Naskah lanjutan ....
Fenomena Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya Oleh: Prof. Dr. Moh. Ainin, M.Pd Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab Fakultas Sastra (FS) UM
Dalam pemikiran Moslow, kebutuhan yang paling tinggi dan sulit adalah kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri terkait dengan motivasi untuk mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai manusia. Kebutuhan aktualisasi diri ini menurut Maslow dimungkinkan untuk dipenuhi setelah kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi. Dalam konteks pembelajaran, seorang guru tidak akan mampu membangkitkan motivasi belajar siswa untuk mencapai prestasi yang baik, manakala mereka dalam keadaan lapar, terganggu keamanannya, tidak memdapatkan kasih sayang, tidak dihargai, dan seterusnya. Konstruksi hierarki kebutuhan menurur Maslow ini menjadi bahan perdebatan di kalangan pakar psikologi, khususnya pakar psikologi pendidikan. Apabila kebutuhan seseorang menurut Maslow bersifat hierarkis, maka ada yang berpendapat tidak demikian. Boleh jadi dalam hal-hal tertentu bagi beberapa siswa kebutuhan kognitif lebih fundamental daripada kebutuhan harga diri (Santrock, 2010). Dari jenisnya, motivasi dapat dikelompokkan menjadi motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan), misalnya siswa belajar menghadapi ujian karena dia menyukai mata pelajaran yang diujikan. Sementara itu, motivasi ekstrinsik adalah suatu motivasi yang muncul pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan karena untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal misalnya imbalan dan hukuman (Santrock, 2010). Dalam terminologi agama, motivasi semakna dengan niat. Niat seseorang melakukan ibadah, baik ibadah sosial maupun ibadah ritual (ibadah mahdlah) ada yang bersifat ekstrinsik dan ada yang intrinsik. Secara hierarkis, niat dikelompokkan menjadi Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
14
tiga tingkatan. Pertama, orang beribadah karena ingin mendapat pujian dari orang lain (riya’) dan niat seperti ini tergolong ekstrinsik-negatif. Kedua, orang beribadah karena ingin mendapatkan pahala (imbalan) dari Allah (niat ekstrinsik-positif), misalnya orang melakukan salat berjamaah karena pahalanya lebih besar daripada salat sendirian, yakni 1 berbanding 27. Tingkatan niat atau motivasi yang mendasarkan pada pahala ini menurut pandangan kaum sufi ibarat pedagang yang selalu memperhitungkan untung-rugi. Ketiga, orang beribadah karena beribadah itu (sosial-ritual) merupakan kebutuhan pokok rohani untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan untuk mendapatkan ridlo dari-Nya, tanpa memperhatikan berapa besar pahala yang diterima (motivasi intrinsik), apalagi hanya karena pujian dari orang lain. Dalam terminologi pemerolehan bahasa kedua (L₂ acquisition), Gardner dan Lambert (1959) membedakan motivasi instrumental dan motivasi integratif (Dulay, et all., 1982 dan Brown, 2007). Motivasi instrumental sebagai suatu keinginan untuk menguasai bahasa baru atas asas manfaat atau untuk kepentingan praktis, misalnya untuk memperoleh pekerjaan, untuk kepentingan karier tertentu, untuk keperluan pendidikan, atau untuk tujuan yang bersifat finansial. Sementara itu, motivasi integratif adalah suatu keinginan untuk menguasai bahasa baru agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat penutur bahasa baru tersebut. Motivasi ini merefleksikan keinginan dan minat pribadi dalam suatu komunitas dan kebudayaan yang direpresentasikan oleh kelompok lain (Dulay, et all., 1982). Gardner dan kawan-kawan (dalam Krashen,1983) juga menemukan bahwa siswa yang memiliki motivasi integratif selalu memberikan respon dengan benar terhadap stimulus yang diberikan di kelas dan mereka mendapatkan penguatan yang positif dari gurunya. Dalam studinya, Gardner dan Lambert (dalam Dulay, et all., 1982) memberikan kuesioner langsung kepada siswa untuk membuat urutan (ranking) atas empat alasan mereka mempelajari bahasa Perancis. Keempat urutan alasan tersebut adalah belajar bahasa Perancis berarti (1) bermanfaat untuk mencari pekerjaan, (2) membantu pemahaman terhadap rakyat Canada keturunan Perancis dan pandangan hidup mereka, (3) memungkinkan bertemu dan berbicara dengan lebih banyak orang dan bermacam-macam orang, (4) menyebabkan seseorang menjadi terdidik lebih baik. Menurut Gardner dan Lambert, alasan (1) dan (4) termasuk motivasi instrumental, sedangkan alasan (2) dan (3) termasuk motivasi integratif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa baik motivasi Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
15
integratif maupun instrumental secara positif mempengaruhi percepatan penguasaan bahasa kedua. Akan tetapi, di antara kedua motivasi tersebut, motivasi integratif lebih kuat pengaruhnya
