FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Ni Luh Dina Pariani*), Sri Wahyuni**), Richa Yuswantina***) *) Alumnus Program Studi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ***) Staf Pengajar Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK Abortus merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Pendekatan etiologi merupakan cara terbaik dalam upaya menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat abortus yang dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko diantaranya usia ibu, jarak kehamilan, paritas dan riwayat abortus sebelumnya. Jenis penelitian ini menggunakan analitik korelasi dengan menggunakan pendekatan case control. Penelitian ini menggunakan total sampling untuk kasus dan sistematik sampling untuk kontrol. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan chi-Square. Hasil penelitian di RSUD Ungaran menunjukkan, hubungan usia dengan kejadian abortus p value = 0,0001 dan OR=3,451, jarak kehamilan dengan kejadian abortus didapat p value = 0,007 dan OR =2,709, paritas dengan kejadian abortus p value = 0,0001 dan OR= 0,305, riwayat abortus p value = 0,0001 OR yaitu 6,516. Kesimpulannya ada hubungan antara usia dengan kejadian abortus spontan, usia ibu memiliki peluang 3,451 kali terhadap kejadian abortus di RSUD Ungaran. Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus spontan, jarak kehamilan yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang 2,709 kali terhadap kejadian abortus. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian abortus spontan dan paritas yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang 0,305kali terhadap kejadian abortus. Ada hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian abortus spontan, riwayat abortus sebelumnya yang dimiliki oleh ibu memiliki tingkat risiko 6,516 terhadap kejadian abortus. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan ibu hamil mampu mempersiapkan diri dengan baik agar faktor risiko tidak menyebabkan kejadian abortus dan meminimalkan terjadinya kefatalan. Kata Kunci
: Abortus spontan, Umur, Jarak Kehamilan, Paritas
ABSTRACT Abortion is one of the causes of maternal death. Ethiological approach is the best way in reducing mortality and morbidity due to abortion influenced by a number of risk factors including maternal age, range of pregnancy, parity and history of previous abortion. Based on the results of Preliminary Study in Ungaran Hospital ifnurcasing in the last 3 years spontaneous abortion. This study aimeg to determine the risk factors associated with the incidence of spontaneous abortion in hospital Ungaran Semarang Regency. This research used analytical correlation using case control approach. This study used total sampling for cases and systematic sampling for controls. Analysis of the data in this study used the chi-square The results of research in Ungaran hospitals show, the relationship of age with the incidence of abortion p value = 0.0001 and OR = 3.451, spacing pregnancies by abortion obtained p value = 0.007 and OR = 2.709, parity with abortion p value = 0.0001 and OR = 0,305, history of abortion by abortion p value = 0.0001 and OR= 6.516. In conclusion there was a correlation between age and the incidence of spontaneous abortion, where maternal age had 3.451 times chance to get abortion in Ungaran Hospital. There was a correlation between the range of pregnancy with spontaneous abortion, range of pregnancy owned by the mother had the 2.709 times chance to get abortion. There was a correlation between parity with spontaneous abortion and parity owned by the mother had 0,305times chance to get abortion. There was a correlation between abortion history with spontaneous abortion, history of abortion previously owned by the mother had the risk level of 6.516 to get abortion. The results of this study do expect pregnant women to be able to prepare well so that the risk factors not cause abortion and minimize the occurrence of fatalities. Keywords
: Spontaneous abortion, age, range of pregnancies, parity PENDAHULUAN
Angka kematian dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan sistem pelayanan kesehatan suatu negara. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator di bidang kesehatan obstetri. Sekitar 800 wanita meninggal setiap harinya dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Hampir seluruh kematian maternal terjadi di negara berkembang dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi di area pedesaan dan komunitas miskin dan berpendidikan rendah (WHO, 2012). Masalah kesehatan ibu merupakan masalah yang perlu mendapatkan prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia mendatang. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), serta lambatnya penurunan angka kematian ibu, menunjukkan bahwa pelayanan KIA
