HALAMAN JUDUL
“FAKTOR RISIKOKEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROMEPADA PENGRAJIN TENUN ATBM (ALAT TENUN BUKAN MESIN) DI PEKALONGAN”
Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
Oleh: Zimamul Fikri ( H2A011050 ) Dosen Pembimbing : 1. dr. M. Naharuddin Jenie, Sp S (K) 2. dr. Rochman Basuki, MSc
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2015 i
http://lib.unimus.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
TelahdisetujuiolehDosenPembimbingskripsidari: Nama
: Zimamul Fikri
NIM
: H2A011050
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: UniversitasMuhammadiyah Semarang
Tingkat
: Program PendidikanSarjana
Judul
: “FAKTOR RISIKO CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PENGRAJIN TENUN ATBM (ALAT TENUN BUKAN MESIN) DI PEKALONGAN”
Pembimbing
: 1. dr. M. Naharuddin Jenie, Sp S (K) 2. dr. Rochman Basuki, MSc
Diajukanuntukmemenuhitugasdanmelengkapisyaratdalammenempuh
Program
PendidikanSarjanaKedokteran.
Semarang, 2 September 2015
DosenPembimbing I,
DosenPembimbing II,
dr. M. Naharuddin Jenie, Sp S (K)
dr. Rochman Basuki, MSc
NIK : 28. 6. 1026. 154
NIK : 28. 6. 1026. 152
ii
http://lib.unimus.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN FAKTOR RISIKO CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PENGRAJIN TENUN ATBM (ALAT TENUN BUKAN MESIN) DI PEKALONGAN
Disusun oleh : Zimamul Fikri H2A011050 Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang pada tanggal 2 September 2015 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran yang diberikan. Semarang, 2 September 2015 Tim Penguji dr. M. Naharuddin Jenie, Sp S (K)
.................................................
dr. Rochman Basuki, MSc
...................................................
dr. Murwani Yekti, Sp S
....................................................
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran. Tanggal, 2 September 2015
dr. M. Riza Setiawan
iii
http://lib.unimus.ac.id
Ketua Tahap Pendidikan Akademik SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sungguhsungguh bahwa skripsi ini karya saya sendiri, dan disusun tanpa tindakan plagiatisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Semarang. Nama
: Zimamul Fikri
NIM
: H2A011050
Fakultas
: Kedokteran
Program studi : Kedokteran Umum Judul
: Faktor Risiko Kejadian Carpal tunnel Syndrome pada Pengrajin Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Pekalongan
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Muhammadiyah Semarang kepada saya.
Semarang, 2 September 2015
Zimamul Fikri
iv
http://lib.unimus.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Analisis Faktor Resiko CTS (Carpal Tunnel Syndrome) pada Pengrajin Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Pekalongan. Penulisan Karya Ilmiah ini merupakan salah satu syarat akademis untuk mencapai gelar sarjana pada Program Pendidikan Dokter (S-1) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Penulis menyadari bahwa penulisan Karya tulis Ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan, rendah hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada : 1. dr. Siti Moetmainnah, SpOG, MARS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. 2. dr. M. Riza Setiawan selaku ketua tahap pendidikan akademik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. 3. dr. M. Naharuddin Jennie, Sp S (K) selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. 4. dr. Rochman Basuki, MSc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. 5. Drs. H. Syafrudin dan Hj. Endang Istia Ningrum selaku Kedua orang tua yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis dan senantiasa mendoakan serta memotivasi agar dapat menyelesaikan karya tulis ini sebaik mungkin. 6. Irma Afifah, Amd keb selaku kakak tersayang yang selalu menjadi semangat dalam mengerjakan karya tulis ini.
v
http://lib.unimus.ac.id
7. Sahabat penulis Agri Shafrion D, Agus Sunarto, Adhi Pradana, Fransisca Aprilia M, Wendy Rahmadani, Nabil Hajar, Seftin dwi yuliani, Santri Utomo, Sudarni, dan Oktavia Mulyoatmojo terima kasih untuk segala bantuan, hiburan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini sebaik mungkin. 8. Semua pihak dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. 9. Responden yang bersedia mengikuti penelitian ini. Penulis menyadari karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Semarang, 2 September 2015
Penulis
vi
http://lib.unimus.ac.id
FAKTOR RISIKO CARPAL TUNNEL SYNDROMEPADA PENGRAJIN TENUN ATBM (ALAT TENUN BUKAN MESIN) DI PEKALONGAN Zimamul Fikri,1M. Naharuddin Jenie,2Rochman Basuki 3 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK Latar Belakang: Carpal Tunnel Syndrome (CTS)adalah akibat disfungsi dari saraf medianus yang terjadi karena peninggian tekanan di dalam terowongan karpal. CTS disebabkan oleh usia, jenis kelamin, lama kerja, masa kerja, beban kerja serta frekuensi gerakan repetitif yang terjadi dalam jangka waktu yang lama misalnya pekerja di bagian produksi kain tenun ATBM ( Alat Tenun Bukan Mesin). Pekalongan merupakan daerah yang banyak terdapat sentra home industry diantaranya adalah sentra tenun ATBM. Menurut National Health Interview Study (NHIS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan dengan populasi dewasa sebesar 1.55% (2,6 juta). Tujuan : Menganalisis hubungan antara usia, jenis kelamin, lama kerja, masa kerja, beban kerja, gerakan repetitive dengan kejadian CTS. Metode : Jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional ini menggunakan keseluruhan populasi sebanyak 60 orang pengrajinTenunATBM “Pirsa Tenun, Kaya Tenun, Ridaka Tenun” di Pekalongan. Variabel bebas adalah usia, jenis kelamin, lama kerja, masa kerja, beban kerja, gerakan berulang. Variabel terikat adalah Kejadian CTS. Analisis data menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95%.Hasil : Hubungan usia dengan CTS nilai p = 0,026, hubungan jenis kelamin dengan CTS nilai p = 0,000, hubungan lama kerja dengan CTS nilai p = 0,000, hubungan masa kerja dengan CTS nilai p = 0,000, hubungan beban kerja dengan CTS nilai p = 0,000, dan hubungan gerakan berulang dengan CTS nilai p = 0,001: Kesimpulan : Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, lama kerja, masa kerja, beban kerja, gerakan repetitive dengan kejadian CTS. Kunci: Usia, Jenis Kelamin, Lama Kerja, Masa Kerja, Beban Kerja, Gerakan Berulang, Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Kepustakaan : 42, 1990-2014
ABSTRACT Background: Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is due to dysfunction of the median nerve that occurs due to elevation of pressure within the carpal tunnel. CTS caused by age, gender, old work, work period, workload and frequency of repetitive movements that occur in the long term, for example workers in the handloom woven fabric production ATBM (alat tenun bukan mesin). Pekalongan is an area that many of them are central home industry is the center of handloom weaving. According to the National Health Interview Study (NHIS) estimates that the prevalence of CTS were reported with 1:55% of the adult population (2.6 million). Objective: To analyze the relations between age, gender, work period, old period, workload, repetitive motion with the incidence of CTS. Methods: analytical research with cross sectional approach is to use the entire population of 60 people craftsman handloom Weaving " Pirsa Tenun, Kaya Tenun, Ridaka Tenun " in Pekalongan, independent variables were age, gender, length of employment, Old Work, work period, repetitive movements. The dependent variable is the incidence of CTS. Data were analyzed using Chi Square analysis with 95% confidence level. Results: The relations of age with CTS value of p = 0.026, relations gender with CTS value of p = 0.000, old work relations with CTS value of p = 0.000, relations work period with CTS value of p = 0.000, relations workload with CTS value of p = 0.000, and relations repetitive motion with CTS value of p = 0.001. Conclusions: There is a relationsbetween age, sex, work period, old period , workload, repetitive motion with the incidence of CTS. Keywords: Age, Gender, Old Work, Work period , Workload, Repetitive Motion, Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Bibliography: 42, 1990-2014
vii
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii KATA PENGANTAR ...................................................................................iv ABSTRAK .....................................................................................................v DAFTAR ISI..................................................................................................vi DAFTAR TABEL DAN GAMBAR..............................................................xi BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ..............................................................................1 B. RumusanMasalah .........................................................................3 C. TujuanPenelitian ..........................................................................3 D. ManfaatPenelitian ........................................................................4 E. Keaslian penelitian .......................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kejadian Carpal Tunnel syndrome ..............................................7 Carpal Tunnel Syndrome .............................................................7 1. Anatomi..........................................................................7 2. Definisi...........................................................................10 3. Etiologi ..........................................................................11 4. Patogenesis.....................................................................15 5. Gejala klinis ...................................................................17 6. Diagnosis CTS ...............................................................17 7. Pencegahan.....................................................................26 B. Kerangka teori..............................................................................27 C. Kerangka konsep..........................................................................28 D. Hipotesis.......................................................................................28 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup penelitian .............................................................29 B. Jenis penelitian .............................................................................29
viii
http://lib.unimus.ac.id
C. Populasi dan sampel.....................................................................29 D. Variabel penelitian .......................................................................30 E. Pengumpulan data ........................................................................30 F. Uji Validitas .................................................................................31 G. Analisis data .................................................................................32 H. Alur Penelitian .............................................................................32 I. Definisi Operasional.....................................................................33 J. Pengolahan Data...........................................................................34 K. Etika Penelitian ............................................................................35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HasilPenelitian ............................................................................36 1. AnalisisUnivariat...................................................................37 a. DeskripsiSubyekPenelitianBerdasarkanUsia.....................37 b. DeskripsiSubyekPenelitianBerdasarkanJenisKelamin..37 c. DeskripsiSubyekPenelitianBerdasarkan Lama Kerja ........38 d. DeskripsiSubyekPenelitianBerdasarkanMasaKerja ..........38 e. DeskripsiSubyekPenelitianBerdasarkanBebanKerja .........39 f. DeskripsiSubyekPenelitianBerdasarkanFrekuensi Gerakan berulang...............................................................39 g. DeskripsiSubyekPenelitianBerdasarkanDiagnosis CTS....40 2. AnalisisBivariat.....................................................................41 a. HubunganUsiadengan CTS ...............................................41 b. HubunganJenisKelamindengan CTS .................................41 c. Hubungan Lama Kerjadengan CTS...................................42 d. HubunganMasaKerjadengan CTS .....................................43 e. HubunganBebanKerjadengan CTS....................................44 f. HubunganGerakan berulangdengan CTS ..........................45 B. Pembahasan.................................................................................46 Hubungan Usia dengan CTS........................................................46