daripada
motivasi
instrumental
untuk
pengembangan
keterampilan
komunikasi (Dulay, et all., 1982). Keberadaan motivasi sebagai sumber energi utama dalam pembelajaran bahasa Arab secara psikoligis terkait erat dengan hipotesis saringan afeksi (the affective filter hypothesis) yang dikemukakan oleh Krashen. Saringan (filter) adalah bagian dari sistem pemroses internal yang secara bawah-sadar menyeleksi atau menyaring bahasa yang masuk yang oleh para psikolog disebut affect (emosi atau perasaan) (Dulay, et all., 1982). Dalam hipotesis ini dikemkukakan, bahwa sikap merupakan variabel yang berperan dalam menentukan keberhasilan pemerolehan bahasa kedua. Penelitian mengindikasikan bahwa variabel afeksi tertentu berhubungan erat dengan keberhasilan pemerolehan bahasa (Krashen dan Terrell, 1983). Unsur-unsur saringan (filter) sebagai penyeleksian bahasa (bahasa Arab) yang dipajankan meliputi motivasi, sikap, percaya diri, dan tingkat kecemasan (Gass dan Selinker, 1994). Dulay dan Burt (dalam Krashen dan Terrell, 1983) mengemukakan bahwa perihal sikap sebagai faktor utama dalam keberhasilan pemerolehan bahasa kedua kadang-kadang dalam keadaan posisi rendah (lowe affective filter). Kondisi saringan afeksi seperti ini akan lebih terbuka untuk menerima masukan, memberi semangat pembelajar untuk selalu berusaha memperoleh input dan mendorong berinteraksi dengan penutur asli dengan penuh percaya diri (Krashen dan Terrell, 1983). Sebaliknya, apabila saringan afeksi dalam keadaan tinggi (high affective filter), maka pembelajar akan gagal dalam memperoleh bahasa kedua (Gass dan Selinker, 1994). Pertanyaannya adalah kapan saringan afeksi pembelajar itu rendah (terbuka) dan kapan saringan itu tinggi (tertutup). Saringan afeksi akan berada dalam posisi rendah manakala pembelajar termotivasi untuk belajar, sehat, tidak lelah, dan tidak cemas. Sementara itu, saringan afeksi akan berada dalam posisi tinggi (tertutup) manakala pembelajar kurang bergairah untuk belajar, sakit, lelah, dan cemas. Hubungan antara saringan afeksi dan pemerolehan bahasa oleh Krashen digambarkan sebagai berikut filter
Input
Language Acquisition Device
Acquired competence
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
16
ALTERNATIF PEMECAHAN Berdasarkan permasalahan demotivasi dalam pembelajaran bahasa Arab sebagaimana yang telah dikemukakan, maka domain pemecahannya juga harus komprehensif, integratif, dan simultan. Pemecahan yang ditawarkan tentunya diharapkan dapat menciptakan atmosfir pembelajaran bahasa Arab yang motivasional. Secara normatif, pembelajaran yang motivasional adalah suatu pembelajaran (pembelajaran bahasa Arab) yang dapat membuat siswa bersemangat, merasa senang, dan merasa butuh terhadap pelajaran bahasa Arab. Pepata kuno mengatakan bahwa kita dapat membawa kuda ke gubangan air atau ke sungai, tetapi kita tidak dapat memaksanya untuk meminum air. Kuda akan meminum air manakala dia sudah merasa haus. Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab, kita dapat membawa peserta didik ke dalam ruang kelas, tetapi kita tidak dapat memaksa mereka untuk menerima, memahami, dan menginternalisasi materi pelajaran bahasa Arab. Mereka dengan sadar akan belajar, manakala mereka merasa butuh terhadap materi pelajaran itu sendiri. Agar mereka merasa butuh terhadap materi pelajaran, maka diperlukan suatu kebijakan dan pengembangan pembelajaran motivasional yang mendorong mereka untuk belajar bahasa Arab. Berbagai upaya yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Arab adalah sebagai berikut. 1. Nasionalisasi Ujian Matapelajaran Bahasa Arab di Madrasah Sebagaimana dikemukakan, bahwa salah satu faktor demotivasi dalam pembelajaran bahasa Arab adalah karena dampak dari keberadaan Permendiknas tahun 2009, baik No. 74 maupun No. 75. Pada Permendiknas ini matapelajaran bahasa Arab tidak termasuk pelajaran yang di-UN-kan. Barangkali peraturan ini dapat diterima apabila diberlakukan untuk sekolah-sekolah umum, misalnya SD, SMP, dan SMA/SMK yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional. Akan tetapi, sangat aneh apabila Kementerian Agama yang mengelola madrasah misalnya misalnya MI, MTs, MA, dan MAK tidak menetapkan matapelajaran bahasa Arab sebagaimana matapelajaran yang di-UN-kan di lingkungannya. Apabila matapelajaran bahasa Arab di madrasah pada berbagai jenjang ditetapkan sebagai matapelajaran yang di-UN-kan oleh Kementerian Agama, maka fenomena
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
17