2
sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi jangkauan maupun kwalitas pelayanan (Manuaba, 2010). Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat (Prawirohardjo, 2010). Berdasarkan Studi Pendahuluan, dari data Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran jumlah pasien yang mengalami abortus spontan pada tahun 2013 adalah 128 kasus, dan pada tahun 2014 berjumlah 132 kasus. Data ini menunjukkan ada kecendrungan
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
peningkatan angka kejadian abortus dari 2 tahun terakhir di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Dengan melihat kecenderungan peningkatan angka kejadian abortus di RSUD Ungaran dalam 2 tahun terakhir maka penelititertarik untuk menggambarkan karakteristik ibu yang mengalami abortus. Perumusan masalah pada penelitian ini adalah faktor resiko apa saja yang berhubungan dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang?” Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai dasar untuk memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faktor umur ibu, jarak kehamilan, paritas, dan riwayat abortus pada ibu untuk mengantisipasi terjadinya abortus serta ibu hamil diharapkan mampu mempersiapkan diri dengan baik agar resiko yang ada tidak menjadikan fatal. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi dengan menggunakan pendekatan casecontrol, yaitu pendekatan dengan studi retrospektif. Penelitian ini dilakukan di RSUD Ungaran pada bulan Juli 2015 dengan populasi yang digunakan yaitu semua ibu hamil. Sampel pada penelitian ini ada 111 sampel kasus (ibu yang mengalami abortus) dan 111 sampel kontrol (ibu yang tidak mengalami abortus). Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling untuk sampel kasus dan teknik simple random sampling untuk sampel kontrol dengan menggunakan data sekunder atau data rekam medik. Analisis data yang digunakan adalah analisa univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan statistik korelasi dengan menggunakan Chi Square.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Univariat Usia pada kelompok kasus dan kontrol di RSUD Ungaran tahun 2014 Tabel 1 Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia pada Kelompok Kasus dan Kontrol Di RSUD Ungaran Tahun 2014 Kasus Kontrol Usia f % f % Berisiko 57 51,35 26 23,42 Tidak 54 48,65 85 76,58 Berisiko Total 111 100,00 111 100,00 Hasil penelitian ini menunjukkan persentase usia beresiko pada kelompok kasus lebih besar 51,35% (57 responden) dari kelompok kontrol 23,42% (26 responden). Berdasarkan penelitian ini persentase usia berisiko yang mengalami abortus spontan lebih tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya usia menikah remaja. Menikah dengan usia muda dan menikah dengan usia tua mempengaruhi usia ketika hamil. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Tengah (2013) persentase usia menikah 16-18 tahun sebesar 37,13% dan yang menikah pada usia 19-24 tahun 39%. Meskipun demikian di Jawa Tengah masih relatif banyak perempuan yang menikah pada usia dibawah 16 tahun yaitu sebanyak 13,75%. Usia menikah remaja putri akan berpengaruh terhadap usia saat hamil, jika kehamilan dengan umur muda tidak dipersiapkan dengan baik baik dari ibu dan kondisi sosial lingkungannya, maka kondisi ini akan berpeluang menjadi faktor risiko terjadinya abortus. Penelitian ini didukung oleh teori yang disampaikan oleh Nugroho (2012) kehamilan, pranikah dan aborsi dipengaruhi oleh perubahan tren prilaku seksual remaja. Perubahan tersebut antara lain usia menarche yang lebih muda,
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
3
