Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
FENOMENA GENG PADA REMAJA USIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Anita Dewi Astuti1; Yuniasih2 IKIP PGRI Wates Kulon Progo, Yogyakarta
[email protected] 2 IKIP PGRI Wates Kulon Progo, Yogyakarta
[email protected] 1
Kata Kunci: Fenomena Geng, Faktor yang Mempengaruhi
Abstrak Tujuan dari penulisan artikel ini untuk mengkaji penyimpangan sosial yang ditandai dengan adanya fenomena geng pada usia remaja SMP. Munculnya fenomena geng disebabkan karena adanya rasa kurang kasih sayang dari orang tua, orang tua yang terlalu sibuk, dan orang tua yang selalu memanjakan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya fenomena geng ini adalah faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah dan dari diri sendiri. Peran penting yang merupakan bagian integral dalam dunia pendidikan adalah adanya bimbingan dan konseling. Keberadaan bimbingan dan konseling berfungsi membantu siswa mengembangkan aspek psikososial yang terdiri dari penguatan nilai-nilai budi luhur sehingga menghasilkan Sumber Daya Manusia yang bermoral sesuai dengan norma yang berlaku. Diharapkan dengan adanya peran dari orang tua dan guru bimbingan dan konseling, siswa pada usia remaja terutama pada siswa SMP tidak melakukan penyimpangan sosial yang merugikan banyak orang seperti fenomena geng.
PENDAHULUAN Latar Belakang masalah Usia SMP atau sering disebut dengan usia remaja pada umumnya adalah proses pencarian jati diri. Salah satu bentuk dalam menemukan jati diri bagi remaja adalah komunitas sehobi atau sekedar mampu menampung keinginan dan kebahagiaan, yaitu sering disebut dengan istilah geng, baik geng dalam lingkungan sekolah maupun geng pada lingkungan tempat tinggal. Geng ini dibentuk untuk menemukan kenyamanan yang tidak mereka
temukan pada lingkungan keluarga karena orang tua yang terlalu over protektif, kurangnya kasih sayang dari orang tua, orang tua yang selalu sibuk dan selalu memanjakan. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak menjadi masa dewasa, masa peralihan ini diperlukan untuk mempelajari remaja mampu memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa (F.J Monks dan Siti Rahayu, 2006:260). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri juga sifat remaja yang
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
9
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
masih labil, selalu ingin tahu dengan hal baru, suka mencoba-coba, dan meniru gaya maupun sifat dari seseorang, dan menjadikan mereka tertarik untuk masuk ke dalam genggeng yang sudah terbentuk. Dalam proses pencarian jati diri tersebut sering menjadi ajang cobacoba yang mengarah pada hal negatif. Padahal pencarian jati diri yang benar bukan sekedar cobacoba, akan tetapi memerlukan proses, strategi dan pendampingan khusus. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam pembentukan geng asalkan kegiatannya berdamapak positif yang dapat menguntungkan orang lain, akan tetapi pada kenyataannya yang terjadi di lapangan adalah banyaknya geng yang melakukan tindakan negatif dari pada perbuatan positif seperti yang dilakukan oleh sekelompok geng motor yang ugalugalan di jalanan, geng klitih yang saat ini marak terjadi di Yogyakarta, adanya tawuran antar geng, mabukmabukan, melakukan tindakan kekerasan, merokok dan lain sebagainya. Faktor yang memicu munculnya geng pada usia remaja dikarenakan kurang menemukan kebahagiaan dari lingkungan keluarga selain faktor tersebut adanya perkembangan teknologi informasi juga dapat mempengaruhi terbentuknya suatu geng yang berperilaku negatif dan banyak merugikan masyarakat sekitar.