ix
http://lib.unimus.ac.id
Hubungan JenisKelamin dengan CTS .........................................47 Hubungan Lama Kerja dengan CTS ............................................48 Hubungan MasaKerja dengan CTS..............................................49 Hubungan BebanKerja dengan CTS ............................................49 Hubungan GerakanBerulang dengan CTS ...................................50 C. KeterbatasanPenelitian.......................................................................50 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.........................................................................................51 B. Saran...................................................................................................52 Daftar Pustaka ................................................................................................53 Lampiran-lampiran
x
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN LAMPIRAN
A. DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Tabel 3.1.Alur Penelitian Tabel 3.2. Definisi Operasional Tabel 3.3.TabelCoding Tabel 4.1.UjiValiditas Tabel 4.2.SampelBerdasarkanUsia Tabel 4.3.SampelBerdasarkanJenisKelamin Tabel 4.4.SampelBerdasarkan Lama Kerja Tabel 4.5.SampelBerdasarkanMasaKerja Tabel 4.6.SampelBerdasarkanBebanKerja Tabel 4.7.SampelBerdasarkanFrekuensiGerakanBerulang Tabel 4.8.SampelBerdasarkanDiagnosa CTS Tabel 4.9. HubunganUsiadengan CTS Tabel 4.10. HubunganJenisKelamindengan CTS Tabel 4.11. Hubungan Lama Kerjadengan CTS Tabel 4.12. HubunganMasaKerjadengan CTS Tabel 4.13. HubunganBebandengan CTS Tabel 4.14. HubunganGerakanRepetitifdengan CTS
xi
http://lib.unimus.ac.id
B. DAFTAR GAMBAR Gambar
2.1.AnatomiPergelanganTengan
Gambar
2.2. Anatominervusmedianus
Gambar
2.3. Anatomi Flexor Retinaculum
Gambar
2.4. TesPhalen
Gambar
2.5. Tinel’s Test
Gambar
2.6.Nerve Gliding
Gambar
2.7. Kerangka Teori
Gambar
2.8. Kerangka Konsep
Gambar
3.1. AlurPenelitian
C. DAFTAR LAMPIRAN A. Kuesioner B. Hasil Analisis Data C. Foto-foto Kegiatan D. Perizinan
xii
http://lib.unimus.ac.id
xiii
http://lib.unimus.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tangan merupakan salah satu anggota gerak tubuh yang paling sering digunakan dalamberbagai aktivitas sehari-hari. Aktivitas tangan dan pergelangan tangan
yang berlebihanjika berlangsung lama dapat
menimbulkan suatu masalah. Masalah yang ditimbulkan akibat aktivitas yang berlebihan pada tangan akan mempengaruhi risiko penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja adalah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan atau diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan1. Penyakit akibat kerjadiantaranya ketulian, gangguan reproduksi, gangguan jiwa, sistem syaraf dan gangguan muskuloskeletal termasuk Carpal Tunnel Syndrome (CTS)2.CTSadalah akibat disfungsi dari saraf medianus yang terjadi karena peninggian tekanan di dalam terowongan karpal. Gejala yang khas seperti : nyeri, parestesia, mati rasa atau sensasi seperti tertusuk-tusuk saat pulih dari kesemutan dalam distribusi saraf medianus tangan, dan biasanya di ibu jari telunjuk dari jari tengah serta bagian radial-radial jari manis. Sebagian kasus CTS tidak diketahui secara jelas penyebabnya, sedangkan pada kasus yang diketahui penyebabnya sangat bervariasi. Penyebab CTS erat hubungannya dengan penggunaan tangan secara berulang dan berlebihan3. CTS dapat tercetus akibat lama kerja, masa kerja, beban kerja serta frekuensi gerakan berulangtangan dan pergelangan tangan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama misalnya pekerja di bagian produksi kain tenun ATBM ( Alat Tenun Bukan Mesin).Aktivitas yang banyak menggunakan tangan dalam waktu yang lama sering dihubungkan dengan terjadinya CTS3. Bagi seseorang yang selalu bekerja di pembuatan tenun ATBM akan menghabiskan waktu berjam-jam dalam kesehariannya yang berakibat pada timbulnya CTS.
14
http://lib.unimus.ac.id
Angka kejadian CTS di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 1-3 kasus per 1000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1000 orang pada populasi umum. Menurut National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan dengan populasi dewasa sebesar 1.55% (2,6 juta). CTS lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan usia berkisar 25-64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita >55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,5% untuk laki-laki CTS adalah jenis neuropaty jebakan yang paling sering ditemui. Syndrometersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral4. Urutan prevalensi CTS di Indonesia dalam masalah kerja belum diketahui karena sampai tahun2011 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja yang dilaporkan karena berbagai hal, sebabnya antara lain sulitnya diagnosis penelitian pada pekerja dengan resiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi CTS antara 5,6%-15%.Penelitian Harsono pada pekerja suatu perusahaan ban di Indonesia melaporkan prevalensi CTS pada pekerja sebesar 12,7%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positif antara keluhan dan gejala CTS dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan5. Resiko terjadinya CTS 10% lebih banyak pada orang dewasa. Menurut Ronald E Pakasi, Carpal Tunnel Syndrome umumnya terjadi pada usia antara 29-62 tahun. Pertambahan usia dapat memperbesar risiko CTS. Telah dilakukan penelitian pada karakteristik penderita CTS di Rs. Dr Kariadi Semarang diperoleh hasil 34 penderita (4%) baru dalam 1 tahun dari total 838 pasien dengan kelompok usia 41-50 tahun (38,2%) dan51-60 tahun (38,2%)6. Pekalongan merupakan daerah yang banyak terdapat sentra home industry diantaranya adalah sentra tenun ATBM. ATBM merupakan alat untuk melakukan penenunan yang digerakkan manusia. Banyak masalah
15
http://lib.unimus.ac.id
kesehatan akibat kerja yang masih belum diketahui oleh para pekerja maupun pemilik Home industry itu sendiri, penelitian dibidang kesehatan pada pekerja juga masih jarang dilakukan. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerjahome industry
ATBM
“Pirsa
Tenun”
Desa
Pakumbulan
Kecamatan
BuaranKabupaten Pekalongan telah ditemukan 6 dari 10 pengrajin mengalami keluhan pegal-pegal pada tangan, keluhan bertambah berat pada malam hari. Para pekerja melakukan aktivitas kerja secara rutin bahkan terkadang bekerja lembur pada malam harinya dengan maksud mengejaromset produksi. Pekerja juga jarang melakukan peregangan tubuh dengan baik saat bekerja maupun saat istirahat. Pekerja melakukan rutinitas pekerjaannya lebih dari 8 jam per hari dari posisi kerja yang tidak berubah-ubah dengan posisi duduk.Terdapat frekuensi gerakan berulang tangan dan pergelangan tangan ± 50 gerakan/menit berupa gerakan flexi dan ekstensi pada tangan untuk menggerakkan alat tenun. Beberapa faktor tersebut merupakan salah satu dari faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian CTS. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor Risiko Kejadian Carpal tunnel Syndrome pada Pengrajin Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Pekalongan”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan permasalahan dalam penelitian : Adakah Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Lama Kerja, Beban Kerja dan Gerakan Berulang tangan dan pergelangan tangan dengan Kejadian CTS (Carpal tunnel Syndrome) pada Pengrajin Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Pekalongan? C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisishubungan usia dengan kejadianCTS. 2. Menganalisishubunganjenis kelamin dengan kejadian CTS. 3. Menganalisishubunganmasa kerja dengan kejadian CTS.
16
http://lib.unimus.ac.id
4. Menganalisishubungan lama kerja dengan kejadian CTS. 5. Menganalisishubungan beban kerja dengan kejadian CTS 6. Menganalisishubungan frekuensi gerakan berulang tangan dan pergelangan tangan dengan kejadian CTS. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pekerja Mengetahui
tentang faktor resiko dan penyakit CTS yang
ditimbulkan saat bekerja sehari-hari sebagai pengrajin tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan. 2. Bagi Instansi Sebagai masukan tentang adanya bahaya faktor resiko pada pekerja bagian produksi
kain tenun ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin), sehingga dapat dijadikan dasar pengendalian dan perlindungan terhadap pekerja. 3. Bagi Lembaga Pendidikan Memberikan pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran khususnya kesehatan saraf yang dapat dijadikan referensi untuk diadakan penelitian selanjutnya serta memberikan informasi bagi para pembaca. 4. Bagi Peneliti Sarana penerapan dan pengembangan ilmu yang secara teoritik didapat dalam perkuliahan sehingga menambah pengetahuan dan membantu memberikan masukan tentang apa saja faktor resiko kejadian CTSdan ketrampilan penanganan kasus tersebut.
17
http://lib.unimus.ac.id
E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian7-10 No
1.
2.
Nama Peneliti (Tahun) Koesyanto YRH (2010)
Prayitno A, Yuldan F dan sri M (2013)
Judul, Penelitian
Variabel Penelitian
Desain studi
Hasil Penelitian
Hubungan antara getaran mesin pada pekerja bagian produksi bagian produksi dengan CTS industri pengolahan kayu Brumbung Perhutani Unit I Jawa Tengah
Variabel bebas:Getaran mesin.
Cross sectional
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pekerja pandai besi pengrajin golok sektor informal di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya
Variabel terikat: Cross Umur, masa sectional kerja, postur tangan saat bekerja, aktivitas berulang saat bekerja, suhu dan getaran.
Ada hubungan antara getaran mesin pada pekerja bagian produksi bagian produksi dengan CTS industri pengolahan kayu Brumbung Perhutani Unit I Jawa Tengah Ada hubungan antara umur, masa kerja, postur tangan, saat bekerja, aktivitas berulang saat bekerja
Variabel terikat : kejadian CTS.
Variabel terikat: kejadian CTS 3.
Wahyuningr um A (2013)
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada wanita pelinting jenang.
Variabel bebas: Usia, masa kerja, lama kerja, dan frekuensi gerakan berulang pergelangan tangan Variabel terikat: Kejadian CTS
18
http://lib.unimus.ac.id
Cross sectional
Ada hubungan antara usia dengan kejadian CTS
4.
Permatasari I (2014)
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pengrajin Tenun Tradisional Sektor Informal di Desa Wanarejan Utara Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang
Variabel bebas : usia, lama kerja, masa kerja, riwayat penyakit, sikap kerja, frekuensi gerakan berulang. Varibel terikat : Carpal Tunnel Syndrome(CTS)
Cross sectional
Ada hubungan antara usia dengan kejadian CTS
Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut adalah jenis pekerjaan responden, lokasi penelitian dan beban kerja.Jenis pekerjaan ini adalah pengrajin tenun tradisional ATBM, Lokasi penelitiannya di Desa Pakumbulan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Variabel bebas pada penelitan sebelumnya adalah usia, masa kerja, lama kerja, frekuensi gerakan berulang sikap kerja yang tidak ergonomis, suhu dan getaran saat bekerja. Perbedaan pada penelitian ini akan diketahui adakah hubungan antara beban kerja responden dengan kejadian CTS dimana pada penelitian sebelumnya belum dilakukan penelitian.