demotivasi akan dapat diminimalkan. Nasionalisasi ujian matapelajaran bahasa Arab di lingkungan madrasah cukup rasional dan proporsional, karena kata kunci dalam visi madrasah adalah keagamaan atau ke-Islaman. Visi ini akan tercapai manakala salah satu unsur utama yang mengantarkan siswa memahami dan menghayati ajaran Islam secara maksimal mendapatkan perhatian memadai, yaitu bahasa Arab. Apabila Kementerian Agama menasionalkan ujian matapelajaran bahasa Arab, maka motivasi belajar siswa untuk mempelahari bahasa Arab akan muncul, sekalipun motivasi tersebut pada awalnya bersifat ekstrinsik-negatif (dorongan belajar karena ada rasa takut akan hukuman, yakni takut tidak lulus UN). (Gintings, 2008). Dalam perspektif teori behaviorisme, nasionalisasi ujian mata pelajaran bahasa Arab dapat dikagorikan sebagai bentuk rewards atau phunisment. Artinya, siswa yang menguasai bahasa Arab akan diapresiasi oleh UN berupa skor ujian yang tinggi (rewards), demikian pula siswa yang kurang menguasai bahasa arab akan diapresiasi oleh UN berupa skor ujian
yang rendah (phunisment). Keberadaan
rewards maupun punishments
berimplikasi pada semangat siswa untuk mempelajari bahasa Arab. Semangat belajar ini muncul karena siswa akan memperoleh rewards ketika memperlajari bahasa Arab dan semangat belajar ini juga muncul karena siswa takut akan memperoleh punishments manakala dia memperoleh nilai ujian rendah. 2. Penyetaraan Kemampuan Awal Fakta menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan input siswa di madrasah beragam. Artinya, di suatu sisi, input siswa MTs dan MA sudah memiliki kemampuan awal yang memadai, tetapi di sisi lain, sebagian besar kemampuan awal bahasa Arab input siswa madrasah (MTs dan MA) rendah. Kesenjangan kemampuan awal yang tinggi ini menyebabkan pembelajaran menjadi berat sebelah. Guru akan mengalami kesulitan untuk memilih materi dan strategi pembelajatan pada kelas yang sangat heterogin ini. Implikasinya, akan terjadi suatu kejenuhan pada diri siswa yang berkemampuaan bahasa Arab tinggi karena input yang dipajankan bukan i+1, tetapi 1-1 atau 1-2. Demikian pula, akan terjadi suatu keputusasaan bagi siswa yang kemampuan dasar bahasa Arabnya rendah, karena input yang dipajankan bukan i+1, tetapi i+ 2 atau i+3, bahkan bisa jadi i+10. Terkait dengan hal tersebut di atas, maka pihak madrasah dapat melaksanakan program penyetaraan kemampuan awal. Dalam konteks ini, pihak madrasah melakukan pemetaan kemampuan awal bahasa Arab siswa sebagai dasar untuk menyusun program Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
18
penyetaraan. Bagi siswa yang kemampuan dasar bahasa Arabnya rendah diberi bekal tambahan secara proporsional dan fungsional sesuai dengang kebutuhan sehingga kemampuan bahasa Arab mereka relatif sejajar dengan kemampuan siswa lainnya. 3. Peningkatan Kualifikasi Guru Bahasa Arab Guru memiliki peran penting dalam proses belajar-mengajar. Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab, guru di samping sebagai sumber input kebahasaaraban bagi siswa, juga sebagai sumber terciptanya motivasi pembelajaran. Data menunjukkan bahwa kualifikasi guru bahasa Arab baik dari aspek substansi maupun dari aspek pedagogis memprihatinkan. Sehubungan dengan permasalahan ini, maka peningkatan kualifikasi guru bahasa Arab merupakan kunci utama untuk penciptaan pembelajaran bahasa Arab motivasional. Peningkatan kualifikasi guru dapat dilakukan melalui jalur belajar ke jenjang yang lebih tinggi atau melalui jalur pelatihan (daurah tadribiyah), maupun jalur Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Bagi guru-guru yang usianya relatif muda, tentunya jalur studi lanjut merupakan upaya yang paling relevan. Sementara itu, bagi guru-guru bahasa Arab yang usianya sudah relatif lanjut dapat ditingkatkan kualitasnya melalui jalur pelatihan. Terkait dengan penugasan belajar ke jenjang S2 Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Kementrian Agama memang telah memberikan beasiswa bagi guru bahasa Arab untuk studi lanjut ke S2. Akan tetapi, guru bahasa Arab yang memperoleh kesempatan untuk studi lanjut melalui fasilitas beasiswa masih terbatas. Mengingat sebagian besar guru bahasa Arab tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Arab, maka idealnya kementerian Agama menyelenggarakan dan atau mengintensifkan program penyetaraan program S1 Pendidikan Arab melalui fasilitas beasiswa sebagaimana yang pernah dilakukan untuk guru-guru matapelajaran umum, misalnya guru bahasa Indonesia dan guru IPA. Kompetensi yang ditingkatkan kualitasnya mencakup kompetensi substansi dan pedagogis. Kompetensi substsansi terkait dengan kompetensi berbahasa Arab yang meliputi empat keterampilan berbahasa Arab (istima, kalam, qira’ah, dan kitabah) serta kompetensi unsur-unsur bahasa Arab (kosa kata dan struktur bahasa Arab). Pengembangan kompetensi substansi ini penting mengingat guru bahasa Arab merupakan salah satu sumber utama penyedia input yang terpahami. Sementara itu, kompetensi pedagogis yang ditingkatkan meliputi: kompetensi perencanaan pembelajaran, pengembangan bahan ajar,
