APLIKASI LIMBAH CAIR RENDAMAN REBUNG BAMBU DAN RENDAMAN KULIT JENGKOL TERHADAP RESPON PANJANG AKAR DAN VOLUME AKAR TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L. var. secalinum) Risky Ana Haloho1, Herman2, Dewi Indriyani Roslim2 1
Mahasiswa Program S1 Biologi Dosen Bidang Genetika Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia
[email protected] 2
ABSTRACT Celery is one of the most famous vegetables in the world because it has high economic value and useful as medicine. Celery can grow well in the highland with cool climate. The problem which arise the most is lack of interest of vegetable farmer to plant celery in the lowland because usually celery will grow stunted in incompatible environment. Informations about celery growth in lowland and hot climate are necessary to determine the best treatment which helps celery growth in lowland. The aims of this study was to determine type and the best liquid waste concentration for celery growth in Pekanbaru. Liquid waste used was bamboo shoots and jengkol skin. Celery seeds were obtained from farm store in Pekanbaru then planted in Botanical Research station FMIPA UR. Parameters observed were root length and volume. This study was carried out using completely randomized design (CRD) with 10 treatments repeated 4 times. Data was analyzed by ANOVA followed by Duncan's Multiple Range Test at 5%. Applications liquid wastes either alone or in combination showed significant effect on roots length, and roots volume. The result showed that 6,0 cc (R2) liquid of bamboo shoot gave the best effect on all parameters. Keywords : Apium graveolens L. var. secalinum, bamboo shoots, jengkol skin, liquid waste ABSTRAK Seledri merupakan salah satu sayuran populer di dunia karena memiliki nilai ekonomi dan bermanfaat sebagai obat-obatan. Seledri dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi dengan iklim sejuk. Permasalahan yang sering muncul adalah kurangnya minat para petani sayuran untuk menanam seledri di dataran rendah karena biasanya seledri akan tumbuh kerdil pada lingkungan yang tidak sesuai. Informasi tentang pertumbuhan tanaman seledri di dataran rendah dan beriklim panas sangat diperlukan untuk menentukan perlakuan terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan seledri di dataran rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis dan konsentrasi pemberian limbah cair terbaik terhadap pertumbuhan tanaman seledri di Kota JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
1
Pekanbaru. Limbah cair yang digunakan adalah rendaman rebung bambu dan rendaman kulit jengkol. Benih seledri diperoleh dari toko pertanian yang ada di Pekanbaru kemudian ditanam di kebun percobaan Biologi FMIPA UR. Parameter yang diamati adalah panjang akar dan volume akar. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali. Data dianalisis dengan ANOVA dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%. Aplikasi limbah cair yang digunakan baik tunggal maupun kombinasi menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar dan volume akar. Hasil penelitian menunjukkan pemberian rendaman rebung bambu sebanyak 6,0 cc (R2) memberikan pengaruh terbaik terhadap semua parameter pertumbuhan tanaman seledri. Kata Kunci : Apium graveolens L. var. secalinum, kulit jengkol, limbah cair, rebung bambu PENDAHULUAN Seledri (Apium graveolens L. var. secalinum) merupakan tanaman sayuran yang memiliki aroma yang khas dan biasanya dijadikan campuran penyedap makanan. Nilai ekonomis tanaman seledri terletak pada bagian batang dan daunnya. Sayuran ini juga memiliki banyak kandungan kimia yang berkhasiat sebagai obat herbal. Banyaknya manfaat tanaman seledri mengakibatkan permintaan akan tanaman seledri meningkat, namun konsumen juga sangat memperhatikan kualitas dan kuantitas seledri (Rukmana 1995). Sayuran seledri dapat tumbuh di daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Dataran tinggi merupakan tempat tumbuh yang baik bagi sayuran seledri, sedangkan pada dataran rendah sayuran ini tumbuh dengan ukuran yang kerdil (Nursahedah 2008). Menurut Soewita (1989), tanaman seledri yang dibudidayakan pada daerah yang cocok dan sesuai dengan syarat tumbuh tanaman seledri mampu menghasilkan produksi seledri sebanyak 5 ton/ha. Budidaya seledri di Pekanbaru tergolong usaha sampingan karena JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
seledri masih didatangkan dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat, padahal prospek budidaya seledri cukup baik untuk dikembangkan dalam skala yang besar. Limbah rebung bambu dan kulit jengkol merupakan contoh golongan sampah organik yang dapat mencemari lingkungan sehingga diperlukan usaha untuk memanfaatkan kembali limbah untuk mengatasi pencemaran limbah. Air limbah yang diolah biasanya mengandung unsur nitrogen dan fosfor lebih sedikit, namun jumlah kaliumnya sama, tergantung pada pengolahan limbah cair yang digunakan (Mara & Sandy 1994). Limbah rebung bambu dan kulit jengkol diduga mengandung unsur hara yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Winarno (1992) menyatakan bahwa dalam 100 g bagian rebung yang dimakan, terdapat kadar air (90,6%), protein (2,2%), lemak (0,6%), karbohidrat (4,4%), vitamin B1 (0,04%), vitamin B2 (0,02%), vitamin C (7,0%), beta karoten (15,0%), serat kasar (0,8%), abu (1,4%), kalsium (13,0%), fosfor (30,0%), besi (2,1%), natrium (19,0%). Selain itu, ekstrak 2
