Konflik dan Stres Kerja Pustakawan : Penyebab dan Alternatif Pemecahannya Noorika Retno Widuri Email :
[email protected]
Abstrak Pustakawan adalah profesi yang bergerak dalam bidang jasa dan layanan. Profesi ini memiliki tuntutan memberikan layanan prima pada pemustaka. Sebagai mahluk sosial, pustakawan akan selalu berinteraksi dengan pemustaka serta unit terkait demi terwujudnya layanan prima tersebut. Gesekan-gesekan aktivitas sehari-hari dapat memicu konflik dan stress kerja. Tulisan ini membahas mengenai masalah potensi konflik stres pekerjaan pustakawan. Konflik kerja bila dibiarkan akan berpotensi menjadi stress. Stress sendiri bila tidak segera ditangani dapat memberikan dampak negative bagi pustakawan. Walaupun tidak semua stress berdampak negative. Ada beberapa strategi untuk mengatasi stres kerja pustakawan. Strategi dan penanganan konflik dan stress pustakawan yang efektif dapat mengembalikan produktivitas dan kinerja pustakawan, sehingga tujuan layanan prima pada perpustakaa dapat terwujud. Kata Kunci: stress kerja ; pustakawan; konflik kerja
Vol.4, No.2, Tahun 2015
119
Noorika Retno Widuri
PENDAHULUAN Pustakawan adalah profesi yang bergerak dalam bidang layanan dan jasa, Dalam memberikan pelayanan prima pada pemustaka, pustakawan harus mengedepankan kualitas pelayanan yang prima. Kualitas pelayanan prima tidak akan dapat diwujudkan tanpa ada dukungan seluruh komponen perpustakaan terutama pustakawan. Setiap profesi, mempunyai resiko pekerjaan karena tanggung jawab, maupun beban kerjanya, termasuk pustakawan yang bergerak pada layanan dan jasa. Interaksi dengan lingkungan internal maupun pemustaka, berpotensi menimbulkan konflik dan stress pada pekerjaan ini. Bekerja pada bidang layanan, artinya menghadapi begitu banyak karakter pemustaka setiap hari, terkadang, apa yang diinginkan tidak sesuai dengan ekspektasinya. Dalam berbagai kesempatan seminar atau diskusi mengenai kepustakawanan, hamper semua mendekati kondisi ideal. tentang kemajuan teknologi, berbagai inovasi layanan, kompetensi pustakawan, serta tema-tema ideal kepustakawanan lainnya. Namun tidakkah kita menyadari bahwa banyak hal yang tidak tersurat dalam dunia kepustakawanan, yakni beberapa potensi konflik dan stress pada pustakawan. Diantara begitu banyak pustakawan yang sukses dalam menjalankan profesinya, masih jauh lebih banyak pustakawan yang melalui profesinya dengan jerih payah yang luar biasa, dengan harus berhadapan dengan konflik yang begitu rumit baik dengan sesama pustakawan, dengan para pengambil kebijakan di kantor maupun dengan dirinya sendiri. Ini kenyataan yang nyaris tidak pernah muncul dalam seminar maupun tulisan-tulisan di jurnal. Dari penelusuran penulis, ada beberapa tema yang membahas mengenai konflik dan stress pustakawan. Pada tahun 2006, Sarwono & Purwono mengupas mengenai Hubungan Masa Kerja Dengan Stres Kerja Pada Pustakawan Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, selanjutnya 2008, Zurni Zahara Samosir pernah melakukan survey mengenai factor penyebab stress kerja pustakawan di Universitas Sumatera Utara. Tahun 2010, Elsavani Prima dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengangkat tema skripsi berjudul Stress kerja di kalangan staf perpustakaan di Perpustakaan dan Arsip Kota administri Jakarta Timur. Terbaru, 2013, Moh. Rosyidan Hendrawan mengetengahkan judul mengenai konflik antarpribadi dan pengaruhnya pada aspek layanan di PDII LIPI. Ada beberapa alasan mengapa masalah konflik dan stres perlu diangkat ke permukaan diantaranya bahwa konflik dan stres berkaitan
120
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Konflik dan Stres Kerja Pustakawan: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya