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
19
implementasi strategi pembelajaran, penggunaan media, terutama media yanag berbasis IT, dan kompetensi di bidang asesmen. 4. Pengembangan Materi Pelajaran yang Kontekstual Materi pelajaran dan termasuk di dalamnya Buku Teks (BT) merupakan bagian integral dari keutuhan eksistensi sistem pendidikan. Eksistensi materi pelajaran atau BT sebagai bagian integral dalam sistem pendidikan dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh schiefelbein dan Ferrel di Chili, bahwa materi pelajaran
atau BT
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi siswa di kalangan keluarga berstatus ekonomi rendah (Heyneman, 1981 dalam Rachmadie, 1990). Hasil penelitian yang sama juga pernah dilakukan di Thailand dan Malaysia, bahwa BT berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi siswa (Rachmadie, 1990). Terkait dengan pengembangan materi pelajaran, khususnya pengembangan BT, Dick dan Carey (1985) memberikan rambu-rambu dalam penyeleksian atau penyusunan materi pembelajaran, yaitu (a) apakah materi pembelajaran cukup menarik, (b) apakah materi pembelajaran isinya sesuai, (c) apakah materi pembelajaran urutannya tepat, (d) apakah informasi dalam materi pembelajaran itu dibutuhkan oleh peserta didik, (e) apakah dalam materi pembelajaran ada soal latihan, (f) apakah dalam materi pembelajaran ada jawaban terhadap latihan yang diberikan, (g) apakah dalam materi pembelajaran terdapat tes yang sesuai, (h) apakah dalam materi pembelajaran terdapat petunjuk lanjutan yang jelas untuk usaha perbaikan (remidi), dan (i) apakah dalam materi pembelajaran terdapat petunjuk bagi siswa yang mengarahkan mereka dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. 5. Pembelajaran Berbasis pada Pemerolehan Menurut Krashen, pembelajar dewasa mempunyai dua cara untuk mengembangkan kemahiran dan pengetahuan dalam menguasai bahasa kedua, yaitu melalui pemerolehan (acquisition atau al-iktisab) dan belajar (learning atau atta’allum). Pemerolehan mengacu pada pengembangan kemampuan berbahasa secara alamiah dan dalam situasi yang komunikatif (Krashen dan Terrel, 1983). Proses pemerolehan mengacu pada penggunaan bahasa dengan cara di bawah sadar (unconscious) sebagaimana anak kecil mememperoleh bahasa ibunya (Cook, 1994). Dalam pandangan Krashen, untuk pengembangan kemahiran berbahasa, pemerolehan lebih penting daripada belajar. Sependapat dengan Krashen, Ayas (2011) juga menegaskan bahwa kemahiran berbicara itu sesuatu yang diperoleh.
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
20
Baradja (1990) memberi contoh pelaut-pelaut kita pandai berbahasa Inggris dengan jalan pemerolehan. Mereka menguasai bahasa Inggris dengan cara informal dan mereka tidak mengetahaui atau tidak secara sengaja belajar bahasa Inggris. Mereka sekedar menggunakannya karena adanya keperluan untuk
berkomunikasi. Di lingkungan
komunitas tertentu di Indonesia yang masyarakatnya memiliki bahasa ibu yang berbedabeda (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Padang, Bugis, dan lain-lain), dijumpai anak-anak menguasai bahasa Indonesia bukan melalui belajar, tetapi melalui pemerolehan. Mereka sesama temanya secara tidak sadar berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada saat mereka bermain. Sementara itu, belajar bahasa berarti mengetahui aturan-aturan, yakni aturan-aturan tentang kaidah bahasa secara sadar (conscious) (Cook, 194). Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar bahasa secara formal kurang berhasil dalam mengembangkan kemahiran komunikasi (Krashen dan Terrel, 1983). Secara ekstrim, Krashen dan Terrel (1983) menegaskan bahwa bahasa tidak dapat diperoleh melalui pembelajaran formal (Baradja, 1990). Aktivitas belajar dalam hal-hal tertentu
memang penting, tetapi lebih bersifat
penunjang saja (Krashen dan Terrel, 1983). Hasil belajar bahasa berupa pengetahuan terhadap kaidah-kaidah bahasa pada dasarnya berfungsi sebagai monitor terhadap ujaran (Cook, 1994). Untuk meningkatkan motivai belajar bahasa Arab, maka aktivitas pemerolehan bahasa Arab hendaknya diciptakan sedemikan rupa. Dalam implementasinya, guru diharapkan membiasakan penggunaan bahasa Arab di kelas maupun di luar kelas secara proporsional, gradual, dan fungsional. Selain itu, guru juga membelajarkan siswa untuk membiasakan penggunaan bahasa Arab sebagai alat komunikasi, bukan hanya membelajarkan aturan-aturan kaidah bahasa Arab atau pengetahuan tentang bahasa Arab secara analitis yang rumit, membosankan, dan membebani siswa. Beberapa lembaga pendidikan yang menekankan pembiasaan penggunaan bahasa Arab membuktikan bahwa pembelajaran melalui pemerolehan menunjukkan hasil yang maksimal. 6. Pembentukan Lingkungan Arabi Lingkungan merupakan salah satu komponen utama yang secara signifikan berperan untuk meningkatkan gairah dan penguasaan belajar bahasa Arab. Lingkungan bahasa menurut Dulay, et all. (1982) meliputi segala sesuatu yang didengar dan dilihat oleh pembelajar bahasa. Bentuk lingkungan dapat bervariasi, misalnya pertemuan di
