah, udara, degradasi lahan subur, penggurunan, degradasi keanekaragaman hayati dll. Ketika persoalan tersebut dibenturkan dengan ancaman perubahan iklim, situasi menjadi semakin pelik. Semakin memanasnya dunia dan perubahan iklim akan menggoncang ekosistem di segala penjuru dan lapisan kehidupan di bumi ini. C.
PKLH Trans-disipliner
Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Transdisipliner (transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori atau aksioma baru dengan membangun kaitan dan keterhubungan antar berbagai disiplin. Menurut Russel et. al., bahwa transdisplineritas lebih maju dalam meleburkan batas-batas disiplin ilmu dibanding dua pendekatan sebelumnya. Karakteristik potensial dari transdisiplineritas termasuk, fokus pada permasalahan (riset berasal dan dikontekstualisasikan dengan masalah di dunia nyata), berkembangnya metodologi dan kolaborasi antar aktor yang luas. Sebagai contoh dalam transdisiplin adalah berkembangnya disiplin ilmu baru Human Ecology yang melebur teori, komponen, dan pengetahuan dari disiplin ilmu lain seperti Ekonomi, Politik, Teknik Lingkungan, dan lain sebagainya/ Proses penemuan seringkali mencakup tindakan menggabungkan ide yang sebelumnya tampak tidak berkaitan. Pemikiran yang kreatif kerap menghasilkan ide yang tidak lazim tapi membuahkan permutasi yang produktif. Aspek yang digabungkan bisa berasal dari satu disiplin, atau berasal dari permutasi ide dari dua atau lebih disiplin. Filsafat Ilmu PKLH | 173
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
Menurut Prof. Mubyarto, bahwa pendekatan transdisipliner harus mampu menghilangkan ethnocentrisme atau fanatisme teori, memiliki rasa skeptis (rendah hati) terhadap ilmunya sendiri dengan mencari bantuan disiplin ilmu lain yang dianggap lebih mampu melengkapi dan menyempurnakan ekspedisi (kajian) ilmiahnya dalam memecahkan persoalan public yang dihadapinya. Contohnya dalam mengembangkan konsep ekonomi nasional, Mubyarto tidak sungkan mengadopsi faktor-faktor yang positif dari konsep ekonomi kapitalisme dan ekonomi sosialisme, yang kemudian disinkronisasi dengan nilai-nilai budaya dan ideologi bangsa Inonesia, dan kemudian melahirkan konsep Ekonomi Kerakyatan yang diberi nama Ekonomi Pancasila. Konsep inilah yang kemudian melahirkan suatu konsep pembangunan pada zaman Orde Baru yang disebut Trilogi Pembangunan (pertumbuhan, perkembangan dan pemerataan), namun gagal mencapai tujuannya karena relatif hanya menjadi slogan kosong yang diimplementasikan setengah hati. Seirama dengan kesadaran politik, banya riset akademik untuk mengkaji permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan turut meningkat. Walaupun sebelumnya kajian telah dilakukan oleh disiplin ilmu seperti biologi, geologi, hidrologi, geografi, arkeologi dll. Namun kesadaran ilmuwan untuk mengkombinasikan dan menghubungkan berbagai bidang pengetahuan tersebut datang belakangan, terutama untuk mencapai aspek keberlanjutan pembangunan (sustainable development). Faktor ini telah menjadi pendorong yang mengubah pola pikir untuk melaksanakan riset lintas disiplin ilmu. Konsep dan upaya mencapai pembangunan berkelanjutan juga telah menarik perhatian akan pentingnya mengkombinasikan pengetahuan dari 174 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
ilmu sosial dan alam. Keterhubungan permasalahan lingkungan hidup juga mengakibatkan perlunya kerjasama inter dan intra institusi dari level lokal hingga global. Hasrat untuk memahami tentang lingkungan hidup dan kependudukan secara menyeluruh, dan membangun solusi untuk mengatasi masalah lingkungan dan kependudukan, telah mengakibatkan proaktifnya berbagai pusat kajian dan mata pelajaran yang fokus pada masalah lingkungan hidup dan kependudukan. Ini adalah bentuk mengkristalnya transdisiplinaritas akibat tekanan imperatif baik di bidang lingkungan hidup maupun di bidang kependudukan. Perspektif yang memfokuskan pada imperatif lingkungan hidup dan kependudukan, mengakui permasalahan yang muncul dan hadir dalam konteks sosial dan alam yang terkait secara kompleks, penuh ketidakpastian dan tidak adanya batasan disiplin ilmu yang jelas. Lebih jauh lagi, mencari solusi untuk persoalan lingkungan hidup dan kependudukan tidak hanya membutuhkan pemahaman atas lingkungan hidup dan ancamannya, serta pengetahuan tentang kependudukan dan permasalahnnya; tetapi juga harus mempengaruhi sikap, tindakan, perilaku, dan partisipasi berbagai aktor di dalam masyarakat. Cara berpikir seperti ini, melihat solusi memerlukan produksi pengetahuan yang berdasarkan pendekatan sistemik dan menyeluruh ketimbang partial; tidak terkungkung oleh batasan pengetahuan yang ketat; bisa menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian; dan mampu mengintegrasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan di antara semua aktor dan antar bidang disiplin ilmu. Pendek kata, pendekatan lintas disiplin ilmu penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di masyarakat. Serta mengatasi tekanan imperatif lingkungan hidup dan kependudukan, yang telah menjadi salah satu faktor Filsafat Ilmu PKLH | 175
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
pendorong praktek transdisiplinaritas, dan kajian lintas disiplin ilmu lainnya. Karena itu di kala ada upaya memperdalam spesialisasi di dalam disiplin ilmu tertentu, ada baiknya para ilmuwan juga memberikan perhatian terhadap kajian lintas disiplin ilmu. Pendekatan lintas disiplin ilmu ini (inter-disipliner, multidisipliner, dan trans-disipliner), juga memiliki kelemahan, antara lain : 1. Pertama, untuk mendapatkan jarak pandang yang luas, seorang bisa jadi mengorbankan waktu untuk menjadi ahli di satu bidang. 2. Kedua, perlu dihindari upaya melakukan generalisasi yang naïf akibat pengabungan beberapa disiplin ilmu. 3. Ketiga, Ilmuwan yang dikategorikan lintas batas menghadapi hambatan profesi yang masih memprioritaskan spesialisasi disiplin ilmu. 4. Keempat, interdisiplineritas kerap dicap sebagai kompetitor oleh penganut spesialis disiplin ilmu yang fanatis. Untuk mengatasi kelemahan ini haruslah melakukan perubahan cara berpikir. Akademik perlu memberi ruang bagi tumbuh kembangnya pengetahuan dan riset yang lintas disiplin ilmu. Selayaknya atmosfir akademik perlu merawat spesialis dan generalis demi terciptanya kemajuan akademik yang kaya. Perubahan cara berpikir ini salah satunya berkat tekanan imperatif lingkungan hidup dan kependudukan. Sebagai akibat dari adanya fragmentasi disiplin ilmu, maka akademisi kerap gagal mendeteksi ancaman besar dalam sangkar kebebasan akademik. Pemahaman pentingnya kerjasama bisa menjadi pelindung melawan birokratisme yang berusaha menerapkan pengawasan yang ketat, berdasarkan indikator performa. Karenanya cukup penting untuk menjaga kebebasan 176 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
seorang akademisi dalam memilih apa yang akan dikaji dan apa yang tidak perlu dikaji.
5.2.
Visi dan Misi Ilmu PKLH
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup mempunyai visi untuk meningkatkan kesadaran dan perlibatan masyarkat secara aktif dalam masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup. Menurut Jayasurya bahwa misi pendidikan kependudukan lingkungan hidup adalah agar para pelajar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya masalah lingkungan. Di dalam konteks visi pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup ini terkandung unsur misi yang meliputi pembinaan unsur-unsur : pengetahuan, kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Secara terperinci misi dari pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup mencakup : a. mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat memenuhi kebutuhan dari lingkungannya; b. Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya kini dan mendatang; c. Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan biofisikanya; d. Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan Filsafat Ilmu PKLH | 177
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
mengembangkan lingkungan menuju pemecahan masalahnya; e. Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan; f. Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan. Berdasarkan misi yang terumuskan di atas maka program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek psikomotorik-nya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada. Dengan demikian dapat pula dinyatakan bahwa PKLH mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik, agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup. Sebagaimana uraian sebelumnya maka Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup haruslah : a. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitasalami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika); b. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal; 178 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
c. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang; d. Meneliti (examine) isyu lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain; e. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya; f. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan; g. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut; h. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup; i. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan; Filsafat Ilmu PKLH | 179
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
j. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah; k. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).
5.3.
Tujuan dan Manfaat Ilmu PKLH
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran “Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan. Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan 180 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep : 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor : Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada. Pendidikan Kependidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program kependidikan untuk membina anak atau peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Untuk lebih memahami konsep PKLH maka perlu dimengerti hal-hal berikut ini :
Filsafat Ilmu PKLH | 181
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
a. Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala mahluk hidup, benda, dan daya serta manusia dengan segala perilakunya, yang saling berhubungan secara timbal balik, dimana perubahan slah satu komponennya akan mempengaruhi komponen yang lain. b. Manusia Manusia adalah mahluk yang relatif paling sempurna memiliki daya pikir, kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan hati nurani yang mendorong untuk berbuat dan berperilaku melebihi mahluk hidup lain. Agar keberadaan manusia dan perilakunya sebagai komponen tidak mengganggu keseimbangan lingkungan hidup, maka seluruh potensi psikologis yang mendasari perilakunya harus dibina melalui program pendidikan. Kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan pertumbuhan dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap menjaga kelestarian daya dukung lingkungan, dan sedapat mungkin untuk meningkatkannya. c. Ilmu Kependudukan Ilmu kependudukan (Demografi) adalah studi tentang jumlah, pertumbuhan, persebaran, komposisi kependudukan serta bagaimana keempat faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dalam prakteknya ilmu kependudukan selalu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain serta sulit dibedakan dengan studi kependudukan. Studi kependudukan mempelajari secara sistematis perkembangan, fenomeafenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya.
182 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
d. Jalur Pendidikan Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang memberikan harapan untuk meunjang upaya memecahkan masalah jangka panjang. Program pembinaan dan pengendalian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) perlu dilaksanakan secara terencana, sistematik, terarah dan berkesinambungan. Program pendidikan selalu berkembang dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dunia pendidikan berfungsi sebagai tempat mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus sebagai wadah untuk memperkenalkan dan membina norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan perkembangan kebudayaan nasional. Pada akhirnya nanti kesadaran dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup dapat terwujud. Dari uraian di atas semakin jelas bahwa program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dirasa dan mutlak diperlukan sebagai salah satu alternatif guna menjawab tantangan masalah kependudukan dan lingkungan hidup yang berkembang saat ini dan yang akan datang. Evolusi pendidikan lingkungan hidup dari dahulu sampai sekarang, tetap mengandung pesan yang tidak berubah yakni peningkatan kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan dan partisipasi masayrakat tentang bagaimana menjadi warga negara yang berawawasan lingkungan. Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah ”Pendidikan lingkungan hidup hendaknya diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat secara formal melalui sekolah-sekolah/lembaga/lembaga kependidikan dan secara nonformal seperti melalui berbagai pertemuan atau berbagai kelembagaan organisasi”, oleh karena itu metodologi pendidikan lingkungan yang merupakan integral dari plekasanaan pendiidkan lingkungan hidup secara formal harus dimiliki oleh Filsafat Ilmu PKLH | 183
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
semua lapisan masyarakat baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Dalam hal terutama para pembina pendidikan harus mengetahui dan memamhami konsep pembangunan berawawasan lingkungan adalah bagaimana setiap negara dapat terus membangun untuk mememnuhi kebutuhan dasar manusia dengan cepat, seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang juga bertambah dengan cepat. Secara lebih jelas batasan pendidikan lingkungan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan suatu penduduk dunia yang sadar dan peduli terhadap berbagai persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen, serta keterampilan untuk bekerja sama secara individual atau kolektif dalam rangka memecahkan maslah-masalah lingkungan dan mampu memecahkan timbulnya masalah baru. Tidak terlepas dari penduduk dunia, penduduk Indonesia pun dapat mencapai tujuan tersebut, ini jelas merupakan tugas berat bagi para pembina, bagi para pendidik khususnya di sekolah-sekolah formal, sehingga diperlukan strategi yang tepat. Keberhasilan pelaksanaan PKLH ditentukan oleh kejelasan tujuan atau sasaran yang hendak dituju. Secara umum dan operasional tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan anak didik agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan serta dapat mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung jawab dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber alam secara bijaksana demi tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup baik secara spiritual maupun materil. Tujuan umum di atas dapat dikelompokkan menjadi dua aspek besar yang ingin dicapai, yaitu : a. Agar anak didik mau bersikap dan bertingkah laku reproduktif yang rasional dan bertanggung jawab melalui pembentukan keluarga kecil dalam lingkungan hidup 184 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
yang dikelola secara serasi dengan kepentingan individu dan keluarganya sendiri. b. Agar anak didik bersikap dan bertingkah laku rasional dan bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup dilihat dari kepentingan masyarakat umum, bangsa dan dunia secara keseluruhan. Secara lebih terinci tujuan PKLH sebagai program pendidikan formal dan nonformal adalah untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan tingkatan perkembangan, kebutuhan, minat, dan kemampuan dalam hal : a. Pengetahuan dan pengertian tentang kependudukan dan lingkungan hidup serta berbagai kaitannya dengan manusia dan perkembangannya; b. Kesadaran dan tanggap terhadap perubahan lingkungan dalam kaitannya dengan perubahan penduduk dan lingkungan hidup; c. Perilaku dan etika pribadi yang menjamin hubungan yang serasi antara penduduk dan lingkungan; d. Keterampilan dalam melihat, mengenal dan menanggapi berbagai masalah penduduka dan lingkungannya; e. Rasa bertanggung jawab dan keinginan untuk berperan serta dalam memecahkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup; f. Mengevaluasi kualitas lingkungan dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup manusia; g. Memilih alternatif dalam pengelolaan lingkungan bagi kesejahteraan penduduk tanpa merusak keserasian proses regenerasi.
Filsafat Ilmu PKLH | 185
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
h. Dasar pengetahuan bagi pengembangan kemampuan profesional dalam pendayagunaan, pelestarian dan peningkatan daya dukung sumber daya yang ada. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah”. Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini : a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasif, disain grafis; b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data; c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti : a. berfikir kritis; 186 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
b. berfikir kreatif; c. berfikir secara integratif; d. memecahkan masalah. Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah : a. Pilar Ekonomi Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan. b. Pilar Sosial Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing atau masyarakat terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan yang kuat.
Filsafat Ilmu PKLH | 187
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
c. Pilar Lingkungan Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan dengan hal ini adalah : (1) Pengelolaan sumberdaya air, (2) Pengelolaan sumberdaya lahan, (3) Pengelolaan sumberdaya udara, (4) Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, (5) Energi dan sumberdaya mineral, (6) Konservasi satwa dan tumbuhan langka, keanekaragaman hayati, dan (7) Penataan ruang Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang terkristal dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi dialektika semacam itu, akan menghindarkan keterjebakan ke dalam kondisi kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialektis tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya, yakni: Pengajar, Pelajar (peserta didik), dan Realitas dunia. Unsur pengajar dan peserta didik adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini. Dengan kata lain, bahwa langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan yakni suatu proses yang terus menerus, yang selalu “mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri.
188 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH
Dengan demikian maka proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti atau stagnan, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif” sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran” (the concise of the consciousness). Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 Joseph mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menciptakan sinkronisasi proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah : a. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain; b. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga; c. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok; d. Aspek sensorik dan monotorik, bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin; e. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan.
Filsafat Ilmu PKLH | 189
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
BAB – VI PERANAN PKLH DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
190 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
6.1.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang secara berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber alam dan sumberdaya manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber alam yang tersedia. Secara implisit pengertian di atas mengandung makna beberapa aspek yaitu: 1.
2.
3.
4.
Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung oleh sumber alam dengan kualitas lingkungan dan manusia semakin berkembang; Sumber alam terutama udara, air dan tanah, memiliki ambang batas dimana pemanfaatan yang berlebihan akan menyebabkan berkurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya alam sehingga mengurangi kemampuannya mendukung kehidupan umat manusia; Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup, sehingga semakin baik mutu kualitas lingkungan semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya usia harapan hidup, turunnya tingkat kematian, turunnya waktu sakit; Pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan juga dapat meningkat kesejahteraannya.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial, mengenai sumberdaya alam serta kemampuan biosfer menyerap pelbagai pengaruh dari kativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat dikelola dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru pembangunan ekonomi. Dengan demikian strategi pembangunan Filsafat Ilmu PKLH | 191
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan dan keharmonisan antara umat manusia dengan alam. Keselarasan tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang dinamis. Proses pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam pembangunan berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi penduduk serta sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di suatu wilayah tertentu. Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari beberapa aspek, yakni ; aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Djajadiningrat (2005) dalam buku Suistanable Future: Menggagas Warisan peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat, menyatakan bahwa dalam pembangunan yang berkelanjutan terdapat 5 aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Keberlanjutan Ekologis Keberlanjutan di Bidang Ekonomi Keberlanjutan Sosial dan Budaya Keberlanjutan Politik Keberlanjutan Pertahanan Keamanan
Selanjutnya Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi : 192 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
1. 2. 3. 4. 5. 6. A.
pro lingkungan hidup; pro rakyat miskin; pro kesetaraan jender; pro penciptaan lapangan kerja; pro dengan bentuk negara kesatuan RI; dan harus anti korupsi, kolusi serta nepotisme.
Sejarah Perkembangan Berkelanjutan
Paradigma
Pembangunan
Laju pembangunan telah menimbulkan permasalahan lingkungan hidup Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.Sungaisungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Mulai tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius dari kalangan ilmuwan, politisi maupun masyarakat umum. Perhatian tersebut tidak saja diarahkan pada terjadinya berbagai kasus pencemaran terhadap lingkungan hidup tetapi juga banyaknya korban jiwa manusia. Saifullah mencatat bahwa beberapa kasus lingkungan hidup yang menimbulkan korban manusia seperti pada akhir tahun 1950 yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang menimbulkan penyakit sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh-aduh). Penyakit ini terdapat di daerah 3 km sepanjang sungai Jintsu yang Filsafat Ilmu PKLH | 193
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
tercemari oleh cadmium (Cd) dari limbah sebuah pertambangan seng (Zn). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar Cd dalam beras di daerah yang mendapat pengairan dari sungai itu mengandung kadmium 10 kali lebih tinggi daripada daerah lain. Pada tahun 1953 penduduk yang bermukim disekitar Teluk Minamata, Jepang mendapat wabah penyakit neurologik yang berakhir dengan kematian. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh air raksa (Hg) yang terdapat di dalam limbah sebuah pabrik kimia. Limbah dari pabrik kimia yang mengandung Hg berkadar tinggi tersebut mengalir dan mengendap pada perairan Teluk Minamata di Jepang. Zat Hg yang ada di perairan tersebut diserap oleh berbagai biota laut seperti ikan, kerang dan siput laut. Budaya kuliner bangsa Jepang yang sangat senang mengonsumsi ikan, siput dan kerang-kerangan merupakan media masuknya dan terakumulasinya zat Hg dalam tubuh masyarakat atau penduduk di sekitar perairan tersebut, sehingga mereka mengalami kenaikan kadar ambang batas keracunan dan mengakibatkan korban jiwa. Pencemaran itu telah menyebabkan penyakit keracunan yang disebut penyakit Minamata. Setelah berbagai kemunculan masalah lingkungan yang semakin meningkat dalam setiap tahun, maka kemudian muncul kesadaran masyarakat untuk melaksanakana pembangunan dengan tetap memperhatiakn daya dukung lingkungan. Isu lingkungan hidup kemudian pertama kali menjadi agenda resmi internasional pada Stockholm Conference on the Human Environment tahun 1972. Konferensi ini melahirkan kelembagaan tingkat internasional yang dinamakan United Nations Environment Programme (UNEP). Pada tahun 1980, bersama International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN),
194 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
dan World Wide Fund for Nature (WWF) mulai memperkenalkan model pembangunan berkelanjutan. Pada tahun 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa untuk memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (19721982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan masalah lingkungan saat itu. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission Environment and Development - WCED). WCED adalah komisi independen yang membahas serta memberikan rekomendasi terhadap persoalanpersoalan lingkungan global. PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED (yang dikenal sebagai Komisi Bruntland). Komisi ini mengahasilkan laporan dengan judul “ Our Common Future”, yang membahas berbagai program nyata untuk mengintegrasikan kepedulian lingkungan dan pembangunan ekonomi pada tingkat internasional, nasional serta lokal. Pada tahun 1992, 10 tahun setelah penyelenggaraan Konferensi Stockholm, PBB menyelenggarakan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Konferensi ini merupakan konferensi internasional terbesar yang membahas lingkungan hidup pada era itu. UNCED juga merupakan tonggak sejarah bagi pengembangan kebijakan dan hukum lingkungan di tingkat internasional, nasional maupun lokal. Dokumen-dokumen utama yang dihasilkan UNCED adalah: (1) Rio Declaration on Environment and Development (Deklarasi Rio); Agenda 21 (Rencana aksi untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Deklarasi Rio); (3) Konvensi tentang keanekaragaman hayati; (4) the Framework Convention on Climate Change (UNFCC); dan (5) Statement of Principles for a Global Consensus on the Management, Filsafat Ilmu PKLH | 195
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Conservation, and Sustainable Development off All Types of Forest (Statement of Forest Principles). Deklarasi Rio yang berisi 27 prinsip merupakan pengembangan dari prinsip Stockholm dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Sementara agenda 21, memuat kebijakan, program, rencana dan pedoman rencana aksi bagi pemerintah di tingkat nasional dalam melaksanakan Deklarasi Rio. Perkembangan berikutnya, pada September 2000, 186 pemimpin dunia menghadiri United Nations Millenium Summit. Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Milenium yang bertujuan untuk membebaskan manusia dari kondisi kemiskinan. Dalam konferensi ini tercetus Millenium Development Goals (MDGs). Deklarasi ini bertekad untuk bersama-sama melawan kemiskinan dan kelaparan, mendorong pendidikan, kesetaraan gender, mengurangi angka kematian bayi, memperbaiki kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya, mendorong keberlanjutan lingkungan dan mendorong kerjasama global dalam pembangunan. Setelah pelaksanaan konferensi UNCED, kemudian diselenggarakan World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002. Pada acara ini dibahas evaluasi terhadap efektivitas hasil pertemuan di Deklarasi Rio. Hasil penting dari konferensi ini adalah Political Declaration dan Johannesburg Plan of Implementation (JPOI). Political Declaration tersebut terdiri atas enam bagian yang intinya berupa komitmen untuk melaksanakan JPOI dengan penetapan kerangka waktu untuk mewujudkan capaian-capaian yang terkandung dalam konferensi WSSD. JPOI atau Rencana Aksi Johannesburg terdiri atas 170 paragraf dan secara umum mencakup hal-hal berikut :
196 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
1. Mengurangi angka kemiskinan 2. Mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan 3. Melindungi dan mengelola sumber daya alam sebagai basis pembangunan ekonomi dan sosial 4. Pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif (good governance) 5. Upaya sunguh-sungguh di tingkat global; termasuk di antara para pelaku utama seperti perwakilan negaranegara, wilayah, badan-badan PBB, multinational development banks dan kelompok masyarakat sipil 6. Kelembagaan di tingkat nasional yang kuat dan partisipatif untuk mengarustamakan pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya merupakan upaya yang dinamis. Hal ini sesuai dengan perspektif para stakeholder yang senantiasa berkembang. Sebagai implikasi dari perkembangan perspektif tersebut, penyesuaian atau perubahan dapat terjadi pada tujuan, strategi dan kegiatan pengelolaan sumberdaya. Oleh karena itu, berdasarkan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan, pemanfaatan sumber daya harus memperhatikan dimensi lain agar lebih komprehensif. Paradigma pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meniadakan atau meminimalisir persoalan lingkungan dengan merubah paradigma pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan dan kemajuan ekonomi, yang diganti dengan sebuah pendekatan yang lebih holistik dan integratif dengan memberi perhatian serius, mensinkronkan dan memberi bobot yang sama kepada pembangunan sosial budaya dan pembangunan lingkungan hidup. Pembangunan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup harus dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, sehingga Filsafat Ilmu PKLH | 197
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait tersebut tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan yang lainnya. Setelah dikeluarkannya deklarasi tersebut, sejarah juga mencatat akan banyaknya peristiwa lingkungan hidup seperti : pencemaran di darat, air dan udara, pemanasan global, pelubangan lapisan ozon, sampai pada berkurangnya sumber daya alam dan energi. Gangguan terhadap mata rantai ekosistem ini terjadi salah satunya disebabkan oleh kegiatan perekonomian yang menjadikan sumber daya alam dan energi menjadi modal utama berlangsungnya proses pembangunan ekonomi. Keberpihakan akan kemajuan ekonomi inilah yang mengakibatkan sumber daya alam dan energi menjadi korban bagi kemajuan pembangunan. B.