rebung dalam bentuk cair juga mengandung turunan auksin yang dapat merangsang titik tumbuh tanaman, seperti pembesaran sel akar, batang, dan daun (Winarno 1992). Limbah buah jengkol yang diekstrak mengandung fosfor sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk organik cair (Reinnoki et al. 2012). Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor dapat meningkatkan produksi tanaman dan memperbaiki kualitas tanaman. Ketika terjadi kekurangan unsur fosfor pada tanaman, maka unsur fosfor pada jaringan tua akan dipindahkan ke bagian meristematik (Sutejo 2002). Secara umum kondisi tanah di Pekanbaru merupakan tanah mineral yang memiliki kandungan unsur hara yang rendah sehingga budidaya tanaman seledri di Pekanbaru memerlukan upaya pembudidayaan khusus. Kendala yang terjadi dalam pengembangan budidaya tanaman seledri di Pekanbaru adalah keadaan lingkungan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan tanaman seledri seperti unsur hara yang rendah, suhu udara yang tinggi, kelembaban tanah yang rendah dan curah hujan yang tidak menentu. Hal ini mengakibatkan rendahnya minat para petani untuk membudidayakan tanaman seledri. Seledri perlu mendapatkan suplai unsur hara yang cukup selama pertumbuhannya supaya menghasilkan produktivitas yang tinggi dan berkualitas. Aplikasi limbah cair rendaman rebung bambu dan rendaman kulit jengkol pada penelitian ini diharapkan JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
dapat menjadi bahan penambah unsur hara yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seledri sehingga dapat meningkatkan minat para petani untuk membudidayakan tanaman seledri di Kota Pekanbaru. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis limbah cair dan taraf konsentrasi aplikasi limbah cair terbaik untuk pertumbuhan tanaman seledri. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 - Mei 2015 di Kebun Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, martil, shadding net, gelas ukur, meteran, penggaris, alat tulis, timbangan dan kamera. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah paku, triplek, benih seledri (Apium graveolens L. var. secalinum), ember kecil, limbah rendaman rebung bambu, rendaman kulit jengkol, polibag, label tanaman, botol semprot dan curakron. Prosedur penelitian dilakukan dengan mempersiapkan media penyemaian berupa triplek dan persiapan media tanam dalam polibag berukuran tinggi 35 cm dan lebar 40 cm. Benih seledri disemai secara merata ke dalam media bak semai dan dipelihara hingga berumur 30 hari. Kemudian bibit yang telah berumur 30 hari dipindahkan ke media tanam yang berisi campuran tanah, pupuk kandang, dan pasir dengan perbandingan 3:2:1. Penanaman dilakukan pada sore hari supaya tanaman tidak layu dan tetap segar. Kemudian limbah cair rendaman rebung bambu dan rendaman kulit jengkol diaplikasikan melalui 3
penyemprotan pada daun. Limbah cair yang digunakan dipersiapkan terlebih dahulu dalam waktu 24 jam. Penyemprotan limbah cair dilakukan 2 kali dalam seminggu. Limbah cair rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J) serta rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol (K) diaplikasikan pagi hari atau sore hari pada saat stomata sedang membuka dengan sempurna sehingga rendaman yang diaplikasikan tidak cepat menguap. Selain itu dilakukan pemeliharaan berupa penyiangan, penyiraman serta pengendalian hama dan penyakit. Selanjutnya dilakukan pemanenan terhadap tanaman seledri berumur 90 hari dan diukur parameternya. Parameter yang diamati adalah panjang akar (cm) dan volume akar (ml). Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan SPSS versi 17,0 dan apabila berpengaruh nyata dapat diuji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Panjang Akar (cm)
Akar merupakan bagian yang tergolong penting dari suatu tanaman yang dapat mencapai 1/3 berat kering tanaman. Panjang dari suatu akar dipengaruhi oleh jenis tanah dimana tanah yang gembur dapat mempercepat proses pemanjangan akar. Akar berfungsi sebagai organ absorbsi dari bawah tanah dan menyokong pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan terbatas dibawah tanah dibatasi oleh perluasan bagian akar untuk menyokong kehidupan suatu tanaman (Sri 2002).
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
Aplikasi limbah cair rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J) serta rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol (K) berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman seledri (Tabel 1). Tabel 1.
