FATWA LARANGAN NIKAH ANTAR SANTRI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Gading, Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh LUKMANUL KHAKIM NIM : 211 09 022
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
FATWA LARANGAN NIKAH ANTAR SANTRI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Gading, Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh LUKMANUL KHAKIM NIM : 21109022
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
KEMENTRIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: http://www.stainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
S PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Lukmanul Khakim
NIM
: 21109022
Jurusan
: Syari’ah
Progam Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilimiah.
Salatiga, 30 Agustus 2013 Yang menyatakan usunan Panitia Penguji
Sekretaris Penguji
:Drs. MuLL Lukmanul khakim NIM: 21109022
b MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO “Kunci keberhasilan adalah berusaha dan bersungguh-sungguh karena didalam kesulitan disana ada kemudahan. ”Orang sukses adalah orang yang sederhana dalam berucap tetapi hebat dalam bertindak.
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1. Kedua orang tuaku Bapak Muhammad Makin dan Ibu Napiah yang telah membesarkan dan membimbingku dengan penuh kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, dan do’a tulus yang selalu tercurah. Engkaulah segalanya bagiku. 2. Pengasuh pondok pesantren BUQ Gading KH. Abdullah dan Ibu nyai Anis thoharoh yang telah membimbing saya menjadi orang yang cinta kepada Al-Qur’an dan atas kesempatannya untuk melakukan penelitian. 3. Kepada H.M Yusuf Khummaini S.HI. M.H selaku dosen pembimbing saya yang telah senang hati membimbing saya hingga selesai skripsi saya ini. 4. Adikku pikoh, zainun dan upil yang telah menjadi semangatku 5. Mbak Ofa yang telah memotivasi saya untuk terus melanjut pendidikan yaitu kuliah di STAIN Salatiga 6. Mbak-mbak pengurus mbak Lia, mbak Dwi, etc, yang membantuku segenap hati raga. 7. Kepada seluruh santri, alumni dan masyarakat (santri laju) yang dengan senang hati mau saya wawancarai.
8. Santri senior Mas Irkam yang telah membantu terselasainya skripsi saya ini. 9. Temenq santri kampung pepi yang selalu menemaniku pergi kemanapun. 10. Basyir dan udin yang selalu mengantar saya kerumah dosen saat bimbingan. 11. Sahabatku kang royani, kasan, nugroho, topa, mas sopi, sobirin, nasrudin, fauzi, mas afnan kuncung dan yang tidak mungkin ku sebutkan satu per satu yang selalu mengisi tawa di setiap langkah ku 12. Teman-teman nonton bola bersama yang selalu membuat tertawa. 13. Semua teman-teman AHS senasib seperjuangan angkatan 2009 yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam belajar. 14. Semua pihak dan temen-temenq yang telah membantu terselesainya skripsi saya ini. Tanpa kamu semuainya akan sulit dalam menyelesaikan skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmad, taufiq, serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Alhadulillahirrobbil Alamin. Tak henti-hentinya sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW beserta keluarganya, Sahabat dan pengikut setia beliau. Nabi Muhammad merupakan nabi yang mengeluarkan manusia dari kebodohan pekatnya zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang yakni agama islam, nabi yang menjadi uswatun hasanah dan Nabi yang selalu kita nantikan safaatnya besok di hari kiamat. Berkat anugerah dari Allah SWT, penulisan skripsi ini selesai. Adapun bertujuannya untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan, dorongan, motivasi, serta bimbingan dari pihak yang terkait. Namum kebahagiaan ini tiada taranya dan tidak mampu penulis sembunyikan setelah penulisan skripsi ini selesai. Tidak lupa juga penulis sampaikan ucapan jazakumullah khoiron katsiron serta penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga 2. Bapak H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini. Yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran
3. Bapak dan Ibu dosen yang dengan tulus mendidik dan memberikan jasanya dalam
menuntut ilmu di STAIN Salatiga
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga amal serta kebaikan yang selalu tercurah kepada penulis diterima oleh AllahSWT, sebagai amal ibadahnya mendapat balasan pahala yang berlipat ganda. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih, tentunya skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga skripsi ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin ya Robbalalamin
Salatiga, 23 Agustus 2013 Penulis
Lukmanul Khakim
ABSTRAK Khakim, Lukmanul. 2013. Fatwa larangan Nikah Antar Santri (Studi Kasus Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an(BUQ) Gading, Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang Tahun). Skripsi, Jurusan Syari’ah. Progam Studi Al-Ahwal AL-Syakhshiyyah STAIN Salatiga. Pembimbing H. M. Yusuf Khummaini, S. H.I., M.H. Kata Kunci: Fatwa, Larangan Nikah, Santri, Pondok Pesantren Penelitian ini terfokus pada fatwa yang dikeluarkan kyai kepada santri yang mondok di pesantren BUQ Gading, Duren, Tengaran, Kab. Semarang. Adapun fokus penelitian yang penulis kaji dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana persepsi santri, alumni dam masyarakat sekitar terhadap fatwa larangan nikah antar santri?, 2) Apa alasan atau dasar hukum pengasuh (kyai) membuat fatwa larangan nikah antar santri 3) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap Fatwa itu?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, santri, alumni dan masyarakat (santri laju) pondok pesantren BUQ Gading sangat patuh terhadap fatwa itu. Mereka beranggapan tidak boleh nikah antar santri. Adapun faktor yang mendorong adalah karena jika melanggar takut ilmunya tidak berkah, tidak manfaat, takut kalau dianggap bukan santri dari bapak kyai, takut jika melanggar tidak mendapat ridho dari guru, takut dikucilkan pergaulannya dengan para santri. Hal itu dikarenakan para santri masih terpengaruhi oleh kitab-kitab salaf yang mereka pelajari. Adapun alasan dari kyai membuat fatwa adalah dikarenakan jarak yang terlalu dekat asrama santri putra dengan santri putri, menganggap bahwa semua santri adalah keluarga sehingga dalam konsep mahrom tidak boleh dinikahi dan pondok pesantren adalah tempat mencari ilmu, bukan mencari jodoh sehingga menjadi beban moral bagi kyai untuk mendidik para santri agar berhasil dalam menuntut ilmu (menghafal Al-Qur’an). Selain itu kyai juga mempunyai tujuan agar santri punya niat yang iklas dalam menghafal Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an dan Hadist memang secara tekstual tidak ada nash yang melarang santri menikah dengan santri sehingga bertentangan dengan nash. Namun demikian jika kita lihat atau kita analogkan dengan fatwa para tokoh Islam seperti Umar Bin Khattab yang melarang memotong tangan pencuri ketika masa paceklik dan sunan Kudus yang melarang memotong sapi dalam masa dakwahnya, mungkin sama dengan ijtihad para tokoh Islam tadi. Kalau dilihat dari ushul fikih, kelihatannya fatwa larangan nikah antar santri sudah sesuai dengan kaidah fikih. Kaidah yang berkaitan dengan kemaslahatan dan niat seperti sudah sesuai dengan Fatwa larangan nikah itu. Jadi hukumnya membuat fatwa larangan nikah antar santri adalah boleh jika ditinjaun dari kaidah fikih dan ijtihad para tokoh Islam seperti Khalifah Umar dan Sunan Kudus.snn
DAFTAR ISI LEMBAR BERLOGO…………………………………………………………...i HALAMAN SAMPUL………………………………………………………….ii PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………….iii PENGESEHAN KELULUSAN…………………………………………………iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……………………………………….v MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………………vi KATA PENGANTAR…………………………………………………………..viii ABSTRAK………………………………………………………………………..x DAFTAR ISI……………………………………………………………………..xi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….1 B. Fokus Penelitian…………………………………………………………..6 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….6 D. Kegunaan Penelitian……………………………………………………….7 E. Penegasan Istilah…………………………………………………………..7 F. Metode Penelitian………………………………………………………….8 G. Sistematika Penulisan…………………………………………………….13 BAB: II KAJIAN PUSTAKA A. Tentang Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan………………………………………………..15 2. Dasar Hukum Pernikahan……………………………………………16 3. Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Hikmah Perkawinan Dalam Islam…….22
4. Rukun dan Syarat Perkawinan……………………………………….25 B. Larangan Perkawinan 1. Larangan Yang Bersifat Selamanya…………………………………28 2. Larangan Yang Bersifat Sementara………………………………….38 C. Pengertian Fatwa…………………………………………………………43 BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian……………………………………..47 B. Persepsi Santri, Alumni dan Masyarakat Terhadap Fatwa Larangan Nikah Antar Santri………………………………………………………………59 C. Alasan atau Dasar Hukum Pengasuh Membuat Fatwa Larangan Menikah Antar Santri………………………………………………………………76 BAB IV: ANALISIS A. Persepsi Santri, Alumni dan Masyarakat Terhadap Fatwa Larangan Nikah Antar Santri………………………………………………………………83 B. Alasan atau Dasar Hukum Pengasuh Membuat Fatwa Larangan Menikah Antar Santri………………………………………………………………87 C. Tinjauhan Hukum Islam Terhadap Fatwa Larangan Menikah Antar Santri……………………………………………………………………..90 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………………99 B. Saran…………………………………………………………………….102 C. Penutup…………………………………………………………………102
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makluk sosial yang saling membutuhkan manusia lainnya. Kehidupan seorang pria tidak akan sempurna tanpa kehadiran seorang wanita. Seperti kisah Nabi Adam yang diberi kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah dirasakan oleh siapapun manusia di muka bumi. Kenikmatan itu adalah surga beserta isinya. Meskipun Nabi Adam di surga diberi segala kenikmatan tetapi setelah berdiam lama di surga, Dia merasa ada sesuatu yang kurang. Setelah dipikir-pikir, ternyata Dia menginginkan teman hidup sehingga diciptakanlah Siti Hawa yang terbuat dari tulang rusuk nabi Adam. Jadi pernikahan yang pertama bagi manusia adalah Nabi Adam dan Siti Hawa yang mempunyai keturunan manusia di seluruh muka bumi ini. Pernikahan merupakan anugerah Allah, salah satu dari tanda-tanda (ayat-ayat) kekuasaannya di alam semesta ini. Pernyataan ini sesuai dengan yang difirmankan Allah dalam surat Al-rum ayat 21 yang berbunyi:
Ÿ@ yèy_ ur $ygøŠs9Î) (#þqãZä3 ó¡ tFÏj9 %[` ºurø—r& öN ä3 Å¡ àÿRr& ô` ÏiB /ä3 s9 t, n=y{ ÷b r& ÿ¾ ÏmÏG»tƒ#uä ô` ÏBur ÇËÊÈ tb rã©3 xÿtGtƒ 5Q öqs)Ïj9 ;M »tƒUy y7 Ï9ºsŒ ’Îû¨b Î)4ºpyJ ôm u‘ur Zo¨Šuq¨B Nà6 uZ÷t/ Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”(QS. Al-Rum ayat 21). (Yayasan Penyelenggara Peterjemah al-Qur’an,1989:644) Ayat diatas secara umum dijadikan sebagai landasan hukum dan landasan teoritis bagi umat Islam didalam menjalani hidup sebagai suami – isteri agar terjalin keluarga yang terteram, sakinah, mawaddah dan rahmah. Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku bagi seluruh manusia. Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestaraian hidupnya. Melalui perkawinan yang disyariatkan Allah, manusia dapat mewujudkan tujuan dari perkawinan. Dalam sebuah hadist Rosullah bersabda :
ا ﻟﻨﻜﺎح ﺳﻨّﺘﻰ ﻓﻤﻦ رﻏﺐ ﻋﻦ ﺳﻨّﺘﻰ ﻓﻠﯿﺲ ﻣﻨّﻰ “ Nikah adalah sunnahku, barang siapa siapa menbeci sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku” (Ibnu Majah, No: 1836). Perkawinan menurut undang-undang adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa (Undang-Undang Perkawinan, Pasal1). Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah allah dan melaksakannya merupakan ibadah (Kompilasi Hukum Islam Pasal 2). Perkawinan yang sah harus memenuhi rukun dan syaratnya. Perkawinan yang sah harus pula memperhatikan larangan-larangannya dalam perkawinan. Tidak semua perempuan boleh dikawini, tetapi syarat
perempuan yang boleh dikawini adalah bukan orang yang haram bagi lakilaki yang mengawininya atau sebaliknya. Jadi bentuk perkawinan yang diharamkan yang dimaksud disini adalah orang-orang yang tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki, atau sebaliknya laki-laki mana saja tidak boleh mengawini seorang perempuan. Keseluruhan larangan-larangan itu diatur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Diantaranya adalah yang diharamkan untuk selamanya, yaitu perempuan yang tidak boleh dikawini oleh laki-laki sepanjang masa yang disebut mahram muabbad, dan diantaranya haram yang sifatnya sementara yaitu perempuannya tidak boleh dikawininya selama waktu tertentu dan dalam keadaan tertentu. Bilamana keadaan yang menyebabkan haram sementara hilang dan berubah menjadi halal yang disebut mahram muaqqat (Sabiq, 1980:103). Haram yang sifatnya selamanya atau mahram muabbad ada 4 sebab yaitu : 1. Karena hubungan nasab 2. Karena hubungan susuan 3. Karena hubungan semenda atu perkawinan 4. Karena sumpah li’an Tentang larangan yang bersifat muabbad telah disepakati serta dapat kita pahami dalam al qur’an surat An-Nisa’ ayat 23 dan mengenai li’an surat An-Nur ayat 6 – 9. Haram yang sifatnya untuk sementara atau mahram muaqqat yaitu :
1. Mengumpulkan antara dua perempuan yang bersaudara 2. Perempuan dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki lain 3. Perempuan yang sedang menjalani masa iddah 4. Kawinnya orang yang sedang ihram 5. Kawin dengan pezina 6. Perempuan yang ditalak tiga kali 7. Mengawini wanita musyrik 8. Kawin lebih dari empat kali 9. Kawin dengan budak
padahal mampu kawin dengan perempuan
merdeka (Basyir, 1996:28-30) Uraian larangan perkawinan diatas sebagai salah satu bagian syari’at Islam yang bersumber dari wahyu illahi dan sunnah rosul yang dinyakini oleh seluruh umat Islam sebagai sumber dalam menetapkan hukum. Terkait dengan larangan perkawinan diatas, ternyata masih ada dalam masyarakat larangan perkawinan yang tidak berdasar Al-Qur’an dan AlHadist. Larangan itu merupakan larangan adat yang dinyakini jika dilaksanakan akan mendapat bencana seperti larangan menikah antar suku, larangan menikah klangkahi, larangan pernikahan barep telon di kabupaten Ngawi dan lain-lain. Ada juga bentuk larangan perkawinan yang tidak terkait adat, justru yang dipelopori oleh keluarga Ahlu Bait atau keluarga Nabi. Larangan itu berupa fatwa yang melarang pernikahan syarifah dengan non Sayyid demi menjaga keturunan suci nabi Muhammad SAW. Semua larangan itu tidak merujuk pada Al-Qur’an
maupun Al-Hadits. Ada juga larangan menikah di bulan muharram dan masih banyak lagi larangan pernikahan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Berkaitan dengan larangan diatas, peneliti menemukan fenomena dalam masyarakat berupa larangan pernikahan yang unik yaitu larangan pernikahan antar santri dalam satu pondok. Peneliti tertarik pada fenomena ini karena notabennya santri adalah orang yang beragama Islam semua dan tidak ada larangan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk dinikahi tetapi mengapa ada larangan menikah antar santri dalam satu pondok. Bahkan dalam Islam sangat dianjurakan menikahi wanita soleha dan beragama yang dalam hal ini adalah santri. Dalam sebuah hadist Rasullah bersabda :
ﺗﻨﻜﺢ اﻟﻤﺮأة ﻻرﺑﻊ ﻟﺠﻤﺎ ﻟﮭﺎ وﻟﺤﺴﺎ ﺑﮭﺎ وﻟﻤﺎ ﻟﮭﺎ وﻟﺪﯾﻨﮭﺎ ﻓﺎ ﻇﻔﺮ ﺑﺬات اﻟﺪ ﯾﻦ ﺗﺮﺑﺖ ﯾﺪاك “Perempuan itu dikawini karena empat perkara ; karena cantiknya atau karena keturunanya,atau karena hartanya atau karena agamanya. Tetapi pilihlah yang beragama agar selamat.”( Ibnu Majah, No:1848). Dari paparan diatas tentu melahirkan tertarikan kami sebagai akademis untuk melakukan penelitian. Maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut ke dalam sebuah judul skripsi yang berjudul :” Fatwa Larangan Nikah Antar Santri (Studi Kasus Pondok Pesantren BUSTANU USYSYAQIL QUR’AN (BUQ) Gading, Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)”. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menfokuskan penelitiannya sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi
santri, alumni, dan masyarakat sekitarnya
terhadap fatwa larangan menikah antar santri dalam satu pondok? 2. Apa alasan dan dasar hukum pengasuh pondok membuat fatwa larangan nikah antar santri ? 3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhapan fatwa larangan menikah antar santri? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah: 1. Untuk mengetahui persepsi santri, alumni, dan masyarakat sekitar terhadap fatwa larangan nikah antar santri. 2. Untuk mengetahui sebab terjadinya aturan larangan perkawinan antar santri dalam satu pondok. 3. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap fatwa larangan larangan nikah antar santri.