19
http://lib.unimus.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) 1. Anatomi Carpal Tunnel Syndrome (CTS) a. Fascia Telapak Tangan Fascia telapak tangan terhubung dengan fascia punggung tangan ke arah proksimal terhubung dengan fascia lengan bawah. Pada tonjolan – tonjolan thenar dan hypothenar fascia palmaris ini bersifat tipis, tetapi bagian tengahnya bersifat tebal dengan dibentuknya aponeurosis palmaris yang berwujud sebagai lempeng jaringan ikat berserabut, dan pada jari – jari tangan dengan membentuk vagina fibrosa digitimanus. Aponeurosis palmaris, bagian fascia tangan dalam yang kuat dan berbatas jelas, menutupi jaringan lunak dan tendo otot – otot fleksor panjang. Bagian proksimal aponeurosis palmaris berhubungan dengan retinaculum flexorum dan tendo musculus palmaris longus. Bagian distal aponeurosis palmaris membentuk empat pita digital yang memanjang dan melekat pada basis phalangis proximalis dan membaur dengan vagina fibrosa digiti manus (Moore, 2002). Sebuah sekat jaringan ikat medial yang menyusup ke dalam tepi medial aponeurosis palmarisuntuk mencapai os metacarpal V medial terhadap sekat ini terdapat kompartemen hypothenar yang berisi otot-otot hypothenar. Sesuai dengan ini, sebuah sekat jaringan ikat lateral meluas ke dalam dari tepi lateral aponeurosis palmaris untuk melekat pada os metacarpal I. Sebelah lateral sekat tersebut terdapat kompartemen thenar yang berisi oto-otot thenar. Antara kompartemen
hypothenar
dan
kompartemen
thenar
terdapat
kompartemen tengah yang berisi otot-otot fleksor serta sarung uratnya, musculi lumbrucales, pembuluh darah dan saraf digital. Bidang otot terdalam pada telapak tangan dibentuk oleh kompartemen aduktor yang berisi musculus adductor pollicis.11
20
http://lib.unimus.ac.id
Gambar 2.1. Anatomi Pergelangan Tangan.11 b. AnatomiNervus medianus Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk
oleh
tiga
sisi
dari
tulang
–
tulangcarpal.Nervusdantendonmemberikanfungsi,sensibilitasdanper gerakan
padajari–jaritangan.
Jaritangan
danotot–ototfleksor
padapergelangantangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang
metaphalangeal,
interphalangeal
proksimal
daninterphalangealdistalyangmembentukjaritangandanjempol.Canal iscarpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian
distal
lekukan
dalampergelangan
tangandanberlanjutkebagianlenganbawahdi regiocubiti sekitar 3 cm.12 Pada terowongan carpal, N. Medianus bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus 21
http://lib.unimus.ac.id
akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. Abductor pollicis brevis, m. Opponens pollicis, dan bagian atas dari m. Flexor pollicis brevis. Pada 33% dari individu, seluruh flexor pollicis brevis menerima persarafan dari N. Medianus. Sebanyak 2% dari individu, m. Pollicis adduktor juga menerima persarafan N. Medianus. Komponen ulnaris dari N. Medianus memberikan cabang sensorik
ke
permukaan
jari
kedua,
ketiga
dan
sisi
radialjarikeempat.Selainitu,sarafmediandapatmempersarafipermuka andorsal jarikedua,ketiga,dankeempatbagiandistalsendiinterphalangealproksi mal.12 Tertekannya N. Medianus dapat
disebabkan
berkurangnya
oleh ukuran
canaliscarpi,membesarnyaukuranalatyangmasukdidalamnya(pembe ngkakan jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadapN.Medianus yangmenyebabkannyasemakinmasukdidalamligamentumcarpi transversum
dapat
menyebabkan
atrofi
eminensia
thenar,
kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan
otot
abductor
pollicis
brevis
yangdiikutidenganhilangnyakemampuansensorikligametumcarpitrans versum yangdipersarafiolehbagiandistalN.Medianus.Cabangsensoriksuperfi sialdariN. Medianusyang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yangberlanjutmempersarafibagian telapaktangandan jari jempol 12. N.Medianusterdiridariseratsensorik94%danhanya6%seratmo torik pada terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi anatomi, yang menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus Capal Tunnel Syndrome13.
22
http://lib.unimus.ac.id
23
http://lib.unimus.ac.id
Gambar 2.2. Anatomi nervus medianus.14
Gambar 2.2. Anatomi nervus medianus14.
Gambar 2.3. Anatomi flexor retinaculum14. 2. Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline, Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh
1
http://lib.unimus.ac.id
berbagai
penyakit,
kondisi
dan
peristiwa.Haliniditandaidengankeluhanmatirasa,kesemutan,nyeritangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis
kelamin,
etnis,ataupekerjaandandisebabkankarenapenyakitsistemik, faktormekanisdan penyakitlocal14. CTS sering terjadi karena berkurangnya ukuran terowongan karpal, pembesaran pada nervus medianus dan bertambahnya volume struktur-struktur yang terdapat di dalam terowongan tersebut. CTS yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu suatu sindrom yang disebabkan karena pekerjaan dengan tekanan biomekanis pada pergelangan tangan dan tangan. Tekanan biomekanis tersebut bisa berupa gerakan berulang, posisi ekstrim pada pergelangan tangan seperti tekanan langsung pada terowongan karpal, gerakan menjepit atau menggenggam dengan kuat3,15. 3. Etiologi Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Carpal Tunnel Syndrome seperti :15,16,17,18,19 A. Faktor Individu 1. Usia Usia yang banyak bekerja di Indonesia yaitu antara 29-62 tahun, dimana banyak pekerja yang melakukan aktifitasnya dengan menggunakan tangan maupun bagian alat gerak tubuh yang lain. Oleh karena itu terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa usia yang berpotensial mengalami risiko kejadian CTS adalah antara 29-62 tahun19. 2. Jenis Kelamin CTS adalah lesi saraf perifer yang paling sering ditemukan. Wanita memiliki resiko 3–10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Dalam sebuah studi dari Belanda, prevalensi kejadian CTS pada usia 25-74 tahun wanita dari
2
http://lib.unimus.ac.id
populasi umum adalah 9,2%. Sekitar 5,8% dari populasi tersebut memiliki gejala dan temuan positif pada pengujian neurologis tetapi tidak memiliki riwayat CTS sebelumnya. Prevalensi keseluruhan pada pria usia 25-74 tahun jauh lebih rendah, yaitu di angka 0,6%20. 3. Lama Kerja Lama seseorang bekerja menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah waktu kerja yang ditentukan untuk 8 jam dalam 1 hari21. Jam kerja yang dikerjakan lebih dari 8 jam per hari, sedapat mungkin dihindari, apabila hal ini tidak dihindari, perlu diadakan sistem kerja gilir. Kerja lembur sedapat mungkin ditiadakan karena dapat menurunkan efisiensi dan produktifias kerja serta meningkatkan angka kecelakaan dan sakit. Kerja lembur melebihi 25% jam kerja akan berpengaruh buruk terhadap tenaga kerja16. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin lama terjadi penekanan pada nervus medianus yang bisa meningkatkan kejadian CTS. 4.
Masa Kerja Masa kerja adalah lama pekerja bekerja pada suatu jenis
pekerjaan. Masa kerja untuk suatu pekerjaan dihitung mulai pekerja melakukan pekerjaan dihari pertama sampai terakhir dia berhenti atau sampai sekarang bekerja. Masa kerja dapat dikategorikan sebagai berikut : untuk masa kerja < 1 tahun, 1-20 tahun dan > 20 tahun. Menurut hasil penelitianyang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa masa kerja minimal terjadinya CTS antara 1-4 tahun dengan rata-rata 2 tahun22. 5.
Faktor Pekerjaan 1. Gerakkan berulang Merupakan gerakkan yang sama yang dilakukan secara berulang-ulang, jika dilakukan dengan intensitas yang
sering
dan
dalam
waktu
3
http://lib.unimus.ac.id
yang
lama
dapat
menyebabkan berkembangnya suatu efek tertentu pada seseorang23. Gerakkan berulang tangan dan pergelangan tangan banyak terjadi di tempat kerja, hal ini akan meningkatkan penekanan pada nervus medianus yang bisa memperbesar kejadian CTS. Daya peningkatan yang secara tiba-tiba
pada
banyaknya
gerakkan
berulang
yang
dilakukan oleh tenaga kerja setiap hari. Gerakkan berulang yang dapat menimbulkan resiko terjadinya CTS yaitu memiliki jumlah gerakkan yang sama yaitu > 30 kali per menit24. 2. Sikap kerja tidak ergonomi Sikap
tubuh
dalam
bekerja
yang
dikatakan
ergonomi yaitu sikap yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja yang dapat dilakukan seperti :25,26 a.
Menghindarkan sikap yang tidak alamiah dalam bekerja.
b.
Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.
c.
Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya.
d.
Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian26. Sikap kerja tidak ergonomi antara lain badan
membungkuk ≥ 200, gerakan leher menunduk ≥ 450. Kedua posisi tersebut berisiko tinggi jika dilakukan > 10 detik dan dengan frekuensi ≥ 30 per menit. Gerakan fleksi ≥ 450 dan ekstensi ≥ 450 akan memiliki risiko tinggi apabila dilakukan selama > 10 detik dan dengan frekuensi ≥ 30 per menit. Sedangkan gerakkan deviasi radial > 200 dan deviasi ulnar
4
http://lib.unimus.ac.id
> 200 akan berisiko tinggi jika dilakukan selama > 10 detik dan dengan frekuensi ≥ 30 per menit27,28. 3. Getaran setempat Getaran setempat pada alat gerak bagian atas sebagai akibat dari benda-benda yang bergetar. Getaran setempat
dapat
menyebabkan
perubahan
pada
tendon,tulang, dan otot serta dapat mempengaruhi susunan saraf29,30. 4. Pekerjaan
yang
memerlukan
kekuatan
otot
pada
pergelangan tangan . Pekerjaan yang memerlukan kekuatan otot pada pergelangan
tangan
merupakan
pekerjaan
yang
memerlukan kuat atau tidaknya kerja otot yang diperlukan untuk melakukan gerakan. Kekuatan otot juga dipengaruhi oleh adanya kelelahan otot, ketika otot melaksanakan gerakkan maka otot akan berkontraksi dan terjadi ketegangan, jika
gerakan tersebut
dilakukan secara
berulang-ulang dan terus menerus maka fungsi otot akan melemah dan kekuatan otot akan menurun sehingga gerakan menjadi lambat28. 5. Beban Kerja Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus
dikeluarkan
oleh
seseorang
untuk
memenuhi
“permintaan” dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kapasitas adalah kemampuan/kapasitas manusia. Kapasitas ini dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental seseorang. Beban kerja yang dimaksud adalah ukuran (porsi) dari kapasitas operator yang terbatas yang dibutuhkan untuk melakukan kerja tertentu26. Selain beban kerja fisik,beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun demikian beban kerja
5
http://lib.unimus.ac.id
mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah.
