Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 5, No. 1, Maret 2013
FAKTOR PENENTU MINAT BERWIRAUSAHA DI KALANGAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI NEGERI (Studi Perbandingan Mahasiswa USU, UNIMED, dan IAIN) Ani Murwani Muhar (
[email protected]) Dosen Tetap STIE Harapan Medan ABSTRACT The current study was motivated by the understanding to develop and promoting to build up the starter entrepreneurs whilst they are scholars. Their attitude, behavioral, and knowledge will shape their entrepreneurship intention. The research question is do personnel, environmental and demographical factors influence on entrepreneurship intention? The participants of research were determined through the purposive sampling method within actived scholars and not more than 9 semesters. Generally, this study’s founds consists of 1) there are different among PTN on the factors that influence entrepreneurship intention. 2) at the USU, need to achievement, self efficacy, and age were a priority factor that impact on entrepreneurship intention; at the UNIMED was self efficacy and the last is IAIN. The determinant factors on entrepreneurship intention were accessibility and gender. Keywords: Entrepreneurship Intention, Self Efficacy, Environmental, Demographic Factor
setiap waktu. Tuntutan-tuntutan tersebut merupakan bentuk keharusan bagi seorang wirausahawan sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono di saat melakukan peringatan setahunnya Gerakan Kewirausahawan Nasional (GKN) pada 2 Februari 2011. Dengan bentuk mental yang demikian, tidak mustahil akan terbukti bahwa ia betul-betul memiliki citra kemandirian yang memukau banyak orang karena mengaguminya, dan selanjutnya akan mengikutinya. Memang, kita akui bahwa menjadi wirausahawan kreatif di saat krisis ekonomi merupakan suatu tantangan yang sangat berat. Digambarkan, seseorang yang akan terjun menjadi wirausahawan kreatif, ia harus bekerja 24 jam sehari, dan 7 hari dalam seminggu. Hal semacam itu masih harus ia lakukan paling sedikit untuk kurun waktu kurang lebih 2 tahun pertama. Berjuang tanpa henti dengan berbagai tekanan fisik maupun psikis. Namun demikian, tuntutan untuk menjadi wirausahawan yang berhasil tersebut, bukanlah menjadi sesuatu yang sangat berat bagi seorang yang telah mengalami proses pembelajaran di bangkubangku pendidikan secara benar. Untuk itu semua masyarakat khususnya kalangan mahasiswa yang memiliki kreativitas dan
PENDAHULUAN Saat ini, hampir seluruh mahasiswa memiliki citi-cita untuk bekerja di suatu instansi baik pemerintah maupun swasta setelah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Kondisi ini, berlaku hampir untuk seluruh mahasiswa di lembaga penyedia jasa pendidikan baik yang berstatus negeri maupun perguruan tinggi berstatus swasta. Selain itu, berbagai fenomena seperti fenomena banyaknya pengangguran yang semakin meningkat setiap harinya menjadi salah satu masalah sosial yang membutuhkan penyelesaian. Sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada saat ini, menjadi alasan utama bertambahnya angka pengangguran di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ditambah lagi adanya kondisi yang menunjukan kecenderungan beberapa pabrik atau industri yang banyak merumahkan karyawannya karena mengalami kebangkrutan sebagai akibat dari berbagai regulasi dan kondisi makro ekonomi yang tidak pernah mampu untuk dihindari. Dunia berwirausaha merupakan dunia tersendiri yang unik. Itu sebabnya, mengapa entrepreneur atau wirausahawan dituntut selalu kreatif, inovatif, dan berdaya saing di
15
15 - 29
Jurnal Keuangan & Bisnis
bekal ilmu yang telah diperolehnya di dunia perkuliahan, diyakini memiliki mental dan berpengatahuan untuk berwirausaha dibanding menggantungkan diri dengan berburu pekerjaan bersama jutaan pengangguran yang juga mencari kerja.
seorang peserta berwirausaha.
Maret
didik
yang
memilih
TINJAUAN PUSTAKA Kewirausahaan
Terkait dengan fenomena tersebut di atas, maka untuk menjadikan mahasiswa memiliki jiwa-jiwa yang selayaknya dimiliki oleh seorang wirausahawan, maka diperlukan jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan para mahasiswa. Menurut Kourilsky dan Walstad (1998), para mahasiswa yang menerima pendidikan kewirausahaan selama di bangku kuliahnya, dipertimbangkan untuk menjadi calon-calon wirausahawan unggul di masa depan. Selanjutnya, mereka juga menyimpulkan bahwa sikap, perilaku, dan pengetahuan mahasiswa tentang kewirausahaan akan membentuk kecenderungan mereka untuk membuka usaha-usaha baru di masa mendatang. Oleh karenanya, pemahaman dan hal-hal yang terkait faktor pendukung terbentuknya jiwa wirausahaan menjadi permasalahan penting untuk diteliti.
Konsep kewirausahaan bukanlah sesuatu yang baru di kalangan mahasiswa dan konsep kewirausahaan ini memiliki berbagai arti. Pada satu sisi, seorang pengusaha adalah orang memiliki bakat yang sangat tinggi dan cenderung selalu perubahan dan memiliki karakteristik yang ditemukan hanya sebagian kecil saja dari populasi orang-orang. Di sisi lain dari berbagai definisi yang ada, seorang pengusaha diidentifikasikan sebagai seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya sendiri untuk tujuan dirinya sendiri. Jika ditinjau dari katanya, kata pengusaha berasal dari entreprendre, kata Perancis, yang berarti untuk melakukan. Dalam konteks bisnis, itu berarti untuk memulai usaha. Kamus Webster (1997) menyajikan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, mengelola, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau perusahaan. Berdasar pada pengertian ini, tampak bahwa entrepreneur merupakan individu yang selalu memfokuskan kreasi baru dalam mengadu untung, kepemilikan bisnis, membutuhkan tujuan, mengambil resiko dan keinovatifan aspirasi untuk pertumbuhan. McClelland’s (1961) menyatakan achievement motive yaitu pernyataan individu untuk menjadi entrepreneur (pengusaha). Dalam hal ini pengusaha berdiri bukan karena dari sisi insentif keuangan tapi dari motivasi intrinsik dan keinginan untuk tanggungjawab (Welsh dan White,1981 dalam Grunnhagen dan Mittelstaedt, 2005). Lohdahl dan Kejner (1965 dalam Grunnhagen dan Mittelstaedt, 2005) mengembangkan konstruk dari job involvement yang didefinisikan sebagai derajat karyawan terlibat dan komitmen dalam pekerjaan yang dikerjakan. Motivasi pengusaha datang dari emotional fulfillment. Untuk memiliki bisnis sendiri, untuk menjadi bos, muncul dari impian jangka panjang seorang pengusaha (Grunnhagen dan Mittelstaedt, 2005).