dengan produktifitas kerja karyawan. Selain dipengaruhi oleh faktorfaktor yang bersumber dari luar organisasi, konflik dan stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya. Perlu pemahaman akan potensi-potensi konflik dan sumber-sumber stres yang disertai dengan solusi mengatasinya, adalah penting bagi pustakawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif. Di zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Peralatan kerja semakin modern dan efisien, di lain pihak beban kerja di satuansatuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih besar dari yang sebelumnya, yang memicu munculnya konflik dan stress. POTENSI KONFLIK DAN STRES Sebagai pekerja, berprofesi sebagai pustakawan, sebanyak 37,5 jam per minggu beraktivitas di kantor. Berinteraksi dengan orang diluar keluarga dengan segala karakter dan dinamika kerjanya. Potensi konflik setiap saat ada, dan konflik tersebut harus segera di selesaikan agar tidak berkembang menjadi stress kerja. Konflik diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik biasanya dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan dicapai. Konflik atau perbedan merupakan suatu hal yang sering terjadi didalam suatu organisasi (Sofiyati dkk, 2011). Stress sebagai suatu tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan konsekuensi dari suatu tindakan dari luar (lingkungan), situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan/atau fisik berlebihan kepada seseorang. Stress menurut Dr. Hans Selye, pelopor penelitian stress memperkenalkan sebagai eustress adalah merangsang dalam pengertian positif. (Gibson,1996) Konflik berpeluang menimbulkan stress, yang bila tidak segera di atasi akan berdampak pada kinerja dan produktifitas pustakawan. Beberapa sumber penyebab konflik pada pustakawan : Masalah lingkungan fisik perpustakaan, beberapa masalah lingkungan fisik ini sering kali memicu konflik seperti tempat kerja meliputi bangunan, gedung maupun ruang kerja. Pustakawan memiliki tempat kerja bernama perpustakaan. Namun pada Vol.4, No.2, Tahun 2015: 111-128
121
Noorika Retno Widuri
kenyataannya tidak semua pustakawan memiliki tempat kerja yang layak disebut perpustakaan. Ruang kerja yang lembab dan sirkulasi udara yang tidak baik untuk kesehatan. Tidak sedikit perpustakaan yang di bangun tanpa standar bangunan perpustakaan yang layak. Perawatan yang nyaris terlewatkan sehingga pustakawan harus bekerja di ruang berdebu. Sarana dan alat kerja yang tidak tersedia, atau tidak memadai seperti komputer dan perangkatnya, termasuk akses internet, sarana berupa koleksi fisik maupun koleksi elektronik. Lingkungan kerja yang bising, crowded, kotor, maupun lokasi kerja yang terpencil dan jauh dari keramaian. Semua itu sepertinya sepele, namun berpotensi konflik dan stress kerja pustakawan. Konflik personal/ individu pustakawan. Tahun 2013 lalu Muhammad Rosyihan Hendrawan menulis 4 karakteristik personal, yakni : 1. Usia produktif, responsif, aktif, menguasai teknologi informasi, jumlahnya terbatas 2. Usia produktif, responsif, kurang menguasai teknologi informasi 3. Usia non produktif, pasif, tidak menguasai teknologi informasi (mayoritas) 4. Usia non produktif, responsif, aktif, kurang menguasai teknologi informasi Kesenjangan usia dan pengalaman membentuk pola komunikasi yang kurang harmonis sehingga menciptakan konflik-konflik antar pribadi. Konflik-konflik yang muncul lebih kepada hubungan antar pribadi bukan mengenai pekerjaan. (Hendrawan 2013) Masalah lain yang sering muncul adalah mengenai pembagian tugas terkait angka kredit. Pada suatu perpustakaan yang memiliki banyak jabatan fungsional pustakawan dengan jenjang jabatan yang sama, sering menimbulkan konflik terkait perolehan angka kredit. Tidak jarang pustakawan senior merasa ‘lebih berkuasa’ sehingga tidak bersedia membagi lahan pekerjaan dengan ‘pustakawan yunior’ di bawahnya. Atau sebaliknya pustakawan yunior merasa lebih pintar dan cepat mengumpulkan angka kredit, sehingga masa bodoh dengan seniornya. Persaingan atau kompetisi yang tidak sehat antar pustakawan masih sering terjadi. Hal tersebut akan menjadi gesekan-gesekan psikologis yang berupa konflik yang mengarah ke stress.