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
21
restoran dan toko, percakapan dengan teman, menonton televisi, membaca tanda-tanda di jalan dan surat kabar, maupun kegiatan-kegiatan di kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan memperngaruhi penguasaan belajar bahasa. Menurut Dulay, et all. (1982), lingkungan bahasa dikelompokkan menjadi dua, yaitu lingkungan formal dan lingkungan natural/alamiah. Krashen (1983) menggunakan istilah lingkungan formal dan Informal. Lingkungan bahasa formal memfokuskan pada bentuk bahasa dan penguasaan secara sadar terhadap aturan-aturan bahasa. Sementara itu, lingkungan alamiah atau lingkungan informal lebih memfokuskan pada penigkatan perkembangan keterampilan komunikasi dan pengenalannya berlangsung bawah-sadar. Keunggulan lingkungan alamiah ini telah dibuktikan oleh tiga studi empiris, yaitu dua studi melibatkan orang dewasa dan satu studi melibatkan anak-anak yang semuanya sedang menguasai bahasa kedua dalam lingkungan bahasa asing. Pertanyaan yang perlu dikemukakan adalah siapakah yang bertanggungjawab untuk menciptakan dan mengembangkan lingkungan bahasa Arab. Dulay, et all. (1982) menegaskan bahwa tanggungjawab penciptaan lingkungan bahasa (khususnya bahasa Arab) di kelas adalah guru bahasa. Mengajarkan bahasa kedua atau bahasa asing berarti menciptakan sebagian atau seluruh lingkungan bahasa sasaran bagi siswa. Dalam implementasinya di sekolah atau di madrasah, bentuk lingkungan yang dapat dikembangkan dapat berupa lingkungan verbal dan visual. Lingkungan bahasa Arab dalam bentuk verbal dapat dikembangkan melalui aktivitas komunikasi lisan di kelas maupun di luar kelas misalnya tegur sapa antarteman dengan menggunakan bahasa arab, penyampaian pegumuman secara lisan berbahasa Arab, lomba pidato berbahasa Arab, debat berbahasa Arab, atau aktivitas-aktivitas lain yang memberikan kesempatan kepada siswa menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi lisan. Sementara itu, pengembangan
lingkungan
dalam
bentuk
visual
dapat
dilakukan
melalui
membahasaarabkan papan nama, pengumuman secara tertulis, pemajangan kosa kata (mufradat) secara periodik, dan kata-kata hikmah.
7. Pengembangan Metode dan Strategi Pembelajaran yang Komunikatif dan Variatif Metode memang bukanlah suatu tujuan, tetapi merupakan salah satu komponen utama yang berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran, khususnya menggairahkan minat belajar siswa. Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab, metode dapat dimaknai sebagai perencanaan pembelajaran secara menyeluruh yang terkait dengan penyajian bahan ajar Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
22
(bahasa Arab) secara sistematis (Richards dan Rodgers, 1986). Dari sekian banyak metode pembelajaran bahasa Arab, secara umum dapat direduksi menjadi dua, yaitu metode yang menekankan pada kemampuan reseptif, misalnya metode tatabahasa terjemah dan metode yang menekankan pada kemampuan produktif, misalnya metode langsung, metode alamiah, metode campuran, metode audio-lingual, dan metode komunikatif. Di antara metode-metode tersebut, metode yang relatif lebih mutakhir dan disarankan akhir-akhir ini dalam pembelajaran bahasa Arab adalah metode komunikatif. Metode ini bertujuan mengembangkan kompetensi komunikatif pembelajar yang mencakup kemampuan untuk menafsrikan bentuk-bentuk linguistik yang dinyatkan secara eksplisit maupun
yang tependam dalam kegiatan-kagiatan psikis (Huda, 1987).
Pembelajaran bahasa Arab dengan Metode Komunikatif menekankan pada kemampuan pembelajar untuk dapat menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dengan memperhatikan konteks sosial dan budaya. Menurut Canale dan Swain (dalam Richards dan Rodgers, 1986), kompetensi komunikatif yang dikembangkan meliputi kompetensi gramatikal ()الكفاية النحوية, kompetensi sosiolinguistik ( )الكفاية اللغوية االجتماعية, kompetensi wacana ()الكفاية الكالمية, dan kompetensi strategis ()الكفاية االستراتيجية. Metode Komunikatif tersebut dapat diimplementasikan dengan beragam teknik atau strategi. Inti dari penggunaan strategi yang bervariasi ini adalah pelibatan siswa secara aktif, kreatif, dan menyenangkan dalam pembelajaran bahasa Arab. Di antara bentuk strategi yang dapat dikembangkan misalnya strategi bermain, simulasi, bermain peran, kuis, maupun dapat diintegrasikan dengan model-model pembelajaran kooperatif, misalnya model Jigsaw, Student Teams Achievment Devision (STAD), Team Games Tournament
(TGT).