Rumusan Masalah Penelitian ini bertujuan untuk memberikan jawaban secara empirik atas permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu masalah faktor-faktor apa saja yang menentukan intensi kewirausahaan mahasiswa dengan menggabungkan faktor kepribadian, lingkungan, dan demografi pada mahasiswa di Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED), dan Institut Agama Islam Indonesia Medan (IAIN). Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang diantaranya adalah: (1) Penelitian ini akan memberikan tambahan referensi yang diperlukan terkait masalah intensi kewirausahaan, dan (2) Menjadi inputan penting untuk bagi perancangan kurikulum kewirausahaan serta penetapan langkahlangkah praktis yang diperlukan oleh
16
2013
Ani Murwani Muhar
bahkan hilang, boleh jadi kita akan mengimpor tenaga kerja dari negara lain.
Mahasiswa dan Kewirausahaan Jika tidak dapat melakukan sesuatu untuk mengubah lingkungan sekitarnya dan jika tidak mempunyai kekuatan untuk menjadi inspirasi bagi orang lain, hal minimal yang seharusnya dilakukan mahasiswa adalah membawa dirinya ke arah yang lebih baik karena jika saja ia gagal dalam mengurusi dirinya maka konsekuensi logisnya ia akan menjadi beban bagi orang lain, menjadi beban bagi negara. Jika prinsip ini diterapkan dalam model pengembangan ekonomi bangsa, maka tanggung jawab mahasiswa minimal mensejahterakan dirinya jika belum mampu mensejahterakan orang lain. Kewirausahaan adalah salah satu solusi yang bisa diupayakan mahasiswa untuk membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Secara statistik, untuk mencapai kemakmuran, suatu bangsa membutuhkan minimal 2 persen pengusaha dari total penduduknya. Saat ini Indonesia baru memiliki 0,24 persen jumlah pengusaha jika dibandingkan dengan negara-negara makmur Malaysia 3 persen, Thailand 4,1 persen, Korea Selatan 4 persen, China dan Jepang 11 persen, sementara Amerika Serikat 11,5 persen. Di samping angkaangka statistik tersebut, mental dan nilainilai wirausaha perlu dimiliki seorang mahasiswa dalam kaitannya dengan perubahan. Salah satu nilai positif dari seorang wirausahawan adalah kesabaran, keuletan dan kreativitas dalam menjawab tantangan. Mahasiswa wirausaha telah ditempa untuk selalu proaktif mencari alternatif dan solusi atas masalah yang dihadapinya. Kemauan untuk berubah dan merubah adalah spirit yang menjadi propelling power atas semua upaya yang ia lakukan. Seorang wirausahawan tidak mau menunggu datangnya peluang namun mengupayakannya. Jika saja prinsip-prinsip ini dibangun dan ditanamkan sejak dini, diperkenalkan sejak mahasiswa atau jauh sebelumnya, maka dapat dipastikan pemerintah akan kesulitan mencari calon PNS. Tidak ada lagi mahasiswa yang orientasinya mencari pekerjaan, lapangan kerja terbuka lebar, pengangguran berkurang
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Masalah kewirausahaan di lingkungan mahasiswa, telah banyak pihak yang mencoba untuk mengkajinya. Kajian kewirausahaan di lingkungan mahasiswa tersebut, termasuk perihal intensi kewirausahaan para mahasiswa. Terkait intensi kewirausahaan, Katz dan Gartner (1988) menjelaskan sebagai suatu proses pencarian informasi guna pencapaian tujuan usaha. Pandangan tersebut menunjukan adanya suatu bentuk keunggulan bagi mereka yang berusaha dengan tingkat intensi yang tinggi. Artinya, para pewirausahawan akan memiliki keunggulan bersaing manakala mereka memiliki intensi yang tinggi. Simpulan seperti ini, juga telah terdukung berdasarkan asil kajian yang telah dilakukan oleh Krueger dan Carsrud (1993). Seiring dengan pengertian di atas, Sarlito dan Eko (2009) secara tegas menyatakan bahwa intensi merupakan bagian yang terdapat di setiap diri individu manusia untuk mewujudkan sebuah tingkah laku dengan tujuan tertentu. Sehingga, intensi dapat dijadikan penentu yang paling dominan di dalam menetapkan pola laku individu termasuk di dalam berwira usaha. Sejalan dengan Sarlito dan Eko (2009), Meredith (2002) menegaskan bahwa para wirausahawan merupakan individu-individu yang diindikasikan sebagai individu yang selalu bertindak dengan motivasi tinggi dan mau menerima resiko demi pencapaian tujuannya. Dengan kata lain, sikap yang diambil oleh para wira usahawan akan cenderung mengarah pada pencapaian tujuan melalui serangkaian tindakan dengan motivasi tinggi untuk mencapai tujuan meskipun mengambil resiko yang tinggi juga. Oleh karenanya, individu yang yang memiliki intensi tinggi dalam berwirausaha, akan cenderung berhasil dalam berwirausaha tetapi memiliki sederetan resiko yang harus dihindari olehnya. Beberapa indikator yang dapat meningkatkan intensi tersebut, oleh Sengupta dan Debnath (1994), dinyatakan antara lain adalah berupa faktor kepribadian. 17
15 - 29
Jurnal Keuangan & Bisnis
Selain faktor tersebut, faktor lingkungan dan demografis, juga ikut berperan sebagai pendukung tingginya intensi kewirausaahan (Sinha, 1996; Kristiansen, 2002).
Maret
Efikasi Diri Efikasi diri memiliki pengaruh pada pola atau sistematika perilaku yang diwujudkan oleh seorang individu. Pada sisi lain, setiap individu akan selalu berusaha untuk mewujudkan apa-apa yang diharapkannya. Namun, manakla individu tersebut tidak meyakini bahwa usaha yang dilakukannya tidak mendatang sebuah hasil, maka individu tersebut akan cenderung untuk tidak berusaha untuk mencapai tujuannya itu (Bandura, 1986). Sebuah hasil kajian (Natilawati, 2004) menunjukan bahwa terdapat beberapa ciri seorang individu yang memiliki efikasi diri tinggi. Ciri-ciri tersebut diantaranya adalah: 1. Bertanggung jawab secara pribadi, 2. Mengharapkan hasil yang diperoleh dari kemampuan optimal diri sendiri, 3. Suka akan rintangan dan kurang menyukai sebuah tugas yang memiliki tantang rendah, 4. Sangat menghargai waktu sehingga individu tersebut mengerjakan semua yang dapat dikerjakannya saat ini atau tidak suka menangguhkan sebuah pekerjaan, 5. Memiliki daya kreativitas dan inovatif yang tinggi, 6. Menyukai segala sesuatu yang mengandung resiko karena individu percaya diri dan, 7. Memiliki keyakinan yang tinggi.
