Jurnal komunikasi, ISSN 1907-898X Volume 6, Nomor 2, April 2012
Fandom dan Konsumsi Media: Studi Etnografi Kelompok Penggemar Super Junior, ELF Jogja Ratna Permata Sari Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta
Abstract Korean Wave (music, movie, and drama), recently, accept a lot of attention from Indonesian teenagers. Thanks to the power of mass media, Korean music, or we called it KPop, beginning to spread it virus throughout the world by the emerging of Fandom. Super Junior as one of the pioneer of Korean boy band become the group that has the largest fan club in the world named ELF. This research examines the private media consumption behavior by ELF Jogja and the interaction between its members in organic and virtual community. Ethnographic became the main method by using participant observation, indepth interview, and focus group discussion with snow ball technique. The finding are (1) the private media consumption behavior of fans showed that the fans had "hyperconsumerist" sensibility and (2) when fans already jump to virtual communities, they will have different communication pattern like they ever had in organic community before. Keywords: ELF Jogja, fans, fandom, consumption, media Abstrak Korean Wave (musik, film, dan drama) akhir-akhir ini menyita perhatian remaja Indonesia. Berkat kekuatan media massa, musik Korea – atau disebut K-Pop – mulai menyebar selayaknya virus ke seantero dunia dengan kemunculan Fandom. Band Super Junior sebagai salah satu pionir boyband Korea menjadi grup musik yang memiliki fan terbanyak di dunia. Kelompok penggemar ini disebut ELF. Penelitian ini mendedah perilaku konsumsi media secara privat dari para anggota ELF Jogja dan interaksi antara anggota ELF dalam komunitas riil dan virtual. Metode etnografi digunakan dengan melakukan observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan focus group discussion berteknik snow ball. Hasilnya antara lain (1) perilaku konsumsi media secara privat dari para penggemar menunjukkan kecenderungan “hyper-consumerist” dan (2) ketika para penggemar masuk ke dalam komunitas virtual, mereka memiliki pola komunikasi yang berbeda dengan saat berinteraksi di dunia nyata. Kata Kunci: ELF Jogja, penggemar, fandom, konsumsi, media
Pendahuluan
budaya populer yang disebarkan Korea
Demam Korea (Korean Fever) saat ini
kerap disebut Korean Wave yang dalam
telah melanda dunia anak muda. Hal itu
bahasa
diakibatkan
drama,
karena
penyebaran
dan
Korea musik
disebut dan
Hallyu.
Film,
pernak-pernik
pengaruh budaya Korea melalui produk-
merupakan contoh dari produk budaya
produk
populer yang disebarkan oleh negara
budaya
populer. Gempuran
79
Jurnal komunikasi, Volume 6, Nomor 2, April 2012
Korea Selatan keseluruh penjuru dunia.
keseharian. Faktanya, penggemar adalah
semakin
bagian yang paling tampak dalam praktik
dikarenakan
budaya pop. Penggemar adalah konsumen
penyebarannya yang sangat cepat yang
ideal karena kebiasaan konsumsi mereka
didukung dengan berbagai media. Televisi
dapat dikatakan sangat tinggi sehingga
memang yang pertama menghadirkan
mudah dibaca dan diprediksi oleh industri
produk
budaya dan sering bersifat stabil (Hills,
Korean menggurita
Wave juga
budaya
Korea
melalui
drama. Selain itu, juga
serial
didukung oleh
2002:5).
media baru seperti melalui Youtube.
