FAKTOR PENENTU HARGA GABAH KERING PANEN (GKP) DI TINGKAT PETANI DI INDONESIA TAHUN 2005-2010: PENDEKATAN PARTIAL ADJUSTMENT MODEL Ahmad Rifa’i Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Universitas Lampung
ABSTRAK Permasalahan yang akan di bahas adalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah faktor-faktor yang menentukan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani tahun 2005-2010?”. Berdasarkan nilai t-hitung hasil estimasi pada masing-masing variabel pada tingkat kepercayaan 95% (α= 5%) didapat bahwa Variabel harga gabah kering giling (GKG), harga gabah kualitas rendah (GKR), harga pokok pembelian (HPP), harga beras (HB), dan total produksi gabah (Q) berpengaruh secara signifikan terhadap harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani. Sedangkan distributed-lag (beda kala) harga gabah kering panen (GKPt-1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2 = adjusted R-squared) adalah 0,973. Hal ini berarti variansi dari independent variable mampu menjelaskan 97,3% terhadap variansi dependent variable. Sedangkan sebanyak 2,7% faktor yang berhubungan dengan peningkatan harga gabah kering panen di tingkat petani di Indonesia tahun 2011-2010 disebabkan oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Kata Kunci
: Gabah Kering Panen; Deseasonalized; Petani
PENDAHULUAN Penentuan harga Gabah Kering
Pada kondisi ini sebenarnya petani enggan menjual gabahnya, namun demikian mereka
Panen (GKP) di tingkat petani merupakan
“dihantui”
oleh
kebutuhan
keuangan
suatu “trade off” bagi para petani. Harga
(likuiditas) yang mendesak, biaya pera-
GKP yang terlalu tinggi menyebabkan
watan gabah jika tetap di simpan, dan
pedagang/penggiling tidak bersedia mem-
kemungkinan rusaknya gabah jika tidak
belinya dengan alasan daya beli konsumen
segera menjualnya. Hal ini seperti dinya-
terhadap beras yang rendah. Pada kondisi
takan Maers dkk (1980); Deptan (2006a)
ini gabah petani terancam tidak laku
bahwa petani akan memiliki probabilitas
dikarenakan harga yang terlalu tinggi.
merugi jika mereka menyimpan gabahnya
Sebaliknya, harga GKP yang terlalu rendah
karena harus menanggung “opportunity
membuat petani merugi karena harga jual
cost” dan sebaliknya pedagang/penggiling
GKP tidak bisa menutupi biaya produksi.
akan memperoleh probabilitas untuk untung
57 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
karena kemahiran berdagang dan adanya
dianggap mewakili kegiatan demand and
fluktuasi
supply produk pertanian padi. Faktor lain
(disparitas)
harga.
Disparitas
harga seperti dinyatakan oleh Jamal dkk
yang
(2006) terjadi karena lemahnya posisi tawar
harga GKP adalah kebijakan harga pokok
petani dalam perdagangan gabah, kemam-
pembelian (HPP) gabah dari pemerintah
puan (teknik) menyimpan gabah petani
(Bulog). Kebijakan penentuan HPP ini
yang rendah, nilai tambah pengolahan dan
dimaksudkan agar penentuan harga melalui
perdagangan beras
dapat
mekanisme pasar-harga (demand and sup-
dinikmati oleh pedagang, dan sistem pasar
ply) yang dilakukan oleh petani dan peda-
yang jauh dari sistem pasar persaingan
gang/penggiling tidak berada dibawah HPP
sempurna.
sehingga bisa merugikan petani. Selain itu,
yang hanya
berpengaruh
terhadap
penentuan
Mengikuti teorema Cobweb (“feno-
seperti hasil penelitian Jamal dkk (2006)
mena jaring laba-laba”) seperti dalam
kebijakan impor beras juga berpengaruh
Miller & Meiners (2000:39); Nicholson
terhadap tingkat harga gabah petani.
(1995:591); Iswardono (1989:22) menyata-
Permasalahan yang akan di bahas
kan bahwa penentuan harga produk-produk
adalah “apa sajakah faktor-faktor yang
pertanian sangat dipengaruhi oleh harga
menentukan harga gabah kering panen
sebelumnya (lag harga tahun lalu). Hal ini
(GKP) di tingkat petani tahun 2005-2010?”.
terjadi salah satunya disebabkan adanya
“Seberapa besarkah pengaruh distributed-
faktor musiman, karena terdapat musim
lag (beda kala) harga gabah kering panen
dimana produk pertanian tersebut melimpah
(GKPt-1), harga gabah kering giling (GKG),
dan
produk
harga gabah kualitas rendah (GKR), harga
pertanian tersebut langka yang akan ber-
pokok pembelian (HPP), harga beras (HB),
pengaruh terhadap tinggi rendahnya harga.
dan total produksi gabah (Q) dalam
Pada saat panen raya umumnya harga GKP
menentukan harga gabah kering panen
cenderung rendah (Simatupang dkk, 2004;
(GKP) di tingkat petani di Indonesia tahun
Deptan, 2006b). Secara umum penentuan
2005-2010?”.
terdapat
musim
dimana
harga gabah juga dipengaruhi oleh harga gabah pada tingkatan yang lain yaitu gabah
METODE PENELITIAN
kering giling/GKG, gabah kualitas rendah/
Penelitian ini merupakan penelitian
GKR, dan harga beras sebagai produk akhir
eksplanatori (explanatory research) dengan
dari pertanian padi karena pasar beras bisa
menggunakan pengujian hipotesis. Peneliti-
58 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
an eksplanatori atau penelitian penjelasan
daerah dalam rangka mendorong pemben-
menganalisis/menjabarkan tentang hubung-
tukan harga yang lebih tinggi (yang lebih
an antar variabel penelitian dan menguji
baik) bagi petani.
