FAKTOR PREDISPOSING DAN ENABLING TERHADAP PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI Karningsih, Hamidah, Fratidhina Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jakarta III Jalan Arteri Jorr Jatiwarna Kec. Pondok Melati Bekasi-1745 Email :
[email protected].
ABSTRACT The date based from Kemenkes 2011 is acceptor of family planning 76% used the metode of contraceptive short time and 24% used metode of contraceptive long time. So the need to do research with the purpose is identify factors predisposing and enabling the metode of contraception. This research is quantitatif study with design a cross sectional using primary data. The samples this research is in the mothers the ages of fertilited in in fertile couples subdisterict health center sunday market from July to October 2013, with total samples is 120 respondens. The result univariate analyse is 60.8% used the metode of contraception short time and the metode of contraception long time 39,2%. From the result bivariate analyse is education variables with p- value = 0,046 and employment variables with p-value= 0,036 have a relationship with the metode of contraception in fertile couples. The result research is the personnel health must to give support and health education to mothers the ages of fertilited about selection the metode contraception is rational. The purpose health education is to preventive awanted pregnancy. Keywords : Predisposing factor, enabling factor, contraception methods
ABSTRAK Data Kemenkes tahun 2011, akseptor Keluarga Berencana 76% menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek dan 24% menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang. Sehinnga perlu dilakukan penelitian dengan tujuan dari penelitian ini perlunya diidentifikasi faktor-faktor terhadap penggunaan metode kontrasepsi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif cross sectional dengan menggunakan data primer. Penelitian ini menggunakan sampel ibu usia subur di puskesmas Pasar Minggu dari bulan Juli sampai Oktober 2013, dengan jumlah sampel 120 responden. Hasil penelitian berdasarkan analisa univariat menunjukan 60,8 % memilih metode kontrasepsi jangka pendek dan 39,2% metode kontrasepsi jangka panjang. Hasil analisa bivariat didapatkan bahwa variabel pendidikan dengan p-value = 0,046 dan variabel pekerjaan dengan pvalue = 0,038 mempunyai hubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa tenaga kesehatan perlu memberikan motivasi dan pendidikan kesehatan tentang penggunaan metode kontrasepsi yang rasional agar mencegah dari kehamilan yang tidak diinginkan. Kata kunci : Faktor predisposing, faktor enabling, metode kontrasepsi, 19
20
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2, Nomor 1, September 2014, hlm : 19 - 25
PENDAHULUAN Jumlah penduduk terbesar di dunia adalah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat, dan Indonesia (Anashir, 2012). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia menghadapi persoalan yaitu jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang meningkat. Ancaman terjadinya ledakan penduduk di Indonesia makin nyata telihat dari hasil sensus penduduk 2010 yang menunjukkan penduduk Indonesia saat ini berjumlah 237.641.326 jiwa (Biro Pusat Statistik, 2010), laki-laki 119.630.913 jiwa, perempuan 118.010.413 jiwa.Bila dibandingkan dengan hasil sensus penduduk tahun 2002 jumlah penduduk sebesar 205.132.458 jiwa, maka penduduk Indonesia bertambah sekitar 32,5 juta orang dengan tingkat/ Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) pertahun sebesar 1,49%. Meningkatnya jumlah penduduk yang terus menerus bila tidak dikendalikan akan membawa dampak yang kurang baik dan akan menjadi beban disektor pembangunan termasuk pembangunan dibidang kesehatan (Hartono, 2010). Pemerintah menegaskan bahwa kependudukan Indonesia menggambarkan paradigma baru Program KB yang telah disesuaikan dengan GBHN 1999. Visi Program KB yang semula adalah Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan slogan dua anak cukup, laki-laki dan perempuan sama saja dikembangkan menjadi Keluarga Berkualitas 2015. Visi ini menekankan pentingnya upaya menghormati hak - hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (Pinem, 2009). Menurut Kemenkes Tahun 2011, di Indonesia jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek sebesar 76% (47% suntik, 26% pil, dan 3% kondom) sedangkan yang menggunakan metode kontrasepsi jangka penjang hanya mencapai 25% (11% IUD, 9% susuk, 3% Medis Operatif Wanita dan 1%