Rata-rata panjang akar seledri dengan aplikasi rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J), serta rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol (K)
Perlakuan
Panjang akar (cm)
XO (0 cc) R1 (3,0 cc) R2 (6,0 cc) R3 (9,0 cc0 J1 (3,0 cc) J2 (6,0 cc) J3 (9,0 cc) K1 (1R : 2J) K2 (2R : 2J) K3 (2R : 1J
9.425 a 12.100 ab 14.950 b 14.925 b 11.650 ab 11.800 ab 11.775 ab 11.600 ab 13.475 ab 12.175 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5%
Rata-rata panjang akar tanaman seledri dengan aplikasi limbah cair yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1.
Rata-rata panjang akar seledri dengan aplikasi rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J), serta rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol (K)
Panjang akar terpanjang terdapat pada perlakuan tunggal rendaman rebung bambu pada taraf 6,0 cc (R2) dengan rata-rata panjang akar 14,95 cm dimana perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pada taraf 3,0 cc (R1) dan taraf 9,0 cc (R3), akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi rendaman (X0). Hal ini diduga karena rendaman rebung bambu mengandung unsur hara fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman seledri. Selain itu, rendaman rebung bambu juga mengandung turunan auksin yang dapat merangsang titik tumbuh tanaman seperti pembesaran sel akar sehingga dapat meningkatkan panjang akar yang dibutuhkan tanaman seledri sehingga dapat meningkatkan panjang akar tanaman seledri. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1992) bahwa dalam 100 g rebung terdapat kandungan fosfor 30%, kalsium 13,0%, natrium 19%, besi 2,1 %, selain itu juga mengandung
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
turunan auksin yang dapat merangsang titik tumbuh tanaman. Panjang akar terpanjang pada perlakuan tunggal rendaman kulit jengkol terdapat pada perlakuan taraf 6,0 cc (J2) dengan rata-rata panjang akar 11,80 cm dimana perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pada taraf 3,0 cc (J1) dan pada taraf 9,0 cc (J3), akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi rendaman (X0). Hal ini diduga karena rendaman kulit jengkol mengandung unsur hara fosfor yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan akar. Unsur hara yang diperoleh melalui penyemprotan akan dimetabolisme langsung pada daun. Lingga (1998) dalam Berianata (2008) menambahkan bahwa unsur hara fosfor diperlukan oleh tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar dan penyusunan lemak protein. Kebutuhan nutrisi tanaman harus seimbang, apabila nutrisi dan unsur hara yang diperoleh dari penyemprotan daun belum seimbang maka perlu diseimbangkan dengan penyerapan oleh akar dari dalam media tanam yang menyebabkan bagian akar akan bertambah panjang untuk menyerap nutrisi pada bagian media tanam yang lebih dalam. Panjang akar terpanjang pada perlakuan rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol terdapat pada perlakuan dengan kombinasi 4,5 cc rendaman rebung bambu dan 4,5 cc rendaman kulit jengkol (K2) dengan rata-rata panjang akar 13,48 cm dimana perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan rendaman kombinasi K1 dan K3, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi rendaman (X0). Hal ini diduga karena kombinasi rendaman rebung bambu dan rendaman 5
kulit jengkol mengandung unsur hara fosfor yang berguna untuk pertumbuhan panjang akar tanaman seledri. Suriatna (1988) menyatakan bahwa keseimbangan hara seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) akan menghasilkan kelarutan tanah yang lebih baik pada daerah perakaran. Jika penyemprotan melalui daun tidak mengandung unsur hara yang cukup, maka keadaan ini akan mendorong akar untuk mencari dan menyerap unsur hara lebih dalam lagi pada media tanam sehingga memperpanjang bagian akar tanaman. 2.
Volume Akar (ml)
Volume akar merupakan salah satu faktor penting pada tanaman yang menggambarkan kemampuan suatu tanaman dalam menyerap unsur hara serta metabolisme pada tanaman. Menurut Lakitan (1996) sebagian unsur yang dibutuhkan tanaman diserap dari tanah melalui akar, kecuali karbon dan oksigen yang diserap dari udara melalui daun. Volume akar berkaitan dengan panjang akar suatu tanaman, apabila panjang akar tanaman bertambah maka volume akar yang dihasilkan juga bertambah. Aplikasi limbah cair rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J) serta rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol (K) berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman seledri (Tabel 2).