hipotesis yang telah dirumuskan. Hasil
Teknik analisis data menggunakan
pengujian hipotesis tersebut dapat dipergu-
regresi berganda dengan pendekatan Partial
nakan sebagai pijakan untuk menentukan/
Adjustment Model (PAM) atau model
mengidentifikasi langkah-langkah kebijak-
penyesuaian parsial. Model yang digunakan
an yang dapat ditempuh oleh pemerintah
adalah:
GKPt = β0 + β1 GKPt-1 + β2 GKGt + β3 GKR t + β4 HPPt + β5 HBt + β6 Qt + εt (1.1)
dimana: GKP = Rerata harga gabah kering
bulanan dan ε = Error term; t = bulan ke-t;
panen per bulan; GKPt-1 = Lag (beda kala)
β0 = konstanta/intercept; β1, β2, β3, β4, β5, β6
rerata bulanan harga GKP; GKG = Rerata
= koefisien regresi.
harga gabah kering giling per bulan; GKR =
Berdasarkan Model Penyesuaian
Rerata harga gabah kualitas rendah per
Parsial (Partial Adjustment Model/PAM)
bulan; HPP = Harga pokok pembelian
maka persamaan 1.1 dapat di tulis kembali
gabah dari Bulog; HB = Harga pembelian
sebagai berikut:
beras oleh Bulog, Q = total produksi gabah GKPt = Gβ0 + (1-G)β1 GKPt-1 + Gβ2 GKGt + Gβ3 GKR t + Gβ4 HPPt + Gβ5 HBt + Gβ6 Qt + Gεt
(1.2)
dimana G adalah koefisien penye-suaian
Cobweb maka kuantitas (supply) dan harga
yang memiliki nilai 0 G 1 , dan karena
produk pertanian umumnya dipengaruhi
persamaan 1.2 tersebut mengandung unsur
oleh kuantitas dan harga periode sebelum-
beda kala (lag) dependent variable (GKPt-1)
nya, kedua, umumnya harga gabah menga-
maka persamaan tersebut di sebut juga
lami kekakuan harga (price regidity) karena
autoregresive model. Beda kala muncul
lemahnya daya tawar petani terhadap
karena reaksi dari variabel tak bebas
pedagang/penggiling. Ketiga, adanya reaksi
terhadap aksi dari variabel bebas memerlu-
terhadap kebijakan pemerintah yaitu adanya
kan waktu (“a time lag”). Alasan pengguna-
kebijakan harga pokok pembelian (HPP)
an lag (beda kala = GKPt-1) dalam peneliti-
gabah, yang dimaksudkan agar harga GKP
an adalah, pertama, berdasarkan model
berada di atas HPP sehingga petani tidak
59 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
merugi.
Keempat,
Supranto
stokastik (GKPt-1) akan berkorelasi dengan
(1984:190) model distribusi beda kala dan
kesalahan pengganggu (εt). Sehingga jika
model
menunjukkan
kita tetap mempergunakan OLS maka hasil
kegunaan yang benar-benar tinggi dalam
pemerkiranya akan bias dan tidak konsis-
ekonomi empiris, dimana model tersebut
ten, yaitu walaupun sampel di perbesar
membuat teori ekonomi yang statis menjadi
sampai tak terhingga maka hasil pemerkira
dinamis dengan cara memperhitungkan
tetap tidak akan mendekati nilai yang
secara eksplisit peranan waktu dan melalui
sebenarnya. Selain itu model PAM lebih
model tersebut dapat dibedakan antara
mendasarkan pada segi teknis, keka-kuan
reaksi jangka pendek dan jangka panjang.
(rigidities), ketidakluwesan kelembagaan
autoregresif
Alasan
menurut
telah
penggunaan
pendekatan
(institusi) dan adanya perubahan harga.
PAM adalah jika dibandingkan dengan
Kondisi ini berbeda dengan model AEM
pendekatan Koyck dan pendekatan Adap-
yang lebih mendasarkan pada ketidakpas-
tive Expectation Model (AEM/model harap-
tian (uncertainty) (Supranto 1984:159).
an adaptif) maka model PAM lebih bisa menghasilkan pemerkira yang mendekati
PEMBAHASAN
sifat
Proses Deseasonalization Jumlah Produksi Gabah
BLUE
(Best
Linear
Unbiased
Estimator) atau setidaknya model PAM
Variabel
akan menghasilkan pemerkira yang konsis-
Hasil regresi proses deseasonaliza-
ten meskipun perkiraan tersebut cenderung
tion menggunakan variable dummy terha-
akan bias. Dengan kata lain dalam model
dap jumlah produksi padi (Q) adalah
Koyck
sebagai berikut:
maupun
AEM
variabel
bebas
Q = 6384881 – D21,81x10-8 – D31,79X10-8 – D41,80X10-8 – D51208032 (18,932)*** (-3,79X10-14)ns (-3,76X10-14)ns (-3,78X10-14)ns (-2,533)*** – D61208032 – D71208032 – D81208032 – D93073408 – D103073408 (-2,533)*** (-2,533)*** (-2,533)*** (-6,444)*** (-6,444)*** – D113073408 – D123073408 + ɛt (-6,444)*** (-6,444)***
………….1.3
R2 = 0,689; Fhitung = 15,329 ** Catatan: * Significance at α= 10% Significance at α= 5% *** ns Significance at α= 1% Not Significance Angka dalam kurung adalah nilai-thitung
60 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
dimana Q = jumlah produksi padi, D2, D3,
demikian
D4, …, D12 adalah dummy-dummy untuk
misalnya untuk bulan ke-5 (Mei), maka
bulan 2, 3, 4,…, 12 dengan mengganggap
nilai produksi padi untuk bulan ke-5 ini
nilai 1 untuk bulan yang bersangkutan dan
lebih besar sebesar 1.208.032 ton di
nilai 0 untuk bulan pertama (Januari).
bandingkan bulan ke-1 (Januari). Nilai rata-
Proses deseasonalization ini menggunakan
rata jumlah produksi pada bulan ke-5 (Mei)
bulan Januari (bulan 1) sebagai bulan dasar
adalah {(6.384.881) + (-1.208.032)} atau
(bulan referensi), meskipun bulan manapun
sekitar 5.176.849 ton. Koefisien dummy
dapat digunakan sebagai bulan dasar.