Ciri dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan karena dorongan berbagai hal, salah satunya adalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pelaksanaan pembangunan. Pengalaman negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa pembangunan selain mendorong kemajuan juga menyebabkan kemunduran karena dapat mengakibatkan kondisi lingkungan rusak sehingga tidak lagi dapat mendukung pembangunan. Pelaksanaan pembangunan akan berhasil baik apabila didukung oleh lingkungan (sumber daya alam) secara memadai. Kesadaran umat manusia pada masalah lingkungan hidup semakin meluas yaitu dengan diadakannya Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia di Stockholm, Swedia tanggal 5-16 Juni 1972. Konferensi ini merupakan perwujudan kepedulian bangsabangsa di dunia akan masalah lingkungan hidup dan merupakan komitmen prima bagi tanggung jawab setiap warga negara untuk memformulasikannya dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil dari konferensi ini adalah : (1) Deklarasi 198 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas mukadimah dan 26 prinsip dalam Stockholm Declaration ; (2) Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan) yang terdiri dari 109 rekomendasi. Deklarasi dan rekomendasi dari konferensi ini dapat dikelompokkan menjadi lima bidang utama yaitu pemukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran, pendidikaan dan pembangunan. Deklarasi Stockholm juga menyerukan agar bangsa-bangsa di dunia mempunyai kesepakatan untuk melindungi kelestarian dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup bagi kehidupan manusia. Ciri-ciri Pembangunan Berkelanjutan menurut Yudi Pramana yaitu: 1.
2.
3.
4.
5. 6.
Menjamin pemerataan dan keadilan, yaitu generasi mendatang dapat memanfaatkan dan melestarikan sumber daya alam sehingga berkelanjutan. Menghargai dan melestarikan keanekaragaman hayati, spesies, habitat, dan ekosistem agar tercipta keseimbangan lingkungan. Menggunakan pendekatan integratif sehingga terjadi keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan lingkungan untuk masa kini dan mendatang. Menggunakan padangan jangka panjang untuk merencanakan rancangan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang mendukung pembangunan. Meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang dan mengaitkan bahwa pembangunan ekonomi harus seimbang dengan konservasi lingkungan.
Maria Ningsih menyebutkan bahwa ciri-ciri suatu pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut : Filsafat Ilmu PKLH | 199
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7.
8.
9.
Pembangunan yang dilaksanakan mampu meminimalkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Pembangunan yang dilaksanakan harus memerhatikan keseimbangan antara lingkungan fisik dan lingkungan emosi. Pembangunan yang dilaksanakan mendasarkan pada nilainilai kemanusiaan serta memerhatikan moral atau nilai-nilai adat yang dianut dalam masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan harus memiliki sifat-sifat fundamental dan ideal serta berjangka pendek dan panjang. Pembangunan yang dilaksanakan harus memperluas lapangan dan kesempatan kerja. Pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang dilaksanakan mampu melakukan pemerataan atau keseimbangan kesejahteraan hidup antargolongan dan antardaerah. Pembangunan yang dilaksanakan mampu menunjukkan peningkatan produksi nasional, ditunjukkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi. Pembangunan nasional harus berpedoman untuk selalu mempertahankan stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan nasional.
Soegiharsono menjelaskan berkelanjutan adalah: 1.
bahwa
ciri-ciri
pembangunan
Menjamin pemerataan dan keadilan; strategi pembangunan yang berkelanjutan dilandasi oleh pemerataan distribusi lahan dan faktor produksi, lebih meratanya kesempatan perempuan, dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan.
200 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Menghargai keanekaragaman hayati; keanekaragaman hayati merupakan dasar bagi tatanan lingkungan. Pemeliharaan keanekaragaman hayati memiliki kepastian bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berlanjut untuk masa kini dan masa yang akan datang. 3. Menggunakan pendekatan integratif; dengan menggunakan pendekatan integratif, maka keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan lingkungan dapat dimungkinkan untuk masa kini dan yang akan datang. 4. Menggunakan pandangan jangka panjang; untuk merencanakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang mendukung pembangunan agar secara berlanjut dapat digunakan dan dimanfaatkan. 2.
Berdasarkan ulasan tentang ciri-ciri pembangunan berkelanjutan seperti di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ciri-ciri pembanguan berkelanjutan adalah: Memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat mendukung kesinambungan pembangunan. 2. Meminimalisasi dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan. 3. Dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan mengetahui dan memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki dan yang mungkin timbul di belakang hari. 4. Melibatkan partisipasi warga masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar lokasi pembangunan. 1.
Setelah dikeluarkannya Deklarasi Stockholm, sejarah juga mencatat akan banyaknya peristiwa lingkungan hidup seperti: pencemaran di darat, air dan udara, pemanasan global, pelubangan lapisan ozon, sampai pada berkurangnya sumber daya alam dan energi. Gangguan terhadap mata rantai ekosistem ini terjadi salah Filsafat Ilmu PKLH | 201
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
satunya disebabkan oleh kegiatan perekonomian yang menjadikan sumber daya alam dan energi menjadi modal utama berlangsungnya proses pembangunan ekonomi. Keberpihakan akan kemajuan ekonomi ini yang mengakibatkan sumber daya alam dan energi menjadi korban bagi kemajuan pembangunan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan berkelanjutan menganut berbagai prinsip. Menurut United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) yang dikutip oleh Mas Achmad Santosa (Emil Salim, 2010) prinsip pembangunan berkelanjutan adalah: Prinsip keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity) yang menekankan pada keadilan dalam sebuah generasi umat manusia dalam pemenuhan kualitas hidup. 2. Prinsip pencegahan dini (precautionary principle) yang mengandung pengertian bahwa apabila terdapat ancaman berarti atau adanya acaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan temuan alasan untuk pembuktian ilmiah yang konkluksif dan pasti, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan tersebut. 3. Prinsip perlindungan keragaman hayati (conservation of biological diversity); yang memandang potensi keragaman hayati memberikan arti penting bagi kesinambungan kehidupan umat manusia. Apalagi laju kerusakan dan kepunahan keragaman hayati semakin besar maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. 4. Internalisasi biaya lingkungan (Internalisation of environmental cost and incentive mechanism); Rasio pentingnya diberlakukan prinsip ini berangkat dari suatu keadaan di mana penggunaan sumber daya alam kini 1.
202 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
merupakan kencenderungan atau reaksi dari dorongan pasar. Dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasan penting yaitu pertama gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan esensial yang memberlanjutkan kehidupan manusia. Kedua gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan (Djajadiningrat, dan Famiola, 2004). Selanjutnya Djajadiningrat dan Famiola (2004) menyatakan bahwa setiap elemen pembangunan berkelanjutan diuraikan menjadi empat hal yaitu: a) pemerataan dan keadilan sosial, b) keanekaragaman, c) integratif, dan d) perspektif jangka panjang. Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas), disebutkan bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang ketiga, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Siregar (2004), menjelaskan ada 3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan infrastruktur. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. Sedangkan infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan Filsafat Ilmu PKLH | 203
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutannya di masa yang akan datang. Sedangkan Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan, atau World Commission on Environtment and Development (WCED), (dalam Abu Huraerah, 2008), menyebutkan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan adalah menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang serta meningkatkan potensi produksi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan hidup. Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan melestarikan, memelihara, menjaga serta meningkatkan kualitas hidup manusia dengan menyeimbangkan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan. Menyadari akan hal tersebut, maka aspek kelestarian lingkungan hidup untuk kesinambungan kehidupan antar generasi menjadi komitmen mutlak yang mendasari setiap kebijakan pengelolaan lingkungan hidup setiap negara di masa kini maupun masa mendatang. Dengan prinsip dasar seperti ini diharapkan setiap negara mampu untuk mengaktualisasikan komitmen ini agar dapat mengantisipasi sejauh mungkin segala akibat yang akan terjadi sehingga dapat memperkecil malapetaka lingkungan bagi umat manusia.
C.
Konsep Pendekatan Berkelanjutan
dan
Strategi
Pembangunan
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sudah sejak lama menjadi perhatian para ahli. Namun istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul beberapa dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai oleh 204 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Malthus pada tahun 1798, yang mengkhawatirkan ketersedian lahan di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian, perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan kawan-kawan pada tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth (Meadow et al., 1972). Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987 Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan erat dengan bagaimana mengkonservasi stok kapital bumi. Barbier (1993) merinci tiga jenis kapital, yaitu: man made capital (Km), human capital (Kh), dan natural capital (Kn). Menurut Perman et al., (1996) dalam Fauzi (2004), setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama, menyangkut alasan moral. Generasi kini yang menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral untuk menyisakan layanan sumberdaya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumberdaya alam yang merusak lingkungan sehingga menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi. Keanekaragaman hayati, misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada hal yang mengancam fungsi ekologi tersebut. Ketiga, menyangkut alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih menjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria berkelanjutan. Dimensi ekonomi keberlanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini Filsafat Ilmu PKLH | 205
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan generasi (intergenerational welfare maximization).
antar-
Menurut Emil Salim bahwa konsep pembangunan berkelanjutan ini didasari oleh lima ide pokok besar, sebagai berikut: 1.
2.
3. 4.
5.
Pertama, proses pembangunan mesti berlangsung secara berlanjut, terus-menerus, dan kontinyu, yang ditopang oleh sumber alam, kualitas lingkungan, dan manusia yang berkembang secara berlanjut pula. Sumber daya alam (terutama tanah, air, dan) memiliki ambang batas, di mana penggunaannya akan menciutkan kuantitas, dan kualitasnya. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Pola penggunaan sumber alam saat ini mestinya tidak menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain di masa depan. Pembangunan berkelanjutan mengandalkan solidaritas transgenerasi, sehingga kesejahteraan bagi generasi sekarang tidak mengurangi kemungkinan bagi generasi selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Prof. Dr. Emil Salim (dalam Sugandhy dan Hakim, 2007) mengatakan bahwa : “Supaya pembangunan dapat berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan generasi masa kini tanpa memperkecil kesempatan bagi generasi masa depan menaikkan kesejahteraan mereka nanti, maka sasaran pembangunan ekonomi perlu menunjang, dan ditunjang oleh sasaran pembangunan sosial, dan lingkungan. Begitu pula sasaran pembangunan sosial menunjang tercapainya sasaran pembangunan ekonomi dan lingkungan. Dan pembangunan lingkungan menopang tercapainya sasaran pembangunan ekonomi, dan sosial”. 206 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Sudah banyak disinggung di awal bahwa pembangunan berkelanjutan berkonsentrasi pada pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara sekaligus. Pembangunan berkelanjutan sebagai suatu paradigma baru di dalam pembangunan yang telah menyepakati suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu terhadap pembangunan, yang menggabungkan sekaligus tiga pilar pembangunan tersebut. Akhirakhir ini, ketiga pilar tersebut kadang disamakan dengan P3 Concept, yaitu people, planet, and profits (Kemp dan Martens, 2007), tetapi mereka tidaklah berbeda secara prinsipil. Secara sederhana, hubungan ketiga pilar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Hubungan Antar Kepentingan Ekonomi, Sosial Dan Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan Filsafat Ilmu PKLH | 207
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Pilar lingkungan (environment) adalah wilayah yang mengalami dampak ekologis langsung akibat usulan kebijakan atau proyek. Sementara itu, lingkup keberlanjutan ekonomi (economic) dan sosial (social) adalah batas administratif lokal. Bila dampak ekonomi dan sosial dirasakan lintas wilayah, maka batas administrasi yang digunakan adalah semua wilayah yang terkena dampak. Dalam pernyataan yang hampir senada, Kemp dan Martens (2007) mengatakan bahwa ; economy refers to jobs and wealth; environment to environmental qualities, biodiversity, and nature’s resources; and society to health, social cohesion, and opportunities for self-development attributable to education and freedom (ekonomi menunjuk pada pekerjaan dan kesejahteraan; lingkungan pada kualitas lingkungan, biodiversitas, dan sumber daya alamiah; dan sosial pada kesehatan, kekerabatan sosial, dan kesempatan bagi self-development attributable untuk pendidikan dan kebebasan). Pada Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". Dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Hijau (Green Development) pada umumnya dibedakan dari pembangunan bekelanjutan, dimana pembangunan hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari 208 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas. Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa lingkungan merupakan kombinasi dari alam dan budaya. Network of Excellence "Sustainable Development in a Diverse World" SUS.DIV, sponsored by the European Union, bekerja pada jalur ini. Mereka mengintegrasikan kapasitas multidisiplin dan menerjemahkan keragaman budaya sebagai kunci pokok strategi baru bagi pembangunan berkelanjutan. Beberapa peneliti lain melihat tantangan sosial dan lingkungan sebagai kesempatan bagi kegiatan pembangunan. Hal ini nyata di dalam konsep keberlanjutan usaha yang mengkerangkai kebutuhan global ini sebagai kesempatan bagi perusahaan privat untuk menyediakan solusi inovatif dan kewirausahaan. Pandangan ini sekarang diajarkan pada beberapa sekolah bisnis yang salah satunya dilakukan di Center for Sustainable Global Enterprise at Cornell University. Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan (World Commission on Environtment and Development - WCED), telah mendaftar sebanyak 42 lingkup atau sektor sebagai bagian dari Pembangunan Berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang ambigu, dimana pandangan yang luas berada di bawah naungannya. Konsep ini memasukkan pemahaman keberlanjutan lemah, keberlanjutan kuat, dan ekologi mendalam (deep ecology). Konsep yang berbeda juga menunjukkan tarik ulur yang kuat antara eko (lingkungan) sentrisme dan antropo (manusia) sentrisme. Oleh Filsafat Ilmu PKLH | 209
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
karena itu konsep ini lemah didefinisikan dan mengundang debat panjang mengenai definisinya. Selama dua dekade terakhir, lembaga-lembaga yang berbeda telah berusaha mengukur dan memantau perkiraan atas apa yang mereka pahami sebagai keberlanjutan dengan mengimplementasikan apa yang disebut dengan matrik dan indikator keberlanjutan. Sasaran pembangunan berkelanjutan menurut Sutamihardja (2004), merupakan upaya untuk terwujudnya : 1.
2.
3.
4.
5.
Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang tak tergantikan (unreplaceable). Safe guarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadinya gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal). Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang
210 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
6.
mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan habitatnya.
Pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk membantu pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Pendekatan yang dilakukan WCED seperti dikutip oleh Saifullah terhadap lingkungan dan pembangunan dari enam aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta kerjasama internasional. Untuk itu haruslah diterap hal-hal sebagai berikut : Pertama adalah kebutuhan untuk menjamin penyebarluasan etika mengenai kehidupan yang berkesinambungan serta terciptanya komitmen masyarakat secara mendalam terhadap etika baru tersebut. Kedua adalah upaya untuk mengejawantahkan prinsipprinsip dalam etika tersebut ke dalam tindakan nyata. Selain itu yang sangat diperlukan adalah memadukan konservasi dan pembangunan; konservasi untuk menjaga agar aktivitas kehidupan kita tetap berada di dalam kapasitas daya dukung bumi, dan pembangunan yang memungkinkan semua orang di manapun juga dapat menikmati hidup yang panjang, sehat sejahtera dan bermakna. Menurut Emil Salim seperti yang juga dikutip oleh Absori, untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dibutuhkan pendekatan ekosistem dengan melihat interdependensi dari setiap komponen ekosistem. Agar keberlanjutan tetap terjaga harus ada komitmen setiap komponen penyangga kehidupan dan campur tangan pemerintah dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat. Dunia usaha yang selama ini dituduh sebagai pelaku yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran harus dipahamkan akan tangung jawabnya terhadap lingkungan yang dapat Filsafat Ilmu PKLH | 211
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
diwujudkan dalam bentuk membayar kompensasi jasa lingkungan yang nantinya dapat digunakan untuk membiayai pemulihan lingkungan yang rusak atau tercemar. Berdasarkan berbagai uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan konservasi, kemitraan dan integratif akan sangat mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Berbagai pendekatan ini akan menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Selain pendekatan, hal lain yang juga sangat penting untuk mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah adanya strategi pembangunan berkelanjutan. Strategi Pembangunan Berkelanjutan adalah strategi pembangunan yang disatu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia secara optimal, dan di lain pihak pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal diantara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumbersumber daya tersebut. Di sini ada dua pihak yang saling berkait yaitu: (a) Daya dukung sumber daya dan (b) solidaritas transgenerasi. Bagaimana kita mengekang diri untuk tidak merusak sumber daya yang ada, agar dapat bersikap adil terhadap masa depan umat manusia atau generasi mendatang (Ignas Kleden, 1992; Emil Salim, 1992). Strategi Pembangunan berkelanjutan seringkali juga disebut sebagai strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan atau yang memperhatikan kelestarian. Ada dua macam kelestarian yang harus dicapai yaitu: (a) Kelestarian fisik yang mengacu kepada daya dukung sumber daya alam, (meliputi pengelolaan sumber daya alam, analisa dampak lingkungan, dan pengembangan sumber daya manusia; dan (b) Ketahanan sosial (berkaitan dengan tekanan demografi terhadap lahan pertanian, desentralisasi pemerintahan dan kebijakan, dan perlunya penataan institusi yang dapat 212 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
menciptakan kesempatan yang sama terhadap semua orang (Kleden, 1992). Strategi integrasi tersebut meliputi (i); pengembangan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan; (ii), pengembangan pendekatan pencegahan pencemaran; (iii) , pengembangan sistem neraca ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan ( Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1997 ). Menarik untuk mereview tiga isu strategis pembangunan yang dulu lebih dikenal dengan istilah Trilogi Pembangunan dan memodifikasi salah satu logi ” paradigma stabilitas menjadi sustainabilitas”. Menurut Imansyah, urutanya adalah (1) Pemerataan, (2) Pertumbuhan, (3) Sustainabilitas. Pemerataan (equity), merupakan isu strategis pemerataan menyangkut aset, proses, dan hasil pembangunan. Pemerataan aset – aset produksi seperti lahan, modal/kredit, teknologi, informasi, dan kesempatan usaha yang didukung kebijakan dan kepastian hukum, sebagai modal dasar pembangunan. Sinergi yang dicapai antara aktor dan sektor pembangunan menjadi dasar bagi pertumbuhan dan keberlanjutan. Pertumbuhan (growth), merupakan isu strategis dalam mengembangkan potensi dan mengakselerasikan dinamika pembanguan dengan memanfaatkan keunggulan sumber daya dan inovasi, guna mencapai pertumbuhan yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Keberlanjutan (sustainability), merupakan isu strategis dalam mengharmoniskan daya dukung lingkungan dan dinamika pembangunan agar dapat dicapai manfaat antar kelompok masyarakat maupun antar generasi secara adil. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa strategi pembangunan berkelanjutan terdiri dari analisis dampak lingkungan, pengembangan sumber daya manusia, pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Berbagai strategi
Filsafat Ilmu PKLH | 213
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
pembangunan berkelanjutan akan menjadi salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
6.2.
Pengendalian Kependudukan
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua kategori, yakni : Orang yang tinggal di daerah tersebut. 2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
1.
Dalam ilmu sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas area dimana mereka tinggal. Beberapa pengamat masyarakat percaya bahwa konsep kapasitas muat juga berlaku pada penduduk bumi, yakni bahwa penduduk yang tak terkontrol dapat menyebabkan katastrofi Malthus, bahwa suatu saat bumi tidak akan mampu lagi memberikan kebutuhan pangan kepada manusia. Namun beberapa pakar menyangkal pendapat ini. Negara-negara kecil biasanya memiliki kepadatan penduduk tertinggi, di antaranya seperti Monaco, Singapura, Vatikan, dan Malta. Di antara negara besar yang memiliki kepadatan penduduk tinggi adalah Jepang dan Bangladesh. Distribusi usia dan jenis kelamin penduduk dalam negara atau wilayah tertentu dapat digambarkan dengan suatu piramida penduduk. Grafik ini berbentuk segitiga, dimana jumlah penduduk pada sumbu X, sedang kelompok usia (cohort) pada sumbu Y.