D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1. Secara teoritis Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dibidang hukum Islam, khususnya dibidang fiqih munakahat dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lanjutan serta
dapat menambah bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. 2. Secara Praktis a. Mengetahui status hukum dari fatwa larangan perkawinan itu. b. Digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada jurusan Al-Ahwal Al-Syaksyiyyah STAIN Salatiga. E. Penegasan Istilah Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah didalam judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah : 1. Fatwa Fatwa berasal dari bahasa arab yaitu
ﻓﺘﻮىyang artinya petuah
(Yunus, 1989:38), Fatwa juga berarti nasihat orang alim, pelajaran baik, petuah (Depdiknas, 2008:406). Sedangkan yang dimaksud penulis adalah petuah atau nasihat yang dikeluarkan seorang pengasuh pondok kepada santrinya menjadi suatu aturan yang harus ditaati. 2. Larangan Nikah Larangan (nahy) sebagai lawan dari perintah didefinisikan sebagai kata atau ungkapan yang meminta agar suatu perbuatan dijauhi yang dikeluarkan orang yang berkedudukan lebih tinggi kepada orang yang kedudukannya lebih rendah. Larangan membawa berbagai macam variasi. Adanya yang bermakna keharaman (tahrim), ketercelaan (karahiyah), tuntunan ( irsyad) atau kesopanan (ta’dib) dan
permohonan ( Kamali, 1996:184-185). Dalam hal ini larangan yang tidak bersifat keharaman. Jadi yang dimaksud larangan nikah disini adalah ketidakbolehan melakukan pernikahan. 3. Santri Santri dalam kamus bahasa Indonesia adalah orang yang mendalami agama Islam (Depdiknas, 2008:1266). Sedangkan yang dimaksud penulis adalah orang yang mendalami agama Islam yang diasuh oleh seorang kyai, sekaligus bertempat tinggal atau menginap di asrama yang disediakan. 4. Pondok Pesantren Pondok Pesantren adalah tempat atau asrama bagi santri yang sedang mendalami agama islam. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian
yang
menghasilkan
prosedur
analisis,
yang
tidak
menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya (Maleong, 2010:6) Metode pendekatan dalam hal ini menggunakan pendekatan historis yaitu sebuah pendekatan dengan melihat sejarah yang mendasari suatu hal tersebut terjadi dan melihat kondisi saat yang
berbeda. Dalam hal ini penulis mencoba melacak sejarah kemunculan larangan nikah antar santri. 2. Kehadiran Peneliti Penelitian dan pengumpulan data-data di Pondok Pesantren B.U.Q Gading desa Duren Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang ini dimulai pada tanggal 5 januari 2012 sampai dengan selesai penelitian. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren B.U.Q Gading, Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Adapun alasan pemilihan tempat ini adalah karena adanya kasus larangan antar santri yang sangat menarik untuk dikupas. Padahal dalam Al-Qur’an dan AlHadist tidak larangan bahkan mungkin sangat dianjurkan. 4. Sumber Data Data diperoleh dari informan yakni pembuatan fatwa yaitu pengasuh pondok pesantren. Selain itu juga para santri yang bermukim di pondok dan para alumni yang sudah berada dirumah atau yang masih sering ke pondok. Selain itu juga dari para Wali santri dan masyarakat. 5. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur yang diperoleh untuk mengumpulkan data adalah dari data primer, yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama. Disamping data primer terdapat data sekunder yang sering
kali juga diperlukan oleh peneliti (Sumadi Suryabrata, 2009:39). Datadata sekunder biasanya berupa bentuk-bentuk dokumen misalnya data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data produktifitas suatu pondok pesantren dan sebagainya. Langkah-langkahnya adalah dengan: a. Wawancara Wawancara
salah satu sumber studi kasus yang sangat
penting dan sumber yang esensial bagi studi kasus (Robert K. Yin, 2004:108). Dalam pengumpulan data, peneliti mewancarai secara mendalam yang
diarahkan pada masalah tertentu dengan para
informan yang sudah dipilih untuk mendapatkan data yang diperlukan. Pihak-pihak yang diwawancarai adalah santri, alumni, wali santri dan masyarakat setempat untuk memperoleh data-data penunjang berisi tanggapan dan dampak yang dirasakan sebelum dan selama penelitian. b. Pengamatan (Observasi) Dengan membuat kunjugan lapangan terhadap situs studi kasus, peneliti melakukan observasi langsung yaitu penulis dalam rangka memperoleh data dengan melihat dan mengamati secara langsung keadaan pondok pesantren guna memperoleh data yang menyakinkan dalam proses tersebut.
observasi dibagi menjadi dua macam yaitu observasi langsung dan observasi partisipan(Robert K. Yin, 2004:114). Dalam obsevasi ini, selain melakukan observasi langsung, peneliti juga melakukan observasi partisipan yaitu ikut nyantri dipondok pesantren yang akan diteliti. c. Studi Pustaka Studi Pustaka yaitu penelitian mencari dari bahan-bahan tertulis (M. Amirin, 1990:135) berupa catatan, buku-buku, surat kabar, dan sebagainya, 6. Metode Analisis Data Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya yang harus dimasuki adalah tahap analisa. Ini adalah tahap penting dan menentukan. Pada tahap inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalanpersoalan yang diajukan dalam penelitian. Disini imajinasi dan kreativitas sipeneliti diuji betul (Koentjaraningkrat, 1994:269). Dalam penulisan ini, setelah data diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induksi yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat khusus untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum. 7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, karena dari itulah nantinya
akan muncul teori. Dalam
memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan teknikteknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, ketekunan pengamatan, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, teori), pelacakan kesesuaian, kecukupan refensi dan pengecekan anggota (maleong, 2009:327). Jadi temuan data tersebut bisa diketahui keabsahannya. Untuk menggunakan teknik triangulasi dengan sumber dapat ditempuh dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan apa yang dikatakan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan apa dikatakan orangorang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang masa, membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan (maleong, 2009:331). 8. Tahap-Tahap Penelitian a. Penelitian Pendahuluan Penulis mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan pernikahan, larangan-larangan pernikahan dan mengkaji bukubuku yang berkaitan dengan fatwa. b. Pengembangan Desain
Setelah mengetahui banyak hal tentang larangan-larangan nikah, kemudian penulis melakukan observasi ke objek penelitian untuk melihat langsung situasi dan kondisi pondok pesantren B.U.Gading Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. c. Penelitian Sebenarnya G. Sistematika Penulisan Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi kedalam beberapa bab dan masing-masing bab mencangkup beberapa sub bab yang berisi sebagai berikut: 1. BAB I: Merupakan pendahuluan yang menjelaskan: A. Latar Belakang Masalah, B. Fokus Penelitian, C. Tujuan Penelitian, D. Kegunaan Penelitian, E. Penegasan Istilah, F. Metode Penelitian yang terdiri-dari: 1. Pendekatan dan Jenis penelitian 2. Kehadiran peneliti 3. Tempat/lokasi penelitian 4. Sumber data 5. Prosedur pengumpulan data 6. Metode analisis data 7. Pengecekan keabsahan data 8. Tahaptahap penelitian dan H. Sistematika Penulisan. 2. BAB II: Kajian pustaka: Menjelaskan A. Perkawinan/Pernikahan yang meliputi (1) Pengertian dan Hukum Perkawinan (2) Dasar dan Hukum Perkawinan (3) Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Hikmah Perkawinan Dalam Islam (4) Rukun dan Syarat Perkawinan B. Larangan Perkawinan (1) Larangan yang bersifat selamanya (2) Larangan yang bersifat sementara C. Pengertian Fatwa
3. BAB III: Hasil penelitan yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian, terdiri dari: A. Gambaran Umum pondok Pesantren B.U.Q Gading Desa Duren Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang B. Persepsi santri, alumni dan masyarakat terhadap fatwa larangan pernikahan antar santri C. Alasan/dasar hukum timbulnya fatwa larangan pernikahan antar santri 4. BAB IV: Pembahasan pokok permasalahan dari data hasil temuan mengenai A. Persepsi santri, alumni dan masyarakat sekitarnya terhadap larangan
pernikahan itu B. Alasan atau dasar hukum
munculnya fatwa larangan pernikahan antar santri dalam satu pondok C. Tinjauan hukum Islam terhadap fatwa larangan pernikahan antar santri dalam satu pondok. 5. BAB V: Bab ini merupakan penutup atau bab akhir dari penyusunan skripsi yang penulis buat. Dalam bab ini penulis kemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran atau rekomendasi dalam rangka meningkatkan meningkatkan pengetahuan tentang hukum-hukum Islam khusunya tentang larangan nikah antar Pondok Pesantren B.U.Q Gading Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tentang Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku bagi semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya (Tihami dan Sahrani, 2009:6). Nikah menurut Bahasa adalah al-jam’u yang artinya kumpul. Makna nikah bisa diartikan dengan aqdunal-tazwij yang artinya akad nikah. Dapat juga diartikan wath’u al-zaujah artinya menyetubuhi istri. Rahmat Hakim mendifinisikan bahwa kata nikah berasal dari bahasa Arab nakaha, sinonimnya tazawwaja yang terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah perkawinan. Namun demikian kata nikah juga sering dipergunakan karena telah masuk dalam bahasa Indonesia (Tihami dan Sahrani, 2009:7) Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah allah dan melaksakannya merupakan ibadah (Kompilasi Hukum Islam Pasal 2). Adapun menurut syarak nikah adalah akad serah terima antara lakilaki dan perempuan dengan tujuan untuk memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera (Tihami dan Sahrani, 2009:8). Jadi intinya Pernikahan itu adalah suatu ibadah yang disunnahkan syariat islam dan melaksanakannya merupakan ibadah. 2. Dasar dan Hukum Perkawinan Hukum Perkawinan adalah hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut. Perkawinan tidak hanya dilaksankan oleh manusia akan tetapi juga hewan dan tumbuhan. Menurut sarjana ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasang. Misalnya air yang kita minum terdiri dari oksigen dan hydrogen, listrik ada positif dan negative, ada laki-laki dan wanita dan sebagainya. Dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa bahwa hidup berpasangpasang dan hidup berjodoh adalah naluri segala makhluk Allah. Termasuk manusia mempunyai naluri untuk berpasang-pasang dalam arti adalah melakukan perkawinan. Dalam Al-Qur’an surat Dzariyat ayat 49 :
Adz
ÇÍÒÈ tb rã©.x‹ s? ÷/ä3 ª=yès9 Èû÷üy` ÷ry— $oYø)n=yz >äóÓx« Èe@ à2
` ÏBur
Artinya Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:552)
Mengenai hukum sunnah dari menikah sesuai dengan hadist nabi yaitu:
ﻰﱴ ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻨﱴ ﻓﻤﻦ ﺭﻏﺐ ﻋﻦ ﺳﻨﻜﺎﺡ ﺳﻨﺍ ﻟﻨ “ Nikah adalah sunnahku, barang siapa siapa menbeci sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku” (Ibnu Majah, No:1836).
Dalam surat Yasin ayat 36 menyatakan
ô` ÏBur ÞÚ ö‘F{ $#àM Î7/Yè? $£J ÏB $yg¯=à2
yl ºurø—F{ $#t, n=y{ “ Ï%©!$#z` »ys ö6ß™ ÇÌÏÈ tb qßJ n=ôètƒ Ÿw $£J ÏBur óO ÎgÅ¡ àÿRr&
Artinya Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasanganpasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:442)
Dari ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menciptakan makhluk secara berpasang-pasang. Dari pasangan-pasangan itu, Allah menciptakan manusia untuk berkembang biak dari generasi ke generasi berikutnya. Hal itu sesuai dengan firman Allah Surat An nisa’ ayat 1:
;oy‰ Ïn ºur <§ øÿ¯R ` ÏiB /ä3 s)n=s{ “ Ï%©!$# ãN ä3 /u‘ (#qà)®?$# ⨠$¨Z9$# $pkš‰r'¯»tƒ ©! $# (#qà)¨?$#ur 4[ä!$|¡ ÎSur #ZŽÏWx. Zw %y` Í‘ $uKåk÷]ÏB £] t/ur $ygy_ ÷ry— $pk÷]ÏB t, n=yz ur ÇÊÈ $Y6ŠÏ%u‘ öN ä3 ø‹n=tæ tb %x. ©! $#¨b Î)4tP%tn ö‘F{ $#ur ¾ÏmÎ/ tb qä9uä!$|¡ s? “ Ï%©!$# Artinya Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:78).
Dalam Surat An-nahl ayat 72 juga menyebutkan:
ô` ÏiB Nä3 s9 Ÿ@ yèy_ ur %[` ºurø—r& ö/ä3 Å¡ àÿRr& ô` ÏiB Nä3 s9 Ÿ@ yèy_ ª! $#ur È@ ÏÜ »t6ø9$Î6sùr& 4ÏM »t6Íh‹©Ü 9$# z` ÏiB Nä3 s%y—u‘ur Zoy‰ xÿym ur tûüÏZt/ Nà6 Å_ ºurø—r& ÇÐËÈ tb rãàÿõ3 tƒ öN èd «! $#ÏM yJ ÷èÏZÎ/ur tb qãZÏB÷sムArtinya Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:274).
Di Indonesia pada umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan adalah mubah. Hal ini disebabkan
karena di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pendapat ulama’ Syafi’iyah. Sedangkan menurut Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah hukum melakukan perkawinan adalah sunnah. Menurut Ulama’ Dhahiriyah adalah wajib melakukan perkawinan satu kali seumur hidup.( Darajat dkk, 1985:59). Berdasarkan
Al-qur’an
maupun
As-sunnah,
Islam
sangat
menganjurkan kaum muslimin untuk menikah. Namun demikian, kalau dilihat
dari
kondisi
orang
yang
melakukan
serta
tujuan
melaksanakannya maka hukum melakukan perkawinan dibagi menjadi 5 yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. a. Perkawinan Wajib Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan yang kuat untuk kawin dan mempunyai kemampuan yang kuat untuk melaksanakan. Selain itu juga mampu memikul beban kewajiban ketika menikah serta ada kekawatiran akan tergelincir kearah perbuatan zina jika tidak menikah. Bagi orang yang telah mempunyai kriteria ini wajib menikah. Alasan ketentuan tersebut adalah apabila menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib, padahal bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu hanya akan terjamin jika menikah. Maka bagi orang itu melakukan perkawinan hukumnya adalah wajib. b. Perkawinan sunnah
Perkawinan hukumnya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan untuk menikah dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
serta
memikul
kewajiban-kewajiban
dalam
perkawinan tetapi masih mampu untuk membujang dan jika tidak kawin tidak khawatir akan berbuat zina. Alasan menetapkan hukum sunnah adalah dari anjuran Al-Qur’an dan Hadits Nabi. c. Perkawinan Haram Perkawinan hukumnya haram bagi orangnya yang belum berkeinginan
serta
tidak
mempunyai
kemampuan
untuk
melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup dalam perkawinan sehingga jika kawin akan berakibat menyusahkan dirinya dan isterinya. Hadist nabi mengajarkan agar seseorang jangan sampai berbuat sesuatu yang menyusahkan diri sendiri dan orang lain. Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang mendatangkan kerusakan :
¡Ïps3 è=ökJ9$# ’n<Î) ö/ä3 ƒÏ‰ ÷ƒr'Î/ (#qà)ù=è? Ÿw ur «! $# È@ ‹Î6y™ ’Îû (#qà)ÏÿRr&ur ÇÊÒÎÈ tûüÏZÅ¡ ós ßJ ø9$#= Ïtä† ©! $#¨b Î)¡(#þqãZÅ¡ ôm r&ur Artinya Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009: 30). Termasuk juga hukumnya haram, apabila melakukan perkawinan dengan maksud untuk menelantarkan orang lain yaitu
wanita yang dikawini tidak diurus hanya agar wanita itu tidak kawin dengan orang lain.(Darajat dkk, 1985:61) Al-Qurthubi berpendapat bahwa apabila calon suami menyadari tidak akan mampu memenuhi kewajiban nafkah dan membayar mahar atau kewajiban lain yang menjadi hak istri hukumnya tidak halal mengawini seseorang kecuali apabila dia menjelaskan perihal keadaannya kepada calon isteri. Calon suami harus bersabar sampai merasa mampu memenuhi hak-hak isterinya, barulah dia boleh melakukan perkawinan. Al-Qurthubi juga mengatakan bahwa orang yang mengetahui pada dirinya terdapat penyakit yang menghalangi kemungkinan melakukan hubungan dengan calon isteri, harus memberi keterangan kepada calon isteri agar pihak isteri merasa tidak tertipu ( Basyir, 1996:13). d. Perkawinan yang Makruh Perkawinan hukumnya makruh apabila seorang mampu dalam segi materil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama serta tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan zina tetapi khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap isterinya meskipun tidak dapat akan menyusahkan pihak isteri misalnya calon isteri tergolong orang kaya sedangkan calon suami belum mempunyai keinginan untuk kawin.
Imam
Ghozali
berpendapat
bahwa
apabila
suatu
perkawinan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada Allah dan semangat beribadah dalam bidang ilmiah, hukumnya lebih makruh daripada yang telah disebutkan diatas.( Basyir, 1996:13)
e. Perkawinan yang mubah Perkawinan hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai harta tetapi tidak khawatir akan berbuat zina dan andaikata kawin juga tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakan kewajibannya terhadap isteri. Perkawinan dilakukan sekedar untuk memenuhi syahwat dan kesenangan bukan tujuan untuk membina keluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama. 3. Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Hikmah Perkawinan Dalam Islam a. Prinsip Perkawinan Perkawinan dalam ajaran Islam ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Pilihan jodoh yang tepat 2) Perkawinan didahului dengan peminangan 3) Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan
4) Perkawinan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang bersangkutan 5) Ada persaksian dalam akad nikah 6) Perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu 7) Ada kewajiban membayar mas kawin atas suami 8) Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah 9) Tanggung jawab pimpinan keluarga dalam suami 10) Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan rumah tangga. ( Basyir, 1996:13) c. Tujuan Perkawinan Menurut Zakiyah Darajat dkk (1985 :64) tujuan perkawinan ada lima yaitu: 1) Mendapatkan dan melangsungkan perkawinan. 2) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih sayang. 3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. 4) Menumbuhkan
kesungguhan
untuk
bertanggung
jawab,
menerima hak serta kewajiban dan bersugguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal. 5) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.
Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga merupakan salah satu diantara lembaga pendidikan informal, ibu bapak yang dikenal pertama oleh putra-putrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya dapat menjadikan dasar pertumbuhan pribadi atau kepribadian sang putra-putri itu sendiri. Perkawinan juga bertujuan untuk membentuk perjanjian suci antara seorang pria dan seorang wanita yang mempunyai segi-segi perdata diantaranya adalah kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, kebebasan memilih, dan darurat. d. Hikmah Perkawinan Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia, Adapun hikmah pernikahan adalah: 1) Nikah adalah jalan alami yang paling baik. Nikah merupakan jalan yang sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks. Dengan kawin badan menjadi segar, jiwa tenang, mata terpelihara dari yang melihat haram dan perasaan tenang menikmati barang yang berharga. 2) Nikah jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang dalam Islam sangat diperhatikan sekali.
3) Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak serta akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan kasih sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusian seseorang. 4) Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak menimbulkan
sifat
rajin
dan
sungguh-sungguh
dalam
memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. 5) Pembagian tugas dimana yang satu mengurusi rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami-istri dalam menangani tanggung jawabnya. 6) Perkawinan dapat membuahkan diantaranya: tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan memperkuat hubungan masyarakat yang memang oleh islam direstui, ditopang dan ditunjang karena masyarakat yang saling menunjang lagi saling menyayangi merupakan masyarakat yang kuat dan bahagia. ( Tihami dan Sahrani, 2009:20) 4. Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan syah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu seperti membasuh muka untuk wudhu dan
takbiratul islam untuk shalat. Dalam perkawinan adanya calon pengantin laki-laki atau perkawinan. Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu seperti menutup aurat untuk shalat. Dalam perkawinan calon pengantin laki-laki dan perempuan harus beragama islam. Syah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat. Adapun rukun nikah adalah: a. Mempelai laki-laki b. Mempelai perempuan c. Wali d. Dua orang saksi e. Shigat ijab Kabul Adapun syarat perkawinan adalah syarat yang berkaitan dengan rukun-rukun perkawinan yaitu syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab Kabul. a. Syarat suami 1) Beragama islam 2) Terang bahwa calon suami benar laki-laki. 3) Orangnya diketahui dan tertentu. 4) Calon mempelai laki-laki jelas halal kawin dengan calon istri.
5) Calon mempelai laki-laki mengetahui bahwa calon istri serta mengetahui bahwa calon istri halal baginya. 6) Calon suami ridha atau tidak dipaksa untuk melakukan perkawinan. 7) Tidak sedang melakukan ihram. 8) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri 9) Tidak sedang mempunyai istri empat (Darajat dkk, 1985:50) b. Syarat-syarat Istri 1) Tidak ada halangan syarak yaitu tidak bersuami, bukan mahram, dan tidak sedang iddah. 2) Merdeka atas kemauan sendiri 3) Jelas orangnya. 4) Tidak sedang ihram 5) Beragama islam c. Syarat-syarat Wali 1) Laki-laki, diutamakan adalah ayah kandung (Abdillah, 2010:253) 2) Baligh 3) Waras akalnya 4) Tidak dipaksa 5) Adil 6) Tidak sedang ihram d. Syarat-syarat Saksi
1) Laki-laki 2) Baligh 3) Waras akalnya 4) Adil 5) Dapat mendengar dan melihat 6) Bebas tidak dipaksa 7) Tidak sedang ihram 8) Memahami bahasa yang digunakan untuk ijab Kabul e. Syarat Ijab Qabul 1) Kedua belah pihak sudah tamyiz 2) Ijab qabul dalam satu majlis yaitu ketika mengucapkan ijab Kabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain atau memurut adat ada kata-kata yang dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab dan qabul. 3) Hendaklah ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab kecuali kalau lebih baik dari ucapan ijabnya sendiri yang menunjukkan pernyataan persetujuannya lebih tegas (Sabiq, 1980:53-55) B. Larangan Perkawinan Maksud larangan perkawinan dalam pembahasan ini adalah larangan untuk menikah antara seorang pria dengan seorang wanita menurut syariat Islam. Adapun larangan tersebut dibagi menjadi dua yaitu larangan yang bersifat selamanya dan larangan yang bersifat abadi.
1. Larangan yang Bersifat Selamanya (Abadi) Menurut Tihami dan Sahrani (2009:63) larangan yang bersifat selamanya ada
yang telah disepakati dan ada pula yang masih
diperselisihkan. a. Larangan yang bersifat selamanya yang disepakati ada tiga yaitu: 1) Larangan Nikah Karena Pertalian Nasab Dalam kaitannya dengan masalah larangan nikah karena pertalian nasab didasarkan pada firman Allah Swt:
öN à6 è?ºuqyz r&ur
öN ä3 è?$oYt/ur
öN ä3 çG»yg¨Bé& öN à6 ø‹n=tã
ôM tBÌhãm
...... ÏM ÷z W{ $#‘ ßN $oYt/ur ˈ F{ $#ßN $oYt/ur öN ä3 çG»n=»yz ur öN ä3 çG»£J tã ur Artinya Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anakanakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang laki-laki.(Yayasan Penyelenggara Penerjemah AlQur’an,2009:81).
Berdasarkan ayat diatas, wanita-wanita yang haram dinikahi untuk selamanya karena pertalian nasab adalah: a) Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan keatas yaitu ibu, nenek (baik dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya keatas). b) Saudara perempuan baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu saja.
c) Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus kebawah yakni anak perempuan, cucu perempuan, baik dari laki-laki maupun anak perempuan dan seterusnya kebawah. d) Bibi, saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara seayah kandung atau seibu dan seterusnya keatas. e) Keponakan perempuan yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya kebawah (Darajat dkk, 1985:85)
2) Larangan Nikah Karena Hubungan Mushaharah (Pertalian Kerabat Semenda) Larangan pernikahan kareana hubungan mushaharah atau karena pertalian kerabat semenda
disebutkan dalam lanjutan surat al-
Nisa’ ayat 23 yaitu sebagai berikut:
öN ä3 çG»£J tã ur öN à6 è?ºuqyz r&ur öN ä3 è?$oYt/ur öN ä3 çG»yg¨Bé& öN à6 ø‹n=tã ôM tBÌhãm ûÓÉL»©9$# ãN à6 çF»yg¨Bé&ur ÏM ÷z W{ $# ßN $oYt/ur ˈ F{ $# ßN $oYt/ur öN ä3 çG»n=»yz ur öN ä3 ͬ!$|¡ ÎS àM »yg¨Bé&ur Ïpyè»|Ê §9$# šÆ
ÏiB Nà6 è?ºuqyz r&ur öN ä3 oY÷è|Ê ö‘r&
£` ÎgÎ/ O çFù=yz yŠ ÓÉL»©9$# ãN ä3 ͬ!$|¡ ÎpS ` ÏiB Nà2 Í‘qàf ãm ’Îû ÓÉL»©9$# ãN à6 ç6Í´¯»t/u‘ur ã@ Í´¯»n=ym ur öN à6 ø‹n=tæ y $oYã_ Ÿx sù Æ
ÎgÎ/ O çFù=yz yŠ (#qçRqä3 s? öN ©9 b Î*sù
žw Î) Èû ÷ütG÷z W{ $#šú
÷üt/ (#qãèyJ ôf s? b r&ur öN à6 Î7»n=ô¹ r& ô` ÏB tûïÉ‹ ©9$# ãN à6 ͬ!$oYö/r& ÇËÌÈ $VJ ŠÏm §‘ #Y‘qàÿ xî tb %x. ©! $#žc
Î)3y# n=y™ ô‰ s% $tB
Artinya Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anakanakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah AlQur’an, 2009:81)
Dari ayat diatas jika diperinci adalah sebagai berikut: a) Mertua perempuan , nenek perempuan istri dan seterusnya ke atas, baik sari garis ibu ataupun ayah. b) Anak tiri, dengan syarat kalau telah terjadi hubungan kelamin antara suami dengan ibu anak tersebut. c) Menantu yakni istri, isti cucu dan seterusnya kebawah. d) Ibu tiri yajni bekas istri ayah, untuk ini tidak diisyaratkan harus adanya hubungan seksual antara ibu dan ayah. Persoalan dalam hubungan mushaharah dapat berbentuk keharaman
yang disebabkan
karena
semata-mata
akad
(pernikahan) yang sah atau dapat juga dikarenakan perzinaan?. Imam Syafi’I berpendapat bahwa larangan perkawinan karena Mushaharah hanya disebabkan karena semata-mata akad saja, tidak bisa dikarenakan perzinaan dengan alasan tidak layak perzinaan yang dicela itu disamakan karena hubungan mushaharah. Sebaliknya Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa larangan pernikahan karena mushaharah disampingkan disebabkan perkawinan yang syah bisa juga disebabkan karena perzinaan. Perselisihan pendapat disebabkan karena perbedaan dalam menafsirkan firman Allah surat Al-Nisa’ ayat 22 yang berbunyi:
$tB žw Î) Ïä!$|¡ ÏiY9$# šÆ
ÏiB Nà2 ät!$t/#uä yx s3 tR $tB (#qßs Å3 Zs? Ÿw ur
ÇËËÈ ¸x ‹Î6y™ uä!$y™ ur $\Fø)tBur Zpt± Ås »sù tb $Ÿ2
¼çm¯RÎ)4y# n=y™ ô‰ s%
Artinya Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:81)
Kata “ ma nakaha” ada yang menafsirkan wanita yang dikawini ayah secara akad yang syah menurut Imam Safi’i. Sedangkan menurut Imam Hanafi menafsirkan wanita yang disetubuhi oleh ayah baik dengan perkawin maupun perzinaan.
Istri ayah (ibu tiri) haram dikawini dengan sepakat para ulama’ atas dasar semata-mata akad walaupun tidak disetubuhi. Kalau sudah terjadi akad nikah, baik sudah disetubuhi maupun belum namanya adalah istri ayah. Ibu istri mertua digolongkan di dalamnya nenek istri dan ibu dari ayah istri hingga keatas, karena mereka digolongkan ibu-ibu istri. Anak istri (anak tiri) dengan syarat keharaman karena telah menyetubuhi ibunya artinya karena kalau pria dan seorang wanita baru terikat dengan hanya semata akad (belum terjadi persetubuhan) maka mengawini anaknya tidak haram. 3) Larangan Nikah Karena Hubungan Sesusuan Larangan nikah karena hubungan sesusuan berdasarkan pada lanjutan surat Al-Nisa’ ayat 23 yaitu:
öö N à6
è?ºuqyz r&urNä3 è?$oYt/urNä3 çG»yg¨Bé&öN à6 ø‹n=tã M tBÌhãm
Artinya Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu yang menyusukan kamu, yang saudara-saudara yang perempuan sepersusuan….(QS Al-Nisa [4] : 23) .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:81)
Menurut riwayat Abu dawud, An nasai dan Ibnu majah dari Aisyah, keharaman karenan sesusuan diterangkan dalam sebuah hadist yaitu:
ﯾﺤﺮم ﻣﻦ ا ﻟﺮﺿﺎﻋﺔ ﻣﺎ ﯾﺤﺮم ﻣﻦ اﻟﻨﺴﺐ
Diharamkan karena adan hubungan susuan apa yang diharamkan karena ada hubungan nasab.
Kalau diperinci hubungan sesusuan yang diharamkan adalah: a) Ibu susuan yaitu ibu yang menyusui maksudnya
seorang
wanita yang pernah menyusui seorang anak dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui sehingga haram melakukan perkawinan. b) Nenek susuan yaitu ibu dari anak yang pernah menyusui atau ibu ibu dari suami yang menyusui, suami dari ibu yang menyusui itu dipandang seperti ayah bagi anak susuan sehingga haram melakukan perkawinan. c) Bibi susuan yaitu saudara perempuan ibu susuan atau saudara perempuan suami ibu susuan dan seterusnya keatas. d) Kenenekan sesusuan perempuan yaitu anak perempuan dari saudara ibu susuan e) Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah sekandung maupun seibu saja. Sebagai tambahan penjelasan mengenai susuan ini dapat dikemukakan beberapa hal.
a) Susuan yang mengakibatkan keharaman adalah susuan yang diberikan pada anak yang memang masih memperoleh makanan dari air susu. b) Mengenai berapa kali seorang ibu bayi menyusui pada seorang ibu yang menimbulkan keharaman perkawinan seperti keharaman hubungan nasab sebagaimana tersebut
dalam
hadis di atas , dengan melihat dalil yang kuat adalah yang tidak dibatasi jumlahnya, asal seorang bayi telah menyusui dan kenyang pada perempuan itu menyebabkan keharaman melakukan perkawinan. Demikian menurut Hanafi dan Maliki (Darajat dkk, 1985:86-87) Menurut Imam Safi’i (Abu Abdillah:288) ketetapan susuan hanya berlaku untuk susu wanita hidup yang mencapai usia sembilan tahun, baik dari kalangan gadis maupun janda, sendirian atau berkeluarga (bersuami). Ketika seorang wanita menyusui seorang anak dengan air susunya, baik wanita itu masih hidup atau telah meninggal adalah diperas sewaktu wanita itu hidup, maka bayi itu menjadi ibu anak tersebut (ibu susuan) syaratnya ada dua yaitu: a) Anak yang berusia di bawah dua tahun. Permulaan keduanya itu dari penyapihan anak sepenuhnya, sedangkan anak telah mencapai umur dua tahun maka susuan tersebut tidak mengakibatkan adanya hubungan muhrim.
b) Wanita itu telah menyusui 5 tetes susuan tersebut secara terpisah sampai pada lubang (perut) anak yang disusui. Berpedoman pada kebiasaan yang berlaku dan yang dihitung adalah susuan atau beberarapa susuan, kalau tidak masuk perut berarti tidak dihitung. Kalau terputus-putus diantara 5 tetes susuan maka termasuk hitungan dan sekaligus suami wanita yang menyusui adalah ayah dari anak tersebut. b. Larangan yang Bersifat Selamanya yang Dipersilisihkan, ada dua yaitu: 1) Larangan Perkawinan Karena Sumpah Li’an Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa mendatangkan empat orang saksi, maka suami diharuskan bersumpah empat kali dan yang kelima kali dilanjutkan dengan menyatakan
bersedia
menerima
laknat
Allah
apabila
tindakannya itu dusta. Istri yang mendapatkan tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau ingin bersumpah seperti suami diatas empat kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia mendapat laknat bila tiuduhan suami itu benar. Sumpah demikian disebut sumpah li’an. Apabila terjadi sumpah li’an antara suami istri maka putuslah hubungan perkawinan keduanya untuk selamam-lamanya. Keharaman ini didasarkan pada firman Allah dalan surat Al-Nur ayat 6-9 yaitu:
öN ßgÝ¡ àÿ Rr& Hw Î) âä!#y‰ pkà öN çl°; ` ä3 tƒ óO s9ur öN ßgy_ ºurø—r& tb qãBötƒ tû ïÏ%©!$#ur šú
üÏ%ω »¢Á 9$# z` ÏJ s9 ¼çm¯RÎ) «! $Î/ ¤N ºy‰ »uhx© ßì t/ö‘r& óO Ïd ω tn r& äoy‰ »ygt± sù
ÇÐÈ tûüÎ/É‹ »s3 ø9$# z` ÏB tb %x. b Î) Ïmø‹n=tã «! $# |M uZ÷ès9 ¨b r& èp|¡ ÏJ »sƒø:$#ur ÇÏÈ z` ÏJ s9 ¼çm¯RÎ) «! $Î/ ¤N ºy‰ »pky yì t/ö‘r& y‰ pkô¶ s? b r& z> #x‹ yèø9$# $pk÷]tã (#ätu‘ô‰ tƒur z` ÏB tb %x. b Î) !$pköŽn=tæ «! $# |= ŸÒ xî ¨b r& sp|¡ ÏJ »sƒø:$#ur ÇÑÈ šú
üÎ/É‹ »s3 ø9$#
ÇÒÈ tûüÏ%ω »¢Á 9$# Artinya Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:350).
2) Larangan Perkawinan Karena Zina Tidak halalkan laki-laki yang suci (belum pernah berzina) kawin dengan perempuan zina begitu juga tidak halal perempuan yang suci kawin dengan laki-laki zina terkecuali mereka sudah bertaubat. Alasan-alasannya adalah Allah mensyaratkan agar kedua orang laki-laki dan perempuan yang
ingin menikah agar benar-benar menjaga kehormatannya (Sabiq, 1980:140) Menurut Sayyid Sabiq (1980:143) Tujuan Islam melarang kawin dengan orang zina adalah Islam tidak menginginkan laki-laki muslim jatuh ditangan perempuan zina, juga tidak menghendaki perempuan muslim jatuh ditangan laki-laki zina. Hidup dibawah pengaruh mental yang rendah diliputi jiwa yang tidak sehat, bergaul dengan tubuh yang penuh dengan bakteri-bakteri den berbagai macam cacat serta penyakit. Islam dalam segala hukumnya, perintahnya, larangan-larangannya dan perintahnya menjelaskan tidak menginginkan manusia tidak menjadi bahagia, tidak dapat menaikkan dirinya mencapai tingkat yang sangat luhur yang dikehendaki oleh Allah agar dapat ditempuh oleh manusia. Mengenai larangan menikah orang zina sesuai dengan firman Allah surat An-Nur ayat 3 berbunyi:
žw Î) !$ygßs Å3 Ztƒ Ÿw èpu‹ÏR#¨“9$#ur Zpx.ÎŽô³ ãB ÷rr& ºpuŠÏR#y— žw Î) ßx Å3 Ztƒ Ÿw ’ÎT#¨“9$# ÇÌÈ tûüÏZÏB÷sßJ ø9$# ’n?tã y7 Ï9ºsŒ tPÌhãm ur 4Ô8 ÎŽô³ ãB ÷rr&Ab #y—
Artinya Laki-laki zina tidak patut kawin kecuali perempuan zina atau musyrik, dan perempuan zina tidak patut dikawini kecuali oleh laki-laki zina atau musyrik, sedang perbuatan tersebut
haram bagi orang-orang mukmin (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:350).