sehingga meningkatkan peluang prilaku seksual lebih dini, dan resiko konsepsi meningkat bila seksual aktif.kehamilan pada remaja akan memiliki resiko obstetri. Jarak kehamilan pada kelompok kasus dan kontrol di RSUD Ungaran tahun 2014 Tabel 2 Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak Kehamilan pada Kelompok Kasus dan Kontrol Di RSUD Ungaran Tahun 2014 Kasus Kontrol Jarak Kehamilan f % f % Berisiko 69 62,16 49 44,14 Tidak 42 37,84 62 55,86 Berisiko Total 111 100,00 111 100,00 Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 1.2 gambaran distribusi responden berdasarkan jarak kehamilan terhadap kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran menunjukkan jumlah jarak kehamilan beresiko pada kelompok kasus lebih besar dari kelompok kontrol 62,16% (69 responden) > 44,14% (49 responden). Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Beberapa faktor tersebut antara lain faktor peran pendamping (suami) dan karakteristik masyarakat. Faktor peran pendamping (suami) dalam kehamilan dengan jarak <2 tahun dimaksud adalah suami yang kurang terkendali dalam berhubungan seksual. Contohnya pada perempuan yang masih menyusui, jika menyusui tidak eksklusif dan peran pendamping (suami) yang tidak terkendali dalam melakukan hubungan seksual, hal ini akan mempengaruhi jarak kehamilan perempuan dengan anak sebelumnya. Salah satu faktor yang juga sangat berpengaruh adalah perkembangan informasi yang ada tidak selamanya sejalan dengan pola pikir masyarakat yang masih memegang adat istiadat, budaya, dan mitos menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Adanya mitos seperti “pengaruh
4
kontrasepsi (KB) dapat menyebabkan tidak mempunyai anak atau akan lama mempunyai anak” mempengaruhi pola bereproduksi perempuan didaerah Jawa. Walaupun sudah banyak sosialisasi yang dilakukan pemerintah stigma masyarakat tentang memakai alat kontrasepsi masih negatif. Hal ini menjadi salah satu faktor predisposisi jarak kehamilan perempuan di jawa relatif tinggi pada kelompok berisiko (<1 dan >5 tahun). Hal ini didukung oleh teori yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2010) salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan adalah lingkungan. Lingkungan ini adalah kondisi disekitar manusia yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam proses adopsi perilaku, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba dengan sendiri. Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan membentuk sikap dan prilaku. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan prilaku seseorang adalah pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Paritas pada kelompok kasus dan kontrol di RSUD Ungaran tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada tabel 1.3 di bawah ini tentang gambaran distribusi responden berdasarkan paritas terhadap kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
menunjukkan jumlah paritas beresiko pada kelompok kasus lebih kecil dari kelompok kontrol 36,03% (40 responden) > 64,86% (72 responden). Tabel 3 Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas pada Kelompok Kasus dan Kontrol Di RSUD Ungaran Tahun 2014 Kasus Kontrol Paritas f % f % Berisiko 40 36,03 72 64,86 Tidak 71 63,97 39 35,14 Berisiko Total 111 100,00 111 100,00 Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa faktor yang menyebabkan faktor risiko paritas dapat menyebabkan abortus spontan, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan ibu yang menyebabkan kegagalan dari kontrasepsi. Kurangnya pengetahuan ibu yang menyebabkan kegagalan salah satunya akibat dari, prilaku ibu yang tidak komitmen dan konsisten dalam memakai obat kontrasepsi. Kurangnya pengetahuan ibu contohnya adalah pada pemakaian alat kontrasepsi, dimana menurut petunjuk ketika menstruasi seorang akseptor kontrasepsi alat didalam rahim (IUD) wajib diperiksa benangnya didalam vagina. Namun kecenderungan ibu mengabaikan himbauan tersebut sehingga berpeluang terjadi kehamilan dengan IUD masih didalam rahim. Perilaku ibu yang tidak komitmen dan konsisten dalam memakai jenis kontrasepsi hormonal seperti suntik dan pil, contohnya ibu yang lupa tanggal untuk suntik dan lupa minum pil KB. Kondisi seperti ini dapat berpeluang terjadinya kehamilan diluar rencana sehingga berpengaruh terjadinya abortus saat kehamilan. Riwayat abortus sebelumnya pada kelompok kasus dan kontrol di RSUD Ungaran tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada tabel 1.3 di bawah ini tentang gambaran distribusi responden
berdasarkan paritas terhadap kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran menunjukkan jumlah paritas beresiko pada kelompok kasus lebih kecil dari kelompok kontrol 50,45% (56 responden) > 13,51% (15 responden). Tabel 4 Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Abortus Sebelumnya pada Kelompok Kasus dan Kontrol Di RSUD Ungaran Tahun 2014 Kasus Kontrol Riwayat Abortus f % f % Pernah 56 50,45 15 13,51 Tidak 55 49,55 96 86,49 Pernah Total 111 100,00 111 100,00 Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa faktor yang yang mempengaruhi faktor risiko riwayat abortus sebelumnya menyebabkan abortus spontan, diantaranya adalah prilaku ibu hamil dan gaya hidup (pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi). Ketika seorang perempuan sudah pernah mengalami abortus spontan, ketika kehamilan berikutnya harus mempersiapkan dan memelihara kondisi fisik dengan baik, mengendalikan aktifitas yang berisiko seperti berjalan menaiki tangga, mengangkat benda-benda yang berat, tidak merokok dan menghindari lingkungan yang terkontaminasi asap rokok, tidak minum-minuman beralkohol dan minuman yang mengandung kafein yang tinggi. Pola hidup seperti pemilihan menu makanan yang kurang beragam dan tidak sehat seperti kebiasaan menambahkan bahan pengawet dan atau penyedap rasa yang berlebihan pada makanan dapat mempengaruhi kondisi otot rahim karena nutrisi yang tidak optimal. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Prawirohardjo bahwa kejadian abortus meningkat pada wanita yang memiliki riwayat abortus sebelumnya. Setelah satu kali mengalami abortus spontan memiliki risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
5
pernah dua kali risikonya meningkat sebesar 25%. Bivariat Hubungan usia dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran Tabel 5 Hubungan Usia dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran tahun 2014 Usia
Kasus f % 57 51,35 54 48,65
Kontrol P OR value f % 26 23,42 0,001 3,451 85 76,58
Berisiko Tidak Berisiko Total 111 100,00 111 100,00
Hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,0001 ( p < 0,05) artinya dapat disimpulkan ada hubungan antara usia dengan kejadian abortus spontan dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 3,451, angka ini menunjukkan usia ibu <20 dan >35 tahun memiliki risiko 3,451 kali mengalami abortus spontan dibandingkan responden yang berusia 20-35 tahun. Berdasarkan teori Usia seseorang dapat mempengaruhi keadaan kehamilannya. Bila wanita tersebut hamil pada masa reproduksi, kecil kemungkinan untuk mengalami komplikasi dibanding wanita yang hamil dibawah usia reproduksi ataupun di atas usia reproduksi (Marmi, 2011). Menurut teori Cunningham (2012) pada usia 35 tahun atau lebih kesehatan ibu sudah menurun. Abortus spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Adanya hubungan usia ibu dengan kejadian abortus didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putri Nurvita Rochmawati (2013) dengan hasil pengaruh usia terhadap abortus nampak bahwa usia <20 tahun dan >35 tahun yang paling banyak mengalami abortus yaitu sebesar 143 responden (52,3%) dan yang berusia 20-35 tahun yang mengalami abortus sebanyak 51 responden (13,7%). Hasil pengujian Chi-Square pengaruh usia terhadap terjadinya abortus diperoleh x2
6
hitung sebesar 107,882 dimana 107,882 > 3,84 (df=1) dan diperoleh p-value = 0,000 pada tingkat signifikansi 5% (0,0001<0,05) sehingga H0 ditolak sehingga kesimpulannya terdapat pengaruh yang signifikan usia terhadap kejadian abortus. Menurut peneliti terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian abortus spontan. Trauma karena aktivitas yang berlebihan dapat menjadi salah satu faktor akibat pengalaman seseorang yang mempengaruhi prilaku ibu hamil. Dalam proses kehamilan tidak hanya kondisi fisik yang harus disiapkan dengan baik namun kondisi psikologi, kesiapan mental dan material akan sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah proses kehamilan. Menurut Notoatmodjo (2010) faktorfaktor yang mempengaruhi sikap salah satunya adalah faktor emosional. Faktor emosional kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor dari faktor internal seseorang usia, dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap seseorang dalam penerimaan informasi. Hubungan jarak kehamilan kejadian abortus spontan di Ungaran Tabel 6 Hubungan Jarak Kehamilan Kejadian Abortus Spontan di Ungaran
dengan RSUD
dengan RSUD
Kasus Kontrol Jarak P OR Kehamilan f value % f % Berisiko 69 62,16 49 44,14 0,007 2,709 Tidak Berisiko 42 37,84 62 55,86 Total 111 100,00 111 100,00
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari jumlah sampel 222 yang terdiri atas 111 sampel kasus dan 111 sampel kontrol, pada tabel 4.6 diatas menunjukkan persentase jarak kehamilan beresiko pada kelompok kasus lebih besar
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