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
Tabel 2. Rata-rata volume akar seledri dengan aplikasi rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J), serta rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol (K) Perlakuan
Volume akar (ml)
XO (0 cc) R1 (3,0 cc) R2 (6,0 cc) R3 (9,0 cc0 J1 (3,0 cc) J2 (6,0 cc) J3 (9,0 cc) K1 (1R : 2J) K2 (2R : 2J) K3 (2R : 1J
1.500 a 2.500 ab 6.125 b 4.625 ab 2.750 ab 4.250 ab 4.875 ab 2.250 ab 4.688 ab 4.500 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5%
Rata-rata volume akar tanaman seledri dengan aplikasi limbah cair yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata volume akar seledri dengan aplikasi rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J), serta rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol (K)
6
Akar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila unsur hara di dalam tanah cukup tersedia sehingga penyerapan hara berjalan lancar untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara keseluruhan. Volume akar dapat dilihat dari percabangan akar yang banyak pada saat pengukuran volume akar. Semakin panjang akar dan semakin banyak percabangan akar, maka volume akar semakin bertambah pula. Islami (1995) berpendapat bahwa akar membutuhkan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga apabila keadaan media tanamnya baik, maka akar akan membentuk percabangan yang banyak. Hal ini akan berpengaruh terhadap volume akar tanaman. Volume akar terbesar terdapat pada perlakuan tunggal rendaman rebung bambu pada taraf 6,0 cc (R2) dengan rata-rata volume akar sebesar 6,13 ml dimana perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pada taraf 3,0 cc (R1) dan taraf 9,0 cc (R3), akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi rendaman (X0). Hal ini diduga karena rendaman rebung bambu mengandung unsur hara yang langsung dimetabolisme oleh daun walaupun sebagian unsur hara yang diserap melalui daun digunakan oleh akar untuk pertumbuhan. Novizan (2005) menambahkan aplikasi pupuk melalui daun memberikan respon yang sangat cepat karena langsung dimafaatkan oleh tanaman. Volume akar terbesar pada perlakuan tunggal rendaman kulit jengkol terdapat pada perlakuan rendaman kulit jengkol pada taraf 9,0 cc (J3) dengan rata-rata volume akar JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
sebesar 4,88 ml dimana perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pada taraf 3,0 cc (J1) dan pada taraf 6,0 cc (J2), akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi rendaman (X0). Hal ini diduga karena rendaman kulit jengkol mengandung unsur hara fosfor yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan akar dan membentuk sistem perakaran tanaman. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) tanaman seledri memiliki sistem perakaran halus, banyak dan bercabang-cabang. Percabangan akar yang banyak akan mengakibatkan volume akar bertambah besar. Volume akar terbesar pada perlakuan rendaman kombinasi rebung bambu dan kulit jengkol terdapat pada perlakuan dengan kombinasi 4,5 cc rendaman rebung bambu dan 4,5 cc rendaman kulit jengkol (K2) dengan rata-rata volume akar sebesar 4,69 ml dimana perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan rendaman kombinasi K1 dan K3, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi rendaman (X0). Hal ini diduga karena kombinasi rendaman rebung bambu dan rendaman kulit jengkol mengandung unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan akar adalah ketersediaan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakitan (1996) bahwa sistem perakaran suatu tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah atau media tanam sedangkan pola penyebaran akar dipengaruhi oleh suhu tanah, aerasi, ketersediaan air dan unsur hara. 7
KESIMPULAN Aplikasi limbah cair rendaman rebung bambu (R), rendaman kulit jengkol (J) dan rendaman limbah cair kombinasi (K) untuk setiap taraf perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar dan volume akar tanaman seledri. Aplikasi limbah cair rendaman rebung bambu sebanyak 6,0 cc (R2) merupakan aplikasi yang memberikan pengaruh terbaik untuk panjang akar dan volume akar tanaman seledri. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih atas Hibah Penelitian Berbasis Laboratorium Genetika tahun 2014. DAFTAR PUSTAKA
Berianata O. 2008. Pemberian Pupuk ABG.B (Amazing Bio-Growth Bungan Buah) dan SP- 36 pada Tanaman Kacang Hijau (Vigna Radiata L.). [skripsi]. Pekanbaru: Faperta UIR. Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press. Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
Mara D, Sandy C. 1994. Pemanfaatan Air Limbah dan Eksreta. Bandung: Penerbit ITB. Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif Edisi Revisi. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Nursahedah. 2008. Seledri Wortel dan Tomat. Di dalam: Epik Finilih, editor. Mengenal Budidaya dan Manfaatnya. Depok: Arya Duta. Reinnoki R, Waskito R, Slamet P. 2012. Ekstraksi Fosfor dari Limbah Buah Jengkol dan Petai untuk Pembuatan Pupuk Organik Cair. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 1(1):495-501. Rukmana R. 1995. Bertanam Seledri. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Soewita. 1989. Budidaya Jakarta: CV Titik Terang.
Seledri.
Sri MM. 2002. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suriatna S. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: Melton Putra. Sutejo. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Ranaka Cipta. Winarno. 1992. Rebung Teknologi Industri dan Pengolahan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
8