Faktor Kepribadian Kebutuhan akan Prestasi Suatu kegiatan usaha, kompetensi yang dimiliki si pelaku usaha, harus disiapkan terlebih dahulu. Kompetensi dapat dimakna sebagai kemampuan yang sangat erat hubungannya dengan masalah mental, cara/kegiatan berfikir, dan sumber perubahan di dalam setiap permasalahan yang dihadapi terutama berkaitan dengan pelaksanaan tugas. Kompetensi seorang individu, dapat dideteksi dari kemampuannya dalam menyelesaikan sebuah masalah serta kreativitas yang dihasilkannya di dalam periode waktu tertentu. Dalam konteks kewirausahawan, kompetensi merupakan ciri dasar yang dimiliki oleh masing-masing individu. Umumnya, kompetensi dalam hubungannya dengan kewirausahawan ini, dapat diwujudkan melalui berbagai cara dan tempat yang masing-masingnya dapat diukur secara jelas. Tindakan cerdas, bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan, penanggung resiko, merupakan contohcontoh yang sangat dibutuhkan dalam mengembang tumbuhkan usaha yang dijalankan (Syafiuddin dan Jahi, 2007). Kondisi seperti penjelasan tersebut, menunjukan bahwa pada dasarnya, setiap individu memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang akan menjadi mendorong niat/intensitas terutama dalam berwirausaha.
Selain pencirian di atas, Bandura (1986) juga menambahkan bahwa individu yang memiliki efikasi diri juga akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap usaha dan ketegaran diri dalam menghadapi setiap kesulitan. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan melihat tugastugas sulit sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi dan bukan suatu ancaman untuk dihindari. Oleh karenanya, semakin tinggi seseorang memiliki efikasi diri, maka semakin tinggi pula dirinya memiliki keinginan atau niat/intens untuk mencapai tujuannya. Kondisi yang demikian merupakan salah satu dari beberapa syarat keberhasilan berwirausaha.
Jika demikian, kebutuhan prestasi merupakan suatu bentuk kebutuhan yang berasal dari kesatuan watak sebagai motivator untuk menghadapi tantangan pencapaian tujuan (Lee, 1997). Oleh karena itu, jenis kebutuhan ini, juga akan mendukung kepribadian. Hal ini dipertegas oleh teori kebutuhan yang diungkap oleh David McClelland bahwa pada dasaranya manusia memiliki kebutuhan akan suatu prestasi (Chandra, 2001).
18
2013
Ani Murwani Muhar
diri mereka. Dengan kata lain, tinggi tidaknya jaringan yang dimiliki calon pewirausaha, akan menentukan mereka untuk mau atau tidak melakukan kegiatankegiatan bisnis.
Faktor Lingkungan Masalah kewirausahaan, telah banyak kajian yang dilakukan oleh beberapa penelitian. Secara umum, hasil-hasil kajian mereka memberikan simpulan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab keberhasilan seseorang untuk berwirausaha. Salah satu penyebabnya adalah masalah lingkungan. Indrarti (2004) menyatakan bahwa masalah lingkungan yang memiliki dampak pada keberhasilan berwirausaha terletak di faktor modal, informasi, dan jejaring yang dimiliki pewirausaha. Sedang menurut Rahardi (2003), modal merupakan sejumlah jasa, barang, dan uang yang dimiliki untuk memulai sebuah langka usaha. Mengacu pada pengertian tersebut maka masalah permodalan di lingkungan kewirausahaan adalah maslah penting yang harus difikirkan sebelum usaha dimulai. Dengan kata lain, aksesibilitas permodalan akan menjadi salah satu penentu rangsangan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan usaha (Kristiansen, et.al., 2003). Selain itu, masalah informasi juga diyakini memiliki peran penting di dalam merangsang seseorang untuk berusaha. Pernyataan ini dapat ditemukan dukungannya melalui apa yang disebut oleh Duh (2003). Duh menjelaskan bahwa ketersediaan informasi akan memberikan berbagai pandangan atas kesiapan berwirausaha. Oleh karenanya, kebutuhan yang tinggi akan informasi dapat dijadikan salah satu bentuk karekteristik untuk melihat kelayakan seseorang menjadi wirausahawan yang sukses (Singh dan Krisna, 1994). Pada sisi lainnya, bagi wirausaha, kondisi yang serba tidak pasti (ambigu) akan menjadi sebuah tantangan tersendiri yang harus dihadapinya. Seorang wirausahawan akan dapat menguasai kondisi yang seba tidak pasti ini melalui jaringan yang dimilikinya. Minniti (2005) menjelaskan bahwa dalam kondisi lingkungan yang serba tidak pasti, sangat diperlukan sebuah asumsi pada diri para usahawan bahwa keputusan yang diambilnya mengandung banyak resiko. Hal ini selain disebabkan banyaknya hal-hal yang masih kabur kondisinya, juga dikarenakan kondisi serba tidak pasti menuntut hadirnya keunggulan bersaing di
Faktor Demografi Tinambunan (2010) mengatakan bahwa salah satu faktor kunci intensi kewirausahaan adalah demografis. Beberapa variabel yang menjadi bagian dari faktor demografis ini adalah pengalaman, tingkat pendidikan, dan usia. Sedangkan Mazzarol et.al. (1999) menjelaskan bahwa faktorfaktor demografi yang turut ikut membangun rasa ingin berwirausaha antara lain adalah gender, usia, dan pendidikan. Staw dalam Riyanti (2003) menjelaskan bahwa pengalaman dalam mengelola usaha akan didapat oleh calon wirausahawan melalui pola pengasuhan orang tua calon yang berprofesi sebagai wirausaha. Hasil penelitian yang dilakukan Duchesneau dkk (dalam Riyanti, 2003) menunjukan bahwa pengalaman orang tua si calon wirausahawan, akan turut member kontribusi penting akan keberhasilan berwirausaha. Selain itu, mereka yang memiliki talenta menjadi wirausahawan, dapat mewujudkan talenta tersebut melalui pndidikan. Seorang calon wirausahawan yang akan sukses, tidak cukup hanya memiliki bakat semata, tetapi juga harus didukung oleh aspek pengetahuan yang memadai (Suryana, 2003). Oleh karenanya, pendidikan juga ikut memberikan rangsangan untuk meningkatkan intensi seseorang untuk berwirausaha. Konsekuensinya, mereka yang berpendidikan akan lebih cenderung berhasil jika melakukan wirausaha dbanding mereka yang tidak berpendidikan (Kim dalam Riyanti, 2003). Faktor demografis lainnya yang juga ikut mempengaruhi intensi kewirausahaan adalah variabel usia. Sinha (1996) membuktikan bahwa para calon wirausahawan yang berusia muda, cenderung lebih sukses dibanding mereka yang berusia tua. Staw dalam Riyanti (2003) menunjukan bahwa keberhasilan seseorang dapat dilihat dari usia si calon wirausahawan di saat awal mereka melakukan usahanya. 19
15 - 29
Jurnal Keuangan & Bisnis
Umumnya usia yang produktif untuk berusaha adalah di sekitar 25 hingga 44 tahun (Reynolds et.al., 2000)
Variabel ini menggunakan 5 item pertanyaan. Masing-masing item diukur dengan menggunakan skala rasio 7 titik yang dimulai dari sangat tidak setuju sekali (poin 1) hingga sangat setuju sekali (poin 7).