2. Larangan yang Bersifat Sementara Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya (bersifat sementara) adalah sebagai berikut: a. Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu bersamaan maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu bersamaan. Apabila mengawini mereka berganti-ganti seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita kemudian wanita tersebut meninggal dunia atau dicerai maka laki-laki itu boleh mengawini adik atau perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut. Keharaman mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu waktu berdasarkan surat Al-Nisa’ ayat 23 seperti yang disebut ayat diatas. Keharaman perkawinan
juga
mengumpulkan dua diberlakukan
terhadap
wanita dua
dalam orang
satu yang
mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. Larangan ini dinyatakan dalam sebuah hadis nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Abu Hurairah:
ان ا ﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻧﮭﻲ ان ﯾﺤﻤﻊ ﺑﯿﻦ اﻟﻤﺮأة وﻋﻤﺘﮭﺎ وﺑﯿﻦ اﻟﻤﺮأة وﺧﺎ ﻟﺘﮭﺎ “Sesungguhnya Rosulullah SAW. Melarang menghimpun menjadi istri seorang laki-laki antara seorang perempuan dengan saudara perempuan ayah perempuan tersebut atau antara seorang
perempuan dengan saudara perempuan tersebut”(Shohih Bukhori, Bab Nikah:2517)
b. Wanita yang terkait perkawinan dengan
ibu perempuan
laki-laki lain haram
dinikahi oleh seorang laki-laki. Keharaman ini disebutkan dalam surat Al-Nisa’ ayat 24:
«! $# |= »tGÏ. (öN à6 ãY»yJ ÷ƒr& ôM s3 n=tB $tB žw Î) Ïä!$|¡ ÏiY9$# z` ÏB àM »oY|Á ós ßJ ø9$#ur tûüÏYÅÁ øt’C Nä3 Ï9ºuqøBr'Î/ (#qäótFö6s? b r& öN à6 Ï9ºsŒ uä!#u‘ur $¨B Nä3 s9 ¨@ Ïm é&ur 4öN ä3 ø‹n=tæ Æ
èd u‘qã_ é& £` èd qè?$t«sù £` åk÷]ÏB ¾ÏmÎ/ Läê÷ètGôJ tGó™ $# $yJ sù 4šú
üÅs Ïÿ»|¡ ãB uŽöxî
4ÏpŸÒ ƒÌxÿø9$# ω ÷èt/ .` ÏB ¾ÏmÎ/ O çF÷|Ê ºts? $yJ ŠÏù öN ä3 ø‹n=tæ y $oYã_ Ÿw ur 4ZpŸÒ ƒÌsù ÇËÍÈ $VJ ŠÅ3 ym $¸J ŠÎ=tã tb %x. ©! $#¨b Î) Artinya Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteriisteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:82) c. Wanita yang sedang dalam iddah baik iddah cerai maupun iddah ditiggal mati berdasarkan firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 228 dan 234.
b r& £` çlm; ‘@ Ïts† Ÿw ur 4&äÿrãè% spsW»n=rO £` ÎgÅ¡ àÿRr'Î/ šÆ
óÁ /uŽtItƒ àM »s)¯=sÜ ßJ ø9$#ur
4ÌÅz Fy $# ÏQ öqu‹ø9$#ur «! $Î/ £` ÏB÷sム£` ä. b Î) £` ÎgÏB%tn ö‘r& þ’Îû ª! $# t, n=y{ $tB z` ôJ çFõ3 tƒ “ Ï%©!$# ã@ ÷WÏB £` çlm;ur 4$[s »n=ô¹ Î)(#ÿrߊ#u‘r& ÷b Î)y7 Ï9ºsŒ ’Îû£` Ïd ÏjŠtÎ/ ‘, ym r&£` åkçJs9qãèç/ur ÇËËÑÈ îLìÅ3 ym ͕tã ª! $#ur 3×py_ u‘yŠ £` ÍköŽn=tã ÉA $y_ Ìh=Ï9ur 4Å$ rá÷èpRùQ$Î/ £` ÍköŽn=tã Artinya Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:36)
d. Wanita yang ditalak kali atau talak ba’in haram kawin lagi dengan bekas suaminya kecuali kalau sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir dan telah habis masa iddahnya berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229-230.
‘@ Ïts† Ÿw ur 39` »|¡ ôm Î*Î/ 7x ƒÎŽô£ s? ÷rr& >$ rá÷èoÿÏ3 8 $|¡ øBÎ*sù (Èb $s?§sD ß, »n=©Ü 9$# $yJ ŠÉ)ムžw r& !$sù$sƒs† b r& Hw Î) $º«ø‹x© £` èd qßJ çF÷s?#uä !$£J ÏB (#rä‹ è{ ù's? b r& öN à6 s9 $uK‹Ïù $yJ ÍköŽn=tã y $oYã_ Ÿx sù «! $# yŠr߉ ãn $uK‹É)ムžw r& ÷LäêøÿÅz ÷b Î*sù («! $# yŠr߉ ãm «! $# yŠr߉ ãn £‰ yètGtƒ ` tBur 4$yd r߉ tG÷ès? Ÿx sù «! $# ߊr߉ ãn y7 ù=Ï? 3¾ÏmÎ/ ôN y‰ tGøù$# 4Ó®Lym ߉ ÷èt/ .` ÏB ¼ã&s! ‘@ ÏtrB Ÿx sù $yg s)¯=sÛ b Î*sù ÇËËÒÈ tb qãKÎ=»©à 9$# ãN èd y7 Í´¯»s9'ré'sù
b Î) !$yèy_ #uŽtItƒ b r& !$yJ ÍköŽn=tæ y $uZã_ Ÿx sù $ygs)¯=sÛ b Î*sù 3¼çnuŽöxî %¹` ÷ry— yx Å3 Ys? tb qßJ n=ôètƒ 5Q öqs) Ï9 $pkß]ÍhŠu;ム«! $# ߊr߉ ãn y7 ù=Ï?ur 3«! $# yŠr߉ ãn $yJ ŠÉ)ムb r& !$¨Zsß ÇËÌÉÈ Artinya Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009: 36).
e. Wanita yang sedang melakukan ihram baik ihram umrah maupun haji tidak boleh dikawini. Hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh imam muslim dari Ustman bin Affan:
ﻻﯾﻨﻜﺢ اﻟﻤﺤﺮم وﻻ ﯾﻨﻜﺢ وﻻ ﯾﺨﻄﺐ
“ Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikah dan tidak boleh meminang.” (Shohih Bukhari, Bab Nikah:2522) f. Wanita musyrik haran dinikahi. Maksudnya wanita musyrik adalah yang menyembah selain Allah. Ketentuan ini berdasarkan Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 24:.
$yd ߊqè%ur ÓÉL©9$# u‘$¨Z9$# (#qà)¨?$sù (#qè=yèøÿs? ` s9ur (#qè=yèøÿs? öN ©9 b Î*sù ÇËÍÈ tûïÌÏÿ»s3 ù=Ï9 ôN £‰ Ïã é&(äou‘$yf Ås ø9$#ur ⨠$¨Z9$# Artinya Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah AlQur’an, 2009:4)
Adapun keharaman menikahi wanita Ahli kitab yakni wanita Nasrani Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 5:
ö/ä3 ©9 @ Ïm |= »tGÅ3 ø9$# (#qè?ré& tû ïÏ%©!$# ãP$yèsÛ ur (àM »t6Íh‹©Ü 9$# ãN ä3 s9 ¨@ Ïm é& tPöqu‹ø9$# z` ÏB àM »oY|Á ós çRùQ$#ur ÏM »oYÏB÷sßJ ø9$# z` ÏB àM »oY|Á ós çRùQ$#ur (öN çl°; @ Ïm öN ä3 ãB$yèsÛ ur tûüÏYÅÁ øtèC £` èd u‘qã_ é& £` èd qßJ çF÷s?#uä !#sŒÎ) öN ä3 Î=ö6s% ` ÏB |= »tGÅ3 ø9$# (#qè?ré& tûïÏ%©!$# ô‰ s)sù Ç` »uKƒM} $Î/ öàÿõ3 tƒ ` tBur 35b #y‰ ÷{ r& ü“ É‹ Ï‚ GãB Ÿw ur tûüÅs Ïÿ»|¡ ãB uŽöxî ÇÎÈ z` ƒÎŽÅ£ »sƒø:$#z` ÏB ÍotÅz Fy $# ’Îûuqèd ur ¼ã&é#yJ tã xÝ Î6ym
Artinya Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanitawanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:107)
g. Wanita haram dinikah oleh seorang laki-laki yang telah mempunyai istri 4 orang. Dalam Surat An-Nisa’ ayat 3 , seorang laki-laki hanya boleh menikahi istri maksimal 4 orang. Haram menikah lagi dengan wanita kelima dan seterusnya kecuali salah satu diantara yang 4 telah dicerai atau meninggal dunia dan selesai iddahnya. Keharaman seorang laki-laki menikah lebih dari empat sesuai dengan firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 3 yaitu:
z` ÏiB Nä3 s9 z> $sÛ $tB (#qßs Å3 R$$sù 4‘ uK»tGu‹ø9$# ’Îû (#qäÜ Å¡ ø)è? žw r& ÷LäêøÿÅz ÷b Î)ur $tB ÷rr& ¸oy‰ Ïn ºuqsù (#qä9ω ÷ès? žw r& óO çFøÿ Åz ÷b Î*sù (yì »t/â‘ur y] »n=èOur 4Óo_÷WtB Ïä!$|¡ ÏiY9$# ÇÌÈ (#qä9qãès? žw r& #’oT÷Šr& y7 Ï9ºsŒ 4öN ä3 ãY»yJ ÷ƒr& ôM s3 n=tB Artinya Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. .(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2009:77)
C. Pengertian Fatwa Fatwa dilihat dari segi etimologi berasal dari kata al fatwa wal futyaa (fatawaa) yang berarti petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum (Dahlan, 1999:326). Sedangkan al- istifta’ berarti permintaan fatwa dan al-mufti adalah pemberi fatwa (Munawir, 1984:326). Dari segi terminologi fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli hukum Islam (Sudarsono, 1990:127) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, fatwa adalah jawab (keputusan/pendapat) yang diberikan oleh mufti terhadap suatu masalah atau juga dinamakan dengan petuah (Depdikbud, 1990:314). Fatwa juga berarti Nasihat orang alim, pelajaran baik, petuah (Depdiknas, 2008:406). Sedangkan dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat (Dahlan, 1999:326). Ada juga yang mengartikan fatwa sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat (Dahlan, 2001:6-7). Disebutkan dalam Ensiklopedi Islam bahwa si peminta fatwa baik perorangan, lembaga maupun masyarakat luas tidak harus mengikuti isi fatwa atau hukum yang diberikan kepadanya. Hal itu, disebabkan fatwa seorang mufti atau ulama
di suatu tempat bisa saja berbeda dari fatwa ulama lain di tempat yang sama. Jadi dapat disimpulkan fatwa atau aturan pondok satu dengan pondok lain berbeda-beda sesuai dengan keadaan masing-masing. Ijtihad yang sungguh-sungguh melahirkan fatwa. Oleh karena itu, jika membicarakan bentuk fatwa pada dasarnya analog dengan membicarakan bentuk ijtihad. Bentuk-bentuk fatwa dapat dibedakan dua bentuk berdasarkan asal usulnya yaitu fatwa kolektif dan fatwa individu (Fatah, 2010:140). Iftaa atau mengeluarkan fatwa lebih khusus daripada ijtihad. Ijtihad berarti melakukan kerja istinbath (mengeluarkan) hukum. Perbincangan mengenai istinbath begitu luas merangkumi semua hukum. Manakala mengeluarkan fatwa merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengeluarkan hukum bagi suatu perkara atau peristiwa yang tertentu saja (http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-fatwadan-hukumnya.html). Fatah (2010:65) menukil pendapat Imam Ahmad bahwa ia berkata tidak boleh seseorang mengangkat dirinya untuk berfatwa sebelum dia memiliki lima perkara yaitu: 1. Memiliki niat, bila belum memiliki niat maka tidak ada pada dirinya nur cahaya yang akan meneranginya. 2. Hendaknya memiliki ilmu pengetahuan, kesantunan, keagungan, dan ketenangan hati.
3. Hendaknya memiliki kekuatan untuk menguasai apa yang ada dalam dirinya dan menguasai ilmu pengetahuan. 4. Memiliki kecukupan dalam hidupnya kalau tidak ia akan dikuasai oleh manusia. 5. Hendaknya mengetahui hal ihwal manusia dan kehidupan sekitarnya. Pihak yang meminta fatwa tersebut bisa pribadi, lembaga maupun kelompok masyarakat (Qardhawi, 1997:5). Seorang mufti sebenarnya merujuk kepada perbuatan Nabi di dalam menjelaskan halal dan haramnya sesuatu. Dalam pemilihan pendapat yang akan difatwakannya itu, ia harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Dalam memilih pendapat yang akan difatwakannya ia harus ikhlas dan beritikad baik untuk mewujudkan kemaslahatan dan tidak merugikan siapa pun. 2. Memilih pendapat yang menurut keyakinannya benar dan kuat dalilnya (http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-fatwa-danhukumnya.html).
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 1. Letak Geografis Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) terletak di Dusun Gading tepatnya Rt 31 Rw 07, Desa Duren, Kacamatan Tengaran , Kabupaten Semarang. Dusun Gading merupakan dusun yang sangat padat penduduknya dengan wilayah pemukiman yang sangat sempit sehingga menjadi pemandangan yang langka jika seorang warga mempunyai rumah beserta halaman rumah dan pekarangannya. Dusun gading merupakan dusun yang sangat berlimpah ruah airnya karena dekat sungai serang yang jernih. Begitu juga Pondok Pesantren BUQ Gading lokasinya sangat sempit tetapi mempunyai sumber air bersih yang mudah. Sebagian besar penduduk gading bertani begitu juga pengasuh pondok mempunyai perkebunan dan persawahan. Adapun batas-batas wilayah Pondok pesantren BUQ Gading adalh sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan dusun Babadan b.
Sebelah selatan berbatasan dengan dusun Karangwuni
c. Sebelah barat berbatasan dengan dusun Ragilan d. Sebelah timur berbatasan dengan dusun Tanubayu 2. Sejarah singkat Berdirinya Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ)
Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) berdiri sekitar tahun 1982 oleh KH. Abdullah Hanif yang berasal dari dusun Gading Desa Duren Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, sedangkan istri beliau Hj. Anis Toharoh yang berasal dari desa Rimbu lor, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak. Ibu nyai Hj. Anis Thoharoh merupakan alumnus dari pondok pesantren huffadz BUQ Betengan Kabupaten Demak, sedangkan bapak KH.Abdullah Hanif alumnus dari pondok pesantren Al-Huda Petak kecamatan Susukan kabupaten Semarang. Menurut cerita dari KH. Abdullah Hanif, dahulu ada empat kyai yang setiap setiap melewati di depan musola Gading beliau menghadap kiblat sambil berdo’a yang intinya besok di samping musola ini akan ada pondok pesantren. Adapun keempat kyai itu adalah KH. Shirot dari Solo, KH. Zaenal dari Karanggede, KH. Toyib dan KH. Danasuri. Dengan perantara barokah do’a dari keempat kyai tadi terbentuklah pondok pesantren BUQ Gading. Semasa hidupnya, Nyai Hj. Anis Thoharoh sangat giat dalam menuntut ilmu, khususnya dibidang menghafal Al-Qur’an. Nyai Hj. Anis Thoharoh merupakan alumnus pondok pesantren BUQ Betengan Demak. Setelah selesai menghafal Al-Qur’an di Betengan, dia tabarokan Al-Qur’an kepada tuju (7) kyai atau pengasuh pondok. Dalam tabarokan kepada guru, dia mampu mengkatamkan 7 kali khataman tiap satu guru. Pondok yang menjadi tempat tabarokan Al-
Qor’an antaralain PP. Maunah sari Kediri, Pasuruan, Semarang, Kudus, dan Karangawen. Menurut penuturan Nyai Hj. Anis Thoharoh, keberhasilan mendirikan pondok bukan semata kepandainya tetapi karena barokah dari para kyai. Pondok pesantren BUQ Gading merupakan cabang dari pondok BUQ Betengan, Demak. Penamaan nama BUQ adalah saran dari KH. Harir dan ngalap berkah dari pengasuh pondok BUQ Betengan. Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) merupakan pondok yang mengajarkan Al-Qur’an yang berfokus pada hafalan AlQur’an. Selain itu juga mengajar seni baca Al-Qur’an (Tilawah) atau sering disebut Qori’. Pada mula berdirinya pondok, santri-santrinya berasal
dari
kerabat
dekat
dan
tetangga
dekat.
Metode
pembelajarannya dengan cara sorogan yang memang umum dipakai dikalangan pesantren salaf. 3. Masa Perkembangan Pada awalnya berdiri, pondok pesantren BUQ Gading hanya mempunyai sebuah rumah rumah sekaligus sebagai tempat belajar AlQur’an para santri. Pada perkembangan selanjutnya karena semakin bertambah santrinya maka pada tahun 1989 dibangunlah asrama untuk santi putra. Pada tahun 1992 dibangunlah asrama untuk santri putri. Selanjutnya asrama santri putra direnovasi yang dulunya lantai 2 menjadi lantai 4.