214 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Penduduk laki-laki ditunjukkan pada bagian kiri sumbu vertikal, sedang penduduk perempuan di bagian kanan.
Grafik Piramida Penduduk (Sumber Wikipedia, 2012) Piramida penduduk seperti yang tergambar di atas, dapat menunjukkan tingkat mortalitas dalam setiap kelompok usia penduduk suatu negara atau daerah. Piramida penduduk menggambarkan perkembangan penduduk dalam kurun waktu tertentu. Negara atau daerah dengan angka kematian bayi yang rendah dan memiliki usia harapan hidup tinggi, bentuk piramida penduduknya hampir menyerupai kotak, karena mayoritas penduduknya hidup hingga usia tua. Sebaliknya yang memiliki angka kematian bayi tinggi dan usia harapan hidup rendah, piramida penduduknya berbentuk menyerupai genta (lebar di tengah), yang menggambarkan tingginya angka kematian bayi dan tingginya risiko kematian. A.
Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan estimasi yang diterbitkan oleh Biro Sensus Amerika Serikat, penduduk dunia mencapai 6,5 miliar jiwa pada tanggal 26 Februari 2006 pukul 07.16 WIB. Dari sekitar 6,5 miliar penduduk dunia, 4 miliar diantaranya tinggal di Asia. Tujuh dari sepuluh negara berpenduduk terbanyak di dunia berada di Asia (meski Rusia juga terletak di Eropa). Filsafat Ilmu PKLH | 215
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk (Sumber Wikipedia, 2012) Laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi di negara berkembang (merah) dibanding dengan negara maju (biru)
Grafik Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Dunia Abad-21 (Wikipedia, 2012) Sejalan dengan proyeksi populasi, angka ini terus bertambah dengan kecepatan yang belum ada dalam sejarah. Diperkirakan seperlima dari seluruh manusia yang pernah hidup pada enam ribu tahun terakhir, hidup pada saat ini. Pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah penduduk dunia mencapai 7 miliar jiwa. Badan Kependudukan PBB menetapkan tanggal 12 Oktober 1999 sebagai tanggal dimana
216 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
penduduk dunia mencapai 6 miliar jiwa, sekitar 12 tahun setelah penduduk dunia mencapai 5 miliar jiwa. Berikut adalah peringkat negara-negara berdasarkan jumlah penduduk (2005):
di
dunia
1. Republik Rakyat Cina (1.306.313.812 jiwa) 2. India (1.103.600.000 jiwa) 3. Amerika Serikat (298.186.698 jiwa) 4. Indonesia (241.973.879 jiwa) 5. Brasil (186.112.794 jiwa) 6. Pakistan (162.419.946 jiwa) 7. Bangladesh (144.319.628 jiwa) 8. Rusia (143.420.309 jiwa) 9. Nigeria (128.771.988 jiwa) 10. Jepang (127.417.244 jiwa) B.
Dinamika Kependudukan
Pengendalian penduduk adalah kegiatan membatasi pertumbuhan penduduk, umumnya dengan mengurangi jumlah kelahiran. Dokumen Yunani Kuno telah membuktikan adanya upaya pengendalian jumlah penduduk sejak zaman dahulu kala. Salah satu contoh pengendalian penduduk yang dipaksakan terjadi di Republik Rakyat Cina yang terkenal dengan kebijakannya 'satu anak cukup'. Kebijakan ini diduga banyak menyebabkan terjadinya aksi pembunuhan bayi, pengguguran kandungan yang dipaksakan, serta sterilisasi wajib bagi pasangan usia subur. Indonesia juga menerapkan pengendalian penduduk, yang dikenal dengan program Keluarga Berencana (KB), meski program ini cenderung bersifat persuasif ketimbang dipaksakan. Program ini dinilai berhasil menekan tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia, terutama pada era pemerintahan orde baru.
Filsafat Ilmu PKLH | 217
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Selain pertumbuhan jumlah penduduk, lingkup dari dinamika kependudukan juga mencakup masalah perpindahan penduduk (transfer penduduk). Transfer penduduk adalah istilah untuk kebijakan negara yang mewajibkan perpindahan sekelompok penduduk untuk pindah dari kawasan tertentu, terutama dengan alasan etnisitas atau agama. Hal ini terjadi di India dan Pakistan, antara Turki dan Yunani, dan di Eropa Timur selama Perang Dunia Kedua. Kebijakan transmigrasi oleh pemerintah Indonesia selama orde baru bisa dikategorikan transfer penduduk. Perpindahan penduduk lainnya dapat pula disebabkan karena migrasi, seperti migrasi dari Eropa ke koloni-koloni Eropa di Amerika, Afrika, Australia, dan ke tempat-tempat lainnya. Perpindahan penduduk di Indonesia yang hingga saat ini masih cukup sulit penyelesaiannya adalah urbanisasi. Istilah urbanisasi dipergunakan untuk perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan. Kasus ini terjadi sebagai akibat tidak meratanya pembangunan yang dilaksanakan di negara ini, sehingga peluang kerja di wilayah perdesaan sangat sulit. Perhatian dunia terhadap masalah keterkaitan antara kependudukan, pembangunan dan lingkungan, mulai meningkat pada dekade tahun 1960-an. Sejalan dengan kekhawatiran akan pertambahan jumlah penduduk yang cepat, perhatian para perencana pembangunan dipusatkan pada usaha untuk memahami keterkaitan antara variabel kependudukan dan lingkungan, serta dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian usaha awal untuk mengatasi penyusutan sumberdaya alam, pada saat tingkat kelahiran masih tingi, adalah dengan upaya penurunan angka kelahiran, sebagai upaya untuk menyelaraskan keseimbangan jumlah penduduk dan lingkungan. Perubahan dan perkembangan kependudukan di dunia internasional yang sangat dinamis, akan mempengaruhi pula 218 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
keadaan kependudukan di Indonesia. Salah satu pengaruh yang perlu diantisipasi adalah akan dimulainya sistem ekonomi pasar bebas (free market economy) pada awal tahun 2000-an. Peningkatan persaingan dalam bidang ekonomi, membuat investasi asing akan meningkat dan akan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia sejalan dengan kebijaksanaan desentralisasi. Sebagai akibat perkembangan tersebut, salah satu spekulasi dari segi kependudukan di masa datang adalah semakin meningkatnya mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya di Indonesia. Menurut Ida B. Purmana (2011), bahwa pembangunan harus berwawasan kependudukan adalah kebijakan pembangunan yang senantiasa mengacu atau merujuk kepada dinamika dan tren perkembangan kependudukan (population-responsive policy), Tetapi sekaligus juga kebijakan pembangunan yang diarahkan untuk membentuk dinamika dan struktur penduduk seperti yang diinginkan (population-influencing policy). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat mortalitas dalam setiap kelompok usia penduduk pada suatu negara atau daerah, dapat dilihat pada gambarn piramida penduduk. Mortalitas di Indonesia dapat ditunjukkan pada gambar berikut.
Filsafat Ilmu PKLH | 219
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Sumber : BKKBN (2011) Dengan mencermati piramida penduduk Indonesia pada tahun 2010 di atas, dapat disimak beberapa hal, antara lain : 1.
2.
3.
Penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) paling banyak. Beberapa tahun ke depan mereka inilah yang akan memasuki usia kerja. Untuk itu maka perlu dipersiapkan dengan baik agar memiliki produktivitas dan daya saing yang tinggi. Penduduk usia kerja atau dewasa (15 sampai 64 tahun) cukup besar. Kondisi inilah yang disebut oleh para ahli demografi sebagai bonus demografi (demographic bonus). Proyeksi pertumbuhan penduduk di Indonesia memprediksikan bahwa puncak dari bonus demografi ini akan terjadi pada tahun 2035, ketika penduduk yang sekarang berada pada piramida usia muda yang telah bergeser menjadi penduduk usia kerja. Penduduk usia lanjut (64 tahun ke atas) masih besar (> 10 juta jiwa). Populasi ini tidak boleh diabaikan begitu saja, melainkan harus tetap diupayakan optimalisasi pemberdayaannya, sehingga mereka masih terus
220 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
memberikan sumbangsih dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Dalam menghadapi realitas kondisi penduduk Indonesia seperti yang tergambar di atas, teori pembangunan berwawasan kependudukan yang dikemukakan oleh Ida B. Purmana sebagaimana yang diuraikan sebelumnya dapat diterapkan. Teori Population-Responsive Policy, dapat diterapkan dengan merujuk ketiga tren perkembangan penduduk di atas. Menurut Ida Purmana, bahwa untuk merespon tren jumlah usia muda yang dominan, maka pembangunan kependudukan di Indonesia harus difokuskan pada penyiapan generasi mendatang yang berkualitas. Beberapa hal dapat dilakukan untuk itu, diantaranya ; 1) pembangunan pendidikan yang berkualitas, dan 2) pembangunan kesehatan masyarakat terutama kesehatan reproduksi. Sedangkan untuk merespon kondisi penduduk usia kerja (dewasa) yang juga cukup besar, pemerintah perlu melakukan upaya berupa ; (1) peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, (2) peningkatan/penciptaan lapangan kerja, dan (3) pemberdayaan perempuan sehingga mereka dapat memasuki lapangan kerja dalam atmosfir kesetaraan jender. Kemudian untuk merespon realitas tingginya populasi penduduk usia lanjut, sebagai akibat semakin meningkatkan usia harapan hidup di Indonesia, maka pemerintah perlu melakukan beberapa upaya berupa ; (1) pelayanan kesehatan usia lanjut, dan (2) pemberian peluang tetap aktif dan produktif sesuai kemampuannya bagi penduduk usia lanjut. Disamping itu teori Popultion-Influencing Policy, dapat diterapkan untuk merumuskan kebijakan program struktur kependudukan yang diinginkan di masa depan. Secara faktual permasalahan kependudukan di Indonesia memiliki tiga masalah krusial, yakni : Filsafat Ilmu PKLH | 221
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
1. Jumlah penduduk yang cukup besar. 2. Kualitas penduduk yang relatif rendah. 3. Persebaran penduduk yang timpang, terutama antara wilayah Pulau Jawa dan Luar Jawa. Kondisi ini sudah terlihat sejak awal kemerdekaan R.I. dan semakin parah seiring perjalanan bangsa ini membangun mengisi kemerdekaannya. Menyadari hal tersebut maka pemerintah orde baru pada awal tahun 1970-an telah mencanangkan tiga program pilar dalam pembangunan kependudukan, yakni : 1. Pengendalian Kuantitas Penduduk ; yang kemudian melahirkan program nasional Keluarga Berencana. 2. Peningkatan Kualitas Penduduk ; yang melahirkan berbagai program di bidang pendidikan, kesehatan, dan berbagai program yang menunjang kesejahteraan rakyat. 3. Pengarahan Mobilitas Penduduk ; yang melahirkan kebijakan transmigrasi, yang sasaran pokoknya adalah penyebaran penduduk, disamping upaya peningkatan kesejahteraan penduduk, baik warga transmigrasi maupun warga penduduk asli di wilayah transmigrasi. Pertanyaan mendasar yang muncul setelah bangsa Indonesia sudah hampir 70 tahun merdeka, dan lebih 40 tahun melakukan pembangunan kependudukan dengan tiga pilar di atas, realitasnya permasalahan kependudukan ini tidak satupun yang dapat diselesaikan oleh bangsa ini. Menurut hemat penulis kegagalan bangsa ini menyelesaikan problem pembangunan nasional bangsa ini, termasuk pembangunan kependudukan disebabkan oleh empat faktor, yakni : 1.
Kebijakan pemerintah setengah hati ; fenomena ini terlihat dari program pengarahan mobilitas penduduk, yang hanya diterjemahkan melalui program transmigrasi. Padahal dari tiga
222 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
2.
faktor penyebab perpindahan penduduk yang paling efektif adalah perpindahan swakarsa karena adanya harapan hidup yang lebih baik di tempat yang baru. Ini akan lebih efektif tercipta bila pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disebar secara merata di permukaan bumi wilaya Indonesia ini. Demikian pula dengan program peningkatan kualitas penduduk, tetapi justru pemerintah memberikan peluang untuk tumbuhnya praktik liberalisme yang berorientasi kapitalis, sehingga biaya pendidikan dan kesehatan semakin mahal. Sedangkan pada program pengendalian kuantitas penduduk sikap pemerintah setengah hati menangani hal ini, terutama terlihat sejak runtuhnya pemerintahan orde baru. Yang mana program keluarga berencana tidak lagi intens dijalankan bahkan cenderung diabaikan, dan alokasi dana pada kegiatan program ini semakin kecil. Kebijakan pemerintah inkonsisten ; fenomena ini yang paling jelas terlihat dalam praktik pemerintahan di Indonesia. Realitas seperti ini terjadi baik pada pemerintahan pusat terutama pada pemerintahan daerah, karena setiap pergantian pimpinan pemerintahan akan segera pula diikuti dengan perubahan arah dan strategi pembangunan. Ibarat setiap pimpinan di negara ini cuma seorang “praktikan”, yang masuk ke laboratorium percobaan bernama “pemerintahan Indonesia”. Hal inilah yang mengakibatkan rakyat negara ini hanya “kelinci percobaan”, yang menyerahkan nasibnya untuk dibedah sesuai selera dan keinginan para praktikan frontier itu. Berhentinya program transmigrasi dan mengendornya program KB setelah orde baru runtuh, adalah sebagian kecil dari contoh inkonsistensi kebijakan pemerintahan di negara ini. Contoh lain di sektor pendidikan adalah berhentinya konsep “link and match” yang dicanangkan oleh Wardiman, justru pada masa orde baru masih berkuasa. Padahal program tersebut sudah banyak Filsafat Ilmu PKLH | 223
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
3.
4.
mengubah piranti pendidikan di negara ini, baik hardware maupun software di sektor pendidikan, dan telah menghabiskan banyak anggaran. Kekuasaan tidak pro-rakyat ; Ketiga komponen kekuasaan negara sepanjang Indonesia merdeka hampir belum ada yang mengabdi untuk melayani rakyat. Justru kekuasaan menjadi ajang penguasa melakukan eksploitasi terhadap SDA dan melakukan praktik kolonialisasi terhadap rakyatnya. Mental frontier penguasa semacam ini, mengakibatkan penguasa yudikatif tidak mampu menegakkan law inforcement, penguasa legislatif tidak mampu merumuskan perundangan yang mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan diri dan kelompoknya, penguasa eksekutif tidak mampu mendahulukan pembangunan yang adil dan merata di atas membangun kekayaan diri sendiri dan kelompoknya melalui praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Kendala kultural multi etnis ; Fenomena ini melahirkan solidaritas sempit yang bersifat kedaerahan, etnis, dan agama, dan tidak menumbuhkan solidaritas nasionalime. Kendala ini sebenarnya telah disadari sejak awal oleh para finding father sebelum kemerdekaan bangsa ini, sehingga mereka menegaskan “Bhineka Tungga Ika” sebagai semboyan bangsa Indonesia. Akan tetapi belum ada pemerintahan yang mengejawantahkan semboyan ini dalam gerak langkah kebijakan pembangunan. Bhineka Tunggal Ika tidak bermakna selama pemerintahan pusat masih terus meng-anak emas-kan pembangunan di Jawa dan mengabaikan penduduk di luar Jawa, bahkan menelantarkan warga Indonesia di sepanjang perbatasan yang jauh dari Pulau Jawa. Bhineka Tunggal Ika akan menjadi slogan kosong, selama praktik diskriminasi dalam pemilihan pemimpin (Pileg, Pilkada, Pilpres) masih
224 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
menggunakan embel-embel putra daerah, orang Jawa, dan lain sebagainya. Apakah empat tembok raksasa di atas dapat dicairkan oleh bangsa Indonesia ? Adalah suatu tantangan yang menarik untuk dikaji oleh putra bangsa yang mendeklarasikan diri sebagai “negarawan”. Akan tetapi sepanjang mereka belum menyadari dan memahami keempat kendala di atas, sebagai “nation’s main problem”, maka menurut penulis predikat negarawan yang mereka sandangkan pada dirinya masih perlu dipertanyakan oleh setiap anak bangsa ini. C.
Lapangan Kerja
Permasalahan lapangan kerja untuk penduduk bukan hanya dominasi terjadi di negara berkembang. Di negara maju sekalipun permasalahan ini cukup merepotkan pemerintah, terutama di awal abad ke 21 ini. Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara yang sepanjang abad ke 20, banyak mendominasi pertumbuhan ekonomi lambat laun juga mengeluhkan dan merasakan kesulitan pembukaan lapangan kerja bagi penduduknya. Ini salah satu bukti keterbatasan sumber daya alam, di tengah serbuan pertumbuhan populasi manusia yang seakan tak terbatas. Untuk menyediakan lapangan kerja bagi penduduk, menurut Ida B. Purmana (2011) pemerintah harus melakukan minimal lima upaya, yakni : a. b. c. d. e.
Menarik investasi asing, Meningkatkan eksport, Menjaga daya beli masyarakat, Mengoptimalisasi belanja pemerintah, dan Meningkatkan produksi.
Filsafat Ilmu PKLH | 225
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
D.
Human Capital
Pada akhir abad 20 berkembang suatu teori yang menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan suatu bangsa lebih ditentukan oleh sumber daya manusia sehingga potensi pada modal fisik tidak lagi merupakan satu-satunya kekuatan pembangunan. Sekarang ini kekuatan human capital yang ditopang dengan sosial capital adalah kunci bagi kemajuan bahkan keunggulan bersaing suatu negara secara berkelanjutan. Teori human capital pertama-tama ramai dibahas di dalam literatur ilmu ekonomi, pembangunan dan manajemen, sebagai respons terhadap paradigma yang memandang manusia hanya sebagai objek pembangunan yang hanya mau menerima hasil-hasil pembangunan, memandang manusia hanya sebagai salah satu sumber daya yang setingkat dengan sumber daya lainnya dalam organisasi baik bisnis maupun pemerintahan. Teori human capital hendak mengubah pendekatan pembangunan bahwa manusia sebagai aset dan menekankan bahwa investasi manusia akan menghasilkan pengembalian yang berguna dikemudian hari. Itulah sebabnya kontribusi konsep dan teori human capital dilaporkan dalam berbagai penelitian memiliki kontribusi yang positif bagi peningkatan kinerja, pengurangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan keunggulan bersaing (Tinneke, 2012). Menurut Angela Baron dan Michael Armsthong (2007) Human capital adalah suatu istilah yang berasal dari Schultz di tahun 1961, seorang pakar ekonomi yang membuktikan bahwa hasil pada investasi human capital melalui pendidikan dan pelatihan di Amerika Serikat lebih besar daripada yang berdasarkan pada investasi dalam modal fisik. Namun menurut Tinneke (2012) bahwa ide mengenai human capital pertama-tama mulai dikumandangkan oleh Adam Smith pada tahun 1776 dalam Wealth of Nations yang menegaskan bahwa ada perbedaan antara cara-cara bekerja 226 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
individu dihubungkan dengan tingkat pendidikan dan pelatihan yang berbeda-beda yang merefleksikan perbedaan-perbedaan hasil biaya pengeluaran yang dikeluarkan pada waktu mendapatkan keterampilam-keterampilan itu. Menurut Lengnick Hall dan Cyntia A Lengnick Hall (2003) modal manusia berkaitan dengan keterampilan dan kecakapan. Menurutnya juga bahwa human capital merefleksikan kompetensi yang dibawah seseorang dalam dunia kerjanya. Keunggulan Human Capital yang dirumuskan oleh Boxall (1996) didasarkan pada keyakinan bahwa keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dicapai ketika organisasi memiliki sumber daya manusia yang tidak dapat ditiru atau digantikan oleh para pesaingnya. Menurutnya human capital adalah suatu konsep yang berkaitan dengan pendidikan, pengalaman dan keterampilan. FitzEnz (2009) menjelaskan bahwa human capital merupakan kombinasi dari tiga faktor, yaitu : a.
Karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan, misalnya intelegensi, energi, sikap positif, keandalan, dan komitmen, b. Kemampuan seseorang untuk belajar, yaitu kecerdasan,imajinasi, kreatifitas dan bakat, dan c. Motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yaitu semangat tim dan orientasi tujuan. Menurut Garavan et.al. (2001) sebagaimana dikemukakan oleh M. Marimuthu dkk bahwa modal manusia memiliki empat atribut kunci yaitu : a. b. c. d.
Fleksibilitas dan adaptabilitas, Peningkatan kompetensi individu, Pengembangan kompetensi organisasi, dan Individu yang dipekerjakan.
Filsafat Ilmu PKLH | 227
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Hal ini menunjukkan bahwa atribut-atribut pada gilirannya akan menghasilkan tambahan nilai organisasi dan hasil individu. Teori human capital telah mengalami perkembangan pesat karena memberi peran pada pembangunan ekonomi sebagaimana dilaporkan oleh Aloysius Gunardi Brata (2002), bahwa penelitian yang dilakukan oleh Ramirez dan Stewartd (1998) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kualitas SDM terhadap pembangunan ekonomi, demikian juga dilaporkan mengenai penelitian Garcia Soelistianingsih (l998) dan Wibisono (2001) bahwa human capital yang dilihat dari aspek pendidikan dan kesehatan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sedangkan Pfeffer dalam Jeffrey Mello melihat bahwa keunggulan bersaing dikontribusi oleh pengelolaan SDM secara efektif. Hidup di era globalisasi dan perdagangan bebas yang sarat dengan kompetisi sekarang ini, maka kontribusi human capital menjadi kebutuhan mendesak bagi penciptaaan manusia yang unggul sebab tanpa penciptaan dan pengembangan human capital dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia maka sosok manusia di Indonesia akan tetap kerdil karena terbatasnya pengetahuan dan informasi, kurang kreatif dan inovatif, rendah keterampilan dan kurang cerdas.
6.3.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
A.