Kebervariasian
teknik
yang
dikembangkan
pada
dasarnya
menekankan pada aktivitas siswa dalam berbahasa Arab baik aktivitas tulis maupun lisan. 8. Pemanfataan Media yang Atraktif dan Komunikatif Media bukanlah tujuan dalam pembelajaran bahasa Arab, melainkan ia sebagai alat bantu (Shini, et all., 1984). Media di samping dapat meningkatkan motivasi, menghilangkan kejenuhan siswa dalam pembelajaran bahasa Arab, dan meningkatkan hasil belajar siswa, ia juga dapat menutupi kelemahan guru yang bertipe kepribadian introvert atau menutupi kelemahan guru dalam menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi di kelas. Dalam konteks ini, media cukup berperan sebagai “pengganti” sementara bahasa lisan guru. Untuk itu, media yang digunakan hendaknya komunikatif, praktis, dan atraktif.
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
23
Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Arab dapat dikelompokkan menjadi media elektronika dan non-elektronika. Media elektronika yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa Arab misalnya tape recorder, laboratorium bahasa, dan multi media lainnya. Di era teknologi informasi ini, guru dapat mengembangkan media pembelajaran berbasis web dengan aneka pilihan program, misalnya program swish max, adobe flash maupun adobe dream weaver Mx. Sementara itu, media non-elektronika yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa Arab misanya gambar tunggal maupun berseri, bagan, benda asli, maupun benda tiruan, kartu kata, kartu kalimat, dan jenis media lainnya yang relevan. 9. Penilaian Berbasis pada Performansi Penilaian merupakan salah satu tugas utama guru sebagai pengambil keputusan dalam pembelajaran (Cooper, 1977). Penilaian di samping berfungsi untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan proses pembelajaran, ia juga berfungsi sebagai umpan balik untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada. Bahkan penilaian juga dapat digunakan sebagai refleksi terhadap kualitas alat penilaian itu sendiri atau menilai sebuah tes (testing the test) (Mc Namara, 2008). Dalam pembelajaran bahasa Arab, penilaian selama ini cenderung dipandang dan diaplikasikan secara parsial. Penilaian lebih diposisikan sebagai kegiatan untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan hasil belajar peserta didik yang bersifat numerik. Penilaian dipersepsi hanya sebagai alat untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik. Dari aspek penyelenggaraannya, penilaian hanya dilakukan pada tengah semester dan akhir semester (diidentikkan dengan tes formati da sumatif). Demikian pula, dari sisi cara dan kompetensi bahasa Arab yang diukur, penilaian lebih diposisikan bagaimana peserta didik dapat menjawab soal-soal dalam bentuk tulis (objektif atau subjektif/esai) yang kadang-kadang kualitas butir-buti soalnya kurang memenuhi persyaratan tes yang baik. Untuk menilai kemampuan berbahasa Arab yang senyatanya, penilaian selayaknya berbasis performansi. Dalam penilaian performansi, keterampilan berbahasa yang diases adalah aktivitas berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Pada umumnya, penilaian dalam bentuk tes performansi ini berupa kemampuan berbicara dan menulis (McNamara, 2008) atau yang lazim disebut kemampuan produktif (al-maharah al-istintajiyah). Akan tetapi, penilaian terhadap kemampuan reseptif (menyimak dan membaca) tidak boleh diabaikan.
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
24
Dengan ungkapan lain, kemampuan yang seharusnya diases adalah kemampuan riil berbahasa. Dalam implementasinya, penilaian berbasis peformansi ini bisa diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran secara umum atau dikemas dalam permainan berbahasa, maupun diselenggarakan secara khusus. Model peneliaian seperti ini dapat mengurangi beban psikologis siswa, karena penilaian ini lebih alamiah dan tidak kaku seperti penilaian konvensional pada umumnya.
PENUTUP Hadirin yang saya hormati, Untuk mengakhiri pidato pengukuhan ini, perkenankanlah saya menyampaikan tertima kasih yang sebesar besarnya kepada berbagai pihak yang berjasah mengantarkan saya menjadi guru besar di bidang pembelajaran bahasa Arab pada Prodi Pendidikan Bahasa Arab Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Rektor Universitas Negeri Malang, Pembantu Rektior, dan Ketua, serta anggota Komisi Guru Besar yang telah mendorong dan menfasilitasi saya untuk mencapai jabatan akademik tertinggi. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Dekan, Pembantu Dekan Fakultas Sastra, dan Bapak Ketua Jurusan Sastra Arab yang selalu ”mengoprak-oprak” saya untuk segera mengusulkan kenaikan jabatan akademik tertinggi ini. Ungkapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak dan Ibu guru saya mulai dari guru MI, MTs, dan MA. Saya meyakini berkat bimbingan beliau-beliau yang ihlas dan do’anya yang mustajabah saya dapat meraih jabatan fungsional akademik tertinggi yang tidak terpikirkan sebelumnya. Terima kasih saya sampaikan kepada bapak-bapak dosen saya di jenjang S1 Pendidikan Bahasa Arab IKIP MALANG, yaitu Ibu Dra. Suzan M. Dawam (almarhumah), Bapak Drs. H. Imam Hasan (almarhum), Ustadz Ja’far Noer (almarhum), Bapak Drs. M. Fachruddin Djalal (almarhum), Bapak
Drs. H. A.Fuad
Effendy, M.A, Ibu Hj. Dra. Maslichah, Bapak Prof. Drs. H. Muhaiban, dan Bapak Drs. M. Syathibi Nawawi, M.Pd. Beliau-beliau inilah yang membukakan pintu gerbang, megantarkan, dan membimbing saya untuk mencapai jabatan fungsional ini.