Studi
audiens
memperlihatkan
Orang dari mana saja bisa dengan mudah
semakin menguatnya dari peran media
mengunduh lagu dan videoklip grup
baik
musik K-pop (Korean pop). Ramainya
ekonomi dan juga budaya. Menguatnya
jejaring
sosial
Twitter
juga
terbentuknya
seperti
Facebook
ikut
konteks
sosial,
politik,
dan
peran media ini diiringi pula oleh semakin
dalam
menguatnya kekhawatiran akan dampak
penggemar
media yang bersifat destruktif, terutama
andil
kelompok
dalam
(fandom) Korean Wave.
terhadap anak-anak. Ini akan mendorong
Super Junior adalah satu dari
perhatian
terhadap
audiens
media
boyband asal Korea Selatan yang memiliki
menjadi semakin intens (Rianto, 2007:
anggota paling banyak, hingga 13 personel
vi). Penelitian fans dianggap masih jarang
dan mempunyai kelompok penggemar
dilakukan
terbesar di dunia yang dinamakan ELF
kritikus, bisa saja karena fans dianggap
(Ever Lasting Friend). Perlahan, boyband
abnormal,
ini mengilhami terbentuknya boyband
cenderung
lain dengan jumlah anggota yang tidak
penggemar bisa dilihat atau diapresiasi
sedikit. Berdasarkan hal tersebut, dalam
kedalaman
kajian ini, penulis sengaja mengerucutkan
(gratifikasi)
objek bahasan hanya pada penggemar
kebiasaan
boyband
dikaguminya (Lewis, 1992:1).
Korea Super Junior yang
oleh
banyak
peneliti
membahayakan, konyol.
Padahal
perasaan, dan
dan dari
kepuasaan
pentingnya
sehari-hari
atau
sosok
meniru yang
tergabung dalam klub ELF (Ever Lasting
Berdasarkan uraian di atas bahwa
Friends) Jogja, sebutan untuk fans Super
saat ini keberadaan penggemar yang tidak
Junior, di kota Yogyakarta.
bisa lepas dari campur tangan media,
Keseluruhan paket Hallyu, Korean
artikel penelitian ini menjelaskan tentang
Wave, yang saat ini melanda berbagai
perilaku
penjuru
Super
dunia,
terutama
Indonesia,
konsumsi
Junior
yang
media
penggemar
tergabung dalam
menjadikannya sebagai produk budaya
kelompok ELF Jogja dan juga bagaimana
populer/budaya massa layaknya budaya
gambaran pengaruh perilaku ELF ketika berkomunikasi di dalam komunikasi ELF
80
Ratna Permata Sari, Fandom dan Konsumsi Media: Studi Etnografi Kelompok Penggemar Super Junior, ELF Jogja
Jogja dan di komunitas virtual.
tergabung dalam klub ELF yang berada di kota
pendekatan Menurut
dengan ini
Hymes,
etnografi
etnografi
hanya menggunakan tanda namun juga budaya,
sistem
komunikasi dan sistem sosial. Etnografi komunikasi memusatkan diri pada polapola interaksi di antara para anggota budaya
pemilihan
wawancara
tertentu
informannya
dilakukan dalam penelitian ini berpatokan pada kebutuhan riset. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah: observasi,
FGD,
mendalam
yang
wawancara
sifatnya
informal
kajian pustaka atau studi literatur. Pemilihan subjek lebih ditekankan pada
perilaku
pertimbangan
ilmu
dan
terhadap responden serta menggunakan
berbeda. Adapun yang dimaksud dengan menurut
menggunakan
Teknik pengumpulan data yang
maupun kelompok yang memiliki budaya komunikasi
dan
teknik snow ball.
dan
karena dalam penggunaan bahasa bukan
kelompok
orang
tiga orang anggota ELF Jogja. Metode
komunikasi. Metode ini menjadi pilihan
sistem
lima
komunikasi.
istilah
berlandaskan
sebuah
penulis
mendalam (in-depth interview) terhadap
etnografi
melibatkan
sini
menggunakan
komunikasi sendiri menunjukkan cakupan kajian
Di
melakukan focus group discussion (FGD)
Metode Penelitian Penelitian
Yogyakarta.
alasan
dan tertentu
pertimbangansesuai
dengan
komunikasi adalah tindakan atau kegiatan
tujuan riset. Untuk itu, penulis akan
seseorang,
khalayak,
memilih subjek dengan teknik snowball.
ketika terlibat dalam proses komunikasi
Penulis mencari informan lain setelah
(Kuswarno, 2008: 36).