Sejarah Kebijakan Lingkungan Hidup
Pembangunan lingkungan hidup di Indonesia relatif belum lama dan baru dirintis menjelang Pelita III. Akan tetapi dalam waktu yang realtif pendek itu Indonesia telah banyak berbuat untuk mulai mengelola lingkungan hidupnya. Hasil utama dalam pengembangan lingkungan hidup ini nampak pada munculnya kesadaran dan 228 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
kepedulian di kalangan masyarakat. Antara lain nampak dalam peningkatan upaya swadaya masyarakat seperti tercermin dalam kegiatan nyata dan keterlibatan masyarakat umum dalam memecahkan masalah pencemaran di daerah. Padahal, 20 tahun sebelumnya, istilah lingkungan hidup itu sendiri belum begitu dikenal. Konsep dan kebijakan lingkungan hidup selama Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Pertama yang dicanangkan rezim Orde Baru, masih kurang mengalami perkembangan yang berarti. Selama Pelita III bidang lingkungan hidup ditangani oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Men-PPLH) dengan prioritas pada peletakan dasar-dasar kebijaksanaan “membangun tanpa merusak”, dengan tujuan agar lingkungan dan pembangunan tidak saling dipertentangkan. Pada Pelita IV, bidang lingkungan hidup berada di bawah Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Men-KLH), dengan prioritas pada keserasian antara kependudukan dan lingkungan hidup. Pada Pelita V kebijaksanaan di bidang lingkungan hidup disempurnakan dengan mempertimbangkan keterkaitan tiga unsur, yakni ; kependudukan, lingkungan hidup dan pembangunan, guna mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan. Pembangunan hanya terlanjutkan dari generasi ke generasi apabila kebijaksanaan dalam menangani tiga bidang tersebut selalu dilakukan secara serasi menuju satu tujuan. Bila lingkungan dan sumber daya alam tidak mendukung penduduk dan menunjang sumber daya manusia atau sebaliknya, maka pembangunan mungkin saja dapat berjalan, namun dengan risiko timbulnya ancaman pada kualitas dan daya dukung lingkungan. Kebijaksanaan dasar yang bertumpu pada pembangunan berkelanjutan ini tetap menjadi pegangan dalam pengelolaan lingkungan hidup pada Pelita VI dan pelita-pelita selanjutnya. Filsafat Ilmu PKLH | 229
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Pada pelita VI, bidang lingkungan hidup secara kelembagaan terpisah dari bidang kependudukan dan berada di bawah Menteri Negara Lingkungan Hidup (Men-LH). Lingkungan hidup dirasakan perlu ditangani secara lebih fokus sehubungan dengan semakin luas, dalam, dan kompleksnya tantangan pada era industrialisasi dan era informasi dalam PJP Kedua (yang dimulai pada Pelita VI). Lintas sejarah perkembangan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia diuraikan menjadi tiga babak, yakni masa tumbuhnya Arus Global 1972, munculnya Komitmen Internasional, dan Komitmen Nasional dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, serta Pasca Reformasi. 1) Babak Pertama : Arus Global Pra-1972 Periode ini menandai daya tanggap dan cikal bakal bangkitnya kesadaran lingkungan Indonesia menyongsong konferensi Lingkungan Hidup Sedunia I di Stockholm, Swedia pada bulan Juni 1972, ketika pembangunan nasional memasuki Pelita Pertama (1969-1974), Indonesia belum mengenal lembaga khusus yang menangani masalah lingkungan hidup. Dengan demikian perhatian terhadap masalah mulai nampak sebagaimana terlihat pada peraturan perundangan yang disusun beserta kebijaksanaan dan program sektoral yang dihasilkan selama periode tersebut. Peraturan perundangan itu sudah memuat ketentuan yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dengan mempertimbangkan aspek konservasinya. Selain itu konsepsi serta kebijaksanaan pengembangan wilayah yang dianut sektor juga sudah memasukan pertimbangan lingkungan. Akan tetapi pendekatan yang dilakukan masih bersifat sektoral dengan perhatian terhadap aspek pengelolaan lingkungan yang masih belum memadai. 230 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Sementara itu, perhatian terhadap lingkungan hidup di kalangan perguruan tinggi dirintis oleh Universitas Padjadjaran Bandung melalui pendirian Lembaga Ekologi pada tanggal 23 September 1971. Sebagai persiapan menghadapi konferensi Stockholm, pada bulan Juni 1972 diselenggarakan seminar tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional” oleh Universitas Padjadjaran di Bandung. Seminar itu membahas “Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Manusia : Beberapa Pikiran dan Saran”. Hasilnya dijabarkan ke dalam Country Report RI dan disampaikan pada konferensi itu. Sebelumnya, Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara (MenPAN) telah mengadakan rapat Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pencegahan. 2) Babak Kedua : Komitmen Internasional (1972) Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan pada bulan Juni 1972 di Stockholm, Swedia, dapat dianggap sebagai pengejawantahan kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya kerja sama penanganan masalah lingkungan hidup dan sekaligus menjadi titik awal pertemuan berikutnya yang membicarakan masalah pembangunan dan lingkungan hidup. Konferensi Stockholm dengan motto Hanya Satu Bumi itu menghasilkan deklarasi dan rekomendasi yang dapat dikelompokkan menjadi lima bidang utama yaitu permukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran, pendidikan dan pembangunan. Deklarasi Stockholm menyerukan perlunya komitmen, pandangan dan prinsip bersama bangsa-bangsa di dunia untuk melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup umat manusia. Konsep lingkungan hidup manusia yang diperkenalkan menekankan perlunya langkah-langkah pengendalian laju pertumbuhan penduduk, menghapuskan kemiskinan dan Filsafat Ilmu PKLH | 231
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
menghilangkan kelaparan yang diderita sebagian besar manusia di negara berkembang. Konferensi Stockholm mulai berupaya melibatkan seluruh pemerintah di dunia dalam proses penilaian dan perencanaan lingkungan hidup, mempersatukan pendapat dan kepedulian negara maju dan berkembang bagi penyelamatan bumi, menggalakkan partisipasi masyarakat serta mengembangkan pembangunan dengan pertimbangan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut, Konferensi Stockholm mengkaji ulang pola pembangunan konvensional yang selama ini cenderung merusak bumi yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan, tingkat pertumbuhan ekonomi, tekanan kependudukan di negara berkembang, pola konsumsi yang berlebihan di negara maju, serta ketimpangan tata ekonomi internasional. Indonesia hadir sebagai peserta konferensi tersebut dan turut menandatangani kesepakatan untuk memperhatikan segi-segi lingkungan dalam pembangunan. Sebagai tindak lanjutnya, berdasarkan Keppres No. 16 Tahun 1972 Indonesia membentuk panitia interdepartemental yang disebut dengan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Bagi Pemerintah di Bidang Lingkungan Hidup guna merumuskan dan mengembangkan rencana kerja di bidang lingkungan hidup. Panitia yang diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim selaku MenPan/Wakil Ketua Bappenas tersebut berhasil merumuskan program kebijaksanaan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam Butir 10 Bab II GBHN 1973-1978 dan Bab 4 Repelita II. Keberadaan lembaga yang khusus mengelola lingkungan hidup dirasakan mendesak agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun di daerah lebih terjamin.
232 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Tiga tahun kemudian, Presiden mengeluarkan Keppres No. 27 Tahun 1975. Keppres ini merupakan dasar pembentukan Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam dengan tugas pokoknya adalah menelaah secara nasional pola-pola permintaan dan persediaan serta perkembangan teknologi, baik di masa kini maupun di masa mendatang serta implikasi sosial, ekonomi, ekologi dan politis dari pola-pola tersebut. Dalam periode ini telah dilakukan persiapan penyusunan perangkat perundangan dan kelembagaan yang menangani pengelolaan lingkungan hidup. Penyusunan RUU Lingkungan Hidup telah dimulai pada tahun 1976 disertai persiapan pembentukan kelompok kerja hukum dan aparatur dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pada periode ini beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan lingkungan dihasilkan oleh berbagai instansi sektoral. Di sejumlah perguruan tinggi, perhatian terhadap lingkungan hidup juga mulai berkembang antara lain dengan dibentuknya lembaga yang bergerak di bidang penelitian masalah lingkungan, yakni Pusat Studi dan Pengelolaan Lingkungan IPB dan Pusat Studi Lingkungan ITB. Pengelolaan lingkungan hidup pada periode ini masih berupa langkah awal pemantapan kemauan politik sebagai persiapan untuk mewujudkan gagasan-gagasan dari Konferensi Stockholm tersebut. Belum adanya lembaga khusus serta perangkat peraturan perundangan yang menangani masalah lingkungan secara komprehensif merupakan kendala yang perlu penanganan segera pada waktu itu.
Filsafat Ilmu PKLH | 233
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
3) Babak Ketiga : Komitmen Politik Nasional a) Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (1978-1983) Untuk melaksanakan amanat GBHN 1978, maka berdasarkan Keppres No. 28 Tahun 1978 jo. Keppres No. 35 Tahun 1978, dalam Kabinet Pembangunan III diangkat Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Men-PPLH) dengan tugas pokok mengkoordinasikan pengelolaan lingkungan hidup di berbagai instansi pusat maupun daerah, khususnya untuk mengembangkan segi-segi lingkungan hidup dalam aspek pembangunan. Sedangkan tugas pertamanya adalah mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pemerintah mengenai pelaksanaan pengawasan pembangunan dan pengelolaan serta pengembangan lingkungan hidup. Jabatan Menteri dipegang oleh Prof.Dr.Emil Salim. Dalam upaya memantapkan koordinasi pengelolaan lingkungan di daerah, Menteri Dalam Negeri menindaklanjuti dengan menetapkan Keputusan Mendagri No. 240 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat I dan Sekretariat DPRD Tingkat I yang di dalamnya terdapat Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Salah satu produk hukum terpenting yang dihasilkan selama periode PPLH adalah ditetapkannya UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup . UU ini merupakan landasan berbagai ketentuan dan peraturan mengenai masalah pengelolaan lingkungan hidup seperti perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, baku mutu lingkungan dan lain-lain. 234 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Penanganan masalah lingkungan hidup menuntut pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendukungnya. Untuk itu, pada tahun 1979 dibentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang tersebar di berbagai perguruan tinggi Meskipun secara struktural tetap di bawah dan bertanggung jawab pada universitasnya masing-masing, PSL memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan lingkungan hidup. Hampir semua pendidikan AMDAL dilakukan PSL di bawah koordinasi Men-PPLH (yang kemudian menjadi Men-KLH). PSL juga banyak membantu di bidang penelitian. Pada periode PPLH pula, yakni pada 1981, penghargaan Kalpataru mulai diperkenalkan. Penghargaan dengan lambang “Pohon Kehidupan” ini diberikan kepada masyarakat yang memelihara lingkungan hidup dengan kesadaran sendiri tanpa mengharapkan imbalan dan prestasinya dinilai luar biasa. Pemberian Kalpataru biasanya dilakukan pada saat puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup, tanggal 5 Juni setiap tahunnnya mengikuti ketentuan dari UNEP (United Nations Environment Programme). Dalam bidang pengawasan, MenPPLH telah melakukan pemantauan terhadap tidak kurang dari 5.000 proyek pembangunan sehingga meningkatkan efisiensi pada BUMN, merumuskan sebuah konsep sistem pengawasan pembangunan terpadu, dan terbentuknya sistem pengawasan melekat. Periode ini disebut sebagai pancawarsa pengawasan pembangunan dan lingkungan hidup. Berbagai kekurangan dan kelemahan masih dihadapi, baik dalam hal kebijaksanaan kelembagaan dan peraturan perundangan, sumber daya manusia maupun pendanaan .
Filsafat Ilmu PKLH | 235
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
b) Kantor Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup (1983-1993) UU No. 4 Tahun 1982 antara lain menggariskan bahwa manusia dan perilakunya merupakan komponen lingkungan hidup. Karena itu, perlu adanya perpaduan antara aspek kependudukan ke dalam pengelolaan lingkungan hidup. Untuk itu, berdasarkan Keppres No. 25 Tahun 1983 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dibentuklah Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Men-KLH) dengan menterinya adalah Prof. Dr. Emil Salim. Pada periode KLH ini, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL yang merupakan pedoman pelaksanaan suatu proyek pembangunan. Setiap proyek yang diperkirakan memiliki dampak penting diharuskan melakukan studi analsis mengenai dampak lingkungan. Sementara itu, kegiatan pembangunan yang makin pesat disertai makin meningkatnya dampak terhadap lingkungan menuntut dibentuknya sebuah badan yang lebih bersifat operasional. Berdasarkan Keppres No. 23 Tahun 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian kegiatankegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Pusat Studi Kependudukan (PSK) dan PSL ditumbuhkembangkan bukan hanya di perguruan tinggi negeri, tetapi juga di perguruan tinggi swasta. Saat itu tercatat 35 PSK dan 67 PSL yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di seluruh tanah air. Keberadaan PSK dan PSL di setiap provinsi diharapkan akan dapat membantu pemerintah daerah dalam 236 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
menangani persoalan lingkungan di daerahnya sesuai dengan karakteristik sosial, ekonomi, budaya dan biogeofisik setempat. Keragaman ini juga akan memperkaya khazanah bagi pengelola lingkungan di tingkat pusat yang pada gilirannya berguna dalam pengembangan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Pengembangan kelembagaan disertai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui jalur pendidikan, khususnya pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, kursus-kursus dan pelatihan serta pengembanan sistem dan penyebaran informasi kependudukan dan lingkungan hidup. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini tidak hanya terbatas pada aparat lembaga pemikir dan pengelola lingkungan, melainkan juga kepada aparat pendidik bahkan LSM serta masyarakat luas. Pendidikan bagi aparatur pemerintah terutama ditujukan bagi mereka yang terlibat langsung dalam penanganan masalah kependudukan dan lingkungan hidup seperti staf Kantor KLH, staf Bapedal, staf Biro KLH Tingkat I, Bappeda, Komisi AMDAL pusat dan daerah serta aparat penegak hukum. Program ini telah menghasilkan 72 orang sarjana program Strata 2 (Magister) dan 9 orang dalam program Strata 3 (Doktoral) di bidang kependudukan dan non-kependudukan. Saat itu, rata-rata Biro KLH memiliki 9 sarjana, bahkan di Jawa rata-rata lebih dari 15 sarjana. Seiring dengan upaya di atas, dilakukan pula pengembangan kemampuan bagian kependudukan di Biro KLH Propinsi, penataan sistem dan pelatihan registrasi penduduk sampai tingkat tenaga lapangan pada 54 di tingkat kabupaten/kota II di 15 propinsi.
Filsafat Ilmu PKLH | 237
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Di samping jalur pendidikan formal, pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup dilaksanakan melalui program TOT (training of trainers) bagi para dosen di perguruan tinggi negeri maupun swasta dengan tujuan menambah wawasan para dosen tersebut. Sejak tahun 1991/1992 sampai dengan 1992/1993 sejumlah 152 orang dosen perguruan tinggi negeri dan swasta telah mengikuti program ini. Kursus-kursus AMDAL di PSL di berbagai perguruan tinggi di Indonesia mulai diselenggarakan tahun 1982. Kursus ini pada umumnya diselenggarakan melalui kerjasama antara perguruan tinggi, Kantor KLH dan Bapedal. Di bidang kependudukan, telah dilakukan pengembangan PSK. Penanaman wawasan lingkungan kepada para guru telah pula dilakukan melalui Penataran Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup bagi guru SD, SMP dan SMA pada tahun 1989/1990 hingga 1992/1993 di 27 Provinsi di Indonesia bekerjasama dengan Depdikbud. Sejumlah 5.108 guru telah mengikuti penataran tersebut yang terdiri atas 2.330 guru SD, 1.410 guru SMP dan 1.368 guru SMA. Di samping itu, sebanyak 4.600 orang kepala sekolah SMP dan SMA telah mengikuti penataran serupa. Pada Pelita V tahun 1989/1990 hingga 1992/1993 materi kependudukan dan lingkungan hidup telah dimasukkan ke dalam kurikulum penjenjangan tingkat Sepada, Sepala, Sepadya dan Sespa pada pendidikan dan latihan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Pada periode ini, seperangkat peraturan perundangan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UU No. 4 Tahun 1982 telah dihasilkan termasuk keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai departemen yang berupa Pedoman dan Petunjuk Teknis. Ketika Kabinet Pembangunan IV berakhir 238 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
dan memasuki Kabinet Pembangunan V, status Men-KLH tetap dipertahankan, dan Prof. Dr. Emil Salim diangkat kembali menjadi menterinya. Dalam Periode KLH 1988-1993 ini yang nampak gencar dilakukan adalah pemasyarakatan pembangunan berkelanjutan dan seluruh bidang kegiatan kependudukan dan lingkungan hidup pada periode tersebut ditujukan untuk menopang pembangunan berkelanjutan ini juga berkaitan dengan penyelenggaraan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pengembangan atau yang lebih popular dengan sebutan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992. Hasil-hasil dari konferensi ini sangat menekankan perlunya konsep pembangunan berkelanjutan untuk menjamin pemanfaatan sumber daya alam tidak hanya untuk pembangunan di masa sekarang, melainkan juga untuk generasi yang akan datang. Di dalam periode ini pula, muncul gagasan bahwa kependudukan dan lingkungan hidup merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Perubahan di bidang kependudukan sangat berpengaruh dalam bidang lingkungan hidup. Demikian pula sebaliknya, lingkungan dituntut untuk selalu memiliki daya dukung bagi kehidupan. Karena itu, kebijaksaan yang dikembangkan dalam bidang kependudukan berbeda dengan periode sebelumnya. Masalah kependudukan tidak hanya dilihat dari segi demografi semata-mata (seperti: fertilitas, mortalitas dan migrasi) melainkan lebih menekankan pada unsur kualitas. Penduduk yang banyak tidak selamanya dapat dianggap sebagai beban. Kalau berkualitas, mereka dapat dijadikan modal pembangunan. Dalam kebijaksanaan tersebut, dijelaskan pula bahwa masalah kependudukan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan hidup. Karena itu pengelolaan Filsafat Ilmu PKLH | 239
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
lingkungan hidup dilakukan sedemikian rupa sehingga daya dukungnya dapat dipertahankan baik melalui pengaturan tata ruang, penerapan AMDAL. Rahabilitasi lingkungan seperti Program Kali Bersih (PROKASIH), maupun pemanfaatan keanekaragaman hayati. Penegakan hukum mulai dikembangkan dalam periode ini, terutama sejak Pelita V, dengan mulai dirintisnya kerjasama dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Kasus-kasus penindakan terhadap industri yang mencemari lingkungan sudah banyak dilakukan terutama yang berkaitan dengan pelaksaaan PROKASIH. Produk hukum penting yang dihasilkan selama periode KLH 1988-1993 ini antara lain di bidang kependudukan, RUU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera telah disahkan DPR pada 21 Maret 1992, yang kemudian diundangkan menjadi UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera pada tanggal 6 April 1992. Sedangkan di bidang lingkungan hidup, telah dikeluarkan PP No. 20 Tahun 1990 tentang Baku Mutu Lingkungan dan disetujuinya RUU Penataan Ruang di DPR. Men-KLH juga mengeluarkan Keputusan Menteri No. 03 Tahun 1991 tentang Baku Mutu Limbah Cair. Seperti periode sebelumnya, berbagai kelemahan masih dihadapi baik dalam hal kebijaksanaan, kelembagaan dan peraturan perundangan, sumber daya manusia maupun pendanaan. Hal ini bukan dikarenakan kegagalan pembangunan di sektor lingkungan hidup ini, melainkan cenderung disebabkan karena semakin luas, intensif dan kompleksnya permasalahan lingkungan yang dihadapi bersamaan dengan makin pesatnya kegiatan pembangunan selama periode dasawarsa KLH tersebut.