Oleh karena itu pada usia SMP yang memasuki usia remaja harus mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak agar siswa tidak melakukan penyimpanagn sosial yang merugikan banyak orang. Selain adanya perhatian, pengawasan dari orang tua di lingkungan rumah, serta guru mata pelajaran di lingkungan sekolah, salah satu pihak yang berperan penting dalam pendidikan untuk mengatasi masalah fenomena geng di sekolah adalah guru BK. Dimana Guru BK merupakan faktor yang sangat dominan dalam upaya mengembangkan manusia seutuhnya dan sangat penting dalam pendidikan non formal dan formal pada umumnya. Dengan demikian, layanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan untuk pencapaian tujuan pendidikan. Harapan besar ditumpukan pada para penyelenggara layanan bimbingan dan konseling di sekolah atau guru BK. Walaupun guru BK bukan sebagai satu-satunya pihak yang harus atau paling bertanggung jawab terhadap kondisi pelajar, namun guru BK tidak bisa lepas dari tanggung jawab tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam pembahasan kali ini akan difokuskan pada fenomena geng di usia remaja SMP dan faktor yang mempengaruhi.
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
10
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
PEMBAHASAN Karakteristik Remaja Usia SMP Usia SMP dikategorikan sebagai masa remaja awal yang dimulai pada usia 8 - 10 tahun dan berakhir pada usia 15 - 16 tahun. Menurut Santrock (2003: 259), terjadi perubahanperubahan pada transisi menuju sekolah menengah atau sekolah lanjutan tingkat pertama dari sekolah dasar. Masa remaja awal ini merupakan periode dimana individu mengalami transisi pada aspek perkembangan dan kehidupannya dari kehidupan kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Transisi tersebut menyangkut aspek fisik, kognisi, sosial, emosi, moral, dan religius (Kemendikbud, 2016:10). Berikut akan dipaparkan perubahan yang terjadi pada remaja usia SMP. a) Perubahan Fisik Fisik peserta didik/konseli SMP tumbuh secara cepat sebagai akibat dari hormon-hormon dan organ tubuh terutama terkait dengan hormon dan organ-organ seksual. Pertumbuhan fisik yang cepat pada masa ini membawa konsekuensi pada perubahan-perubahan aspek-aspek lainnya seperti seksualitas, emosionalitas, dan aspek-aspek psikososialnya. b) Perubahan Kognisi Aspek kognitif peserta didik/konseli berubah secara fundamental dibandingkan dengan masa kanak-kanak yang menyebabkan remaja mampu berfikir
abstrak. Akibatnya remaja menjadi kritis sehingga dipersepsi oleh orang dewasa sebagai “pembangkang”, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, egosentris, dan menganggap orang dewasa tidak dapat memahami mereka. Hal demikian menyebabkan remaja banyak mengalami konflik dengan orang lain, terutama dengan orang dewasa. c) Perubahan Sosial Lingkungan sosial khususnya sekolah memiliki peranan penting bagi perkembangan sosial dan emosional remaja. Perubahan sosial yang terjadi pada remaja tidak lepas dari interaksi dengan guru, teman sebaya dan orang tua. Menurut Erikson (Santrock, 2003: 269) bahwa guru yang baik dapat memberikan perasaan mampu pada diri siswa bukan rasa rendah diri. Remaja secara perlahan namun tegas dipaksa untuk menemukan bahwa dirinya dapat belajar untuk menemukan suatu hal yang tidak pernah dipikirkan oleh dirinya sebelumnya. Santrock (2003: 278) juga mengatakan bahwa guru yang kompeten bagi remaja adalah guru yang mempunyai pengetahuan mengenai perkembangan remaja dan peka terhadap perkembangan remaja. Perubahan sosial remaja juga dipengaruhi oleh interaksi dengan teman sebaya. Anak mulai menyatu pada kelompok teman sebayanya untuk mencapai perkembangan kemandiriannya. Pada masa ini yang
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
11
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
menjadi panutan anak bukan lagi orang tua ataupun guru melainkan teman sebaya. Menurut Santrock (2003: 270), teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memiliki yang penting dalam situasi sekolah. Kelompok teman sebaya juga merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk. Interaksi remaja dengan orang tua akan berkurang dibandingkan ketika masa anak-anak. Menurut Santrock (2003: 271), keterlibatan orang tua sangat penting dalam proses sekolah anak, namun orang tua akan memerankan peran yang lebih sedikit dalam proses belajar remaja. Hal ini dapat diantisipasi dengan adanya komunikasi yang baik antara pihak sekolah dengan orang tua sehingga remaja dapat menjalani masa perkembangannya dengan optimal. d) Perubahan Emosi Peserta didik/konseli SMP pada umumnya memiliki emosionalitas yang labil. Transisi pada aspek fisik, kognitif, dan sosial menyebabkan emosionalitas remaja mudah berubah-ubah. Perasaan remaja terhadap suatu obyek tertentu mudah berubah. Keadaan yang demikian jika tidak dipahami dengan baik sangat potensial menimbulkan konflik.