Alumnus dari pondok pesantren BUQ juga sudah ada yang mendirikan pesantren sendiri yang juga berfokus didalam menghafal Al-Qur’an. Santri-santri banyak dari luar daerah Gading seperti daerah Ambarawa, Demak, Boyolali, Wonososobo, Magelang dan juga luar jawa khususnya Lampung. Perkembangan santri cukup lumayan pesat. Pada perkembangan selanjutnya, pondok BUQ Gading juga mendirikan Madrasah Diniyah. Adapun ustadz-ustadznya berasal dari lulusan pondok pesantren kitab yang nyantri di pondok Gading. Tetapi pondok BUQ Gading tidak terlalu fokus dalam mempelajari kitabkitab salaf. Hafalan Al-Qur’an menjadi ciri khas pembelajaran pondok Gading. Pondok BUQ gading juga mendirikan Paket C dan Paket B. Adapun murid-murid siswa Paket C dan Paket B kebanyakan berasal dari santri. Ada juga dari masyarakat dusun Gading dan Masyarakat luar. Alumni juga ada yang ikut kejar Paket C dan Paket B. Waktu pelaksanaan kejar Paket habis isyak malam jum’at dan selasa. 4. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren BUQ Gading a. Sistem sorogan yaitu suatu metode dimana santri menyodorkan AlQur’annya kepada kyai atau bu nyai, kemudian santri membacanya dan apabila terdapat kesalahan, kyai atau Ibu nyai langsung membetulkannya.
b. Sistem weton atau biasa disebut system bandongan atau halaqoh yaitu metode dimana seorang kyai atau ustadz membaca dan menjelaskan sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah santrinya, masing-masing santri memegang memegang kitabnya sendiri, mendengarkan dan mencatat keterangan dari gurunya itu. 5. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren BUQ Gading Pondok pesantren BUQ Gading merupakan pondok yang mengfokuskan diri mencetak santri yang menghafalkan Al-Qur’an. Adapun waktu menghafalkan Al-Qur’an kepada bapak kyai adalah setiap habis magrib dan isyak. Hari jum’at untuk sorogan AlQur’annya libur. Selain menghafal Al-Qur’an kepada bapak kyai, santri putra juga sorogan Alqur’an kepada bu nyai. Dalam hafalan Al Qur’an memang spesialnya kepada Ibu nyai. Adapun waktunya ngaji Al-Qur’an kepada Ibu nyai adalah habis ashar dan sekitar jam 7 pagi. Dalam pembelajaran menghafal Al Qur’an dengan cara tatap muka kepada Bapak kyai dan Ibu nyai. Dalam seminggu minimal 8 kali tatap muka. Metode pembelajarannya ada 2 yaitu undakan (tambahan hafalan) dan deresan (mengulang bacaan yang sudah dihafal). Adapun bapak kyai khusus untuk deresan dan Ibu nyai undakan serta deresan. Deresan sorogan kepada Ibu nyai waktunya pagi dan untuk undakan sore sesudah asar. Untuk sorogan undakan biasanya 2 halaman tetapi ada juga yang satu halaman sesuai kemampuan para santri. Untuk sorogan deresan biasanya seperempat juz (5 halaman), setengah juz (
10 halaman) atau satu juz sesuai kemampuan masing-masing santri. Al Qur’an yang dipakai untuk hafalan adalah Al-Qur’an cetakan menara kudus (Qur’an pojok). Adapun tingkatan-tingkatan dalam pembelajaran Al Qur’an ada tiga tingkatan yaitu: 1) Tingkatan juz Amma yaitu menghafal juz 30. 2) Tingkat Bin Nadhor yaitu membaca keseluruhan juz dalam Al Qur’an serta menghafalan surat-surat pilihan seperti surat yasin, ar-rahman, al-waqi’ah dan lain-lain. 3) Tingkat Bil Ghoib yaitu menghafal seluruh Al Qur’an serta do’a khotmil Qur’an. KH.Abdullah Hanif tidak hanya mengajarkan Al-Qur’an dan kitab saja tetapi juga mengajar agar setiap santri untuk riyadhoh. Riyadhoh dalam pengertian dari bapak kyai adalah tirakat agar seseorang dapat dekat dengan Allah, terkabul hajatnya dan mendapat ilmu yang manfaat serta barokah. Adapun riyadhoh yang dilakukan para santri adalah: 1) Riyadhoh puasa dalail Al Qur’an. Setiap hari membaca 1 juz, 3 juz serta 5 juz sesuai dengan ijazah yang diminta santri. Waktunya puasa 1 tahun Hijriyah tanpa putus. 2) Riyadhoh puasa dalail khoirut yaitu selama 3 tahun tanpa putus. Amalannya membaca Sholawat dalail khoirot karangan Syekh
Sulaiman Al Jazuli. Membacanya sesuai hari yang sedang berlangsung. 3) Riyadhoh puasa daud yaitu 1 hari puasa, 1 hari tidak puasa. Amalan yang dibaca yaitu ada membaca Al Qur’an dan ada juga Dalail Khoirot. Sesuai dengan permintaan santri. Waktu puasa selama Tiga tahun. 4) Puasa tolak sihir selama 1 minggu. Dalam berbuka puasa tanpa menggunakan moto dan tidak makan makanan yang bernyawa (hewan). Adapun amalan yang dibaca ditentukan bapak kyai. 5) Puasa hizib juga selama 1 minggu berbuka puasa tanpa moto dan makanan bernyawa. Amalan bacaannya sesuai yang diinginkan santri. Contoh jenis bacaan hizibnya yaitu hizib darun, hizib bahr, hizib barqi, hizib nasor dan lain-lain. 6) Riyadhoh 41 hari yaitu santri berpuasa selama 41 hari dan setiap harinya harus mengkhatamkan satu gelondong Al Qur’an. Dalam riyadhoh 41 hari, santri diwajibkan berjama’ah 5 waktu. 6. Sistem Kegiatan Pondok Pesantren BUQ Setiap
pondok pesantren agar
diakui eksistensinya
harus
mempunyai sederet kegiatan sesuai dengan progam pondok. Begitu juga pondok pesantren BUQ Gading mempunyai progam kegiatan yang harus dilaksanakan oleh para santri. Jika tidak dilaksanakan, santri yang melanggar akan mendapatkan sanksi. Adapun tujuannya adalah agar santri dapat mandiri dan teratur dalam menjalani
kehidupannya
dikemudian
hari.
Adapun
rangkaian-rangkaian
kegiatannya adalah sebagai berikut. a. Setiap habis asar dan jam 7 pagi santri putra harus mengajukan sorogan Al Qur’an kepada bu nyai sedangkan untuk santri putri setiap setelah sholat subuh, magrib dan setelah sholat duha. Sedangkan kepada bapak kyai setiap habis magrib dan subuh (khusus santri putra). Hari jum’at dan senin sorogan Al Qur’anya libur. b. Setiap santri diwajibkan sholat berjama’ah 5 waktu beserta membaca wiridan sampai selesai. Tempatnya di aula putra c. Setiap santri diwajibkan mengikuti jama’ah sholat duha dan membaca sholawat 1000 X beserta wiridan lainnya. Adapun tempatnya di aula putra. d. Setiap santri diwajibkan mengikuti mujadah sholat tasbih beserta wirid-wiridnya setiap malam jum’at sampai selesai. Adapun tempatnya di aula putra. e. Santri diwajibkan mengikuti diba’an setiap malam senin. Adapun tempatnya di aula santri putra dan aula santri putri. f. Setiap santri diwajibkan mengikuti mujadah membaca manakib dan dalail khoirot pada jum’at sesudah jama’ah subuh dan senin sesudah jama’ah sholat subuh. g. Setiap santri diwajibkan mengikuti madrasah diniyah sesudah sholat zuhur kecuali hari jum’at dan senin libur.
h. Setiap santri diwajibkan mengikuti tartilan dan qori’an (seni membaca Al Qur’an) setiap malam sabtu sesudah sholat magrib dan hari senin sesudah sholat zuhur. i. Bagi yang sudah ijazah dalalail khoirot diwajib mengikuti mujadah lapanan pada hari minggu sesudah sholat isyak. j. Bagi santri yang menghafal Al Qur’an diwajibkan mengikuti deresan wajib sesudah sholat isyak kecuali malam senin dan jum’at. k. Setiap malam jum’at sesudah sholat isyak diwajibkan mengikuti ngaji kitab bagi yang menghafal Al Qur’an. l. Ro’an (kerja bakti Pondok) setiap jum’at disekitar lokasi Pondok. m. Semaan lapanan Al Qur’an setiap sabtu sampai selesai bagi santri putra dan hari minggu sampai selesai bagi santri putri. Adapun tempat di masing-masing aula. n. Pengajian lapanan setiap hari selasa sesudah solat zuhur sampai selesai. o. Ro’an (kerja bakti pondok) sesuai dengan kebutuhan. p. Bagi yang ikut dalem harus bantu-bantu di kebun dan sawah. 7. Sarana dan prasarana Dalam proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik jika didukung sarana dan prasarana yang memadai. Adapun keadaan sarana dan prasarana di pondok pesantren BUQ Gading cukup memadai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel. 3.1 Sarana dan Prasarana NO
Nama/Jenis barang
Jumlah
Keadaan
1
Kamar santri
14 ruang
Baik
2
Kantor pondok
3 ruang
Baik
3
Ruang tamu
2 ruang
Baik
4
Aula
3 ruang
Baik
5
Kamar mandi/wc
10 ruang
Baik
6
Tempat wudhu
3 ruang
Baik
7
Ruang pertemuan
2 ruang
Baik
8
Koperasi
1 ruang
Baik
9
Tempat riyadhoh
2 ruang
Baik
10
Dapur
2 ruang
Baik
11
Gudang
2 ruang
Baik
12
Garasi
1 ruang
Baik
13
Computer
2 buah
Baik
8. Tenaga Edukatif Madrasah Diniyah Tenaga edukatif madrasah diniyah pondok pesantren BUQ Gading berasal dari keluarga bapak kyai dan para santri senior. Dari tahun ketahun biasanya terjadi perubahan para ustadznya dikarenakan ustazdnya sudah ada yang boyong (pindah atau menetap di rumah). Adapun tenaga edukatif madrasah diniyah BUQ Gading berdasarkan tahun 2013 adalah sebagai berikut: Tabel. 3.2 Tenaga Edukatif Madrasah Diniyah Pondok Pesantren BUQ Gading, Duren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang
No 1
Asatidz/asatidzah Aufa Abdillah
Pelajaran Qori’, Ta’lim muta’alim’ dan Jazariyah
2
Yasin Muharrar
Tibyan Fiadabil Qur’an, durotun nasikhin dan Tauhid.
3
Lukman Khakim
Tajwid dan Tauhid
4
Nukman Khamid
Fiqih dan Iqro’
5
Ibdal mustapid
Iqro’
6
Fuad nasir
Fiqih
7
Irkam Murtadho
Tajwid
8
Najikha
Akhlaq dan Alala
9
Zulfa Indra
Bahasa Arab
10
Indana zulfa
Fasolatan
11
Syarifa
Iqro’
12
Lilik
Do’a-do’a
13
Luluk baroroh
Tarekh Nabi
14
Dewi
Fasolatan
15
Nur kholis
Fatkhul Qorib
9. Struktur Organisasi Tabel 3.3 Struktur Organisasi
PENGASUH PONDOK KH. ABDULLOH HANIF
KETUA 1 KETUA 2
BENDAHARA 1 : NUQMAN H BENDAHARA 2 : DEWI M
: ABDUL HARIS : KHUMAIDAH
SEKRETARIS 1 : NAWIR SEKRETARIS 2 : NAJIKHA
SEKSI PENDIDIKAN
SEKSI KEBERSIHAN
SEKSI KEAMANAN
SEKSI PERLENGKAPAN
NUR KHOLIS
ALI M
ROZAK
SODIKIN
ZULFA
LIA Q A
SYARIFA
NURUL
B. Persepsi Santri, Alumni dan Masyarakat Terhadap Fatwa Larangan Pernikahan Antar Santri Pondok Pesantren BUQ Gading Tabel 3.4 Daftar Hasil Wawancara dengan para Santri No Nama
L/P
Alamat
Umur Tanggapan
1
L
Kopeng
25
Irkam
Tidak boleh. Takut kuwalat dengan guru dan ilmu tidak barokah serta tidak manfaat
2
Zaki
L
Sepakung,
24
Banyu biru
Tidak boleh. Takut tidak mendapat berkah dari guru
3
Munawer
L
Grabag,
22
Magelang
Tidak boleh. Takut dengan guru
4
5
Fuad Naser
Firman
L
L
Kaliwungu,
22
Tidak Boleh.
Kab
Takut kepada
Semarang
guru
Pecangaan
19
Jepara
Tidak boleh. Takut kepada guru
6
Nukman Hamid
L
Rajek
22
Tidak boleh.
Godong
Takut kepada
purwodadi
guru, ilmunya
tidak bermanfaat 7
Mahfud
L
Jetis,
18
Susukan
Tidak boleh. Takut kepada guru
8
Arif
L
Guwo,
18
Boyolali
Tidak boleh. Takut kepada guru
9
Rozaq
L
Jeporo
22
Tidak boleh. Takut tidak mendapat berkah dari guru
10
Sodikin
L
Banyubiru
23
Tidak boleh. Takut kepada guru, ilmunya tidak bermanfaat
11
Sidik
L
Gondang
19
Boyolali
Tidak boleh. Takut tidak mendapat berkah dari guru
12
Lia Qodriyatul
P
Pemalang
22
Afidah
Tidak boleh. Takut kepada guru dan ilmu tidak berkah serta tidak manfaat
13
Najikha
P
Batang
29
Tidak boleh. Takut kepada
guru, ilmunya tidak berkah dan rumah tangganya tidak sakinah 14
Dewi
P
Ambarawa
20
Tidak boleh. Takut kepada guru
15
Nurul
P
Wonosobo
20
Tidak boleh. Takut kepada guru
16
Ulinuha
L
Ambarawa
17
Tidak boleh. Takut kepada guru
17
Saepudin
L
Gondang
16
Boyolali
Tidak boleh. Takut kepada guru
18
Siti Qodria
P
Kacangan,
22
Boyolali
Tidak boleh. Takut kepada guru
19
Saroh
P
Guwo
21
Boyolali
Tidak boleh. Takut kepada guru
20
Nur Jannah
P
Guwo
20
Boyolali
Tidak boleh. Takut kepada guru
21
Toyyib
L
Susukan
22
Tidak boleh.
Takut kepada guru
22
Guruh
L
Gemolong
19
Sragen
Tidak boleh. Takut kepada guru
23
Kuntimuttammimah P
Boyolali
19
Tidak boleh. Takut kepada guru, takut ilmunya tidak berkah
24
Fida
P
Pemalang
18
Tidak boleh. Takut kepada guru
25
Rima
P
Ambarawa
19
Tidak boleh. Takut kepada guru
26
Nurul Handayani
P
Lampung
20
Sumatra
Tidak boleh. Takut ilmunya tidak berkah
27
Warsi lailatunnur
P
Lampung
19
sumatra
Tidak boleh. Takut kepada guru
28
Dewi sinta
P
Lampung sumatra
18
Tidak boleh. Takut kepada guru
29
Faizah
P
Suruh
22
Tidak boleh. Takut kepada guru. Aturan harus ditaati
30
Indana Zulfa
P
Bedono
22
Jambu
Tidak boleh. Takut ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat
31
Luluk Baroroh
P
Klaten
20
Tidak boleh. Takut ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat
32
Nafis
P
Sepakung,
17
Banyu biru
Tidak boleh. Takut kepada Guru
33
Khoriul Ana
P
Kendal
15
Tidak boleh. Takut ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat
34
Halimah
P
Mangkang
26
Semarang
Tidak boleh. Aturan guru harus ditaati agar ilmu berkah dan manfaat
35
Kholiyah
P
Senggrong Pabelan
20
Tidak boleh. Takut kepada guru
36
Uma
P
Karenggede
22
Boyolali
Tidak boleh. Takut kepada Guru
37
Elma
P
Ambarwa
18
Tidak boleh. Takut kepada Guru
38
Nurul Hidayah
P
Boyolali
17
Tidak boleh. Takut kepada Guru
39
Layyin
P
Temanggung 16
Tidak boleh. Takut kepada Guru
40
Nurul Syarifa
P
Ambarawa
18
Tidak boleh. Takut kepada Guru
41
Anam
P
Jepara
22
Tidak boleh. Takut kepada Guru
42
Nurrohmah
P
Senggrong
20
Tidak boleh.
Pabelan kab
Takut kepada
Semarang
Guru ,Takut nanti teman menjauh
43
Mustafiah
P
Senggrong Pabelan kab Semarang
20
Tidak boleh. Takut kepada Guru
44
Laili
P
Klaten
18
Tidak boleh. Takut kepada Guru
45
Ufia
P
Serang
18
Tidak boleh. Takut kepada Guru
46
Wafiq
P
Susukan
18
Tidak boleh. Takut kepada Guru
47
Anis
P
Demak
17
Tidak boleh. Takut kepada Guru
Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan di pondok pesantren BUQ Gading bahwa 100% para santri tidak memperbolehkan seorang santri melakukan pernikahan antar santri dalam satu pondok sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Guru (pengasuh). Adapun alasan yang disampaikan para santri yang tidak memperbolehkan menikah antar santri dalam satu pondok yaitu diantaranya: 1. Para santri tidak berani melakukan pernikahan antra santri karena takut kepada guru. Memang guru (kyai) sangat disegani sehingga perkataan merupakan aturan yang harus ditaati.
2. Para santri takut ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat didalam masyarakat. 3. Para santri takut kalau melakukan pernikahan rumah tangganya tidak sakinah kalau melawan aturan guru. 4. Santri takut kuwalat kepada guru jika melawan aturan guru Adapun menurut seorang santri senior yang sudah mondok sekitar 13 tahun yang bernama Irkam mengatakan bahwa: “ Di pondok BUQ Gading para santri tidak berani melakukan pernikahan antar santri karena takut kuwalat kepada guru yang telah mendidiknya secara iklas tanpa mengharap imbalan. Para santri takut kalau melanggar aturan larangan menikah dengan santri, tidak akan diakui sebagai santri. Selain itu takut kalau ilmunya nanti tidak berkah dan manfaat karena yang diharapkan santri mencari ilmu di pondok tidak hanya berhasil menghafal tetapi juga mengharap keberkahan dan kemanfaatan ilmunya serta ridho dari seorang guru. Jadi jika melanggar aturan sudah pasti seorang guru tidak akan meridhoinya dan putus hubungan antar murid dengan guru. Selain itu juga takut terkucilkan pergaulan dengan para santri.
Tabel 3.5 Daftar Hasil Wawancara dengan Alumni NO Nama
L/P Alamat
Umur Tanggapan
1
L
24
Faridhon
Ambarawa
Tidak boleh. Takut
kuwalat
kepada
guru 2
Fuad
L
Jepara
24
Tidak boleh. Takut kepada bapak dan ibu nyai
3
Salam
L
Klego Boyolali
23
Tidak boleh. Takut kepada guru
4
Abdul Haq
L
Demak
24
Tidak boleh. Takut kepada guru ilmunya
dan tidak
berkah 5
Ali Makhrus
L
Demak
27
Tidak boleh. Takut kepada guru
6
Miftah
L
Jepara
24
Tidak boleh. Takut kepada guru
7
Agus
L
Suruh
28
Sulaiman 8
Khamdan
Tidak boleh. Takut kepada guru
L
Madiun
30
Tidak boleh. Takut kepada guru
9
Kandik
L
Bawen
28
Tidak
boleh.
Karena pernikahannya tidak diridhoi guru
10
Nurul Komar L
Kacangan
28
Boyolali
Tidak boleh. Aturan harus ditaati karena demi
kebaikan
bersama 11
Zeni
L
Ungaran
29
mahmud
Tidak boleh. Takut ilmunya
tidak
berkah dan tidak bermanfaat karena melawan
aturan
guru 12
Mukminin
L
Suruh
29
Tidak boleh. Takut kepada guru
14
Zaenal
L
Tengaran
31
Tidak boleh karena ucapan merupakan
guru aturan
yang harus ditaati 15
Bahrudin
L
Karanggede
33
Tidak boleh karena takut
dianggap
murid yang durhaka 16
Muid
L
Sumatra
28
Tidak boleh. Takut ilmunya
tidak
berkah dan tidak manfaat
dimasyarakat 17
Adi Maulana
L
Sukoharjo
22
Tidak boleh. Takut kepada guru
18
Hidayat
L
Karanggede
34
Tidak boleh. Takut ilmunya
tidak
berkah dan tidak manfaat 19
Nurkhamim
L
Tengaran
33
Tidak boleh karena takut kepada guru
20
Nur kholis
L
Tengaran
40
Tidak boleh. Takut ilmunya
tidak
berkah dan tidak manfaat serta tidak dianggap santrinya lagi 21
Nur Hadi
L
Suruh
42
Tidak boleh. Aturan harus ditaati
22
Junaedi
L
Salatiga
45
Tidak boleh. Takut ilmunya
tidak
berkah dan tidak manfaat serta tidak dianggap santrinya lagi.