31
Untuk perhitungan Beban kerja sendiri dihitung
dari hasil atau perolehan suatu pekerjaan yang ditargetkan dalam suatu kisaran waktu tertentu26. 4. Patogenesis Carpal Tunnel Syndrome terjadi akibat ischemia (sumbatan pada suplaidarah) dan atau demyelination (kerusakan pada mukosa saraf) akibat traumamekanik. Cedera seperti ini dapat terjadi jika nervus medianus mengalamipenekanan dan melakukan gerakan secara berulang-ulang yang terjadi padatangan, pergelangan tangan, dan siku yang sering digunakan dalam melakukanpekerjaannya15. Patofisiologi pasti yang mendasari CTS, dalam banyak kasus, belum diketahui dengan jelas jelas. Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan gejala dan gangguan terhadap NCS. Teori yang paling populer adalah teori kompresi mekanik, teori insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran32. Menurut teori kompresi mekanik disebutkan bahwa gejala CTS disebabkan karena adanya penekanan terhadap nervus medianus yang melewati terowongan karpal. Kelemahan utama teori ini adalah hanya menjelaskan konsekuensi dari penekanan terhadap saraf, tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari penekanan32. Penelitian lain mengaitkan gejala CTS dengan adanya penekanan saraf secara spontan di terowongan karpal.
33
Penekanan ini diyakini oleh beberapa peneliti
didasari oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penggunaan tangan dan pergelangan tangan yang berlebihan, penggunaan atau lama ekstensi pergelangan tangan secara berulang, dan menggenggam alat berkepanjangan32.
6
http://lib.unimus.ac.id
Teori kompresi mekanik dapat dihubungkan dengan terjadinya teori kedua, yaitu teori insufisiensi mikro-vaskular. Teori mekanik yang berupa tekanan berulang dapat berakibat pada terjadinya insufisiensi mikro-vaskuler, yaitu kekurangansuplai darah yang akan menyebabkan pengurangan nutrisi dan oksigenasisaraf. Tekanan yang terjadi secara berulang dan lama akan mengakibatkan peningkatan tekanan intravaskuler sehingga meyebabkan aliran darah vena melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intravaskuler lalu diikuti oleh ischemia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan tejadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan akan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi dari nervus medianus terganggu. Hal tersebut menyebabkan
saraf
secara
perlahan-lahan
akan
kehilangan
kemampuannya untuk mengirimkan impuls saraf. Jaringan parut dan sel-sel fibrosa akhirnya akan berkembang dalamsaraf. Tergantung pada beratnya cedera, perubahansaraf dan otot-otot mungkin dapat terjadi secara permanen32.Karakteristik darigejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, yang terjadi akibat ischemia pada segmen saraf.
Gejala
yang
timbul
akan
bervariasi
sesuai
dengan
integritaspasokan darah saraf dan tekanan darah sistolikf.Para peneliti menyimpulkan penting
bahwa
dalam
kemungkinan
ischemia
memainkanperan
CTS.32SejumlahStudi
etiologi
eksperimental
mendukung teori ischemia akibatpenekanan dari luar dan akibat peningkatan tekanandi terowongan karpal34. Menurut teori getaran, gejala CTSdapat terjadi karena efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf medianus di terowongan karpal. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa terjadi edema epineural pada saraf medianus yang terjadi beberapa harisetelah
paparan
alat-alat
genggam
7
http://lib.unimus.ac.id
yang
bergetar.
Selanjutnya,penulis juga mencatat beberapa perubahan yang terjadi seperti mekanik,iskemik, dan trauma32.
5. Gejala klinis Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik pada jari dan setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus4,19. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya17. Gejala klinis pada CTS adalah sebagai berikut :35 a. Mati rasa, kesemutan atau rasa terbakar di jari-jari dan telapak tangan b. Nyeri di pergelangan tangan, telapak atau lengan bawah khususnya selama aktivitas c. Penurunan genggaman atau cengkeraman kekuatan d. Kelemahan terjadi pada ibu jari e. Sensasi yang terjadi bengkak (ada atau tidak terlihat bengkak) f. Kesulitan untuk membedakan dingin atau panas. 6. Diagnosis CTS A. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosis CTS adalah :17 1.
Tes Phalen
8
http://lib.unimus.ac.id
Penderita diminta melakukan fleksi
tangan
secara
maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini mendukung diagnosis. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosis CTS. Tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosis CTS. Sensitivitasnya hingga 88%, sedangkan spesifikasinya sebesar 80%17.
Gambar 2.4.Tes Phalen17 2.
Tes Torniquet Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini mendukung diagnosis17.
3.
Tinel's Sign Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi13.
9
http://lib.unimus.ac.id
Gambar 2.5.Tinel’s Test17 4.
Flick's Sign Penderita
diminta
mengibas-ibaskan
tangan
atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan mendukung diagnosis CTS17. 5.
Thenar Wasting Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar17.
6.
Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer17.
7.
Wrist Extension Test Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini mendukung diagnosis CTS17.
8.
Tes Tekanan Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini mendukung diagnosis17.
9.
Luthy's Sign (Bottle's sign)
10
http://lib.unimus.ac.id
Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak
dapat
menyentuh
dindingnya
dengan
rapat,
tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnosis17. 10. Pemeriksaan Sensibilitas Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (twopoint discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan mendukung diagnosis17. 11. Pemeriksaan Fungsi Otonom Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis CTS13. B. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Neurofisiologi (Elektrodiagnostik) Pemeriksaan
Electro
Myography
(EMG)
dapat
menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik19,36. 2. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI
11
http://lib.unimus.ac.id
dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome15. 3. Pemeriksaan Laboratorium Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang berulang, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap15. C. Penatalaksanaan Penatalaksanaan CTS tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati19,37. 1.
Medikamentosa Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih dipergunakan hingga saat ini, antara lain :19 a.
Injeksi Kortikosteroid Lokal Injeksi
kortikosteroid
cukup
efektif
sebagai
penghilang gejala CTS secara temporer dalam waktu yang singkat.
Metilprednisolon
disuntikkan
langsung
menghilangkan
nyeri.
atau
ke
hidrokortison
carpal
Injeksi
tunnel
kortikosteroid
bisa untuk dapat
mengurangi peradangan, sehingga mengurangi tekanan pada nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam jangka waktu yang panjang19. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus
12
http://lib.unimus.ac.id
palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun19. b.
Vitamin B6 (Piridoksin) Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri19.
c.
Obat Antiinflamasi Non-Steroid (NSAID) Obat-obatan
jenis
NSAID
dapat
mengurangi
inflamasi dan membantu menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Pilihan lainnya yaitu ketoprofen dan naproxen19. 2.
Non-medikamentosa Kasus ringan selain bisa diobati dengan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) juga bisa menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama ada gerak berulang. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu :19
13
http://lib.unimus.ac.id
a. Terapi langsung terhadap CTS b. Terapi konservatif c. Istirahatkan pergelangan tangan. d. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. e. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.
Gambar 2.6. Nerve Gliding17 Keterangan : Fisioterapi yang ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan. f. Terapi operatif Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
14
http://lib.unimus.ac.id
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan
indikasi
relatif
tindakan
operasi
adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka19. g. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS
harus
ditanggulangi,
sebab
bila
tidak
dapat
menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang berulang harus dilakukan
penyesuaian
ataupun
pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain:19 1.
Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan berulang getaran peralatan tangan pada saat bekerja.
2.
Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
3.
Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.
15
http://lib.unimus.ac.id
4.
Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.
5.
Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejalagejala dini
CTS sehingga pekerja dapat mengenali
gejala-gejala CTS lebih dini. 6.
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit
yang sering mendasari terjadinya CTS
seperti: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang
sering
hipotiroidi,
dihemodialisa,
akromegali
myxedema
akibat
tumor
akibat hipofisis,
kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen
vaskular,
artritis,
tenosinovitis,
infeksi
pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal19. D. Prognosis Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya bertahap19. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:19 1.
Kesalahan menegakkan diagnosis, mungkin jebakan / tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2.
Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
16
http://lib.unimus.ac.id
3.
Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
E. Komplikasi Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah refleks sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperparalgesia, disstesia dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa Carpal Tunnel Syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, terapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali19. 7. Pencegahan Pencegahan yang harus dilakukan adalah penerapan prinsipprinsip ilmu ergonomi pada pekerjaan, prosedur kerja, peralatan kerja dan lingkungan kerja serta rotasi kerja.Penyesuaian alat kerja seperti halnya perancangan alat kerja dapat dilakukan dengan cara meninggikan meja kerja yang dipakai sesuai ukuran antropometri pekerja sehingga mengurangi beban tambahan pada pergelangan tangan dan tangan. Postur kerja yang benar sangat penting untuk pencegahan CTS seperti duduk dengan tulang belakang bersandar pada kursi dengan bahu rileks dan lebih baik kursi yang digunakan mempunyai sandaran, kaki menginjak lantai. Alih pekerjaan atau rotasi untuk menugurangi pola penggunaan tangan/perubahan posisi pergelangan tangan berulang meremas, menggegam serta mengurangi waktu kerja dengan istirahat
17
http://lib.unimus.ac.id
yang teratur.Latihan juga perlu dilakukan untuk pekerja dengan pekerjaan dengan gerak berulang. Pemakaian alat pelindung diri berupa sarung tangan khusus yang terbuat dari karet elastis, agar dapat membatasi dan menyangga pergelangan tangan28 B. Kerangka Teori
Kompresi Mekanik Ketegangan Tenaga Berlebih Aktivitas berlebihan (Hiperfunction) Flexi Menjepit & Ekstensi a tangan dan pergelangan tangan berlebihan
Usia
Lama kerja Masa kerja Beban kerja Gerakan berulang
Teori Getaran Paparan Getaran pada tangan dan pergelangan tangan
Tekanan berulang lama & terus menerus
Fleksor retinakulum menebal
Peningkatan tekanan intra vasculer
Infusiensi Mikro vasculer
Jenis Kelamin Menjepit N. Medianus Aliran darah melambat Gejala CTS : Kesemutan Mati rasa Nyeri akut
Inflamasi Suplai darah menurun
Nutrisi & oksigen saraf menurun Gangguan fungsi N. medianus N. Medianus Iskemik
Atrofi N. medianus
Serabut saraf rusak
Fibrosis Epineural
18
http://lib.unimus.ac.id
Edem Epineural
C. Kerangka Konsep Usia
Jenis kelamin
Masa kerja Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Lama kerja
Beban kerja
Gerakan berulang
D. Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan kejadian CTS 2. Ada hubungan perbedaan jenis kelamin dengan kejadian CTS 3. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian CTS 4. Ada hubungan perbedaan lama kerja dengan kejadian CTS 5. Ada hubungan perbedaan beban kerja dengan kejadian CTS 6. Ada hubungan perbedaan gerakan berulang dengan kejadian CTS
19
http://lib.unimus.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Syaraf. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Pekalongan dengan tiga tempat yang berbeda yaitu : Pengrajin Tenun ATBM “Pirsa Tenun, Kaya Tenun dan Ridaka Tenun” pada Bulan Agustus tahun 2015. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik dengan metode Observasional, yaitu menentukan hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (faktor efek). Pendekatan penelitian adalah cross sectional yang dilakukan observasi satu kali dan pengukuran pada satu saat38. C. Populasi dan sampel 1. Populasi Jumlah populasi dalam penelitian sebanyak 60 orang.Pengrajin Tenun ATBM yang berisiko mengalami Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada PirsaTenun sebanyak 30 orang, Kaya Tenun sebanyak 13 orang dan Ridaka Tenun sebanyak 17 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah keseluruhan dari populasi yang meliputi laki-laki dan perempuan yang bekerja di bagian produksi TenunATBM dengan kurun waktu bekerja lebih dari 1 tahun. a.