untuk bulan yang lain dapat ditafsirkan
Berdasarkan hasil estimasi pada
dapat
disimpulkan
bahwa,
dengan cara yang sama dengan bulan ke-5.
persamaan (1.3) diketahui bahwa nilai ttabel untuk degree of freedom (df) = 60 (df=n-k-1=72-11-1=60)
pada
Analisis Regresi Analisis regresi dilakukan terhadap
tingkat
kepercayaan 95% (α=5%) adalah 1,671. Dengan demikian diperoleh hasil bahwa seluruh dummy kecuali dummy untuk bulan 2, 3, dan 4 berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi padi (Q). Hal ini berarti memang terjadi pengaruh musiman dalam produksi padi (Q) pada bulan ke-5, 6, 7, ., 12 di Indonesia tahun 2005-2010. Dengan
persamaan 1.1. Nilai masing-masing variabel (GKP, GKG, GKR, HPP, dan HB) yang digunakan adalah berdasarkan publikasi dari BPS (2010), sedangkan nilai jumlah produksi padi (Q) adalah jumlah produksi padi
ter-deseasonalized
(QDS).
Hasil
analisis regresi terhadap persamaan 1.1 adalah sebagai berikut:
GKP = –172,3303 – 0,004459GKPt-1 + 0, 482097GKG + 0,591070GKR (-2,124)** (-0,049) ns (5,412)*** (7,866)*** + 0,326149HPP – 0,207551HB + 3,76X10-5QDS + ɛt (1,996)** (-2,262)** (2,214)**
………….1.4
R2 = 0,973; Fhitung = 428,361 Catatan:
*
** Significance at α= 10% Significance at α= 5% *** ns Significance at α= 1% Not Significance Angka dalam kurung adalah nilai-thitung
dimana GKP = Rerata harga gabah kering
rerata bulanan harga GKP; GKG = Rerata
panen per bulan; GKPt-1 = Lag (beda kala)
harga gabah kering giling per bulan; GKR =
61 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
Rerata harga gabah kualitas rendah per
pengujian hipotesis didapatkan
bulan; HPP = Harga pokok pembelian
χ2 (5%; df = 6) = 17,355515 > 12,5916,
gabah dari Bulog; HB = Harga pembelian
yang berarti bahwa Ho tolak dan dapat
beras oleh Bulog, QDS = Jumlah produksi
disimpulkan persamaan (1.4) terkena gejala
padi ter-deseasonalized.
heteroskedastisitas.
Pengujian Ketepatan Asumsi Model
Uji Gejala Autokorelasi.
Pengujian ketepatan asumsi model
>
Hasil pengujian gejala autokorelasi
(uji asumsi klasik) terdiri dari uji gejala
menggunakan
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan
(BG) Test menunjukkan nilai χ2 = (n-p)R2
uji autokorelasi terhadap persamaan (1.4).
adalah = 1,174677. Sehingga dari hasil
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengha-
pengujian hipotesis didapatkan χ2 = (n-p)R2
silkan pemerkiria yang memiliki sifat
< χ2 (5%; df = 6) = 1,174677 < 12,5916,
BLUE (best linear unbiased estimator).
yang berarti bahwa Ho yang menyatakan
metode
Brousch-Godfrey
tidak ada autokorelasi pada persamaan (1.4) Uji Gejala Multikolinearitas
dapat diterima.
Hasil pengujian gejala multikolinearitas
menggunakan
korelasi
persamaan (1.4) terkena gejala multiko-
menunjukkan bahwa antar independent
linearitas dan heteroskedastisitas, maka
variable-nya
variabel
langkah selanjutnya adalah menghilangkan
dependent) ada yang berkorelasi kuat
gejala tersebut dengan melakukan regresi
(>80%), yang berarti persamaan (1.4)
dengan metode White Heteroskedasticity-
terkena dari gejala multikolinearitas.
Consistent Stan-dard Errors & Covariance
(tidak
matrik
Oleh karena hasil estimasi pada
termasuk
(Gujarati 2003:417). Hasil koreksi dalam
Uji Gejala Heteroskedastisitas. Hasil pengujian gejala heteroskedastisitas
menggunakan
metode
Breusch-
Pagan-Godfrey (BPG) Test menunjukkan nilai Explained Sum of Square (ESS) adalah = 34,71103 sehingga nilai
selanjutnya disimbulkan dengan GKP-(P). Hasil koreksi gejala heteroskedastisitas persamaan (1.4) menggunakan metode White’s adalah sebagai berikut:
adalah
17,355515. Dengan demikian dari hasil
62 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
GKP-(P) = –172,3303 – 0,004459GKPt-1 + 0,482097GKG + 0,591070GKR (-2,459)*** (-0,049) ns (5,644)*** (5,827)*** + 0,326149HPP – 0,207551HB + 3,76X10-5QDS + ɛt (2,374)** (-2,905)*** (2,041)**
………….1.5
R2 = 0,973; Fhitung = 428,361 ** Catatan: * Significance at α= 10% Significance at α= 5% *** ns Significance at α= 1% Not Significance Angka dalam kurung adalah nilai-thitung penelitian ini nilai t-tabel untuk df = 65
Pengujian Parameter Regresi Pengujian parameter regresi meliputi uji parsial (uji-t), uji simultan (uji-F) 2
(df=n-k-1=72-6-1=65) pada tingkat kepercayaan 95% (α= 5%) adalah t0,05
(65)
=
dan uji koefisien determinasi (R ). Tujuan-
1,671. Nilai t-hitung hasil hasil estimasi
nya adalah untuk mengetahui (menguji)
persamaan (1.5) adalah GKPt-1 = -0,049,
signifikansi pengaruh --baik secara parsial
GKG = 5,644, GKR =5,827, HPP = 2,374,
maupun simultan (bersama-sama)-- Lag
HB
harga GKP (GKPt-1), harga gabah kering
Berdasarkan nilai t-hitung hasil estimasi
giling (GKG), harga gabah kualitas rendah
maka:
(GKR), harga pokok pembelian gabah
1) GKPt-1 (t-hitung < t-tabel); maka Ho di
=
-2,905,
dan
QDS
=
2,041.