23
Beben
L
Demak
37
Boleh.
Kalau
memang
jodoh
harus gimana 24
Bisri
L
Banyu Biru
39
Boleh. Tidak ada larangannya dalam Alqura’an
dan
Hadist 25
Taufik
L
Ungaran
32
Boleh. Tidak ada larangannya dalam Alqura’an
dan
Hadist 26
Kamala
P
Ungaran
28
Tidak boleh. Takut kepada guru
dan
ilmu tidak berkah 27
Sofiah
P
Ambarawa
27
Tidak boleh. Takut kepada guru
28
Zakiyah
P
Bandungan
22
Tidak boleh. Takut kepada guru
29
Ainur
P
Karangayar
25
Tidak
boleh.
Perkataan
guru
harus dipatuhi 30
Mukharis
L
Sruwen
42
Tidak boleh karena melawan
guru
mengakibatkan terputus hubungan antara
santri dan
guru 31
Muh romin
L
Sruwen
40
Tidak
boleh.
Peraturan
guru
harus ditaati agar ilmunya berkah 32
Dina
P
Sruwen
27
Tidak boleh. Takut kepada guru
33
Sofik
P
Jepara
37
Boleh. Tidak ada tuntunan
dalam
syariat islam 34
Ima
P
Semarang
30
Tidak boleh. Jika melanggar kuwalat
akan terhadap
guru 35
Irma melati
P
Semarang
28
Tidak boleh. Takut dianggap
menjadi
murid
durhaka
sehinnggga ilmunya tidak berkah 37
Hidayat
L
Karanggede
Tidak boleh. Takut
ilmunya
tidak
berkah dan tidak manfaat 38
Siti
P
Karanggede
29
khoiriyah
Tidak boleh. Takut ilmunya
tidak
berkah dan tidak manfaat 39
Zaki Ahmad
L
Karanggede
30
Tidak boleh. Takut ilmunya
tidak
berkah dan tidak manfaat 40
Baidhowi
L
Purwodadi
27
Tidak boleh. Takut kepada guru
41
Lukman
L
Wonosegoro
31
Hakim
Tidak boleh. Takut perbuatannya tidak diridhoi guru
42
Hidayah
P
Bandungan
24
Tidak boleh karena takut guru marah
Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan di pondok pesantren BUQ Gading bahwa 90,5% para alumni tidak memperbolehkan pernikahan antar santri sedangkan yang memperbolehkan adalah hanya 9,5%. Adapun alasan yang disampaikan para alumni
yang tidak
memperbolehkan menikah antar santri dalam satu pondok tidak beda jauh dengan alasan para santri. Alasan para alumni adalah: 1. Takut kepada guru karena melanggar aturan. 2. Takut ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat. 3. Takut perbuatannya tidak diridhoi oleh guru. 4. Takut kalau gurunya marah karena marahnya seorang guru sangat berbahaya. 5. Takut tidak dianggap menjadi santri ( santri durhaka) dan putus hubungan antara guru dan alumni 6. Peraturan seorang guru (kyai) harus ditaati demi kepentingan bersama. Adapun opini alumni yang memperbolehkan menikah antat santri adalah karena tidak ada aturan dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga aturan itu boleh dilanggar dan jika memang sudah menjadi jodoh tidak dapat ditolak. Berdasarkan wawancara dengan alumni yang bernama Iqrom bahwa dia pernah ingin menikah dengan santri yang bernama anik. Dia mempunyai opini bahwa aturan itu boleh dilanggar karena tidak ada aturannya dalam Al Qur’an dan Hadist. Untuk lebih memantabkan keinginannya, dia minta nasehat dari gurunya yang sekarang mengajar. Dia menerangkan bahwa kalau pondoknya yang dulu mencari ilmu tidak memperbolehkan menikah antar santri. Tidak disangka kyai yang sekarang mengajar mengatakan “ koe ojo nuruti nafsumu”. Padahal yang
diharapkan Dia agar kyai yang mengajar sekarang meridhoi niatnya menikah. Dapat disimpulkan bahwa kyai lain juga menyetujui larangan nikah itu. Hal itu dikarenakan kyai membuat aturan berdasarkan istikharoh dan meminta petunjuk Allah, bukan sekedar menuruti nafsu. Berdasar keterangan dari Alumni yang bernama Haji Mukhid jika ilmunya ingin berkah dan tidak manfaat harus mentaati peraturan tentang larangan menikah antar santri. Menurut Haji Mukhid orang nyantri itu tidak hanya mengandalkan kecerdasannya tetapi juga mengharap ridho dan do’a dari seorang kyai agar kelak ilmunya berkah dan manfaat. Dengan demikian jika seorang santri yang berani melawan aturan guru dapat mengakibatkan ilmunya tidak berkah dan manfaat meskipun dia santri yang sangat cerdas. Menurut Haji Mukhid bahwa santri yang taat kepada kyai ilmunya berkah dan manfaat dengan bukti alumni dari pondok BUQ Gading yang bertempat di Sumatra banyak yang mempunyai pondok seperti mbak dewi, mbk nurul istiqomah, mbak muslimah, mbak binti dan mbak anis. Di Sumatra ada satu santri yang melanggar aturan larangan menikah antar santri sehingga ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat. Jika memang keadaannya harus melanggar aturan harus mencari guru lagi agar sanad Al-Qur’annya tidak putus. Adapun dari alumni jawa tengah juga banyak yang mempunyai pondok seperti mbak sri, mbak kunah, mbk nurul, mbak Irma dan masih banyak yang lainnya. Tabel 3.6 Daftar Hasil Wawancara Dengan Masyarakat No Nama
L//P RT Umur
Tanggapan
1
Mustani
L
32
20
Tidak boleh. Takut jika gurunya marah sehingga mengakibatkan ilmu tidak berkah.
2
Mustofa
L
31
29
Tidak boleh. Takut kepada pak kyai
3
Nugroho
L
30
18
Tidak boleh. Takut kepada pak kyai
4
Nur Rofikoh
P
31
22
Tidak boleh. Jika melanggar akan mengakibatkan ilmu tidak berkah dan tidak manfaat serta sanad AlQur’annya terputus
5
Lathif
L
32
19
Tidak boleh. Takut kepada guru
6
Yusri
L
33
35
Tidak boleh. Jika melanggar akan mengakibatkan ilmu tidak berkah dan tidak manfaat serta takut tidak dianggap menjadi santri
7
Adi Hasan
L
32
19
Tidak boleh. Takut terhadap pak kyai
8
Rokhati
P
31
37
Tidak boleh. Aturan harus ditaati agar ilmu bermanfaat dan berkah
9
Makhasin
L
31
40
Tidak boleh. Jika melanggar aturan menyebabkan ilmu tidak berkah dan tidak manfaat
10
Nasrudin
L
31
20
Tidak boleh. Takut terhadap pak kyai
11
Muhlisin
L
33
29
Tidak boleh. Takut terhadap pak kyai
12
Abdul Khafid
L
31
30
Tidak boleh. Takut terhadap pak kyai
Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan di pondok pesantren BUQ Gading bahwa 100% masyarakat yang ikut ngaji di pondok tidak memperbolehkan seorang santri melakukan pernikahan antar santri dalam satu pondok sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Guru (pengasuh). Adapun alasan yang disampaikan masyarakat tidak beda jauh dari persepsi santri dan alumni. Adapun alasannya yaitu diantaranya: 1. Takut kepada guru atau kyai. 2. Takut ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat jika melanggar aturan guru. 3. Takut tidak anggap sebagai santri (murid) oleh kyai. 4. Takut sanad Al Qur’annya terputus karena melanggar aturan kyai sehingga menyebabkan santri tidak diakui menjadi muridnya kyai. C. Alasan atau Dasar Hukum Pengasuh Membuat Fatwa Larangan Menikah Antar Santri Dalam lingkungan pesantren sudah menjadi tradisi bahwa setiap santri baru yang akan mendaftar harus sowan kepada bapak kyai. Dalam
mendaftar, santri baru harus disertai dengan wali santri atau orang tuanya. Wali santri menyerahkan atau memasrahkan anaknya (calon santri) kepada bapak kyai agar anaknya dididik ilmu agama. Di sini terjadi perpindahan tanggung jawab keberlangsungan hidup santri dari orang tua kepada bapak kyai. Bapak kyai mempunyai kewenangan khusus untuk mendidik santrisantrinya tanpa campur tangan wali santri. Wali santri hanya bertugas mencarikan nafkah kehidupan anaknya di pesantren. Setelah penyerahan tanggung jawab keberlangsungan kehidupan santri, secara otomatis santri menjadi bagian keluarga besar pondok pesantren yang diasuh oleh bapak kyai. Setiap pondok mempunyai aturan tersendiri demi tercapainya tujuan yang diinginkan bersama. Telah kita ketahui bahwa santri yang mondok di pondok pesantren BUQ Gading sudah menjadi keluarga baru (mahrom). Dengan pertimbangan ini, bapak kyai membuat aturan yang bertujuan untuk tercapainya tujuan yang diinginkan santri, wali santri dan pengasuh. Aturan itu adalah berupa larangan nikah antar santri di lingkungan pondok pesantren BUQ Gading. Setiap santri harus mentaati fatwa atau aturan yang dibuat pengasuh, demi tercapainya tujuan bersama dan kestabilan pondok pesantren. Dalam Pesantren ada lima elemen dasar yang menjadi tradisi pondok pesantren yaitu: santri (murid yang belajar mengaji kepada kyai), pondok (asrama bagi para santri), masjid, pengajaran kitab-kitab klasik,
dan kyai ( Huda, 2005:4). Dari 5 elemen dasar diatas pondok pesantren BUQ Gading terdapat semuanya. Dari kelima elemen dasar diatas, biasanya asrama antar santri putra dan asrama putri terpisah agak jauh atau ada sekat yang memisahkan. Sekat yang memisahkan asrama putra dan putri menyebabkan mereka tidak mengenal bahkan tidak pernah saling melihat. Interaksipun jarang terjadi karena kegiatan santri putra dan putri tidak bersamaan, kalaupun bersamaan sangat jarang dilakukan. Hanya dalam kegiatan-kegiatan tertentu yang mungkin hanya beberapa kali dalam setahun. Bagi kalangan pondok pesantren salaf merupakan pemandangan yang langka atau sakral antara santri putra dan santri putri dapat saling mengenal. Apalagi para santri putra dengan santri putri saling bertemu dan ngobrol-ngobrol. Hal itu dikarenakan antara asrama putra dengan asrama putri terpisah agak lumayan jauh. Selain itu sistem kegiatannya juga tidak dijadikan satu. Seperti contoh di pondok huffadz Nazalal Furqon Tingkir sebagian besar santri putra tidak mengenal santri putri. Apalagi bertemu dan ngobrol, merupakan suatu hal yang langka. Di pondok pesantren BUQ Gading tidak menjadi suatu pemandangan yang langka antara santri putra dan santri putri saling bertemu. Bahkan antara santri putra dan putri saling mengenal dan akrab layaknya sebuah keluarga. Para santri saling ngobrol dan bertemu menjadi suatu hal yang biasa. Ada juga yang menjalin hubungan asmara atau saling mencintai.
Kalau anak muda sering disebut dengan pacaran (pasangan kekasih). Tetapi hanya masih sesuai dengan syariat islam. Adapun yang mengakibatkan para santri putra dan putri saling mengenal adalah jarak asrama putra dan asrama putri yang berhadap-hadapan sehingga memungkinkan para santri saling memandang.
Fator-faktor yang
menyebabkan santri putra dan putri saling mengenal adalah dikarenakan terdapat sederetan kegiatan yang membuat mereka saling berinteraksi dan mengenal satu sama lain. Berdasarkan pengamatan penulis, kegiatankegiatan yang menyebabkan para santri saling bertemu dan mengenal sama lain adalah sebagai berikut: 1. Para santri saling bertemu ketika mereka sedang belanja di koperasi untuk kebutuhan sehari. Dalam moment ini santri saling betatap muka dan memungkinkan saling mengenal. Mungkin ini faktor yang paling dominan. 2. Para santri saling bertemu ketika ngaji di madrasah diniyah. Para santri putra dam putrid menjadi satu dalam belajar. 3. Para santri saling bertemu ketika berjama’ah karena putra dan putri jama’ah sholatnya dijadikan satu di aula putra. Baik jama’ah sholat duha maupun sholat fardhu 5 waktu. 4. Para santri saling bertemu ketika sekolah Paket C dan Paket B bagi yang ikut progam ini. 5. Para santri saling bertemu ketika ro’an (kerja bakti pondok). Dalam moment ini santri sangat leluasa untuk saling ngobrol dan mengenal
satu sama lain. Kegiatan ro’an bersama-sama antara santri putra dan putri jika ada kerjaan yang memang harus dikerjakan bersama-sama. Contoh ro’an yang melibatkan para santri putra putri seperti mengambil kayu bakar, menjemur kayu yang masih basah, ro’an ke ladang perkebunan untuk panen, ro’an pergi kesawah, ro’an menjemur padi. Mengenai ro’an secara bersama-sama harus dapat izin dari pengasuh. Tujuan pengasuh mengadakan kegiatan ro’an agar santri dapat berlatih bekerja dan mandiri sehingga para santri tidak merasa cangguh apapun yang dihadapi setelah mereka pulang. 6. Khusus untuk santri yang ikut dalem paling sering dapat bertatap muka dengan semua santri. Dari seluruh rangakaian kegiatan diatas menyebabkan santri putra dan putri saling mengenal satu sama lain. Hal itu juga dikarenakan asrama putra dan putri terlalu dekat dan berhadap-hadapan. Faktor yang menyebabkan terlalu dekat asrama putra dan putri adalah lokasi pekarangan yang sangat sempit. Dalam pepatah jawa mengatakan “jalaran tresni mergo kulino”, maka dari itu para santri putra dan putri ada sebagian yang saling mencintai karena sering bertemu dan akrab. Jika ada kutub positif dan negativ saling bertemu maka akan saling tarik menarik, itulah yang terjadi hukum kelistrikan. Mungkin demikan kejadiannya yang terjadi dikalangan para santri putra dan putri pondok pesanter BUQ Gading.
Berdasarkan fenomena diatas menyebabkan pengasuh (kyai) membuat aturan melarang pernikahan antar santri dalam satu pondok. Menurut K.H Abdullah Hanif dalam membuat aturan itu sudah dilakukan pertimbangan dan sholat istikharoh meminta petunjuk Allah SWT. Aturan ini memang kontraversial dikalangan kyai yang tidak mengatuhi kondisi pesantren serta bagi yang tidak mengetahui sejarahnya. Berdasarkan penuturan K.H Abdullah Hanif pernah ada kyai yang tidak setuju dengan aturan itu. Mereka adalah K.H Magfhur sarmadi yang sekaligusnya gurunya K.H Abdullah Hanif dan almahrum K.H Sidik yang merupakan sahabat karib K.H Abdullah Hanif. Mereka berdua mendatangi rumah kediaman pengasuh pondok pesantren BUQ.Terjadi perbincangan mengenai aturan larangan nikah antar santri. K.H Sidik memohon agar aturan larangan nikah dicabut agar tidak terjadi kontraversial dikalangan santri. K.H Abdullah Hanif menjelaskan dengan rinci mengenai alasan pembuatan aturan itu. Setelah dijelaskan dengan rinci K.H Sidik dapat menerima alasan itu. Mengenai penolakan yang dilontarkan K.H Magfhur, bapak K.H Abdullah Hanif tidak berani menanggapi karena K.H Magfhur merupakan gurunya sendiri Sehingga Ibu nyai Anis berkata biarlah saya yang akan menjelaskan kepada K.H Magfhur tentang larangan nikah antar santri. Ibu nyai Anis Taharah berani menjawab dan menjelaskan mengenai penolakan yang disampaikan K.H Magfhur karena dia bukan termasuk murid K.H Magfhur dalam menuntut ilmu khususnya menghafal Al-Qur’an. Disini
dapat disimpulkan bahwa seorang kyai sangat disegani oleh muridmuridnya. Berdasarkan penuturan ibu nyai Anis Taharah, dalam membuat aturan itu tidak harus berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Jadi boleh-boleh saja membuat aturan larangan nikah antar santri. Selain alasan-alasan diatas, Ibu nyai Anis Mutaharah juga menambahkan alasan aturan pelarangan nikah antar santri. Menurut dia, dalam menghafal Al-Qur’an santri itu ada tiga cobaan yaitu harta, orang tua dan wanita. Ketika orang sudah belajar sungguh-sungguh tetapi harta (biaya) tidak mampu, kebanyakan mereka gagal dalam menghafal. Begitu juga ketika santri menghafal, kadang orang tua mengharapkan anaknya untuk di rumah maka kebanyakan mereka akan gagal dalam menghafal. Yang ketiga adalah godaan santri untuk menikah sebelum selesai menghafal. Pondok pesantren BUQ Gading bukanlah tempat untuk mencari jodoh tetapi tempat mencari ilmu. Maka dari itu berdasar pertimbangan-pertimbangan diatas dengan tegas ibu nyai Anis Taharah membuat aturan larangan menikah antar santri dalam pondok. Kebanyakan santri yang mempunyai hubungan serius, sebelum menikah dibubarkan hubungan mereka. Bagi yang sudah menghafalkan Al-Qur’an 30 juz, pengasuh akan mencarikan suami atau istri yang diinginkan oleh santri. Jadi harapan pengasuh dalam menghafalkan Al-Qur’an, para santri jangan terlalu memikirkan jodoh dan jangan melakukan hubungan antar santri yang berlawanan jenis (pacaran). Dalam islam tidak ada pacaran, pacaran yang dibolehkan adalah setelah menikah.
Berdasarkan wawancara dengan pengasuh bahwa larangan menikah antar santri hanya berlaku bagi santri yang mukim. Jadi santri yang ikut ngaji klaju (tidak mukim) tidak berlaku aturan ini. Fatwa larangan nikah akan berakhir jika asrama pondok putra sudah dibangun dengan jarak yang terpisah atau agak jauh. Asrama putra yang akan dibangun berjarak sekitar 200 meter.