240 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
c) Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998) Masalah kependudukan dan lingkungan hidup cenderung menjadi makin luas dan kompleks sejalan dengan makin pesatnya laju kegiatan pembangunan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat khususnya pada pembangunan jangka panjang kedua (PJP II), ketika proses industrialisasi mulai dilaksanakan secara besar-besaran. Karena itu dipandang perlu membentuk lembaga kementerian yang khusus bertugas menangani dan mengkoordinir pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Untuk itu pada tahun 1993 dibentuklah Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (Men-LH), dengan Ir. Sarwono Kusumaatmadja sebagai menterinya. Agar pengelolaan lingkungan hidup lebih fokus, pada era ini kependudukan dikeluarkan dari lembaga pengelola lingkungan, dan atribut baru yang disandang adalah Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Pada awal periode ini berhasil diselenggarakan Rakornas I Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan 1994. Rakornas tersebut membahas dan merumuskan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (1994/1995-2019/2020). Perumusan kebijaksanaan dan strategi nasional ini ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan penurunan kualitas lingkungan hidup di masa mendatang sehubungan titik berat pembangunan PJP II pada bidang industri. Hasil penting dari Rakornas I tersebut adalah munculnya strategi dan kebijaksanaan satu pintu dan Sasaran Repelita Tahunan (SARLITA). SARLITA merupakan penjabaran dari program Repelita yang diharapkan dapat menjadi acuan pokok dalam penyusunan dan penilaian rencana kegiatan Filsafat Ilmu PKLH | 241
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
pembangunan tahunan, khususnya yang dibiayai oleh APBN. Penyusunan SARLITA Daerah sektor lingkungan hidup dilakukan oleh masing-masing provinsi sehingga diharapkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Selama kurun waktu 1994/1995 Kantor Men-LH turut menyusun program legislasi nasional yang dikoordinasikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Beberapa usulan yang disampaikan oleh Kantor Men-LH tentang program legislasi nasional adalah RUU Penyempurnaan UU No. 4 Tahun 1982, RUU Penataan Ruang Kelautan, RPP Tata Cara Penetapan dan Pembayaran Biaya Pemulihan Lingkungan, Tata Cara Pengaduan, Penelitian dan Penuntutan Ganti Rugi, Pengendalian Perusakan Lingkungan, Pengendalian Pencemaran Udara, Laut, Kebisingan dan Tanah. Periode ini merupakan pancawarsa menuju pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dengan perhatian utama diarahkan pada upaya pembinaan kemitraan kelembagaan. d) Era Reformasi (1998-1999) Reformasi membawa perubahan secara dramatis dalam sistem politik dan ketatanegaraan di Indonesia. Sejalan dengan itu, terjadi perubahan dalam sistem kepemerintahan. Namun demikian, masalah lingkungan yang dihadapi masih berkisar pada sumber daya alam, populasi dan kerjasama regional/internasional. Jumlah penduduk yang meningkat memberikan tekanan yang lebih besar kepada sumber alam, salah satu dampaknya adalah kondisi kritis sumber daya air khususnya di pulau Jawa. Hutan semakin menurun kualitas dan kuantitasnya akibat over exploitation dan pembakaran. Menyusutnya sumber daya hutan diikuti pula dengan menurunnya keanekaragaman 242 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
hayati. Hal yang sama juga terjadi di lingkungan pesisir dan laut. Kondisi ini diperburuk lagi dengan menurunnya kualitas udara akibat merebaknya industrialisasi dan perlakuan yang tidak ramah kepada atmosfer seperti semakin banyaknya polusi yang berasal dari kendaraan bermotor. Sementara itu, aktifitas manusia menghasilkan limbah domestik, dan masalah ini mulai merambah perdesaan. Kepadatan perkotaan turut pula meningkatkan beban pencemaran pada lingkungan, dampak lain dari kepadatan kota adalah alih fungsi lahan dari pertanian menjadi permukiman dan industri. Ledakan jumlah penduduk memunculkan kelas masyarakat miskin, yang diikuti dengan merebaknya permukiman kumuh, masalah kesehatan, gelandangan, kriminalitas, dan berbagai masalah sosial lainnya. Sementara itu, seiring dengan modernisasi, terjadi pergeseran nilai yang bersifat tradisional agraris menuju masyarakat era indusrti yang antara lain ditandai dengan perubahan pranata sosial, perubahan nilainilai sosial. Perpindahan penduduk dari desa ke kota mengakibatkan turunnya ketahanan ekologis perdesaan dan menaikkan tingkat kerentanan kota. Berbagai masalah sosial di atas berdampak pada melemahnya kontrol sosial, dan cenderung diikuti timbulnya masalah sosial psikologi dalam masyarakat. Sementara itu, keanekaragaman kelompok dan ketimpangan ekonomi semakin mempertinggi persaingan dan konflik kepentingan. Berkenaan dengan itu, maka sasaran pembangunan lingkungan diarahkan pada: (i) peningkatan pengenalan jumlah dan mutu sumber daya alam serta jasa lingkungan yang tersedia, (ii) pemeliharaan kawasan konservasi, (iii) peningkatan sistem pengelolaan lingkungan, (v) pengendalian Filsafat Ilmu PKLH | 243
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
pencemaran, terutama pada daerah padat penduduk dan pembangunan, (v) pengendalian kerusakan pantai, dan (vi) peningkatan usaha rehabilitasi lahan kritis. Memperhatikan sasaran tersebut, maka kebijakan lingkungan diarahkan pada 6 program pokok, yaitu: (i) inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, (ii) penyelamatan hutan, tanah dan air, (iii) pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, (iv) pengendalian pencemaran lingkungan hidup,, (vi) rehabilitasi lahan kritis, dan (vi) pembinaan daerah pantai. Periode reformasi ini relatif terjadi dalam kurun waktu yang sangat pendek (1998-1999) dan Kementerian Lingkungan Hidup mengalami dua periode kepemimpinan, yaitu: Prof. Dr. Juwono Sudarsono (1998), dan dr. Panangian Siregar (19981999), dan pada periode ini praktis perhatian pemerintah terhadap pertumbuhan penduduk terabaikan. e) Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1999-2001) Demi mengejar perolehan devisa negara baik pada tingkat pusat maupun daerah, pada era itu pemanfaatan sumber daya alam cenderung kurang memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan. Pemanfaatan sumberdaya alam berorientasi pada kepentingan jangka pendek sehingga kurang dan tidak efisien. Di lain pihak, adanya urgensi pemulihan ekonomi cenderung menjadi sumber permasalahan. Otonomi daerah telah merubah berbagai kewenangan bidang lingkungan yang terbagi menjadi lebih besar di kabupaten/kota dibandingkan di tingkat nasional/provinsi. Pemerintah pusat tidak lagi menjadi pelaksana, tetapi sebagai penyusun kebijakan makro dan penetapan berbagai norma, 244 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
standar, kriteria dan prosedur dalam pengelolaan lingkungan hidup. Mengantisipasi berbagai implikasi penerapan otonomi daerah pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, langkah-langkah yang diambil Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup di antaranya adalah melakukan konsultasi dengan sektor, daerah dan para mitra lingkungan untuk mensinergikan kewenangan, mempertegas kembali komitmen penguatan lembaga lingkungan daerah, memperkuat kapasitas lembaga lingkungan di daerah, dan pengembangan berbagai program strategis seperti: Bumi Lestari, Prokasih, Adipura, Langit Biru, dan lain-lainnya. Secara internal, langkah-langkah strategis yang diambil Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pada masa kepemimpinan Dr. Alexander Sonny Keraf adalah: (i) menjaga dan meningkatkan hubungan kerja internal; (ii) memfokuskan langkah kerja setiap unit kerja, (iii) merumuskan berbagai kriteria, indikator, baku mutu dan pedoman; dan (iv) melakukan inovasi bentuk-bentuk kerja sama antar sektor, antar dinas dan stakeholders lainnya. f) Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2001-2004) Pada awal era ini teridentifikasi bahwa penyebab kerusakan lingkungan bersumber dari: (i) lemahnya penguatan dan dukungan politik untuk pelestarian lingkungan dalam proses pengambilan keputusan, (ii) rendahnya sanksi yang dijatuhkan kepada para pelanggar peraturan di bidang lingkungan, dan (iii) kemiskinan. Sebaran dampaknya masih terpusat pada perusakan hutan dan lahan, pencemaran air, urbanisasi, perusakan & pencemaran laut & pantai, dan imbas dari lingkungan global.
Filsafat Ilmu PKLH | 245
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Strategi yang ditempuh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada era kepemimpinan Nabiel Makarim, MPA,MSM. ini adalah: (i) peningkatan dan perluasan aliansi strategis dalam rangka memperoleh dukungan dan kekuatan politik untuk pelestarian lingkungan, (ii) pemberdayaan masyarakat sadar dan aktif berperan dalam proses pengambilan keputusan, (iii) pengembangan prinsip “good governance” dalam pelestarian lingkungan hidup di kalangan pemerintah kabupaten/kota, (iv) peningkatan penaatan melalui penggunaan instrumen hukum dan instrumen lainnya, dan (v) pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas. Pada awal era ini terjadi penggabungan antara Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Negara Lingkungan Hidup. g) Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004-sekarang) Pengelolaan lingkungan pada era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid-1, yang dimulai pada tahun 2004 sampai tahun 2009 menempatkan Ir. Rachmat Witoelar sebagai menteri pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Visi, misi, strategi, tujuan, kebijakan, program, dan kegiatan KNLH cukup terarah. Pada era ini cukup banyak produk perundangan yang agak menguntungkan dalam perlindungan lingkungan hidup, seperti lahirnya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menggantikan UU No. 23 Tahun 1997. Selain itu dari lintas sektor tetapi terkait erat dengan sektor lingkungan hidup, dihasilkan pula UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral Tambang, yang menggantikan UU No.1 Tahun 1967 246 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
tentang Pertambangan. Kemudian pada era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid-2 kepemimpinan di KNLH dipegang oleh Gusti Muhammad Hatta (2009 – 2011), tidak banyak perkembangan yang bermakna. Selanjutnya pada perkembangan terakhir, dalam kepemimpinan Bert Kambuaya (2011 – sekarang) sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup, dikeluarkan PP No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah ini untuk sementara dinilai banyak kalangan cukup protektif dan mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup. B.
Landasan Hukum Lingkungan Hidup
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Produk perundangan pertama yang dirumuskan khusus menyangkut pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini merupakan landasan hukum untuk berbagai ketentuan dan peraturan mengenai masalah pengelolaan lingkungan hidup seperti perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, baku mutu lingkungan dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1997 UU No. 4 Tahun 1982 disempurnakan melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan yang terakhir adalah produk legislasi berupa UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Pada tahun 2009 selain UU No. 32 tersebut, juga dihasilkan suatu produk perundangan yang sangat erat kaitannya dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu UU N0. 4 Tahun 2009 tentang Mineral Tambang, yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Pertambangan. Perubahan UU No. 23 Tahun Filsafat Ilmu PKLH | 247
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup menjadi UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Kemudian perubahan UU No.1 Tahun 1967 tentang Pertambangan, menjadi UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba. Kedua produk perundangan ini memberi suatu dorongan dan semangat dalam mengubah padangan terhadap lingkungan hidup. Memaknai lingkungan hidup yang tidak seimbang, atau tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung, akan menyebabkan bencana buat manusia yang hidup sekarang, dan juga bagi generasi yang akan datang. Dalam UU No. 32 Tahun 2009, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai “upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”. Keberpihakan pemerintah secara legislasi kelihatannya semakin nampak, terutama setelah Presiden Susilo Bambang Yudoyono akhir-akhir ini cukup aktip di berbagai forum internasional untuk membahas tentang lingkungan global (global environmental) dan isu-isu perubahan iklim (climate change). Keberpihakan pemerintah terhadap kelestarian lingkungan hidup telah melahirkan PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah yang terakhir ini bila dicermati cukup protektif dan mendukung upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup.
248 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
C.
Azas, Tujuan & Ruang Lingkup Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup
Di dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan tentang azas, tujuan dan ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada pasal-2 ditegaskan bahwa azas hukum yang dipergunakan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, adalah : 1. Tanggungjawab negara 2. Kelestarian dan keberlanjutan 3. Keserasian dan keseimbangan 4. Keterpaduan 5. Manfaat 6. Kehati-hatian 7. Keadilan 8. Ekoregion 9. Keanekaragaman hayati 10. Pencemar membayar 11. Partisipatif 12. Kearifan lokal 13. Tata kelola pemerintah yang baik 14. Otonomi daerah. Sedangkan pada pasal-3 UU No. 32 Tahun 2009, ditegaskan bahwa tujuan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah : 1. Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup 2. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia 3. Menjamin kelangsungan kehidpan makluk hidup dan kelestarian ekosistem 4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup Filsafat Ilmu PKLH | 249
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
5. Mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup 6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan 7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari HAM 8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana 9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan 10. Mengantisipasi isu lingkungan global Selanjutnya pada pasal-4 UU No. 32 Tahun 2009, ditegaskan tentang ruang lingkup dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yakni : 1. Perencanaan 2. Pemanfaatan 3. Pengendalian 4. Pemeliharaan 5. Pengawasan dan 6. Penegakkan hukum Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion, dan penyusunan Rencana Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Mengenai pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer. Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik 250 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan Untuk memberikan gambaran sedemikian luasnya cakupan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka berikut ini bagan dari ruang lingkupnya berdasarkan pasal 4 UU No. 32 Tahun 2009, sebagai berikut :
Filsafat Ilmu PKLH | 251
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
252 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Filsafat Ilmu PKLH | 253
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
D.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Perspektif Islam
Telah terjadi suatu adu argumentasi antara malaikat dengan Tuhan, ketika Tuhan mengabarkan kepada mereka bahwa Dia 254 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
hendak menciptakan khalifah di bumi ini yang diberi nama Manusia. Suatu keberatan, kalau bukan peringatan, yang disampaikan para malaikat kepada Tuhan, sehubungan dengan niat penciptaan itu adalah bahwa: “manusia suka berbuat kerusakan dan pertumpahan darah di bumi; tetapi kemudian Tuhan menjawab, bahwa Dia lebih tahu tentang segala sesuatu (Q.S.,2 Ayat 20). Akhirnya manusia pun diciptakan, dan “bahkan para malaikat itu pun diperintahkan oleh Tuhan untuk bersujud kepada makhluk baru yang bernama manusia itu” (Q.S., 2 Ayat 34). Kepada manusia itu Tuhan mengajarkan ilmu tentang nama-nama, suatu ilmu yang belum pernah diajarkan kepada makhluk lain, termasuk kepada malaikat, makhluk yang paling taat itu (Q.S., 2 Ayat 31). Selain itu, manusia juga dibekali dengan petunjuk sebagai bekal hidupnya di dunia, yang dengan petunjuk itu manusia akan selamat, baik di dunia maupun di akhirat nanti (Q.S., 2 Ayat 38). Islam memandang manusia sebagai makhluk yang lebih tinggi derajatnya daripada makhluk-makhluk yang lain, baik yang bersifat materi maupun yang bersifat immateri (Q.S., 17 Ayat 70). Dia merupakan kombinasi yang sempurna antara unsur lahir dan unsur batin, sehingga Tuhan sendiri menyebut manusia sebagai sebaik-baik ciptaan (Q.S., 95 Ayat 4). Karena kesempurnaan kejadiannya itulah manusia dipandang layak untuk menerima amanat sebagai khalifah di bumi (Q.S., 2 Ayat 30-31). Dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah, manusia diberi suatu kebebasan untuk membuat keputusan dan pilihan, tetapi setiap keputusan dan pilihan yang dibuatnya yang dimanifestasikan dalam setiap aktivitasnya untuk diadakan pertanggungjawaban dan evaluasi, yang kemudian dari pertanggungjawaban dan evaluasi inilah manusia diberi kategori atau digolongkan sesuai dengan kualitasnya (Q.S., 2 Ayat 256).
Filsafat Ilmu PKLH | 255
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Kesediaan untuk menerima kebebasan yang disertai tanggung jawab inilah yang membuat kebebasan itu bermakna, sehingga keberadaannya secara eksistensial adalah suatu keberadaan yang abadi (Q.S., 98 Ayat 6-7). Kebebasan individual, sehingga pertanggungjawabannya pun bersifat individual yang tidak mungkin dipertukarkan ataupun diwakilkan (Q.S., 99 Ayat 78; dan Q.S. 17 Ayat 13). Dalam hidupnya manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan yang harus dipenuhinya, yang oleh Abraham Maslow (Johni Najwan, 2011) menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut dibedakan menjadi tujuh kategori yang tersusun secara hierarkis dari yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologis hingga yang paling tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Menurutnya, manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi bila kebutuhan-kebutuhan di bawahnya telah terpenuhi, sehingga sepanjang hidupnya manusia tergerak untuk menaiki tangga-tangga kebutuhan itu meski hanya sebagian kecil saja yang berhasil mencapai puncaknya. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhankebutuhan dasar, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang secara mutlak harus dipenuhi agar manusia bisa bertahan hidup, seperti: kebutuhan pangan, sandang dan tempat tinggal. Kualitas kebutuhan dasar ini berubah dari waktu ke waktu, seiring dengan perubahan budaya manusia. Peningkatan kualitas hidup manusia bisa berarti peningkatan kualitas kebutuhan dasar ini, begitu pula kebutuhan-kebutuhan lain, dan perubahan pola berpikir manusia tentang kehidupan berpengaruh besar terhadap konsumsi sumber daya yang tersedia. Islam tidak pernah melarang manusia berupaya untuk meningkatkan taraf hidupnya, selama tidak merusak dan merugikan makhluk di sekitarnya. Ini berarti, bahwa peningkatan 256 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
kualitas keberadaannya yang eksistensial sebagai khalifah adalah sangat dilindungi oleh Islam. Oleh karena itu, orang akan membuat suatu kesalahan besar bila menafsirkan teori Maslow secara tidak benar, karena terpenuhinya kebutuhan tertinggi manusia, bukan berarti bahwa manusia tersebut telah mencapai puncak kebahagiannya. Bagi Islam kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan di “Kampung Akhirat”, dan sesuai dengan sejarah penciptaannya, manusia hidup di alam dunianya sekarang ini bukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, melainkan manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya untuk menjalani kehidupannya. Dengan demikian, kualitas kebutuhan manusia tidak identik dengan kualitas hidupnya. Karena peningkatan kualitas kebutuhan hidupnya tidak berjalan seiring dengan peningkatan kualitas hidupnya. Begitu pula peningkatan kualitas hidup manusia bukan berarti peningkatan kualitas kebutuhannya. Manusia bisa menempati tingkat kualitas hidup yang terendah dengan kualitas kebutuhan hidup yang tertinggi, begitu pula sebaliknya, dia bisa menduduki tingkat kualitas hidup tertinggi dengan kualitas kebutuhan hidup yang terendah. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa tolok ukur kualitas manusia Islam itu bersifat batin, dan kualitas inilah yang melebihkan manusia dari organisme hidup lainnya, atau bahkan dari jenis-jenis makhluk yang lainnya. Sehubungan dengan pengelolaan sumber daya tersebut, menurut Johni Najwan (2011) bahwa Islam mengatur lima hal pokok yang harus mendapat perhatian, yakni : 1.
Tidak Membuat Kerusakan di Bumi. Banyak sekali ayat-ayat dalam al-Quran yang menegaskan, agar manusia tidak membuat kerusakan di muka bumi. Suatu sikap manusia yang sejak semula telah dikhawatirkan oleh para Filsafat Ilmu PKLH | 257
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
malaikat (Q.S. 2 Ayat 30). Bentuk-bentuk kerusakan ini menurut ilmu lingkungan bisa muncul dalam bermacammacam aktivitas seperti menggunakan sumber daya alam yang melebihi maximum sustained yield, memutuskan salah satu mata rantai dalam food-chains atau web of life, mengeksploitasi daur materi, dan menghasilkan berbagai macam pencemaran yang akan mengganggu stabilitas tata lingkungan. Di samping itu kerusakan-kerusakan tersebut bisa pula muncul dalam bentuk aktivitas-aktivitas semacam penumpukan sumber daya alam yang menimbulkan penderitaan bagi manusia lain, eksploitasi sumber daya manusia hingga merendahkan derajatnya sebagai manusia, pengacauan terhadap keamanan, pelanggaran terhadap ketertiban, pemutusan hubungan saudara, penelantaran terhadap kemiskinan, kelalaian terhadap pendidikan dan keagamaan, dan bentuk-bentuk aktivitas lain yang bisa mengganggu tata lingkungan. 2.
Bersahabat dengan Alam Meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan ungkapan yang disampaikan oleh kepercayaan-kepercayaan animisme, dinamisme akan tetapi Islam juga menganjurkan manusia, untuk bersahabat dengan alam. Keberadaan flora dan fauna yang memberikan manfaat kepada manusia perlu diimbangi dengan suatu “perilaku” yang baik (Q.S. 2 Ayat 205). Dalam menyembelih binatang, misalnya, Islam juga mengajarkan sopan santun yang selain menghadap kiblat dan berniat dengan nama Allah, juga disunatkan mempertajam alat yang digunakan untuk menyembelih
258 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
binatang itu, sehingga binatang yang akan disembelih tersebut tidak terlalu menderita pada saat sakaratul maut. Bahkan dalam riwayat yang lain Rasulullah pernah mengancam, bahwa barang siapa yang lalai dalam memberi makan kepada binatang peliharaannnya, sementara binatang peliharaannnya itu terikat dan tidak bisa mencari makan sendiri sehingga mati kelaparan, maka orang itu tidak akan bisa masuk surga. Dan Tuhan sendiri mengatakan : “Dan tiadalah binatangbinatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan makhluk-makhluk-Ku (juga) seperti kamu” (Q.S. 6 Ayat 38). 3.
Tidak Berlaku Boros Islam mengakui hak manusia untuk menggunakan sumber daya yang memang disediakan untuknya. Akan tetapi, menggunakan sumber daya secara berkelebihan dan berlaku boros adalah suatu tindakan yang tidak dibenarkan. Bahkan Tuhan telah menggolongkan manusia yang suka menghamburkan kekayaan dan berlaku boros tersebut sebagai teman/perbuatan setan. Padahal sebagaimana petunjuk yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, setan bagi manusia adalah musuh yang nyata (Q.S. 7 Ayat 31 dan Q.S. 17 Ayat 26-27). Dalam ilmu lingkungan pemborosan ini bisa muncul dalam bentuk ketidakseimbangan pertukaran materi dan transformasi energi, atau pemborosan juga bisa diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang tidak sebanding dengan daya gunanya. Pemborosan adalah suatu bentuk kejahatan tersendiri, karena dengan berbuat boros berarti mengurangi atau bahkan menghilangkan hak dan kesempatan manusia atau makhluk hidup yang lain atas suatu sumber daya. Filsafat Ilmu PKLH | 259
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
4.
Memikirkan Generasi Yang Akan Datang Selain mengajarkan tentang kehidupan di alam akhirat, Islam juga mengajarkan betapa penting kehidupan generasi berikutnya. Oleh karena itu, manusia dimungkinkan untuk tetap menerima kebaikan yang mengalir tiada henti-hentinya, meskipun dia telah meninggal. Konsep amal jariyah adalah suatu konsep tentang pembangunan yang tiada hanya bermanfaat bagi dirinya di masa kini dan di akhirat nanti, akan tetapi juga bagi generasi-generasi sesudahnya. Sabda Nabi Muhammad Saw., bahwa; “Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya” (HR. Al-Bukhoriy-Muslim), adalah suatu contoh sederhana tentang pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Bahkan begitu pentingnya makna penghijauan di dalam ajaran Islam, sehingga suatu waktu Nabi bersabda bahwa; “Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah” (HR. Ahmad).
5.
Meningkatkan Kesejahteraan Umum Islam mengajarkan bahwa kekayaan yang diperoleh seseorang tidak untuk dimiliki sendiri, karena dia mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan sebahagaian dari kekayaannya itu untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan dan berhak untuk menerimanya (Q.S. 2 Ayat 215). Di samping itu, cara pembelanjaannya pun juga diatur agar manusia tidak sia-sia dalam membelanjakannya. Bentuk-bentuk zakat, infaq dan shadaqoh tiada lain adalah upaya pencarian keridoan Tuhan yang dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan kesejahteraan umum. Dengan cara semacam ini kesenjangan
260 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
tingkat sosial ekonomi yang bisa menimbulkan gangguan tata lingkungan bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan.
6.4.
Pengelolaan Manusia Sebagai Sumberdaya Utama
Manusia sebagai makhluk yang dianugrahi Allah Swt potensi akal-budi, mau tidak mau harus menjadi komponen utama dalam kehidupan di atas bumi. Kelestarian atau kehancuran potensi yang dimiliki planit bumi ini sangat ditentukan oleh sentuhan tangan dan perlakuan manusia. Tindakan yang arif akan banyak memberikan sustainabilitas terhadap potensi alam dan lingkungan hidup, dan sepak terjang frontier manusia kapitalis akan menghancurkan dan mempercepat kehancuran planit bumi. Oleh karena itu ungkapan beberapa pakar pembangunan yang menyatakan bahwa “penduduk” bermakna pisau bermata dua, di satu sisi penduduk yang memiliki kualitas merupakan “sumberdaya pembangunan”, namun di sisi lain penduduk yang tidak memiliki kualitas dan keterampilan akan menjadi “beban pembangunan”. Secara fisik planit bumi ini sangat terbebani oleh jumlah penduduk yang berkembang demikian cepat. Dalam 60 tahun terakhir penduduk bumi telah berkembang hampir tiga kali lipat, dari 2,5 milyar pada tahun 1950 telah menjadi 7 milyar pada bulan Oktober 2012 lalu. Laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia semakin lama semakin cepat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penduduk bumi pada tahun 1987 berjumlah 5 milyar, selang 12 tahun kemudian pada tanggal 12 Oktober 1999 jumlah penduduk tercatat 6 milyar, dan terakhir pada tanggal 19 Oktober 2012 lalu jumlah penduduk bumi sudah mencapai 7 milyar. Distribusi penduduk bumi, adalah suatu permasalahan yang juga cukup dominan dalam aspek kependudukan, karena negara-negara yang padat penduduknya lebih dominan merupakan negara Filsafat Ilmu PKLH | 261
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
berkembang, bahkan terdapat beberapa negara yang terkategori sebagai negara terkebelakang. Hanya 3 dari 10 negara terbesar penduduknya yang masuk dalam kategori negara maju. Hubungan yang bersifat komplementer antara manusia (penduduk) dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), dapat dilihat dalam tiga aspek, yakni ; (1) peranan manusia dalam pembangunan berkelanjutan; (2) penduduk berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan berkelanjutan; dan (3) perencanaan partisipatif dalam pembangunan berkelanjutan.