dari kelompok kontrol. Hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,007 (p < 0,05) artinya dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan ibu dengan kejadian abortus dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 2,709 artinya jarak kehamilan <2 dan >5 tahun yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang 2,709 kali mengalami abortus spontan. Adanya hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus didukung dengan adanya penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putri Nurvita Rochmawati (2013) di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pengaruh interval kehamilan terhadap abortus mayoritas terjadi pada ibu yang jarak kehamilannya <2 tahun yaitu sebanyak 138 responden dari 194, sedangkan interval kehamilan yang ≥ 2 tahun ada sebanyak 56 responden dari 194 responden yang mengalami abortus. Dari pengujian Chi-Square pengaruh interval kehamilan terhadap terjadinya abortus diperoleh nilai x2 hitung sebesar 93,709 dimana 93,709 > 3,84 (df=1) dan diperoleh p-value = 0,000 pada tingkat signifikansi 5% (0,000<0,05) sehingga kesimpulannya terdapat pengaruh yang signifikan interval kehamilan terhadap terjadinya abortus. Hubungan paritas dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran Tabel 7 Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus Spontan di RSUD Ungaran Paritas Berisiko Tidak Berisiko Total
Kasus f % 40 36,63 71 63,97
Kontrol P OR value f % 72 64,86 0,001 0,305 39 35,14
111 100,00 111 100,00
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan persentase paritas beresiko pada kelompok kasus lebih kecil dari kelompok kontrol. Hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,0001 (p<0,05) artinya dapat disimpulkan ada hubungan antara paritas ibu dengan
kejadian abortus dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 0,305 artinya paritas yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang tingkat risiko 0,305 kali mengalami abortus spontan. Menurut Notoatmodjo (2010) salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan prilaku seseorang adalah karena adanya pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Faktor yang juga sangat berpengaruh kaitannya terhadap mitos-mitos di masyarakat yang mempengaruhi prilaku adalah pengaruh kebudayaan. Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individuindividu masyarakat asuhannya. Hubungan riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran Tabel 8 Hubungan Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian Abortus Spontan di RSUD Ungaran Riwayat Kasus Kontrol P Abortus OR value f % f % Sebelumnya Pernah 56 50.45 15 13.51 0.001 6.516 Tidak 55 49.55 96 86.49 Pernah Total 111 100.00 111 100.00
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4.8 menunjukkan jumlah responden yang memiliki riwayat abortus pada kelompok kasus lebih besar dari kelompok kontrol 50,45% (56 responden) > 13,51% (15 responden) dari hasil uji statistik didapatkan p value = 0,0001 (p < 0,05) artinya dapat disimpulkan ada hubungan antara jarak
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
7
kehamilan ibu dengan kejadian abortus dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 6,516 artinya riwayat abortus sebelumnya yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang 6,516 kali mengalami abortus spontan. Adanya hubungan riwayat abortus dengan kejadian abortus didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Silmi (2013) hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian abortus antara pasien yang memiliki riwayat abortus sebelumnya dengan pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya (ada hubungan yang signifikan antara riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus). Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,188, artinya ibu yang memiliki riwayat abortus mempunyai peluang 2,188 kali ntuk mengalami abortus. Berdasarkan teori penanganan pada kasus abortus spontan dapat dilakukan dengan beberapa tindakan yaitu, kuretase sampai pada histerektomi. Komplikasi dari tindakan kuretase adalah akan memberikan perubahan pada permeabilitas otot dinding rahim yang akan mempengaruhi kemampuan desidua basalis saat menerima implantasi embrio pada kehamilan selanjutnya. Kondisi endometrium setelah tindakan kuretase dapat berpotensi menyebabkan keguguran spontan. Sebelum tindakan kuretase dilakukan akan disuntikkan beberapa obat yang akan mempengaruhi kondisi rahim dan kondisi serviks (otot segmen bawah rahim). Akibat dari rahim yang sudah pernah dikuretase dan akibat dari otot serviks yang mendapatkan rangsangan untuk tetap terbuka saat kuretase akan meningkatkan resiko terjadinya inkompetensia serviks atau ketidakmampuan otot serviks menahan beban kehamilan. Kondisi ini akan meningkatkan peluang terjadinya abortus pada kehamilan selanjutnya jika tidak diantisipasi dengan mengurangi aktivitas ibu yang berlebihan dan memelihara kondisi fisik dan psikologis ibu.