Medis Operasi Pria). Hal ini tidak berbeda jauh dengan prevalensi peserta KB aktif di Jawa Barat yang mencapai 76,74%. Alat atau cara KB yang paling dominan adalah suntikan 51,26% dan pil 27,77%. Sedangkan yang lainnya adalah Intra Uterin Devices (IUD) 11,73%, Implant atau susuk KB 4,58%, Medis Operatif Wanita (MOW) 2,43%, kondom 1,31%, dan Medis Operasi Pria 0,93% (Kemenkes, 2011). Data di Desa Sekarwangi Kecamatan Cibadak pada 10-23 Desember 2012 tercatat jumlah penduduk sebanyak 10.818 jiwa, 3.038 KK dengan jumlah pasangan usia subur yang menjadi akseptor KB sebesar 1355 PUS maka presentase yang didapat sebesar 67,5 % ibu yang menjadi akseptor KB. Hasil survey menyatakan 88,8% akseptor KB menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Pendek (kondom, pil, dan suntik) dan hanya 11,2% yang menggunakan IUD, Implan, MOP, dan MOW. Banyaknya akseptor KB yang menggunakan suntik dan pil dipengaruhi beberapa alasan. Ketersediaan dokter ahli untuk melakukan pelayanan KB kontap sangat terbatas karena kurangnya mobilitas yang tinggi bagi tenaga medis. Alasan lain yaitu ketidak sinkronan antara pemberlakuan alat kontrasepsi yang gratis dengan jasa yang masih diberlakukan di fasilitas kesehatan. Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana (Obgyn bed, IUD KIT, ABPK) belum merata di semua kabupaten kota. Hambatan lainnya adalah adanya pengaruh budaya yang menyebabkan masyarakat enggan memasang IUD karena malu dan larangan dari suami serta masih rendahnya partisipasi pria ber-KB khusus MOP karena masih banyak suami yang takut untuk ikut MOP. Banyaknya rumor yang tentang kegagalan IUD yang membuat masyarakat takut ber-KB MKJP menjadi alasan lain yang membuat akseptor KB lebih memilih metode kontrasepsi jangka pendek (Pusat Pengembangan dan Penelitian KKB, 2012). Tujuan penelitian adalah mengetahui
Karningsih, Faktor Predisposing Dan Enabling Terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi
hubungan faktor predisposing (penentu) dan enabling (pemungkin) dengan pemilihan alat kontrasepsi pada pasangan usia subur di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain studi cross-sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen dan dependen. Variabel yang diteliti meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, paritas sebagai, jarak ke pelayanan kesehatan, sarana transportasi sebagai variabel independen dan pemilihan metode kontrasepsi sebagai variabel dependen. Penelitian dilakukan di Puskesmas Pasar
21
Minggu Jakarta Selatan, dilaksanakan dari Juli sampai Oktober 2013. Sampel penelitian adalah pasangan usia subur yang menjadi akseptor Keluarga Berencana pada saat pengumpulan data Juli sampai Oktober 2013. Dengan jumlah sampel sebanyak 120 responden, dengan menggunakan teknik probability sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer melalui instrument pengumpulan data berupa kuesioner. Data diambil langsung dari pasien yang datang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Pasar minggu. Analisa data dengan menggunakan 2 tahapan, yaitu mulai dari analisis univariat dan bivariat, yang bertujuan untuk melihat variabel yang mempunyai hubungan dengan penggunaan metode kontrasepsi (Sugiyono, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis univariat dan bivariat dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Karakteristik Responden berdasarkan Predisposing factors (Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Paritas) dan Enabling factors (Jarak ke Sarana Kesehatan dan Sarana Trasportasi) di Puskesmas Pasar Minggu Tahun 2013 (n=120) No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Karakteristik Responden Metode Kontrasepsi : a. Jangka Panjang b. Jangka Pendek Umur : a. Tidak Berisiko (20-35th) b. Berisiko (< 20 th dan > 35 th) Tingkat Pendidikan : a. Rendah b. Tinggi Pekerjaan : a. Tidak Bekerja b. Bekerja Paritas : a. Beresiko b. Tidak beresiko Jarak ke sarana kesehatan : a. Jauh b. Dekat Sarana Transportasi : a. Umum b. Pribadi