A.
Peran Manusia Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas. Posisi dan kedudukan manusia sebagai makhluk pengatur (khalifah) terhadap sumberdaya alam, memungkinkan munculnya tiga pola pandang dalam dimensi antara lain : a. Manusia menghasilkan alat dengan perspektif lebih baik, b. Manusia mampu menakar jarak dan ruang. c. Manusia mampu menikmati lebih banyak “persepsi warna” dibanding makhluk hidup lainnya, sehingga mampu mengidentifikasi benda dengan mudah dan tepat.
262 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Dari dimensi pola pandang di atas, ada empat peran penting manusia terhadap lingkungan hidupnya, yakni : 1. Manusia Sebagai Organisme yang Dominan Secara Ekologik. Manusia penting karena mereka merupakan makhluk hidup yang dominan secara ekologik. Maksudnya, organisme dikatakan secara ekologik jika : a.
Manusia dapat berkompetensi secara lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal makanan jika dibandingkan dengan makhluk lain dalam suatu ekosistem, dan b. Manusia mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap lingkungan tempat hidupnya, atau terhadap organisme yang lain. 2. Manusia Sebagai Makhluk Pembuat Alat. Manusia menjadi dominan dalam ekosistem berkat kemampuannya membuat dan menggunakan alat.Penggunaan api memungkinkan manusia menguasai daerah yang lebih luas jika dibandingkan dengan jumlah populasi manusia. Dengan kata lain dominan mereka tidak tergantung dari jumlahnya. Manusia juga merupakan organisme yang membudidayakan makanannya. Perubahan cara hidup dari pengumpulan makanan jadi penanaman serta pemetik hasil tanaman merupakan suatu pencapaian yang mempunyai dampak ekologi yang luas. 3. Manusia Sebagai Makhluk Perampok. Manusia dikenal sebagai makhluk mengeksploitasi ekosistem yang hebat. Ia dapat memanfaatkan baik ekosistem darat maupun ekosistem air. Sejak semula manusia mengeksploitasi ekosistem tidak hanya untuk makanan, tetapi juga untuk keperluan lain seperti pakaian Filsafat Ilmu PKLH | 263
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
dan rumah. Sejak itu kebutuhan akan bahan organik untuk obat-obatan, papan, serat, dan lain-lain meningkat. 4. Manusia Sebagai Penyebab Evolusi. Perkembangan pengetahuan dan keterampilan teknis mengakibatkan manusia muncul sebagai makhluk hidup dominan secara ekologik. Selain itu ia merupakan penyebab terjadinya evolusi ilmu pengetahuan dan kesadaran ilmiah pada dirinya sendiri.
B.
Penduduk Berkualitas merupakan Modal Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial, mengenai sumberdaya alam serta kemampuan biosfer menyerap pelbagai pengaruh dari kativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat dikelola dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru pembangunan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan sendiri merupakan suatu proses pembangunan yang secara berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber alam dan sumberdaya manusia dengan cara 264 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber alam yang tersedia. Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan dan keharmonisan antara umat manusia dengan alam. Keselarasan tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang dinamis. Proses pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itulah dalam pembangunan berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi penduduk serta sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di suatu wilayah tertentu. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan yakni sosial, ekonomi dan lingkungan. Selanjutnya oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup menambahkan satu pilar lagi, yaitu pilar teknologi. Dalam hal ini terlihat jelas fenomena hubungan komplementer antara ekologi manusia dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang mana telah dijelaskan pula sebelumnya bahwa teknologi merupakan salah satu komponen utama dari ekologi manusia. Berbeda dengan ketiga pilar lainnya, keberlanjutan teknologi adalah berada di tingkat nasional dengan tetap berkoordinasi dengan dunia luar atau internasional. Lebih lanjut lagi, Kementerian Lingkungan Hidup (Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih) menjabarkan keempat pilar tersebut sebagai berikut :
Filsafat Ilmu PKLH | 265
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
1. Keberlanjutan Lingkungan. a.
Keberlanjutan lingkungan dilakukan dengan cara menerapkan konservasi atau diversifikasi pemanfaatan sumber daya alam. Indikator-indikator itu adalah terjaganya keberlanjutan fungsi-fungsi ekologis; tidak melebihi ambang batas baku mutu lingkungan yang berlaku, nasional, dan lokal (tidak menimbulkan pencemaran udara, air, tanah); terjaganya keanekaragaman hayati (genetik, spesies, dan ekosistem), dan tidak terjadi pencemaran genetika; dan dipatuhinya peraturan tata guna lahan atau tata ruang. b. Keselamatan dan kesehatan masyarakat lokal. Indikator-indikator itu adalah tidak menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan; dipatuhinya peraturan keselamatan kerja; dan adanya prosedur yang terdokumentasi yang menjelaskan usaha-usaha yang memadai untuk mencegah kecelakaan dan mengatasi bila terjadi kecelakaan. 2. Keberlanjutan Ekonomi. Yaitu kesejahteraan masyarakat lokal. Indikator-indikator itu adalah tidak menurunkan pendapatan masyarakat lokal; adanya kesepakatan dari pihak-pihak yang terkait untuk menyelesaikan masalah-masalah PHK sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; adanya upaya-upaya untuk mengatasi kemungkinan dampak penurunan pendapatan bagi sekelompok masyarakat; dan tidak menurunkan kualitas pelayanan umum untuk masyarakat lokal.
266 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
3. Keberlanjutan Sosial. a.
Partisipasi masyarakat. Indikator-indikator itu adalah adanya proses konsultasi ke masyarakat lokal; dan adanya tanggapan dan tindak lanjut terhadap komentar dan keluhan masyarakat lokal. b. Proyek tidak merusak integritas sosial masyarakat, dengan indikator: tidak menyebabkan konflik di tengah masyarakat lokal. 4. Keberlanjutan Teknologi. Yaitu terjadi alih teknologi. Indikator-indikator itu adalah tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing dalam hal pengetahuan dan pengoperasian alat (know-how); tidak menggunakan teknologi yang masih bersifat percobaan dan teknologi usang; dan mengupayakan peningkatan kemampuan, dan pemanfaatan teknologi lokal. Uraian tersebut di atas sesuai dengan pendapat Jacobs, dkk (dalam Hadi, 2005) tentang prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar (fulfilment of human needs) yang terdiri dari kebutuhan materi dan nonmateri; pemeliharaan integritas lingkungan (maintenance of ecological integrity) yang terdiri dari konservasi dan mengurangi konsumsi; keadilan sosial (social equity) yang terdiri dari keadilan masa depan dan kini; dan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri (self determination) yang terdiri dari masyarakat madani dan partisipatori demokrasi. Menurut Newman & Kenworthy (dalam Kemp & Martens, 2007), setidaknya terdapat empat prinsip dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu:
Filsafat Ilmu PKLH | 267
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
1. The elimination of poverty, especially in the Third World, is necessary not just on human grounds, but as an environmental issue (Pengurangan kemiskinan, khususnya di Dunia Ketiga, yaitu tidak hanya perlu pada masyarakat tingkat bawah, tetapi sebagai isu berbasis lingkungan). 2. The First World must reduce its consumption of resources and production of wastes (Negara Maju harus mereduksi konsumsi mereka pada sumber daya dan produksi limbah). 3. Global cooperation on environmental issues is no longer a soft option (Kerjasama global atas isu-isu lingkungan adalah tidak lebih dari sebuah pilihan lunak). 4. Change towards sustainability can occur only with community-based approaches that take local cultures seriously (Mengubah ke arah keberlanjutan hanya dapat terjadi dengan pendekatan berbasis masyarakat yang mengambil kebudayaan lokal secara serius). Pandangan Newman dan Kenworthy tersebut banyak dipengaruhi oleh perhatiannya terhadap kaum papa dan lemah yang seharusnya menjadi bagian dari keberlanjutan. Selain pilar dan prinsip itu, pembangunan berkelanjutan juga memiliki karakteristik tersendiri sebagai pegangan bagi pengambil keputusan (decision makers) baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun global. Konsep pembangunan berkelanjutan bukanlah rencana aksi yang rinci hingga implementasi. Hal itu bergantung pada tempat, waktu, dan gabungan antara nilai-nilai dan sumber daya. Pendekatan decision making dari pembangunan berkelanjutan menghendaki penilaianwaspada terhadap kekuatan dari lingkup rumah tangga, komunitas, swasta untuk menentukan tindakan prioritas. Adapun karakteristik pembangunan berkelajutan tersebut (Sustainable Development Communications Network, 1990), adalah : 268 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
1. Perhatian terhadap keadilan dan kejujuran, yaitu memastikan bahwa hak-hak masyarakat miskin dan generasi masa depan terjamin. Jika pembangunan dikatakan berkelanjutan, maka seharusnya decision-makers menghargai kepentingan mereka. 2. Pandangan jangka panjang, yaitu merumuskan prinsipprinsip pencegahan yang dapat digunakan sebagai panduan. Sebuah perencanaan jangka panjang sebetulnya bergantung pada kebutuhan, dan realita lapangan. Di suatu negara yang ketika sebuah tindakan melahirkan ancaman terhadap lingkungan, dan kesehatan warganya, ukuranukuran pencegahan seharusnya diambil bahkan jika beberapa cause-and-effect relationships tidak sepenuhnya dibangun secara ilmiah. 3. Systems thinking, yaitu memahami saling-keterhubungan yang tak terpisahkan di antara lingkungan, ekonomi, dan sosial. Walaupun isu pembangunan keberlanjutan telah bergulir secara eksplisit sejak 1970-an, tetapi terdapat urgensitas yang halus atas problematik global pada awal abad 21 ini (Adams, 2006). Bagaimanapun juga, dekade pertama abad ini menawarkan banyak kesempatan unik untuk kemudian melakukan pemikiran ulang terhadap bagian dominan dari pembangunan global. Kritik para pakar lingkungan pembangunan pada 30 tahun terakhir mengungkapkan bahwa model pembangunan konvensional telah tidak mampu berlanjut. Dewasa ini, beberapa pihak menawarkan sebuah pandangan unik guna mendeskripsikan fakta-fakta tersebut, dan mengumpulkan sebuah forum diskusi baru tentang masa depan manusia dan lingkungan. Pada pintu gerbang abad 21 ini, beberapa negara berkembang telah mengawali pencapaian pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi dengan model ini. Filsafat Ilmu PKLH | 269
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Penjabaran tentang model tersebut kemudian disebut Adams (2006) sebagai konsep baru atau pemikiran baru. Model ini menghendaki adanya sustainability and resilience (keberlanjutan dan kelentingan), sustainability and human well-being (keberlanjutan dan kesejahteraan rakyat), a new economy (ekonomi baru) dan presenting new thinking (pemikiran atau paradigma baru). C.
Perencanaan Berkelanjutan
Partisipatif
dalam
Pembangunan
Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang di dalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Perencanaan pembangunan merupakan hal yang paling penting bagi keberhasilan pembangunan. Perencanaan yang tepat akan menghasilkan dampak yang baik terhadap masyarakat dalam konteks dapat mencapai tujuan pembangunan. Sebaliknya, perencanaan yang tidak tepat akan membawa yang tidak baik terhadap keberhasilan tujuan pembangunan. Dalam realitasnya, perencanaan pembangunan yang telah disusun dan dilaksanakan seringkali tidak dapat memuaskan keinginan masyarakat. Masyarakat mempersoalkan tentang program atau rencana kegiatan yang tidak mereka perlukan, tidak menyetujui kebijakan yang diambil pemerintah atau keluhan tidak 270 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
dapat menikmati hasil pembangunan yang telah direncanakan tersebut. Atas dasar itu, maka seharusnya perencanaan partisipatif dijalankan agar dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Melalui perencanaan partisipatif, masyarakat sendiri yang terlibat penuh dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan perumusan program. Dalam proses perencanaan partisipatif, masyarakat akan lebih bebas dan terbuka dalam mengartikulasikan keinginan-keinginan dan kebutuhannya. Begitupula perencanaan partisipatif dalam pembangunan berkelanjutan. Perencanaan partisipatif dalam pembangunan berkelanjutan akan sangat membantu keberhasilan dalam mengintegrasikan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai kesejahteraan. Abu Huraerah (2008) menyatakan bahwa perencanaan partisipatif adalah suatu proses perencanaan program pengembangan masyarakat yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat dan stakeholders seperti: tokoh masyarakat (tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh wanita, tokoh pemuda) dan aparat pemerintahan. Keterlibatan masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam mengidentifikasi masalah-masalah dan kebutuhankebutuhannya sendiri, merumuskan dan menyeleksi alternatif tindakan atau program dan mengimplementasikan program, serta melakukan monitoring dan evaluasi program. Andi Satyumitra mengutip pernyataan Bahua tentang perencanaan pembangunan partisipatif yang dirumuskan sebagai upaya untuk meberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarkat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan dan Filsafat Ilmu PKLH | 271
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
peningkatan rasa memiliki terhadap program kegiatan yang telah disusun. Wicaksono dan Sugiarto yang dikutip oleh Agus Harto Wibowo yang mendefinisikan perencanaan pembangunan partisipatif sebagai usaha yang dilakukan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat secara mandiri. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, maka dpat disimpulkan bahwa perencanaan partisipatif pembangunan adalah suatu usaha perencanaan yang secara sadar disusun bersama oleh pemerintah, masyarakat, pihak swasta maupun perguruan tinggi untuk memilih alternatif terbaik dalam pelaksanaan pembangunan, agar pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perencanaan partisipatif memiliki berbagai siklus. Menurut Abu Huraerah (2008) perencanaan partisipatif memiliki sepuluh tahap, yaitu: 1.
Identifikasi masalah dan needs assessment (penilaian kebutuhan). Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan needs assessment (penilaian kebutuhan). Kebutuhan dapat didefiniskan sebagai kekurangan yang mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Penilaian kebutuhan adalah penentuan besar atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi sasaran (masyarakat) yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin direalisasikan. Metode yang digunakan untuk identifikasi masalah dan penilaian kebutuhan adalah:
272 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
2.
3. 4.
5.
6.
7.
Brainstorming. Metode untuk menampung berbagai aspirai, pendapat, saran-saran dari populasi sasaran (masyarakat) dan membahasnya secara bersama-sama. Focus Group Discussion. Diskusi yang dirancang khusus membicarakan suatu masalah secara terfokus. Participatory Decision Making. Metode pengambilan keputusan yang dilakukan secara bersama-sama populasi sasaran dan stakeholders. Stakeholders Analysis. Analisis terhadap peserta atau pengurus dan anggota suatu program, suatu proyek pembangunan atau organisasi sosial tertentu tentang isu-isu yang terjadi di lingkungan seperti relasi kekuasaan, pengaruh, dan kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Beneficiary Assessment. Pengidentifikasian masalah sosial yang melibatkan konsultasi secara sistematis dengan para penerima pelayanan sosial. Penentuan Tujuan. Tujuan perencanaan partisipatif: a.
Menumbuhkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya proses partisipasi. b. Menggali masukan, pendapat, usulan dan saran-saran dari masyarakat guna memperkuat dan mendukung program pengembangan masyarakat. c. Menumbuhkan pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya. d. Mampu merumuskan dan meyeleksi alternatif tindakan dan mengimpelmentasikan program. e. Mampu melakukan monitoring dan evaluasi program secara partisipatif.
Filsafat Ilmu PKLH | 273
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
8.
Penyusunan dan pengembangan perencanaan partisipatif. Para perencana bersama-sama masyarakat menyusun pola rencana intervensi yang komprehensif. Pola tersebut menyangkut strategi-strategi, tugas-tugas dan prosedurprosedur yang ditujukan untuk membantu kebutuhankebutuhan dan pemecahan masalah. 9. Pelaksanaan. Impelementasi program pembangunan pada dasarnya merupakan proses penerapan metode dan pendayagunaan sumber-sumber (sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya finansial) untuk menghasilkan barang-barang pelayanan sosial bagi kepentingan sosial sesuai dengan tujuan dan sasaran program. 10. Monitoring dan evaluasi. Monitoring adalah pemantauan secara terus-menerus dalam proses perencanaan dan pelaksaan kegiatan. Evaluasi adalah kegiatan menilai secara keseluruhan tentang suatu kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai rencana atau ketentuan yang telah disusun sebelumnya. Alexander Abe yang dikutip oleh Agus Harto Wibowo, merumuskan tahapan perencanaan partisipatif sebagai berikut: 1.
2.
Penyelidikan. Penyelidikan adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan mengumpulkan persoalanpersoalan bersifat lokal yang berkembang di masyarakat. Perumusan masalah. Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari hasil penyelidikan. Data atau informasi yang telah dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang lebih lengkap, utuh dan mendalam. Untuk mencapai perumusan, pada dasarnya dilakukan suatu proses analisis atas informasi, data dan pengalaman hidup masyarakat. Tidak semua yang disampaikan masyarakat
274 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
3.
4.
5.
6.
harus diterima, namun pada saat inilah momentum untuk bersama-sama masyarakat memilah-milah segi yang merupakan kebutuhan dan yang sekedar keinginan. Identifikasi daya dukung. Daya dukung tidak diartikan sebagai dana kongkrit (uang), melainkan keseluruhan aspek yang bisa memungkinkan terselenggaranya aktifitas dalam mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan. Pemahaman mengenai daya dukung ini diperlukan agar rencana kerja yang disusun tidak bersifat asal-asalan, tetapi benar-benar merupakan hasil perhitungan yang matang. Perumusan tujuan. Tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai, sesuatu keadaan yang diinginkan (diharapkan), dan karena itu dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya. Menetapkan langkah-langkah secara rinci. Penetapan langkah-langkah adalah proses menyusun hal yang akan dilakukan. Proses ini merupakan proses membuat rumusan yang lebih utuh atau sebuah rencana tindak. Suatu rencana tindakan memuat: (1) hal yang akan dicapai, (2) kegiatan yang hendak dilakukan, (3) pembagian tugas atau pembagian tanggung jawab (siapa bertanggung jawab atas apa), dan (4) waktu (kapan dan berapa lama kegiatan akan dilakukan). Merancang anggaran. Perencanaan anggaran adalah suatu usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia. Kekeliruan dalam menyusun alokasi, akan membuat suatu rencana kandas di tengah jalan. Anggaran juga bisa bermakna sebagai sarana kontrol.
Tjokroamidjojo yang dikutip oleh Agus Harto Wibowo, merumuskan bahwa tahap-tahap dalam suatu proses perencanaan terdiri dari: Penyusunan rencana yang meliputi tinjauan keadaan sebelum memulai suatu rencana (review before take off) maupun tinjauan terhadap pelaksanaan rencana sebelumnya (review of Filsafat Ilmu PKLH | 275
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
performance), perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana (forecasting), penetapan tujuan rencana (plan objectives) dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan rencana, identifikasi kebijakan atau kegiatan usaha yang perlu dilakukan dalam rencana serta pengambilan keputusan sebagai persetujuan atas suatu rencana. 1.
2.
3.
4.
Penyusunan program rencana yang dilakukan melalui perumusan yang lebih terperinci mengenai tujuan atau sasaran dalam jangka waktu tertentu, suatu perincian jadwal kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayaan serta penentuan. Pelaksanaan rencana yang terdiri atas eksplorasi, konstruksi dan operasi. Dalam tahap ini, kebijakan-kebijakan perlu diikuti implikasi pelaksanaannya. Pengawasan atas pelaksanaan rencana yang bertujuan untuk mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan rencana, apabila terdapat penyimpangan maka perlu diketahui penyimpangan tersebut, penyebabnya serta dilakukannya tindakan korektif terhadap adanya penyimpangan. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan suatu sistem monitoring dengan mengusahakan pelaporan dan feedback yang baik dari para perencana. Evaluasi untuk membantu kegiatan pengawasan, yang dilakukan melalui suatu pengamatan yang berjalan secara terus menerus (concurrent review).
Seluruh tahap atau siklus perencanaan partisipatif dalam pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk mengintegrasikan keberlanjutan pada bidang ekonomi, sosial dan ekologi. Masyarakat akan semakin merasakan pentingnya berpartispasi untuk meningkatkan taraf hidupnya dan menyelesaikan berbagai masalah ketimpangan sosial dan lingkungan yang terjadi dalam kehidupannya. 276 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
D.