e) Perubahan Moral Moralitas berisi kemampuan peserta didik membuat pertimbangan tentang baik-buruk, benar-salah, boleh atau tidak boleh dalam melakukan sesuatu. Aspek ini sangat terkait dengan perkembangan kognitif. Karena aspek kognitif remaja berkembang sangat pesat, maka moralitas remaja juga mengalami perubahan cukup mendasar dibandingkan pada masa kanak-kanak. Oleh karena itu, peserta didik/konseli SMP sering mempersoalkan hal-hal yang terkait dengan moralitas yang sebelumnya telah dihayati dan diyakini benar. f) Perubahan Religius Aspek religius berkaitan dengan keyakinan dan pengakuan individu terhadap kekuatan di luar dirinya yang mengatur kehidupan manusia. Pada masa sebelum SMP, peserta didik menerima keyakinankeyakinan tersebut secara dogmatis. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, peserta didik/konseli SMP sering mempersoalkan religiusitas yang sebelumnya telah diyakini dan dipegang teguh. Akibatnya, banyak remaja mempersoalkan kembali keyakinan keagamaan mereka, mengalami penurunan ibadah akibat keraguan atas keyakinan sebelumnya. Di sisi lain, keraguan ini pada beberapa peserta didik SMP mendorong mereka lebih giat mencari informasi dan menguji kembali kebenaran yang mereka yakini.
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
12
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masa transisi dari sekolah dasar menuju sekolah lanjutan tingkat pertama ini akan menimbulkan perubahanperubahan pada diri remaja baik dilihat dari aspek fisik, kognitif, sosial dan psikologisnya. Lingkungan sosial seperti keluarga, teman sebaya, dan interaksi dengan guru memiliki pengaruh penting bagi perkembangan remaja. Memasuki masa remaja, tanggung jawab dan kemandirian yang berhubungan dengan menurunnya tingkat ketergantungan dengan orangtua semakin meningkat dan perhatian untuk mencapai prestasi juga semakin meningkat. Kemampuan remaja itu sendiri untuk dapat mencapai kemandirian dan membuat keputusan yang bertanggung jawab akan semakin meningkat tetapi masih membutuhkan pendampingan dari orang yang lebih dewasa karena pengetahuan remaja yang masih terbatas. Pengertian Fenomena Geng Pada Usia Remaja Usia remaja terutama remaja SMP dapat dikatakan masa-masa paling indah, dimana siswa dapat menemukan kesenangan dan kadang adanya kebebasan dalam hidupnya. Akan tetapi usia remaja ini juga sangat rentan terhadap perilaku yang menyimpang dari moral, adat, agama maupun negara karena sifatnya yang masih labil. Pengertian remaja atau adolesensia diartikan sebagai semua
perubahan, remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yakni antara 12 sampai 21 tahun. (Singgih Gunarsa, 2008:203). Lain halnya yang diungkapkan oleh Syamsu Yusuf (2011:184), Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik, masa remaja meliputi: (a) Masa remaja awal yaitu usia 12 sampai 15 tahun, (b) Remaja madya yaitu usia 15-18 tahun, (c) Remaja akhir yaitu usia 19 sampai 22 tahun. Masa remaja ini ditandai dengan adanya perkembangan sikap tergantung orang tua kearah kemandirian, minatminat seksual, perenungan diri, dan perhatian-perhatian terhadap nilai estetika dan isu-isu moral. Isu-isu moral pada remaja yaitu sering ditandai dengan munculnya fenomena geng yang sudah tidak asing terdengar baik bagi kalangan muda maupun tua. Ulah dari geng ini sering kali meresahkan masyarakat dari kegiatan ugal-ugalan, klitih maupun kegiatan yang menyimpang lainnya. Istilah geng dapat digambarkan sebagai suatu asosiasi remaja sebaya yang dibentuk sendiri berjumlah dua atau tiga orang bahkan lebih yang berusia dua belas tahun ke atas yang melakukan aktivitas kejahatan atau pelanggaran tata tertib. (Anggota Ikapi, 2010:6). Sedangkan menurut Setio Anggie (2009:95) pengertian geng ini hampir sama dengan organisasi yaitu