mendapatkan informasi dari informan
kelompok,
Jenis
atau
kunci (key informan).
ini
adalah
bermaksud
untuk
Analisis data dilakukan selama
memahami fenomena tentang apa yang
penelitian. Hal ini dimaksudkan agar
dialami oleh subjek penelitian misalnya
fokus kajian tetap diberi perhatian khusus
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
melalui
lain-lain secara holistik dan dengan cara
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
Proses analisa data mulai dilakukan ketika
bahasa, pada suatu konteks khusus yang
peneliti masih berada di lapangan dan
alamiah
setelah peneliti tidak berada di lapangan.
kualitatif
penelitian yang
dan
dengan
memanfaatkan
yang
wawancara
diperoleh
mendalam,
berbagai metode alamiah (Moleong, 2002:
Data
dari
lapangan
57).
kemudian dipelajari dan ditelaah. Setelah Subjek dalam kajian ini adalah
itu dibuat abstraksi yang merupakan
penggemar boyband Super Junior yang
rangkuman inti dari proses wawancara. 81
Jurnal komunikasi, Volume 6, Nomor 2, April 2012
Hal
ini
diperlukan
untuk
tersebut selanjutnya dibandingkan dengan
menyempurnakan pemahaman terhadap
perspektif
data
kemudian
menghindari bias individual peneliti atas
menyajikannya kepada orang lain dengan
temuan dan kesimpulan yang dihasilkan.
lebih jelas tentang apa yang ditemukan
Selain
dan didapat dari lapangan.
meningkatkan
yang
diperoleh
Analisa
data
yang
digunakan
teori
itu,
asalkan
yang
relevan
triangulasi
teori
kedalaman
penulis
untuk
dapat
pemahaman
mampu
menggali
adalah metode deskriptif. Dengan metode
pengetahuan teoritik secara mendalam
ini, kajian akan dianalisa secara verbal
atas
dengan menggunakan teori-teori yang
diperoleh (Rahardjo, 2010).
relevan untuk menganalisis fenomena
hasil
analisis
Riset
ini
data
yang
dilakukan
telah
terhadap
akan
kelompok penggemar boyband Korea
memberikan validitas data melalui teknik
Super Junior bernama ELF Jogja yang
triangulasi data. Data yang diperoleh di
berada di kota Yogyakarta, selama periode
lapangan (data hasil obeservasi langsung
Februari-April 2012.
perilaku
komunikasi.
Penulis
dan data hasil wawancara mendalam) akan dianalisis referensi
lain
dengan menggunakan serta
interpretasi
dari
Tinjauan Pustaka 1. Analisis Audiens
peneliti.
Audiens
Triangulasi meliputi empat hal
dari
konteks
peneliti (jika penelitian dilakukan secara
ketertarikan budaya, pemahaman dan
berkelompok), triangulasi sumber data,
kebutuhan akan informasi) dan tanggapan
dan triangulasi teori. Dalam penelitian ini,
pada pola tertentu terdapat provisi media.
peneliti menggunakan dua triangulasi
Media juga menggunakan refleksi pola
yaitu
dan
yang lebih luas dari penggunaan waktu,
triangulasi teori. Triangulasi sumber data
ketersediaan, gaya hidup dan rutinitas
adalah menggali kebenaran informasi
sehari-hari. Audiens bisa didefinisikan
tertentu
pada cara yang berbeda tergantung pada
melalui
sumber
data
berbagai
metode
pengumpulan data (Rahardjo, 2010). Sementara itu, pengumpulan data dilakukan antara lain dengan metode observasi
partisipan,
wawancara
(mampu
produk
yaitu triangulasi metode, triangulasi antar
triangulasi
sosial
adalah
membagikan
tempat, orang, tipe medium tertentu, pada isi pesan, dan pada waktu (McQuail, 1997: 2). Tradisi
cultural
studies
juga
mendalam, FGD, kajian pustaka, dan studi
berhubungan dengan ilmu sosial dan
literatur. Hasil akhirnya berupa rumusan
humanis yang berkonsentrasi pada praktik
informasi atau thesis statement. Informasi
bekerjanya budaya populer. Hal tersebut
82
Ratna Permata Sari, Fandom dan Konsumsi Media: Studi Etnografi Kelompok Penggemar Super Junior, ELF Jogja
menekankan pada penggunaan media sebagai
refleksi
konteks
3. Budaya Penggemar
sosiokultural
Para penggemar adalah bagian
tertentu dan sebagai proses pemberian
paling tampak dari khalayak teks dan dan
makna pada produk dan pengalaman
praktik budaya pop. Penggemar selalu
budaya (McQuail, 1997: 18).