Peranan PKLH dalam Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan yang dilakukan oleh manusia yang semula bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ternyata tidak semuanya berhasil secara maksimal, justru lebih banyak yang menyebabkan menurunkan kualitas hidup masyarakat. Eksploitasi sumber daya yang dilakukan secara semena-mena tanpa etika lingkungan, telah mengakibatkan tanah, air, udara tercemar baik oleh limbah industri maupun oleh limbah domestik yang berasal dari rumah hunian, yang dapat berakibat sangat buruk terhadap lingkungan dan kehidupan makhluk hidup. Sudah banyak orang-orang yang menderita penyakit yang diakibatkan karena tercemarnya lingkungan, seperti lebih dari 5 juta orang terserang muntaber yang diakibatkan oleh air yang tercemar akibat bermacam-macam limbah, banjir bandang yang telah menjadi tamu monster tahunan, telah mengakibatkan ratusan bahkan ribuan jiwa hilang, dan sekitar 120 juta orang Indonesia (60% penduduk) menderita cacingan akibat cemaran dari tinja. Itu semua terjadi akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab, dengan melaksanakan pembangunan yang berorientasi sesaat, tanpa memikirkan lebih jauh akibat yang akan ditimbulkan dari setiap aksi pembangunan yang dilakukannya (unsustainable development). Sebagaimana yang telah diuraikan panjang lebar pada bagian sebelumnya bahwa terdapat tiga pilar utama yang harus senantiasa diperhatikan di dalam pembangunan berkelanjutan yakni ; masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Ketiga pilar tersebut masing-masing memikul tanggung jawab terhadap proses perubahan yang terus-menerus dalam berjangka panjang. Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah konsep yang Filsafat Ilmu PKLH | 277
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
dinamis, dengan pengakuan bahwa umat manusia berada dalam suatu gerakan yang konstan. Pembangunan berkelanjutan bukanlah tentang mempertahankan status quo, tetapi lebih tentang arah dan maksud perubahan. Penekanan pada hubungan antara kemiskinan dengan persoalan pembangunan berkelanjutan merujuk pada perhatian komunitas internasional bahwa mengakhiri kemelaratan dan ketidakberdayaan menjadi perhatian kita untuk masa depan dunia seperti halnya melindungi lingkungan. Menyeimbangkan kedua permasalahan tersebut (mengatasi kemiskinan dan melindungi lingkungan hidup), adalah menjadi tantangan pokok di dalam pembangunan berkelanjutan. Dari tantangan tersebut di atas, kemudian muncul kesadaran bahwa dasar dan pondasi untuk mensinergikan ketiga pilar pembangunan berkelanjutan tersebut, terakiulasi dalam dimensi “budaya”. Kebiasaan dan kebudayaan tentang cara hidup, berhubungan, berperilaku, berkeyakinan dan bertindak yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, sejarah dan tradisi, yang dialami umat manusia dalam menjalani kehidupan mereka. Ini adalah pengakuan bahwa praktik-praktik kebiasaan, identitas dan nilai-nilai sebagai perangkat lunak pengembangan manusia, ternayat memainkan peran besar dalam menyusun dan membangun komitmen bersama. Dalam kaitan proses dan tujuan pembangunan berkelanjutan, penekanan pada aspek kebudayaan akan menggaris bawahi pentingnya peranan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Education for Sustainable Development, ESD). ESD merupakan konsep dinamis yang mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengusahakan pemberdayaan orang segala usia untuk turut bertanggungjawab dalam menciptakan sebuah masa depan berkelanjutan. ESD merupakan bagian integral dalam mencapai tiga pilar pembangunan manusia sebagaimana diusulkan dalam Program 278 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan PBB (UNDP) dan dikukuhkan pada KTT Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg 2002. Lebih jauh unsur budaya juga diidentifikasi sebagai tema dasar esensial ESD mengingat pentingnya ESD menyentuh para pemangku kepentingan dan mitra baru dalam kerangka lokal yang relevan. ESD tidak sepenuhnya bermakna sama dengan pendidikan tentang pembangunan berkelanjutan atau sekedar transfer pengetahuan. ESD berurusan dengan upaya mengubah perilaku dan gaya hidup manusia bagi transformasi masyarakat yang positif. Pencetus konsep ESD ini adalah A.Van Gingkel, mantan Rektor United Nation (UN). Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), merupakan salah satu bentuk dari implementasi dari program ESD. Bahkan ketika pelaksanaan PKLH dapat dilaksanakan sebagai suatu program pendidikan yang monolitik, akan melahirkan insan-insan pembangunan yang memiliki pengetahuan, sikap, perilaku dan tindakan yang sangat menunjang terwujudkan pembanguan berkelanjutan. Betapa tidak jika luaran pendidikan monolitik di bidang PKLH, akan lebih mudah menemukan pendekar-pendekar lingkungan yang memiliki kecerdasan akademis dalam merencang, mengevaluasi, membangun, dan mengendalikan keseimbangan antara kebutuhan manusia, lingkungan, dan ekonomi. Tonggak rancangan besar tentang penerapan pembangunan berkelanjutan dihasilkan pada 1992 dalam Konferensi PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan, yang dikenal dengan KTT Bumi I di Rio de Janeiro dan mengeluarkan Agenda 21. Naskah sepanjang 500 halaman tersebut menjabarkan setiap masalah dalam keprihatinan bersama dan menyarankan langkah tindak untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia: dari air bersih ke hutan; dari wisata Filsafat Ilmu PKLH | 279
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
berkelanjutan ke negara-negara berkembang dan negara-negara di kepulauan-kepulauan kecil. Tetapi ketika KTT Bumi II di Johannesburg 2002, sebuah dokumen PBB berjudul “Melaksanakan Agenda-21” mengakui bahwa perkembangan menuju sasaran yang direkomendasi di Rio lebih lamban dari yang diperkirakan, dan dalam beberapa hal keadaannya lebih buruk dibandingkan 10 tahun silam. Hal ini disinyalir akibat kurangnya program aksi dikarenakan minimnya kesadaran dan keterampilan pelaksana pembangunan. Inilah alasan mengapa ESD melangkah ke depan dengan sebuah desakan untuk membanting stir arah perkembangan abad lalu yang merisaukan dengan mengubah sikap, perilaku dan partisipasi penduduk bumi, karena konsep pembangunan berkelanjutan memang bersifat dinamis dan terus berkembang, sehingga perlu diakomodasi di dalam suatu sistem pendidikan terprogram oleh seluruh negara yang ada di bumi ini. Salah satu bentuk program kependidikan yang cukup relevan dengan program ESD adalah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Proses pembelajaran pada program PKLH dilakukan dengan pendekatan permasalahan kependudukan dan permasalahan lingkungan (alam sekitar). Dasar filosofis mengajar dengan mengimpelementasikan pendekatan lingkungan alam sekitar pertama kali dicetuskan oleh Rousseau dan Pestalozzi. Jean Jacques Rousseau (1712-1788), mengatakan bahwa kesehatan dan aktifitas fisik adalah faktor utama dalam pendidikan anak-anak. Rousseau percaya bahwa “anak harus belajar langsung dari pengalaman sendiri, dari pada harus mendengarkan atau membaca dari buku”. Di sini lingkungan sangat berperan penting dalam proses pembelajaran. Johan Heinrich Pestalozzi (1716-1827), seorang pendidik berkebangsaan Swiss, dengan konsep “Home School”nya, 280 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
menjadikan lingkungan alam sekitar sebagai objek nyata untuk memberikan pengalaman pertama bagi anak-anak. Pestalozzi juga mengajarkan ilmu bumi dan alam sekitar kepada anak didiknya dengan fasilitas yang ada di lingkungan sekitarnya dan menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak akan dirinya sendiri dan lingkungan agar tetap seimbang. Tanpa adanya campur tangan manusia, lingkungan hidup belum tentu dapat terawat. Oleh karena itu maka semua penduduk bumi semestinya berperan aktif dalam upaya menyalamatkan lingkungan hidup. Bentuk peran aktif yang dapat dilakukan oleh penduduk bumi seperti : 1. Peran sebagai pengelola, bukan penghancur lingkungan. Pada saat ini banyak sekali penduduk yang perannya tidak sesuai dengan kenyataan, yang mestinya menjadi pengelola, malah yang menjadi pengrusaknya. Pohon ditebang, lahan dieksporitasi dan udara dibuat mengandung penyakit (akibat industri dan semacamnya). 2. Peran sebagai penjaga, bukan perusak lingkungan. Kalau dalam diri penduduk sudah sadar akan pentingnya lingkungan hidup untuk kehidupannya. Maka, mereka akan menjadi penjaga, bukan menjadi perusak demi kepentingan pribadinya. Sebab itulah pendidikan lingkungan di butuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka mengerti dan kelak tidak merusak lingkungan. Pendidikan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kependudukan dan hal ini dapat dijabarkan dalam beberapa aspek sebagai berikut : a. Aspek Kognitif ; Pendidikan lingkungan mempunyai fungsi terhadap kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman Filsafat Ilmu PKLH | 281
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
terhadap permasalahan lingkungan kependudukan, selain itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi terhadap kondisi yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya. b. Aspek Afektif ; Sementara itu, Pendidikan lingkungan berfungsi juga dalam aspek afektif, yakni dapat meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam. Sehingga, adanya penataan teradap kependudukan dilingkungan hidupnya. c. Aspek Psikomotor ; Dalam aspek psikomotor, fungsi Pendidikan Lingkungan cukup berperan dalam peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan dalam tentang lingkungan yang ada di sekitar kita, dalam upaya meningkatkan hazanah kebudayaan. d. Aspek Minat ; Dalam aspek terakhir ini juga, fungsi dari pendidikan lingkungan terhadap kependudukan, yang dalam hal ini adalah penduduknya meningkat dalam minat yang tumbuh dalam dirinya. Minat tersebut, digunakan untuk meningkatkan usaha dalam menumbuhkan kesuksesan kependudukan yang ada. Sjarkowi (2005), mengatakan bahwa sangat diperlukan membangun kadar pemahaman yang seimbang tentang peran aktif manusia pembangunan di tengah lingkungan hidupnya, maka di seluruh penjuru nusantara perlu diselenggarakan program penghijauan kurikula (Greening The Curicules), seperti yang digagas oleh Collet, J & S dan Karakhaslan (1996). Dengan pola dan bobot pendidikan yang berwawasan lingkungan seperti itu maka kadar kesepahaman antar sesama manusia pembangunan dan bobot kerjasama proaktif dan reaktif mereka terhadap bencana dan kerugian lingkungan, akan dapat 282 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan
ditumbuhkan dengan cepat secara internal daerah atau bahkan kebangsaan maupun internasional. Bencana lingkungan hidup seperti kebakaran, banjir, longsor dan lainya dapat merusak sumber daya alam. Sekali dimensi kelestarian sumber daya itu mengalami kerusakan tentunya akan sulit dipulihkan. Maka dapat dimengerti betapa pentingnya merealisasikan program pendidikan lingkungan, agar lingkungan terjaga keseimbangannya.
Filsafat Ilmu PKLH | 283
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, (2001) : “Al-Qur’an dan Terjemahannya (Transliterasi Arab-Latin Model Kanan Kiri”, Penerbit Asy-Syifa’) – Semarang.” Anonimus, (2001), Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah & Teori Pendukung, serta Asas, Bandung: Falah Production.. Abu Hurerah. 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model & Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora. Abbas Hamami. 1997. Epistemologi Ilmu. Yogyakarta : Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Abdullah,Ishak. 2008. Filsafat Ilmu Pendidikan.Bandung:PT remaja rosdakarda Abraham, Francis. 1982. Modern Sociological Theory. Delhi Oxfort University Press. New York. Adib, Mohammmad. 2010. Filsafat Ilmu Yogyakarta : pustaka pelajar Ahmad Rifai 2010. “Ilmu, antara Bebas atau Terikat Nilai”, http://www.inilahjalanku. com/ilmu-antara-bebas-atau-terikat-nilai/ Ainun, 2010. Pengertian aksiologi. http://blog.uinmalang.ac.id/abrorainun/2010/10/15/ pengertian-aksiologi/ (diakses tanggal 15 0ktober 2010) Akhmad Fauzi. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Akdon, 2006. Strategic Management for Educational Management, Bandung: Alpabeta. Ali Mudhofir. 1997. “Ontologi”, http://id.wikipedia.org/w/index.php?title= Ontologi& amp;action). Amsal, Bakhtiar, 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers. Amril M. 2010. NILAINISASI ILMU (Sebuah Upaya Integrasi Ilmu dalam Pembelajaran Sekolah di Era Globalisasi.)”, http://www.uinsuska.info. Anwar, Sofyan Mufid. 2010. Ekologi Manusia. Bandung: Remaja Rosda Karya. Anoliab, Watloly. 2005. Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan Epistimologi Secara Kultural . Yogyakarta : Kanisius Berger, L. Peter and Luckmann, Thomas. 1966. The Social Struction of Reality. A Treatise in the Sociology of Knowledge. Hasan Basari (Penterjemah). 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Sebuah Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. LP3ES. Jakarta. Bowes, Michael D and Krutilla, John V. 1989. Multiple – Use Management: The Economics of Public Forestlands. Resources for the Future. Wasington, D.C. Cahyandito, M. F., 2005. Corporate Sustainability Reporting – A New Approach for Stakeholder Communication, Kessel Publisher, RemagenOberwinter.
284 | Filsafat Ilmu PKLH
Index Cahyandito, M. F., 2002, The sustainable development: Why Reporting Sustainability?Makalah dipresentasikan pada seminar ISTECS (Institute for Science and Technology) tanggal 13 Juli 2002 di Frankfurt. Cahyandito, M. F., 2001, The MIPS Concept (Material Input Per Unit of Service) for Sustainable Development – Case Study: Material Intensity Analysis with the MIPS Concept at a Foreign Oil Company in Indonesia, Master Thesis dalam bidang Manajemen Lingkungan di Universitas Freiburg Jerman. Cecep Sumarna. 2006. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Cernea. M.M. 1988. Unit-Unit Alternatif Organisasi Social untuk Mendukung Strategi Penghutanan Kembali. Dalam Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan. Alih Bahasa : Teku, B.B., Universitas Indonesia Press. Jakarta. David, Fred R., 2001. Strategic Management: Cocept and Cases, New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Djajadiningrat. S.T. 2005. Suistanable Future: Menggagas Warisan peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat. Djuju Sudjana 2000. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fallah Production. Emil Salim. 2010. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Enquete Commission, 2002, Globalisierung der Weltwirtschaft – Herausforderungen und Antworten, Schlussbericht, Drucksache 14/9200, Bonn. Farida Yusuf T., 2000. Evaluasi Progaram, Jakarta: Rineka Cipta. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), 2002. The State of Food Insecurity in the World 2002, Rome. Forum for the Future (Higher Education Partnership for Sustainability), 2003. Reporting for Sustainability-Guidance for Higher Education Institutions, November 2003, London Frieden, Jeffrey A., 2006. “The End of Bretton Woods”, dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W. W. Norton & Co. Inc., pp.339-360 Gamst, Frederick C. 1974. Peasent in Complex Society. Holt, Rinehart and Winston, INC. New York. Getskow, Veronica. 1997. Community College Older Adult Program Development, diambil dari www.eric.ed.gov Juni 2007. Gibson, C. Cark, Mc Kean, A. Margaret, and Ostrom, Elinor. 2000. People and Forests. Communities Institutions and Government. The MIT Press. Massachusetts. Gibson, Barrel. 1993. Sociological Paradigms and Organizational Analiysis. Element of the Sociology of Corporatif Life, Atheneum Press. Newcastle. Filsafat Ilmu PKLH | 285
Daftar Pustaka Giddens, Anthony. 1984 The Constitution of Society: Outline of the Theory of Strcturation. Adi Loka Sujono (Penterjemah). 2002. Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, Pedati. Pasuruan. Gorz Andre. 2003. “Ekologi dan Krisis Kapitalisme”, terjemahan. Insert Press Penyalur Inti – IPPI, Yogyakarta. Hammado Tantu, 2012. “Filsafat Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup”, Materi Kuliah Program S3 PKLH UNM. Hanley, N., Shogren, J.F., White, B., 2001, Introduction to Environmental Economics, Oxford University Press, New York. Harrison, E. B., 1992, Achieving Sustainable Communication, The Columbia Journal of World Business, Fall and Winter 1992, p. 243-247. Haryanto. 2009. Meningkatkan Efektivitas Pendidikan Nonformal dalam Pengembangan Kualitas Manusia. Bahan Pendidikan Pelatihan Manajemen Pendidikan. Haryanto 2009. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Bahan Pelatihan Pendidik PKBM Sejahtera Harun Nasution. 1982. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta : Kanisius Helfin Frincess, 2006. Management Stratejik: Resep Daya Saing dan Unggul, Yogyakarta: Mida Pustaka. Helleiner, Eric. 2008. “The Evolution oof the International Monetary and Financial System”, dalam Ravenhill, John, Global Political Economy. Oxford: Oxford University Express., pp.213-240 Hida Taura, 2012. Dimensi aksiologi dalam filsafat pendidikan. http://filsafat.kompasiana. com/2012/03/07/dimensi-aksiologi-dalamfilsafat-pendidikan/(diakses tanggal 7 maret 2012) Huber, J., 2001, Allgemeine Umweltsoziologie, Wiesbaden. Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat ilmu. Jakarta: rineka cipta. Ismail Arianto, Drs.MP., dkk (1988) : “Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di IKIP dan FKIP : buku pegangan mahasiswa”, Depdikbud – Ditjen Dikti – Ditjen Dikdasmen. Jimly Asshiddiqie, 2010. “Amanat Konstitusional Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”, disampaikan sebagai keynote-speech dalam Sidang Paripurna Dewan Riset Nasional Tahun 2010, Rabu, 15 Desember 2010. Johan Iskandar. 2010. Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Johnson, Paul Doyl . 1981. Sociological Theory, Clasical Founderand Contemporary Perspctives. Lawang, Robert, M. Z. (Penterjemah). 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Gramedia. Jakarta. Kaharu, usman dan hamzah b. Uno. 2004. Filsafat ilmu (suatu pengantar pemikiran) gorontalo: BMT nurul jannah. Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat . Terjemahan oleh Soejono Soemargono. 1992. Yogyakarta : Tiara Wacana
286 | Filsafat Ilmu PKLH
Index Kindervatter, Suzanne. 1979. Nonformal Education As An Empowering Process. Massachussets, Amhers Kirkpatrick, Donald L. 1994. Evaluating Training Program, San Francisco: BeerettKoehler Publisher, Inc. Knowles, Malcom S., 1980. The modern Practice of Adult Education, New York: Cambridge, The Adult Education Company. Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jambatan. Jakarta Koentjaraningrat. 1992. Kebudayaan Mentalitas dan Pembanguanan. PT. Gramedia. Jakarta. Le Monde diplomatique, 2003. Atlas der Globalisierung, Berlin. Linke, A., Nussbaumer, M, Portmann, P. R., 1996. Studienbuch Linguistik (3rd Edition), Max Niemeyer Verlag, Tübingen. Louis O. Kattsouff, 2004. Pengantar filsafat, Tiara Wacana, Yogjakarta Luhmann, N., 1986. Ökologische Kommunikation – Kann die moderne Gesellschaft sich auf ökologische Gefährdungen einstellen? Opladen. Made Astawa, I.B., 2004. PKLH, Implementasi dan Permasalahannya. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja No.1 Tahun XXXVII, Januari 2004. Maftuchah Yusuf, Prof. dkk. 1989. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di IKIP dan FKIP : sebagai pegangan pengajar. Depdikbud – Ditjen Dikti – Ditjen Dikdasmen. Michelsen, G., 2005. Nachhaltigkeitskommunikation: Verständnis – Entwicklung –Perspektiven. Dalam Handbuch Nachhaltigkeitskommunikation: Grundlagen und Praxis, oekom Verlag, München. Miska, Muhammad Amin. 1983. Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta : UI Press Mudyahardjo, Redja. 2002. Cet.2.Filsafat Ilmu Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya : Bandung. Muhmidayeli. 2011. Filsafat pendidikan.bandung:PT reflika aditama Mundzir S, 2010. Pendidikan Nonformal dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sosiologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Disampaikan dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang (UM) Tanggal 30 September 2010. Mulyana, Enceng, 2008. Model Tukar Belajar (Learning Exchange) Dalam Perspektif Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Alfabeta. Mustofa Kamil. 2009. Pendidikan Nonformal. Bandung: Alfabeta. Nadiroh, 2011. “Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi”, http://profnadiroh. wordpress.com/2011/04/11/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi/ Nuryandi. 2012. “Hakekat Ruang dan Waktu”, http://nuryandicakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2012/07/hakekat-ruangdan-waktu_03.html#ixzz2AyPVc2QW Filsafat Ilmu PKLH | 287