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
25
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak-bapak dosen Pascasrjana Universitas Negeri Malang, khususnya Bapak-bapak pembimbing yang dengan ihlas dan penuh komitmen membimbing saya dalam penulisan tesis yaitu Prof. Dr. H. M.F. Baradja, M.A, Dr. H. Zaini Machmoed, M.A (almarhum) dan dalam penulisan disertasi, yaitu Prof. Dr. H. Imam Syafi’ie, Prof. Dr. Abd. Wahab, M.A (almarhum), Prof. Dr. Achmad Rofi’uddin, M.Pd, dan saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Suparno sebagai penguji utama dan dan sekaligus sebagai pembimbing. Jasa-jasa para guru dan dosen sangat berarti bagi saya. Untuk mengenang jasa guru dan dosen perkenankanlah saya mengutip pernyataan Ali bin Abi Thalib sebagai berikut ”saya adalah hamba sahaya seseorang yang telah mengajarkan saya satu huruf saja. Dia bisa berkehendak menjual saya, memerdekakan saya, dan menjadikan saya sebagai hamba sahayanya (ana abdu man ’allamni harfan wahidan, in sya’a ba’a, wa in sya’a a’taqa, wa in sya’a istaraqqa”). Pernyataan Ali ini bukan dimaksudkan untuk pengkultusan kepada guru, melainkan dimaksudkan sebagai suatu ungkapan yang mengepresikan betapa besar jasa seorang guru atau dosen dalam mencerdaskan kita dan menjadikan diri kita sebagai manusia yang berkepribadian. Saya sampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman sejawat saya di Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, khususnya teman senasib dan sepenanggungan sewaktu belajar di jenjang S1 Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, yaitu Prof. Dr. H. Imam Asrori, M.Pd., Dr. M. Nurul Murtadlo, M.Pd, dan Drs. H. Khasyairi, M.Pd. Bersama merekalah saya mengalami suka dan duka dalam perkuliahan pada jenjang S1, bersama mereka saya merenungi masa depan, dan bersama mereka pula saya menikmati kebersamaan, perbedaan, dan persamaan. Terima kasih saya sampaikan kepada istri saya Lilik Irawati, SE yang terusmenerus memotivasi saya untuk tetap melanjutkan kuliah di awal semester pada program S2 PPs IKIP MALANG pada tahun 1989 yang lalu. Pada saat itu telah terjadi demotivasi belajar pada diri saya. Saya berada pada ujung keputusasaan untuk meneruskan kuliah, karena adanya loncatan kultural akademik yang tajam dari program S1 ke S2. Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada kedua anak saya: Wildan Pratomo (almarhum) yang dalam usia muda (21 tahun) telah dipanggil oleh Allah swt, tepatnya tanggal 1 Februari 2011 dan Setiawan Furqoni yang sedang duduk di kelas XI SMAN 8 Malang. Keberadaan kedua putra saya ini memotivasi saya untuk selalu meningkatkan kinerja dalam menjalankan tugas sehari-hari di Universitas Negeri Malang yang tercinta ini. Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
26
Dari lubuk hati yang dalam, saya haturkan do’a untuk kedua orang tua saya yaitu Ayahanda Samar (almarhum) dan ibunda Sakimi (almarhumah). Kepada beliau berdua saya sampaikan hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas ketabahan, keihlasan, dan ketawakkalan dalam merawat, mendidik, dan menyekolahkan saya dalam situasi yang secara logika-finansial tidak memungkinkan saya untuk dapat mengenyam pendidikan di IKIP Malang tiga puluh tahun yang lalu. Semoga Allah mengampuni dosadosa mereka dan mengasihi mereka sebagaimana mereka mengasihi dan mendidik saya di waktu kecil. Amin. Terima kasih saya sampaikan kepada para hadirin yang dengan sabar dan ihlas mengikuti acara ini. Semoga Allah swt. mencatat kegiatan kita ini sebagai amal saleh. Amin ya rabbal alamin
Wabillahit taufiq Wal hidayah Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
DAFTAR RUJUKAN Ainin, Moh. 2007. Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Kompetensi dan Kontekstual oleh Mahasiswa PPL Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang di Madrasah Aliyah Negeri Malang. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang.