122
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Konflik dan Stres Kerja Pustakawan: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya
Iklim kerja dan organisasi dimana pustakawan tersebut bekerja, yakni Ambiguitas peran pustakawan. Ambiguitas peran (kemenduaan peran) adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak, hak khusus dan kewajiban-kewajiban mereka dalam pekerjaan. Agar menghasilkan performan yang baik, pustakawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta apa skope dan tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran. Pejabat fungsional pustakawan yang ditempatkan bukan di perpustakaan berpotensi menimbulkan konflik peran. Alasan suatu institusi tidak menempatkan pejabat fungsional pustakawan pada tempatnya, adalah bahwa saat ini kondisi perpustakaan tidak efektif, sementara organisasi membutuhkan tenaga untuk bidang pekerjaan yang dianggap lebih penting dari perpustakaan. Katakanlah bagian kepegawaian, keuangan atau bagian administrasi secara umum. Sehingga pejabat fungsional pustakawan memegang sebuah tugas yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan profesinya. Tidak adanya anggaran atau dana untuk aktivitas pustakawan dan perpustakaan pada umumnya. Kondisi ini membuat pustakawan “mati kutu”, terutama untuk membelian asset berupa buku atau sumber elektronik. Untuk beberapa tempat anggaran perjalanan dinas untuk kegiatan penunjang pustakawan masih tersedia meskipun tidak banyak pos nya. Atau anggaran untuk perpustakaan tapi justru dimanfaatkan untuk kegiatan di luar kepustakawanan. Struktur organisasi yang tidak jelas. Dari berbagai penelusuran penulis, tidak banyak yang menggunakan nama perpustakaan dalam struktur organisasinya. Pada umumnya mereka lebih menggunakan pusat data dan informasi, dokumentasi dan informasi atau diseminasi informasi. Meskipun tidak harus menggunakan kata perpustakaan, namun tugas, dan fungsinya harus jelas, termasuk program kerjanya. Organisasi tidak sehat juga memiliki kontribusi dalam konflik dan stress pegawai. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang Vol.4, No.2, Tahun 2015: 111-128
123
Noorika Retno Widuri
akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhimya akan menimbulkan stres (Minner, 1992 dalam Margiati, 1999). Beban kerja yang tidak berimbang. Tugas berat hanya dipikul oleh beberapa pustakawan yang memang berkinerja tinggi. Pada sebuah organisasi, lazimnya, pustakawan atau pekerja yang cenderung aktif dan dinamis seringkali mendapat pekerjaan yang lebih banyak bahkan menumpuk. Di sisi lain, pustakawan dengan kinerja rendah, pasif dan tidak kreatif nyaris mendapat beban kerja yang berat, atau malah cenderung menganggur. Beban kerja yang tidak berimbang pada satu atau beberapa pustakawan saja, akan menimbulkan konflik dan berujung pada stress pegawai. Budaya kerja
Budaya kerja, baik dari perspektif individu maupun dari persepektif organisasi. budaya kerja individu mencerminkan perilaku dari individu-individu anggota organisasi di semua lapisan. pustakawan sebagai individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. perbedaan ini menggambarkan bahwa karakteristik individu tidak sama antara seorang pustakawan satu dengan pustakawan lainnya(Makmur 2015). Ada tiga jenis budaya kerja yakni budaya kerja personal (pustakawan), budaya kerja organisasi dan budaya kerja relasi dan pemustaka. Budaya kerja pustakawan sebagai individu selalu memiliki karakteristik yang berbeda. sikap dan kemampuan yang dimiliki setiap pustakawan akan mencerminkan perilaku pustakawan saat bekerja. Budaya kerja organisasi diantaranya berkaitan dengan memunculkan ciri khas dari perpustakaan tersebut, seperti logo, slogan, desain gedung, visi dan misi perpustaaan. Identitas tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk budaya kerja. Terakhir adalah budaya kerja ditinjau dari perspektif relasi. Relasi dalam budaya kerja memiliki peran strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektivitas budaya kerja dalam suatu periode tertentu. (Makmur, 2015) Masa Kerja Pegawai
