Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam kinerja keuangan yang mendasarkan pada laporan keuangan. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham yang diterbitkan. Dalam
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
pendekatan
fundamental dalam menganalisa saham yaitu analisa rasio. Analisis rasio membantu kita untuk menganalisis laporan keuangan sehingga kita dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan. Analisis ratio juga menyediakan indikator yang dapat mengukur kinerja tingkat profitabilitas, likuiditas, pendapatan, pemanfaatan asset dan kewajiban suatu perusahaan. EPS dan PER sebagai salah satu alat untuk mengukur kinerja perusahaan. Dengan diketahuinya EPS dan PER yang mengalami kenaikan atau penurunan akan dapat dibuat suatu kebijakan yang membantu perkembangan perusahaan yang kaitannya dengan peningkatan harga saham.
30
2.8 Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan yang masih bersifat sementara dan harus masih diuji kebenarannya melalui penelitian. Dalam penelitian ini dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H1 = Terdapat pengaruh antara EPS dan PER terhadap return saham secara simultan pada perusahaan Astra Internasional Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H 2 = Terdapat pengaruh yang positif antara EPS terhadap return saham secara parsial pada perusahaan Astra Internasional Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H 3 = Terdapat pengaruh yang positif antara PER terhadap return saham secara parsial pada perusahaan Astra Internasional Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dikarenakan adanya keinginan investor atau calon investor akan hasil yang layak dari suatu investasi saham.
31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia Pada 13 juli 1992, Bursa Efek Jakarta (BEJ) diswastakan dan mulai menjalankan pasar saham diIndonesia, sebuah awal pertumbuhan baru setelah berhenti sejak didirikan pada awal abad ke-19, yaitu pada tahun 1912 dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, bursa efek pertama didirikan di Batavia yang sekarang di kenal dengan Jakarta. Bursa EFEk di Batavia sempat ditutup selama Perang Dunia Pertama dan kemudian dubuka lagi pada tahun 1925. selain Bursa Batavia, pemerintah Belanda juga waktu itu mengoperasikan bursa Surabaya. Namun kegiatan bursa saham ini dihentikan lagi ketika terjadi pendudukan oleh tentara Jepang di Batavia. Pada tahun 1952, tujuh tahun setelah Indonesia merdeka, bursa saham di buka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan saham yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sebelum Perang Dunia, sedangkan Bursa di Surabaya memperdagangkan obligasi. Kemudian, kegiatan Bursa Efek terhenti lagi ketika pemerintah meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956. Tidak sampai tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditanda tangani oleh Badan Pelaksanaan Modal (BAPEPAM), institusi baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat seiring dengan perkembangan pasar financial dan sector
32
swasta puncak perkembangannya pada tahun 1990 – pada tahun 1991, bursa saham diswantanisasi menjadi Pt Bursa Efek Indonesia dan menjadi salah satu bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa saham menjadi PT BEI ini mengakibatkan beralihnya fungi BAPEPAM menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Tahun 1995 adalah tahun BEI memasuki babak baru, pada 22 mei 1995, BEI meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), sebuah system perdagangan otomasi yang menggantikan system perdagangan manual. System baru ini dapat memfalitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebuh vesar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan disbanding system perdagangan manual. Pada juli 2000, BEI menerapkan perdagangan tanpa warkat (Scripless Trading) dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menghindari peristiwa saham hilang dan pemalusuan saham dan juga untuk mempercepat proses penyelesaian transaksi. Tahun 2002, BEI juga mulai menerapkan perdagangan jarak jauh (remove Trading), sebagai upaya menignkatkan akses pasar, efisiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan. 3.2 Gambaran umum Perusahaan Astra Internasional Tbk Kegiatan usaha PT. Astra Internasional meliputi industri permobilan, alat berat, industri yang wood-based, agribusiness, elektronika, industri dasar, danjasa keuangan. Perusahaan ini menjadi produsen permobilan yang paling besar di Indonesia. Pada bulan November 1992, pemegang saham mayoritas
33
yaitu William Soeryadjaya menjual 100 juta lembar saham perusahaan kepada beberapa lembaga dan individu seperti PT. Danareksa, Oykel Ltd, PT. Delta Mustika, Prajogo Pangestu dan Henry Pribadi. Pada bulan Juni 1993 Oykel Ltd menjual semua saham perusahaan ke Toyota Motor Jepang. Setelah sukses di dalam pemasaran permobilan di Indonesia kemudian perusahaan bermaksud memasuki pasar luar negeri. Perusahaan menjadi pionir distributor dan importir BMW di Myanmar. Bersama-Sama dengan Chinte Motor Myanmar dan Marubeni Jepang Auto membentuk suatu usaha patungan yang diberi nama Myanmar Astra Chinte Motor. Pada tahun 1996 perusahaan merencanakan untuk membangun suatu geothermal di Palembang dengan biaya Rp. 350 milyar. PT. Astratel Nusantara beroperasi pada tahunl999. Perusahaan telah menerima sertifikat ISO 9001 dari AFAQ Perancis dan EQNET Eropa untuk Pembinaan Manajemen Pusat (AMDC). Februari tahun ini, perusahaan mulai mengembangkan bisnis, dengan menginvestasikan $ 3.825 juta untuk membentuk suatu usaha patungan dengan PT. Astratel Nusantara. 3.3 Objek Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mengadakan penelitian dan pengambilan data pada Pojok Bursa Universitas Mercu Buana yang bertempat di Gedung A Universitas Mercu Buana, Jalan Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta. Penelitian ini difokuskan pada perusahaan Astra Internasional Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
34
3.4 Desain Penelitian Jenis penelitian menggunakan penelitian hipotesis (penelitian kausal) untuk mengetahui adanya pengaruh variabel bebas (independent variable) yaitu Earning per Sshare (EPS) dan Price Earning Ratio (PER) terhadap variabel terikat (dependent variable) yaitu Return Saham. Penelitian kausal adalah penelitian untuk mengetahui pengaruh satu variable atau lebih (Independent Variables) terhadap variable tertentu (Dependent Variable. 3.5 Variabel dan Skala Pengukuran Variabel adalah penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel penelitian dibagi menjadi dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat 3.5.1