dicirikan sebagai suatu kefanatikan yang potensial. Hal ini berarti bahwa kelompok penggemar dilihat sebagai perilaku yang
2. Cultural Studies Cultural studies merupakan studi yang
interdisipliner
karena
bersinggungan
dengan
gender,
sosial,
kelas
dapat
permasalahan dominasi,
ras,
multikultural, ekonomi, bahkan politik pemerintahan
suatu
negara
(Kellner,
2004). Meskipun bahasannya cukup luas, secara
keseluruhan
cultural
studies
terfokus pada makna budaya (Barker, 2004: 28). Makna budaya dapat dilihat pada produk-produk budaya seperti film, musik, atau bahkan gaya hidup suatu kelompok
atau
Produk-produk
masyarakat budaya
ini
tertentu. menjadi
berlebihan
Budaya bentukan media sedikit banyak dipengaruhi oleh konstruksi media tersebut. Oleh karena itulah budaya yang disebut
budaya
media. Budaya media ini yang kemudian dipandang cultural studies sebagai budaya yang
menyediakan
sebuah
kontruksi
tentang cara pandang terhadap dunia, perilaku,
bahkan
identitas
dengan
khas patologi penggemar; individu yang terobsesi dan kerumunan histeris. Ia berpendapat bahwa kedua figur itu lahir dari pembacaan tertentu dan kritik atas modernitas yang tak diakui dimana para penggemar dipandang sebagai simptom psikologis dari dugaan disfungsi sosial. Para
penggemar
ditampilkan
sebagai
salah satu dari “liyan” yang berbahaya dalam kehidupan modern. “Kita” ini waras dan terhormat, “mereka” itu terobsesi dan histeris (Storey, 2006:157). Menurut Jenson, terdapat tiga ciri utama dalam menandai moda pemberian
berkat kontribusi media massa.
seringkali
berdekatan
kegilaan. Jenson menunjukkan dua tipe
populer di kalangan masyarakat luas
terbentuk
dan
(Kellner,
makna budaya penggemar dalam teks-teks media, yaitu: cara penggemar menarik teks mendekati ranah pengalaman hidup mereka, peran yang dimainkan melalui pembacaan
kembali
dalam
budaya
penggemar, dan proses yang memasukkan informasi program ke dalam interaksi sosial secara terus menerus (Storey, 2006: 158).
2004).
83
Jurnal komunikasi, Volume 6, Nomor 2, April 2012
4. Perubahan Formulasi Komunitas Komunitas virtual adalah titik
dalam
studinya:
“Pada
tahap
apa
komunitas virtual mampu menggantikan
temu perkumpulan kepercayaan umum
komunitas
dan berpraktik. Orang-orang berkumpul
kelebihan yang menjadi penyeimbang
namun secara fisik mereka terpisah. Satu
kehadiran proses sosial fragmentasi dan
dari
yang
individualisasi”. Van Dijk menyatakan
menurut
bahwa grup elektronik akan menyerupai
Thompson,
adalah
bagian komunitas organik dalam hal
perkumpulan
individu
fitur
komunitas
menyolok
dan
Fernback
virtual
problematik,
dan
ketidakstabilan
struktur
organik
dan
dan
aturan.
menyediakan
Keseluruhan
yang juga memiliki komunitas yang lain.