Kriteria inklusi 1. Responden bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent yang telah disediakan. 2. Responden bekerja dibagian produksi kain tenun ATBM 3. Responden tidak pernah mengalami fraktur atau cidera pada tangan dan pergelangan tangan sebelumnya 4. Responden sudah bekerja >1 tahun
20
http://lib.unimus.ac.id
5. Responden dengan riwayat CTS setelah bekerja di Home Industry ATBM b.
Kriteria ekslusi 1.
Responden tidak mengisi lembar kuesioner dengan lengkap.
2.
Responden dengan riwayat penyakit lain seperti Arthritis Rheumatoid, Osteoartris, Fraktur Pergelangan tangan, Diabetes Melitus.
3.
Responden mengalami CTS sebelum bekerja di Home Industry ATBM
3. Cara sampling Cara sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional sampling dengan menghitung terlebih dahulu jumlah subjek dan populasi (terjangkau) yang akan dipilih sampelnya yang menderita CTS dari beberapa resiko dibuat data secara kolom pembagi dan dihitung secara presentase38. 4. Besar sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alasan mengambil total sampling karena menurut jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya39.
D. Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas Usia, Lama kerja, Masa kerja, Beban kerja, dan Frekuensi gerakan
berulang. 2.
Variabel terikat Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
E. Pengumpulan Data Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui lembar observasi dan kuesioner.
21
http://lib.unimus.ac.id
a.
Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan riwayat CTS dengan kuesioner dan dilakukan pemeriksaan test Phalenuntuk mengetahui kejadian CTS pada subyek penelitian.
b.
Usia Pengumpulan data dengan cara menanyakan kepada responden tentang
usia
responden
dari
tahun
lahir
hingga
sampai
dilaksanakannya penelitian dan sampai usia responden terkena CTS dengan menggunakan kuesioner. c.
Lama Kerja Pengumpulan data dengan cara menanyakan kepada responden tentang jangka waktu responden bekerja dalam hitungan jam/hari dengan menggunakan kuesioner.
d.
Masa Kerja Pengumpulan data dengan cara menanyakan kepada responden tentang jangka waktu responden pertama kali bekerja sebagai pengrajin tenun sampai dilakukan penelitian dengan menggunakan kuesioner.
e.
Beban Kerja Pengumpulan data dengan cara menanyakan kepada responden jumlah kain yang dapat dihasilkan dalam per harinya dengan menggunakan kuesioner.
f.
Frekuensi Gerakan Berulang tangan dan pergelangan Pengumpulan data dengan cara observasi untuk menghitung gerakan berulang
yang
dilakukan
responden
selama
proses
bekerja
menggunakan stopwatch dengan menghitung jumlah gerakan kerja tiap menit. F. Uji Validitas Uji validitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ukuran atau nilai yang menunjukan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat
22
http://lib.unimus.ac.id
ukur dengan cara mengukur kolerasi antara variabel atau item dengan skor total variabel dengan melihat hasil nilai (r) , jika valid maka nilai (>r). G. Analisis Data Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan bantuan computer yang meliputi : 1. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk tiap variabel, untuk melihat deskripsi atau gambaran data variabel terikat dan bebas. 2. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara varibel terikat dan bebas dengan menggunakan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada, uji yang digunakan adalah chi-square dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Data dianalisis dengan menggunakan program komputer. H. Alur Penelitian Sampel kasus penderita CTS di Sentra industri rumahan Tenun ATBM “Pirsa Tenun, Kaya Tenun, dan Ridaka Tenun “di Pekalongan tahun 2015.
Perizinan
penelitian
ke
direksi
industri
rumahantenun ATBM
Informed consent kepada Responden yang akan dilakukan penelitian
Pengambilan data kuesioner, Anamnesis dan pemeriksaan Phalen Test, Tinnel Test dan Tes Kekuatanpada pekerja bagian produksi di Sentra Industri Rumahan tenun ATBM di Pekalongan tahun 2015.
Pengumpulan dan analisis data
23
http://lib.unimus.ac.id
I. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional No 1
Variabel Penelitian Kejadian CTS (Carpal Tunnel Syndrom)
Definisi Operational
Hasil ukur
Skala
Ditemukannya tenaga kerja yang mengalami CTS dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh NIOSH yaitu :15,28 1. Terdapatnya salah satu /lebih gejala parestesia, hipoestesia, sakit/mati rasa pada tangan yang berlangsung sedikitnya 1 minggu ataubila tidak terjadi terus menerus, sering terjadi pada berbagai kesempatan. 2. Secara obyektif dijumpai haasil tes Tinel atau tes Phalen positif. 3. Adanya riwayat pekerja seperti melakukan pekerjaan berulang (gerakan), pekerjaan yang disertai kekuatan tangan, menggunakan alat dengan getaran tinggi serta terjadi tekanan pada pergelangan tangan atau telapak tangan Kejadian CTS utamanya ditegakkan dengan hasil tes Phalen, dan tes tinnel19. Lama hidup responden, sejak lahir sampai saat dilaksanakannya penelitian yang dihitung dalam tahun
1. Ya 2. Tidak
Nominal
1. ≥29 tahun 2. <29 tahun19
Nominal
2
Usia
3
Lama kerja
Waktu yang digunakan responden untuk melakukan pekerjaan menenun dalam satu hari yang diukur dengan satuan jam.
1. ≥8 jam/hari 2. <8jam/hari21
Nominal
4
Masa Kerja
Waktu kerja sejak pertama kali pekerja sebagai perajin sampai diadakannya penelitian.
1. ≥ 2 tahun 2. <2tahun21,22
Nominal
5
Beban Kerja
besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan normal waktu. Rata - rata pekerja menghasilkan kain tenun 2 meter perhari.
1. ≥ 2 meter per hari 2. < 2 meter per hari26, 30
Nominal
6
Frekuensi Gerakan berulang
Frekuensi gerakan saat bekerja yang dihitung selama 1 menit dengan menggunakan stopwatch.
1. ≥30 gerakan/men it 2. <30 gerakan/men it24,23,28
Nominal
24
http://lib.unimus.ac.id
J. Pengolahan data 1.
Editing Dilakukan untuk mengoreksi kelengkapan data yang sudah ada.Unsur-unsur yang ada dalam editing mencangkup kelengkapan dan kebenaran mengisi kuesioner dan pengamatan yang dilakukan .
2.
Coding Mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi bilangan atau angka. Tabel 3.3 Variabel dan Kategori Penelitian No 1
3.
Variabel Penelitian
Kategori 1. Ya 2. Tidak
2
Kejadian CTS (Carpal Tunnel Syndrom) Usia
3
Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
4
Lama Kerja
1. ≥8 jam/hari 2. <8jam/hari
5
Masa Kerja
1. ≥ 2tahun 2. < 2tahun
6
Beban kerja
1. ≥ 5 meter per hari 2. ≤5 meter per hari
7
Gerakan berulang saat bekerja
1. ≥30 gerakan/menit 2. <30 gerakan/menit
1. ≥29 tahun 2. <29 tahun
Tabulating Merupakan kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel berdasarkan variabel yang diteliti.
4.
EntriData Memasukkan data yang telah ditabulasi ke dalam komputer kemudian dilanjutkan analisis data
25
http://lib.unimus.ac.id
5.
Proccesing Adalah kegiatan memproses data agar dapat dianalisis.
K. Etika Penelitian Sampel dan responden yang telah berpartisipasi pada penelitian dijamin kerahasiaan terhadap data yang diberikan peneliti. Sebelum pengumpulan data, dilakukan etical clearnce terhadap subjek penelitian.
26
http://lib.unimus.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Bagian ini akan disajikan hasil atau temuan penelitian yangtelah dilakukan pada bulan Agustus tahun 2015. Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Pekalongan dengan tiga tempat yang berbeda yaitu : Pengrajin Tenun ATBM “Pirsa Tenun, Kaya Tenun dan Ridaka Tenun”.Seperti pada bagian sebelumnya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel yang diteliti yaituusia,jenis kelamin, lama kerja, masa kerja, beban kerja, frekuensi gerakan berulangdan diagnosis CTS serta hubungan diantara variabel independen dengan variabel dependen tersebut. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, data hasil penelitian terlebih dahulu diuji tingkat validitas atau keabsahannnya. Data dikatakan valid jika koefisien validitasnya lebih besar dari r tabel Tabel 4.1 Uji Validitas No.
Variabel
Nilai validitas (r hitung)
1
Jenis kelamin
0,597
2
Usia
0,311
3
Masa Kerja
0,485
4
Lama Kerja
0,835
5
Beban kerja
0,558
6
Gerakan repetitive
0,405
7.
Diagnosis CTS
0,771
Sumber: Lampiran Uji Validitas Tabel di atas menjelaskan hasil uji validitas data atau tingkat keabsahan data secara statistik. Data penelitian dikatakan valid jika r hitung lebih besar dari r tabel. Dengan sampel sejumlah 60 dan tingkat signifikansi 0,05 didapat nilai r tabel sebesar 0,2144. Dengan demikian data semua variabel dapat dikatakan valid karena semua variabel memiliki nilai r hitung lebih besar dibanding r tabel.