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
13
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
perkumpulan beberapa orang yang memiliki pemikiran yang sama untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan tertentu, akan tetapi dalam hal ini kegiatan tersebut lebih ke arah negatif yang merugikan orang lain. Geng dapat dikatakan sebagai suatu kelompok sosial. Tujuan-tujuan dari terbentuknya geng ini tentunya akan menguntungkan bagi para anggotanya sehingga dia akan tertarik untuk ikut bergabung dengan geng ini. Keinginan memberontak dan menghilangkan pengaruh orang tua, kebutuhan akan ekonomi juga menjadikan para remaja ini tertarik untuk ikut bergabung dengan geng. Perlu adanya upaya mengatasi diskriminasi geng remaja terhadap proses sosialisasi di lingkungan belajar. Dengan bergabung pada suatu geng maka seorang remaja akan menemukan suatu kebebasan yang tidak akan diatur lagi, menemukan kebahagiaan, dan tentunya akan menjadi terkenal jika mengikuti suatu geng yang sudah sangat tenar. Dengan demikian seorang remaja SMP akan tergiur dengan iming-iming dari seseorang anggota geng maupun ketua geng untuk menjadikan seorang diri sebagai anggota suatu geng dengan tujuan akan semakin tenar, jika ia dapat bergabung dengan geng tertentu. Banyak kita jumpai saat ini, fenomena geng yang terjadi hampir di lakukan oleh usia remaja seperti siswa SMP, dari adanya pertemuan
setiap anggota geng yang mengajarkan hal negatif seperti untuk merokok, minum-minuman keras, merampok bahkan penganiayaan. Hal yang bermula dari rasa coba-coba dan penasaran hingga menimbulkan rasa ketagihan. Dengan adanya geng tersebut banyak sekali dijumpai kasus yang dilakukan oleh siswa SMP. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Geng Dari ulasan fenomena geng di atas, maka faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu fenomena geng dapat disebabkan karena faktor diri sendiri, ajakan teman, maupun dari lingkungan keluarga yang tidak mendukung. Namun dengan adanya faktor tersebut apabila seorang siswa remaja SMP kuat akan godaan dari teman maupun dari lingkungan, maka ia tidak akan mudah untuk terpengaruh dengan adanya geng. Faktor-faktor ini juga dapat diatasi sebelum fenomena geng semakin merajalela. Menurut Graham yang dikutip oleh Sarlito Wirawan dalam bukunya psikologi remaja (2006:208) membedakan faktorfaktor penyebab kedalam dua golongan yaitu: a. Faktor lingkungan dibedakan menjadi: Malnutrisi (kekurangan gizi), kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan, migrasi, faktor sekolah, keluarga yang bercerai atau broken home, gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga misalnya kematian
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
14
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
orang tua, orang tua yang sakit berat atau cacat dan sakit jiwa, hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis, kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan uang dan tempat tinggal yang tidak kondusif. (b) Faktor pribadi dibedakan menjadi: Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen (pemarah, hiperaktif, dan lain sebagainya), cacat tubuh, ketidak mampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, kurangya iman dan taqwa terhadap tuhan-Nya. Sedangkan menurut Sudarsono (2012: 125) membedakan faktor yang mempengaruhi fenomena geng adalah sebagai berikut: a. Faktor keluarga yang broken home, b. Keadaan jumlah anak yang kurang menguntungkan, c. Faktor lingkungan sekolah, d. Faktor lingkungan masyarakat. Dengan adanya faktor tesebut maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan fenomena geng, memang tidak mudah dan sangat sulit untuk menemukan cara yang terbaik dalam mengendalikannya, akan tetapi masyarakat, perseorangan bahkan pemerintah sekalipun dapat melakukan langkah-langkah yang paling memadai didalam melakukan tindakan. Menurut Bimo Walgito yang dikutip oleh Sudarsono (2012:133) upaya yang dapat dilakukan dengan mengadakan penyensoran film-film yang lebih