kesimpulannya adalah bahwa komunitas
Ketidakstabilan itu memiliki konsekuensi
virtual tidak bisa memperoleh kembali
yang
stabilitas
hilangnya komunitas dalam masyarakat,
komunitas virtual pada derajat yang lebih
dalam hal yang luas karena budaya dan
tinggi dibanding kasus kehidupan nyata
identitas
atau komunitas offline (Jankowski, 2009:
heterogenitas dan ketidakstabilan yang
62 dalam Lievrouw, 2009).
membuat
menitikberatkan
Van
Dijk
karakteristik
pada
menjelaskan
yang
menjadi
empat karakter
umum semua komunitas yaitu antara lain memilki anggota, sebuah organisasi sosial, memiliki bahasa dan pola interaksi serta sebuah identitas umum dan kultural. Karakteristik digunakan
virtual
virtual
atau
“organic
yang
untuk
komunitas nyata
itulah
yang
rasa
begitu
keanggotan
parsial, dan
rasa
memiliki yang kuat. Komunitas vitual tidak
bisa
komunitas terbatas,
menggantikan organik
tapi
karena
mungkin
tempat mereka
mereka
bisa
melengkapi dan memperkuat komunitas organik (Rice, 2009: 99 dalam Lievrouw, 2009).
membandingkan dengan kita
kehidupan
sebut
communities”. bisa
nantinya
dibuat
sebagai
Komunitas
Hasil dan Pembahasan 1. Perilaku Konsumsi Media Secara Privat
dikarakteristikkan
Ketika seseorang belum menjadi fans
berdasarkan kuatnya hubungan antara
yang mengidolakan seseorang, mereka
anggota-anggotanya
berdasarkan
masih bersikap pasif dalam mengonsumsi
tempat dan waktu dan merefleksikan
media. Pasif di sini dapat diartikan orang
sebuah
homogenitas
itu tidak mendapatkan informasi itu atas
(Jankowski, 2009: 63 dalam Lievrouw,
pencariannya sendiri tapi didapat dari
2009).
orang lain. Hal itu yang dirasakan oleh Tia
yang
keanggotaan
Dengan tipologi ini, Van Dijk memformulasikan 84
pertanyaan
sentral
yang
mendapatkan
begitu
banyak
informasi dari saudaranya meminjamkan
Ratna Permata Sari, Fandom dan Konsumsi Media: Studi Etnografi Kelompok Penggemar Super Junior, ELF Jogja
majalah, tabloid, dan DVD yang terkait
penggemar, dalam hal ini kelompok ELF
dengan Super Junior. Orang yang masih
Jogja.
pasif rata-rata juga masih malas-malasan ketika mengamati sesuatu.
Perilaku konsumsi fans Super Junior dalam pemenuhan kebutuhan mereka
Dari segi perilaku konsumsi media,
sebagai
seorang
fan
adalah
dengan
sebagai seseorang yang belum menjadi
menonton serial drama yang diperankan
fans, rata-rata masih menggunakan media
oleh para anggota Super Junior, dengan
konvensional antara lain media cetak
mengoleksi lagu-lagu dan CD mereka dan
yaitu
juga
majalah
dan
tabloid,
media
terus
mencari
informasi
yang
elektronik melalui televisi nasional dan
berkaitan dengan idola mereka melalui
VCD dan DVD kemudian ketika mereka
beberapa media internet
perlahan mulai menyukai Super Junior
seperti melalui Twitter, Facebook, dan
mulai mencari video reality show mereka
blog-blog fanbase. Melalui media internet
di situs Youtube. Dari sini bisa dilihat
tersebut
bahwa
informasi yang relatif baru dan cepat dari
untuk
permulaan
perilaku
konsumsi media sebelum menjadi fans,
mereka
bisa
antara lain
mendapatkan
belahan dunia manapun.
mereka masih menggunakan semua jenis
Dalam
menunjukkan
eksistensi
media mulai dari media cetak, elektronik
dirinya
sebagai
hingga internet namun penggunaan media
Fahma
dan Dewi menggunakan media
internet dalam tahap sebelum menjadi
Facebook
fans ini dapat dikatakan masih minim,
profile picture dan statusnya yang terang-
belum sebanyak waktu mereka menjadi
terangan
fans.