Hipotesis Berdasarkan penjelasan konseptual, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: Hi : Kebutuhan Prestasi, Efikasi, Kesiapan Instrumen, Jender, Usia, Pendidikan, dan Pengalaman Kerja berpengaruh terhadap Intensi Kewirausahaan
Faktor Lingkungan Tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi wirausaha yaitu akses mereka kepada modal, informasi, dan kualitas jaringan sosial yang dimiliki, yang kemudian disebut kesiapan instrumen. Variabel ini menggunakan 3 item pertanyaan. Masing-masing item diukur dengan menggunakan skala rasio 7 titik yang dimulai dari sangat tidak setuju sekali (poin 1) hingga sangat setuju sekali (poin 7).
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor penentu intensi kewirausahaan dengan menggabungkan tiga pendekatan yaitu faktor kepribadian (kebutuhan akan prestasi dan efikasi diri), lingkungan (akses kepada modal, informasi, dan jaringan sosial), dan demografis (jender, usia, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja). Oleh karenanya, penelitian ini bersifat korelasi, sehingga untuk memprediksi signifikansi hubungan adalah dengan mengacu pada penilaian besarnya hubungan.
Faktor Demografis Variabel demografi jender, usia, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja dianggap sebagai variabel dummy. a. Jender Jender atau jenis kelamin dianggap sebagai variabel dummy dengan kode 0 dan 1. 1 untuk laki-laki dan 0 untuk perempuan. b. Usia Usia dikode menjadi kelompok usia dengan nilai tengah (median) sebagai cutoff. Kelompok usia kurang dari cut-off dikodekan dengan 0 dan lebih dari cut-off dikodekan dengan 1. c. Latar belakang pendidikan Latar belakang pendidikan ekonomi diberi kode 1 dan non ekonomi dengan kode 0. d. Pengalaman kerja Pengalaman bekerja diberi kode 1 dan belum bekerja dengan kode 0.
Definisi Operasional Variabel Faktor Kepribadian a.
b.
Maret
Kebutuhan akan prestasi Kebutuhan akan prestasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan watak yang memotivasi seseorang untuk menghadapi tantangan untuk mencapai kesuksesan dan keunggulan. Variabel ini menggunakan 4 item pertanyaan. Masing-masing item diukur dengan menggunakan skala rasio 7 titik yang dimulai dari sangat tidak setuju sekali (poin 1) hingga sangat setuju sekali (poin 7).
Intensi Kewirausahaan Proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Variabel ini menggunakan 3 item pertanyaan. Masingmasing item diukur dengan menggunakan skala rasio 7 titik yang dimulai dari sangat tidak setuju sekali (poin 1) hingga sangat setuju sekali (poin 7).
Efikasi diri Efikasi diri sebagai kepercayaan seseorang atas kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 20
2013
Ani Murwani Muhar
Dalam menentukan jumlah sampel yang akan digunakan, peneliti mengacu pada rekomendasi yang dikemukakan oleh Roscoe dalam Sekaran (2006), untuk penelitian multivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya 10 kali lebih besar dari jumlah variabel yang diteliti. Maka jumlah keseluruhan sampel sebanyak 90 responden telah memadai.
Terhadap semua variabel kajian, peneliti menggunakan instrumen yang telah pernah digunakan oleh Indarti dan Rostiani (2008). Sumber dan Pengumpulan Data Data yang diperlukan pada penelitian ini menggunakan sumber data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data yang diperoleh yaitu berupa opini mahasiswa terkait variabel yang diteliti yaitu faktor kepribadian, lingkungan, dan demografis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei dengan cara menyebarkan kuesioner secara langsung yang bertujuan untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi. Pengumpulan data dilakukan di sekitar kampus, terutama di area publik guna memperoleh responden dari latar belakang demografi yang berbeda.
Teknik Analisis Data Untuk mendukung hasil dan akurasi penelitian, data penelitian yang diperoleh dianalisis dengan alat statistik. Pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas Uji validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu istrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur (Priyatno, 2008). Dengan kata lain, instrumen dapat mengukur variabel sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Validitas menyangkut sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung korelasi pearson product moment (r). Nilai r hitung diatas 0.3 bermakna bahwa instrumen penelitian valid (Sugiyono dan Wibowo, 2002). Jika berada dibawah 0.3, maka item pertanyaan tersebut tidak lagi diikut sertakan dalam uji hipotesis. b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas merupakan suatu ukuran kestabilan dan konsistensi responden yang menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk kuesioner. Suatu kuesioner dapat dikatakan reliabel atau handal, jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas suatu variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,50 (Priyatno, 2008).
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga Perguruan Tinggi Negeri di kota Medan, yaitu Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED), dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Populasi penelitian ini adalah para mahasiswa di Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED), dan Institut Agama Islam Negeri Medan (IAIN). Sampel Responden penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling. Melalui metode ini, maka responden tersebut dipilih berdasarkan ketentuan responden adalah mahasiswa aktif dan tidak melebihi mengikuti proses belajar mengajar selama 9 semester.