27
http://lib.unimus.ac.id
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan data primer yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap sampel sebanyak 60 orang, sesuai kriteria inklusi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Setelah penelitian dilakukan didapat data-data sebagai berikut : 1. Analisis Univariat Analisis univariat ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel atau data-data hasil temuan penelitian. Dalam penelitian ini analisis univariat digunakan untuk mengkaji mengenai kelompok usia subyek penelitian, serta menggambarkan hasil penelitian berdasarkan masing-masing variabel. a. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Usia Hasil penelitian berikut merupakan analisis deskriptif mengenai karakteristik sampel berdasarkan usia. Tabel 4.2 Sampel Berdasarkan Usia No.
Usia (tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Lebih dari 29 tahun
44
73,3
2.
Kurang dari 29 tahun
16
26,7
60
100 %
Jumlah
Sumber: Lampiran distribusi frekuensi, 2015 Tabel
di
atas menggambarkan
mengenai
persebaran
sampel
berdasarkan usia atau umur responden. Mayoritas sampel berusia lebih dari 29 tahun, sebanyak 44 orang atau 73,3%. Sedangkan sampel yang berusia kurang dari 29 tahun terdapat 16 orang atau 26,7%. Dapat dikatakan bahwa sebagian sampel memiliki usia setidaknya pada angka 29 tahun.
b. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil penelitian berikut merupakan analisis deskriptif mengenai karakteristik sampel berdasarkan Jenis Kelamin.
28
http://lib.unimus.ac.id
Tabel 4.3 Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Laki-laki
34
56,7
2.
Perempuan
26
43,3
60
100 %
Jumlah
Sumber: Lampiran distribusi frekuensi, 2015 Distribusi frekuensi berikutnya mengenai persebaran sampel berdasarkan jenis kelamin. 34 orang berjenis kelamin laki-laki atau 56,7%. Sedangkan 26 sampel lainnya berjenis kelamin perempuan atau sekitar 43,3%,artinya mayoritas sampel berjenis kelamin laki-laki. c. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Lama kerja Hasil penelitian berikut merupakan analisis deskriptif mengenai karakteristik sampel berdasarkan Lama kerja. Tabel 4.4 Sampel Berdasarkan Lama Kerja No.
Lama Kerja
Frekuensi
Persentase (%)
1.
lebih dari 8 jam
34
56,7
2.
kurang dari 8 jam
26
43,3
Jumlah
60
100 %
Sumber: Lampiran distribusi frekuensi, 2015 Lama kerja dalam penelitian ini diukur dengan batas waktu kurang lebih 8 jam kerja dalam satu hari. Sebanyak 34 orang yang menjadi sampel penelitian atau sekitar 56,7% bekerja rata-rata hingga lebih dari 8 jam per hari. Dan untuk sampel yang bekerja kurang dari 8 jam perhari terdapat 26 orang atau sekitar 43,3%. Sehingga mayoritas sampel memiliki jam kerja lebih dari 8 jam kerja tiap harinya. d. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja Hasil penelitian berikut merupakan analisis deskriptif mengenai karakteristik sampel berdasarkan Masa kerja.
29
http://lib.unimus.ac.id
Tabel 4.5 Sampel Berdasarkan Masa Kerja No.
Masa kerja
Frekuensi
Persentase (%)
1.
lebih dari 2 tahun
33
55,0
2.
kurang dari 2 tahun
27
45,0
60
100 %
Jumlah
Sumber: Lampiran distribusi frekuensi, 2015 Distribusi frekuensi sampel berdasarkan masa kerja menghasilkan data sebagai berikut, bahwa 33 sampel atau sekitar 55% mempunyai masa kerja lebih dari 2 tahun. Dan untuk sampel yang memiliki masa kerja kurang dari 2 tahun sebanyak 27 orang atau 45%. Dengan demikian sebagian besar sampel telah bekerja setidaknya selama 2 tahun. e.
Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Beban Kerja Hasil penelitian berikut merupakan analisis deskriptif mengenai karakteristik sampel berdasarkan Beban kerja. Tabel 4.6 Sampel Berdasarkan Beban Kerja No.
Beban Kerja
Frekuensi
Persentase (%)
1.
lebih 5 m
33
55.0
2.
kurang 5 m
27
45.0
60
100 %
Jumlah
Sumber: Lampiran distribusi frekuensi, 2015 Pada variabel beban kerja ini sebanyak 33 orang atau sekitar 55% dari jumlah sampel memiliki beban kerja lebih dari 5 meter. Sedangkan untuk sampel yang memiliki beban kerja kurang dari 5 meter sebanyak 27 orang atau sebesar 45%. Dengan kata lain, mayoritas sampel memiliki beban kerja lebih dari 5 meter tiap harinya. f. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Frekuensi Gerakan berulang Hasil penelitian berikut merupakan analisis deskriptif mengenai karakteristik sampel berdasarkan Frekuensi Gerakan berulang.
30
http://lib.unimus.ac.id
Tabel 4.7 Sampel Berdasarkan Frekuensi Gerakan berulang No.
Gerakan berulang
Frekuensi
Persentase (%)
1.
lebih dari 30 x
36
60.0
2.
kurang dari 30 x
24
40.0
60
100 %
Jumlah
Sumber: Lampiran distribusi frekuensi, 2015 Pada pengukuran frekuensi gerakan berulang menghasilkan data yakni 36 orang yang menjadi sampel penelitian melakukan gerakan berulang lebih dari 30x atau sekitar 60%. Sedangkan sampel yang melakukan gerakan berulang kurang dari 30x diwakili oleh 24 orang atau 40%. Dengan demikian mayoritas responden melakukan gerakan berulang atau berulang lebih dari 30x. g. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Diagnosis CTS Hasil penelitian berikut merupakan analisis deskriptif mengenai karakteristik sampel berdasarkan diagnosis CTS. Tabel 4.8 Sampel Berdasarkan Diagnosis CTS No.
Diagnosis CTS
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Positif
33
55.0
2.
Negatif
27
45.0
60
100 %
Jumlah
Sumber: Lampiran distribusi frekuensi, 2015 Hasil pemeriksaan pada diagnosis CTS terdapat 33 orang yang menjadi sampel penelitian positif mengalami kejadian CTS atau sekitar 55%. Sedangkan 27 sampel lainnya dinyatakan negatif mengalami kejadian CTS,artinya sebagian besar responden positif mengalami CTS.
31
http://lib.unimus.ac.id
2. Analisis Bivariat a. Hubungan Usia dengan CTS Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Independensi Chi Square, dapat diperoleh hubungan antara karakteristik sampel yang meliputi usia dengan kejadian CTS, sebagai berikut : Tabel 4.9 Hubungan Usia dengan CTS CTS Positif
Usia
Nilai
P
Chi
Negatif
n
(%)
n
(%)
>29tahun
28
(46,7)
16
(26,7)
<29tahun
5
(8,3)
11
(18,3)
33
(55)
27
(45)
Jumlah
Nilai
Square 0,026
4,972
Sumber: Lampiran hasil analisis data Hasil penelitian berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sampel yang berusia lebih dari 29 tahun dengan kejadian CTS sebanyak 28 orang atau sekitar 46,7%. Sedangkan persentase terkecil pada kelompok sampel yang berusia kurang dari 29 tahun dengan kejadian CTS, hanya terdapat 5 orang saja atau 8,3%. Dapat dikatakan bahwa mayoritas sampel dengan kejadian CTSmemiliki usia lebih dari 29 tahun. Adapun secara statistik dijelaskan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian CTS. Hal ini dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,026 atau kurang dari 0,5 dan nilai chi square sebesar 4,972 atau lebih dari 3,841 (table 4.9). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara usia dengan kejadian CTS dapat diterima. b. Hubungan Jenis Kelamin dengan CTS Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Independensi Chi Square, dapat diperoleh hubungan antara karakteristik sampel yang meliputi jenis kelamin dengan kejadian CTS, sebagai berikut :
Tabel 4.10 32
http://lib.unimus.ac.id
Hubungan Jenis Kelamin dengan CTS CTS Positif
Negatif
n
(%)
n
(%)
Jenis
Laki-laki
26
(43,3)
8
(13,3)
Kelamin
Perempuan
7
(11,7)
19
(31,7)
33
(55)
27
(45)
Jumlah
Nilai
Nilai
P
Chi Square
0,000
14,614
Sumber: Lampiran hasil analisis data Hasil penelitian berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa sampel yang berjenis kelamin laki-laki dengan kejadian CTS sebanyak 26 orang atau sekitar 43,3%. Sedangkan persentase terkecil pada kelompok sampel yang berjenis kelamin perempuan dengan kejadian CTS, hanya terdapat 7 orang saja atau 11,7%. Dapat dikatakan mayoritas sampel dengan kejadian CTS adalah yang berjenis kelamin laki-laki. Adapun secara statistik dijelaskan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian CTS. Hal ini dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,000 atau kurang dari 0,5 dan nilai chi square sebesar 14,614 atau lebih dari 3,841 (tabel 4.10). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian CTS dapat diterima. c.
Hubungan Lama kerja dengan CTS Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Independensi Chi Square, dapat diperoleh hubungan antara karakteristik sampel yang meliputi lama kerja dengan kejadian CTS, sebagai berikut :
Tabel 4.11 Hubungan Lama Kerja dengan CTS 33
http://lib.unimus.ac.id
CTS Positif
Lama Kerja
Lebih dari 8
negatif
n
(%)
n
(%)
30
(50)
4
(6,7)
3
(5)
23
(38,3)
33
(55)
27
(45)
Nilai
Nilai
P
Chi Square
0,000
35,017
jam Kurang dari 8 jam Jumlah
Sumber: Lampiran hasil analisis data Hasil penelitian berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa sampel yang yang bekerja lebih dari 8 jam dan dengan CTS sebanyak 30 orang atau sekitar 50%. Sedangkan persentase terkecil pada kelompok sampel yang bekerja kurang dari 8 jam dan positif mengalami CTS, hanya terdapat 3 orang saja atau 5%. Dapat dikatakan bahwa mayoritas sampel dengan kejadian CTS bekerja lebih dari 8 jam. Adapun secara statistik dijelaskan bahwa ada hubungan antara lama kerja dengan kejadian CTS. Hal ini dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,000 atau kurang dari 0,5 dan nilai chi square sebesar 35,017 atau lebih dari 3,841 (tabel 4.11). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara lama kerja dengan kejadian CTS dapat diterima. d. Hubungan Masa kerja dengan CTS Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Independensi Chi Square, dapat diperoleh hubungan antara karakteristik sampel yang meliputi masa kerja dengan kejadian CTS, sebagai berikut :
Tabel 4.12 Hubungan Masa Kerja dengan CTS
34
http://lib.unimus.ac.id
CTS Positif
Masa
Lebih dari 2
Kerja
tahun Kurang dari
Negatif
n
(%)
n
(%)
25
(41,7)
8
(13,3)
8
(13,3)
19
(31,7)
33
(55)
27
(45)
Nilai
Nilai
P
Chi Square
0,000
12,767
2 tahun Jumlah
Sumber: Lampiran hasil analisis data Hasil penelitian berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa sampel yang yang memiliki masa kerja lebih dari 2 tahun dengan CTS sebanyak 25 orang atau sekitar 41,7%. Sedangkan persentase terkecil pada kelompok sampel yang memiliki masa kerja kurang dari 2 tahun dan mengalami kejadian CTS serta kelompok sampel yang memiliki masa kerja lebih dari 2 tahun dan didiagnosis negatif mengalami CTS, masingmasing terdapat 8 orang atau 13,3%. Dapat dikatakan bahwa mayoritas sampel dengan kejadian CTSyang memiliki masa kerja lebih dari 2 tahun. Adapun secara statistik dijelaskan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian CTS. Hal ini dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,000 atau kurang dari 0,5 dan nilai chi square sebesar 12,767 atau lebih dari 3,841 (tabel 4.12). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara masa kerja dengan kejadian CTS dapat diterima. e.