BAB IV ANALISIS A. Persepsi Santri, Alumni dan Masyarakat Sekitarnya Terhadap Fatwa Larangan Pernikahan Antar Santri Persepsi santri, alumni dan masyarakat terhadap larangan menikah antar santri terbagi menjadi dua yaitu yang patuh terhadap fatwa (tidak boleh menikah antar santri) dan yang tidak patuh terhadap fatwa (mempunyai opini boleh menikah antar santri). Tetapi sebagian besar mempunyai persepsi tidak boleh menikah antar santri dalam satu pondok. Hanya segelintir alumni yang mempunyai persepasi tentang kebolehan menikah antar santri dalam satu pondok. Adapun faktor yang mendorong para santri, alumni dan masyarakat tidak melakukan pernikahan antar santri adalah sebagai berikut: 1. Takut terhadap kyai karena jika melanggar akan membuat kyai murka sehingga menyebabkan santri dan alumni tidak berani lagi bertemu dengan kyai. Apalagi silaturrohim ketempat kyai menjadi tidak berani. 2. Takut jika melanggar aturan atau fatwa, akan menyebabkan ilmu yang diperoleh tidak berkah dan manfaat. Di kalangan santri sangat menyakini bahwa seorang kyai dapat membawa keberkahan dan kemanfaatan terhadap ilmu yang dimiliki karena do’a-do’anya sehingga jika melanggar aturan menyebabkan do’a kyai terhadap santri akan terputus.
3. Terkait dengan keberkahan ilmu dari guru atau kyai sangat dipengaruhi dengan kitab-kitab klasik yang santri yang pelajari. Menurut Imam Burhanul Islam Azzarnuji dalam kitab ta’limul muta’allim (2012:60) “barang siapa yang menyakiti Guru atau Kyainya, maka dia akan dihadapkan dengan terhalangnya barokah ilmu dan tidak akan pernah mengambil kemanfaatan ilmu kecuali sedikit. Ta’limul muta’allim merupakan kitab klasik yang selalu dipakai dalam pembelajaran pondok pesantren salaf termasuk pondok pesantren BUQ Gading. Dengan demikian jika melanggar aturan larangan menikah
antar
santri sangat ditakuti karena
dapat
menghilangkan keberkahan dan kemanfaatan ilmunya. 4. Keberadaan berkah tidak dapat terlihat langsung secara indrawi maupun lahiriah tetapi dapat dirasakan. Sesuatu yang dirasakan mempunyai nilai tambah padahal lahiriahnya tidak atau malah berkurang, dikatakan mempunyai barokah. Contohnya harta yang dizakati secara lahiriah berkurang namun pada hakikatnya mempunyai barokah atau diberkati karena kekurangan tersebut secara tidak langsung mendatangkan rizki lain. Melakukan sesuatu tanpa membaca basmalah secara lahir tidak berbeda dengan melakukannya membaca basmalah. Ada nilai tambah yang tidak terlihat tetapi terkadang terasa. Jika Allah memberikan keberkahan kepada sesuatu , maka sesuatu itu akan mendapatkan kebaikan yang banyak dan berkesinambungan. Manfaat berkah yang sangat besar, maka umat Islam dari zaman ke
zaman berusaha mencari keberkahan dalam setiap celah kehidupan. Barokah bersifat batin , maka tidak semua cirri-cirinya dapat terlihat dengan indra. Keberkahan sesuatu dapat dirasakan karena adanya manfaat manfaat lebih dari sebuah pekerjaan atau sesuatu yang dimiliki. Contohnya seorang yang mempunyai ilmu meskipun sedikit tetapi manfaat bagi masyarakat. Ini termasuk tanda-tanda ilmu tersebut diberkati. Dari penjelasan di atas, tampak jelas bahwa secara garis besar berkah atau barokah memiliki dua arti, pertama tumbuh dan tambah (Annumuwwu
dan
Az-ziyadah),
yang
kedua
kebaikan
yang
berkesinambungan (Noval, 2012:62-64). Begitu dikalangan santri sangat mengharapkan keberkahan ilmu dari guru. Para santri mempunyai keyakinan meskipun ilmunya sedikit jika mendapatkan keberkahan dari guru akan menjadi banyak. 5. Takut jika melanggar aturan larangan menikah antar santri akan menyebabkan mereka tidak akan diakui sebagai santri sehingga menyebabkan hubungan antar santri dan kyai akan terputus. Dengan demikian menyebabkan sanad kemutawatiran Al-qur’an terputus karena hubungan sudah tidak dianggap menjadi santri. 6. Jika melanggar aturan takut kuwalat terhadap kyai sehingga akan menyebabkan rumah tangga tidak sakinah dan hidupnya tidak tentram.
7. Takut jika melanggar aturan, perbuatannya tidak akan diridhoi guru sehingga menyebabkan ilmunya tidak berkah dan manfaat. Menurut para santri ridho seorang kyai sangat diharapkan karena dapat menjadi tercapainya cita-cita yang diharap santri setelah hidup bermasyarakat. 8. Aturan harus ditaati agar terjadi kestabilan pondok karena kyai membuat aturan demi kemaslahatan para santri. 9. Dalam kasus seperti di pondok pesantren BUQ Gading sangat terlihat kepatuhan santri terhadap kyai. Kyai adalah pengasuh para santri dan tauladan dari seluruh anggota masyarakat (Huda,2005:4). Sosok ulama’ atau kyai lazim dikenal karena suri tauladannya yaitu bagaimana praktik syari’at itu menjadi laku (amal) sehari-hari. Di samping itu, sosok kyai pun dapat menempati ruang khusus di hati umat karena pernyataan-pernyataan, wasiat-wasiat atau wejanganwejangan mereka kepada orang terdekat dan para santri serta masyarakat secara umum (Hadi, 2010:vii). Jadi wejangan kyai tentang larangan menikah antar santri di pondok pesantren sangat ditaati oleh oleh santri, alumni dan masyarakat. 10. Berkaitan dengan kepatuhan seorang santri kepada kyai, sangat dipengaruhi oleh kitab-kitab klasik yang mereka pelajari seperti kitab Alala. Dalam kitab sya’ir Alala menjelaskan bahwa seorang tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam syarat yaitu cerdas, lapang dada, bersabar, bekal yang cukup, petunjuk (arahan) guru dan waktu
yang lama (Iskandar, 2012:7). Dari keenam syarat diatas, petunjuk atau arahan guru juga menjadi syarat sukses dalam mencari ilmu. Guru sangat dipatuhi segala ucapannya sehingga ketika mengeluarkan fatwa, santri akan patuh kepada aturan itu. Di dalam sya’ir alala (2012:112) juga menjelaskan bahwa seorang santri yang mencari ilmu harus mendahulukan kepentingan guru dari pada kepentingan orang tua meskipun orang tua telah memberikan keutamaan harta dan kemulian dunia. Guru adalah pembimbing jiwa dan jiwa adalah mutiara. Sedangkan orang tua adalah pembimbing raga dan raga adalah tempatnya mutiara. Hak guru melebihi dari segala hak yang ada, hal itu dikarenakan guru wajib menjaga setiap orang Islam. 11. Sebagian kecil alumni yang mempunyai pendapat boleh menikah antar santri dalam arti boleh melanggar aturan guru karena larangan menikah antar santri tidak ada aturannya dalam Al Qur’an dan Hadist serta karena mengganggap santri yang terlanjur saling mencintai sebagai jodoh. B. Alasan atau Dasar Hukum Pengasuh Membuat Fatwa Larangan Menikah Antar Santri 1. Kehidupan santri dipengaruhi oleh konsep-konsep tasawuf atau tarekat. Dalam konsep tasawuf, seorang murid (santri) harus memperhatikan adab-adab terhadap gurunya (kyai). Adab-adab itu
diantara lain adalah seorang murid tidak boleh menentang gurunya, tidak boleh meremehkan, mencemoh, apalagi mengencam gurunya di depan dan belakang. Salah satu yang harus diyakini adalah bahwa keinginannya itu hanya tercapai karena didikan dan asuhan gurunya. Hal-hal yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh bagi seorang murid terhadap gurunya adalah sebagai berikut: a. Pertama-tama harus menyerahkan diri sebulat-bulatnya dengan sepenuh-penuhnya kepada guru, rela dengan segala apa yang diperbuat oleh guru, khidmat dengan harta benda dan jiwa raganya. b. Tidak boleh sekali-kali seorang murid menentang atau menolak apa yang dikerjakan gurunya, meskipun pekerjaan itu pada lahirnya kelihatan termasuk haram. Barang siapa yang ingin memperoleh ajaran guru (ilmu) dengan sempurna, maka tidak boleh menolak sesuatu apapun dari guru. Seorang guru kadangkadang kelihatan lukisan tercela pada lahirnya tetapi kemudian kelihatan terpuji pada batinnya seperti yang terjadi antara Nabi Musa dengan Nabi Khidir. c. Seorang murid harus menganggap tiap berkah yang diperoleh baik berkah dunia maupun akhirat disebabkan oleh berkahnya gurunya itu (Aceh, 1996:85-87). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang santri bagaikan salik (muridun) dalam konsep tasawuf Hidup
mati, manfaat,
madhorot, berkah atau tidaknya ilmu seseorang santri tergantung pada guru atau kyai. Dengan demikian sudah menjadi hal yang lumrah jika fatwa larangan nikah santri santri sangat dipatuhi oleh semua santri. 2. Jarak asrama pondok putra dan putri terlalu dekat sehingga menyebabkan para santri leluasa saling memandang, berbeda dengan asrama pondok-pondok salaf pada umumnya. 3. Kegiatan santri putra dan putri yang saling bersama karena lokasi yang terlalu sempit sehingga mengakibatkan para santri saling mengenal satu sama lain bahkan mengakibatkan hubungan asmara yang menurut pengasuh paling mengganggu santri dalam konsentrasi menghafal Al Qur’an. 4. Tujuan dikeluarkannya fatwa larangan menikah antar santri agar para santri belajar sungguh-sungguh, tidak saling memikirkan lawan jenis karena jodoh sudah ditentukan Allah. 5. Pondok pesantren BUQ bukan tempat mencari jodoh tetapi tempat mencari ilmu sehingga pengasuh mempunyai pendapat jalinan asmara antar santri merupakan godaan yang besar bagi santri dalam menghafal Al Qur’an. 6. Para wali santri menitipkan anak-anaknya mondok di pesantren BUQ Gading untuk mencari ilmu bukan untuk berpacaran atau mencari jodoh sehingga menjadi beban moral bagi pengasuh jika ternyata santri
yang dititipan kepada pengasuh melangsungkan pernikahan sebelum ilmu yang diharapkan selesai. 7. Pengasuh membuat aturan bukan untuk membatasi jodoh para santri tetapi demi kemaslahatan para santri agar bersungguh-sungguh dalam menghafal Al Qur’an sehingga tercapai apa yang diinginkan santri dan orangtua atau wali santri. 8. Bapak kyai dan Ibu nyai mengangganggap bahwa semua santri adalah anaknya sendiri dan menjadi keluarga. Dalam konsep mahram, antar anggota keluarga dilarang menikah sehingga santri putra dan santri putri pondok pesantren BUQ Gading dilarang melakukan pernikahan. 9. Aturan larangan menikah antar santri hanya berlaku bagi santri yang mukim (tinggal diasrama) dan tidak berlaku bagi santri yang ngaji klaju (tidak tinggal diasrama). 10. Fatwa aturan larangan menikah antar santri bersifat sementara karena jika sudah dibangun asrama putra yang terpisah dengan asrama putri, santri sudah diizinkan menikah antar santri. 11. Pengasuh mempunyai oponi bahwa dalam membuat aturan tidak harus berpegang pada Al Qur’an dan Hadist. Setiap pondok mempunyai aturan yang tidak sama demi kemaslahatan para santri. C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Fatwa Larangan Menikah Antar Santri
Memang pada dasarnya dalam Al Qur’an dan Hadist tidak ada aturan yang berkaitan dengan larangan santri menikah dengan santri. Bahkan dalam sebuah hadist menikahi santri sangat dianjuran karena dalam hal ini santri identik orang yang mempunyai agama yang baik. Maka dari itu menikahi orang yang beragama sangat dianjurkan. Terlepas dari dasar Al Qur’an dan Hadist, terdapat tokoh Islam yang membuat aturan yang tidak sesuai dengan keduanya. Pada masa kekhalifahannya, Umar pernah membuat aturan atau fatwa yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Aturan atau fatwa Umar adalah tidak boleh memotong tangan pencuri pada masa paceklik. Jika dilihat secara syari’at memang hal itu bertentangan dengan firman Allah surat Al-Maidah ayat 38 bahwa pencuri harus dipotong tangannya tetapi umar mengeluarkan fatwa bahwa pada masa paceklik (kelaparan) pencuri tidak boleh dipotong. Tujuan Umar adalah demi menjaga kemaslahatan umat karena pada masa paceklik memang seseorang sulit untuk mendapat makanan. Setelah masa paceklik sudah selesai maka aturan memotong tangan bagi pencuri diberlakukan kembali (Djazuli dan Aen, 2000:163). Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas dari peran para wali yang menyebarkan agama islam. Mereka terkenal dengan sebutan wali songo. Pada masa wali songo juga terdapat seorang wali yang membuat aturan yang tidak sesuai dengan syari’at islam. Dia adalah sunan kudus yang bertugas menyebarkan dakwah Islam di daerah Kudus dan sekitarnya. Masyarakat kudus dulunya merupakan penganut agama hindu. Dalam
ajaran agama hindu tidak boleh memotong sapi karena sapi hewan yang suci. Demi melancar misi dakwahnya, untuk sementara waktu masyarakat yang sudah menganut agama Islam tidak boleh memotong sapi. Tindakan sunan kudus sungguh bijaksana sehingga banyak penganut agama hindu yang masuk Islam. Setelah masyarakat dapat menerima, secara perlahanlahan menyembelih sapi diperbolehkan kembali. Secara syari’at fatwa sunan kudus memang bertentangan yaitu melarang sesuatu yang dihalalkan syari’at islam. Tujuan sunan kudus tidak lain hanya untuk kemaslahatan umat. Sampai sekarang jika kita pergi ke kudus dan sekitarnya sebagian besar tidak ada yang menyembelih sapi. Adapun daging sapi
didatangkan
dari
daerah
lain
(http://cahkdoes.blogspot.com/2012/08/mengapa-masyarakat-kudustidak.html) Selain tokoh-tokoh Islam diatas, juga terdapat tokoh Islam kontomporer yang membuat fatwa yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist. Tokoh itu adalah Munawir Syadzali. Munawir Syadzali membuat fatwa yaitu pembagian yang sama rata atau 1 : 1 antara perempuan dan wanita. Alasan Munawir Syadzali adalah hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat karena Umar bin Khattab juga pernah mengubah hukum Islam (Husnan, 1988:103). Sering kali kita
melihat dalam
buku-buku
bacaan yang
dicantumkan peringatan pelarangan atau keharaman mengcopi buku tanpa seizin penulis. Bahkan pelaku yang melanggar akan diancam dikenai
denda uang atau kurungan penjara. Aturan itu juga tidak ada aturannya dalam Al-Qur’an dan Hadist. Di atas telah dijelaskan bahwa timbulnya fatwa larangan menikah antar santri bertujuan agar santri niat tulus mencari ilmu, bukan karena wanita. Berkaitan dengan niat, kaidah fikih juga memposisikan niat sebagai kaidah dasar dalam kaidah fikih. Dalam suatu Hadist menjelaskan bahwa pada suatu hari nabi Muhammad saw pernah ingin hijrah. Lalu ada pemuda yang ingin ikut hijrah bersama nabi. Setelah ditelusuri, ternyata seorang pemuda ingin hijrah dikarenakan ada wanita yang dicintainya sehingga melatarbelakangi timbulnya Hadist tentang niat . Adapun bunyi hadist diriwayatkan Imam Bukhari, Muslim, Tirmidzi. An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Imam Abu Dawud adalah sebagai berikut:
اﻧﻤﺎ اﻻ ﻋﻤﺎ ل ﺑﺎ اﻟﻨﯿﺔ واﻧﻤﺎ ﻟﻜﻞ اﻣﺮئ ﻣﺎ ﻧﻮى ﻓﻤﻦ ﻛﺎﻧﺖ ھﺠﺮﺗﮫ اﻟﻰ اﷲ ورﺳﻮﻟﮫ ﻓﮭﺠﺮ ﺗﮫ اﻟﻰ اﷲ ورﺳﻮﻟﮫ وﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ھﺠﺮﺗﮫ اﻟﻰ اﻟﺪ ﻧﯿﺎ ﯾﺼﯿﺒﮭﺎ اواﻣﺮأة ﯾﺘﺰوﺟﮭﺎ ﻓﮭﺠﺮ ﺗﮫ اﻟﻰ ﻣﺎ ھﺎ ﺟﺮ اﻟﯿﮫ “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan ditentukan oleh niat dan setiap orang akan mendapatkan apa yang niatkan. Barangsiapa yang berniat untuk melakukan hjirah karena Allah dan Rasulnya, maka nilai hijrahnya adalah kepada Allah dan rasulnya, dan barang siapa niat hijrahnya karena dunia atau karena perempuan yang ingin dinikahi maka hijrahnya tergantung kepada yang ia maksud (Shohih Bukhori, Bab Wahyu no:1) Dari Hadist diatas memuncul kaidah dasar atau kaidah pokok fikih yaitu
اﻷ اﻣﻮ ر ﺑﻤﻘﺎ ﺻﺪھﺎ “ Semua perkara tergantung pada maksudnya atau niatnya”(Fadal, 2008:17).
Kaidah ini menempati peranan pokok dalam hukum Islam. Sebab seluruh tindakan manusia tergantung pada niat. Oleh sebab itu para Ulama memberikan perhatian besar terhadap kaidah ini (Fadal, 2008:17). Dalam kaidah fikih, niat menjadi pedoman utama dalam bertindak. Dari niat akan menentukan bahwa apakah perbuatan itu menjadi sunnah atau wajib. Dengan niat dapat menentukan suatu amal dapat diterima oleh Allah. Dengan niat dapat menimbulkan status hukum terhadap sesuatu yang dilakukan bagi seorang mukallaf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fatwa larangan nikah antar santri bertujuan agar seorang santri yang berhijrah dari rumah ke pondok pesantren dalam menuntut ilmu benar-benar karena Allah bukan karena maksud lain. Kaidah fikih yang sesuai dengan kebijakan seorang kyai kepada para santrinya adalah sebagai berikut:
ﺗﺼﺮف اﻷﻣﺎم ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻋﯿﺔ ﻣﻨﻮط ﺑﺎ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ “Kebijaksanaan
imam/kepala
negara
terhadap
rakyat
itu
harus
dihubungkan dengan kemaslahatan”(Abu bakar:28). Jadi kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Imam dalam hal ini adalah kyai kepada para santri yang berupa fatwa larangan nikah antar santri adalah tujuannya untuk kemaslahatan para santri. Dengan kebijakan fatwa ini, kyai berharap santri dalam menuntut ilmu tidak tergodaan oleh wanita dan sebaliknya. Fatwa yang dikeluarkan kyai dilatarbelakangi jarak asrama putra dan putri yang sangat dekat dan interaksi para santri sehingga menyebabkan sering bertemu.