Bulog (HPP), harga pembelian beras Bulog
terima, berarti variabel GKPt-1
tidak
(HB), dan produksi padi ter-deseasonalized
berpengaruh signifikan terhadap GKP.
(QDS) terhadap harga gabah kering panen
2) GKG (t-hitung > t-tabel); maka Ho di
(GKP). Disamping itu dilakukan uji koefi-
tolak, berarti GKG berpengaruh secara
sien determinasi (R2) untuk melihat derajat
signifikan terhadap GKP.
keeratan hubungan antara variabel penjelas
3) GKR (t-hitung > t-tabel); maka Ho di
dan variabel yang dijelaskan. Pengujian
tolak, berarti GKR berpengaruh secara
parameter regresi ini dilakukan terhadap
signifikan terhadap GKP.
persamaan (1.5).
4) HPP (t-hitung > t-tabel); maka Ho di tolak, berarti HPP berpengaruh secara
Uji Parsial (Uji-t). Uji-t dilakukan untuk melihat pengaruh independent variable (GKPt-1, GKG, GKR, HPP, HB, dan QDS) secara parsial
signifikan terhadap GKP). 5) HB (t-hitung > t-tabel); maka Ho di tolak, berarti HB berpengaruh secara signifikan GKP.
terhadap dependent variable (GKP). Dalam 63 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
6) QDS (t-hitung > t-tabel); maka Ho di
adalah 97,3%. Sedangkan sebanyak 2,7%
tolak, berarti variabel QDS berpe-
faktor yang berhubungan dengan pening-
ngaruh signifikan terhadap GKP.
katan harga gabah kering panen di tingkat petani disebabkan oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Uji Simultan (Uji-F). Uji-F
dilakukan
untuk
melihat
pengaruh independent variable terhadap dependent variable secara bersama-sama.
Pengaruh Beda Kala (GKPt-1) Terhadap Harga Gabah Kering Panen (GKP) Di tingkat Petani.
Dalam penelitian ini nilai F-tabel untuk df1 = 5 (df1= k-1 = 6-1=5) dan df2 = 65 (df2= nk-1 = 72-6-1=65) pada tingkat kepercayaan 95% (α= 5%) adalah F0,05
(5 ; 65)
= 2,37.
Sedangkan nilai F-hitung hasil estimasi adalah 428,361. Dengan demikian F-hitung > F-tabel sehingga Ho di tolak yang berarti bahwa dependent variable (GKPt-1, GKG, GKR, HPP, HB, dan QDS) secara bersama-
Berdasarkan hasil estimasi persamaan (1.5) didapatkan bahwa lag (beda kala) harga GKP (GKPt-1) berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap harga gabah kering panen di tingkat petani (GKP). Nilai koefisien hasil estimasi sebesar 0,004459 memiliki arti bahwa setiap ada kenaikan Rp 1,- lag (beda kala) harga GKP maka justru akan menurunkan
sama berpengaruh terhadap GKP.
harga gabah kering panen di tingkat petani Uji Koefisien Determinasi (R2).
(GKP) sebesar Rp 0,004459,- namun
Hasil estimasi menunjukkan bahwa
penurunan ini pengaruh-nya tidak signify-
nilai koefisien determinasi (R2 = adjusted
kan. Meskipun hasil estimasi ini tidak
R-squared) adalah 0,973. Hal ini berarti
signifikan, namun hal yang menarik adalah
variansi dari independent variable mampu
tanda koefisien regresi dari GKPt-1 adalah
menjelaskan
negatif (-). Tanda negatif ini bertentangan
97,3%
terhadap
variansi
dependent variable. Dengan kata lain
dengan harapan
apriori,
yaitu bahwa
hubungan antara peningkatan lag (beda
semakin tinggi harga lag (beda kala) GKPt-1
kala) harga GKP, harga gabah kering
seharusnya semakin meningkatkan harga
giling, harga gabah kualitas rendah, harga
gabah kering panen di tingkat petani. Bukan
pokok pembelian gabah Bulog, harga
sebaliknya seperti hasil penelitian ini yang
pembelian beras Bulog, dan produksi padi
justru semakin menurunkan (tanda negatif)
ter-deseasonalized terhadap peningkatan
gabah kering panen. Gujarati (2003:219)
harga gabah kering panen di tingkat petani
menyatakan model ragresi yang baik tidak
64 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
semata-mata melihat nilai adjusted R2 yang
Bulog) yang kemungkinan lebih rendah dari
tinggi, tetapi juga harus mempertimbangkan
harga riil GKP tahun sebelumnya. Kedua,
koefisien regresinya apakah nyata secara
pemerintah/Bulog kemungkinan selalu me-
statistik (statistically significant) dan tanda
netapkan harga terendah (HPP) lebih
koefisien regresinya apakah sesuai dengan
rendah dibandingkan harga riil GKP penu-
harapan apriori.
tupan tahun sebelumnya. Dengan demikian
Meskipun tidak signifikan hasil
harga beli GKP tahun-tahun mendatang
penelitian ini juga bertentangan dengan teo-
selalu dimulai dari harga terendah dalam
rema Cobweb (“fenomena jaring laba-
HPP (yang selalu lebih rendah dari harga
laba”). Teorema Cobweb dalam Miller &
riil tahun sebelumnya), bukan berdasarkan
Meiners (2000:39); Iswardono (1989:22)
harga riil penutupan tahun sebelumnya.