menitikberatkan pada segi pendidikan, mengadakan ceramah melalui media massa mengenai soalsoal pendidikan pada umumnya, mengadakan pengawasan terhadap peredaran buku-buku, komik, dan majalah, pemasangan-pemasangan iklan dan lain sebagainya. Langkah-langkah berikutnya yakni adanya pengawasan dari orang tua, kasih sayang yang cukup, tidak terlalu memanjakan anak, dan orang tua tidak terlalu sibuk adalam bekerja sehingga ada waktu untuk sekedar berkumpul bersama keluarga baik keluarga besar maupun keluarga kecil. Seperti yang termuat dalam kedaulatan rakyat edisi 6 april 2017 bahwa antisipasi pelajar terlibat kekerasan dikarenakan kurangnya pengawasan dari orang tua, sebab kesibukan dan rutinitas orang tua yang cukup padat tidak boleh menjadikan alasan dalam pengawasan terhadap anak menjadi berkurang dan tidak memperhatikan perkembangan anaknya. Adapun cara yang mungkin dapat dilakukan oleh orang tua terhadap pengawasan anak adalah menciptakan suasana yang nyaman saat anak berada di rumah. Dengan adanya cara tersebut, selain kedekatan antara anak dan orang tua menjadi semakin erat, juga komunikasi dapat terjalin secara baik.
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
15
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
Peran bimbingan dan konseling dalam menanggulangi fenomena geng Selain adanya peran dan pengawasan dari orang tua dalam lingkungan keluarga, terdapat juga peran guru bimbingan dan konseling di dalam lingkungan sekolah untuk menanggulangi fenomena geng yang sedang marak pada usia remaja khusunya siswa SMP. Pada usia SMP seharusnya siswa belajar dengan rajin agar dapat mencapai segala cita-cita yang mereka inginkan akan tetapi dalam hal ini malah siswa SMP melakukan tindakan penyimpangan sosial. Adapun tugas guru BK yaitu bertanggung jawab dalam upaya membantu dan mendampingi siswa untuk pengembangan pribadi-sosial, belajar, karir serta membangun nilainilai moral dengan menanamkan nilai-nilai dasar kemanusiaan agar peserta didik tidak melakukan penyimpangan sosial seperti fenomena geng. Peran guru BK, dalam memberikan upaya penanggulangan fenomena geng yaitu melalui pemberian layanan yang bersifat preventif, kuratif, dan development. Peran guru BK dalam mencegah terjadinya fenomena geng pada usia pelajar terletak pada bagaimana seorang guru BK dapat membangun relasi yang baik dengan peserta didik maupun dengan orang tua dari peserta didik. Adapun peran dan upaya yang dapat dilakukan Guru
BK untuk pencegahan terjadinya fenomena geng adalah sebagai berikut : (a) Guru bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan orang tua dan siswa, (b) Memberikan saran dan masukan yang bersifat membangun, (c) Memberikan pengarahan kepada siswa tentang bahaya dari adanya grup atau geng, (d) Mengadakan kunjungan rumah, (e) Mengadakan sosialisasi tentang akibat dari adanya penyimpangan sosial. KESIMPULAN Usia SMP merupakan usia remaja awal yang dimulai pada usia 8 - 10 tahun dan berakhir pada usia 15 - 16 tahun dimana pada masa itu terjadi transisi pada aspek perkembangan dan kehidupannya dari berbagai aspek. Perubahan-perubahan yang terjadi pada berbagai aspek tersebut perlu dipahami karena merupakan tugas perkembangan yang harus diselesaikan peserta didik/konseli pada periode kehidupan/fase perkembangan tertentu. Keberhasilan peserta didik/konseli menyelesaikan tugas perkembangan dapat membuat mereka bahagia dan akan menjadi modal bagi penyelesaian tugas-tugas perkembangan fase berikutnya. Sebaliknya, kegagalan peserta didik/konseli dalam menyelesaikan tugas perkembangan akan membuat mereka kecewa dan atau diremehkan orang lain. Kegagalan