Untuk pustakawan PNS, masa kerja mencapai usia 60 tahun. Rata-rata pegawai menjalani masa kerja selama 30 tahun, waktu yan sangat lama, dan tentu saja berpeluang berasa bosan, masa bodoh atau apatis, hingga tidak produktif di usia yang mulai senja. Penelitian yang pernah dilakukan Sarwono & Purwono (2006) mengenai hubungan masa kerja dengan stress kerja dapat disimpulkan bahwa adanya kecenderungan naiknya jumlah yang mengalami stres kerja ringan
124
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Konflik dan Stres Kerja Pustakawan: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya
seiring dengan naiknya masa kerja. Hal ini berbeda dengan pendapat yang dikemukan oleh Stouffer dalam Koch dkk. (1982:493 dalam Sarwono, 2006) menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka stres kerjanya akan semakin ringan karena orang tersebut sudah berpengalaman dan cepat tanggap dalam menghadapi masalah-masalah pekerjaan oleh karena itu dapat disimpulkan masa kerja mempunyai korelasi positif dengan stres kerja walaupun tidak signifikan. Stres kerja ringan terjadi secara merata, tidak hanya terjadi pada pustakawan dengan masa kerja yang lebih lama saja. Tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan stress kerja pada pustakawan. Stres kerja juga berpotensi pada pustakawan usia produktif, mengapa? sebab Pustakawan pada level tersebut masih memiliki semangat kerja yang sangat tinggi, memiliki ekspektasi dan target yang tinggi dan idealis. Hal tersebut dapat memicu stress di kalangan muda pustakawan. Demikian dengan pustakawan yang level pemuka, kecenderungan bermasalah karena adanya ‘gap’ senior dan junior. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. perkembangan dunia IPTEK yang mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia termasuk perpustakaan. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Kemajuan teknologi, yang semula untuk memudahkan manusia, ketika urusan itu semakin mudah, maka muncul “kesepian” dan keterasingan baru, yakni lunturnya rasa solidaritas, kebersamaan, dan silaturrahmi (Ngafifi,2014). Meski tidak dipungkiri bahwa teknologi memiliki sisi positif bagi perpustakaan, perpustakaan mulai paperless, semua berkiblat pada teknologi. Sosok pustakawan mulai termarginalkan oleh teknologi. pola komunikasi face-to-face tergantikan oleh media sosial dan internet, hal tersebut tentu akan menimbulkan efek-efek negative bagi pustakawan bila tidak segera diantisipasi.
Vol.4, No.2, Tahun 2015: 111-128
125
Noorika Retno Widuri
STRATEGI MENGELOLA KONFLIK DAN STRES KERJA PUSTAKAWAN YANG EFEKTIF Konflik memiliki dua dampak, yakni positif, adalah memperkuat ikatan hubungan, kepercayaan yang semakin besar, meningkatkan harga diri, mempertingi kreatifitas, produktivitas dan kepuasan kerja. Sementara dampak negative mempengaruhi prestasi pustakawan dan menyebabkan hubungan kerja tidak baik, ketidakpastian mengenai tingkat tanggung jawab dan kegagalan memperoleh promosi (Makmur, 2015). Testiani Makmur (2015) lebih lanjut mengungkapkan dua cara penyelesaikan konflik di perpustakaan, pertama, dibiarkan saja, atau dimediasi tergantung dengan masalah yang terjadi (Makmur,2015). Ada beberapa strategi yang dapat dijadikan tuntunan dalam menyelesaikan konflik dan stress di kalangan pustakawan. Strategi Personal
Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya , jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. (Margiati, 1999). Beberapa strategi personal yang dapat dilakukan yakni relaksasi dengan melalui pendekatan olah raga dan seni. Kegiatan olah raga seminggu sekali akan membantu seseorang untuk mengurangi stress. Melaksanakan perilaku dan gaya hidup sehat merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi stress pada diri. Kebiasaan sehat yang sering kita lakukan akan membuat kita lebih tahan pada stress. Memilih jenis olah raga yang dapat memberikan nilai kesegaran jasmani dan bersifat social seperti jalan pagi. Selain olah raga, terapkan gaya hidup sehat lainnya dengan asupan nutrisi dan makanan yang seimbang, istirahat cukup, tidak mengkonsumsi rokok, minuman beralkohol dan tidak menggunakan obat psikotropika. Atau dengan mendengarkan alunan musik. Musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stres. Para ahli anestesiologi (pembiusan) melaporkan bahwa kadar hormon-hormon stres dalam darah menurun secara signifikan pada orang-orang yang mendengarkan musik yang santai. Musik dapat menaikkan tingkat endorfin yang dapat melawan stres dan rasa sakit (Campbell, 2001 dalam Winarsih, 2015). Memutar musik di perpustakaan, tidak saja diperlukan untuk relaksasi pustakawan, namun juga pemustaka perpustakaan. Putar beberapa lagu dengan genre yang pop maupun intrumen. Waktu pemutaran musik dapat disesuaikan dengan keinginan pustakawan. untuk ruang layanan sebaiknya pemutaran musik instrument di 126
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Konflik dan Stres Kerja Pustakawan: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya
lantunkan sepanjang hari. Pemutaran musik yang iramanya lebih ceria dapat membantu mengurangi rasa kantuk, kurang semangat, bosan atau jenuh. Aromatherapy membantu untuk mengurangi stress pada pustakawan. Pilih aroma yang lembut dan berefek menenangkan. Pendekatan Agama. Salah satunya melalui kegiatan dzikir yang dilakukan dengan sikap rendah hati dan suara yang lembut atau halus akan bisa membawa dampak relaksasi atau ketenangan bagi yang mengamalkan. Dzikir kepada Allah SWT akan memberikan perasaan tentram dan ridho dalam hati, sehingga orang yang melakukannya merasa aman, tentram, bahagia, dan memandang positif. Adanya ketenangan, ketentraman yang dirasakan karyawan akan membantunya dalam mengelola gejala stres yang dirasakan, yang pada akhirnya akan membantunya mengatasi ketidakseimbangan dalam pencapaian kinerja karyawan. (Sumarmi, 2011). Memulai kegiatan dengan menjalankan sholat dhuha bagi yang muslim atau doa bersama bagi nonmuslim, merupakan pendekatan religi yang cukup efektif untuk mengingatkan manusia bahwa bekerja adalah ibadah. Selalu berpikir positif. Berpikir positif, berguna untuk menguatkan cara pandang seseorang dan menghadapi kesulitan. Dalam kondisi seseorang menghadapi konflik dan stress, orang yang berpikir positif akan selalu mendapatkan manfaat dan hikmah dari apa yang telah terjadi pada dirinya. Dr. Ibrahim Elfiky,2013 mengungkapkan bahwa selalu berpikir positif merupakan jenis berpikir positif yang paling baik dan paling kuat karena tidak terpengaruh oleh ruang, waktu dan pengaruh lainnya. Selalu berpikir positif itu dibiasakan untuk menjadi biasa. Strategi Organisasi
Organisasi mempunyai andil yang besar pada situasi stres kerja. Oleh karena itu untuk mengembangkan strategi organisasi, dibutuhkan pemahaman menyeluruh tentang karakteristik organisasi terlebih dahulu, seperti komposisi kelompok kerja, penjadwalan kerja, hubungan antar karyawan, dan sebagainya (Ganster, 1988 dalam Margiati, 1999). Strategi yang bisa dilakukan diantaranya : 1. melakukan perubahan fungsi dan struktur organisasi, seperti melakukan desentralisasi. Desentralisasi ini dapat mengurangi stres pada pegawai karena para pegawai dapat berpartisipasi lebih banyak dan secara aktif dalam proses pengambilan atau pembuatan keputusan, khususnya keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan bidang mereka. Dengan demikian, hal ini dapat mengurangi rasa kurang percaya diri dan pe rasaan tidak mampu;