menyatakan bahwa harga dan kuantitas
Jika faktanya rata-rata harga riil
berbagai komoditas memperlihatkan perge-
penutupan tahun sebelum tinggi, yaitu di
rakan siklis dalam jangka panjang dimana
atas HPP tahun berjalan maka kondisi ini
naik turunnya harga selalu diimbangi
pada satu sisi merugikan petani. Karena
dengan naik turunnya harga tahun sebelum-
petani tidak akan menerima harga yang
nya (lag harga tahun sebelumnya). Namun
tinggi dikarenakan harga pembelian gabah
demikian
model
kering panen petani selalu dimulai dari HPP
Cobweb tidak terjadi karena lag harga
yang selalu lebih rendah dan bukan dari
gabah kering panen tahun sebelumnya tidak
harga riil tahun-tahun sebelumnya yang
berpengaruh terhadap harga gabah kering
lebih tinggi dari HPP tahun berjalan.
panen petani tahun berjalan.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh
dalam
penelitian
ini
Hasil estimasi terhadap GKPt-1 yang
dari BPS (2011) diketahui bahwa rata-rata
tidak signifikan tersebut menginformasikan
harga GKP tahun 2005-2010 Rp 2.697,59
beberapa kemungkinan, pertama, penentu-
sedangkan rata-rata harga HPP adalah Rp
an harga beli gabah kering panen di tingkat
2.052,64. Fakta ini semakin memperlemah
petani (GKP) yang dilakukan oleh peda-
posisi nilai tawar petani terhadap pedagang
gang tidak berdasarkan pada harga penu-
dimana petani selalu memperoleh harga jual
tupan tahun sebelumnya. Tetapi penentuan
perdana yang lebih rendah dari harga jual
harga beli GKP pedagang ditentukan berda-
tahun sebelumnya. Seharusnya dalam me-
sarkan harga dasar (harga terendah) yang
nentukan HPP pemerintah/Bulog harus
ditentukan oleh pemerintah (HPP dari
mengacu pada rerata harga jual petani tahun
65 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
sebelumnya. Sehingga harga jual gabah
sampai harga jual tahun berjalan lebih
petani dapat terus meningkat, karena harga
rendah dibandingkan harga tahun sebelum-
jual perdana mereka sudah cukup tinggi
nya, sementara inflasi tahun berjalan lebih
yaitu di atas tahun sebelum-nya. Pandangan
tinggi dari tahun sebelumnya. Perbandingan
ini salah satunya didasarkan pada pertim-
rerata harga jual GKP dan HPP tahun 2005-
bangan adanya perbedaan nilai inflasi tahun
2010 ditunjukkan dalam gambar 1.
berjalan dengan tahun sebelumnya. Jangan
Gambar 1. Perbandingan Rerata Harga GKP dan Harga HPP di Indonesia Tahun 2005-2010 Sumber: BPS (2011), berbagai tahun (diolah)
Pengaruh Harga Gabah Kering Giling (GKG) Terhadap Harga Gabah Kering Panen (GKP) Di tingkat Petani.
tingkat petani (GKP) sebesar Rp 0,482097. Berdasarkan hasil penelitian ini seharusnya sebagain petani dapat lebih sabar untuk
Berdasarkan hasil estimasi persama-
tidak menjual gabahnya hanya pada saat
an (1.5) didapatkan bahwa harga gabah
siap panen (kering panen/GKP). Seharus-
kering giling (GKG) berpengaruh positif
nya mereka menahan gabahnya hingga
dan signifikan terhadap harga gabah kering
menjadi gabah kering giling (GKG). Tinda-
panen di tingkat petani (GKP). Nilai
kan sebagian petani ini diharapkan dapat
koefisien hasil estimasi sebesar 0,482097
mendorong naiknya harga gabah kering
memiliki arti bahwa setiap ada kenaikan Rp
giling sehingga dapat berpengaruh terhadap
1,- harga gabah kering giling maka akan
naikya harga gabah kering panen. Jika hal
menaikkan harga gabah kering panen di
ini terjadi maka sebagian petani lain yang
66 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
hanya menjual dalam keadaan gabah kering
Tindakan menahan gabah hingga
panen akan menikmati harga yang lebih
dalam bentuk kering giling tersebut selain
tinggi. Namun demikian tindakan untuk
untuk
memilih menyiapkan gabah menjadi gabah
“merebut” selisih margin harga jual gabah
kering giling, dari pada kering panen, juga
kering panen dengan kering giling oleh
menimbulkan
diantaranya
petani, ternyata juga berdampak pada
biaya angkut ke rumah, biaya penjemuran
meningkatnya harga beli gabah kering
padi hingga kering giling, biaya perawatan
panen itu sendiri. Dengan tindakan ini
saat penjemuran, dan biaya penyimpanan di
sebagian petani yang menjual gabah pada
gudang.
kondisi kering panen akan menikmati harga
biaya-biaya,
meningkatkan
nilai
jual
dan
Tindakan menahan gabah dan hanya
yang lebih tinggi karena tinggi harga beli
akan di jual hingga dalam bentuk gabah
gabah kering giling oleh pedagang dan rice
kering giling ini dilakukan untuk mempero-
milling unit (RMU). Gambar 2 memper-
leh nilai tambah pengolahan gabah dan
lihatkan rata-rata harga gabah kering panen
menaikkan nilai tawar petani terhadap
dan harga gabah kering giling periode
pedagang. Nilai tambah tersebut adalah
2005-2010. Gambar tersebut memperlihat-
naiknya/ tinggi harga gabah kering giling.
kan bahwa harga gabah kering panen naik
Dengan tindakan ini petani telah berhasil
(turun) konsisten dengan naiknya (turun-
“memin-dahkan” selisih margin antara nilai
nya) harga gabah kering giling. Artinya jika
jual dalam bentuk kering panen dengan
harga gabah kering giling dinaikkan (ditu-
dalam bentuk kering giling yang biasanya
runkan) maka akan diikuti oleh kenaikan
dinikmati oleh para pedagang dan pelaku
(penurunan) harga gabah kering panen.
penggilingan beras (rice milling unit/RMU)
Rata-rata laju pertumbuhan harga gabah
ke petani itu sendiri. Untuk dapat melaku-
kering panen dan harga gabah kering giling
kan hal ini, maka beberapa syarat yang
periode 2005-2010 juga hampir sama, yaitu
harus dimiliki petani adalah memiliki
masing-masing 15,79% dan 15,02%. Fakta
teknik menyimpan gabah yang lebih baik,
ini semakin memperkuat hasil penelitian
memiliki posisi tawar yang tinggi dengan
bahwa harga gabah kering giling (GKG)
terjadinya surplus jual yang tinggi (surplus
berpengaruh positif dan signifikan terha-
produksi
dap harga gabah kering panen di tingkat
petani),
rendahnya
desakan
likuiditas bagi keluarga petani, dan pasar
petani (GKP).
berada dalam kondisi persaingan sempurna.