Hubungan Beban kerja dengan CTS Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Independensi Chi Square, dapat diperoleh hubungan antara karakteristik sampel yang meliputi beban kerja dengan kejadian CTS, sebagai berikut :
Tabel 4.13 Hubungan Beban Kerja dengan CTS
35
http://lib.unimus.ac.id
CTS Positif
Beban
Lebih dari
Kerja
5m Kurang dari
Nilai
Nilai
P
Chi
Negatif
n
(%)
n
(%)
28
(46,7)
5
(8,3)
5
(8,3)
22
(36,7)
33
(55)
27
(45)
Square 0,000
26,398
5m Jumlah
Sumber: Lampiran hasil analisis data Hasil penelitian berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa sampel yang yang memiliki beban kerja lebih dari 5meterdengan CTS sebanyak 28 orang atau sekitar 46,7%. Sedangkan persentase terkecil pada kelompok sampel yang memiliki beban kerja kurang dari 5 m dan mengalami kejadian CTS serta kelompok sampel yang memiliki beban kerja lebih dari 5 meter dan didiagnosis negatif mengalami CTS, masingmasing terdapat 5 orang atau 8,3%. Dapat dikatakan bahwa mayoritas sampel dengan kejadian CTSyang memiliki beban kerja lebih dari 5 m. Adapun secara statistik dijelaskan bahwa ada hubungan antara beban kerja dengan kejadian CTS. Hal ini dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,000 atau kurang dari 0,5 dan nilai chi square sebesar 26,398 atau lebih dari 3,841 (tabel 4.13). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara beban kerja dengan kejadian CTS dapat diterima. f. Hubungan Gerakan berulang dengan CTS Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Independensi Chi Square, dapat diperoleh hubungan antara karakteristik sampel yang meliputi gerakan berulang dengan kejadian CTS, sebagai berikut :
Tabel 4.14 Hubungan Gerakan Berulang dengan CTS
36
http://lib.unimus.ac.id
CTS Positif
Gerakan
Lebih dari
Berulang
30x Kurang dari
negatif
n
(%)
n
(%)
26
(43,3)
10
(16,7)
7
(11,7)
17
(28,3)
33
(55)
27
(45)
Nilai
Nilai
P
Chi Square
0,001
10,786
30x Jumlah
Sumber: Lampiran hasil analisis data Hasil penelitian berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa sampel yang yang melakukan gerakan berulang lebih dari 30 kalidan mengalami kejadian CTS sebanyak 26 orang atau sekitar
43,3%.
Sedangkan prosentase terkecil pada kelompok sampel yang melakukan gerakan berulang kurang dri 30 kali per menit dan positif mengalami CTS, hanya terdapat 7 orang saja atau 11,7%. Dapat dikatakan bahwa mayoritas sampel yang melakukan gerakan berulang lebih dri 30 kali per menit dan mengalami kejadian CTS. Adapun secara statistik dijelaskan bahwa ada hubungan antara gerakan berulang dengan kejadian CTS. Hal ini dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,001 atau kurang dari 0,5 dan nilai chi square sebesar 10,786 atau lebih dari 3,841 (tabel 4.14). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara gerakan berulang dengan kejadian CTS dapat diterima. B. Pembahasan 1. Hubungan Usia dengan CTS Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan CTS. Artinya hipotesis yang menyatakan hubungan antar variabel dapat diterima. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menurut Ronald E Pakasi. Resiko terjadinya CTS 10% lebih banyak pada orang dewasa. Risiko kejadian CTS dijelaskan pula pada beberapa penelitian dengan usia yang berpotensial adalah 29-62 tahun19.
37
http://lib.unimus.ac.id
CTS merupakan masalah kesehatan yang muncul dalam jangka waktu yang lama, yang akan terjadi pada usia pertengahan dan masa tua. Dengan bertambahnya umur dapat dipastikan bahwa paparan dengan alat kerja tangan pada waktu bekerja semakin lama pula, kemampuan elastisitas tulang, otot ataupun urat semakin berkurang. Menurut Ridwan (2006), perubahan-perubahan degeneratif otot, tendon, ligamen. Atau sendi akibat proses penuaan, masa kerja yang lebih lama pada pekerja yang lebih tua, serta tidak keseimbangan pada beban fisik dan kapasitas fisik bila dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda.40 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan CTS Pada hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan CTS. Artinya hipotesis yang menyatakan hubungan antar variabel dapat diterima. Wanita memiliki resiko 3–10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Dalam sebuah studi dari Belanda, prevalensi kejadian CTS pada usia 25-74 tahun wanita dari populasi umum adalah 9,2%. Sekitar 5,8% dari populasi tersebut memiliki gejala dan temuan positif pada pengujian neurologis tetapi tidak memiliki riwayat CTS sebelumnya. Prevalensi keseluruhan pada pria usia 25-74 tahun jauh lebih rendah, yaitu di angka 0,6%38. Menurut Crisco et al. mekanisme pergerakan tangan pergerakan tulang karpal pada perempuan dan laki-laki yakni sama. Perbedaan terletak dalam lokasi perputaran aksis pada tulang karpal. Secara umum, lokasi aksis wanita terletak lebih proksismal dibandimgkan pria yang disebabkan oleh perbedaan ukuran tulang karpal, dari sebuah studi analisis yang dilakukan terhadap 14 orang perempuan dan 14 orang laki-laki diketahui yang umur sama, diketahui bahwa ratarata volume tulang karpal pada perempuan 38% lebih kecil dari tulang karpal laki-laki. Hal tersebut berbeda dangan hasil penelitian ini, yaitu responden berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko mengalami kejadian CTS. Salah satu faktornya karena pengrajin tenun di Pekalongan sudah mengalami peralihan, yang dulunya lebih banyak pengrajin perempuan sedangkan saat
38
http://lib.unimus.ac.id
ini lebih banyak pengrajin laki-laki. Hal ini lah yang menjadi faktor penyebabangka kejadian CTS pada penelitian ini angka laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan disebabkan karena jumlah responden lakilaki lebih banyak dibandingkan perempuan. Laki-laki lebih berisiko mengalami kejadian CTS juga dipengaruhi faktor lain, yakni faktor sistem kerja yang bersifat borongan dan lembur (lama kerja ≥8jam/hari) yang sering pekerja laki-laki lakukan agar target hasil terpenuhi. Lama kerja dan pencapaian target hasil ini juga berhubungan dengan gerakan berulang yang menjadi faktor risiko kejadian CTS. 3. Hubungan Lama Kerja dengan CTS Pada hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara lama kerja dengan CTS. Artinya hipotesis yang menyatakan hubungan antar variabel dapat diterima. Hal ini didukung dengan penjelasan yang menyatakan bahwa lamanya seorang bekerja sehari menurut UU No.13/2003 Pasal 77 ayat 1 pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit akibat kerja dan kecelakaan. Pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Maka dari itu, istirahat setengah jam sesudah 4 jam kerja terus-menerus sangat penting artinya. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari pada pengrajintenun di Pemalang yaitu tidak ada hubungan antar lama kerja dengan peningkatan kejadian CTS .Dimungkinkan data yang didapat kurang variatif, hanya ada 8 responden (20%) dari 40 responden yang bekerja < 8 jam namun ada 32 responden yang bekerja ≥ 8 jam, hal ini menunjukkan perbandingan yang tidak sebanding 1 : 4.10 4. Hubungan Masa Kerja dengan CTS
39
http://lib.unimus.ac.id
Pada hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara masa kerja dengan CTS. Artinya hipotesis yang menyatakan hubungan antar variabel dapat diterima. Hal ini selaras dengan Darno dalam penelitian pada pekerja pemetik daun teh pada tahun 2011 menjelaskan adanya hubungan antara masa kerja dengan CTS dimana masa kerja pekerja ≥ 20 tahun, dapat berisiko tinggi terkena CTS. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa masa kerja minimal terjadinya CTS antara 1-4 tahun dengan rata-rata 2 tahun22 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin yaitu terdapat hubungan antara masa kerja dengan kejadian sindrom karpal pada pembatik CV. Pusaka Beruang Lasem. Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung munculnya gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan.41 5. Hubungan Beban Kerja dengan CTS Pada hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara beban kerja dengan CTS. Artinya hipotesis yang menyatakan hubungan antar variabel dapat diterima. Beban kerja yang dimaksud adalah ukuran (porsi) dari kapasitas operator yang terbatas yang dibutuhkan untuk melakukan kerja tertentu26. Dalam suatu kerja fisik, manusia akan menghasilkan perubahan dalam konsumsi Oksigen, Heart Rate, Temperatur tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh. Dengan melakukan pekerjaan berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerjanya. Jenis pekerjaan dari responden dalam penelitian ini cenderung dalam kriteria pekerjaan yang mengutamakan aktivitas fisik karena alat tenun yang digunakan masih alat tenun yang bersifat tradisional / alat tenun bukan mesin (ATBM). Sistem kerja pada responden juga diberlakukan sistem borongan yaitu upah yang diperoleh sesuai dengan jumlah hasil pekerjaan yang dihasilkan responden per hari. Hal ini yang menjadi beberapa faktor pendukung tentang adanya hubungan antara beban kerja dengan kejadian CTS.