21
15 - 29
Jurnal Keuangan & Bisnis
Maret
heteroskedastisitas. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heterokedastisitas. Pengujian ini dilakukan dengan uji park, yaitu meregres logaritma dari kuadrat residual sebagai variabel dependen dengan variabel independen, Ln u2i = a + B1X1 + B2X2 + B3X3 +….B6X6 + B7X7 + e. Apabila koefisien parameter beta (B1, B2,…B7) signifikan secara statistik (p < 0,05), menunjukan adanya heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah variabel pengganggu memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan nilai KolmogorovSmirnov (K-S) dengan aturan suatu variabel dikatakan normal apabila memiliki nilai p-value pada kolom asymptotic sig > level of significant (α) (Sugiyono, 2008). Dipertegas oleh pendapat Tanachnick dan Fidell dalam Piaw (2009) yang mengatakan regresi berganda peka terhadap nilai outlier yaitu nilai yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam data. Nilai outlier merupakan nilai yang mempunyai standar residual diluar ± 3.3. b. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi ada tidaknya Multikolinieritas dalam model regresi, dapat dilakukan dengan melihat Tolerance serta Variance Inflation Factor (VIF). Model dikatakan terbebas dari Multikolinieritas jika nilai VIF tidak lebih dari 5 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 (Priyatno, 2008). c. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual antar pengamatan. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
3. Uji Hipotesis Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut: Ha: Y = a + B1 X1 + B2 X2 + B3 X3 + B4 X4 + B5 X5 + B6 X6 + B7X7 + e Keterangan :
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 a bi i e
= = = = = = = = = = = =
Intensi kewirausahaan Kebutuhan akan prestasi Efikasi Diri Kesiapan instrumen Jender Usia Pendidikan Pengalaman Kerja Konstanta Koefisien regresi. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 Error
Pengaruh antar variabel diuji dengan tingkat kepercayaan (confidence interval) 90% atau = 0,05. Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, dengan menggunakan tingkat signifikansi (p). Jika dalam pengujian p < 0,05, berarti H0 ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika p > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
22
2013
Ani Murwani Muhar
yaitu USU, UNIMED dan IAIN. Penelitian ini dilakukan pada 30 mahasiswa di masingmasing PTN. Berikut ini disajikan karakteristik responden yang dikelompokan atas jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja (Tabel 1).
HASIL dan PEMBAHASAN Karakteristik Demografis Responden Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa di tiga perguruan tinggi negeri di kota Medan,
Tabel 1 Karakteristik Demografis Responden Karakteristik Jenis Kelamin (jender) Laki-laki Perempuan Usia (tahun) < 20 >= 20 Latar Belakang Pendidikan Ekonomi Non-Ekonomi Pengalaman Kerja Tidak Pernah Sektor Publik/Pemerintah Sektor Swasta Kedua Sektor Tersebut
USU n
%
UNIMED n %
IAIN n
%
13 17
43,3 56,7
16 14
53,3 46,7
15 15
50,0 50,0
13 17
43,3 56,7
12 18
40,0 60,0
7 23
23,3 76,7
6 24
20,0 80,0
26 4
86,7 13,3
100 0
100,0 0,0
27 1 2 0
90,0 3,3 6,7 0,0
23 0 6 1
76,7 0,0 20,0 3,3
29 0 1 0
96,7 0,0 3,3 0,0
Sumber: Data Primer Diolah
Penyebaran jenis kelamin responden cukup berimbang antara laki-laki dan perempuan di tiga PTN (56,7 persen responden USU perempuan, 53,5 persen responden UNIMED laki-laki, dan persentase responden IAIN sama antara lakilaki dan perempuan). Sebagian besar responden berusia lebih dari 20 tahun (56,7 persen responden USU, 60 persen responden UNIMED, dan 76,7 persen responden IAIN). Seperti yang telah dipaparkan di teknik pengumpulan data, bahwa pengambilan sampel dilakukan di area publik guna memperoleh responden dari latar belakang demografi yang berbeda. Tujuan tersebut tidak tercapai pada latar belakang pendidikan responden IAIN dikarenan kedekatan lokasi Fakultas Syariah
jurusan Ekonomi Islam dengan area publik, maka semua responden IAIN berlatar belakang pendidikan ekonomi. Sementara responden USU dan UNIMED yang berlatar belakang pendidikan ekonomi adalah 20 persen dan 86,7 persen. Hampir keseluruhan responden USU serta IAIN tidak memiliki pengalaman bekerja (90 persen dan 96,7 persen), dan responden UNIMED sebanyak 76,7 persen juga belum pernah bekerja. Karakteristik Data Karakteristik data akan memberikan suatu gambaran atas fenomena yang diteliti berdasarkan hasil perhitungan secara statistik. Hasil perhitungan tersebut, dapat dilihat pada Tabel 2.
23
15 - 29
Jurnal Keuangan & Bisnis
Maret
Tabel 2 Rangkuman Jawaban Responden USU Variabel-Variabel
Re rata
SD
UNIMED Re SD rata
Re rata
IAIN SD
Kebutuhan akan Prestasi Mengerjakan tugas sulit terkait studi dan pekerjaan dengan sangat terbaik.
5,20
1,32
4,70
1,14
4,53
0,77
Berusaha keras meningkatkan prestasi kerja.
5,73
1,48
5,76
1,10
4,86
0,73
Berusaha melakukan sesuatu lebih baik dari pada yang dilakukan teman.
5,40
1,47
5,13
1,40
5,00
0,87
Efikasi Diri Rajin dan kerja keras akan meghasilkan kesuksesan.
6,10
1,32
5,93
1,20
5,10
1,47
Cenderung menyerah jika tidak berhasil atas sebuah tugas Tidak benar-benar percaya dengan keberuntungan.
2,63
1,29
2,63
1,27
3,40
0,77
3.33
1,37
3,40
1,86
3,96
1,12
Mempunyai kemampuan memimpin yang dibutuhkan untuk memulai menjadi seorang wirausahawan Mempunyai kematangan mental untuk memulai menjadi seorang wirausahawan.
4,37
0,99
4,73
1,22
4,33
1,15
4,37
1,09
4,83
0,83
4,20
0,71
Kesiapan Instrumen Mempunyai akses kepada modal untuk memulai menjadi seorang wirausahawan.
4,20
1,15
4,26
1,01
4,23
0,97
Mempunyai jaringan sosial yang dapat dimanfaatkan jika saya memutuskan menjadi seorang wirausahawan.
4,56
1,22
4,26
1,31
4,16
0,69
Mempunyai akses kepada informasi pendukung untuk memulai menjadi seorang wirausahawan.