kefanatikan dia sebagai seorang fan Super
dan
seorang Twitter
penggemar,
yaitu
memperlihatkan
melalui
selera
dan
Setelah menjadi seorang fan, perilaku
Junior. Sebagai seorang fan Super Junior
konsumsi media mereka atas informasi
dan anggota ELF Jogja, Tia dan teman-
terkait idolanya pun ikut meningkat.
temannya
Seakan-akan mereka ingin selalu terus
fandom mereka dengan membeli proyek
mengetahui
lagu Super Junior dengan cara online.
kehidupan
perkembangan idola
mereka.
dan Perilaku
konsumsi media setelah menjadi fans dibagi dalam dua hal yaitu bagaimana perilaku konsumsi media para fans dalam memenuhi kebutuhan informasi akan idolanya
dan
bagaimana
perilaku
konsumsi media para fans sebagai cara eksistensi diri atau untuk mendapatkan pengakuan sebagai anggota kelompok
membuktikan
eksistensi
Tak dapat dielakkan lagi, praktik konsumsi tidak bisa lepas dari mereka demi
pemenuhan
kebutuhan
demi
mendapat pengakuan dan menjadi bagian dari
kelompok
penggemar.
Hal
itu
menunjukkan bahwa dalam kelompok penggemar, mereka harus mengikuti gaya hidup fandom tersebut. Bukan hanya dengan membeli project lagu, tak jarang 85
Jurnal komunikasi, Volume 6, Nomor 2, April 2012
ELF Jogja membuat acara-acara seperti
Walau berada di lingkungan ELF
menonton konser Super Show di studio
yang orang-orang di dalamnya sama-sama
kecil,
meluapkan
menyukai Super Junior, Fahma tidak serta
perasaan emosional pada idola mereka,
merta langsung berbaur dengan yang lain.
hal itu merupakan bagian dari kreativitas
Dia merasa perlu melihat respon terlebih
simbolik yang dilakukan oleh penggemar
dahulu
budaya pop.
mencemooh
disitulah
mereka
Para fans tidak hanya mencari
pada
rekan Super
bicaranya
dengan
sifat
Junior
apa
apakah
kefanatikan tidak.
Dari
informasi itu hanya dari sumber saja, tapi
penjelasan di atas dapat dilihat bahwa
dari beberapa sumber sekaligus, dari blog,
Fahma memang memiliki sikap yang
portal, fanpage, social media dan media
cenderung lebih tertutup sehingga tidak
lain sekaligus. Kecenderungan pencari
mudah menceritakan secara langsung apa
informasi
itu
yang sedang ia rasakan terkait dengan
sensibilitas
kefanatikannya pada Super Junior. Hal
dari
berbagai
sumber
dinamakan
ini
itulah yang salah satunya menimbulkan
menggambarkan konsumsi media yang
adanya ketidaksetaraan partisipasi dalam
kompulsif atas media massa yang tak lagi
suatu komunitas organik.
“hiperkonsumeris”.
Terminologi
mempertimbangkan teks tunggal yang
Sesuai
dengan
karakteristik
mungkin sudah bisa menyediakan banyak
komunitas, komunitas organik dibatasi
kesenangan.
waktu, tempat dan lingkungan alami karena mereka bergantung pada kontak
2. Perilaku Konsumsi Media ELF dalam Komunitas ELF Jogja dan Virtual
fisik
pada
organisme
manusia
yang
bersama-sama membentuk “badan sosial” dan mampu berkomunikasi tatap muka atau face-to-face (Dijk, 2006: 166). Oleh
Secara umum, seorang penggemar
karena itu, suatu komunitas organik
yang sedang mengidolakan artis, dia akan
memiliki kesempatan yang lebih baik
mencari
untuk
teman
atau
kelompok
yang
membangun
dan
memelihara
mempunyai ketertarikan yang sama. Salah
budaya dan identitasnya sendiri dibanding
satunya bergabung dengan komunitas
komunitas virtual.
fans. Begitu juga dengan para fans Super Junior
yang
komunitas berbagai
fans
secara
aktif
Super
keperluan.
mencari
Junior
Dan
ELF
untuk Jogja
menjadi salah satu kelompok penggemar Super Junior yang besar di kota Jogja.