Vol.4, No.2, Tahun 2015: 111-128
127
Noorika Retno Widuri
2. Melakukan perubahan pada pekerjaan pekerjaan tertentu. Sifat bisa bersumber dari perasaan bosan karena melakukan pekerjaan berulang-ulang. Karyawan yang melakukan pekerjaan yang sama dalam waktu lama akan bosan dan merasa tidak ada tantangan baru. Untuk mengurangi rasa bosan, organisasi bisa melakukan rotasi pegawai. Rotasi kerja, suatu bentuk pelatihan yang melibatkan perpindahan pekerja dari satu tempat ke tempat kerja lain. rotasi kerja di desain untuk mengurangi kebosanan. (Gibson 1997) 3. Melakukan program kesegaran outing atau outbound sebagai salah satu wujud kebersamaan dengan pegawai (Margiati, 1999) 4. Pembentukan forum diskusi yang dapat menyampaikan dan menampung aspirasi pustakawan. Forum pertemuan ini dirancang dilaksanakan secara rutin. melalui kegiatan ini, uneg-uneg pustakawan dapat di salurkan dalam konteks yang lebih positif dan terarah. Strategi Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu aspek yang berpengaruh dalam dunia kerja. Adanya dukungan sosial dapat meredam bentukbentuk stres kerja yang ada pada lingkungan kerja. Straus dan Sayless 2006 (dalam Setiawan,2013 )mengungkapkan bahwa terbagi 3 sumber dukungan sosial dalam lingkungan kerja, yaitu : 1. Keluarga. Merupakan kelompok pertama sebelum individu menginjak dalam lingkungan masyarakat. Keluarga menjadi sumber utama rasa aman bagi individu ketika menghadapi suatu masalah. Dukungan sosial dari keluarga dapat berupa pemberian perhatian, materi nyata, semangat, sehingga dapat menurunkan ketegangan. 2. Teman. Dukungan sosial teman sekerja tidak sekedar teman, namun mempunyai relasi yang mendalam sehingga ada kebersamaan dalam suatu kelompok kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan persahabatan, kehangatan, kedekatan secara emosi. 3. Atasan atau trainer. Dukungan social dari atasan bukan perilaku yang menganggap bawahan sebagai seorang yang disuruh, namun memberikan perlakuan hangat dan suportif sehingga menganggap bawahan sebagai rekan kerja juga. PENUTUP Konflik dan stress pada pustakawan seharusnya menjadi agenda khusus organisasi untuk senantiasa memegang kendali agar hal tersebut
128
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Konflik dan Stres Kerja Pustakawan: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya
tidak menjadi stress yang merugikan pustakawan. Konflik dan stress yang dikelola dengan baik oleh organisasi justru dapat menimbulkan efek positif. Stress positif justru meningkatkan semangat pustakawan untuk berkarya, berprestasi dan berkompetisi secara sehat. Namun sebaliknya, organisasi dan pustakawan yang tidak dapat menyelesaikan konflik dan stress yang berkepanjangan justru membuat produktivitas dan kinerja pustakawan mundur. Stres pustakawan yang berkepanjangan ibarat virus yang mengerogoti pustakawan, sedikit demi sedikit semua akan kena virus tersebut, kecuali yang punya daya tahan atau benteng yang kokoh dan kuat. Organisasi sebaiknya memiliki prioritas untuk menangani pustakawan yang sudah terlanjur stress tersebut. Langkah yang dapat dilakukan diantaranya adalah keterbukaan, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan pendekatan personal. Cara unik yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan ruang publik yang steril. Ruang publik ini bukan ruang kerja, bukan ruang pimpinan dan bukan perpustakaan. Ciptakan ruang publik dalam kantor yang membuat semua orang nyaman berada di sana, tanpa tekanan pekerjaan, tanpa perbincangan yang berat dan semua bisa menjadi santai dalam kebersamaan. Pustakawan ataupun profesi apapun adalah tumpuan organisasi, pustakawan adalah sumber daya manusia, kunci keberhasilan profesi adalah pustakawan, demikian juga sukses tidaknya layanann prima juga di tangan pustakawan. Tidak berlebihan kiranya Anies Baswedan dalam tweeter mengatakan bahwa “kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah manusianya, bukan sumber daya alamnya”. DAFTAR PUSTAKA Eep Deddi. 