4,46
1,13
4,30
1,31
4,33
0,71
Intensi Kewirausahaan Memilih karir menjadi seorang wirausahawan.
4,76
1,13
4,76
1,19
4,46
0,97
Memilih karir menjadi karyawan di sebuah perusahaan/organisasi.
4,16
1,05
4,26
1,65
4,26
0,90
Lebih senang menjadi seorang entrepreneur (wirausahawan) dari pada menjadi karyawan disebuah perusahaan/organisasi.
4,73
1,33
5,03
1,37
4,53
1,00
Sumber: Data Primer Diolah
Rata-rata jawaban responden berada pada rentang nilai 2,63 hingga 6,10 dengan deviasi standar 0,69 hingga 1,86. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebaran data relatif kecil, artinya data yang digunakan mengelompok diseputar nilai rata-rata dan penyimpanganya kecil. Sebaran data tergolong tinggi jika standar deviasi 30 persen lebih tinggi dari nilai rata-rata (Kuncoro, 2009).
pertanyaan (15 item) yang digunakan memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Nilai validitas, r hitung, dapat dilihat pada kolom corrected item to total correlation, dimana tidak keseluruhan nilai r hitung > 0,3, dan nilai reliabilitas, cronbach alpha > 0,5. Berarti item-item yang tidak valid, tidak diikut sertakan lagi dalam uji hipotesis. Item yang dikeluarkan pada responden USU dan UNIMED masing-masing sebanyak 4 item dan pada responden IAIN sebanyak 5 item. Hasil uji tersebut, dapat dilihat pada Tabel 3.
Uji Validitas dan Reliabilitas Kualitas data dari hasil perhitungan menunjukan bahwa tidak keseluruhan item
24
2013
Ani Murwani Muhar
Tabel 3 Hasil Uji Kualitas Data: Validitas dan Reliabilitas USU Variabel
Item 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 1 2 3
Kebutuhan akan Prestasi
Efikasi Diri
Kesiapan Instrumen Intensi Kewirausahaa
UNIMED
r hitung 0,7150 0,8239 0,4688 0,7213 0,4529 0,6552 0,6546 0,5971 0,5971 0,6845 0, 6845
0,8422
0,7464
0,7464
0,8062
r hitung 0,7748 0,5466 0,4219 0,6879 0,5736 0,5736 0,3467 0,4803 0,5884 0,5501 0,5501
IAIN
r hitung 0,4563 0,4433 0,5814 0,4402 0,5643 0,5643 0,5324 0,5324 0,6866 0,6866
0,7877
0,6991
0,6526
0,7052
0,6932
0,6755
0,6733
0,8139
Sumber: Data Primer Diolah
Uji Asumsi Klasik
Tabel 5 Hasil Uji Multikolinieritas
Normalitas
Variabel
Data pada penelitian ini menunjukan nilai significancy Kolmogorov-Smirnov berada di atas 0,05, untuk ke tiga PTN. Berarti dapat disimpulkan bahwa nilai residual hipotesis tersebut mengikuti distribusi normal. Dipertegas dengan nilai standar residual yang tidak berada diluar rentang nilai -3 hingga 3, berarti tidak ada nilai yang outlier di ke tiga PTN. Secara ringkas hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Perguruan Tinggi Negeri (PTN) USU UNIMED IAIN
Sig.Kol mogorov Smirnov 0,868 0,894 0,858
Kebutuhan akan Prestasi Efikasi Diri Kesiapan Instrumen Jender Usia Pendidikan Pengalaman Kerja
VIF UNIMED 1,643
IAIN 1,166
3,578 2,413 1,472 1,764 1,260 1,142
1,505 1,293 1,194 1,140 1,259 1,090
1,194 1,102 1,182 1,098 1,078
Sumber: Data Primer Diolah
Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji park. Hasil pengujian menunjukan bahwa pada model regresi di ke tiga PTN terdapat gejala heteroskedastisitas dimana ada nilai probabilitas yang lebih kecil dari nilai signifikansi () 0,05. Untuk memperbaiki adanya heteroskedastisitas, maka pada model regresi dilakukan perubahan bentuk model kedalam bentuk logaritma (Tabel 6).
Standar Residual Minimum Maksimum
-1,509 -1,791 -1,650
USU 2,280
1,911 1,710 1,610
Sumber: Data Primer Diolah
Multikolinieritas Model regresi yang baik adalah jika tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Data pada penelitian ini menunjukan nilai VIF tidak lebih dari 5, yaitu berada pada kisaran 1,078 hingga 3,578 untuk di ke tiga PTN. Ini berarti tidak terdapat multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel Kebutuhan akan Prestasi Efikasi Diri Kesiapan Instrumen Jender Usia Pendidikan Pengalaman Kerja
USU 0,258 0,249 0,828 0,445 0,251 0,035 0,493
Sumber: Data Primer Diolah
25
Signifikansi t UNIMED 0,263 0,483 0,354 0,263 0,018 0,266 0,280
IAIN 0,021 0,466 0,678 0,254 0,161 0,000
15 - 29
Jurnal Keuangan & Bisnis
kepercayaan diri yang ada pada diri mereka. Hal ini dapat bersumber dari faktor psikologi maupun pola edukasi yang didapatkan mereka.
Hasil Uji Hipotesis Berikut hasil uji hipotesis secara ringkas pada mahasiswa USU, UNIMED, dan IAIN (Tabel 7).
Kesiapan instrumen merupakan prediktor yang signifikan bagi intensi kewirausahaan mahasiswa IAIN. Kesiapan instrumen yang baik mencakup ketersediaan modal, jaringan sosial, dan kemudahan akses pada informasi, akan mendukung semangat kewirausahaan. Sementara kesiapan instrumen tidak signifikan mempengaruhi intensi kewirausahaan mahasiswa USU dan UNIMED. Kesiapan instrumen dengan indikator ketersediaan modal, jaringan sosial, dan kemudahan akses pada informasi, merupakan bentuk indikator yang tidak dilihat mahasiswa USU dan UNIMED mempengaruhi intensi kewirausahaan. Hal ini dikarenakan tingginya kepercayaan diri yang dimiliki oleh peserta didik di ke-dua PTN tersebut yang terdukung dari hasil efikasi dari mereka.
Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis Variabel Kebutuhan akan Prestasi Efikasi Diri Kesiapan Instrumen Jender Usia Pendidikan Pengalaman Kerja
USU *-0,541
ß UNIMED -0,361
IAIN 0,232
* 1,199 0,112
* 0,691 0,116
0,220 * 0,550
0,022 *-0,094 0,026 -0,015
-0,021 0,021 -0,068 0,004
* 0,063 -0,003 0,009
Maret
Sumber: Data Primer Diolah Catatan: * P < 0,05
Kebutuhan akan prestasi mempengaruhi intensi kewirausahaan mahasiswa USU dengan koefisien 1 bertanda negatif. Hasil ini memberikan gambaran bahwa rendahnya kebutuhan akan prestasi dapat meningkatkan intensi kewirausahaan. Hal ini menunjukan bahwa ada kecenderungan semakin tidak berprestasi, mahasiswa akan lebih memilih berwirausaha. Atau sebaliknya mahasiswa yang berprestasi akan lebih memilih dan siap bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di perusahan. Hasil pengujian pada dua PTN yaitu UNIMED dan IAIN tidak dapat membuktikan bahwa kebutuhan akan prestasi berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan mahasiswa. Hal ini lebih dikarenakan sebagian besar mahasiswa di UNIMED dan IAIN, masih memiliki kecenderungan untuk bekerja pada suatu instansi/lembaga baik di pemerintah maupun swasta.
Intensi kewirausahaan berhubungan dengan jender, laki-laki mempunyai intensi kewirausahaan lebih tinggi dibanding wanita. Analisis regresi tidak menunjukan bahwa mahasiswa laki-laki mempunyai intensi kewirausahaan lebih tinggi dibanding mahasiswa wanita di USU dan UNIMED. Akan tetapi, tidak berlaku untuk mahasiswa IAIN dimana mahasiswa laki-laki mempunyai intensi kewirausahaan lebih tinggi dibanding mahasiswa wanita. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa masalah jender masih relatif tampak di perguruan keagamaan (IAIN), sedang di perguruan umum (USU dan UNIMED), tidak tampak. Dengan kata lain, intensi kewirausahaan di perguruan umum, tidak tergantung dari jender, sedang di perguruan keagamaan, masih tergantung pada jender.
Efikasi diri dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan pada mahasiswa USU dan UNIMED. Semakin tinggi kepercayaan diri seorang mahasiswa atas kemampuan dirinya untuk dapat berusaha, maka semakin besar pula keinginannya untuk menjadi seorang wirausaha. Faktor ini tidak menjadi penentu intensi kewirausahaan pada mahasiswa IAIN. Hal ini selain dikarenakan dominansi responden yang belum memiliki pengalaman di dunia pekerjaan, juga dikarenakan masih rendahnya tingkat
Mahasiswa yang berusia muda memiliki intensi kewirausahaan yang lebih tinggi dibanding mereka yang berusia tua. Faktor ini tidak dapat dibuktikan di ke dua PTN, yaitu UNIMED dan IAIN, mahasiswa yang berusia muda tidak memiliki intensi kewirausahaan yang lebih tinggi dibanding mereka yang berusia tua. Penolakan faktor ini dikarenakan, adanya faktor kebutuhan atau pandangan ke depan setelah mahasiswa menyelesaikan studinya. Bagi mahasiswa 26
2013
Ani Murwani Muhar
yang berusia muda, relatif belum memikirkan masalah peluang bekerja. Sedangkan mereka yang berusia tua, telah memasuki usia yang telah dituntut untuk berfikir setelah mereka menamatkan masa studinya.
Mahasiswa yang memiliki pengalaman kerja, memiliki intensi kewirausahaan lebih tinggi dibanding mereka yang belum berpengalaman. Penelitian ini juga tidak dapat membuktikan bahwa mahasiswa USU, UNIMED, dan IAIN yang memiliki pengalaman kerja, memiliki intensi kewirausahaan lebih tinggi dibandingkan yang tidak. Mahasiswa tidak melihat bahwa ada pengalaman atau tidak ada pengalaman, tidak menjadikan mereka merasa lebih atau kurang dalam intensi kewirausahaannya. Ini dikarenakan sebagaian besar mahasiswa adalah mereka yang belum memiliki pengalaman kerja. Dengan kata lain, kalaupun ada yang berpengalaman, namun mereka itu masih bekerja pada suatu instansi yang memiliki atasan, bukan mereka sendiri yang memiliki usaha tersebut.
Pada mahasiswa USU, nilai koefisien adalah signifikan dan bertanda negatif. Hasil ini memberikan gambaran bahwa rendahnya mahasiswa yang berusia lebih tua memiliki intensi kewirasahaan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukan bahwa ada kecenderungan mahasiswa yang berusia di atas 20 tahun lebih memperhatikan kebutuhan untuk mendapatkan penghasilan dan berfikir lebih realistis terhadap sulitnya bekerja pada suatu perusahaan karena tingginya tingkat persaingan. Kebutuhan akan prestasi mempengaruhi intensi kewirausahaan mahasiswa USU dengan koefisien bertanda negatif. Hasil ini memberikan gambaran bahwa rendahnya kebutuhan akan prestasi dapat meningkatkan intensi kewirausahaan. Hal ini menunjukan bahwa ada kecenderungan semakin tidak berprestasi, mahasiswa akan lebih memilih berwirausaha. Atau sebaliknya mahasiswa yang berprestasi akan lebih memilih dan siap bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di perusahan.
KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Secara umum, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi intensi kewirausahaan berbeda antara satu PTN dengan PTN yang lain. Kebutuhan akan prestasi menjadi faktor penentu intensi kewirausahaan mahasiswa IAIN. Efikasi diri terbukti mempengaruhi intensi kewirausahaan mahasiswa ke tiga PTN, USU, UNIMED, dan IAIN. Kesiapan instrumen menjadi faktor penentu intensi bagi mahasiswa USU dan IAIN.
Berdasar pada konseptual yang dijelaskan sebelumnya, latar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis memiliki intensi kewirausahaan lebih tinggi dibanding mereka yang berlatar belakang pendidikan non ekonomi. Pengujian faktor ini hanya dilakukan pada mahasiswa USU dan UNIMED. Seperti yang dipaparkan sebelumnya, karena sampel pada mahasiswa IAIN berlatar belakang pendidikan yang sama yaitu ekonomi. Hasil pengujian tidak menunjukan bahwa mahasiswa USU dan UNIMED yang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis memiliki intensi kewirausahaan lebih tinggi dibanding mereka yang berlatar belakang pendidikan non ekonomi. Tidak diterimanya faktor ini menunjukan bahwa adanya pemerataan kondisi dan pemahaman atas pentingnya berwirausaha diantara mahasiswa dari berbagai fakultas baik di USU maupun di UNIMED.