Berdasarkan tinjauan dari ushul fikih, memang ada kaidah fikih yang menerangkan tentang maslahah mursalah. Menurut keterangan dari pengasuh bahwa aturan larangan menikah demi kemaslahatan bagi santrisantri. Menurut Dzajuli dan Nurol Aen (2000:181) persyaratanpersyaratan maslahah mursalah adalah sebagai berikut: 1. Hanya berlaku didalam mu’amalah dalam arti hubungan manusia dengan manusia dan tidak berlaku didalam kaefiyah ibadah karena ibadah tetap tidak berubah-berubah. 2. Maslahah haruslah kemaslahatan yang hakiki bukan yang diragukan, dalam arti mengambil maslahat yang nyata-nyata membawa manfaat dan menolak kemadharatan. 3. Bersifat umum bukan kemaslahatan yang sifat individual. 4. Tidak bertentangan dengan prinsip umum ajaran Islam yang berupa maqashid al-syari’ah dan dalil-dalil yang kulliy serta nash-nash yang qath’iy wurudnya dan dalalahnya. Maslahah mursalah tidak mesti harus ada perbandingan dengan masalah lain tetapi semata-mata bersandar kepada maslahat. Memang banyak kaidah yang telah dirumuskan oleh para pemikir hukum Islam terdahulu untuk maksud sebagai pedoman berijtihad. Diantara kaidah-kaidah yang dirumuskan para pemikir hukum Islam salah satunya adalah sebagai berikut.
ﺗﻐﯿﺮ اﻻﺣﻜﺎم ﺑﺘﻐﯿﺮ اﻷزﻣﺎن واﻷﻣﻜﻨﺔ واﻷﺣﻮال
"Hukum dapat berubah dengan berubahnya zaman, tempat, dan situasi” (Koto, 2009:148) Berdasarkan kaidah diatas dapat disimpulkan bahwa hukum dapat berubah karena berubahnya zaman, tempat dan situasi. Berkaitan dengan kaidan diatas, larangan menikah antar santri di ponpes BUQ Gading dikarenakan tempat dan situasi yang menyebabkan timbulnya fatwa larangan itu. Mungkin timbulnya larangan nikah sudah sesuai dengan kaidah ushul fikih diatas. Pada dasarnya ulama’ mazhab membagi kemaslahatan menjadi tiga bentuk yaitu: 1. Maslahah mu’tabarah yaitu kemaslahatan yang ditunjuk langsung oleh Al-Qur’an atau Sunnah Rasullah saw. 2. Maslahah mulghah yaitu kemaslahatan yang bertentangan dengan tesk wahyu atau hadist ataupun ijma’ 3. Maslahah mursalah yaitu kemaslahatan yang tidak secara tegas ditentang oleh wahyu dan hadist. ( Zuhri, 2009:117) Ulama’ yang terkenal dengan konsep maslahah adalah Al-Tufi. Bagi Al-Tufi pembagian diatas tidak ada. Menurutnya karena tujuan syari’at adalah kemaslahatan (didukung atau tidak didukung oleh teks suci) harus dicapai tanpa merinci pembagian maslahah diatas (Zuhri, 2009:117). Berdasar tinjauan hukum Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa teori fatwa larangan menikah antar santri dapat disejajarkan dengan pendapat
umar tentang larangan memotong tangan pencuri pada masa kelaparan. Keduanya sama-sama bertentangan dengan nash dan bersifat sementara. Selain itu juga dapat disejajarkan dengan fatwa sunan kudus tentang pelarangan menyembelih hewan sapi demi misi dakwahnya menyebarkan agama islam. Larangan menikah antar santri dan larangan menyembelih sapi sama-sama hanya menyangkup tempat tertentu juga bertentengan dengan secara kasat mata. Hal senada juga dilontarkan dengan pernyataan Munawir Syadzali yang membuat aturan yang juga bertentangan dengan nash. Ditinjau dari ushul fikih, larangan antar santri dapat dikategorikan dalam maslahah mulghah. Fatwa larangan menikah antar santri bertentangan dengan nash sehingga dikategorikan dalam maslahah mulghah. Dalam Konsep Al-Tufi tidak membagi
sesuai dengan
pembagian diatas. Selain itu tujuan dikeluarkan fatwa larangan menikah antar santri agar santri mempunyai niat yang iklas dalam menghafal AlQur’an sehingga perbuatannya dapat ridho dari Allah swt. Di dalam konsep ushul fikih, terdapat konsep al-istihsan. Al-istihsan diartikan dengan menganggap sesuatu baik atau mengikuti sesuatu yang baik. Di dalam konsep Al-istihsan seorang mujtahid mentarjih suatu dalil atas dalil yang lain karena adanya kemaslahatan dan menghilangkan kesempitan (Djazuli dan Aen, 2000:157-158). Apa yang dianggap baik kaum muslimin maka baik juga di sisi Allah. Kyai dan santri menganggap bahwa larangan nikah antar santri adalah aturan yang baik demi
kepentingan bersama. Jadi larangan nikah antar santri juga sesuai dengan konsep Al-istihsan dalam ushul fikih.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dengan judul larangan nikah antar santri di PON PES BUQ Gading, duren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang, adalah sebagi berikut: 1. Persepsi Santri, Alumni dan Masyarkat Sekitanya terhadap Fatwa larangan Nikah Antar Santri. Kehidupan santri sangat terpengaruhi oleh kitab-kitab salafi yang mereka pelajari. Seorang kyai sangat dipatuhi semua dawuhdawuhnya.
Dikalangan
pondok
pesantren
sangat
menyakini
keberkahan dan kemanfaatan ilmu yang dicapai disebabkan karena do’a kyai. Demikian juga di kalangan santri pondok pesantren BUQ Gading
sangat
menyakini
keberkahan dan
kemanfaaan
disebabkan do’a seorang kyai sehingga para santri sangat
ilmu takdim
kepada guru atau kyai. Adapun persepsi santri terhadap fatwa larangan nikah antar santri adalah: a. Santri BUQ Gading sangat mematuhi fatwa itu dikarenakan memang sosok kyai sangat disegani, ditakuti dan ditaati segala peraturannya.
b. Santri BUQ Gading mengganggap bahwa jika guru
tidak
memperbolehkan nikah antar santri harus ditaati karena jika melanggar takut ilmunya tidak berkah dan tidak manfaat. c. Santri BUQ Gading takut jika melanggar aturan tidak akan mendapatkan ridho dari guru sehingga dapat memutus rantai atau hubungan dengan guru dan santri tidak berani lagi silaturrohim ke tempat kyai. d. Santri BUQ Gading takut kuwalat kepada kyai sehingga menyebabkan rumah tangga tidak sakinah, mawaddah dan rohmah jika melanggar aturan guru. e. Santri BUQ Gading takut tidak diakui menjadi muridnya sehingga menjadikan sanad Al-Qur’annya terputus jika melanggar fatwa guru. 2. Alasan atau Dasar Hukum Pengasuh Membuat Fatwa Larangan Nikah antar Santri a. Jarak yang sangat dekat asrama pondok pesantren putra dan putri. b. Pondok pesantren BUQ Gading bukan tempat mencari jodoh tetapi tempat menimba ilmu. c. Beban moral yang ditanggung pengasuh terhadap Wali santri karena tanggung jawab pengasuh untuk mendidik santri-santri
berhasil Menghafal Al-Qur’an. Jalina asmara antara laki-laki dan perempuan merupakan godaan besar. d. Seluruh santri BUQ Gading dianggap menjadi satu keluarga yang dalam konsep mahrom dilarang menikah. e. Bertujuan agar para santri dalam menuntut ilmu fokus dan iklas karena Allah. 3. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Fatwa larangan Nikah Antar Santri. Secara tekstual memang fatwa itu bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist tetapi kalau kita melihat sederatan kasus ijtihad yang dikeluarkan para pembesar Islam sepertinya sudah sesuai. Kasus itu berupa ijtihad Umar yang melarang memotong tangan pencuri ketika masa paceklik dan Sunan Kudus yang melarang memotong sapi dalam masa dakwahnya. Pembuatan fatwa itu juga bertujuan untuk kemaslahatan santri sehingga kalau kita lihat sesuai dengan kaidah fikih. Fatwa larangan nikah antar santri sepertinya juga sudah sesuai dengan kaidah fikih yang berkaitan dengan niat, kaidah fikih tentang perubahan hukum dan kaidah fikih yang berkaitan tentang tentang kebijakan seorang imam atau pemimpin. Selain itu juga dalam ushul fikih sesuai dengan konsep al-istihsan .Jadi hukum dari fatwa larangan nikah antar santri adalah boleh jika ditinjau dari kaidah fikih dan ijtihad pembesar Islam seperti Khalifah Umar dan Sunan Kudus.
B. SARAN 6. Menurut penulis, para santri, alumni dan masyarakat harus mempunyai keyakinan bahwa keberkahan dan kemanfaatan ilmu itu berasal dari Allah jadi guru hanya sebagai perantara bukan sepenuhnya. Sepanjang fatwa itu demi kemaslahatan santri, aturan itu harus ditaati. 7. Bagi pengasuh, jika sudah ada dana untuk segara dibangun asrama yang memisahkan antara asrama putra dan putri agar larangan nikah dapat dicabut. Mungkin seyognyanya santri yang sudah berhasil menghafal Al-Qur’an diperbolehkan menikah. Membatasi kegiatan yang melibatkan santri putra dam putri jika memungkinkan. Bagi pengasuh sebaiknya santri yang baru masuk diberi pengertian bahwa santri dengan santri dilarang menikah. 8. Bagi lembaga diluar pondok pesantren mungkin dapat menerapkan aturan yang bertujuan untuk kemaslahatan bersama. Mungkin semisal aturan larangan berpacaran. Dilingkungan sekolah dan perguruan tinggi menjadi pemandangan yang biasa seorang laki-laki dan perempuan menjalin hubungan/ pacaran yang dalam Islam tidak tuntunannya. C. PENUTUP Alhamdulillahirobbil alamin, berkat rahmat dan karunia Allah SWT, penulis bersyukur pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaika., Penulis merasa wajib untuk mengucapakn terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Semoga amal kebaikan dosen pembimbing dan seluruh pihak yang telah menmbantu, mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Amin ya robbal alamin. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun skripsi ini banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis. Maka sara dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Atas partisipasinya pembaca, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penulis tidak berhenti berharap kajian skripsi ini terus dikaji sehingga memperoleh kesempuranaan dan manfaat sekarang maupun yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Abu Bakar bin Abil Qasim. Tanapa tahun. Al Faraidul Bahiyyah: Risalah Qawaid Fiqh. Terjemahan oleh Moh Adib Bisri.1997. Kudus: Menara kudus Aceh, Abubakar. 1996. Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian Historis Tentang Mistik. Surakarta: Ramadhani. Azzarnuji, Imam Burhanul Islam. Tanpa tahun. Ta’limul Muta’allim. Terjemahan oleh Achmad Sunarto. 2012. Surabaya: Al Miftah Al-Bukhari, Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il. 1992. Shahih alBukhari. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyya. Basyir, Ahmad Azhar. 1996. Pelajat Offset.
Hukum Perkawina Islam. Yogyakarta: Pustaka
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Dahlan, Abdul Aziz. 1999. Einsiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Fatah, Rohadi Abdul. 2010. Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. Husnan, Ahmad. 1988. Hukum Islam Tidak Mengenal Reaktualisasi. Solo: CV. Pustaka Mantiq. Hadi, Murtadho, 2010. Tiga Guru Sufi Tanah Jawa. Yogyakarta: LKiS Pustaka Pesantren. Huda, Ahmad Zaenal, 2005. Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa. Yogyakarta: LKiS Pustaka Pesantren. Iskandar, Ali Maghfur Syadzili. 2012. Sya’ir Alala dan Nadham Ta’lim: Mutiara Hikmah Mencari Ilmu. Surabaya: Al Miftah. J. Maleong, Lexy.2002. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Kamali, Muhammad Hashim. 1996. Prinsip dan Teori Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajat Offset. Koentjaraningkrat. 1994. Gramedia
Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Koto, Alaiddin, 2009. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. M. Amirin, Tatang, 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. Munawir, Ahmad Yogyakarta.
Warson.
1984.
Al-Munawir
Kamus
Arab-Indonesia.
Noval, 2012. Rahasia Keagungan Isra’ Mi’raj: Menyingkap Hikmah Perjalanan Suci Terbesar Sepanjang Zaman. Surakarta: Taman Ilmu. Qardhawi, Yusuf. 1997. Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan. Jakarta: Gema Insani Press. Sudarsono. 1990. Kamus Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sabiq, Sayyid.1980. Fiqih Sunnah 6. Terjemahan Mahyudin Syaf, Bandung: AlMa’rif. Syamsuddin, Abu Abdillah. Tanpa tahun. Fathul Qorib. Terjemahan Oleh Abu H.F. Ramadhan.2010. Surabaya: Mutiara Ilmu. Suryabrata, Sumadi. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafido Persada . Tihami & Sohari Sahrani. 2009. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta: Rajawali Pers. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 19974 dan Kompilasi Hukum Islam. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an. Terjemahannya. Jakarta: Syamil Qur’an.
2009.
Al-Qur’an
dan
Yin, R.K. 2004. Studi Kasus dan Metode, Terjemahan M. Djazuli Mudzakir., Jakarta: Raja Grafido Persada. Yunus, Mahmud.1989. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyah. Zakiah Darajat, Usman Said, Suaibu Tholib, & Malikul Adil. 1985. Ilmu Fikih. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama. Zuhri, Saifudin, 2009. Ushul Fiqih: Akal Sebagai Sumber Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-fatwa-dan-hukumnya.html http://cahkdoes.blogspot.com/2012/08/menagapa-masyarakat-kudus-tidak.htm
Wawancara dengan Pengasuh, Santri, Alumni dan Masyarkat sekitarnya
REKAPITULASI HASIL WAWANCARA DAN TANGGAPAN SANTRI, ALUMNI DAN MASYARAKAT NAMA
TIDAK
BOLEH
TAKUT
ILMU TIDAK
TAKUT
ATURAN
BOLEH
MENIKAH
KEPADA
BERKAH
KUWALAT
HARUS
GURU
DAN TIDAK
KEPADA
DITAATI
MANFAAT
GURU 1
MENIKAH
Irkam
1
1
Zaki
2
2
Munawer
3
1
Fuad Naser
4
2
Firman
5
3
Nukman Hamid
6
Mahfud
7
4
Arif
8
5
Rozaq
9
Sodikin
10
Sidik
11
6
Lia Qodriyatul
12
7
3
4
6
Afidah Najikha
13
7
Dewi
14
8
Nurul
15
9
Ulinuha
16
10
Saepudin
17
11
5
Siti Qodria
18
12
Saroh
19
13
Nur Jannah
20
14
Toyyib
21
15
Guruh
22
16
Kuntimuttammimah
23
17
Fida
24
18
Rima
25
19
Nurul Handayani
26
20
Warsi lailatunnur
27
21
Dewi sinta
28
21
Faizah
29
22
Indana Zulfa
30
10
Luluk Baroroh
31
11
Nafis
32
Khoriul Ana
33
12
Halimah
34
13
Kholiyah
35
24
Uma
36
25
Elma
37
26
8
9
1
23
2
Nurul Hidayah
38
27
Layyin
39
28
Nurul Syarifa
40
29
Anam
42
30
Nurrohmah
42
31
Mustafiah
43
32
Laili
44
33
Ufia
45
34
Wafiq
46
35
Anis
47
36
Faridhon
48
Fuad
49
37
Salam
50
38
Abdul Haq
51
39
Ali Makhrus
52
40
Miftah
53
41
Agus Sulaiman
54
42
Khamdan
55
43
Kandik
56
44
Nurul Komar
57
Zeni mahmud
58
2
14
3
15
Mukminin
59
Zaenal
60
Bahrudin
61
Muid
62
Adi Maulana
63
Hidayat
64
Nurkhamim
65
Nur kholis
66
Nur Hadi
67
Junaedi
68
45
4
46
16
47
17
48
18
5
19
Beben
1
Bisri
2
Taufik
3
Kamala
69
Sofiah
70
49
Zakiyah
71
50
Ainur
72
21
Mukharis
73
22
Muh romin
74
23
Dina
75
51
4
Sofik Ima
20
76
24
3
Irma melati
77
25
Hidayat
78
26
Siti khoiriyah
79
27
Zaki Ahmad
80
28
Baidhowi
81
Lukman Hakim
82
Hidayah
83
53
Mustani
84
54
Mustofa
85
55
Nugroho
86
56
Nur Rofikoh
87
Lathif
88
Yusri
89
Adi Hasan
90
Rokhati
91
33
Makhasin
92
34
Nasrudin
93
59
Muhlisin
94
60
Abdul Khafid
95
61
52
29
30
31
57
32
58
Dari table diatas 95 orang beranggapan tidak boleh melakukan pernikahan dengan berbagi macam alasan.Adapun mayoritas adalah takut kepada seorang guru dan takut ilmu tidak berkah serta tidak manfaat. Sedangkan yang mempunyai
tanggapan boleh nikah hanya 4 orang. Jadi kesimpulannya fatwanya sangat ditaati.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama: Lukmanul Khakim 2. Tempat dan Tanggal Lahir: Kab. Semarang, 25 Juli 1988 3. Jenis Kelamin: Laki-laki 4. Warga Negara: Indonesia 5. Agama Islam: 6. Alamat: Dusun Gading rt 31 rw 07, desa Duren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang 7. Riwayat Pendidikan a. MI Nurul Ulum Gading, Duren, Tengaran lulus Tahun 2000 b. SMP N 3 Tengaran lulus Tahun 2003 c. SMA N 1 Andong, Boyolali lulus Tahun 2006 Demikian daftar riwayat hidup ini, saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 22 Agustus 2013 Penulis
Lukmanul Khakim NIM: 21109022