8
Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Prawirohardjo bahwa kejadian abortus meningkat pada wanita yang memiliki riwayat abortus sebelumnya. Setelah satu kali mengalami abortus spontan memiliki risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah dua kali risikonya meningkat sebesar 25%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baba et al (2010) di Osaka, Jepang yang mendapatkan bahwa terdapat peningkatan risiko abortus pada wanita yang memiliki riwayat abortus sebelumnya yang dibuktikan dengan hasil OR sebesar 1,98 pada wanita dengan riwayat abortus sebanyak 1 kali, OR sebesar 2,36 pada wanita yang memiliki 2 kali riwayat abortus dan OR = 8,73 pada wanita yang pernah mengalami 3 atau lebih abortus sebelumnya. KESIMPULAN Ada hubungan antara usia dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik didapat p value = 0,0001 (p < 0,05) dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 3,451, angka ini menunjukkan usia ibu berisiko (<20 dan >35 tahun) memiliki peluang 3,451 kali mengalami abortus spontan di RSUD Ungaran. Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,007 (p < 0,05) dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 2,709 artinya jarak kehamilan berisiko (<2 dan >5 tahun) yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang 2,709 kali mengalami abortus spontan di RSUD Ungaran Ada hubungan antara paritas dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,0001 (p < 0,05) dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 0,05 artinya paritas (primipara dan grandemultipara)
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang 0,305 kali terhadap kejadian abortus di RSUD Ungaran. Ada hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian abortus spontan di RSUD Ungaran yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,0001 (p < 0,05) dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR yaitu 6,516 artinya riwayat abortus sebelumnya yang dimiliki oleh ibu memiliki peluang 6,516 kali mengalami kejadian abortus di RSUD Ungaran. SARAN Diharapkan ibu hamil mampu mempersiapkan diri dengan baik agar faktor resiko yang ada tidak menyebabkan abortus terjadi dan meminimalkan terjadinya kefatalan. Ibu hamil dapat menjaga dan memenuhi asupan nutrisi mengkonsumsi jenis makanan yang beragam dengan pola seimbang, rendah garam, dan hindari makanan yang mengandung bahan pengawet. DAFTAR PUSTAKA [1]Baba S, Noda H, Nakayama M, et al.(2010). Risk Factor of Early Spontaneous Abortion Among Japanese : a Matched Case-Control Study. Human Reproduction. 2010 Desember 14 ; Vol 26, No.2 pp. 466-472.
[2]BKKBN. (2014). Ratio usia menikah penduduk di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013. Semarang : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) [3]Cuningham. (2012). Obstetri Williams. Jakarta : EGC [4]Manuaba, IB. Gede. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC [5]Nugroho, Taufan. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Nuha Medika [6]Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, [7]Prawirohardjo,Sarwono. (2010) . Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP [8]Rahmani, Silmi Risani. (2014) . Faktor-Faktor Resiko Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. [9]World Health Organization. (2014). Trend in Maternal Mortality : 1990 to 2013. Swiverland: World Health Organization. [10] Marmi, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
9