2. Usia, pendidikan, dan pengalaman kerja tidak tebukti secara signifikan sebagai prediktor intensi kewirausahaan. 3. Hasil analisis regresi berganda dengan metode backward untuk melihat model terbaik menunjukan bahwa kebutuhan akan prestasi, efikasi diri, dan usia mampu sebagai prediktor terbaik untuk intensi kewirausahaan mahasisa USU, hanya dengan arah yang berlawanan pada kebutuhan akan prestasi dan usia. Model prediktor terbaik untuk intensi kewirausahaan mahasiswa IAIN adalah efikasi diri, kesiapan instrumen, dan 27
15 - 29
Jurnal Keuangan & Bisnis
jender. Sedangkan untuk mahasiswa UNIMED tidak ada model yang terbaik untuk memprediksi intensi kewirausahaan mahasiswanya.
Maret
Grunhagen, Mittelstaedt. (2005). Entrepreneur or Investor : Do MultiUnit Franchisees Have Different Philosophical Orientation? Journal Of Small Business Management, Vol 43, pg.207.
Saran Saran yang diajukan terkait dengan hasil penelitian : 1. Bagi lembaga penyedia pendidikan, perlu menciptakan suatu pendekatan atau metode yang mampu merangsang timbulnya rasa percaya diri bagi mahasiswa untuk berwirausaha. Begitu pula dengan masalah aksesibilitas. Meskipun telah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, tetapi aksesibilitas juga penting diperhatikan. 2. Tingkat pengangguran yang relatif tinggi di Indonesia hendaknya mendorong pemerintah atau lembaga terkait untuk mempermudah aturan-aturan formal khususnya mengurangi hambatan mendapatkan modal bagi wirausaha muda. 3. Untuk penelitian ke depan, peneliti perlu memasukkan lebih luas lagi variabelvariabel demografis responden. Kesemua variabel tersebut akan dapat memberikan gambaran yang lebih luas lagi atas diterminasi intensi berwirausaha.
Indarti, N. (2004). Factors Affecting Enterpreneurial Intentions Among Indonesian Students. Jurnal Ekonomi dan Bisnis 19 (1): 57-70. Indarti, N. dan Rostiani, R. (2008). Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jurnal Ekonomika dan Bisnis Indonesia, Vol. 23, No. 4. Indiantoro, Nur dan Supomo, Bambang. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE UGM. Katz, J., dan Gartner, W. (1988). Properties of Emerging Organizations. Academy of Management Review 13 (3): 429-441. Kourilsky, M.L., dan Walstad, W.B. (1998). Enterpreneurship and Female Youth: Knowledge, Attitude, Gender Differences, and Educational Practices. Journal of Business Venturing 13 (1): 77-88. Kristiansen, S. (2002). Individual Perception of Business Context : The Case of Small Scale Enterpreneurs in Tanzania. Journal of Development Enterpreneurship 7 (3).
DAFTAR PUSTAKA Bandura, A. (1986). Self Efficacy : To Ward A Uniflying Theory of Behavioral Change Psychological Preview. Psychology Journal, 84, 191-215.
Kristiansen, S., Furuholt, B., dan Wahid, F. (2003). Internet Cafe Enterpreneurs : Pioneers in Information Dissemination in Indonesia. The International Journal of Enterpreneurship and Innovation 4 (4): 251-263.
Chandra, O. (2001). Analisis Pentingnya Penilaian Prestasi Kerja Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Motivasi Karyawan. Bina Ekonomi, Agustus.
Krueger, N.F., dan Casrud, A.L. (1993). Enterpreneurial Intentions: Appliying The Theory of Planned Behavior. Enterpreneurship & Regional Development 5 (4): 315-330.
Duh, M. (2003). Family Enterprises As An Important Factor of The Economic Development : The Case of Slovenia. Journal of Enterprising Culture 11 (2): 111-130.
Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Lee, J. (1997). The Motivation of Women Enterpreneurs in Singapore. 28
2013
Ani Murwani Muhar
International Journal Enterpreneurial Behaviour Research 3 (2): 93-110.
of and
Riyanti, D.P.B. (2003). Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta : Penerbit Grasindo.
Mazzarol, T., Voery, T., Doss, N., dan Thein, V. (1999). Factors Influencing Small Business Start-Ups. International Journal of Enterpreneurial Behaviour and Research 5 (2): 48-63.
Sarlito dan Eko. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Sekaran, Uma. (2006). Research Methods for Business. New York : John Wiley & Sons Inc.
McClelland, D. (1961). The Achieving Society. Princeton, New Jersey: Nostrand. Meredith, G.G. (2002). Kewirausahaan Teori dan Praktek. Jakarta: Victory Jaya Abadi.
Sengupta, S.K. dan Debnath, S.K. (1994). Need for Achievement and Entrepreneurial Success: a Study of Entrepreneurs in Two Rural Industries in West Bengal. The Journal of Enterpreneurship 3 (2): 191-204.
Minniti, M. Entrepreneurship and Network Externalities. (2005). Journal of Economic Behavior and Organization, Vol. 57, pp:1-27.
Singh, K.A., dan Krishna, K.V.S.M. (1994). Agricultural Enterpreneurship : The Concept and Evidence. Journal of Enterpreneurship 3 (1): 97-111.
Natilawati, S. (2004). Hubungan Antara Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja Dengan Efektivitas Kerja Karyawan. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sinha, T.N. (1996). Human Factors in Enterpreneurship Effectiveness. Journal of Enterpreneurship 5 (1): 2329. Sugiyono dan Wibowo, E. (2002). Statistik Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Piaw, Chua Yan. (2009). Kaedah dan Statistik Penyelidikan. Malaysia : McGraw-Hill Sdn.Bhd:.
Suryana. (2003). Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
Priyatno, Dwi. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta : Media Kom.
Syafiuddin dan Jahi, Amri. (2007). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi Wirausaha Petani Rumput Laut di Sulawesi Selatan. Jurnal Penyuluhan, Vol.3, No. 1 ISSN: 1858-2664.
Rahardi, F. (2003). Agribisnis Peternakan. Jakarta : Penerbit Swadaya. Reynolds, P.D., Hay, M., Bygrave, W.D., Camp, S.M., dan Aution, E. (2000). Global Entrepreneurship Monitor : Executive Report. A Research Report from Babson Collage. Kauffan Center for Entrepreneurial Leadership and London Bussiness School.
Tinambunan, A.P. (2010). Jalan Menuju Wirausaha yang Sukses. Media Unika, No. 73 Edisi 4. Webster. (1997). Webster’s New World College Dictionary. Ohio, Simon & Schuster, Inc.
29