Al-’Araby, Sholah Abdul Majid. 1981. Ta’allumul Lughati Al-hayyah wa ta’limuha: Bainan An-nadhariyyah wat tathbiq. Luban: Maktabah Lubnan. Azies, Furqanul dan Al-Wasilah, A. Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosda karya. Ayas, Ibrahim Muhammad. Marahil Iktisabil Lughah. (online) http://www.ahewar.org/debat/show.art.asp?aid=104956 diakses pada tanggal 1 Januari 2011
Baradja, M.F. 1990. Perkembangan Teori Pemerolehan Bahasa Kedua dalam Kaitannya dengan Proses Belajar-Mengajar. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP MALANG. Malang: IKIP MALANG. Brown, H. Douglash. 2007. Teaching by Principles An Interactive Approach to Language Pedagogy. (Third Edition). San Francisco. Longman. Cook, Vivian. 1994. Linguistics and Second Language Acquisition. London: The Macmillan Press LTD. Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
27
Cooper, James M. 1979. The Teacher as Decision Maker. Dalam James M Cooper (Ed.). Classroom Teaching Skills; A Handbook. Massachusetts: D.C Heath and Company. Dick, Walter dan Carey, Lou. 1985. The Systematic Design of Instruction. London: Scott, Foresman and Company. Dulay, Heidi, Mariana Burt dan S. Krashen. 1982. Language Two. New York: Oxford Univesitiy Press. Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University Press. Gass, Susan M., dan Selinker, Larry. 1994. Second Language Acquisition: An Introductory Course. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Ginting, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora. Huda, Nuril. 1987. Metode Audio Lingual vs. Metode Komunikatif: Suatu Perbandingan. Makalah disampaikaan dalam Pertemuan Linguistik Bahasa Atma Jaya Jakarta, September 1987. http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/motivation/motivate.html. Motivation to Learn: An Overview. Diakses tanggal 5 Nopember 2010. Johnson, Elaine. 2005. Contextual Teaching and Learning: What it is and Why It’s Here to Stay. http//www.horizonshelpr.org/contextual/hlm/ diakses tanggal 15 Desember. 2005. Kementerian Agama RI. Kualifikasi dan Spesialisasi Pendidikan Guru (Online), (http://mirror.unpad.ac.id/orari/library/library-non-ict/statistics). diakses tgl 22 Oktober 2010 Khasairi, Moh., Irhamni, dan Ridwan, Nur Anisah. 2002. Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah se Wilayah Malang. Laporan Hibah Penelitian Program DUE-Like. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Khasairi, Moh. dan Kholisin. 2003. Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah se Kota dan Kabupaten Malang. Laporan Hibah Penelitian Program DUE-Like. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Krashen, Stephen D. 1983. Second Language Acquisition and Second Language Learning. New York: Pergamon Press. Krashen, Stephen D dan Terrell, Tracy D. 1983. The Natural Approach: Language Acquisition in the Classroom. New York: Pergamon Press. Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
28
Krashen, Stephen D. 1985. The Input Hypothesis: Issues and Implications. New York: Longman. Majid, Nurcholish. 1988. Bahasa Arab dan Perkembangan Indonesia Modern. Nadi ’Lughah ’l-Arabiyah, 1(2): 4-14. Maslichah, Ainin, Moh., dan Nurhidayati. 2002. Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah Kabupaten Malang. Laporan Hibah Penelitian Program DUE-Like. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. McNamara, Tim. 2008. Language Testing. (H.G. Widdowson, Ed.). New York: Oxfor University Press. Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodoloy. New York: Prentice Hall International (UK), Ltd. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 74 Tahun 2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB) Tahun Pelajaran 2009/2010. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), SMP Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) SMA Luar Biasa, dan Sekolah Menengah Kejuruhan (SMK) Tahun Pelajaran 2009/2010. Tarigan, Henry Guntur dan Tarigan, Djago. 1988. Pengajaran Analisis Kesilapan Berbahasa.Bandung: Angkasa. Santrock, John W. 2010. Educational Psychology. Terjemahan oleh Tri Wibowo, B.S. Jakarta: Kencana. Sardiman, A.M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Shini, Mahmud Ismail, Abdullah, dan Umar Ashshddiq. 1984. Al-mu’inat Al-bashariyyah fi Ta’allumi Al-lughah. Riyadl: Jami’atu Al-malik Su’ud. Slavin, Robert E. 2009. Educational Psychology: Theory and Practice. Terjamahan oleh Marianto Samosir. Jakarta: PT Indeks. Syafi’ie, Imam. 1994. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Himaniora dan Sains, 1 (1): 13 s.d. 28. Rachmadie, Sabrony. 1990. Pemilihan Buku Teks sebagai Materi Perkuliahan untuk Jurusan Bahasa Asing. Warta Scientia. Edisi Khusus Nopember 1990.
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
29
Richards, Jack C. dan Rodgers, Theodore S. 1986. Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge Language Teaching Library. Umam, Chatibul, Basyir, Ahmad, Latief, Muchtar, Malibary, Akrom, dan Fachri, Salim. 1975. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama/IAIN. Proyek Pengembangan Sistim Pendidikan Agama, Departemen Agama RI, Jakarta.
Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab, Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011
30