Jumlah
Frekwensi Persentasi
47 73
39,2 60,8
84 36
70 30
57 63
47,5 52,5
75 45
62,5 37,5
9 111
7,5 92,5
38 82
31,7 68,3
83 37
69,1 30,9
22
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2, Nomor 1, September 2014, hlm : 19 - 25
Hasil penelitian berdasarkan tebel 1. didapatkan 60,8% isteri dari pasangan usia subur banyak menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek. Hal ini menunjukan masih banyak yang belum memahami bahwa penggunaan metede kontrasepsi jangka pendek memiliki risiko kegagalan yang cukup tinggi dibanding dengan metode kontrasepsi jangka panjang (Bertand, 2009) Usia isteri yang menjadi akseptor KB sebagian besar adalah usia reproduksi (20 - 35 tahun) sebesar 70% sehingga bila tidak menggunakan metode kontrasepsi yang tepat dan rasional mempunyai peluang yang besar untuk terjadinya kehamilan, apalagi kehamilan yang tidak direncanakan. Menurut BKKBN, (2012) bahwa sasaran penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang ditujukan untuk pasangan usia subur, dengan prioritas yang memiliki ibu/isteri usia reproduksi. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa tingkat pendidikan isteri yang menjadi akseptor KB tidak jauh berbeda proporsinya antara yang memiliki pendidikan tinggi dan rendah, dimana yang berpendidikan tinggi baru mencapai 52,5%. Pendidikan sangat berperan terhadap individu dalam memahami suatu imformasi. Semakin memahami suatu imformasi dengan baik, maka individu akan memilih suatu metode kontrasepsi yang tepat dan rasional (Green dan Kreuter, 2005). Pekerjaan merupakan salah satu variabel dalam penelitian ini, juga menunjukan bahwa seorang isteri yang menjadi akseptor KB sebagian besar tidak bekerja sebesar 62,5%. Hal ini membuat seorang isteri yang menjadi akseptor KB lebih mudah memilih metode kontrasepsi yang mudah dijangkau oleh dirinya, karena keterbatasan biaya atau akses untuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan trasportasi umum. Walaupun pemerintah sudah memberikan kebijakan tentang biaya jaminan kesehatan. Namun untuk pelayanan metode kontrasepsi jangka
panjang, ternyata realisasinya sangat sulit dan tidak semua pasangan usia subur memahami prosedur jaminan kesehatan tersebut (Fienalia, 2012). Berdasarkan variabel paritas, ternyata pasangan usia subur memiliki paritas tidak beresiko sebesar 92,5%. Untuk mencegah agar paritas tidak beresiko, tentu diperlukan suatu perencanaan kehamilan dan persalinan yang baik oleh pasangan usia subur. Namun pada hasil penelitian sebagian besar metode kontrasepsi yang digunakan oleh pasangan usia subur adalah metode kontrasepsi jangka pendek. Kemungkinan hal ini terjadi, karena pasangan usia subur terutama isteri lebih mudah memilih cara dan tidakan yang praktis dan mudah dijangkau oleh dirinya dalam memilih metode kontrasepsi baik dari segi biaya maupun jarak dan transportasi ke fasilitas pelayanan (Fienalia, 2012). Jika dilihat dari hasil tabel.1. tentang variabel jarak ke sarana kesehatan sebagian besar pasangan usia subur memiliki tempat tinggal dengan jarak dekat untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 68,3%. Sehingga responden tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan keinginan mereka. Namun karena kemungkinan keterbatasan pemahaman tentang kontrasepsi jangka panjang, maka responden lebih memilih metode kontrasepsi jangka pendek (Hidayat, 2007). Jarak ke sarana kesehatan berkaitan erat dengan penggunaan transportasi yang digunakan oleh responden. Dari banyak hasil penelitian, transportasi tidak terlalu bermakna dalam menentukan pemilihan metode kontrasepsi, namun yang lebih penting adalah akses mendapat pelayanan kontrasepsi di sarana kesehatan yang mudah dijangkau (Green dan Kreuter, 2005). Hasil penelitian ini menunjukan sebagian besar responden menggunakan transportasi umum sebesar 69,1% dibanding dengan transportasi pribadi, karena sebagian responden termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah.