Kecanggihan teknologi informasi saat ini membuat konsumsi akan media, terutama media internet menjadi begitu besar. Beberapa saat yang lalu mungkin kita masih menggunakan media internet untuk sekedar mencari informasi tapi saat ini dengan banyaknya perangkat (gadget)
86
Ratna Permata Sari, Fandom dan Konsumsi Media: Studi Etnografi Kelompok Penggemar Super Junior, ELF Jogja
yang sudah dilengkapi dengan akses
kelompok tersebut untuk bisa dihadiri
internet dan mudah dibawa menjadikan
secara
media internet mempunyai ruang yang
dibedakan
sangat
(online communities) yang secara lengkap
luas
untuk
dieksplorasi.
tatap
muka.
dengan
Mereka
harus
komunitas
online
Munculnya social network beberapa tahun
komunitas
virtual
hanya
belakangan ini menjadi contoh konkret
internet.
Saling
peningkatan
ada ruang yang telah dihasilkan dari
penguatan
komunitas
“hidup”
online,
di dan
online
social
komunitas dan komunitas organik akan
network dan blog-blog pun saat ini bukan
menjadi tantangan sebenarnya di masa
lagi menjadi hal yang baru. Hal itulah
depan.
media
internet.
Penggunaan
yang menghadirkan komunitas virtual di dunia maya.
Penutup
Dengan
para
fans
melakukan
perilaku konsumsi media beragam, hal itu juga memberikan pengaruh sosial dalam komunikasi dan interaksi dalam kedua komunitas tersebut: organik dan virtual. Adanya
perbedaan
karakteristik
komunitas organik dan komunitas virtual sehingga dapat digambarkan kesimpulan bahwa komunitas virtual tidak dapat menggantikan
hilangnya
komunitas
organik. Mereka tidak bisa menggantikan komunitas organik karena mereka sangat terbatas dan tidak stabil.
Kajian
ini
menggambarkan
bagaimana perilaku konsumsi media para penggemar Super Junior yang tergabung dalam
kelompok
ELF
Jogja
dan
bagaimana gambaran pengaruh sosial perilaku
konsumsi media ELF saat
berkomunikasi di dalam komunitas ELF Jogja dan di komunitas virtual. Penulis menyimpulkannya dalam dua poin besar antara lain: untuk perilaku konsumsi media fans secara privat temuannya adalah perilaku konsumsi media sebelum menjadi fans (Pre), para fans tersebut
Akan tetapi, komunitas virtual bisa
melakukan pencarian ke beberapa media
meningkat jika diawali dari komunitas
antara lain melalui media cetak, elektronik
tradisional.
antaranya
dan sesekali media internet tapi masih
(online
bersifat pasif. Setelah menjadi fans (Post),
komunitas
dia mempunyai kebutuhan yang harus dia
organik yang secara virtual terhubung
penuhi antara lain melalui serial drama
melalui internet. Seperti yang sudah
Korea, reality show, lagu dan video klip
dilakukan oleh kelompok ELF Jogja.
mereka dan apapun informasi mengenai
Mereka membuat fan page ELF SUPER
idola mereka melalui media internet di
JUNIOR
portal berita, di media sosial seperti di
disebut
Jembatan
komunitas
communities)
di online
merupakan
JOGJA
untuk
menyebarkan
informasi terkait perkembangan Super Junior dan acara-acara yang diadakan 87
Jurnal komunikasi, Volume 6, Nomor 2, April 2012
Twitter dan Facebook dan juga fan page
mereka bisa mendapatkan informasi yang
kelompok ELF Jogja.