67 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
Gambar 2. Perbandingan Rerata Harga GKP dan Harga GKG di Indonesia Tahun 2005-2010 Sumber: BPS (2011), berbagai tahun (diolah)
Pengaruh Harga Gabah Kualitas Rendah (GKR) Terhadap Harga Gabah Kering Panen (GKP) Di tingkat Petani.
gabah kualitas rendah hampir sama dan cenderung sama dengan HPP pemerintah/ Bulog. Rata-rata harga gabah kualitas
Berdasarkan hasil estimasi persama-
rendah dan HPP pemerintah/Bulog masing-
an (1.5) didapatkan bahwa harga gabah
masing Rp 2.100,26 dan Rp 2.052,64.
kualitas rendah (GKR) berpengaruh positif
Kedua harga tersebut menunjukkan angka
dan signifikan terhadap harga gabah kering
yang hampir sama dan hanya selisih Rp
panen (GKP). Nilai koefisien hasil estimasi
47,62. Gambar 3 memperlihatkan perbandi-
sebesar 0,591070 memiliki arti bahwa
ngan antara harga gabah kualitas rendah
setiap ada kenaikan Rp 1,- GKR maka akan
dengan HPP dari pemerintah/Bulog hampir
menaikkan
Rp
sama dan berimpit. Dengan demikian jika
0,591070. Sehingga harga gabah kualitas
pemerintah/Bulog meningkatkan HPPnya
rendah merupakan salah satu variabel yang
sebagai acuan batas bawah pembelian harga
dapat
gabah, maka tindakan ini akan menimbul-
harga
digunakan
GKP
untuk
sebesar
mendongkrak
naiknya harga GKP di tingkat petani. Salah satu cara untuk meningkatkan
kan efek domino positif, yaitu meningkatnya harga gabah kualitas rendah (GKR) dan
harga gabah kualitas rendah adalah dengan
pada
meningkatkan
meningkatnya harga gabah kering panen
harga
pokok
pembelian
(HPP) dari pemerintah/Bulog. Berdasarkan
akhirnya
akan
berdampak
pada
(GKP) di tingkat petani.
data BPS (2011) diketahui bahwa harga 68 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
Gambar 3. Perbandingan Rerata Harga HPP dan GKR di Indonesia Tahun 2005-2010 Sumber: BPS (2011), berbagai tahun (diolah)
Pengaruh Harga Pokok Pembelian Gabah Bulog (HPP) Terhadap Harga Gabah Kering Panen (GKP) Di tingkat Petani.
(petani) namun pada saat yang sama juga tidak terlalu memberatkan konsumen. Berdasarkan hasil penelitian ini HPP pemerintah/Bulog terbukti ampuh
Berdasarkan hasil estimasi persamaan (1.5) didapatkan bahwa harga pokok pembelian gabah Bulog (HPP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga gabah kering panen di tingkat petani (GKP). Nilai koefisien hasil estimasi sebesar 0,326149 memiliki arti bahwa setiap ada kenaikan Rp 1,- HPP gabah Bulog maka akan menaikkan harga GKP sebesar Rp 0,326149. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jamal
dkk
(2005:1-11)
(2006); yang
Simatupang
menyatakan
dkk bahwa
penentuan harga gabah dipengaruhi oleh HPP gabah, tarif, dan kuota impor beras dengan
tujuan
untuk
mempertahankan
sebagai salah satu variabel yang dapat digunakan untuk mendongkrak naiknya harga gabah kering panen di tingkat petani. Pemerintah seyogyanya selalu menaikkan HPP tiap tahun secara bertahap. Namun demikian peningkatan HPP ini harus diikuti dan diimbangi dengan kebijakan penaikan (penurunan) harga beras sebagai produk akhir pertanian serta penciptaan harga Saprodi yang terjangkau dan memiliki nilai ekonomis bagi petani. Misalnya di samping menaikkan HPP pemerintah juga harus menjaga gejolak harga pupuk sebagai salah satu Saprodi utama pertanian. Ketepatan dan ketersediaan pupuk bersubsidi merupa-
harga yang baik di tingkat produsen 69 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
kan salah satu faktor untuk menjamin
dan masih ekonomis menjadi sesuatu yang
terciptanya kesejahteraan petani di samping
sangat diperlukan oleh petani.
peningkatan HPP gabah.
Peningkatan HPP gabah ini di
Untuk mempertahankan kesejahte-
samping akan meningkatkan kesejahteraan
raan petani ini pemerintah juga harus
bagi petani juga memiliki dampak pada
menjamin bahwa pelaksanaan impor beras
penurunan kesejahteraan bagi konsumen.
memang benar-benar untuk keperluan yang
Penurunan
mendesak dan khusus jika petani dalam
masyarakat akan membeli beras dengan
negeri
memenuhi
harga yang lebih mahal karena tinggi HPP
Pelaksanaan
gabah. Penerima Raskin juga akan merasa-
impor beras sesungguhnya justru akan
kan penurunan nilai beras yang dikonsumsi
memperlemah nilai tawar petani dalam
sebagai dampak dari peningkatan HPP
perdagangan.
yang
gabah. Oleh karena itu pemerintah harus
melimpah di dalam negeri akan semakin
bersepakat untuk menjadikan beras pro-
rendah harganya jika diberlakukan impor
duksi dalam negeri sebagai komponen
beras, misalnya untuk alasan penurunan
utama beras Raskin, di samping beras
harga beras (operasi pasar beras). Atau
impor. Sehingga subsidi Raskin yang
seandainya pemerintah masih tetap mela-
diberikan oleh pemerintah dampak positif-
kukan impor beras, maka perlu diterapkan
nya masih mengalir ke petani, yaitu dengan
tariff impor yang relatif tinggi agar harga
terbelinya beras produk dalam negeri.
tidak
kebutuhan
mampu
beras
lagi
tersebut.