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
16
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
ini akan menyulitkan atau menghambat peserta didik/konseli menyelesaikan tugas-tugas perkembangan fase berikutnya. Akibat dari kegagalan dalam menyelesaikan tugas perkembangan menyebabkan siswa terjerumus pada hal-hal negatif, seperti isu-isu moral pada remaja yang sering kita dengar yaitu munculnya fenomena geng. Ulah dari geng ini sering kali meresahkan masyarakat dari kegiatan ugal-ugalan, klitih maupun kegiatan yang menyimpang lainnya. Istilah geng dapat digambarkan sebagai suatu asosiasi remaja sebaya yang dibentuk sendiri berjumlah dua atau tiga orang bahkan lebih yang berusia dua belas tahun ke atas yang melakukan aktivitas kejahatan atau pelanggaran tata tertib. Faktor yang dapat mempengaruhi adanya fenomena geng pada siswa SMP adalah sebagai berikut : (a) Faktor keluarga yang broken home, (b) Keadaan jumlah anak yang kurang menguntungkan, (c) Faktor lingkungan sekolah, (d) Faktor lingkungan masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan dengan mengadakan penyensoran film-film yang lebih menitikberatkan pada segi pendidikan, mengadakan ceramah melalui media massa mengenai soal-soal pendidikan pada umumnya, mengadakan pengawasan terhadap peredaran buku-buku, komik, dan majalah, pemasanganpemasangan iklan dan lain sebagainya. Langkah-langkah
berikutnya yakni adanya pengawasan dari orang tua, kasih sayang yang cukup, tidak terlalu memanjakan anak, dan orang tua tidak terlalu sibuk adalam bekerja sehingga ada waktu untuk sekedar berkumpul bersama keluarga baik keluarga besar maupun keluarga kecil. Peran guru BK dalam mencegah terjadinya fenomena geng pada usia pelajar terletak pada bagaimana seorang guru BK dapat membangun relasi yang baik dengan peserta didik maupun dengan orang tua dari peserta didik. Adapun peran dan upaya yang dapat dilakukan Guru BK untuk pencegahan terjadinya fenomena geng adalah sebagai berikut: (a). Guru bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan orang tua dan siswa, (b) Memberikan saran dan masukan yang bersifat membangun, (c) Memberikan pengarahan kepada siswa tentang bahaya dari adanya grup atau geng, (d) Mengadakan kunjungan rumah, (e) Mengadakan sosialisasi tentang akibat dari adanya penyimpangan sosial. Pada masa remaja, tanggung jawab, kemandirian, dan menurunnya tingkat ketergantungan dengan orangtua semakin meningkat serta perhatian untuk mencapai prestasi juga semakin meningkat. Kemampuan remaja dalam membuat keputusan yang bertanggung jawab juga semakin meningkat tetapi masih membutuhkan pendampingan dari orang yang lebih dewasa karena
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
17
Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) Vol. 1 No.1 (Mei 2017) Online ISSN 2580-216X
pengetahuan remaja terbatas.
yang masih
DAFTAR PUSTAKA Anggie, Setio. (2009). The G’S Diary Susahnya Jadi Anak Sekolahan. Jakarta: Bukune. Gunarsa, Singgih. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Muria. Ikapi Anggota. (2010). Geng Remaja Anak Haram Sejarah Ataukah Korban Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius. Kemendikbud. (2016). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Santrock, J.W. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sarlito, SW. (2006). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Siti Rahayu Hadiono dan Monks F.J. (2006). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sudarsono. (2012). Kenakalan Remaja. Jakarata: Rineka Cipta. Yusuf Syamsu. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun
18