lebih cepat dari teman yang berada di
Perilaku dalam
konsumsi
media
menunjukkan
fans
eksistensi
belahan bumi lain dan mereka dapat mengonsumsi
sekaligus
memproduksi
sebagai
lirik lagu dan fan fiction dalam blog
adalah
pribadinya. Dengan segala keterbatasan
dengan terang-terang menunjukkan pada
karakteristik komunitas ini, tentunya juga
publik identitas dia sebagai seorang fan,
bisa rawan dalam hal komunikasi yang tak
salah satunya melalui pemasangan foto
jarang menimbulkan kericuhan seperti
Super Junior atau salah satu bias mereka
fan
di profil picture di Facebook dan Twitter
komunitas virtual.
diri/mendapatkan anggota
pengakuan
kelompok
penggemar
war
mereka serta bergabung dalam kelompok ELF Jogja.
fans
menunjukkan
hal
perilaku
secara
konsumsi
privat,
pengalaman
fans
sensibilitas
antar
fan)
dalam
Saat seseorang berinteraksi dalam komunitas
Dalam media
(perang
virtual,
memperoleh komunitas karena
dia
tidak
kembali nyata
budaya
hilangnya
dalam
dan
bisa
masyarakat
identitas
begitu
“hiperkonsumeris” yang menggambarkan
parsial, heterogenitas dan ketidakstabilan
konsumsi yang kompulsif atas media
yang membuat rasa keanggotan dan rasa
massa yang tak lagi mempertimbangkan
memiliki komunitas tersebut yang tidak
teks
mengonsumsi
begitu kuat. Untuk itu, komunitas virtual
media yang banyak itu menjadi hal yang
mampu melengkapi komunitas organik,
penting daripada objek konsumsi itu
tapi tidak bisa menggantikannya.
tunggal.
Aktivitas
sendiri. Dengan
beragamnya
perilaku
konsumsi media, hal itu juga memberikan Daftar Pustaka
dampak secara sosial yang dialami para fans
ketika
berinteraksi
dan
berkomunikasi dalam komunitas yang berbeda
karakteristik
mendapatkan
itu.
Para
keuntungan
ELF ketika
Kellner, Douglas. 2004. Cultural studies, Multiculturalism,
and
Media
Culture.
bergabung dalam ELF Jogja antara lain
http:///www.gseis.ucla.edu/facult
karena mereka menemukan teman-teman
y/kellner/papers/SAGEcs.htm.
yang memiliki satu ketertarikan yang
Diakses pada 21 Mei 2012.
sama tanpa mendapat pandangan miring dari orang lain yang tidak mengerti kefanatikan mereka. Sedangkan ketika bergabung 88
dalam
komunitas
virtual,
Kuswarno,
Engkus.
Komunikasi. Padjajaran.
2008.
Etnografi
Bandung:
Widya
Ratna Permata Sari, Fandom dan Konsumsi Media: Studi Etnografi Kelompok Penggemar Super Junior, ELF Jogja
Lewis, Lisa A. 1992. Adoring Audience:
Rahardjo,
2010.
Triangulasi
Penelitian
Kualitatif.
Mudji.
Fan Culture and Popular Media.
dalam
London: Routledge.
http://mudjiarahardjo.com/materi-
Lievrouw, Leah A & Sonia Livingstone. 2009. Handbook of New Media: Social
Shaping
and
Social
kuliah/270.html?task=view. Diakses pada 26 Mei 2012. Rianto, Puji (ed.). 2007. Riset Audiens
Consequences of ICTs. London:
dalam
Sage Publication Ltd.
Yogyakarta: Pusat Kajian Media
McQuail, Denis. 1997. Audience Analysis. London: Sage Publications. Moleong,
Lexy.
Penelitian
2002. Kualitatif.
Metodologi Bandung:
Kajian
Komunikasi.
dan Budaya Populer. Storey, John. 2006. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.
Remaja Rosdakarya.
89
Jurnal komunikasi, Volume 6, Nomor 2, April 2012
90