1993. Psikologi kerja. Eksplorium no 93/XV/93 Elfiky, Ibrahim. 2013. Terapi berpikir positif. Jakarta : Zaman Gibson , James L.; John M Ivancevivh ; James H. Donnelly, Jr. 1996. Organisasi : perilaku, struktur, proses. Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara, 1996 Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1997 Organisasi : Perilaku, struktur, Proses. Jilid 2.. Jakarta : Binarupa Aksara, 1997 Hendrawan, Muhammad Rosyihan . 2013. Konflik Antarpribadi Dan Pengaruhnya Terhadap Aspek Layanan Pada Perpustakaan PDIILIPI . Visi Pustaka Vol. 15, No. 2, Agustus 2013 ; 71 - 79
Vol.4, No.2, Tahun 2015: 111-128
129
Noorika Retno Widuri
Makmur, Testiani. 2015. Budaya kerja pustakawan di era digitalisasi. Yogyakarta : Graha Ilmu Margiati, Lulus. 1999. Stress kerja : penyebab & alternative pemecahannya. Masyarakat, Kebudayaan & Politik. Th XII (3) Juli 1999 : 71-80 Mulyono, Fransisca. 2010. Penanganan Stress Terkait Pekerjaan. Jurnal Administrasi Bisnis vol. 6(2) : 132 – 145 Ngafifi, Muhamad. 2014. Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2, Nomor 1, 2014 Prima, Elsavani. 2010. Stress kerja di kalangan perpustakaan : studi kasus di perpustakaan dan arsip kota administrasi Jakarta timur. Skripsi. Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah Samosir, Zurni Zahara & Iin Syahfitri. 2008. Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan Dan Informasi, Vol. 4, No. 2, Desember 2008 Halaman 60 Sarwono; Purwono. 2006. Hubungan Masa Kerja Dengan Stres Kerja Pada Pustakawan Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.. Berkala IImu Perpustakaan dan Informasi . Volume lll, Nomor 1,2006 : 44-56 Setiawan, Ahmad Indra.2013. Pengaruh Dukungan social terhadap stress kerja pada karyawan. Jurnal Mahasiswa Psikologi Vol. 1 (3), 2013 Sofiyati , Pupun, dkk. 2011. Konflik dan stress : Laporan. Program studi Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Sumarmi, Saptaningsih . 2011. Pengaruh Intensitas Dzikir Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Stres Kerja Sebagai Variabel Mediasi.. Efektif : jurnal Bisnis dan ekonomi vol. 2 (2) Desember 2011 Winarsih.. 2015. Pengaruh Pemberian Musik Terhadap Tingkat Stres Kerja Karyawan Di Bagian Batik Tulis Griya Batik Brotoseno Masaran Sragen: Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Sumber internet : www.bppk.kemenkeu.go.id <Sumber, dampak, solusi stress pekerjaan. Agung Budilaksono> tanggal akses 14 Februari 2016
130
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
KETENTUAN NASKAH JURNAL LIBRARIA Jurnal kepustakawanan “LIBRARIA” menerima naskah dalam bentuk artikel atau laporan penelitian, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, dengan font Times New Roman ukuran 12 point. 2. Jumlah halaman 15 – 20 halaman, spasi 1,5, dengan ukuran kertas A4. 3. Artikel ditulis dengan sistematika sebagai berikut: Judul, Nama Penulis tanpa gelar, Abstract (tidak lebih dari 200 kata), Keywords, Isi: terdiri dari berbagai sub bahasan, Kesimpulan, dan Bibliografi 4. Teknik penulisan bibliografi mengikuti aturan sebagai berikut: a. Buku: Suwarno, Wiji . 2010. Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, Yogjakarta, Arrus MMedia. b. Artikel: Yenianti, Ifonilla. Peranan IT di Perpustakaan Sekolah, Media Pustaka, 2 Januari 2009. c. Internet: Emma, Meili. Evolusi Media Menuju Masyarakat Informasi.
5. Naskah bisa dikirim secara langsung atau melalui email ke alamat: [email protected] dan konfirmasi setelah naskah dikirim ke contact person: Wiji Suwarno (0819 1433 5525)