40
http://lib.unimus.ac.id
6. Hubungan Gerakan Berulang dengan CTS Pada hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara gerakan berulang dengan CTS. Artinya hipotesis yang menyatakan hubungan antar variabel dapat diterima. Gerakan berulang merupakan gerakan yang memiliki sedikit variasi dan dilakukan setiap beberapa detik, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan dan ketegangan otot tendon. Jika waktu untuk istirahat tidak sesuai, maka akan meningkatkan risiko masalah muskuloskeletal. Hal ini meningkatkan penekanan pada N.medianus yang bisa memperbesar kejadian CTS. Gerakan berulang yang dapat menimbulkan resiko terjadinya CTS yaitu memiliki jumlah gerakkan yang sama yaitu > 30 kali per menit24. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kurniawan (2008), yang menyatakan seseorang yang bekerja dengan melakukan gerakan berulang pada tangan dan pergelangan tangan merupakan aktivitas kerja berulang yang melibatkan gerakan tangan atau pergelangan tangan atau jari-jari adalah suatu faktor resiko CTS yang memiliki pengaruh pada faktor beban kerja fisik. Semakin tinggi frekuensi gerakan berulang semakin tinggi resiko terjadinya CTS42. C. Keterbatasan Penelitian Desain penelitian yang digunakan bersifat cross sectional dan adanya faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Penggunaan desain cross sectional dipengaruhi oleh keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian. Desain ini juga tidak bisa menganalisis hubungan sebab akibat (kausal) yang kuat antara paparan dengan penyakit (masalah kesehatan), karena penilaian hubungan dilakukan satu waktu sedangkan validitas penilaian hubungan kausal pada dasarnya memerlukan arah waktu yang jelas (paparan harus mendahului penyakit). Peneliti juga kurang meneliti lebih detail tentang beban kerja yang mencakup faktor eksternal dan internal.
BAB V PENUTUP
41
http://lib.unimus.ac.id
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada bab sebelumnya, terdapat kesimpulan sebagai berikut; 1. Dari 60 sampel yang diteliti terdapat 33 orang yang positif didiagnosis mengalami CTS 2. Responden dengan usia lebih dari 29 tahun, sebanyak 44 orang atau 73,3%. Sedangkan responden yang berusia kurang dari 29 tahun terdapat 16 orang atau 26,7%. 3. Responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 34 orang atau 56,7%. Sedangkan 26 sampel lainnya berjenis kelamin perempuan atau sekitar 43,3%. Artinya mayoritas sampel berjenis kelamin laki-laki. 4. Lama kerja responden rata-rata hingga lebih dari 8 jam per hari terdapat 34 orang atau sekitar 56,7%, seedangkan untuk responden yang bekerja kurang dari 8 jam perhari terdapat 26 orang atau sekitar 43,3%. 5. Responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 2 tahun sebanyak 33 sampel atau sekitar 55% sedangkan untuk responden yang memiliki masa kerja kurang dari 2 tahun sebanyak 27 orang atau 45%. 6. Responden memiliki beban kerja lebih dari 5 meter sebanyak 33 orang atau sekitar 55%, sedangkan untuk sampel yang memiliki beban kerja kurang dari 5 meter sebanyak 27 orang atau sebesar 45%. 7. Responden yang melakukan gerakan berulang lebih dari 30x 36 orang atau sekitar 60%, sedangkan responden yang melakukan gerakan berulang kurang dari 30x diwakili oleh 24 orang atau 40%. 8. Semua Variabel bebas ( usia, jenis kelamin, lama kerja, masa kerja, beban kerja, gerakan berulang) yang dihubungkan dengan variabel terikat (CTS), dengan nilai p < 0,05 jadi semua variabel bebas dapat diterima. Artinya ada hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat seperti pada hasil penelitian.
5.2. Saran 1. Bagi Pekerja
42
http://lib.unimus.ac.id
Disarankan melakukan peregangan (Nerve Gliding ) yang diperlukan pekerja untuk menghindari faktor risiko CTS. Pentingnya mengatur pola kerja dengan menyesuaikan antara kemampuan fisik dengan beban kerja yang dilakukan. Misalnya dengan meluangkan waktu untuk beristirahat sejenak bila sudah dirasakan kelelahan kerja. 2. Bagi Instansi Terkait Mampu meberikan kebijakan terkait dengan kesehatan & keselamatan dari pekerjanya. Misalnya tentang pengaturan waktu kerja yang sesuai dengan perundangan ketenagakerjaan yang berlaku. 3. Bagi Penulis lainnya Perlu dilakukan pengkajian lebih detail tentang beban kerja yang mencakup faktor eksternal dan internal. Perlu dikaji lagi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi CTS selain pada variabel di atas serta dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi. Misalnya variabel tentang riwayat penyakit lain yang berhubungan dengan CTS.
43
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarwaka.
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja,
Manajemen
dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press. Surabaya, 2008. 2. Aditama, Tjandra Y. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta . Universitas Indonesia (UI-Press). 2002 3. Morina F., Bytyqi1 C., Mustafa A., Morina G. Carpal tunnel syndrome: Diagnosis and surgical treatment. Clinic of Orthopedics, University Clinical Center of Kosova, Prishtina, Kosova. 2012 4. GorschéR.CarpalTunnelSyndrome.TheCanadianJournalofCME.2001, 101117. 5. Tana
L.,
Halim
S.CarpalTunnelSyndromePadaPekerjaGarmendiJakarta.BuletinPenelitiKes ehatan, 2004. vol. 32, no. 2: 73-82. https://doaj.org/article . Diakses pada tanggal 18 April 2015. 6. Iriani T. Hubungan Repetitif Motion dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Menjahit di Bagian Konveksi PT dan Liris Sukoharjo. Skripsi. Surakarta : Diploma Kesehatan dan Kerja Fakultas Kedokteran UNS, 2010. digilib.uns.ac.id/.../Hubungan-Repetitive-Motiondengan-Keluhan-Carpal-Tunnel-Syindrome. Diakses pada 18 April 2015. 7. Rusdi Y., Koesyanto H. Hubungan Antara Getaran Mesinpad Pekerja Bagian Produksi dengan Carpal Tunnel Syndrome Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah . Jurnal KEMAS 5 (2), 2010 8. Prayitno A., Yuldan F., dan Sri M. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada pekerja pandai besi pengrajin golok sektor informal di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Universitas Siliwangi, 2013 9. Wahyuningrum A. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada wanita pelinting jenang. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang, 2013
44
http://lib.unimus.ac.id
10. Permatasari I. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada Pengrajin Tenun Tradisional Sektor Informal di Desa Wanarejan Utara Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2013 11. Moore K.L., Agur A.M.R. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta. 2002. 12. Pecina M.M., Nemanic K.J., Markiewitz A.D. Tunnel Syndromes: Peripheral Nerve Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC PRESS, 2010. 13. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008. www.aaos.org. Diakses pada 17 Agustus 2015. 14. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline On The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. 2007. 15. Rambe A.S. Sindrom terowong Karpal. Bagian Neurologi. Fakultas Kedokteran USU/ RSUP. H. Adam Malik, 2004. (11) 16. Anies. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. 2005 17. Katz J.N., Simmons BP. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med. Vol. 346. 2011 (13) 18. Salter R.B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; p. 274-275, 2009. 19. Dewanto G., Riyanto B., Turana Y., et al. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf, 2009. (15) 20. Thomsen J.F., Gerr F., Atroshi I. Carpal tunnel syndrome and the use of computer mouse and keyboard: a systematic review. BMC Musculoskelet Disord 2008; 9: 134. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc. Diakses pada 17 Agustus 2015. 21. Indonesia. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. http://www.hrcentro.com/peraturan_naker/Undang_Undang_RI_No13_Ta hun_2003_Tentang_Ketenagakerjaan_100915.html. Diakses Tanggal : 12 April 2015
45
http://lib.unimus.ac.id
22. Darno. Hubungan Karakteristik Pekerja dan Gerakan Berulang dengan Kejadian CTS pada Pemetik Daun Teh di PT. Rumpun Sari Kemuning. Surakarta. Skripsi. UNS, 2011 23. Harington J.M., Gill F.S., Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC, 2003. 24. Pusparini A. Pekerjaan Monoton dalam Bunga Rampai Hiperkes & KK Budiono, Sugeng dkk. Edisi kedua (Revisi). Badan Penerbit UNDIP Semarang, 2003 25. Ramdhani A.S. Ergonomi dalam Bunga RampaiHiperkes & KKBudiono Sugeng dkk. Edisi kedua (Revisi. Badan Penerbit Undip. Semarang, 2013. 26. Theresia L., Sudri N.M., Yusnita E. Penentuan lamanya waktu istirahat berdasar beban kerja. ITI. Serpong Tangerang, 2006. 27. Wichaksana A., Kartiena A. Peran Ergonomi dalam Pencegahan Sindroma Carpal Tunnel Akibat Kerja. PPS. K, Hiperkes Medis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 136, 2002. 28. NIOSH, Muskolkeletal Disorder (MSDs) and Workplace Factor. Juli 1997. Available : www.cdcgov/niosh/topics/ergonomic/. Diakses Tanggal : 2 April 2015 29. Subaris H.H. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta : Mitra Cendekia Press, 2007. 30. Tarwaka. Ergonomi Industri. Harapan Press. Solo, 2011. 31. Tarwaka, Solichul H., Bakri A., dan Sudiajeng L. Ergonomi Untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta, 2004. 32. Aroori S., Spence A.J. Review. Carpal Tunnel Syindrome. Ulster Med J 2008; 77(1) 6-17. (43) 33. Viikari-Juntura, E. and B. Silverstein. Role of physical load factors in CTS. Scandinavian Journal of Work, Environment & Health, vol. 1999. 25(3): 163-85.
46
http://lib.unimus.ac.id
34. Kiernan, M.C., Mogyoros I., Burke D. Conduction Block in Carpal Tunnel Syndrome. Brain, 1999. vol. 122(5): 933-41. 35. AFTA.
Carpal
Tunnel
Syndrome.
Juni.
2006.
Available
:
www.AFTACarpalTunnelSyndrome.htm. Diakses pada 25 Maret 2015 36. Latov N. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical Publishing, 2007. 37. Huldani. Referat Carpal Tunel Syndrome. Universitas Lambung Mangkurat. Fakultas Kedokteran. Banjarmasin. 2013. 38. Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto, 2011. 39. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung, 2010. 40. Harrianto R., Sulistio J., Rachmawaty M.R., Samara D. Pola kerja sebagai faktor terjadinya occupational ovuruse syndrome pada pekerja pria perusahaan bubuk deterjen. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti . 2006 41. Agustin C.P.M. Hubungan Masa kerja dan Sikap Kerja dengan Kejadian Sindrom Karpal pada Pembatik CV.Pustaka Beruang Lasem. Unnes Journal
of
Public
Health.
2014.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph di akses pada 17 Agustus 2015 42. Kurniawan B. Faktor resiko kejadiaan carpal tunnel syndrome (CTS) pada wanita pemetik melati di Desa Karangcengis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Purbalingga. 2008.
47
http://lib.unimus.ac.id