Produksi
gabah
kesejahteraan
ini
misalnya
dalam negeri masih tetap dapat bersaing dan menjaga disparitas harga beras dalam negeri dengan beras impor. Pemberlakuan
Pengaruh Harga Pokok Pembelian Beras Bulog (HB) Terhadap Harga Gabah Kering Panen (GKP) Di tingkat Petani.
tariff ini juga merupakan bentuk perlindungan khusus (special safeguard mecha-
Berdasarkan hasil estimasi persama-
nism), meskipun sebenarnya penerapan
an (1.5) didapatkan bahwa harga pokok
tariff tinggi bagi importir ini melanggar
pembelian beras Bulog (HB) berpengaruh
kesepakatan perdagangan bebas dari WTO
negatif dan signifikan terhadap harga gabah
(Word Trade Organization). Pada kondisi
kering panen di tingkat petani (GKP). Nilai
seperti ini peran pemerintah/ Bulog untuk
koefisien hasil estimasi sebesar 0,207551
membeli gabah petani pada harga terendah
memiliki arti bahwa setiap ada kenaikan Rp 1,- harga pokok pembelian beras Bulog
70 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
(HB) maka akan menurunkan harga gabah
semakin menurunkan harga gabah kering
kering panen di tingkat petani (GKP)
panen (GKP) di tingkat petani.
sebesar Rp 0,207551. Hasil penelitian ini sejalan
dengan
penelitian
dkk
antara harga pokok pembelian beras dengan
(2006:5) bahwa di tingkat nasional terdapat
harga gabah kering panen di tingkat petani
keterkaitan yang kuat antara harga gabah di
yang negatif dan signifikan ini mengin-
tingkat produsen (petani) dengan harga
dikasikan bahwa terdapat dua sumber beras
gabah di tingkat konsumen/eceran. Selain
yang beredar di masyarakat, yaitu beras
itu hasil penelitian ini juga sejalan dengan
yang berasal dari petani dalam negeri dan
hasil penelitian Simatupang dkk (2005:1-
beras impor. Ketika harga pokok pembelian
11) yang menyatakan bahwa penentuan
beras dinaikkan yang tentunya berdampak
harga gabah dipengaruhi oleh HPP beras,
pada naiknya harga-harga beras produksi
tarif, dan kuota impor beras dengan tujuan
dalam negeri dan diharapkan dapat menaik-
untuk mempertahankan harga yang baik di
kan harga gabah kering panen, ternyata
tingkat produsen (petani) namun pada saat
konsumen justru beralih membeli beras
yang sama juga tidak terlalu memberatkan
impor. Kondisi ini bisa terjadi kemung-
konsumen
kinan karena harga beras impor lebih murah
(masyarakat
Jamal
Fenomen hasil regresi hubungan
pengkonsumsi
beras).
dari pada beras dalam negeri. Pada saat Namun demikian tanda dari hasil
konsumen beralih ke beras impor ini maka
estimasi ini bertentangan dengan harapan
beras dalam negeri menjadi tidak laku.
apriori, yaitu hasil regresi memiliki tanda
Karena tidak laku maka secara otomatis
negative (-). Seharusnya hubungan antara
akan berdampak pada penurunan harga
kenaikan harga pokok pembelian beras
gabah kering panen, meskipun harga pokok
Bulog (HB) dengan harga gabah kering
pembelian beras tetap dinaikkan.
panen (GKP) di tingkat petani adalah positif (+). Seharusnya semakin tinggi harga pokok pembelian beras Bulog (HB) maka akan semakin meningkatkan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani. Namun hasil
penelitian justru
sebaliknya, yaitu semakin tinggi harga pokok pembelian beras Bulog (HB) justru
Pengaruh Produksi Padi Terdeseasonalized (QDS) Terhadap Harga Gabah Kering Panen (GKP) Di tingkat Petani. Berdasarkan hasil estimasi persamaan (1.5) didapatkan bahwa produksi padi ter-deseasonalized
(QDS)
berpengaruh
positif dan signifikan terhadap harga gabah
71 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
kering panen di tingkat petani (GKP). Nilai -5
peningkatan
jumlah
produksi
(surplus
koefisien hasil estimasi sebesar 3,76X10
produksi) justru meningkatkan harga harga
memiliki arti bahwa setiap ada kenaikan
gabah kering panen di tingkat petani.
satu ton produksi padi ter-deseasonalized
Fenomena hasil regresi hubungan
(QDS) maka akan menaikkan harga gabah
antara
kering panen di tingkat petani (GKP)
gabah dengan harga gabah kering panen di
sebesar Rp 3,76X10-5. Hasil penelitian ini
tingkat petani yang positif dan signifikan
bertentangan
penelitian
ini mengindikasikan beberapa hal, pertama,
Simatupang dkk, (2004); Deptan, (2006b)
berjalannya mekanisme yang dibangun oleh
yang menyatakan bahwa pada saat panen
Bulog yaitu pembelian gabah di atas harga
raya, yang ditandai dengan meningkatnya
pokok pembelian. Dalam kondisi ini maka
jumlah produksi gabah (QDS), maka pada
harga gabah kering panen tetap akan tinggi
umumnya harga gabah kering panen di
karena gabah-gabah tersebut di beli dengan
tingkat petani (GKP) cenderung rendah
harga tinggi yaitu diatas harga pokok
(turun). Namun hasil penelitian ini men-
pembelian gabah. Selain itu berjalannya
unjukkan kenaikan jumlah produksi gabah
Program Dana Penguatan Modal bagi
justru berdampak kepada naiknya harga
Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-
gabah kering panen di tingkat petani.