Karningsih, Faktor Predisposing Dan Enabling Terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi
23
Tabel 2 Hubungan Predisposing factor (Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Paritas) dan Enabling factors (Jarak ke Sarana Kesehatan dan Sarana Trasportasi) terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi di Puskesmas Pasar Minggu Tahun 2013 (n=120) Metode Kontrasepsi No
1
2
3
4
5
6
Variabel
Umur : a. Tidak Risiko b. Beresiko Pendidikan : a. Rendah b. Tinggi Pekerjaan : a. Tidak bekerja b. Bekerja Paritas : a. Tidak berisiko b. Beresiko Jarak : a. Dekat b. Jauh Transportasi : a. Umum b. Pribadi
JK. Pendek
P Value
JK.Panjang
OR (Confidence Interval 95 %) Lower Upper Bound Bound
f
%
f
%
48 25
57,1 96,4
36 11
42,9 30,6
84 36
0,206
1, 636 (0,725 -5,125)
40 33
70,2 52,4
17 30
29,8 47,6
57 63
0,046
6,234
(1,008 -4,540)
51 22
68 48,9
24 23
32 51,1
75 45
0,038
7,815
(1,039 -4,749)
69 4
62,2 44,4
42 5
37,8 55,6
11 19
0,05
4,336
(0,295 -5,587)
27 46
71,1 56,1
11 36
28,9 43,9
38 82
0,05
5,613
(0,118 -4,898)
50 23
60,2 62,2
33 14
39,8 37,8
83 37
0,05
2,317 (0,842-11,234)
Hasil penelitian melalui analisis bivariat yang ditunjukan pada tabel 2. didapatkan bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemilihan metode kontrasepsi memiliki p-value sebesar 0,046, dengan Odds Rasio (OR) 6,234 dengan confidence interval (CI) antara 1,008 sampai 4,540, sehingga pendidikan isteri dari pasangan usia subur yang tinggi mempunyai peluang untuk memilih metode kontrasepsi jangka panjang sebesar 6,234 kali dibandingkan dengan isteri yang memiliki pendidikan rendah. Berdasarkan hasil penelitian tentang adanya hubungan tingkat pendidikan dengan pemilihan metode kontrasepsi ersebut, hal ini sesuai dengan Notoatmojo, (2010), yang mengatakan bahwa semakin tingggi tingkat pendidikan individu maka semakin banyak bahan atau sumber imformasi yang diperoleh untuk mencapai perubahan perilaku dari penggunaan metode kontrasepsi jangka pendek menjadi berubah
pilihan ke metode kontrasepsi jangka panjang. Penelitian lain juga mengatakan hal yang sama, bahwa ada hubungan yang sangat bermakna antara tingkat pendidikan dengan pemilihan metode kontrasepsi. Menurut Widyastuti, (2004) bahwa tingkat pendidikan responden yang tinggi, lebih banyak memilih metode kontrasepsi jangka panjang, hal ini terjadi karena banyak informasi yang mudah dipahami oleh responden tentang metode kontrasepsi baik melalui pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan maupun dari sumber imformasi melalui media cetak maupun elektronik. Tingkat pendidikan responden yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan yang dimiliki individu. Sehingga individu tidak mempunyai dasar yang kuat untuk menentukan metode kontrasepsi jangka panjang (Ama dan John, 2007). Ditinjau dari variabel pekerjaan berdasarkan tabel 2., dapat disimpulkan bahwa pekerjaan
24
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2, Nomor 1, September 2014, hlm : 19 - 25
mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemilihan metode kontrasepsi. Hal ini dibuktikan dengan p-value sebesar 0,036, dengan memiliki Odds Rasio (OR) = 7,815 dengan confidence interval (CI) antara 1,039 sampai 4,749, sehingga apabila isteri memiliki pekerjaan maka akan memberikan peluang untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka penjang sebesar 7,815 kali dibandingkan dengan isteri yang tidak memiliki pekerjaan atau tidak bekerja. Hasil tersebut sesuai dengan teori Ama dan John, (2007) yang mengatakan bahwa isteri yang bekerja memiliki ketergantungan nafkah yang rendah pada