Variabel Bebas a. Earning per Share (EPS) Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. Biasanya investor lebih tertarik dengan ukuran profitabilitas dengan menggunakan dasar saham yang dimiliki. Skala Pengukuran: Earning per Share Laba Bersih EPS = Jumlah Saham Beredar
35
b. Price Earning Ratio PER merupakan
salah satu rasio
digunakan para investor kemampuan
perusahaan
pasar yang
untuk
memprediksi
dalam menghasilkan laba earning
power dimasa mendatang. Skala Pengukuran: Price Earning Ratio (PER) X2 Harga Saham PER = EPS 3.5.2
Variabel Terikat a. Return Saham Return saham yang dimaksud dalam penelitian ini adalah return
saham
yang
dinyatakan
dalam
rupiah
yang
diperoleh. Pada penelitian ini return yang dihitung merupakan return yang sesungguhnya (actual return). Actual return adalah return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya. Skala Pengukuran: Pt – Pt-1 Return Saham = Pt-1
36
3.6 Metode Pengumpulan Data Salah satu kegiatan dalam penelitian ini adalah merumuskan teknik pengumpulan data sesuai dengan masalah yang diteliti. Agar diperoleh data dan keterangan yang lengkap maka harus digunakan teknik pengumpulan data yang tepat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya dan bukan diusahakan sendiri oleh penulis/peneliti. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan data melalui leteratur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yang dapat berupa buku, jurnal, halaman web, ataupun informasi lainnya. 3.7 Jenis Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya dan bukan diusahakan sendiri oleh penulis/peneliti, berupa data-data laporan keuangan perusahaan Astra Internasional Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2003-2009. 3.8 Populasi dan Sampel Menurut arikunto (2006:130), Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.
37
Data yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan Astra Internasional Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2003-2009. 3.9 Metode analisis data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 3.9.1
Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif, yaitu menjelaskan dan menghitung angka rasio keuangan yang berkaitan dengan EPS, PER dan return saham. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai mean, dan nilai distribusi frekuensi data. Klasifikasi dalam distribusi frekuensi ditentukan dengan cara:
T^
„, Nilai Maksimum - Nilai Minimum
K l a s i f i k a s i
= N
Jumlah Kelas
a. Uji Normalitas Pengujian normalitas data penelitian adalah untuk menguji apakah dalam model statistik variabel-variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak normal. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah data terditribusi normal atau tidak adalah dengan menggunakan grafik normal Probability plot. Apabila variabel berdistribusi normal maka penyebaran plot akan berada disekitar dan disepanjang garis.
38
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali (2005: 110). Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi normalitas: 1.
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.9.2
Uji Asumsi Klasik untuk mengetahui apakah model linier berganda yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian memenuhi asumsi klasik atau tidak. a. Pengujian gejala multikoliniearitas Salah
satu
asumsi
klasik
adalah
tidak
terjadinya
multikoleniaritas diantara variabel-variabel bebas yang berada dalam satu model. Artinya antar variabel independen yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna. Apabila hal ini terjadi antara variabel bebas itu sendiri saling berkorelasi, sehingga dalam hal ini sulit diketahui variabel bebas mana yang mempengaruhi variabel terikat.
39
Menurut Ghozali bertujuan
(2005:
91),
uji
multikolinearitas
untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi atas variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Uji Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1 atau nilai VIF lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada data yang akan diolah. b) Pengujian gejala heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini, dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu SRESID dengan residualnya yaitu ZPERD. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
40
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar
analisis
yang
digunakan
untuk
mendeteksi
heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: 1.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang melebar
kemudian
teratur
(bergelombang,
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c) Uji Autokorelasi Autokorelasi menunjukkan adanya kondisi yang berurutan antara gangguan atau distribusi yang masuk ke dalam fungsi regresi. Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi yang terjadi antara anggota observasi yang terletak berderetan secara serial dalam bentuk waktu atau korelasi antara tempat yang berdekatan bila datanya cross series. Uji yang digunakan untuk menguji adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dapat dilakukan melalui Uji Durbi - Watson (DW test). Tahap Pengujian: 1)
Hipotesis persamaan
41
Ho: Tidak Ada Autokorelasi Ha: ada Autokorelasi 2)
Pengambilan Keputusan ada atau tidaknya autokorelasi, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Ketentuan Uji Durbin - Watson
Hipotesis Nol
Keputusan
Tidak ada autokorelasi positif
Tolak Ho
Tidak ada autokorelasi positif
No Decision
dl < d < du
Tidak ada autokorelasi negative
Tolak Ho
4-dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi negative
No Decision
4-du < d < 4-dl
Tidak ada autokorelasi positif
Terima Ho
du < d < 4-du
0
atau negative Sumber : Imam Ghozali (2005:96)
3.9.3 Analisi Koefisien Determinasi R2 digunakan untuk mengukur ketepatan yang paling baik dari analisis regresi berganda. R2 mendekati satu maka dapat dikatakan semakin kuat kemampuan variabel bebas dalam model regresi tersebut dalam menerangkan variabel terikatnya. Sebaliknya jika R2 mendekati 0 (nol) maka semakin lemah variabel bebas menerangkan variasi variabel terikat.
42