LUEP) juga dapat berpengaruh positif
dengan
hasil
meningkatnya
jumlah
produksi
Tanda positif (+) dan signifikan
dalam hubungan jumlah produksi dengan
dalam penelitian ini bertentangan dengan
harga gabah kering panen di tingkat petani
harapan apriori, yaitu hasil regresi seharus-
ini. DPM-LUEP juga melakukan pembelian
nya
sebagai salah satu upaya stabilisasi harga di
bertanda
peningkatan
negatif jumlah
(-).
Seharusnya akan
tingkat petani. Kedua, kemungkinan seba-
berdampak kepada penurunan harga gabah
gian petani menyimpan gabahnya hingga
kering panen di tingkat petani. Hal ini dapat
dalam
terjadi karena munculnya situasi surplus
demikian meskipun terjadi surplus produk-
produksi, yaitu jumlah penawaran lebih
si, akan tetapi produksi gabah tersebut tidak
besar
pasar
ditawarkan di pasar melainkan di simpan
untuk menyerap produksi tersebut. Pada
oleh petani sendiri. Ketiga, adanya larangan
saat terjadi surplus produksi sudah pasti
impor beras dan kenaikan tariff impor. Pada
akan diikuti dengan penurunan harga.
kondisi ini dimungkinkan terjadi keadaan
Namun hasil penelitian ini menunjukkan
dimana permin-taan beras lebih besar dari
dibandingkan
produksi
kemampuan
bentuk
kering
giling.
Dengan
72 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
pada
penawarannya.
Sehingga
surplus
Saran yang dapat diberikan dari
produksi gabah masih belum mampu
hasil penelitian sebagai berikut:
memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.
1. Dalam
menetapkan
harga
pokok
Karena kebutuhan beras dalam negeri
pembelian gabah sebaiknya pemerintah
masih tetap tinggi maka harga gabah kering
memperhatikan dan mengacu kepada
panen juga masih tetap tinggi.
rata-rata harga gabah kering panen di tingkat petani tahun sebelumnya. 2. Sebagian petani sebaiknya menjual
SIMPULAN DAN SARAN Beberapa
kesimpulan
yang
di
gabah pada kondisi kering giling. Hal
peroleh dari penelitian tentang faktor
ini dilakukan untuk mendongkrak harga
penentu harga gabah kering panen di
gabah kering panen.
tingkat petani di Indonesia tahun 2005-2010
3. Pemerintah diharapkan selalu menaik-
sebagai berikut:
kan harga pokok pembelian gabah
1. Rerata harga gabah kering giling, rerata
secara bertahap untuk meningkatkan
harga gabah kualitas rendah, harga
harga gabah kualitas rendah yang
pokok pembelian gabah dari Bulog, dan
diharapkan berdampak pada meningkat-
jumlah produksi padi ter-deseasonalized
nya harga gabah kering panen di tingkat
berpengaruh
petani.
positif
dan
signifikan
terhadap rerata harga gabah kering panen di tingkat petani.
pembelian,
2. Harga pembelian beras oleh Bulog berpengaruh negatif
4. Disamping meningkatkan harga pokok pemerintah
juga
harus
menjaga gejolak harga Saprodi dan
dan signifikan
mengatur impor beras agar upaya
terhadap rerata harga gabah kering
peningkatan kesejahteraan petani mela-
panen di tingkat petani.
lui peningkatan harga gabah kering
3. Lag (beda kala) harga harga gabah kering
panen
tidak
berpengaruh
panen di tingkat petani dapat benarbenar terjadi.
signifikan terhadap harga gabah kering panen di tingkat petani. 4. Sebesar 97,3% faktor yang menentukan harga gabah kering panen di tingkat petani mampu dijelaskan oleh variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA BPS. 2010. Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah Dan Upah Buruh. Berita Resmi Statistik No. 09/02/Th. XII, 2 Februari 2009. www.bps.go.id
73 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r
BPS. 2011. Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah Dan Upah Buruh. Berita Resmi Statistik No. 69/11/Th. XIV, 1 November 2011. www.bps.go.id Deptan. 2006a. Lebih Untung Jual Beras Dari Pada Jual Gabah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Departemen Pertanian. www.deptan.go.id Deptan. 2006b. Siapkan 238 Miliar Deptan Amankan Harga Gabah Petani. Departemen Pertanian Indonesia. www.deptan.go.id Gujarati, Domodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGrawHill Singapore. Iswardono. 1989. Ekonomika Mikro. AMP YKPN. Yogyakarta. Jamal, Erizal; Noekman, Khairina M; Hendiarto; Ariningsih, Ening dan Askin, Andi. 2006. Analisis Kebijakan Penentuan Harga Gabah Petani. Balitbang Deptan. www.pse.libang.deptan.go.id
Maers, Leon A; Prasta, Yoga dan Sakrani. 1980. Keuntungan Menyimpan Beras Sesudah Panen di Indonesia. Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol. XXVIII No. 2 Juni 1980 hal. 133-164. Miller, Roger Leroy dan Meiners, Roger E, 2000. Teori Mikroekonomi Intermediate (penerjemah: Haris Munandar). Edisi Ketiga. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nicholson, Walter. 1995. Microeconomic Theory Basic Principle and Extentions. Sixh Edition. The Dryden Press Harcourt Brace College Publishers. Simatupang, Pandjar; Mardianto, Sudi dan Maulana Mohamad. 2005. Evaluasi Kebijakan Harga Gabah 2004. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 3 No. 1 Maret 2005 hal. 1-11. www.pse.litbang.deptan.go.id Supranto, J. 1984. Ekonometrik Buku II. Lembaga Penerbit FE UI. Jakarta
74 | J u r n a l I n o v a s i D a l a m P e m b a n g u n a n K a b u p a t e n L a m p u n g T i m u r