suaminya. Isteri memiliki finansial sendiri, sehingga secara ekonomi dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan diriinya. Secara pribadi seorang isteri yang bekerja dapat membiayai akan kesehatannya khususnya dalam menentukan metode kontrasepsi jangka panjang yang harus ada biaya tambahan. Walaupun ada jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun tetap saja ada biaya tambahan yang dibutuhkan untuk metode kontrasepsi jangka panjang. SIMPULAN Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka pendek lebih banyak digunakan oleh responden berdasarkan hasil penelitian ini. Sebagian responden merasa nyaman dan mungkin sudah terbiasa, bahkan tidak mengetahui efek jangka panjang dari metode kontrasepsi jangka panjang. Hasil penelitian variabel pendidikan dan pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan penggunaan metode kontrasepsi. Sehingga banyak responden yang sudah lama menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek dan belum pernah beralih ke metode kontrasepsi jangka panjang karena keterbatasan pemahaman dan ketidak berdayaan dalam menanggulangi biaya yang diperlukan untuk metode kontrasepsi jangka panjang.
Tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam meningkatkan pemahaman ibu dalam memilih metode kontrasepsi yang tepat. Melalui berbagai pendekatan seperti pendidikan kesehatan dan komseling serta pemberdayaan peran suami dalam mendukung isteri dalam memilih metode kontrasepsi diharapkan PUS akan beralih ke metode kontrasepsi jangka panjang. Tenaga kesehatan perlu memberikan motivasi dan pendidikan kesehatan tentang penggunaan metode kontrasepsi yang rasional dengan memberikan alternatif untung dan ruginya dalam menentukan metode kontrasepsi jangka panjang sehingga mencegah dari kehamilan yang tidak diinginkan. DAFTAR RUJUKAN Ama, N.O., & John, O. 2007. A Multivariate A p p ro a c h t o D e t e r m i n a n t o f Contraceptive Use Among Migrants and Refugees in Bostwana. Jurnal of Family Welfare Vol. 53 No.2, Desember 2007. Anashir. 2012. 10 Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia. http://www.anashir.com diakses tanggal 28 Februari 2013 Bertand, J.T. 2009. Audience Research For Improving Family Palnning Communication Program Community and Family Study Center. Chicago. Biro Pusat Satistik. 2010. Jumlah dan Disteribusi Penduduk. http://sp2010.bps.go.id diakses tanggal 28 Februari 2013. Fienalia, R. A. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2012 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Karningsih, Faktor Predisposing Dan Enabling Terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi
Green, Lawrence W & Kreuter, M. W. 2005. Health Program Planning. New York : Mc Graw Hill. Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hidayat, A. A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Kamal, N., Cindy, L., & Omar , R. 2007. Determinant Of Contraceptive Use In The Urban Slums Of Bangladesh. Bangladesh : Independent University. Kemenkes Republik Indonesia. 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
25
Notoadmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. Pusat Pengembangan dan Penelitian BKKBN. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Enam Wilayah Indonesia. http://www.bkkbn.go.id diunduh tanggal 25 Februari 2013. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung : Alfabeta Widyastuti, L. 2004. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi di Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur Tahun 2002. Skripsi : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.