Daftar Pustaka Prijono Tjiptoherijanto. 2002. Dimensi Kependudukan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Makalah disajikan Forum Parlemen Indonesia untuk Pembangunan dan Kependudukan. Pudjawijatna. 1963. Pembimbing Kearah Alam Filsafat . Jakarta : Pembangunan Djakarta. Purwo Santoso & Bambang Purwoko. 2007. “Ilmu Sosial Dasar”, Materi Kuliah Fakultas Teknik – UGM, Yokyakarta. Rafiuddin Afkari, Hj. Abdul Fattah. 2011. Peranan, Strategi dan Pola Pengembangan Pendidikan Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Inhil yang Berwawasan Maju dan Gemilang 2025, dalam Seminar Nasional Universiti Tun Hussein Onn Malaysia, Desember 2011. Rambo A. Terry. 1981. Conceptual Approaches to Human Ecology : A Sourcebook on Alternative Paradigm for The Study of Human Interactions Wirh The Environment. The EAPI Workshop Sourcebook. Rogers, Jenny. 2000. Adults Learning. Fifth Edition. London: Open University Press. Sancassiani, W., 1996, Getting the Message Across: A Proactive Environmental Communication Strategy, Dow Europe Eco-Management and Auditing 3: 51-55. Sidi Gazalba. 1973. Sistematika Filsafat Pengantar kepada Teori Pengetahuan, buku II, cet. I. Jakarta: Bulan Bintang. Smith, William J, (2005), The Community Learning Center: From Values to Results: Key Issues and Challenges for Building and Sustaining School-Community Collaboration, Canada: LEARN, the Leading English Education And Resource Network. Sony Keraf. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Soetriono, & Hanafie,Rita. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi. Strange, Susan. 1986. “Casino Capitalism”, dalam Casino Capitalism. Oxford: Basil Blackwell Ltd., pp.1-24 Stufflebeam, et al. 1985. Conducting Educational Needs Assessments, Hingham: Kluwer Academic Pulishers. Sudarsono. 1993. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar . Jakarta : Rineka Cipta. Sudjana, 2005. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung: Falah Production. Sudarwan Danim dan Wiwien W Rahayu. 2009. Profesi dan Profesionalisasi. Yogyakarta: Paradigma Indonesia Sudaryanto. 2003. “Pandangan Iqbal tentang Materi, Ruang, dan Waktu”, Materi Kuliah Azas-azas Filsafat – Fakultas Filsafat UGM – Yokyakarta. Sugandhy, Aca dan Rustam Hakim. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta. Suhartono, Suparlan. 2000. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Ar-Ruzz
288 | Filsafat Ilmu PKLH
Index Sumarwoto. 1990. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan, Bandung. Sunarto. 1983. Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset. Surajito, 2005. Pengantar ilmu filsafat.jakarta: Sinar Grafika Offset. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara. Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Suriasumantri, Jujun S. 1985. Pengantar Ilmu dalam Perspektif, cet. VI. Jakarta: Gramedia. Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Sutamihardja. 2004. Perubahan Lingkungan Global; Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Sekolah Pascasarjana; IPB Tumuwe, Windy N. 2011. Aksiologi (filsafat ilmu). http://windyntumuwe.blogspot.com/ 2011/10/makalah-aksiologifilsafat-ilmu.html (diakses tanggal 7 oktober 2011) United Nation Development Programme (UNDP), 2002, Human Development Report 2002 –Deepening Democracy in a Fragmented World, Oxford, New York. Uyoh Sadulloh, 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta . Uyoh Sadulloh. 2009. Filsafat Pendidikan. Alfabeta : Bandung Wibowo, MS. 2009. Aksiologi Nilai dan Etika. http://mswibowo. blogspot.com/2009/01/aksiologi-nilai-dan-etika.htm. Wibisono. Filsafat Ilmu. 2008. (Online), (http://cacau.blogsome.com, diakses 20 Maret 2008) World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), 2002. Sustainable Development Reporting – Striking a Balance, WBCSD Report, Atar Roro Presse, Switzerland. World Commission on Environment and Development (WCED), 1987. Our Common Future, Oxford University Press, Oxford. World Resource Institute (WRI), 2000, World Resources 2000-2001: People and Ecosystems – The Fraying Web of Life, Washington D.C. Yani Permatasari 2011. PKLH sebagai Program Pendidikan. http://pencemarandanpengelolaannya.blogspot.com/2011/01/pklhsebagai-program-pendidikan.html Yoyon Suryono. 2007. Peningkatan Kemampuan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Yogyakarta: UNY Press Zainuddin Arif 2003. Pengelolaan dan Pemberdayaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Artikel Ilmiah. Zainuddin, M. 2006. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintar Pustaka. Filsafat Ilmu PKLH | 289
Index
INDEX A posteriori 31, 123 A priori 31, 123 Afektif 64, 65, 89, 97, 101, 139, 141, 146, 148, 179, 187, 190, 283 Aksiologi 8, 22, 38-42, 45, 48, 105,106, 109, 132, 138, 139, 152, 155, 167, 286, 288, 289 Aksiologis 152, 167 Antroposentrisme 133, 134 Bebas nilai 40, 42, 138, 149, 154, 156, 166, 167 Bonus demografi 221 Climate change 73, 174, 196, 249 Das sein 151 Das sollen 151, 152 Das warden 152 Deduktif 27, 30, 33, 34, 49, 50 Determinisme 23 Dinamika ilmu 144, 146, 149 Ekologi 59, 67, 72, 172, 193, 206, 210, 232, 234, 264, 266, 277 Ekologis 64, 65, 83, 114, 115, 119, 155, 178, 193, 209, 244, 267 Ekosentrisme 134 Ekosistem 67, 73, 134, 137, 174, 199, 200, 202, 211, 212, 250, 264, 267 Eksistensi 3, 5, 9, 16, 25, 26, 28, 43, 58, 59, 60, 77, 87, 106, 120, 155, 168 Eksistensialisme 19 Empiris 6, 10, 11, 14, 23, 27, 32-36, 52, 105, 110, 123, 154, 163 Empirisis sejati 124 Empirisme 19, 28, 34, 35, 55, 123, 127, 129, 145, Episteme 29 Epistemologi 8, 22, 29, 30, 31, 33, 34, 36, 48, 52, 104, 106, 120, 122, 123, 129, 130, 139, 141, 152, 155 Epistemologi Ilmu 31, 33, 34, 36, 130 Epistemologis 129, 155, 167 Esensi 5, 6, 81, 86, 90, 109, 124 Esensialisme 20, 21 Etika lingkungan 68, 69, 102, 131, 133-136, 140, 141, 278 Etimologi 2, 22, 23 Failasuf 2 Falsafah 2, 149, 166, 286 Filsuf 2, 3, 7, 12, 13, 15, 16, 18, 23, 28, 55, 128, 159 Frontier 72, 101, 173, 224, 225, 262 Hakikat 2-4, 6, 8, 10, 19, 21, 22, 25-28, 30-32, 42, 45, 48, 53, 54, 81, 83, 89, 90, 100, 107, 112, 120-122, 124, 190 Hipotesis 34-36, 39, 51, 56
290 | Filsafat Ilmu PKLH
Index Human capital 206, 227, 228, 229 Idealisme 8, 18, 21, 26, 28 Idealisme 8, 18, 21, 26, 28 Induktif 33, 34, 48, 49 Interdisipliner 69, 70, 76, 147, 170 Intuisi 50, 51, 93, 105, 125-127, 129, 183 Intuisionisme 126, 127 Keberlanjutan ekonomi 59, 209, 267 Keberlanjutan lingkungan 197, 209, 267 Keberlanjutan sosial 59, 193, 268 Keberlanjutan teknologi 266, 268 Keterikatan nilai 42, 149 Kognitif 64, 65, 89, 101, 132, 139, 141, 146, 151, 179, 190, 282 Konservasi 99, 132, 133, 189, 206, 212, 213, 231, 244, 251, 267, 268 Konservasi lingkungan 64, 179, 200 Lingkungan abiotik 157, 165 Lingkungan biotik 149, 157, 165 Materialisme 8, 19,28 Metode ilmiah 13, 31, 32, 34, 35, 48, 50, 53, 56, 79, 130, 140, 141, 146 Multidisipliner 69, 71, 170, 172 Naturalisme 28 Netralitas pengetahuan 41, 42, 149 Ontologi 8, 22-28, 48, 104, 106, 109, 111-113, 139-141, 145, 152, 154 Ontologis 24-26, 32, 33, 104, 111, 114, 120, 127, 154, 167 Otonomi daerah 245, 246, 250 Pembangunan berkelanjutan 59, 60, 75, 80, 98, 99, 102, 131, 139, 141, 156, 175, 188, 191-194, 196-215, 230, 240, 242, 243, 251, 263, 268, 269, 271, 272, 279, 280, 281 Pembangunan hijau 209, 210 Perenialisme 21, 22 Philosophia 2 Philosophic 2 Philosophy 7, 12, 13, 16, 17, 24, 30, 41 Populasi 67, 68, 81, 84, 85, 86, 217, 221, 222, 226, 243, 264, 273, 274 Positivisme 127, 145, 149, 150, 151 Pragmatisme 8, 19 Praxis 245, 250 Premis major 29, 30, 49, 50 Premis minor 29, 30, 49, 50 Progresivisme 20, 21, 22 Psikomotorik 64, 65, 89, 139, 141, 147, 148, 179 Rasionalisme 34, 35, 53, 55, 124, 125, 127, 129 Realisme 8, 19, 21, 28, 106 Reformasi 243, 245 Filsafat Ilmu PKLH | 291
Index Silogisme 29, 30 Spiritualisme 26 Teosentrisme 134 Transdisipliner 69, 73-76, 170, 174 Trichotomi 9 Trilogi hubungan 9 Trilogi pembangunan 74, 175, 214 Urgensi 9, 81, 245
292 | Filsafat Ilmu PKLH
Gloserium
GLOSARIUM AMDAL = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ANDAL = Analisis Dampak Lingkungan B3 = Bahan Beracun Berbahaya BBM = Pahan Bakar Minyak BPHN = Badan Pembinaan Hukum Nasional ESD = Education for Sustainable Development Fertilitas = Tingkat kelahiran FKIP = Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan GBHN 1978 = Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1978 HAM = Hak Azasi Manusia IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan ISSD = Indonesian Summit on Sustainable Development (2004) IUCN = International Union for Conservation of Nature and Natural Resources JPOI = Johannesburg Plan of Implementation KB = Keluarga Berencana KLH = Kependudukan dan Lingkungan Hidup KTT Bumi = Konferensi Tingkat Tinggi Bumi LAN = Lembaga Admnistrasi Negara LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat NKKBS = Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera NKRI = Negara Kesatuan Republik Indonesia P3 Concept = People, Planet, and Profits (Kemp & Martens, 2007). PBB = Perserikatan Bangsa Bangsa PELITA = Pembangunan Lima Tahun Penyakit Itai-itai = Penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran limbah tambang yang membawa zat Cadmium (Cd) ke dalam aliran sungai Jintsu di Jepang. Penyakit Minamata = Penyakit neurologik yang diakibatkan oleh limbah air raksa (Hg) yang masuk ke perairan lalu diserap biota laut, kemudian ikan dikonsumsi masyarakat Teluk Minamata di Jepang yang mengakibatkan masyarakat terkena wabah penyakit Minamata tersebut. PJP II = Pembangunan Jangka Panjang Ke-II PK = Pendidikan Kependudukan PKLH = Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup PLH = Pendidikan Lingkungan Hidup Praxis = Mempertautkan pengetahuan dan kepentingan PROKASIH = Program Kali Bersih PSK = Pusat Studi Kependudukan PSL = Pusat Studi Lingkungan
294 | Filsafat Ilmu PKLH
Gloserium QS REPELITA RI RKL RPL RPP RPPLH RUU SARLITA SD SDA SDM SMA SMK SMP SMU UNCED UNEP UNESCO UNFCC UNMS UNO UU UUD 45 WCED WIB WSSD WWF
= Al-Quran Surah = Rencana Pembangunan Lima Tahun = Republik Indonesia = Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup = Rencana Pengawasan Lingkungan Hidup = Rancangan Peraturan Pemerintah = Rencana Pengendalian dan Pengolalaan Lingkungan Hidup = Rancangan Undang-undang = Sasaran Repelita Tahunan = Sekolah Dasar = Sumber Daya Alam = Sumber Daya Manusia = Sekolah Menengah Atas = Sekolah Menengah Kejuruan = Sekolah Menengah Pertama = Sekolah Menengah Umum = United Nations Conference on Environment and Development = United Nations Environment Programme = United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization = United Nations Framework Convention on Climate Change = United Nations Millenium Summit = United Nations Organization = Undang-undang = Undang-undang Dasar Tahun 1945 = World Commission Environment and Development = Waktu Indonesia Barat = World Summit on Sustainable Development = World Wide Fund for Nature
Filsafat Ilmu PKLH | 295
Profil Penulis
PROFIL PENULIS Dr. Ir. H. Darwis, MSc alias Darwis Panguriseng, lahir di Cakke Kabupaten Enrekang, 31 Desember 1961. Adalah putera ketiga dari Bapak H.A.Panguriseng dan Ibu Hj. Djawi. Menamatkan pendidikan di SD Negeri Pasaran (1973), SMP Negeri Cakke (1976), SMA Negeri Cakke (1980). Masuk pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin lewat jalur PMDK sebagai lulusan terbaik IPA dari SMAN Cakke dan menyelesaikan program S1 (1985), masuk pada program Pascasarjana Teknik Sipil ITB 1988 dengan mendapatkan gelar Master of Science (M.Sc.) pada tahun 1990, dan pada awal tahun 2016 berhasil meraih gelar Doktor (Dr.) dalam bidang ilmu Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dengan predikat cumlaude, pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar. Sejak 1986 penulis aktif mengajar di Universitas 45 Makassar dan beberapa perguruan tinggi di Makassar. Pelatihan dan penataran yang pernah diikuti, antara lain : Metode Penelitian Bidang Teknologi di Cisarua (1991), Kursus Dosen Mekanika Tanah oleh Dirgutiswa (1992), Kursus Supervisi Jalan & Jembatan oleh Inkindo & RBO di Makassar (1993), Kursus Dosen Rekayasa Pondasi oleh Dirgutiswa (1995), Teaching Improvement Workshop (TIW) Angkatan I di Bandung (1999), dan beberapa latihan dan penataran di bidang kependidikan dan keteknikan yang diselenggarakan baik di lingkungan Depdikbud dan Kopertis IX, maupun beberapa pelatihan yang diselenggarakan instansi lain. Penulis mengabdi selama 18 tahun di Universitas 45 Makassar sebagai dosen PNSdpk, sembari menyumbang pikiran, waktu, dan tenaga sebagai struktural yang dimulai sebagai Dekan Fakultas Teknik (1986-1991), Pembantu Rektor III (1991-1995), Pembantu Rektor I (1995-2002), dan terakhir mengabdikan diri sebagai Rektor di Universitas tersebut (2002-2004). Penulis bertugas sebagai staf dosen PNS-dpk pada Universitas Muhammadiyah Parepare dari tahun 2004 hingga 2010, dan terakhir penulis mengabdi sebagai dosen PNSdpk di Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar sejak tahun 2010 hingga saat ini. Sebagai tenaga dosen, penulis aktif pula mengabdikan pengetahuannya dalam masyarakat sebagai salah satu unsur kegiatan tridarma. Berbagai aktivitas pengabdian masyarakat yang pernah dilakukan, antara lain : menjadi Advisor Pemda Kabupaten Gowa bidang pembangunan infrastruktur (1997-1998), Staf Ahli Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan (19971999), Advisor Pemda Kota Makassar (1999-2001), Staf Ahli Balitbangda Provinsi Sulawesi Selatan (2000-2003), Staf ahli pada Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional (BPTPT) Makassar - Kementerian Pekerjaan
296 | Filsafat Ilmu PKLH
Profil Penulis
Umum (2010 – sekarang). Disamping itu beberapa organisasi profesi juga pernah menjadi ajang penulis dalam mengasah leadership talent, seperti pada organisasi Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Sulsel, International Committe Irrigation and Drainage (ICID), Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI), Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Lembaga Konsumen Jasa Konstruksi (LKJK), dan juga beberapa organisasi kemasyarakatan dan organisasi daerah. Kegiatan penelitian ilmiah banyak dilakukan oleh penulis, diantaranya : Studi daya dukung pondasi kelompok tiang geser, Studi pengaruh kadar semen terhadap peningkatan daya dukung tanah lempung, Studi peningkatan daya dukung tanah lempung dengan stabilisasi fly ash, Teknologi bekisting gantung untuk pelaksanaan pegecoran plat lantai tanpa perancah, dan dalam 5 tahun terakhir penulis mendapat dukungan DP2M/DRPM dalam melaksanakan penelitian (Skim Hibah Bersaing), dengan judul : Pemodelan pipa resapan untuk recovery airtanah dalam penanggulangan degradasi dan intrusi air laut pada lahan pertanian beririgasi airtanah di Kabupaten Takalar (2012-2013); Model pemberdayaan petani pemakai air tanah dalam konservasi air tanah di Takalar (2014-2016). Selaku staf ahli pada BPTPT Makassar penulis menjadi narasumer pada beberapa penelitian di institusi tersebut, dengan topik penelitian antara lain : Pengembangan Pola penataan Lingkungan Permukiman Rumah Tradisional di Kawasan Perairan Teluk Youtefa – Papua (2010) ; Pengembangan Teknologi Struktur dan Bahan Bangunan Rumah Tradisional Suku Tobadij di Teluk Youtefa – Papua (2011); Inovasi Teknologi Struktur dan Material Komponen Kaki Bangunan Rumah Tradisional Suku Tobadij di Teluk Youtefa Papua – Jayapura (2012); Kajian Tipologi Permukiman Nelayan Danau Tempe – Sulawesi Selatan (2013); Pengembangan Teknologi Rumah Apung Tradisional Danau Tempe – Sulawesi Selatan (2014); Inovasi Teknologi Struktur dan Sistem Sanitasi Bangunan Rumah Apung Tradisional Danau Tempe – Sulawesi Selatan (2015). Berbagai buku ajar karya Penulis yang dihasilkan selama menjadi staf pengajar, antara lain : Rekayasa Pondasi I, Rekayasa Pondasi II, Rekayasa Geoteknik, dan buku Stabilisasi Tanah (diterbitkan untuk dipakai dalam lingkungan Universitas 45 Makassar); Statistika (Buku Ajar Jurusan Teknik Sipil Umpar Parepare); Metodologi Penelitian, Mekanika Tanah Dasar, Mekanika Tanah Lanjutan, dan Geologi Rekayasa (diterbitkan untuk dipakai dalam lingkungan Unismuh Makassar).
Filsafat Ilmu PKLH | 297
Profil Penulis
H. Hammado Tantu, lahir di Tamasongo Kabupaten Jeneponto, 16 Agustus 1938. Putera pertama dari pasangan Yassai Dg.Tantu dengan Sulo Dg. Dioro. Tamat di SR Tamanroya (1952), SGB Jeneponto (1955), SGA Makassar (1959), PGSLP Makassar (1964), Sarjana IKIP Makassar Jurusan Geografi (1968), Magister PKLH-FPS IKIP Jakarta (1983), Doktor PKLH-FPS IKIP Jakarta (1987). Memulai kariernya sebagai guru SMP Negeri di Kelara Kabupaten Jeneponto 1-5-1960. Pertama Asisten Ahli Muda pada FKPS-IKIP Makassar 1-6-1969. Sekjur Geografi di FKPS-IKIP Makassar 1-3-1971. Guru Besar Madya di FKIS IKIP Ujungpandang 1-101-1992. Guru Besar FMIPA-IKIP Ujungpandang 1-10-1997. Pensiun dari FMIPA-UNM Makassar 1-9-2008. Guru Besar FMIPA dan Anggota Senat Universitas di UNCP Palopo, sejak 2010-sekarang. Berbagai kursus dan pelatihan yang pernah diikuti, seperti : Studi & Latihan Demografi selama 6 bulan di LD-FE-UI (1976); Studi & Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial selama 1 tahun di FIIS-UI (1979); Latihan Penelitan Masyarakat Pantai selama 1 tahun di P3MP-Unhas (1987); Kursus AMDAL Tipe-A di PSL-UNPATTI Ambon (1992); AMDAL Tipe-C di PSL UNPATTI Ambon (1992); Kursus Manajemen Lingkungan Hidup di PPLH-UNMUL Samarinda (1995); Risk Assesment Training BAPPEDAL Pusat (1997). Berbagai kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan, diantaranya : Tenaga ahli penyusunan Buku Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup (NKLH) Sulsel (1986-1997); Tim Teknis Komisi AMDAL Sulsel (1986-sekarang); Tim Teknis Komisi AMDAL Kota Makassar (1990-sekarang); Konsultan AMDAL di Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat (2001-sekarang); Pemateri Sosialisasi Etika Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan pada masyarakat, Kerjasama P3BM dengan Pemprov. Sulsel dan Papua. Berbagai kegiatan penelitian ilmiah telah dilakukan oleh penulis, diantaranya ; Ketua tim penelitian yang disponsori oleh PT. INCO Soroako dan PT. Beakindo Pasific, dengan judul “Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya, serta Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan Bendungan Larona II dan III untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebagai penunjang Rencana Pengembangan Kapasitas Produksi Nikel PT. INCO di Soroako” (1995); Ketua Tim Penelitian yang disponsori oleh PT. Masmindo Eka Sakti Awak Mas Prospect, dengan judul “Dampak Sosial Budaya PT. Masmindo Eka Sakti Awak Mas Prospect di Lembah Bajo” (1996); Narasumber pada penelitian yang didanai oleh IKIP Makassar, dengan judul “Kesadaran Masyarakat terhadap Konservasi Sumber Daya Alam pada Taman Wisata Alam Bantimurung, Kab. Maros” (1998). Penulis sebagai salah satu pendiri program PKLH di UNM Makassar, telah meletakkan berbagai karya monumental, seperti : Pada tahun 1983, ketika menjabat Ketua Satgas PKLH, berhasil memasukkan mata kuliah PKLH sebagai
298 | Filsafat Ilmu PKLH
Profil Penulis
matakuliah MKDU pada semua jurusan/program studi dalam lingkungan IKIP Ujungpandang (periode Rektor Prof. Dr. H. Paturungi Parawansa); Pada tahun 1998, menyusun proposal pendirian program S2 PKLH, dan mendapat izin operasi dari Dirjen Dikti pada tahun 1999 (penulis jadi Ketua Program S2 PKLH dua periode, dari tahun 1999-2008); Pada tahun 2007, bersama-sama dengan Prof. Dr. H. M. Wasir Thalib, MS dan DR. Musyafar, MPd., menyusun proposal pendirian program S3 PKLH, dan mendapat izin operasi dari Dirjen Dikti pada tahun 2010, serta mulai menerima mahasiswa sejak tahun akademik 2011/2012. Dan hingga akhir hidup penulis masih aktif mengampu berbagai matakuliah baik pada program S2 maupun program S3 PKLH di UNM Makassar, mengajar matakuliah Etika Lingkungan pada program S2 Program Lingkungan di Unhas. Berbagai karya tulis yang telah dihasilkan yang berkaitan erat dengan PKLH, antara lain : Tesis dan Desertasi yang terdokumentasi pada FPS UNM dan PDIN LIPI Jakarta; Research Report tentang “Pelestarian Lingkungan Hidup di Daerah Gersang” Kabupaten Jeneponto (Hibah Bersaing P4M Dikti, 1994); Pendidikan Kehidupan Keluarga (PK2) – Panduan matakuliah “Family Life and Sex Education” untuk S1 dan S2 Program PKLH PPS-UNM (2002); Analisis Budidaya Tanaman Cagar Budaya Sulawesi Selatan, melalui pembibitan Lontar (Borassus Flabellifer LINN) di Desa Laboratorium PKLH-PPS UNM – Kareloyu Kab.Jeneponto (2008); Serta membimbing penyusunan Tesis S2 dan Desertasi S3 pada program PKLH sejak tahun 2000 – hingga tutup usia pada tahun 2015. Dalam melaksanakan tugas utama sebagai pendiri dan pengajar pada program PKLH di UNM, berbagai mata kuliah yang diampuh antara lain: Pada program S2 PKLH-UNM, bertugas mengampu matakuliah ; Etika dan Pendidikan Lingkungan, Mobilitas Penduduk dan Migrasi, Filsafat Pendidikan PKLH, Kebijaksanaan Kependudukan, Persfektif dan Prosfek Pengembangan PKLH, Demografi Sosial, Kependudukan dan Ekologi Manusia, Kajian dan Analisis Kependudukan, Persfektif Baru dalam Pendidikan; Pada Program S3 PKLHUNM, bertugas mengampu matakuliah; Teori-teori Dasar Pendidikan dan PKLH, Pengembangan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat, Filsafat PKLH; Pada program S3 Sosiologi UNM, dipercayakan mengampu matakuliah Sistem Sosial dan Sistem Lingkungan; Pada program S3 Studi Manajemen Pendidikan UNM, dipercayakan mengampu matakuliah Manajemen Lingkungan dalam Pembangunan Pendidikan; dan pada program S2 Teknik Lingkungan, PPLH dan Manajemen LH, dipercayakan mengampu matakuliah Etika dan Pendidikan Lingkungan.
Filsafat Ilmu PKLH | 299